| A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | Q | R | S | T | U | V | W | X | Y | Z | |
|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Alat Bantu Penyelarasan Program Sekolah Berdasarkan Rapor Pendidikan 2023 | |||||||||||||||||||||||||
2 | SMA …....... | |||||||||||||||||||||||||
3 | Kode | Indikator | Kategori | Capaian | Definisi | Trend dan Makna | Rekomendasi Program Sekolah | Program Benahi | Kegiatan Benahi | Referensi | ||||||||||||||||
4 | 2022 | 2023 | Wajib | Tidak | Dipertimbangkan | |||||||||||||||||||||
5 | A.1 | Kemampuan literasi Persentase peserta didik berdasarkan kemampuan dalam memahami, menggunakan, merefleksi, dan mengevaluasi beragam jenis teks (teks informasional dan teks fiksi). | OUTPUT | |||||||||||||||||||||||
6 | A.1 | Proporsi peserta didik dengan kemampuan literasi di atas kompetensi minimum | di atas | Peserta didik mampu mengintegrasikan beberapa informasi lintas teks, mengevaluasi isi, kualitas, cara penulisan suatu teks, dan bersikap reflektif terhadap isi teks. | ||||||||||||||||||||||
7 | Proporsi peserta didik dengan kemampuan literasi mencapai kompetensi minimum | mencapai | Peserta didik mampu membuat interpretasi dari informasi implisit yang ada dalam teks, mampu membuat simpulan dari hasil integrasi beberapa informasi dalam suatu teks. | |||||||||||||||||||||||
8 | Proporsi peserta didik dengan kemampuan literasi di bawah kompetensi minimum | di bawah | Peserta didik mampu menemukan dan mengambil informasi eksplisit yang ada dalam teks serta membuat interpretasi sederhana. | |||||||||||||||||||||||
9 | Proporsi peserta didik dengan kemampuan literasi jauh di bawah kompetensi minimum | jauh di bawah | Peserta didik belum mampu menemukan dan mengambil informasi eksplisit yang ada dalam ataupun membuat interpretasi sederhana. | |||||||||||||||||||||||
10 | A.1.1 | Kompetensi membaca teks informasi | Kompetensi peserta didik dalam memahami, menggunakan, merefleksi, dan mengevaluasi teks informasional (non-fiksi) . | |||||||||||||||||||||||
11 | A.1.2 | Kompetensi membaca teks sastra | Kompetensi peserta didik dalam memahami, menggunakan, merefleksi, dan mengevaluasi teks fiksi. | |||||||||||||||||||||||
12 | A.1.3 | Kompetensi mengakses dan menemukan isi teks (L1) | Kompetensi peserta didik pada kemampuan menemukan, mengidentifikasi, dan mendeskripsikan suatu ide atau informasi eksplisit dalam teks informasional (non-fiksi) dan sastra. | |||||||||||||||||||||||
13 | A.1.4 | Kompetensi menginterpretasi dan memahami isi teks (L2) | Kompetensi peserta didik pada kemampuan membandingkan dan mengontraskan ide atau informasi dalam atau antar teks, membuat kesimpulan, mengelompokkan, serta mengombinasikan ide dan informasi dalam teks atau antar teks informasional (non-fiksi) dan sastra. | |||||||||||||||||||||||
14 | A.1.5 | Kompetensi mengevaluasi dan merefleksikan isi teks (L3) | Kompetensi peserta didik pada kemampuan menganalisis, memprediksi, dan menilai konten, bahasa, dan unsur-unsur dalam teks informasional (non-fiksi) dan sastra. | Ö | ||||||||||||||||||||||
15 | A.2 | Kemampuan numerasi Persentase peserta didik berdasarkan kemampuan dalam berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan. | Sebagian besar peserta didik telah mencapai batas kompetensi minimum untuk numerasi. | OUTPUT | ||||||||||||||||||||||
16 | A.2 | Proporsi peserta didik dengan kemampuan numerasi di atas kompetensi minimum | di atas | Peserta didik mampu bernalar untuk menyelesaikan masalah kompleks serta non-rutin berdasarkan konsep matematika yang dimilikinya. | Kemampuan numerasi peserta didik meningkat (positif) | |||||||||||||||||||||
17 | Proporsi peserta didik dengan kemampuan numerasi mencapai kompetensi minimum | mencapai | Peserta didik mampu mengaplikasikan konsep matematik yang dimiliki dalam konteks yang lebih beragam. | |||||||||||||||||||||||
18 | Proporsi peserta didik dengan kemampuan numerasi di bawah kompetensi minimum | di bawah | Peserta didik memiliki kemampuan dasar matematika: komputasi dasar dalam bentuk persamaan langsung, konsep dasar terkait geometri dan statistika, serta menyelesaikan masalah matematika sederhana yang rutin. | |||||||||||||||||||||||
19 | Proporsi peserta didik dengan kemampuan numerasi jauh di bawah kompetensi minimum | jauh di bawah | Peserta didik hanya memiliki kemampuan dasar matematika yang terbatas: penguasaan konsep yang parsial dan keterampilan komputasi yang terbatas. | |||||||||||||||||||||||
20 | A.2.1 | Kompetensi pada domain Bilangan | Kompetensi peserta didik dalam berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika pada konten bilangan untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. | Ö | ||||||||||||||||||||||
21 | A.2.2 | Kompetensi pada domain Aljabar | Kompetensi peserta didik dalam berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika pada konten aljabar untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. | |||||||||||||||||||||||
22 | A.2.3 | Kompetensi pada domain Geometri | Kompetensi peserta didik dalam berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika pada konten geometri untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. | |||||||||||||||||||||||
23 | A.2.4 | Kompetensi pada domain Data dan Ketidakpastian | 57,47 | 60,63 | Kompetensi peserta didik dalam berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika pada konten data dan ketidakpastian untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. | |||||||||||||||||||||
24 | A.2.5 | Kompetensi mengetahui (L1) | Kompetensi peserta didik pada kemampuan memahami fakta, proses, konsep, dan prosedur. | |||||||||||||||||||||||
25 | A.2.6 | Kompetensi menerapkan (L2) | Kompetensi peserta didik pada kemampuan menerapkan pengetahuan dan pemahaman tentang fakta-fakta, relasi, proses, konsep, prosedur, dan metode pada konten bilangan dengan konteks situasi nyata untuk menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan. | |||||||||||||||||||||||
26 | A.2.7 | Kompetensi menalar (L3) | Kompetensi peserta didik pada kemampuan menganalisis data dan informasi, membuat kesimpulan, dan memperluas pemahaman dalam situasi baru, meliputi situasi yang tidak diketahui sebelumnya atau konteks yang lebih kompleks. | |||||||||||||||||||||||
27 | A.3 | Karakter Kecenderungan peserta didik dalam bersikap dan berperilaku berdasarkan nilai-nilai pelajar Pancasila yang mencakup beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, gotong-royong, kreativitas, nalar kritis, kebinekaan global, serta kemandirian. | Peserta didik terbiasa menerapkan nilai-nilai karakter pelajar pancasila yang berakhlak mulia, bergotong royong, mandiri, kreatif dan bernalar kritis serta berkebinekaan global dalam kehidupan sehari hari. | OUTPUT | ||||||||||||||||||||||
28 | A.3.1 | Beriman, Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia | Penerapan ajaran agama dan kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari melalui perbuatan pada manusia, alam, dan negara. | |||||||||||||||||||||||
29 | A.3.2 | Gotong Royong | Keinginan dan pengalaman terlibat secara sukarela dalam kegiatan yang menunjukkan kepedulian untuk kebaikan bersama. | |||||||||||||||||||||||
30 | A.3.3 | Kreativitas | Kesenangan dan pengalaman menghasilkan hal yang baru dan berguna. | |||||||||||||||||||||||
31 | A.3.4 | Nalar Kritis | "Kemauan dan kebiasaan mengambil keputusan secara logis berdasarkan berbagai bukti dan sudut pandang yang beragam." | |||||||||||||||||||||||
32 | A.3.5 | Kebinekaan global | Ketertarikan terhadap budaya yang berbeda, kepedulian terhadap isu-isu global, serta dukungan terhadap kesetaraan gender, agama, dan budaya. | |||||||||||||||||||||||
33 | A.3.6 | Kemandirian | Kemauan dan kebiasaan mengelola perasaan, pikiran, dan tindakan demi mencapai tujuan pembelajaran. | Ö | ||||||||||||||||||||||
34 | D.1 | "Kualitas pembelajaran Kualitas pengelolaan kelas dan penyelenggaraan pembelajaran interaktif yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik siswa." | Pembelajaran menunjukkan kualitas yang optimal ditunjukkan dengan suasana kelas yang kondusif, dukungan afektif dan aktivasi kognitif dari guru yang konstruktif. | PROSES | ||||||||||||||||||||||
35 | D.1.1 | Manajemen kelas | Pengelolaan kelas yang mendukung pembelajaran serta penerapan penghargaan dan sanksi secara proporsional. | |||||||||||||||||||||||
36 | D.1.2 | Dukungan psikologis | Praktik pembelajaran yang memenuhi kebutuhan psikologis siswa untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan perasaan diterima tanpa dibeda-bedakan. | |||||||||||||||||||||||
37 | D.1.3 | Metode pembelajaran | Praktik pembelajaran interaktif yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik siswa. | Ö | ||||||||||||||||||||||
38 | D.2 | Refleksi dan perbaikan pembelajaran oleh guru Tingkat aktivitas refleksi dan perbaikan praktik pembelajaran yang dilakukan oleh guru. | Guru aktif meningkatkan kualitas pembelajaran setelah melakukan refleksi pembelajaran yang telah lewat, mengeksplorasi referensi pengajaran baru, dan berinovasi menghadirkan pembelajaran yang memantik keterlibatan peserta didik. | PROSES | ||||||||||||||||||||||
39 | D.2.1 | Belajar tentang pembelajaran | Aktivitas belajar guru yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengajar. | |||||||||||||||||||||||
40 | D.2.2 | Refleksi atas praktik mengajar | Perbaikan pembelajaran berdasarkan refleksi yang dilakukan guru. | |||||||||||||||||||||||
41 | D.2.3 | Penerapan praktik inovatif | Inovasi pembelajaran berdasarkan refleksi yang dilakukan guru. | |||||||||||||||||||||||
42 | D.3 | Kepemimpinan instruksional Tingkat kepemimpinan yang mendukung perbaikan kualitas pembelajaran, dilihat dari penjabaran visi-misi, penyusunan program pembelajaran dan pengembangan kurikulum sekolah. | Kepemimpinan instruksional yang visioner dengan mengacu pada visi-misi sekolah secara konsisten termasuk mengkomunikasikan visi-misi kepada warga sekolah sehingga perencanaan, praktik dan asesmen pembelajaran berorientasi peningkatan hasil belajar Peserta didik melalui dukungan program, sistem insentif atau sumber daya yang memadai yang berdampak pada membudayanya guru melakukan refleksi dan perbaikan pembelajaran. | PROSES | ||||||||||||||||||||||
43 | D.3.1 | Visi-misi sekolah | Perumusan, penyampaian dan penerapan visi-misi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. | Ö | Visi dan misi sekolah dapat menjadi akar masalah pada pencapaian literasi (A.1), numerasi (A.2), karakter (A.3), dan kualitas pembelajaran (D.1) | |||||||||||||||||||||
44 | D.3.2 | Pengelolaan kurikulum sekolah | Kemampuan kepala sekolah dalam mengembangkan dan mengelola kurikulum yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. | |||||||||||||||||||||||
45 | D.3.3 | Dukungan untuk refleksi guru | Pemberian dukungan kepada guru untuk melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran. | |||||||||||||||||||||||
46 | D.4 | Iklim keamanan sekolah Kondisi satuan pendidikan yang kondusif yang memberikan rasa aman (secara fisik dan psikologis), seperti tidak adanya perundungan dan hukuman fisik. | Satuan pendidikan memiliki lingkungan sekolah yang aman, terlihat dari kesejahteraan psikologis yang baik dan rendahnya kasus perundungan, hukuman fisik, kekerasan seksual, dan penyalahgunaan narkoba. Satuan pendidikan dapat mempertahankan kualitas warga sekolah dalam mencegah dan menangani kasus untuk menciptakan iklim keamanan di lingkungan sekolah. | PROSES | ||||||||||||||||||||||
47 | D.4.1 | Kesejahteraan psikologis (wellbeing) murid | Perasaan aman dan nyaman secara psikologis yang dialami siswa di sekolah sehari-hari. | |||||||||||||||||||||||
48 | D.4.2 | Kesejahteraan psikologis (wellbeing) guru | Perasaan bahagia menjadi guru yang didasarkan atas kesempatan untuk mengembangkan diri dan memiliki hubungan baik dengan warga sekolah. | |||||||||||||||||||||||
49 | D.4.3 | Pemahaman dan sikap terhadap perundungan | Pemahaman dan sikap guru terhadap segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan secara sengaja oleh satu/sekelompok orang yang lebih "kuat" di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
50 | D.4.4 | Pengalaman perundungan siswa | Siswa mengalami perundungan/bullying dari guru atau sesama siswa di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
51 | D.4.5 | Pemahaman dan sikap terhadap hukuman fisik | Pengetahuan dan sikap guru untuk menghindari hukuman fisik di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
52 | D.4.6 | Pengalaman hukuman fisik siswa | Hukuman fisik yang diterima oleh siswa di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
53 | D.4.7 | Pemahaman dan sikap guru tentang kekerasan seksual | Pengetahuan dan keyakinan guru untuk mengatasi kekerasan seksual di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
54 | D.4.8 | Pengalaman/pengetahuan kekerasan seksual siswa | Pengalaman siswa akan kekerasan seksual yang dialami oleh diri sendiri ataupun orang lain di lingkungan sekolah. | |||||||||||||||||||||||
55 | D.4.9 | Pemahaman dan sikap guru tentang rokok, minuman keras, dan narkoba | Pengetahuan dan sikap guru terhadap pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba, rokok, dan minuman keras di lingkungan sekolah. | |||||||||||||||||||||||
56 | D.4.10 | Pengalaman siswa terkait rokok, minuman keras, dan narkoba | Pengalaman siswa terkait narkoba, rokok, dan minuman keras di sekolah, misalnya dibujuk untuk mencoba, menggunakan, membeli atau mengedarkan. | Ö | ||||||||||||||||||||||
57 | D.8 | Iklim Kebinekaan Kondisi sekolah yang menunjukkan adanya sikap dan perilaku kepala sekolah dan guru dalam menerapkan toleransi agama dan budaya serta komitmen kebangsaan. | Satuan pendidikan sudah mampu menghadirkan suasana proses pembelajaran yang menjunjung tinggi toleransi agama/kepercayaan dan budaya; mendapatkan pengalaman belajar yang berkualitas; mendukung kesetaraan agama/kepercayaan, dan budaya; serta memperkuat nasionalisme. | PROSES | ||||||||||||||||||||||
58 | D.8.1 | Toleransi agama dan budaya | Sikap dan perilaku yang menunjukkan penerimaan dan penghargaan terhadap keragaman agama dan budaya di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
59 | D.8.2 | Komitmen kebangsaan | Kesetiaan pada negara dan kesediaan menumbuhkan rasa kebangsaan warga sekolah. | |||||||||||||||||||||||
60 | D.8.3 | Toleransi dan kesetaraan siswa | Sikap menerima dan menghargai keragaman agama dan budaya di sekolah | |||||||||||||||||||||||
61 | D.10 | Iklim Inklusivitas Kondisi yang disediakan oleh sekolah untuk menyediakan layanan bagi siswa dengan disabilitas dan cerdas istimewa dan berbakat istimewa. | Satuan pendidikan sudah mampu menghadirkan suasana proses pembelajaran yang menyediakan layanan yang ramah bagi peserta didik dengan disabilitas dan cerdas berbakat istimewa. | PROSES | ||||||||||||||||||||||
62 | D.10.1 | Layanan disabilitas | Pemberian layanan yang sesuai untuk anak dengan disabilitas di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
63 | D.10.2 | Layanan sekolah untuk murid cerdas dan bakat istimewa | Pemberian layanan yang sesuai untuk anak cerdas dan berbakat istimewa di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
64 | D.10.3 | Sikap terhadap disabilitas | Penerimaan dan penghargaan terhadap siswa dengan disabilitas. | |||||||||||||||||||||||
65 | E.1 | Partisipasi warga sekolah Keterlibatan warga sekolah dalam proses perencanaan, pengembangan, dan pelaksanaan kegiatan di sekolah. | Satuan pendidikan telah melibatkan orang tua dan murid baik dalam kegiatan akademik maupun non-akademik secara keseluruhan di satuan pendidikan. | INPUT | ||||||||||||||||||||||
66 | E.1.1 | Partisipasi orang tua | Sekolah mengajak orang tua untuk berpartisipasi dalam perencanaan, pengembangan, dan pelaksanaan kegiatan di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
67 | E.1.2 | Partisipasi murid | Sekolah mengajak siswa untuk berpartisipasi dalam perencanaan, pengembangan, dan pelaksanaan kegiatan di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
68 | E.2 | Proporsi pemanfaatan sumber daya sekolah untuk peningkatan mutu Jumlah persentase nilai pembelanjaan non personil untuk peningkatan mutu pembelajaran dan GTK di satuan pendidikan per jenjang. | INPUT | |||||||||||||||||||||||
69 | E.2.1 | Proporsi pembelanjaan peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan | Persentase pembelanjaan sekolah untuk peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan dibagi total anggaran sekolah dalam satu tahun di bos salur. | |||||||||||||||||||||||
70 | E.2.2 | Proporsi pembelanjaan non personil mutu pembelajaran | Persentase pembelanjaan sekolah untuk non personil kegiatan pembelajaran dibagi total anggaran sekolah dalam satu tahun di bos salur. | |||||||||||||||||||||||
71 | E.3 | Pemanfaatan TIK untuk pengelolaan anggaran Nilai komposit dari pembelanjaan BOS secara daring dan penggunaan SDS. | INPUT | |||||||||||||||||||||||
72 | E.3.1 | Proporsi pembelanjaan dana BOS secara daring | Jumlah pembelanjaan dana BOS melalui SIPLah dibagi total anggaran dana BOS yang dibelanjakan dalam satu tahun anggaran. | |||||||||||||||||||||||
73 | E.3.2 | Indeks penggunaan platform SDS sumberdaya sekolah - ketepatan waktu dan kelengkapan pelaporan | Jumlah sekolah yang membuat laporan tepat waktu di platform SDS dan lengkap. | |||||||||||||||||||||||
74 | E.5 | Program dan kebijakan sekolah Program dan kebijakan sekolah untuk mencegah dan menanggulangi perundungan, hukuman fisik, kekerasan seksual, penyalahgunaan narkoba, kesetaraan gender, dan intoleransi. | Satuan pendidikan telah melibatkan orang tua dan murid baik dalam kegiatan akademik maupun non-akademik secara keseluruhan di satuan pendidikan. | INPUT | ||||||||||||||||||||||
75 | E.5.1 | Program dan kebijakan sekolah tentang perundungan | Ketersediaan dan penerapan program serta kebijakan untuk mencegah dan menanggulangi segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan secara sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih 'kuat' di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
76 | E.5.2 | Program dan kebijakan sekolah tentang hukuman fisik | Ketersediaan dan penerapan program serta kebijakan untuk mencegah penggunaan hukuman yang mengakibatkan rasa sakit secara fisik bagi siswa yang melakukan pelanggaran. | |||||||||||||||||||||||
77 | E.5.3 | Program dan kebijakan sekolah tentang kekerasan seksual | Ketersediaan dan penerapan program serta kebijakan untuk mencegah dan menanggulangi perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang bagian tubuh atau organ reproduksi seseorang. | |||||||||||||||||||||||
78 | E.5.4 | Program dan kebijakan sekolah tentang narkoba | Ketersediaan dan penerapan program serta kebijakan untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkoba dan zat berbahaya lainnya (termasuk rokok dan minuman keras). | |||||||||||||||||||||||
79 | E.5.5 | Program dan Kebijakan mengenai kesetaraan gender | Ketersediaan dan penerapan program serta kebijakan yang mendukung kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, misalnya dalam hal kemampuan, kesempatan, pemenuhan hak, dan kewajiban. | |||||||||||||||||||||||
80 | E.5.6 | Program dan kebijakan mengenai penanggulangan dan pencegahan intoleransi di sekolah | Ketersediaan dan penerapan program serta kebijakan tentang pencegahan dan penanggulangan sikap serta perilaku yang menolak keragaman agama dan budaya di sekolah. | |||||||||||||||||||||||
81 | ||||||||||||||||||||||||||
82 | Catatan: | |||||||||||||||||||||||||
83 | Untuk SMA ......... program sekolah yang wajib diterapkan di tahun 2023 pada indikator yang diblok warna merah, sedangkan indikator yang mengalami penurunan ada yang tidak wajib diprogramkan dan ada yang dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan program sekolah tahun 2023 (opsional dan diserahkan kepada keputusan KS) | |||||||||||||||||||||||||
84 | Rencana kerja Pengawas Sekolah tahun 2023 fokus ke warna merah | |||||||||||||||||||||||||
85 | ||||||||||||||||||||||||||
86 | ||||||||||||||||||||||||||
87 | ||||||||||||||||||||||||||
88 | ||||||||||||||||||||||||||
89 | ||||||||||||||||||||||||||
90 | ||||||||||||||||||||||||||
91 | ||||||||||||||||||||||||||
92 | ||||||||||||||||||||||||||
93 | ||||||||||||||||||||||||||
94 | ||||||||||||||||||||||||||
95 | ||||||||||||||||||||||||||
96 | ||||||||||||||||||||||||||
97 | ||||||||||||||||||||||||||
98 | ||||||||||||||||||||||||||
99 | ||||||||||||||||||||||||||
100 | ||||||||||||||||||||||||||