ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZAAABACADAEAFAGAH
1
2
06/06/2022 11:32:20DiterimaZapin Penyengat(02) Masih bertahanKepulauan Riau Kota Tanjungpinang
Di Pulau yang pernah menjadi pusat kebudayaan Melayu ini, zapin sebagai kesenian yang bernuansa islami itu dibina dan dikembangkan, yang kemudian dikenal sebagai Zapin Penyengat. Tari Zapin memang identik sebagai bagian dari budaya Melayu. Namun zapin dari Pulau Penyengat, berbeda dengan tari zapin yang ada di daerah lainnya.

Tari zapin di Pulau Penyengat diciptakan oleh Encik Muhammad Ripin pada tahun 1811 M. Setelah beliau wafat tari Zapin Penyengat ini dikembangkan lagi oleh Raja Mahmud secara turun temurun. Zapin Penyengat adalah tarian yang mengutamakan gerak dan langkah kaki, karena sudah diikat oleh kata Zapin itu sendiri yang bermakna gerakan kaki.

Awalnya tari Zapin Penyengat berfungsi sebagai pentabalan Sultan Penyengat dan hari-hari besar Islam. Pentabalan yang dimaksud di sini adalah pemilihan Sultan Penyengat yang baru. Dengan adanya perkembangan zaman dan pola pikir masyarakat yang semakin maju maka saat ini tari Zapin Penyengat berfungsi juga untuk acara-acara pesta pernikahan, dan tampil dalam acara hiburan seni budaya.

Selain itu dalam gerak tari Zapin Penyengat, busana yang digunakan dan iringan musiknya memiliki simbol dan makna tertentu. Simbol dan makna itu memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan atau religi, pola pemukiman, kehidupan sosial serta adat istiadat masyarakat Melayu Kepulauan Riau khususnya pada masyarakat Pulau Penyengat.

Zapin yang berkembang di pulau penyengat merupakan adaptasi dari Zapin arab yang dibawa oleh pedagang timur tengah. Kesenian zapin pada awalnya dimaksudkan sebagai sarana siar agama, dimeriahkan dengan tabuhan gendang marwas, dan petikan gambus sambal menyanyikan lagu-lagu pujian terhadap Allah swt dan para nabi.
Tari zapin pada awal penampilanya di daerah ini di tarikan oleh penari pria saja boleh secara berpasangan atau perseorangan.

Dalam perkembangan tari zapin, mulai dari langkah tari berikut juga pakaian masih dipengaruhi oleh gaya timur tengah. Sementara lirik syair lagu dikumandangkan oleh pemain gambus pada umumnya bernafas keagamaan, berupa puji-pujian dan nasehat yang di sampaikan dalam Bahasa Arab.

Seiring berjalanya waktu tari zapin awal telah mengalami perubahan dibanding dengan bentuk awalnya. Hal itu disebabkan tari zapin telah menyerap aspek-aspek tarian melayu lokal. Misalnya, langkah penari yang awalnya Panjang sekarang relatif pendek, tangan kiri mengukuti ayunan badan, sementara tangan kanan di angkat setinggi dada, lebih bergaya dengan jari-jari tergenggam. Sementara ibu jari menghadap ke depan.

Busana yang di pakai penari zapin terdiri dari, tutup kepala, baju melayu, sluar/celana, kain samping, kadang-kadang beralas kaki. Vocal nyanyian lagu zapin pun banyak berubah dimulai dengan lagu puji-pujian diikuti oleh nyanyian dan pantun-pantun kemasyarakatan serta lirik yang berunsur kasih sayang. Lagu yang terkenal antara lain anak ayam turun 10, lancang kuning, ya ladan,

Gerak dalam tari Zapin Penyengat terdiri dari, Duduk Sembah, Kepala Zapin atau Alif sembah awal, gerak alif, langkah dua, bunga, titi batang, ayak-ayak, pusar belanak, tahto. Yamman, Wainab. Busana tari Zapin Penyengat untuk wanita adalah, kebaya laboh, songket, Sanggul siput, Gandik, Jurai Kembang goyang, Bunga tempel, Anting-anting, dan Bros.
Sedangkan Busana Tari Zapin untuk pria adalah baju kurung cekak musang, celana kurung, songket, ikat pinggang, peci. dan Bros.

Iringan musik tari Zapin Penyengat adalah 5 marwas dan 1 gambus. Jenis musik adalah Zapin. Pada iringan musik simbol yang terkandung dalam syair lagu pada tari Zapin Penyengat adalah kesopanan dan kepedulian, yang bermakna ucapan rasa syukur kepada seluruh pengunjung Pulau Penyengat yang datang berkunjung dan berwisata rohani. Gambus dan marwas memiliki simbol religius, iringan musik pada zaman dahulu sering digunakan untuk pengiring tarian yang bernafaskan Islam dan sebagai pengiring syair Islam.
1. Tohar Fahlefi 2. Raja Efi Rafindra
Pulaqu Penyengat, Jalan Balai Adat, Kota Tanjung Pinang
29121
1. 082284498600 ; 2. 0812 2954474
-Hendri PurnomoBPNB Provinsi Kepri29124081270006025
laksmanabintan@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1AbEAKyB-mRmFfmbm9xEP81Wk5DKbgIwf, https://drive.google.com/open?id=16KTTu_Nm2UNEAbJLKoy4yx4C_MS1sFvy, https://drive.google.com/open?id=1sqvkZYaM1ewWCvvJOTNgO3bawFMbrch8, https://drive.google.com/open?id=1Jdn1Vmxtvaz9PnNP9kbAQoXTKttSjM1b
https://drive.google.com/open?id=1Wdn417et7kkAgcIh2tQtMCTdsEBgQmWaHendri PurnomoTanjung Pinang06/06/2022Seni Tradisi
laksmanabintan@gmail.com
189
14/09/2021 21:59:20DiterimaTari Langsir(04) Terancam punahAcehsumatTari Langsir merupakan salah satu tarian tradisional asal Suku Haloban, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil. Tari tradisional ini dimainkan oleh laki-laki dan perempuan pada momen tertentu saja, seperti hari raya, hajatan pernikahan, sunat rasul, pesta rakyat dan sebagainya.
Penampilan tari langsir mirip dengan tarian eropa, yakni; berpasangan antara laki-laki dan perempuan, bergerak berdasarkan komando, gerakan yang atraktif dan terpola, serta iringan musik biola sepanjang permainan. Perbedaannya hanya terletak pada alunan musik yang sudah mengadopsi musik Melayu pesisir, yakni Biola dan Gandang.
Terkait asal-usul, tarian ini memiliki 2 versi cerita. Versi pertama mengatakan bahwa tarian ini diperkenalkan oleh orang-orang Belanda pada masa kolonial sebagai bentuk penyambutan terhadap tamu-tamu penting. Sementara versi lain mengatakan bahwa tarian langsir diajarkan oleh orang Nias yang bekerja di atas kapal Belanda.
Menurut hasil penelitian Putra (2021) dari BPNB Aceh, tarian ini memiliki 32 ragam gerak yang ditandai dengan perintah dari Komandir (instruktur tari). 32 ragam gerak tadi dimainkan dalam 3 pembabakan dengan kombinasi perulangan yang membentuk pola gerak eksentrik dan atraktif.
Andung JohanDesa Asantola24784085265441189-Rumah Pulau TuangkuDesa Haloban247840852210851511
herlinsyahputra@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1OwR2duYWt5I5D3g1XcCuqIncJkHLtar0,
https://drive.google.com/open?id=1yrgobZC2rja05RVODkKF_wEjkk5slVTW,
https://drive.google.com/open?id=1_tJ3_IIZ4Cv-5S6_FZN9ql35mXhJpT6y,
https://drive.google.com/open?id=1we-WRUpPQV_2vxmkjReHp24mfqDT_WET,
https://drive.google.com/open?id=1tkGc-qprLPyB_PtGBlDWfh1pgRSZVBEW
Dharma Kelana PutraBanda Aceh10/10/2021Seni Tradisi
264
21/10/2021 16:21:57Diterima (Perlu dilengkapi foto dan video)Tari Galombang Dua Bale(03) Sudah berkurangAcehTari Galombang Dua Bale merupakan salah satu tarian tradisional dari Kabupaten Aceh Singkil, tepatnya di Desa Gosong Telaga, Kecamatan Singkil Utara. Tarian ini merupakan jenis tarian persembahan yang ditampilkan pada saat pesta pernikahan masyarakat dari golongan tertentu saja, seperti keluarga imum mukim dan keuchik. Imum mukim dan keuchik dalam sistem dan strata peradatan di Gosong Telaga, dapat digolongkan sebagai “raja” atau bangsawan. Dalam adat yang berlaku di sana, jika kalangan ‘darah biru’ melaksanakan hajatan, mereka diperbolehkan oleh pemangku adat untuk mengenakan pakaian dan menghias plus menata rumah dengan warna serba kuning, yang identik pakaian kebangsawanan. Lebih istimewa lagi, kepada mereka juga diberikan hak memasang sampangan 12 atau gala sembilan serta diizinkan pula menggelar tari-tarian adat, seperti tari galombang duo bale atau gelombang dua belas.
Tarian ini dimainkan oleh penari laki-laki, yang jumlahnya sekitar 24 orang. Para penari terbagi dalam 2 kelompok, yakni 12 orang penari pengiring pengantin laki-laki (marapule), dan 12 orang penari lain berperan sebagai penjaga rumah perempuan. Tarian ini mirip dengan tari Galombang Duo Bale seperti yang ada di Minangkabau. Adanya kesamaan ini terjadi karena di masa lalu, wilayah Pesisir Barat Selatan Aceh merupakan wilayah strategis yang diperebutkan oleh Kesultanan Aceh dan Kerajaan Pagaruyung (Pohan, 2021). Ketika Kerajaan Pagaruyung mengalami kejatuhannya di tahun 1833, wilayah-wilayah yang tadinya berada di bawah pengaruh mereka kemudian berdiri sendiri sebagai sebuah entitas politik yang berdaulat (Asnan, 2009). Meskipun memiliki akar budaya yang sama, tetapi kebudayaan tersebut kemudian berkembang sesuai dengan daerahnya masing-masing. Kedaulatan ini kemudian menciptakan kekhasan yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lain yang corak kebudayaannya sama.
Sepintas, tarian ini lebih dominan gerakan silat dibanding sebagai sebuah tarian. Tetapi unsur estetikanya membentuk sebuah jalan cerita, yang menggambarkan kesetiaan prajurit untuk melindungi raja mereka dari berbagai marabahaya yang mungkin saja mengancam di depan. Di masa lalu, pernikahan antar keluarga bangsawan seringkali diwarnai dengan unsur politik dan penaklukan antarkerajaan. Apalagi dalam hal pernikahan, tidak mungkin bagi seorang perempuan bangsawan sudi dinikahi raja yang lebih lemah, baik secara fisik, politik, maupun finansial. Keunggulan-keunggulan tersebut seringkali dijadikan sebagai syarat untuk diterimanya sebuah pinangan, sama seperti yang tertuang dalam berbagai cerita rakyat
Sadri Ondang Jaya
Jl. Ayahanda No. 3, Desa Gosong Telaga, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil
23785081370476702-Sadri Ondang Jaya
Jl. Ayahanda No. 3, Desa Gosong Telaga, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil
23785081370476702-Dharma Kelana PutraBanda Aceh21/10/2021Seni Tradisi
272
03/11/2021 10:13:22DiterimaTARI BAKHAT atau BIAHAT (tari harimau)(02) Masih bertahanAcehAceh SingkilMenurut informasi dari Narasumber Bapak Rosman Bancin yang bertempat tinggal di desa Paya Bumbung Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, Tari BAKHAT atau Tari Biyahat atau Tari Harimau merupakan tari yang dibawa oleh pendatang berasal dari Timur Tengah. Pendatang dari Timur Tengah tersebut merupakan seorang pedagang yang singgah di daerah Barus bernama Tuan Syekh Malintang Pane dan bertempat tinggal di barus. Tuan Syekh Malintang Pane memiliki ilmu agama yang sangat tinggi dan juga mempunyai ilmu bela diri yang konon katanya merupakan asal mula gerakan Tari Bakhat/ Tari Biyahat, dimana tari tersebut mempunyai teknik dasar 3 langkah dan satu lagi langkah ke 4 yaitu langkah sempurna yang dinamakan langkah tendangan maut .Diantara teknik –teknik tersebut adalah KUAK ,TAGUN , LIUK , SIMBUR , GENTOYONGAN , dan PEMECAH ALUN 12.
Dan pada langkah ke-4 tersebut akan di laksanakan atau dikeluarkan ketika suasana langkah sudah tercepit oleh lawan atau musuh .Kalau terpaksa maka langkah ke-4 ini akan di keluarkan .Tindakan ini akan mengakibatkan fatal bagi musuh karna sering disebut langkah MAUT .Karena Langkah ke-4 ini akan menyebabkan sang musuh akan kehilangan nyawanya apabila diteruskan sistem tari bakhat atau tari biyahat ini. Langkah-langkah tersebut mengadung zikir-zikir tertentu. Apabila sang penuntut sudah menyelesaikan kesemua teknik tari bakhat maka harus menyediakan nasi kunyit [nakan gersing] dan ayam yang sudah dimasak untuk dijadikan hidangan sebagai pembelajaran Tari Bakhat sudah selesai .
Kemudaian dari pada itu sang guru berpesan kepada muridnya peganglah erat-erat ilmu ini jangan dipamerkan, jangan mencari-cari lawan. Pada suatu hari nanti kamu akan bertemu dengan yang sesungguhnya yaitu harimau. Maka jadilah penari yang sejati.
Seiring dengan perkembangan zaman, tari ini di populerkan pada even-even penyambutan pemerintahan, HUT kemerdekaan, pesta sunat rasul, pesta perkawinan serta perhelatan-perhelatan lainnya.
Rosman Bancin (Imam Paya Bumbung)
Desa Paya Bumbung Kecamatan Singkil Kab. Aceh Singkil
2478500DAHRI, S.Pd
Jl. Rintis Desa Siti Ambia Kec. Singkil Kab. Aceh Singkil
24785085362624223
ajadahri19@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1h4uK8J7v6Ol93Wavss1E2sQX-TsqcH8fSeni Tradisi
320
13/12/2021 17:29:57DiterimaTerasi ( Belacan )(02) Masih bertahanAcehKota LangsaKota Langsa menyimpan banyak sekali kearifan budaya, salah satunya di bidang kuliner. Terasi Aceh khas Langsa merupakan salah satu kuliner yang sudah melegenda sampai sekarang. Tidak heran, banyak wisatawan maupun warga lokal sendiri memburu prodak olahan laut yang satu ini. Produk olahan laut ini berguna sebagai bumbu penyedap masakan tanpa adanya campran pengawet. Walaupun begitu, tanpa campuran pengawet sekalipun, terasi ini dapat bertahan lama dalam keadaan apapun.
Masyarakat Langsa sesungguhnya tidak bisa lepas dengan keberadaan bahan makanan yang satu ini. Sebelum mengenal adanya micin, dahulunya mereka memakai terasi sebagai bahan masakan agar makanan yang mereka buat dapat lebih lezat dari biasanya. Keberadaan terasi Langsa ini sendiri sudah diproduksi sejak tahun 1940 di Gampong Simpang Lhee. Keberadaan terasi yang melegenda ini dapat kita lihat di Gampong Simpang Lhee, Kota Langsa. Menurut hasil wawancara dengan pelaku usaha bapak Sulaiman (68), terasi sudah diproduksi oleh keluarga mereka sejak jaman Belanda dan Jepang. Menurut pak Sulaiman dimasa perjuangan kemerdekaan terasi digunakan sebagai bekal oleh para pejuang. Hingga kini hampir seluruh masyarakat Gampong Simpang Lhee memproduksi terasi yang dihasilkan dari udang rebon (Sabe) dan bahan lainnya yang diolah sehingga menjadi terasi.
Terasi atau nama lain belacan adalah salah satu produk kuliner unggulan dari Gampong Simpang Lhee. Salah satu mata pencaharian masyarakat di Gampong Simpang Lhee ialah nelayan dan biasanya nelayan yang mencari udang rebon (sabe) menggunakan boat dan jaring khusus untuk menangkap udang rebon itu mengolah sendiri hasil tangkapannya dan ada juga yang menjualnyan ke pembeli.
Ada beberapa pengusaha terasi dari Gampong Simpang Lhee yang sudah memasarkan produknya seperti terasi Awai Na, terasi Bang Agam, dan banyak lainnya. Terasi Langsa sudah dipasarkan ke seluruh Aceh bahkan ke luar Aceh seperti Medan, Padang dan pulau Jawa dan terasi juga terkenal sebagai oleh-oleh khas dari Kota Langsa. Hampir seluruh rumah makan yang ada di Kota Langsa menggunakan terasi sebagai salah satu bahan untuk menambah cita rasa masakannya dan terasi juga memiliki bau yang khas dari udang rebon.
Pemilik kedai sekaligus pembuat terasi, Sulaiman (68), mengakui, banyak yang datang ke tempatnya untuk membeli terasi, termasuk untuk oleh-oleh khas Langsa dengan cara dikirim ke luar Aceh maupun ke luar negeri. Pemesan dari luar negeri biasanya adalah warga negara Indonesia asal Aceh yang telah mengenal kualitas dan rasa terasi buatan Langsa Sebagai buktinya, dia memperlihatkan sebuah buku besar pelanggan yang datang ke kedainya. “Setiap ada pem¬beli yang datang, saya tanyakan untuk apa. Mereka menjawab untuk dijadikan oleh-oleh, dikirimkan kepada teman atau kerabatnya di Pulau Jawa, bahkan luar negeri seperti Swedia, Australia, Mesir, Arab Saudi, Malaysia, Singapura dan Inggris,” terangnya.
Hal ini tentu saja menunjukan bahwa eksistensi terasi Langsa tidak bisa dianggap hisapan jempol belaka. Bahkan produk ini mendapatkan pernghargaan sebagai warisan kuliner legendaris yang ada di kota Langsa. Selain itu, proses pembuatan yang terbilang cukup tradisional membuat terasi Langsa memiliki rasa otentik yang sangat khas. Spesialnya disini, terasi Langsa hanya menggunakan daging rebon tanpa adanya campuran berbagai macam hewan laut lainnya sehingga rasanya sangat nikmat dan tidak pahit.
Popularitas terasi Langsa, sedikit banyak, berdampak positif bagi pengrajinnya. Sulaiman (68), pria dengan tujuh anak menyebutkan, dari hasil berjualan terasi itu, dia berhasil menguliahkan anak-anaknya hingga lulus sarjana. Sementara, perajin lainnya, Nur Azizah (60), penduduk Gampong Simpang Lhee, mengatakan, membuat terasi menjadi satu-satunya sumber nafkah keluarganya. Seiring meningkatnya minat konsumen akan terasi Langsa, produksi terasi di Desa Simpang Lhee terus berjalan hingga saat ini dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di desa tersebut.
Sulaiman. B
Dusun Peutua Abdullah Gampong Simpang Lhee Kec. Langsa Barat - Kota Langsa
24413085260787621ellyyslangsa@gmail.comEli Yusmidah, S.Pd
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa
24413082304591968
ellyyslangsa@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1X8N2NCm8Ob5e1mVthVhDT6qt0IqAP7pJhttps://drive.google.com/open?id=1YX4IgY3A4l92WtlSYB6XKUa6Z3COdmo1Budiati, S.PdKota Langsa13/01/2021Tradisi LisanSeni TradisiUpacara/RitusKearifan LokalKuliner Tradisional
330
15/12/2021 10:30:34Diterima (Mutakhirkan data; Telah tercatata pula di Sistem pada 2021 dengan nama "Kecap Langsa")Kecap Langsa(02) Masih bertahanAcehKota LangsaSebenarnya kecap sudah ada sejak 300 tahun sebelum masehi (SM). Bangsa Romawi menggunakan sebagai penambah rasa makanan. Namun pada zaman Romawi bukan bernama kecap melainkan liquamen. Liquamen sendiri memiliki rasa yang hampir mirip dengan kecap buatan Tiongkok. Diketahui, Liquamen terbuat dari semacam petis teri, cuka, minyak, dan merica.

Kemudian pada 1690, Bangsa Tiongkok menggunakan saus serupa yang dinamakan dengan ke'tsiap. Seiring berkembangnya teknologi, pembuatan ke'tsiap pun semakin mudah sehingga mulailah digunakan kacang kedelai sebaha bahan utamanya. Lalu sebagian orang Tiongkok menggantungkan hidupnya dengan berjualan ke'tsiap di berbagai negara seperti Singapura dan Indonesia. Pada saat itulah ke'tsiap mulai masuk ke Indonesia. Lantaran pengucapannya yang sulit, ke'tsiap pun diubah penyebutannya menjadi kecap. Rasa kecap pun terus dikembangkan di berbagai negara menyesuaikan selera masyarakat setempat. Kemudian pada 1882 dibangunlah pabrik kecap pertama di Indonesia. Tepatnya berada di Pasar Lama, Tanggerang. Pabrik ini dikelola oleh Teng Hang Soey. Hingga kini, pabrik kecap tertua di Indonesia itu masih beroperasi.
Di Kota Langsa sendiri pembuatan kecap merek singa ini pertama dibuat pada 1929 oleh Tjia Khiun. Kini usaha tersebut diteruskan cucunya yang merupakan generasi ketiga yaitu Karifudin Ciawi, yang akrab disapa Apuk. Menurut dia, selain merek singa, pabrik mereka juga memproduksi kecap serupa dengan label ayam dan merak.. Pabrik ini berdiri sudah turun
Karifudin Ciawi
Gampong Peukan Langsa
24412(0641) 21236abihafis@yahoo.co.idEli Yusmidah, S.Pd
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa
24413082304591968
ellyys.langsa@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1190MJsMkDJd5Mti_PI0-OgImalhZV3JOhttps://drive.google.com/open?id=1wAVguQwDryJsvgv7muh_acrq_x654ClcEli Yusmidah, S.Pd
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa
13/01/2021Tradisi LisanSeni TradisiUpacara/RitusKearifan LokalKuliner Tradisional
331
15/12/2021 10:30:34Diterima (Mutakhirkan data; Telah tercatata pula di Sistem pada 2021 dengan nama "Tauco Langsa")TAUCO LANGSA(02) Masih bertahanACEHKOTA LANGSATauco adalah bumbu makanan yang terbuat dari biji kedelai (Glycine max) yang telah direbus, dihaluskan dan diaduk dengan tepung terigu kemudian dibiarkan sampai tumbuh jamur (fermentasi). Fermentasi tauco dengan direndam dengan air garam, kemudian dijemur pada terik matahari selama beberapa minggu sampai keluar aroma yang khas tauco atau rendaman berubah menjadi warna coklat kemerahan. Pada pertengahan prosesnya, rendamannya sering mengeluarkan bau yang menyengat seperti ikan busuk/bau terasi.

Dari beberapa produsen tauco tradisional mengatakan bahwa hasil rendaman, air rendamannya itulah diolah menjadi kecap sedangkan biji kedelainya menjadi tauco. Terdapat berbagai cara mengolah tauco yang masing masing memiliki keistimewaan tersendiri. Contoh tauco yang beredar di daerah Riau berbeda dengan tauco dengan di daerah Jawa dan Kalimantan. Tiap daerah memiliki keunikan cita rasa tersendiri. Tauco dapat disimpan lama sampai bertahun tahun, dan tidak akan rusak atau basi selama penyimpanannya tidak terkena air mentah ataupun terkontaminasi dengan bahan organik lainnya. Sayang, tidak ada penelitian yang lebih terperinci mengenai tauco. Oleh para buruh kasar (khususnya masyarakat Tionghoa) dibeberapa daerah, tauco digunakan sebagai lauk setiap makan terutama saat makan bubur bening. Penggunaannya yang umum adalah sebagai bumbu atau penyedap dalam membuat lauk pauk, misalnya ayam bumbu tauco, nasi goreng tauco, ikan tumis tauco.
Di Indonesia sendiri terdapat berbagai merek dan berbagai jenis tauco yang telah menjadi ciri khas suatu daerah , seperti tauco Pekalongan (Jawa Tengah), Medan dan Aceh (Sumatera) yang rasanya lebih sedikit manis dibandingkan dengan tauco Cirebon, Cianjur (Jawa Barat) yang rasanya lebih masin (gurih). Diantara berbagai tauco lainnya tauco yang paling enak adalah tauco khas Kota Langsa

Karifudin Ciawi
Gampong Peukan Langsa
24412(0641) 21236abihafis@yahoo.co.idELI YUSMIDAH, S.Pd
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa
24413082304591968
ellyys.langsa@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=15rBrBbQ5plf3-5_8QIVjeNvhf4_Q6MN3https://drive.google.com/open?id=1U6e2rYwRNCxfKE88EKGsYUenxxWFEGNMELI YUSMIDAH, S.Pd13/01/2021Seni TradisiUpacara/RitusKearifan LokalKuliner Tradisional
858
29/06/2022 15:54:15
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
Bahasa Suku Haloban(03) Sudah berkurangAcehAceh Singkil
Dari aspek sejarah, munculnya Bahasa Haloban tidak dapat dilepaskan dari sejarah terbentuknya suku Haloban itu sendiri. Dalam tradisi lisan yang disampaikan secara turun-temurun, suku Haloban merupakan kelompok etnis yang terbentuk dari hasil asimilasi 5 (lima) suku besar, yakni Batak, Mandailing, Simeulue, Nias, dan Minangkabau. Mereka kemudian membentuk sebuah komunitas tersendiri, dan kebudayaan yang mereka bawa melebur satu sama lain hingga membentuk satu identitas etnik yang khas dan berbeda dari kebudayaan lainnya. Kisah selengkapnya dapat dilihat pada karya ilmiah yang ditulis oleh Putra (2022) dan Palawi (2016), yang memuat tentang sejarah singkat terbentuknya suku Haloban.
Sepintas bahasa Haloban terdengar seperti Bahasa Devayan di Pulau Simeulue dan Nias, tetapi ada banyak perbedaan kosakata yang mengakibatkan mereka tidak saling memahami satu dengan yang lain. Mungkin ini sebabnya bahasa ini hanya digunakan dalam lingkup pergaulan di suku Haloban dan menjadi kurang populer di luar komunitasnya. Tetapi ini menguatkan asumsi bahwa Bahasa Haloban juga merupakan salah satu bahasa Kreol di Indonesia yang terbentuk dari hasil asimilasi beberapa etnis di masa lalu (Bickerton, 1983; DeCamp, 1968; McWhorter, 2005; Veenstra, 2008).
Aziz dan Amery (2016) mengatakan bahwa bahasa Haloban saat ini merupakan salah satu bahasa yang terancam punah. Hal ini dikarenakan jumlah penutur yang masih menggunakan bahasa itu sangat sedikit, sementara anak-anak tidak menggunakan bahasa ini secara aktif. Pada saat ini, hanya orang-orang berusia 40 tahun ke atas yang menggunakannya secara aktif, dan generasi yang ada di bawahnya tidak begitu fasih mengucapkan meski mereka memahaminya.
Menurut Syarifuddin dan Widayati (2018), bahasa Haloban memiliki tingkat kekerabatan yang rendah dengan bahasa lainnya. Sebagai contoh, mereka mengambil sampel dari 300 kata dalam bahasa Alas dan Bahasa Gayo. Dari 300 kosakata untuk bahasa Haloban dan bahasa Alas, terdapat 157 pasangan kata kerabat atau hanya 53% kata kerabat. Bahasa Haloban dan bahasa Alas diperkirakan merupakan satu bahasa tunggal sekitar 1.463 ±127 tahun yang lalu atau pada 1590-1336 tahun yang lalu. Bahasa Haloban dan bahasa Alas diperkirakan mulai berpisah dari bahasa induknya kira-kira pada 422-682 Masehi atau ± pada 555 Masehi. Sementara dari 300 kosakata untuk bahasa Haloban dan bahasa Gayo, terdapat 170 pasangan kata kerabat atau hanya 57% kata kerabat. Bahasa Haloban dan bahasa Gayo diperkirakan merupakan satu bahasa tunggal sekitar 1.294 ±117 tahun yang lalu atau pada 1411-1177 tahun yang lalu. Bahasa Haloban dan bahasa Gayo diperkirakan mulai berpisah dari bahasa induknya kira-kira pada 601-841 Masehi atau ± pada 724 Masehi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Armia (2003), disimpulkan bahwa Bahasa Haloban memiliki 6 (enam) jenis frasa, yakni frasa nominal, frasa verbal, frasa pronominal, frasa numeralia, frasa adjectival, dan frasa preposisional. Dalam bahasa Haloban juga dikenal unsur-unsur subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap. Objek dalam bahasa Haloban dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasir. Selanjutnya, unsur keterangan dapat berupa keterangan waktu, tempat, tujuan, cara, penyerta, alat perbandingan, sebab, dan asal.
Armia (2003) juga menerangkan bahwa jenis bahasa Haloban, berdasarkan jumlah klausanya dapat dibedakan atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal dapat dikategorikan atas kalimat berpredikat verbal, kalimat berpredikat adjectival, kalimat berpredikat nominal, kalimat berpredikat numeral, dan kalimat berpredikat frasa preposisional. Kalimat majemuknya dapat dikategorikan sebagai kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
Berdasarkan struktur klausanya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat tak lengkap dan kalimat lengkap. Selanjutnya, berdasarkan bentuk sintaksisnya dapat dibedakan atas kalimat deklaratif atau kalimat berita, kalimat imperatif atau kalimat perintah, dan kalimat interogatif atau kalimat tanya. Bahasa Haloban baik struktur frasa, klausa, atau kalimat mempunyai struktur diterangkan-menerangkan (DM), artinya bagian pertama diterangkan oleh bagian setelahnya. Struktur ini merupakan struktur yang lazim dalam bahasa analitis-sintetis (Armia, 2003).
Dari beberapa jenis bahasa daerah yang dimiliki oleh Republik Indonesia di wilayah Sumatra secara umum, dan Aceh secara khusus, bahasa ini merupakan yang paling asing didengar, paling sulit dipelajari, dan sulit untuk diucapkan. Hal ini dikarenakan kekerabatannya dengan bahasa-bahasa lain yang ada di wilayah tersebut cukup rendah. Karakteristik ini membuat bahasa Haloban sangat sesuai jika dikembangkan sebagai salah satu bahasa sandi yang dapat digunakan untuk kepentingan keamanan negara. Jika tidak pun tidak dikembangkan sebagai sandi, bahasa ini dapat dijaga kelestariannya untuk mempertahankan tradisi lisan serta kesenian lain yang menggunakan bahasa ini sebagai syair.
RuknangDesa Asantola24784081376896895-Dharma Kelana PutraBanda Aceh23123085276602111
dharmakelana1@gmail.com
Banda AcehBahasa Daerah
dharmakelana1@gmail.com
861
02/08/2022 16:07:00
Diterima (Silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
PEUTROEN ANEUK(02) Masih bertahanAcehSeluruh Aceh
Ritual peutroen aneuk merupakan ritual masyarakat sebagai penghormatan serta rasa syukur atas. kelahiran bayi Ritual ini dilaksanakan pada hari ke tujuh kelahiran bayi. Proses ritual yang dilakukan yakni peusijuk. cuko oek, peucicap, geuboh nan, kemudian peutron aneuk makna dari symbol yang terkandung dalam ritual peutroen aneuk membelah kelapa, menebang pohon pisang, tebu dan pohon pinang muda, silat. hati avam dan daun nangka. cermin serta sisi Keberadaan ritual ini telah memperkuat relasi sosal masyarakat terutama dalam hal aspek agama, sosial dan budaya Seperti menguatnya tali silaturrahmi. semangat gotong royong dan hubungan timbal balik seperti dalam setiap ritual yang diadakan masyarakat Peucicap secara bahasa bermakna mencicipkan sesuatu. sementara secara praktik peucicap adala tradisi memperke memberikan madu untuk dicicipi rasa manisnya, sebagai bagian dari filosofi mengawali/memperkenalkan sesuatu yang manis atau baik dalam kehidupan anak ke depanny Praktik ini juga diinspira si dari referensi keagamaan merujuk pada praktik yang dilakukan Rasulullah SAW. Momen peucicap yang dalam bentuk seremoni dalam masyarakat Aceh dikenal juga dengan istilah neutron aneuk. Seremoni ini juga biasanya dibarengi dengan akikah yang berasal dari ajaran Islam, berupa penyembelihan kambing (1 ekor kalau bayi yang dilahirkan perempuan, dan dua ekor bila bayi tersebut adalah laki-laki). Dalam kenyataannya praktik ini kemudian diper kaya oleh tradisi lokal setempat. Secara harfiah peutron aneuk berarti menurunkan anak. sementara itu dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah "turun tanah." yang juga merupakan tradisi ketika anak yang baru lahir diperkenalkan kepada orang-orang dan lingkungan sekitarnya, atau kepada kehidupannya yang baru di luar alam kandungan Di samping itu sebagai bentuk keterpengaruhan dari nilai nilai Islam yang sangat kentara dalam masyarakat, prosesi adat ini seringkali dibarengi dengan 'barzanii' yang dalam masyarakat setempat dikenal dengan istilah 'marhaban: Kelompok marhaban ini biasanya terdiri dari kelompok yang beranggotakan (biasanya) perempuan (ibu -ibu) dari kampung setempat atau kampung ter dekat yang diundang secara khusus ke rumah yang memiliki ha jatan untuk membaca barzanji. Sebagaimana upacara adat lainnya, rumah tempat berlangsungnya acara
tersebut juga dicias dengan hiasan tradisional seperti langet, tire (tirai) yang terbuat dari kain jahitan benang emas dengan warna terang dominan seperti war na kuning, Salah satu yang dipaling meniadi fokus dari ariasan tempat lahid Dalam kebiasaan. masyarakat Aceh tradisional keluarga pihak ibu/perempuan berperan penting dalam pelaksanaan Perayaan terkait kelahiran terutama jika keluarga kecil tersebut masih tinggal dengan keluarga istri Sebagaimana. dalam masyarakat perkotaan upacara/seremoni in dilaksanakan dengan model kenduri yang lebih modern dan minimalis. termasuk dalam hal hiasan tempat acara, ruangan dan ayunan yang mengadopsi aspek-aspek modern dan tidak lagi bertumpu pada penggunaan hiasan benang emas (kasab). Seringkali perayaan ini diikuti dengan beberapa ritual adat setempat seperti membelah kelapa, di mana suara yang ditimbulkan dianggap sebagai latihan kepada anak yang baru lahir supaya ke depan siap dengan gemuruh suara kehidup. Salah satu ritual lain yang dilakukan adalah sukolok (memotong atau memangkas bagian atau keseluruhan rambut yang kemudian ditimbang dengan ukuran emas yang akan disedekahkan oleh keluarga kepada para fakirmas miskin katari set dari). Praktik cuko ok juga diin pirasi dari agama, yang memiliki filosofi atau sebuah refleksi dan simbol menyucikan atau membersih diri. Peutron Aneuk adalah membawa bayi turun ke tanah dengan suatu upacara atau ritual yang dilakukan oleh masyarakat Aceh dengan praktek yang berbeda-beda. Arti istilah peutron aneuk adalah menurunkan bayi dari rumah ke tanah, karena pada umumnya rumah masyarakat Aceh tempo dulu merupakan rumah panggung atau yang sering disebut sekarang sebagai rumah Aceh. Adat neutron aneuk disebut juga dengan peugidong tanah yang merupakan kebiasaan masyarakat Aceh yang membawa anak bayi turun ke tanah. Upacara peutren tanoh merupakan acara menurunkan bayi keluar dari rumah Upacara ini sering dilaksanakan oleh pihak keluarga setelah bayi berumur satu bulan lebih. dan ada juga yang melakukan pada saat bayi berumur 7 hari Kalau di kampung-kampung pada etnis Aceh upacara peutron tanoh biasanya dilaksanakan apabila bayi berumur 40 hari atau 44 hari. Saat sang ibu bayi belum bisa keluar rumah. belum boleh bekerja yang bisa membahayakan tubuh si ibu bayi.
Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Cut Fitri Eliza082277582809NurlatifahKantor Disbudpar Aceh24/09/2021Naskah KunoKain Tradisional
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
864
02/08/2022 16:33:09
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
Khanduri Blang(02) Masih bertahanAcehSeluruh Aceh
1. Sejarah Khanduri Blang Masyarakat Aceh, seperti juga masyarakat Melayu di Semenanjung Malaka, memiliki pengetahuan lokal yang berkaitan dengan urusan penanaman padi beserta lahannya. Kira-kira sebulan sebelum mulai turun ke sawah, dia dakan semacam kenduri sawah untuk mendapatkan berkah dan dijauhkan dari segala bentuk penyakit yang dapat menganggu tanaman padi dan menjaga agar semangatt padi yah ber kan melimp. Memulai pekerjaan bersawah dilakukan secara serentak setelah peutua blang (tetua sawah) mengumumkan kapan hari baik untuk turun ke sawah. Peutua blang ini ahli ilmu perbin tangan sehingga dapat menentukan datangnya keunong (mu sim) yang tepat untuk memulai mengerjakan sawah (peuphon blang). Biasanya jatuh pada bulan Zulka'idah dan Zulhijjah. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Peutua Blang merupakan upacara pertama puphon blang (upacara cangkul pertama). Mas yarakat percaya bawah berhasil tidaknya panen mereka sangat tergantung pada upacara pertama itu serta pantangan-pantan gan lainnya yang mengikat masyarakat selama kegiatan menger jakan sawah itu. Masyarakat Aceh telah mengenal bibit induk yang disebut inong pade (induk padi) bibit induk ini dicampur dengan bibit lain, direndam beberapa lama sampai bibit ini mulai merekah (meumieng). Sejak bibit padi disemaikan hingga saatnya masa panen tiba, maka ada beberapa pantangan bagi pemilik sawah Misalnya, seorang pemilik dilarang membakar bamboo, karena nanti butir butir padi tidak akan berisi (sroh puleh). Wanita dilarang mem biarkan rambutnya tergerai jika pergi ke sawah agar nanti kulis butiran padi tidak pecah yang akan menyebabkan isinya hilang Begitu juga pemilik sawah dilarang membawa bamboo ke sawah maksudnya agar batang padiak idak san ya bamboo oleh beratnya butir-butir buahnya. Untuk saat ini pantangan ini masih diteruskan oleh masyarakat dengan cara penanaman padi di sawah. Ada juga yang menyebutkan penanaman padi ha rus dilakukan ketika air laut lagi surut, maksudnya supaya ber as dari padi yang di panen itu nanti tidak patah (patah breueh) Juga harus diperhatikan, ketika padi yang ditanam yang kenny harus men nanti diper oleh butir padi yang penuh isinya. Begitu juga ketika membawa padi ke lumbung, seharusnya dilakukan pada waktu bulan naik (buleuen ek), bukan pada waktu bulan turun (buleuen tren). aki hatnya nanti nadi di lumbung cepat berkurang Acara ritual kenduri blang memang sudah menjadi tradisi atau adat istiadat secara turun-temurun Dahulu adat-istiadat ritual kenduri blang di gampong sukarejo menggelar wayang kulit yang diadakan tujuh hari tujuh malam sekitar tahun 1970-an. Acaranya dilaksanakan secara meriah setiap musim panen sawah. Menurut Muliyono, pada masa dahulu upacara adat-istiadat masa panen dilakukan dengan menggelarkan wayang kulit. Acara ritual kenduri blang memang sudah menjadi tradisi atau adat istiadat secara turun-temurun. Acara ritual kenduri blang ini biasanya dilakukan ketika hendak turun kesawah atau ketika hendak menabur bibit padi ke sawah atau ketika hendak memulai aktifitas menanam padi. Dahulu adat-istiadat ritual kenduri blang di gampong sukarejo menggelar wayang kulit yang diadakan tujuh hari tujuh malam sekitar tahun 1970-an. Acaranya dilaksanakan secara meriah setiap musim panen sawah. Menurut Muliyono, pada masa dahulu upacara adat-istiadat masa panen dilakukan dengan menggelarkan wayang kulit. Beberapa ikat padi digantung-gantung di tempat acara tersebut untukmenunjukkan bahwa hasil panen padi yang diperoleh oleh parapetani pada saat itu. Dalam acara tersebut juga ditanam pohon pisang dan pohon pinang di sekitar acara yang digelarkan wayang kulit tersebut. Beberapa pohon pisang ditebang dan direbahkan kemudian dipasangkan wayang kulit dan di letakkan batang padi yang digantung-gantung pada pohon pisang dan pohon pinang tersebut. Dibelakang layarnya itu terdapat kain putih yang berfungsi untuk menutupi pemanangan yang di belakangnya. Pada saat acara panen padi tersebut digelar dengan wayang kulit hasil panen nadinya cukun memuaskan karena adanya adatistiadat wavana kulit tersebut Waktu acara wayang kulit orang sangat ramai yang datang yang digelar tujuh hari tujuh malam akan tetapi pada malamnya saja, pagi dan siangnya tidak. Dalam acara tersebut adanya orang yang menyanyi yang memukul gong, memegang gendang dan lain sebagainya. Acara tersebut digelar dari habis salat maghrib sampai salat subuh tidak berhenti, orang-orang pada saat itu tidak tidur-tidur dan tidak keluar-keluar dari acara tradisi tersebut. Makanan yang dihidangankan sangat banyak yaitu makanan khas orang Jawa seperti getuk, gemblong, tape, wajek, bolu dan lain sebagainya. Makanannya sangat enak dan lezat. Untuk masalah minuman dulu belom ada air aqua yang seperti sekarang ini dengan praktis dan mudahnya tinggal disuguhi dengan aqua tersebut. Pada saat itu, minumannya kopi, teh dengan menggunakan ceret, teko dan lain sebagainya. Akan tetapi lambat laun acara adat-istiadat tersebut hilang karena generasi selanjutnya banyak yang tidak mengetahui bahasa Jawa halus. Dahulu terdapat orang Jawa asli yang mendomisili gampong Sukarejo. Setelah generasi tersebut atau orang-orang pendatang itu meninggal, adat istiadat wayang kulit itu hilang karena generasi selanjutnya tidak mengetahui bahasa Jawa halus dan tidak ada yang mengetahi bahasa tersebut. Dahulu, sebelumnya acara kenduri blang, biasanya dilakukan acara tingkeban atau upacara kehamilan padi yang diselenggarakan ketika butir butirnya mulai berisi. Pada saat itu para petani membuat rujak. Rujak tersebut di bawa ke sawah dan digantung-gantung pada batang padi. Masyarakat di gampong Sukarejo mempercayai akan adanya cerita mitos mbok Sri yaitu kisah antara Tisnawati (Mbok Sri) dan Jakasudana. Tisnawati adalah puteri dari Batara Guru, raja sekalian dewa, sedangkan Jakasudana adalah manusia biasa. Tisnawati jatuh cinta kepada Jakasudan. Akan tetapi Ayahanda dari Tisnawati tidak merestuinya karena marahnya ayahandanya maka dikutuklah Tisnawati ini menjadi butiran padi. Karena kasihan melihat Jaksudana ini termenung dan sedih akan isterinya yang berubah bentuk menjadi padi akhirnya Jakasudana juga berubah menjadi butiran padi. Ritual panen padi ini mengisahkan kembali perkawinan mereka yang sering disebut sebagai temanten pariatau perkawinan padi. Akan tetapi sekarang acara ritual kenduri blang tidak dilakukan seperti itu, acara ritual kenduri blang yang di lakukan sekarang ini lebih sederhana, yaitu seperti kenduri blang yang dilakukan di sawah. Para petani masak bersama-sama di sawah, yaitu untuk makanan yang dihidangkan dalam acara tersebut. Sistematika acaranya pembukaan, sepatah dua patah kata tentang penyampaian kapan turun ke sawah dan lain sebagainya, kemudian doa yang bacakan oleh tengku ustad dan diakhiri dengan makan-makan bersama.
Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Rosa Yuli082210723271NurlatifahKantor Disbudpar09/09/2021Naskah KunoPakaian Adat
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
865
02/08/2022 16:44:21
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
Kerupuk Mulieng(02) Masih bertahanAcehPidie
Kerupuk Mulieng adalah salah satu cemilan yang sangat terkenal di Aceh. Sebagai penghasil kerupuk melinjo, Beureunuen juga di tempati oleh pebisnis-pebisnis kerupuk mulieng. Kerupuk melinjo yang diproduksi di Aceh, sangat terkenal dan banyak diproduksi di daerah Kabupaten Pidie tepatnya di kota Beureunuen. Karena kerupuk mulieng di daerah tersebut memiliki cita rasa yang khas, hal tersebut dikarenakan tanah yang cocok untuk tumbuhan melino. Makanan ringan ini dihasilkan oleh pengusaha kecil menengah. Pada awalnya kerupuk melinjo hanya diproduksidi daerah Pidie saja. Karena kebanyakan masyarakat Pidie ketika mereka hendak pergi ke luar daerah selau tidak lupa membawa oleh-oleh ke rumah yang akan di tuju. Oleh-oleh yang dibawa selalu kerupuk mulieng atau kerupuk melinjo. Proses pembuatannya dipertahankan secara tradisional secara turun-temurun dari masa ke masa supaya cita rasanya tidak berubah sama sekali. Kerupuk yang berbahan baku dari buah melinjo ini diproses dengan tangan manusia secara alami. Bahkan banyak di gampoong-gampong yang di kawasan Beureunuen hampir setiap rumah ada pengrajin kerupuk mulieng. Kerupuk yang berbahan baku dari buah melinjo ini di proses secara alai dengan tangan manusia. Bakan banyak di gampong-gampong yang ada di wilayah Beureunuen yang hamper di setiap rumah ada pengrajin krupuk mulieng dan proses pembuatannya umumnya dilakukan oleh Wanita. Seperti halnya bagi sebagian ibu rumah tangga yang ada di Kembang Tanjong, bagi mereka kegiatan pembuatan krupuk mulieng setidaknya dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarga, memberi jajan anak di sekolah. Cara Membuat Krupuk Mulieng 1. Langkah pertama siapkan biji melinjo yang sudah dikupas yang sebelumnya sudah disimpan selama 1 hari. 2. Goreng melinjo pada wajan dan pasir yang sudah dipanaskan hingga menghitam. 3. Setelah warna melinjo menghitam, angkat dari wajan, lalu pecahkan kulit melinjo. 4. Letakkan biji melinjo di atas papan, lalu tumbuk biji tersebut sampai pipih sehingga berbentuk emping. Biasanya 2 atau 3 biji yang di tumbuk pada satu pukulan agar bentuknya agak besar. 5. Setelah di tumbuk, kemudian diangkat dari talenannya dengan menggunakan pisau yang berbentuk tipis (ceuneulek), keudian dinginkan sebentar 6. Pindahkan emping dan tata diatas anyaman (bleut) kemudian jemur di bawah sinar matahari. Jemur kira-kira sekitar 2 jam. 7. Jika sudah kering, emping bisa di goreng atau di kemas untuk di jual.
Jihaddul HayatAceh231110821760787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Az-ZahraNurlatifahKantor Disbudpar09/09/2021Naskah KunoPakaian Adat
wbtbprovinsiaceh@gmail.con
866
03/08/2022 9:12:04
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
Baa Ranup(02) Masih bertahanAceh
Iradisi Ba Ranup atau membawa sirih adalah kebiasaan yang dilakukan masyarakat Aceh ketika seorang laki-laki melamar seorang perempuan Prosesi ba ranun dilakukan pada saat meminang calom wanita. Ranup dipakai sebagai symbol tanda ikatan janii tunangan atau perianiian yang wajib dipatuhi oleh para pihak-pihak yang terkait Namun seiring berjalannya waktu, tradisi Ba Ranup ini telah mengalami perubahan. Dalam prosesi pelaksanaan tradisi ba ranup sekarang sudah jauh berbeda dan sudah tidak sesuai dengan prosesi ba ranup yang selama ini dilakukakan oleh masyarakat Aceh. Adapun tradisi ba ranup yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Aceh ketika melamat seorang perempuan sesuai dengan syariat Islam. Prosesi pelaksanaannya diadakan ketika malam. Dan hanya pihak keluarga laki-laki dan para pengurus gampong seperti teungku keuchik dan tokoh masyarakat yang hadir kerumah calon perempuan dengan membawa hantaran Artinya calon laki-laki tidak diikut perekut seretiak sertakan sertakan Tetapi sekarang banyak sekali yang sudah tidak sesuai dengan adat Aceh yang ada selama ini Seperti sudah memakai adat orang luar Adapun tradisi Ba Ranup sekarang ini pada saat Di prosesi ba ranup atau lakikala lan calseron kela sudah didekorasi untuk dipakai berfoto berdua. sampai terdapat gaya berfoto calon laki-laki memasangkan cincin tunangannya. Jadi disini penulis, ingin mengkaji lebih dalam melalui pandangan masyarakat umum dan tunaku gampong. Sebelum melaksanakan prosesi ba ranup. terlebih dahulu pihak keluarga mengirim utusan yang di sebut Seulangke. Seulangke adalah utusan yang mempunyai tanggung jawab sebagai utusan sebuah keluarga untuk meminta/meminang anak gadis supaya bersedia dijodohkan dengan pemuda tersebut. Setelah diterimanya maksud dari Seulangke ini oleh pihak perempuan. kemudian selanjutnya barulah dari rombongan pihak laki-laki yang datang terdiri dari orang tua laki-laki. Seulangke. Keuchik. Teungku dan orang tua Gampong untuk berkunjung kerumah pihak wanita untuk melaksanakan tanda peu kong haba. Mereka datang dengan membawa sedikit bungong jaroe, biasanya terdiri dari kue-kue adat (dodol. waieeb. meusekat. halwa) bahan pakaian. ranup serta emas untuk tanda. Ranup yang dibawa adalah Ranup dong atau sirih berdiri lengkap dengan pinang, kaput, gambir dan bunga lawang (cengkeh). yang dipakai untuk memakan sirih. Dikatakan Ranup dong karena disusun tegak lurus dalam sebuah dalong yang bulat Kemudian disusunlah daun sirih dengan rapi dan indah yang kemudian diatasnya dipakaikan bunga-bunga yang berwarna-warni. Selain itu juga dibawa telur ayam atau telur bebek rebus yang telah diberi warna dan tempelan kertas tipis-tipis yang beraneka ragam Dalam Prosesi Ba Ranup turut dihadiri oleh para keluarga pihak calon pengantin laki-laki tokoh-tokoh gampong seperti: Seulangke, Keuchik. Teungku Imum gampong dan tuha neut Prosesi ba ranup tersebut merupakan acara resmi yang memiliki susunan acara secara tertib dan teratur, yang dimulai dengan kata sambutan penghormatan atas kehadiran pihak calon pengantin laki-laki Selanjutnya kata sambutan dari utusan pihak salon laki-laki atas berbagai sambutan kehangantan diterimanya kehadiran para tamu dari pihak laki-laki serta perbincangan terhadap para calon pengantin, dan menyerahkan ranup yang telah dirangkai dan juga membawa bawaan lainnya seperti kain baju, kue khas Aceh, sirup, susu kaleng, gula dan sebagainya. Sejauh ini filosofi ba ranup belum diketahui secara pasti kapan pertama sekali masyarakat Aceh menjadikan ba ranup sebagai salah satu tradisi Akan tetapi filosofi dari ranup yang diberikan oleh masyarakat tidak tunggal Ada banyak makna sosial dan kultural yang terkandung dalam ranup Remaknaan yang beragam tersebut terjadi karena ranup dalam kehidupan masyarakat Aceh digunakan dalam ak banyakber. sehingga pada setiap cara dan aktivitas tersebut makna yang terkandung akan menjadi berlainan Ranub juga bermakna sebagai simbol nemuliaan tamu atau penghormatan seseorang yang dihormati. Hal ini terlihat jelas dalam kesenian maupun tradisi ba ranup yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kaway XVI.
Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Siti Arda085373601221NurlatifahKantor Disbudpar Aceh19/11/2021Naskah KunoPakaian Adat
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
867
03/08/2022 9:24:59
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
Meucanang(02) Masih bertahanAcehAceh Selatan
Mecanang oleh masyarakat Kluet merupakan sebuah pertunjukan musik tradisional Kluet dan telah dimainkan secara turun temurun. Awal mula mecanang sudah ada semenjak abad ke-17 dan pada masa itu mecanang selalu diselenggarakan pada acara-acara adat, ritual dan hari-hari besar keagamaan. Adapun alat-alat yang digunakan dalam pertunjukan musik mecanang adalah gong, canang, kardus, bantal, toples, dan botol kaca. Sedangkan alat canang sendiri terbuat dari tembaga atau kuningan, perunggu, dan sengklat. Di masa lalu, Mecanang mempunyai fungsi dan peran penting dalam setiap acara adat di Kluet seperti penyambutan raja-raja di Kluet, panen padi, pengiring rombongan yang bersilaturahmi kerumah raja pada saat hari raya perkawin ad dan sunat Selain itu, mecanang dijadikan sebagai pengumuman sekaligus undangan kepada masyarakat sekitar untuk memberitahukan bahwa adanya sebuah acara adat dan menghimbau masyarakat untuk bersama-sama ikut dalam acara adat tersebut. Kesenian mecanang gung dari dulu hingga sekarang masih sering dipertunjukkan pada pesta pernikahan atau sunat rasul yang ada di suku Kluet sebagai bentuk fenomena musik tradisi yang memiliki nilai nilai keindahanalam tersendjilaukiri d. mecanang gung seperti bahagian dari pesta di suku Kluet itu sendiri, karena ada paham yang beredar bahwasanya seperti tidak ada pesta jika tidak ada pertunjukan mecanang gung. Artinya selain untuk menghibur mecanang gung juga menyampaikan pesan-pesan moral yang terkait dengan kehidupan sosial di tatanan masyarakat Kluet itu sendiri. Mecanang gung adalah musik tradisional yang dimiliki oleh masyarakat suku Kluet pada pesta pernikahan. Dalam penyajiannya mecanang gung ini memiliki dua bagian pokok yang harus ditampilkan pada pesta pernikahan suku Kluet yaitu: 1. Mecanang Gung setelah Mato Sepat Penyajian Mecanang gung pada pesta pernikahan dilakukan pada besok harinya setelah melaksanakan mato sepat (berhajad kepada Allah) namun mereka tidak memiliki waktu yang khusus untuk memulai pertunjukannya. Mato sepat biasanya dilakukan pada malam hari dengan menghadirkan tokoh-tokoh agama, tokoh adat dan masyarakat sekitarnya sedangkan mecanang gung akan dipertunjukan pada besok harinya sebagai hari pertama berjalannya. kegiatan 2. Mecanang Gung pada saat Mangan Dalung Tahapan ini disebutkan juga mecanang gung sebagai penutup pesta. Dimana macanang gung ini disuguhkan pada pesta pernikahan di saat melakukan mangan dalung (makan dengan menggunakan piring besar). Mecanang gung pada saat mangan dalung juga sebagai penanda bahwa pengantin laki-laki sedang bersiap-siap di antarkan ke rumah pengantin perempuan. Setelah pengantin laki-laki menyiapkan segala kebutuhan mebobonya, tibalah saatnya pengantin laki-laki diantarkan ke rumah pengantin perempuan. Jika proses mebobo telah berlangsung maka pesta di rumah pengantin laki-laki dianggap berakhir sedangkan mecanang gung akan diberhentikan appabila waktu yang tersedia sudah tidak memungkinkan lagi atau sudah terlalu malamtuk untuk me. a. Pemain atau Pemusik Mecanang Gung Musik tradisional mecanang gung ini dimainkan minimal 3 (tiga) orang dan maksimalnya tidak ditentukan, melainkan sesuai dengan jumlah instrumen yang akan digunakan. Para pemain musik tradisional mecanang jung ini adalah kaum perempuan yang mengerti tentang musik mecanang gung itu sendiri. Dalam penyajian mecanang gung pada pesta pernikahan suku Kluet pemusik memiliki bagian-bagian tertentu dalam memainkannya. Untuk pemain I yang disebutkan di sini sebagai pengontrol tekah, pemain II sebagai pengontrol slalu sedangkan pemain III sebagai pengontrol gung. Untuk melihat bagian-bagian tersebut maka dapat dilihat dari penjabaran di bawah ini.
Pemain I adalah pemain yang menggunakan alat musik canang yang berperan sebagai tekah. Dalam permainan mecanang gung pemain I adalah pemain yang memulai dalam pemukulan mecanang gung tersebut dan ia juga sebagai patron dalam permainan mecanang gung pada pesta pernikahan suku Kluet. Pemain II adalah pemain yang menggunakan alat musik canang yang berperan sebagai slalu. Pemain II menggunakan pukulan yang berbeda dengan pemain I. Dalam memainkan mecanang gung tersebut pemain II harus menunggu canang tekah yang dimainkan oleh pemain I. Pemain III adalah pemain yang menggunakan alat musik gung yang berperan sebagai indung. Pemukulan terhadap indung bisa dilakukan appabila telah melewati tanda istirahat 9 ketuk. Artinya pemain III adalah orang yang terakhir dalam melakukan pemukulan terhadap indung yang ada di mecanang gung tersebut dan pola yang diberikan oleh pemain III kepada indung memiliki variasi dari pola yang diberikan pemain II.

Canang Canang merupakan sejenis alat musik pukul yang terbuat dari kuningan yang menyerupai gong dan memiliki pencu atau tonjolan yang mengeluarkan suara. Alat musik canang ini pada pertunjukan mecanang gung berjumlah dua biji dan masing-masing alat tersebut memiliki peran yang berbeda. Peran yang terdapat pada kedua canang ini adalah sebagai canang tekah dan sebagai canang slalu. Tekah yang dimaksud disini adalah canang yang memulai permainan dalam penyajian mecanang gung pada pesta pernikahan sedangkan slalu adalah canang yang memberikan kebebasan terhadap pola permainannya. Dalam penyajian mecanang gung pada pesta pernikahan canang slalu dapat dimainkan appabila canang tekah sudah dimainkan dalam beberapa ketuk. Gung (Gong) Gung merupakan sejenis alat musik pukul yang juga memiliki pencu atau tonjolan yang berfungsi mengeluarkan suara, penamaan gung berasal dari bunyi yang dihasilkan oleh alat musik itu sendiri. Alat musik gung ini terbuat dari besi dan berukuran lebih besar dari canang, akan tetapi bentuknya menyerupai canang Selain dari pada dua canang dan satu gung masyarakat Kluet biasanya menambah dengan alat musik di seaavaribi musik ah. Adapun alat musik yang biasa digunakan sebagai penambahan alat musik, diantaranya: toples, botol kaca, kardus dan lain-lain yang dianggap bisa mengeluarkan suara.

Tempat memainkan musik tradisional mecanang gung ini adalah di dapur atau di belakang rumah masyarakat suku Kluet yang sedang menggelar acara pesta pernikahan atau sunat rasul. Penyajian mecanang gung tanpa menggunakan pentas atau panggung, waktu pertunjukannya setelah mato sepat dan pada saat mangan dalung. Sedangkan lama permainannya dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan.

Dalam menampilkan musik tradisional mecanang gung tidak ada auran yang mengikat untuk kostum (pakaian), pemain canang tersebut tidak harus memakai baju adat. Biasanya hanya memakai pakaian sehari-hari, dengan syarat pakaiannya harus sopan dan menutup aurat sesuai dengan keadaan lingkungan.

Pada pertunjukan musik mecanang gung ini suku Kluet memiliki istilah penyebutan secara tradisional dalam permainannya. Adapun istilah tersebut sebagai berikut: Tekah Tekah adalah sebutan untuk alat musik canang yang mengawali permainan dalam pertunjukan mecanang gung Awal mula penyajian mecanang gung pada pesta pernikahan suku Kluet diawali dengan pemukulan salah satu alat musik canang yang di masyarakatnya dikenal dengan penyebutan tekah. Pola yang dimainkan dalam tekah ini tidak berubah dari awal masuk sampai berakhirnya pertunjukan. Slalu adalah pola yang mengisi kekosongan tekah. Pada prinsipnya slalu diartikan sebagai pola yang memiliki kebebasan dalam penggunaan ritmenya selama masih tetap pada tempo yang ada, namun karena sifatnya tradisi pemain mecanang gung merasa enggan serendiaplu untuk ya t ya t . • Indung Pola permainan terhadap jung dalam pertunjukan mecanang gung disebut dengan istilah indung. Dalam hal ini gung memberikan aksen setiap biramanya.
Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Salmia SalsabilNurlatifahKantor Disbudpar Aceh09/09/2021Naskah KunoSeni TradisiPakaian Adat
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
869
03/08/2022 9:42:04
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
GULE PLIEK (02) Masih bertahanAcehAceh Besar
Gule pliek u adalah gule khas tradisional masyarat Aceh. u Pliek adalah salah satu produk fermentasi tradisional dari Aceh yang digunakan sebagai bumbu utama kuah pliek u dan rujak. Pliek u ini dibuat dari daging buah kelapa yang difermentasi secara alami. Proses pembuatan pliek u membutuhkan waktu lebih kurang dua minggu, hingga selanjutnya dapat digunakan untuk bumbu masakan. Masyarakat memiliki kebiasaan menyimpan pliek u untuk dikonsumsi dalam jangka waktu lama hingga satu setengah tahun. Kuah Pliek U pada awalnya adalah makanan raja-raja Aceh sejak abad ke-16. Namun, saat ini keunikan cita rasa masakan ini dapat dirasakan oleh rakyat. Nama Pliek U biasa disebut juga patarana yang berarti fermentasi dari ampas kopra yang minyaknya sudah diperas. Gule pliek u banyak di komsusi oleh masyarakat Aceh Besar dan seluruh Daerah Aceh. Gule pliek u adalah salah satu gulai dalam bentuk sayuran dan pliek u. Pliek u adalah hasil permentasi kelapa yang didiamkan selama lebih kurang lima belas hari. Kelapa yang sudah berubah dari tekstur yang lembut, kemudian dijemur, dipanas matahari sehingga kelapa tersebut mengeluarkan minyak. Setiap hari setelah penjemuran diambil minyaknya secara berulang ulang sehingga minyaknya habis diperas, Sisa dari hasil perasan disebut pliek u. Pliek u ini hampir seluruh Aceh bagian pesisir menggunakannya sebagai bahan dasar untuk membuat gulai pliek u. Bahan yang digunakan untuk membuat gulai pliek u adalah terdiri dari sayuran seperti kacang panjang, daun melinjo, buah melinjo, pepaya muda, nangka muda yang sudah diiris sedang. Bahan pelengkap lainnya boleh diberikan chu sejenis keong berwarna hitam yang isinya manis membuat sayur pliek u menjadi lezat. Bahan lainnya boleh ditambahkan udang sedang yang sudah dikupas kulitnya dan boleh juga ditambahkan kikil. Bumbu yang digunakan adalah cabe merah, cabe rawit, serbuk kunyit, cabe kering, ketumbar, jintan, america, kelapa gongseng, bawang merah, bawang putih, jahe yang semuanya sudah dihaluskan. Lalu dicampurkan ke dalam sayuran tadi dimasak dengan santan tambahkan irisan sereh, daun jeruk, daun termurui, dan cabe hijau. Beri garam secukupnya. Plik u dihaluskan dengan air dan disaring lalu dimasak bersama sayuran dan bumbu yang telah disiapkan. Kemudian dimasak sampai matang. Siap disajikan. Kuah plik u ini biasanya disajikan dengan nasi putih ditambahkan lauk lainnya seperti ikan asin atau telur asin.¹ Pliek u adalah salah satu bumbu masakan yang berkembang dalam masyarakat Aceh. Untuk menghasilkan pliek u yang bagus, biasa di pilih kelapa yang sudah tua, alias u riek. Adapun cara membuat, kelapa tua yang sudah dibuang kulitnya di belah yang kemudian disimpan terlebih dahulu hingga isi atau kelapa di dalam batoknya sudah mulai membusuk, namun jangan sampai terla. Selanjutnya isi tersebut dikukur hingga habis. Kemudian setelah dikukur kelapa tersebut diperam dengan menggunakan sedikit air kelapanya. Setelah tiga hari atau seminggu diperam maka kelapa tersebut diaduk-aduk. Setelah proses mengaduk biasanya si pembuat pliek u akan membuat lubang di tengah sebagai tempat keluarnya minyak. Setelah be berapa hari kemudian baru kelapa tersebut dijemur panas matahari hingga keluar minyaknya Pada saat penjemuran maka si pembuat pliek u akan memeras minyak hingga kering, media yang digunakan untuk melaku kan pemerasan tersebut adalah klaih (anyaman dari bambu atau rotan) dan peuneurah (kayu yang dibuat untuk tempat menjepit pliek u). Pliek u ini sebagai bahan dasar untuk membuat masakan khas Aceh, seperti gulee pliek u, pliek u teulheue, rujak pliek u, dan masih banyak varian makanan (peunajoh) lainnya. Adapun salah satu aktivitas yang sangat sering dilaksanakan oleh mas yarakat Aceh yaitu membuat kuah pliek u, yang merupakan salah satu sayuran tradisional masyarakat Aceh. Sayuran ini terdapat di beberapa kabupaten di Provinsi Aceh yaitu Aceh Besar, Pidie, Bireun dan Aceh Utara. Untuk memasak kuah pliek u diper lukan berbagai macam sayuran didalamnya yaitu daun melinjo, nangka muda, pepaya muda, buah melinjo muda, batang talas dan lain-lain. Kuah pliek u ini bumbu utama untuk suksesnya masakan ini adalah pliek u sehingga dalam proses memasaknya dibutuh kan pliek u pilihan yaitu yang harum, jangan menggunakan pliek ue yang belaroma tengik. Proses memasaknya membutuhkan waktu yang lama mulai dari mencari sayur, membersihkannya, merebus dan memasaknya. Sehingga bagi warga kampung di Aceh memasak kuah pliek secara bersama-sama. Mereka saling bergotong royong dalam membawa sayuran dan bumbu dan juga mereka saling beker jasama dalam proses me masaknya. Dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh kuah pliek u dapat meningkat kan kebersamaan terutama antar tetangga. Kebiasaan masyarakat Aceh memasak kuah pliek u bukan sendirian melainkan hasil kerjasama antara beberapa rumah yang berdekatan. Mereka saling membawa sayuran dan juga saling membawa bumbu untuk memasaknya. Begitu juga ketika proses memasak mereka masak secara bersama-sama biasanya pada halaman satu rumah yang sudah disepakatin ya. Pada saat kuah tersebut sudah matang mereka menyantapnya secara beramai ramai, orang Aceh menyebutnya meuramin kuah pliek
Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Intan Maulidar082274645261NurlatifahKantor Disbudpar24/09/2021Naskah KunoSeni TradisiPakaian Adat
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
870
03/08/2022 9:55:58
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
KEUMAWEUH (Mee Bu)(02) Masih bertahanAcehAceh Besar
Mee buu berasal dari bahasa Aceh yang terdiri dari kata: Mee, artinya membawa, dan Buu artinya nasi. Mee buu juga disebut dengan meulineum yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan "Membawa Nasi". Mee buu ialah suatu upacara adat pengantaran atau pembawaan dan buah-buahan yang dilakukan oleh mertua perempuan beserta pihak keluarganya kepada menantunya yang sedang hamil tua. Menurut pemahaman masyarakat upacara mee buu telah lama berlaku di Aceh sejak zaman tempo dulu yang dilakukan oleh masyarakat Aceh kepada menantunya perempuan yang mengandung pada kali pertama. Sedangkan di daerah-daerah perdalaman seperti meureu disebut dengan mei gateing yaitu sejumlah nasi bungkus beserta lauk pauknya yang diisi ke dalam tempat sejenis bakul, atau ada yang di isi ke dalam dalong. Namun bagi masyarakat Aceh Besar upacara ini disebut dengan "mee buu" dilakukan pada bulan ketujuh atau kedelapan dari kehamilan. Adapun teknis pelaksanaan upacara mee bu dimulai dari penentuan hari pelaksanaan upacara yang disetujui kedua belah pihak pihak. Biasanya hari yang dipilih untuk kegiatan ini adalah hari libur atau hari jumat. Menurut kepercayaan masyarakat, hari jumat adalah hari yang dimuliakan sehingga upacara yang dilaksanakan pada hari tersebut dapat berjalan lancar dan diberkahi. Namun ada juga keluarga yang melaksanakan upacara ini pada hari libur seperti hari sabtu dan minggu, dengan harapan semua yang diundang dapat hadir dan tidak mengganggu pekerjaan. Upacara mee bu terdiri dari bu kulah (nasi dibungkus dengan menggunakan daun pisang muda yang telah didiang lalu nasi dibungkus berbentuk piramid), lauk pauk yang terdiri ikan panggang, daging sapiang, yabek yam yak pan. Berbagai jenis makanan yang dibawa dalam budaya mee bu bila dikaji secara medis sangat mendukung pemenuhan gizi ibu hamil, menambah kekebalan tubuh ibu dan khususnya untuk bayi mendapatkan nutrisi den seh berkikbaang kuup. Sehingga budaya mee bu dapat menjadi salah satu jalan bagi penurunan prevalensi anak. Setelah dilakukan penentuan hari, selanjutkan ibu mertua mengundang saudara-saudaranya dan tetangga serta tokoh adat untuk membantunya dalam mempersiapkan segala kebutuhan dan mengantarkannya kerumah menantunya. Jika dilihat dari konteks budaya tradisi mee buu merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan bagi pihak suami, karena dalam anggapan masyarakat apabila tidak dilaksanakan akan membawa malapetaka bagi perempuan yang hamil itu, seperti anak cacat, susah melahirkan dan sering keluar air liur bila anak itu sedang dalam pertumbuhan. Sedangkan jika lihat dari konteks agama tradisi mee buu dilakukan tidak lain untuk mempererat hubungan silaturrahmi antar sesama manusia yang beragama. Selain itu upacara mee buu juga mengandung nilai-nilai filosofi, Diantaranya: Interaksi sosial, interaksi sosial yang terjadi dalam tradisi mee buu adalah silaturrahmi, persatuan dan kesatuan, nilagai ala dan keanial sos, adat mee bu harus dipertahankan karena mengandung makna yang sangat baik antara: adat mee bu menjadi suatu simbol kesyukuran kepada Allah SWT
Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Farhati085262750483NurlatifahKantor Disbudpar AcehBahasa DaerahPakaian Adat
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
871
03/08/2022 10:01:56
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
Sulok (khalut)(03) Sudah berkurangAcehAceh Selatan
"Sulok" berasal dari bahasa Arab yaitu "Salaka Yasluku" yang berarti "mengejar/ menuju", secara istilah bermakna "jalan menuju keampunan Allah SWT." Kata Tgk. Harwalis, selaku pelaku tradisi Sulok dan menjabat sebagai tenaga pengajar di Dayah Seuramoe Darussalam, Gp. Beureuden, Kec. Peukan Bada, Kab. Aceh Besar. Sulok merupakan kegiatan berzikir secara terus-menerus mengingat Allah, meninggalkan pikiran dan perbuatan duniawi hanya untuk mendekatkan diri dan memperoleh keridhaan Allah Aktivitas zikir ini merupakan pengajian ilmu dari Tarekat Naqsyabandiyah yang diajarkan di dayah-dayah yang bermazhab Ahlusunnah wal Jamaah dan mengajarkan kitab kitab salaf yang ada di Provinsi Aceh, Setelah menyelesaikan kegiatan Sulok, para jamaah akan diberikan suatu ijazah yang menandakan mereka telah lulus dari Sulok dan mendapatkan Tareqat, yang umumnya merupakan Tareqat Naqsyabandiyah.
Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Saiful MavazNurlatifahKantor Disbudpar19/11/2021Naskah KunoSeni TradisiPakaian Adat
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
875
03/08/2022 11:17:30
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
Khanduri Apam(02) Masih bertahanAcehPidie
Apam merupakan salah satu makanan khas Aceh terutama di Pidie. Di Kabupaten Pidie apam lazimnya dimasak di bulan Rajab dan orang Aceh menyebutnya Buleun Apam. Setiap tahun pada bulan tersebut hampir semua kampung di Kabupaten Pidie melaksanakan tradisi khanduri apam Khanduri apam adalah kegiatan memasak apam beserta kuwahnya terbuat dari santan untuk selanjutnya dibagikan kepada tetangga, kerabat dan handai taulan lainnya. Kegiatan memasak apam ini biasanya dilaksanakan di rumah-rumah penduduk secara bergiliran dan bahkan ada pula yang dipusatkan di Meunasah atau sarana umum lainnya. Masyarkat Pidie melaksanakan tradisi secara turun temurun, konon tradisi ini berasal dari Jazirah Arab (Arab Saudi). Saydina Fatimah binti baginda Rasulullah Muhammmad Saw, menjelang beliau wafat memasak banyak jenis makanan untuk anaknya Saydina Hasan dan Saydina Husin waktu itu menjelang bulan Ramadhan. Diantara banyak penganan yang beliau buat salah satunya adalah kue dengan bahan baku tepung beras berbentuk bulat lingkaran. Seiring dengan perubahan zaman masyarakat Pidie juga membuat kue tersebut dengan bentuk yang sama tetapi ukuran lingkarannya lebih kecil dan tipis, kemudian selanjutnya dinamakan Apam. Kemudian masyarakat Pidie melakukan kegiatan tersebut secara turun temurun sampai sekarang. Setiap bulan Rajab masyarakat Pidie melakukan khanduri Apam sehingga di Kabupaten Pidie bulan Rajab juga dikenal dengan buleun Apam. Tetapi berbicara tentang sejarah kenduri apam dan pelaku pertama sekali yang melakukan kenduri apam, sampai saat ini kita tidak menemukan jawabannya Masyarakat hanya melakukan tradisi turun temurun ini yang sudah di wariskan oleh nenek moyang dan menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan pada setiap tahun tanpa ada sedikitpun catatan dan arsip yang di tinggalkan oleh nenek moyang kita yang pertama sekali mengadakan kenduri apam. Hal ini terjadi karena nenek moyang kita tidak mengerti arti penting dari sebuah tradisi dan makna yang terkandung dalam tradisi. Ada juga yang mengatakan mengenai Kenduri ini konon bermula dari seorang sufi bernama Abdullah Rajab yang hidup sangat miskin di Mekkah. Saat dia meninggal dunia, keluarganya tidak mampu menggelar acara kenduri seperti lazimnya. Orang sekampungnya lantas berinisiatif membuat apam karena tidak memerlukan banyak bahan untuk membuatnya. Dari sanalah kemudian Kenduri Apam saban tahun mulai digelar saat bulan Rajab atau Buleuen Apam dalam almanak Aceh Keunikan lain dari Kenduri Apam ini yakni apam dimasak bergantian dari satu rumah ke rumah lain. "Hari ini masak apam di rumah orang lain, besok orang lain memasak apam di rumah kita. Jadi saling bantu". Sejak endatu kita dulu dalam lintasan sejarah disebutkan antara adat dengan agama merupakan satu bagian yang tidak dapat dipisahkan. Pratek adat dan budaya mencerminkan ciri khas syariat islam. Salah satu budaya yang telah lama diwariskan secara turun-menurun dalam masyarakat kita Aceh pada bulan Rajab adanya kenduri Teut Apam D. Ini sebuah tradisi yang sudah sangat mengakar dan mempunyai nilai filosofi yang sangat mendalam baik dilihat dari perspektif agama dan social budayanya. Tradisi khanduri Apam ini walaupun sudah perbedaan dan kurang di praktekkan dalam masyarakat namun Teut Apam itu masih menjadi budaya yang tidak boleh ditinggalkan dan harus dilestarkan untuk anak cucu dan generasi penerus. Apam selain sebagai makanan selingan yang rasanya enak dan mengenyangkan karena mengandung nilai kalori tinggi juga sangat mudah dalam pembuatannya dan bahan bakunya juga mudah didapat. Ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat Pidie tidak pernah meninggalkan tradisi ini. Masyarakat Pidie melaksanakan tradisi khanduri Apam secara turun menurun, pada bulan Rajab pada umumnya membuat khanduri Apam, rasanya bukan masyarakat Pidie kalau tidak membuat khanduri Apam di bulan Rajab. Khas Apam dari Pidie terbuat dari tepung beras dan air kelapa, bahan yang lain sama dengan daerah lain, bentuknya bulat dan besar di bandingkan dengan daerah lain. Khanduri Apam juga dapat menjalin ukhuwah dan silaturrahmi dalam kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Pidie, hal ini terbukti dengan adanya kegiatan saling membantu dalam mempersiapkan khanduri Apam sampai membagi-bagikannya ke tetangga dan kerabat lainnya Ketika khenduri Apam dilakukan bersama-sama di Meunasah masyarakat saling menyumbang bahan baku dan kebutuhan selama kegiatan dilaksanakan. Kegiatan membuat Apam merupakan hal yang sangat positif yang dapat menambah semangat kerja sama, saling bantu membantu dalam suasana yang penuh damai dan gembira. Dan ketika membagikan ke tetangga kampung dan antar kampung akan mempererat jalinan ukhuwah dan mendekatkan tali silaturrahmi. Dalam sejarahnya selain tradisi yang diwariskan dari Saydina Fatimah Binti Rasulullah SAW, tradisi Apam ini juga bermula dari seorang sufi bernama Abdullah Rajab yang hidup sangat miskin di Mekkah Pada saat beliau wafat, karena keluarganya tergolong tidak mampu mengadakan acara kenduri seperti lazimnya penduduk lain di Mekkah pada waktu itu masyarakat kampong berinisiatif hanya membuat kue Apam sebagai sajian pada acara tersbut karena menu makanan ini tidak memerlukan biaya yang besar, bahannya tersedia banyak di Mekkah dan mudah serta cepat untuk membuatnya. Tradisi ini masih dilakukan sampai sekarang dalam kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Pidie yaitu membuat Apam saat ada musibah orang meninggal yang disajikan ketika masyarakat melayat dirumah duka, Apam tersebut juga disajikan kepada para pengantar jenazah di pemakaman dan biasanya menikmati bersama-sama dilokasi pemakaman. Di Negeri asalnya (Mekkah) Apam disajikan dengan kuah kari, tetapi di Kabupaten Pidie Apam disajikan dengan menambahkan kuah kolak, dan ada juga yang mengkonsumsinya dengan campuran parutan kelapa yang ditambahkan gula.Bertolak dari uraian diatas berkaitan dengan asal muasal Apam di Kabupaten Pidie yang berasal dari kebiasaan masyarakat kota Mekkah dalam kehidupan sehari-hari yang selanjutnya dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Pidie, maka sesuailah Aceh dengan julukan Aceh Serambi Mekkah. Makna Simbolis yang terkandung dalam Upacara Tradisi Kenduri Apam yaitu setiap upacara adat terkandung makna dalam upacara tersebut, begitu juga dengan pelaksanaan tradisi kenduri apam Dengan adanya makna dalam tradisi kenduri apam bagi kehidupan masyarakat tradisi ini memang menjadi warisan yang turun temurun. Rutinitas tahunan ini bagi masyaraka memang sudah mengakar dalam kehidupan sosial: Simbol-simbol dalam tradisi diselenggarakan bertujuan sebagai sarana untuk menunjukkan semua maksud dan tujuan upacara dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. Dalam simbol tersebut juga terdapat misi luhur yang dapat dipergunakan untuk menunjukkan semua maksud dan tujuan untuk mempertahankan nilai budaya dan dengan cara melestarikan. Simbol-simbol dalam upacara yang diselenggarakan bertujuan sebagai sarana untuk menunjukkan secara semmaksud dan tujuan upacara yang dilakukan oleh masyarakat. Adapun mengenai makna dan simbol dalam tradisi kenduri apam yaitu:
1. Pelaksanaan rutinitas tahunan ini dilaksanakan pada malam ke-27 Rajab. Masyarakat desa Keumumu Seberang melakukan tradisi kenduri Apampada malam ke-27 Rajab mempunyai makna yaitu pada malam ini Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Israll Miraj Dan juga pada malam ini dijadikan sarana mempertemukan masyarakat untuk saling bersilaturahmi antara masyarakat yang ada di Dusun Salak dan dusun Balai Tanjung
2. Berdoa pada acara kenduri apam di rumah orang meninggal merupakan untaian kalimat yang bermakna memohon kepada sang pencipta guna memberikan karunia, rahmad dan hidayah Nya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh si peminta. Dolla juga merupakan bukti kecintaan dari keluarga dan masyarakat terhadap roh yang telah meninggal. Dengan doa tersebut memberikan perwujudan kasih sayang dari orang yang masih hidup kepada mereka yang telah meninggal, dengan begitu dapat diambil segi positif dalam adat tesebut, yakni memberikan dola kepada roh-roh yang terlebih dahulu meninggalkan kita.
3. pembacaan shamadiyah pada acara kenduri apam bermakna untuk mengirimkan do'a kepada ruh-ruh nenek moyang yang sudah meninggal supaya mereka di ampunkan semua dosanya dan meminta kepada Allah agar ruh-ruh orang yang telah meninggal agar di masukkan kedalam syurga dan di lapangkan kuburannya.
4. Pada kenduri apam ini mediatornya kenduri apam yang disimbolkan dapat membuat seseorang terhindar dari hukuman atau denda, sekaligus sebagai sedekah kepada anak yatim dan juga di kendurikan di rumah masingmasing.
5. apam yang dimasak dan dibawa ke Mesjid dapat dimakan bersama, makan bersama melambangkan bahwa dapat mempersatukan dan mempererat tali persaudaraan masyarakat yang ada di gampong ini dan mempunyai rasa keakraban serta solidaritas yang tinggi
6. Kenduri apam diadakan juga meminta kepada Allah agar yang masih hidup di berikan umur panjang agar bisa berjumpa dengan bulan suci Ramadhan, dan juga meminta kepada Allah SWT supaya orang yang telah meninggal di berikan pengampunan dari segala dosa yang telah dia perbuat selama dia masih hidup.
Jihaddul HayatAceh23111082169787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Hj. Nurhayati JunetTijue Kab. Pidie081360030923
Nirhayati0923@gmail.com
Kantor Disbudpar Aceh09/09/2021Upacara/RitusKearifan LokalKuliner Tradisional
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
876
03/08/2022 11:26:13
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
SMONG(02) Masih bertahanAcehSIMEULUE
Smong berasal dari bahasa simeulue, yaitu kata "devayan" yang artinya percikan air, hempasan gelombang pasang. Kata ini juga digunakan untuk merepresentasikan kata "tsunami". Sebagaian besar orang simeulue mengaikan kata smong dengan fenomena yang mengikuti gempa kuat, yaitu surutnya air laut gelombang laut, dan gelombang besar yang menyapu daratan atau lebih dikenal dengan istilah tsunami. Istilah Smong berasal dari bahasa simeulue yang memiliki arti "air laut naik ketika gempa bumi atau lebih dikenal dengan istilah tsunami (dalam bahasa jepang). Smong adalah kata yang dipahami bersama oleh seluruh penduduk Pulau Simeulue untuk melukiskan terjadinya gelombang raksasa setelah terjadinya gempa besar, Smong ini terus diwariskan kepada generasi penerus untuk siap dalam menganggap kemuning-kinan yang terjadi dari bencana gempa. Bahkan masyarakat Simeulue tidak hanya memahami kata Smong saja, melainkan juga memahami tindakan apa yang harus dilakukan apabila peristiwa tersebut terjadi. Smong merupakan istilah lokal dalam masyarakat Simeulue Kabupaten Simeulue untuk menyebutkan fenomena alam berupa gelombang sangat besar yang menghantam daratan atau yang sekarang dikenal dengan sebutan Tsunami. Akan tetapi lebih dari itu Smong tidak hanya sebatas nama, Smong dipahami oleh masyarakat setempat sebagai sebuah pengetahuan dan kearifan tradisional yang ditujukan sebagai media peringatan bahaya yang datang dari laut Smong disampaikan melalui 'tutur secara turun temurun dari generasi ke generasi melalui cerita, Nanga-Nanga, Sikambang dan Nandong (seni tradisional Simeulue). Pengetahuan Smong inilah yang mengantarkan masyarakat Simeulue dapat meminimalisir jumlah korban jiwa pada peristiwa tsunami pada akhir tahun 2004 lalu.
Smong adalah sebuah bentuk pemahaman budaya yang telah mengalami proses pengendapan berpuluh tahun dalam memori kolektif masyarakat Pulau Simeulue. Karena telah menjadi memori kolektif maka smong telah menjadi bagian dari jati diri masyarakat Simeulue. Potongan syair tentang itu dapat ditemukan pada senandung pengantar tidur anak-anak di Pulau Simeulue. Istilah smong dikenal masyarakat Simeulue setelah tragedi tsunami pada hari Jumat, 4 Januari 1907. Gempa disertai tsunami dahsyat yang terjadi di wilayah perairan Simeulue masih pada zaman penjajahan Hindia Belanda. Kejadian tsunami ini tercatat dalam buku Belanda S Gravenhage, Martinusnijhof, tahun 1916, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Saat itu masyarakat Simeulue belum mengetahui perihal tsunami ini, laut yang tiba-tiba surutpasca gempa menjadi daya tarik bagi masyarakat pesisir pantai, karena ditemukannya banyak ikan-ikan yang terdampar. Sebagian besar penduduk pesisir berlarian ke arah pantai dan berebut ikan-ikan yang terdampar tersebut, namun secara mengejutkan tiba-tiba kemudian datanglah tsunami yang menderu-deru dari arah laut lepas, sebagian besar masyarakat meninggal atas kejadian itu. Dan sebagian yang selamat, menjadi saksi mata atas kejadian smong dan menuturkannya untuk generasi mendatang agar berhati-hati terhadap kejadian serupa. Simeulue, sebuah Pulau di wilayah perairan pesisir barat Aceh dengan kearifan lokal peringatan tsunaminya telah banyak membawa kebaikan bagi masyarakatnya terkait dengan kejadian demi kejadian gempa dan tsunami yang terjadi di sekitar Simeulue pada tahun-tahun terakhir ini. Kata Smong adalah kata sandi yang dipahami bersama oleh seluruh penduduk Pulau Simeulue untuk melukiskan terjadinya gelombang raksasa setelah terjadinya gempa besar. Mereka bukan hanya memahami kata tersebut saja, tetapi juga mereka memahami tindakan apa yang harus dilakukan apabila peristiwa tersebut terjadi. Di tengah tidak adanya sistem peringatan dini tsunami yang memadai, budaya smong yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Kabupaten Simeulue telah mengambil alih fungsi teknologi. Dan terbukti pula budaya ini telah meyelamatkan masyarakat Kabupaten Simeulue dari bencana yang lebih besar. Berikut ini syair tentang smong dalam bahasa Simeulue yang disampaikan secara turun temurun dalam menyikapi kewaspadaan dini terhadap kejadian tsunami: Enggel mon sao curito (dengarlah sebuah kisah) Inang maso semonan (pada zaman dahulu kala) Manoknop sao fano (tenggelam sebuah desa) Uwi lah da sesewan (begitulah dituturkan) Unen ne alek linon (Diawali oleh gempa) Fesang bakat ne mali (disusul ombak raksasa) Manoknop sao hampong (tenggelam seluruh negeri) Tibo-tibo mawi (secara tiba-tiba) Angalinon ne mali (Jika gempanya kuat) Uwek suruik sahuli (disusul air yang surut) Maheya mihawali (segeralah cari tempat) Fano me singa tenggi (dataran tinggi agar selamat) Ede smong kahanne (Itulah smong namanya) Turiang da nenekta (sejarah nenek moyang kita) Miredem teher ere (Ingatlah ini semua) Pesan navi da (pesan dan nasihatnya) Sebenarnya fungsi sosial Smong sebagai khasanah kekayaan bahasa menerangkan kejadian tsunami. Bahkan lebih mendalam lagi, Smong bukan hanya sekedar tsunami saja namun juga sebagai istilah kearifan dalam upaya kewaspadaan dini terhadap kejadian tsunami berikut antisipasinya terhadap dampak yang dapat ditimbulkannya. Mengingat infrastruktur telekomunikasi di Simeulue sangat terbatas, mobilisasi massa tersebut adalah peristiwa yang luar biasa. Kejadian serupa itu hanya dapat dilakukan oleh sebuah pemahaman bersama yang kuat dengan persepsi yang sama terhadap satu objek tertentu. Smong adalah kata sandi yang dipahami bersama oleh seluruh penduduk Simeulue untuk melukiskan ombak raksasa setelah gempa besar. Mereka memahami kata itu dan tindakan yang harus dilakukan apabila peristiwa itu terjadi. Di tengah tidak adanya sistem peringatan dini tsunami, budaya smong merupakan salah satu kearifan lokal (local wisdom) masyarakat yang telah mengambil alih fungsi teknologi. Masyarakat dunia juga mengetahui kelemahan sistem peringatan dini tsunami di sepanjang pantai barat Sumatra, Hal ini mendorong masyarakat dunia melalui International Strategy for Disaster Reduction (ISDR) memberikan penghargaan Sasakawa Award kepada masyarakat Simeulue. ISDR adalah lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memberikan perhatian pada upaya-upaya masyarakat mengurangi kerusakan dan kerugian akibat bencana. Pemahaman tentang smong tertanam kuat dalam memori masyarakat Simeulue dari orang tua hingga anak-anak. Smong mengalami pengendapan yang lama sehingga menjadi memori kolektif dalam bentuk sistem nilain masyarakat. Sebelum smong melanda Simeulue era 1900 an, pesisir Simeulue telah merasakan entakan gempa bumi pada Senin, 25 November 1833 (12 Rajab 1249 Hijriah) berkekuatan 8,8-9,2 SR yang berpusat di laut Sumatra karena pecahnya segmen palung Sumatra. Akibatnya, terjadi tsunami di perairan Sumatra yang berdampak ke Simeulue, Pariaman, Bengkulu, bahkan hingga ke Maladewa dan Sri Lanka.
Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
NurlatifahKantor Disbudpar Aceh09/09/2021Naskah KunoSeni TradisiKearifan LokalKerajinan Tradisional
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
877
03/08/2022 15:22:40
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
Tari Tarek Pukat(02) Masih bertahanAcehAceh Besar
Tari Tarek Pukat Adalah tari tradisional Aceh yang menggambarkan kehidupan nelayan di Provinsi Aceh. Sesuai dengan namanya, tari tarek (tarik) pukat (alat penangkat ikan) menggambarkan aktifitas para nelayan yang menangkap ikan dilaut. Tari Tarek Pukat Aceh ini berasal dari Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Sejarahnya tarian ini terinspirasi dari tradisi nelayan. Wajar saja, karena masyarakat Aceh saat itu sebagian besar profesinya adalah seorang nelayan. Saat menangkap ikan, mereka bergotong royong membuat jala dan menangkap ikan bersama-sama, dan hasilnya pun akan dibagi kepada warga sekitar. Makna dalam tarian ini singkatnya adalah kerja sama dan kebersamaan. Musiknya pun menggunakan alat musik tradisional. Tarian ini biasanya terdiri dari sekitar 7 orang penari wanita. Dengan kostum busana tradisional khas Aceh, mereka membawa seuntai jala dipinggangnya, hingga akhirnya, dengan gerakan ke kanan dan kekiri, masing-masing tali akan dikaitkan pada ending teman sebelahnya, lalu dilelilitga kan ya tala dilepas ga kan. Tarek Pukat merupakan salah satu dari bentuk kesenian yang merupakan wujud kebudayaan hasil olah pikir. ide ataupun gagasan masyarakat pesisir Aceh. Tarek Pukat sebagai gambaran aktivitas masyarakat pesisir yang memiliki rasa keindahan (estetika) yang ditimbulkan dari gerak, syair dan musik.
Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Seni TradisiUpacara/RitusKearifan Lokal
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
878
04/08/2022 10:33:31
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
PEUMEUNAB DAN SEUMEULEUNG RAJA(02) Masih bertahanAcehAceh Jaya
Kerajaan Meureuhom Daya didirikan pada tahun 1480 M dengan raja pertama Sultan Salatin Alaidin Riayat syah karena dia di anggap orang tertinggi yang memimpin kerajaan Daya, yang telah mempersatukan kerajaan Keuluang, Lamno, Kuala Unga dan Kuala daya menjadi Kerajaan Daya dan menetapkan ibu kota di Lam kuta dan Kuta dalam yang terletak di Gampong Gle Jong. Tradisi seumuleung di awali dari pengukuhan raja di Kerajaan Daya raja yang pertama di kukuhkan adalah Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah, di hadapan para raja setelah mendeklarasikan Kerajaan Daya beliau di angkat menjadi Raja dan di suleung (suapi) makan. Pada saat di suleung dihadiri keluarga kerajaan dan rakyat, upacra ini juga di hadiri sejumlah tamu penting, untuk kelancaran administrasi menetapkan jabatan dan satuan dalam pemerintahan sebagai berikut: Wazir, Hakim, Mufti Besar, Panglima, Menteri Negeri, dan Staf Sultan. Dalam masa pemerintahannya telah banyak mengukir sejarah dan mampu menciptakan kejayaan dan kemakmuran social, ekonomi, dan keagamaan. Di tengah kejayaan rakyat kembali berduka tepatnya 7 Ra’jab 913 H Sultan wafat. Setelah wafat di gelar dengan Po Teumeureuhom Daya. Untuk mengenang jasa Po Teumeureuhom. Sultan Jamalul Alam Badrul Munir melakukan lawatan ke Negeri Daya untuk mengumpulkan semua raja-raja dan menetapkan upacara agung di selenggaran pada10 Zulhijjah. Sultan Salatin Riayatsyah atau sering disebut juga dengan Po Teumeureuhom Daya merupakan sebuah nama yang pernah mengukir sejarah di tanah Lamno Daya. Nama beliau dulunya tidaklah asing di masyarakat Lamno Daya, bahkan sampai keluar kabupaten Aceh Jaya.
Tradisi Po Teumeureuhom Daya yang sampai kini masih dipegang erat dan dijunjung tinggi oleh penduduk Lamno demikian yang tertulis dalam sebuah artikel yang berjudul Meureuhom Daya yang dituliskan oleh Nuri Angkasa pada tahun 1980.26 Upacara seumuleung ini pertama dilaksanakan pada saat dinobatkan Sultan Alaidin Riayatsyah menjadi penguasa di Negeri Daya pada tahun 885 H/1840 M. Demikian yang tertulis pada sinopsi yang dibacakan oleh Ibnu Hajar pada tahun 2012. Kemudian ada mitos mengenai masakan yang disajikan untuk upacara seumuleung, apabila dimasak di gampong selain menasah rayeuk maka akan mendatangkan musibah, makanan hidangan terdiri dari serbat, takeeh u, nasi yapan, dan lauk-lauk lainnya. Nasi yapan adalah nasi yang dimakan keluarga Po Teumeureuhom Daya pada masa dahulu yang diyakini bila dimakan akan terhindar dari segala gangguan makhluk halus dan sembuh dari berbagai penyakit, demikian yang tertulis dalam buku yang berjudul Aceh Jaya Riwayatmu (Jalan Berliku Menuju Sukses) yang di tulis oleh H. Adnan dkk 2010.
Visual tahunan dilakukan di Kuala Daya Lamno pada upacara seumuleung setiap tanggal 10 zulhijjah di kaki bukit Glee Kandang dibawah komplek pemakaman mantan penguasa negeri terdahulu, walau zaman telah berubah mereka tetap mempertahankan upacara Seumuleung sebagai hari di angkatnya Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah sebagai Raja karena telah mempersatukan Agama-agama yang berbeda pada empat kerajaan sehingga tunduk kepada satu kerajaan yang beragama Islam yaitu kerajaan Negeri Kuala Daya.Pada upacara seumuleung, sisa makanan Sultan selalu menjadi rebutan bagi pengunjung. Mereka ramai-ramai datang melepaskan nazar ke Makam Po Teumeureuhom Daya. Personil upacara terdiri dari seorang Sultan, Panglima, Khadam, seorang Wazir Kawai luar, kawai dalam.
Pada tahun 2008, diterbitkan buku Kronologis historis dan dinamika budaya Aceh yang ditulis oleh H. Harun Keucik Leumiek, medan 2008, berisi hasil penelusuran deskripsi prosesi pada hari pertama lebaran haji membludak oleh pengunjung. Para pengikut upacara biasanya berdiri berdesak-desakan di seputaran sebuah balai khusus, untuk menyaksikan upacarasebagai lambang pemersatu antar rakyat dan pemerintah yang merasa dirinya lebih berkuasa di kerajaan Daya. (Sulthanah Nurul huda 1520-1553). Sultan Jamalul Alam Badrul Munir menetapkan bahwa setiap tahun, tepatnya tanggal 10 Zulhijjah, semuanya harus berkumpul, bertatap muka dan bersilaturrahmi di kaki bukit Gle Kandang, di dalam kompleks pemakaman Meureuhom Daya. Penetapan itu dikuatkan dengan upacara Negara yang mesti dilaksanakan dengan khidmar. Pada tahun 2009, Bustami menuliskan laporan penelitian dengan judul Kerajaan Daya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan hasil penelitian bahwa seumuleung adalah sebuah tradisi budaya yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Zulhijjah oleh keturunan raja Daya. Pada upacara tersebut, keturunan raja Daya disuapi oleh dayang-dayang kerajaan sebagai simbol peneguhan atau penambalan sebagai raja. Upacara Seumuleung Upacara Seumuleung yang di adakan setiap tahun hingga sampai dengan saat ini telah berjalan lebih kurang 5 1 /2 (lima setengah) abad. Upacara ini di lakukan oleh seluruh keturunan Meureuhom Daya pada saat perayaan tradisi seumuleung, raja, dayang-dayang, dan panitia-panitia lainya menggunakan pakaian hitam, di kepala dililit kain putih. Dalam upacara ini yang berperan sebagai raja adalah Teuku Saifullah bin Teuku Hasyim el Hakimi, keturunan ke- 13 Raja Daya. Pada setiap hari raya haji Gle Jong senantiasa mendapat kunjungan (ziarah) mencapai enam ribu sampai dengan delapan ribu pengunjung yang datang dari berbagai pelosok dengan rasa khidmar dan penuh keyakinan. Para pengunjung berdesak-desakan membanjiri makam Po Teumeureuhom Daya untuk menyaksikan upacara seumuleung dengan kepentingan yang berbeda- beda. Ada yang sekedar ingin melihat upacara keramaian, tetapi kebanyakan diantaranya untuk menyaksikan upacara seumuleung dan melepaskan nazar dengan membasuh muka dengan air guci makam Po Teumeruhom yang terkenal keramat, sebelum melaksanakan upacara seumuleung di awali dengan kurban kemudian di lanjutkan dengan upacara pada pukul 14.30 sampai dengan selesai. Upacara agung ini pertama sekali di laksanakan pada masa Sultan Salatin Alaidin Riayatsyah yaitu ‘’Po Teumeureuhom Daya” atau “cik po kandang”.
Po Teumeureuhom adalah seorang ulama dari keturunan raja mandat yang datang dari mekkah ke daerah lamno untuk mendalami ilmu Agama dan melakukan pemurnian agama Islam di lamno yang pada saat itu dianggap tidak murni lagi, dan keadaan suasana pemerintahan pada saat itu sangat kacau, dengan datangnya Po Teumeureuhom Daya ke lamno beliau telah mampu menciptakan kesejahteraan dan kejayaan bagi masyarakat lamno dalam bidang ekonomi, politik, sosial, Agama dan budaya. Pengembangan yang di lakukan adalah membangun dan mengembangkan usaha pertanian, kelautan dan keagamaan.
Di bidang pertanian Sultan Alaidin Riayatsyah melakukan pengembangan dengan membangun irigasi, percetakan sawah baru, dan perkebunan kelapa. Di bidang kelautan memberikan modal usaha kepada pelaut untuk kesejahteraan masyarakat. 31 Pengembangan yang dilakukan pada masyarakat lamno menanam rasa solidaritas beragama dalam kehidupan masyarakat itu terbukti dengan berhasilnya Lamno Daya menjalin hubungan dengan negeri-negeri non muslim seperti Inggris dan Eropa yang di rintis sejak Po Teumeureuhom Daya datang dan singgah di daerah lamno daya, adapun kesejahteraan yang dilakukan adalah menembuhkan sikap solidaritas di lamno, dan mendidik generasi muda sebagai tentara dan tenaga professional dalam rangka menjaga kedaulatan pemerintah.
Dana yang di keluarkan untuk mensejahterakan masyarakat tersebut berasal dari PoTeumeurehom sendiri. Setelah beliau meninggal maka harta-harta peninggalan itu disua kelola oleh keturunan-keturunan beliau hingga saat ini. Untuk mengenang jasa-jasa Po Teumeureuhom Daya maka Po Teu Janmaloy menetapkan untuk membuat upacara agung pada 10 zulhijjah sesuai dengan yang dilakukan oleh Sultan Alaidin Riayatsyah yaitu upacara kenegaraan setiap tahun yang dijabat secara turun temurun inilah yang disebut upacara seumuleung. Hasil harta peninggalan Po Teumeureuhom Daya dulu yang di kelola oleh masyarakat setempat maka hasil yang di peroleh tiap tahunnya di gunakan untuk upacara seumuleung memperingati hari di anggkatnya Sultan Alaidin Riayatsyah menjadi pemimpin di kerajaan Daya.
Upacara seumeuleung adalah kebiasaan-kebiasaan yang sudah berlaku antara generasi dalam suatu masyarakat, dimana keberadaan berfungsi sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak di masyarakat pemangku adat. Adapun yang menjadi falsafah masyarakat yang masih melaksanakan upacara seumeuleung adalah masyarakat gampong Gle Jong kecamatan jaya kabupaten aceh jaya. Upacara seumuleung umumnya dirayakan oleh masyarakat lamno pada setiap hari raya idul adha pada 10 zulhijjaah dimakam Po Teumeureuhom Daya, upacara tersebut telah diwariskan melalui generasi turun temurun hingga saat ini, diperkirakan 500 tahun lamanya.
Upacara Seumulueng ini pertama kalinya dilaksankan oleh Sultan Riayatsyah yaitu pada saat mengangkat putra mahkotanya Sultan Alaidin Riayatsyah (Po Teumeureuhom Daya) menjadi raja pada tahun 885 H / 1480 M. Pada upacara tersebut di tentukan pula tata cara pelaksaan dan badan- badan pelaksana yang di jabat secara turun temurun yaitu pelaksaan diambil dari masa Sultan Alaidin Riayatsyah terdiri dari keturunannya masing-masing, yaitu raja dari keturunan raja, panglima yang bertugas pengawal raja di ambil dari keturunanya panglima dan begitu pula seterusnya, pengawal dalam, pengawal luar, dayang I, dayang II, mufti besar kerajaan, raja lamno, raja keuluang, raja kuala unga, dan yang memasak hidangan raja dari keturunan yang memasak yang diambil dari keturunan masing-masing.
Pada upacara seumuleung di hadiri oleh Gubernur atau perwakilannya, Bupati Aceh Jaya, Camat, Ketua MAA, DPRK Aceh Jaya, dan para Ulama yang ada di Lamno. Upacara seumuleung bertepatan pada 10 zulhijjah tetap di laksanakan sebagai biasanya yang telah diamanatkan dan wajib menurut hukum adat setempat. dilaksanakan oleh masyarakat setempat adapun dana tersebut berasal dari masyarakat setempat yang mengelola harta warisan Po Teumeureuhom Daya, ketika upacara seumuleung rakyat suka rela membawa hasil sawah, kebun dan lauk untuk logistik kenduri, dana tersebut digunakanuntuk upacara hari pertama, Upacara hari ke tiga dana berasal dari bantuan pemerintah setempat. Upacara Semuleung akan dilaksanakan ulang pada hari raya ketiga Idul Adha untuk menarik minat wisatawan seluruh aceh.
Jalannya Upacara Seumuleung Acara ini diawali dengan pembukaan upacara seumuleung panglima kerajaan menggunakan baju hitam, pedang bersarung merah terikat di pinggangnya, sementara secarik kain merah melilit kepalanya. Panglima perang kerajaan berhenti di depan anak tangga astaka diraja, astaka semacam aula tempat pelaksanaan acara kerajaan sejak dahulu. Sebelum mengucapkan salam panglima menghunus pedang dan mendekatkan ke dada dengan posisi siaga namanya Abdurrahman di panggil Raman. Usai mengelilingi astaka diraja, panglima raman melihat kesekeliling pada tamu seakan ingin memastikan tempat sederhana itu aman dari penyusup orang-orang jahat setelah itu panglima menjemput raja di balai peuniyoh (singgah) jaraknya hanya sepelemparan batu dari singgasana raja yang telah disiapkan di Astaka Diraja.
Raja menggunakan pakaian kebesaran kerajaan warna kuning terang, ketika raja datang ke tempat tersebut semua tamu bangun sebagai bentuk penghormatan raja memasuki astaka diraja diiringi oleh panglima dan pembantu- pembantunya para hadirin menyambut dengan suara khitmat “daulat tuanku”. Tugas Panglima diantaranya: Adnan, Aceh Jaya Riwayatmu (Jalan Berliku Menuju Sukses) Sesudah undangan naik pentas, panglima memberi aba-aba dengan bahasa lamno daya: “Hadirin banbandum......supaye jinee geutayee Tabedeuh... raje keugeujak bak tempat seumuleung” (terjemahan: hadirin semuanya sekarang kita bangun raja sudah tiba di tempat seumuleung” Sesudah raja duduk Upacare seumuleung Sigre geutanyee peulaku (upacara seumuleung, segera kita lakukan) 3. Sesudah raja di susung Amanat raje Keupadeu seuri padukeu kamee peusile (amanat raja, kepada sri paduka kami persilahkan) Kemudian raja duduk dan dipeusijuk dengan diberi tepung tawar, diiringi dengan shalawat dan do’a. Kemudian pembukaan acara oleh panglima dan mempersilahkan raja memberi amanah setelah raja selesai memberi kata-kata amanat. Upacara dimulai dengan membagi-bagikan sirih (ranup gapu) oleh petugas di ruangan majelis para petugas inilah yang meneruskan untuk membagikan sirih kepada anggota majelis. Selanjutnya, acara pembukaan oleh wazir dan mempersilahkan raja untuk menyampaikan amanat kepada rakyatnya dan kepada para hadirin. Amanat tersebut di sampaikan dalam bahasa Daya. Isi amanat adalah sebagai berikut:
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillah …
Puje ngen pujoe keusidroe poe teuh Allah SWT Seulaweut seureuta saleum ateuh junjungan alam Rasul Nyang keu seuneuleuh Muhammad SAW Syedare-syedare Raje-raje yang neu di peut sagee nanggree daye: Raje Lamno 34 Raje Kuala Daye Raje Kuala Unge Seureteu Raje Keuluang Nibak ure nye geutanye ta peu ingat uree teudeung Nanggree Daye-nyeng geupeudeng lee Sultan Inayat Syah bak thon 1480 M nyeng geutanyee peu ingat sabe-sabe tiep-tiep 10 Dzuhijjah bak Uree Raye Haji Tiep-tiep peukare lam Nanggre Daye ta peuseuleusee ngen musyawarah seureta ta peuputoh ngen hukom, geut hukom Allah adekale hukum adat, peukare-peukare nyeng han ek geutanyee peuseulesee di sineeta peu ek ue Nanggre Atjeh Darussalam. Eh nye manteng nyang kamoe peu sampee
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Isi maklumat hasil Kerajaan Negeri Daya oleh keturunan pemangku Raja ke-13) Amanat tersebut bermakna bahwa pada hari itu telah ditetapkan hari berdirinya Negeri Daya oleh Sultan Inayat Syah , maka tiap-tiap perkara yang ditetapkan di Negeri Daya akan diselesaikan di Kerajaan Aceh Darussalam. Hubungan Negeri Daya dengan Kerajaan Aceh Darussalam sangat dekat, karena Sultan Riayat Syah adalah putra Sultan Inayat Syah. Setelah raja menyampaikan amanat dilangsungkan upacara seumuleung tidak lama berselang dua dayang datang satu orang langsung duduk di depan raja panitia membawa sebuah dalung (semacam tembayan) besar berisi nasi dan lauk-lauk atau di sebut bu ulee hidangan khusus untuk raja, raja makan disuapi dayang.








Jihaddul HayatAceh23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
NurhalimahKantor Disbudpar AcehTradisi LisanUpacara/RitusKearifan LokalPakaian Adat
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
879
04/08/2022 10:38:49
Diterima (silahkan lengkapi lampiran gambar dan video)
ADAT TRON U LAOT(02) Masih bertahanAcehAceh Tengah
Adat tron u laot adalah kebiasaan masyarakat yang hidup di daerah pesisir pantai dimana mata pencaharian mereka yang utama ialah menangkap ikan di laut atau sebagai nelayan. Ada dua daerah di Aceh (sebelum pemekaran) yang terletak di pedalaman, yaitu Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Tenggara, sehingga di kedua daerah itu tidak terdapat adat tron u laot.
Adat Tron U Laot merupakan aturan-aturan yang berkenaan dengan kegiatan menangkap ikan di laut oleh masyarakat nelayan. Adalah menjadi kebiasaan masyarakat yaitu setiap tahun ketika memulai kegiatan menangkap ikan diadakan upacara adat yang disertai dengan khanduri, karena itu sering pula adat tersebut disebut adat khanduri laot.
Penangkapan ikan dapat dilakukan dengan memancing, menjaring dengan memakai jala (nyap), dan dengan pukat. Karena menangkap ikan merupakan mata pencaharian utama para nelayan maka untuk melakukan kegiatan itu ada aturan-aturan tertentu yang harus diikuti oleh nelayan sehingga kegiatan itu menjadi kebiasaan atau adat. Aturan-aturan itu tidak hanya mengenai tatacara menangkap ikan tetapi mencakup tatacara kehidupan masyarakat nelayan itu pada umumnya.
Dalam masyarakat nelayan dikenal panglima laot atau pawang laot yaitu orang yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut kegiatan para nelayan dalam menangkap ikan, baik dengan pukat maupun dengan cara-cara lain.
Prof. Dr. Darwis A. Soelaiman, MABanda Aceh23111082172365787
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Nurlatifah, S.Sos, Gaya Triana, ST
Disbudpar Aceh23121
(0651) 26206, 23692 – Fax. 33723
disbudpar@acehprov.go.id
NurlatifahKantor Disbudpar Aceh09/09/2021Seni TradisiUpacara/RitusKearifan Lokal
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
882
06/08/2022 10:10:18
Diterima (silahkan lengkapi lampiran video)
Rateb Berjalan(02) Masih bertahanAcehAceh Tamiang
Sistem atau produk pengetahuan merupakan sebuah konsep mengenai kepercayaan masyarakat terhadap alam yang ada di luar dan di dalam diri mereka'. Kepercayaan ini kemudian terakumulasi pada nilai-nilai yang dipraktikkan dalam sebuah tradisi. Ritual Rateb Berjalan, yang lahir dari ritual tolak bala, pada masyarakat Tamiang merupakan salah satu simbol kepercayaan kepada Tuhan dan ciptaannya. Ritual ini mengedepankan kekuatan permohonan doa kepada Tuhan agar alam semesta memperlakukan manusia dengan baik, tidak ada bencana alam, dan agar peruntungan diri mereka juga baik Berangkat dari konsep tolak bala yang dilakukan masyaralat Tamiang terdahulu, ritual ini telah mengalami transformasi secara perlahan namun pasti dan melahirkan sebuah pemahaman baru pada masyarakat saat ini. Pengetahuan dan pemahaman ajaran agama Islam disinyalir sebagai faktor kuat yang mendorong transformasi tersebut. Tulisan ini mendeskripsikan ritual Rateb Berjalan dan transformasinya. Data yang digunakan pada tulisan ini merupakan hasil wawancara dengan beberapa narasumber² yang paham mengenai ritual Rateb Berjalan, sejarahnya serta pelaksanaannya dalam rangka menginventarisasi kekayaan budaya Etnis. Pelaksanaan Rateb Berjalan Rateb Berjalan merupakan ritual yang dilaksanakan pada bulan Safar dan dilakukan pada hari Rabu terakhir pada bulan tersebut. Ritual ini dilaksanakan selama tujuh hari dan secara konsisten masih dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Seruway yang melibatkan tiga kampung, yaitu Sungai Kuruk I, Sungai Kuruk II dan Sungai Kuruk III. Proses pelaksanaannya diawali dengan pengumuman yang disampaikan oleh teungku imam (imam masjid) mengenai pelaksanaan acara pada paling tidak tiga hari sebelum hari Jum'at terakhir pada bulan dimaksud Pada malam pertama hingga ketiga, masyarakat di masing-masing kampung melaksanakan zikir bersama di langgar masing-masing kampung selepas salat magrib. Lalu pada malam keempat, prosesi Rateb atau zikir berjalan dilaksakan. Prosesi ini biasanya dilaksanakan pada malam hari mengikuti tradisi dan sebelumnya. kebiasaan Perjalanan sambil berzikir ini mengambil titik mulai di Kampung Sungai Kuruk 1. Sambil berjalan, para pria, baik dewasa maupun anak-anak melantunkan zikir sambil membawa bendera yang bertuliskan lafaz la illaaha ilallah. Sesampainya di perbatasan menuju Sungai Kuruk II, rombongan Sungai Kuruk I akan menyerahkan bendera dengan lafaz tahlil kepada rombongan Sungai Kuruk II dan secara estafet, zikir disambung oleh rombongan Sungai Kuruk II pada malam harinya (malam ke-5) sambil berjalan menuju perbatasan Sungai Kuruk III. Proses yang sama dilakukan di Sungai Kuruk III (malam ke-6) dan ritual baru berakhir setelah rombongan Sungai Kuruk III sampai pada titik terakhir zikir yang biasanya ditempatkan di lokasi pinggir Sungai Seruway di ujung kampung. Penutup ritual Rateb Berjalan berupa kenduri yang digelar masyarakat di kabah masing-masing kampung. Makanan yang disajikan pada kenduri ini biasanya daging sapi atau ayam, pulut dan menu lainnya yang dimasak bersama-sama oleh para perempuan di langgar masing-masing kampung. Kenduri diawali dengan membaca zikir dan doa kepada Allah SWT untuk keselamatan dan kebebasan dari mara bahaya bagi penduduk kampung. Selanjutnya, dalam suasana santai dan penuh keakraban, seluruh masyakarat kampung makan bersama. Rangkaian ritual berakhir segera setelah acara kenduri selesai dan masyarakat bergotong royong membersihkan kampung sebelum kembali pada aktivitas masing-masing Terdapat kebiasaan bahwa makanan yang telah disajikan pada kenduri tidak boleh dibawa pulang oleh penduduk setempat, sehingga ketepatan menghitung porsi makanan sangat penting. Untuk mengantisipasi keadaan ini, orang-orang terdahulu membawa sisa makanan ke laut dan menghanyutkannya, karena perbuatan tersebut dianggap sama dengan sesajian kepada laut, maka aktivitas ini ditinggalkan oleh masyarakat. Dalam kondisi makanan masih bersisa, makanan disumbangkan kepada kampung lain meski kejadian ini sangat jarang terjadi. Tradisi Rateb Berjalan hingga saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Tamiang khususnya mereka yang tinggal di Kecamatan Seruway. Tidak jarang, mereka yang telah merantau, kembali pulang ke Seruway untuk berpartisipasi dalam ritual ini. Pada minggu dilaksanakannya ritual ini pun hampir seluruh sekolah di Kecamatan Seruway diliburkan, khususnya di kampung Sungai Kuruk I, Sungai Kuruk II dan Sungai Kuruk III karena anak-anak pun dianjurkan untuk mengikuti rangkaian ritual. Hal ini sungguh menunjukkan konsistensi masyarakat dalam mewariskan dan melestarikan nilai-nilai tradisi Rateb Berjalan Dahulu: Sebuah Ritual Tolak Bala Secara keseluruhan, Rateb Berjalan terlebih dahulu merupakan ritual untuk menolak bala yang dilakukan untuk menghindari kemalangan atau jika terdapat kemalangan agar tidak berlangsung lama dan terulang lagi seperti penyakit, bencana alam atau musibah lain. Perjalanan seluruh partisipan tradisi ini dari pusat Kota Tamiang hinga Kuala Simpang dilakukan untuk "memagari" wilayah masyarakat dari kemalangan tersebut dan dipimpin oleh pawang, baik pawang laut, ladang maupun hutan. Peran para pawang ini sangat menentukan titik awal pelaksanaan ritual tolak bala.
Jihaddul HayatAceh 23111082160787434
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
Ichsanul HasriBanda Aceh23111082172365787
isanhasri14@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=18rOzEuI8PsEtl_kxXgoVSBVlaI3n6spA, https://drive.google.com/open?id=1-b8ALFPXtBhVXs6gARxXlztImDpH0R0jNurlatifahKantor Disbudpar06/08/2022Tradisi LisanUpacara/RitusKearifan Lokal
wbtbprovinsiaceh@gmail.com
888
30/08/2022 9:59:34
Diterima (silahkan lengkapi lampiran video)
Bu Panji(02) Masih bertahanAcehAceh Selatan
Bu Panji merupakan benda yang biasa dibuat atau dibawa dalam peperangan. Bendera kehormatan, bendera sebagian lambang sebuah kelompok. Seperti contohnya bendera (panji) bertuliskan kalimat syahadat itu panji nya Rasulullah, untuk kaum muslimin. Diaceh selatan sendiri menjadikan panji sebagai suatu ritual atau kebiasaan masyarakat aceh selatan dengan cara menaikkan kain putih digunung yang dilaksanakan untuk sebagai isyaratkan pemberitahuan pada alam bahwa alam itu akan dipakai. Eksistensinya sudah ada sejak lama baik dalam resam ( kebiasaan masyarakat yang membudaya dan menjadi adat). Maupun dalam adat yang gabisa ditinggal. Adat ini telah berlangsung secara turun temurun sejak zaman dahulu. (Harus direvisi)
Nova afrina
Lampenerut, darul imarah, aceh besar
23373082273183190
Wbtb.provinsiaceh@gmail.com
Nova afrina082240276927923373082260072456
Wbtb.provinsiaceh@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1vYDx-35vB9f59ahxfBAPVGytm3iGYzjVYulia safira
Tingkeum, darul imarah, aceh besar
30/08/2022Tradisi LisanSeni TradisiUpacara/RitusKearifan LokalKerajinan Tradisional
wbtb.provinsiaceh@gmail.com
952
12/10/2022 13:08:47DiterimaHikayat Malem Dagang(02) Masih bertahanAcehPidie Jaya
Hikayat Malem Dagang merupakan epos tertua warisan zaman keemasan tradisi sastra Aceh. Hikayat ini diciptakan oleh Chik Pante Geulima, yang selesai pada 8 Jumadil Awal 1309 H (1889 M). Hikayat Malem Dagang sebuah karya yang tergolong panjang, terdiri dari 2280 bait syair. Karya ini ditulis ketika Perang Sabil sedang berkecamuk di Aceh. Hikayat Malem Dagang dimulai dengan susunan baris-baris kalimat pujian kepada Allah SWT. Menurut H.K.J. Cowan, dalam bukunya berjudul “Hikayat Malem Dagang”, mengisahkan bahwa Hikayat Malem Dagang ini terjadi pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda, pada tahun 1607-1636 M. Hikayat ini menceritakan perjalanan Perang Sultan Iskandar Muda ke Pesisir Utara dan Semenanjung Malaka. Tokoh utama yang diceritakan adalah Sultan Iskandar Muda yang memimpin Armada Cakra Donya ke Malaka. Selain itu, juga dikisahkan tentang Putri Pahang, Permaisuri Sultan Iskandar Muda, seorang putri dari Istana Pahang. Kemudian Raja Raden, saudara Raja si Ujud dan Raja si Ujud yang membuat onar di Aceh. Ada juga Ja Pakeh, seorang ulama yang mendapat pendidikan militer di Turki, ahli strategi, penasehat Sultan Iskandar Muda. Malem Dagang adalah seorang Laksamana Muda, diangkat menjadi Panglima Armada Cakra Donya.
Hikayat Malem Dagang juga menceritakan permusuhan Ujud, Pangeran Malaka yang melawan pelindungnya Sultan Iskandar Muda. Di kisahkan, si Ujud bersama adiknya, Raja Raden datang ke Aceh diterima dengan cara kebesaran. Terjadilah persaudaraan antara Raja Raden dan Sultan Iskandar Muda sehingga pangeran masuk Islam, lalu menyerahkan Putri Raja Pahang. Sebagai gantinya, Raja Aceh memberinya salah seorang istri Raja Aceh. Terhadap sikap Raja Raden, Si Ujud tak setuju, dia mencemooh sikap adiknya. Di lukiskan, Si Ujud sangat marah hingga menampakkan matanya berwarna merah. Ia menyalahkan Raja Raden, karena Putroe Phang yang cantik diambil Sultan Iskandar Muda. Terjadilah bentrok antara Si Ujud dan Raja Raden. Si Ujud melanjutkan kemarahan dengan tindakan, Si Ujud melakukan perjalanan ke laut lepas, mengambil harta rakyat, barang-barang rakyat dipasar di rampas, Ladong dan Krueng Raya dibakar. Raja Raden yang setia kepada Sultan Iskandar Muda, menyampaikan kesediaannya untuk menyerang si Ujud. Menyiapkan ekspedisi besar puluhan ribu kapal dan segera melakukan perjalanan menyusuri Pantai Utara dan Timur.
Dari Pahang rombongan ke Johor Lama, menuju ketempat Si Ujud, dilanjutkan ke Johor Bali. Begitu susah payah Sultan memperoleh kemenangan, yang akhirnya Si Ujud mengalami kekalahan, namun tak bisa dibunuh, kendati sudah digunakan berbagai cara. Sampai suatu ketika ia sendiri mengatakan rahasia dirinya.
Abdul Hadi
Kota Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya
24186085334531810
kebudayaanpidiejaya@gmail.com
Marzuwan, M.Pd
Gp. Blang Cut, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya
24186085260700791
mapmarzuwan@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1reOTWNkTzDGY6GGxunUhezRqbb7yn242https://drive.google.com/open?id=133S-E20wyy1ed_E-sYFTWFQMntfxuqgeMarzuwan, M.PdMeureudu, Pidie Jaya03/10/2022Naskah KunoSeni TradisiKearifan Lokal
kebudayaanpidiejaya@gmail.com
972
17/10/2022 11:52:41DiterimaTeumampoe(01) Sedang berkembangAcehPidie Jaya
Seperti yang kita ketahui, Pidie Jaya sangat dikenal dengan lumbung padinya sebagai produsen beras. Tak jarang pada awal musim panen tiba, laki-laki maupun perempuan saling bekerjasama dalam proses pemanenan dengan teknologi yang juga sangat begitu sederhana, lebih menghandalkan tenaga manusia dibanding mesin. Biasanya disaat laki-laki melakukan panen, para perempuan menyediakan beberapa makanan di pertepian sawah untuk dimakan bersama setelah panen usai. Beras yang telah dipanen di tampi terlebih dahulu menggunakan jeu'ee (dalam Bahasa Acehnya), guna ketika sebelum dimasak beras sudah dalam keadaan bersih dari ampas-ampas berasnya. Kegiatan menampi dengan menggoyangkan sedikit jeuee ini disebut dengan keumurui. Keumurui ini merupakan salah satu tradisi bagi masyarakat Pidie Jaya, setiap rumah melakukan penampian beras sebelum dimasak. Kegiatan menampi beras inilah dinamakan sebagai Teumampoe. Teumampoe menggunakan alat properti jeuee berbentuk lonjong dan terbuat dari rotan. Namun, dalam era modernisasi tradisi ini sudah enggan terlihat kembali, sungguh sayang sekali. Tak dapat dielakkan, bahwa teknologi canggih juga sedang dibutuhkan. Hingga kegiatan Teumampoe ini sudah tidak digunakan lagi, masyarakatnya tidak perlu lagi menampi beras untuk dibersihkan, sebab sudah ada campur tangan mesin untuk membersihkan. Beras langsung dicuci dan siap dimasak. Tradisi sudah selayaknya untuk dilestarikan, bekal bagi regenerasi, sebagai objek penjagaan dan pemajuan budaya, untuk tidak lupa akan Teumampoe kini dikreasikanlah dalam bentuk tari, saat ini sering dijadikan sebagai ajang pertunjukan dan pentas seni, sebut saja Tari Teumampoe.
Terciptanya tari kreasi ini merupakan salah satu bentuk pertahanan, penjagaan, dan pelestarian terhadap tradisi kegiatan Teumampoe.
Nurjani
Gp. Rambong, Kecamatan Meureudu
24186082292651753
kebudayaanpidiejaya@gmail.com
Marzuwan, M.Pd
Gp. Blang Cut, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya
24186085260700791
mapmarzuwan@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=15YDh0x75vkM7zq3BOgHQXEQ8ik_naRCuhttps://drive.google.com/open?id=12lIx_AUVK0VfgFWh884cDMGDvItaVBlmMarzuwan, M.PdKota Meureudu03/10/2022Seni TradisiTeknologi TradisionalKerajinan Tradisional
kebudayaanpidiejaya@gmail.com
1027
19/10/2022 10:40:52
Diterima (silahkan lengkapi lampiran video)
Tradisi Munirin Reje(02) Masih bertahanAcehAceh Timur

Bunin,sebuah desa yang cukup jauh jaraknya dari pusat ibu kota kabupaten Aceh Timur,memiliki satu warisan budaya yang sampai sa`at ini masih sangat terjaga kelestariaannya yaitu Tradisi munirin reje atau dalam bahasa indonesia dapat diartikan sebagai upacara memandikan raja.desa bunin merupakan salah satu desa yang terdapat dikabupaten Aceh Timur dan secara administratif masuk wilayah kecamatan serbajadi.wilayah dengan daerah yang berbukit bukit ini dapat dijangkau dengan perjalanan darat melalui jalur lintas aceh timur –blang kejeren selama kurang lebih dari dua setengah jam dari ibu kota kabupaten Aceh Timur,Idi Rayeuk .berbeda dengan kebanyakan desa atau gampong yang berada diwilayah Aceh timur yang masyarakat desa bunin penduduknya bersuku bangsa gayo.secara geografis desa bunin terletak bersebelahan dengan wilayah kabupaten aceh tengah,bener meriah dan juga gayo luwes. Pada sa`at ini desa bunin merupakan salah satu desa yang secara administrasi masuk wilayah kabupaten Aceh timur.secara kultural masyarakat desa bunin mengikuti adat orang gayo dan pemimpin didesa biasa disebut dengan istilah ‘reje’ tetapi aturan yang berlaku disana kepala desa disebut dengan geuchik karena mengikuti tradisi “ Aceh Pesisir” yang merupakan suku bangsa mayoritas di wilayah Kabupaten Aceh Timur. Dalam Qanun Kabupaten Aceh Timur nomor 08 tahun 2019 tentang pemerintahan Gampong, disebut bahwa geuchik adalah pimpinan suatu gampong yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
Saat ini untuk menjadi reje atau geuchik sudah dilakukan dengan mekanisme pemilihan geuchik secara langsung yang diikuti atau dipilih oleh warga desa. Hal ini mengacu pada peraturan perundang – undangan yang berlaku dan tetap ditetapkan secara nasional. Pada masa dahulu , jabatan reje di angkat berdasarkan keturunan. Selain itu, pada masa lalu satu orang reje memimpin satu kemukiman, namun dengan perkembangan zaman yang mempengaruhi perubahan penataan administrasi desa, dalam satu kemukiman yang dibagi menjadi beberapa desa memiliki reje masing – masing di setiap wilayah desa, tidak lagi di wilayah kemukiman.
Tradisi Munirin Reje dimasyarakat gayo Lukup serbajadi kabupaten Aceh Timur masih sangat kental dan dilestarikan sampai sa’at ini.Tradisi adalah kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat.Prosesi adat Munirin Reje atau memandikan Raja masih berlaku digayo lukup serbajadi kabupaten Aceh Timur yang dilaksanakan setiap tahun setelah pelaksanaan Shalat Idhul Fitri ,1 syawal tahun 2021 masyarakat setempat melaksanakan nya didesa bunin kecamatan serbajadi lukup Kabupaten Aceh Timur atas nama geuchik Mustaqirun yang dilaksanakan didesanya yaitu desa bunin.
Prosesi Munirin Reje diawali dengan ditepung tawari secara adat gayo oleh para ibu ibu yang dianggap banyak mengetahui tentang adat yang ada didalam masyarakat tersebut.setelah selesai ditepung tawari dilanjutkan dengan mengantarkan geuchik kesungai setelah mengenakan baju kebesaran berupa bajuadat gayo serta memakai Bulang Pengkah.Tradisi ini dipimpin oleh imam dan petua adat gayo dikampung setempat.diiringi beramai ramai oleh seluruh warga kampung tua dan muda pria dan wanita dengan memukul canang dan gong serta bertakbir.setelah sampai disungai sebelum dimandikan geuchik terlebih dahulu dilulut dan ditepung tawari oleh perangkat desa kampung seperti imam kampung dan putua kampung.
Didalam masyarakat Gayo Lukup serbajadi mengenal banyak tradisi salah satunya adalah Tradisi Munirin Reje Tradisi munirin reje merupakan hal yang penting didalam kehidupan masyarakat Gayo lukup serbajadi .hampir seluruh masyarakat ikut serta didalam pelaksanaannya.Prosesi tradisi munirin reje mulanya diumumkan oleh perangkat desa dimesjid bahwa akan dilaksanakan acara munirin reje.setelah itu tradisi ini dilakukan setelah masyarakat berkumpul dan mengadakan rapat setelah rapat baru ditentukan siapa saja yang akan menjadi panitia pelaksana didalam acara yang akan diadakan,setelah ditentukan panitia baru dilaksanakan prosesi tradisi munirin reje.kemudian baru sang reje dan istri dipeusijuk (diteupung tawari),setelah Reje dipeusijuek para panitia telah mengadakan acara kesenian Gayo seperti diadakan tari saman dan tarian bines.
Kemudian setelah prosesi tersebut selesai,reje beserta sang istri langsung dibawa untuk dimandikan disungai oleh seluruh perangkat desa dan seluruh tokoh masyarakat lukup serbajadi .sepanjang perjalanan menuju tempat pemandian (sungai) yang telah disiapkan oleh panitia,masyarakat yang ikut seperti kaum laki laki mengumandangkan takbir yang diiringi alat musik rebana (canang Gayo) yang dimainkan oleh kaum perempuan.adapun alat alat yang digunakan ketika pelaksanaan prosesi Tradisi Munirin Reje sebagai berikut 1.Bulang Pengkah adalah peci yang dipakai raja,yang terdiri dari 3 warna 2.Baju kerawang adalah baju yang bermotif khas gayo 3.opuh kerawang adalah kain yang bermotif khas gayo 4. Genit rante adalah tali pinggang 5.Tawar adalah alat peusijuek 6.lulut adalah yang terdiri dari beras dan jeruk perut 7.pedang adalah pedang 8.payung renggiep adalah payun yang bermotif khas gayao 9.Ampang adalah tempat duduk raja.
Arti Do’a yang dibaca ketika memandikan reje : sengaja saya mandi pada hari Raya Idul Fitri sunnah karena Allah Ta`ala.
Dalam proses tradisi Munirin reje sistem yang digunakan dengan cara bergotong royong,mulai dengan rapat pertama hingga acara ritual tersebut selesai dilaksanakan.prosesi munirin reje ini dilakukan mulai dari siang sampai sore hari,tetapi dalam proses pelaksanaannya tetap harus ada yang bertanggung jawab biasanya langsung diserahkan kepada masing masing perangkat desa yang ada dikecamatan serbajadi.didalam prosesi tradisi munirin reje ini para reje dikhususkan memakai pakaian adat gayo seperti kerawang gayo karena masyarakat menganggap setiap ada acara dikalangan masyarakat harus memakai pakaian adat gayo masyarakat menganggap setiap adat dan budaya suatu suku bangsa pasti memiliki simbol yang melambangkan keteguhan prinsip,kehidupan sosial,agama dan juga melambangkan adat istiadat serta budaya bangsa tersebut.begitu pula dengan kerawang gayo yang merupakan sebuah simbolik kemegahan masyarakat gayo yang melambangkan prinsip,agama dan adat istiadat serta budaya bangsa tersebut.masyararakat gayo menganggap acara tradisi munirin reje ini melambangkan kehidupan sebuah simbol dalam sebuah kepemimpinan dan sebagai tanda hormat terhadap pimpinan.
Adapun manfaat pelaksanaan tradisi munirin reje adalah untuk memenuhi adat yang ada digayo lukup serbajadi.masyarakat melakukan tradisi munirin reje ini guna untuk memperingati hari lebaran serta memeriahkan hari lebaran.menurut masyarakat setempat apabila tidak dilaksanakan tradisi munirin reje,maka sawah mereka tidak banyak panen.begitupun buah buahan seperti durian,mangga,langsat petai dan lain lain.apabila dilaksanakan tradisi munirin reje maka sawah mereka akan banyak menghasilkan buah buahan yang berlimpah dan mereka akan banyak panen.Pendapat masyarakat setempat selalu melaksanakan tradisi munirin reje ketika hari lebaran idul fitri .

Nilai nilai yang terdapat dalam pelaksanaan tradisi munirin reje dapat mempererat hubungan silahturahmi,diantara golongan masyarakat setempat.juga mempererat hubungan masyarakat dengan geuchik.nilai selanjutnya yang terkandung dalam tradisi munirin reje adalah untuk melestarikan tradisi pelaksanaan munirin reje menjadi bukti bahwa masyarakat gayo lukop serbajadi masih melestarikan tradisi leluhur dalam bentuk kerjasama.selanjut nya yang terkandung dalam tradisi munirin reje adalah menghargai sesama manusia,etika pergaulan tradisi adalah wujud penghargaan sesama yang kaya dan yang miskin.Tradisi munirin reje juga terdapat nilai gotong royong yang menjadi simbol masyarakat gayo lokop serba jadi yang menghargai antara sesama atau bekerjasama. Kemudian,tradisi munirin reje juga terdapat nilai menjaga adat,dan menjaga saling menghargai dan menjaga pergaulan masyarakat juga salah satu contoh menjaga adat.


Mustaqirun ( Geuchik Desa Bunin)
Desa Bunin Lokop Serbajadi
24460082293174688
suryansyah394@gmail.com
Siti Aminah,SE
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab.Aceh Timur
24442082273879078
aminahsiti58@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1dr0COrlKNNJBvpWyGCuhVnOH8xupsFzJ, https://drive.google.com/open?id=1hhM9NujMIIHzXm_0p2OqwfEehPwyLQZ5https://drive.google.com/open?id=1DSCSmm6hErKQzZsejHP1AagiN0E5hixu19/10/2022Tradisi LisanUpacara/RitusKearifan Lokalaminahsiti58@gmail.com
1063
23/10/2022 13:53:23DiterimaKhanduri Uteun(04) Terancam punahAcehKab. Aceh Timur
Desa Buket Pala Merupakan salah satu desa yang berada di kemukiman Bandar Khalifah, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Desa Bukit Pala dikenal sebagai salah satu desa yang merupakan Warisan Kerajaan Peureulak, desa ini memiliki berbagai Potensi Pertanian baik berupa Ladang maupun kebun yang melimpah dan begitu pula dengan binatang ternak, Menurut Narasumber bapak Yusri (64 Tahun) berdasarkan cerita orang tuanya Tgk Muhammad Yakop (90) dan orang tua beliau mendengartkan cerita dari bapaknya Tgk Muhammad Amin (100 Tahun) suatu ketika dulu pada abad ke 17 di Desa Buket Pala ladang masyarakat dirusak oleh hama gajah, tikus, burung dan babi hutan serta harimau liar yang memangsa binatang ternak masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini Nenek Moyang Kami melakukan sebuah ritual untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari gangguan hama dan harimau atau binatang liar dari desa mereka. Yaitu Berupa Khanduri Uteun.

Namun ada pula Kenduri Uteun ditempat lain di Aceh Timur menurut Bapak Abdul Manaf (68 Tahun) Kanduri Uteun Telah ada pada pertengahan abad ke 17 yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan oleh masyarakat dikala itu untuk pembukaan lahan pertanian atau pembukaan hutan. dengan harapan tidak ada gangguan dari makhluk hutan baik makhluk halus maupun binatang liar seperti harimau, Ular, Gajah dan lain-lain agar tidak diganggu saat pembukaan lahan dan tanaman yang ditanam oleh masyarakat, namun untuk saat ini sudah sangat langka Kenduri Uteun Ini dilaksanakan lagi.

Berdasarkan bahasa Khanduri Uteun tersusun oleh dua kata yaitu kenduri dan Utuen. Kanduri berarti Kenduri, sedangkan Uteun berarti Hutan, secara bahasa Khanduri Uteun dapat Diartikan Kenduri Hutan. Sedangkan kalau dilihat dari definisi, Khanduri Uteun Merupakan ritual yang dilakukan oleh masyarakat untuk memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai gangguan binatang liar dan hama terhadap lahan pertanian, perkebunan dan peternakan masyarakat, menurut Bapak Abdul Manaf (68 Tahun) Pada Umumnya dulu Kenduri Uteun dilaksanakan di makam-makam ulama di tempat tersebut. Namun Untuk saat ini Khanduri Uteun Di Aceh Timur Hanya ada satu tempat lagi yaitu di Desa Buket Pala, Khanduri Uteun dilaksanakan di Makam Nur Khadimah yang merupakan Seorang Ulama Karomah yang merupakan Anak dari Raja Peureulak dan sepupuan dengan Putri Nurul' Ala.
Khanduri Uteun dilaksanakan setiap Bulan Juni oleh masyarakat berdasarkan Hasil Rapat atau meusuerumbang Desa Buket Pala, yang dilaksanakan seminggu sebelum Kenduri Uteun dilaksanakan, Rapat yang dilaksanakan dihadiri oleh tokoh adat, Tgk Imam Desa, tokoh agama, Aparatur Desa dan Masyarakat Desa Bukit Pala untuk menentukan Tanggal baik dan mulia untuk pelaksanaan Kenduri Uteun.

Menurut Narasumber Bapak Yusri (Mukim Blang Simpoh 64 tahun) Khanduri Uteun dilaksanakan bertujuan untuk mengharapkan kepada Allah agar dilindungi tanaman dan ternak masyarakat dari gangguan berbagai jenis penyakit, hama, dan binatang buas agar tidak memangsa binatang ternak masyarakat. Pelaksanaan Khanduri Uteun diwariskan secara turun temurun dari para nenek moyang terdahulu di desa buket pala, adapun proses pelaksanaan acara khanduri uteun, pertama kali ayam berwarna putih disembelih oleh imam desa. Ayam yang diberikan harus berwarna Putih karena ayam berwarna Putih merupakan Hajat dari nenek moyang masyarakat Desa Bukit Pala Dulu dan memiliki makna atau nilai kesucian sebagai Makanan istimewa untuk harimau Hutan, Kemudian Ayam dimasak oleh istri imam Desa tanpa menggunakan garam dan tidak boleh diambil sedikitpun oleh masyarakat. Kemudian Ayam yang telah masak dimasukan kedalam Bulung atau teu malam (Pelepah Pinang), pemberian dilakukan tidak boleh oleh sembarang orang hanya boleh oleh Peutua Desa yang telah ditunjuk oleh tokoh adat dan agama. Kemudian dibawakan dan diberikan kepada Harimau penjaga Hutan di sekitar Makam Nur Khadimah, Kemudian Dipanggil Dengan Kata-kata Sebagai Berikut “Ho Keuh Ka?, Nyompat Yang Raseuki Kah Ka Ku Keubah Nyan Keuhnyo Ikah Menyo Katroh Bathon Dan Bak Uro Jaga Binatang Laen Bek Tron U Gampong”, dengan Harapan Harimau Ini bisa Menghalau berbagai jenis binatang liar agar tidak turun ke desa memakan tanaman dan ternak masyarakat.

Setelah Ayam Putih diberikan kepada Harimau Hutan, kemudian dilakukan pembersihan kawasan sekitaran Acara Khanduri Uteun secara bersama-sama hal ini mencerminkan nilai gotong royong dan kebersamaan masyarakat. Kemudian Masyarakat Masing-masing satu ayam kampung untuk disembelih. Kemudian dilakukan penyembelihan Ayam Kampung Secara Bersamaan oleh masyarakat yang dipimpin oleh Ketua Imam Desa dengan di bacakan Bismillah dan takbir secara serentak. Pada tahap ini ayam yang disembelih tidak boleh ayam selain Ayam Kampung, karena bila bukan ayam kampung di percayai ayam akan mati sebelum tiba ditempat pelaksanaan Khanduri Uteun. Setelah Ayam disembelih Masyarakat Memasak Bersama di sekitaran makam Nur’ Khadimah. Ayam Yang dimasak tidak boleh dalam bentuk Goreng atau sambal karena ini menjadi sebuah pantangan dalam pelaksanaan Khanduri Uteun di Desa Bukit Pala.

Setelah semua masakan siap dimasak oleh masyarakat masakan akan dikumpul oleh seorang peutua untuk masing-masing kuali diambil satu potong untuk diberikan kepada anak-anak yatim atau anak yatim-piatu setelah makanan diberikan kepada anak Yatim kemudian Masyarakat Membaca do’a bersama sembari berharap perlindungan kepada Allah SWT dari segala bahaya bagi lahan pertanian, perkebunan dan peternakan serta bersyukur atas segala anugrah Allah terhadap hasil pertanian, perkebunan dan peternakan yang telah Allah berikan.

Setelah Acara Pembacaan do’a kemudian dilakukan peusijuk breuh pade (Padi), Biji Coklat, biji kelapa sawit dan berbagai jenis bijian lainnya dengan harapan semua biji-bijian tersebut Allah berikan kesuburan, kemakmuran dan keberkahan dari hasil yang didapatkan nanti. Setelah acara Peusijuk selesai masyarakat melakukan makan bersama-sama beserta tamu yang hadir di kawasan Makam Nur Khadimah. Setelah acara semua selesai masyarakat sama-sama menaikan Panji Berwarna Putih di atas pohon tertinggi di sekitaran makam Nur Khadimah yang bertujuan untuk memberitahukan kepada Alam dan Binatang disini telah dilaksanakan Khanduri Uteun. Adapun Lokasi pelaksanaan Kanduri Uteun di Desa Bukit Pala Berada di berada pada koordinat 4,47’03"N dan 97o49'55"E.
Yusri
Dusun Bukit Pala, Desa Buket Pala Kab. Aceh Timur
24461+6281376075155-Muksin Alatas, S.Si
Dusun Selatan, Desa Kuala Peudawa Puntong
244540853-7249-8576
mukhsinmuhaddis@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=13-OBHzIBnuGMQwOMRQb9lgOh_IZAt8iy, https://drive.google.com/open?id=1ti5jekzq2uHdGLWSBE6T7MQ19ezn8H1Y, https://drive.google.com/open?id=1q-Ikipd4L0-Kmx8k1jYBiOqDGpVWxNEC, https://drive.google.com/open?id=1jhIndwuohEMi_b5oLU4m7rqwkEB0-vsz, https://drive.google.com/open?id=1aM8tzSFFDLw5C71E1g2At_ol_EHeFBMn
https://drive.google.com/open?id=13rEbWg3XSmM2aMrnn-V-DzDMe1pbKQORNurlatifah, S.SosKab. Aceh Timur23/10/2022Upacara/Ritus
mukhsinmuhaddis@gmail.com
1083
28/10/2022 0:25:39
Diterima (silahkan lengkapi lampiran foto dan video)
Tari Langkir Dehwer(02) Masih bertahanAcehSimeulue
Tari Langkir Dehwer merupakan tari tradisional yang ada di Desa Pasir Tinggi Kecamatan Teupah selatan, Kabupaten Simeulue, sudah ada sejak tahun 1950 pada masa penjajahan Jepang, tarian ini bermula dari kebiasaan jepang pada saat itu sebagai sarana hiburan terutama kepada pemimpin-pemimpin Jepang dan Masyarakat biasa. Setelah peninggalan Jepang tarian ini sempat Pasif dan tidak di tampilkan sama sekali, kemudain sekitar tahun 60-an tari langkir dehwer ini mulai dikembangkan kembali oleh masyarakatnya terutama di kalangan tokoh-tokoh adat atau petuah Desa. Tari langkir dehwer ditarikan oleh 8 orang Penari terdiri dari 4 penari laki-laki dan 4 penari perempuan. Tetpai penari perempuan tetap diperankan oleh laki-laki tari yang berpasangan dengan perempuan tabu di kalangan Masyarakat Simeuluekhususnya didesa pasir tinggi, Kecamatan teupah Selatan, Kabupaten Simeulue. Instrument musik yang di gunakan untuk mengiring tari yaitu gendang sementara properti yang digunakan 8 (delapan ) helai tali nilon, untuk tata rias penari menggunakan bedak tabur secukupnya.
Makna yang terkandung dalam tarian langkir dehwer yakni berecerita tentang makna tata cara kehidupan bermasyarakat.Tarian ini di tampilkan pada acara pernikahan, khitanan dan acara adat lainnya.
Penyajian Gerak tari Langkir Dehwer
Persiapan awal, gerak Hormat awal, gerak bertepuk tangan, gerak berhadapan, berputar bersama pasangan, gerakan maju mundur, gerak dalam lingkaran , gerak menyimpul tali dan diakhiri gerak hormat sebagai penutup.

Amrizal
Desa Pasir Tinggi, Kecamatan Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue
---Dwi RestikaSinabang---RositaSinabang03/10/2022Seni TradisiKearifan Lokal
simeuluedisparbud@gmail.com
1084
28/10/2022 0:50:34
Diterima (silahkan lengkapi lampiran video)
Bahasa Sigulai(02) Masih bertahanAcehSimeulueBahasa Sigulai merupakan bahasa yang digunakan oleh 3 kecamatan di Kabupaten Simeulue: Alafan, Salang, dan Simeulue Barat, berikut contoh kata dan artinya
Ati – Atei Apa
Ate’ila Siapa
Tolawu Kenapa
Atayya Bagaimana
A’ué Di mana
Aumey‘i Ke mana
Aufuluyi Dari mana
Galofè Berapa
Gafai Kapan
Bambang SumarioDesa Alafan--------RositaSimeulue03/10/2022Bahasa Daerah
simeuluedisparbud@gmail.com
1085
28/10/2022 0:52:52
Diterima (silahkan lengkapi lampiran video)
Bahasa Devayan(01) Sedang berkembangAcehSimeulueBahasa Devayan adalah bahasa asli Simeulue dan dipakai sejak dari nenek moyang masyarakat simeulue itu sendiri.Namun bahasa tersebut hanya dipakai di sebagian daerah Simeulue saja.diantaranya Kecamatan Teupah Tengah,Teupah Selatan, Teupah Barat, Simeulue Tengah, Simeulue Cut
Contoh Bahasa Devayan dan Artinya
Ahing oh = abang saya
- Lumang oh = rumah saya
- Tidau oh = permintaan saya
- Aratong oh = milik saya
- Atang o = orang-orang saya
- Ayang o = ayah saya
- Ayanta = ayah kami
JurnaidinDesa Salur---Fitra WinandaDesa Kampung Aie---RositaSimeulue03/10/2022Bahasa Daerah
simeuluedisparbud@gmail.com
1120
11/11/2022 10:15:00
Diterima (silahkan lengkapi lampiran foto dan video)
Gedang Sagu(03) Sudah berkurangAcehAceh Singkil Gedah sagu merupakan salah satu makanan tradisional masyarakat etnis Singkil yang sudah turun temuru dan diperkirakan sudah sejak beratus tahun lalu. Sagu mrnjadi salah satu makanan pokok bagi masyarakat etnis Singkil.H. OlokDesa Rantau Gedang 24472085358785922amrulpb@gmail.com Amrul BadriDesa Teluk Rumbia24472085358785922amrulpb@gmail.com Kuliner Tradisionalamrulpb@gmail.com
1121
11/11/2022 16:28:40DiterimaMalam Boh gaca(02) Masih bertahanAcehAceh Barat
Gaca, inai, hinai, hinei, kacar, pacar, dan sebagainya adalah sebutan yang lazim digunakan untuk tumbuhan bernama latin Lawsonia Inermis. Banyak negara di dunia menggunakan tanaman ini sebagai bagian dari budaya hingga sebagai tanaman obat. Dikenal memiliki banyak khasiat, tumbuhan jenis perdu ini termasuk tanaman yang disukai orang untuk ditanam di pekarangan rumah.
Di Aceh Barat, tanaman ini merupakan bagian dari kelengkapan adat yang mengandung nilai filosofis. Keberadaannya tidak dapat diabaikan bahkan menjadi keharusan pada tradisi tertentu. Sebut saja pada upacara pernikahan, inai menjadi bahan utama tradisi boh gaca bagi pengantin menjelang hari pernikahannya. Dalam hal ini, inai merupakan subyek yang dianggap media pengantar pesan-pesan filosofis antar generasi.
Daun inai dipetik dari tangkainya, dibuang tulang daunnya lalu dihaluskan hingga lembut. Kemudian inai dipakaikan pada jari-jemari perempuan hingga kering. Dibasuh hingga lekang dan bersih, menyisakan warna merah menghias jari dan telapak tangan. Inai sejak dulu telah menjadi penghias. Akan tetapi ada banyak tahapan sebelum dan sesudah inai menempel di jari-jemari itu, ada adat yang dijaga, ada pesan yang perlu disampaikan lewat simbol dan ada ritual penting yang mengikuti.
Hal itu kini mulai berubah, masuknya inai-inai dalam kemasan menjanjikan efisiensi. Orang tidak perlu direpotkan dengan proses penyediaan ini, sementara hasilnya juga bisa melebihi ekspektasi. Varian warna yang lebih variatif, wujud inai yang lebih krimi bebas serat, tampaknya dengan mudah diterima oleh masyarakat. Mereka lupa, ketika ada tahapan yang dilangkahi, maka ada nilai budaya yang ikut menghilang.
Di Aceh Barat, Tradisi Boh Gaca masih dijalankan dengan baik. Kepedulian terhadap budaya warisan indatu kebanyakan masih dilaksanakan dengan baik bahkan pada masyarakat di Kota Meulaboh, ibukota Kabupaten Aceh Barat. Tradisi Boh gaca ini termasuk tradisi yang tidak bisa ditinggalkan kendati keluarga tidak menghendaki adat penuh atas alasan terbatasnya biaya atau kehadiran anggota keluarga.
Tradisi Boh Gaca adalah salah satu bagian dalam prosesi upacara adat perkawinan di Aceh Barat. Tradisi ini masuk dalam tahap menjelang prosesi akad nikah, Dara baro dipersiapan agar tampil cantik dan menawan disamping mengisi hati dan benak Dara baro dalam Hal-hal filosofis yang bermanfaat menyiapkan mental dara baro untuk menghadapi kehidupan berumah tangga.
Tradisi boh gaca tentunya bukan sekedar Tradisi untuk mempercantik dara baro, dengan mewarnai ujung-ujung jarinya. Lebih dari itu untuk memakai inai menjadi symbol kehidupan kedua bagi seorang perempuan, setelah di lahirkan sebagai seorang anak, kemudian ia “dilahirkan” menjadi seorang istri untuk mengemban tugas dan tanggung jawab yang berbeda.
Tradisi boh gaca ini biasanya di lakukan selama 3hari menjelang akad nikah, persisnya yaitu pada malam hari selama 3 malam berturut-turut, harus di pastikan bahwa jadwal malam berinai itu sudah di sampaikan kepada sanak keluarga, handai tulan dan jiran tetangga. Mereka biasanya berduyun-duyun akan hadir untuk membantu menyiapkan makanan dan minuman dan menyiapkan tempat acara.
Satu di antara yang paling penting untuk dipersiapkan adalah kelengkapan adat untuk prosesi boh gaca yang dihidangkan dalam dalong atau talam berkaki yang biasanya memang digunakan untuk prosesi upacara adat. Sekurang-kurangnya pemilik hajat diharuskan untuk menyediakan beberapa kelengkapan berupa:
1. Sebanyak 1 set perlengkapan peusijuek yang terdiri dari:
- Buleukat, sebentuk ketan kuning dilengkapi inti yang terbuat dari gula karamel dengan kelapa parut berwarna kecoklatan. Dalam adat Aceh Barat, buleukat ini merupakan hantaran dari saudara perempuan pihak ayah atau ibunya dara baro.
- Breuh padee, beras yang telah diwarnai dengan menggunakan kunyit
- Teupong Taweue, air tawar yang sudah diberi tepung dan wewangian
- Seikat dedaunan dan rerumputan; on sisikuek/on sidingen (sejenis daun cocor bebek), naleung sambo (jenis rerumputan), manek manoe (jenis dedaunan).
- Glok, kobokan untuk mencuci tangan bila diperlukan dan lap atau sapu tangan
2. Sebanyak 1 set perlengkapan boh gaca yang terdiri dari:
- Daun inai yang sudah dipupur atau dipetik dan dibuang tulang daunnya
- Inai yang sudah halus dan siap dipakai
- Batu giling inai
- 7 lapis kain; kain panjang dan sarung
- Glok, kobokan untuk mencuci tangan bila diperlukan dan lap atau sapu tangan
Setelah dara baro didandani dengan cantik, dara baro didudukkan di tempat duek sandeng (pelaminan pengantin) yang telah disiapkan untuk upacara boh gaca. Setelah semua anggota siap sedia, dimulailah acara peusijuek (tepung tawar); peusijuek bate dan peusijuek dara baro. Peusijuek bate dimulai dengan membaca doa dan harapan para orang tua untuk dara baro. Di langkah awal mengantar anak ke jenjang hidup berumah tangga tentu tidak mudah, orang tua tidak henti-hentinya mengiringi setiap langkah prosesi demi prosesi dengan doa, harapan dan nasehat yang terucap lewat tutur maupun terucap di dalam hati lalu terpancar dalam tindakan. Ini pula yang terjadi dalam prosesi boh gaca. Doa dan harapan tertumpah bersama percikan air dalam proses peusijuk bate, menabur beras hingga menitipkan ketan di salah satu sudut atau sela-sela batu.
Batu giling inai itu diletakkan di atas beberapa lapis kain berbagai jenis, ada sarung dan kain panjang. Hal ini juga merupakan simbol keluarga di mana dara baro selalu diingatkan bahwa sampai kapan pun ia tidak pernah akan terpisahkan dari keluarganya. Tidak hanya keluarga inti saja tetapi juga wali dan karong. Kemana pun ia kelak pergi bersama suaminya, ia tetap merupakan bagian dari keluarga ayah-ibunya.
Setelah prosesi yang khidmat itu berakhir baru kemudian para gadis merapat menyelesaikan tugas berinai selanjutnya. Dara baro direbahkan ke kasur, dipastikan posisinya sudah nyaman dengan tangan dan kaki direntang agar para gadis dapat memakaikan inai ke tangan dan kakinya dengan cara mengganjal bantal yang empuk di bawahnya. Selain beberapa orang yang bertugas menghias inai, yang lain meramaikan dengan juga memakai inai ke tangan masing-masing. Ada pula yang sibuk dengan makanan dan minuman yang dihidangkan, ada juga disibukkan dengan melayani makan dan minum dara baro bagaikan ratu sehari, ada juga yang membantu mengipasi dara baro agar merasa nyaman dan inai cepat mengering.
Tradisi Boh Gaca sebagaimana yang masih dilaksanakan di Aceh Barat ini merupakan aktivitas adat yang sakral, simbolik dan sarat makna. Keberadaannya membuat persiapan menuju upacara pernikahan menjadi begitu indah. Akan tetapi tantangannya menghadapi modernisasi membutuhkan upaya nyata untuk mempertahankan originalitas aktivitas budaya yang satu ini. Aceh Barat memiliki caranya sendiri untuk menginai dara baro, berbeda dari daerah lain dan layak untuk dipertahankan dan dilestarikan. Ketika tradisi ini dipertahankan, ada banyak nilai budaya yang ikut dipertahankan dan dilestarikan pula.
Pada zaman dahulu upacara memakai inai ini dilakukan oleh mempelai laki-laki dan juga perempuan. Akan tetapi sekarang ini hanya mempelai perempuan saja yang menggunakannya. Upacara Boh Gaca ini termasuk ke dalam upacara sakral saat pernikahan di Aceh Barat. Umumnya upacara ini dilakukan sekali seumur hidup, yaitu pada saat menjelang pernikahan. Upacara Boh Gaca sampai saat ini telah menjadi tradisi dan tetap diutamakan, karena masyarakat Aceh percaya bahwa Upacara Meugaca dapat memperkuat aura perempuan dan menambah kecantikan calon mempelai wanita dan kelak menguatkan suaminya saat menjalani kehidupan berumah tangga.
Naskah syair yang dibaca malam Boh Gaca:
Peusijuk bate bak malam phon
Lapek phon bewarna warni
Oreung yang di tuha peusijuk phon
Laju di puphon gileng oen gaca

Oen gaca digileng lapek di pinah si oen
Mangat troh kawom ikoet sereta
Gileng oen gaca ka di suson
Ikot meugabong peucukop gaca

Mak pot gaca na tujoh bak
Mak boeh bak tapak dara baroe ma
Gaca di boeh bak jaroe
Di peugot lage putro dara baroe ma

Dara baroe gantoe pakaian
Na inan sajan ngoen ngoen areta
Gaca di ukhei jaro ngon gaki
Mandum family ikut seureta
Ikut mendengar hiburan hikayat
Senang that hate bak guga
Mari geutanyo tajaga adat
Ka di peadat masa bak maja
Pesan Moral dalam upacara Boh Gaca antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai ajang meminta doa restu pada orang tua dan kerabat, malam boh gaca dihadiri oleh kerabat dekat dara baro, terutama saudara-saudara tua. Tradisi ini sekagus dijadikan momen meminta dan memberi doa restu agar kelak pernikahan dara baro berlangsung lancar.
2. Silaturahmi dengan keluarga besar, malam boh gaca juga digunakan sebagai bentuk undangan dan pengumuman kabar bahagia pada keluarga besar bahwa akan diselenggarakan pesta pernikahan. Keluarga dari ayah dan ibu dara baro berkumpul untuk mempererat tali silaturahmi.
3. Mendapat petuah tentang pernikahan dan rumah tangga, saudara tua yang hadir di malam boh gaca juga memberikan nasihat tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga kepada dara baro. Mereka yang sudah lebih dulu membina keluarga membagikan sedikit nasihat dan pengalamannya sebagai bekal mempelai.
4. Masa pingitan untuk mempelai wanita, jika mengikuti aturan aslinya, Malam Boh Gaca berlangsung 3-7 hari jelang akad nikah. Dara baro dilarang keluar rumah atau bertemu dengan linto baro (mempelai pria) selama beberapa hari tersebut. Masa pingitan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan demi keamanan dan keselamatan calon pengantin.
5. Menegaskan status dara baro, Malam Boh Gaca hanya berlaku untuk wanita yang akan menikah untuk pertama kalinya. Tradisi ini sekaligus menegaskan status dara baro di masyarakat dan keluarga besar kedua belah pihak.
Motifnya ukiran inai di Malam Boh Gaca yang biasa adalah motif bungong awan sion dan motif bungong awan meucanek, terkadang juga dimodifikasi dengan motif lainnya antara lain motif pinto aceh, cincin Nabi Sulaiman.
Rosmiani
Gampong Gampa Kecamatan Johan Pahlawan Kab. Aceh Barat
23615081377251882
kebudayaan.acehbarat@gmail.com
Kartika Eka Sari, SSTP, M.Si
Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Barat
236180811680131
kartikaes1982@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1JMm7GclEaGqYfQplDTH7Qaxd-DFurBD7, https://drive.google.com/open?id=14FUIwGMaEv0LXIuRMO5pb-2csGn0Kz3Z, https://drive.google.com/open?id=1aDtBq1OtVOY4w-eAxkhoo4j-K2qriy_i, https://drive.google.com/open?id=1Fc-oqul8DUWU3sMe_YkBXsNdMJY05IWt, https://drive.google.com/open?id=1-r2uEJGfx7iZb34iNcFrtNOOe3GPFG7c
https://drive.google.com/open?id=18XHruhtOQ4ieDS6rmCwtYFFvRhQG_m6L
kebudayaan.acehbarat@gmail.com
1122
14/11/2022 22:59:05
Diterima (silahkan lengkapi lampiran video)
Bahasa Aceh(02) Masih bertahanAcehSeluruh kabupaten/kota seprovinsi Aceh
Bahasa Aceh merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat di Provinsi Aceh di samping bahasa etnis lain. Dapat dikatakan bahwa 70% dari keseluruhan warga seprovinsi Aceh dapat bertutur dengan Bahasa Aceh. Penutur terbanyak tersebar di sepanjang pesisir Aceh Mulai dari Barat hingga ke Timur.

Tidak ada data yang pasti secara ilmiah dari mana Bahasa Aceh berasal. Ada yang menyebutkan bahwa Bahasa Aceh berasal dari Kerajaan Campa di Vietnam, ada yang berpendapat Bahasa Aceh merupakan percampuran bahasa dari Arab, dan sebagainya. Semuanya dikarenakan sebagian kosakatanya memiliki kesamaan dengan bahasa di negeri itu. Namun belum ada kesimpulan yang dapat diyakini tepat secara ilmiah. Yang pasti adalah bahwa Bahasa Aceh seperti yang masih bertahan sampai saat ini telah digunakan berabad-abad lamanya. Ketika Aceh berada pada puncak kejayaannya, Bahasa Aceh telah dipakai sebagai bahasa resmi kerajaan dan digunakan secara luas di masyarakat.

Sejak berabad-abad lalu Bahasa Aceh telah digunakan dalam karya sastra dan dunia literasi baik dalam aksara Arab Jawi maupun aksara latin. Bahkan karya-karya tersebut sampai popular di kerajaan-kerajaan lain di negara luar. Bahkan Kamus Bahasa Aceh pertama dihadirkan dengan terjemahan Bahasa Belanda pada tahun 1931.

Hingga saat ini Bahasa Aceh dipergunakan sehari-hari di tengah keluarga dan masyarakat baik dalam kegiatan formal maupun informal. Bahasa Aceh juga dipakai dalam pidato, khotbah atau ceramah agama. Penggunaan yang terasa menonjol adalah di pasar-pasar bahkan di perkantoran. Hanya di wilayah perkotaan penggunaan Bahasa Indonesia mulai dominan di area publik.

Contoh kalimat berbahasa Aceh:
- Golom jipajoh bu aneuk nyan (Anak itu belum makan nasi)
- Ureung nyan geutulong si Din (Orang itu ditolong oleh si Din)
- Kayee nyoe geukoh lee ureung nyan (Kayu ini dipotong oleh orang itu)
- Jeut neutulong cok siat ija nyan keu lon? (Bolehkah anda bantu ambilkan kain itu untuk saya?)

Bahasa Aceh secara geografis terbagi dalam 8 dialek yang dipengaruhi oleh kondisi alam dan bahasa lain di sekitarnya, yakni: (1) Dialek Aceh Rayeuk meliputi Banda Aceh dan Aceh Besar, (2) Dialek Pidie meliputi Pidie dan Pidie Jaya, (3) Dialek Peusangan meliputi Bireun, Lhokseumawe dan Aceh Utara, (4) Dialek Pasee meliputi sebagian Aceh Timur dan Aceh Utara, (5) Dialek Aceh Timur meliputi Aceh Timur, Langsa hingga Aceh Tamiang (6) Dialek Meulaboh meliputi Aceh Barat dan Aceh Jaya, (7) Dialek Seunagan meliputi Nagan Raya dan sekitarnya, (8) Dialek Daya meliputi Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, sebagian Aceh Singkil dan Subulussalam.

Dari sudut pandang Linguistik, Bahasa Aceh dianggap unik karena memiliki kekayaan fonologis, leksikal, struktural, dialek hingga kesusastraan. Apalagi dalam berbagai kajian tata bahasa kontekstual juga memiliki bentuk yang khas. Oleh sebab itu, Bahasa Aceh memerlukan perlindungan yang dapat ditindaklanjuti dalam upaya pelestarian yang memungkinkannya bertahan dan tetap berkembang di tanah rencong, bumi serambi mekkah ini.
Syeh Medya Hus Lambaro - Aceh Besar2337108116887642
essihermaliza@gmail.com
Essi HermalizaBanda Aceh23127081360771122
essihermaliza@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1Gj2WeokMhJ6qdMOvVOkj5GwUK6g7W_qi, https://drive.google.com/open?id=1w6exUxaba0Mv-JX4rXlDvQeMyvsRwhGj, https://drive.google.com/open?id=1BAnlp0P5sZhswCKb5wON0QXn9r6xjlFuBahasa Daerah
essihermaliza@gmail.com
1123
14/11/2022 23:09:18
Diterima (silahkan lengkapi lampiran video)
Bahasa Gayo(02) Masih bertahanAceh
Seluruh kabupaten/kota di Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh, meliputi Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, sebagian Aceh Tenggara serta beberapa desa di Aceh Timur dan Aceh Tamiang
Bahasa Gayo adalah bahasa kebanggaan masyarakat di dataran tinggi Gayo sebagai alat komunikasi sesame masyarakat etnis Gayo. Etnis Gayo mendiami dataran tinggi yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, sebagian masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Timur dan Aceh Tamiang.

Orang Gayo, baik dalam keluarga, di kantor, di tempat-tempat umum, acara resmi maupun di luar daerah, selalu menggunakan Bahasa Gayo. Begitu juga dalam khotbah-khotbah Jumat, pidato, dakwah dan sebagainya mempergunakan Bahasa Gayo. Tentunya, sepanjang pendengarnya adalah Orang Gayo atau minimal memahami Bahasa Gayo. Untuk upacara adat dan sudah nyaris pasti menggunakan Bahasa Gayo sebagai bahasa pengantarnya.

Gayo merupakan etnis yang sangat mencintai seni, sehingga ada banyak kesenian yang diiringi syair berbahasa Gayo semisal Saman, Didong, Sebuku, Guel dan sebagainya. Tradisi lisan juga berkembang dengan baik di Gayo, hal ini memungkinkan Bahasa Gayo terangkai dengan indah seperti seni. Hal-hal seperti ini pula yang selama ini menguatkan kelestarian Bahasa Gayo di “rumah”nya sendiri.

Orang Gayo meyakini bahwa Bahasa Gayo sudah digunakan sejak lama, bahkan sebelum Kerajaan Linge yang berdiri pada tahun 1305 Masehi yang dipimpin oleh Adi Genali sebagai Raja Linge I. Raja Linge inilah yang berhasil merumuskan konstitusi Kerajaan Linge yang dituangkan dalam 45 Pasal Edet Negeri Linge dan menjalankan sistem pemerintahan yang hingga sekarang dikenal dengan istilah Sarak Opat dengan pembagian kekuasaan yang sangat jelas antara eksekutif, yudikatif dan legislatif melalui lembaga Reje, Petue, Imem dan rayat.

Bahasa Gayo memiliki beberapa dialek: (1) Gayo Lues, (2) Gayo Kalul, (3) Gayo Lukup/Serbejadi, (4) Gayo Deret (5) Gayo Lut yang terbagi lagi menjadi Dialek Bukit dan Chik.

Contoh kalimat berbahasa Gayo:
- Ama munalu abang, abang italu ine (Ayah memanggil abang, abang dipanggil ibu)
- Ceh oya galak bedidong (syeh itu suka berseni didong)
- We tengah mangan, ulu e petungkuk (dia sedang makan, kepalanya menunduk)
- Aku kemel ku one (aku malu pergi ke sana)
- Ama i empus, empus e tulu (ayah sedang di kebun, kebunnya di sana)
- Ine lakorom aka kurumah (ibu pulang ke rumah bersama kakak)

Bila bahasa adalah bukti sebuah peradaban, maka fakta tentang Bahasa Gayo ini menunjukkan bahwa peradaban hidup keberadaan masyarakat Gayo yang telah hidup di pegunungan tanah Gayo ini memang benar sudah ada sejak masa Sebelum Masehi.

Dokumen-dokumen sejarah menunjukkan Bahasa Gayo dapat dituliskan dengan aksara Arab atau Jawi Kuno dan dapat pula dituliskan dengan aksara latin.
Pak JoniTakengon - Aceh Tengah24517085292965966
essihermaliza@gmail.com
Essi HermalizaBanda Aceh23123081360771122
essihermaliza@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=106jY951ogfbG84mvx_qj94f9bBibZPYy, https://drive.google.com/open?id=11wdevEi2pe3Pv4eXkhbI9WZsXuUZP4v-, https://drive.google.com/open?id=1S0rQAfrw5X4HOHvmj6u4UJtlEdDi72BRBahasa Daerah
essihermaliza@gmail.com
1129
29/11/2022 20:44:30
Diterima (silahkan lengkapi lampiran video)
Hiem(03) Sudah berkurangAcehSeluruh kabupaten/kota seprovinsi Aceh
Hiem secara umum dapat dipahami sebagai teka-teki. Hiem merupakan salah satu tradisi lisan yang di masa lalu sangat membumi di Aceh, tapi sekarang dia berjalan sebelah kaki atau istilahnya meuchen-chen dalam Bahasa Aceh, kadang-kadang reubah, beudoh lee lhom (kadang-kadang jatuh, bangkit lagi), antara hidup dan mati.
Hiem adalah salah satu wujud tradisi lisan khas Aceh berupa seni adu pikir. Hiem hampir mirip seperti teka-teki, namun dalam budaya Aceh, hiem memiliki aturan seperti pantun atau dalam budaya meuhiem dikenal istilah bahasa meuhantok, yaitu bahasa yang saling beradu, ber-sajak dan ber-rima. Mari simak contoh berikut ini:

koh lipah pula lipah
pucôk jih reubah u dalam paya
meunyoë hiem nyoë neupeuglah
jadéh meunikah geutanyoë dua
Tebang nipah tanam nipah
Pucuknya rebah ke dalam kolam
Kalau teka-teki ini bisa kanda jawab
Jadilah kita menikah berdua

Ta ek u gle koh bak jeumeureu
keudeh tasadeu bak kaye raya
blet kilat khum geulanteu
kabeh meusiseu dalam blang raya
Naik ke gunung tebang pohon jeumeureu
Di sana tersandar kayu yang besar
Berkelip kilat berdegum Guntur
Berserakan semua ke seluruh sawah

bak tajak-jak meuteumei situek
bak ta duek-duek cob keu tima
phop le dichen phop le di duek
nyang keuh cangguek musem keanoeng sa
Sambil berjalan-jalan mendapatkan situek
Sambil duduk-duduk dijahit menjadi timba
Phop dia melompat phop dia duduk
Itulah Kodok di musim hujan

Demikianlah seni bermain hiem, teka-teki disampaikan dengan urutan menantang dan membuat lawan tertarik menerima tantangan. Pertanyaan dibuat sedemikian rumit dalam wujud majas yang berkias. Di sinilah keindahan hiem dibuka. Contoh di atas menujukkan bentuk tantangan di bait pertama, lalu pertanyaan di bait kedua. Bila lawan tertarik dengan tantangannya maka ia akan lanjut memperhatikan bait lanjutannya. Di bait kedua, penanya memberi petunjuk dengan pohon dan tanda-tanda-tanda hujan. Sedangkan bait ketiga merupakan jawaban atas pertanyaan penantang. Dapat diperhatikan bahwa setiap baris dilengkapi bahasa meuhantok, dilengkapi dengan sajak dan rima sehingga Ketika disampaikan terasa indah didengarkan.

Permainan ini dapat dimainkan seluruh umur, dari anak-anak hingga kakek-kakek. Hiem merupakan tradisi yang bernilai tinggi. Hiem tidak muncul dengan sendirinya, melainkan hasil dari sebuah proses penciptaan oleh para cerdik pandai di masa lalu. Banyak pihak meyakini bahwa permainan olah pikir ini mampu mengasah kemampuan berpikir kritis. Sebuah hiem diciptakan dengan metafora yang menyimpan fakta sebenarnya dengan mengekspos pembanding. Berikut salah satu contoh hiem sejuta umat yang hampir setiap ureung Aceh pernah mendengar dan memainkannya:
Bak sibak ôn siôn
Meuribèe thôn han jitem mala
Batangnya sebatang daunnya selembar
Beribu tahun tak akan layu

Metafora adalah kiasan yang mengungkapkan ekspresi langsung dalam bentuk perbandingan analogis, penggunaan kata atau kelompok kata bukan arti sebenarnya. Inilah yang menjadi pondasi pemahaman dalam membangun hiem. Membuat hiem itu terdiri dari tiga Langkah: pertama, menentukan objek yang menjadi fokus hiem yang sekaligus menjadi jawaban; kedua, menginventarisir sifat, bentuk atau wujud benda yang unik dari objek dimaksud; ketiga, mencari metafora yang tepat untuk keunikan yang ditemukan. Metafora itulah yang terangkum dalam kalimat dengan pilihan kata yang baik.
Kalimat bergaya metafora itu diramu bersama sajak dan rima yang kebanyakan orang mengistilahkan dengan kata berkias. Mari simak contoh hiem bertema arsitektur berikut ini:
Na saboh cicem jipoe u Jeddah
Gaki jih namblah sayeup jih dua
Soe nyang ceudah
Ci peuglah hiem nyoe wahee syedara

Ada seekor burung terbang ke Jeddah
Kakinya enambelas sayapnya dua
Siapa yang cantik
Coba selesaikan hiem ini wahai saudara

Hiem di atas merupakan salah satu hiem dengan kiasan bernilai fungsi pendidikan. Jawaban hiem ini adalah rumoh Aceh. Seekor burung merupakan metafora dari pesawat terbang yang mampu terbang jauh hingga ke Jeddah. Mengapa ke Jeddah? Karena itu adalah negeri jauh yang sakral dan diimpikan oleh masyarakat Aceh yang umumnya adalah muslim. Orang Aceh memimpikan diri berangkat haji ke Baitullah. Paling penting dari clue hiem tersebut yaitu arah rumah Aceh yang selalu menghadap kiblat. Kakinya enambelas dianalogikan sebagai tiang rumah Aceh yang terdiri dari enam belas tiang. Sayapnya dua yaitu sayap rumah yang memiliki serambi kiri dan kanan. Lalu menggunakan cantik untuk menantang lawan, ini bukan berarti bahwa lawan bermain hiem adalah perempuan, akan tetapi lebih cenderung dikarenakan rumah adalah area penguasaan kaum perempuan.
Ada banyak sekali hiem yang sudah tercipta lintas zaman tersampaikan dari generasi ke generasi. Namun jumlahnya tentu semakin berkurang dari masa ke masa. Ada yang bertahan namun banyak pula yang meghilang dari ingatan kolektif masyarakat seiring dengan menghilangnya objek yang di-hiem-kan. Contoh hiem yang kemungkinan akan benar-benar hilang yaitu:
Nyoe pat na hiem bak lon saboh
Tapham beujroh taboeh makna
Bak jih sibak on jih saboh
Han tom soe koh siumue masa

Ini ada hiem satu dari saya
Pahami dengan baik berikan makna
Batangnya satu daunnya satu
Tak pernah ada yang tebang seumur masa

Jawabannya adalah langai (alat tradisional untuk membajak sawah). Ketika langai ini tidak lagi digunakan, generasi muda menjadi tidak mengenal objek ini berganti dengan traktor, maka dengan sendirinya hiem ini berpotensi hilang selamanya.
Bila perbendaharaan hiem punya potensi hilang, maka sebaliknya hiem juga berpotensi untuk diciptakan dalam konteks kekinian. Di era modern seperti sekarang ini ada banyak objek yang muncul dengan perubahan yang sangat cepat. Dalam pelaksanaan kegiatan Kontes Hiem Virtual yang ditayangkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh secara langsung melalui kanal youtube, beberapa peserta mengajukan hiem yang baru diciptakan dalam konteks kekinian. Berikut beberapa di antaranya:
Ulee na jaroe gaki tan
Tamat bak takue ho tabahue
Watee tai’em teuiem
Watee tadhoet jidheut balek
Cukop that ceureudek buatan manusia

Kepala ada kaki tiada
Pegang di leher kemana pun ditarik
Ketika kita diam dia diam
Ketika diteriaki dia balas berteriak
Cukup cerdik buatan manusia

Jawabannya: Microphone atau pengeras suara

Hiem adalah permainan olah pikir warisan indatu yang seyogyanya kita pertahankan dan lestarikan untuk diteruskan kepada setiap generasi. Sepakat, hiem ternyata dapat membantu menanamkan kebiasaan berpikir kritis untuk belajar mendeskripsikan, mempertahankan pendapat, menjunjung sportifitas serta menjalin hubungan sosial dengan baik. Sayang sekali bila kekayaan budaya yang menyasar kecerdasan berpikir ini dibiarkan hilang begitu saja.
Nek MinJantho, Aceh Besar23123085277013286
essihermaliza@gmail.com
Essi Hermaliza
JL. Teratai I No. 2 Gampong Lampulo Banda Aceh
23127081360771122
essihermaliza@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1YXAI1q0blD1NHTxFcQqi2Lek1Xenm9Do, https://drive.google.com/open?id=1HA-ujWjXWR55bEn38BCK-xK8GN2cw6s0, https://drive.google.com/open?id=1mnkFwnJEDpPdBecZivT_I7zRWe-txd7N, https://drive.google.com/open?id=1FWke2W817JZGrWYD0h3cRdQbZpLLTMdI, https://drive.google.com/open?id=1JV25w7rn2VHFmzrQe_dUXOxSMNgejTID
Permainan Tradisional
essihermaliza@gmail.com
1138
08/12/2022 12:42:03DiterimaBahasa Kluet(02) Masih bertahanAceh
Seluruh Kecamatan Kluet Tengah dan Kluet Timur, sebagian Kecamatan Kluet Utara dan Kecamatan Kluet Selatan, Kabupaten Aceh Selatan
Bahasa Kluet merupakan bahasa ibu bagi masyarakat yang mendiami daerah Kecamatan Kluet Timur dan Kluet Tengah serta sebagaian masyarakat di Kecamatan Kluet Utara dan Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan. Masyarakat etnis Kluet di Kluet Timur dan Kluet Tengah 100% masih menggunakan Bahasa Kluet dalam dalam keluarga dan aktivitas kehidupan sehari-hari, di Kluet Utara 50% berbahasa Aceh dan 50% lainnya berbahasa Kluet, sedangkan Kluet Selatan 50% berbahasa Jamee, 25% berbahasa Aceh dan 25% berbahasa Kluet. Ketiganya menjadi bahasa yang tetap menyatukan ketiga etnis tersebut. Hal ini dapat dengan nyata dilihat pada hari pekan, ketiga bahasa digunakan dan mereka saling memahami ketiga bahasa tersebut. Pada umumnya masyarakat se-Kluet Raya (istilah yang digunakan masyarakat di 4 Kecamatan dimaksud ditambah Kecamatan Pasie Raja) menguasai 3 bahasa sekaligus karena mereka semua bertumbuh dengan masyarakat dengan 3 bahasa.

Menurut cerita yang berkembang secara turun-temurun di tengah masyarakat Kluet/Kluwat, Bahasa Kluet sudah ada sejak bangsa Kluet itu ada. Diyakini bahwa Bangsa Kluet sudah ada sejak abad ke-13 Masehi. Diceritakan bahwa dahulu Tanoh Kluwat terbentang mulai dari Gunung Kapur berbatasan dengan wilayah Kerajaan Trumon sampai ke Gunung Tangga Besi wilayah Tapaktuan. Zaman itu disebutkan sebagai zaman Kejrun Naib Amansyah sampai dengan Kejrun Merah Adam. Artinya, Kluet memiliki wilayah pesisir dengan lautnya yang menjadi pintu masuk dan berinteraksi dengan masyarakat dari daerah lain.

Berbagai hal terjadi, interaksi yang mempengaruhi bahasa, menerima tamu dengan berbagai latar bahasa, membentuk bahasa Kluet menjadi bahasa yang ada hingga sekarang. Di antara bahasa yang memberi pengaruh terhadap Bahasa Kluet yaitu: (1) Bahasa Minangkabau yang hadir bersama ulama dari Pasai dalam rangka penyebaran Islam bernama Imam Geureudong (orang Kluet menyebutnya Imam Gerdong), (2) Pendatang dari Kerajaan Linge (orang Kluet menyebut Tanah Lingga, Dataran Tinggi Gayo) yang masuk melalui Hutan Leuser di hulu sungai Kluet, (3) Pendatang dari Tanah Karo (sekarang Sumatera Utara), (4) lainnya: Aceh, Batak dan Melayu. Itulah sebabnya beberapa kosakata Bahasa Kluet terdengar serupa dengan kosakata bahasa etnis Gayo dan Karo.

Eksistensi Kerajaan Kluet yang tercatat begitu panjang pada abad ke-14 hingga abad ke-16 juga menunjukkan bahwa Bahasa Kluet memang sudah eksis menjadi bahasa resmi kerajaan Kluet seterusnya sampai saat ini. Meskipun wilayah persebarannya terbilang tidak luas secara administrasi, namun sebenarnya jumlah konsentarsi penduduk wilayah ini cukup tinggi dibanding kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Aceh Selatan.

Contoh kalimat berbahasa Kluet:
1. Belanda yang nggou menguasoi Tanoh Keluwat poli ngeluh masyarakat Aceh makin menderito. Apolagi penduduk yang tading di kampung-kampung yang nadak piyuh-piyuh diperas marsose-marsose Belando. Di Kluet Selatan, tepatno di Kampung Sapik, lot bekas yang nyadi bukti sejarah kehebatan ngengudo kampung ngelawan penjaja Belando
2. Bang nalot, rumah nyadi taruhanno. Keadaan begei idi mbulan-bulan nekahno.

Terjemahannya:
1. Belanda yang telah menguasai Tanah Aceh membuat kehidupan masyarakat Aceh semakin menderita, apalagi penduduk yang berada di pedalaman terus diperas oleh marsose-marsose Belanda. Di Kluet Selatan, tepatnya di Gampong Sapik, ada sebuah tempat yang menjadi sejarah keperkasaan pemuda-pemuda gampong melawan penjajah Belanda.
2. Taka da harta, rumah pun dipertaruhkan. Keadaan buruk ini terus bertahan berbulan-bulan lamanya.
Masyarakat Kluet di 5 Kecamatan Kluet Raya
Kecamatan Kluet Tengah, Kluet Timur, Kluet Utara, Kluet Selatan dan Pasie Raja
231xx081360771122
essihermaliza@gmail.com
Essi Hermaliza
JL. Teratai I No.2 Gampong Lampulo Banda Aceh
23123081360771122
essihermaliza@gmail.com
https://drive.google.com/open?id=1rttwDz5xHabFyj6RrNLQZky0RMrx5JzV, https://drive.google.com/open?id=1ejWN19PX0Gkgd2NT3M4YZyfUkT4G-PfQ, https://drive.google.com/open?id=16u5mpUr69Z2O-JTRfr3E_umeCCHs8xjW, https://drive.google.com/open?id=1gtBnLuCjngpJNbr3N3C91x1fpInzKR1g
Bahasa Daerah
essihermaliza@gmail.com
1277
1278
1279
1280
1281
1282
1283
1284
1285
1286
1287
1288
1289
1290
1291
1292
1293
1294
1295
1296
1297
1298
1299
1300
1301
1302
1303
1304
1305
1306
1307
1308
1309
1310
1311
1312
1313
1314
1315
1316
1317
1318
1319
1320
1321
1322
1323
1324
1325
1326
1327
1328
1329
1330
1331
1332
1333
1334
1335
1336
1337
1338
1339