PENELITIAN ILMIAH
Peran Guru dalam dunia pendidikan dan pelatihan tidak hanya terbatas pada kemampuan dalam proses pembelajaran/transfer knowledge di dalam kelas tetapi juga kemampuan sebagai seorang peneliti. Peneliti disini dimaksudkan seorang guru harus mampu membuat tulisan ilmiah baik dari hasil penelitian ataupun tulisan ilmiah umum.
Kemampuan untuk menulis tidak datang dengan sendirinya, perlu adanya sumber untuk dapat dijadikan sebagai suatu tulisan. Apalagi kalau tulisan yang dibuat merupakan tulisan ilmiah, maka harus menggunakan kaidah – kaidah atau aturan – aturan sesuai dengan sistematika yang berlaku.
Demikian pula kalau tulisan yang dibuat merupakan tulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian, maka seseorang harus mampu terlebih dahulu mengenal sifat dan format umum penelitian.
Juga tentang tahapan umum dalam penelitian, sehingga dalam melakukan suatu penelitian seseorang tahu apa yang harus dilakukan dari awal sampai akhir, dan penggunaan metode yang digunakan supaya lebih efektif dan akurat.
Pengertian Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan pengkajian terhadap suatu permasalahan yang dilakukan berdasarkan metode ilmiah yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dari hal yang dipermasalahkan.
Untuk membuat suatu laporan penelitian, langkah – langkah yang harus dilakukan adalah :
Pengembangan dapat berupa perancangan, perencanaan atau rekayasa yang dilakukan berdasarkan metode berpikir ilmiah guna memecahkan permasalahan yang nyata terjadi sehingga bentuknya berupa pengetahuan ilmiah atau tekhnologi yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
Langkah kerja untuk melakukan pengembangan adalah :
Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang diperoleh melalui tata cara tertentu berdasar pada metode berpikir ilmiah.
Survey adalah pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang jelas dan abik terhadap suatu persoalan tertentu dan dalam suatu daerah tertentu. Selanjutnya penelitian survey merupakan penelitian yang mengumpulkan informasi dari sample dengan menanyakan melalui angket atau interview agar nantinya menggambarkan sebagai aspek dari populasi.
Karakteristik :
“ Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara ilmiah dalam suatu bidang tertentu, untuk mendapatkan fakta – fakta atau prinsip – prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan menaikkan tingkat ilmu serta teknologi ”
Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis juga biasa disebut sebagai manfaat akademis. Manfaat teoritis adalah manfaat yang dapat membantu kita untuk lebih memahami suatu konsep atau teori dalam suatu disiplin ilmu.
Dalam ilmu manajemen, misalnya, pemahaman terhadap konsep motivasi pegawai. Begitu pula yang terjadi disiplin ilmu lain seperti ekonomi, sejarah, biologi, fisika, dan lain – lain.
Manfaat praktis adalah manfaat yang bersifat terapan dan dapat segera digunakan untuk keperluan praktis seperti memecahkan suatu masalah, membuat keputusan, atau memperbaiki suatu program yang sedang berjalan.
“Memperbaiki sistem perbankan nasional” adalh suatu manfaat praktis yang dapat diberlakukan secara makro di tingkat negara
Contoh 1
Manfaat Akademis / Teoritis
Dengan penelitian ini, kita harapkan pemahaman kita terhadap perbedaan antara metode algoritmik dan metode gabungan algo-heuristik, dalam konteks pengajaran bahasa semakin baik. Sejauh ini, tidak banyak studi eksperimental untuk menguji validitas berbagai metode ini di Indonesia. Penelitian ini diharapkan akan mampu mengisi kekosongan pemahaman teoritis dalam bidang ini.
Contoh 2
Manfaat Praktis
Dari penelitian ini, kita harapkan beberapa rekomendasi solusi terhadap kesulitan yang dihadapi Ditjen Pajak dalam peningkatan penerimaan pajak dapat diketemukan. Paling tidak, studi ini akan diharapkan maupun menjelaskan alasan – alasan praktis yang menjadi penghalang (constraints) ditjen pajak dalam peningkatan penerimaan pajak.
sebagai seorang guru, dalam kaitannya dengan tugas dan fungsinya tatap muka dalam kelas, pendalaman isi materi dari spesialisasi yang diajarkannya merupakan hal yang paling prinsip bagi seorang guru.
Guru harus mampu melakukan inovasi – inovasi yang berkaitan dengan spesialisasinya dan utamanya bahan ajar yang digunakan jangan sampai menggunakan data – data yang sudah tidak akurat lagi. Untuk itu seorang guru harus banyak membaca dan mencari referensi – referensi yang dapat menambah kemasan dari spesialisasi dan bahan ajar yang disampaikan.
Selain kaitannya dengan tatap muka seorang guru dituntut untuk mampu mengembangkan wawasannya, mampu melakukan kajian, penelitian, serta mampu membuat tulisan ilmiah di berbagai media massa baik di koran maupun di buletin – buletin.
Hal ini tentunya mempunyai arti tersendiri bagi pengembangan jenjang kariernya. Dalam artian sebagai seorang guru tidak hanya melakukan tatap muka di depan kelas melainkan juga harus mampu untuk mengembangkan wawasan bagi dirinya, serta melakukan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan penelitian lapangan maupun studi pustaka.
Penulisan karya tulis ilmiah akan memberikan nilai tambah yang cukup tinggi. Karena angka kredit untuk karya tulis ilmiah cukup tinggi.
Jenis - jenis Penelitian
Suatu penelitian selalu bertolak dari suatu teori atau hasil penemuan atau kesimpulan dari suatu hasil penemuan yang bersifat umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mengintegrasikan metode deduktif dan induktif akan memperoleh hasil yang lebih maksimal.
Penelitian menggambarkan suatu penelitian bertolak dari perumusan masalah yang digali dari khasanah pengetahuan ilmiah untuk menyusun kerangka berfikir dengan menggunakan cara deduksi/koherensi,
Untuk merumuskan hipotesa, kemudian hipotesa ini secara induksi/korespondensi dilakukan pengujian hipotesa, jika hipotesa diterima secara pragmatis maka hasil penelitian kita dapat merupakan hasil generalisasi baru yang akan menambah khasanah pengetahuan ilmiah yang baru.
Dalam melakukan penelitian seseorang dituntut untuk mengetahui dan menerapkan ciri – ciri atau prinsip – prinsip seperti berikut :
inilah langkah yang sangat penting yang harus dilakukan oleh seorang peneliti. Dilangkah inilah peneliti harus dapat harus dapat menyakinkan dirinya sendiri dan orang – orang lain bahwa apa yang akan ditelitinya nanti benar – benar penting dan memang mendesak dilakukan.
Disini, peneliti harus mampu menyentakkan kesadaran pembaca, bahwa apa yang akan ditelitinya ini benar – benar suatu keharusan, bukan sekedar kegiatan rutin atau iseng yang jika pun diabaikan tidak akan ada yang perduli.
Bagaimana caranya agar latar belakang penelitian kita benar – benar “solid” dan menyakinkan? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
Siapapun tidak akan tertarik pada sesuatu yang klise dan telah berulang kali dilakukan orang. Sesuatu yang baru memang bersifat relatif. Apa yang baru bagi seseorang mungkin sama sekali tidak baru bagi orang lain. Tetapi peneliti harus berusaha menemukan sesuatu yang baru dan orisinal sesuai dengan kemampuannya.
Untuk itu, peneliti setidak – tidaknya harus mengkaji penelitian apa saja yang sejenis, yang mirip dengan topik penelitiannya, yang telah pernah dilakukan orang. Dengan demikian, ia akan tahu, dari segi apa ia akan meneliti topik itu. Kalaupun ia terpaksa mengulangi suatu penelitian yang pernah dilakukan orang lain, ia setidaknya menyadari keberadaan penelitian ini, dan menjelaskan di latar belakang penelitian.
Dalam hal ini, peneliti tidak boleh bersifat naif dan berpretensi bahwa topiknya adalah amat baru, dan belum ada seorang peneneliti pun yang pernah menelitinya. Kata pepatah : apa yang baru di kolong langit ini? Apa yang tidak pernah dipikirkan umat manusia? Pepatah ini benar.
Tetapi peneliti tidak boleh kehilangan akal untuk menemukan sesuatu yang baru dan orisinil perihal topik yang ditelitinya. Tanpa ciri “novelty” atau kebaruan ini maka latar belakang kita pasti akan klise dan membosankan.
Dalam latar belakang, hindari pernyataan – pernyataan umum yang secara “common sense” sebagian pembaca sudah tahu. Peneliti boleh memulai dari penjelasan umum tentang sesuatu, tetapi kunci utamanya bukan pada penjelasan umum ini. Kunci utamanya terletak pada tingkat kespesifikan penjelasan anda.
Misalnya, jangan berhenti dan puas dengan pernyataan umum bahwa “penarikan pajak di tanah air ini belum memuaskan”. Tetapi cobalah untuk lebih spesifik dengan mengatakan “ penarikan pajak di Kabupaten Dati 11 Tangerang selama ini tidak memuaskan karena beberapa alasan, antara lain hal ini disebabkan oleh metode penetapan pajak yang diterapkan selama ini terkesan tidak sistematik dan rasional”.
Kecuali dalam penelitian kualitatif, hampir semua penelitian kuantitatif mengkaji sesuatu yang relatif sempit dan spesifik. Karakter spesifik inilah yang harus nampak jelas di bagian latar belakang.
Latar belakang penelitian kita akan menjadi lebih menyakinkan bila dilengkapi dengan data – data atau bukti – bukti. Pernyataan umum dan kualitatif tentu diperlukan.
Tetapi suatu klaim umum dan kualitatif tentang sesuatu akan menjadi hambar tanpa didukung data yang kuat. Lebih dari itu, klaim tanpa data atau bukti akan menjurus ke arah retorika kosong yang tidak berbobot ilmiah sama sekali.
Dengan demikian, seorang peneliti sebenarnya sudah melakukan penelitian untuk mengumpulkan data, yang akan digunakannya untuk keperluan penulisan latar belakang masalah ini. Penelitian awal seperti ini dalam bahasa inggris disebut “Preliminary research” (riset pendahuluan).
Hasil dari riset pendahuluan ini adalah data – data pendahuluan yang dapat dijadikan bahan inspirasi bagi peneliti untuk “mempersempit” permasalahan penelitiannya. Permasalahan penelitian yang sudah terfokus dan didukung data inilah yang seharusnya ditulis di bagian latar belakang penelitian.
Bahasa yang digunakan dalam penelitian ilmiah adalah bahasa yang langsung, “to the point” atau lugas. Tidak perlu ada kalimat – kalimat yang berbunga – bunga dan “non – sense” di dalam penelitian kita.
Untuk itu, peneliti harus ingat, latar belakang permasalahan penelitian “hanyalah” sebuah latar belakang saja. Ia bukanlah permasalahan itu sendiri. Tetapi justru karena itu, maka latar belakang ini diusahakan harus sesingkat mungkin, dan terhindar dari basa – basi yang tidak berhubungan langsung dengan permasalahan penelitian.
Banyak peneliti pemula yang bertele – tele pada bagian ini. Mereka mengutip, misalnya, dokumen – dokumen penting seperti GBHN atau pidato Presiden. Tetapi kutipan – kutipan ini menjadi absurd dan mengada – ada karena tidak ada kaitan langsung dengan permasalahan penelitian. Kutipan – kutipan ini akhirnya hanya menjadi basa – basi politis yang klise dan membosankan.
Pokok permasalahan merupakan inti masalah yang akan di teliti oleh peneliti. Karena itu, pokok permasalahan harus bersifat ringkas, jelas, dan mempunyai ruang lingkup yang spesifik.
Untuk itu, pokok permasalahan yang baik harus memenuhi beberapa syarat yaitu
Sering kali kita dikejutkan suatu rumusan suatu pokok permasalahan penelitian yang seolah – olah “jatuh dari langit”. Pokok permasalahan ini tiba – tiba saja ada, tanpa ada kejelasan keterkaitannya dengan latar belakang permasalahan.
Tentu saja kalau dicari – cari keterkaitannya, selalu ada. Tetapi penjelasan – penjelasan yang begitu umum dan sumir, dan pernyataan pokok permasalahan yang begitu “tiba – tiba muncul” membuat kita bertanya – tanya, mengapa latar belakang ini tidak terkait langsung dengan pokok permasalahan? Peneliti harus menghindari kesalahan seperti ini.
Pokok permasalahan harus dipandang sebagai “konsekwensi logis” yang timbul dari latar belakang permasalahan. Pokok permasalahan adalah semacam “akibat” dari suatu “sebab” yang dijelaskan di latarbelakang masalah.
Peneliti tidak boleh memaksa pembaca untuk percaya bahwa inilah pokok permasalahan penelitiannya, tanpa mendukungnya dengan data dan penjelasan yang rasional dan proposional di latarbelakang permasalahan penelitian.
Di latar belakang permasalahan penelitian, peneliti harus berusaha agar apa yang akan ditelitinya telah bersifat spesifik dan terfokus. Dalam penjelasan pokok permasalahan penelitian, peneliti dituntut untuk lebih spesifik dan terfokus, serta menjelaskan apa yang akan ditelitinya.
Dan apa yang tidak termasuk objek penelitiannya. Apa yang termasuk (within) dan apa yang tidak termasuk (without) inilah yang akan melahirkan “garis ruang lingkup penelitian”.
Dalam hal ini, akan lebih jelas dan lebih baik lagi bila peneliti menjelaskan alasan, mengapa hal tertentu akan diteliti, dan hal lain meskipun berhubungan tidak diteliti.
Hal ini akan menegaskan bahwa peneliti sebenarnya sadar bahwa banyak hal bisa diteliti. Tetapi sengaja membatasi permasalahannya, karena alasan – alasan tertentu.
Meskipun pada bagian lain peneliti mungkin akan memberikan definisi yang lebih pasti dan lebih operasional terhadap konsep – konsep atau variabel yang akan ditelitinya, tetapi pada tahap ini peneliti harus mulai memberi penjelasan eksplisit tentang konsep dan variabel yang ditelitinya.
Pada tahap ini, peneliti harus sudah tahu “apa” yang akan ditelitinya, dan bukan sekedar tahu apa yang (secara umum) menggangu pikirannya. Karena itu, pada bagian ,“ pokok permasalahan” ini seringkali peneliti mengakhiri penjelasannya dengan menyodorkan suatu pertanyaan atau sesuatu pernyataan yang berisi “pokok permasalahan” yang ditelitinya.
Pertanyaan atau pernyataan ini bukanlah suatu keharusan, tetapi bila diberikan akan sangat berguna bagi pembaca untuk memahami pokok permasalahan penelitian dalam bahasa yang amat singkat dan spesifik.
CONTOH 2�POKOK PERMASALAHAN PENELITIAN
Pokok Permasalahan
Dari penjelasan di Latar Belakang, nampaknya terdapat hubungan_antara tingkat pendidikan para akseptor KB dengan kecepatan penerimaan informasi tentang penggunaan alat – alat kontrasepsi. Tetapi nampak pula bahwa latarbelakang sosial ekonomi para akseptor juga ikut berpengaruh.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada pola hubungan antara tingkat pemahaman (kognitif) para calon akseptor KB terhadap alat – alat kontrasepsi, dengan format penyampaian informasi (“delivery system”) yang digunakan oleh para staf KB yang menyampaikan informasi. Apa yang dimaksud dengan tingkat pemahaman disini dibatasi pada pemahaman terhadap alat – alat kontrasepsi yang diperkenalkan saja. Format penyampaian informasi termasuk format tercetak, lisan, terekam.
Pokok Permasalahan
Dari penjelasan di Latar Belakang terdapat informasi informasi yang menunjukkan pelanggaran – pelanggaran hukum yang tersurat maupun tersirat, yang terdapat di dalam beberapa keppres, yang diluncurkan pemerintah sejak 1990 sampai akhir 1997.
Pokok permasalahan penelitian ini terfokus pada adanya kemungkinan – kemungkinan penyimpangan dari azaz legalitas, yang dibuat semasa Orde Baru.
Pertanyaan umum yang akan dicoba dijawab melalui penelitian ini adalah : “apakah terdapat penyimpangan dari azaz legalitas dalam hal produk hukum berbentuk Keppres, yang dibuat oleh pemerintah di era orde Baru ?
Formulasi permasalahan penelitian merupakan perwujudan yang lebih spesifik dan tegas dari pokok permasalahan penelitian. Formulasi permasalahan tidak memerlukan penjelasan, tetapi langsung berupa pernyataan (atau pertanyaan) pendek tentang permasalahan penelitian.
Formulasi permasalahan penelitian dapat berbentuk sebagai pertanyaan, pernyataan, atau hipotesis penelitian. Secara singkat kita ulangi dari penjelasan di bagian pertama buku ini, kita menggunakan format pertanyaan atau pernyataan bila kita belum cukup memiliki data untuk memberikan “jawaban sementara” bagi pertanyaan penelitian kita.
Kita menggunakan format hipotesis apabila kita telah memiliki cukup data untuk memberikan “jawaban sementara” terhadap pertanyaan penelitian kita (ingat : hipotesis adalah jawaban sementara yang dapat diberikan oleh peneliti terhadap pertanyaan penelitiannya sendiri)
Sebagai panduan praktis, peneliti harus ingat bahwa formulasi permasalahan yang baik mengandung satu, dua ata ketiga persyaratan berikut ini.
Formulasi permasalahan penelitian tidak hanya mengandung suatu isu atau konsep yang umum dan “abstrak”. Tetapi formulasi itu sudah harus mengandung variabel yang jelas, operasional, dan dapat diukur. Kita ingat kembali, kata kunci sebuah penelitian adalah “data”.
Tanpa data, tidak akan pernah ada penelitian. Data merupakan hasil dari pengukuran. Apa yang diukur ini adalah hasil operasionalisasi dari variabel penelitian (dalam bentuk indikator – indikator)
Pada tahap ini, seorang peneliti juga seharusnya telah melakukan penelitian awal untuk mencari penjelasan tentang variabel – variabel penelitiannya. Peneliti membaca berbagai literatur, mengkaji berbagai laporan penelitian sejenis, atau bertanya kepada pakar, tentang variabel – variabel tersebut.
Peneliti sebaiknya tidak melakukan “trial dan eror” untuk menentukan variabel penelitiannya. Cara ini selain tidak ilmiah juga tidak efisien. Di samping itu, cara ini mungkin akan menyesatkan peneliti untuk menggunakan istilah – istilah yang tidak baku dan diakui di dunia penelitian ilmiah.
Jika formulasi permasalahan mengandung suatu hubungan antara satu dan lain variabel, maka pola hubungan ini harus secara eksplisit disebutkan di dalam formulasi. Pola hubungan antar variabel mungkin berbentuk hubungan korelasional, sebab akibat, pengaruh mempengaruhi, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, peneliti harus berhati – hati dalam penggunaan bahasa. Kata “pengaruh” misalnya, mungkin mengandung makna “sebabakibat”, tetapi mungkin juga sekedar hubungan hubungan “korelasional”. Kedua arti kata ini jelas mengandung implikasi yang sangat berbeda.
Jika yang dimaksud peneliti adalah hubungan sebab – akibat, maka peneliti harus mengantisipasi metode penelitian apa yang paling sesuai untuk penelitiannya, dan analisis data yang seperti apa yang akan digunakannya kelak. Konsekwensi lain akan timbul bila yang dimaksud penelitian dengan kata “pengaruh” itu sebenarnya adalah hubungan “korelasional” atau “asosiasional”.
Dengan kata lain, apa yang tersirat di dalam pola hubungan ini adalah beberapa hal penting dalam suatu penelitian, seperti definisi variabel, pola hubungan antar variabel, metodologi analisis data. Ini harus diperhitungkan baik – baik oleh peneliti.
Bila formulasi permasalahan melibatkan rumusan statistik atau matematik, maka peneliti sebaiknya meggunakan notasi, simbol, dan tata cara yang sudah diakui secara universal.
Penggunaan notasi baru hasil rekayasa sendiri mungkin malah akan menimbulkan kebingungan bagi pembaca. Penelitiannya sendiri mungkin akan bingung bila harus membandingkannya dengan tulisan orang lain yang sejenis.
Untuk menggunakan notasi – notasi universal secara benar, peneliti harus mempelajari buku – buku statistik atau buku – buku lain yang selevan dengan penelitiannya. Perlu diingat, suatu notasi mungkin mempunyai makna yang berbeda – beda bila digunakan di konteks disiplin ilmu yang berbeda – beda. Huruf f bisa berarti frekwensi, bisa pula berarti fungsi dan sebagainya.
CONTOH 4�FORMULASI PERMASALAHAN PENELITIAN
Formulasi Permasalahan Penelitian
Pertanyaan – pertanyaan yang akan di jawab melalui penelitian ini adalah :
CONTOH 4�
Formulasi Permasalahan penelitian
Dengan berdasar pada beberapa asumsi dasar yang telah dijelaskan di depan, maka hipotesis, dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hipotesis Mayor:
Penerimaan inovasi dalam masyarakat sebagian tergantung pada pengaruh pemimpin (opinion leader) dimasyarakat tersebut.
Hipotesis Minor :
Tujuan penelitian adalah sesuatu yang dicapai segera setelah penelitan selesai dikerjakan. Tujuan berbeda dari manfaat (lihat langkah kelima). Secara umum semua penelitian bertujuan untuk “menemukan” kebenaran ilmiah.
Tetapi secara terperinci, peneliti harus menjelaskan apa yang sebenarnya yang akan dicapai melalui penelitiannya. Ada beberapa macam tujuan penelitian yang lazim akan dicapai oleh seorang peneliti, yaitu antara lain
Mengeksplorasi (to explore) suatu objek penelitian dicanangkan seorang peneliti bila ia ingin mendapatkan gambaran umum suatu objek. Penelitian dengan tujuan seperti ini dilakukan pada tahap - tahap awal pemahaman terhadap objek tersebut (objek penelitian mungkin berupa sekelompok masyarakat, bangsa, program atau sekedar sebuah pasar kecil di sebuah desa).
Eksplorasi suatu objek biasa menghasilkan sebuah gambaran umum, tanpa adanya pendalaman pemahaman terhadap objek itu. Penelitian survai dapat digunakan untuk mencapai tujuan eksplorasi ini. Tetapi karena sifat temuannya masih bersifat umum (dan biasanya dangkal dan superfisial), peneliti sebaiknya tidak puas berhenti pada tujuan ekplorasi ini.
CONTOH 7�FORMULASI TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan eksploratif sebagai berikut :
Menjelaskan (to explain) suatu objek secara mendalam adalah tujuan yang lebih tajam daripada tujuan mengeksplorasi.
Dalam hal ini, pendalaman atau penajaman ini mungkin berarti penjelasan rinci terhadap objek tersebut secara deskriptif, penjelasan korelasional antara satu karakteristik dari objek tersebut dengan hal hal lain, atau penjelasan sebab akibat antara objek penelitian tersebut dengan objek objek lain.
Dengan demikian, tujuan penelitian “menjelaskan” ini dapat dicapai melalui berbagai metode penelitian termasuk metode deskriptif dengan variabel tunggal (univariat), metode korelasional dengan multivariabel, atau metode eksperimen untuk menjelaskan suatu pola hubungan sebab akibat.
CONTOH 8
Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk :
Mengevaluasi (to valuate) suatu objek penelitian dilakukan bila peneliti ingin menentukan nilai objek tersebut dengan cara membandingkannya dengan suatu standar ukuran.
Bila tujuan ini tercapai, mungkin saja peneliti juga mencapai tujuan – tujuan lain yang lebih rinci, seperti misalnya untuk membuat keputusan, untuk meningkatkan kualitas objek itu, dan seterusnya
Tujuan untuk mengevaluasi objek ini dapat dicapai melalui berbagai metode penelitian yang berkonotasi evaluatif seperti studi akreditasi, “judical review”, evaluasi program, dan sebagainya.
Bahkan seorang guru dapat melakukan riset dengan tujuan evaluasi ini, hanya dengan cara memberi seperangkat tes kepada siswa – siswinya, asal tujuan ini memang untuk penelitian.
CONTOH 9
Penelitian ini dirancang dengan bertujuan sebagai berikut:
Tujuan memvalidasi (to validate) suatu teori dicanangkan bila peneliti tertarik untuk menguji kebenaran atau keabsahan suatu teori.
Teori disini termasuk teori – teori besar dan rumit dan sudah mapan dalam disiplin ilmu tertentu, atau bisa juga “teori” yang dikembangkan sendiri oleh peneliti dari pengalaman dan bacaan yang ia kaji.
Seorang peneliti mungkin ingin menguji kebenaran bahwa cahaya mempunyai dua sifat, sebagai gelombang dan sebagai partikel. Peneliti lain mungkin ingin menguji apakah benar beberapa kitab suci dianggap “diskriminatif” terhadap kaum perempuan, seperti yang “diteorikan” oleh sebagian orang.
Bahkan suatu saat ada seorang peneliti rasialis yang ingin “memvalidasi kebenaran” bahwa ras Wit putih lebih superior daripada ras hitam (negro).
CONTOH 6
Tujuan penelitian ini adalah untuk memvalidasi kebenaran teori kurva “adopsi inovasi” oleh Everett Rogers (atau disebut pula kurva “kategorisasi adopter”) dalam hal “sikap terhadap Dwi Fungsi ABRI” di konteks masyarakat urban di Jabotabek
Menemukan (to invent, to build) suatu model adalah tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh seorang peneliti yang tertarik pada model, formula (rumus), atau prosedur yang dapat digunakan untuk menjelaskan atau melakukan sesuatu.
Misalnya, peneliti ingin membuat model alternatif untuk menghitung inflasi. Maka ia akan membaca literatur dan mengumpulkan data – data yang diperlukan untuk menemukan komponen atau “building blocks” yang membangun model itu
Apa yang dimaksud “model” disini dapat berupa abstraksi sebuah pemikiran atau suatu tiruan konkret dari suatu sistem. Model di sini boleh jadi bersifat abstrak teoritis (seperti model pembentukan alam semesta) atau bersifat konkrit – praktis (seperti model untuk menghitung suku bunga)
CONTOH 7
Penelitian ini dirancang dengan tujuan untuk mengidentifikasi prediktor – prediktor alternatif (selain yang kini dikenal) untuk memprediksi tingkat inflasi di Indonesia. Dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu persamaan regresi linear gand untuk menggambarkan fluktuasi indeks inflasi tersebut dengan beberapa variabel sebagai prediktor utama.
LATIHAN
Cobalah jawab pertanyaan berikut ini sebelum melanjutkan ke bab – bab berikutnya :
Didalam tahapan umum penelitian terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui, yang merupakan serangkaian langkah kegiatan yang dilaksanakan secara teratur dan sistematis untuk dapat diterima suatu rencana tujuan penelitian.
Tahapan Umum Penelitian Ilmiah
Dalam melakukan penelitian ilmiah ada beberapa tahapan yang harus diikuti, yaitu :
Rantai Pertama Logika Penyusunan Proposal Penelitian : Perumusan Permasalahan Penelitian
Terdiri dari langkah – langkah :
Rantai Kedua Logika Penyusunan Proposal Penelitian : Perumusan Kerangka Teoritik
Terdiri dari langkah – langkah :
Rantai Ketiga Logika Penyusunan Proposal Penelitian : Penentuan Metodologi
Terdiri dari langkah – langkah :
Rantai Keempat Logika Penyusunan Proposal Penelitian, Manajemen Penelitian
Terdiri dari langkah – langkah :
Konsepsi Dasar Perumusan Penelitian Ilmiah
Kerangka teoritik atau kerangka berpikir mempunyai konotasi dan pengertian bermacam macam.
Kerangka teoritik dianggap sebagai sistem yang terdiri dari variabel – variabel (sebagai sub sistem)) dan keterkaitan antar variabel tersebut. Kerangka teoritik dianggap pula sebagai sistematika atau logika seorang peneliti sejak dari perumusan masalah sampai dengan pengambilan kesimpulan penelitian.
Kerangka teoritik juga dianggap sebagai model konseptual yang mencerminkan objek penelitian. Kerangka teoritik kadang – kadang dianggap sebagai suatu model yang harus berbentuk diagram atau skema (jadi kalau tidak dalam bentuk diagram atau skema dianggap bukan kerangka teoritik)
Semua pengertian diatas mengandung kebenaran, meskipun sekali waktu terkesan berlebihan (misalnya, kerangka teoritik harus berbentuk diagram). Apapun bentuk dan pengertiannya, beberapa hal teknis yang harus dilakukan peneliti dalam hal pembuatan kerangka teoritik ini adalah sebagai berikut :
Pada bagian ini, peneliti menjelaskan (kembali) secara amat singkat apa sebenarnya yang akan ditelitinya, bagiamana menelitinya, dan berbagai jawaban sementara (hipotesis) yang mungkin bisa diberikan.
Secara teknis, peneliti harus menyinggung objek penelitian, variabel variabel, metodologi, dan antisipasi kesimpulan penelitian. Pola pikir ini jelas bisa dibuat setelah peneliti tahu persis objek penelitian, definisi variabel dan metodologi penelitian yang bakal diaplikasikannya.
Tetapi ingat, alur pikir ini masih bersifat konseptual, belum diimplementasikan. Karena itu, alur pikir ini dapat pula dianggap masih bersifat hipotesis (hypothecal)
Hubungan antar variabel sudah pasti melibatkan lebih dari satu variabel. Jika penelitian kita hanya mengandung satu variebel dengan analisis univariat, maka penjelasan atau penggambaran pola hubungan antar variabel ini tidak relevan lagi.
Dalam penelitian yang melibatkan variabel ganda (bivariat) atau jamak (multivariat), penjelasan atau penggambaran pola hubungan ini mutlak diberikan. Misalnya, peneliti mempunyai 5 variabel dalam penelitiannya yang saling berkaitan (variabel A, B, C, D, E).
Pendeknya, peneliti mempunyai berpuluh – puluh kemungkinan pola hubungan antara lima variabel di atas. Tetapi, pola hubungan yang mana yang akan diteliti ? Apa alasannya ? Apa dasar pemilihan pola itu ? Apakah pola yang dipilih itu masuk akal ? Dan seterusnya.
Selain itu, jangan lupa pula, bahwa setiap variabel mempunyai nama dan julukan sesuai dengan peran, fungsi, atau kedudukannya. Ingatlah istilah – istilah seperti variabel bebas, variabel terikat, variabel moderator, variabel pengacau (intervening), variabel pengaruh, variabel terpengaruh, dan sebagainya.
Peneliti seyogianya menggunakan terminologi teknis ini dalam penjelasan pola hubungan antar variabel yang ditelitinya.
Dalam bahasa sehari hari, kita sudah akrab dengan berbagai asumsi atau anggapan dasar. Seorang pegawai rendahan di sebuah kantor berkata : “Gaji saya sih cukup, asal harga – harga sembako tetap seperti sekarang”.
Dalam hal ini kata – kata “asal harga – harga sembako tetap seperti sekarang” adalah asumsi atau anggapan dasar. Perlu diingatkan kembali, semua penelitian dimulai dari dari suatu pertanyaan dan diakhiri dengan suatu jawaban.
Untuk memberikan “jawaban” inilah diperlukan suatu asumsi atau anggapan dasar. Pernyataan “gaji saya sih cukup” adalah semacam jawaban dalam konteks kehidupan sehari – hari. Tetapi dalam suatu penelitian ilmiah, bila peneliti memberi suatu jawaban bahwa “ gaji pegawai di kantor X relatif cukup “, maka yang tak kalah pentingnya adalah pertanyaan “Dengan asumsi apa jawaban itu dianggap valid?”
Karena itu, sebelum peneliti memberikan jawaban sementara penelitiannya (misalnya dalam bentuk formula hipotesis), peneliti wajib menjelaskan dalam keadaan apa, dengan asumsi atau anggapan dasar apa, jawaban itu nantinya seharusnya diterima dan dianggap valid.
Hal ini berlaku di bidang ilmu apapun, termasuk ilmu eksakta (contoh: Air mendidih pada 100 C dengan asumsi ; sebuah bintang akan “go nova” bila ……; Anggaran pendapatan negara tahun ini 200 triliun dengan asumsi harga minyak $14 per barel dan penerimaan pajak…………; Buruh akan berhenti mogok asal…………)
Pada penelitian penelitian yang bersifat eksploratoris dengan pertanyaan – pertanyaan terbuka, maka kita tidak memerlukan jawaban sementara atau hipotesis.
Dalam penelitian – penelitian seperti ini, peneliti cukup menjelaskan secara singkat alur penelitiannya, tanpa asumsi dasar, dan tanpa pula hipotesis. Bab perumusan kerangka teoritik ini cukup ditutup dengan pertanyaan – pertanyaan penelitian yang bersifat terbuka.
Tetapi penelitian – penelitian yang mengarah pada “hypothesis – testing”, hipotesis atau jawaban sementara harus diberikan dan diformulasikan dengan hati – hati dan benar.
Contoh�Kerangka Teoritik
Alur Pikir :
Contoh�Kerangka Teoritik
Media
Instruktur
Metode
Diklat
Durasi
Materi
Prestasi
Siswa
Anggapan dasar :
Hipotesis
Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal pengaruh terhadap prestasi belajar siswa antara metode “on the job training”, “ceramah”, dan “simulasi”, baik diaplikasikan sendiri – sendiri.
Ha 1 : Terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal pengaruh terhadap prestasi belajar siswa antara minimal dua metode diklat yang digabung (diaplikasikan keduanya) dengan satu metode yang diaplikasikan secara mandiri.
Ha 2 : Prestasi siswa secara, signifikan akan lebih baik bila diajar dengan tiga metode sekaligus, bila dibandingkan dengan gabungan satu metode dengan satu metode lainnya, atau dengan satu metode saja secara mandiri.
Dalam contoh diatas tentu saja peneliti boleh menambah informasi informasi lain yang dianggap perlu, seperti populasi dan sampel, lokasi penelitian, hipotesis – hipotesis lain, atau variabel – variabel kontrol lain yang dianggap penting dan dapat mempengaruhi objek penelitian yang utama.
Peneliti juga boleh memberi penjelasan tentang variabel – variabel kontrol yang ada (medianya OHP dan slide, Instruktur dilatih, durasi 2 minggu, materi diklat sama, dan seterusnya).
Tetapi tidak semua penelitian memerlukan beberapa variabel sekaligus yang satu sama lain saling berkaitan. Terdapat pula penelitian penelitian yang bersifat eksploratoris – deskriptif tanpa ada pola hubungan apapun diantara variabel – variabel yang dikaji. Sebagai ilustrasi, kajilah contoh berikut ini
Contoh�Kerangka Teoritik
Alur Pikir :
Pertanyaan Penelitian
Perumusan Permasalahan Penelitian Ilmiah
Pokok permasalahan merupakan inti masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Karena itu pokok permasalahan harus bersifat ringkas, jelas, dan mempunyai ruang lingkup yang spesifik.
Untuk itu pokok permasalahan yang baik harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
Disamping itu masalah yang dipilih haruslah merupakan masalah yang dapat diteliti, sehingga dapat dirumuskan secara jelas dan mengetahui variabel – variabel yang akan diukur dan sudah ditentukan alat ukur yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rumusan masalah penelitian, menurut Drs. Nurul Zuriah, MSI (2006 : 36) yang diambil dari Yatim riyanto (1996 : 7):
Perumusan Kerangka Berpikir Ilmiah
Dalam menentukan dan membuat kerangka berpikir ilmiah perlu diperhatikan beberapa langkah, yang antara lain meliputi :
Mengkaji kepustakaan (Literature Review) adalah satu langkah sangat penting dan cukup kompleks. Seperti yang telah disinggung di Bagian Pertama, bab III buku ini, kajian kepustakaan mutlak dilakukan oleh seorang peneliti untuk keperluan pembangunan kerangka teori yang ilmiah.
Dari kajian kepustakaan inilah peneliti mendapatkan definisi definisi yang tepat terhadap variabel – variabel penelitiannya. Disamping itu, peneliti juga akan mendapatkan informasi dan temuan – temuan penting dari penelitian – penelitian lain yang relevan.
Pengkajian Kepustakaan juga melibatkan beberapa langkah yang jika dilaksanakan secara teratur dan sistematis dapat memudahkan kegiatan ini. Beberapa langkah teknis pengkajian kepustakaan adalah :
Secara umum topik kajian disini dapat diturunkan dari pokok permasalahan penelitian. Yang patut dicatat, penurunan (derivasi) ini harus serinci mungkin.
Rincian ini sangat penting sebab inilah yang akan menentukan judul – judul kepustakaan yang akan dikaji secara tepat. Semakin umum topik kajian, semakin banyak dan luas lingkup kepustakaan yang akan dikaji. Misalnya peneliti akan mendapatkan ribuan atau puluhan ribu judul kepustakaan yang berhubungan dengan topik Ekonomi.
Tetapi jumlah ini akan diperkecil bila topik ini dipersempit bila menjadi Ekonomi Makro. Topik ini pun kemungkinan akan dipersempit dan jumlah kepustakaannya pun dikurangi bila topiknya menjadi inflasi. Begitu dan seterusnya, sehingga pada suatu saat peneliti mendapatkan judul – judul kepustakaan yang secara ketat berkaitan dengan topik penelitiannya sendiri
Pada jaman modern seperti saat ini. (terutama di negara maju) penentuan topik ini dapat dilakukan dengan program – program komputer yang memang sengaja diprogram untuk keperluan ini (misalnya CD-ROM). Dengan cara manual, penelitian akan terpaksa terlibat dalam proses yang bertele – tele dan melelahkan.
Meskipun demikian, peneliti harus mampu membuat “peta” topik yang akan dicari sumber kepustakaannya. Contoh peta tersebut adalah sebagai berikut
Pajak
Peranan Pajak
Penggolongan
Pajak
Kelembagaan
Pajak Negara
Pajak Daerah
Pajak Subjektif
Pajak Objektif
Pajak Langsung
Pajak Tidak
Dari contoh peta topik diatas, peneliti bisa memulainya dari suatu topik yang lebih besar dan lebih umum dari “pajak”, atau meneruskan ke topik – topik yang lebih kecil dan lebih spesifik dari “pajak daerah”. Kerincian dan kelengkapan peta adalah terserah peneliti sendiri.
Yang penting, peneliti harus membuat peta yang cocok dengan permasalahan yang diteliti. Dari peta inilah perjalanan kajian kepustakaan dimulai.
Apa yang dimaksud dengan sumber – sumber awal (prelimary sources) adalah sumber – sumber rujukan darimana Anda dapat mengetahui sumber utama yang akan dikaji.
Sebuah jurnal yang ada ditangan kita dan siap kita baca isinya adalah suatu sumber utama kepustakaan kita. Tetapi sumber awal menunjukkan dimana jurnal tersebut dapat kita temukan. Jadi sumber awal bukanlah jurnal itu sendiri, tetapi baru sumber yang menunjukkan adanya jurnal tersebut.
Sumber awal adalah semacam “indeks” yang terdapat di bagian akhir suatu buku. Dalam dunia pendidikan, misalnya dikenal apa yang disebut ERIC (Educational Resources Information Center). Dua sumber awal yang diterbitkan ERIC adalah RIE (Resources in Education) dan CIJE (Current Index to Journal in Education).
Dari dua dokumen ini, kita tidak hanya dapat memperoleh judul karangan dan nama pengarang sebuah karya ilmiah, tetapi juga abstrak dari berbagai paper, laporan, penelitian, yang pernah dipresentasikan di berbagai forum. Beberapa sumber – sumber awal yang lain adalah The Citation Indexes yang diantaranya adalah SCI (Science Citation Index) atau SSCI (Social Science Citation Index).
SCI memuat berbagai literatur di bidang – bidang Sains, Kedokteran, Pertanian, Teknologi, dan Ilmu Pengetahuan Perilaku. Sumber lain adalah SSIE (Smithsonian Science Information Index), dan masih banyak yang lainnya.
Tetapi sayang sekali, sumber – sumber ini tidak tersedia dengan mudah di Indonesia. Akses terhadap sumber – sumber ini didapat dari teknologi yang relatif mahal seperti internet, kecuali suatu lembaga di Indonesia (misalnya Perguruan Tinggi) menyediakan fasilitas yang cukup mewah ini untuk mahasiswa mereka.
Beberapa contoh sumber awal yang biasa kita gunakan adalah sebagai berikut :
Meskipun demikian, peneliti maupun mahasiswa masih dapat menggunakan cara – cara lain yang lebih sederhana seperti penggunaan kartu – kartu katalog di perpustakaan, atau sistem perpustakaan dengan menggunakan komputer seperti LAN (Local Area Network) dan sebagainya.
Bagaimanapun caranya, peneliti disarankan mendapatkan sumber – sumber awal ini sebelum mendapatkan sumber utamanya. Langsung menggunakan cara kedua ini (yakni langsung kesumber utamanya) akan cenderung “trial – eror”, sangat melelahkan, dan kita akan kehilangan banyak sumber – sumber yang penting.
Inilah adalah suatu kegiatan yang cukup sederhana dan mudah dilakukan. Cara yang paling mudah adalah dengan cara “browsing”, yakni langsung melihat rak demi rak di perpustakaan untuk menemukan buku atau jurnal yang kita perlukan.
Tetapi yang sudah disinggung dimuka, cara ini tidak sistematis , tidak efisien dari segi waktu, dan tidak efektif. Kita akan kehilangan banyak sumber – sumber yang penting. Karena itu, seandainya pun peneliti tidak menggunakan komputer, minimal ia menggunakan kartu katalog untuk mengidentifikasi kepustakaan yang ia perlukan, termasuk kode rak, kode buku, dan seterusnya.
Hanya dengan demikian peneliti dapat menemukan sumber kepustakaan yang ia cari secara sistematis dan cepat. Kadangkala, kita tidak berhasil menemukan buku – buku yang kita cari di perpustakaan.
Di negara – negara maju, peneliti dapat meminta bantuan staf perpustakaan untuk melacak keberadaan buku yang dimaksud. Bahkan jika pun buku yang dimaksud benar – benar hilang tak ketahuan rimbanya, perpustakaan dapat membantu kita meminjamkan buku itu dari perpustakaan lain, baik di kota yang sama atau di kota dan negara yang lain.
Sistem pinjam antar perpustakaan ini disebut “Inter Library loan”. Di Indonesia, sistem ini belum ada, kecuali mungkin di beberapa perguruan tinggi terkemuka. Dari semua bahan kepustakaan yang paling sulit didapatkan (terutama di Indonesia) adalah tesis, skripsi, atau desertasi yang ditulis mahasiswa.
Buku – buku teks umum banyak tersedia. Tetapi hasil – hasil penelitian seperti tesis dan sebagainya tersebut agak sulit didapatkan. Karena itu, sebagian besar mahasiswa menggantungkan analisis kepustakaannya pada buku – buku umum ini.
Padahal yang lebih penting justru hasil – hasil penelitian yang telah dibukukan tersebut. Di beberapa perguruan tinggi, hasil – hasil penelitian ini sudah mulai diadministrasikan dengan rapi, dan dengan demikian lebih mudah diakses oleh mahasiswa – mahasiswa lain.
Menganalisa kepustakaan adalah kegiatan akhir dan paling penting dari seluruh kegiatan dalam Pengkajian Kepustakaan. Agar analisis kepustakaan ini berjalan dengan baik, ada empat hal yang perlu kita lakukan, yaitu :
4.a membaca kepustakaan
4.b menyalin kutipan ke dalam kartu
4.c membuat kesimpulan sementara
4.d melaporkan hasil analisis
4.a Membaca Kepustakaan
Bila kita memiliki waktu dan energi tak terbatas, kita bisa membaca seluruh bahan kepustakaan, setiapnya dari halaman satu sampai dengan halaman terakhir.
Tetapi di dunia ini tidak ada satu pun peneliti yang memiliki kemewahan semacam ini. Bolehlah untuk satu – dua buku, kita baca tuntas dari halaman pertama sampai terakhir. Untuk itu, peneliti harus pandai – pandai menyeleksi bagian mana yang tidak perlu dibaca.
Cara yang paling mudah adalah dengan cara melihat Daftar isi Buku tersebut, dan memilih topik mana yang perlu kita baca. Cara kedua adalah dengan melihat indeks bu-ku, jika ada, yang biasa termuat di bagian akhir dari buku tersebut.
Hanya dengan demikian kita bisa langsung membaca topik utama yang perlu kita baca, dan terhindar dari proses yang bertele – tele. Jika yang kita kaji adalah tesis atau skripsi atau disertasi, yang paling cepat adalah langsung membaca abstrak dari karya tersebut.
Jika diperlukan pula, kita bisa langsung membaca bab kesimpulan untuk mengetahuo hasil akhir dari sebuah penelitian. Bagi pembaca yang berpengalaman dan pembaca cepat (speed reader) membaca sebuah literatur tidak harus baris demi baris. Yang mereka lakukan adalah membaca sekelompok kalimat atau satu paragraf sekaligus. Hal ini perlu latihan dan kebiasaan.
4.b Menyalin Kutipan ke Dalam Kartu
Ingatan kita sangat terbatas. Apa yang kita baca sangat banyak. Karena itu, jangan sekali – kali mengandalkan hanya ingatan Anda untuk merekam apa yang ingin Anda catat di buku apa, di halaman berapa, dan apa isinya).
Untuk itu , anda memerlukan suatu sistem pencatatan yang sederhana tetapi dapat membantu kita mengatasi masalah ini. Pertama buatlah kartu – kartu sebesar kira – kira 8 x 12 cm (separuh kertas ukuran kwarto). Kemudian isilah kartu – kartu tersebut dengan informasi – informasi penting dari hasil bacaan yang anda lakukan. Contohnya sebagai berikut.
Contoh
Dari selembar kartu kecil seperti diatas, anda telah merekam beberapa informasi penting. Anda tahu kartu ini tentang apa dan nomor kartu tersebut nomor berapa dari semua kartu yang Anda miliki. Lihat kanan atas (MAKIJ 03, artinya ini kartu tentang manajemen Kualitas, nomor 03).
Dari kartu ini, kita juga tahu, topik atau masalah apa yang kita kutip. Dan yang lebih penting lagi, kartu ini memberitahu kita bahwa ada kutipan penting yang perlu dikaji lebih lanjut. Di dalam “komentar”, kita mengingatkan diri kita sendiri bahwa kartu ini berkaitan erat dengan kartu – kartu lainnya, atau dengan informasi lainnya.
4.c Membuat Kesimpulan Sementara
Dari beberapa bacaan dan kutipan yang telah direkam di beberapa kartu, peneliti sebenarnya telah mampu membuat semacam kesimpulan yang bersifat sementara.
Kesimpulan sementara ini boleh ditulis di mana saja, asal memudahkan peneliti untuk membaca kesimpulannya sendiri. Meskipun demikian, peneliti juga disarankan untuk membuat kartu kesimpulan ini. Contohnya sebagai berikut :
Contoh
SIMPUL MANA 01
Dari pojok kanan atas, Anda tahu bahwa kartu ini merupakan kartu kesimpulan untuk topik manajemen umum (kartu 01). Lebih khusus, yang dikaji adalah pengertian fungsi manajemen. Kesimpulan sementara ini diambil dari 14 bacaan (kutipan) yaitu berkode kartu MANA 01 – 14. dan juga, lihatlah bagian komentar.
Pada bagian komentar ini, peneliti masih merasa tidak puas sepenuhnya dengan kesimpulan yang ada, dan “menantang” dirinya sendiri untuk membandingkan kesimpulan yang dia buat dengan kutipan – kutipan lain yang relevan.
4.d Melaporkan Hasil Analisis
Apapun yang tidak terkait secara langsung dengan pokok permasalahan, harus dihilangkan (sekalipun informasi ini berasal dari Pancasila, UUD’45, atau Pidato Presiden).
Laporan hasil kajian kepustakaan secara nyata (eksplisit) harus terkait dengan variabel – variabel dan indikator – indikator penelitian. Tidak ada pernyataan “non – sense” dan penuh bunga – bunga. Semua pernyataan bersifat tugas, rasional, logis.
Peneliti selalu bertanya, apakah penjelasan yang ia berikan relevan dengan variabel dan atau indikator penelitian. Jika tidak, maka penjelasan itu lebih baik dihilangkan. Analisis kajian kepustakaan juga berisi tentang penjelasan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Hal ini bila memang ada keterkaitan antara variabel – variabel.
Bila peneliti ingin menjelaskan pola hubungan antara variabel X (misalnya jenis kelamin siswa ) dengan variabel Y (misalnya indeks prestasi siswa), maka sebenarnya ada tiga hal yang harus di jelaskan.
Pertama, peneliti menjelaskan variabel indeks prestasi sendiri.
Kedua, peneliti menjelaskan variabel jenis kelamin sendiri.
Ketiga, peneliti menjelaskan hubungan antara jenis kelamin dan indeks prestasi.
Setiap pernyataan yang diajukan oleh peneliti harus didasarkan pada data atau sumber yang kredibel dan terpercaya. Data – data atau sumber yang kredibel ini didapat dari buku – buku teks, jurnal, koran, laporan penelitian, atau pakar. Peneliti misalnya mengatakan bahwa “Pendidikan di Indonesia tidak bermutu”.
Sebagai pernyataan orang awam, kita tidak perlu bertanya apakah pernyataan ini didukung data atau berasal dari sumber kredibel. Tetapi sebagai seorang peneliti ilmiah, kita harus mendukung pernyataan kita itu dengan data – data atau rujukan yang ilmiah dan bertanggung jawab.
Karena itu berlaku pemeo, jika Anda ragu – ragu, lebih baik bertanya. Dan jika Anda tidak tahu, lebih baik diam sama sekali. Jangan menebak – nebak. Jangan berspekulasi. Kadangkala, seorang peneliti perlu membuat daftar “temuan penelitian” dari peneliti lain untuk mendukung tema penelitiannya sendiri.
Misalnya, berikut ini adalah daftar hasil penelitian yang dibuat oleh seorang penulis peneliti (Schramm, 1997)
Di bagian pertama buku ini telah dijelaskan tentang pengertian variabel dan indikator. Dijelaskan, variabel adalah segala sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Indikator adalah operasionalisasi variabel sampai pada tahap dapat diukur dan ditransformasikan menjadi data.
Pada langkah ketujuh ini ada beberapa hal yang secara teknis dan sistematis perlu dilakukan peneliti, yaitu
Pada tahap ini, peneliti seharusnya sudah memiliki cukup banyak informasi ( dari langkah keenam ) tentang seluk beluk topik penelitiannya.
Peneliti mungkin sudah mengidentifikasi beberapa pengertian tentang variabel – variabel yang akan ditelitinya. Beberapa pengertian ini mungkin mengandung persamaan dengan lainnya, mungkin pula mengandung perbedaan – perbedaan.
Misalnya, ada 12 definisi tentang kepemimpinan, 14 definisi tentang manajemen, 4 definisi tentang kompensasi. Pertanyaannya : definisi yang mana yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitiannya ? Mengapa yang dipakai definisi A, bukan definisi B, C, atau K ? Adakah pilihan rasional untuk itu ?
Sekali seorang peneliti menjatuhkan pilihannya terhadap suatu definisi variabel, maka definisi inilah yang akan dipakai secara konsisten di seluruh proyek penelitiannya. Definisi yang terpilih inilah yang disebut sebagai definisi operasional variabel.
Tentu jelas dalam pernyataan ini, peneliti harus konsekwen dari semua implikasi dari definisi variabel yang telah dipilihnya. Karena itu, bila peneliti salah dalam penentuan definisi variabel penelitiannya, maka perbaikan yang diperlukan akan sangat rumit, lama dan bahkan seolah – olah mengulang kembali penelitian itu sendiri.
Contoh
Definisi Operasional Variabel
Setelah mengkaji berbagai definisi dan pengertian tentang Kepemimpinan dan Manajemen, maka definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kepemimpinan : adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen : adalah kiat mengatur atau mengelola semua sumber daya (manusia dan non manusia) yang dimiliki organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efisien (irawan, 1997)
Pada kasus – kasus tertentu, variabel tidak perlu dirinci dan “lebih dioperasionalkan” lagi menjadi indikator. Pada kasus – kasus tertentu ini, variabel adalah sekaligus indikator.
Variabel “ukuran tinggi badan”, misalnya dapat langsung diperoleh datanya dengan cara langsung mengukur tinggi seseorang dengan menggunakan meteran. Begitu pula dengan variabel berat badan, kecepatan berlari, atau jumlah detak jantung permenitnya.
Tetapi bagaimana dengan variabel – variabel lain seperti kepemimpinan, manajemen, motivasi, prestasi, produktivitas, atau tingkat loyalitas pegawai ? Variabel – variabel semacam ini (dan ribuan yang semacamnya) tidak mungkin langsung diukur begitu saja.
Mereka harus dijabarkan, dirinci, dioperasionalkan, dibuat “down to earth” agar bisa dirubah menjadi data. Apa yang dapat dirubah menjadi data inilah yang disebut “indikator”, bukan variabel. Kadangkala, suatu variabel tidak perlu dijabarkan menjadi indikator seperti contoh pertama.
Kadangkala, suatu variabel dapat langsung dijabarkan menjadi indikator hanya dengan satu tahapan. Tetapi, adapula variabel – variabel yang terpaksa harus memulai beberapa tahap agar dapat diukur menjadi data. Maka prosesnya bukan hanya variabel – indikator, tetapi mungkin : variabel 4 sub variabel 4 indikator 4 sub indikator.
Apapun tahapan dan prosesnya, peneliti harus menggunakan beberapa pertanyaan. Pertama, benarkah indikator X, Y, Z ini merupakan operasionalisasi dari variabel A? Atas dasar apa, data apa, sumber yang mana, yang bisa menyakinkan saya bahwa indikator X, Y, Z ini benar – benar ditarik dari variabel A ?
Untuk pertanyaan pertama ini, peneliti harus berkonsultasi baik ke literatur – literatur baku, pakar atau sumber lain yang dapat dipercaya. Untuk mengetahui indikator “kemiskinan”, peneliti bisa membaca buku tentang kemiskinan, atau bertanya kepada pakar seperti Prof. Mubyarto.
Kedua, bagaimana indikator – indikator X, Y, Z ini akan diukur? Dengan alat apa? Bagaimana caranya? Ini berhubungan dengan metodologi, utamanya instrumen penelitian. Peneliti memang belum membuat instrumen. Tetapi, pada tahap penentuan indikator ini, peneliti seharusnya sudah mempunyai bayangan tentang mekanisme pengukuran dari indikator yang ditentukannya.
Ada baiknya bila peneliti sudah menentukan bahwa variabel “pelayanan” diukur melalui indikator “kecepatan pelayanan”. Tapi lebih baik dan lebih penting lagi bila pernyataan ini dipertanyakan lagi : “ Bagaimana mengukur kecepatan pelayanan ? Dengan alat apa kecepatan itu ditentukan ? Apanya yang sebenarnya diukur ?
Contoh Indikator
Dalam penelitian deskriptif – kualitatif ini variabel – variabel yang akan diteliti adalah Kepemimpinan dan Manajemen. Variabel Kepemimpinan akan diukur melalui indikator – indikator sebagai berikut :
Praktik Secara Sederhana Tahapan Umum Penelitian Ilmiah
Dalam membuat tahapan umum penelitian ilmiah, sekaligus juga merupakan tahap penulis karya ilmiah, yang meliputi :
Meskipun prosedur penelitian bersifat fleksibel, tetapi, fleksibilitas ini dibatasi oleh norma dan etika penelitian. Pada saat melakukan langkah pengambilan kesimpulan, misalnya, peneliti diijinkan untuk mundur ke langkah sebelumnya (misalnya langkah mengumpulkan data).
Tetapi “ langkah mundur “ ini tidak boleh dilatar belakangi niat – niat subyektif apalagi niat buruk dari peneliti, umpamanya agar kesimpulan penelitian “sesuai” dengan harapan – harapan dari penelitiannya.
Sebagai manusia, peneliti tidak bebas dari dorongan – dorongan subyektif seperti ini. Maka dorongan – dorongan semacam inilah yang harus mampu dikontrol oleh peneliti. Ia tidak boleh memanfaatkan (to abuse) fleksibilitas prosedur penelitian demi pemenuhan hasyrat subyektif peneliti.
Latihan
Cobalah jawab pertanyaan – pertanyaan berikut ini sebelum melanjutkan ke bab selanjutnya.
Pengertian dan Kegunaan Metode Penelitian
Metode adalah cara mengumpulkan data, sedangkan instrument penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data. Metodologi merupakan totalitas cara yang digunakan atau diupayakan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Penentuan metode penelitian adalah kegiatan yang cukup kompleks dan penting. Kesalahan dalam metode penelitian akan bersifat fatal terhadap hasil penelitian. Bila metode yang benar seharusnya “Eksperimen” tetapi ternyata diterapkan metode “survai”, maka seluruh hasil penelitian itu pasti akan meleset dari apa yang kita rencanakan.
Untuk menghindari kesalahan – kesalahan di atas, dan agar penentuan metode penelitian berjalan secara benar dan sistematis, ada beberapa kegiatan teknis yang harus dilakukan, yaitu :
Metode adalah cara untuk meneliti dengan benar. Sedangkan tujuan penelitian adalah “memecahkan” pokok permasalahan penelitian.
Karena itu, adalah sangatlah logis bila peneliti mengkaji kembali pokok permasalahan penelitiannya sebelum menentukan metode penelitian yang akan digunakannya. Selanjutnya, pokok permasalahan penelitian dikembangkan dan dimodelkan dalam suatu kerangka teoritik.
Karena itu, adalah wajar juga bahwa metode penelitian yang dipilih harus konsisten dan relevan dengan kerangka teoritik penelitian. Dengan demikian, tidak ada satu pun metode penelitian yang selalu cocok untuk semua jenis penelitian. Adalah tidak logis bila kita menentukan metode penelitian kita tanpa terlebih dahulu memahami pokok permasalahan penelitian kita sendiri.
Ini nampaknya jelas dan mudah dipahami. Tetapi tidak sedikit peneliti (pemula) yang justru membuat , kesalahan seperti ini : Metode ditentukan lebih dulu, baru permasalahan penelitian diketemukan belakangan
Suatu penelitian dapat didekati dengan berbagai macam metode penelitian, yang masing – masingnya mempunyai kekuatan dan kelemahan.
Sebagai misal, seorang peneliti mempunyai pokok permasalahan demikian : “ Penelitian ini terfokus pada kajian berbagai sebab yang memperlambat implementasi investasi dari perusahaan modal (asing atau dalam negeri) “. Dengan pokok permasalahan seperti diatas, seorang peneliti dapat memilih beberapa metode penelitian.
Pilihan pertama, ia akan menggunakan “ metode survai “ dengan instrumen kuesioner sebagai alat utama untuk mengumpulkan data.
Pilihan kedua, peneliti memilih “metode kepustakaan” (library research) yang bertumpu pada pengkajian data – data sekunder dari berbagai sumber kepustakaan.
Pilihan ketiga, peneliti menerapkan “penelitian kualitatif” yang bertumpu pada “participant observe” dan wawancara mendalam sebagai alat pengumpul data.
Pilihan keempat, peneliti mengaplikasikan semua metode di atas, tentu dengan segala implikasi dan kompleksitasnya.
Pendeknya, hanya peneliti yang tahu dan berhak menentukan metode penelitian apa saja yang mungkin digunakan dalam penelitiannya
Dalam keadaan paling ideal, peneliti tidak perlu memikirkan untung – rugi penelitian dalam artian finansial.
Yang paling penting dalam penelitian bukanlah jumlah uang atau waktu yang dihabiskan oleh peneliti. Yang paling penting apakah tujuan penelitian tercapai atau tidak. Tetapi, peneliti seringkali dibatasi oleh berbagai hal termasuk uang kuliah, masa studi, sarana prasarana, dan sebagainya.
Karena itu, peneliti harus memperhitungkan semua ini. Singkat kata, peneliti harus mencari metode yang paling efisien, dan sekaligus paling efektif dalam penelitiannya
Pilihan pertama (metode survai). Diatas misalnya, relatif murah dan cepat. Peneliti hanya perlu membuat beberapa lembar kuesioner, diperbanyak sebanyak responden, diisi oleh responden, lalu diolah dan dianalisis, selesai. Tetapi peneliti harus menyadari, bahwa data yang terkumpul dari kuesioner ini biasanya bersifat perseptif dan dangkal, serta tidak objektif.
Pilihan kedua (metode kepustakaan) biasanya lebih objektif sebab data yang ada telah tersimpan di berbagai dokumen yang relatif baku. Tetapi, dokumen – dokumen ini tidak selalu mudah diketemukan. Mungkin, jumlahnya malah amat sangat banyak sehingga membingungkan peneliti.
Pilihan ketiga (metode kualitatif) dapat memberikan data yang kaya dan beragam. Banyak hal yang secara informal tidak tercatat dimanapun, dapat saja muncul dari berbagai sumber data. Tetapi, peneliti harus tahu, metode ini sangat memerlukan kesabaran, waktu, dan biaya besar dari peneliti. Peneliti juga harus mampu mengontrol dirinya sendiri agar tidak terseret pada subyektifitas sumber.
Pilihan keempat sudah pasti akan memberikan data yang lebih lengkap daripada tiga metode sebelumnya yang dilakukan sendiri sendiri. Tetapi gabungan metode seperti ini sangat kompleks dan memerlukan waktu dan keterampilan peneliti sangat tinggi.
Jika peneliti tekah memperhitungkan semua untung rugi setiap alternatif metode penelitian yang dia pilih, maka tiba saatnya peneliti menentukan metode yang paling tepat bagi penelitiannya.
Penentuan terakhir ini sudah tentu telah memasukkan semua unsur yang ada dalam metode tersebut seperti jumlah waktu yang diperlukan, sumber data, kemampuan peneliti sendiri, jumlah biaya, alat penelitian, proses pembuatan instrumen dan sebagainya. Berikut ini adalah contoh penentuan metode penelitian.
Permasalahan penelitian | Alternatif Metode Penelitian | Metode yang Dipilih | Alasan |
|
|
|
|
CONTOH
PENENTUAN METODE
|
|
|
|
|
|
|
|
Metode Kualitatif
Berbicara tentang penggunaan metode penelitian baik antara metode kuantitatif dan metode kualitatif, sebenarnya masing – masing mempunyai kelebihannya sendiri – sendiri, karena masing – masing metode tersebut digunakan untuk meneliti objek yang berbeda dan hasil penelitiannya pun juga dimanfaatkan untuk tujuan yang berbeda.
Seperti disebutkan Nurul Zuriah (2006: 113) yang diambil dari S. Margono (1997: 103) disebutkan bahwa setiap penelitian selalu bertujuan menemukan pengetahuan baru. Apabila suatu penelitian dimana suatu data yang didapat merupakan hal yang dapat diukur dan berbentuk angka, maka penelitian ini tergolong dalam rancangan penelitian kuantitatif.
Angka – angka yang terkumpul sebagai hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Peralatan yang digunakan biasanya tersedia di laboratorium, sedangkan pengaruh yang diperkirakan mengendalikan sifat yang diteliti tersebut dapat dipisahkan dan diteliti sendiri dan bertahap.
Selanjutnya metode kuantitatif mempunyai tujuan menguji teori secara deduksi berdasarkan pengetahuan yang sudah ada dengan membandingkan data yang sudah terkumpul dari penelitian dengan ramalan data yang seharusnya akan muncul apabila memang teori itu benar.
Metode Kuantitatif
Namun sebaiknya apabila dalam melakukan penelitian instrument yang digunakan dengan menggunakan metode wawancara dan pengamatan langsung terhadap objek penelitiannya, sehingga hasil penelitiannya mampu digunakan untuk memberikan saran dan rekomendasi, maka penelitian ini tergolong rancangan penelitian kualitatif.
Dalam metode kualitatif biasanya peralatan yang digunakan adalah kuesioner dan Tanya jawab (wawancara) secara mendalam. Kemudian dengan metode kualitatif berupaya untuk mengembangkan teori secara induksi dengan menggunakan data yang telah dikumpulkan.
Perbedaan Prosedur Penyusunan Proposal Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Kualitatif
Berikut ini adalah daftar perbedaan antara penelitian kuantitatif dari penelitian kualitatif.
PENELITIAN KUANTITATIF | PENELITIAN KUALITATIF |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Format Penulisan Laporan Penelitian
JUDUL
BAB I PERMASALAHAN
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN, PENGUJIAN HIPOTESIS, DAN PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN