Saat menangani ribuan orang, bias kognitif paling berbahaya?
Saat Anda sedang menjelaskan prosedur, seorang jamaah haji lansia marah-marah tanpa alasan jelas. Respon paling efektif?
Ketua kloter meminta Anda sebagai petugas haji untuk memprioritaskan jamaah tertentu karena “titipan”. Sikap Anda?
Jamaah haji meminta informasi yang masih belum pasti. Anda?
Dalam situasi panik, prioritas komunikasi petugas haji:
Dalam tekanan tinggi, otak memproses ancaman lebih cepat dari logika. Ini disebut:
Jamaah bertanya 10 hal berulang-ulang. Hal ini menunjukkan?
Kondisi gawat darurat dan sangat crowded di area Jamarat, Anda sebagai petugas haji harus memilih: menyelamatkan 1 jamaah pingsan atau menahan 40 jamaah agar tidak memasuki area berbahaya. Secara etis:
Sebagai petugas haji, Anda sedang menangani jamaah risti yang collapse. Di waktu yang sama, askar meminta Anda memindahkan rombongan karena area mau ditutup. Prioritas absolut?
Anda sangat lelah karena sudah 18 jam bertugas, lalu ada konflik mendadak antarjamaah. Keputusan paling rasional?
Di tengah desak-desakan ekstrem, satu jamaah terinjak dan histeris. Reaksi terutama yang harus Anda lakukan?
Seorang jamaah menuduh Anda sebagai petugas haji “tidak becus” padahal Anda sudah benar dan sesuai SOP. Cara merespons?
Sebagai petugas haji, Anda harus menenangkan 40 jamaah yang sedang emosi berat dalam 1 menit. Teknik terbaik?
Anda harus memilih antara membuat jamaah nyaman atau aman. Sebagai petugas haji, mana pilihan terbaik?
Dalam kondisi evakuasi skala darurat, jamaah lambat bergerak karena bingung. Anda?
Petugas haji lain memancing emosi Anda di depan jamaah. Prinsip yang dipakai?
Jamaah haji menyalahkan Anda atas hal yang bukan tanggung jawab Anda. Respons paling matang: