Jilid 31

"Masakah kau lupa siapa yang akan kau tolong?" tanya Tokko Siang dengan gusar. "Peduli siapa yang akan kutolong, yang lebih penting kan jiwaku sendiri?"

"Kau ...." Belum lagi Tokko Siang sempat memaki, mendadak Sim Long mendesis, "Sssst, diam!" Tokko Siang terkejut dan bungkam seketika. Tahu-tahu di kedalaman gua yang gelap sana muncul setitik cahaya api. Cahaya api yang hijau berkelip, serupa api setan. Di balik cahaya api yang lemah itu seperti ada bayangan orang. Tokko Siang, Ong Ling-hoa dan Sim Long sama menahan napas dan bersembunyi dalam kegelapan. Siapa tahu cahaya api itu lantas berhenti di kejauhan. Mereka tidak bergerak, cahaya api itu pun diam. "Siapa?" bentak Tokko Siang. Tidak ada jawaban dalam kegelapan, tapi cahaya api lantas

melayang-layang dan semakin menjauh. "Kejar!" kata Sim Long dengan suara tertahan. "Kejar? .... Mana boleh, masa engkau tidak takut kepada tipu muslihat mereka?" ujar Ong Ling-hoa. "Cahaya api ini pasti dibuat oleh Yu-leng-kui-li untuk menyongsong kedatanganku," kata Sim Long. "Jika dia ingin menemuiku, sebelum berjumpa kukira takkan terjadi sesuatu."

Habis bicara ia terus mendahului melompat ke depan. "Jika engkau tidak mau ikut, boleh tunggu saja di sini," kata Tokko

Siang kepada Ong Ling-hoa. "Urusan sudah kadung begini, tidak mau pergi juga tidak bisa lagi," ujar Ling-hoa. Kegelapan yang tak berujung menekan perasaan orang hingga tidak dapat bernapas. Dalam kegelapan hanya ada setitik cahaya api hijau yang melayang-layang dan tidak tertampak apa pun. Angin meniup dingin seram membuat orang mengirik. Pada hakikatnya Sim Long bertiga tidak dapat membedakan arah, terpaksa mereka mengikuti cahaya api itu secara membuta. Semakin menuju ke dalam gua semakin kencang angin yang meniup. Memakai baju yang basah kuyup dan berjalan di bawah tiupan angin sedingin ini sungguh rasanya tidak enak. Tapi Sim Long bertiga sudah tidak merasakan dingin lagi. Entah apa perasaan mereka

sekarang, mungkin takut, tapi rasa takut yang sukar dijelaskan, sebab mereka pun tidak tahu sesungguhnya apa yang ditakuti mereka. Karena tegangnya, suara napas Tokko Siang yang semakin berat pun terdengar. Masakah manusia yang kaku dingin luar-dalam ini juga bisa takut? Tanpa terasa Sim Long menghela napas gegetun. Kegelapan mestinya dapat menutupi macam-macam kelemahan manusia, tapi dalam keadaan tertentu dapat pula menonjolkan titik kelemahan manusia yang biasanya sukar terlihat di tempat terang. Diam-diam Sim Long berpikir, "Meski orang pintar tahu cara bagaimana memperalat cahaya terang, hanya orang yang terpintar saja tahu cara bagaimana menggunakan kegelapan." Dan Yu-leng-kiongcu itu tidak perlu disangsikan lagi adalah seorang mahapintar dan cerdik. Sim Long tidak mendengar suara Ong Ling-hoa, biarpun Ong Ling-hoa tidak merasa takut, sedikitnya dia tegang sehingga bernapas megap-megap. Diam-diam Sim Long membatin pula, "Tidak perlu diragukan juga Ong Ling-hoa seorang mahapintar dan cerdik, tentu ia pun tahu cara bagaimana memperalat kegelapan. Dalam hal ini tidak boleh kulupakan ...." Sampai di sini, mendadak dalam kegelapan tersiar bau harum. Sim Long cukup waspada, serentak ia menahan napas. Menyusul dengan bau harum yang menusuk hidung itu, segera bergema suara tertawa nyaring serupa bunyi keleningan. Lalu seorang berkata, "Eh, jangan kalian menahan napas, bau harum ini tidak beracun, bahkan sangat bernilai, kan terlalu sayang bila tidak membaui?� Mendadak Ong Ling-hoa juga berseru dengan tertawa, "Betul, mungkin inilah bau harum pupur buatan Ong-hong-cay dari Pekkia yang termasyhur itu, sungguh tak terduga nona yang tinggal jauh di

sini juga mempunyai pupur pujaan kaum wanita ini, sungguh luar biasa.�

"Ahh, yang bicara tentunya Ong Ling-hoa, Ong-kongcu bukan?� sahut suara itu. "Entah dari mana nona tahu akan diriku?� ujar Ling-hoa. "Sudah lama kudengar Ong-kongcu adalah kesayangan kaum nona dan pujaan kaum wanita, memangnya siapa lagi kecuali Ong-kongcu yang sedemikian paham mengenai seluk-beluk pupur segala?�

"Terima kasih,� kata Ling-hoa. "Dan nona sendiri apakah Yu-leng-kiongcu adanya?�

"Betul,� jawab suara itu. "Sering kudengar bahwa Kiongcu adalah putri tercantik di dunia ini, juga jantannya kaum wanita, tapi hari ini mengapa Kiongcu sedemikian pelit,� kata Ling-hoa. "Pelit?� suara itu menegas. "Kalau tidak pelit, mengapa Kiongcu tidak sudi memberikan setitik cahaya terang agar kami sempat melihat kecantikan Kiongcu,� ujar Ling-hoa dengan tertawa. "Kecantikan dalam bayangan akan jauh lebih menyenangkan daripada melihat kenyataannya, bisa jadi setelah Kongcu melihat diriku akan merasa kecewa, bukankah seorang perempuan cerdik tidak nanti menimbulkan kecewa kaum lelaki, terutama bagi lelaki serupa Ong-kongcu? ....� ia berhenti sejenak, lalu tanya Sim Long, "Betul tidak, Sim-kongcu?�

"Mana kupaham jalan pikiran anak perempuan?� sahut Sim Long. Suara itu tertawa ngikik, katanya, "Setiap lelaki di dunia ini sama menganggap dirinya paling paham isi hati anak perempuan, hanya lelaki yang paling cerdik mau mengaku tidak paham jalan pikiran anak perempuan. Sim-kongcu memang tidak sama dengan lelaki lain, pantas sedemikian banyak anak perempuan yang tergila-gila padamu.� Saking tidak tahan mendadak Tokko Siang membentak, "Jika kalian ingin mengobrol iseng, hendaknya berganti suatu tempat ....�

"Masa tidak boleh bicara di sini?� tanya suara itu. "Kukira di sini hanya cocok untuk membunuh orang,� kata Tokko Siang.

"Jika begitu ingin kutanya padamu, apakah kau tahu tempat ini sebenarnya tempat apa?�

"Tentu ... tentunya bukan kamar tidurmu, bukan?� jengek Tokko Siang. Siapa tahu suara itu lantas menjawab dengan lembut, "Siapa bilang tempat ini bukan kamar tidurku, masa tak dapat kau lihat?� Hampir saja Sim Long tertawa geli, sungguh ia tidak menyangka Tokko Siang juga tahu humor. Rupanya melengak juga Tokko Siang oleh jawaban orang, katanya pula dengan gelagapan, "Apakah ... apakah tempat ini ....�

"Dapatkah kau lihat apa yang terdapat di depanmu?� tanya suara tadi. "Tentu saja tidak ... tidak dapat kulihat,� jawab Tokko Siang. "Nah, biar kukatakan padamu,� tutur suara itu. "Di depanmu sekarang tergantung sebuah lukisan indah.�

"Lukisan? Lukisan apa? Omong Kosong!�

"Itulah lukisan karya Go To-cu yang termasyhur, yang terlukis adalah Koan-im Hudco yang berbaju seputih salju.�

"Haha, Yu-leng-kiongcu juga memuja Koan-im, sungguh luar biasa,� seru Sim Long dengan tertawa. "Dan di sebelah kiri lukisan adalah tempat tidurku,� sambung suara itu pula. "Di atas tempat tidur memakai kelambu warna jambon bersulam bunga indah buah tangan Toh Jit-nio dari Pakkia.�

"Wah, dapatkah kulihatnya?� kata Ong Ling-hoa dengan tertawa. "Mengapa Ong-kongcu berubah menjadi orang awam, umpama tidak melihat buah tangan Toh Jit-nio kan juga dapat dibayangkan keindahannya, betul tidak, Sim-kongcu?�

"Aku cuma ingin berselimut dan tidur dengan nyenyak di atas tempat tidur, apakah di situ terdapat sulaman indah Toh Jit-nio atau tidak bagiku tidak menjadi soal,� jawab Sim Long. Suara itu tertawa, katanya, "Dan di samping tempat tidurku adalah lemari pakaian, di situ ada berpuluh potong bajuku, kebanyakan putih, hanya seperangkat saja yang berwarna merah muda.�

"Pada waktu Kiongcu mengenakan baju warna merah muda tentu sangat cantik,� ujar Ling-hoa. "Dan entah tempat rias Kiongcu

terletak di mana?�

"Terletak di sebelah kanan lukisan,� tutur suara itu. "Di situ ada sebuah cermin tembaga kecil, juga buatan Ong-hong-cay yang terkenal itu. Tentu ada pula minyak rambut dan sisir buatannya.�

"Wah, barang pilihan Kiongcu sungguh sangat bagus,� ucap Ling-hoa. "Di kamar anak gadis yang indah ini mestinya ada juga kecapi,� sambung Sim Long tiba-tiba. "Ai, Sim-kongcu memang seorang seniman,� kata suara itu. "Disamping meja rias justru ada sebuah kecapi.� Bicara sampai di sini, benar juga segera bergema suara kecapi yang merdu. Sim Long tertawa, katanya, "Wah, sungguh kami sangat beruntung dapat berkunjung ke kamar tidur Kiongcu yang luar biasa ini. Tapi entah kesalahan apa yang telah kami lakukan sehingga dihukum berdiri oleh Kiongcu.�

"Engkau memang telah melanggar kesalahan besar,� ujar suara itu. "Engkau telah mencuri lihat wajahku, sungguh ingin kuhukum kau berdiri selama hidup.� Suaranya meski sangat lembut dan memesona, tapi terasa seperti sengaja dibuat-buat.

Tapi lagak dibuat-buat ini serupa juga anak gadis yang manja didepan sang kekasih. Agaknya dia sengaja menggunakan cara ini untuk menutupi suara aslinya. Biarpun Sim Long berusaha membedakannya tetap tidak dapat menentukan apakah suara itu suara Pek Fifi atau bukan. "Wajah Kiongcu mengapa tidak suka dilihat oleh orang lain?� katanya kemudian dengan tersenyum.

"Sebab aku sudah bersumpah di depan Yu-leng-cosu (kakek arwah halus) bahwa setiap orang yang melihat wajahku, tidak peduli siapa dia hanya ada dua pilihan baginya.�

"Oo, kedua pilihan apa?� tanya Sim Long. "Mati!� kata suara itu. "Wah, jika begitu kuharap dapat memilih jalan kedua,� ujar Sim Long. Perlahan suara itu berkata pula, "Sampai sekarang belum pernah ada orang menempuh jalan kedua, sebab jalan kedua ini tidak dapat dilalui oleh sembarang orang .... Orang yang dapat menempuh jalan kedua ini tidak ada seberapa orang di dunia.�

"Memangnya ada berapa orang?�

"Jika mau bicara secara betul, hanya ada satu orang.�

"Satu orang? Apakah ... apakah tidak terlalu sedikit?� Suara itu bertambah lembut, "Bagimu seorang pun tidak sedikit lagi.�

"Sebab apa?� tanya Sim Long. "Sebab satu-satunya orang yang dapat menempuh jalan kedua ini kebetulan ialah dirimu sendiri.�

"Aha, sungguh bahagia aku ini,� seru Sim Long. "Apabila Kiongcu sudi memberitahukan jalan macam apa jalan kedua itu, tentu Cayhe akan sangat gembira.�

"Jalan kedua itu adalah menikah menjadi suami-istri denganku.� kata suara itu perlahan. "Wah, tidak adil, tidak adil!� teriak Ong Ling-hoa. "Mengapa kebanyakan gadis ingin menjadi suami-istri dengan Sim Long, mengapa tidak mencari diriku saja? Jika Kiongcu penujui pasi akan jauh lebih gembira daripada Sim Long.� Suara itu tertawa, "Sim Long juga akan menerima.�

"Dari mana Kiongcu tahu aku pasti akan menerima,� tanya Sim Long. Suara itu tidak menjawab, sebaliknya bertanya, "Him Miau-ji sahabatmu bukan?�

"Betul,� jawab Sim Long. "Cu Jit-jit juga sahabatmu, bukan?�

"Ya.�

"Jika begitu seharusnya kau tahu sebab apa kau terima kehendakku.� Mendadak Tokko Siang menghardik, "Apakah mereka ... mereka jatuh dalam cengkeramanmu?�

"Menyesal, memang begitulah.�

"Huh, memaksa orang lain kawin denganmu secara licik begitu, apakah bukan perbuatan yang tidak tahu malu?� Suara itu tertawa, "Jika ada seorang anak perempuan memaksamu kawin dengan dia secara begini, tentu engkau kegirangan setengah

mati. Eh, betul tidak, Sim-kongcu?� Dengan murka Tokko Siang hendak menerjang maju, tapi keburu ditahan Sim Long. "Lepaskan!� teriak Tokko Siang. "Kenapa kau ....�

"Umpama hendak kau labrak dia kan harus tahu jelas dulu dia berada di mana?� kata Sim Long.

"Di mana dia bicara, tentu juga dia berada di sana,� teriak Tokko Siang. "Memangnya kau lihat dia?�

"Tidak perlu kulihat dia.�

"Dan dapatkah kau lihat diriku?�

"Tidak ... tapi matamu ....�

"Ya, sedikitnya dapat kau lihat mataku, tapi engkau justru tidak dapat melihat matanya, mengapa bisa begitu? .... Tentu hal ini disebabkan dia memejamkan mata, bisa juga dia bersembunyi dibelakang sesuatu, mungkin di belakang tempat riasnya, bila kau terjang ke sana, bukan mustahil akan menabrak meja riasnya hingga berantakan, kan sayang?� Sembari bicara dengan jarinya Sim Long terus menulis beberapa huruf di telapak tangan Tokko Siang. Dalam pada itu suara tadi bergema pula, "Engkau tidak menerima lamaranku, itulah yang harus disayangkan. Seorang anak perempuan secara aktif melamar seorang lelaki, hal ini sudah cukup membuatnya kikuk, jika lamarannya ditolak, tidak perlu heran bila segala apa pun dapat diperbuatnya.�

"Tapi dari mana kutahu Him Miau-ji betul-betul berada di sini?� ujar Sim Long. "Ini kan gampang ....� belum lenyap suaranya, tiba-tiba dari kejauhan ada suara orang meraung murka. "Keparat, kau anjing betina, bila kau pegang lagi bapakmu segera ku ....� Mendadak terputus suaranya, namun Sim Long sudah dapat mengenali suara itu memang suara Him Miau-ji. Ong Ling-hoa tertawa, "Wah, tampaknya si Kucing itu tidak tersiksa sebaliknya malah mendapat pelayanan istimewa. Cuma sayang biasanya dia memang tidak mengerti kemesraan, jika aku yang menjadi dia, biarpun bagian mana yang diraba tetap akan ku ....�

"Eh, apakah Sim-kongcu juga ingin mendengar suara Cu Jit-jit?� tiba-tiba suara tadi bertanya. "Tidak perlu lagi,� jawab Sim Long. "Dan kau terima permintaanku?�

"Jika Kiongcu benar orang yang kulihat malam itu, kenapa aku tidak mau memperistrikan gadis secantik itu .... Tapi dari mana kutahu engkau betul adalah dia?�

"Huh, bicara kian kemari maksudmu tetap ingin minta kumunculkan diri, bukan?�

"Sekalipun Kiongcu tidak unjuk diri, sedikitnya kan boleh kulihat bagaimana matamu?� ia menghela napas, lalu menyambung, "Ai, mata itu sungguh bening menarik, sekali kulihat tak dapat kulupakan selamanya.� Suara itu juga menghela napas perlahan, katanya, "Begitu mengharukan cara bicaramu, aku menjadi tidak sampai hati menolak kehendakmu.� Benar juga, dalam kegelapan segera muncul sepasang mata. Tidak perlu diragukan lagi jelas itulah mata yang jeli, mata yang indah. Tapi pada detik munculnya mata itu, mendadak Sim Long dan Tokko Siang menghilang. Kiranya yang ditulis Sim Long pada telapak tangan Tokko Siang tadi berbunyi, "Begitu melihat matanya, segera kita pejamkan mata dan menubruk maju!� Sudah tentu dia menulis dengan kalimat yang singkat, syukur dapat dipahami Tokko Siang. Dan dalam sekejap itulah Sim Long dan Tokko Siang telah menerjang ke depan. Sim Long juga orang cerdik, dengan sendirinya ia tahu menggunakan kegelapan ini. Dengan memejamkan mata dalam kegelapan dan menubruk maju, tindakan mereka menjadi tak bersuara dan tidak terlihat.

Bahkan mata orang tidak sempat berkedip, pada hakikatnya Sim Long tidak memberi kesempatan bagi lawan untuk menangkis,

melawan dan menghindar. Empat tangan serentak memukul dengan cara yang berbeda, nyata mereka tidak mau memberi kesempatan bagi arwah halus yang cantik ini lolos lagi dari tangan mereka. Dan rasanya sukar bagi siapa pun untuk lolos dari serangan mereka. Benar juga, si dia tidak dapat menghindar, empat tangan kuat sekaligus mengenai tubuhnya. Terdengar suara keluhan, lalu roboh dengan lunglai, tapi mata yang indah itu tetap terbentang. Dia tidak menjerit, bahkan sinar matanya tidak memperlihatkan rasa kejut atau kesakitan, sebaliknya menampilkan semacam rasa gembira karena telah impas.

Sim Long membuka matanya, ia terkejut dan berseru, "Hei, sesungguhnya siapa kau?� Mendadak dirasakan mata yang indah ini telah dikenalnya dengan baik, jelas bukan mata yang dilihatnya di balik kerudung yang disingkapnya kemarin malam itu. Di tengah kegelapan malam tidak ada yang bersuara, mata yang indah itu seakan-akan lagi berkata, "Sim Long, masa engkau tidak kenal lagi padaku?� Cepat Sim Long memayang tubuhnya, tapi dirasakan tubuh itu telanjang bulat, halus licin dan dingin, nyata sebelum Sim Long menghantamnya dia sudah tertutuk dulu Hiat-to kelumpuhannya. Sim Long lagi menyadari telah berbuat salah besar. Cepat ia membuka Hiat-to si dia yang tertutuk dan mendesis, "Kuatkan dirimu, engkau takkan mati.�

Mata yang indah itu mengembeng air mata, rintihnya perlahan, "Tidak perlu lagi engkau menghiburku, kutahu aku akan mati, bagiku mati tidak menakutkan ... sedikit pun tidak menakutkan ....�

"Sesungguhnya siapa dia?� tanya Tokko Siang mendadak. Ong Ling-hoa yang berdiri di sebelah sana mendengus, "Hm, kalian

telah salah membunuh, yang terbunuh oleh kalian ternyata Ci-hiang.�

"Ci-hiang?� Tokko Siang menegas. "Apakah dia ....� Dengan menyesal Sim Long lantas berkata, "Ci-hiang, maaf, aku salah ....�

"Jangan bicara demikian,� kata Ci-hiang dengan lemah. "Dapat mati di tanganmu adalah sesuatu yang menyenangkan bagiku ....� Matanya yang indah itu seperti menampilkan secercah senyuman pedih. Lalu matanya terpejam untuk selamanya, ia telah mengakhiri hidupnya yang sengsara dengan tersenyum. Dalam kegelapan terasa mencekam, sampai setitik api setan tadi pun

lenyap. Sim Long memegangi tangan Ci-hiang yang lambat laun mulai dingin, sampai sekian lama tak dilepaskannya. Mendadak suara Yu-leng-kiongcu itu bergema pula, "Sim Long, sekarang tentu kau tahu bahwa tidak mungkin dapat kau sentuh diriku. Kecuali terjadi perkawinan antara kita, kalau tidak, sebuah jariku pun tak dapat kau sentuh.�

"Mengapa kau lakukan seperti ini? Kenapa kau celakai dia?� tanya Sim Long. Suaranya seperti tenang saja, tapi di tengah ketenangan mengandung rasa duka dan gusar yang tak terhingga. Suara tertawa Yu-leng-kiongcu menusuk perasaan orang setajam jarum, katanya, "Cara begini tindakanku hanya untuk memberitahukan padamu bahwa engkau bukan malaikat, engkau

juga dapat berbuat salah, engkau tidak banyak lebih pintar daripada orang lain.� Sim Long menghela napas panjang, katanya rawan, "Ya, aku memang berbuat salah tapi kuharap engkau juga perlu berpikir, apakah engkau tidak berbuat salah juga?�

Cukup lama suasana dalam kegelapan itu tidak terdengar sesuatu suara. Maka Sim Long berkata lagi, "Betul, ada sementara urusan engkau memang berbuat dengan sangat berhasil, bukan saja aku tertipu olehmu, juga orang lain sama tertipu, tapi apakah engkau dapat menipu terus-menerus?� Dalam kegelapan tetap tidak ada suara orang. "Engkau ingin menipu setiap orang di dunia ini, sebab itulah engkau tidak mempunyai sanak famili, tidak punya kawan, sebab engkau tidak memercayai siapa pun, engkau terpaksa hidup sendirian untuk selamanya dan tersiksa selama hidup.� Mendadak Yu-leng-kiongcu bergelak tertawa, katanya, "Siapa bilang aku tersiksa? Sedikitnya saat ini engkau terlebih tersiksa daripadaku.�

"Apakah engkau merasa senang bila melihat orang lain tersiksa?� tanya Sim Long. "Betul, terlebih bila melihat engkau menderita,� kata Yu-leng-kiongcu. "Jika engkau sedemikian benci padaku, kenapa engkau ingin kawin denganku?� Yu-leng-kiongcu termenung sejenak, katanya kemudian, "Sebab aku tidak dapat melihat engkau mendapatkan kebahagiaan, maka aku pun tidak dapat membiarkan kau ....�

"Tidak membiarkan kukawin dengan orang lain, begitu?� tukas Sim Long. "Pokoknya, biarpun aku harus menderita selama hidup, engkau juga harus tersiksa selama hidup.� Mendadak Yu-leng-kiongcu seperti dirangsang emosi sehingga suaranya rada gemetar. Sim Long menghela napas panjang, katanya perlahan, "Bagus, sekarang, akhirnya dapat kupastikan siapa dirimu.�

"Oo, sia ... siapa aku?�

"Jika benar engkau tidak kenal diriku, mengapa pula engkau benci padaku? Ai, semula kusangka engkau seorang yang bajik, siapa tahu dugaanku salah besar.� Kembali tiada suara dalam kegelapan. "Apakah aku salah omong?� tanya Sim Long.

"Biarpun benar bicaramu, memangnya lantas bagaimana?� ujar Yu-leng-kiongcu. Mendadak suaranya berubah, tidak lembut lagi, juga tidak emosi, berubah menjadi hambar dan dingin, seperti suara seorang lain. "Kuharap engkau suka berpikir lagi ....�

"Aku tidak perlu pikir lagi,� sela Yu-leng-kiongcu. "Tapi aku ....�

"Kau pun tidak perlu berpikir.�

"Sebab apa?�

"Sebab antara kita tiada pilihan lain lagi.�

"Masakah engkau sendiri pun tiada pilihan lain?�

"Ya, karena tiada pilihan lain, terpaksa kubiarkan kau mati.� Sim Long termenung sejenak, lalu berkata, "Masakah engkau

sedemikian yakin dapat membuatku mati?� Yu-leng-kiongcu mengiakan. "Engkau akan senang bila kumati?�

"Juga belum tentu.�

"Jika tidak tentu senang, mengapa engkau ....�

"Kan sangat sederhana dalil ini, bilamana tidak dapat terpaksa harus membuatmu mati.�

"Bagus sekali, boleh kau coba ....� ucap Sim Long dengan tenang. Akhirnya Tokko Siang tidak tahan, ia meraung gusar, "Sim Long, tadinya kusangka engkau seorang pintar, siapa tahu engkau ternyata orang gila.�

"Gila?� Sim Long melenggong. "Dalam keadaan demikian, untuk apa engkau mengobrol dengan dia? Memangnya tempat ini cocok untuk bicara iseng? Apakah sekarang waktunya mengobrol?� teriak Tokko Siang. "Urusan antara dia dan aku selamanya takkan kau ketahui,� ujar Sim Long dengan menyengir. "Sesungguhnya siapa dia? ... Sebenarnya orang macam apa dia?� kembali Tokko Siang meraung. "Hal ini tak dapat kau bayangkan, dia ... dia bukan lain ialah Pek Fifi.� Hampir saja Tokko Siang berjingkrak, teriaknya, "Hah, tampaknya engkau benar sudah gila, Pek ... Pek Fifi katamu? Masakah Pek Fifi sama dengan Yu-leng-kiongcu? Anak perempuan yang lemah lembut itu adalah Yu-leng-kiongcu?�

"Sebenarnya aku pun tidak percaya, tapi kenyataan sekarang membuatku mau tak mau harus percaya,� kata Sim Long. Tokko Siang termenung sejenak, katanya kemudian, "Masa engkau benar ... benar Pek Fifi?� Suara Yu-leng-kiongcu terdengar dalam kegelapan, "Sekarang tidak menjadi soal lagi siapa aku ini, bagi seorang yang sudah hampir mati, siapakah diriku kan tiada bedanya?�

"Kentut, kau ....� teriak Tokko Siang dengan murka. "Sebaiknya jangan sembarangan bertindak, kalau tidak kematianmu bisa tambah cepat,� jengek Yu-leng-kiongcu. "Hm, memangnya kau sangka tempat ini betul tempat tidurku?�

"Habis tempat apa ini?� tanya Tokko Siang. "Supaya kutahu, di sini adalah neraka dunia,� jawab Yu-leng-kiongcu. Mendadak Tokko Siang tertawa dingin, suaranya tidak terlalu keras, tapi jelas suara yang dibikin-bikin, dia berkata, "Sejak berkecimpung di dunia Kangouw pada waktu berumur 14 tahun, sampai kini sudah berlangsung 40 tahun lamanya. Selama 40 tahun ini mestinya aku sudah mati beberapa kali, jangankan cuma neraka dunia, biarpun neraka di akhirat juga berani kuhadapi, maka engkau salah besar jika kau kira aku dapat kau takut-takuti?� Yu-leng-kiongcu tersenyum hambar, katanya, "Kuharap engkau takkan ketakutan, aku pun tidak bermaksud menakutimu, tapi ingin kukatakan padamu, neraka dunia sesungguhnya jauh lebih indah daripada neraka di akhirat.�

"Lebih indah?� Tokko Siang menegas dengan tertawa. "Betul, jauh lebih indah, makanya sangat sayang engkau tidak dapat

melihatnya,� kata Yu-leng-kiongcu. "Hehe, sayang ....�

"Ya, sayang di neraka tidak ada cahaya lampu, mata telanjang manusia setiba di sini akan berubah serupa orang buta, demi untuk menambal kerugian kalian, biarlah kulukiskan keadaan ini kepada kalian.� Sementara itu bau harum yang memabukkan tadi sudah berubah menjadi semacam bau busuk mayat dan bau anyir darah yang membuat orang bisa tumpah. Suara lembut Yu-leng-kiongcu tadi juga berubah menjadi melengking tajam, singkat melayang-layang serupa bukan suara manusia lagi. Dua macam suara yang sama sekali berbeda ini ternyata keluar dari mulut seorang yang sama, hal ini sungguh sukar untuk dipercaya. Bahkan suaranya tidak jelas datang dari arah mana lagi. Terdengar Yu-leng-kiongcu berkata lagi, "Apabila kalian dapat melihat, tentu kalian akan merasakan bahwa tempat di mana kalian berdiri sekarang boleh dikatakan tempat yang paling indah di dunia. Permukaan bumi yang halus licin itu tampaknya serupa kemala, lukisan yang indah itu bahkan boleh dikatakan karya seni yang tidak ada bandingannya.� Ia tertawa, lalu menambahkan, "Tapi apakah kalian tahu tanah di

tempat ini terbuat dari apa?�

"Namanya tanah, masakah terbuat dari sesuatu? Huh, persetan!� jengek Tokko Siang. Suara tertawa Yu-leng-kiongcu berubah serupa tangisan kera dimalam dingin, suara tangis kera yang serupa tangis setan itu membuat siapa pun mengirik. Terdengar lagi suara Yu-leng-kiongcu, "Supaya kalian tahu, tempat ini terbuat dari tulang manusia yang dirangkai menjadi satu. Tulang manusia sekerat demi sekerat, ada tulang lelaki dan ada tulang perempuan. Ada tulang orang tua, juga ada tulang anak kecil, ada tulang tengkorak, ada tulang iga dan sebagainya ....� Ia tertawa terkekeh, "Bisa jadi kalian sekarang berdiri di atas tulang tengkorak, mungkin itulah tulang tengkorak seorang gadis jelita ....� Kaki Tokko Siang tanpa terasa mengejang. Mendadak Yu-leng-kiongcu berkata pula, "Dan apakah kalian? .... Itulah sebuah lukisan bersulam, yang tersulam adalah gunung yang hijau, awan yang putih, dan air yang hijau.�

"Hm, apakah ini pun buah tangan si Jarum Sakti Toh Jit-nio?� jengek Tokko Siang. "Betul,� kata Yu-leng-kiongcu dengan tertawa. "Ini memang buah tangan Toh Jit-nio, boleh dikatakan karyanya yang paling indah, tapi apakah kau tahu disulamnya dengan apa?� Kembali suara tertawanya berubah lagi, tertawa menyeringai, katanya pula, "Semua ini disulamnya dengan tulang sebagai jarum dan sebagai benang, disulam di atas kulit manusia, kulit manusia yang utuh sehingga licin serupa sutra, mestinya kulit seorang gadis lembut dan jelita, sejelita Cu Jit-jit. Aku yang membeset kulitnya, sebab dia tidak menurut kepada perkataanku.�

"Haha, apakah sengaja hendak kau takuti diriku? Huh, memangnya kau sangka aku tidak pernah membeset kulit dan membetot urat orang?� teriak Tokko Siang dengan terbahak-bahak. "Tentu saja pernah kau lakukan,� sahut Yu-leng-kiongcu. "Tapi

apakah kau tahu dengan cara bagaimana supaya dapat menguliti secara utuh kulit seorang?�

"Banyak sekali caranya, apakah kau ingin mencobanya?� jawab Tokko Siang. "Meski banyak caranya tapi bila ingin membuat kulit ini utuh tanpa cacat setitik pun, hal ini pun semacam seni dan mungkin engkau tidak paham,� ujar Yu-leng-kiongcu dengan tertawa. "Memang aku hanya paham menguliti dan tidak tahu seni segala,� jengek Tokko Siang. "Dan apakah perlu kuceritakan?�

"Huh, persetan kau mau cerita atau tidak?�

"Ini, dengarkan,� tutur Yu-leng-kiongcu. "Lebih dulu kutanam sebagian besar tubuhnya di tanah, habis itu akan kusayat satu celah di atas kepalanya, lalu kutuangkan air raksa ke dalamnya. Dengan demikian tubuhnya akan mulai menjumbul ke atas. Lantaran tubuhnya terimpit oleh tanah, dengan sendirinya badannya mengelupas dan tersembul keluar telanjang tanpa kulit lagi ....�

"Tutup mulut!� bentak Tokko Siang dengan suara agak gemetar. "Haha, engkau tidak mau mendengarkan? Kau takut?� tanya Yu-

leng-kiongcu dengan tertawa. "Kau ... kau setan iblis, kau bukan manusia,� teriak Tokko Siang. Yu-leng-kiongcu tertawa nyaring, "Kan sudah kukatakan aku bukan manusia, kulupa memberitahukan pula padamu, langkah terakhir dari karya seni ini adalah menuangkan sebaskom air mendidih ke atas tubuh telanjang tanpa kulit itu.� Tokko Siang meraung murka serupa air mendidih mendadak tertuang di atas tubuhnya, "Biar kuadu jiwa denganmu ....�

"Berhenti, jangan bergerak,� bentak Yu-leng-kiongcu mendadak. "Memangnya kau tahu apa yang terletak di depanmu?� Bentakan ini serupa pisau belati yang mengancam di depan dadanya, seketika Tokko Siang lantas menghentikan langkahnya. Dengan suara lembut Yu-leng-kiongcu berkata pula, "Nah, supaya kau tahu, di depanmu justru ada sebuah kolam, tapi bukan kolam

teratai sebagaimana pernah kau lihat dengan daun dan bunga teratai yang mengapung di permukaan kolam serta direnangi oleh

angsa putih dan sebagainya, kolam ini jauh lebih menarik daripada kolam yang pernah kau lihat ....� Ia tertawa terkekeh, lalu menyambung, "Inilah kolam darah, didalam kolam tidak ada air tapi darah melulu, tidak ada daun dan bunga teratai, tidak ada angsa segala, yang terapung di kolam ini hanya hati manusia, jantung dan paru-paru manusia, mungkin juga ada biji mata yang baru dicungkil dan hidung atau lidah yang baru dipotong.� Ia merandek sejenak, lalu melanjutkan, "Maka bila sampai kau jatuh ke dalam kolam, tentu rasanya sukar dibayangkan. Nah, apakah engkau tetap hendak melangkah lagi ke depan?� Suaranya berubah tidak menentu sehingga sukar dibedakan apakah keterangannya benar atau cuma gertakan belaka. Tokko Siang menjadi ragu sehingga tidak berani sembarangan bergerak. Mendadak Sim Long yang sejak tadi diam saja bergelak tertawa. "Apa yang kau tertawakan, Sim Long?� jengek Yu-leng-kiongcu. "Engkau sungguh seorang pintar, aku merasa kagum padamu,� kata Sim Long. "Oo?!� melenggong juga Yu-leng-kiongcu. "Kutahu di dunia persilatan ada sementara orang yang suka berlagak setan dan menyamar seperti malaikat, untuk menakuti orang dia tidak segan menggunakan berbagai akal licik dan membikin suatu tempat sedemikian seram, bahkan memberinya nama yang mengerikan seperti neraka dunia segala.�

"Hihi, apa lagi?� tanya Yu-leng-kiongcu dengan tertawa. "Tapi engkau berbeda dengan mereka,� kata Sim Long. "Engkau jauh lebih pintar daripada mereka. Cukup dengan beberapa patah katamu saja sudah jauh lebih menakutkan daripada tempat yang

dibangun dengan memakan biaya dan tenaga yang sukar dinilai.�

"Memangnya kau kira apa yang kukatakan tidak benar?� tanya Yu-leng-kiongcu dengan terkekeh. "Benar atau tidak bukan soal bagiku,� kata Sim Long. "Tentunya kau tahu, orang semacam kami ini tidak mungkin ditakuti. Jika kau inginkan kematian kami masih diperlukan keahlian lain.� Yu-leng-kiongcu menghela napas, "Aku hanya dapat menakuti orang dan tidak ada keahlian lain.� Belum lenyap suaranya, mendadak dari berbagai penjuru bergema suara mendenging tajam menyambar ke arah berdiri Sim Long dan Tokko Siang. Dari suaranya dapat diketahui bukan sebangsa anak panah melainkan jenis senjata rahasia yang sangat lembut dan keji, biarpun dalam keadaan biasa pun sukar dihindari, apalagi dalam kegelapan yang tidak diketahui tempat macam apa sehingga tidak berani sembarangan bergerak. Suara mendesing itu terus berlangsung hingga sekian lamanya dan Sim Long serta Tokko Siang juga tidak terdengar melakukan sesuatu gerakan. Jangan-jangan mereka sudah binasa? Sampai lama baru terdengar suara Yu-leng-kiongcu memanggil, "Sim Long .... Sim Long! ....� Dalam kegelapan tidak ada suara jawaban. Sekian lama lagi baru terdengar suara seorang perempuan lain berucap, "Akhirnya bencana ini dapat ditumpas juga.�

"Mungkin ... tidak,� kata Yu-leng-kiongcu. "Mereka pasti tidak dapat menghindar, apalagi, sama sekali tidak terdengar sesuatu suara mereka.�

"Betul, tidak ada suara gerakan apa pun, tapi juga tidak ada suara teriakan.�

"Orang semacam mereka biarpun mati juga takkan berteriak.� Dapat juga Yu-leng-kiongcu menghela napas, rasanya seperti timbul dari lubuk hatinya yang dalam. "Apa boleh menyalakan lampu sekarang?� tanya suara orang perempuan tadi. "Tunggu sebentar lagi ....� Dalam kegelapan tidak terdengar suara apa pun, juga tidak terdengar suara napas Sim Long dan Tokko Siang, padahal bila manusia tidak bernapas kan berarti sudah mati. "Sim Long, apakah benar engkau mati? ....� ucap Yu-leng-kiongcu perlahan. "Ini pun bukan salahku, tapi salahmu sendiri. Tapi meski engkau mati juga jauh lebih enak daripada yang masih hidup.� Mendadak berkumandang suara Ong Ling-hoa dari kejauhan, "Tapi aku justru ingin hidup saja.�

"Engkau masih hidup sebab aku belum menghendaki kematianmu,� kata Yu-leng-kiongcu. "Tentu kutahu,� ujar Ong Ling-hoa tertawa, "kalau tidak masakah ibuku mengirim dirimu pulang ke sini dan menyerahkan orang bencong itu kepadamu.�

"Ibumu memang orang pintar,� kata Yu-leng-kiongcu. "Dan mulutku juga cukup rapat,� ujar Ling-hoa. "Urusan yang menyangkut Kiongcu tidak pernah kukatakan satu kata pun. Meski sampai sekarang baru kutahu nona ialah Yu-leng-kiongcu, tapi soal

nona seorang yang luar biasa sebenarnya sudah lama kuketahui, juga sudah lama kutahu nona adalah ....�

"Tutup mulut,� jengek Yu-leng-kiongcu. "Jika mulutmu tidak rapat, memangnya saat ini dapat kau hidup?� Ong Ling-hoa mengiakan. "Setelah kubunuh Sim Long, entah bagaimana reaksi ibumu nanti?� tanya Yu-leng-kiongcu."Bahwa nona dapat turun tangan membinasakan Sim Long, tentu saja ibuku sangat kagum padamu.�

"Hm, kecuali diriku sendiri, siapa pun dapat kubunuh,� jengek Yu-leng. "Sudah lama ibuku mengetahui bakat nona yang luar biasa, kecuali nona, siapa pula yang mau menerima penderitaan semacam itu dan siapa pula yang mampu berpura-pura sedemikian rupa?� Yu-leng-kiongcu mendengus. "Makanya ibu ingin bekerja sama denganmu setulus hati,� kata Ling-hoa pula. "Pertama ingin menumpas Koay-lok-ong itu. Kedua, ingin membagi dunia bersama nona.�

"Kupergi ke Tionggoan sebagian besar juga karena ingin mencari ibumu,� tutur Yu-leng-kiongcu. "Sejak kecil sudah timbul

keinginanku untuk melihat orang cantik macam apakah ibumu sehingga dapat membuat 'dia' meninggalkan ibuku.�

"Urusan masa lampau, untuk apa nona mengungkitnya lagi,� ujar Ling-hoa. "Yang jelas, ibumu dan ibuku sama-sama orang yang

ditinggalkan oleh 'dia', dan antara kita sebenarnya ....�

"Tutup mulut!� bentak Yu-leng-kiongcu. "Ya, sekarang ....�

"Jika tidak kubunuh dirimu, apa pula yang akan kau katakan?�

"Apakah sekarang nona sudi memberikan setitik cahaya terang agar aku dapat maju ke sana, biar kulihat bagaimana bentuk Sim Long sesudah mati.� Yu-leng-kiongcu terdiam hingga lama, akhirnya berkata perlahan, "Nyalakan lampu!� Seperti keajaiban dalam mimpi saja, setelah lampu menyala, suasana yang mencekam dan kegelapan yang seram seketika lenyap.

Tempat ini bukan kamar anak perawan, juga bukan neraka dunia segala. Di sini tidak ada meja rias, lukisan indah dan tulang tengkorak serta kolam darah segala. Tempat ini tidak lain cuma sebuah gua karang yang gelap dengan batu padas yang keras. Sedangkan Sim Long dan Tokko Siang, mereka pun tidak mati, mereka tetap berdiri di situ dengan segar bugar. Sim Long tampak berdiri tidak bergerak dengan wajah tetap mengulum senyum yang khas itu, bahkan senyumnya terasa menggemaskan hati. Dia berdiri dengan mengadu punggung dengan Tokko Siang, baju mereka sudah ditanggalkan dan dibentangkan dengan kedua tangan sehingga berwujud serupa layar menggembung dan mereka justru bersembunyi di balik layar. Baju yang basah kuyup dan dikembangkan dengan tenaga dalam mereka, tentu saja senjata rahasia yang lembut itu tidak dapat menembusnya.

Seketika pucat pasi wajah Ong Ling-hoa yang berdiri di kejauhan sana. Bayangan serupa badan halus di tempat kelam sana juga timbul kegemparan. "Hahahaha!� Sim Long terbahak. "Betapa pun pintarnya seorang sekali tempo pasti juga akan salah hitung. Bualan nona tadi hampir saja membuat sukmaku terbang ke awang-awang saking takutnya, tentu tujuan nona kemudian akan membinasakan kami, tak kau duga ketika engkau mengoceh tadi kami lantas membuat benteng pertahanan ini sehingga ....�

"Sim Long, engkau sungguh setan dan bukan manusia,� teriak Yu-leng-kiongcu dengan geram. "Tapi aku hanya ingin menjadi manusia dan tidak mau menjadi setan,� Sim Long lantas berpaling ke arah Ong Ling-hoa, katanya, "Untuk ini kukira Ong-heng mempunyai pikiran serupa diriku.� Ong Ling-hoa hanya berdehem saja tanpa menanggapi. "Wahai Ong Ling-hoa,� kata Sim Long pula, "apa pun juga seharusnya tidak boleh membeberkan rahasia kalian sendiri sebelum tahu pasti apakah aku sudah mati atau belum.�

"Ah, semua itu kan juga bukan rahasia lagi,� ujar Ong Ling-hoa. "Betul, sebelum ini memang sudah kuketahui Ong-hujin pasti mempunyai maksud tujuan tertentu dengan melepaskan Pek Fifi, juga sudah kuketahui cara Pek-Fifi membunuh si bencong itu bukanlah tanpa sengaja, semua ini memang bukan rahasia lagi. Tapi baru sekarang dapat kutahu dengan pasti bahwa antara Ong-heng dengan nona Pek adalah saudara seayah lain ibu, inilah yang merupakan rahasia besar bagiku.�

"Apa katamu?� sedapatnya Ong Ling-hoa berlagak bodoh. "Demi mendapatkan kitab pusaka Yu-leng-pit-kip itu, Koay-lok-ong

telah berhasil menipu ibu Pek Fifi, tapi demi Ong-hujin, dia meninggalkan ibu Fifi. Kemudian, supaya rahasia pertarungan Wi-san tidak terbongkar, dia meninggalkan pula Ong-hujin, dengan dua kali meninggalkan dua orang perempuan akibatnya juga

meninggalkan seorang putra dan seorang putri, yaitu dirimu dan Pek-Fifi.�

"Bagus, apa pula yang kau ketahui?� jengek Ong Ling-hoa. "Dapat kuketahui pula bahwa putra-putri Koay-lok-ong ini sama

sekali tidak memandangnya sebagai ayah, sebaliknya membencinya sampai merasuk tulang, kalau bisa bahkan ingin membunuhnya.�

"Hm, jika kau jadi diriku bagaimana tindakanmu?� jengek Ong Ling-hoa. "Inilah urusan kalian, orang lain tidak boleh ikut campur, tapi betapa keji perbuatan kalian boleh dikatakan cocok dengan ayah kalian. Terutama Pek Fifi, sungguh kukagum atas kesabaranmu dan dapat menyamar serapi ini.�

"Apakah cuma ini saja yang hendak kau katakan?� jengek Yu-leng-kiongcu sambil melayang keluar dari tempat sembunyinya.

Ong Ling-hoa juga mulai melangkah maju setindak demi setindak. Sim Long berkata pula, "Sebelumnya sudah kuselidiki asal-usul Ong-hujin dan Ong Ling-hoa, maka engkau lantas menyusup keTionggoan dan sengaja menjual diri sebagai budak, tujuanmu agar dapat dibeli oleh Ong Ling-hoa yang mata keranjang itu dan engkau dapat mencari kesempatan untuk melampiaskan dendam ibumu.�

"Ya, setelah kutahu betapa keji mereka ibu dan anak, kusadar bukan tandingannya bila kulawan dengan kekerasan, terpaksa harus kukerjai mereka dengan akal,� ujar Fifi dengan tenang. "Dan tak kau duga tipu muslihatmu telah dikacau oleh Cu Jit-jit yang bermaksud baik itu, sehingga berbalik membikin susah padamu.�

"Tapi aku tidak dendam padanya, aku cuma kasihan karena kebodohannya,� jengek Fifi. "Namun segala sesuatu sudah

kuperhitungkan juga, hanya ketika jatuh ke tangan orang banci itulah yang tidak pernah kuperhitungkan.�

"Namun waktu itu engkau berbalik mendapat untung karena bisa berdekatan dengan Ong Ling-hoa,� ujar Sim Long. "Siapa tahu Cu Jit-jit yang berhati baik itu kembali membawa pergi dirimu, terpaksa engkau berlagak bodoh sebisanya dan ikut pergi bersama dia.�

"Memang betul, coba teruskan,� ujar Fifi. "Maka sejak di gua rahasia di puncak gunung itu sengaja kau lepaskan Ong Ling-hoa, lalu berlagak bodoh seperti tidak tahu apa-apa, sampai aku pun tertipu. Sungguh lucu juga, aku berbalik

menghiburmu agar jangan susah dan jangan cemas.� Mendadak Ong Ling-hoa terbahak-bahak, katanya, "Hahaha, akupun terkejut ketika dia melepaskan diriku waktu itu, sungguh mimpi pun tak terpikir olehku Pek Fifi yang kelihatan lemah dan harus

dikasihani ternyata seorang licin begini.�

"Hm, kebanyakan orang lelaki memang mudah tertipu,� ejek Fifi. "Sungguh kasihan anak perempuan semacam Cu Jit-jit itu, segala apa dia tidak paham, tapi dia justru sok berlagak jempolan, berlagak serbatahu, makanya juga sering tertipu oleh orang lelaki.�

"Kasihan Cu Jit-jit,� kata Sim Long dengan menyesal. "Waktu dihotel tempo hari aku malah menyalahkan dia tidak menjaga dirimu, siapa tahu engkau sendiri yang sengaja diculik oleh Kim Put-hoan.�

"Ya, kalau tidak, tentu aku kan dapat berteriak minta tolong,� ujar Fifi. "Dan yang lebih harus dikasihani ialah Kim Bu-bong yang keras kepala itu,� kata Sim Long sambil menggeleng kepala. "Dia ... dia justru tercedera karena membela dirimu, tentu diam-diam engkau menertawai dia sebagai orang tolol, begitu bukan?� Dalam sekejap ini, mendadak senyumnya yang khas itu lenyap dan matanya yang selalu memancarkan cahaya lembut itu berubah menjadi mencorong terang setajam sembilu. Tanpa terasa Fifi menunduk, ucapnya sedih, Ya, hal itu pun tidak ... tidak kuduga.� Sim Long juga menghela napas, katanya pula, "Maka akhirnya dapatlah engkau mendekati Ong-hujin dan Ong Ling-hoa, tapi waktu itu juga dapat kau rasakan daripada membunuh mereka akan lebih baik lagi kalau memperalat mereka.�

"Ya, sebab waktu itu dapat kuketahui nasibnya sebenarnya juga serupa dengan ibuku, sesungguhnya dia juga seorang perempuan yang ditinggalkan kekasih.�

"Apa pun juga engkau telah dapat mendekati Koay-lok-ong dengan memperalat tipu daya mereka, sedangkan Koay-lok-ong yang mata keranjang itu ternyata mau menuruti kehendakmu dan tidak pernah memaksakan sesuatu padamu� Sim Long tersenyum getir, lalu menyambung, "Dalam hal ini mungkin Koay-lok-ong sendiri pun merasa heran, tak disadarinya bahwa kebaikannya padamu hanya lantaran nalurinya sebagai seorang ayah kandungmu, betapa pun dia seorang gembong iblis dan tidak mengetahui engkau adalah putrinya, tapi dia toh bukan binatang dan naluri kemanusiaannya tetap ada.�

"Ya, betul,� mendadak Fifi pun menghela napas panjang. "Tapi apakah engkau juga mempunyai naluri terhadap seorang ayah?� tanya Sim Long. Mendadak Fifi mendongak dan berteriak, "Tidak, sedikit pun tidak. Aku bukan hewan, juga bukan manusia, sudah lama aku bukan manusia lagi. Sejak kusaksikan kematian ibuku yang menderita itu, sejak itu pula aku bersumpah tidak mau menjadi manusia lagi.� Sim Long terdiam sejenak, lalu berkata, "Tapi tak tersangka olehmu bahwa aku pun datang kemari.�

"Dapat kuduga, sebelumnya sudah kuketahui engkau akan datang kemari.�

"Maka sebelumnya juga sudah kau pikirkan tipu daya untuk membohongiku.� Fifi juga terdiam hingga lama, ditatapnya Sim Long dengan sorot matanya yang tajam menembus cadar yang dipakainya, katanya kemudian, "Kau kira segala kata-kataku kubohongimu?�

"Memangnya bu ... bukan begitu?� Pek-Fifi tersenyum pedih, "Bukankah engkau sangat memahami hati orang perempuan? Mengapa tak dapat memahami hatiku?�

"Memang kusangka engkau menaruh perhatian kepadaku, tapi ... tapi sampai tadi ....�

"Kan sudah kukatakan bila seorang perempuan mencintai seorang lelaki dan gagal mendapatkannya, maka baginya terpaksa

memusnahkan dia. Apalagi bila engkau mati memang akan jauh lebih enak daripada orang hidup.�

"Ya, betapa pun tadi engkau juga telah menghela napas bagiku, tapi ....� mendadak Sim Long perkeras suaranya, "tapi selanjutnya jangan kau bilang aku memahami perasaan orang perempuan. Baru sekarang kutahu, bilamana engkau hendak membikin gila seorang lelaki, jalan paling baik adalah membikin dia merasa sangat memahami pikiran orang perempuan.�

Mendadak Ling-hoa juga berkata dengan menyesal, "Aha, ucapanmu ini mungkin adalah kata-kata yang paling tepat yang kudengar seharian ini. Bilamana ada orang sok tahu pikiran orang perempuan, maka dia pasti akan konyol sendiri.�

"Hm, bagus! Kalian sama-sama orang lelaki, sekarang kalian berdiri satu garis lagi, bukan? Tapi apakah kau tahu dengan cara bagaimana akan kuhadapi kalian?�

"Sungguh aku ingin tahu,� jawab Sim Long. "Cara menghadapi orang lelaki yang digunakan orang perempuan sering kali adalah cara yang sangat bodoh, tapi cara yang sangat bodoh terkadang juga paling efektif.�

"Cara yang paling bodoh ....�

"Cara yang pernah digunakan tapi gagal, jika digunakan lagi cara ini kan terhitung cara yang paling bodoh? ....� di tengah suaranya bayangan Pek Fifi kembali melayang ke sana lagi. Air muka Sim Long berubah seketika. "Pek Fifi!� bentak Ong Ling-hoa. "Jangan kau ....� Tapi pada saat itu juga cahaya lampu mendadak padam pula, keadaan menjadi gelap gulita lagi. "Sudah kulihat jelas jalan mundur, ayo lekas mundur!� seru Sim Long dengan suara tertahan. Selagi dia bergerak, tiba-tiba dari kegelapan berkumandang suara Pek Fifi, "Kalian tidak dapat mundur lagi!� Segera terdengar suara gemuruh yang bergetar disertai berhamburnya batu pasir, biarpun cepat gerak mundur Sim Long, tidak urung tubuh sakit pedas juga.

"Celaka, budak ini ternyata sudah siapkan langkah ini dan memotong jalan mundur kita,� kata Tokko Siang sambil mengentak kaki. "Pek Fifi, masa cara begini kau perlakukan diriku?� bentak Ong Ling-hoa. "Oo, kenapa tidak boleh?� jawab Fifi.

"Bukankah sudah kau nyatakan tadi ....�

"Meski tadi kubilang takkan membunuhmu, tapi sekarang pikiranku telah berubah, engkau tentu tahu, hati orang perempuan paling gampang berubah ....�

"Jika aku kau bunuh, cara bagaimana engkau akan bertanggung jawab terhadap Hujin?� tanya Ling-hoa. "Dari mana dia tahu siapa yang membunuhmu? Dia kan tidak menugaskan kau menjadi pengawalku. Jika kau mati, mana dapat aku yang disalahkan. Hah, cara bicaramu seperti anak kecil saja.�

"Tapi ... tapi jangan kau lupa, aku dan engkau adalah ....� Belum lanjut ucapan Ling-hoa, mendadak sebuah tangan telah

menariknya ke sana, lalu terdengar suara Sim Long membisiknya, "Tempelkan tubuhmu di dinding dan jangan bersuara, belum lagi kuingin kau mati di sini.�

"Budak hina dina ini ....� maki Ling-hoa dengan geregetan. Dengan sendirinya ia bukan orang bodoh, ia pun tahu bila bersuara tentu akan dijadikan sasaran maut oleh musuh. Karena itu segera ia tutup mulut. Terdengar suara Pek Fifi berkumandang dari kejauhan, "Sim Long, jangan kau sesalkan diriku, mestinya aku takkan membunuhmu, namun apa nyana dikatakan lagi, engkau sudah tahu terlalu banyak. Bilamana seorang tahu terlalu banyak pasti juga takkan hidup lama.� Ia tertawa nyaring, lalu menyambung, "Mengenai Tokko Siang, dia tidak lebih hanya teman kuburmu saja.� Suaranya lantas berhenti, habis itu tidak terdengar sesuatu suara pula. Sim Long, Tokko Siang, dan Ong Ling-hoa bertiga berdiri dengan

punggung menempel gua yang dingin, sampai bernapas pun tak berani terlalu keras. Meski mulut ketiga orang tidak berbicara, tapi dalam hati sama membatin, "Pek Fifi mungkin adalah perempuan paling menakutkan di dunia ini.� Dengan sendirinya ada anak perempuan lain lagi yang jauh lebih keji daripada dia, tapi siapa pula yang lebih lembut dan ramah daripada dia? Dia boleh dikatakan adalah racun buatan bunga dan madu. Begitulah Sim Long terus merambat dalam kegelapan menyusur dinding gua, dapat dicapainya arah keluar yang telah diincar tadi. Tapi tempat keluar ini sekarang ternyata sudah disumbat oleh sepotong batu besar. Nyata segala sesuatu telah diatur dengan sangat rapi oleh Pek Fifi. Sim Long menghela napas dan merambat mundur kembali, sekonyong-konyong sepasang tangan terjulur tiba dan merabai tangannya, lalu menulis satu huruf "Sim� di tengah telapak tangannya. Sim Long mengetuk perlahan punggung tangan orang sebagai jawaban.

Lalu tangan itu menulis pula huruf "Tok�. Kembali Sim Long mengetuk punggung orang dan menulis huruf, "Ada apa?� Dengan perlahan tangan itu menulis pula, "Kau kira cara bagaimana dia akan memperlakukan kita?� Ia menulis dengan sangat perlahan, dan sangat jelas tulisannya. Sim Long menghela napas dan balas menulis, "Tidak tahu, terpaksa harus tunggu dan lihat dulu.� Sejenak tangan itu berhenti, lalu menulis lagi, "Harus menunggu ....� Belum lanjut tulisannya, sekonyong-konyong tangan Sim Long dicengkeramnya dan tangan lain lantas menebas tenggorokan Sim Long. Perubahan ini sungguh teramat cepat dan terlalu mendadak, siapa pun tidak menyangka Tokko Siang akan menyergap Sim Long. Dalam kegelapan Sim Long sama sekali tidak siap, jika Sim Long terbunuh begitu saja kan penasaran. Tapi Sim Long tetap Sim Long, justru pada detik terakhir, tangan yang tercengkeram sempat memberosot lepas, berbareng telapak tangan membalik terus balas memotong pergelangan tangan lawan. Tangan yang lain seakan-akan juga sudah siap dalam kegelapan, begitu lawan bergerak, secepat kilat ia mendahului menutuk beberapa Hiat-to kelumpuhan orang. Rupanya orang itu yakin sergapannya pasti akan berhasil, betapa pun tak terpikir olehnya Sim Long sudah siap siaga, ia ingin orang lain tertangkap, tak tahunya ia sendiri yang terjebak malah. Seketika setengah badannya kaku. Sim Long menyeretnya lebih dekat, lalu membisiki telinganya, "Ong Ling-hoa, memang sudah kuketahui akan dirimu, jangan coba main gila padaku.� Bergetar tubuh orang itu seperti ingin tanya dari mana Sim Long tahu. Agaknya Sim Long dapat meraba perasaan orang, jengeknya, "Jarimu panjang lentik, telapak tanganmu halus, Tokko Siang tidak memiliki tangan semacam ini.� Dalam kegelapan Ong Ling-hoa mengeluh dan mengomel, Sim Long sungguh bukan manusia melainkan setan, segala apa pun sukar mengelabuinya. "Kau kira setelah membunuhku engkau akan diampuni Pek Fifi?� kata Sim Long. Meski Ong Ling-hoa tidak ingin mengangguk tapi juga tidak boleh

tidak mengangguk. "Kau orang tolol yang kejam, biarpun kau bunuhku juga dia takkan melepaskanmu. Padahal dalam keadaan demikian bila kita bertiga mau bahu-membahu mungkin masih dapat kabur. Sebaliknya jika kau main gila lagi tentu akan mati konyol semuanya.� Pada saat itulah mendadak terdengar suara "plak-pluk� dua kali, menyusul lantas bergema suara gemuruh yang sangat keras. Ditengah suara gemuruh baru Tokko Siang berani bicara, katanya, "Tampaknya dia telah menyumbat lagi jalan keluar yang lain.�

"Hah, tipu ini namanya menangkap kura-kura di dalam tempurung,� ujar Sim Long tertawa. Suara gemuruh tadi mulai lenyap, terpaksa mereka tutup mulut lagi. Tiba-tiba dalam kegelapan seperti ada suara keresak-keresek. Seketika Tokko Siang mengirik. Perlahan ia menulis dengan jarinya di pundak Sim Long: "Di depan ada orang, jangan-jangan mereka akan mulai turun tangan!� Sim Long cepat menjawab dengan menulis: "Kutahu, biar kubekuk dia lebih dulu.� Segera ia menggeser ke sana dengan licin tanpa menimbulkan suara. Tapi pada saat itu juga sesosok tubuh juga sedang menubruk, tapi secara naluri keduanya sama terkejut. Kontan sebelah tangan Sim Long menghantam. Namun pihak lawan juga tokoh kelas tinggi, berbareng dia juga menghantam dengan kuat dan tidak kalah cepatnya. Terkejut juga Sim Long bahwa di sini ternyata ada jago selihai ini. Sekaligus ia pun melancarkan serangan beberapa kali, akan tetapi betapa dia menyerang juga tidak dapat mengenai lawan, sungguh lawan tangguh yang jarang ditemui Sim Long, entah siapakah orang ini? Tokko Siang dan Ong Ling-hoa tidak meragukan kehebatan kungfu Sim Long, keduanya sama tahu tidak perlu memberi bantuan. Apalagi bertempur dalam kegelapan juga sukar untuk memberi bantuan, bila banyak orang bisa jadi akan kacau dan keliru serang malah. Terdengar angin pukulan kedua orang menderu-deru dan sangat mengejutkan. Padahal mereka tahu ilmu silat Sim Long tidak mengutamakan kekerasan, jika demikian angin pukulan ini jelas timbul dari daya pukulan lawan. Menurut perkiraan Tokko Siang dan Ong Ling-hoa, ilmu silat orang pasti tidak di bawah mereka. Padahal di dunia Kangouw zaman ini, sangat terbatas orang yang mampu bergebrak sama kuatnya dengan Sim Long. Tiba-tiba Sim Long melancarkan suatu pukulan untuk mematahkan serangan lawan, habis itu mendadak ia meloncat ke atas sambil membentak, "Apakah Miau-ji di situ?� Pihak lawan lagi terkejut ketika mendadak melihat Sim Long melompat ke atas, dia lagi bimbang cara bagaimana akan mematahkan serangan berikutnya, tapi ia pun terkejut demi mendengar teriakan Sim Long itu, cepat ia menjawab, "Hei, apakah Sim Long?!� Sim Long menghela napas, katanya lirih sambil melayang turun, "Untung mendadak terpikir olehku di dunia ini selain Him Miau-ji jarang yang memiliki tenaga pukulan sekuat ini. Wah, bisa ditertawai orang bila antara kita saling labrak mati-matian.� Dia sudah memperhitungkan saat ini Pek Fifi tidak berani bertindak sesuatu, maka dia berani bicara dengan suara keras. Rupanya

maksud tujuan Pek Fifi memang ingin membuat mereka saling labrak. "Wah sialan, seharusnya sejak tadi kupikirkan kecuali Sim Long siapa pula yang mampu mendesak hingga aku kelabakan sedemikian rupa?� ujar Miau-ji dengan gegetun. Bahwa yang muncul ini ialah Him Miau-ji, hal ini membuat Ong Ling-hoa dan Tokko Siang sama melengak. Terdengar Miau-ji berkata pula, "Mengapa kau pun datang ketempat setan ini?�

"Bukan saja aku datang, Tokko-heng dan Ong-kongcu juga berada disini,� kata Sim Long. "Hah, tentu akan ramai sekali,� ujar Miau-ji. Meski kedua orang tetap tidak dapat melihat jelas pihak lain, tapi dari suara yang terdengar sudah menimbulkan rasa persahabatan yang hangat. Sim Long menarik tangan Miau-ji dan diajak mundur ke tepi dinding, katanya dengan tertawa, "Engkau tetap tidak berubah, tampaknya siksa derita apa pun takkan membuatmu berubah, siksaan apa pun

tidak kau hiraukan.� "Engkau sendiri adalah lelaki baja, aku sendiri kucing baja,� ucap Miau-ji dengan terbahak. "Ssst, mengapa kau bicara sekeras ini,� desis Tokko Siang dengan khawatir. "Sementara ini tidak menjadi soal,� ujar Sim Long. "Jika Pek Fifi telah mengantarnya ke sini, kuyakin dia pasti telah mengatur akal keji dan takkan menyerang lagi dengan senjata rahasia. Kalau tidak, kan di sana dia dapat membunuh Miau-ji dengan leluasa?�

"Ya, betul,� kata Tokko Siang setelah berpikir. "Memang banyak cara permainannya, untuk apa dia menggunakan senjata rahasia lagi. Apalagi dia juga tahu, hanya senjata rahasia saja masakah dapat melukai kita.� Dia sengaja bicara dengan suara keras supaya didengar oleh Pek Fifi, sama halnya sengaja berkata kepada Fifi bahwa senjata rahasia tidak ada gunanya lagi dan jangan dipakai pula. Padahal jika benar dia tidak takut dihujani senjata rahasia kenapa bicara demikian.

Syukur Fifi tidak mendengar ucapannya, kalau mendengar mustahil tak dapat meraba perasaannya dan tentu akan menghujaninya

senjata rahasia. Lantas di manakah Pek Fifi? Apakah sudah pergi? Memangnya pergi ke mana? Apa artinya dia meninggalkan orang-orang ini di sini? Akhirnya Ong Ling-hoa tidak tahan, segera ia tanya, "Mengapa engkau dapat datang ke sini?�

"Mestinya aku pun tidak tahu mengapa dia mengantarku ke sini, bahkan membuka Hiat-to serta membuka kerudung yang membungkus kepalaku,� tutur si Kucing. "Kupikir dia pasti tidak bermaksud baik, maka aku tidak berani sembarangan bergerak, selagi kucari akal, tak terduga pada saat itulah Sim Long lantas muncul.� Mendadak ia mendengus, "Ong Ling-hoa, keteranganku ini bukan menjawab pertanyaanmu, tapi kukatakan kepada Sim Long.�

"Aku tidak urus kau bicara kepada siapa, yang jelas kan sudah kudengar juga,� jawab Ling-hoa. Mereka tidak tahu bahwa kecuali mereka berempat ada juga orang kelima yang ikut mendengarkan, orang kelima ini sudah sejak tadi bersembunyi dalam kegelapan dengan menahan napas. Maka Sim Long berkata pula dengan menyesal, "Maksud tujuan perbuatan Pek Fifi itu dengan sendirinya ingin kita saling membunuh dalam kegelapan, selain ini dia pasti juga ada tujuan lain.� Tengah bicara, orang kelima dalam kegelapan itu sudah merayap kearahnya, dalam keadaan dan saat demikian tentu saja tidak terpikir dan diperhatikan oleh siapa pun. Dengan gemas Miau-ji lagi berkata, "Yu-leng-kiongcu sungguh seorang perempuan yang kejam dan mahir menggunakan obat bius, aku sampai terbius roboh juga. Hah, dia dan Ong Ling-hoa boleh dikatakan satu pasangan yang setimpal.�

"Apakah kau lihat wajah aslinya?� tanya Sim Long. "Sesudah roboh terbius, kepalaku ditutup dengan kerudung kain hitam, mulutku juga tersumbat, aku cuma mendengar orang menyebutnya Yu-leng-kiongcu,� tutur Miau-ji. "Apabila sampai dapat

kulihat dia, saat itulah merupakan saat ajalnya.�

"Apakah kau tahu siapa dia?� tanya Sim Long pula. "Aku justru ingin tahu siapa dia.� Sim Long menghela napas, tuturnya, "Tentu tidak pernah kau bayangkan bahwa Yu-leng-kiongcu itu ialah Pek Fifi.� Sekali ini Miau-ji dibikin berjingkat, serunya, "Apa katamu? Yu-leng-kiongcu sama dengan Pek Fifi? Apa betul?�

"Semula aku pun tidak percaya, tapi ....�

"Tapi Pek Fifi yang kelihatan lemah lembut, seekor semut saja tidak tega menginjaknya, mengapa dia bisa bertindak sekejam ini?� tukas Miau-ji. "Hati orang perempuan umumnya memang sukar diraba, Pek Fifi justru orang perempuan yang paling sukar dimengerti, betapa jauh jalan pikirannya sungguh belum pernah kutemukan bandingannya.� Pada saat itulah mendadak suara seorang perempuan tertawa ngekek dan berkata, "Terima kasih atas pujianmu, Sim Long, biarlah kuberi kematian secara cepat kepadamu.� Suara tertawanya sungguh membuat orang merinding. Di tengah suara tertawa seram itu segera Sim Long merasakan sambaran angin pukulan mengarah Thian-cong-hiat di belakang pundaknya. Cepat ia membalik dan mengayun tangannya, menangkis sekaligus balas memukul. Tapi gerak serangan Yu-leng-kiongcu alias Pek Fifi ini memang cepat luar biasa, kembali ia melancarkan serangan berantai dan selalu mengincar Hiat-to maut di tubuh Sim Long. "Berikan dia kepadaku, Sim Long!� seru Miau-ji. Namun Sim Long diam saja dan tetap melayani serangan orang. "Jika dia bukan orang perempuan, sungguh ingin kubantu padamu,� kata Miau-ji pula. "Sim Long tidak perlu bantuanmu,� kata Tokko Siang. "He, ternyata kau pun tahu Sim Long, bagus sekali,� seru Miau-ji dengan tertawa. "Biarpun hatinya keji, ilmu silatnya masih selisih jauh dibandingkan Sim Long,� ujar Tokko Siang. "Memang betul,� seru Miau-ji tertawa. Tiba-tiba terdengar suara "plak� sekali, menyusul Yu-leng-kiongcu menjerit kaget. "Apakah berhasil?� tanya Tokko Siang dengan senang. Terdengar Sim Long mendengus. Tapi segera terdengar Yu-leng-kiongcu tertawa terkekeh dan berkata, "Sim Long, berani kau bunuh diriku?�

"Aku tidak berani,� jawab Sim Long perlahan. Mendadak Yu-leng-kiongcu berteriak, "Jika engkau tidak berani membunuhku berarti engkau ini pengecut, manusia hina!� Sim Long lantas menghela napas panjang, katanya, "Sudah jelas aku tidak dapat ditipu, mengapa selalu ada orang ingin menipuku?� Tokko Siang dan Him Miau-ji sama melengak, "Menipumu? Masakah dia bukan Yu-leng-kiongcu?�

"Dengan sendirinya bukan,� sela Ong Ling-hoa mendadak. "Habis sia ... siapa dia?� tanya Miau-ji. "Dia ....� Belum lanjut ucapan Ong Ling-hoa, mendadak suara tadi berkumandang lagi, "Siapa bilang aku bukan Yu-leng-kiongcu? Siapa bilang .... Sim Long, jika tidak kau bunuh diriku tentu engkau akan menyesal selama hidup, pasti akan kubikin engkau menyesal selama

hidup.� Sim Long menghela napas, katanya, "Cu Jit-jit, mengapa selalu kau minta kubunuh dirimu?� Dalam kegelapan terdengar orang menjerit dengan gemetar, "Apa ...apa katamu?� Dengan pedih Sim Long berkata, "Memangnya kau kira aku tidak tahu? Padahal seharusnya kau pikirkan sebelumnya, jika benar Yu-leng-kiongcu hendak menyergap diriku, mana bisa dia bersuara lebih dulu.�

"Ah, betul, seharusnya kupikirkan juga hal ini,� ucap Tokko Siang.

Jilid 32

Tapi Ong Ling-hoa lantas mendengus, "Apalagi Yu-leng-kiongcu juga bukan orang tolol, tidak mungkin dia turun tangan sendiri menyergap Sim Long.�

"Tutup mulutmu!� teriak Jit-jit parau. Ong Ling-hoa menyengir dan benar juga tidak bicara lagi. Jit-jit menangis dan berteriak, "O, Sim Long, mengapa tidak kau bunuh saja diriku?�

"Mana boleh kubunuh dirimu, Jit-jit, jangan-jangan engkau memang tidak tahu apa-apa.�

"Kutahu ... namun sekarang sudah terlambat, mana ... mana dapat kuhidup lagi, apa artinya pula hidup ini bagiku?� ratap Jit-jit. "Kuharap dapat mati saja di tanganmu. O, Sim Long, kumohon dengan sangat, bunuhlah aku, biarlah kumati dengan senang.� Tokko Siang melenggong, gumamnya, "Sungguh aneh, ada sementara orang berniat membunuh Sim Long, tapi ada juga anak perempuan yang sengaja ingin mati di tangan Sim Long, sungguh peristiwa mahaaneh.�

"Kau tidak paham, kalian sama tidak paham,� teriak Jit-jit. "Aku juga tidak paham, mengapa ....� Belum lanjut ucap Sim Long segera Jit-jit memotong, "Masa benar engkau tidak paham?� Sim Long merangkulnya dengan mesra, ucapnya lembut, "Jit-jit ....� ia hanya menyebut namanya dengan halus dan tidak dapat bicara lain, namun melulu panggilan itu pun sudah cukup. Segala kesalahpahaman yang lampau kini pun sudah menjadi peristiwa lalu. Suara tangis Jit-jit mulai mereda. Tokko Siang merasa gua yang gelap ini mulai hangat, meski tidak terlihat sesuatu, tapi siapa yang tidak dapat merasakan kemesraan kedua muda-mudi itu. Mendadak Ong Ling-hoa mendengus, "Hm, alangkah mesranya!�

"Apakah engkau penasaran?� tanya Miau-ji. "Jangan kau lupa, paling tidak sampai saat ini aku adalah bakal suami Cu Jit-jit, tentu dapat kau bayangkan sendiri betapa perasaan seorang menyaksikan bakal istri sendiri sedang bermesraan dengan orang lain.� Terdengar Sim Long bersuara, seperti tercengang dan melepaskan rangkulannya. Miau-ji juga melenggong dan tidak bicara lagi. "Wahai Sim Long, apabila kalian ingin main cinta, sepantasnya kalian menghindariku dan harus menunggu untuk sementara ....�

"Menunggu? Menunggu apa?� tanya Miau-ji. "Memangnya kalian mengira aku tidak mungkin mendapatkan istri? Apa aku harus menikahi dia? Memangnya orang perempuan di dunia ini tinggal Cu Jit-jit seorang saja?�

"Hah, apa maksudmu?� tanya Miau-ji. "Jika dia tidak suka padaku, apa artinya kukawini dia? Huh, kan lebih baik kukawin dengan sepotong kayu saja, sedikitnya aku tidak perlu memberi makan kepadanya, kan hemat.�

"Eh, apakah kau bicara dengan sesungguh hati?� tanya Miau-ji pula. "Orang yang suka omong kosong terkadang juga dapat bicara benar,� ujar Ling-hoa. "Pendek kata, wahai Sim Long dan Cu Jit-jit, apa pun yang ingin kalian lakukan boleh silakan berbuat sesuka kalian, soal perkawinanku dengan Cu Jit-jit boleh dianggap sebagai embusan kentut saja, sesudah berbau dan habis perkara.� Terdengar Jit-jit bersuara gembira tertahan.

"Bagus, Ong Ling-hoa, sejak kukenal dirimu sampai sekarang, baru sekarang kau bicara secara manusiawi. Sayang tidak ada arak di sini, kalau tidak, ingin kusuguhmu tiga cawan ....� Kegelapan kembali sunyi. Sampai lama dan lama sekali, mendadak Tokko Siang berkata, "Mengapa sejauh ini dia tidak bertindak sesuatu, apakah sebabnya?� Dia bicara tanpa menunjuk siapa yang ditanya, tapi dengan sendirinya Sim Long yang dimaksudkannya. Mulut Sim Long seperti baru saja dipindahkan dari dekapan sesuatu benda, ia menarik napas dulu, lalu berkata, "Dengan sendirinya dia sedang mengatur tipu daya.�

"Kau pikir tipu keji apa yang akan dilaksanakannya?� tanya Tokko Siang. "Aha, dapat kuterka,� seru Miau-ji mendadak. "Kau dapat terka apa?�

"Api ... dia akan menggunakan api!�

"Ya, betul juga, dia telah menyumbat jalan keluar di sini, tujuannya memang hendak menyerang kita dengan api. Cuma, di sini batu melulu, mungkin juga sukar menyalakan api.�

"Batu memang tidak dapat menyala, tapi apakah dia tidak dapat melemparkan benda yang mudah terbakar api ke dalam sini?�

"Ai, betul juga, jika dia benar menyerang dengan api, tampaknya kita seluruhnya akan terpanggang hidup-hidup,� seru Tokko Siang. "Tapi jangan kau khawatir, jika benar dia mau menyerang dengan api tentu takkan menunggu sampai sekarang, tidak nanti dia memberi kesempatan kepada Sim Long untuk main cinta di sini,� ujar Ong Ling-hoa. "Bagaimana menurut pendapatmu, Sim Long?� seru Miau-ji. "Apakah dia akan menyerang dengan api?�

"Tidak,� jawab Sim Long singkat. "Jika begitu, apakah dengan air?�

"Hm, di gua pegunungan ini dari mana ada air sebanyak itu?� jengek Ling-hoa. "Orang lain tidak bisa, tentu dia punya akal, betul tidak, Sim Long?� tanya Miau-ji. "Tidak, dia juga takkan menggunakan air,� jawab Sim Long. "Sebab apa?� Miau-ji menegas. "Sebab menyerang dengan api atau air adalah cara yang jamak, terlalu umum,� ujar Sim Long. "Umum? Jamak?� Miau-ji menegas dengan heran. "Sekalipun dia seorang momok, tapi dia adalah bidadarinya setan iblis, meski dia busuk, tapi kebusukan yang istimewa,� kata Sim Long dengan gegetun. "Pokoknya cara yang biasa pasti takkan dipakainya. Yang akan digunakan untuk menghadapi kita pasti satu cara yang aneh, yang sukar ditebak oleh siapa. Dia akan mematikan

kita, tapi juga ingin membuat kita mati dengan takluk lahir batin.�

"Engkau ternyata sangat memahami dia,� mendadak Jit-jit menyela. "Urusan sudah sejauh ini, tidak boleh tidak kupahami dia,� kata Sim Long dengan menyengir. "Masa dia benar-benar sehebat itu?�

"Dia memang perempuan luar biasa, hal ini tidak dapat disangkal oleh siapa pun.�

"Sayang dia tidak di sini, kalau dia mendengar ucapanmu ini tentu akan sangat senang ....� sampai di sini mendadak ia menggigit muka Sim Long.

*****

Meski Jit-jit berlagak gusar, padahal hatinya sangat gembira, kalau ada orang yang paling gembira sekarang, maka orang itu ialah Cu Jit-jit. Baginya keadaan yang berbahaya, apakah akan mati atau hidup, semuanya tidak menjadi soal lagi, asalkan didampingi Sim Long, apa artinya mati? Kecuali dia, perasaan semua orang sama tertekan. Mendadak Miau-ji berteriak, "Peduli dia akan memakai cara apa, kuharap lekas dia muncul, makin cepat makin baik, kalau cuma menunggu begini, sungguh aku bisa gila.�

"Sabar, sudah hampir, dia takkan membuatmu menunggu terlalu lama,� kata Ong Ling-hoa dengan dingin. Baru lenyap suaranya, benar juga, segera terdengar gema langkah orang datang. Meski ringan langkah orang, tapi di tengah kesunyian terdengar

dengan jelas. Tokko Siang mengepal tinjunya erat-erat, ucapnya dengan parau, "Sia ... siapa ini yang datang?�

"Tak mungkin dapat kau terka,� ujar Ling-hoa. "Kau pun tidak?� tanya Miau-ji. "Ya, aku pun tidak tahu,� jawab Ling-hoa menyesal. Suara langkah orang itu sudah berhenti, tepat berhenti di luar gua. Habis itu batu yang menyumbat mulut gua tergeser dua potong, cahaya lampu lantas menyorot masuk dan menyinari wajah Tokko Siang yang pucat. Tanpa terasa Tokko Siang menyurut mundur sambil menutupi matanya, bentuknya, "Siapa itu?� "Aku,� jawab seorang dengan suara berat, dingin dan berwibawa. Menyusul di luar celah batu yang terbuka itu muncul sepasang mata yang bersinar, mata siwer (warna hijau-biru) yang lain daripada orang biasa. Tokko Siang bergemetar, "Hah, Koay ... Koay-lok-ong!�

"Bagus, masih ingat juga kau padaku,� jengek orang itu. Tanpa terasa Tokko Siang menyurut mundur pula serupa dicambuk

orang, ia tidak sanggup bicara lagi, tapi kerongkongannya mengeluarkan suara parau. "Tak kau sangka tentunya bahwa aku dapat menemukan kalian di sini,� kata Koay-lok-ong. "Dari ... dari mana kau tahu?�

"Dari mana kutahu? .... Haha, kan berlebihan pertanyaan ini?� seru Koay-lok-ong dengan terbahak. "Kan sudah kau ketahui bahwa tiada sesuatu pun yang dapat mengelabuiku, apalagi cuma tempat kurungan kalian ini?�

"Bluk�, Tokko Siang duduk lemas di tanah. Cahaya api bergeser dan menyinari wajah Him Miau-ji. Muka Miau-ji juga pucat, ia pun menyurut mundur. "Hah, bagus, kau pun tidak mati, sungguh harus kuakui sebagai kejadian yang luar biasa bahwa Tokko Siang yang suka membunuh ternyata tidak membinasakanmu,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa. "Hal ini lantaran dia tetap manusia dan berperasaan, sebaliknya kau ... kau ....� Miau-ji tidak sanggup meneruskan makiannya karena tatapan sinar mata yang aneh itu. Cahaya lampu bergeser lagi dan sekarang menyinari wajah Ong Ling-hoa. Dia berdiri mepet dinding, butiran keringat dingin memenuhi wajahnya yang juga pucat dengan warna serupa dinding batu. Namun sinar matanya tetap berjelalatan kian kemari dengan licik, masih terus mencari kalau-kalau menemukan jalan untuk menyelamatkan diri.

"Bagus, tentu kau ini Ong Ling-hoa yang termasyhur itu, kecuali Ong Ling-hoa kukira tak ada orang yang mempunyai sinar mata keji begini,� kata Koay-lok-ong dengan tertawa. "Terima kasih,� tertawa juga Ong Ling-hoa. "Sudah sering kudengar cerita orang bahwa kecerdikan Ong Ling-hoa jarang ada di zaman ini, setelah berjumpa sekarang, tampaknya engkau memang berbentuk orang pintar.�

"Terima kasih atas pujianmu.�

"Cuma sayang, yang kau lakukan ternyata sangat bodoh!� jengek Koay-lok-ong. "Oo?!� Ling-hoa melengak. "Barang siapa yang bermusuhan denganku, jelas dia kalau bukan orang gila pasti juga orang sinting,� teriak Koay-lok-ong dengan bengis. "Orang pintar semacam dirimu mestinya tahu tidak berguna bermusuhan denganku.� Ong Ling-hoa menghela napas, "Sebenarnya, aku pun tidak terlalu suka memusuhimu, asalkan kau bebaskan aku ....�

"Hm, rasanya sudah terlalu kasip baru sekarang kau bilang demikian,� jengek Koay-lok-ong. Cahaya lampu bergeser pula, akhirnya menyinari Sim Long dan Cu Jit-jit. Jit-jit tidak memperlihatkan rasa takut, pandangan tetap tertuju kepada Sim Long dengan terkesima, penuh kasih sayang. Perlahan ia meraba muka Sim Long, ucapnya dengan lembut, "Akhir-akhir ini tampaknya engkau tambah kurus.�

"Haha, sungguh hebat!� seru Koay-lok-ong dengan bergelak tertawa. "Sungguh cinta yang luhur sehingga benar-benar membuat

orang melupakan segalanya. Wahai Sim Long, engkau sungguh seorang yang beruntung.� Sim Long tersenyum hambar, katanya, "Meski cinta sedemikian luhur, cuma sayang kebanyakan orang justru tidak menghargainya, banyak orang yang memupuknya, tapi akhirnya ditinggalkan juga.� Koay-lok-ong seperti melengak, tanyanya kemudian, "Apa artinya ucapanmu ini?�

"Apa artinya ucapanku kan seharusnya cukup jelas bagimu,� jawab Sim Long. Koay-lok-ong termenung sejenak, mendadak ia bergelak tertawa dan berkata pula, "Apa pun juga kalian ternyata masih hidup di sini, hal ini sungguh kejadian yang menggembirakan dan harus diberi selamat.�

"Menggembirakan dan selamat?� kata Sim Long. "Ya, kalian tentu takkan tahu, bilamana kalian mati, entah betapa aku akan berduka,� ucap Koay-lok-ong. "Kentut busuk!� teriak Miau-ji. "Haha, soalnya bila aku tidak dapat membunuh kalian dengan

tanganku sendiri, hal ini tentu akan kusesalkan selama hidup, sekarang kalian ternyata masih menunggu di sini, dengan sendirinya aku sangat gembira,� seru Koay-lok-ong. Miau-ji meraung murka, "Dan mengapa engkau belum lagi turun tangan.�

"Membunuh orang juga semacam seni,� ujar Koay-lok-ong, "Kalian adalah orang tidak biasa, bila kubunuh kalian begini saja, kan terasa kurang menarik.�

"Sesungguhnya apa kehendakmu?� tanya Tokko Siang. "Apakah kalian ingin tahu?� Mendadak Ong Ling-hoa tertawa, "Jika benar kau bunuh diriku, engkau pasti akan menyesal.� "Selamanya aku tidak pernah menyesal,� ucap Koay-lok-ong. "Apa betul?� tertawa Ong Ling-hoa bertambah misterius. "Jika begitu, boleh kau coba, silakan bunuh saja.�

"Sim Long,� kata Koay-lok-ong, "apakah kau pun ....�

"Aku sih tidak khawatir, kutahu untuk sementara ini engkau takkan membunuhku,� ujar Sim Long tak acuh. "Haha,� Koay-lok-ong tertawa. "Betapa pun Sim Long memang lebih cerdik. Saat ini kalian sudah merupakan kura-kura di dalam

tempurungku, cepat atau lambat kalian pasti akan mati, kenapa aku terburu-buru membunuh kalian?� Ia merandek sejenak, lalu menyambung, "Bagi kalian sebenarnya masih ada dua jalan.�

"Dua jalan apa?� tanya Miau-ji. "Pertama, dengan sendirinya mati, setiap saat dapat kubinasakan kalian, kuyakin kalian takkan meragukan kemampuanku akan hal ini.� Miau-ji dan Ong Ling-hoa saling pandang tanpa bicara. Mereka tahu Koay-lok-ong memang memiliki kemampuan itu dan tidak dapat disangkal. Selang sejenak, Ong Ling-hoa bertanya, "Dan apa jalan yang kedua?�

"Jalan kedua adalah cukup kalian berjanji sesuatu padaku dan segera kubebaskan kalian keluar. Bahkan dalam satu jam pasti

takkan kukejar.�

"Dalam satu jam? Betul?� Miau-ji menegas. "Tentu saja betul,� jawab Koay-lok-ong. "Di dalam satu jam tentu kalian dapat kabur dengan jauh. Pula, asalkan dalam waktu tiga-hari-tiga-malam kalian tidak tersusul lagi olehku, seterusnya takkan

kuganggu lagi seujung jari kalian.� Semua orang saling pandang dengan girang. Biarpun mereka rata-rata orang yang tidak takut mati, tapi demi diberi kesempatan untuk hidup, tentu saja kesempatan baik ini tidak disia-siakan dan tidak diabaikan. Apalagi betapa pun lihainya Koay-lok-ong, bilamana mereka diberi peluang untuk lari dulu selama satu jam, tentu sukar lagi menyusul mereka. Hanya Sim Long saja yang menghela napas, ucapnya, "Tapi bila kami memilih jalan yang kedua ini, tentu masih ada syarat sampingan, bukan?�

"Haha, tetap Sim Long saja yang tahu akan isi hatiku,� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. "Syarat sampingan apa?� sela Ong Ling-hoa cepat. "Kuminta kepala satu orang,� ucap Koay-lok-ong, mendadak ia berhenti tertawa. "Kepala siapa?� tanya Ling-hoa. Dengan suara bengis Koay-lok-ong menjawab, "Selama hidupku, yang paling kubenci adalah orang yang mengkhianatiku, asal dia kepergok lagi olehku, tidak nanti kuberi kesempatan hidup lagi baginya.� Belum habis ucapannya, Tokko Siang yang baru berdiri segera jatuh terduduk lagi dengan lemas. Sebaliknya Ong Ling-hoa merasa lega, katanya, "Jadi yang hendak kau bunuh ialah Tokko Siang ....�

"Betul, asal kalian penggal kepalanya, segera kulepaskan kalian pergi.� Dengan sorot mata kejam Ong Ling-hoa memandang ke arah Tokko Siang. Mendadak Him Miau-ji berteriak, "Aku utang budi kepada Tokko Siang, barang siapa berani mengganggu seujung jarinya, dia harus melangkahi dulu mayatku.�

"Masa tidak kau pikirkan dengan cermat, jika kalian tidak terima permintaanku ini, maka kalian harus mati seluruhnya. Bila terima, jiwa kalian berempat yang selamat. Masakah jual-beli yang menguntungkan ini tidak kau terima, sungguh bodoh.�

"Ken ... kenapa kau paksa kami melakukan hal yang tak berbudi ini?� teriak Miau-ji dengan gemas. "Aku cuma ingin orang lain tahu bagaimana nasib orang yang berani mengkhianatiku,� jengek Koay-lok-ong. Ong Ling-hoa menghela napas, "Caramu memberi peringatan kepala orang lain memang sangat bagus, hal ini tidak dapat disalahkan. Bahkan aku setuju.�

"Tidak bisa, aku lebih suka mati bersama dia dan takkan membiarkan kalian membunuhnya,� teriak Miau-ji. "Sungguh tolol kau, untung kukira Sim Long takkan bodoh seperti kau,� ujar Ling-hoa dengan gegetun. Mendadak Jit-jit berseru, "Sim Long juga seperti dia, takkan membiarkan kau ....�

"Sim Long yang kutanya dan bukan pendapatmu,� jengek Ling-hoa. Ia tahu, asalkan Sim Long setuju, apa gunanya yang lain anti? Tanpa terasa pandangan semua orang sama tertuju kepada Sim Long. Dengan tersenyum Sim Long berucap, "Ong Ling-hoa, kuharap engkau mengerti satu hal. �

"Kusiap mendengarkan,� kata Ling-hoa. "Perlu kau ketahui, aku bukan orang takut mati serupa dirimu!� kata Sim Long. Air muka Ong Ling-hoa berubah seketika, sebaliknya air mata Tokko Siang bercucuran. Si Kucing lantas berkeplok tertawa, katanya, "Haha, betapa pun Sim Long tetap Sim Long, nyata si Kucing tidak salah menilainya.� Jit-jit lantas menjatuhkan diri ke dalam pangkuan Sim Long pula, katanya, "Aku terlebih tidak salah lihat, sungguh aku ... aku sangat gembira.�

"Hm, bagus, kalian memang gagah berani,� jengek Koay-lok-ong. "Tapi justru ingin kulihat mampu bertahan sampai kapan keberanian kalian ini.� Mendadak ia bertepuk tangan. Di bawah cahaya api serentak beberapa titik emas melayang masuk dengan membawa semacam suara mendengung tajam aneh membuat orang merinding. "Celaka, Kim-jan-tok-hong (ulat emas dan tawon berbisa),� pekik Sim Long. "Hm, mendingan kau kenal kualitas barang,� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. "Ini memang Kim-jan-tok-hong yang paling jahat didunia ini, asal kena disengat sekali olehnya, maka akan tersiksa selama tujuh-hari-tujuh-malam, habis itu sekujur badan akan membusuk dan akhirnya mati.� Tanpa terasa Miau-ji menggigil, dilihatnya sesudah beberapa bintik emas itu melayang masuk, lalu terbang kian kemari dengan cahaya yang menyilaukan.

Ong Ling-hoa membentak perlahan, lengan bajunya mengebas, seketika dua titik emas itu tergulung oleh lengan bajunya. Tokko Siang juga melompat dan menginjak mati seekor makhluk berbisa itu. Si Kucing tidak memegang senjata, juga tidak berlengan baju panjang, apalagi dia telanjang kaki, jadi sia-sia ia mempunyai kepandaian tinggi, namun tidak berani ikut turun tangan, terpaksa ia menghindar kian kemari, butiran keringat pun menghias dahinya. Berulang Sim Long juga menyelentik dengan jarinya, "crit-crit� beberapa kali, beberapa ekor ulat tawon berbisa itu lantas rontok juga ke lantai.

"Hm, ilmu tenaga jari sakti yang hebat,� jengek Koay-lok-ong. "Apa baru sekarang kau kenal kelihaian kawanku ini?� ejek Miau-ji tertawa. "Hm, apakah tidak terlalu pagi engkau bergembira sekarang? Beberapa ekor ulat tawon ini tidak lebih hanya contoh saja yang kuperlihatkan,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa. "Padahal disarangnya masih ada beribu ekor lagi, bilamana kulepaskan seluruhnya, apakah masih kau dapat tertawa?� Benar juga si Kucing seketika cep klakep alias bungkam.

Ong Ling-hoa meraung, "Apa lagi yang kau tunggu, masa engkau masih sok gagah? Lebih baik kau sendiri yang memenggal

kepalanya, supaya orang lain tidak ikut mampus bersama dia.�

"Tidak, tidak bisa,� teriak Miau-ji tegas. "Apa pun juga dia tidak boleh diganggu.�

"Apakah kau pun sebodoh dia, Sim Long?� tanya Ling-hoa. "Terkadang aku malahan lebih bodoh daripada si Kucing,� ujar Sim

Long. "Aku juga rela ikut mati bersama Tokko Siang,� tukas Jit-jit. "Wah, sialan, tampaknya aku berkumpul dengan segerombolan orang gila,� keluh Ling-hoa. Mendadak Tokko Siang berseru, "Meski Koay-lok-ong mahajahat dan keji, tapi apa yang sudah diucapkannya tidak pernah dijilat kembali. Jika dia sudah menyatakan akan mengejar setelah kita lari dulu

dalam satu jam, maka dia pasti akan menunggu sejam dan membiarkan kita lari.�

"Tapi itu adalah soal lain,� seru Miau-ji. Air muka Tokko Siang tampak kaku, ucapnya perlahan, "Kalian berdua sedemikian baik terhadapku, sungguh tak pernah kubayangkan sebelum ini. Selama hidupku baru sekarang mendapatkan dua sahabat sejati seperti kalian, sungguh tak tersangka orang semacam diriku juga bisa memperoleh sahabat murni semacam ini. Sungguh hebat, sungguh puas aku.� Habis berkata mendadak ia membenturkan kepalanya ke dinding. Miau-ji menjerit kaget, cepat ia memburu maju, namun sudah terlambat. Darah sudah muncrat dan membasahi muka dan dadanya. Tokko Siang telah roboh dengan wajah memar, tapi masih juga bergumam, "Orang hidup dapat mengikat seorang sahabat sejati, mati pun tidak perlu menyesal, apalagi kuperoleh dua sahabat sejati.�

"Ai, engkau sungguh bodoh, mengapa ....� seru Miau-ji dengan menangis. Tokko Siang tersenyum pedih, ucapnya, "Jika kalian dapat menjadi orang bodoh, mengapa aku tidak .... Tapi jangan kalian lupa, kumati bagi kalian, maka kalian harus hidup bagiku, hidup dengan baik ....� Makin lemah suaranya dan akhirnya meraung keras sekali, lalu tidak bersuara lagi. Wajah Jit-jit basah dengan air mata, "Di tengah orang jahat kiranya juga ada yang berhati baik .... Di dunia ini ternyata banyak juga orang berhati baik.� Ong Ling-hoa juga berpaling ke sana dan tidak tega memandangnya, teriaknya, "Baiklah Koay-lok-ong, kau mau apa lagi?� Koay-lok-ong tertawa, "Yang menurut padaku hidup, yang melawanku akan mati, di antara ini tiada pilihan lain, kukira kalian sudah cukup jelas bagaimana nasib kalian nanti.�

"Keempat duta bawahanmu ada yang mati dan ada yang meninggalkanmu, tangan kanan kirimu sudah patah, bila anak buahmu yang lain juga mengkhianat, maka nasibmu mungkin akan lebih mengenaskan daripada ini.�

"Dengan bakatku yang tiada bandingannya biarpun kupergi-datang sendirian juga tiada yang mampu merintangiku, apa lagi .... Haha, sekarang kutambah lagi seorang pembantu baru, kan jauh lebih hebat berpuluh kali dibandingkan kawanan orang tolol itu?� Tergerak hati Sim Long, namun dengan tak acuh ia tanya, "O, pembantu baru siapa yang kau maksudkan?�

Koay-lok-ong tertawa latah, "Hahahaha! Selamanya kalian takkan mampu menerka siapa dia, berkat tipu akalnya yang bagus barulah dapat kutemukan kalian, asalkan dia membantuku, apa pula yang kukhawatirkan?� Semua orang sama terperanjat, jika ada orang yang sedemikian dipuji oleh Koay-lok-ong maka kepintarannya pasti tidak perlu disangsikan lagi dan mungkin sekali tidak di bawah Sim Long. Tapi siapakah di dunia ini yang sedemikian hebat? Ong Ling-hoa tertawa perlahan, katanya, "Apa pun kau harus memegang janji, bebaskan dulu kami.�

"Silakan keluar saja, kan tidak kurintangi kalian,� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. "Tapi kau ... kau hendak ....�

"Batu penghalang di sini sudah longgar, kalian tentu dapat mencari liang keluar dan takkan kurintangi kalian melainkan akan menunggu di luar sini.� Sembari bicara, lambat laun makin menjauh suaranya. "Nanti dulu, Koay-lok-ong ....� teriak Ling-hoa. Akan tetapi tidak ada jawaban. Keadaan kembali sunyi, untung cahaya lampu di luar masih menyala. Ong Ling-hoa menerjang maju, digaruknya batu penyumbat dengan tangan, setelah ditarik dan didorong, akhirnya ia menghela napas lega, katanya, "Dia memang tidak bohong, batu ini memang sudah longgar.� Dengan mendelik Miau-ji menghardiknya, "Apa benar kau pandang mati-hidup sedemikian penting?�

"Sungguh aku tidak ingin mati, kalau orang lain mau tentu juga aku tidak perlu mencegahnya,� jawab Ling-hoa tak acuh.

Meski batu penyumbat itu sudah longgar, tapi tumpukan batu cukup banyak dan rapat, disertai tanah pelengket pula, mereka harus bekerja keras cukup lama, akhirnya baru dapat menggali sebuah lubang yang tiba cukup untuk diterobos tubuh seorang.

Dengan hati-hati mereka lantas merangkak keluar, terlihat sebuah lentera tertaruh di lekukan dinding. Kedatangan mereka serupa orang buta yang terpancing oleh api setan, sesungguhnya bagaimana bentuk tempat ini sama sekali tidak diketahui mereka. Baru sekarang mereka dapat melihat lubang gua yang berliku-liku ini, sedikitnya ada tiga buah jalan yang tampaknya menuju ke luar, tapi sukar diraba akhirnya entah menembus kemana. "Wah, celaka, kita tertipu olehnya,� seru Ling-hoa. "Ya, memang konyol,� Sim Long juga berkeluh. "Meski kita dibebaskan olehnya, tapi lubang gua ini ada beberapa

jalan tembus yang menyesatkan, betapa pun kita tetap tak dapat keluar, akhirnya kita akan mati terkurung juga di sini.�

"Lebih tepat dikatakan mati kelaparan di sini,� sambung Sim Long. Miau-ji keluar dengan memanggul mayat Tokko Siang, ia pun berseru, "Ya, sampai sekarang sedikitnya sudah seharian kita tidak makan-minum, jika kelaparan satu dua hari lagi, tentu semuanya akan mampus.�

"Justru inilah akal keji Koay-lok-ong,� ucap Sim Long dengan gegetun. "Dia sengaja membuat kita kelaparan setengah mati,

dalam keadaan lemas, andaikan dapat keluar, mustahil kita mampu lari lagi?�

"Betul, dalam keadaan begitu, jangankan kita cuma disuruh lari lebih dulu satu jam, biarpun lari lebih dulu sehari juga tidak berguna,� ucap Ling-hoa dengan gemas. "Ai, orang ini sungguh licik lagi licin.� Sambil bersandar pada bahu Sim Long, Jit-jit berkata, "Wah, mendingan kalian tidak membicarakannya, sekali bicara aku jadi merasa lapar benar-benar.�

"Aha, ada akal,� mendadak Sim Long berseru. "Akal apa?� tanya Miau-ji. "Coba ambilkan lentera itu,� kata Sim Long. Lalu ia berjongkok memeriksa dengan teliti. Tanah padas demikian tentu saja sukar meninggalkan bekas kaki, untung tanah di luar agak lunak, betapa pun masih terdapat sedikit jejak yang tertinggal. Namun orang yang datang tadi tidak sedikit, bekas kaki ternyata sangat ruwet dan sukar dikenali. Sim Long bergumam, "Asalkan dapat menemukan jalan hidup diantara ketiga jalan ini tentu segala urusan akan beres.� Dengan sendirinya ia tidak berani gegabah, orang lain juga tidak berani mengganggu dia, sampai Cu Jit-jit juga menyingkir agak jauh, hanya pandangannya tetap mengikuti setiap gerak-gerik pemuda itu. Sekonyong-konyong lentera padam. Keadaan gelap gulita lagi, kegelapan yang membuat putus asa. Ong Ling-hoa mengguncangkan lentera itu, lalu membantingnya ditanah sambil menggerutu, "Sialan, minyak habis!�

"Sungguh bangsat yang keji,� omel Miau-ji. "Rupanya setiap langkah sudah diperhitungkannya dengan baik. Dia sengaja meninggalkan sebuah lentera di sini untuk memperlihatkan kebaikan hatinya, tapi sudah diperhitungkan dengan tepat begitu kita keluar ke sini segera lentera ini akan padam.� Sim Long menyengir, "Dia berbuat demikian kan serupa kucing menangkap tikus. Tikus tidak segera dimakan, tapi dipermainkan lebih dulu. Sudah diperhitungkannya bahwa kita serupa tikus dibawah cengkeramannya dan tidak mungkin bisa lolos.�

"Masa ... masa engkau juga tidak berdaya?� tanya Ling-hoa. "Memangnya kita ini tikus?� sahut Sim Long dengan tersenyum

hambar. "Tentu saja bukan, jadi engkau punya akal?� seru Ling-hoa girang. "Syukur sudah dapat kutemukan bekas kakiku sendiri waktu datang tadi,� tutur Sim Long, "Bekas kaki menunjukkan mengarah ke jalan sebelah kiri, jika dari sana dapat masuk ke sini, dengan sendirinya dari sini dapat keluar ke sana.�

"Aha, betul, ayo lekas kita keluar,� seru Ling-hoa. "Kita merambat dinding dengan tangan kiri dan tangan kanan

bergandengan tangan satu sama lain, sekali-kali jangan sampai terpencar, biar kubuka jalan di depan dan Jit-jit di belakangku,� kata Sim Long. "Dan Miau-ji di belakangku,� tukas Jit-jit. "Tentu saja aku pengiring di belakang,� ujar Ling-hoa. "Miau-ji, harus hati-hati terhadap manusia demikian yang mengikut di belakangmu ....�

"Jangan khawatir,� kata si Kucing. "Dia orang pintar, sebelum lolos dengan hidup tidak nanti dia berani menyergap orang lain.�

"Tapi urusan begini tidak dapat diukur secara umum, akan lebih baik engkau tetap berhati-hati,� ujar Jit-jit. "Ai, perempuan ... dasar hati perempuan ....� ucap Ong Ling-hoa dengan menyesal. "Memangnya bagaimana hati perempuan? Paling sedikit hati perempuan kan lebih baik daripada hatimu,� jengek Jit-jit. "Eh, jangan lupa, jika tidak ada aku, kau dan Sim Long ....� Belum lanjut ucapan Ling-hoa, mendadak Jit-jit tertawa dan berkata, "Kan sudah kukatakan di antara orang jahat juga ada yang berhati baik. Hatimu terkadang juga tidak busuk, bilamana engkau dapat sering-sering berbuat demikian, tentu juga semua orang akan suka padamu.�

"Oo ....� Ling-hoa lantas bungkam. "Hendaknya kau tahu, menjadi orang baik jauh lebih menyenangkan daripada menjadi orang busuk,� kata Jit-jit pula. Begitulah keempat orang terus merambat ke depan dalam kegelapan, masing-masing sama menanggung pikiran sendiri sehingga tidak ada yang bicara lagi. Entah sudah berapa lama mereka berjalan, dalam perasaan mereka rasanya seperti sudah lewat sekian hari, namun tiada terlihat apa pun di depan. Akhirnya Miau-ji tidak tahan, tanyanya, "Apakah engkau tidak kesasar?�

"Dia pasti takkan keliru,� seru Jit-jit. "Hm, kepercayaan orang lain terhadap Sim Long tentu tidak sepenuh kepercayaanmu kepadanya,� jengek Ling-hoa. "Jika tidak percaya padanya, kenapa engkau tidak pergi sendiri saja?� jawab Jit-jit ketus.

Maka Ong Ling-hoa tidak dapat omong lagi. Dengan sendirinya dia tidak mau ribut mulut dengan anak perempuan, apalagi anak

perempuan serupa Cu Jit-jit. Setelah berjalan sebentar lagi, akhirnya Ong Ling-hoa bersuara pula, "Eh, Sim Long, pada waktu kita masuk kemari rasanya tidak makan waktu sekian lama.� Sim Long berpikir sejenak, katanya, "Waktu datang kan ada orang memberi petunjuk jalan, dengan sendirinya kita berjalan dengan cepat.� Terpaksa Ong Ling-hoa tutup mulut pula.

Kembali mereka merambat ke depan. Meski tidak terlihat sesuatu tapi dapat dirasakan lorong gua itu makin lama makin sempit dan tambah sumpek. Jit-jit yang bertubuh lemah hampir saja tidak mampu bernapas. "Sim Long keliru jalan tidak?� jengek Ling-hoa pula. "Dia ... dia tidak ....� Belum selesai ucapan Jit-jit, mendadak Sim Long memotong, "Keliru!�

"Jiwa kita terletak di tanganmu, hendaknya jangan dibuat main-main,� ujar Ong Ling-hoa. "Bagaimana kalau Ong-heng yang mencari jalan?� kata Sim Long. Cepat Ong Ling-hoa menjawab dengan menyengir, "Ah, maaf jika ucapanku agak kasar. Padahal kalau Sim-heng saja tidak sanggup membawa kita keluar, siapa pula di dunia ini yang sanggup?� Maka mereka lantas merambat kian kemari tanpa berhasil, kaki mereka bertambah lemas. Rasa lapar masih dapat ditahan, rasa haus yang membuat mereka kelabakan setengah mati. Menurut perkiraan, sedikitnya sudah sehari suntuk mereka berputar-putar di situ tanpa berhenti, biarpun tubuh gemblengan baja juga tidak tahan. Yang paling payah adalah Cu Jit-jit, napasnya terengah-engah dan hampir tidak sanggup berdiri lagi. "Bagaimana kalau istirahat sebentar?� ujar Miau-ji. "Dalam keadaan begini, siapa pun tidak boleh berhenti, harus sekaligus meneruskan perjalanan, sekali berhenti mungkin tidak sanggup berbangkit lagi,� ujar Sim Long. "Aku tidak lelah, ayo, terus jalan,� kata Jit-jit. "Jika kita hanya merambat secara ngawur begini, sampai kapan baru akan berakhir? Betapa pun kita harus mencari jalan lain,� ujar Ling-hoa. Miau-ji mendengus, "Hm, dalam keadaan begini, jalan lain apa yang dapat kau pikirkan?�

"Di sana tadi kulihat jelas kita datang dari jalan sebelah kiri dan pasti tidak keliru, entah mengapa menjadi salah jalan, di manakah letak kekeliruannya?� kata Sim Long dengan menyesal. "Thian yang tahu apa kekeliruan ini,� tukas Ling-hoa. "Apa pun juga kita jangan putus asa, terlebih tidak boleh berhenti,� seru Sim-Long. "Asalkan kita tetap menuju ke depan, lambat atau cepat pasti akan kita temukan jalan keluarnya.�

"Betul, kita pasti akan berhasil keluar,� sambung Miau-ji. Maka dengan mengertak gigi semua orang merambat ke depan lagi.

Entah berapa lama lagi, "trang�, mendadak kaki kesandung sesuatu benda. "He, apa itu?� tanya Sim Long dan berhenti seketika. Ling-hoa coba meraba benda itu di tanah dan menjemputnya, katanya tiba-tiba dengan lemas, "Wah, runyam!�

"Apa yang kau temukan? Kenapa kau bilang runyam?� tanya Miau-ji cepat. "Inilah lentera tembaga yang kubanting ke tanah tadi,� tutur Ling-hoa dengan sedih. "Ah, apakah ... apakah mungkin kita telah putar kembali ke tempat tadi?� kata Miau-ji. "Memang betul, tampaknya tempat inilah kuburan kita.�

"Siapa bilang runyam, justru kita pasti akan selamat,� seru Sim Long mendadak. "Se ... selamat?� Ling-hoa menegas. "Ya, asal kita berada kembali di sini berarti akan tertolong,� kata Sim Long. "Apa katamu, sungguh aku tidak paham?� tanya Ling-hoa. "Jalan yang kita tempuh tadi tidak keliru, hanya arahnya yang salah.�

"Aku tambah tidak paham keteranganmu ini?�

"Tadi kita merambat dinding dengan tangan kiri, bila di sebelah ada jalan segera kita membelok, makin jauh makin tersesat, akhirnya kita putar balik lagi ke sini, padahal jalan hidup yang sebenarnya adalah sebelah kanan.�

"Aha, betul, memang benar selamat,� seru Ling-hoa girang. "Baru sekarang kau percaya Sim Long memang tidak keliru, bukan?� ejek Jit-jit. "Kan sudah kukatakan, di dunia ini jika ada orang mampu membawa kita keluar dari sini, maka orang itu ialah Sim Long,� kata Ling-hoa. "Sekarang kita merambat dinding dengan tangan kiri, setelah belasan langkah ke depan baru berganti merambat dinding dengan tangan kanan, namun tangan kiri masing-masing tetap bergandengan dan jangan sampai terpencar.� Meski keadaan semua orang sekarang sudah lemas lunglai, lapar dan haus, tapi sinar hidup sudah muncul, semangat mereka terbangkit, jalan mereka pun seakan-akan bertambah cepat. Sekali ini mereka hanya berjalan sebentar saja dan segera kelihatan cahaya remang langit di luar, makin ke depan makin terang. Jit-jit memegang tangan Sim Long dengan erat sambil bersorak gembira, "Akhirnya kita dapat bebas.�

"Ssst, kita belum lagi lari keluar, ini baru saja permulaan,� desis Sim Long. "Baru permulaan?� Miau-ji menegas. "Jangan kau lupa, Koay-lok-ong masih menunggu di luar gua, pelarian kita baru akan dimulai, kesulitan yang sesungguhnya masih

banyak menunggu.�

*****

Koay-lok-ong memang benar menunggu di luar gua. Cahaya sang surya gilang-gemilang, cuaca cerah. Di luar gua dibangun sebuah barak bambu, Koay-lok-ong duduk dikursi malas berkasur empuk diembus angin semilir sejuk. Di depannya tentu saja tersedia santapan lezat dan arak, disampingnya menunggu kawanan gadis cantik, di mana ia berada tidak pernah berkurang hal-hal demikian itu. Kecuali itu ada lagi 30-an pemuda gagah perkasa dengan pakaian ringkas dan berpedang siap tempur mengelilingi Koay-lok-ong. Dia dapat melihat Sim Long, keadaan Sim Long ternyata tidak sekonyol sebagaimana dibayangkannya. Tubuh Sim Long tetap tegak, mata masih bersinar, terlebih senyumnya yang khas itu menghiasi ujung mulutnya. Air muka Koay-lok-ong rada berubah, tapi segera ia bergelak tertawa, "Haha, bagus, akhirnya kalian datang juga.�

"Masa kami harus membikin kecewa Anda?� ujar Sim Long dengan tersenyum. "Memang sudah kuduga Sim Long pasti takkan membikin kecewa padaku,� ucap Koay-lok-ong dengan tertawa. "Apabila kalian tidak dapat keluar, itulah yang membuatku kecewa.�

"Masa di dunia tidak ada jalan keluar bagi orang?� ujar Sim Long tertawa sembari melangkah ke depan. Jit-jit dan Miau-ji mengikut rapat di belakangnya, terpaksa Ong Ling-hoa juga membusungkan dada dan melangkah maju. Walaupun mereka melangkah dengan tegap, dalam hati diam-diam mengeluh, terutama bau sedap santapan dan bau arak yang merangsang itu membuat perut mereka bertambah keroncongan. Malahan Koay-lok-ong lantas mengangkat cawan arak dan berkata dengan tertawa, "Sebenarnya ingin kusuguh kalian minum satu-dua cawan dulu, namun sayang, rupanya kalian terburu-buru menempuh perjalanan, terpaksa tidak ingin kuganggu waktu kalian yang berharga.� Sungguh tidak kepalang geregetan Him Miau-ji, mendingan bila tidak

mengendus bau sedap arak, sekali tercium, rasa laparnya semakin sukar ditahan. "Lekas kita tinggalkan tempat ini, aku tidak ingin melihat bentuk setan iblis itu,� desis Jit-jit di tepi telinga Sim Long. "Eh, jika kalian terburu-buru mau berangkat, terpaksa tidak dapat kuantar,� seru Koay-lok-ong pula dengan tertawa."Hanya di sini kuucapkan selamat jalan kepada kalian, semoga kalian dapat lari terlebih cepat.� Habis berkata ia lantas menenggak dan terbahak-bahak. Him Miau-ji juga tertawa, "Kau minum sendirian, tentu sangat kesepian, biarlah mendiang sahabatmu mendampingimu, coba lihat,

dia sedang memandang padamu.� Dengan langkah lebar ia mendekati Koay-lok-ong. Meski tulang kepala Tokko Siang sudah remuk tapi matanya masih melotot penuh rasa sedih dan benci. Kawanan gadis jelita di samping Koay-lok-ong sama menjerit ngeri.

Air muka Koay-lok-ong juga rada berubah dan tidak dapat tertawa lagi. "Wahai Tokko-heng, pada siang hari kau temani dia minum arak, bila malam tiba, engkau pun jangan lupa mendampingi dia, agar dia tidak kesepian,� demikian Miau-ji berolok-olok pula. "Brak�, mendadak Koay-lok-ong membanting cawan arak di atas meja sambil membentak, "Tutup mulut!� Mata Miau-ji yang serupa mata kucing itu menatap Koay-lok-ong dengan tajam, katanya perlahan,"Bila malam tiba, arwah yang ingin bicara denganmu tentu tidak sedikit, jika sekarang bertambah lagi Tokko Siang, kan tidak menjadi soal, kenapa kau takut?�

"Lekas enyah, jika tidak ....� hardik Koay-lok-ong dengan bengis. Belum lanjut ucapannya Miau-ji sudah lewat dengan tertawa, "Hahaha, bila hidup banyak berbuat dosa, tengah malam pun takut pintu digedor setan!� Koay-lok-ong meremas tangannya sehingga cawan emas tadi teremas pipih. Ong Ling-hoa ikut lewat ke sana, mendadak ia berpaling dan berucap, "Satu jam, bukan?�

"Ya, satu jam, tidak lebih, juga tidak kurang, lekas enyah!� bentak Koay-lok-ong. "Ai, marah pada orang lain, aku yang kena getahnya,� ujar Ling-hoa dengan tertawa, ia menjura terus melangkah ke depan. Melihat kelakuan Ong Ling-hoa dan Him Miau-ji itu, dengan suara tertahan Sim Long berkata kepada Jit-jit, "Meski watak kedua orang ini berbeda, yang satu jujur dan yang lain licik, tapi menghadapi detik gawat seperti ini terlihatlah mereka memang orang luar biasa.�

"Orang yang dapat berada bersamamu tentu saja bukan orang biasa,� ujar Jit-jit.  Sim Long memapahnya ke depan, ketika berada di depan Koay-lok-ong, dengan tersenyum ia menegur, "Setelah berpisah sekarang, entah kapan baru akan berjumpa pula.�

"Jangan khawatir, selekasnya pasti akan berjumpa lagi,� ucap Koay-lok-ong sambil menyeringai. "Meski Anda sangat marah, namun tetap menepati janji dan akan menunggu satu jam, tampaknya Koay-lok-ong tetap Koay-lok-ong, mau tak mau aku harus menyatakan kagum padamu,� ucap Sim Long dengan gegetun. Koay-lok-ong terdiam sejenak, mendadak ia tergelak dan berseru,

"Bagus, Sim Long, tampaknya di kolong langit ini cuma engkau saja yang memahami isi hatiku, kesatria di dunia ini, kecuali Sim Long seorang tiada yang terpandang olehku.� Ia merandek dan menatap Sim Long lekat-lekat, lalu menambahkan,

"Cuma, tidak jelek juga kulayanimu, mengapa engkau justru ingin memusuhiku?� Sim Long tersenyum hambar, "Bisa jadi aku memang dilahirkan untuk memusuhimu.� Kembali Koay-lok-ong terdiam, teriaknya kemudian, "Bagus! Jika tidak ada orang semacam dirimu yang menjadi lawanku, rasanya hidupku juga takkan menarik.� Ia ganti cawan arak dan minum lagi. Dengan serius Sim Long berucap, "Apa pun juga tetap kuhormati Anda sebagai kesatrianya kesatria, kelak bila kau jatuh dalam

cengkeramanku, pasti takkan kubikin susah dirimu melainkan akan kubereskan dengan sewajarnya.�

"Haha, sudah kepepet begini, kecuali Sim Long, di dunia ini siapa pula yang punya keberanian seperti ini?� seru Koay-lok-ong dengan tergelak. "Wahai Sim Long, melulu satu hal ini saja engkau tidak malu untuk disebut kesatrianya kesatria.� Segera ia memberi tanda kepada seorang gadis jelita di sampingnya agar menuangkan secawan arak bagi Sim Long, lalu katanya pula, "Marilah kita habiskan secawan, tampaknya hubungan baik kita sudah seluruhnya tertuang di dalam secawan arak ini. Inilah minuman kita yang terakhir, bila bertemu lagi mungkin tiada sesuatu yang dapat dibicarakan lagi.�

"Baik, silakan,� jawab Sim Long sambil mengangkat cawan arak. Kedua orang sama menenggak habis arak masing-masing. Para pengawal berseragam hitam dan kawanan gadis jelita itu sama menahan napas mengikuti adegan yang khidmat itu, suasana terasa mengharukan dan juga mengagumkan. Inilah minuman antara kesatria. Jit-jit juga merasa terharu, darah bergolak dan mata terasa basah. "Baiklah, sekarang boleh kau pergi!� seru Koay-lok-ong kemudian sambil membuang cawannya. Sim Long memberi hormat, lalu melangkah ke depan tanpa menoleh lagi. Jit-jit menyusulnya, katanya dengan rawan, "Sungguh aku tidak

mengerti mengapa dia sedemikian baik padamu, tapi mengapa juga ingin membunuhmu?� Sim Long menjawab dengan pedih, "Dia tidak ada pilihan lain, aku pun tidak punya pilihan lain, ini kejadian yang sukar dihindarkan, dari dulu kala kebanyakan kesatria memang dilahirkan untuk berlawanan.�

"Apakah dia juga terhitung kesatria?� tanya Jit-jit. "Meski dia keji dan jahat, tapi tidak perlu diragukan dia juga seorang kesatria, siapa pun tak dapat menyangkal hal ini,� ucap Sim Long.

*****

Lambat laun, bayangan Koay-lok-ong sudah tidak tertampak lagi. Setelah meninggalkan jarak pandang Koay-lok-ong, keadaan mereka yang lemas sukar dipertahankan lagi. Pinggang Ong Ling-hoa, Cu Jit-jit dan juga Him Miau-ji tidak dapat menegak pula, kaki pun seperti diganduli benda beribu kati beratnya. "O, haus sekali,� keluh Jit-jit. "Ai, Sim Long, carikan sedikit air minum.� Miau-ji tertawa. "Mendingan Sim Long, dia telah minum satu cawan arak.�

"Kau iri?� tanya Jit-jit. "Kenapa aku iri?� jawab Miau-ji dengan tertawa. "Aku justru senang .... Kawanku adalah kesatria besar, sampai musuh pun sedemikian menghormati dia, masa aku malah iri padanya?�

"Engkau sungguh orang baik, Miau-ji,� puji Jit-jit. "Jika kupunya seorang adik perempuan, tentu kusuruh dia menjadi istrimu.�

"Dan karena engkau tidak punya adik perempuan, tampaknya aku terpaksa harus menunggu anak perempuan yang kau lahirkan

dengan Sim Long nanti,� ujar si Kucing dengan tertawa. Muka Jit-jit menjadi merah, omelnya, "Dasar mulut kucing yang tidak bergading!�

"Hm, kalian masih dapat berkelakar sepanjang jalan, sungguh aku sangat kagum,� jengek Ling-hoa mendadak. "Kau tahu apa, justru sekaranglah kita perlu berkelakar,� kata Miau-ji. "Bila kalian tidak mau cepat lari, mungkin segera kalian akan

berkelakar di bawah senjata Koay-lok-ong,� jengek Ling-hoa pula. "Maaf, tidak dapat kutunggu kalian lagi, terpaksa kupergi dulu selangkah.� Mendadak Sim Long berkata, "Saat ini kita sudah serupa pelita yang hampir kehabisan minyak, jika berlari cepat, berapa jauh kita mampu bertahan? Bukan mustahil segera bisa roboh, semakin cepat berlari makin tidak kuat.�

"Walaupun betul, tapi kita hanya ada waktu satu jam saja,� kata Ling-hoa. "Asalkan kita manfaatkan waktunya dengan tepat, biarpun cuma satu jam juga cukup longgar,� ujar Sim Long. "Jika begitu, sekarang ....�

"Yang paling penting sekarang,� sela Sim Long, "pertama, kita harus menemukan sungai kecil itu, kita minum sekenyangnya, manusia adalah besi, air adalah baja. Asalkan perut penuh air, rasa lapar pun tertahankan.�

*****

Di tempat tadi Koay-lok-ong sedang termenung dengan memegang cawan arak. Seorang pemuda berseragam hitam ringkas berlari datang dan memberi sembah, lapornya dengan napas terengah, "Lapor Ongya, hamba sudah melihat rombongan Sim Long.�

"Lekas teruskan,� bentak Koay-lok-ong tak sabar. "Hamba bersama ke-29 saudara lain mematuhi perintah Ongya dan mencari tempat sembunyi yang rapi, ada yang memanjat ke atas pohon, ada yang sembunyi di balik semak ....�

"Untuk apa bicara bertele-tele, memangnya hal-hal begitu perlu kau laporkan,� damprat Koay-lok-ong. Pemuda baju hitam menunduk takut, cepat ia menyambung laporannya, "Ketika hamba melihat mereka, keadaan mereka tampak payah, berjalan saja kelihatan berat, tapi ... tapi Sim Long itu masih penuh semangat, sedikit pun tidak ada tanda-tanda loyo.�

"Keparat Sim Long ini memang bukan manusia,� omel Koay-lok-ong dengan gemas, lalu bertanya, "Dan bagaimana dengan Him Miau-ji?�

"Kucing itu meski kelihatan lelah, tapi terkadang masih bergurau dengan gadis she Cu ini. Hamba tidak tahu apa yang dibicarakan mereka, hanya tertawa mereka kelihatan sangat gembira.�

"Masa mereka tidak berusaha lari?� tanya Koay-lok-ong dengan kening bekernyit. "Mereka berjalan dengan lambat, tampaknya tidak gelisah sedikit pun.�

"Sungguh hebat,� ucap Koay-lok-ong. "Wahai Sim Long, sungguh engkau tidak malu disebut sebagai musuh nomor satu diriku.�

Seorang gadis di sebelahnya coba bertanya, "Hanya berjalan perlahan kenapa dipandang sebagai lihai?� Koay-lok-ong bertutur dengan gegetun, "Dengan tenaga mereka waktu itu, jika mereka berlari sekuatnya, mungkin tidak sampai satu

jam pasti akan roboh seluruhnya. Dan dalam keadaan seperti mereka itu, kecuali Sim Long siapa pun pasti akan lari secepatnya.� Gadis itu berpikir sejenak, lalu berucap, "Ya, sungguh menakutkan mempunyai lawan seperti Sim Long itu.�

"Kurang ajar! Apakah kau lupa siapa lawannya?� omel Koay-lok-ong. Dengan takut si gadis mengiakan, "Ya, ya, betapa pun lihainya masakah dapat menandingi Ongya.�

"Dan sekarang mereka menuju ke mana?� tanya Koay-lok-ong setelah terdiam sejenak. "Tampaknya seperti menuju ke sungai,� lapor pemuda baju hitam tadi. "Wahai Sim Long, setiba kalian di tepi sungai baru kalian tahu kelihaianku,� Koay-lok-ong dengan terbahak.

*****

Gemercik aliran air sudah terdengar. Jit-jit melonjak girang, "Aha, sudah sampai, untung di sini ada sebuah sungai kecil.�

"Ssst,� desis Ong Ling-hoa. "Awas jika Koay-lok-ong memasang perangkap di tepi sungai, bisa jadi kedatangan kita akan serupa laron menubruk api.�

"Jangan khawatir,� ujar Sim Long. "Dalam satu jam ini Koay-lok-ong pasti menaati janji dan takkan turun tangan terhadap kita. Meski dia bukan seorang lelaki sejati, namun satu hal ini dapat kupercayai dia.�

"Apa dasarnya?� tanya Miau-ji. "Sebab kulayani dia sebagai kesatria, tentu dia takkan merosotkan derajat sendiri sebagai seorang kesatria,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Apalagi sekarang dia ingin memperlihatkan kehebatannya supaya kita mati dengan takluk lahir-batin.� Mendadak Jit-jit merasa khawatir, "Wah mungkinkah dia menaruh racun dalam air?�

"Untuk ini kalian tidak perlu khawatir, air yang mengalir tidak mungkin dapat ditaruhi racun,� ujar Ling-hoa. "Ya, kupercaya,� kata Miau-ji. "Urusan yang menyangkut racun-meracun tentu saja Ong Ling-hoa jauh lebih paham daripada siapa

pun.� Jit-jit berkata dengan menyesal, "Tapi kurasa dia pasti takkan membiarkan kita minum air begitu saja. Kalian lebih kuat daripadaku, namun orang perempuan biasanya lebih perasa.�

"Namun sekali ini semoga daya perasaanmu tidak manjur,� ujar Miau-ji. Beberapa orang segera berlari ke sana, keadaan di tepi sungai sunyi senyap, sedikit pun tidak ada tanda mencurigakan. Miau-ji bersorak gembira, segera ia bertiarap dan meraup air untuk diminum. Sekonyong-konyong di hulu sungai sana ada orang tertawa geli dan berseru, "Hei, babi cilik, lihatlah ada orang minum air bekas mandimu!� Miau-ji terkejut dan berpaling ke sana, dilihatnya ada tiga anak dara

berdandan sebagai gadis gembala sedang berkeplok tertawa, beberapa puluh ekor babi gemuk juga sedang mandi di dalam air

sungai. Selain itu ada lagi beberapa ekor kerbau, kambing, ayam, itik, dan anjing, ada yang asyik minum air, ada yang mandi, bahkan ada yang sedang berak di dalam sungai. Keruan si Kucing mendongkol dan marah, ia urung minum sehingga

air yang sudah diciduknya membasahi bajunya, kontan ia mencaci maki, "Bedebah!� Para gadis gembala masih berkeplok tertawa dan bernyanyi malah, "Hahaha, Koay-lok-ong, pandai berakal. Sim Long cilik juga terperangkap. Air ada di depan mata, tapi tidak dapat diminum, siKucing juga kelabakan ....�

"Nah, apa kataku, betul tidak?!� ucap Jit-jit dengan gegetun. Saking geregetan si Kucing melonjak-lonjak, dampratnya, "Bangsat, binatang!�

"Ai, akal busuk tidak bermoral begini, hanya dia juga yang mampu berbuat,� ujar Jit-jit sambil menyengir. Ong Ling-hoa tampak berdiri termenung, mendadak ia berjongkok, air sungai diciduknya dengan tangan terus diminum, bahkan cukup banyak minumnya. Tentu saja Jit-jit melongo, "Hei, kau berani minum air ini? Di dalam air tercampur kotoran babi, masakah tidak kau lihat?� Ong Ling-hoa berdiri kembali dari berucap dengan tak acuh, "Seorang lelaki sejati harus bisa mulur dan mampu mengkeret, hanya minum air begini terhitung apa? Bilamana kalian sudah tidak mampu bergerak, ingin minum air kencing saja tidak bisa.�

"Jangan kau minum air kotor ini, Sim Long,� pinta Jit-jit sambil menarik tangan Sim Long. "Saat ini meski aku tidak sampai minum air ini, tapi ... tapi kalian ....� "Mati pun aku tidak minum air pecomberan ini,� teriak Jit-jit. "Aku pun tidak sanggup,� tukas si Kucing. Sim Long berpikir sejenak, katanya kemudian, "Sekarang kita berjalan menyusur ke hulu sungai dan tidak perlu menyembunyikan jejak kita lagi, semakin jelas kita dilihat mereka semakin sukar bagi mereka untuk meraba apa maksud tujuan kita.�

"Tapi jangan lupa, waktu sudah tinggal sedikit,� kata Ling-hoa.

*****

Koay-lok-ong sendiri asyik minum arak secawan demi secawan. Tiba-tiba seorang pemuda berseragam hitam datang lagi

melapor,"Ongya, rombongan mereka sudah sampai di tepi sungai.�

"Sayang tidak dapat kulihat mereka, kuyakin air muka mereka pasti sangat lucu,� ucap Koay-lok-ong dengan tertawa. "Kucing hitam itu memang berjingkrak-jingkrak seperti kebakaran jenggot, gadis she Cu itu pun seperti mau menangis, bahkan Sim

Long juga kelihatan bingung,� lapor si seragam hitam. Koay-lok-ong berkeplok gembira, "Haha, akal bagus yang kuatur

masakah dapat diterka mereka .... Hm, terpaksa mereka harus memandang air di depan mata, ingin minum, tapi tidak dapat,

betapa perasaan mereka tentu bisa dibayangkan.�

"Lucunya bocah bermuka putih itu justru sampai hati minum air kotor itu, bahkan ....�

"Maksudmu Ong Ling-hoa minum air itu?� teriak Koay-lok-ong. Si pemuda seragam hitam berjingkat kaget, jawabnya tergegap, "Ya, dia ... banyak juga dia minum.�

"Sialan, Ong Ling-hoa ini,� seru Koay-lok-ong sambil menggeleng. "Tak tersangka dia tega minum air kotor begitu, tampaknya orang ini memang lain daripada yang lain dan tidak boleh diremehkan.�

"Air kencing saja diminum, masakah orang begitu perlu dikhawatirkan,� tiba-tiba seorang gadis di sampingnya bertanya.

"Kau tahu apa?� omel Koay-lok-ong. "Pada waktu kepepet harus berani bertindak, kalau perlu bersabar, orang beginilah baru

terhitung tokoh yang lihai. Kekurangan Sim Long adalah kulit mukanya kurang tebal, hatinya kurang kejam, makanya tidak dapat mencapai sukses besar. Bicara tentang ini, jelas dia tidak dapat membandingi Ong Ling-hoa.� Ia mendongak dan tertawa, lalu menyambung, "Bila mana aku jadi dia pun akan minum air kotor itu.� Kawanan gadis itu sama menunduk dan tidak berani bicara lagi. Tampak seorang pemuda berseragam hitam yang lain berlari datang lagi dan memberi sembah, "Lapor Ongya, mereka melanjutkan perjalanan lagi!�

"Sekali ini cara bagaimana mereka melanjutkan perjalanan?� tanya Koay-lok-ong. "Menyusur ke hulu sungai dan tetap berjalan dengan perlahan,� tutur si seragam hitam. "Hah, mereka tidak main sembunyi lagi?� seru Koay-lok-ong sambil

memandang sebuah alat pengukur waktu dengan pasir. "Padahal waktu mereka sudah hampir habis dan mereka belum lagi

menyelamatkan diri? Wahai Sim Long, sesungguhnya akal setan apa yang telah kau atur?�

*****

Rombongan Sim Long masih terus menuju ke hulu. Ternyata setiap jarak tertentu, di dalam sungai pasti terdapat kawanan hewan sebangsa babi, kuda atau kerbau yang sedang berendam di dalam sungai sehingga air sungai menjadi kotor dan

tidak dapat minum. Namun Sim Long tetap berjalan dengan adem ayem, serupa orang yang lagi pesiar menikmati pemandangan alam, dari kepala sampai kaki tidak terlihat dia gelisah sedikit pun. Jit-jit setengah bersandar di bahunya, bibirnya yang mungil dan cantik itu kini kering dan pecah, matanya yang bersinar lincah dahulu sekarang juga penuh garis merah.

Tapi pada bibir yang kering itu justru masih tersembul secercah senyuman riang, pada mata yang merah itu tetap gemerdep cahaya bahagia. Memang, asalkan Sim Long berada di sampingnya, tiada lain lagi yang diharapkannya. Akhirnya Miau-ji tidak tahan, dengan suara perlahan ia tanya, "Sim Long, sebenarnya apa tujuanmu?� Sim Long tersenyum, tiba-tiba dikeluarkannya sepotong barang dan digenggamnya erat, kelihatan cahaya mengilat dari celah jarinya, tapi tidak jelas barang apa yang dipegangnya. "Ini apa ....� si Kucing coba bertanya lagi. "Kau pikir apa ini?� jawab Sim Long dengan tersenyum. "Tidak dapat kuterka,� kata si Kucing. "Hm, dalam keadaan begini, Sim-heng ternyata masih iseng main teka-teki segala, sungguh sukar dimengerti, serupa anak kecil saja,� demikian jengek Ong Ling-hoa. Sim Long tidak menghiraukannya, katanya pula dengan tersenyum, "Apakah pernah kau lihat kugunakan Am-gi (senjata rahasia)?�

"Tidak pernah,� jawab Miau-ji. "Makanya kalian tentu mengira aku tidak mahir menggunakan Am-gi, bukan?� Seketika Miau-ji tidak tahu apa maksud ucapan orang, ia hanya mengangguk dan mengiakan. Sim Long tertawa, "Kau salah taksir. Kau tahu, sejak ingusan aku sudah belajar ilmu silat, segala macam kungfu keras dan lunak telah kupelajari, segala macam senjata juga telah kupahami, maka janggal jika aku tidak mahir menggunakan Am-gi.� Diam-diam si Kucing heran mengapa hari ini Sim Long membual dan menyombongkan diri, hal ini selamanya tidak pernah terjadi. Dilihatnya Sim Long lagi tertawa bangga, maka ia pun ikut menyengir. "Ya, selama ini Sim Long tidak mau menggunakan Am-gi, sebab tindak tanduknya selalu blakblakan, tidak sudi menyerang orang dengan senjata gelap,� kata Jit-jit. "Ucapanmu memang juga beralasan, tapi tidak terlalu betul,� ujar Sim Long. "Sebabnya aku tidak suka menggunakan Am-gi adalah karena senjata rahasiaku ini terlalu keji.�

"Oo?! ....� Miau-ji melongo. sekilas Sim Long sengaja membuka tangannya sehingga kelihatan cahaya mengilat, katanya, "Inilah Am-gi yang biasanya tidak sembarangan kugunakan.�

"Sesungguhnya senjata rahasia apa ini?� tanya Miau-ji. "Senjata rahasia ini bernama Sau-hun-sin-ciam (jarum sakti sambar

nyawa), barang siapa asalkan tersentuh setitik saja, dalam waktu setengah jam sekujur badan akan membusuk dan mati tak terkubur, didunia tidak ada obat penawarnya.�

"Hm, senjata rahasia semacam ini mungkin tidak cuma dipunyai olehmu saja,� jengek Ling-hoa. Sim Long tertawa, katanya, "Tapi senjata rahasia ini masih ada segi lihai yang lain.�

"Oo, apa?� tanya Ling-hoa. "Bila kuceritakan mungkin orang lain takkan percaya,� ucap Sim Long. "Am-gi ini boleh dikatakan mendekati seperti barang berjiwa, padanya terdapat daya gaib yang dapat mencari sasaran untuk menyambar nyawanya, jika sekarang kubuka tanganku ....� Ia berhenti sejenak sambil memandang pucuk pohon dan melirik kearah semak-semak di balik batu sana, lalu menyambung, "Dan sekali jarum sambar nyawa ini kuhamburkan, betapa pun pihak lawan

bersembunyi di tempat yang paling rahasia juga tidak dapat menghindarinya.� Miau-ji tertarik, "Apakah betul di dunia ada Am-gi sehebat ini?�

"Kapan pernah kudusta padamu?� ucap Sim Long dengan tertawa. Lalu ia memandang lagi ke pucuk pohon dan balik batu, teriaknya pula, "Jika kalian tidak percaya, segera dapat kuperlihatkan kepadamu.� Belum lenyap suaranya, serentak dari pucuk pohon dan balik semak-semak sana, bahkan di belakang batu karang di kejauhan beramai ada belasan sosok bayangan hitam melayang pergi secepat terbang. Maka tergelaklah Sim Long, "Coba, belum lagi senjata rahasiaku terhambur, musuh sudah lari ketakutan lebih dulu.�

"Haha, memang betul,� seru Miau-ji dengan tertawa. "Anehnya Am-gi selihai ini ternyata tidak pernah kudengar sebelum ini, entah boleh tidak kulihat bagaimana bentuk Am-gi kebanggaanmu ini?�

"Ya, aku juga ingin tahu,� tukas Ong Ling-hoa. Sim Long tampak ragu sejenak, katanya, "Padahal, benda ini pun tidak menarik.�

"Boleh kau perlihatkan saja kepada mereka,� ujar Jit-jit. "Kukira yang paling ingin tahu mungkin dirimu sendiri, betul tidak?� Sim Long berseloroh. Muka Jit-jit menjadi merah. "Baiklah,� kata Sim Long kemudian, "kukira tidak berhalangan

kuperlihatkan kepada kalian ....� Perlahan ia lantas membuka tangannya. Mana ada senjata rahasia apa segala, yang tergenggam olehnya tidak lain cuma sepotong uang perak saja. Miau-ji melengak, "Hei, apa ... apa ini?�

"Ini bukan Sau-hun-sin-ciam segala, tapi Hek-jin-ciam (jarum penakut orang),� jawab Sim Long dengan tersenyum. "Hahaha!� Miau-ji terbahak. "Tahulah aku sekarang ....� Jit-jit juga berkeplok tertawa, katanya, "Memang seharusnya kuduga sebelumnya, di dunia mana ada Am-gi ampuh sebagaimana dikatakannya itu, mestinya sudah kupikirkan keterangannya melulu

untuk menggertak saja.� Miau-ji tertawa, katanya, "Tapi jarum penggertak orang ini memang jauh lebih lihai daripada senjata rahasia macam apa pun, tanpa digunakan orang sudah dibuat ketakutan lebih dulu dan lari terbirit-birit.�

"Selain Sim Long, siapa pula yang sanggup menggunakan 'Am-gi' semacam ini?� ujar Jit-jit dengan tertawa. "Jika aku yang

menggunakannya tentu sedikit pun tidak menakutkan.�

"Meski bagus akalnya, tapi kita tetap menghadapi jalan buntu, apa gunanya meski kawanan pengintai itu dapat digertak lari?� kata Ling-hoa. Seketika Him Miau-ji tidak dapat tertawa lagi.

*****

Dalam pada itu kening Koay-lok-ong lagi bekernyit, tampaknya mulai tidak tenteram perasaannya. Baru saja ia angkat cawan arak segera kawanan lelaki berseragam hitam berlari datang serupa sekawanan kelinci yang lari ketakutan dikejar anjing hutan. Seketika air muka Koay-lok-ong berubah, dampratnya, "Keparat!Siapa yang suruh kalian lari pulang?� Kawanan lelaki itu sama berlutut dan melapor dengan suara gugup, "Lapor Ongya, Sim ... Sim Long itu ....�

"Memangnya Sim Long kenapa? Belum kuturun tangan, masa dia turun tangan lebih dulu kepada kalian?�

"Dia belum lagi menyerang, tapi ... tapi senjata rahasianya ....� salah seorang melapor dengan gelagapan. "Masa Sim Long juga menggunakan senjata rahasia? Macam apa senjata rahasianya?� tanya Koay-lok-ong heran. "Hamba tidak tahu,� jawab orang itu. "Kenapa tidak tahu?� hardik Koay-lok-ong. "Sebab ... sebab senjata rahasianya belum lagi digunakan,� tutur

orang itu dengan takut.

Jilid 33

Tidak kepalang gusar Koay-lok-ong atas ketidakbecusan anak buahnya, dampratnya, "Dia belum lagi menggunakan senjata

rahasianya dan kalian sudah lari lebih dulu. Sungguh berengsek! Kalian masih ada muka menemuiku lagi?� Lelaki itu menyembah dengan takut, "Bila ... bila senjata rahasianya sampai digunakan, mungkin hamba tidak mampu menghadap Ongya

lagi dengan hidup!�

"Kentut busuk, omong kosong!� bentak Koay-lok-ong. "Senjata rahasianya bernama Sau-hun-sin-ciam. Karena kesaktian senjata itu, biarpun hamba bersembunyi di mana pun sukar menghindarinya.�

"Sau-hun-sin-ciam? Dari mana kau tahu?�

"Dia sendiri yang bilang dan hamba mendengarnya sendiri.�

"Dia yang bilang sendiri dan kalian percaya begitu saja?�

"Rasanya mau tak mau hamba harus percaya ....�

"Sebab apa? Masa tidak tahu Sim Long sengaja menggertak kalian. Di dunia ini mana ada senjata semacam itu?� Lelaki itu menyembah dengan takut, "Jika orang lain yang bilang begitu tentu hamba takkan percaya, tapi Sim ... Sim Long yang

bilang ....�

"Dan kalian lantas percaya dan ketakutan.�

"Hamba ... hamba memang rada ... rada takut ....� Merah padam muka Koay-lok-ong saking gusarnya, dengusnya, "Hm, bagus, Sim Long, hanya beberapa patah kata saja dapat kau gertak lari anak buahku yang kupasang di sana. Tapi kau pun jangan harap dapat lolos.� Ia memandang alat ukur waktu di atas meja, lalu berucap pula, "Hm, boleh coba kau langkahi dulu perangkap terakhir yang kupasang diluar taman hiburan ini, 180 busur keras sedang menantikan kedatanganmu.�

*****

Waktu itu rombongan Sim Long sedang menyusuri hutan. "Segera kita dapat lolos keluar hutan ini, mari lekas,� kata Jit-jit

sambil menarik tangan Sim Long. Ong Ling-hoa menyengir, katanya, "Setelah keluar dari hutan ini juga belum tentu dapat kabur, tapi toh lebih baik daripada berdiam di dalam hutan. Menurut perhitungan waktu, rasanya kita memang bisa lari keluar hutan ini.�

"Tidak, kita tidak boleh keluar dari sini,� kata Sim Long tiba-tiba. "Tidak keluar dari sini? Memangnya malah tinggal di sini?� tanya Ong Ling-hoa dengan kening bekernyit. "Ya, terpaksa kita bersembunyi di sini.�

"Sebab apa?� tanya Ling-hoa. "Masa engkau tidak dapat menyelami dalil ini?�

"Jika hal ini juga ada dalilnya, maka di dunia ini kurasa akan terlalu banyak dalil,� jengek Ling-hoa. "Melepas harimau sangat gampang, menangkap harimau terlalu sulit,� kata Sim Long, "Apabila Koay-lok-ong tidak memperhitungkan dengan baik kita pasti sukar lolos dari sini, mana mau dia membiarkan kita pergi begitu saja?�

"Huh, kukira ini cuma omong kosong belaka, sedikitnya sudah berpuluh kali kau katakan hal ini,� jengek Ling-hoa. Sim Long tidak menghiraukannya, katanya pula, "Bahwa orang ini dapat mencapai sukses sebesar ini, tentu setiap tindak tanduknya

sangat cermat, biarpun dia tahu tenaga kita tidak tahan tetap juga takkan membiarkan kita lolos keluar dari sini.�

"Jika dia sudah memandang kita sebagai satu-satunya musuh tangguh, tentu tindak tanduknya takkan gegabah ....� bicara sampai di sini nada Ong Ling-hoa tidak mengandung ejekan lagi, serunya mendadak, "Ya, betul, tentu dia takkan membiarkan kita keluar dari hutan ini, dia pasti sudah mengatur perangkap lain.�

"Benar, di luar hutan tentu sudah terpasang perangkap maut,� kata Sim Long. "Jika kita tidak dapat keluar dari hutan ini akan lain urusannya, tapi begitu kita muncul keluar, mungkin ....�

"Wah, lantas bagaimana baiknya?� sela Jit-jit. "Apakah kita manda terkurung begitu saja di sini?�

"Jiwa kita sekarang memang berbahaya, paling baik kita mencari tempat sembunyi yang aman di sini, sesudah malam tiba baru kita berdaya melarikan diri,� ujar Sim Long. "Tapi di hutan seperti ini, mana ada tempat sembunyi yang aman?� ujar Ling-hoa. Him Miau-ji lantas menyambung juga, "Saat ini di tengah hutan mungkin penuh jebakan, setiap tempat mungkin ada perangkap, kemana dapat kita temukan tempat sembunyi yang baik?� Sim Long tertawa, "Dengan sendirinya sudah kuperhitungkan ada tempat yang aman di tengah hutan ini, sebab itulah sengaja kugertak lari para pengintai tadi, supaya mereka tidak tahu ke arah mana kita pergi.�

"Meski kawanan pengintai tadi sudah lari kau gertak ... bukan mustahil di depan sana masih ada pos penjagaan gelap,� ujar Ling-hoa. "Kita justru tidak maju ke depan lagi melainkan mundur kembali ke arah semula,� kata Sim Long. "Jalan yang kita lalui tadi kini tentu sudah bersih dari pos pengintai, sebab Koay-lok-ong tentu tidak menyangka kita dapat mundur kembali ke sana.�

"Tapi ... tapi kita harus mundur ke mana?� tanya Jit-jit. "Ya, di manakah tempat sembunyi yang aman di tengah hutan ini?�

si Kucing juga ragu. "Pokoknya kalian ikut mundur saja bersamaku, nanti kalian akan tahu sendiri,� kata Sim Long dengan tertawa. Ong Ling-hoa menghela napas, "Semoga perhitunganmu tidak meleset, sebab sisa waktu kita sekarang tidak ada setengah jam lagi.�

*****

Dengan tekun Koay-lok-ong sedang mencelupkan sumpit pada cawan arak, lalu mencorat-coret di atas meja. Yang dilukis adalah peta taman hiburan ini, terdengar dia bergumam, "Sim Long berada di sini .... Dari pos pengintai ke-12 sampai pos ke-30, semua penjaganya telah digertak lari. Selanjutnya rombongannya pasti akan menuju ke depan lagi ....� Mendadak ia melemparkan sumpitnya dan berhitung, "31, 32, 33, apakah ketiga pos pengintai ini masih ada.�

"Ada!� salah seorang lelaki menjawab dengan hormat. "Mengapa sampai sekarang belum ada kabar beritanya?� omel Koay-lok-ong. "Hamba juga tidak tahu,� jawab orang itu. "Pos pengintai di situ diatur oleh siapa?� bentak Koay-lok-ong.

Seorang pemuda berdandan ringkas melangkah ke depan, katanya sambil menghormat, "Tecu yang mengaturnya.� Pemuda ini kelihatan gagah perkasa, cermin pengaman di depan dadanya ada angka tiga, jelas dia jago ketiga dari pasukan gerak cepat Angin Puyuh. "Dan sekarang di luar sana masih ada berapa pos pengintai?� "Kecuali pos ke-5 sampai ke-12 sudah ditarik kembali, lalu sampai pos pengintai ke-30 sudah kabur digertak musuh, saat ini masih ada 14 tempat pengintai lagi.�

"Kau atur di mana?� tanya Koay-lok-ong. "Semuanya tersebar di luar hutan,� lapor jago ketiga itu. "Bilamana rombongan Sim Long hendak keluar dari hutan, ke mana pun mereka pergi pasti akan melalui ke-14 pos penjagaan itu.�

"Kau yakin?� bentak Koay-lok-ong. "Tecu sudah meneliti dan mengukur dengan cermat setiap pelosok taman ini, rasanya takkan keliru.�

"Jika begitu, mengapa sampai saat ini belum lagi ada laporan susulan?� tanya Koay-lok-ong. "Padahal sisa waktu yang kuberikan tidak banyak lagi, tidak mungkin mereka berdiam di tempat semula tanpa bergerak, asal mereka maju lagi ke depan, seharusnya sudah datang laporan.�

"Mungkin ... mungkin mereka tidak sanggup berjalan lagi,� ujar jago ketiga pasukan Angin Puyuh itu. "Omong kosong!� bentak Koay-lok-ong. "Biarpun merangkak juga mereka akan berusaha kabur.�

"Jangan-jangan Sim Long telah berhasil membobol pos penjagaan kita.�

"Mana mungkin.� teriak Koay-lok-ong. "Sebelum tiba waktunya, mana dia berani turun tangan lebih dulu. Sebab bila dia turun tangan tentu aku pun tidak terikat oleh janji waktu yang kuberikan itu, betapa besar nyalinya tentu juga tidak berani sembarangan turun tangan.� Dengan menunduk jago ketiga itu mengiakan. "Kenapa tidak lekas pergi mencari kabar?!� bentak Koay-lok-ong. Cepat orang itu mengiakan pula terus berlari pergi. Koay-lok-ong memandang alat pengukur waktu dengan pasir yang tertaruh di depannya itu, katanya dengan gemas, "Wahai Sim Long, ingin kulihat dapat kau lari ke mana? Betapa pun aku tidak percaya engkau dapat lolos dari jaringanku kecuali mendadak engkau bisa terbang.� Tidak lama kemudian, si jago ketiga tadi berlari datang lagi, meski sedapatnya ia berlagak tenang, namun sukar menutupi rasa

gugupnya. Belum lagi orang mendekat Koay-lok-ong sudah lantas bertanya, "Sesungguhnya apa yang terjadi? Lekas katakan?�

Dengan hormat jago ketiga itu melapor, "Sim ... Sim Long tidak menuju ke depan, semua pos pengintai di garis luar sana tiada satu pun yang melihat bayangannya.�

"Apa? Dia tidak ... tidak menuju ke depan? Memangnya dia tetap tinggal di tempat semula?�

"Tecu juga sudah menyelidiki ke tempat itu, ternyata rombongan mereka pun tidak tinggal di situ.�

"Habis ke mana perginya?� mau tak mau berubah juga air muka Koay-lok-ong. "Dia ... dia seperti menghilang!�

"Bedebah Menghilang katamu? Memangnya dia menguasai ilmu menghilang? Apa betul dia punya sayap dan dapat terbang?�

"Hamba juga tidak percaya .... Tapi meski hamba sudah memeriksa ke segala pelosok tetap tidak melihat bayangannya, dia benar-benar seperti mendadak menghilang dari muka bumi ini.�

"Mustahil, mana bisa terjadi hal begini?� teriak Koay-lok-ong gusar. "Tapi jelas dia ....�

"Tutup mulut, bedebah!� bentak Koay-lok-ong. Seketika orang itu menunduk dan tidak berani bicara lagi. Tiba-tiba salah seorang gadis di belakang Koay-lok-ong menyela, "Jika dia tidak menuju ke depan, apakah tidak mungkin dia mundur

ke belakang?�

"Mundur ke belakang?� gumam Koay-lok-ong. "Memangnya dia mencari jalan buntu sendiri? Masa dia ....� Mendadak ia gebrak meja dan berteriak, "Aha, betul! Dengan kecerdikan Sim Long itu, tentu dia tidak melanjutkan ke depan, maka dia sengaja menggertak lari para pengintai agar dia dapat mundur tanpa diketahui.�

"Tapi mana dia berani ....�

"Dengan sendirinya sudah diperhitungkannya pos pengintai di bagian semula sudah ditarik, tentu dia memperhitungkan tidak kuduga dia akan mundur kembali ke arah semula,� ia menggebrak meja pula dan berteriak, "Berengsek, sungguh berengsek! Keparat ini memang setan, sudah puluhan tahun aku malang melintang, tapi tidak pernah ketemu lawan selihai dia sehingga aku salah hitung langkah ini.�

"Tapi biarpun dia mundur kembali ke arah semula, memangnya dia akan mundur ke mana?� kata si jago ketiga. "Dengan sendirinya dia ingin mencari dulu suatu tempat sembunyi yang baik!�

"Di hutan kita ini apakah mungkin dia bisa menemukan tempat sembunyi yang baik?�

"Memang tidak mungkin dia dapat bersembunyi, biarpun dia masuk ke bawah tanah juga akan kuseret dia keluar. Bila dia mampu tahan hidup sampai besok, anggaplah dia memang mahalihai.� Mendadak ia tertawa latah, lalu berteriak, "Di mana nomor pertama?� Seorang pemuda gagah segera tampil ke muka dan mengiakan dengan hormat. "Kau bawa nomor sembilan dan nomor sepuluh dengan sembilan orang lagi coba mencari sekitar Ting-to-koan, bila menemukan jejak rombongan Sim Long, sementara jangan mengganggu mereka, tapi beri kabar dengan bunga api atau panah berapi.� Jago nomor satu pasukan Angin Puyuh itu mengiakan terus berlari pergi dengan sebelas orang anak buah. "Nomor dua!� teriak Koay-lok-ong pula. "Kau bawa nomor 11 dan 12 dengan sembilan anak buah yang lain menuju ke Siong-hiang-koan, coba geledah tempat sekeliling situ, asal menemukan jejak ....� Gembong iblis ini sungguh berbakat seorang panglima perang, meski dalam keadaan gusar dia dapat mengatur siasat dengan rapi, hanya sebentar saja anak buahnya telah dibagi menjadi 12 regu, setiap regu terdiri dari 12 orang, dibaginya 12 jurusan penyelidikan, dengan begitu hampir setiap jengkal hutan itu tidak terlolos dari pencarian mereka. Ke-12 regu itu adalah pemuda gagah perkasa yang sudah lama terlatih, begitu mendapat perintah serentak mereka berangkat dengan cepat tanpa membuang waktu percuma. Koay-lok-ong sendiri tetap menunggu di tempatnya untuk memimpin

keadaan selanjutnya, jika ada berita segera dia menyusul ke tempat yang perlu bantuannya. Serupa laba-laba di pusat jaring yang dibuatnya, apalagi di luar hutan masih siap 180 orang pemanah, biarpun burung juga sukar melintasnya, sungguh rapat penjagaannya serupa jaring yang sukar dibobol. "Wahai Sim Long, sekarang ingin kulihat kalian dapat bersembunyi

ke mana?� Koay-lok-ong tertawa senang. Di tengah suara tertawanya terdengar pula suara anjing menyalak, kiranya si nomor tiga dari pasukan Angin Puyuh membawa pula empat ekor anjing herder yang galak serupa singa lapar dan sedang berlari ke arah yang dilalui rombongan Sim Long tadi. "Hm, cukup dengan hidung beberapa ekor anjingku ini, coba dapatkah kalian bersembunyi?� seru Koay-lok-ong.

*****

Waktu itu rombongan Sim Long sedang berjalan menyusur sungai. Mendadak Sim Long menarik Jit-jit dan melompat ke dalam sungai. Air sungai itu tidak dalam, hanya sebatas dengkul mereka saja.

Setelah melompat lagi ke tengah sungai, Sim Long berseru, "Turun ke sini, semuanya, lekas!� Tanpa pikir Miau-ji ikut melompat ke dalam sungai. Ong Ling-hoa hanya ragu sejenak, akhirnya ia mengangguk dan berpikir, "Cara kerja Sim Long memang sangat cermat.� Tapi Jit-jit lantas menggerundel, "Jalan di darat cukup lapang, kenapa kita harus berlarian di dalam sungai?�

"Kau tahu tempat yang kita lalui tadi tentu meninggalkan bau, manusia tidak dapat mencium bau ini, tapi sukar menghindari anjing pemburu yang hidungnya sudah terlatih. Sebab itulah terpaksa kita jalan di dalam air untuk menghindari pencarian anjing pemburu. Setelah masuk air, biarpun ada bau juga ikut hanyut terbawa air.� "Ai, sungguh cermat cara pikirmu,� ujar Jit-jit. "Segala apa selalu kau pikirkan dengan lengkap.� Dilihatnya Sim Long lagi melompat-lompat sambil membentak

perlahan, kawanan hewan yang berendam di dalam sungai itu dihalaunya menuju ke depan. "He, kau mau apa lagi�� tanya Jit-jit heran. Sim Long tersenyum, "Segera engkau akan paham .... Betapa pun takkan terduga oleh Koay-lok-ong bahwa kawanan hewan yang digunakannya untuk membikin keki kita sekarang menjadi alat pelarian bagi kita.�

"Alat pelarian?� Jit-jit menegas dengan heran. "Apa maksudmu?� Sim Long tidak bicara lagi melainkan terus menghalau kawanan hewan ke daratan arah datangnya tadi, kuda lari paling cepat di depan, anjing menyusul di belakang, lalu kambing, kerbau, kawanan babi yang gemuk tertinggal di belakang. Mendadak Sim Long menggendong Jit-jit terus dibawa melompat ke

sana, lebih dulu ia gunakan punggung babi sebagai batu loncatan, sekali lompat dicapainya punggung kerbau, dari punggung kerbau ia melayang lagi ke punggung kuda. Dengan sendirinya Miau-ji dan Ong Ling-hoa menirukan caranya, setelah mereka berada di atas kuda, jarak mereka dengan sungai sudah ada belasan tombak jauhnya. Setelah belasan tombak lagi jauhnya, Sim Long melompat turun dan menghalau pergi kuda yang mereka tunggangi, dengan sendirinya kawanan hewan lain ikut lari jauh ke sana ikut kawanan kuda secara membabi buta. "Sesungguhnya apa maksudmu ini?� tanya Jit-jit. "Setiba di tepi sungai, bau yang dapat dilacak anjing pemburu tentu akan terputus, dengan sendirinya mereka akan menduga kita telah

melompat ke dalam sungai dan menyeberang, mereka pasti akan meneruskan pencarian kita ke seberang, dengan demikian sukarlah bagi mereka untuk menemukan kita,� tutur Sim Long. "Aha, betul, hanya engkau saja yang dapat menemukan akal

sebagus ini!� seru Jit-jit sambil berkeplok gembira. Tiba-tiba terlihat pepohonan di depan sana mulai jarang-jarang,

cahaya rembulan kelihatan terang, ada bangunan rumah indah, suasana sunyi senyap. "Hah, bukankah rumah ini tempat tinggal Koay-lok-ong?� seru Miau-ji. "Betul,� kata Sim Long. "Masa kita akan ... akan bersembunyi di rumah Koay-lok-ong malah?�

"Memang begitulah tujuanku.�

"Ah, apakah engkau tidak bergurau?� ujar Miau-ji. "Tidak, sama sekali tidak.�

"Masih banyak tempat sembunyi di hutan kenapa kita justru bersembunyi di sini?�

"Sebab tempat inilah satu-satunya tempat sembunyi yang paling aman,� kata Sim Long. "Tempat sembunyi yang aman?� Miau-ji menegas. "Masa ... masa tempat ini kau katakan aman? Kan setiap saat Koay-lok-ong dapat pulang ke sini, lalu kita ....�

"Dia pasti takkan pulang ke sini,� seru Sim Long. Sementara itu mereka sudah masuk ke rumah itu, terpaksa Miau-ji ikut masuk, namun dia masih coba tanya lagi, "Dari mana kau tahu dia takkan pulang ke sini?�

"Jika kita mendadak menghilang, apakah dia sempat pulang istirahat ke sini?� tutur Sim Long. "Saat ini mereka tentu sibuk mencari kita dengan lebih giat, jaringan mereka tentu lebih rapat daripada jaring laba-laba, Koay-lok-ong ibaratnya laba-laba yang menunggu di pusat jaringnya, begitu ada reaksi segera ia memburu ke tempat yang terjadi sesuatu. Dengan sendirinya anak buahnya juga akan ikut menuju ke sana, sebelum kita ditemukan tidak nanti dia mau pulang ke sini. Saat ini di tengah hutan kukira juga cuma rumah ini saja yang kosong.�

"Tapi ... tapi mereka ....�

"Untuk sementara mereka juga takkan menggeledah ke sini, sebab dia juga tidak menyangka kita dapat bersembunyi di sini. Inilah titik lemah psikologi manusia.�

"Tapi bila sampai terpikir oleh mereka?� ujar Miau-ji. "Apabila semua tempat sudah mereka cari dan tetap tidak menemukan kita baru tempat ini akan terpikir oleh mereka,� kata Sim Long. �Untuk mencari rata seluruh hutan yang luas sedikitnya

mereka membutuhkan waktu beberapa jam. Sebab itulah umpama akhirnya mereka menuju ke sini, hal itulah baru terjadi sedikitnya tiga jam kemudian. Jadi di sini sedikitnya kita mempunyai waktu aman selama tiga jam.�

"Tapi ... tapi ini pun terlalu berbahaya,� ujar Miau-ji. "Betul, cara ini memang juga rada berbahaya, tapi kita toh sukar

mencari jalan lain, terpaksa harus menyerempet bahaya dan untung-untungan, betapa pun cara ini juga lebih aman. �

"Ai, terkadang engkau sangat hati-hati melebihi orang perempuan, sering juga engkau sangat berani,� kata Miau-ji. "Dan inilah kehebatan Sim Long yang kukagumi,� ujar Ling-hoa. "Eh, kiranya ada juga kehebatan Sim Long yang kau kagumi, akhirnya kau bicara juga sejujurnya,� kata Jit-jit dengan tertawa. Tiba-tiba Sim Long berucap pula dengan tertawa, "Dengan bersembunyi di sini juga masih ada faedah lain.�

"Faedah lain apa?� tanya si Kucing. "Saat ini di seluruh hutan ini mungkin cuma di dalam rumah ini saja tersedia makanan,� jawab Sim Long. "Sebab Koay-lok-ong memang orang yang suka pada makan-minum, bahkan barang makanannya pasti juga takkan beracun.� Sembari bicara ia pun sibuk mencari kian kemari, dan ketika dia berdiri lagi, secara ajaib tangannya sudah memegang sebotol arak dan setalam daging kering atau dendeng. Hampir saja Jit-jit bersorak gembira, ucapnya dengan tertawa, "Aha, Sim Long, engkau memang hebat, sungguh engkau adalah orang paling menyenangkan di dunia ini.�

*****

Di tengah hutan sana suasana sunyi senyap. Ada beratus orang sedang mencari jejak rombongan Sim Long tanpa mengeluarkan

suara, hanya terkadang terdengar suara anjing menggonggong. Sudah lebih satu jam Koay-lok-ong tidak bicara. Kalau dia tidak bicara, siapa lagi yang berani bersuara. Malam tambah gelap, suasana semakin tegang penuh diliputi hawa pembunuhan.

Mendadak Koay-lok-ong menggebrak meja dan berteriak, "Goblok! Semuanya goblok! Beratus orang mencari empat orang dan tidak menemukannya, untuk apa menjadi orang?� Selang satu jam pula, tiada seorang pun berani memandang wajah Koay-lok-ong lagi, air mukanya yang masam sungguh mengerikan. Pada saat itulah baru terlihat si nomor satu muncul dengan lesu, sebelas orang yang dipimpinnya mengintil di belakang dan tidak berani mendekat. "Bagaimana, belum lagi kau temukan mereka?� bentak Koay-lok-ong. Si nomor satu menyembah, lapornya, "Tecu sudah menjelajahi setiap jengkal sekeliling Ting-to-koan, tapi ... tapi tetap tidak menemukan bayangan keparat she Sim itu.�

"Sungguh tak becus!� teriak Koay-lok-ong sambil menggebrak meja. Kepala si nomor satu menunduk rendah dan tidak berani berbangkit. Selang tak lama si nomor dua juga kembali dengan muka pucat. "Bagaimana, juga gagal menemukan mereka?� tegur Koay-lok-ong. "Tecu sudah mencari dan hampir ....�

"Sudahlah, tak perlu bicara lagi,� bentak Koay-lok-ong dengan gusar. "Semua tidak becus, tak berguna, hanya pandai gegares melulu.� Tentu saja si nomor dua juga ketakutan sehingga gemetar. Menyusul si nomor empat, nomor lima dan lain-lain juga kembali dengan tangan hampa, semuanya berlutut tanpa berani bersuara, sebab keterangan mereka toh sama saja: "Tidak menemukan bayangan Sim Long.� Berulang-ulang Koay-lok-ong menggebrak meja dan memaki, "Tak becus!� Yang terakhir ialah si nomor tiga yang kembali dengan anjing pemburunya, mukanya juga kelihatan kecut. "Manusianya tidak becus, kawanan anjingmu tentu agak berguna,� kata Koay-lok-ong. Cepat si nomor tiga memberi hormat dan melapor, "Tecu membawa mereka mengejar sampai di tepi sungai, tapi ....�

"Ya, kutahu, Sim Long lebih cerdik daripada kalian, tentu dia turun ke sungai.� Si nomor tiga mengiakan. "Tapi bagaimana dengan seberang sungai? Mereka kan mendarat juga di seberang?� bentak Koay-lok-ong. "Tecu telah membawa si Hitam dan si Kuning ke seberang, sampai lama dilacak, namun tidak menemukan sesuatu kelainan bau yang mencurigakan,� lapor si nomor tiga. "Omong kosong, kentut busuk!� teriak Koay-lok-ong. "Memangnya Sim Long bisa menghilang melalui air sungai?� Si nomor tiga hanya menyembah saja berulang dan tidak berani menjawab. "Bedebah! Semua tidak becus!� damprat Koay-lok-ong pula. "Ratusan orang mencari empat orang dan tidak menemukannya, Sim Long bukan setan atau siluman, masa benar dapat menghilang begitu saja?� Si nomor satu memberanikan diri bicara, "Tecu sungguh sudah menggeledah setiap pelosok taman ini, biarpun sepotong batu permata yang hilang di taman juga Tecu yakin sanggup menemukannya.�

"Jika begitu, mengapa Sim Long justru tidak dapat kalian temukan?� Koay-lok-ong mendengus, lalu menyambung, "Apa bukan ....� Sampai di sini, sinar matanya gemerdep dan ucapannya mendadak terhenti. Segera si nomor satu menukas, "Hanya tersisa sebuah tempat saja di taman ini yang belum dicari, yaitu tempat istirahat Ongya.� Mendadak Koay-lok-ong melompat bangun sambil meraung, "Keparat, sudah kau pikirkan sejak tadi bukan? Dan kenapa tidak kau katakan?�

"Tecu juga tidak menyangka Sim Long akan ....�

"Goblok,� semprot Koay-lok-ong. "Dengan sendirinya dia mencari tempat sembunyi yang tak terpikir oleh siapa pun. Tolol, kenapa tidak kau katakan sejak tadi.� Nyata, dia tidak menyalahkan dirinya sendiri, sebaliknya marah kepada orang lain. Padahal dalam keadaan begitu, mana ada anak buahnya berani bicara selagi dia marah-marah. Tentu saja anak buahnya tidak berani membantah, terpaksa sinomor satu hanya menyembah saja dan minta ampun. "Habis mau tunggu apa lagi kalau tidak lekas mencari ke sana?� bentak Koay-lok-ong.

*****

Dalam pada itu rombongan Sim Long sudah beristirahat lebih satu jam di tempat Koay-lok-ong itu. Mereka sudah teramat letih, tapi dalam keadaan demikian mana ada yang dapat tidur pulas. Walaupun begitu, setelah beristirahat, tenaga mereka sudah pulih tidak sedikit, terlebih Sim Long, semangatnya kelihatan menyala serupa orang sudah kenyang tidur. Jit-jit mendekap dalam pangkuannya serupa seekor kucing kecil, sungguh kalau bisa dia tidak mau melepaskan diri dari dekapan Sim

Long. Sebaliknya Him Miau-ji yang merasa tidak tenteram, akhirnya ia tanya, "Bagaimana, kapan kita akan menerjang keluar?�

"Sabar dulu, tunggu lagi sebentar,� ujar Sim Long dengan tersenyum. Terdengar suara anjing menggonggong yang ramai, tapi rasanya seperti di tempat yang sangat jauh. "Aneh,� kata Miau-ji dengan gegetun, "mereka ternyata benar tidak mencari ke sini. Hah, orang sebanyak itu ternyata tiada seorang pun ingat pada tempat ini.�

"Hal ini disebabkan Koay-lok-ong memang terlalu lihai,� ujar Sim Long dengan tertawa. Jit-jit tertawa geli, katanya, "Orang sudah kau tipu, masih kau puji sebagai lihai.�

"Koay-lok-ong sok menganggap dirinya orang mahapintar, sesungguhnya dia memang bukan orang bodoh, sebab itulah setiap

tindak tanduknya sehari-hari biasanya diputuskan dan harus dilaksanakan menurut perintahnya, orang lain sama sekali tidak ada hak bicara.�

"Betul, dia memang seorang diktator,� kata Jit-jit. "Tapi sekali ini dia toh lengah juga,� ujar Sim Long. "Hal ini

disebabkan tempat tinggal pribadinya, pada umumnya orang suka lena terhadap segala sesuatu yang berada di sekelilingnya dan lebih memerhatikan hal-hal yang jauh letaknya dari dia. Semakin pintar dan cerdik seorang semakin begitu jalan pikirannya, sebab itulah orang yang mahapintar terkadang juga lupa pada hal-hal yang sepele, mungkin melupakan tempat dia taruh sepatunya.�

"Engkau ternyata sangat memahami psikologis setiap macam orang,� ujar Jit-jit. "Terkadang aku sangat heran, engkau sendiri juga manusia, mengapa engkau jauh lebih paham daripada orang lain.�

"Umumnya bila terjadi sesuatu keteledoran tentu akan diingatkan oleh pembantu atau anak buahnya,� tutur Sim Long. "Tapi Koay-lok-ong sudah terbiasa main kuasa dan perintah, orang lain sama sekali tidak ada hak bicara di depannya.�

"Ai, rasanya ingin kupergi padanya dan memberitahukannya bahwa betapa pintarnya seorang saja tetap tidak lebih pintar daripada gabungan otak seratus orang,� kata Jit-jit dengan gegetun. "Setiap orang tentu tak terhindar daripada keteledoran, terkadang sedikit teledor saja sudah cukup fatal.�

"Tapi ... mengapa sampai sekarang tiada seorang pun menjenguk ke sini?� sela si Kucing. "Tanpa perintah Koay-lok-ong, siapa yang berani sembarangan datang ke tempat tinggal pribadinya?� ucap Sim Long dengan tertawa. "Aha, betul,� seru si Kucing. "Soalnya dia terlalu lihai, maka membikin susah sendiri. Jika demikian, tampaknya seorang akan lebih baik jangan kelewat lihai.� Bicara sampai di sini, keadaan di luar sekonyong-konyong berubah menjadi sunyi secara aneh. Tadi meski di luar juga sunyi, tapi toh ada suara desir angin dan gemeresik rumput dan daun, ada juga suara gonggong anjing. Tapi

sekarang keadaan sunyi senyap seperti kuburan. Malam sudah larut, cahaya rembulan menembus masuk melalui jendela dan menyinari wajah Sim Long. Air muka Sim Long agak berubah, ia melompat bangun dan berkata, "Sekarang segenap pelosok sudah dicari mereka, kukira segera mereka akan mencari ke sini. Ayo, lekas kita berangkat!� Serentak Jit-jit dan Ong Ling-hoa ikut melompat bangun dan keluar. Sekilas pandang Him Miau-ji melihat di atas meja ada alat diambilnya pensil dan ditulisnya delapan huruf besar di dinding yang putih bersih itu, bunyinya: "Atas pelayanan yang baik ini kami mengucapkan terima kasih.� Habis itu, rasanya dia belum puas, di sampingnya ditambahi lagi sebaris huruf kecil yang berbunyi: "Cuma sayang arak yang tersedia terlalu sedikit.�

*****

Cahaya rembulan yang agak guram menyinari taman lebat yang sunyi. Di balik bayang pohon dan semak seakan-akan tersembunyi

perangkap maut yang tidak kelihatan. Dengan napas terengah perlahan Jit-jit mendesis, "Saat ini kita hendak ke mana?�

"Sebentar bila kukatakan berangkat, segera Miau-ji dan Ong-kongcu akan membawamu mengitar ke sebelah gardu kecil sana dan

langsung menuju ke gua di belakang rumah berhala, cuma ingat, jangan terlalu dalam masuk ke dalam gua.�

"Rumah berhala? Kelenteng malaikat bunga itu? Hah, gua itu ... bukankah Koay-lok-ong berada di sana?� kata Jit-jit terperanjat. Sim Long tersenyum, "Betul. Bilamana Koay-lok-ong mendadak ingat ada kemungkinan kita berada di sini, tentu dengan segera dia akan memburu kemari. Dia tentu sangat gusar dan juga malu atas keteledoran sendiri, maka seluruh kekuatannya pasti akan dikerahkan ke sini dan tidak mungkin meninggalkan kekuatan induk di sana, sebab itulah ....� Ia berhenti sejenak, lalu menyambung, "Umpama di sana ada penjaga, dengan kekuatan kalian bertiga tetap mampu menghadapi

mereka, jarak gua itu dari sini agak jauh, andaikan timbul suara ribut waktu kalian turun tangan tentu tak terdengar dari sini.�

"Tapi tempat lain ....�

"Tempat lain tidak lebih baik daripada gua itu,� sela Sim Long. "Pertama tempat itu lebih terpencil, juga lebih banyak tempat yang dapat dibuat sembunyi.�

"Ya, betul juga,� kata Jit-jit setelah berpikir. "Kedua, gua itu sudah terletak di luar lingkungan hutan ini, jalan lolos juga lebih banyak, di tengah malam gelap setiap saat kita dapat mencari kesempatan untuk menerjang keluar.� Jit-jit dan Miau-ji sama membenarkan. "Dan ketiga, Koay-lok-ong adalah orang pintar dan sukar dibandingi orang biasa, meski dia mengerahkan kekuatan induknya ke sini, terhadap tempat lain tentu juga tidak diabaikan begitu saja,� demikian tutur Sim Long pula. "Maka menurut perkiraanku, tentu dia telah membagi anak buahnya menjadi sepuluh sampai lima belas regu, sedikitnya separuh di antaranya akan dikerahkan ke sini dan separuh yang lain akan dipencarkan berbentuk kipas untuk mencari di seluruh hutan dan saling kontak dengan bunga api atau panah bersuara. Sebab itulah kecuali gua rahasia balik rumah berhala itu, setiap tempat di hutan ini penuh bahaya.� Sekali ini sampai Ong Ling-hoa juga manggut-manggut, katanya, "Ya, betul, keteledoran Koay-lok-ong tadi adalah tempat tinggalnya sendiri, sekarang tempat yang kurang diperhatikan pastilah gua dibalik rumah berhala itu.� Miau-ji mengangguk, katanya, "Betul, jika aku menjadi Koay-lok-ong,

tentu juga tidak memerhatikan gua di belakang rumah berhala itu, sebab ia sendiri baru saja meninggalkan tempat itu.�

"Saat ini justru kita menggunakan kelemahan psikologis Koay-lok-ong ini, dengan demikian barulah kita ada harapan untuk menang,� kata Sim Long. Sejak tadi Jit-jit diam saja, kini mendadak ikut bicara, "Tapi bila ...bila meleset perhitunganmu, lalu bagaimana?�

"Pertarungan ini jelas akan menentukan mati-hidup kita, tentu juga kita mempertaruhkan nyawa kita pada gebrakan terakhir ini.� ujar Sim Long. Ia menengadah dan menghela napas, lalu menyambung, "Sebab itulah kita mempertaruhkan mati-hidup ini, sungguh pertaruhan paling besar yang pernah terjadi.� Habis berkata, semua orang lantas terdiam, perasaan semua orang

sama tertekan, Miau-ji menengadah dan memandang langit, gumamnya, "Mempertaruhkan mati dan hidup, berjudi dengan nyawa .... Memang benar pertaruhan besar.�

"Wahai Sim Long, semoga perhitunganmu tidak meleset, sebab pertaruhan ini tidak cuma menyangkut jiwamu saja melainkan jiwa kami bertiga juga ikut dipertaruhkan padamu,� sambung Ong Ling-hoa. Sim Long tersenyum getir, katanya, "Kuharap kalian jangan bertaruh dengan nyawa sendiri melainkan cuma ....�

"Maksudmu supaya kami bertiga pergi ke gua itu?� sela Jit-jit mendadak. "Betul, kalian bertiga.�

"Habis engkau sendiri?� tanya Jit-jit. "Kutinggal di sini.�

"Hah, engkau tinggal di sini? Sebab apa?� tanya Jit-jit khawatir. "Jika kita pergi semua, segera anjing pemburu itu akan menyusul tiba, sebab itulah aku harus tinggal di sini untuk memancing kawanan anjing itu dan kalian dapat menungguku di sana dengan aman.� Jit-jit tetap khawatir, katanya, "Tapi kekuatan mereka sudah ... sudah dikerahkan ke sini, juga Koay-lok-ong sedemikian lihainya, bila engkau tinggal sendirian di sini, apakah tidak berbahaya?�

"Meski berbahaya, terpaksa harus kulakukan,� kata Sim Long. Jit-jit terus merangkulnya, katanya dengan gemetar, "Tidak, jangan, tak boleh kau tinggal sendirian di sini. Sekali-kali tidak boleh.�

"Ai, jangan seperti anak kecil, Jit-jit,� ucap Sim Long lembut. "Tunggu saja di sana.�

"Ti ... tidak, tidak ....� Jit-jit mengentak kaki, air mata pun bercucuran. Ia menatap Sim Long seperti mohon dikasihani, "O, kumohon dengan sangat, paling tidak biarlah kuiringimu di sini.� Perlahan Sim Long membelai rambutnya, ucapnya lembut, "Kau tinggal di sini hanya akan menambah bahayaku saja, apakah kau ingin menambah bahayaku?�

"Tapi ... tapi bila ....� air mata Jit-jit berderai dan tidak sanggup melanjutkan. "Jika aku mengalami sesuatu bahaya, kan lebih baik daripada empat orang mati seluruhnya,� ujar Sim Long. "Kutinggal di sini, dengan demikian barulah kita ada harapan untuk hidup, kalau tidak, mungkin ....�

"Bila engkau mengalami sesuatu, aku ... aku ....�

"Jangan khawatir, aku takkan mati, di dunia ini tak ada orang yang dapat membunuhku semudah ini,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Sekalipun Koay-lok-ong juga tidak, engkau harus percaya padaku.� Jit-jit memandangnya lekat-lekat, sampai lama barulah ia berucap pula dengan sedih, "Kupercaya padamu, engkau takkan mati, demi membela diriku juga engkau tidak boleh mati.� Miau-ji mengucek mata dan menyengir, "Mengapa di dunia ini selalu terjadi hal-hal yang membuat orang mengucurkan air mata, mengapa ....� Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara gemeresik perlahan dari kejauhan. "Ssst, lekas berangkat!� desis Sim Long. Jit-jit masih ingin memeluknya, tapi Sim Long segera mendorongnya pergi, Miau-ji lantas menarik si nona, bersama Ong Ling-hoa mereka terus berlari ke arah gardu kecil itu. Di bawah remang cahaya rembulan Jit-jit masih menoleh dan memandang Sim Long dengan rasa berat ....

*****

Dalam kegelapan mendadak muncul bayangan orang banyak, setiap orang berjalan dengan perlahan dan ringan tanpa menerbitkan suara sedikit pun. Cuma lantaran jumlah orangnya terlalu banyak, betapa pun tetap menimbulkan suara gemeresik perlahan.

Sim Long serupa kucing saja bersembunyi di tempat gelap dan mengamati segala sesuatu dengan tenang. Berpuluh sosok bayangan orang segera terpencar setiba di depan rumah ini sehingga rumah yang tidak terlampau besar ini terkepung rapat.

Orang-orang ini sama bersenjata yang disembunyikan di belakang tubuh seakan-akan khawatir cahaya golok akan mengejutkan orang di dalam rumah, setiap orang itu sama bergerak dengan enteng dan gesit. "Anak buah Koay-lok-ong memang jago pilihan semua,� diam-diam Sim Long membatin.  Dalam pada itu dilihatnya 30-40 orang membanjir tiba pula, semuanya membawa busur dan panah, mereka pun mengepung rumah ini. Berpuluh orang yang datang belakangan ini jelas lebih rendah kungfunya, sebab langkah mereka telah menimbulkan suara gemeresak, cuma sekarang rumah kecil ini sudah terkepung seluruhnya, agaknya mereka tidak khawatir lagi akan diketahui musuh. Diam-diam Sim Long berpikir pula, "Koay-lok-ong benar-benar luar biasa, dalam keadaan demikian dia masih dapat mengatur siasat dengan teratur tanpa kacau sedikit pun. Jika setiba di sini dia terus menerjang masuk begitu saja akan terlihat kecerobohannya. Nyatanya anak buahnya semua bertindak dengan tenang.� Dan baru sekarang dilihatnya Koay-lok-ong muncul. Mata Koay-lok-ong serupa gemerdep batu permata dalam kegelapan, meski dia cuma berdiri tenang di sana, namun sikapnya yang gagah berwibawa itu sudah cukup membikin keder orang. Sekonyong-konyong ia memberi tanda, ratusan anak buahnya serentak bertiarap. Lalu Koay-lok-ong berteriak, "Sim Long, ayolah keluar sekarang, kalian sudah terkepung rapat dan jangan harap akan lolos dari sini.� Pada hakikatnya di dalam rumah tidak ada orang, dengan sendirinya tidak ada sesuatu suara jawaban. Dengan suara bengis Koay-lok-ong berkata pula, "Wahai Sim Long,

kuhormati engkau sebagai seorang kesatria, sebab itulah kubiarkan kau keluar sendiri, memangnya engkau tidak tahu diri dan minta kuturun tangan?� Tentu saja tetap tiada suara jawaban. "Baik,� teriak Koay-lok-ong, "jika begitu ....� Ia memberi tanda, serentak berpuluh obor dinyalakan, keadaan menjadi terang benderang. Di tengah gemerdepnya cahaya api, lebih 20 orang lain segera menyerbu maju. "Blang�, ada yang mendobrak pintu, ada yang menerjang jendela. Setelah rombongan orang itu menyerbu ke dalam rumah, segera ada yang berteriak, "Hah, Sim Long tidak berada di sini!� Air muka Koay-lok-ong berubah, tanpa kelihatan dia bergerak, tahu-tahu ia melayang masuk di tengah kerumunan orang banyak.

Diam-diam Sim Long memuji Ginkang orang yang tinggi. "Geledah seluruh rumah ini!� dengan bengis Koay-lok-ong memberi

perintah. Lalu ia memberi tanda tepukan tangan. Seorang kekar lantas bersuit, menyusul dalam kegelapan sana lantas

bergema suara anjing menyalak. Sim Long menarik napas panjang, diam-diam disiapkan belasan biji mata uang. Tertampak si jago nomor tiga pasukan Angin Puyuh berlari datang dengan membawa empat ekor anjing buas. Keempat anjing ini adalah jenis herder, tampangnya buas, suaranya galak, serupa empat ekor singa lapar saja mereka meraung-raung. Kedelapan biji mata mereka serupa delapan lentera dalam kegelapan. Mendadak Sim Long menyambitkan senjata mata uang yang digenggamnya. Kontan kedelapan lentera itu padam seluruhnya. Rupanya biji mata mereka telah buta semua tertimpuk oleh mata uang yang dihamburkan Sim Long. Keruan kawanan anjing itu sama meraung kesakitan dan juga kalap, si nomor tiga tidak mampu menguasainya lagi, keempat ekor anjing buas yang sudah buta itu lantas menubruk serabutan serupa harimau gila, dengan ngawur setiap apa yang tertubruk segera digigitnya. Hanya sekejap saja sudah dua orang tergigit lehernya dan binasa. Tentu saja keadaan menjadi kacau. Namun Koay-lok-ong tetap tenang saja, bentaknya, "Bunuh anjing dan kejar musuh!� Berpuluh golok serentak bekerja, kawanan anjing lantas menggeletak menjadi bangkai. Dalam pada itu Sim Long sudah melayang jauh ke sana, disangkanya musuh sukar mengejarnya lagi. Waktu ia menoleh, mendadak diketahui tidak jauh di belakangnya ada sepasang mata yang mencorong. Ternyata Koay-lok-ong sendiri yang mengejar tiba. Di tengah taman segera bergema suara suitan di sana-sini dan sahut-menyahut. Sembari mengejar Koay-lok-ong terus-menerus bersuit untuk memberi tanda kepada anak buahnya yang sudah siap di sekeliling, ia mengejar sampai di mana, dengan sendirinya Sim Long juga berada di situ. Sim Long menyadari telah terjeblos dalam kepungan dan setiap saat bisa muncul pengadang. Dia tidak takut kepada pengadang yang akan muncul, tapi jeri terhadap Koay-lok-ong yang masih terus mengejar dari belakang. Ia tahu tenaga sendiri terlalu banyak susut, dalam keadaan demikian hanya ada jalan kematian baginya bila bergebrak dengan Koay-lok-ong. Apalagi sekarang jelas ia tidak dapat lolos keluar hutan ini, barisan pemanah yang berjaga di luar hutan tidak mungkin dapat ditahan oleh tubuh yang terdiri dari darah-daging. Keadaan semakin gawat. Sim Long sudah mandi keringat. "Haha, hendak lari ke mana, Sim Long?� seru Koay-lok-ong dengan tertawa. "Kenapa tidak berhenti saja dan marilah kita bertempur menentukan mati dan hidup.� Ia menantang, sebab sudah diperhitungkannya saat ini Sim Long pasti bukan tandingannya.

*****

Di tempat lain, Jit-jit bersama Ong Ling-hoa dan Him Miau-ji sudah tiba di gua itu dengan selamat. Tertampak ada empat-lima anak dara sedang membersihkan meja di situ. Terdengar seorang di antaranya sedang berkata dengan tertawa,

"Wah, hari ini Ongya benar-benar marah besar, selama ini belum pernah kulihat beliau marah sehebat ini. Tampaknya bocah Sim Long itu memang boleh juga.� Seorang lagi menanggapi, "Memang betul, bahkan baru sekarang Ongya merasa terjungkal di tangan lawan. Padahal bocah itu kelihatan lemah lembut, tak tersangka dia seorang tokoh selihai itu.�

"Menurut pendapat kalian, dapatkah dia melarikan diri malam ini?� ujar seorang lagi yang bermuka bulat. "Betapa tinggi kepandaiannya toh seorang sukar melawan orang banyak,� kata gadis pertama tadi. "Kukira dia tak dapat lolos. Kalian

mungkin tidak kenal ilmu silat Ongya, aku sendiri pernah menyaksikannya, wah, kungfu Ongya sungguh sangat mengejutkan.�

"Ai, usia Sim Long masih muda, jika dia mati begitu saja, rasanya sangat sayang,� ujar gadis kedua tadi. Gadis pertama tertawa ngikik, "Hihi, tampaknya kau jatuh hati kepadanya.�

"Pemuda cakap serupa Sim Long itu, siapa yang tidak suka padanya?� kata si muka bulat. Diam-diam Jit-jit geregetan karena kawanan budak itu berani menaksir kekasihnya. "Kita terjang ke sana?� tanya Miau-ji dengan suara tertahan. "Apakah perlu padamkan dulu lampunya?� Jit-jit juga bertanya. "Nanti dulu,� ujar Ling-hoa. "Mereka berlima, jika sekaligus tak dapat kita binasakan semua, asal seorang saja menyiarkan tanda bahaya, tentu kita bisa runyam.�

"Wah, lantas bagai ... bagaimana baiknya? � keluh Jit-jit. "Kalian menunggu di sini dan jangan sembarangan bergerak, biar

kudekati mereka dulu,� kata Ling-hoa sesudah berpikir. Dilihatnya si muka bulat sedang mengangkat sisa arak yang tidak

habis diminum Koay-lok-ong, katanya dengan tertawa, "Wahai Sim Long, lebih dulu kuhormatimu secawan, semoga kau mati.�

"Eh, bukankah kau suka padanya? Kenapa kau doakan dia mati malah?� tanya seorang kawannya. "Umpama dia tidak mati, kita kan juga tidak akan kebagian untuk menyukai dia, biarkan saja dia mati dan habis perkara, supaya tiada seorang pun dapat memiliki dia.�

"Ai, keji benar hatimu,� ujar kawannya dengan tertawa. "Hati orang perempuan memang ....� Belum lanjut ucapan si muka bulat, tahu-tahu Ong Ling-hoa sudah mendekati dan menegurnya dengan tertawa, "Meski mulutmu bicara keji, tapi hatimu sangat baik, betul tidak?� Kawanan gadis itu sama terkejut, seperti mau menjerit, tapi demi melihat sikap Ong Ling-hoa yang ramah tamah dengan wajah tersenyum simpul, rasa kaget dan takut mereka menjadi berkurang. Apalagi terlihat Ong Ling-hoa juga seorang pemuda cakap, maka mereka tidak takut lagi, sebaliknya memandangnya dengan terkesima. Si muka bulat menatap Ling-hoa dengan kerlingan genit, omelnya, "Huh, kau berani datang ke sini, apakah engkau tidak takut mati?� Ia sengaja berlagak galak, tapi sedikit pun tidak menakutkan. Dengan suara halus Ling-hoa menjawab, "Jika aku dapat mati di

tangan para nona yang putih halus, mati pun kurela.�

"Hm, kau kira karena gagah dan cakap, lantas kami tidak tega membunuhmu?� semprot gadis satunya lagi. "Sebenarnya aku tidak berani datang kemari, tapi melihat para nona secantik bidadari, sungguh aku tidak ... tidak tahan. Apalagi aku

memang juga menghadapi jalan buntu, kalau bisa mati di tangan para nona tentu akan lebih baik daripada mati di bawah tangan orang lain. Nah, boleh nona turun tangan membunuhku sekarang.� Sembari bicara Ling-hoa melangkah lebih dekat lagi.

Gadis yang mengancam itu tertawa ngikik, "Hihi, coba betapa kasihan cara bicaranya!� Diam-diam Him Miau-ji yang bersembunyi di kejauhan itu menggeleng kepala, katanya, "Cara Ong Ling-hoa menghadapi anak perempuan memang boleh juga"

"Dengan sendirinya ia tahu anak-anak perempuan ini diawasi dengan keras oleh Koay-lok-ong, biasanya tidak dapat bergerak dengan bebas, maka bila Koay-lok-ong tidak berada di sini, dengan sendirinya mereka ingin mengumbar ....�

"Wah, tampaknya engkau sangat memahami perasaan orang perempuan,� ujar Miau-ji. "Aku sendiri kan juga orang perempuan?� sahut Jit-jit tertawa. Dalam pada itu kelihatan Ong Ling-hoa lagi berlagak mohon kasihan dan berkata, "Kutahu kebaikan hati para nona dan tentu tidak tega turun tangan pada orang yang pantas dikasihani. Tapi bila nona-nona tidak membunuhku, kukira kalian akan terembet dan bikin susah sendiri.�

"Ai, tampaknya engkau sangat pandai memikirkan perasaan orang lain,� kata gadis itu dengan menyesal. "Cuma sayang ....�

"Nona tidak perlu memberi penjelasan, aku cukup mengetahui kedudukan para nona yang serbasulit,� ujar Ling-hoa. "Aku memang tidak dapat lari keluar dan akan mati di sini, mana boleh kubikin susah lagi para nona. Cuma sebelum ... sebelum kumati, ingin kumohon sesuatu kepada para nona.�

"Katakan saja, urusan apa pun tentu kuterima,� sahut si muka bulat. Habis berucap, mendadak mukanya menjadi merah. Mata Ong Ling-hoa memandang, dalam hati tertawa, ucapnya kemudian, "Aku cuma berharap para nona sudi mengiringiku minum

secawan arak, habis itu mati pun kurela.� Mendengar harapan Ong Ling-hoa hanya ingin minum secawan arak saja, kawanan gadis itu seperti merasa kecewa, si muka bulat menggigit bibir, katanya, "Hanya itu saja keinginanmu?�

"Melulu ini saja sudah cukup puas bagiku, mana kuberani memohon urusan lain,� jawab Ling-hoa dengan pedih. "Huh, penakut,� omel si muka bulat. Ong Ling-hoa berlagak tidak paham, tanyanya, "Apakah nona tidak terima permintaanku?� Si muka bulat menggigit bibir dan memandangnya dengan tertawa, katanya, "Kau tahu tadi bila kau minta hal lain tentu kami juga akan menerima dengan baik.� Ong Ling-hoa pura-pura terkesiap, ucapnya dengan tergegap, "Aku ... aku ... sekarang ....�

"Sekarang sudah terlambat, tolol,� omel si muka bulat sambil mencubit pipi Ling-hoa. "Nah, tuangkan arak saja.� Kawanan gadis itu lantas tertawa cekikak-cekikik memandangi Ong Ling-hoa yang kelihatan lesu dan menuangkan arak bagi mereka.

Segera si muka bulat mendahului mengangkat cawan, tiba-tiba katanya dengan tertawa genit, "Jangan sedih, sehabis minum arak ini, bisa jadi masih ada kesempatan bagimu.� Ling-hoa berlagak seperti kegirangan setengah mati sehingga arak dalam cawan yang dipegangnya tercecer membasahi bajunya. Kawanan gadis itu tambah geli melihat kelakuannya, semuanya tertawa ngikik dan berolok-olok, "Huh, penakut ... tolol ....� Maka satu per satu pun menghabiskan cawan masing-masing. Ong Ling-hoa kelihatan terkesima dan bergumam, "Semoga masih ada kesempatan, cuma sayang ....�

"Cuma sayang apa?� tanya si muka bulat. "Sayang ... sayang ... sayang ....� Berturut Ling-hoa berucap "sayang� tiga kali dan sorot mata kawanan gadis yang genit itu mendadak sama berubah warna, biji mata yang bening dengan hitam-putih yang jelas itu mendadak berubah menjadi pucat kelabu. Mereka ingin menjerit, tapi tidak dapat bersuara lagi. Mereka ingin

lari, namun tubuh lantas roboh terkulai. Ling-hoa memandangi mereka sambil menggeleng, "Sayang, sayang ... bila seorang lelaki terpaksa harus membunuh perempuan yang jatuh hati kepadanya, sungguh kejadian yang sangat tidak menyenangkan.�

Waktu ia menoleh, tertampak Him Miau-ji dan Cu Jit-jit telah muncul dari tempat sembunyinya, dengan tertawa ia berkata, "Apakah kalian tahu ada racun lain di dunia ini yang lebih cepat bekerjanya daripada racun yang kugunakan ini? Telah kubunuh mereka secara cepat, rasanya aku tidak terlalu berdosa kepada mereka.� Miau-ji dan Jit-jit hanya saling pandang saja dan tidak memberi komentar. Selang sejenak, akhirnya Jit-jit berkata, "Sudah waktunya Sim Long datang kemari.�

"Ya, semoga dia lekas kemari, kalau tidak ....�

"Kalau tidak bagaimana?� potong Jit-jit sebelum lanjut ucapan Ling-hoa. "Kalau tidak, terpaksa kita tidak dapat menunggu lagi,� jawab Ling-hoa sekata demi sekata. "Omong kosong, sungguh manusia tidak punya perasaan, jika tidak ada dia, dapatkah kau lari sampai di sini?� damprat Jit-jit dengan gusar. "Masa sekarang kau bilang takkan menunggu dia lagi?�

"Hm, jika bukan dia, pada hakikatnya aku takkan jatuh dalam cengkeraman Pek Fifi, terlebih takkan jatuh dalam cengkeraman

Koay-lok-ong, memangnya aku mesti berterima kasih padanya malah?� jengek Ling-hoa. "Mengapa tidak kau katakan hal ini di depannya?� bentak Jit-jit. "Karena aku tidak berani, puas?� dengus Ling-hoa pula "Hm, kusangka engkau sudah sedikit mempunyai pikiran manusia, siapa tahu ....� Belum habis ucapan si Kucing, Ong Ling-hoa telah menarik tangannya dan berkata, "Miau-heng, coba kau pikirkan lagi, jika kita tinggal lebih lama di sini tentu akan semakin berbahaya. Daripada

kita mati konyol di sini, kan lebih baik kita lari lebih dulu, bisa selamat berapa orang pun lebih baik daripada mati seluruhnya.�

"Kenapa ... kenapa kau bicara demikian� omel Jit-jit gemas. "Kata-kata ini kan ucapan Sim Long sendiri,� ujar Ling-hoa. "Kuyakin dalam keadaan demikian Sim Long pasti juga bertindak sama.�

"Miau-ji, bagaimana ....�

"Aku tidak dapat meninggalkan Sim Long,� sahut si Kucing tegas. "Ai, kenapa kalian tidak mau berpikir dengan akal sehat?� ujar Ling-hoa dengan gegetun. "Saat ini perhatian Koay-lok-ong pasti seluruhnya ditumplakkan atas diri Sim Long, kesempatan ini dapat kita gunakan untuk lari dengan harapan sangat besar akan berhasil.� Biji matanya berputar, ia berkata pula dengan tertawa, "Apalagi, bila Sim Long tidak ditambahi beban kita bertiga, ia sendiri pasti dapat lolos dari sini, masakah kalian tidak percaya kepada kemampuannya ini?�

"Ini ... ini ....� si Kucing menjadi ragu, nyata hatinya rada tergerak oleh uraian Ong Ling-hoa yang memang masuk di akal itu. "Baik, kalian boleh berangkat sendiri,� mendadak Jit-jit berkata sambil melotot. "Dan kau?� tanya Ling-hoa. Si nona menengadah dan menjawab ketus, "Kutunggu dia di sini.�

"Jika selamanya dia tidak datang?�

"Selamanya juga kutunggu di sini.�

"Tunggu sampai kapan?�

"Sampai mati.�

"Dan kau bagaimana?� Ling-hoa berganti tanya kepada si Kucing. "Mereka adalah sepasang merpati, apakah kau pun akan mengiringi kematiannya?�

"Kupergi bersamamu,� jawab Miau-ji. "Aha, inilah baru tindakan seorang lelaki sejati,� seru Ling-hoa sambil berkeplok. Jit-jit menjengek, "Hm, engkau sungguh sahabat yang setia kawan, Miau-ji, baru sekarang kukenal siapa dirimu.�

"Oo? ....� si Kucing melongo. "Enyah, lekas enyah! ....� teriak Jit-jit. Ling-hoa menyeringai, katanya tiba-tiba, "Dan kau pun mesti ikut enyah bersama kami.� Sembari bicara serentak ia turun tangan, secepat kilat ia tutuk Hiat-to kelumpuhan Cu Jit-jit. Dengan kungfunya yang tinggi, mana Jit-jit mampu mengelak.

*****

Di tempat lain Sim Long sedang berlari dengan cepat, dirasakannya Koay-lok-ong yang mengejarnya sudah semakin dekat.

Dengan beberapa cara dan gerak cepat tetap Sim Long tidak mampu melepaskan diri dari kejaran lawan. Mau tak mau dia harus

mengakui gembong iblis ini memang mahalihai. Sekonyong-konyong cahaya senjata berkelebat di depan, jalan lari Sim Long teradang. Tanpa pikir Sim Long turun tangan sambil membentak, "Kena!� Bentakan yang menggelegar itu membuat kaget pengadang didepannya dan lekas menghindar. Tahu-tahu Sim Long sudah menerobos lewat! Menyusul bayangan orang berkelebat datang pula dan muka setiap orang kena digampar dengan keras dan sama roboh terjungkal. "Binatang, semua tidak becus!� terdengar suara bentakan Koay-lok-ong. Para pengadang itu lekas merangkak bangun dengan memegang muka yang bengap, sementara itu bayangan Sim Long dan Koay-lok-ong sudah menghilang ke depan sana. Kedua sosok bayangan itu menghilang serupa setan iblis, kawanan penjaga yang bersembunyi di tengah hutan itu hampir tidak dapat melihat wujud mereka, tahu-tahu bayangan berkelebat hilang. Waktu itu Sim Long sendiri sudah mandi keringat, betapa pun dia bukan manusia gemblengan baja, akhirnya dia tentu juga akan roboh tak tahan. Dalam keadaan demikian bilamana Sim Long ingin melepaskan diri dari kejaran Koay-lok-ong dan bergabung dengan Cu Jit-jit bertiga, jelas tidak mungkin terjadi. Sampai di sini, siapa pun yang menghadapi keadaan demikian juga akan merasa putus asa. Namun Sim Long justru tidak, dalam kamus Sim Long sama sekali tidak terdapat istilah "tidak mungkin.� Di tengah hutan sekarang di mana-mana sudah ada cahaya api dan

senjata, teriakan dan bentakan Koay-lok-ong bertambah keras. Di depan ada sebuah tiang bendera yang menjulang tinggi melebihi pucuk pohon, bendera yang berkibar tertiup angin itu bertulisan "Koay-hoat-lim� (hutan atau taman mahagembira), itulah lambang taman hiburan yang terkenal ini.� Sekarang di pucuk tiang bendera yang terdapat pos pengintai itu ada

seorang lelaki dengan memegang sebuah lentera merah, ke timur Sim Long lari, lentera merah itu pun menunjuk ke timur, ke barat Sim Long menuju, lentera merah juga menuding ke barat dan begitu seterusnya. Dengan sendirinya kepungan yang semakin rapat juga ikut bergerak menurut petunjuk lampu merah itu, lingkaran kepungan makin lama makin ciut, tampaknya Sim Long akan terdesak hingga sukar lolos lagi. "Hahahaha!� terdengar Koay-lok-ong tertawa latah. "Wahai Sim Long, masakah masih coba meronta dan berusaha lari lagi?�

"Hah, sebelum melihat peti mati tidak mencucurkan air mata, memang begitulah watak pembawaanku,� jawab Sim Long dengan

tertawa. Di tengah gelak tertawanya mendadak ia melayang ke atas dan hinggap di pucuk pohon. Mungkin dia sudah gelisah sehingga kelabakan, tanpa pikir ia memperlihatkan wujudnya, keruan seketika dia menjadi sasaran panah. Karena hujan panah, terpaksa Koay-lok-ong sendiri harus berhenti mengejar. Pada saat itulah Sim Long lantas melompat lebih tinggi lagi, dengan daya pental dahan pohon ia melayang ke puncak tiang bendera yang bertalang itu. Keruan lelaki yang berada di talang bendera itu kaget, cepat kakinya menendang. Tapi secepat kilat Sim Long tangkap kaki orang terus dilemparkan ke

samping, sambil menjerit ngeri orang itu terlempar jauh ke semak pohon sana. Dalam pada itu sebelah tangan Sim Long yang lain sempat meraih tepian talang tiang bendera, segera ia dapat melompat ke atas talang dan berdiri tegak di situ. Tiang bendera itu ada belasan tombak tingginya, dia berdiri gagah dipucuk tiang dengan baju berkibar tertiup angin, setiap kesatria didunia ini seolah-oleh berada di bawah kakinya. Hujan panah masih terjadi, tapi setiba di pucuk tiang bendera daya bidik panah sudah melemah, Sim Long menanggalkan baju luarnya, sekali kebut dengan perlahan semua anak panah yang menyambar tiba sama rontok ke bawah. "Sim Long!� teriak Koay-lok-ong, "mengapa kau pun berubah sebodoh itu? Memangnya engkau dapat bertahan berapa lama di atas?�

"Berapa lama kutahan di sini bukan soal,� jawab Sim Long dengan tertawa. "Yang penting, apakah kau berani naik ke sini? Engkau dapat melihat diriku, tapi tidak berdaya menangkapku ke atas, bukankah hatimu sangat sakit? Jika dapat kusaksikan engkau kelabakan di bawah, kan suatu kesenangan bagiku?�

"Hm, kau kira aku tidak berani naik ke atas?� teriak Koay-lok-ong murka. Mendadak ia pun melompat ke atas, dengan daya pantul pucuk pohon, ia terus menerjang ke puncak tiang bendera. Gerak tubuhnya yang indah sungguh harus dipuji. Namun baju yang dipegang Sim Long segera mengerudung ke bawah bagai segumpal awan, meski cuma sepotong baju yang ringan, tapi di tangan Sim Long telah berubah menjadi mahakuat. Tubuh Koay-lok-ong terapung, mana dia berani menyambut sabetan keras ini, cepat kedua tangannya meraih, maksudnya hendak memegang tiang bendera, tapi angin keras menyambar tiba, ujung baju Sim Long telah menyambar mukanya. Dalam keadaan demikian barulah kelihatan betapa lihainya gembong iblis ini. Pada detik berbahaya itu sebelah tangannya berbalik meraih ujung baju lawan. Dengan tenaga tarikan ini dia bermaksud menubruk ke atas. Akan tetapi Sim Long lantas mengebaskan bajunya, "bret�, baju robek, Koay-lok-ong juga tergetar mencelat oleh tenaga kebasan itu. Namun begitu dia tidak menjadi bingung, dengan sekali berjumpalitan di udara dapatlah ia melayang turun dengan enteng. Sim Long tertawa, serunya, "Gaya yang indah! Tapi apa pun juga engkau tetap tidak mampu naik ke sini.� Air muka Koay-lok-ong kelihatan masam, sekali raih ia rampas sebuah busur dari seorang anak buahnya, segera ia pasang panah dan pentang busur sambil membentak, "Kena!� Tapi segera terdengar suara "pletak�, busur malah terpentang patah lebih dulu. Berturut ia ganti tiga busur dan semuanya tertarik patah, satu panah pun tidak berhasil terbidik. "Haha, tenaga sakti Koay-lok-ong memang mengejutkan, cuma sayang terlampau besar tenagamu,� seru Sim Long sambil bergelak. Mendadak Koay-lok-ong melompat ke bawah tiang bendera, teriaknya, "Baik, Sim Long, boleh kau lihat caraku ini!�

Segera ia pasang kuda-kuda, dengan kuat ia memotong tiang bendera dengan sebelah telapak tangannya. Terdengarlah suara "brak� yang keras, tiang bendera yang bulatan tengahnya sebesar mangkuk itu tergetar patah oleh tenaga pukulannya. Tampaknya Sim Long pasti akan ikut terlempar juga dari ketinggian belasan tombak. Anak buah Koay-lok-ong sama bersorak memuji kesaktian tenaga pimpinannya. Tak terduga kedua kaki Sim Long tetap mengempit kencang pada tiang bendera yang tumbang itu, tiang bendera jatuh miring ke sebelah selatan, dia juga ikut jatuh ke sana dari tetap roboh di atas rumah.

"Haha, memang ingin kulihat betapa kelihaianmu!� demikian Sim Long sempat berolok-olok. "Blang�, tiang bendera membuat genting sama hancur hingga berlubang besar, sebelum tiang bendera menghantam atap rumah, Sim Long mendahului meloncat ke atas, habis itu ia terus menerobos ke bawah melalui lubang yang ditimbulkan hantaman tiang bendera itu. Melihat kelicinan Sim Long itu, Koay-lok-ong tercengang dan juga gusar, teriaknya, "Kepung rumah itu ... awasi atapnya ....� Sembari memberi perintah secepat angin ia terus menerjang kesana. Rumah itu kecil mungil dan terdiri dari tiga kamar, daun jendela tertutup rapat. Dapat dilihat jelas oleh Koay-lok-ong tiada seorang pun keluar dari rumah kecil ini. Sementara itu ratusan orang sudah mengepung rapat rumah ini, barisan pemanah juga sudah mencari tempat ketinggian dan siap dengan busurnya mengawasi atap rumah. Dalam keadaan demikian sukar bagi siapa pun untuk lolos begitu saja. "Haha, Sim Long, tak tersangka kau pun bisa mencari jalan kematian sendiri,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa senang. "Tapi hal ini pun tidak dapat menyalahkan dirimu, engkau memang sudah menghadapi jalan buntu.� Tiba-tiba si nomor satu tampil ke muka dan tanya Koay-lok-ong, "Apakah kita serang saja dengan api?� Gemerdep sinar mata Koay-lok-ong, serunya kemudian, "Wahai Sim

Long, dengarkan yang jelas! Kuberi batas waktu hitungan sampai tiga, apabila engkau tetap tidak keluar, segera kubakar rumah ini supaya engkau terbakar menjadi abu.� Si nomor satu tersenyum senang karena usulnya diterima bosnya, ia bergumam, "Wahai Sim Long, sekali ini jika engkau masih dapat lolos dengan selamat, biarlah aku merangkak dari sini sampai ke Hangciu.�

*****

Dalam pada itu, sesudah Ong Ling-hoa menutuk roboh Cu Jit-jit, cepat ia pegang pula tubuh si nona, lalu berkata kepada Him Miau-ji, "Miau-heng, kau tahu, tiada maksudku membikin susah padanya, aku cuma tidak sampai hati melihat dia mati konyol di sini, maka terpaksa harus kita bawa dia melarikan diri dari sini.� Miau-ji mengiakan dengan mengangguk. "Jika demikian, marilah lekas kita berangkat!� kata Ling-hoa. Dalam keadaan tak sadar, sama sekali Jit-jit tak dapat melawan.

"Marilah kita menuju ke balik bukit sana, harap Miau-ji mencari jalan di depan,� kata Ling-hoa. "Tidak, kugendong Jit-jit, engkau yang mencari jalan,� ujar si Kucing.

Jilid 34

Air muka Ong Ling-hoa berubah, tapi segera ia menjawab dengan tertawa, "Boleh juga aku mencari jalan di depan.� Miau-ji lantas mendekatinya untuk memegangi Jit-jit. Terpaksa Ong Ling-hoa menyodorkan tubuh Jit-jit padanya. Tak terduga, mendadak kedua pergelangan tangannya kesemutan. Tangan si Kucing sekuat tanggam telah mencengkeram erat pergelangan tangannya. Seketika sekujur badan Ong Ling-hoa tak bisa berkutik, keruan ia terkejut, serunya, "Hei, Miau ... Miau-heng, apa artinya ini?� Mata Miau-ji yang serupa mata kucing itu menatapnya serupa kucing mengincar tikus, tidak bergerak, juga tidak bicara, tapi cengkeramannya tambah erat. Tubuh Ong Ling-hoa serasa kaku dan tanpa kuasa bertekuk lutut, ucapnya dengan parau, "Buk ... bukankah engkau mau ikut pergi bersamaku?�

"Hm, jika kau sangka Him Miau-ji pun manusia tak berbudi dan tidak setia serupa dirimu, maka engkau jelas sudah gila.�

Butiran keringat bercucuran di dahi Ong Ling-hoa, ucapnya dengan suara gemetar, "Miau-heng, kau sendiri yang mau ikut dan tidak kupaksamu, meng ... mengapa engkau ingkar dan berbalik menyergap diriku?�

"Cara ini kan kubelajar darimu,� jengek si Kucing. "Tapi ... tapi engkau ....�

"Sudah kenyang kau tipu orang, kan sekali-sekali kau sendiri juga perlu mencicipi rasanya ditipu orang,� ucap Miau-ji.

Ling-hoa menghela napas panjang, katanya dengan menyengir, "Bahwa Him Miau-ji juga dapat mengakali Ong Ling-hoa, sungguh

tidak pernah terduga.�

"Jika dapat kau duga mana mungkin dapat menipumu?�

"Baik, aku mengaku terjungkal, lantas kau mau apa?�

"Bila kau jadi diriku, lantas bagaimana kehendakmu?�

"Aku ... aku ....� tubuh Ling-hoa rada gemetar. Mendadak Miau-ji membentak, "Seharusnya kubinasakan dirimu sekarang juga. Cuma, bila kubunuhmu sekarang juga tentu akan ditertawai Koay-lok-ong bahwa belum apa-apa kita sudah saling membunuh dulu.� Di tengah suara bentakannya mendadak sebelah kakinya mendepak sehingga Ong Ling-hoa terpental beberapa kaki jauhnya. Habis itu ia lantas melototi Ong Ling-hoa dan berkata pula, "Nah, dengarkan, sekarang hendaknya kau tahu dua urusan. Pertama, ada sementara orang tidak suka menipu orang, hal ini bukannya dia tidak dapat menipu melainkan karena dia tidak suka menipu. Jika dia mau, setiap saat juga dia dapat menipu orang.�

"Hal ini sekarang sudah kupahami dengan jelas,� ujar Ling-hoa dengan tersenyum pedih. "Dan kedua, kapan pun Sim Long pulang tetap kita akan menunggunya, asalkan Sim Long diberi sedikit kesempatan untuk kabur bagi kita tetap berharga menunggunya di sini. Jika di dunia ini ada orang yang berharga kutunggu, bahkan mengiringi kematiannya, maka orang itu ialah Sim Long. Nah, kau tahu sekarang?�

"Ya, tahu,� jawab Ling-hoa gegetun. "Cuma ....�

"Cuma apa?� tanya Miau-ji. "Mungkin setengah bagian harapan Sim Long akan berhasil lolos pun sukar diharapkan lagi,� ujar Ling-hoa.

*****

Pada saat itu Koay-lok-ong sudah berhitung sampai "tiga�, namun didalam rumah tetap tidak ada sesuatu suara apa pun.

Koay-lok-ong menyeringai, katanya, "Baik, Sim Long, engkau sungguh tahan uji, sungguh hebat. Tapi jika api pun tidak dapat membakar mampus dirimu barulah benar-benar kutakluk kepada kelihaianmu.� Mendadak ia memberi tanda dan berteriak, "Bakar!� Di tengah suara bentakan, obor lantas dilemparkan ke rumah itu seperti hujan. Rumah yang terbuat dari kayu itu dengan cepat lantas terjilat api. "Lekas tersebar menjadi lima lapis,� teriak Koay-lok-ong pula mengatur siasat. "Lapisan pertama adalah regu senjata pendek, lapisan kedua adalah barisan pemanah, lapisan ketiga adalah pasukan angin puyuh, lapisan keempat regu tombak, lapisan kelima tetap pasukan pemanah. Apabila Sim Long sampai lolos, setiap orang boleh menghadap padaku dengan memenggal kepala sendiri.� Selesai dia memberi aba-aba, beberapa ratus anak buahnya lantas

berbaris menjadi lima regu dan tersusun lima lapis. Cara mengaturnya ini membuat rumah yang sudah terbakar itu benar-

benar terkepung rapat, biarpun Sim Long punya sayap pun sukar terbang melintasi. Di dunia ini mungkin tidak ada orang, bahkan burung pun sukar lolos dari kepungan ini, tidak ada makhluk hidup yang mampu kabur dari rumah ini.

*****

Saat itu Miau-ji baru saja berhasil melancarkan Hiat-to Cu Jit-jit yang tertutuk, tapi kontan Jit-jit menjotosnya, dengan tepat mengenai dada si Kucing, bahkan si nona lantas mencaci maki, "Kucing busuk, binatang licik, aku lebih suka mati daripada pergi bersama kawanan hewan semacam kalian ini.� Sembari mencaci maki ia pun menghantam lagi. Berturut-turut Miau-ji terkena tiga kali pukulan baru dapat dipegangnya tangan si nona, ucapnya dengan suara lembut, "Sabar dulu, coba kau lihat ke belakang!� Sambil meronta berteriak, "Aku tidak mau melihat, tidak mau!� Meski di mulut bilang tidak mau, tidak urung kepalanya sudah menoleh, maka dapatlah dilihatnya Ong Ling-hoa menggeletak di sana. Seketika dia urung menghantam lagi dan berdiri melongo, ucapnya dengan tergegap, "He, se ....�

"Miau-ji sesungguhnya kan tidak serendah sebagaimana kau duga bukan?� kata si Kucing. Jit-jit tercengang, akhirnya menunduk dan berucap, "Ya, aku salah, Miau-ji, hendaknya jangan kau marah padaku.�

"Mana bisa kumarah padamu?� ujar Miau-ji dengan tersenyum. Waktu Jit-jit mengangkat kepalanya, air matanya  berlinang-linang, katanya dengan sedih, "Maaf, aku salah padamu, mengapa selalu aku ....� Miau-ji melengos dan tidak memandangnya, sebaliknya ia tertawa dan berkata, "Mempunyai adik perempuan yang begini menyenangkan, tidak menjadi soal bila kakak mengalami sedikit kesusahan.� Tanpa terasa Jit-jit memegang tangannya, "Adik sedikit pun tidak menyenangkan, yang menyenangkan adalah kakak.� Miau-ji tergelak, "Apabila anak perempuan lain berpendapat serupa dirimu tentu beruntunglah bagiku.�

"Jika anak perempuan lain tidak berpikir demikian, maka dia pasti orang tolol,� ujar Jit-jit. "Lelaki mana di dunia ini yang mempunyai hati terbuka serupa dirimu?�

"Hati terbuka apa? Aku cuma pelupa saja .... Terhadap urusan yang sudah lalu dapat kulupakan terlebih cepat daripada siapa pun.� Jit-jit memandangnya dengan rasa kagum, katanya pula, "Betul, urusan yang tidak perlu dikenang memang dapat kau lupakan terlebih cepat daripada siapa pun. Tapi kasih sayang orang terhadapmu tak terlupakan selamanya.� Ia menghela napas, lalu menyambung, "Seorang anak perempuan bila mempunyai seorang kakak seperti dirimu dapatlah dia merasa bangga dan puas.� Mendadak Ong Ling-hoa menimbrung dengan tertawa, "Jika sudah mempunyai kakak seperti ini, untuk apa pula menanti kekasih seperti itu?�

"Kau ... kau berani sembarangan omong?� damprat Jit-jit. "Memangnya salah ucapanku?� ujar Ling-hoa dengan tertawa. Jit-jit memandangnya dengan geregetan, katanya kemudian, "Kumaafkanmu, sebab hatimu memang sudah terlampau kotor, mimpi pun tak pernah kau pikir bahwa di tengah kehidupan manusia ini masih ada perasaan yang suci bersih, sampai mati pun engkau tetap hidup dalam kegelapan dan tidak pernah kenal hal-hal yang indah.�

"Hidup dalam kegelapan akan jauh lebih baik daripada mati dalam api yang benderang.� ucap Ling-hoa dengan tenang. "Apa katamu?� Jit-jit menegas. Berbaring di tempatnya Ong Ling-hoa memandang ke angkasa dan bergumam, "O, api .... Aku lebih

suka menjadi kelelawar yang sepanjang tahun hidup dalam kegelapan daripada menjadi laron yang pasti akan mati terbakar.�

Tanpa terasa Jit-jit dan Miau-ji ikut memandang ke arah sana. Tertampaklah cahaya api mulai membubung tinggi dalam kegelapan, api yang berkobar dengan cepat itu membuat udara yang gelap berubah menjadi merah membara serupa darah. Jit-jit menubruk ke dalam pelukan Him Miau-ji, serunya gemetar, "Apakah ... apakah api itu akan ....�

"Tidak, pasti tidak, jangan khawatir ....� meski di mulut si Kucing bilang jangan khawatir, tidak urung air mukanya berubah juga. Memandangi bayangan mereka yang saling dekap di bawah sorotan cahaya api, tiba-tiba tersembul senyuman keji pada wajah Ong Ling-hoa, gumamnya, "Ai, sayang, sungguh sayang, biarpun Sim Long sudah mampus tetap aku takkan mendapat bagian.�

*****

Waktu itu rumah bekas kediaman Koay-lok-ong itu memang sudah terbakar, makin lama makin dahsyat api yang berkobar, namun dari dalam rumah tetap tidak ada orang berlari keluar. Di tengah api yang berkobar sedahsyat itu, jika tidak lari keluar, maka nasibnya tidak ada lain kecuali mati. Memandangi api yang semakin mengamuk itu, mendadak Koay-lok-ong menghela napas. "Orang berbahaya sudah tertumpas, mengapa Ongya malah menghela napas?� tanya si jago nomor satu pasukan angin puyuh. Koay-lok-ong mengelus jenggotnya dan menjawab, "Kau tahu apa, orang ini memang lawan besarku pada waktu hidupnya, setiap saat ingin kubasmi dia, tapi bila benar dia mati, terasa sayang juga olehku� Nomor satu mengiakan dengan menunduk.

"Di dunia ini, jika ingin kucari lawan hebat seperti dia mungkin sukar menemukannya, maka setelah dia mati, tentu akan kurasakan kehilangan dan kesepian pula.�

"Jalan pikiran seorang tokoh memang sukar dipahami orang seperti Tecu,� umpak si nomor satu. "Jalan pikiran semacam ini memang sukar dipahami oleh kalian,� ucap Koay-lok-ong dengan gegetun. "Yang harus disesalkan adalah sampai saat ini dia belum lagi bergebrak denganku secara resmi. Mungkin selama hidupku ini sukar lagi menemukan lawan yang mampu menandingi seratus jurus seranganku, jadi sia-sia belaka aku mempunyai kepandaian setinggi ini.�

"Sejauh itu Sim Long belum lagi lari keluar, saat ini tentu sudah terbakar menjadi abu,� kata si nomor satu. "Maka menurut pendapat Tecu, sebaiknya sekarang juga kita berusaha menghambat menjalarnya api, bilamana angin meniup dan api berkobar lebih dahsyat, bisa jadi seluruh hutan akan menjadi lautan api.�

"Ya, betul juga, hutan seindah ini kan sayang bilamana terbakar,� ujar Koay-lok-ong. "Nanti tulang abu Sim Long harus ditemukan, hendak kukubur dia sebaik-baiknya. Waktu hidupnya adalah seorang kesatria, sesudah mati kita pun perlu menghormati dia.�

*****

Di sana Him Miau-ji juga sudah melihat berkobarnya api semakin dahsyat, angin yang meniup pun membawa hawa panas, dan Sim

Long tetap tidak kelihatan muncul, tentu saja ia gelisah. Jit-jit tidak kurang gelisahnya dan kelabakan, berulang ia mengentak tangan Miau-ji dan berkata, "Bagaimana menurut pendapatmu apakah api itu sengaja dibakar oleh Sim Long?�

Tiba-tiba Ling-hoa menjengek, "Api itu mendadak berkobar dan sekaligus menjalar dengan dahsyatnya, jelas api itu dinyalakan serentak oleh orang banyak, hanya sendirian mana mampu Sim Long menyalakan api sebesar itu?�

"Habis bagai ... bagaimana ....�

"Tentu lantaran Sim Long sudah terkurung di sana, maka Koay-lok-ong ....�

"Omong kosong!� bentak Miau-ji. "Jangan kau percaya ocehannya, Jit-jit.�

"Meski di mulut kau suruh dia jangan percaya, tapi dalam hatimu sendiri diam-diam mengakui kebenaran ucapanku, bukan?� ejek Ling-hoa. "Jika Sim Long mati, bukankah kalian berdua akan bergembira, kenapa mesti berlagak sedih segala? Memangnya untuk dipertontonkan kepadaku?�

"Ayo bicara lagi!� bentak Miau-ji sambil memburu ke sana terus menendang. Siapa tahu, Ong Ling-hoa yang semula menggeletak tak bisa berkutik itu mendadak melompat bangun, secepat kilat ia tutuk dua-tiga Hiat-to kelumpuhan Jit-jit.

Keruan Miau-ji kaget, bentaknya, "Lepaskan dia!� Selagi ia hendak menerjang maju, telapak tangan Ong Ling-hoa telah mengancam bagian tubuh Jit-jit yang mematikan, jengeknya, "Jika kau maju lagi satu langkah, segera kuberikan mayat Jit-jit kepadamu.� Seketika Miau-ji tidak berani bergerak lagi. Ling-hoa tertawa, "Nah, sekarang hendaknya kau tahu dua hal. Pertama, aku Ong Ling-hoa bukan orang yang dapat kau tipu begitu saja. Kedua, kalau bicara tentang tipu-menipu, jelas kau si Kucing ini masih perlu belajar padaku.�

"Sungguh aku menyesal mengapa tadi tidak kubunuh dirimu,� ucap Miau-ji dengan gemas. "Soalnya engkau ini orang tolol,� tukas Ling-hoa dengan tertawa. "Baik, sekarang apa kehendakmu?� tanya Miau-ji. "Jika kau ingin adik perempuanmu yang menyenangkan ini tetap hidup, maka sekarang juga hendaknya kau pergi mencari jalan, ingat, jika tidak kau temukan jalan lolos yang aman, maka orang pertama yang akan mampus ialah si dia ini,� ancam Ong Ling-hoa. Pada saat itulah mendadak seorang menanggapi dengan tertawa, "Haha, mungkin dia tidak sanggup membawamu keluar, orang yang paling tepat mencari jalan bagimu agaknya aku inilah!� Suara tertawa yang khas itu cukup dikenal mereka, seketika air muka si Kucing dan Ong Ling-hoa sama berubah. Yang satu kegirangan, yang lain ketakutan, keduanya serentak berseru, "Hah, Sim Long!� Betul juga, segera tertampak Sim Long muncul dari sana. Meski bajunya tidak teratur, keadaannya tampak runyam, namun senyuman khas yang senantiasa menghias ujung mulutnya masih tetap kelihatan acuh tak acuh. "Eh, maukah kau lepaskan dia?� katanya dengan tersenyum terhadap Ling-hoa. Sejenak Ling-hoa tercengang, segera ia menjawab, "Jika Sim-heng sudah datang, dengan sendirinya segera kulepaskan nona Cu.� Sembari membebaskan Hiat-to Jit-jit yang ditutuknya, segera ia menyambung      pula, "Karena mengingat Sim-heng telah menyerempet bahaya bagiku, sebaliknya Miau-heng ini justru main patgulipat dengan nona Cu ini di sini, mau tak mau aku ikut penasaran bagi Sim-heng, maka kututuk nona Cu.�

"Terima kasih atas maksud baikmu,� kata Sim Long dengan tersenyum. Jit-jit lantas menubruk ke dalam rangkulan Sim Long, tanyanya, "Masa ... masa kau percaya kepada ocehannya?�

"Kau kira aku percaya padanya?� jawab Sim Long tertawa. "Haha, jika Sim Long begitu gampang dibohongi orang dan mudah

diadu domba memangnya aku si Kucing mau memasrahkan jiwaku kepadanya?� seru Miau-ji dengan tertawa. Sambil meraba dada Sim Long, Jit-jit bertanya dengan suara lembut, "Kenapa baru sekarang engkau datang? Apakah kau tahu betapa kami cemas bagimu.�

"Di tengah taman sana penuh pos penjaga, mau tak mau aku harus berlaku hati-hati,� kata Sim Long. "Ah, coba, betapa aku memikirkan diriku sendiri tanpa memikirkan bahaya yang kau hadapi, malahan kuomeli kelambatanmu kembali ke sini, engkau tentu tidak marah padaku, bukan?� ujar Jit-jit. "Haha, engkau dapat bicara demikian, hal ini menandakan sekarang engkau sudah dewasa,� seru Miau-ji. Ong Ling-hoa tak tahan, serunya, "Ya, ya, semua sudah dewasa, dan sekarang tentunya kita dapat berangkat.�

"Jangan tergesa,� ujar Sim Long. "Untuk sementara kita tidak berbahaya tinggal di sini.�

"Sebab apa?� tanya Ling-hoa. "Sebab saat ini mereka lagi sibuk membakar mati diriku, maka untuk sementara takkan memburu ke sini,� tutur Sim Long dengan tertawa. "Sibuk membakarmu?� Jit-jit menegas. "Ya,� ucap Sim Long dengan gegetun. "Koay-lok-ong itu memang memiliki kungfu yang daripada yang lain, hampir saja aku dikejarnya hingga menghadapi jalan buntu, terpaksa kuloncat ke pucuk tiang bendera, tak tahunya Koay-lok-ong lantas menghantam sehingga tiang bendera patah.� Meski jelas dia sudah datang dengan selamat, tidak urung Jit-jit dan Miau-ji sama menahan napas mengikuti ceritanya. "Lantas apa yang kau lakukan?� tanya Jit-jit. "Betapa pun licik Koay-lok-ong juga tidak menyangka pada waktu

kuloncat ke atas tiang bendera, harapanku justru agar dia mematahkan tiang bendera itu, memang sengaja kupancing

kemarahannya untuk bertindak demikian.�

"Memangnya apa maksudmu?� tanya Jit-jit pula. "Kau tahu tinggi tiang bendera itu ada belasan tombak, pada waktu

ambruk tentu ujung tiang akan jatuh lebih belasan tombak jauhnya, asal kupegang ujung tiang, maka tubuhku akan ikut terlempar sejauh itu atau lebih, kalau tidak, betapa tinggi Ginkangku juga tidak mampu melompat sejauh itu.�

"Ai, dalil ini kedengarannya sederhana, tapi bila aku yang menghadapi kenyataan begitu, biarpun kepalaku dipenggal juga

tidak dapat kupikirkan akal sebagus itu,� ujar Miau-ji dengan gegetun. "Kan sudah kukatakan, biarpun di dunia ini hanya ada satu jalan saja, maka orang pertama yang menuju ke jalan ini pastilah Sim Long adanya,� seru Jit-jit dengan tertawa.

"Lantas cara bagaimana berkobarnya api?� tanya Miau-ji. "Pada waktu aku jatuh di atas rumah yang terletak belasan tombak

jauhnya, genting rumah itu telah remuk terkena tiang bendera, kesempatan itu lantas kugunakan untuk membuat sebuah lubang diatas rumah.� Ia merandek sejenak, tanpa terasa Miau-ji dan Jit-jit lantas tanya berbareng, "Apakah engkau lantas menerobos ke dalam rumah melalui lubang itu?�

"Di antara seratus orang mungkin ada 99 orang akan menyangka aku pasti akan menerobos masuk melalui lubang itu, demikian pula dugaan Koay-lok-ong,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Maklumlah, setiap orang bila menghadapi bahaya dan mendadak menemukan sesuatu tempat bersembunyi tentu akan segera digunakannya. Hal ini adalah sifat pembawaan manusia dan tidak perlu diherankan.�

"Tapi engkau harus dikecualikan,� tukas Jit-jit tertawa. "Aku harus mengadu akal dengan orang semacam Koay-lok-ong, dengan sendirinya aku harus bertindak melanggar kebiasaan, dengan begitu barulah bisa di luar dugaan Koay-lok-ong dan sukar diterkanya.�

"Habis apa yang kau lakukan?� tanya Miau-ji tak sabar. "Sesudah atap rumah kutumbuk sebuah lubang, meski tubuhku

menerobos ke dalam, tapi tanganku tetap berpegangan pada atap rumah,� tutur Sim Long. "Kudengar Koay-lok-ong berteriak memberi perintah kepada anak buahnya agar mengepung rumah itu serapatnya, pada saat itulah aku lantas melompat keluar.�

"Mereka tidak melihat dirimu?� tanya Jit-jit dengan menarik napas. "Sejenak itu adalah saat yang paling kacau bagi mereka, sedang Koay-lok-ong juga sudah memburu maju, tentu dia tidak memerhatikan apa yang terjadi di atas rumah. Dan sama sekali tidak mereka pikir, di tengah kegaduhan itulah aku justru melompat pergi.�

"Haha, betul, memang di situlah letak kelemahan manusia,� ujar Jit-jit dengan tertawa. "Jika aku, biarpun ada keberanianku untuk berbuat apa pun, tapi dalam sekejap itu pasti juga aku takkan melompat pergi, sebab dalam detik itu di rumah itu akan terasa jauh lebih aman daripada tempat lain,� kata si Kucing. "Dan kemudian bagaimana?� tanya Jit-jit.

"Sesudah kulompat keluar, kupanjat ke atas pohon, tapi segera aku merosot ke batang pohon dan menunggu di situ, ketika rombongan orang banyak berseliweran di sekitar pohon, kesempatan itu segera kugunakan untuk mencampurkan diri di tengah orang banyak. Tatkala mana perhatian semua orang lagi tertuju ke rumah itu sehingga tidak ada yang memerhatikan diriku.�

"Meng ... mengapa engkau tidak bersembunyi di tempat lain, sebaliknya mencampurkan diri di tengah mereka, cara begitu

tidakkah terlalu berbahaya?� ujar Jit-jit. "Kau tahu, mata Koay-lok-ong lain daripada mata orang biasa, yang utama tujuanku adalah menghindari matanya, orang lain tentu tidak menjadi soal bagiku,� ia tertawa, lalu menyambung, "Maka pada

saat genting itu hanya mencampurkan diri di tengah orang banyak barulah dapat menghindari pencarian Koay-lok-ong. Apabila waktu itu semua orang sedang menerjang ke depan, aku tidak perlu berjalan dan segera tertinggal di belakang orang banyak, dalam keadaan begitu orang lain tambah tidak memerhatikan lagi akan diriku.�

"Hah, permainan menarik ini, di dunia ini mungkin cuma Sim Long saja yang dapat melakukannya,� ujar Jit-jit dengan tertawa. "Waktu itu aku tidak merasakan apa pun,� sambung Sim Long, "tapi bila kupikirkan sekarang, sungguh aku pun merasa berbahaya. Untunglah semuanya berjalan lancar, apabila sedikit salah tindak saja atau keliru sedetik, maka akibatnya sukar kubayangkan.� Sampai di sini mau tak mau Ong Ling-hoa merasa kagum juga, katanya, "Bicara terus terang, kecerdikanmu itu harus dipuji. Dalam keadaan begitu, sedikit salah hitung saja tentu sukar bagimu untuk kabur lagi.�

"Makanya kau sangka aku pasti tidak dapat kembali ke sini, bukan?� tanya Sim Long dengan tersenyum. Ong Ling-hoa tidak berani menjawab, ia membelokkan pokok pembicaraan, "Jika sekarang Koay-lok-ong dan anak buahnya berada di tempat kebakaran, kenapa kesempatan ini tidak kita gunakan untuk menerjang pergi selekasnya?�

"Meski kesempatan sudah ada, sebaiknya kita menunggu lagi sebentar,� ujar Sim Long. "Sebab apa?� tanya Ling-hoa. "Saat ini kan Sim Long sudah terbakar mati, berita ini belum tersiar, tapi selekasnya pasti akan tersiar,� tutur Sim Long. "Bilamana pos penjaga di luar sana mendapat berita ini, penjagaan pasti akan longgar, kan menjadi mudah bagi kita untuk menerjang keluar.�

"Ai, kecerdasan Sim-heng sungguh sukar ditandingi,� kata Ling-hoa dengan gegetun. "Hm, sampai sekarang masih juga kau bicara plinplan begini, sesungguhnya kau harus ditinggalkan di sini,� jengek Jit-jit. "Ai, kenapa nona ....� Belum lanjut ucapan Ling-hoa, mendadak terdengar suara rintihan orang, seperti datang dari rumah berhala sana. Air muka Sim Long berubah, desisnya, "Pada waktu kalian lalu dirumah berhala itu tadi apakah melihat seorang di situ?�

"Wah, hal ini tidak ... tidak kami perhatikan,� kata si Kucing. "Ong-heng, harap kau periksa ke sana,� kata Sim Long setelah berpikir. "Caramu mengatur ini sungguh sangat cerdik,� ucap Ling-hoa dengan menyengir. Dalam keadaan demikian biarpun seribu kali dia tidak mau terpaksa harus menurut juga, segera ia melayang ke sana dengan gaya yang memesona.

Lebih dulu dia mengitar satu kali di luar rumah berhala itu dengan cepat, dipungutnya dua potong batu kecil dan dilemparkan ke dalam melalui jendela, sebaliknya ia langsung menerjang masuk melalui pintu. "Orang ini sebenarnya seorang mahapintar dan berbakat besar,� kata Sim Long dengan tersenyum. "Jika tidak ada rasa sayang akan bakatnya yang hebat itu, tentu tadi sudah kubinasakan dia,� ujar si Kucing dengan gegetun. "Meski dia seorang busuk, kebusukannya membikin orang

geregetan, tapi tidak juga menjemukan, kalau dibandingkan Kim Put-hoan dan sebangsanya jelas dia terlebih tinggi kelasnya.�

"Di dunia sekarang orang busuk seperti dia mungkin sukar dicari bandingnya, dibandingkan dia, Kim Put-hoan boleh dikatakan tidak masuk hitungan,� kata Sim Long dengan tertawa. "Kim Put-hoan hanya seorang Siaujin (orang kecil, rendah), sebaliknya dia boleh dibilang Kuncu (lelaki sejati, gentleman) kaum Siaujin.�

"Betul, dia memang tidak busuk sampai juga tidak ada sisanya,� ujar Jit-jit. "Terkadang dia menyerupai manusia, bahkan selalu dapat berganti haluan menurut arah angin, tidak nanti main belit dan ngotot. Umpamanya tadi, begitu Sim Long muncul segera ia lepaskan diriku. Apabila Kim Put-hoan dan sebangsanya pasti dia akan ngotot dan bertahan mati-matian.�

"Dalam hal ini, memang dia dapat bertindak cerdik, kalau tidak ....� Belum lanjut ucapan Miau-ji, mendadak terlihat Ong Ling-hoa melompat keluar dari rumah berhala itu dengan wajah yang kelihatan terheran-heran, ia melirik sekejap kepada Cu Jit-jit lalu berpaling dan berkata kepada Sim Long dengan tertawa, "Eh, coba kau terka siapa yang berada di situ?�

Sim Long bekernyit kening, belum lagi ia menjawab Jit-jit lantas berseru, "Sesungguhnya siapa? Lekas katakan!� Ling-hoa tersenyum misterius, tuturnya, "Sesudah masuk ke situ, sebenarnya aku tidak melihat dia, rupanya dia disembunyikan orang

di bawah meja sembahyang, bahkan seperti terluka sangat parah ....� Belum habis ceritanya, serentak Sim Long melayang ke sana. Jit-jit mengentak kaki dan mengomel, "Dia ... dia sesungguhnya siapa dia?�

"Yu-leng-kiongcu Pek Fifi,� jawab Ling-hoa sekata demi sekata.

*****

Di tengah malam remang rumah berhala terasa seram. Malaikat Bunga, malaikat yang dipuja dalam rumah berhala itu, malaikat yang cantik, namun keseraman pada rumah berhala umumnya hampir serupa. Betapa pun malaikat yang dipujanya malaikat bunga yang cantik atau malaikat langit yang bermuka bengis. Berkat cahaya lemah yang menyorot masuk dari luar pintu, akhirnya

Sim Long dapat menemukan Pek Fifi .... Sungguh hampir tidak menyerupai Pek Fifi lagi, apabila tidak didengarnya lebih dulu dari Ong Ling-hoa tentu Sim Long pangling padanya. Si nona yang meringkuk di bawah meja sembahyang itu sekarang tidak mirip lagi Pek Fifi yang lembut dan cantik, juga tidak serupa Yu-leng-kiongcu yang kejam dan membuat orang ketakutan itu. Saat ini dia cuma seorang anak perempuan yang awam dan minta dikasihani, dengan sujud dia lagi memohon orang suka menolongnya. Mukanya kelihatan pucat pasi. Sekarang ia pun melihat Sim Long. Air matanya bercucuran, ucapnya

dengan lemah dan rada gemetar, "Sim Long, mengapa ... mengapa engkau belum lagi mati? Mengapa engkau datang lagi dan kenapa muncul pada saat demikian?� Dengan tenang Sim Long memandangnya, katanya, "Meski kau perlakukan diriku cara begitu namun aku tetap akan menolongmu. Kedatanganku seharusnya menggembirakan dirimu.�

"Tidak, aku tidak perlu pertolonganmu, aku lebih suka mati,� teriak Pek Fifi dengan parau. "Aku pun tidak ingin kau lihat keadaanku seperti ini. Dalam pandanganmu, biarpun aku dirasakan tidak menarik, biarlah kau rasakan benci dan menakutkan ....� Air matanya berderai, ratapnya pula, "O, mati pun aku tidak mau mendapat belas kasihanmu, lekas kau ... kau keluar saja, lekas keluar!� Sim Long tetap memandangnya dengan tenang, katanya, "Mengapa engkau berubah serupa ini?�

"Engkau sudah tahu, mengapa perlu tanya lagi?� jawab Fifi dengan pedih. "Aku tidak tahu,� kata Sim Long. Fifi memukul lantai dengan tangan, teriaknya parau, "Jelas kau tahu aku bukan tandingan Koay-lok-ong, dia yang melukaiku dan membuangku di sini. Kutahu maksudnya, yaitu supaya kau lihat

keadaanku ini. Dan sekarang sudah puas bagimu, bukan?� Sim Long menghela napas, gumamnya, "Puas?!� Tiba-tiba sebuah tangan meraih lengannya. Itulah tangan Cu Jit-jit. "Pergi, enyah, semuanya enyah!� teriak Fifi pula. "Tidak perlu

berlagak mesra di depanku. Cu Jit-jit, kutahu kau benci padaku, boleh kau bunuh aku!� Jit-jit memandangnya sejenak, mendadak ia pun menghela napas, katanya, "Memang betul pernah kubenci padamu, membencimu hingga merasuk tulang sumsum, tapi sekarang ....� ia berpaling kearah Sim Long dan berucap, "Marilah kita membawa pergi dia.� Sim Long tetap berdiri diam saja. Miau-ji juga memandang Sim Long, katanya, "Aku tidak peduli bagaimana keputusanmu, tapi bila aku disuruh membiarkan seorang anak perempuan yang dekat ajalnya tertinggal di sini, betapa pun tidak dapat kusetujui.� Sim Long tetap tidak bicara. "Ken ... kenapa engkau diam saja?� seru Jit-jit dengan mengentak kaki. "Kutahu sebab apa dia tidak bicara,� jengek Ling-hoa. "Sebab apa?� tanya Jit-jit. "Mungkin ini pun salah satu akal keji Koay-lok-ong,� ujar Ling-hoa.

"Dia sengaja meninggalkan Pek Fifi yang terluka parah ini di sini, tujuannya bila kita sempat lari dengan membawa dia, maka lari kita pasti takkan mencapai jauh.�

"Bagaimana Sim Long, apakah begitu maksud tujuan Koay-lok-ong?� tanya Jit-jit. "Bukan,� jawab Sim Long. "Habis bagaimana ....�

"Miau-ji, boleh kau gendong dia,� kata Sim Long tiba-tiba. "Masa ... masa benar kalian mau menolongku?� ratap Fifi. Miau-ji tidak bersuara melainkan terus menggendongnya. "Dengan berbagai daya upaya hendak kubikin celaka kalian,

sebaliknya kalian masih mau menyelamatkan diriku?� seru Fifi pula. Mata Jit-jit berkedip-kedip, sudah mengembeng air mata. Ia melengos, ucapnya perlahan, "Aku cuma ingat engkau adalah Pek Fifi yang dulu itu dan tidak ingat padamu sebagai Yu-leng-kiongcu.� Perlahan Sim Long meraba bahu Jit-jit, ucapnya, "Memang betul, Yu-leng-kiongcu sudah mati, kami menghendaki Pek Fifi tetap hidup.� Maka meledaklah tangis Pek Fifi sambil mendekap di pundak Him Miau-ji. "Satu-satunya kekurangan kalian adalah hati kalian terlalu lunak,� ucap Ling-hoa dengan menyesal. "Hm, kalau hati kami tidak lunak, dapatkah kau hidup sampai saat ini?� jengek Jit-jit. Bisa merah juga muka Ong Ling-hoa dan tidak bicara lagi. Beramai mereka lantas meninggalkan rumah berhala itu. "Cara bagaimana kita pergi dari sini?� tanya Miau-ji. "Ong-kongcu silakan merintis jalan di depan, aku dan Jit-jit mengawal di belakang, kita terjang bagian tengah yang luang,� kata Sim Long.

"Bagian yang luang?� Ling-hoa menegas. "Mengapa kita tidak melalui kaki bukit ....�

"Penjagaan di dekat bukit pasti sangat keras, justru bagian tengah yang lapang itu penjagaan akan kurang rapat,� ujar Sim Long. "Apalagi sesudah api berkobar tentu mereka akan menyaksikan kebakaran itu dari tempat ketinggian.�

"Ai, sekali ini kau pun tepat lagi,� ujar Ling-hoa dengan gegetun. Pek Fifi yang mendekap di pundak Miau-ji itu mendadak mengangkat kepalanya dan menyela, "Tidak tepat.�

"Kenapa tidak tepat?� tanya Sim Long. Fifi tersenyum pedih, "Kalian sebaik ini kepadaku, maka aku ....� Tiba-tiba Ong Ling-hoa berseru, "Aha, betul, gua ini adalah sarangnya, tentu dia mempunyai jalan rahasia untuk meloloskan diri dari sini.�

Dengan tenang Fifi berkata pula, "Meski parah lukaku, tapi bila kalian membebaskan ketiga Hiat-to Hong-ji, Goan-tiau dan Yang-koan-hiat, dapatlah aku berjalan sendiri, sedikitnya dapat kubawa kalian keluar dari sini.�

"Apakah jalan ini memang ....� Dengan senyum pedih Fifi memotong, "Meski aku dikalahkan Koay-lok-ong, tapi jalan ini tetap tidak diketahuinya. Kecuali aku sendiri, dunia ini tidak ada orang kedua yang tahu akan lorong rahasia ini.� Meski senyumannya kelihatan pedih, namun sikapnya tetap memperlihatkan rasa bangga. Sesungguhnya dia memang anak perempuan yang pantas bangga. Ong Ling-hoa bergumam, "Berhati baik tentu mendapat ganjaran baik, ucapan ini memang ada dalilnya.�

*****

Maka mereka lantas memasuki gua rahasia itu. Dengan sendirinya dalam gua gelap gulita. Fifi mengeluarkan sebuah geretan api yang mungil, meski cahayanya tidak terlalu terang, namun sudah cukup untuk menerangi jalan didepan. Sembari merembet dinding karang dan tangan lain memegang obor kecil itu, Fifi mendahului menunjuk jalan di depan. Miau-ji hendak memapahnya, tapi telah ditolaknya. Dia bukan lagi anak perempuan yang perlu dibantu orang lelaki lagi. Lorong gua ini sangat panjang, berliku dan tidak rata. Tapi bagi pandangan Cu Jit-jit dan lain-lain dirasakan sebagai jalan yang terdekat dan paling rata selama dua hari ini. Akhirnya mereka terlepas juga dari bahaya. Jit-jit tertawa gembira dan bersyukur. Sampai sekian lama, akhirnya mereka sampai di ujung loteng, di situ ada sepotong batu mengadang jalan lalu, tapi pada batu ada tangga yang dapat menembus ke atas. Baru sekarang Fifi menghela napas lega, katanya sambil menoleh,

"Di atas sana adalah jalan keluarnya, biar kunaik dulu untuk memeriksanya.� Jit-jit memburu maju dan memegang tangannya, katanya dengan tersenyum,"Maukah kita melupakan semua kejadian yang lalu.�

"Asal engkau tidak benci lagi padaku,� jawab Fifi dengan rawan. "Selanjutnya engkau adalah adik perempuanku yang baik, mana bisa kubenci padamu?� kata Jit-jit dengan suara lembut. "Terima kasih,� ucap Fifi dengan menunduk. "Setelah kejadian ini, aku takkan ... takkan ....� Ia menengadah dan tersenyum, lalu memanjat ke atas melalui tangga besi itu. Sim Long memegang bahu Jit-jit, ucapnya, "Setelah kejadian ini engkau pun sudah berubah.� Jit-jit tersenyum, "Sebab baru sekarang kutahu engkau benar-benar baik padaku, kalau tidak, tetap aku akan cemburu ....�

"Sejak dulu kutahu engkau ini memang sebuah guci cuka,� Miau-ji ikut berkelakar. Sambil memandangi tubuh lemah Pek Fifi yang sedang memanjat keatas itu, mendadak Jit-jit membisiki Sim Long, "Bagaimana menurut pendapatmu antara dia dan guci arak (maksudnya Him Miau-ji) kita?�

"Mungkin si guci arak akan kewalahan terhadap dia,� sahut Sim Long tertawa. "Menurut pandanganku hanya dia saja yang cocok menjadi kakak iparku,� ujar Jit-jit tertawa perlahan. "Bilamana pada suatu hari hal itu benar-benar terjadi, sungguh aku akan menjadi orang yang paling gembira di dunia ini.� Sementara itu Fifi sedang menyingkap sepotong batu penutup diatas, segera cahaya terang menyorot ke bawah. Agaknya hari di luar sudah terang. Ling-hoa menarik napas dalam-dalam dan berucap, "Ehm, alangkah harumnya, mungkin di luar banyak tumbuhan bunga yang sedang mekar.� Selang sejenak, Jit-jit tidak tahan, katanya, "Mungkinkah di atas ada orang? Apakah takkan terjadi sesuatu?� Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, "Koay-lok-ong tidak tahu jalan ini, mungkin tidak ....�  Belum habis ucapannya terlihat Fifi lagi melongok ke bawah dan berseru, "Lekas naik kemari!�

"Tampaknya sekarang aku tidak perlu menjadi perintis jalan lagi,� kata Ling-hoa dengan tertawa. "Naiklah lebih dulu,� segera Jit-jit mendorong Sim Long. "Engkau sudah terlalu banyak berkorban bagi kami, orang pertama yang keluar sekarang harus engkau.� Sim Long tersenyum, perlahan ia mulai memanjat tangga. Lubang keluar itu sangat sempit, hanya tiba cukup untuk terobosan seorang saja. Ia coba melongok ke atas, tapi ... darah sekujur badannya serasa membeku mendadak. Tempat di luar lorong bawah tanah ini kiranya adalah kamar Pek Fifi yang penuh teruruk bunga segar itu. Pantas tadi Ong Ling-hoa mencium bau harum bunga. Pantas juga Pek Fifi dapat berubah menjadi Yu-leng-kiongcu. Kiranya tempat tinggal Pek Fifi ini memang ada jalan tembus dengan gua setan itu. Pada waktu dia tidur dan orang lain dilarang mengganggunya, pada saat itulah dia berubah menjadi Yu-leng-kiongcu. Akhirnya Sim Long tahu juga rahasia ini. Tapi sudah terlambat. Tertampak   Koay-lok-ong berada disana dan sedang memandangnya. Berpuluh busur yang siap membidikkan anak panah sama mengincar kepalanya. Koay-lok-ong menyeringai senang, jarinya memberi tanda perlahan agar Sim Long naik ke atas. Dalam keadaan demikian Sim Long cukup tahu diri, bila ayal sedikit saja kepalanya bisa segera berubah menjadi landak. Terpaksa ia

naik ke atas dengan menyengir. Tapi baru saja tubuhnya muncul separuh, segera Hiat-to bagian punggungnya kena ditutuk oleh Pek Fifi, menyusul lantas menjadi giliran Cu Jit-jit, Ong Ling-hoa dan si Kucing ....

*****

Sekarang Pek Fifi setengah bersandar dalam pangkuan Koay-lok-ong, dan sedang tertawa dengan sangat manis. Sim Long berempat berdiri sejajar bersandar dinding, satu jari pun tak dapat bergerak, hati pun entah bagaimana rasanya.

Ternyata pada saat mereka sudah dekat dengan kebebasan mendadak tertawan musuh lagi. Mereka telah gagal pada detik hampir mendekati sukses. Jit-jit ingin menangis, tapi tak berair mata. Fifi memandangi mereka dengan tertawa manis, katanya, "Tak tersangka bukan, Sim Long yang serba pintar akhirnya toh salah hitung selangkah.�

"Ya, seharusnya kupikirkan sebelumnya, bila tiada engkau yang menjadi penunjuk jalan tidak mungkin Koay-lok-ong dapat

menemukan kami,� ujar Sim Long dengan menyesal. "Sekarang kau bawa kami kepada Koay-lok-ong, bukan saja engkau dapat

meminjam golok untuk membunuh orang, bahkan dengan demikian engkau akan mendapat pujian dari Koay-lok-ong.�

"Hihi, baru sekarang kau ingat hal ini kan sudah amat terlambat,� kata Fifi dengan tertawa nyaring. Koay-lok-ong mengelus jenggot dan berucap dengan senang, "Tentunya sekarang kalian tahu jelas tentang pembantuku tepercaya yang pernah kukatakan itu tak-lain-tak-bukan ialah Fifi sayang. Melulu dia seorang saja bukankah jauh lebih berguna daripada sepuluh orang Kim Bu-bong?�

"Ya, dia memang anak perempuan paling lihai yang pernah kulihat selama hidupku ini,� ujar Ong Ling-hoa dengan menyengir. "Anak perempuan sehebat ini, bila bertambah lagi dua-tiga orang, maka semua lelaki di dunia ini mungkin terpaksa harus bunuh diri.�

"Terima kasih atas pujianmu,� kata Fifi dengan tertawa. "Bagus, aku juga sangat kagum padamu,� tukas Miau-ji. "Tapi cara

bagaimana engkau bisa berada di rumah berhala itu, sungguh aku tidak mengerti.�

"Soalnya orang lain sama bilang Sim Long akan mati terbakar, hanya aku saja yang tidak percaya, sebab kupikir Sim Long takkan mati semudah itu,� kata Fifi. "Maka lantas terpikir lagi olehku bilamana aku menjadi Sim Long, jalan mana yang akan kugunakan untuk kabur? .... Dengan sendirinya hanya ada sebuah jalan saja, maka ke situ pula kupergi dan benar juga dapatlah kupergoki kalian.� Ling-hoa menghela napas, "Sim Long dapat meraba perasaan orang lain, tapi engkau justru dapat meraba jalan pikiran Sim Long, nyata engkau lebih unggul daripada Sim Long.� Mendadak Jit-jit mendengus, "Hm, bukanlah dia lebih unggul daripada Sim Long, soalnya hati Sim Long tidak sekejam dia, juga tidak rendah, kotor dan khianat, lupa budi dan ingkar janji seperti dia.�

"Kan sudah sering kukatakan, kelemahan Sim Long yang terbesar adalah hatinya terlampau lunak,� ujar Ling-hoa dengan gegetun. "Haha, dalam hal ini pandanganmu ternyata sama denganku,� tukas Koay-lok-ong dengan berkeplok tertawa. Tiba-tiba Miau-ji berseru, "Sesudah kau pergoki kami, mengapa tidak kau perintahkan anak buahmu menawan kami?�

"Eh, kucing cilik, masakah hal ini tidak kau pahami?� sahut Fifi dengan suara lembut. "Waktu itu bila kuperintahkan orang

menangkap kalian, rasanya belum tentu berhasil, bisa jadi kesempatan itu akan digunakan kalian untuk kabur .... Kutahu, otak kalian meski tidak banyak berguna, tapi kungfu kalian kan tidak boleh diremehkan.�

"Makanya engkau sengaja berlagak terluka parah?� tanya Miau-ji dengan gemas. "Betul,� jawab Fifi dengan tertawa. "Aku pun banyak menelan pahit getir baru berhasil menipu kalian. Bukan saja kututuk Hiat-toku sendiri bahkan kupukul diri sendiri dua-tiga kali, sampai sekarang tubuhku masih sakit pegal.�

"Masa engkau yakin kami takkan mengetahui luka parahmu yang pura-pura itu?� teriak Miau-ji pula. "Kalian kan jantan sejati seluruhnya, dengan sendirinya kalian takkan memeriksa tubuh seorang perempuan, apalagi waktu itu keadaan gelap gulita, mukaku juga sangat pucat ....�

"Dari mana kau tahu kami pasti akan menolongmu?� tanya Jit-jit dengan gemas. "Kalian bukan saja jantan sejati, rata-rata juga berhati welas asih, serupa apa yang dikatakan si Kucing ini, tidak nanti dia menyaksikan seorang anak perempuan menghadapi ajalnya tanpa memberi pertolongan, betul tidak?�

"Waktu itu aku cuma diam saja, aku justru khawatir ada tipu muslihatmu,� ujar Sim Long gegetun. "Sungguh lagakmu itu sangat mirip sehingga aku tertipu tanpa curiga sedikit pun. Coba kalau engkau langsung minta pertolonganku, tentu aku akan curiga malah, tapi begitu bertemu engkau minta kupergi ....�

"Hati orang lelaki memang sudah kuselami dengan baik,� kata Fifi dengan tertawa. "Adalah biasa, semakin kau suruh dia pergi, dia berbalik tidak mau pergi .... Cu Jit-jit, untuk ini kau harus belajar dariku, jika satu bagian kepandaianku ini dapat kau kuasai, tentu selanjutnya engkau takkan mengalami kegagalan lagi.� Jit-jit mendengus, "Hm, kenapa harus kutiru dirimu, jika engkau sedemikian memahami hati orang lelaki, mengapa Sim Long tetap tidak suka padamu, kukira engkau yang harus belajar padaku.�

Air muka Fifi rada berubah, tapi segera tertawa dan berkata, "Kau kira Sim Long suka padamu?� Jit-jit mendongak dan berteriak, "Tentu saja.�

"Ai, Cici yang baik, jangan kau lupa, orang mati kan tak dapat menyukai siapa pun,� ucap Fifi dengan suara halus. Jit-jit melengak, air mata segera meleleh. Mestinya dia tidak sudi mencucurkan air mata di depan Pek Fifi, apa mau dikatakan lagi, air mata tidak mau tunduk kepada perintah lagi, semakin tidak ingin menangis, makin deras air matanya.

Koay-lok-ong merangkul Fifi dan berkata dengan tertawa, "Jika Sim Long sudah tertumpas, selanjutnya hidupku boleh santai tanpa khawatir lagi, sungguh hari ini ....� Mendadak Miau-ji berteriak, "Sekarang juga kau kira tidak ada yang perlu kau khawatirkan, apakah jalan pikiranmu ini tidak terlalu dini?�

"Oo, maksudmu?� tanya Koay-lok-ong. "Apakah kau tahu engkau masih ada seorang lawan paling besar?� kata si Kucing. "Bahkan dia jauh lebih benci padamu daripada kami. Paling banyak kami hanya ingin mencabut nyawamu, tapi dia justru

ingin makan dagingmu dan membeset kulitmu.�

"Hah, apakah benar ada orang begini? Siapa dia?� tanya Koay-lok-ong dengan tersenyum. "Dia tak-lain-tak-bukan ialah orang yang duduk dalam pangkuanmu sekarang,� kata Miau-ji dengan tertawa. Perlahan Koay-lok-ong meraba pundak Fifi katanya dengan tenang, "Maksudmu dia ini?�

"Apakah kau tahu dia bukan lain ialah Yu-leng-kiongcu?� seru Miau-ji pula. "Hahaha, memangnya kau sangka aku tidak tahu? ....� Koay-lok-ong bergelak tertawa. Jika aku tidak tahu, tentu dia takkan duduk dalam pangkuanku. Di seluruh kolong langit ini kecuali Yu-leng-kiongcu, perempuan mana yang setimpal berjodoh denganku?� Tergetar tubuh Sim Long, serunya, "Maksudmu ... maksudmu hendak mengambil dia sebagai istri?�

"Kan sudah waktunya aku harus mengakhiri masa bujanganku?� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. "Tapi dia ... dia sebenarnya kan ....� Belum lagi ucapan "putrimu� terucapkan oleh Sim Long, tahu-tahu mukanya sudah digampar oleh Pek Fifi. Dengan sorot mata setajam sembilu Fifi menatapnya dan menjengek, "Baru saja kudapatkan kekasih pilihan, kau berani sembarangan memfitnah?�

"Tapi ... tapi kalian adalah ....�

"Berani kau bicara satu kata lagi segera kubinasakan kau,� bentak Fifi dengan bengis. Mendadak Ong Ling-hoa berseru, "Yu-leng-kiongcu dan Koay-lok-ong memang pasangan yang sangat setimpal, mengapa Sim-heng sengaja mengacaukan perjodohan mereka, kan perbuatan yang paling tidak bermoral merusak perjodohan orang lain?� Sim Long menghela napas panjang dan tidak bicara lagi. Dengan gemulai Fifi berjalan mendekati Koay-lok-ong lagi, katanya dengan senyum memikat, "Sekarang beberapa orang ini sudah menjadi milik Ongya, cara bagaimana Ongya akan memperlakukan mereka?�

"Piara penyakit hanya akan mendatangkan bencana saja, lekas dibasmi akan lebih baik,� kata Koay-lok-ong. "Sekarang juga Ongya ingin membunuh mereka?� tanya Fifi. "Ya, kalau tertunda lagi kukhawatir akan terjadi perubahan.� Mata Fifi mengerling, katanya dengan tersenyum manis, "Biarlah kuceritakan suatu kejadian dulu, apakah Ongya mau mendengarkan?�

Koay-lok-ong tidak tahu mengapa dalam keadaan dan di tempat ini Fifi jadi iseng dan ingin mendongeng segala, jawabnya dengan tertawa, "Jika kau mau bercerita, tentu saja dengan senang hati akan kudengarkan.�

"Dahulu ada seorang lelaki,� demikian Fifi mulai bertutur dengan suara lembut, "dia senantiasa ingin makan daging angsa, tapi meski dia sudah berusaha dengan susah payah, peras keringat dan tenaga, sepotong daging angsa pun tidak berhasil dimakannya.� Meski dongeng ini tidak menarik, tapi ia bicara dengan suaranya yang lembut dan khas itu sehingga mempunyai daya tarik tersendiri. Dengan tertawa Koay-lok-ong menanggapi, "Wah, di dunia ini banyak sekali orang yang ingin makan daging angsa, tapi siapakah yang benar-benar dapat memakannya?�

"Tapi orang itu terhitung beruntung, setelah mencari sekian lamanya, akhirnya dapatlah diketemukan sepotong daging, saking senangnya sekaligus daging angsa itu ditelannya bulat-bulat.�

"Wah, watak orang ini sungguh tidak sabar,� ujar Koay-lok-ong. "Seterusnya setiap orang tahu dia pernah makan daging angsa,� tutur Fifi lebih lanjut, "tapi bila ada orang tanya padanya bagaimana rasanya daging angsa, satu kata pun dia tidak sanggup menjawab.�

"Sekaligus daging itu ditelannya begitu saja, dengan sendirinya bagaimana rasanya tidak diketahuinya,� ujar Koay-lok-ong.

"Ya, barang yang diperoleh dengan susah payah, jika ditelan begitu saja, kan sangat sayang? Maka, akhirnya semua orang tidak kagum lagi akan keberuntungannya dapat makan daging angsa, sebaliknya malah menganggapnya sebagai orang tolol.�

Koay-lok-ong terdiam sejenak sambil menatap Sim Long, katanya kemudian, "Betul, dengan susah payah baru dapat kutangkap

dirimu, jika begitu saja kubunuhmu kan terlalu sayang dan bukankah akan ditertawakan orang pula sebagai orang tolol?�

"Apalagi, setiap orang di antara mereka juga ada harganya untuk diperalat,� tukas Fifi dengan tenang. "Tebu yang belum habis kita isap airnya, kenapa sepahnya buru-buru dibuang?�

"Haha, seorang lelaki kalau mendapat istri yang pintar, sungguh merupakan pembantu yang berguna dan beruntunglah lelaki itu,� seru Koay-lok-ong dengan gembira. "Jika begitu keempat orang ini kan hasil tawananmu, biarlah kuserahkan mereka kepadamu untuk dibereskan.� Fifi tertawa merdu, katanya, "Kukira mereka lebih suka mati daripada Ongya menyerahkan mereka kepadaku ....�

*****

Sekarang Sim Long berempat sudah dipindahkan ke dalam sebuah kamar batu. Di dalam kamar batu ini tidak terdapat apa pun, kosong melompong, mereka duduk di lantai batu yang dingin, bersandar dinding batu yang kasap, seluruh tubuh terasa sakit.

Dengan memegang cawan arak Pek Fifi bersandar di pintu dan memandang mereka dengan mengulum senyum, katanya, "Bolehlah

kalian meringkuk semalam di sini, besok juga Koay-lok-ong akan membawa pulang kalian, meski belum pernah kukunjungi tempat itu tapi kuyakin pasti suatu tempat yang bagus.�

"Maksudmu Koay-lok-ong akan pulang kandang?� tanya Ling-hoa. "Esok pagi dia akan berangkat, taman hiburan ini memang juga tidak ada sesuatu yang membuatnya merasa berat untuk ditinggalkan,� ujar Fifi. "Haha, dapat melihat sarang Koay-lok-ong yang asli, rasanya boleh juga,� kata Ling-hoa. "Cuma ... mengapa saat ini tidak digunakannya untuk menyerbu ke Tionggoan sebaliknya malah pulang kandang?�

"Kau tahu, dia adalah seorang yang pakai perhitungan, peperangan yang tidak meyakinkan pasti akan menang tidak nanti

dilakukannya,� ujar Fifi. "Pada sebelum dia menyerbu Tionggoan, dengan sendirinya masih diperlukan berbagai persiapan, apalagi ....� Ia tersenyum manis, lalu menyambung, "Bahwa sekali ini dia mundur kembali lebih dulu, tujuan utamanya adalah untuk menikah denganku.� Akhirnya Sim Long tak tahan, "Apakah benar? Kau mau jadi istrinya?�

"Kau cemburu?� tanya Fifi dengan terkikik. "Jangan kau lupa, betapa pun dia adalah ayahmu,� kata Sim Long. Senyuman manis Pek Fifi itu lenyap seketika, jawabnya sekata demi sekata, "Justru lantaran dia adalah ayahku, makanya kunikah dengan dia.� Sim Long melenggong, "Masa ... masa kau ....� Kerlingan mata Fifi yang lembut itu mendadak berubah sejalang setan iblis, ucapnya dengan tersenyum keji, "Masa belum dapat kau terka maksud tujuanku?�

"Justru sudah dapat kuterka sebelum ini,� mendadak Ong Ling-hoa menimbrung. Dapat dibayangkan, apabila Koay-lok-ong mengetahui istri tercintanya ternyata adalah putri kandung sendiri, tatkala mana rasa hatinya pasti lebih sakit daripada disayat-sayat.� Ia terbahak-bahak, lalu menyambung, "Maklumlah, betapa kejamnya dia toh tetap manusia.� Fifi menyeringai, "Nyata engkau dapat memahami maksudku .... Betapa darah yang mengalir dalam tubuh kami adalah golongan darah yang sama ... darah iblis, darah berbisa.�

"Betul darah berbisa ini adalah keturunannya tak tersangka justru akan meracuni dia sendiri,� seru Ling-hoa dengan tertawa. Miau-ji memandangi mereka dan mengirik, gumamnya, "Sungguh luar biasa, ternyata ada saudara sedemikian dan ... dan ayah dan anak begini pula .... Jangan-jangan darah yang mengalir dalam tubuh mereka memang darah iblis? Darah berbisa demikian sungguh tidak boleh menurun lagi.�

"Yang kau benci kan cuma Koay-lok-ong saja, mengapa kau pun membikin susah kami? Mengapa? ....� teriak Jit-jit. "Sesungguhnya ada permusuhan antara kami denganmu? ....�

"Mengapa aku hendak membunuh kalian? ....� Fifi menegas. "Alasannya jelas tidak cuma satu.�

"Alasan apa? Katakan, coba katakan!� teriak Jit-jit. "Jika tidak kupersembahkan kalian kepada Koay-lok-ong, cara bagaimana dapat kurebut kepercayaannya kepadaku? Kalian adalah alat yang kugunakan untuk mendekati Koay-lok-ong, inilah alasan pertama.�

"Hm, masih ada alasan lain?� jengek Jit-jit. "Tentu saja masih ada ....� jawab Fifi. "Aku ini seorang yang bernasib malang, nasibku ini sudah ditakdirkan hanya kesedihan melulu, betapa pun tak dapat kusaksikan kalian hidup dengan

bahagia.� Meski lambat ucapannya, namun mengandung rasa benci dan dendam yang hebat. Ia benci kepada setiap orang, bahkan benci dirinya sendiri. Ia menengadah dan tertawa latah, "Kubenci tenagaku terbatas .... Apabila aku masih ada tenaga lagi, sungguh ingin kubunuh setiap manusia dunia ini, ingin kubunuh bersih seluruhnya.�

"Jika begitu, adakah yang menarik bagi hidupmu?� ujar Jit-jit. "Aku? Kau kira aku ingin hidup?� Fifi tertawa terkekeh. "Hehe, biar kuberi tahukan padamu, sejak aku mulai tahu urusan, hidupku sudah dimulai demi untuk mati. Jika hidup sedemikian susah dan sengsara, setiap saat aku hanya mengkhayalkan betapa senangnya mati.� Jit-jit memandangnya dan tidak bicara lagi. "Masa di dalam hatimu juga cuma ada dendam dan benci melulu?� tanya Sim Long. Mendadak Fifi membalik tubuh dan menyiramkan arak dalam cawan yang dipegangnya, katanya dengan tertawa, "Betul ... benci dan dendam, hanya dua hal ini saja dalam hidupku ini yang kupandang sebagai urusan yang menyenangkan .... Kematian dan dendam membuatku hidup ....� Ia tertawa terkekeh dan mundur keluar, "blang�, pintu batu segera merapat. Tapi di dalam kamar batu ini seakan-akan masih terus bergema suara tertawanya yang latah.

*****

Benar juga, pada esok paginya Koay-lok-ong lantas meninggalkan taman hiburan ini. Rombongan berbentuk sebuah konvoi raksasa, kereta berderet-deret dan kuda berjumlah ratusan. Anak buah Koay-lok-ong ternyata begini banyak, padahal biasanya anak buahnya hampir tak terlihat, semua ini menandakan betapa keras disiplinnya anak buah Koay-lok-ong itu.

Sejauh itu majikan taman hiburan "maha gembira� suami istri Li Ting-liong dan Coh Bin-kim tidak menampakkan diri lagi. Meski Li Ting-liong sudah mati, tapi ke mana perginya Jun-kiau dan Coh Bin- kim? Dengan sendirinya tidak ada orang perhatikan orang-orang semacam mereka. Adalah jamak tempat tinggal Koay-lok-ong bisa mendadak kekurangan beberapa orang atau puluhan orang, apalagi yang menghilang adalah manusia yang tak berarti itu. Konvoi besar itu terus menuju ke barat secara berbondong-bondong. Sim Long, Cu Jit-jit, Him Miau-ji, Ong Ling-hoa, keempat orang ini berjubel di dalam sebuah  kereta. Di atas kereta empat lelaki kekar mengawasi mereka dengan ketat. Padahal tanpa pengawasan juga mereka tidak mampu kabur. Tubuh mereka sudah tertutuk beberapa tempat Hiat-to yang melumpuhkan sehingga tidak dapat berkutik sama sekali.

Hari cerah, debu mengepul sepanjang jalan yang dilalui konvoi. Muka Sim Long sudah berlepotan debu, wajahnya kelihatan tidak secerah biasanya, namun senyuman yang selalu menghiasi ujung mulutnya tidak pernah berubah. Biarpun perjalanan merupakan perjalanan maut dan malaikat elmaut sudah menyongsongnya tetap Sim Long akan tersenyum. Menghadapi kematian dengan tersenyum kan jauh lebih baik daripada menangis. Suara roda kereta yang gemuruh dan ringkik kuda yang riuh terus

ramai setengah harian hingga tengah hari. Mendadak seekor kuda merah berlari datang, wajah Pek Fifi muncul di luar jendela kereta, senyumnya kembali berubah lembut dan memikat. Ia memberi tanda, segera seorang lelaki pengawal di atas kereta melompat turun. "Apakah kau datang mengantarkan makanan?� tanya Ling-hoa. "Ya, mana kutega membikin lapar kalian?� jawab Fifi. Mendadak ia melemparkan sebuah bungkusan ke dalam kereta, ternyata berisi ayam bakar, daging panggang dan beberapa potong siopia. Selama dua hari ini Ong Ling-hoa dan lain-lain boleh dikatakan tidak makan sesuatu, kini bau sedap makanan sungguh sangat merangsang dan membuat mereka mengiler. "Hatimu sangat baik,� kata Ling-hoa dengan tertawa. "Tapi bila tidak kau buka Hiat-to kami yang tertutuk, cara bagaimana kami dapat makan?�

"Yang penting sudah kuberikan barang makanan, cara bagaimana makan adalah urusan kalian, tentunya tidak dapat kau minta kusuapi kalian bukan? Bisa jadi Koay-lok-ong akan cemburu,� jawab Fifi dengan tertawa. "Tarr�, ia ayun cambuk kuda dan tinggal pergi. Jadinya Ong Ling-hoa hanya memandangi makanan lezat itu dengan terbelalak saja tanpa bisa berbuat lain, tentu saja rasa demikian jauh lebih tersiksa daripada hukuman apa pun. Saking gemasnya dada Miau-ji hampir meledak, tapi dia juga tidak berdaya selain memandangi makanan itu dengan melotot. Kalau jari saja tidak dapat bergerak, apa mau  dikatakan lagi? Entah selang berapa lama, terdengar suara tertawa merdu itu bergema lagi di luar kereta, kembali Pek Fifi melongok ke dalam kereta, sesudah memandang, katanya dengan tertawa, "Ai, mengapa nafsu makan kalian sedemikian kecil, tampaknya makanan ini sama sekali tidak kalian sentuh, apakah kalian takut keracunan atau menganggapnya tidak enak dimakan?� Segera tangannya terjulur, bungkusan makanan itu diangkatnya terus dilempar jauh ke sana. Begitulah sepanjang jalan rombongan Sim Long telah disiksa secara begitu. Agaknya Pek Fifi memang sengaja menyiksa mereka, rupanya hatinya baru akan senang bila menyaksikan orang tersiksa. Sungguh sadis. Hanya dua hari saja rombongan Sim-Long sudah tersiksa sehingga tak berbentuk manusia lagi, jelas Cu Jit-jit sudah jauh lebih kurus. Meski si Kucing ingin mencaci maki, namun tenaga untuk bicara saja rasanya sudah habis. Senja hari berikutnya, cahaya matahari senja menyinari pasir yang kuning gelap, entah dari mana datangnya gema suara nyanyian yang sendu, nyanyian kaum musafir. "Waktu kecil sering kubayangkan betapa luas gurun pasir dan betapa terpencilnya kaum pengelana gurun, selalu kukhayalkan pada suatu hari aku sendiri dapat menjelajahi gurun ....� demikian si Kucing berkomentar. "Dan sekarang engkau sudah berada di tengah gurun,� kata Ling-hoa. Rupanya waktu itu mereka sudah keluar Giok-bun-koan, pintu gerbang ujung barat tembok besar yang termasyhur itu. "Ya, sekarang aku sudah berada di tengah gurun,� kata Miau-ji. "Tapi di mana letak Giok-bun-koan yang megah itu? .... Mungkin selamanya takkan kulihat lagi.� Sekuatnya Jit-jit berteriak, "Miau-ji, mengapa kau pun berubah sedemikian lemah dan patah semangat, di mana keberanianmu yang dulu?�

"Ai, barangkali engkau tidak tahu bahwa di dunia ini hanya kelaparan yang paling cepat menghilangkan keberanian seorang,�

ujar Ling-hoa dengan gegetun. Jit-jit tidak bicara lagi. Tiba-tiba kereta kuda berhenti, di luar ada suara keleningan unta. Beberapa pengawal itu membuka pintu kereta, Sim Long berempat diseret ke luar. Di bawah cahaya matahari senja di jalan pasir sana tampak berderet sebarisan unta, beberapa di antaranya pada punuknya dipasang tenda kecil. Sejauh mata memandang di depan hanya pasir belaka, itulah "Pek-liong-tui� atau pasir naga putih di luar Giok-bun-koan, setiba di sini, selangkah pun kereta kuda tidak dapat lagi meneruskan perjalanan. Ketika beberapa lelaki pengawal bersuit, segera dua ekor unta mendekam ke bawah. "Untuk apa ini?� tanya Miau-ji. "Ini namanya perahu gurun, boleh kau naik,� jengek salah seorang lelaki itu sambil melemparkan Miau-ji ke dalam tenda kecil di atas punuk unta. Dengan rawan Jit-jit memandang Sim Long sekejap, teringat olehnya bila dirinya masih dapat berjubel di dalam tenda kecil itu dengan Sim Long dan  menyelesaikan perjalanan hidup yang terakhir ini, entah bagaimana rasanya nanti. Sekonyong-konyong kelihatan Pek Fifi datang pula menunggang kuda, katanya dengan tertawa, "Rasanya agak puitis juga menunggang unta melintasi gurun di bawah senja yang indah ini. Eh, Cu Jit-jit, kau ingin menumpang unta bersama siapa?� Jit-jit menggigit bibir dan tidak bicara.

"Ah, engkau tidak mau menggubris diriku bukan? .... Baik!� mendadak Fifi menarik muka, dengan ujung cambuk ia tuding Ong

Ling-hoa dan berkata, "Taruh nona ini bersama dia di suatu tenda .... Nah, Ong Ling-hoa, tentunya kau harus berterima kasih padaku, bukan?� Cambuknya berbunyi, sambil tergelak ia melarikan kudanya ke sana. Remuk redam hati Jit-jit, teriaknya parau, "Pek Fifi, kumohon ... kumohon padamu .... Ini kan perjalanan kami yang terakhir, taruhlah diriku bersama Sim Long, mati pun kuterima kasih padamu.� Namun Fifi tidak berpaling lagi dan sudah pergi jauh. "Sudahlah, biar pecah tenggorokan juga tiada gunanya engkau berteriak,� kata Ling-hoa. "Padahal, aku dan Sim Long kan tidak banyak berbeda, apa salahnya kau anggap aku sebagai Sim Long saja?!� Jit-jit tidak menggubrisnya, ia pandang Sim Long dengan putus asa, gumamnya gemetar, "O, Sim Long ... Sim Long ....� Sekarang ia tidak sanggup bicara apa-apa lagi, hanya berulang-ulang memanggil nama Sim Long, suaranya duka dan memilukan. Sim Long memandangnya dengan lembut dari atas unta yang lain, ucapnya, "Jangan khawatir, perjalanan ini bukanlah yang terakhir bagi kita.�

"Tapi bagiku aku lebih suka mati sekarang,� seru Jit-jit dengan menangis. "Jika aku mati sekarang, sedikitnya masih dapat

kupandang dirimu.� Suaranya yang mengharukan lenyap terbawa angin puyuh yang mendadak berjangkit. Tenda kecil di atas punuk unta itu dibuat di atas sepotong papan kecil, waktu unta berjalan, tenda itu pun ikut bergoyang-goyang. Sim Long dan Miau-ji serupa berduduk di dalam sebuah perahu yang terombang-ambing oleh ombak, suara genta kedengaran sangat jauh di tengah angin yang menderu-deru. Suara Jit-jit bahkan sudah hampir tak terdengar lagi. Malam semakin larut, agaknya Koay-lok-ong ingin lekas-lekas pulang sehingga menempuh perjalanan di tengah malam.

Jilid 35

Entah berapa lama sudah lalu, akhirnya Miau-ji mengangkat kepala, remang-remang terlihat wajah Sim Long tetap tenang, sungguh kesabaran sukar ada bandingannya. "Apa yang lagi kau pikirkan?� tanya Miau-ji tak tahan. "Dalam keadaan begini, sebaiknya apa pun jangan kau pikir,� ujar Sim Long. "Tapi ... tapi apakah kita masih ada kesempatan untuk kabur?�

"Selama hayat masih dikandung badan selama itu pula ada harapan,� ujar Sim Long dengan tersenyum. "Namun berapa lama lagi kita dapat hidup?� suara Miau-ji terasa parau. "Melihat gelagatnya Pek Fifi tidak ingin membunuh kita, kalau tidak,

tentu dia takkan mencegah tindakan Koay-lok-ong dengan kata-katanya itu. Mungkin dia merasa belum cukup menyiksa kita,

sedangkan untuk menyiksa kita harus dilakukan pada waktu kita masih hidup, makanya dia takkan membunuh kita secara tergesa-gesa ....�

"Tapi hidup semacam apa bedanya dengan mati, bahkan lebih baik mati saja,� seru Miau-ji. "Ada bedanya,� ujar Sim Long. "Asalkan masih hidup, jelas berbeda dengan mati. Makanya jangan kita menyesal dan mencerca diri sendiri, kita harus membikin Pek Fifi merasa berharga menyiksa kita, dengan begitu barulah kita dapat hidup terus.� Ia tersenyum, lalu menyambung lagi, "Selain itu juga diperlukan keyakinan, yang terpenting adalah percaya kepada diri sendiri. Dalam keadaan bagaimanapun kita harus yakin dan sanggup hidup terus. Hanya hidup saja yang paling berharga bagi manusia.� Miau-ji memandangnya, memandangi wajah yang kelihatan lembut, namun selamanya tidak pernah menyerah itu, memandangi senyumnya yang tidak pernah tunduk di bawah siksaan apa pun. Angin meniup dengan dahsyatnya, menderu-deru serupa jerit setan iblis yang hendak merenggut nyawa orang. Mendadak dari depan berkumandang suara teriakan lantang, "Berhenti, berkemah .... Berhenti dan berkemah di sini!� Suara aba-aba itu berturut-turut dari depan berkumandang terbawa angin menuju ke belakang, kafilah unta itu akhirnya berhenti seluruhnya. Tapi Sim Long dan Miau-ji masih ditahan di dalam tenda kecil ini, agak lama kemudian barulah mereka dipindah keluar. Selama menunggu ini mereka tidak mendengar sesuatu suara, tidak

ada berisik orang bicara, juga tiada suara sesuatu benda digeser, terlebih tiada sesuatu suara ketokan dan sebagainya.

Tapi sekarang dapat dilihat mereka kemah Koay-lok-ong yang megah itu sudah dipasang di balik sebuah bukitan pasir untuk

menghindari angin puyuh. Di kedua sampingnya ada pula beberapa kemah yang lebih kecil. Orang-orang lelaki mengantar mereka ke sebuah kemah yang paling kiri, di dalam kemah penuh macam-macam barang yang tak teratur. Di pojok sana meringkuk satu orang, ternyata Jit-jit adanya. Memang Jit-jit sedang menantikan kedatangan Sim Long, demi melihatnya, sorot mata si nona tampak penuh rasa duka dan harap-harap cemas. Sayangnya Sim Long justru digusur ke pojok kemah yang lain, meski jarak mereka tidak terlalu jauh, tapi dalam pandangan Jit-jit rasanya seperti terpisah di ujung langit sana.

Meski dia menggunakan segenap tenaganya tetap tidak mampu menggeser ke sana sejengkal pun. Terpaksa ia hanya dapat

menyentuhnya dengan sinar matanya yang mesra saja. "Jangan marah padaku, Sim Long, apa yang terjadi ini bukan kehendakku,� kata Ong Ling-hoa dengan menyesal. Sim Long tersenyum, "Tidak ada orang yang menyalahkanmu.�

"Meski aku berada di dalam satu kemah bersama dia, tapi aku merasa sangat tersiksa,� tutur Ling-hoa dengan menyengir. "Terus-menerus dia mendelik padaku, rasanya dia ingin sekali gigit memutuskan kerongkonganku.� Ia berhenti sejenak, lalu menyambung, "Baru sekarang kutahu begini besar ketakutan bila dibenci seorang. Meski dia hanya mendelik padaku, tidak urung aku berkeringat dingin.�

"Kau takut padanya?� tanya Miau-ji tak tahan. "Dengan sendirinya bukan kutakut padanya, kugentar kepada sinar mata yang penuh rasa dendam dan benci itu, sungguh mengerikan,� tutur Ling-hoa. "Pernah kudengar orang bilang kekuatan yang lebih

menakutkan daripada cinta di dunia ini adalah dendam. Baru sekarang kubuktikan ucapan ini memang tidak salah.�

"Ya, tidak salah, kekuatan yang paling besar di dunia ini adalah dendam,� tiba-tiba seorang menimpali. Lenyap suaranya Pek Fifi pun muncul. Dia memakai jubah panjang beledu warna emas, rambutnya yang terurai diikat dengan seutas pita warna emas sehingga kelihatan serupa putri gurun yang paling cantik. Senyuman manis masih menghiasi wajahnya, tapi matanya yang jeli itu justru gemerdep menampilkan cahaya yang seram mengerikan. Ia menyapu pandang wajah setiap orang, lalu berkata, "Nah, sekarang tentu kalian sudah dapat merasakan betapa rasanya dendam.� Tidak ada yang menjawab, saking geregetan Jit-jit sampai tidak sanggup bicara lagi. Perlahan Fifi bicara pula, "Caraku memperlakukan kalian hanya supaya kalian mencicipi bagaimana rasanya dendam dan benci. Sebelum ini, pernahkah kalian benci kepada seorang? ....� Ia mendekati Jit-jit, lalu berucap, "Dan sekarang, apakah benar kau benci padaku?� Jit-jit mengertak gigi dan melototnya tanpa bersuara. "Kularang kau naik seekor unta bersama Sim Long, dalam pandangan orang lain urusan ini adalah soal kecil, tapi bagimu tentu soal besar dan kau jadi benci merasuk tulang padaku,� ucap Fifi pula dengan tertawa. "Ya, betul, kubenci ... kubenci padamu,� teriak Jit-jit. "Padahal aku cuma memisahkan Sim Long darimu dan engkau lantas begini benci padaku,� ujar Fifi. "Tapi coba bayangkan, manakala ibumu dipaksa selama hidup tidak dapat bertemu dengan orang yang dicintainya sebab dia telah dinodai orang sehingga malu bertemu lagi dengan dia, akhirnya dia justru ditinggalkan pula oleh orang yang telah mencemarkan dia itu ....� Fifi kelihatan emosional, dengan beringas ia menyambung pula, "Dan jika engkau adalah anak yang dilahirkan dari hasil perbuatan kotor itu, dari dendamnya kepada orang yang membuatnya nelangsa dalam hidup ini, maka bencinya itu juga dialihkan kepadamu. Sebab itulah begitu engkau dilahirkan segera hidup dalam kebencian dan diliputi dendam tanpa cinta kasih, sampai satu-satunya orang yang paling erat denganmu, yaitu ibundamu juga benci padamu, padahal engkau sendiri sama sekali tidak berdosa ....� Mendadak ia jambret baju Jit-jit dan berteriak histeris, "Nah, coba bayangkan, jika cara begitulah engkau dibesarkan, lantas apa yang akan kau lakukan?�

"Aku ... aku ....� terharu juga Jit-jit. "Hm, Siocia yang biasa dimanjakan seperti dirimu tentu tidak dapat membayangkan hal yang kuceritakan ini,� ucap Fifi pula dengan senyum pedih. "Sebab itulah baru terjadi tidak dapat menumpang seekor unta bersama kekasihmu lantas kau rasakan sebagai hal yang paling menyedihkan dan ingin kau sayat-sayat orang yang

memisahkan kalian itu.�

"Tidak ada pikiranku yang demikian itu,� ucap Jit-jit dengan menunduk. Fifi tersenyum, katanya sambil melirik Sim Long, "Jika dia menyatakan tidak ada pikiran begitu, mulai besok bolehlah dia berada satu tenda dengan Ong Ling-hoa saja.�

Habis berkata ia lantas melangkah pergi dengan gemulai. Sampai lama di dalam kemah tiada orang bersuara. Tapi ada orang

mengantarkan makanan dan air minum serta menyuapi mereka makan-minum, tapi mereka tetap tidak berbicara. Entah selang berapa lama lagi, Miau-ji menghela napas dan bergumam, "Dia memang gadis yang sampai detik ini aku sendiri tidak tahu apakah harus sayang atau benci padanya, mungkin ... dia harus dikasihani.� Pada saat itulah mendadak di luar kemah ada cahaya terang. Sebatang panah berapi meluncur ke atas memecahkan kegelapan angkasa. Bunga api yang membara buyar tertiup angin sehingga mirip hujan cahaya. Segera melayang pula panah berapi kedua ke angkasa raya. Dengan sendirinya Sim Long dan lain-lain yang berada di dalam kemah tidak dapat melihat pemandangan yang indah itu. Mereka cuma mendengar denging panah yang meluncur ke udara berturut-turut, terdengar pula di kejauhan ada suara teriakan dan bentakan orang berkumandang terbawa angin. "Apakah yang terjadi?� gumam Ling-hoa dengan kening bekernyit. "Jangan-jangan ada orang menyerbu kemari?� ujar Miau-ji. "Memangnya siapa yang berani main gila dengan Koay-lok-ong?� kata Ong Ling-hoa. Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, "Meski betul begitu, tapi penduduk di daerah utara sini kebanyakan belum tinggi

budayanya, bilamana melihat rombongan Koay-lok-ong yang mencolok ini, bukan mustahil mereka ingin tahu dan coba

mengganggunya.�

"Betapa pun kejadian ini kan menguntungkan kita?� ujar Miau-ji dengan tertawa. "Hm, juga belum tentu,� jengek Ling-hoa. "Orang biadab kan dapat berbuat apa pun ....� Pada saat itulah mendadak seorang menyelinap masuk, dandanannya ringkas dan perawakannya jangkung, sinar matanya mencorong terang, jelas dia ini jago nomor satu dari pasukan Angin Puyuh itu.

Seketika Miau-ji mendelik, "Mau apa kau datang kemari?� Jago nomor satu itu tersenyum, "Ongya mengundang kalian keluar.�

"Tengah malam buta, memangnya ada urusan apa?� ucap Sim Long dengan tertawa. "Mungkin di luar segera ada tontonan menarik, kan sayang jika kalian tidak ikut menyaksikannya?� ujar si jago nomor satu. "Selain itu, Ongya juga ingin Sim-kongcu menyaksikan kelihaian beliau.�Di luar kemah suasana sunyi senyap, setiap orang sama berselimut tebal dan berbaring, jelas sama tidur dengan nyenyak. Di dalam kemah Koay-lok-ong yang megah itu terlihat ada cahaya lampu, tapi suasana juga hening, dan Sim Long berempat justru duduk di bawah bayang-bayang kemah yang gelap. Suara teriakan dan bentakan tadi semakin dekat. Sekonyong-konyong timbul juga suara derapan kaki kuda yang ramai, segerombol penunggang kuda dengan golok panjang terhunus menerjang tiba. Orang-orang yang tadi kelihatan sedang tidur itu serentak melompat bangun, rupanya di balik selimut sudah siap busur dan panah, segera terdengar busur melenting dan terjadi hujan anak panah. Dari balik gundukan pasir di sekeliling sana juga muncul lelaki kekar yang tidak sedikit, seketika rombongan penyerbu itu terjeblos didalam kepungan. Ada yang berteriak-teriak sambil memutar senjatanya, ada yang menjerit dan terjungkal dari kudanya. Ada pula yang langsung menyerbu ke perkemahan, tapi segera dua barisan pengikut Koay-lok-ong memapak mereka.

Kedua regu ini bergolok dan membawa perisai yang terbuat dari rotan, golok mereka selalu mengincar kuda musuh. Maka dalam

sejenak saja terdengarlah suara ringkik kuda dan jerit tangis serta suara nyaring beradunya senjata menggema angkasa gurun. Terjadilah banjir darah di gurun pasir. Sementara obor pun sudah dinyalakan, tertampak para penunggang kuda itu sama memakai sepatu bot dan bermantel, muka pakai kedok kain putih, golok mereka berbentuk melengkung. Meski dalam sekejap itu di pihak penyerbu ini jatuh korban sangat banyak, namun sisanya pantang menyerah, mereka masih terus menerjang ke depan. Salah seorang anak buah Koay-lok-ong memapak maju dengan mengangkat perisai, sekonyong-konyong penunggang kuda itu mencabut sebatang lembing dari pelana kudanya, sambil berteriak dia terus menikam. Betapa tajamnya lembing itu, tameng rotan ternyata tidak mampu menahannya, kontan orang itu terpantek di tanah. Penunggang kuda itu masih terus menyerbu ke dalam kemah Koay-lok-ong. Tiba-tiba terdengar suara "sret� disertai berkelebatnya sinar pedang, si jago nomor satu pasukan Angin Puyuh melayang lewat, seketika kepala si penunggang kuda tersisa separuh saja. Darah lantas muncrat, namun penunggang kuda itu tidak terguling, kuda masih terus menerjang ke depan dan tampaknya segera akan

menyerbu ke dalam kemah. Tiba-tiba terdengar suara "sret� pula, si jago nomor satu kembali melayang tiba dari sana, sinar pedang berkelebat, kaki kuda sama terkutung dan roboh terjungkal sambil meringkik. "Tampaknya inilah jago tempur dari barat, ternyata memang gagah berani,� ujar Miau-ji. "Tapi anak buah Koay-lok-ong juga tidak lemah,� kata Ling-hoa.

"Dalam keadaan demikian baru kentara mereka adalah pejuang yang sudah gemblengan dan tidak dapat diremehkan.�

"Ya, terlebih si jago nomor satu Angin Puyuh itu, bukan saja kungfunya lain daripada yang lain, kecerdasannya juga sangat

tinggi, kelak orang ini pasti akan menjadi tokoh yang tidak boleh diabaikan,� ujar Sim Long. Tengah bicara, ratusan prajurit dari barat sudah tersisa separuh saja. Mendadak dari kejauhan ada suara trompet, serentak kawanan penyerbu itu bersuit, kuda berputar terus membedal kembali kesana. "Minggir, berikan jalan supaya mereka kabur,� teriak si jago nomor

satu. Debu pasir mengepul tinggi, suara teriakan riuh itu pun menjauh, pasir kuning yang telah berlumuran darah itu penuh bergelimpangan mayat dengan golok melengkung berserakan. "Sungguh pertempuran banjir darah!� kata Miau-ji dengan gegetun.

"Hanya pertempuran semacam ini masakah masuk hitungan di gurun pasir?� tiba-tiba seorang menanggapi dengan gelak tertawa. Dengan langkah lebar Koay-lok-ong muncul dari kemahnya, sambil meraba jenggotnya ia berteriak, "Wahai Liong-kui-hong, jika berani ayolah maju, mari kita coba-coba siapa yang lebih unggul.�

"Liong-kui-hong?� tanya Sim Long. "Ya, kawanan penyerbu ini adalah gerombolan bandit yang paling kuat dan berpengaruh di gunung pasir sini, pemimpinnya berjuluk Liong-kui-hong (angin puyuh naga), juga hanya dia saja yang berani coba-coba merecoki aku,� kata Koay-lok-ong pula dengan tertawa. "Orang macam apakah dia?� tanya Miau-ji. "Aku sendiri belum pernah bertemu dengan dia,� jawab Koay-lok-ong. "Apakah inilah serbuan mereka yang pertama kepadamu?� tanya Miau-ji pula.

Koay-lok-ong tertawa, tuturnya, "Mereka menganggap aku telah menduduki wilayah kekuasaan mereka, maka setahun yang lalu

mereka sudah sering mengganggu ke sini. Cuma Liong-kui-hong itu mungkin juga gentar kepada namaku, mana dia berani langsung bergebrak denganku?� Sebenarnya Liong-kui-hong juga seorang tokoh ajaib di gurun pasir ini, konon orang ini pergi datang tanpa meninggalkan jejak, siapa pun tidak pernah melihat wajah aslinya. Terdengar Koay-lok-ong berkata pula, "Biarpun Liong-kui-hong sering mengganggu kemari, tapi serbuan besar-besaran seperti hari ini memang baru pertama kali ini terjadi. Tampaknya sekarang meski mereka telah mundur, tapi pasti tidak rela dan malam nanti tentu akan datang lagi.�

"Meski berjumlah cukup banyak orang mereka yang menyerbu ini, namun jelas bukan kekuatan induk mereka,� ujar Sim Long. "Dan tokoh utama atau otak mereka tentu berada di belakang sana untuk mengatur siasat, makanya begitu mendengar suara trompet segera mereka mengundurkan diri.� Koay-lok-ong berkeplok tertawa, "Haha, Sim Long memang tidak malu sebagai Sim Long, memang betul, serbuan gelombang pertama ini hanya bersifat menjajaki kekuatanku saja dan tidak bermaksud mencari menang. Sebab itulah begitu suara trompet berbunyi segera pasukan mereka ditarik mundur tanpa peduli kalah atau menang.�

"Ai, untuk penjajakan harus mengorbankan jiwa sebanyak ini, apakah imbalan ini tidak terlalu mahal?� ujar Miau-ji dengan

gegetun. "Di medan perang, yang diharap hanya menang, peduli korban banyak apa segala, memangnya terhitung apa hanya beberapa puluh lembar nyawa saja?� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. "Tapi orang yang menggunakan tipu dan siasat demikian bukankah terlalu kejam?� kata Miau-ji pula. "Sebagai seorang komandan, kalau tidak berhati keras, mana bisa

menjadi panglima perang?� ujar Ong Ling-hoa. "Tampaknya Liong-kui-hong ini bukan cuma mahir mengatur peperangan, tapi akalnya jelas juga tidak lemah.�

"Justru ingin kulihat betapa tinggi kepandaiannya,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa. Dan begitu berhenti suara tertawanya, mendadak ia membentak dengan bengis, "Periksa prajurit yang menjadi korban!� Cepat si jago nomor satu pasukan Angin Puyuh tampil ke muka dan melapor, "Sudah diperiksa, Ongya.�

"Bagaimana keadaannya?� tanya Koay-lok-ong. "Yang tewas tujuh orang dan luka-luka 13 orang, korban seluruhnya 20 orang,� lapor si nomor satu. "Tapi pihak lawan jatuh korban berjumlah 117 orang.�  Koay-lok-ong termenung sejenak, tiba-tiba ia bertanya, "Eh, ke mana perginya nona Pek?�

"Tecu tidak melihatnya,� sahut si nomor satu. "Apakah barisan sudah teratur baik?� tanya Koay-lok-ong. "Sesuai perintah Ongya sudah Tecu bagi menjadi 16 barisan dan empat regu pemanah, empat regu bergolok, empat regu perisai dan empat regu petombak, semuanya dipimpin oleh ketujuh anggota Angin Puyuh.�

"Pengintai sudah diatur?�

"Sudah, 20 orang di bawah pimpinan Samte sudah berangkat sejak tadi,� lapor pula si nomor satu. "Bagus,� kata Koay-lok-ong puas. Cahaya api gemerdep, pasir berhamburan tertiup angin, bayangan manusia bergerak di sana-sini, suasana diliputi ketegangan. Koay-lok-ong berdiri santai di luar kemah, gumamnya, "Medan perang ... inilah medan perang yang memabukkan setiap pahlawan dari zaman kuno hingga sekarang, rasanya aku pun ....�

"Huh, tempat seperti neraka ini masakah dianggap memabukkan,� jengek Cu Jit-jit. Koay-lok-ong tertawa, "Haha, rangsangan di medan perang masakah dapat dirasakan oleh anak perempuan serupa dirimu ini. Bilamana kau pegang kekuasaan besar, nasib beratus ribu orang tergantung kepada keputusanmu dalam sekejap, perasaanmu waktu itu tentu sukar lagi dilukiskan. Kesenangan yang kau dapat pun sukar diganti oleh apa pun.� Belum lenyap suaranya, tiba-tiba dari kejauhan muncul sesosok

bayangan melayang datang secepat terbang. Para penjaga sama membentak, "Hai, siapa? Berhenti!�

"Keparat, masakah aku saja tidak dikenal lagi?� terdengar bayangan orang itu tertawa ngikik. Di tengah suara tertawa merdunya Pek Fifi sudah hinggap di depan Koay-lok-ong. Sekarang dia sudah berganti baju yang singsat, mukanya juga memakai cadar sutra tipis. Koay-lok-ong tertawa cerah, "Aha, ke mana kau pergi? Memang sedang kukhawatirkan akan dirimu.�

Fifi menyingkap cadarnya dan menjawab dengan tertawa, "Silakan Ongya menerka.�

"Wah, jangan-jangan kau pergi menyelidiki keadaan pasukan Liong-kui-hong?�

"Ai, Ongya memang orang maha berbakat, urusan apa pun tak dapat mengelabui mata Ongya,� seru Fifi sambil berkeplok tertawa. "Liong-kui-hong bukanlah kaum bandit biasa,� ujar Koay-lok-ong dengan suara lembut, "kau pergi sendirian, bila terjadi apa-apa lantas bagaimana? Ai, untuk apa engkau harus menyerempet bahaya cara begini?� Gembong iblis yang mahakuasa ternyata juga bisa berubah lembut di depan Pek Fifi. Dari sini terbuktilah bahwa Pek Fifi memang mempunyai daya pikat mahabesar. Terdengar Fifi berucap dengan tertawa, "Diriku kan sudah milik Ongya, andaikan mati bagi Ongya juga tidak menjadi soal. Apalagi, kalau cuma orang-orang begitu saja masa mampu membunuhku?�

"Haha, betul,� seru Koay-lok-ong sambil berkeplok tertawa. "Kenapa kulupa Yu-leng-kiongcu kita yang pergi-datang tanpa meninggalkan jejak, kalau cuma seorang Liong-kui-hong saja mana terpandang olehnya.�

"Yang menakutkan memang bukan Liong-kui-hong,� ujar Fifi. "Yang menakutkan tentu saja engkau, bukan?�

"Ah, kenapa Ongya jadi bergurau denganku.�

"Pada saat menghadapi pertempuran seru kan perlu juga santai untuk mengendurkan saraf.�

"Tapi orang yang menakutkan yang kumaksudkan itu bukan Liong-kui-hong melainkan seorang lain lagi.�

"Memangnya siapa?� tanya Koay-lok-ong, agaknya ia jadi tertarik. "Kunsu (penasihat militer) mereka,� jawab Fifi. "Kunsu?� Koay-lok-ong berkerut kening. "Liong-kui-hong juga mempunyai seorang Kunsu? Kenapa selama ini tidak pernah kudengar. Dan dari mana kau tahu hal ini?�

"Dengan sendirinya dapat kudengar dari anak buah Liong-kui-hong."

"Apa yang kau dengar?"

"Dari percakapan mereka yang kudengar secara diam-diam, nyata Liong-kui-hong dipandang mereka sebagai pahlawan pujaan

mahahebat, tapi terhadap Kunsu itu mereka terlebih memuja serupa malaikat.�

"Memangnya bagaimana bentuk Kunsu mereka itu?� tanya Koay-lok-ong. "Kemah kediaman Liong-kui-hong dan Kunsu itu dijaga dengan sangat ketat, siapa pun jangan harap akan menyusup ke sana. Dengan sendirinya aku pun tidak dapat melihat dia.�

"Apakah telah kau peroleh namanya?� tanya Koay-lok-ong lagi. "Diam-diam kupancing keluar seorang pengintai mereka, lelaki itu cukup kepala batu juga, betapa pun kupaksa dengan kekerasan dan kupancing dengan harta benda tetap dia tidak mau buka mulut.�

"Tentu engkau mempunyai cara baik untuk membuatnya buka mulut,� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. Fifi tersenyum manis. "Memang tidak sulit bagiku untuk membuatnya bicara, begitu kusingkap cadarku dan tersenyum padanya, maka apa pun dituturkan seluruhnya.� Koay-lok-ong meraba jenggot dan tergelak,"Ya, tentu saja bicara, di dunia ini mana ada lelaki yang tahan terhadap senyumanmu.�

"Kenapa tidak ada, sedikitnya ada dua-tiga orang di sini,� seru Jit-jit gemas. Koay-lok-ong tidak menggubrisnya, katanya pula, "Dan apa yang diceritakannya?�

"Menurut keterangannya, Kuncu itu seorang tokoh misterius, belum-lama dia masuk dalam komplotan Liong-kui-hong, selain Liong-kui-hong menaruh kepercayaan penuh kepadanya, orang lain juga sangat kagum padanya. Cuma sepanjang hari orang ini selalu memakai mantel hitam, bahkan mukanya memakai kedok sehingga siapa pun tidak tahu wajah aslinya.�

"Siapa namanya?� tanya Koay-lok-ong. "Dia tidak bernama, tapi mengaku berjuluk Hok-siu-sucia (Duta Penuntut Balas),� tutur Fifi sekata demi sekata. Koay-lok-ong melengak, "Hok-siu-sucia? .... Jangan-jangan dia mempunyai dendam apa-apa terhadapku? Sebabnya Liong-kui-hong melakukan serbuan besar-besaran ini jangan-jangan atas hasutannya.�

"Tampaknya memang begitu,� ujar Fifi. "Dia mengaku berjuluk Hok-siu-sucia dan menyembunyikan nama aslinya, juga tidak mau memperlihatkan wajah aslinya kepada umum, setiap gerak-geriknya selalu misterius, jangan-jangan dia sudah kukenal?� kata Koay-lok-ong. "Apakah Ongya tidak dapat menerka siapa dia?� tanya Fifi. "Bahwa dalam waktu singkat dia dapat membuat bandit besar semacam Liong-kui-hong itu menaruh kepercayaan penuh kepadanya, juga dari tindak tanduknya jelas dia seorang yang cerdas, licin dan juga keji, sungguh aku tidak dapat menerka siapa aslinya dia.�

"Musuhmu terlampau banyak, dengan sendirinya tak dapat kau terka siapa dia,� ejek Jit-jit. Karena pikirannya lagi melayang jauh, Koay-lok-ong tidak menghiraukan ucapan Jit-jit, kembali ia tanya Fifi, "Selain itu, apa pula yang dapat kau selidiki?�

"Kulihat pengikutnya, selain pasukan yang baru kembali dari kekalahan di sini, jumlah mereka tidak ada 200 orang, tampaknya tidak begitu kuat.�

"O, jumlah mereka tersisa kurang dari 200 orang, agaknya aku telah menilai terlampau tinggi terhadap dia,� ujar Koay-lok-ong. "Sebab itulah saat ini mereka pun tidak berani sembarangan bergerak, mereka seperti lagi menunggu kesempatan. Namun semangat tempur mereka sangat tinggi, agaknya masih hendak melancarkan serangan kedua,� tutur Fifi.

Gemerdep sinar mata Koay-lok-ong, serunya, "Menunggu kesempatan? .... Hm, masa akan kuberi kesempatan kepadanya?�

"Habis apa rencana Ongya?� tanya Fifi. "Mengatasi lawan lebih dulu, menyerang sebagai pertahanan, serbu dia dalam keadaan belum siap,� ujar Koay-lok-ong. Fifi berkeplok, "Haha, memang betul! Serbu dia selagi belum siap dan tentu akan menang. Siasat Ongya memang sukar dibandingi orang lain.�

"Wahai Sim Long, coba lihat bagaimana dengan rencanaku ini?� ucap Koay-lok-ong tiba-tiba sambil menoleh. "Ya, memang tidak malu untuk disebut sebagai berbakat panglima perang,� ujar Sim Long dengan gegetun. "Masa cuma berbakat panglima perang saja?� kata Koay-lok-ong. "Memangnya panglima perang dari zaman dulu hingga sekarang adakah yang dapat melebihi diriku.�

"Ya, kalau bicara tentang keji dan ketekunan memang tidak ada yang melebihimu,� ujar Sim Long. "Itu dia, cukup pujian sepatah kata Sim Long saja melebihi sanjung puji ribuan kata orang lain,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa. Mendadak ia membentak, "Ambilkan arak!�

"Akan kutuangkan arak bagi Ongya,� ucap Fifi dengan senyum menggiurkan. Koay-lok-ong bergelak tertawa, "Setelah kuminum arak segera akan kuserang dia sehingga kalang kabut.� Segera Fifi menuangkan secawan arak penuh dan disuguhkan dengan tangan sendiri. Sekali tenggak Koay-lok-ong menghabiskan isi cawan itu, lalu membentak, "Di mana nomor satu?�

"Tecu siap!� seru si nomor satu sambil tampil ke muka. "Atur pasukan, siap tempur,� teriak Koay-lok-ong. Si nomor satu mengiakan. Belum lagi dia mengundurkan diri, tiba-tiba terdengar derapan kuda lari, seorang penunggang kuda muncul secepat terbang. Kawanan penjaga sama membentak, "Siapa itu? Turun!� Penunggang kuda itu mengibarkan bendera putih dan berteriak, "Atas perintah Pangcu, kudatang untuk minta menyerah!� Si nomor satu tertawa, katanya, "Haha, belum lagi bertempur mereka sudah menyerah.� Kening Koay-lok-ong bekernyit, bentaknya, "Biarkan dia kemari?� Cepat penunggang kuda itu membedal kudanya ke depan, lalu melompat turun dan menyembah, "Kasihan Ongya .... Kasihan Ongya! �

"Apakah kalian mau menyerah?� tanya Koay-lok-ong. Berulang-ulang orang itu menyembah, "Kebesaran Ongya laksana rembulan dan matahari di angkasa, Pangcu kami menyadari cuma cahaya kunang-kunang saja sukar menandingi cahaya matahari, sebab itulah hamba diutus kemari untuk minta menyerah, selanjutnya kami rela di bawah perintah Ongya.� Koay-lok-ong bergelak tertawa, "Haha, Liong-kui-hong tidak malu sebagai seorang pintar, jika sekarang dia tidak menyerah, sebentar lagi mungkin kalian akan mati tak terkubur.�

"Mohon ampun, Ongya,� seru orang itu sambil menyembah pula. "Baik, sekarang boleh kau pulang, suruh mereka berbaris dan

berlutut di tanah, segera kudatang menerima penyerahan kalian,� kata Koay-lok-ong. "Terima kasih atas budi kebaikan Ongya,� orang itu memberi hormat pula, lalu mengundurkan diri, sekali cemplak ke atas kudanya segera dilarikan kembali ke sana. Sesudah orang itu pergi, dengan tertawa Koay-lok-ong berkata, "Wahai, Liong-kui-hong, apakah benar kau seorang cerdik?� Fifi memandangnya dengan tersenyum, katanya, "Apakah Ongya ....�

"Ya, tentu saja kusiap menyerbu mereka,� teriak Koay-lok-ong mendadak, suara tertawanya pun lenyap. "Jika mereka mau menyerah, mengapa kita menyerangnya pula?� ujar si nomor satu dengan bingung. "Jika mereka siap menyerah, tentu mereka terlebih tidak berjaga-jaga, kesempatan ini justru akan kugunakan untuk menyikat mereka habis-habisan,� ucap Koay-lok-ong dengan bengis. "Aha, Ongya memang berpandangan jauh,� kata si nomor satu dengan kejut-kejut girang. "Siasat tidak melarang kelicikan, membasmi musuh harus tuntas, inilah gaya pekerjaanku selama ini,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa.

"Betul,� sambung si nomor satu. "Orang semacam ini tentu saja tidak boleh dibiarkan hidup, membabat rumput harus sampai akar-akarnya.� Dengan langkah lebar Koay-lok-ong menuju ke luar, serunya, "Sisakan dua regu untuk menjaga di sini, selebihnya ikut kuserbu musuh, bilamana musuh sudah disikat habis, boleh coba siapa lagi yang berani memusuhi diriku.�

*****

Begitulah Koay-lok-ong dan Pek Fifi lantas berangkat dengan membawa pasukannya. Angin meniup semakin kencang. "Sungguh keji dan kejam Koay-lok-ong ini,� omel Miau-ji. Sim Long tersenyum, katanya, "Tapi kali ini mungkin dia akan terjebak.�

"Terjebak?� Miau-ji menegas dengan heran. "Ya, kepergiannya ini tentu akan menubruk tempat kosong,� kata Sim Long.

Miau-ji tambah heran, "Memangnya kenapa�

"Pernyataan menyerah Liong-kui-hong ini jelas cuma pura-pura belaka,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Kau lihat orang yang diutus kemari itu, meski dia berlagak takut-takut, tapi gerak-gerik dan tutur katanya cekatan, sama sekali tidak ada tanda gugup dan takut, mana bisa menyerah dengan sungguh hati.�

"Tapi ... tapi mereka ....�

"Mereka sembari pura-pura menyerah, di lain pihak juga mengerahkan pasukannya, asalkan pihak Koay-lok-ong menubruk ke

sana, mereka pasti juga akan menyerbu ke sini,� tutur Sim Long dengan tertawa. "Ini namanya licik dibalas licik, gigi dibayar gigi.�

"Kiranya tipu yang mereka gunakan adalah 'memancing harimau meninggalkan gunung'� ujar Miau-ji dengan tertawa. "Betul,� kata Sim Long. "Tapi dari mana mereka tahu Koay-lok-ong ....�

"Tampaknya Kunsu mereka itu selain tipu akalnya tidak di bawah Koay-lok-ong juga sangat kenal watak lawannya ini, sebelumnya sudah diperhitungkan kemungkinan apa yang akan dilakukan makanya diatur tipu begini.�

"Kedua orang ternyata sama lihai dan sama pintarnya,� ujar Jit-jit tertawa. "Cuma Koay-lok-ong hanya tahu pihak sendiri dan tidak paham pihak lawan, maka pertempuran ini dia pasti akan kalah,� kata Sim Long. "Betul, dia kenal watak Koay-lok-ong, sebaliknya siapa dia belum lagi diketahui Koay-lok-ong, tanpa bertempur Koay-lok-ong memang sudah kalah,� tukas Miau-ji. "Jika Koay-lok-ong mempunyai Kunsu serupa Sim Long tentu dia takkan kalah,� ujar Jit-jit dengan tersenyum bangga. "Dia hanya pintar membual dan omong besar, padahal dia tidak dapat membandingi sebuah jari Sim Long pun.� Tiba-tiba Ong Ling-hoa mendengus, "Hm, semoga Kunsu itu tidak sepintar Sim Long, mudah-mudahan juga terkaan Sim Long tidak kena.�

"Jika Kunsu itu mengaku berjuluk Hok-siu-sucia, bila bertarung dengan Koay-lok-ong, dapat dibayangkan dia pasti akan menang, kalau tidak kan julukannya akan berubah menjadi Sang-si-sucia (Duta Pengantar Mati)?� ujar Sim Long dengan tersenyum. "Bilamana dia sepintar dugaanmu, tentu kita pun akan celaka,� ucap Ling-hoa dengan menghela napas panjang.

Jit-jit melengak, "Kenapa kita bisa celaka?� Ling-hoa tidak bicara lagi melainkan cuma memandang ke depan. Tidak jauh di depan sana ada beberapa orang bergolok sedang meronda mondar-mandir mengawasi gerak-gerik mereka, cuma apa yang mereka bicarakan tidaklah terdengar. Setelah Jit-jit berpikir sejenak, mendadak air mukanya berubah dan berkata, "Ya, betul, kita bisa celaka.�

"Oo, masa betul?� tanya Sim Long. "Coba bayangkan, jika pasukan berkuda Liong-kui-hong menyerbu kemari, penjaga di sini pasti tidak mampu melawan mereka, dan kalau Hok-siu-sucia datang untuk menuntut balas sesuai julukannya, tentu dia akan main sikat, segala sesuatu di sini pasti akan disapu habis.�

"Betul, tatkala mana kita pun pasti akan terbunuh semua,� tukas Miau-ji. "Biarpun kita berusaha memberi penjelasan pasti juga takkan dipercaya mereka.�

"Jika begitu, lantas bagaimana baiknya, Sim Long?� tanya Jit-jit khawatir. "Jangan gelisah,� ujar Sim Long dengan tersenyum. "Bisa jadi kita masih ada harapan akan hidup.� Bicara sampai di sini mendadak ia berteriak, "Hai, kawan yang

berada di sana, maukah coba kemari sebentar� Para peronda itu saling pandang sekejap, tampaknya komat-kamit sedang berunding, kemudian ada dua orang menuju ke sini, yang seorang bertubuh tinggi besar, seorang lagi kurus jangkung.

"Untuk apa kau panggil kami?� tanya si kekar dengan garang. "Angin di sini meniup terlampau kencang, apakah boleh kami minta pertolongan Toako agar kami dipindahkan ke belakang sana yang terhalang dari tiupan angin serta sukalah memberi kami beberapa lembar selimut,� pinta Sim Long dengan sopan. Si kekar terkekeh, "Hehe, orang sama bilang engkau ini lelaki baja, tak tersangka tubuhmu lebih lemah daripada anak dara, angin saja tidak tahan.� Meski di mulut berolok-olok, tapi sikapnya kelihatan akan memenuhi permintaan Sim Long. Si kurus ikut bicara, "Ongya berulang memberi pesan kepada kita

bahwa beberapa orang ini lebih daripada siluman rase, kita disuruh jangan gegabah. Kukira tidak perlu kita gubris permintaannya.� Si kekar menjawab, "Kulihat mereka pantas dikasihani, apalagi sekarang mereka tidak dapat bergerak sama sekali, memangnya apa yang dapat mereka perbuat atas diri kita? Apa salahnya kita berbuat amal sedikit?�

"Engkau berkuasa?� jengek si kurus. "Jika Toako tidak berkuasa, biarlah ....� Belum lenyap ucapan Sim Long, mendadak si kekar berteriak, "Dengan sendirinya aku berkuasa, yang bertanggung jawab juga aku.� Dengan marah-marah ia menuju ke sana dan memanggil lagi tiga orang temannya, serentak Sim Long berempat dipindah ke belakang kemah yang terhalang dari embusan angin. Cahaya lampu juga tidak dapat menyinari mereka. Setelah orang-orang itu pergi, tak tahan Jit-jit berkata, "Di sini

mungkin juga tidak aman.�

"Dengan sendirinya tidak aman, tapi kan jauh lebih baik daripada didepan sana,� ujar Sim Long. "Jika tetap berada di sekitar kemah ini, di depan dan di belakang kan tidak banyak bedanya.�

"Tentu ada bedanya,� kata Sim Long. "Di sini tidak diterangi oleh cahaya lampu, pada waktu pasukan Liong-kui-hong menerjang tiba tentu takkan memerhatikan tempat ini. Yang paling penting, bagian depan kemah ini terpantek sangat kencang, bagian belakang menggandul, bilamana pasukan Liong-kui-hong menerjang kian kemari, sedikitnya tali tambatan kemah ini akan tertebas putus dan kemah ini akan ambruk, karena berat belakang, kain kemah akan roboh ke belakang dan  kita pasti juga akan tertutup di sini.� Jit-jit tertawa senang, belum lagi dia bicara Ong Ling-hoa lantas berucap dengan gegetun, "Ai, di sinilah letak keunggulan Sim Long, yaitu cermat dan teliti, tindakannya terhadap setiap urusan sangat

mendetail, setitik pun tidak terlepas dari pemikirannya. Kecuali dia, tidak pernah kulihat ada orang dapat berpikir secermat ini.� Bicara sampai di sini, mendadak terdengar suara gemuruh kuda lari dari sana, agaknya semula rombongan penunggang kuda itu berjalan perlahan, sesudah dekat baru mendadak dibedal secepatnya. "Ternyata benar sudah datang,� kata Miau-ji. "Dugaan Sim Long memang tidak keliru,� tukas Jit-jit dengan tertawa, tertawa yang mengandung kejut, entah girang atau khawatir. Segera terdengar teriakan panik para penjaga tadi. Penjaga itu menyangka Koay-lok-ong pasti akan menang, saat ini pihak musuh mungkin sudah tersapu bersih, mimpi pun mereka tidak menduga akan terjadi perubahan demikian. Penjagaan mereka memang sudah kendur, bahkan ada di antaranya sedang mengantuk, sesudah musuh menyerbu tiba barulah mereka melompat bangun dengan gugup dan bingung mencari senjata masing-masing, ada juga yang menjerit kaget karena tidak tahu apa yang terjadi. Dalam pada itu suara teriakan serbu sudah menggema angkasa, pasukan berkuda menerjang datang dengan cahaya golok gemerlapan serupa gelombang laut mendampar tiba. Anak buah Koay-lok-ong ada yang belum sempat meraih senjata sudah keburu kepala dipenggal musuh, ada yang belum sempat memanah, tahu-tahu dada sudah ditembus tombak.

Seketika keadaan menjadi kacau, anak buah Koay-lok-ong menjadi panik dan banyak yang terinjak-injak oleh pasukan berkuda itu. Terdengar ringkik kuda dan jerit tangis membuat orang ngeri. Serentak sebagian anak buah Koay-lok-ong melarikan diri. Tapi belum lagi berapa jauh mereka mendadak seorang membentak di depan, "Melarikan diri di garis depan hukumannya mati, ayo berhenti!� Suara bentakannya tidak keras, tapi mengandung semacam nada yang membuat orang merinding. Beberapa orang itu sama ketakutan, waktu mendongak, tertampak di atas gundukan pasir sana berdiri dua penunggang kuda berjajar.

Kedua ekor kuda mereka berwarna hitam dan putih, yang berkuda putih berikat kepala putih dan berkedok putih pula, semuanya serbaputih, serupa badan halus dari neraka. Yang bermantel hitam juga menunggang kuda hitam, ikat kepala hitam dan berkedok hitam, kecuali sinar matanya yang serupa mata hantu itu ada bagian putihnya, seluruh tubuhnya sama diliputi warna hitam yang misterius. Jika si penunggang kuda warna putih serupa badan halus, si penunggang kuda warna hitam adalah setan dari neraka. Kedua penunggang kuda ini sama diliputi hawa pembunuhan yang menyeramkan. Saking ketakutan beberapa lelaki itu tidak sanggup merangkak bangun, dengan suara gemetar mereka bertanya, "Sia ... siapa kalian?�

"Hehe, masakah tidak dapat kau terka siapa diriku?� ucap si penunggang kuda putih. "Hah, jangan ... jangan engkau inilah Liong-kui-hong?� seru orang itu. "Betul,� ucap si penunggang kuda putih dengan tertawa. Waktu pandangan lelaki itu beralih ke arah si penunggang kuda hitam, mendadak ia bergemetar, "Kau ... kau ....� Berulang ia menyebut "kau�, tapi tidak dapat melanjutkan, sorot mata si penunggang kuda hitam seakan-akan dapat membetot sukma. "Hok-siu-sucia�, tidak pernah disangsikan lagi penunggang kuda hitam inilah si Duta Penuntut Balas. Meski hal ini sudah diketahuinya, tapi tidak dapat diucapkan. Walaupun orang-orang itu ingin lari, celakanya kaki seperti tidak mau menurut perintah lagi. "Kalian sudah tahu siapa dia?� tanya Liong-kui-hong dengan tertawa. Beberapa orang itu sama mengangguk dan tetap tidak sanggup

bersuara. "Kalau sudah tahu, apakah kalian masih ingin hidup?� Serentak beberapa orang itu menyembah dan berseru dengan

gemetar, "Am ... ampun, mohon ... mohon ampun!�

"Kalian minta ampun padaku?� baru sekarang si penunggang kuda hitam berucap sekata demi sekata. "Ya, mohon ... mohon ....� Mendadak si penunggang kuda hitam mendengus, suaranya dingin mengerikan, kebetulan ujung kedoknya tersingkap sedikit, "Coba kalian lihat siapakah aku?� Sekilas beberapa orang itu seperti melihat setan, tubuh mereka tambah menggigil dan menjerit bersama, "Hah, kiranya eng ... engkau ....� Baru saja mereka bersuara, mendadak tiga titik sinar tajam menyambar keluar dari mantel hitam, terdengar "plak-plok-plak� tiga kali, semuanya mengenai dada mereka. Sambil menjerit ketiganya lantas roboh terkulai. Mata si penunggang kuda hitam sama sekali tak berkedip, sorot matanya yang dingin menampilkan rasa senang, sikapnya serupa orang yang baru menggites mati tiga ekor semut dan sama sekali bukan soal baginya. Liong-kui-hong lantas berseru dan tertawa, "Haha, sungguh senjata rahasia yang cepat dan jitu!� Si penunggang kuda hitam hanya mendengus saja tanpa menoleh. "Meski selama ini engkau tidak mau memperlihatkan kepandaianmu, tapi dari caramu menyambitkan senjata rahasia ini sudah dapat kuduga engkau pasti orang yang mempunyai asal-usul tertentu, mengapa engkau mesti menyembunyikan asal-usul sendiri?� tanya Liong-kui-hong dengan tertawa. Kembali si baju hitam hanya mendengus saja. Sementara itu ketiga orang yang masih berkelojotan tadi sekarang sudah tidak bergerak lagi, jelas nyawa mereka sudah amblas. Liong-kui-hong memandang mereka dan berkata pula, "Sebelum mati ketiga orang ini seperti mengenali dirimu, bukan?� Lagi-lagi si baju hitam hanya mendengus. "Kenapa anak buah Koay-lok-ong bisa kenal padamu?�

"Hmk!� dengus si baju hitam pula. Tanpa terasa Liong-kui-hong memandang sorot mata orang yang dingin tajam itu, tiba-tiba ia menghela napas, "Selama sebulan ini tentunya dapat kau rasakan kuanggap dirimu sebagai sahabat sejati, mengapa segala urusanmu tetap kau rahasiakan bagiku?�

"Hmk,� kembali si baju hitam mendengus. "Malahan, sampai saat ini namamu saja tidak kau beri tahukan padaku.�

"Kan cukup asalkan kau tahu dapat kubantu padamu mengalahkan Koay-lok-ong.� Ia memandang jauh ke depan sana, ke medan perang yang sedang berlangsung pertempuran sengit dan pembunuhan tanpa kenal ampun itu. Bara balas dendam sedang berkobar dalam rongga dadanya. "Betul, sebenarnya cukup bagiku asal sudah tahu hal ini, engkau memang sudah berhasil mencekik leher Koay-lok-ong dan memberinya pukulan maut,� ujar Liong-kui-hong. "Tidak, lehernya belum kucekik, baru ekornya saja yang kuinjak, ini belum terhitung pukulan maut, pukulan yang mematikan harus kulakukan pada babak terakhir.�

"Apa pun juga sekali ini sudah cukup membuatnya kesakitan,� ujar Liong-kui-hong dengan tertawa. "Sejak kemunculan Koay-lok-ong mungkin belum pernah dia rasakan pukulan seberat ini.�

"Soalnya nasibnya memang lagi mujur,� jengek si baju hitam. "Dan sekarang nasibnya mungkin akan berubah jelek,� ujar Liong-kui-hong. "Betul, nasibnya memang akan berubah, cuma belum juga terhitung buruk,� kata si baju hitam. "Sebab apa?�

"Sebab belum lagi kutemukan satu orang.�

"Menemukan      satu   orang?�   Liong-kui-hong   menegas   dengan bingung. "Ya, jika dapat kutemukan, maka nasib Koay-lok-ong akan benar-benar maha buruk.� Mencorong sinar mata Liong-kui-hong, tanyanya cepat, "Siapakah orang ini?�

"Tidak kau kenal,� kata si baju hitam. "Tapi ... tapi di manakah akan kita temukan dia?� Jika orang ini tidak mau unjuk diri, siapa pun di dunia ini takkan menemukan dia.� Liong-kui-hong menghela, napas, tapi dia belum lagi putus asa, ia

tanya pula, "Apakah dia akan muncul di sini?�

"Mungkin,� kata si baju hitam. "Jika sudah bertemu, harap diminta agar dia suka membantuku.�

"Hm, orang ini serupa naga sakti yang sukar diraba jejaknya, hanya dirimu masakah juga ingin menarik dia bekerja bagimu?� jengek si baju hitam. Liong-kui-hong melenggong, "Tapi engkau ....�

"Dibandingkan dia, memangnya terhitung apa diriku ini?�

"Tapi semoga dia juga tidak akan ditarik ke pihak Koay-lok-ong.�

"Jika dia bekerja bagi Koay-lok-ong, saat ini kita berdua tentu sudah mati tak terkubur,� ujar si baju hitam. "Hah, masakah dia begitu lihai?� terkesiap juga Liong-kui-hong. "Sungguh sayang tak dapat kulukiskan betapa tinggi kungfu dan

betapa cerdik kepintarannya.�

"Adakah hubungan baik antara Koay-lok-ong dengan dia?� tanya Liong-kui-hong cepat. "Satu-satunya orang yang ingin dibunuhnya ialah Koay-lok-ong,� tutur si baju hitam. "Hah ....� kejut dan girang Liong-kui-hong, gumamnya, "Sungguh aku rela memenggal sebelah tanganku asalkan dapat mengetahui saat ini dia berada di mana? ....�

"Kukira, dia pasti takkan berada terlalu jauh ....� ucap si baju hitam.

*****

Dalam pada itu suara teriakan dan jeritan sudah mulai mereda. Anak buah Koay-lok-ong yang ditinggalkan berjaga di sini sudah berubah menjadi mayat. Ketika seorang penyerbu membedal kudanya lewat di samping kemah, segera kemah megah yang melambangkan kemewahan dan wibawa itu ambruk, lampu pun jatuh dan api berkobar. Dalam sekejap saja api lantas menjalar, seketika perkemahan anak buah Koay-lok-ong itu berubah menjadi lautan api. Teriakan dan sorakan kemenangan menggema angkasa, terkadang terdengar juga suara rintihan yang luka parah, mayat bergelimpangan terinjak-injak kaki kuda dari darah membasahi gurun pasir. Sorot mata si baju hitam yang membara tadi mulai padam, katanya kemudian dengan dingin, "Koay-lok-ong sudah waktunya pulang.�

"Tarik pasukan?� tanya Liong-kui-hong. "Ehm,� jawab si baju hitam. Segera Liong-kui-hong membunyikan trompet tanduk dan

mengumpulkan anak buahnya. Pertempuran ini tidak banyak jatuh korban di pihaknya, beratus penunggang kuda bersorak-sorai memuji kebesaran Liong-kui-hong atas kemenangan ini. Liong-kui-hong tertawa senang. "Apakah tidak terlalu dini tertawa senang sekarang?� jengek si baju hitam. Seketika Liong-kui-hong berhenti tertawa, "Memangnya apa yang perlu kita lakukan sekarang, harap Kunsu suka memberi perintah.�

"Mundur!� ucap si baju hitam. "Semangat tempur pasukan kita sedang berkobar, masakah mundur malah?�

"Ya, kubilang mundur!� ucap si baju hitam sekata demi sekata. Liong-kui-hong menghela napas,�"Baiklah, mundur juga boleh, cuma ... setelah mundur tentu akan merendahkan semangat tempur pasukan, jika Koay-lok-ong mengejar ....�

"Anak buah Koay-lok-ong menggunakan unta,� kata si baju hitam.

"Kenapa jika menggunakan unta?�

"Sama sekali Koay-lok-ong tidak menduga lawan akan menyerangnya, kalau tahu tentu dia takkan menggunakan unta, sebab meski unta tahan menjelajah jauh, tapi untuk kejar-mengejar dan serang-menyerang tidak selincah kuda.�

"Kenapa kita tidak ... tidak melabrak dia saja sekarang?�

"Hm, memangnya kau kira Koay-lok-ong itu orang macam apa?� jengek si baju hitam. "Orang macam apa pun dia, jika serangannya ini menubruk tempat kosong, tentu dia akan malu dan gemas, pasukannya pasti akan patah semangat dan pulang dengan lesu, kan kebetulan bagi kita untuk memberi pukulan terlebih keras?�

"Hm, jika kau ukur dia seperti orang biasa, mungkin kalian akan mati tak terkubur,� jengek si baju hitam. "Setelah dia menubruk tempat kosong, dia takkan malu dan marah, sebaliknya pasti akan menyusun kekuatannya terlebih rapi. Sedangkan anak buahmu kan sudah lelah setelah pertempuran ini, sedikit-banyak anak buahmu akan tinggi hati atas kemenangan yang diperoleh. Dalam keadaan letih dan lengah, menghadapi lawan yang mengalami kekalahan dan nekat, pasti pihakmu akan kalah habis-habisan.�

"Ah, betul juga ....� Liong-kui-hong mengangguk-angguk. "Kalau tidak diberi petunjuk Kunsu, sungguh kami bisa mati tak terkubur.�

"Hmk!� jengek si baju hitam. Liong-kui-hong termenung sejenak, lalu bertanya pula, "Dan sekarang kita harus mundur ke mana?�

"Meski tampaknya kita mundur, yang benar kita justru menyerang,� jawab si baju hitam. "Menyerang ke mana?�

"Ke sarang Koay-lok-ong.� Kejut dan girang Liong-kui-hong, "Tapi gerak-gerik Koay-lok-ong sangat misterius, siapa yang tahu akan sarangnya?�

"Kutahu,� kata si baju hitam sekata demi sekata. "Aha, bagus,� seru Liong-kui-hong. "Sekarang dia berada di sini,

sarangnya tentu kosong tak terjaga, serbuan kita dapat menyikat mereka habis-habisan.�

"Ayo berangkat,� kata si baju hitam sambil memutar kudanya. Segera Liong-kui-hong memberi aba-aba, "Pasukan berangkat!�

Di tengah suitan dan ringkik kuda yang ramai segera pasukan bergerak berbondong-bondong ke sana.

*****

Kemah induk yang megah itu memang betul sudah ambruk dan menimpa Sim Long berempat, meski tertindih oleh kain kemah yang

berat itu, tapi mereka justru mengembus napas lega. Habis itu suasana menjadi sepi, suara kuda lari makin jauh dan

akhirnya tidak terdengar lagi. Selang sejenak pula barulah Jit-jit merasa lega, desisnya, "Sim Long ...� Karena tertutup kain tenda, ia tidak dapat melihat apa pun. Untunglah lantas terdengar suara jawaban Sim Long, "Ternyata segalanya dapat kau terka dengan tepat.�

"Mana bisa salah, jika dia salah hitung, mana kita dapat hidup sampai sekarang?� ujar Miau-ji. "Tak tersangka Kunsu itu memang seorang tokoh maha lihai sehingga Koay-lok-ong dapat ditipunya,� ujar Ong Ling-hoa dengan gegetun. "Wahai Sim Long, dapatkah kau terka siapa dia?�

"Saat ini memang sukar kupastikan,� jawab Sim Long. Tiba-tiba Jit-jit berkata pula, "Aneh, mengapa mereka bisa mundur.�

"Sesudah lawan disikat habis, kenapa tidak mundur?� ujar Sim Long tertawa. "Dan mengapa mereka tidak mengadakan pertempuran menentukan dengan Koay-lok-ong, pada waktu mereka mendapat angin?� tanya Jit-jit. "Hah, jika kau jadi Kunsu Liong-kui-hong, tentu dia bisa celaka,� kata Sim Long dengan tertawa. "Sebab apa?� tanya Jit-jit. "Koay-lok-ong kan tidak dapat dibandingkan dengan orang biasa, sesudah mengalami kegagalan ini tentu dia akan menyusun kembali kekuatannya dan membangkitkan semangat tempur anak buahnya, sebaliknya setelah Liong-kui-hong mendapat kemenangan, pasukannya pasti tinggi hati dan lengah, bila bertempur lagi secara terbuka, pihaknya pasti akan kalah.�

"Ya, betul, tentu Hok-siu-sucia itu juga sudah memikirkan hal ini, dia memang sangat lihai,� seru Jit-jit. "Cuma sekali ini bila Koay-lok-ong mengejar ....�

"Koay-lok-ong takkan mengejar,� kata Sim Long. "Sebab apa?� tanya Jit-jit. "Di dunia ini mana ada unta yang lebih cepat daripada lari kuda?� kata Sim Long. "Tapi berlari di gurun pasir masa kuda dapat mencapai jauh?�

"Memangnya mereka tidak dapat berganti kuda?� ujar Sim Long tertawa. "Betul juga,� tertawa juga Jit-jit. "Sudah lama Liong-kui-hong menguasai gurun ini, untuk mengganti kuda tentu sangat mudah baginya.� Ong Ling-hoa berkata, "Kupikir jika Hok-siu-sucia itu sedemikian memahami Koay-lok-ong, kuyakin dia pasti juga tahu sarangnya, saat ini kebetulan dia dapat menyerang sarangnya yang tak terjaga itu.�

"Jika betul begitu, Koay-lok-ong sungguh bisa celaka,� kata Miau-ji. "Mereka takkan celaka,� kata Sim Long. "Pada waktu dia menang justru kau bilang dia akan celaka, sekarang dia akan celaka berbalik kau bilang dia takkan celaka, memangnya

apa alasanmu?�

"Sarangnya itu kan pangkalannya yang sudah berakar kuat, mana mungkin dibiarkan orang mengetahuinya,� ujar Sim Long. "Sekalipun dia keluar, di sana tentu sudah disiapkan segala sesuatu untuk menahan serangan musuh, kalau tidak kan bukan lagi Koay-lok-ong namanya?�

"Tapi Hok-siu-sucia itu bisa jadi juga sangat paham seluk-beluk siasat Koay-lok-ong,� kata Ling-hoa. "Urusan penting begini kecuali dia sendiri tidak mungkin diberitahukannya kepada orang lain,� kata Sim Long. "Biarpun Hok-siu-sucia itu tergesa-gesa ingin menuntut balas, jika terburu nafsu, bisa jadi dia sendiri akan celaka.�

"Ah, belum tentu,� jengek Ling-hoa. "Mendingan Sim Long tidak berkomentar, sekali dia bicara, kukira harus kau percaya kepadanya,� ujar Miau-ji dengan tertawa.

*****

Malam tambah larut, angin semakin kencang dan pasir berhamburan. Rombongan Koay-lok-ong tadi diam-diam meneruskan perjalanan, tapak unta yang berjalan di gurun pasir tidak banyak menimbulkan suara. Dengan sendirinya keleningan unta juga sudah dicopot. Dari jauh tertampak sebuah kemah berdiri di depan sebuah bukit pasir, sekelilingnya terlihat bayangan orang sama duduk diam. "Itu dia!� desis Fifi.

"Turun!� Koay-lok-ong memberi tanda, lalu ia memberi aba-aba, "Serbu!� Si nomor satu dari pasukan Angin Puyuh segera mendahului memimpin anak buahnya menerjang ke depan. Di mana pedangnya menebas seketika kepala manusia terpenggal. Tapi si nomor satu lantas berteriak, "Wah, celaka, kita tertipu!� Ternyata orang yang kelihatan duduk di situ semuanya orang-

orangan terbuat dari ikatan rumput. Anak buah Koay-lok-ong sama tercengang, anggota Angin Puyuh sama melongo bingung.

"Inilah tipu memancing harimau meninggalkan gunung,� seru Fifi dengan muka pucat. Koay-lok-ong berdiri melenggong juga seperti patung, tidak bergerak juga tidak bicara, sikapnya kelihatan beringas. Dengan sendirinya orang lain pun tidak ada yang berani bicara. Akhirnya Pek Fifi yang bersuara, "Ayolah lekas kita kembali kesana!� Si nomor satu juga menanggapi, "Ini tentu tipu mereka 'pura-pura bersuara di timur dan mendadak menggempur ke barat', saat ini perkemahan kita pasti sudah diserbu, jika kita tidak lekas kembali kesana mungkin tidak keburu lagi.�

"Hm, biarpun saat ini juga kembali ke sana tetap tidak keburu,� ujar Koay-lok-ong sambil menyeringai. Si nomor satu tidak berani bersuara lagi. Koay-lok-ong menatap jauh ke sana dan bergumam, "Hm, hebat benar Hok-siu-sucia itu .... Rasanya aku telah meremehkan dirimu.� Dengan suara lembut Fifi berkata, "Kalah atau menang adalah kejadian biasa di medan perang, hanya sedikit kekalahan saja apa artinya? Marilah kita lekas kembali ke sana.�

"Jika sekarang kita kembali ke sana, kita jadi benar-benar terjebak olehnya,� kata Koay-lok-ong. "Sebab apa?� tanya Fifi.

"Tidakkah kau lihat mereka sama lesu dan patah semangat?� desis Koay-lok-ong. "Maklumlah, selama mereka ikut padaku memang belum pernah mengalami kekalahan di medan laga, sebab itulah hati mereka sama ragu sangsi, jika sekarang kita kembali dengan tergesa-gesa, bila musuh terus menyambut kita dengan gempuran dahsyat, tentu pasukan kita akan tambah hancur.�

"Pertimbangan Ongya memang tepat,� ujar Fifi, "Cuma ....� Mendadak Koay-lok-ong bergelak tertawa pula dan berkata,

"Hahaha, memangnya kalian mengira aku benar-benar terjebak oleh mereka?� Tergerak pikiran Fifi, ia tahu apa maksud Koay-lok-ong, segera ia pun mengikik tawa dan berkata, "Ya, dengan sendirinya kutahu Ongya tak dapat tertipu.�

"Apa yang kulakukan ini memang sengaja kuberi rasa enak bagi mereka, supaya mereka lupa daratan dan lengah, dengan begitu aku akan dapat menghajar mereka dengan lebih dahsyat,� tutur Koay-lok-ong dengan tertawa keras. "Meski sekali ini dia berhasil menyerbu perkemahan kita, memangnya terhitung apa? Yang kutinggalkan di sana kan cuma anak buah yang sudah tua dan lemah, kekuatan yang sebenarnya kan ikut kita ke sini.� Karena ucapannya ini, anak buahnya serentak sama bersemangat

lagi. "Ya, dengan sendirinya Ongya takkan kalah selamanya,� ucap Fifi. Serentak anak buahnya juga bersorak, "Ya selamanya Ongya tak terkalahkan, hancurkan Liong-kui-hong! Matilah dia!�

"Ayolah anak-anak, mari kita serbu kembali ke sana, coba lihat apakah mereka berani menghadapi kita?!� seru Koay-lok-ong.

"Haha, mereka pasti akan lari mencawat ekor!� sorak orang banyak beramai. Hanya dengan beberapa patah kata saja Koay-lok-ong sudah dapat menggambarkan kekalahan sendiri menjadi kekalahan orang lain sehingga semangat anak buahnya yang sudah patah itu terbangkit kembali. Meski wajah Pek Fifi kelihatan tersenyum, di dalam hati diam-diam ia merasa gegetun, "Untuk menumpas orang ini sungguh tidak mudah.� Dilihatnya Koay-lok-ong berseri-seri, anak buahnya juga melangkah dengan gagah, kafilah unta itu berbondong-bondong kembali ke arah sana. Sungguh ajaib, keajaiban yang diciptakan Koay-lok-ong.

Tidak lama kemudian dapatlah Koay-lok-ong melihat perkemahan sendiri yang terbakar itu. Fifi menghela napas, "Aku tidak sayang urusan lain kecuali satu hal saja.�

"Kau maksudkan Sim Long?� tanya Koay-lok-ong dengan tersenyum. "Membiarkan Sim Long mati cara begini kan sangat sayang,� ujar Fifi. "Mestinya hendak kuperalat dia, habis itu akan kubikin dia mati konyol dengan segala macam siksaan.�

"Jangan khawatir, dia pasti takkan mati,� ucap Koay-lok-ong dengan tertawa. "Dia kan tidak dapat bergerak, bila pasukan Liong-kui-hong menyerbu ke sana dan membakar kemah kita, mustahil dia dapat menyelamatkan diri?� kata Fifi. "Orang lain tidak bisa, dia tentu bisa,� ujar Koay-lok-ong. "Tapi mustahil dia ....�

"Jika Sim Long tidak mampu membuat dirinya tetap hidup tentu dia takkan bernama Sim Long.� Angin menderu-deru, di tengah asap yang masih mengepul, mayat bergelimpangan berlepotan darah. Di bawah cahaya api kelihatan muka yang beringas dan keadaan yang mengerikan. Menyaksikan kawan-kawannya sudah mati semua, anak buah Koay-lok-ong menjadi jeri lagi, ada yang kelihatan gemetar. Segera Koay-lok-ong berteriak lagi, "Lihatlah, musuh kan sudah lari mencawat ekor .... Huh, cuma mereka saja masa berani menghadapi kita secara terang-terangan?!�

"Ayo, kejar!� teriak orang banyak. "Jangan tergesa-gesa, memangnya mereka dapat lari?� ujar Koay-lok-ong, ia menyapu pandang sekejap sekelilingnya, mendadak ia berseru pula, "Lekas singkap tenda induk itu, Sim Long pasti tertutup

di bawahnya.�

"Semoga dia belum mati terbakar,� ucap Fifi dengan tertawa. "Sim Long pasti tidak akan mati terbakar semudah itu,� tukas Koay-lok-ong.

*****

Dengan cepat api dapat dipadamkan. Dengan sendirinya dipadamkan dengan pasir. Di gurun pasir air tidak nanti digunakan untuk memadamkan api, biarpun jenggot terbakar juga takkan disiram dengan air. Si nomor satu sedang sibuk memimpin anak buahnya memeriksa ransum dan air minum yang masih tertinggal. Di gurun pasir air merupakan urat nadi manusia. Sekarang Sim Long asyik minum air. Koay-lok-ong lagi memandangnya sambil mengelus jenggot, katanya tiba-tiba, "Pada waktu sebelum serbuan Liong-kui-hong, tentu engkau telah berusaha minta orang memindahkan kalian kebelakang kemah, bukan?� Sim Long tersenyum dan menjawab, "Betul.� Meski keadaannya sekarang sangat runyam, namun senyuman khas tetap menghias wajahnya. Kalau tidak melihat sendiri tentu takkan percaya orang yang baru lolos dari maut itu masih dapat tersenyum. "Jika begitu, tentu sebelumnya sudah kau perhitungkan kemungkinan serbuan Liong-kui-hong, bukan?� tanya Koay-lok-ong pula. "Betul,� jawab Sim Long. "Dan tidak kau katakan padaku?�

"Soalnya engkau tidak tanya,� jawab Sim Long. Koay-lok-ong menatapnya dengan sorot mata tajam, sampai sekian lama mendadak ia berteriak lagi, "Baik, sekarang kutanya padamu, menurut pendapatmu, saat ini Liong-kui-hong dan pasukannya lari ke mana?�

"Mereka bukan 'lari', pihak yang menang perang kan tidak perlu lari,� ujar Sim Long. Alis Koay-lok-ong menegak, tapi segera ia bergelak tertawa, "Ya, betul, mereka bukan lari. Tapi ke manakah perginya mereka?�

"Apakah perlu kau tanya padaku?�

"Sekarang juga kutanya padamu.�

"Bila seorang memukul ular, bagian mana yang akan dihajarnya?�

"Bagian leher tepat di bawah kepala.�

"Di mana bagian fatalmu?� tanya Sim Long. Gemerdep sinar mata Koay-lok-ong, mendadak ia tergelak pula, "Haha, bagus! Sim Long memang tidak malu sebagai Sim Long .... Haha, bilamana tidak kubekuk dirimu seperti ini, sungguh aku takkan pernah tidur nyenyak dan makan nikmat.� Dia terbahak-bahak, lalu berucap pula,"Wahai Sim Long, apakah kau kira bagian kelemahanku itu mudah diserang?�

"Sekali serang sedikitnya akan membuat cedera tangannya,� ujar Sim Long tersenyum. "Haha, masa cuma tangannya saja yang cedera? ....� mendadak Koay-lok-ong berhenti tertawa dan membentak, "Di mana si nomor satu?!� Cepat si nomor satu membedal kudanya ke depan, serunya sambil memberi hormat, "Tecu sudah memeriksa perbekalan dan ternyata tidak kekurangan, hanya air minum saja yang cuma cukup untuk persediaan satu hari, maka kita perlu memutar ke Kewat ....�

"Soal ini jangan diurus dulu, kutanya padamu, ketujuh tempat peternakan kuda yang kusuruh usahakan itu, tempat mana yang

berjarak paling dekat dari sini?� tanya Koay-lok-ong. "Ada yang terdekat, yaitu Pek-liong-tui (onggokan naga putih),�

jawab si nomor satu. "Mungkinkah tempat itu diketemukan Liong-kui-hong?� tanya Koay-lok-ong pula.

Jilid 36

"Benua hijau (oasis) itu baru saja ditemukan, biarpun Liong-kui-hong mengetahui setiap jengkal tanah hijau di gurun pasir ini, tempat kita ini pasti takkan diketahui olehnya,� tutur si nomor satu dengan penuh keyakinan. "Berani kau jamin?� bentak Koay-lok-ong. "Oasis itu sudah Tecu tutup dengan berbagai alingan buatan, pasti takkan ketahuan.�

"Sudah berapa banyak kuda yang dipelihara?� tanya Koay-lok-ong pula. "Lantaran tanah hijau itu tidak terlalu subur, maka sampai sekarang baru terawat 12 ekor, namun semuanya kuda pilihan satu di antara seribu.�

"Dengan kecepatan lari unta, dari sini ke sana diperlukan waktu berapa lama?�

"Dalam waktu dua jam akan sampai di sana,� jawab si nomor satu. "Kecuali dirimu sendiri, siapa lagi yang kenal jalannya?�

"Hanya Samte (adik ketiga) saja.� Akhirnya Koay-lok-ong tertawa cerah, "Bagus .... Dengan bakatmu sebenarnya sudah mampu berdiri sendiri, maka dapatlah kuserahkan pasukan ini di bawah pimpinanmu. Sim Long dan lain-lain juga kuserahkan padamu.�

"Lantas Ongya sendiri ...."

"Hendaknya kau suruh Losam memilih sembilan orang ikut dalam rombonganmu, segera aku pun akan berangkat, lebih dulu menuju tempat perawatan kuda,� kata Koay-lok-ong. Si nomor satu tidak berani tanya lagi, ia mengiakan dengan hormat,

lalu mengundurkan diri. Koay-lok-ong lantas menarik bangun Pek Fifi, katanya, "Marilah kau pun ikut pergi bersamaku.�

"Ongya hendak pergi ke mana?� tanya Fifi dengan senyum memikat. Koay-lok-ong tertawa keras, "Kita akan pulang dulu,   akan mematahkan tangan yang menjemukan itu.� Dalam waktu singkat rombongan Koay-lok-ong lantas dalam perjalanan, gerak cepat mereka sungguh harus dipuji, hampir tidak pernah membuang waktu percuma. Jit-jit berkata dengan gegetun, "Tampaknya Hok-siu-sucia itu selain gagal total usaha balas dendamnya, bahkan ingin pulang dengan selamat pun sukar.�

"Meski pertarungan ini dilakukan terlampau tergesa-gesa sehingga gagal, tapi bila Koay-lok-ong ingin menumpasnya rasanya juga tidak gampang,� ujar Sim Long dengan tersenyum. "Aku pun berharap dia dan Koay-lok-ong ....� Mendadak terputus ucapan Jit-jit, sebab dilihatnya si nomor satu sedang mendekat dengan langkah lebar. Dengan tersenyum ia berkata kepada Sim Long, "Ongya telah menyerahkan tugas berat ini di atas bahuku, meski tenagaku terbatas terpaksa harus kupikul. Bilamana sepanjang jalan Kongcu sudi sering memberi petunjuk, tentu aku akan sangat berterima kasih.�

"Ah, bicaramu terlalu sungkan,� kata Sim Long tertawa. Tapi dengan serius si nomor satu menjawab, "Apa yang kukatakan

adalah sesungguh hati, terhadap Sim-kongcu sungguh aku kagum tak terkatakan. Sepanjang jalan jika Kongcu suka bekerja sama segala permintaanmu pasti akan kupenuhi.�

"Sungguh Koay-lok-ong sangat beruntung mempunyai murid serupa dirimu,� ujar Sim Long. "Seorang yang dapat bersikap merendah diri terhadap tawanannya, kelak pasti akan mencapai sukses yang tak terhingga.�

"Terima kasih atas pujian Kongcu,� sahut si nomor satu sambil hormat. "Bolehkah kuketahui namamu?�

"Sesudah masuk perguruan Ongya, nama kami sudah lama terlupakan semua,� jawab si nomor satu. "Cuma, karena Kongcu ingin tahu, biarlah kukatakan .... Tecu bernama Pui Sim-ki.�

"Pui Sim-ki? Sungguh nama yang indah,� kata Sim Long. "Bolehkah kutanya, kita akan menuju ke mana?�

"Lebih dulu menuju ke Kuwat untuk menambah perbekalan, lalu memutar ke barat laut.�

"Barat laut?� mendadak Ong Ling-hoa menukas. "Memangnya hendak ke tempat macam apa?�

"Menuju ke daerah Robor,� tutur Pui-Sim-ki dengan tersenyum. Tergerak hati Ling-hoa, "Robor? .... Apakah daerah rawa-rawa yang menurut kabar di dunia Kangouw suatu tempat yang sukar dilintasi burung itu?�

"Betul, memang itulah tempat yang akan kita tuju.�

"Wah, jika di sana burung dan binatang pun tidak dapat hidup, cara bagaimana manusia akan dapat hidup di sana?� timbrung Jit-jit. "Sudah tentu ada manusia yang sanggup hidup di sana,� ucap si nomor satu alias Pui Sim-ki. "Orang lain mungkin sanggup, tapi selamanya Koay-lok-ong mengutamakan hidup nikmat, kafilahnya pun menggunakan kemah yang megah, semuanya serbamewah, masa di tempat hantu begitu juga ada tempat tinggal?�

"Koay-lok-ong adalah manusia luar biasa, orang luar biasa tentu juga mempunyai tempat kediaman yang luar biasa,� ujar Sim Long. "Aha, pantas Ongya sering bilang Sim-kongcu adalah orang yang paling kenal pribadi beliau, tampaknya memang tidak salah pandangan beliau,� seru Pui Sim-ki sambil berkeplok. Kuwat adalah sebuah oasis atau tanah hijau yang subur yang paling luas di tengah gurun Pek-liong-tui, sekian tahun terakhir tempat ini sudah berubah menjadi sebuah pasar atau tempat dagang, kaum gembala dan kaum saudagar sering melakukan macam-macam jual-beli di sini. Kafilah yang berlalu-lalang juga sama berhenti di sini. Soalnya ratusan li di sekitar tempat ini hanya tempat inilah satu-satunya tanah hijau yang terdapat sumber air. Begitulah kafilah yang dipimpin Pui Sim-ki juga singgah di sini dan menambah air minum dengan harga yang mahal. Habis itu kafilah mereka lantas mulai memasuki daerah rawa-rawa Robor yang saking luasnya sukar dilintasi burung terbang. Perjalanan ini tentu saja sangat sulit, kalau saja Pui Sim-ki tidak paham seluk-beluk daerah ini, sungguh sukar dibayangkan cara bagaimana mereka akan melintasi daerah hantu ini. Sekalipun di tengah keadaan sulit, kafilah mereka masih tetap mempertahankan disiplin yang ketat, barisan tetap rajin dan beriring-iring menuju ke daerah kering bekas sungai Kuruk. Sekarang, akhirnya Cu Jit-jit dapat menumpang satu unta bersama Sim Long. Meski perjalanan sangat sulit, namun hatinya selalu dirasakan manis dan bahagia. Dia tidak pernah berdekapan sekian lama dengan Sim Long,

sungguh dirasakan perjalanan ini tidak sia-sia. Ia tidak tahu bahwa makin maju selangkah ke depan, jarak mereka dengan kematian juga tambah dekat selangkah. Inilah perjalanan kematian dan sekarang mereka sudah mendekati titik akhir. Sesudah memasuki daerah rawa-rawa, angin pasir menjadi kecil. Suasana terasa sunyi, hanya suara keleningan unta yang nyaring

terkadang berkelinting memecah perjalanan yang gersang ini. "Mengapa Koay-lok-ong tinggal di tempat semacam ini? Apakah dia tidak takut menderita?� ujar Jit-jit. "Di tengah gurun, di mana-mana terdapat tempat misterius yang sukar dibayangkan,� ujar Sim Long. "Kukira di tengah rawa tentu juga ada satu tempat begitu dan Koay-lok-ong tinggal di situ.�

"Tempat misterius? Masa di tengah gurun juga ada tempat serupa kuburan kuno itu?�

"Keajaiban alam ini siapa yang dapat menduganya?� ujar Sim Long. Jit-jit termenung sejenak, ujung mulutnya menampilkan senyuman manis, katanya kemudian, "Masih ingat tidak ketika kita berada dikuburan kuno ....�

"Ya, untuk pertama kalinya kita bertemu Kim Bu-bong di sana,� kata Sim Long. "Kupikirkan urusanmu, engkau justru teringat kepada orang lain,� omel si nona. "Engkau berada di sini, buat apa kupikirkan lagi, sebaliknya Kim Bu-bong kan .... mendadak Sim Long menghela napas. Wajah Jit-jit juga menampilkan rasa haru, ucapnya, "Kim Bu-bong memang tidak diketahui bagaimana nasibnya, tapi adikku sendiri (si Anak Merah) sejak itu juga ... juga hilang dan entah ke mana perginya.�

Sim Long tertawa cerah, katanya, "Adikmu itu pintar dan lincah, siapa pun tidak tega membikin susah dia, siapa yang menemukan dia pasti akan menjaganya dengan baik.�

"Tapi bila jatuh di tangan orang jahat, kan bisa ....� Jit-jit menjadi sedih. Mendadak bergema suara keleningan unta, terdengar seruan Pui Sim-ki, "Sim-kongcu ....�

"Ada apa,� jawab Sim Long. Pui Sim-ki menyingkap tabir tenda kecil dan berkata, "Maaf jika kuganggu kalian, terpaksa harus kuperlakukan kasar kepada kalian.�

"Perlakuan kasar?� Jit-jit tidak mengerti. Pui Sim-ki memperlihatkan dua potong kain hitam, katanya dengan tertawa, "Tempat tujuan sudah hampir sampai, terpaksa harus kututup mata kalian.�

"Ai, toh di sini juga kami tidak dapat melihat apa-apa dan mata kami masih perlu ditutup?� ujar Jit-jit. "Maaf, atas perintah Ongya, terpaksa harus kulaksanakan,� jawab Pui Sim-ki dengan menyesal. Maka Sim-Long dan Jit-jit kemudian tidak dapat melihat apa-apa lagi. Meski kain hitam itu tidak terlalu erat menutupi mata mereka namun cukup rapat. Tidak lama kemudian, tiba-tiba dari jauh ada suara teriakan lantang, seorang berseru, "Ban-tiang-ko-lau (gedung setinggi selaksa

tombak).� Lalu pihak sana menjawab, "Jim-kok-yu-lan (anggrek indah di lembah gunung)!� Habis itu langkah unta tambah cepat, derap langkah tambah keras. "Apakah mungkin kedua kalimat itu kata sandi Koay-lok-ong?� tanya Jit-jit. "Jika begitu tampaknya di sinilah sarang Koay-lok-ong?�

"Dari suara kaki unta, agaknya sudah sampai di tanah yang keras,� ujar Sim Long. Belum lenyap suaranya, mendadak terdengar suara orang ramai, terdapat pula suara orang perempuan dan ngikik tawa anak kecil. "Masa di sini ada sebuah kota?� ucap Jit-jit heran. "Secara logika mestinya tidak ada, dari suara kaki unta yang menyentuh tanah, tempat seperti ini tidak mungkin dapat dibangun perumahan, bisa jadi ... bisa jadi tempat ini cuma berkumpulkan rakyat gembala dan cuma dikelilingi perkemahan saja di sekitar sini.�

"Tapi mengapa Koay-lok-ong bisa tinggal di sini?�

"Aku sendiri tidak dapat menerkanya.� Tengah bicara, suara berisik dan tertawa orang tadi sudah mulai jauh lagi. Rupanya kafilah mereka telah melalui dusun itu. Menyusul rasanya seperti menurun ke bawah. Jit-jit tambah heran, "Aneh, di sini kan tanah datar, kenapa bisa menuju ke bawah?� Sim Long termenung tanpa bersuara. Dalam pada itu derap kaki unta tambah keras, dari kedua samping seperti berkumandang suara yang menggema, mereka seperti memasuki sebuah lorong batu yang sempit dan panjang. Terdengar suara Pui Sim-ki lagi berkata, "Losam, apakah Ongya sudah pulang?�

"Dengan sendirinya sudah pulang,� suara si nomor tiga menjawab. "Ongya menyuruhmu membawa dulu Sim Long dan lain-lain ke

sana.� Perlahan langkah unta lantas berhenti, Sim Long dipindahkan ke dalam sebuah tandu lunak. Tandu terus digotong menuju ke depan. "Jit-jit ....� Sim Long coba memanggil. Tapi yang menjawab adalah suara Pui Sim-ki dengan tertawa, "Cu

Jit-jit berada di tandu yang lain.�

"O, tempat apakah ini? Jangan-jangan di bawah tanah?� tanya Sim Long. "Setelah Kongcu bertemu dengan Ongya tentu akan tahu dengan sendirinya.� Terpaksa Sim Long tutup mulut. Jika dikatakan tempat ini di bawah tanah, masa di tanah gurun yang lunak ini dapat dibangun sebuah istana di bawah tanah? Bila bukan di bawah tanah, lantas tempat apakah ini?

Akhirnya kain hitam penutup mata dibuka. Pandangan Sim Long terbeliak, dari kegelapan dia telah memasuki sebuah dunia lain, memasuki suatu tempat yang gilang-gemilang, sungguh suatu keajaiban. Inilah sebuah istana yang megah, pilarnya sangat besar dengan ukiran yang indah dan antik, dinding sekeliling gemerlap memancarkan cahaya aneh. Mimpi pun Sim Long tidak menyangka di tengah gurun pasir terdapat bangunan semegah ini, bilamana benar istana ini terletak dibawah tanah, maka hal ini sungguh suatu keajaiban. Permadani menghampar pada undakan batu pualam putih memanjang ke atas. Dari atas sana berkumandang suara tertawa senang Koay-lok-ong, "Aha, Sim Long, coba lihat bagaimana tempatku ini?� Sim Long memuji, "Sungguh megah dan ajaib, sungguh tidak ada taranya, seumpama di permukaan bumi pun jarang ada, jika di bawah tanah ....�

"Memang betul di bawah tanah,� kata Koay-lok-ong tertawa. "Engkau dapat membangun istana megah ini di bawah tanah, selain

memuji, sungguh sukar untuk dipercaya kalau tidak menyaksikan sendiri.�

"Meski tempat ini telah kuperbaiki, tapi bukan aku yang membangunnya,� kata Koay-lok-ong dengan bangga. "Bangunan ini

semula terletak di permukaan bumi, maka engkau pun tidak perlu terlalu kaget.�

"Semula berada di permukaan bumi, mengapa bisa pindah ke bawah tanah?�

"Tempat ini tadinya adalah sebuah kota, pada zaman dinasti Ciu sudah ditinggalkan dan lama-lama pun teruruk oleh batu dan pasir, sesudah kutemukan, dengan susah payah kuperbaiki selama sepuluh tahun dengan biaya berjuta laksa tahil emas dan akhirnya dapatlah pulih kemegahannya seperti sediakala.�

"Wah, ceritamu ini serupa dongeng saja.�

"Ini bukan dongeng, menurut catatan sejarah memang terdapat tempat ini. Apakah pernah kau dengar istilah Lau-lan?�

"Lau-lan ....� Sim Long bergumam, mendadak ia berseru, "Aha, betul, kuingat.�

"Coba jelaskan,� kata Koay-lok-ong. "Lau-lan adalah nama sebuah kerajaan di daerah barat sini pada zaman dinasti Han. Untuk berhubungan dengan beberapa negeri barat, utusan kaisar Han-bu-te sering lalu di negeri ini dan sering diganggu. Pada waktu Han-ciu-te naik takhta, dikirimnya panglima perang Po Kay-cu untuk menyerbu negeri ini dan membunuh rajanya, tempat ini pun berganti nama menjadi Sisian. Jangan-jangan tempat inilah bekas istana raja Lau-lan dulu?�

"Haha, Sim Long memang berpengetahuan luas, tempat ini memang betul bekas kota-raja Lau-lan,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa gembira. "Sesudah kutemukan, lalu kubangun kembali seperti sekarang.� Sim Long menatap lekat-lekat Koay-lok-ong yang tertawa senang itu, katanya dengan gegetun, "Meski tempat ini bukan dibangun olehmu, tapi caramu menemukan dia pasti tidak kurang sulitnya daripada waktu membangunnya.�

"Haha, betapa pun cuma Sim Long saja yang kenal pribadiku,� Koay-lok-ong berkeplok senang. "Tapi aku tidak tahu saat ini Him Miau-ji berada di mana?�

"Haha, sungguh Sim Long yang berbudi luhur! Engkau tidak tanya Jit-jit dulu melainkan tanya Him Miau-ji. Namun jangan kau

khawatir, jika engkau masih hidup, tentu mereka pun takkan mati.�

"Dan bagaimana dengan sebuah tangan itu?� tanya Sim Long pula. Seketika berhenti tertawa Koay-lok-ong, teriaknya sambil

menggebrak meja, "Hok-siu-sucia itu ternyata selicin rase, sekali serangan tidak berhasil terus mengundurkan diri, akhirnya lolos juga.� Ia berhenti sejenak, lalu berucap pula dengan tertawa, "Tapi kukira dia masih akan datang lagi. Bila dia berani datang pula, tempat inilah akan menjadi kuburannya. Tatkala mana akan kulihat sebenarnya dia itu penyamaran siapa?� Tiba-tiba bergema suara tertawa merdu, Pek Fifi muncul dengan lemah gemulai. Dia sudah berganti pakaian sutra tipis, di bawah cahaya lampu tampaknya serupa bidadari dari kahyangan dan tidak mirip lagi badan halus dari neraka. Ia pandang Sim Long dengan tertawa, lalu berkata, "Sim Long, apakah kau mau tahu suatu berita baik?�

"Kabar yang menyenangkan selalu kusiap mendengarkan,� jawab Sim Long. "Ongya dan aku sudah memutuskan akan menikah tujuh hari lagi,� tutur Fifi sekata demi sekata. "Hah, ka ... kalian benar akan ....� kaget juga Sim Long. "Makanya sedikitnya kalian dapat hidup lebih lama beberapa hari lagi,� tukas Fifi dengan tertawa manis. "Dalam masa bahagia kan tidak boleh membunuh orang?�

"Tujuh hari ... tujuh hari kemudian ....� Sim Long jadi gelagapan. Koay-lok-ong bergelak tertawa, "Tempat ini terletak jauh dan sepi, untuk meramaikan suasana tentu akan kuundang kalian sebagai tamu agung� Fifi tertawa senang, "Sebelum mati engkau dapat menyaksikan pernikahan kesatria paling besar di zaman ini dengan perempuan paling cantik, hidupmu kan juga tidak percuma.�

*****

Sekarang Sim Long berbaring di suatu tempat tidur, dinding sekeliling kamar ini penuh macam-macam ukiran aneh dan antik,

ada ukiran manusia berkepala binatang, ada binatang berkepala manusia, bentuknya buruk, namun seni lukisnya bernilai tinggi. Namun perabotan di dalam kamar tampak mewah dan baru, meja besar dengan kursi yang lunak, tempat tidur berukir dengan kelambu bersulam. Jelas ini perlengkapan yang ditambah Koay-lok-ong sendiri, sebab pada zaman dinasti Ciu umumnya orang duduk di lantai dan belum kenal kursi. Di kamar inilah terbentuk perpaduan seni antik dan zaman baru, berbaring di tempat tidur dan menikmati seni zaman kuno memang juga semacam kenikmatan yang sukar dicari. Namun pandangan Sim Long justru tertuju ukiran di dinding itu, sejak mendengar ucapan Pek Fifi, hatinya lantas bergejolak. "Perjodohan yang mahabesar, kesatria mahabesar menikah dengan perempuan paling cantik zaman ini ....� sungguh Sim Long tidak tahu harus menangis atau kudu tertawa. Setahunya kejadian ini adalah tragedi yang paling konyol, dilihatnya tragedi ini segera akan terjadi, tapi dia tidak dapat mencegahnya. Apalagi dalam hatinya tentu juga masih ada banyak urusan lain yang perlu dipikirkan. Keadaan sunyi senyap, tidak ada suara apa pun, serupa di dalam kuburan. Apakah benar dia juga akan terkubur di sini? Tiba-tiba terdengar suara pintu batu bergeser. Tercium olehnya bau harum bunga yang biasa terdapat pada tubuh Pek Fifi itu. Memang betul Fifi telah muncul, setiba di depan ranjang, ia menunduk untuk memeriksa Sim Long. Seorang mengantarkan satu talam makanan, lalu mengundurkan diri. Dengan gemulai Fifi berjalan sekeliling di dalam kamar, lalu berkata dengan tertawa, "Apakah kau tahu siapa yang mendiami kamar ini pada zaman kerajaan Lau-lan?�

"Siapa?� tanya Sim Long. "Thay ... Thaykam (dayang kebiri) ....� Perlahan Fifi membalik ke sana dan meraba ukiran dinding, lalu menyambung, "Apakah kau tahu ukiran ini melambangkan apa?�

"Aku tidak ingin mempelajari sejarah, aku cuma ingin tanya ....�

"Jangan kau tanya padaku,� potong Fifi. Aku yang tanya padamu lebih dulu .... Ukiran ini melambangkan apa?� Sim Long menghela napas dan menjawab, "Entah, aku tidak tahu.�

"Ukiran ini adalah sebagian dari agama yang dipuja kerajaan Lau-lan,� tutur Fifi. "Ukiran ini melambangkan nafsu berahi,

melambangkan nafsu berahi seorang yang tidak mendapatkan kepuasan.� Meski Sim Long pernah mendengar uraian orang tentang hal-hal yang mengejutkan, tapi seorang gadis bicara secara blakblakan di depan seorang lelaki mengenai seks, hal ini membuatnya melongo juga. Terpaksa ia menjawab dengan menyengir, "Luas juga pengetahuanmu.� Fifi tertawa merdu, "Apakah kau heran? Kau kaget? Kau pikir aku tidak pantas bicara demikian? Setiap orang menganggap pembicaraan urusan ini adalah semacam dosa? Tapi tidak ada yang mau tahu bahwa justru urusan inilah mahapenting untuk dibicarakan.� Sim Long hanya dapat berdehem saja. Fifi berucap pula, "Tidak perlu engkau berlagak berdehem, ini memang urusan serius, coba kau lihat ....� ia menuding ukiran berbentuk setengah manusia dan setengah binatang itu, lalu menyambung, "Jika nafsu berahi seorang tidak mendapatkan kepuasan, lahirnya mungkin terlihat manusia, tapi hatinya sudah ada sebagian berubah menjadi binatang.�

"Oo?!� Sim Long melenggong. "Misalnya seorang Thaykam .... Jiwa seorang Thaykam pasti tidak normal, sering juga berbuat hal-hal yang tidak normal, maka kebanyakan Thaykam suka melakukan hal-hal kejam dan keji, umpama memperlakukan sadis orang lain untuk kesenangan sendiri. Coba katakan, apa sebabnya?�

"Entah, aku tidak pernah menjadi Thaykam,� jawab Sim Long. "Ini disebabkan nafsu mereka tidak mendapatkan penyaluran secara wajar, sebab itulah mereka sering berebut kuasa dan keuntungan, membikin heboh, memperlakukan orang lain secara sadis sebagai jalan pelepasan nafsunya yang terkekang. Suatu keluarga yang normal, seorang yang mempunyai anak istri pasti takkan melakukan hal-hal kejam seperti perbuatan mereka itu.� Ia berhenti dan tersenyum, lalu bertanya, "Coba katakan, betul tidak?�

"Rasanya uraianmu juga ada yang betul,� jawab Sim Long. "Meski mulutmu tidak mau mengaku, tapi di dalam hatimu tentu

setuju sepenuhnya atas pendapatku, kuberani mengatakan di dunia ini tidak banyak orang yang mempelajari masalah ini setuntas diriku ini.�

"Ya, memang tidak banyak,� ujar Sim Long dengan tersenyum. Fifi mengitar sekali lagi, lalu berdiri di depan Sim Long dan berkata pula, "Apakah kau tahu sebab apa kutaruh dirimu di kamar bekas tempat tinggal Thaykam ini?� Kembali Sim Long menyengir, "Siapa yang dapat menerka jalan pikiranmu?�

"Soalnya kehidupanmu juga tidak banyak berbeda dengan kaum Thaykam,� kata Fifi. Sim Long melengak bingung, "Aku ... aku tidak banyak berbeda dengan Thaykam? Selama hidupku banyak juga caci maki orang padaku, tapi ucapan seperti ini baru sekali ini kudengar.�

"Engkau tidak terima? Memangnya engkau tidak mirip Thaykam yang sekuatnya mengekang nafsu? Jika kau bilang engkau tidak

punya nafsu berahi, maka jelas engkau ini penipu.�

"Aku ... aku ....�

"Makanya hatimu sesungguhnya sudah mendekati binatang, jelas sesuatu yang tidak pantas kau lakukan justru kau kerjakan, sesuatu yang seharusnya tidak perlu kau urus justru kau urus, tingkahmu ini juga tidak berbeda dengan kaum Thaykam.�

"Ai, ucapan janggal ini sungguh baru sekarang kudengar selama hidup.�

"Masa engkau tidak mengaku? Coba kutanya padamu, mengapa engkau tidak berani mendekati orang perempuan?�

"Soalnya aku bukan anjing,� kata Sim Long. "Jika anjing tentu nafsu berahimu akan tersalur, sebab mereka sangat normal, bilakah pernah kau lihat anjing membunuh anjing, tapi manusia membunuh manusia kan terlihat di mana-mana?� Seketika Sim Long menjadi bungkam. Ia tahu uraian Fifi itu hanya mau menang sendiri saja, tapi ia justru tidak dapat membantah. Fifi tertawa ngikik, ia melangkah lebih maju mendekat, katanya, "Makanya kubilang manusia itu makhluk yang paling bodoh, pada

waktu lapar mereka berani makan, tapi ketika nafsu berkobar, justru tidak berani mengutarakannya.�

"Aku tidak paham sesungguhnya apa artinya kau bicara hal-hal ini?�

"Selanjutnya engkau akan paham dengan sendirinya,� ucap Fifi lembut. Ia angkat talam makanan itu dan berkata pula, "Sekarang coba katakan padaku, kau lapar tidak? Hal ini tentu kau berani menjawab.� Dengan sendirinya Sim Long sangat lapar. Makanan itu sangat lezat, ia perlu menambah kekuatan fisik, supaya nanti bila ada kesempatan ia sanggup bekerja dengan baik. Fifi pun tidak banyak bicara lagi, ia menyuapi Sim Long hingga habis. Selesai Sim Long makan segera Fifi berdiri, tanyanya sambil menatapnya, "Sekarang kau perlu apa lagi?�

"Tidak ada,� jawab Sim Long. "Sekalipun ada juga tak berani kau katakan,� ujar Fifi dengan tertawa lalu tinggal pergi dengan langkah gemulai.

*****

Suasana kembali sunyi senyap, kesunyian yang konyol, kesunyian yang menakutkan. Sampai sekian lama Sim Long memikirkan gadis yang sangat aneh itu, lalu gumamnya, Apa betul aku tidak ada keperluan lain lagi? Mengapa tidak kukatakan ....�

Tiba-tiba ia merasakan dalam tubuh sendiri timbul semacam perasaan aneh, semacam suhu panas yang khas dan mulai tersebar

di badannya, ia merasa tubuh sendiri seperti mau meledak. Tapi ia tidak mampu mengerahkan tenaga untuk melawan, tubuh juga tidak dapat bergerak. Terpaksa ia menahannya, semacam siksaan yang aneh dan baru pertama kali ini dirasakan. Mulutnya mulai kering, tapi tubuh justru basah oleh keringat. Di bawah siksaan itu, entah berselang berapa lama pula, tahu-tahu diketahuinya Pek Fifi berdiri lagi di depan tempat tidurnya. "Haus tidak?� tanya si nona, tangannya membawa secangkir air minum. "Haus ... haus sekali,� jawab Sim Long dengan parau. "Kutahu jawaban ini berani kau katakan,� Fifi tersenyum. Ia mengangkat Sim Long dan memberinya minum. Meski tubuh Sim Long tidak dapat bergerak, tapi setiap organ dalam tubuhnya seakan-akan lagi bergerak dengan keras. Bau harumnya ... tangannya yang halus ... tubuhnya yang hangat dan menggiurkan .... Fifi menatapnya dan berucap pula sekata demi sekata, "Sekarang, kau perlu apa lagi?� Memandangi dada si nona yang gempal, Sim Long berkata, "Aku ...aku ....�

"Omong saja bila menghendaki apa-apa,� ucap Fifi lembut. "Mengapa engkau menyiksaku cara begini?�

"Bilakah kusiksamu? Asalkan kau katakan kehendakmu, semuanya dapat kupenuhi, tapi engkau tidak berani omong, ini sama dengan engkau menyiksa diri sendiri.�

"Aku ... aku tidak ....� keringat memenuhi kepala Sim Long, entah memerlukan betapa besar tenaga untuk bicara "aku tidak� itu. "Kutahu engkau tidak berani omong,� Fifi tertawa pula, tertawa mengejek, lalu ia mendekat, bajunya yang tipis akhirnya jatuh ke lantai. Di bawah cahaya lampu yang remang-remang tubuhnya yang putih mulus seakan-akan bersinar, dadanya yang montok seperti bergelombang, kakinya yang panjang .... Dan dia terus merebahkan diri di samping Sim Long, seperti mengigau ia mendesis, "Kutahu apa kehendakmu ....�

*****

Sekarang Hiat-to Sim-Long sudah terbuka, tapi dia masih menggeletak di tempat tidur dengan lemas lunglai. Hal ini bukan lantaran keletihan sesudah terlampau bergairah melainkan karena sisa obat bius itu. Dengan hampa ia memandangi langit-langit kelambu yang berwarna lembayung muda itu .... Dan Fifi justru mendekam di atas dadanya untuk menunggu meredanya napas yang memburu. Habis itu, perlahan ia menggelitik telinga Sim Long, ucapnya lembut, "Apa yang kau pikirkan?� Sim Long tidak segera menjawabnya, terhadap ucapan yang sederhana ini tampaknya ia tidak tahu cara bagaimana harus menjawab. Selang sekian lama barulah ia menghela napas dan berkata, "Seharusnya banyak urusan yang kupikirkan, tapi sekarang aku tidak memikirkan apa-apa.� Fifi tertawa genit, "Tadi jika kutinggal pergi, apakah engkau takkan gila?�

"Aku cuma tidak mengerti mengapa engkau bertindak demikian?�

"Sungguh engkau tidak mengerti? .... Masa engkau tidak tahu aku mencintaimu? Hidupku ini hampa belaka, aku memerlukan

kehidupanmu mengisi jiwaku.� Ia tersenyum, lalu menyambung, "Selain itu, aku ingin melahirkan anak bagimu.�

"Hah ... apa katamu?� seru Sim Long. "Melahirkan dan mendidik anak, ini kan urusan biasa, mengapa engkau terkejut?�

"Tapi kita ... kita ....�

"Betul, kita tidak dapat terikat menjadi satu, sebab engkau sudah hampir mati, namun melahirkan anak adalah soalnya lain, betul tidak?�

"Aku tidak mengerti jalan pikiranmu.� Fifi memejamkan mata dan berucap, "Sungguh ingin kulihat anak yang kita lahirkan ini orang macam apa, sungguh sangat kuharapkan ....� Ia tertawa terkikik, "Bayangkan, lelaki paling pintar, paling gagah

bersama perempuan paling keji dan juga paling cerdas, anak yang dilahirkan mereka akan menjadi orang macam apa?�

Senang sekali tertawanya, sambil bertopang dagu ia menyambung lagi, "Ya, sampai aku pun tidak berani membayangkan akan

merupakan orang macam apa anak ini, tidak perlu disangsikan lagi dia akan jauh lebih pintar daripada siapa pun. Tapi apakah dia akan jujur, atau jahat? Apakah hatinya penuh cinta kasih terhadap sesamanya seperti ayahnya, atau akan menuruni ibunya yang penuh rasa benci dan dendam?� Sim Long melongo bingung. "Wah, ini ... ini ....� sungguh ia tidak

tahu apa yang harus diucapkannya. Fifi berucap pula dengan tertawa, "Kuyakin apa pun anak ini pasti akan menjadi orang yang sangat menonjol, bila dia perempuan, dia tentu akan membuat setiap lelaki di dunia ini tergila-gila dan bertekuk lutut di bawah kakinya. Jika dia lelaki, maka dunia ini pasti akan berubah sama sekali lantaran dia. Engkau setuju tidak?� Sim Long menghela napas, sungguh dia tidak berani membayangkan hal ini. "Jika kita mempunyai anak semacam ini, masa engkau tidak senang?�

"Memangnya apa yang harus kukatakan?�

"Jika betul kita mempunyai anak sehebat itu, mati pun engkau tentu akan puas,� ucap Fifi pula. "Sedangkan aku, setelah punya anak demikian, biarpun kau mati juga aku takkan kesepian lagi ....� Lalu ia memejamkan mata pula, sambungnya, "Bilamana aku teringat padamu asal melihat dia, rasanya tentu akan terhibur.� Sim Long tersenyum getir, "Dari uraianmu ini, rasanya orang yang menghendaki kematianku bukanlah dirimu. Jika seorang ingin mengenangkan diriku, tapi juga ingin membunuhku, dalil ini sungguh sukar kupahami.�

"Mengenangkan dirimu kelak dan membunuhmu sekarang, semua ini adalah dua urusan yang berbeda,� ujar Fifi dengan tertawa.

"Kecuali dirimu, di dunia ini mungkin tidak ada yang menganggap urusan ini adalah dua hal yang berlainan.�

"Kan sudah kau katakan sendiri, aku tidak sama dengan orang lain?�

"Betul, memang pernah kukatakan demikian, engkau memang berbeda dengan orang lain.�

"Engkau juga tidak sama dengan orang lain,� ucap Fifi dengan lembut. "Engkau adalah lelaki yang tidak dapat kulupakan, dua hari lagi bila engkau hadir dalam upacara nikahku, bisa jadi akan kutersenyum padamu.�

"Upacara nikah? .... Engkau tetap akan menikah dengan Koay-lok-ong?�

"Tentu saja.�

"Tentu saja? Urusan yang paling tidak wajar, tidak masuk akal, tapi kau anggap lumrah?�

"Memangnya tidak betul?�

"Telah kau serahkan tubuhmu kepadaku, juga ingin melahirkan anak bagiku, tapi engkau masih akan menikah dengan orang lain, masa ini pantas?�

"Melahirkan anak dan menikah dengan orang kan dua urusan yang tidak sama.�

"Tapi jangan kau lupakan, engkau adalah anak perempuannya.�

"Jika aku bukan anak perempuan, mana bisa kunikah dengan dia ....� ucap Fifi sekata demi sekata. "Hah, terhitung dalil apa ini? Sungguh aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Tidak sedikit orang gila yang pernah kulihat, tapi tiada seorang lebih gila daripadamu.� Fifi tertawa terkikik, "Hihi, akhirnya Sim Long marah juga lantaran diriku, sungguh aku harus merasa bangga.� Perlahan ia meraba dada Sim Long dan menyambung pula, "Tapi engkau juga jangan marah, apa pun aku tetap cinta padamu, hanya engkau seorang yang kucintai di dunia ini, cinta sampai tergila-gila ....� Ia pandang Sim Long dengan terkesima dan bicara dengan lembut. Pada saat yang sama tangannya yang meraba Sim Long sekaligus menutuk beberapa Hiat-to kelumpuhannya dan membuatnya tak bisa berkutik pula. "Apa pula yang ingin kau katakan padaku?� bisik Fifi di tepi telinga

Sim Long. "Dapat kukatakan apa lagi?� ujar Sim Long dengan gegetun. Seorang anak perempuan berbaring dalam pelukanku dan bilang mencintaiku, berbareng juga menutuk Hiat-toku ....� Ia tersenyum kecut, lalu menyambung, "Terhadap anak perempuan

begini, apa lagi yang dapat kukatakan.�

"Tapi anak perempuan begini juga tidak dapat ditemui setiap orang, betul tidak? .... Maka seharusnya engkau merasa beruntung ....� Fifi tertawa sambil turun dan berdiri di depan tempat tidur, perlahan ia mengenakan pakaiannya, sorot matanya tidak pernah meninggalkan wajah Sim Long, lalu berkata pula, "Engkau boleh tidurlah, aku mau pergi.� Sim Long tertawa getir, "Terima kasih atas perhatianmu.�

"Dalam keadaan begini, lelaki yang masih dapat bicara serupa dirimu rasanya tidak ada keduanya di dunia ini, pantas juga aku sedemikian cinta kepayang padamu.� Mendadak ia berjongkok dan mencium pipi Sim Long, ucapnya lembut, "Sungguh aku sangat cinta padamu, kelak bila kubunuhmu tentu akan kuperlakukan dengan mesra.�

*****

Keadaan Cu Jit-jit, Ong Ling-hoa dan Him Miau-ji tentu saja tidak romantis serupa Sim Long, dengan sendirinya juga tidak tersiksa seperti Sim Long. Mereka terkurung di dalam sebuah kamar batu. Hari pertama mereka tidak mau bicara. Hari kedua, mereka ingin bicara, tapi tidak tahu apa yang harus dikatakan. Akhirnya muncul Pek Fifi. Dia kelihatan bercahaya, jauh lebih cantik daripada biasanya. Segera Jit-jit memejamkan mata dan tidak mau memandangnya. Sebaliknya Fifi sengaja menuju ke depannya, tegurnya dengan tertawa manis, "Eh, nona Cu, Cu-siocia, baik-baikkah engkau?� Langsung Jit-jit menjawab dengan berteriak, "Pek-kiongcu, Pek-permaisuri, aku tidak baik, sedikit pun tidak baik.�

"Mengapa engkau tidak gembira ria?� tanya Fifi pula. "Hm, apakah engkau yang gembira ria?� jengek Jit-jit. "Dengan sendirinya aku sangat gembira, selama hidupku tidak pernah gembira ria seperti ini, sebab sekarang aku sudah mempunyai sesuatu, sebaliknya engkau tidak punya,� ujar Fifi dengan tertawa. "Aku memang tidak mempunyai hati sekeji hatimu,� teriak Jit-jit. Fifi tidak menghiraukannya, sambungnya dengan tenang, "Barang yang kumiliki ini meski sangat kuidam-idamkan, tapi selama hidupmu jangan harap akan kau punyai.�

"Apa pun kau punyai tidak kuinginkan,� teriak Jit-jit. "Tapi bila engkau mengetahui barang yang kumaksudkan, saking

kagumnya mungkin engkau akan menitikkan air mata.�

"Barang apa itu? Coba katakan!�

"Sekarang tidak dapat kuberi tahukan,� jawab Fifi dengan terkikik senang. Saking geregetan sungguh Jit-jit ingin menggigitnya. Sampai sekian lama ia melotot, mendadak ia berteriak pula, "Di mana Sim Long?� "Dia sangat baik, justru ingin kukatakan padamu sekarang, dia juga sangat gembira ria.�

"Sebab ... sebab apa dia gembira?�

"Sebab barang yang kumiliki ini adalah hasil buatanku dengan dia,� jawab Fifi dengan kerlingan mata yang bahagia.

Memandang sinar mata Fifi yang mencorong dan wajahnya yang pucat bersemu kemerah-merahan itu, mendadak tubuh Jit-jit

bergemetar, teriaknya, "Hasil ... hasil perbuatan antara ... antara dia denganmu?�

"Ai, adik yang baik, boleh kau pikirkan saja dengan lebih cermat, namun semoga engkau tidak dapat memahaminya, kalau tidak ....� Fifi mencolek pipi Jit-jit sekali, lalu tinggal pergi dengan tertawa genit. "Jangan menangis. Jit-jit, jika engkau menangis tentu dia akan tambah senang,� kata Miau-ji. "Tapi dia ... dia dan Sim Long jangan-jangan sudah ... sudah ....�

"Memangnya ada apa antara dia dan Sim Long? Masakah engkau tidak percaya kepada Sim Long?�

"Namun perempuan keji seperti dia apa pun dapat diperbuatnya,� sambat Jit-jit dengan sedih. "Ai, anak bodoh, dia bicara begitu tiada lain karena sengaja hendak membikin keki padamu, mengapa kau mau percaya ....�

"Tapi bukan mustahil memang sungguh terjadi,� jengek Ong Ling-hoa. "Tidak, tidak sungguh terjadi, tidak mungkin terjadi,� seru Jit-jit parau. "Jika kau yakin tidak terjadi sungguh mengapa engkau menangis?� ejek Ling-hoa. "Ong Ling-hoa,� bentak Miau-ji, "untuk apa kau bicara demikian? Mengapa kau bikin dia berduka?�

"Aku hanya bicara apa yang terjadi sesungguhnya,� sahut Ling-hoa. "Hm, kalian kakak beradik memang serupa, setiap saat selalu mengharapkan orang lain berduka .... Agaknya bila melihat orang lain berduka barulah hati kalian sendiri merasa senang,� teriak Miau-ji dengan gusar. "Betul, aku dan dia memang banyak persamaan, kecuali satu hal.�

"Hal apa?� tanya si Kucing. "Dia suka kepada Sim Long, sedangkan aku tidak,� jengek Ling-hoa. Miau-ji memandang sekejap Cu Jit-jit yang masih menangis, teriaknya, "Kentut busuk! Jika dia suka kepada Sim Long, mengapa hendak dibunuhnya pula?�

"Soalnya dia tidak boleh tidak mesti membunuhnya.�

"Sebab apa?� tanya Miau-ji. "Ada dua alasan. Pertama, demi Koay-lok-ong, dia ingin menuntut balas dan terpaksa menikah dengan Koay-lok-ong. Dan bila dia menikah dengan Koay-lok-ong tentu tak dapat menjadi istri Sim Long ....� Ling-hoa tertawa, lalu menyambung, "kutahu orang semacam dia, sesuatu yang tak dapat diperolehnya terpaksa akan dimusnahkannya. Dan karena dia tidak dapat menjadi istri Sim Long, maka dia ingin membunuhnya.�

"Huh, ini bukan sifat manusia lagi,� jengek Miau-ji. "Apalagi, seumpama dia tidak jadi menikah dengan Koay-lok-ong kan sakit hatinya sudah terbalas juga. Ia tahu takkan mendapatkan Sim Long, sebab ia tahu yang ingin diperistri Sim Long ialah Cu Jit-jit dan bukan dia.�

"Jika begitu, mengapa tidak, dia bunuh diriku saja,� teriak Jit-jit parau. "Asalkan Sim Long tetap hidup, mati juga aku rela.�

"Alangkah luhurnya cinta kasih, sungguh mengagumkan,� jengek Ling-hoa. "Tapi nona Cu yang berjiwa luhur, seumpama dia

membunuhmu lebih dulu toh dia tetap akan membunuh Sim Long juga.�

"Sebab apa?� tanya Jit-jit. "Bila dia membunuhmu dan seumpama jadi menikah dengan Sim Long, pasti juga Sim Long akan tambah terkenang kepadamu. Dan semakin Sim Long terkenang padamu, dengan sendirinya juga tambah benci padanya.�

"Betul juga,� ujar Miau-ji. "Tapi biarpun dia mendapatkan Sim Long tetap takkan mendapatkan hatinya,� sambung Ling-hoa pula. "Dan jika dia tidak mendapatkan hati Sim Long, lebih baik kan membunuhnya. Sebab itu, bicara kian kemari toh dia tidak bisa tidak harus membunuh Sim Long. Rupanya Thian telah mengatur secara begitu, tidak ada pilihan lain baginya.�

"Mengapa Thian mengatur begini? Mengapa?� seru Jit-jit menangis. "Huh, jangan kau percaya kepada ocehannya, apa yang dipikir Pek Fifi mustahil diketahuinya,� kata Miau-ji dengan gusar. "Masa aku tidak tahu isi hati Pek Fifi?� ujar Ling-hoa dengan tertawa. "Kan dalam tubuh kami mengalir jenis darah yang sama, dengan sendirinya aku jauh lebih paham akan isi hatinya daripada orang lain.�

"Sungguh aku tidak mengerti, mengapa Thian melahirkan dua manusia serupa kalian ini,� ucap Miau-ji dengan geregetan.

"Sebab Thian yang Mahakuasa juga ingin melihat sandiwara menarik ini,� ucap Ling-hoa dengan gelak tertawa. Kejadian ini memang sandiwara yang menarik. Cuma siapa pun tidak tahu tragedi atau komedi? Biasanya tragedi di dunia ini selalu lebih banyak daripada komedi.

*****

Suasana terasa semarak, semuanya serbabaru, macam-macam warna cemerlang, berbagai jenis kain sutra, semuanya gemilang dan

tertumpuk di kamar batu yang tua ini, teruruk di depan Cu Jit-jit. Dua babu kekar membentang setiap bahan pakaian itu dan

diperlihatkan kepada mereka, di antaranya cuma Him Miau-ji saja yang tidak sudi memandangnya barang sekejap pun. Pui Sim-ki berdiri di samping dengan berpangku tangan, ucapnya dengan tertawa, "Kain ini dibeli dari toko Sui-hu-siang yang terkenal di Sohciu, harap kalian masing-masing memilih sepotong, nanti akan kusuruh ahli jahit mengukur badan kalian.�

"Mengapa Koay-lok-ong sebaik ini kepada kami? � tanya Ong Ling-hoa dengan tertawa. "Kiranya kalian belum tahu ....�

"Tahu apa?� tanya Ling-hoa. "Besok adalah hari nikah Ongya dan nona Fifi, maka Ongya mengundang kalian memakai baju baru untuk ikut hadir pada upacara nikah beliau.�

"Hah, mereka akan menikah benar-benar?� seru Jit-jit. "Urusan penting begini masakah boleh dibuat berkelakar?� ujar Pui

Sim-ki. Jit-jit menghela napas panjang, entah duka entah girang, gumamnya, "Besok ... sungguh cepat mereka ....�

"Baik, kupilih kain berwarna jambon itu, warna merah kan tanda bahagia bagi Koay-lok-ong,� kata Ling-hoa dengan tertawa.

"Terima kasih atas pujian Kongcu .... Dan Him-kongcu memilih warna apa?� tanya Pui Sim-ki. "Aku bukan Kongcu segala, selama hidup juga takkan memakai baju persetan seperti ini, aku lebih suka telanjang daripada pakai baju begini,� teriak si Kucing. Pui Sim-ki tersenyum, katanya, "Jika Ongya sudah memberi perintah demikian, betapa pun Him-kongcu tidak boleh membantah, karena Him-kongcu tidak mau memilih, biarlah kau pakai warna merah tua ini saja. Dan nona Cu memilih kain warna apa?�

"Aku ingin tahu Sim Long memilih warna apa?� tanya Jit-jit. "Entah, aku tidak tahu, urusan Sim-kongcu biasanya diselesaikan oleh nona Pek sendiri.� Jit-jit menggigit bibir, ucapnya, "Besok ... lewat besok dia masih akan mengurusi dia?�

"Dan lewat besok, bagaimana pula dengan kita?� tukas Ong Ling-hoa. Terbayang akan hubungan Pek Fifi dengan Koay-lok-ong dan macam-macam akibat yang mengerikan sesudah mereka menikah, lalu terpikir pula keadaan sendiri, diam-diam Him Miau-ji merasa sedih.

*****

Saat itu Pek Fifi lagi bersandar di ujung tempat tidur dan sedang memandang Sim Long, katanya santai, "Besok juga aku akan menikah.� Sim Long mengiakan dengan tak acuh. "Apakah yang kau rasakan?� tanya Fifi pula. "Tidak ada,� jawab Sim Long. Fifi menggigit bibir, "Masa tidak kau rasakan sesuatu? Apakah kau tahu selewatnya besok akan bagaimana jadinya dirimu?�

"Urusan ini baru akan kupikirkan setelah lewat besok,� kata Sim Long. Mendadak Fifi bergelak tertawa, "Kau tahu betapa bahagia, betapa menyenangkan besok, pada malam sebelum hari besar ini, masa sedikit pun engkau tidak merasakan sesuatu?�

"Sedikit pun tidak ada,� jawab Sim Long. "Apakah engkau sudah beku? Sudah mati rasa?� teriak Fifi mendongkol. "Orang yang sudah mati rasa tentu takkan merasa tersiksa, orang yang mati rasa juga ada faedahnya.� Dengan gemas Fifi berteriak pula, "Sebenarnya akal setan apa yang lagi berkecamuk dalam benakmu?�

"Orang yang sudah mati rasa mana punya akal segala?�

"Jangan kau bohong, kutahu orang semacam dirimu tak nanti rela mati begitu saja, sebelum engkau mengembus napas terakhir tidak nanti putus harapan.�

"Mungkin ....�

"Tapi akal setan apa pun yang kau rancang tetap tidak ada gunanya,� ucap Fifi sekata demi sekata. "Oo, apa betul?� kata Sim Long tak acuh. Kembali Fifi tertawa keras, katanya, "Besok, upacara nikah yang paling aneh, paling bahagia, dan juga paling tragis akan berlangsung, apa yang akan terjadi besok pasti akan dijadikan bahan cerita di dunia persilatan secara abadi. Besok adalah hari yang paling menarik, paling tegang dan paling merangsang yang pernah terjadi di dunia Kangouw.�

Dengan penuh emosi ia pegang tangan Sim Long dan berteriak pula, "Semua ini adalah perencanaanku secara cermat, semuanya akan berlangsung menurut rencana, betapa pun takkan kuinginkan diganggu oleh siapa pun, di dunia ini juga tidak ada seorang pun mampu mengacau dan merusaknya.�

*****

Dan hari yang luar biasa ini akhirnya tiba juga. Segala sesuatu berlangsung menurut rencana secara ketat dan rapi, sedikit pun tidak kacau, tidak ada titik lemah segala, akibat yang menakutkan dan tragis sudah dapat dibayangkan. Him Miau-ji memakai baju merah tua, berdandan secara rapi, mukanya bercahaya, namun kelihatan gusar, mata melotot. Ong Ling-hoa memandangnya dengan tersenyum, katanya, "Miau-heng, tak kusangka engkau sedemikian tampan, belum pernah

kulihat ketampananmu ini, hari ini engkau sendiri kelihatan seperti pengantin barunya.�

"Dan kau sendiri serupa cucuku,� jawab Miau-ji dengan gemas. Dia sangat gusar sehingga makian yang lucu juga dilontarkan, habis berucap, ia merasa geli sendiri. Tapi dalam keadaan demikian mana dia dapat tertawa. Sekarang mereka serupa boneka saja duduk di atas kursi, di luar terdengar berondongan mercon, menyusul beberapa lelaki kekar lantas menggotong keluar mereka. Ruangan pendopo dipajang dengan sangat meriah, ruangan yang antik itu tampak semarak dengan hiasan warna-warni. Namun ketika masuk ke situ, mau tak mau timbul juga semacam rasa seram, ruang pendopo yang luas di mana-mana serasa tersembunyi alamat tidak enak. Di sini memang tempat yang beralamat tidak baik. Dahulu, kerajaan Lau-lan yang pernah jaya justru musnah di sini. Di depan undak-undakan batu pualam sudah dibentang permadani merah, pada ujung sana terdapat sebuah meja besar dengan dua kursi berlapis kain satin, mungkin di sinilah tempat duduk Koay-lok-ong dan permaisurinya nanti. Seterusnya di kanan-kiri juga ada meja panjang, di atas meja tersedia empat pasang sumpit dan cangkir, semuanya benda berharga yang sukar dinilai. Ruangan pendopo sudah ramai orang berlalu-lalang, semuanya berbaju baru dan wajah berseri-seri, namun di balik wajah yang berseri itu seperti juga membawa semacam bayangan alamat yang tidak baik. Mereka seperti sudah merasakan akan terjadi hal yang tidak enak. Tapi sesungguhnya urusan apa yang akan terjadi? Sejauh ini tidak diketahui siapa pun.

*****

Pada waktu Jit-jit digotong masuk, Sim Long sudah duduk di balik meja panjang sebelah kiri. Meski Jit-jit sudah bertemu dengan Sim Long entah berapa puluh atau ratus kali, tapi demi melihatnya sekarang, napasnya serasa mau berhenti seluruhnya, mukanya menjadi panas rasanya. Sim Long sedang memandangnya dengan tersenyum simpul. Syukurlah, akhirnya Cu Jit-jit didudukkan di sebelah Sim Long. Dengan suara lembut Sim Long bertanya padanya, "Selama beberapa hari ini apakah engkau baik-baik saja?� Jit-jit menggigit bibir dan tidak bersuara. Memang beginilah hati anak gadis bila lagi ngambek.

"Kenapa engkau tidak menggubris diriku?� Mata Jit-jit menjadi merah, seperti mau mencucurkan air mata. "Meng ... mengapa engkau berduka?�

"Tentu saja aku tidak gembira seperti kau,� jawab Jit-jit dengan dongkol. "Aku gembira?� Sim Long merasa bingung. "Kan ada orang menggantikan baju bagimu, ada orang meladenimu, masa engkau tidak gembira?� Bicara punya bicara, air mata pun berlinang. "Ah, kembali engkau berpikir yang tidak-tidak lagi,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Ingin kutanya, ada orang bilang dia denganmu sudah memiliki sesuatu bersama, barang apakah yang dimaksudkan?�

"Ai, kenapa engkau selalu percaya ocehan orang?� ujar Sim Long tertawa. Jit-jit tidak dapat menatap orang secara lurus, ia hanya dapat meliriknya, dilihatnya ujung mulut Sim Long masih membawa senyumnya yang khas itu, senyum yang  menggemaskan dan juga memikat. "Engkau tidak gembira, kenapa masih dapat tertawa?� ujar Jit-jit dengan gemas. "Aku memang rada gembira, tapi sama sekali bukan menyangkut urusan yang kau katakan itu.�

"Habis mengenai urusan apa?�

"Sekarang engkau jangan tanya dulu, tidak lama tentu kau tahu sendiri,� desis Sim Long. Sinar matanya tampak gemerdep dengan cerdiknya, sinar mata yang sukar diraba apa artinya. Setelah meliriknya lagi, akhirnya Jit-jit menghela napas dan tidak tanya pula. Dalam pada itu di balik kedua baris meja panjang sudah penuh diduduki lelaki kekar berbaju satin, tampaknya mereka adalah anak buah Koay-lok-ong, biarpun duduk sebagai tamu, namun mereka duduk dengan prihatin. Di serambi kedua sisi ruangan pendopo dialingi oleh tabir sutra itu kelihatan bayangan orang berseliweran, dari perawakannya yang ramping jelas mereka adalah anak perempuan, tentunya mereka inilah penari dan penyanyi yang akan meriahkan pesta nikah ini. Tapi sekarang suara musik belum lagi terdengar, ruangan pendopo sunyi senyap, suara napas masing-masing pun hampir terdengar. Anehnya di ruangan yang penuh hadirin ini tidak terasa panas, sebaliknya malah terasa seram sejuk.

Pada saat itulah Pui Sim-ki yang kelihatan berjubah satin dan berkopiah kebesaran melangkah masuk dari luar, pedang yang selalu disandangnya sudah ditanggalkan. Sekilas pandang langsung ia menuju ke tempat duduk Sim Long. Dia bersikap sangat riang, langkahnya juga enteng. "Hari ini mungkin engkau yang paling sibuk,� sapa Sim Long. "Kesibukan kerja, bagiku malah terasa senang,� ujar Pui Sim-ki dengan hormat. "Bagaimana keadaan di luar?� tanya Sim Long. "Hari cerah, langit bersih, hawa sejuk, suasana aman tenteram membuat orang lupa pada persoalan pertempuran dan bunuh-membunuh.�

"Apakah betul takkan terjadi bunuh-membunuh?� Sim Long tersenyum. "Beberapa ratus tombak di sekitar sini keadaan aman tenteram, sedikit pun tidak ada tanda memerlukan kewaspadaan, maka Sim-Kongcu boleh silakan minum arak sepuasnya, pasti takkan terjadi sesuatu yang mengganggu kesenanganmu.�

"Wah, jika begitu, tampaknya hari ini aku benar-benar bisa mabuk,� seru Sim Long tertawa. "Sim-Kongcu dan nona Cu, Ong-kongcu serta Him-kongcu memang merupakan tamu agung khusus Ongya kami, bila kalian tidak makan-minum sepuasnya, kan bisa menyesal nanti,� ujar Pui Sim-ki. "Eh, tamunya apa cuma kami berempat saja?� tanya Jit-jit. "Di dunia persilatan sekarang, kecuali kalian berempat, siapa pula yang berharga menjadi tamu agung Ongya?� ujar Sim-ki dengan tertawa. "Hm, jika begitu, rasanya kami harus merasa beruntung,� jengek Jit-jit. Mendadak seorang anggota pasukan Angin Puyuh datang melapor, "Toako diharapkan lekas siap, upacara sudah hampir dibuka.� Maka terdengarlah suara musik mulai bergema, iramanya perlahan dan meriah. Enam belas pasang muda-mudi muncul, ada yang membawa karangan bunga, ada yang membawa benda antik, muncul dari ujung permadani sana dan melangkah maju menurut irama musik. Pada saat itu juga ada empat gadis berbaju apik diam-diam mendatangi belakang Sim Long berempat, keempat gadis sama membawa poci arak perak dan menuangkan arak bagi mereka. "Terima kasih,� ucap Sim Long tersenyum. Seorang gadis lantas mendesis di tepi telinga, "Nionio (permaisuri) memberi perintah, apabila Kongcu mengucapkan sepatah kata yang merusak suasana riang ini, segera belati yang kubawa akan kutikam punggung Kongcu.� Sekilas melirik Sim Long melihat air muka Cu Jit-jit dan lain-lain juga sama berubah, agaknya mereka pun diancam dengan cara yang sama oleh gadis yang menuangkan arak. Benar juga, segera terasa benda dingin menembus sandaran kursi dan mengancam punggung Sim Long. "Ai, nona kalian agak terlalu khawatir, masakan kami ini orang yang suka merusak suasana?� ujar Sim Long dengan tertawa. "Jika Kongcu tidak bicara apa-apa, dengan sendirinya itulah yang diharapkan,� kata gadis itu tanpa menarik kembali belatinya. Rupanya yang ditakuti Pek Fifi adalah Sim Long membeberkan hubungan darahnya dengan Koay-lok-ong, perencanaannya memang rapi, ternyata semua kemungkinan telah dipikirkan dengan baik. Walaupun wajah Sim Long tetap mengulum senyum, di dalam hati merasa gegetun. Sementara itu barisan muda-mudi tadi sudah lewat ke sana. Menyusul ada lagi 16 pasang gadis jelita berbaju sutra. Irama musik pun tambah lambat. Di tengah ruang pendopo, kecuali Sim Long berempat, orang lain sudah sama berbangkit dengan khidmat. Lalu muncul Koay-lok-ong dengan jubah warna lembayung, kopiah raja yang megah, di bawah iringan Pui Sim-ki dan tiga pemuda

tampan lain terus menelusuri permadani merah. Jenggotnya yang panjang sudah dipotong dengan rajin hingga gemerlapan di bawah cahaya lampu, codet di dahinya seakan-akan juga bercahaya. Ia bertindak dengan langkah lebar, tidak mengikuti irama musik, ia memandang kian kemari, lagaknya gagah dan angkuh. Si Kucing tertawa, katanya, "Meski menjadi pengantin baru, lagak Koay-lok-ong serupa hendak mencari seteru untuk berkelahi ....� Meski perlahan ucapannya, tapi baru berucap begini, segera sorot mata Koay-lok-ong yang tajam itu menyapu ke arahnya. Jika orang lain tentu sudah ketakutan dan tidak berani bersuara lagi. Namun Him Miau-ji berlagak tidak tahu, ia berbalik tertawa dan berseru, "Wahai Koay-lok-ong, terimalah ucapan selamatku! Jika hari ini adalah hari bahagiamu, kenapa engkau tidak bersikap ramah sedikit agar tidak membuat pengantin perempuannya ketakutan.� Karena ucapan dan olok-oloknya ini, semua hadirin sama melengak. Kening Koay-lok-ong tampak bekernyit, tapi segera ia pun tertawa, katanya, "Jangan khawatir, pengantin perempuanku ini tidak nanti dapat ditakut-takuti siapa pun.�

"Ya, kata-kata ini memang benar juga,� tukas Ong Ling-hoa dengan gegetun. Di tengah gelak tertawanya Koay-lok-ong sudah menaiki undak-undakan, lalu duduk di kursinya. Suara musik masih terus bergema, semua orang sama memandang ke pintu masuk, menantikan munculnya pengantin perempuan. Tapi meski sudah ditunggu sampai sekian lama bayangan pengantin

perempuan tetap tidak kelihatan. Tentu saja para hadirin saling pandang dan menampilkan rasa heran. Cu Jit-jit sengaja berseru, "Eh, mengapa jadi begini? Di manakah pengantin perempuan?�

"Ya, jangan-jangan kabur di garis depan! Haha!� tukas si Kucing dengan tertawa. Meski mereka tahu Pek Fifi tidak mungkin tidak muncul, apa yang mereka ucapkan tidak lain hanya untuk membikin marah Koay-lok-ong saja. Maklumlah, dalam keadaan demikian mereka pun tidak gentar lagi. Bilamana seorang toh akan mati, apa pula yang ditakuti? Muka Koay-lok-ong tampak masam juga, tanyanya dengan suara tertahan, "Ke mana dia pergi?� Cepat Pui Sim-ki membisikinya, "Setengah jam yang lalu Tecu melihat Nionio sedang bersolek di Pek-hoa-kiong.�

"Siapa saja yang berada di sana?�

"Kecuali kedua mak tua juru rias dan ahli tata rambut paling terkenal merangkap penjual bedak, selebihnya yang berada di situ adalah pelayan pribadi Nionio.�

"Ahli tata rambut? ....� kening Koay-lok-ong bekernyit pula. "Kakek Thio itu sudah 50 tahun bekerja begitu, di daerah utara sini, setiap anak perawan keluarga mampu yang kawin pasti dia yang memborong bedak yang diperlukan dan sekaligus menata rambut pengantin perempuannya.�

"Apakah sudah kau selidiki dengan cermat asal-usulnya?� tanya Koay-lok-ong. "Sudah, selain seluk-beluk pribadinya, waktu datang juga sudah kami periksa dengan teliti, setelah jelas dia bukan samaran orang lain dan membawa sesuatu benda berbahaya barulah diperbolehkan masuk kemari.� Koay-lok-ong tersenyum puas, katanya, "Selama dua hari ini rasanya aku hanya memerhatikan urusan pernikahan sehingga melupakan urusan lain, hendaknya kau kerja dengan lebih hati-hati.� Pui Sim-ki mengiakan dengan hormat. Koay-lok-ong mengangguk-angguk, tapi bergumam lagi, "Tapi mengapa dia belum lagi muncul.�

"Tecu sudah mengirim orang untuk mendesaknya,� tutur Pui Sim-ki. "Coba kau pergi melihatnya lagi, apakah mungkin ada ....� belum lanjut ucapannya, dengan tertawa cerah ia menyambung, "Aha, itu dia sudah datang!� Mereka bicara dengan perlahan sehingga orang lain tidak tahu apa yang diperbincangkan mereka, cuma ketika Koay-lok-ong tertawa cerah, serentak semua orang lantas memandang juga ke luar pintu. Benar juga, pengantin baru, calon permaisuri Koay-lok-ong, si cantik

Pek Fifi memang sudah muncul di depan pintu. Di bawah irama musik yang merdu ia melangkah masuk dengan lemah gemulai. Dia memakai baju sutra tipis yang berwarna-warni berhias pita yang cerlang-cemerlang dan terseret di lantai dan menelusuri permadani merah sehingga tampaknya serupa bidadari penyebar bunga. Ia memakai kopiah indah dengan tutup muka tabir mutiara, samar-samar kelihatan senyumnya yang menggiurkan serupa dewi kahyangan. Meski dia berjalan selangkah demi selangkah, yang dilalui hanya hamparan permadani merah, tapi setiap langkahnya serupa berjalan di atas surga, sikap anggun memesona. Yang duduk di ruangan ini semuanya orang lelaki, setiap orang sama mengeluarkan suara takjub dan gegetun, "Ai, sungguh beruntung orang yang dapat mempersunting gadis semolek ini.� Hanya Sim Long dan lain-lain saja yang tahu, barang siapa memperistrikan dia, maka orang itu pasti akan konyol, terlebih Koay-lok-ong yang menjadi calon pengantin lelaki itu. Sesuai gelarnya, Koay-lok-ong alias Raja Maha senang, mungkin dia memang hidup senang, tapi tampaknya dia akan segera berubah menjadi manusia yang paling malang dan paling tragis, selama hidup ini jangan harap lagi akan senang pula. Setiap orang sama mengagumi kemegahan upacara nikah ini, hanya Sim Long dan lain-lain tahu yang berlangsung ini tidak lain hanya adegan tragedi yang paling memilukan. Perlahan Pek Fifi mendaki undak-undakan pualam.

Koay-lok-ong tertawa senang sambil menggosok-gosok tiga buah cincinnya yang berbatu permata. Mendadak Miau-ji berseru pula, dengan tertawa, "Haha, pengantin perempuan sudah datang, masa pengantin lelaki tidak berdiri menyambutnya?�

"Memang harus begitu,� Koay-lok-ong berkata. "Silakan hadirin minum arak sepuasnya!�

"Hei, masa hanya begini saja upacara lantas selesai?� seru Miau-ji. Koay-lok-ong tertawa, Ah, memangnya aku pun harus melakukan upacara tetek bengek serupa orang-orang udik itu? Bagiku upacara ini asalkan khidmat dan tidak perlu banyak adat. Cukup diketahui umum bahwa hari ini aku sudah menikah dengan istri yang tidak ada bandingannya di dunia ini.�

Fifi tampaknya menjadi malu, dengan menunduk ia mendesis, "Terima kasih Ongya.� Kembali Koay-lok-ong terbahak dan hadirin pun bersorak. "Keempat tamu agung kita perlu dilayani khusus,� pesan Koay-lok-ong. Tapi Him Miau-ji lantas berteriak, "Aku tidak sudi dicekoki pelayanmu yang busuk, bisa kusemburkan dan mungkin juga tumpah.� Koay-lok-ong berpikir sejenak, lalu memberi perintah, "Sim-ki, boleh buka Koh-cing-hiat mereka, pesta ria ini harus berlangsung tanpa terganggu.� Jika cuma Koh-cing-hiat yang dibuka, tangan dapat bergerak, tapi karena Hiat-to lain masih tertutuk, maka belum lagi mampu

menggunakan tenaga, jadi tangan hanya dapat digunakan untuk makan-minum saja. Maka pesta pun dimulai. Koay-lok-ong kelihatan sangat senang. Maklumlah, inilah puncak kesuksesan selama hidupnya, meski cita-citanya belum seluruhnya terlaksana, tapi keadaannya sekarang sudah memungkinkannya untuk merajai dunia persilatan daerah Tionggoan, dengan sendirinya ia tertawa gembira. Koay-lok-ong melirik Sim Long sekejap, lalu berkata dengan tertawa, "Sim Long, coba lihat selama ini adakah seorang dunia persilatan mencapai sukses melebihiku, dalam keadaan demikian siapa pula bisa lebih gembira daripadaku.�

"Sesuatu yang sudah mencapai puncaknya segera pula akan menurun, kegembiraan yang melampaui batas pasti tidak kekal ....�

jengek Sim Long. Air muka Koay-lok-ong berubah masam, katanya dengan gusar, "Sim Long, jangan kau lupa saat ini engkau adalah tawananku .... Aha, kutahu, tentu lantaran engkau iri padaku bukan? Kau iri akan kesuksesanku, cemburu padaku karena aku mempersunting istri secantik bunga ini, makanya kau bicara demikian.�

"Dan engkau tidak marah lagi?� tukas Ling-hoa. "Bisa dicemburui orang semacam Sim Long kan harus dibuat bangga, kenapa aku perlu marah?� ujar Koay-lok-ong tertawa, lalu ia angkat cawan tinggi-tinggi dan berseru, "Nah, apakah kalian tidak

merasa pantas habiskan tiga cawan bagi kesuksesanku yang tidak ada bandingannya sepanjang zaman ini.� Seketika bergemuruh orang bersorak-sorai, semua orang berdiri dan menghabiskan isi cawan masing-masing. Melihat keadaan bertele-tele begitu, Ong Ling-hoa menjengek, "Tampaknya mereka sudah hampir masuk kamar pengantin dan kepala kita selekasnya akan dipenggal, masa engkau belum lagi berdaya, Sim Long?�

"Kesempatan belum ada, apa dayaku?� sahut Sim Long. "Bilakah kesempatan akan tiba? Menunggu setelah kepala kita terpenggal?� jengek Ling-hoa pula. "Umpama begitu juga apa boleh buat?� kata Sim Long. "Biarpun mati juga tidak menjadi soal, biarlah kuminum 300 cawan lebih dulu,� ujar Miau-ji dengan tertawa. "Bagiku mati sekarang juga mendingan, Sim Long masih duduk disampingku,� tukas Jit-jit. "Haha, bagus Sim Long, biar kusuguh tiga cawan padamu, rasanya tidak sia-sia persahabatanku denganmu ini,� seru Miau-ji dengan tertawa, meski lantang suaranya terasa memilukan juga.

Jilid 37

Yang disedihkan bukan dia sendiri melainkan Sim Long. Kaum kesatria tidak gentar mati, namun tidak urung juga bersedih

ketika harus berpisah. Tapi apakah betul sekali ini adalah pertemuan mereka yang terakhir? Suasana ruangan pesta riang gembira, hanya mereka saja yang gelisah dan cemas. Koay-lok-ong sedang melirik Pek Fifi yang cantik itu, mendadak ia

menaruh cawan arak dan berkata kepada mereka, "Bolehlah kalian minum sepuasnya, mati mabuk pun boleh. Dan aku ... haha, sudah waktunya mengundurkan diri.�

"Hah, betul, waktu berarti emas, memang engkau perlu lekas masuk kamar pengantin,� ujar Ling-hoa dengan tertawa.

Koay-lok-ong terbahak, "Betapa pun Ong Ling-hoa memang pemuda romantis.� Pada saat itulah mendadak seorang berlari masuk. Baju orang ini berwarna mencolok dan ringkas singsat, sedikit pun tidak ada tanda habis minum arak, pedang tersandang miring di punggungnya. Gemerdep sinar mata Sim Long, katanya, "Mungkin orang ini penjaga di luar.�

"Betul, melihat gelagatnya jangan-jangan terjadi sesuatu?� ujar Miau-ji. "Ya, semoga demikian adanya,� gumam Ling-hoa.

Terlihat Pui Sim-ki memapaki orang yang baru masuk itu, kedua orang bicara perlahan, sejenak air muka Pui Sim-ki tampak rada berubah. Munculnya orang itu agaknya juga menarik perhatian hadirin. Segera Sim-ki berlari ke sisi Koay-lok-ong dan memberi lapor, "Diluar ada orang, katanya hendak mengucapkan selamat kepada Ongya.�

"Mengucapkan selamat?� kening Koay-lok-ong bekernyit. "Apakah urusan pernikahanku ini sudah kalian siarkan?�

"Sama sekali berita ini tidak tersebar,� jawab Sim-ki. "Jika begitu, dari mana orang lain bisa tahu?� damprat Koay-lok-ong sambil menggebrak meja. "Ya, jika terjadi demikian Tecu yang salah,� jawab Sim-ki dengan menunduk. Sikap Koay-lok-ong berubah kalem sedikit, katanya, "Orang banyak bicara banyak, juga tak dapat menyalahkan kau. Cuma, kalau orang-orang ini mampu menerobos berbagai rintangan dan menerjang sampai di sini, tentu maksud tujuannya tidak baik. Berapa orang mereka seluruhnya?�

"Serombongan terdiri dari sembilan orang malahan membawa dua buah peti, katanya hendak disumbangkan kepada Ongya.�

"Bagaimana bentuk orang-orang itu?�

"Menurut laporan Capsite (adik ke-14) tadi, yang mengepalai kesembilan orang itu adalah juragan besar buah semangka Hami,

yaitu Lam-tian-to-giok Bok Kong-tit, konon orang ini memiliki ribuan hektare ladang semangka, kekayaannya sukar dihitung, Ginkangnya juga tergolong kelas satu,� demikian lapor Pui Sim-ki. "Bok Kong-tit ... hm, rasanya pernah juga kudengar nama ini, cuma selama ini dia tidak ada hubungan denganku, untuk apa jauh-jauh dia mengantar kado ke sini?� ujar Koay-lok-ong.

"Bisa jadi dengan jalan ini dia hendak menggabungkan diri di bawah kekuasaan Ongya,� kata Sim-ki dengan tertawa. "Orang Bu-lim sekarang siapakah yang tidak ingin bergabung dengan Ongya?� Koay-lok-ong tertawa senang. "Baik, jika demikian, silakan mereka masuk, toh mereka hanya bersembilan orang, kecuali mereka sudah bosan hidup, memangnya mereka berani main gila di sini?� Di sebelah sana Jit-jit berbisik kepada Sim Long, "He, kau kira Bok Kong-tit ini benar datang mengantarkan kado saja?�

"Belum tentu benar,� sahut Sim Long. "Pernah juga kudengar Bok Kong-tit ini, namanya cukup tenar di dunia Kangouw, tapi kalau dibandingkan Koay-lok-ong tentu masih selisih jauh.�

"Kukira di balik urusan ini ada hal-hal yang tidak kita ketahui,� kata Sim Long. "Yang kuherankan adalah kedua peti yang dibawanya ....�

"Memangnya petinya berisi siluman yang dapat makan manusia? Apakah Koay-lok-ong dapat dikerjai olehnya?� jengek Ong Ling-hoa. "Bisa jadi juga,� ujar Sim Long tertawa. Dalam pada itu kedua peti yang dimaksudkan sudah digotong masuk lebih dulu. Peti terbuat dari kayu pilihan, bersegi delapan dan dilapis emas, dengan sendirinya gemboknya juga terbuat dari emas. Delapan orang yang menggotong peti juga berpakaian mewah, cuma tampang mereka tidak luar biasa sehingga tidak menarik perhatian. Namun tampang Bok Kong-tit sendiri justru luar biasa. Tampak kedua matanya yang mencorong itu agak celung, tulang pipi sangat tinggi, rambutnya yang hitam bersemu merah dan agak keriting, mata pun siwer, yaitu berwarna biru kehijauan. Meski pakaiannya sangat mewah, namun jubahnya cekak dan rambutnya diikat, daun telinga pakai anting-anting sehingga kelihatan agak misterius, tapi senyum yang menghias wajahnya kelihatan ramah. Dengan suara perlahan Miau-ji berkata, "Menurut cerita di dunia Kangouw, konon ibu Bok Kong-tit ini adalah perempuan barat yang

mahacantik, bahkan menguasai semacam kungfu ajaib dari negeri Persi. Entah Bok Kong-tit ini mewarisi kepandaian sang ibu atau tidak?�

"Kungfu ajaib apa?� tanya Ong Ling-hoa. "Cerita orang Kangouw berbeda-beda dan sukar dijelaskan, cuma pada garis besarnya kepandaiannya itu adalah semacam ilmu gaib,� Miau-ji tersenyum, lalu menyambung, "Dan manfaat paling besar pada ilmu gaibnya ini adalah untuk melarikan diri.�

"Melarikan diri?� bekernyit kening Ong Ling-hoa oleh keterangan aneh ini. "Ya, konon orang yang menguasai ilmu gaib ini, sekali dia melarikan diri, maka siapa pun tidak mampu merintanginya dan tidak dapat menyusulnya,� tutur Miau-ji pula dengan tersenyum. "Menurut cerita orang Kangouw, katanya Ginkang Bok Kong-tit mahatinggi, mungkin ada sangkut paut dengan ilmu gaibnya ini.� Tersembul juga senyuman pada ujung mulut Ong Ling-hoa, gumamnya, "Melarikan diri, hah, menarik juga kepandaian ini ....� Sementara itu kedua peti sudah dibawa sampai di depan undak-undakan tempat duduk Koay-lok-ong.

Hadirin sama tertarik oleh tampang Bok Kong-tit yang istimewa, sehingga tidak ada yang memerhatikan kedelapan lelaki kekar penggotong peti. Pandangan Koay-lok-ong juga terpusat ke arah Bok Kong-tit. Di bawah tatapan orang banyak ternyata Bok Kong-tit tetap berjalan dengan tenang dan mantap, sampai anting-anting di daun telinga saja tidak bergoyang. Suara musik masih terus bergema. Tiba-tiba terdengar orang berteriak, "Bok Kong-tit dari barat menghadap.� Bok Kong-tit mempercepat langkahnya ke depan, lalu membungkus tubuh dan berseru, "Bok Kong-tit menyampaikan salam hormat kepada Ongya, selamat dan bahagialah!� Koay-lok-ong hanya sedikit membalas hormat di tempat duduknya, katanya dengan tertawa, "Terima kasih, sungguh beruntung mendapat kunjungan Anda dari jauh, silakan duduk.� Belum lenyap suaranya segera petugas menyiapkan tempat duduk beralas kasur empuk di depan. Dengan tenang Bok Kong-tit menuju ke kursi yang tersedia, tapi dia

tidak lantas duduk, katanya pula dengan tertawa, "Terima kasih atas kemurahan hati Ongya. Tapi Wanpwe ingin menanti setelah Ongya sudi menerima sedikit sumbangsihku barulah berani mengambil tempat duduk.� Koay-lok-ong tertawa, "Ah, atas kunjunganmu sudah beruntung bagiku, mana kuberani terima pula sumbanganmu segala?� Bok Kong-tit tertawa, "Ongya sendiri kaya raya, mana ada sesuatu lagi yang terpandang oleh Ongya, dengan sendirinya Wanpwe tidak berani sembarangan mengantar kado.�

"Jika begitu, tentu barang antaranmu pasti sangat menarik, aku jadi ingin melihatnya sekarang juga,� ucap Koay-lok-ong.

"Sesungguhnya barang antaranku ini memang rada istimewa dan kudapatkan setelah bersusah payah juga,� Bok Kong-tit lantas

mendekati peti dan siap membukanya. Beratus pasang mata hadirin sama terpusat pada peti itu, semua ingin tahu apa isinya yang dikatakan agak istimewa itu. Hanya pengantin perempuan Pek Fifi saja yang tetap memandang Koay-lok-ong, isi peti itu seperti tidak menarik perhatiannya dan juga tidak ingin diketahuinya. Meski peti itu pakai gembok, tapi tidak terpasang. Dengan sinar mata yang menampilkan rasa misterius perlahan Kong-tit buka peti, katanya dengan tertawa, "Wanpwe sengaja mengantar kado barang hidup, harap Ongya memeriksanya.� Belum lenyap suaranya, serentak terdengar suara jeritan kaget

orang banyak. Ternyata isi peti itu adalah manusia hidup, seorang perempuan yang hampir telanjang bulat seluruhnya.

Tubuh perempuan telanjang itu meringkuk di dalam peti, kelihatan garis tubuhnya yang serasi dan dada bernas, kulit badan putih halus. Dadanya kelihatan bergerak naik-turun, tapi mata terpejam, wajahnya yang cantik bersemu merah, seperti lagi tidur lelap, serupa juga pingsan tak sadarkan diri. Sim Long, Cu Jit-jit. Ong Ling-hoa dan Him Miau-ji juga sama terkesiap, sebab dilihatnya wajah yang cantik dalam peti ini ternyata rada-rada mirip Ong-hujin, hanya saja daya tariknya tidak sekuat Ong-hujin. Koay-lok-ong bergelak tertawa, "Haha, boleh juga perempuan ini tampaknya, cuma tidak seharusnya kau antar ke sini pada saat seperti ini, memangnya Anda tidak khawatir akan dimarahi pengantin perempuanku?�

"Jangan Ongya salah mengerti maksudku,� kata Bok Kong-tit. "Wanpwe mengantarkan perempuan ini bukan untuk dijadikan selir

Ongya melainkan dipersembahkan kepada Ongya dan Onghui (permaisuri) untuk dijadikan sesajen dalam upacara ini.�

"Apa arti ucapanmu, aku kurang paham?� tanya Koay-lok-ong. "Menurut tradisi, setiap upacara penting perlu ada sesajen dengan menyembelih kambing atau sapi, jika hewan diganti dengan manusia hidup, tentu akan kelihatan lebih khidmat,� kata Bok Kong-tit. "O, jadi tujuanmu mengantar dia ke sini adalah supaya kusembelih dia?� tukas Koay-lok-ong. "Memang begitulah maksudku,� Bok Kong-tit tersenyum. "Brak�, mendadak Koay-lok-ong menggebrak meja, teriaknya, "Kurang ajar! Jadi sengaja kau main gila padaku?�

"Wanpwe tidak berani,� jawab Bok Kong-tit dengan hormat. "Hari ini adalah hari bahagia kami, tapi sengaja kau antar seorang untuk kubunuh, apakah hal ini bukan sengaja mencari perkara padaku?� teriak Koay-lok-ong pula dengan gusar. Bok Kong-tit tenang saja, jawabnya, "Harap Ongya maklum, secara tidak sengaja dapat kudengar bahwa perempuan ini hendak

mengacau upacara nikah Ongya, sebab itulah sengaja kutawan dia untuk diserahkan kepada Ongya.�

"Kau bilang perempuan ini hendak mengacau upacara pernikahanku? Huh, hanya seorang perempuan saja mampu berbuat demikian?� seru Koay-lok-ong dengan tertawa latah. "Wanpwe sebenarnya juga tidak percaya, tapi setelah mendengar keterangannya mau tak mau menjadi ....�

"Dia bilang apa?�

"Katanya ... katanya .... Ah, Wanpwe tidak berani bicara terus terang.�

"Kenapa tidak berani kau katakan? Bicara saja terus terang, takkan kusalahkan dirimu.�

"Jika Ongya sudah berkata demikian, dapatlah kujelaskan tanpa khawatir,� kata Bok Kong-tit dengan lega. "Sebab dia bilang dia ada hak untuk merintangi pernikahan Ongya ini ....�

"Huh, berdasarkan apa dia berani bicara demikian?� teriak Koay-lok-ong. Bok Kong-tit sengaja memandang hadirin sekeliling, lalu berucap dengan suara tertahan, "Dia bilang sebenarnya dia istri sah Ongya.� Walaupun keterangan ini diucapkan lirih, tidak urung dapat didengar juga oleh sebagian hadirin, keruan semua orang terperanjat. "Hah, dia berani ....� belum lanjut ucapan Koay-lok-ong, agaknya baru sekarang dirasakan perempuan dalam peti itu memang rada mirip Ong-hujin, seketika ia melengak dan ucapannya terputus. Bok Kong-tit anggap tidak tahu, perlahan ia menyambung, "Dengan

sendirinya Wanpwe tidak percaya kepada ocehannya, tapi perempuan ini banyak omong lagi hal-hal yang tidak sedap didengar.� Sambil menatap perempuan dalam peti, seketika Koay-lok-ong tidak dapat bersuara lagi. "Dia bilang apa lagi?� tiba-tiba Pek Fifi menimbrung. "Jika Onghui berjanji takkan marah padaku baru berani kukatakan,� ujar Bok Kong-tit.

"Katakan saja, masa kumarah padamu,� kata Fifi. "Dia bilang, semua perempuan di dunia ini boleh menjadi istri Ongya, hanya ... hanya Onghui saja tidak boleh.�

"Sebab apa?� tanya Fifi. "Katanya ... katanya lantaran Onghui sesungguhnya adalah putri Ongya sendiri,� tutur Bok Kong-tit. Keterangan ini membuat semua orang sama terkejut. Bahkan Sim Long dan rombongannya juga melengak. Sungguh mereka pun sangsi terhadap perempuan dalam peti ini, sebab dia pasti bukan Ong-hujin dan pasti takkan jatuh dalam

cengkeraman Bok Kong-tit. Habis siapakah dia? Dari mana dia mengetahui rahasia yang mengejutkan ini? Dan mengapa raut wajahnya juga rada mirip Ong-hujin? Antara perempuan ini dan Koay-lok-ong apakah memang ada sesuatu hubungan tertentu?

Kembang goyang pada kopiah pengantin Pek Fifi tampak bergetar, cadar tipis yang menutupi mukanya juga bergoyang, akhirnya dia berdiri dan mendekati Koay-lok-ong, serunya dengan gemetar, "Apa yang dikatakannya sudah kau dengar bukan?�

"Dengar ... sudah tentu dengar,� jawab Koay-lok-ong dengan agak bingung. "Jika dengar, kenapa tidak kau bunuh dia?� teriak Fifi. "Bunuh siapa?� tanya Koay-lok-ong. "Dengan sendirinya perempuan dalam peti itu.�

"Oo, bunuh dia?�

"Ya, bunuh dia, kenapa tidak lekas kau lakukan?�

"Bunuh dia ... sekarang?� sikap Koay-lok-ong kelihatan sangat aneh, meski suaranya keluar dari mulutnya, tapi seperti bukan dia yang bicara. Gembong iblis ini tertampak agak linglung. Sekujur badan Pek Fifi bergemetar, serunya pula, Tidak kau bunuh dia sekarang, jangan-jangan memang betul dia istrimu?� Koay-lok-ong tertawa aneh, jawabnya, "Dengan sendirinya dia bukan istriku.�

"Jika bukan istrimu harus kau bunuh dia,� teriak Fifi dengan parau. "Baik, akan kubunuh dia ....� mendadak Bok Kong-tit menanggalkan golok melengkung yang tergantung di pinggangnya dan disodorkan. Pek Fifi memburu maju dan melolos golok itu, "trang�, golok dilemparkan ke depan Koay-lok-ong, teriaknya dengan suara gemetar, "Jika tidak kau bunuh dia, biar aku saja yang mati didepanmu�

"Baik, untuk membunuh orang kan teramat mudah bagiku,� seru Koay-lok-ong sambil bergelak dan menjemput golok melengkung itu. Sekali sinar perak berkelebat, kontan golok menebas. Sungguh secepat kilat tebasannya itu. Tapi dia tidak menebas

perempuan dalam peti melainkan menebas pinggang Pek Fifi. Siapa pun tidak menyangka sasaran Koay-lok-ong itu justru si

pengantin perempuan sendiri, sampai Miau-ji dan lain-lain juga tidak menyangka Koay-lok-ong bisa bertindak demikian.

Namun Pek Fifi sendiri agaknya sudah menduga akan kejadian ini, selagi semua orang menjerit kaget, sekonyong-konyong tubuh Pek Fifi melayang ke atas, pakaian pengantin yang longgar itu berkibar sehingga serupa dewi kahyangan yang menari di udara. Tebasan Koay-lok-ong yang lihai itu ternyata tidak mengenai sasarannya. Tubuh Pek Fifi seperti sudah hinggap di atas belandar ruang pendopo, serunya, "He, kenapa tidak kau bunuh dia sebaliknya hendak membunuhku, apa engkau sudah gila?� Koay-lok-ong terbahak, "Haha, hanya sedikit tipu muslihat kalian ini masakah dapat mengelabui mataku?�

"Tipu muslihat apa?� tanya Fifi. Mendadak berhenti suara tertawa Koay-lok-ong, teriaknya sengit, "Jaga rapat semua pintu keluar, seorang pun tidak boleh lolos.� Meski sejauh ini belum ada seorang pun yang tahu jelas sesungguhnya apa yang terjadi, tapi perintah Koay-lok-ong ini segera dilaksanakan. "Haha, Koay-lok-ong memang tokoh maha lihai, sungguh

mengagumkan,� seru Bok Kong-tit. Sekali berputar, terdengar suara "crat-crit� beberapa kali, dari tubuhnya mendadak menghamburkan asap lembayung tebal. Cepat Koay-lok-ong melompat mundur sambil membentak, "Tahan napas, jaga ketat, jangan sampai mereka lolos!� Hanya sebentar itu saja asap lembayung itu sudah lantas menyelimuti seluruh ruangan. "Sesungguhnya apa-apaan ini?� tanya Jit-jit. "Hah, jangan-jangan inilah ilmu gaib Bok Kong-tit untuk menghilang,� ujar si Kucing. "Ya, sungguh sangat menarik,� tukas Ong Ling-hoa. Pada saat itu juga tiba-tiba Jit-jit, Miau-ji dan Ong Ling-hoa merasa

tangan seorang telah membuka Hiat-to mereka yang tertutuk, mereka terkejut dan bergirang, terdengar suara Sim Long berkata kepada mereka, "Tahan napas, ikut bersamaku menerjang keluar.� Ruangan balairung sudah kacau-balau, di tengah suara bentakan dan teriakan terseling pula jeritan. Dengan rada linglung Jit-jit menarik ujung baju Sim Long dan ikut

lari ke depan, ia tidak tahu cara bagaimana Hiat-to Sim Long terbuka, terlebih tidak tahu cara bagaimana Sim Long dapat

menerjang keluar, tapi kenyataannya mereka sedang menerjang keluar. Asap itu juga tersebar keluar sehingga orang di luar sama terbatuk-batuk. Ketika melihat Sim Long menerjang keluar, mereka berteriak kaget dan hendak mencegatnya, tapi sekali Sim Long bergerak, kontan mereka jatuh pontang-panting. Memangnya ada berapa orang di dunia ini yang mampu merintangi Sim Long? Kaki dan tangan Jit-jit masih terasa pegal, Miau-ji dan Ling-hoa ikut di belakangnya dengan langkah berat, jelas mereka pun tidak selincah biasanya. Maklum Hiat-to mereka sudah tertutuk sekian lamanya, setelah bebas, gerak-gerik mereka masih kaku. Namun Sim Long ternyata tidak ada gejala begitu. Malahan dia kelihatan menggendong juga seorang dan gerak-geriknya tetap gesit. Yang lebih sukar dimengerti, orang yang digendongnya ternyata bukan lain daripada perempuan telanjang dalam peti itu. Dengan bingung Jit-jit ikut Sim Long menerjang keluar melalui sebuah jalan lorong dan mendaki undakan panjang sehingga keluar dari kota di bawah tanah itu. Tertampak bintang bertaburan di langit, waktu itu tampaknya sudah tengah malam. Di bawah remang cahaya bintang, ada serombongan orang menjagai segerombol kuda. Sim Long merobohkan beberapa penjaga itu dan merampas kuda serta beberapa kantong air dan perbekalan lain. Meski tenaga Miau-ji dan lain-lain belum pulih seluruhnya, tapi untuk merampas kuda saja tentu tidak sulit bagi mereka. Dalam sekejap saja mereka sudah membedal kuda mereka hingga belasan li jauhnya. Di depan adalah padang pasir yang tak terlihat ujungnya, di tengah malam padang pasir seluas ini tertampak seram sekali, tapi apa pun juga tetap lebih menyenangkan daripada tersekap di ruang yang gelap di bawah tanah. Jit-jit terus melarikan kudanya dan bersorak gembira, teriaknya, "Ong Ling-hoa, sekarang engkau tentu kagum kepada Sim Long, bukan?�

"Ya, sungguh aku tidak tahu kekuatan gaib apa yang dimilikinya sehingga dapat kabur dari sana,� ujar Ling-hoa dengan gegetun. "Ah, hanya secara kebetulan saja, sungguh mujur,� ujar Sim Long. "Ayolah kita mengaso dulu di sini, bila tidak kau jelaskan duduknya perkara, sungguh aku tidak tahan,� teriak Jit-jit. Mereka mencari tempat yang teraling dari angin dan berhenti di situ. Rupanya tempat ini dahulunya adalah sungai yang sudah kering, maka banyak terdapat tempat mendekuk yang baik untuk menghindari tiupan angin. Jit-jit terus menarik Sim Long dan ditanyai, "Coba jelaskan dulu, cara

bagaimana kau buka Hiat-to yang tertutuk?�

"Tentang ini ....� Sim Long tersenyum. "Bukankah kalian bilang aku mempunyai kekuatan gaib, maka bolehlah dianggap apa yang terjadi ini berkat kekuatan gaibku.� Hal ini memang sebuah rahasia, hanya ia sendiri yang tahu rahasia ini. Selama beberapa hari tersekap di dalam kamar batu yang misterius itu, setiap kali Fifi datang tentu membuka Hiat-to supaya dia dapat bergerak, bila mau tinggal pergi lantas ditutuknya lagi. Fifi mengira Sim Long tidak mempunyai kekuatan untuk melawan lagi. Ternyata dia telah menilai rendah kemampuan Sim Long. Dalam keadaan bagaimanapun Sim Long tetap menguasai

kesanggupannya yang melampaui orang biasa. Di luar tahu Fifi, akhirnya ia dapat membuka Hiat-to sendiri yang tertutuk, pada malam sebelum upacara nikah Sim Long sudah dapat bergerak bebas, tapi dia tetap berlagak tidak dapat bergerak untuk menunggu kesempatan yang paling baik. Dengan sendirinya ia tidak mau menceritakan rahasia ini. Jit-jit menghela napas, "Ai, sungguh sukar memahami dirimu, aku pun tidak ingin memahamimu, cukup asalkan tetap suka padamu saja, cuma ....�

Ia pandang perempuan dalam peti tadi dan berkata, "Tapi apa maksudmu kau bawa lari dia dengan menyerempet bahaya besar

ini?� Perempuan itu masih pingsan, tubuhnya yang menggiurkan itu telah dibungkus baju oleh Sim Long, hanya kelihatan wajahnya yang cantik dan rada misterius itu. Sim Long memandangnya sejenak, tiba-tiba ia menghela napas dan berkata, "Mungkin selamanya kalian tidak pernah menyangka siapa dia ini.�

"Siapa dia sesungguhnya?� tanya Jit-jit. "Jangan-jangan Ong-hujin?� tukas Miau-ji. "Meski rada mirip, tapi pasti bukan,� ujar Ling-hoa. Sim Long tidak menanggapi, ia robek sepotong kain baju dan dibasahi, lalu perlahan mengusap muka perempuan itu, mengusap dengan perlahan dan teliti. Maka akhirnya muncul keajaiban. Wajah ini ternyata wajah Pek Fifi. Tentu saja Jit-jit, Miau-ji dan Ling-hoa sama melenggong, sungguh tidak mereka duga bahwa perempuan ini adalah Pek Fifi. Sejenak barulah Jit-jit berseru, "O, sesungguhnya apa yang terjadi? Mengapa Pek Fifi bisa lari ke dalam peti, bukankah sudah jelas dia pengantin perempuannya?�

"Jika Pek Fifi di dalam peti lantas siapa yang menjadi pengantin perempuan tadi?� Miau-ji juga garuk-garuk kepala dengan bingung. "Mengapa bisa terjadi begini? Lekas kau jelaskan, Sim Long,� pinta Jit-jit. "Urusan ini memang ruwet dan juga serba aneh,� tutur Sim Long. "Bukan saja sebelumnya sukar diterka, sesudahnya kalau tidak kudengarkan pembicaraan mereka tentu juga takkan mengerti.�

"Coba katakan dulu, jika Pek Fifi berada di sini, siapa pula pengantin perempuan tadi?� tanya Jit-jit tak sabar. "Semula aku pun tidak tahu siapakah pengantin perempuan itu,� jawab Sim Long dengan gegetun. "Tapi coba kau pikirkan dulu, selain Pek Fifi, siapa pula yang tahu rahasia itu dan siapa pula yang bertekad akan membongkar rahasia itu serta siapa lagi yang

memiliki kepandaian sebesar itu?� Jit-jit termenung sejenak, mendadak ia berseru, "Hah, jangan-jangan Ong-hujin yang kau maksudkan?�

"Betul,� jawab Sim Long. "Tapi mengapa Pek Fifi bisa berubah menjadi Ong-hujin? Maksudku ... maksudku pengantin perempuan itu mengapa bisa berubah menjadi Ong-hujin? Dan cara bagaimana pula Pek Fifi lari ke dalam peti?�

"Tentu kau ingat pada waktu upacara nikah akan dimulai, ternyata pengantin perempuannya datang terlambat? Lalu apa yang

dikatakan Pui Sim-ki waktu itu?�

"Ya, dia melaporkan ada dua juru rias yang berpengalaman dan seorang kakek ahli sisir rambut penjual pupur selama 50-an tahun, seorang tua yang jujur.�

"Betul, boleh juga daya ingatanmu,� kata Sim Long dengan tersenyum. "Memangnya ada sangkut paut apa dengan urusan itu?� tanya Jit-jit. "Mestinya juga tidak terpikirkan ada sangkut paut apa, tapi setelah kupikir lagi baru kutahu di sinilah letak penyakitnya.�

"Penyakit apa? Lekas katakan,� desak Jit-jit. "Orang jujur terkadang juga bisa tidak jujur,� ujar Sim Long. "Kakek

yang baik itu meski bukan samaran orang lain, tapi dia sudah kena disuap, sedangkan satu di antara kedua tukang rias itu pasti Ong-hujin adanya.�

"Aha, betul!� Jit-jit berkeplok. "Ong-hujin menyamar sebagai tukang rias pengantin dan menyusup ke sini, pada waktu mendandani Pek Fifi dia membius nona itu, betapa pun cerdik Fifi tetap kalah pintar daripada Ong-hujin,� tutur Sim Long.

"Hm, tentu saja dia masih ketinggalan jauh,� jengek Ling-hoa. "Maka Ong-hujin lantas mendandani Fifi sehingga rada mirip dia, lalu ia sendiri menyamar sebagai Pek Fifi,� tutur Sim Long pula. "Kepandaian menyamar Ong-hujin tentu sudah kalian ketahui dan tidak perlu diragukan lagi.�

"Apalagi dia memakai kopiah pengantin dan bercadar pula, betapa tajam mata Koay-lok-ong juga takkan mengenalinya,� tukas Miau-ji. "Tapi cara bagaimana pula Pek Fifi berada di dalam peti?� tanya Jit-jit. "Betul, jelas peti itu dibawa datang oleh Bok Kong-tit?� kata Miau-ji. "Dengan sendirinya hal ini telah diatur secara cermat oleh Ong-hujin,� ujar Sim Long. "Kakek penjual pupur ini tentu membawa peti, bila isi peti dibongkar, Fifi lantas dimasukkan ke dalam peti. Tentu Ong-hujin sudah ada kontak lebih dulu dengan Bok Kong-tit dan menyuruhnya membawa sebuah peti kosong, pada waktu orang

tidak menaruh perhatian, peti kosong lantas ditukar dengan peti yang berisi Pek Fifi.�

"Aha, betul, pantas Ong-hujin menjatuhkan pilihan atas diri Bok Kong-tit untuk membantunya,� seru Miau-ji. "Selain Bok Kong-tit menguasai kepandaian istimewa untuk kabur dengan cepat, juga lantaran wajahnya yang luar biasa, orang semacam dia, ke mana pun dia pergi tentu akan menarik perhatian, apalagi dia sengaja berdandan serupa siluman.�

"Ya, setiap langkah urusan ini memang sudah diperhitungkan oleh Ong-hujin,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Kalau bicara tentang pemikiran cermat, di dunia ini mungkin tidak ada yang dapat menandingi dia,� kata Jit-jit. "Kecermatan orang perempuan biasanya memang lebih rapi daripada orang lelaki,� tukas Miau-ji. "Tapi cara berpikir orang perempuan juga tidak semuanya cermat,� mendadak Ong Ling-hoa menambahkan dengan tertawa sambil melirik Jit-jit sekejap. "Bahwa urusan ini akhirnya gagal juga justru disebabkan dia seorang perempuan,� kata Sim Long. "Apa arti ucapanmu ini?� tanya Ling-hoa.

"Meski cermat cara berpikir orang perempuan, tapi apa pun juga jiwanya tetap sempit ....�

"Ah, juga tidak semua orang perempuan berjiwa sempit,� jengek Jit-jit. "Betul juga, cuma secara umumnya, jalan pikiran orang perempuan memang lebih emosional dan keji, kalau tidak tentu urusan ini takkan gagal.�

"Apa pula maksud ucapanmu ini?�

"Bila orang lelaki yang bertindak demikian, setelah Fifi dirobohkan tentu dia akan dibunuhnya, buat apa mesti banyak urusan dan mengisinya di dalam peti segala. Padahal kalau Ong-hujin mau membunuh Koay-lok-ong, setelah masuk kamar pengantin kan banyak kesempatannya untuk turun tangan?�

"Ya, lantas apa maksud tujuan Ong-hujin dengan bertindak begitu?� tanya Miau-ji. "Aku menjadi bingung juga.�

"Tindakannya itu tidak lain adalah ingin Koay-lok-ong turun tangan sendiri membunuh Pek Fifi,� kata Sim Long. "Maklumlah, meski dia sangat benci kepada Koay-lok-ong, tapi ketika melihat Koay-lok-ong hendak menikah dengan perempuan lain, tidak urung timbul juga rasa cemburunya. Sekali timbul rasa cemburu, setiap tindakannya menjadi kurang rasional�

"Betul, cemburu memang merupakan ciri khas orang perempuan, orang serupa Ong-hujin juga tidak terkecuali,� sambung Miau-ji. Jit-jit melototinya sekejap, "Hm, kau kira orang lelaki tidak cemburu?�

"Apa pun lelaki kan lebih mendingan,� sahut Miau-ji dengan tertawa. "Setahuku, bilamana orang lelaki sudah cemburu, biasanya jauh lebih hebat daripada orang perempuan,� ejek Jit-jit. "Tujuan Ong-hujin mestinya hendak membunuh Koay-lok-ong untuk menuntut balas,� tutur Sim Long lagi. "Tapi lantaran timbul rasa cemburunya, urusan membalas dendam lantas dikesampingkan dulu, dan mengacau pernikahan dan membunuh Pek Fifi berubah menjadi tujuannya yang utama.�

"Namun dia justru tidak membunuh Pek Fifi begitu saja melainkan bikin gara-gara lagi ....�

"Huh, kau tahu apa,� jengek Jit-jit sebelum lanjut ucapan si Kucing. "Dia bertindak demikian selain untuk menyiksa Pek Fifi, yang utama adalah menyiksa batin Koay-lok-ong supaya dia menderita selama hidup.�

"Ai, jalan pikiran orang perempuan memang sukar dimengerti,� ucap Miau-ji sambil menyengir. "Jika jalan pikiran orang perempuan dapat kau pahami, mungkin matahari akan terbit dari sebelah barat,� kata Jit-jit. "Uraian Jit-jit juga betul,� ujar Sim Long. "Tindakannya itu memang hendak menyiksa batin Koay-lok-ong, sebab itulah lebih dulu dia membeberkan rahasia Pek Fifi adalah anak perempuan Koay-lok-ong, lalu memancing Koay-lok-ong membunuh Fifi lagi.� Ia menghela napas, lalu menyambung, "Coba, jika benar terjadi begitu, lalu Ong-hujin membongkar semua rahasia itu umpama Koay-lok-ong tidak menderita selama hidup tentu juga malu untuk berkecimpung pula di dunia Kangouw.�

"Betul, bila seorang salah membunuh anak perempuan sendiri, maka malunya sungguh tidak ada taranya, kalau tersiar, tentu hilanglah mukanya,� tukas Jit-jit. "Muslihat keji dan jelimet begini mungkin juga cuma dapat dipikirkan oleh orang perempuan,� kata Miau-ji dengan gegetun. "Kenapa engkau selalu mengolok-olok orang perempuan, awas, engkau bisa kualat dan selama hidup takkan memperoleh bini,� omel Jit-jit. Miau-ji menjulurkan lidah, katanya, "Wah, jika begitu kan kebetulan bagiku.� Tiba-tiba Ling-hoa menimbrung, "Kini urusan itu sudah jelas, cuma masih ada satu hal yang belum kuketahui.�

"Aku saja paham semuanya, masakah engkau berbalik tidak tahu?� tanya Jit-jit. "Yang aku tidak mengerti adalah entah cara bagaimana mendadak Koay-lok-ong dapat mengetahui tipu muslihat keji itu, padahal segala sesuatunya tampak berjalan lancar tanpa sesuatu ciri yang mencurigakan.�

"Kukira rencana Ong-hujin itu juga tidak mutlak sempurna seluruhnya,� kata Sim Long. "Satu-satunya ciri adalah tidak

seharusnya Ong-hujin mendandani Pek Fifi sehingga mirip dia sendiri ....�

"Aha, betul, aku juga tidak paham mengapa dia bertindak demikian?� tukas Jit-jit. "Apakah supaya Koay-lok-ong menyangka

perempuan di dalam peti itu adalah Ong-hujin, dengan begitu akan membuat kejut dan jeri kepadanya, bisa jadi tanpa pikir terus membunuhnya lebih dulu, dengan demikian maksud tujuannya pun tercapai tanpa susah payah lagi.�

"Ya, bahkan Koay-lok-ong akan gembira karena Ong-hujin sudah dibereskannya, urusan lain tentu tidak begitu diperhatikan lagi,� kata Miau-ji. "Betul juga, semua itu memang sudah diperhitungkan Ong-hujin.� ujar Sim Long tertawa. "Cuma sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu bisa jatuh juga. Lantaran itulah terjadi kesalahannya yang fatal ini.�

"Kukira tindakannya ini justru sangat cerdik, mengapa kau bilang dia salah tindak malah?� tanya Jit-jit. Sim Long tersenyum, "Antara Koay-lok-ong dan Ong-hujin tadinya bukan cuma suami-istri saja bahkan juga kawan kerja yang karib,

dengan sendirinya kecerdasan dan betapa tinggi kungfu Ong-hujin cukup diketahuinya.�

"Ya, tentu saja,� kata Jit-jit. "Jika begitu, coba jawab, perempuan semacam Ong-hujin apakah dapat sembarangan membocorkan rahasianya sendiri dan dapat didengar Bok Kong-tit secara tidak sengaja?�

"Aha, betul, ini memang suatu lubang kelemahan, seharusnya Bok Kong-tit tidak bicara demikian,� seru Jit-jit. "Selain itu, coba jawab lagi, tokoh semacam Ong-hujin masakah dapat ditawan oleh Bok Kong-tit?�

"Aha, betul, ini pun suatu lubang kelemahan,� sela Miau-ji. "Biarpun sepuluh orang Bok Kong-tit juga tak dapat mengganggu seujung jari Ong-hujin.�

"Makanya, pada hakikatnya Koay-lok-ong tidak perlu pikir lagi segera dapat memastikan perempuan dalam peti itu pasti bukan Ong-hujin,� ujar Sim Long. "Dan tentu akan terpikir olehnya, jika perempuan itu bukan Ong-hujin, mengapa rupanya begitu mirip? Dari mana pula bisa mengetahui rahasia yang tidak diketahui oleh sembarang orang itu?� Jit-jit dan Miau-ji manggut-manggut. "Hendaknya maklum, sekian tahun terakhir ini Ong-hujin sama sekali tidak muncul lagi di dunia Kangouw, boleh dikatakan sangat sedikit orang yang kenal wajahnya, bahkan tidak ada yang tahu hubungan pribadi antara dia dengan Koay-lok-ong.�

"Betul, sedikitnya Bok Kong-tit itu pasti tidak tahu,� tukas si Kucing. "Karenanya jelas bukan Bok Kong-tit yang main gila dan bukan orang lain lagi, sebab bagi orang yang tidak kenal wajah Ong-hujin dan hubungannya dengan Koay-lok-ong dan rahasia pribadi mereka, mana mungkin orang menyamar sebagai Ong-hujin dan rahasia pribadinya untuk menipunya?�

"Haha, dalil ini kedengarannya sangat ruwet, padahal sangat sederhana, mengapa aku justru tidak berpikir sampai ke situ?� ujar Jit-jit tertawa. "Jadi Koay-lok-ong segera memastikan yang main gila pasti bukan Bok Kong-tit atau orang lain, tapi tentu Ong-hujin adanya.�

"Betul, dan begitu dia teringat kepada Ong-hujin, segera pula terpikir olehnya berada di manakah Ong-hujin saat itu?� ujar Sim Long. "Memangnya segera ia dapat menerka si pengantin perempuan ialah Ong-hujin?� tanya Jit-jit. "Umpama tidak segera menerkanya, tapi tentu teringat juga olehnya akan pengantin baru yang datang terlambat dan terpikir pada diri si

kakek penjual pupur dan tukang rias pengantin ....� Sim Long tertawa, lalu melanjutkan, "Dengan kecerdasan Koay-lok-ong,

mustahil hal-hal itu tidak dapat dirangkainya dengan baik?�

"Ai, caramu menganalisis urusan ini sungguh cermat, jelas, dan terperinci, sekalipun Koay-lok-ong sendiri belum tentu dapat menguraikannya sejelas ini,� mau tak mau Ong Ling-hoa merasa gegetun. "Eh, sekali ini kau kira Ong-hujin dan Bok Kong-tit dapat meloloskan diri atau tidak?� seru Miau-ji mendadak. "Jika kita dapat lari keluar, tentu mereka pun mampu,� kata Sim Long. "Apakah mereka mampu lolos atau tidak kan tidak ada sangkut pautnya dengan kita,� gerutu Jit-jit. Ong Ling-hoa termenung sejenak, mendadak ia berbangkit dan berseru, "Betul, apakah mereka dapat kabur atau tidak memang

tidak ada sangkut pautnya dengan kita, yang penting sekarang kita harus berusaha cara bagaimana mengarungi padang pasir ini.� Suhu malam hari di gurun pasir sangat dingin dan siang hari panas terik, ditambah lagi angin badai dan kekurangan air minum serta jalan yang sukar dikenali, malahan setiap saat harus memerhatikan gangguan ular berbisa, binatang buas dan bahaya lain. Maka perjalanan ini tentu saja sangat sulit. Setelah menempuh perjalanan dua hari, manusia dan kudanya

sudah sama letihnya, sedangkan padang pasir tetap tidak tampak ujung pangkalnya. Dalam keadaan demikian Sim Long sendiri pun mulai cemas, biarpun dia tergolong manusia super juga sukar melawan kekuatan alam. Di antara mereka yang paling adem-ayem adalah Pek Fifi, sebab sejauh itu dia masih belum siuman. Malam hari ini Jit-jit menggunakan kain dan dicelupkan air untuk membasahi bibir Fifi, melihat wajahnya yang makin kurus, katanya dengan menyesal, "Lihai amat obat bius yang digunakan Ong-hujin ini.� Sementara itu Miau-ji dan Sim Long telah pergi mencari jalan, hanya tertinggal Ong Ling-hoa yang menemani Jit-jit. Mendadak Ling-hoa menjengek, "Hm, mungkin dia takkan siuman untuk selamanya, buat apa engkau membuang-buang air minum? Memangnya kau pun sudah lupa cara bagaimana dia memperlakukan dirimu?�

"Cara bagaimana dia berbuat padaku, sedikitnya dia tetap manusia, seorang perempuan tidak boleh kusaksikan dia mati begini saja. Biarlah air bagianku yang kuberikan padanya, engkau tidak perlu cerewet.�

"Dan kalau kau mati kehausan, sebaliknya dia masih hidup, jadinya tentu akan sangat lucu, mungkin Sim Long akan ...."

Jit-jit melonjak gusar, teriaknya, "Manusia jahat semacam dirimu, sungguh aku heran mengapa Sim Long tidak membunuhmu?�

"Hm, Sim Long tidak mau membunuhku, justru di sinilah letak kecerdikannya, kalau tidak ....�

"Kalau tidak apa?� mendadak seorang menukas. Terlihat Him Miau-ji sudah kembali, sinar matanya mencorong dalam kegelapan.

Ong Ling-hoa tertawa, katanya, "Kalau tidak kan aku sudah mati sejak dulu?� Miau-ji mendelik padanya, tapi dia lantas membalik tubuh ke sana, betapa pun si Kucing tidak dapat berbuat apa-apa padanya. Dalam pada itu Sim Long juga sudah kembali, Jit-jit menyongsongnya dan bertanya, "Adakah jalan yang kau temukan disana?� Sim Long menggeleng, katanya dengan tertawa, "Tapi jangan kau khawatir, Thian (Tuhan) pasti takkan membuat orang menghadapi jalan buntu.� Begitulah mereka melanjutkan perjalanan dua hari lagi, kini senyum Sim Long yang khas ini pun tak dapat membangkitkan gairah Jit-jit

lagi. Keadaan Pek Fifi juga tambah payah, tampak kempas-kempis dan tetap tak sadar. Makin hemat cara mereka menggunakan air minum, makin lemah pula daya tahan fisik mereka, setiap kesempatan mereka gunakan untuk mengaso, satu-satunya kenikmatan mereka sekarang hanya istirahat. Kembali malam tiba, malam dengan bintang-bintang bertaburan di langit. Tapi dalam keadaan sekarang tiada seorang pun yang dapat lagi memuji keindahan kerlip bintang. Jit-jit bersandar di bahu Sim Long dan bergumam, "Jangan-jangan kita salah jalan sehingga makin jauh makin kesasar?� Malam sedemikian sunyi, Miau-ji dan Ong Ling-hoa sudah tidur. Perlahan Sim Long membelai rambut si nona dengan kasih sayang, katanya, "Arah yang kita tempuh pasti tidak salah lagi, cuma ....� Mendadak Jit-jit tertawa, "Biar, kesasar juga tidak menjadi soal. Asalkan selalu berada di sampingmu, sekalipun sampai ke ujung langit juga kurela.� Hati Sim Long terasa kusut, ia pandang wajah Jit-jit yang tersenyum bahagia, lalu memandang pula Pek Fifi yang belum siuman itu, seketika ia tidak sanggup bersuara lagi. Selang lagi sejenak, akhirnya Jit-jit bangkit dan duduk tegak, dipandangnya Pek Fifi yang belum sadar itu, katanya dengan menyesal, "Jika terus begini, kita sih tidak menjadi soal, tapi mungkin dia akan ....� "Engkau masih benci padanya?� tanya Sim Long tiba-tiba. Jit-jit menggeleng, jawabnya lembut, "Mana bisa kubenci dia lagi. Meski dahulu dia sangat menggemaskan, tapi sekarang ... sekarang dia sedemikian rupa dan harus dikasihani. Padahal dia tetap seorang anak perempuan yang bernasib malang.�

"Betul, dia memang anak perempuan yang malang dan harus dikasihani ....� sambung Sim Long. Tiba-tiba Jit-jit merangkul leher Sim Long, katanya dengan tersendat, "Terkadang ... terkadang timbul pikiranku akan kuserahkan dirimu kepadanya, sebab selama hidupnya penuh diliputi rasa hampa dan dendam, satu-satunya orang yang dapat menghiburnya hanya engkau.�

Dari tersendat akhirnya ia menangis perlahan, katanya pula, "Tapi tidak dapat kulakukan, sesungguhnya terasa berat bagiku untuk menyerahkan dirimu kepadanya. O, Sim Long, apakah ... apakah engkau marah padaku?�

"Ah, bodoh, masa kumarah padamu?� ujar Sim Long sambil merangkulnya erat. Meski dia tertawa, namun siapa yang tahu betapa pedih hatinya. Di tengah malam yang sunyi dan di bawah kerlip bintang, hampir saja ia mengatakan segalanya. Tapi dia tidak bicara lagi, sebab sesungguhnya dia tidak mau dan tidak tega melukai hati Cu Jit-jit. Akhirnya ia cuma berkata, "Sudah jauh malam, marilah kita pun tidur.� Ya, tidurlah. Bila esok tiba pula, mungkin segalanya akan berubah. Dan siapa pula yang mengetahui apa yang akan terjadi esok?�

*****

Sang surya kembali memancarkan cahayanya menyinari seluruh bumi. Waktu Miau-ji mendusin, ia mengulet dan menguap, tapi mendadak ia tercengang, sebab tiba-tiba diketahuinya segala telah berubah. Sebagian besar tubuh Ong Ling-hoa telah terbenam di dalam pasir, rambut kusut, muka pun dicoreng-moreng orang, punggung telanjang dan dilecuti orang hingga berlumuran darah. Bentuk Ong Ling-hoa ternyata sudah berubah serupa setan, tapi anehnya kelihatan masih tidur nyenyak. Segala apa yang terjadi atas dirinya seolah-olah tidak dirasakannya. Waktu ia pandang Sim Long dan Cu Jit-jit, kedua orang itu teringkus menjadi satu dengan mengadu punggung, rambut mereka pun kusut, malahan seperti terpotong pula sebagian. Sedang Miau-ji sendiri, ia merasa kepala sakit seperti mau pecah, tubuh juga terikat tanpa bisa bergerak, kulit badan seakan-akan pecah tersengat sinar matahari, bajunya hampir dibelejeti seluruhnya. Sungguh kejut si Kucing tak terkatakan, ia heran sesungguhnya apa yang terjadi? Apakah benar telah ketemu setan di tengah gurun? Meski di siang hari bolong, betapa besar nyalinya tidak urung merasa ngeri juga menemui kejadian aneh yang sukar dibayangkan ini. Miau-ji coba meronta di atas pasir dan menggeliat. Akhirnya diketahui pula dua kejadian, yaitu kuda mereka sudah lenyap, kantong air dan perbekalan lain juga hilang. Padahal semua itu sama dengan nyawa mereka. Lantas siapakah yang merampas nyawa

mereka itu? Ia coba memandang sekelilingnya, langit kelihatan biru dan gumpalan awan mengambang di udara, panasnya hampir tak tertahankan lagi. Jelas tidak ada jejak manusia apa pun. Lantas siapa? Apakah Koay-lok-ong? Rasanya tidak mungkin, sebab kalau Koay-lok-ong tentu mereka takkan cuma diperlakukan cara begitu saja. Miau-ji terus berteriak, "Sim Long, Sim Long! Lekas bangun, lekas ....� Mendadak kerongkongannya seperti tersumbat, sebab tiba-tiba dilihatnya sesuatu. Yaitu Pek Fifi yang semula berada di samping Sim Long dan sejauh itu belum siuman, kini pun sudah lenyap. Akhirnya Sim Long mendusin juga, ia lihat tanah di depannya banyak bekas dicorat-coret seperti ada orang telah menulis di tanah pasir,

lalu dihapus lagi. Dengan sendirinya ia pun merasa kepala kesakitan dan anggota badan kaku pegal, otot daging pada mukanya berkerut-kerut, tanpa terasa ia bergumam, "Wahai Sim Long, kembali engkau tertipu lagi.� Mendengar suaranya, Miau-ji berseru, "Hai, Sim Long, engkau sudah mendusin bukan? Apakah kau lihat keadaan ini? Air tidak ada lagi, kuda hilang, semuanya lenyap, Pek Fifi juga tidak kelihatan lagi.�

"Fifi juga sudah pergi?� ucap Sim Long dengan menyesal. "Sesungguhnya apa yang terjadi ini? O, mengapa jadi begini?� keluh si Kucing. "Pek Fifi, pasti dia, siapa lagi selain dia,� ujar Sim Long. "Pek Fifi, kau bilang semua ini perbuatannya?� Miau-ji menegas dengan terkejut. "Meski dia sudah pergi, masakah ini tidak dapat kau lihat?� kata Sim

Long dengan tersenyum pedih. "Tapi kepergiannya bukan mustahil diculik orang?� ujar Miau-ji. "Sejauh ini dia tidak pernah siuman, keadaannya kempas-kempis, masakah mampu berbuat seperti ini?�

"Ai, rupanya kita telah meremehkan dia,� gumam Sim Long. "Setelah mengalami berbagai kejadian, kita toh tetap memandang

enteng padanya, ai, mengapa bisa begini? Ya, soalnya dia terlampau

pandai bergaya, bisa berpura-pura, selalu menimbulkan rasa kasihan orang dan bersimpati padanya sehingga lupa untuk berjaga-jaga akan dirinya.�

"Apakah ... apakah dia sebenarnya sudah sadar dan cuma pura-pura masih pingsan, mungkinkah dia ....� Pada saat itu juga Jit-jit mendusin dan berseru, "Hei, Sim Long ....� "Apakah engkau terluka, Jit-jit?� tanya Sim Long. "O, rasanya tidak ....� jawab Jit-jit. "Eh, Sim Long, apakah engkau berada di belakangku? Mengapa kita diringkus secara begini?� Sim Long mengiakan. "He, sesungguhnya apa yang terjadi?� seru Jit-jit pula. "Eh, di depanku ada tulisan.�

"Tulisan apa?� tanya Sim Long cepat. "Tulisan ini berbunyi, 'kebaikan setitik air, kubalas dengan sumber air, takkan kubunuhmu, biarkan kalian terbang bersama. Jika hidup tidak beruntung, biarlah aku menyingkir jauh ke sana, putus cinta

dan hilang benci, tidak perlu bertemu lagi sampai mati.' Ai, mungkinkah Pek Fifi yang menulisnya?�

"Ya, memang dia,� kata Sim Long. "Dia sudah pergi, dia pergi sendirian,� seru Jit-jit. "Meski dia ingin mendapatkan dirimu sepenuh hati, tapi akhirnya dia tidak merampasmu pergi melainkan ditinggalkan supaya kita ... kita ....� Suaranya tersendat dan akhirnya pecahlah tangisnya, "Oo, dia bilang putus cinta dan lenyap benci, sampai mati tidak perlu bertemu lagi. O, Fifi, engkau rela hidup sengsara hingga hari tua, engkau tidak mau membunuhku. O, Pek Fifi, selama ini ternyata kusalah menilai dirimu, sesungguhnya engkau anak perempuan yang baik. Aku ... aku bersalah padamu, berdosa padamu.�

"Jika benar dia berhati baik, mengapa pula dia membikin susah kita seperti ini, mengapa pula membawa lari air dan perbekalan kita dan membawa pergi kuda kita?� kata Miau-ji. Sim Long menghela napas, "Sesungguhnya dia memang orang

perempuan yang sukar diraba jalan pikirannya, siapa pun tidak dapat menerka apa kehendaknya. Apakah dia bajik atau jahat, mungkin selamanya tidak ada yang tahu.� Miau-ji termenung sejenak, ia pun menghela napas, katanya, "Apa pun juga dia tetap perempuan yang luar biasa, bahwa dia dapat berlagak tidak sadar sekian hari dan tahan lapar dahaga, sampai mata pun tidak terbuka, melulu ini saja sukar dilakoni siapa pun. Wahai Pek Fifi, sungguh aku kagum padamu.� Sim Long tersenyum getir, "Dia berbuat demikian adalah supaya kita lengah dan tidak menaruh perhatian padanya.�

"Jika dia sudah menyatakan putus cinta dan lenyap benci, sudah putus asa dan bertekad akan pergi, mengapa dia tidak mau cara baik-baik, tapi sebelum berangkat sengaja membikin susah dulu kepada kita?� ujar Miau-ji. "Hal ini mungkin disebabkan dia tidak ingin menemui kita dalam keadaan begitu, ia lebih suka menahan perasaan dan ingin menjaga gengsi supaya kita tahu dia tetap perempuan yang tabah dan kuat,� kata Sim Long. "Tapi bisa jadi lantaran dia tidak dapat berpisah secara terang-terangan denganmu, juga tidak ingin dipandang rendah olehmu ....� ucap Jit-jit. "Seorang perempuan rela menderita daripada dipandang hina oleh orang yang dikasihinya, terlebih anak perempuan seperti dia.�

"Siapa yang memandang rendah padanya,� tukas Miau-ji. "Sampai Sim Long pun pernah terjungkal beberapa kali di tangannya, masa ada yang berani meremehkan dia! Di kolong langit ini, kecuali dia, siapa pula yang pernah dan berhasil menjebak Sim Long?� Mendadak Jit-jit berseru, "Kalau Sim Long tertipu olehnya, hal ini bukan lantaran Sim Long kalah pintar.�

"Habis lantaran apa?� tanya Miau-ji. "Karena Sim Long selalu simpati dan kasihan padanya, ingin menolong dan membantunya,� kata Jit-jit. "Kalau tidak, biarpun ada sepuluh orang Pek Fifi juga tidak dapat menjebak Sim Long.�

"Ai, tadinya kukira engkau cuma suka kepada Sim Long dan tidak memahami pribadinya, sekarang baru kuketahui bahwa orang yang paling paham akan pribadi Sim Long justru adalah dirimu,� kata Miau-ji dengan tertawa, "Wahai Sim Long, sungguh hidupmu tidak sia-sia ada nona cantik yang sedemikian paham akan dirimu.� Mendadak Ong Ling-hoa menyela dengan suara parau, "Dalam keadaan dan tempat seperti ini engkau ternyata masih dapat tertawa, sungguh harus kupuji padamu.� Mulutnya seperti tersumbat oleh pasir sehingga bicaranya tidak begitu jelas. "Mengapa aku tidak dapat tertawa, paling sedikit aku kan tidak tertanam hidup-hidup di dalam pasir?� ujar Miau-ji. "Aku ini terhitung apa?� kata Ling-hoa. "Tapi tokoh kita Sim Long yang serba tahu ternyata juga diringkus orang serupa babi mati, inilah yang membingungkan.� Sim Long tidak marah meski disindir, ucapnya tak acuh, "Jika engkau berlaku waspada sedikit, tentu kita takkan berubah menjadi begini.�

"Hm, apakah ini salahku?� jengek Ong Ling-hoa. "Kau tahu cara bagaimana kita diringkus orang tanpa sadar sama sekali?� tanya Sim Long. "Semua ini lantaran semalam Pek Fifi telah menaruh racun dalam kantong air minum kita. Dan apakah kau tahu kapan dia menaruh obat bius ini? Yaitu pada waktu kuminta kau jaga di sini. Biasanya engkau memandang air minum jauh lebih penting daripada nyawa orang lain, mengapa kau pun lengah sehingga kena dikerjai Pek Fifi?� Ong Ling-hoa mengertak gigi sehingga gemertuk. "Cuh�, ia semburkan pasir yang menutupi mulutnya dengan gemas. "Ah, jangan pikirkan urusan lain lagi, yang penting bagaimana kita sekarang?� seru Miau-ji. "Sama sekali aku tak bertenaga, hendak melepaskan tali pengikat ini saja tidak mampu. Jika keadaan demikian terus berlangsung, mungkin kita bisa terjemur kering menjadi dendeng.�

*****

Sinar sang surya memang makin terik, pasir pun mulai panas. Saking panasnya kepala si Kucing mulai terasa pusing dan mata

berkunang-kunang, tali yang mengikat tubuhnya terasa semakin mengeras sehingga ambles ke dalam daging. Bibirnya sudah mulai pecah terjemur, ia mengomel, "Wahai Pek Fifi, aku tidak terima kasih karena engkau tidak membunuhku, sebab

caramu memperlakukanku ini jauh lebih kejam daripada membunuhku. Rupanya engkau sengaja tidak membunuh kami karena hendak kau siksa kami.�

"Meski sudah kurasakan hidupku ini pasti takkan mendapatkan kematian secara baik, tapi juga tidak pernah kubayangkan akan mati terjemur cara begini, kematian cara begini sungguh lebih susah daripada cara apa pun,� gumam Ling-hoa dengan menyesal. "Kematian cara apa tetap tidak enak,� ujar Sim Long dengan tersenyum. Seketika Ong Ling-hoa membalik. "Dalam keadaan begini engkau masih dapat tersenyum?�

"Kenapa tidak?� mendadak si Kucing menyela. "Dapat melihat orang semacam dirimu ini mati terjemur hidup-hidup, setiap orang pun akan tertawa geli.�

"Hahahaha ....� Begitulah dia sengaja bergelak tertawa, tapi cuma beberapa kali tertawa saja, kerongkongannya serasa tersumbat, bibirnya pecah dan tenggorokan kering, suara tertawanya mirip bunyi burung hantu. "Ayo tertawalah, kenapa tidak tertawa lagi?� ejek Ling-hoa. "Bila kau tertawa lagi cara begitu, mungkin engkau akan mampus lebih dulu.�

"Dia takkan mati,� ujar Sim Long. "Dia takkan mati, memangnya aku saja yang akan mati?� tanya Ling-hoa. "Jika kau mau tutup mulut dan sisakan sedikit tenaga, tentu kau pun takkan mati,� ujar Sim Long. Meski Ong Ling-hoa benci dan cemburu terhadap Sim Long, tapi apa yang dikatakan anak muda itu mau tak mau harus diturut dan dipercayainya. "Apa maksudmu kita masih ... masih akan tertolong?� tanyanya dengan sorot mata sangsi. "Tentu saja,� jawab Sim Long. "Di tengah gurun seluas ini kita serupa kawanan semut, biarpun beribu orang mencari serentak juga belum tentu dapat menemukan kita .... Apalagi siapa yang akan menolong kita? Siapa yang tahu kita tertimpa bahaya, semua ini tidak ... tidak mungkin.� Sembari bicara ia pun terbatuk-batuk dan kehabisan tenaga, sebab meski di mulut dia bilang tidak mungkin, tapi di dalam hati justru

sangat mengharapkan akan datang penolong. "Dengan sendirinya ada orang tahu kita mengalami petaka ini,� kata Sim Long pula. "Siapa?� tanya Ong Ling-hoa dengan terengah. "Ya, kecuali ... kecuali perempuan siluman itu.�

"Betul, memang Pek Fifi adanya,� kata Sim Long. Ling-hoa melenggong, katanya dengan tertawa, "Haha, masakah dia akan datang lagi menolong kita? Haha, rupanya saking gelisahnya Sim Long juga sudah linglung ....� Suara tertawa latahnya membuat Cu Jit-jit dan Him Miau-ji sama merinding. Sungguh mereka pun meragukan jalan pikiran Sim Long itu, betapa pun mereka tidak percaya Pek Fifi akan datang menolong mereka. "Masa kalian belum lagi kenal wataknya?� ujar Sim Long. "Jika dia menghendaki kematian kita, tentu dia akan tinggal di sini untuk menyaksikan kita tersiksa sehingga mati.�

"Mungkin hatinya tidak sekeji ini,� kata Jit-jit. "Betul,� seru Ling-hoa girang. "Jika dia menghendaki kematian kita tentu dia tidak perlu pergi. Sekarang dia pergi, rasanya kita pasti akan mendapatkan bintang penolong.�

"Bintang penolong? Dari mana datangnya bintang penolong?� gerutu Miau-ji. "Dia dibesarkan di tengah gurun, terhadap segala sesuatu di gurun pasir tentu jauh lebih hafal daripada kita. Bisa jadi sebelumnya dia sudah tahu ada orang akan datang ke sini, mungkin juga dia telah meninggalkan petunjuk bagi orang yang akan mencari kemari.�

"Bilamana sekali aku tertolong, rasanya aku harus berbuat beberapa hal kebajikan,� kata Ong Ling-hoa. "Baik, asalkan jangan kau lupakan nazarmu ini, kujamin engkau takkan mati,� ucap Sim Long. Meski harapan untuk tertolong sangat kecil, tapi harapan betapa kecil pun jauh lebih baik daripada tanpa harapan. Maka semua orang tidak bicara lagi mereka ingin menyimpan tenaga untuk bertahan sampai datangnya bintang penolong. Kini kelopak mata setiap orang dirasakan tambah berat, semuanya ingin tidur senyenyaknya, tapi mereka pun tahu, sekali tertidur takkan mendusin untuk selamanya. Entah sudah lewat berapa lama, mendadak Sim Long berseru, "Aha, itu dia, sudah datang ... sudah datang ....� Terbangkit semangat semua orang dan memandang ke arah yang dimaksud, tertampak di bawah langit yang biru tanpa awan sana mendadak mengepul debu kuning tebal sehingga hampir menyelimuti seluruh angkasa. Menyusul lantas terdengar gemuruh derap kaki kuda yang

menggetar bumi. "Di tengah gurun ini dari mana datangnya pasukan sebesar ini?� ujar Miau-ji dengan melengak. "Masa kau lupakan Liong-kui-hong?� kata Sim Long dengan tersenyum. Belum lenyap suaranya, tertampaklah empat penunggang kuda berlari datang secepat terbang, penunggang kudanya semuanya berbaju putih dan bermantel putih, itulah seragam anak buah Liong-kui-hong atau angin puyuh naga yang malang melintang di gurun pasir ini. Mungkin keempat penunggang kuda itu sudah melihat rombongan Sim Long, mereka bersuit, lalu membalik lagi ke sana. Keruan Ong Ling-hoa sangat cemas, serunya, "Hai, hai ... kenapa kalian putar balik lagi? Masa kalian tidak mau menolong orang yang akan mati?� Sim Long tertawa, "Tidak perlu kau gelisah, mereka hanya pengintai pasukan Liong-kui-hong, setelah menemukan kita, mereka tidak berani mengambil tindakan sendiri, maka harus kembali ke sana untuk melapor.�

"Betul, namun Liong-kui-hong adalah bandit yang terkenal tidak memberi ampun kepada siapa pun, bila kita tertangkap olehnya mungkin juga ....�

"Aku tidak jelas baik atau jahat Liong-kui-hong, tapi jangan kau lupa, dia kan masih mempunyai seorang Kunsu?� ujar Sim Long. "Bisa apa Kunsu segala? Apakah kau kenal dia?� tanya Ling-hoa. "Bila aku tidak salah terka, kuyakin dia adalah sahabatku dulu,� jawab Sim Long dengan tersenyum. Dalam pada itu dari kejauhan datang lagi beberapa penunggang kuda, yang paling depan berbaju hitam dan berkuda hitam, malah pakai kedok hitam pula, hanya kelihatan sorot matanya yang tajam.

Sesudah dekat, mendadak penunggang kuda serbahitam itu melompat turun, lalu berdiri diam sambil menatap Sim Long tanpa

berkedip, tampaknya seperti terkejut. "Kim-heng, Kim Bu-bong, engkau bukan?� seru Sim Long mendadak. Penunggang kuda serba hitam itu bergetar, ia pun berseru, "Dari ... dari mana kau tahu ....�

"Kecuali Kim Bu-bong, siapa pula yang begitu paham akan pribadi Koay-lok-ong serupa membaca garis tangan sendiri,� ujar Sim Long sambil tergelak. "Kecuali Kim Bu-bong, siapa pula yang dapat menandingi Koay-lok-ong dan berulang membuatnya kecundang.� Mendadak si penunggang kuda hitam melompat maju, Sim Long dirangkulnya. Saking terharu kedua orang sama mengucurkan air mata sambil tertawa pula. Sampai Ong Ling-hoa juga ikut terharu, apalagi Jit-jit dan Miau-ji, mereka pun tidak tahan mencucurkan air mata. Selang sejenak barulah Kim Bu-bong berkata dengan gegetun, "Wahai Sim Long, mengapa engkau sampai tertimpa nasib serupa ini?�

"Jangan bicara tentang diriku, bicaralah mengenai dirimu lebih dulu,� ujar Sim Long. Kim Bu-bong diam sejenak, katanya kemudian dengan tertawa, "Bukan aku yang tidak setia kepada Koay-lok-ong, tapi dia yang tidak berbudi padaku. Sesudah kupulang padanya dalam keadaan cacat, dia pandang diriku sebagai sampah yang tak berguna lagi dan berniat menghabiskan diriku. Untung kutahu maksud kejinya, diam-diam kuatur tipu untuk meloloskan diri. Waktu itu juga aku bersumpah akan membalas dendam, akan kubuat supaya dia tahu bahwa Kim Bu-bong bukanlah sampah sebagaimana disangkanya.�

"Dan sekarang engkau memang sudah membuktikan hal ini,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Waktu itu dia sengaja membuat sepucuk surat palsu dan bilang padaku bahwa surat itu tinggalanmu. Maka saat itu juga kutahu dalam urusanmu pasti terjadi sesuatu yang tidak beres.� Kim Bu-bong menengadah dan terbahak-bahak, suara tertawanya yang senang terasa rada hampa juga. Sejenak kemudian ia berhenti tertawa, katanya, "Sekarang kendati sudah kujatuhkan dia, lalu mau apa lagi? Hidup manusia paling-paling seratus tahun dan dalam sekejap saja sudah lalu, baik menang maupun kalah, sampai mati pun tertinggal segundukan tanah belaka.�

"Maksudmu, dia sudah kau bunuh?� tanya Miau-ji mendadak. "Tempo hari seranganku gagal, sekali ini kuhimpun kekuatan lagi

dan menyerbunya lagi, siapa tahu sarang Koay-lok-ong malah sudah berubah menjadi puing belaka, mayat bergelimpangan, bahkan sama terbakar hangus. Di antaranya ada dua kerangka mayat yang tampak melengket menjadi satu, kulit daging sudah menjadi abu, namun ketiga cincin masih kelihatan ....� Kim Bu-bong tertawa seram, lalu menyambung, "Hah, siapa

menyangka, Koay-lok-ong yang malang melintang selama ini ternyata sudah terkubur di tengah lautan api.� Sampai di sini, semua orang tahu mayat yang melengket menjadi satu dengan Koay-lok-ong itu pastilah Ong-hujin. Sim Long menghela napas, gumamnya, "Ai, itulah akibat cinta yang tak terimpas, tahu begitu untuk apa berbuat?� Mendadak terdengar Ong Ling-hoa menangis keras, nyata baru sekarang meledak perasaannya sebagai seorang anak terhadap ibunya. "Ong Ling-hoa,� teriak Kim Bu-bong dengan bengis, "mestinya sudah kuputuskan akan membunuhmu, tapi melihat tangismu ini ternyata hati nuranimu belum lagi lenyap seluruhnya, karena itu biarlah hari ini kutolongmu sekali lagi.� Segera ia membebaskan mereka dari ringkusan, tiba-tiba ia pandang Sim Long pula dan berkata, "Tampaknya Koay-lok-ong memang betul sudah mati, selama ini engkau tetap belum sempat bertarung dengan dia, apakah engkau tidak merasa menyesal?� Sim Long tersenyum hambar, katanya, "Sifat manusia asalkan bajik, dan juga bodoh, maka tak terhindar dari pertengkaran. Cuma golongan yang pintar bertempur dengan akal dan golongan rendah bertanding dengan tenaga, meski aku dan Koay-lok-ong sama-sama ingin menumpas pihak lain, tapi entah mengapa, kedua pihak seperti juga saling kasihan. Jika sudah begitu, kan tidak menarik lagi bilamana terjadi pertarungan benar di antara kami.�

"Haha, keluhuran budi Sim Long memang jarang ada bandingannya,� seru Bu-bong dengan tertawa. "Eh, dari mana kau tahu keadaan kami ini?� tanya Jit-jit. "Ini pun bukan sesuatu hal aneh,� tutur Bu-bong. "Ketika mengundurkan diri, pasukan kami mestinya tidak lalu di sini, siapa tahu semalam mendadak kuterima sepucuk surat dengan lampiran peta, kami diminta ke sini untuk menolong kalian. Aku merasa sangsi, tapi juga tertarik, tentu pula khawatir tertipu. Untung akhirnya kuputuskan datang kemari juga.�

"Orang yang paling memahami Pek Fifi tetap Sim Long adanya,� kata Jit-jit dengan gegetun. Ia pegang tangan Sim Long dengan erat, seperti anak muda itu akan kabur lagi. "Dari mana pula dia tahu Kim-heng berada di dekat sini?� tanya

Miau-ji. "Dalam perjalanan kemari tentu dia sudah melihat gerakan pasukan Kim-heng yang menimbulkan debu, meski kami juga melihatnya waktu itu tentu juga mengira angin pasir biasa, tapi dia kan sangat hafal terhadap setiap perubahan gurun pasir ini. Apakah debu atau angin pasir sekali pandang saja sudah diketahuinya.� Jit-jit, Miau-ji dan Ong Ling-hoa sama   manggut-manggut membenarkan. Pada saat itulah mendadak di kejauhan ada orang berteriak, "Dimana Sim Long yang termasyhur itu? Dapatkah kami melihatnya?� Suara teriakan itu susul-menyusul semakin keras dan menggema angkasa. "Wah, kenapa hari ini rasanya aku ingin menyusup ke dalam bumi saja,� ucap Sim Long dengan rikuh. "Haha, biarpun ingin menyusup ke dalam bumi juga takkan sanggup lagi,� kata Kim Bu-bong sambil memegang tangan Sim Long. "Cuma ... haha, hari ini Sim Long ternyata juga ingin lari, tentu orang akan terheran-heran.� Muka Sim Long tersembul lagi senyumannya yang khas itu,

senyuman yang sukar diraba oleh siapa pun, termasuk Cu Jit-jit.

TAMAT