[EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR]

November 19, 2011

BAB I

PENGERTIAN, TUJUAN, ASAS JENIS

EVALUASI BELAJAR

  1. Pengertian Evaluasi Belajar

Kita sering ka1i melihat, ada seorang pembeli yang membanding-bandingkan untuk memilih suatu barang di supermarket, atau di pasar. Kalau akan membeli ikan maka pasti akan dilihat dengan seksama, apakah ikan tersebut masih segar dan layak untuk dikonsumsi. Ikan yang segar adalah jika ditekan akan kembalo seperti sedia kala, tapi kalau yang ditekan itu jadi legok atau tidak kembali ke posisi semula maka menunjukkan bahwa ikan tersebut sudah tidak segar lagi. Disini ibu tersebut sedang menilai suatu barang yaitu ikan, dia menilai kelayakan ikan yang masih segar yaitu dengan cara melihat dan menekan ikan tersebut apakah masih kenyal, kalau dipijat akan kembali ke posisi semula. Selain itu juga akan dilihat dari bau ikan tersebut sudah basi ataukan masih segar.  Kalau masih kenyal dan bau atau aromanya masih segar maka ikan tersebut masih segar dan layak untuk dikonsumsi. Kegiatan ibu yang berbelanja tersebut adalah kegiatan pelilaian terhadap suatu barang yang dia inginkan. Ibu tersebut sudah mempunyai kriteria-kriteria yang dia tentukan sendiri. Kalau ternyata barang tersebut sesuai dengan apa yang dia inginkan dan cocok dengan kriteria yang dia tentukan maka ibu tersebut akan membelinya, tetapi apabila tidak sesuai dengan kriteria yang dia tentukan maka ibu tersebut tidak jadi membelinya. Hal tersebut adalah contoh tentang penilaian seorang ibu terhadap suatu barang.  Dia melakukan dua kali penilaian yaitu menilai terhadap kekenyalan ikan dan yang kedua menilai dari bau atau aroma ikan tersebut. Kalau kedua penilaian tersebut sudah masuk kategori, maka ibu tersebut baru dapat memutuskan untuk membelinya ataukah tidak.

Dilingkungan sekolah, kita melihat pula bahwa pada waktu-waktu  tertentu guru selalu mengadakan evaluasi. Kenyataan yang biasa dilakukan di sekolah-sekolah Indonesia sampai dewasa ini ialah bahwa pada akhir semester guru mengadakan ulangan-ulangan, pada akhir tahun mengadakan ujian-ujian kenaikan kelas, dan pada akhir kelas tertinggi pada setiap taraf atau level pendidikan, sekolah mengadakan ujian akhir (Evaluasi Belajar Tahap Akhir). Ulangan, ujian kenaikan kelas, dan evaluasi belajar tahap akhir tadi, merupakan contoh tentang evaluasi yang lazim dilaksanakan di setiap institusi pendidikan.

Kita sebagai guru umumnya memahami bahwa pendidikan adalah merupakan proses melakukan perubahan pada diri siswa. Atau secara definitif dirumuskan, bahwa pendidikan adalah “usaha sadar yang dilakukan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan siswa di dalam dan di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup”.

Bertitik tolak dari pandangan tersebut, kita sebagai guru berharap agar setiap program pengajaran, setiap mata pelajaran, dan bahkan setiap unit pelajaran yang kita sajikan dapat membawa perubahan yang berarti bagi diri anak didik. Siswa seharusnya mengalami perubahan perilaku setelah mengikuti pelajaran. Dan seharusnya ada perbedaan perilaku antara mereka yang mengikuti pelajaran suatu unit pelajaran atau suatu program pengajaran dengan yang tidak semestinya. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa suatu program pengajaran akan menghasilkan perubahan yang sama pada setiap siswa yang mengikutinya. Usaha untuk mengetahui ada dan tidaknya perubahan, atau tingkat perubahan yang terjadi pada diri siswa inilah yang termasuk dalam kawasan evaluasi.

Dalam hubungan ini, kita sekarang ingin menyoroti hal-hal yang berkenaan dengan evaluasi, khususnya dalam kontek dengan proses belajar mengajar, yang dilaksanakan di sekolah. Karena evaluasi merupakan salah satu proses dalam pengajaran, yang dalam batas-batas tertentu dapat merupakan indikator yang mempengaruhi perubahan perilaku siswa.

Istilah evaluasi atau penilaian adalah sebagai terjemaban dari istilah asing “evaluation”. Dan sebagai panduan, menurat Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning) dikemukakan, bahwa:

“Evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik”

Apabila alur fikiran yang terkandung dalam definisi itu kita ambil sebagai pegangan, maka logis apabila kita bersikap, bahwa dalam melakukan evaluasi kita sebagai guru harus yakin bahwa pendidikan dapat membawa perubahan pada diri siswa. Oleh karena itu dalam kegiatan evaluasi kita harus melakukan setidak-tidaknya dua hal yaitu:

  1. Mengumpulkan bukti-bukti yang cukup;
  2. Menetapkan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa.

Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif (dalam bentuk angka-angka), dan dapat pula bersifat kualitatif, yaitu menunjukkan kualifikasi seperti: baik sekali, baik, sedang atau cukup, rajin, cermat dan lain-lainnya. Bukti-bukti kuantitatif atau kualitatif yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan tertentu agar dapat dijadikan dasar pengambilan keputusah ada tidaknya perubahan perilaku serta derajat perubahan yang ada secara adil dan obyektif.

Disamping itu, masih ada beberapa point yang perlu diketahui, yaitu batasan antara evaluasi dan pengukuran. Pengertian evaluasi dan pengukuran sangat erat hubungannya, sehingga sulit untuk diterangkan perbedaan secara khas. Ada sementara orang memakai kedua istilah itu silih berganti, karena menganggap identik. Ada lagi sementara orang yang memakai kedua istilah itu sebagai yang bersifat kesinambungan. Dalam arti bahwa kegiatan pengukuran pendidikan akan dilanjutkan dengan evaluasi. Atau sebalikhya, untuk dapat melakukan penilaian  sesuatu diperlukan data/bahan dari  hasil pengukuran.

Oleh karenanya, pengukuran dapat dirumuskan sebagai kegiatan untuk menetapkan dengan pasti tentang luas, dimensi, atau kualitas sesuatu, dengan membandingkan dengan ukuran tertentu. Sedangkan evaluasi sebagai usaha untuk memberikan nilai terhadap hasil pengukuran tersebut.

Jika diterapkan dalam pengukuran hasil belajar, maka mengukur akan diperoleh skore tertentu, dan dengan mengevaluasi akan diintepretasikan apakah seseorang siswa yang memperoleh skore tertentu tersebut tergolong anak yang pandai atau bodoh menurut norma tertentu. Jadi misalnya si Arief memperoleh nilai 9, berarti ia telah wenguasai 90% dari keseluruhan yang dipersyarat untuk mancapai tingkat atau perilaku tertentu.

  1. Tujuan Evaluasi Belajar

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tujuan evaluasi secara umum adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan pada diri anak didik serta tingkat perubahan yang dialaminya setelah ia mengikuti PBM. Tetapi sebenarnya hal tersebut baru merupakan sebagian dari tujuan evaluasi dalam arti yang sebenarnya. Kita harus masih mengenal dimensi tujuan lain. Misalnya sebagaimana dirumuskan di dalam Kurikulum 1975 (Buku III B - tentang Pedoman Penilaian), dapat kita baca bahwa tujuan atau fungsi evaluasi belajar siswa di sekolah pada dasarnya dapat digolongkan kedalam 4 (empat) kategori yaitu:

  1. Untuk memberi umpan balik (feedback) kepada guru, sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan revisi program dan remidial program bagi siswa.
  2. Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar masing-masing siswa, yang antara lain diperlukan untuk memberikan laporan kepada para orang tua siswa, penetapan kenaikkan kelas, dan penentuan lulus tidaknya siswa.
  3. Untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat (misalnya dalam penentuan jurusan) sesuai dengan tingkat kemampuan dan atau karakteristik lain yang dimiliki siswa.
  4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, pisik, dan lingkungan) siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar. Yang hasilnya dapat dipakai sebagai dasar untuk memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.

  1. Asas-asas Evaluasi Belajar

Agar supaya evaluasi berlajar benar mencapai sasaran, yaitu untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku atau keberhasilan siswa, maka harus dilaksanakan dengan berdasarkan pada suatu asas atau prinsip mapan.

Adapun asas atau prinsip-prinsip yang dimaksudkan adalah:

  1. Evaluasi harus dilaksanakan secara terus menerus

Maksud evaluasi yang dilaksanakan secara terus-menerus atau continue ialah agar kita (guru) memperoleh kepastian atau kemantapan dalam mengevaluasi. Dan dapat mengetahui tahap-tahap perkembangan yang dialami oleh siswa.

  1. Evaluasi harus menyeluruh (Conprehensive)

Evaluasi yang menyeluruh ialah yang mampu memproyeksikan seluruh aspek pola tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Untuk dapat melaksanakan evaluasi yang memenuhi asas ini, maka setiap tujuan instruksional harus telah dijabarkan sejelas-jelasnya, sehingga dapat dijadikan pedoman untuk melakukan pengukuran. Alat atau instrument evaluasi harus mengandung atau mencerminkan itemitem yang representatif, yang dijabarkan dari tujuan-tujuan instruksional yang telah disusun. Untuk keperluan pembuatan soal tes yang demikian guru dapat membuat "Tabel spesifikasi tujuan", sebagai alat bantu guna menjaring item-item yang mewakili perilaku yang diharapkan. Disamping itu tabel speasifikasi tersebut juga dapat membantu guru dalam usaha memenuhi validitas alat pengukur.

  1. Evaluasi harus obyektif (Obyective)

Asas ini dimaksudkan, bahwa didalam proses evaluasi hanya menunjukkan aspek yang dievaluasi dengan keadaan yang sebenarnya. Jadi didalam mengevaluasi hasil pendidikan dan pengajaran guru tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif dalam memberikan nilai kepada siswa.

  1. Evaluasi harus dilaksanakan dengan alat pengukur yang baik

Asas ini diperlukan, sebab untuk dapat memberikan penilaian secara obyektif diperlukan informasi atau bukti -bukti yang relevant dan untuk itu dibutuhkan alat yang tepat guna. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk alat pengukur yang baik, yaitu:

  1. Validitas

Validitas alat pengukur berhubungan dengan ketepatan dan kesesuaian alat untuk menggambarkan keadaan yang diukur sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Ketepatan berhubungan dengan pemberian informasi persis (akurat) seperti keadaannya. Atau dengan perkataan lain disebut sahih. Sedang kesesuaian berhubungan dengan efektivitas alat untuk memerankan fungsinya sesuai dengan yang dimaksud dari alat pengukur tersebut.

  1. Reliabilitas

Realiabilitas alat pengukur berhubungan dengan kestabilan, kekostanan, atau ketepatan test. Suatu test akan dinyatakan reliabel apabila test tersebut dikenakan kepada sekelompok subyek yang sama, tetap memberikan hasil yang sama pula, walaupun saat pemberian testnya berbeda. Tinggi rendahnya reliabilitas alat pengukur alat pengukur dapat diketahui dengan menggunakan teknik statistik. Yaitu dengan mengklasifikasikan antara hasil pengukuran pertama dan hasil pengukuran kedua dari bahan test yang sama, atau test yang lain yang dianggap sama (ekuivalen).

  1. Evaluasi harus deskriminatif

Kegiatan evaluasi yang dapat memenuhi asas ini akan mampu membedakan tentang keadaan yang diukur apabila keadaannya memang berbeda. Jadi test hasil belajar dapat dikatakan deskriminatif apabila test tersebut dapat membedakan antara 2 (dua) orang atau lebih, yang memang mempunyai kemampuan yang tidak sama. Apabila UnyiI keadaanya memang lebih pandai dari si Badu maka test itu harus dapat mengetahui atau mengungkapkan perbedaan yang dimiliki oleh kedua anak tersebut

  1. Jenis-jenis Evaluasi Belajar

Sehubungan dengan 4 (empat) tujuan sebagaimana dituangkan di dalam sub bab yang terdahulu, selanjutnya kurikulum 1975 membedakan evaluasi prestasi belajar siswa di sekolah  menjadi 4 (empat) jenis yaitu:

  1. Evaluasi Formatif

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Jenis evaluasi wajib dilaksanakan oleh guru bidang studi setelah selesai mengajarkan satu unit pengajaran tertentu.

  1. Evaluasi Sumatif

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk keperluan penentuan angka kemajuan atau hasil belajar siswa. Jenis evaluasi ini dilaksanakan setelah guru menyelesaikan pengajaran yang diprogramkan untuk satu semester. Dan kawasan bahasanya sama dengan kawasan bahan yang terkandung di dalam satuan program semester.

  1. Evaluasi Penempatan

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar atau program pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya.

  1. Evaluasi Diagnostik

Adalah evaluasi yang ditujukan guna membantu memecahkan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa tertentu.

Jenis evaluasi formatif dan sumatif terutama menjadi tanggungjawab guru (guru bidang studi), evaluasi penempatan dan diagmostik lebih merupakan tanggungjawab petugas bimbingan penyuluhan. Oleh karena itu wajar apabila dalam tulisan ini hanya mengaksentuasi pada jenis penilaian yang pertama dan jenis yang kedua.

Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif

Sebagai salah satu perwujudan dari usaha pembaharuan bidang pendidikan di Indonesia, ialah dibakukannya Kurikulum 1975, yang di dalamnya tersurat juga suatu pedoman guru dalam melaksanakan penilaian atau evaluasi hasil belajar siswa. Karena di atas telah disinggung bahwa evaluasi yang menjadi tanggungjawab guru bidang studi adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, maka untuk memberikan gambaran yang jelas dan tegas, berikut akan diuraikan batasan pengertian dan teknik pelaksanaannya.

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru selama dalam perkembangan atau dalam kurun waktu proses pelaksanaan suatu Program Pengajaran Semester. Dengan maksud agar segera dapat mengetahui kemungkinan adanya penyimpang-penyimpangan, ketidak sesuaian pelaksanaan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Karena dilaksanakan setelah selesai mengajarkan satu unit pengajaran (mungkin sesuatu topik atau pokok bahasan), maka ternyata apabila ada ketidaksesuaian dengan tujuan segera dapat dibetulkan. Oleh karena itu, fungsi dari pada evaluasi ini terutama ditujukan untuk memperbaiki  proses bolajar mengajar. Dan karena scope bahannya hanya satu unit pengajaran, dan dalam satu semester terdiri dari beberapa unit, maka pelaksanaan evaluasi ini frekuensinya akan lebih banyak dibanding evaluasi sumatif. Umumnya frekuensi tes formatif ini berkisar antara 2 - 4 kali dalam satu semester.

Sedangkan yang dimaksud dengan evalusi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh guru pada akhir semester. Jadi guru baru dapat melakukan evaluasi sumatif apabila guru yang bersangkutan selesai mengajarkan seluruh pokok bahasan atau unit pengajaran yang merupakan forsi dari semester yang bersangkutan. Oleh karena itu evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai siswa selama satu semester. Jadi fungsinya untuk mengetahui kemajuan anak didik.

Akhirnya, untuk menambah kejelasan didalam pelaksanaannya, berikut penulis rumuskan perbedaan dari kedua jenis evaluasi tersebut.


Evaluasi Formatif

Evaluasi Sumatif

Tujuannya untuk memperbaiki PBM.        

  1. Dilaksanakan setelah selesai mengajarkan suatu unit pengajaran tertentu.

  1. Frekuensi 2 – 4 kali dalam satu semester.
  2. Lingkup atau scope bahannya sempit.
  3. Obyeknya hanya terdapat suatu aspek perilaku.
  4. Bobot atau kadar nilainya rendah.

Tujuannya untuk mengetahui hasil atau tingkat kemajuan belajar siswa.

  1. Dilaksanakan setelah mengajarkan seluruh unit pengajaran, yang menjadi forsi sesuatu semester.
  2. Frekuensinya 1 x dalam satu semester.
  3. Lingkup atau scope bahannya luas.
  4. Obyeknya meliputi berbagai aspek perilaku.
  5. Bobot atau kadar nilainya tinggi.

Mengingat karakteristik dari masing-masing jenis evaluasi itu, maka guna penentuan nilai akhir (misalkan nilai raport), diberikan pedoman sebagai berikut :

Jika seorang siswa misalnya si Arief dalam suatu semester mengikuti evaluasi formatif 4 (empat) kali dan hasilnya: 6, 8, 8, 10. Kemudian sewaktu mengikuti evaluasi sumatif mendapat nilai 9, maka nilai akhir Arief untuk mata pelajaran itu menjadi: dibulatkan menjadi 9,00

Jadi bukannya:

dibulatkan menjadi 8,00

Yang terakhir panduan untuk menentukan nilai akhir itu menurut Kurikulum 1984 disempurnakan menjadi:

Rumus menentukan nilai raport:

Keterangan

N        = nilai raport

p        = nilai rata-rata evaluasi formatif

q        = nilai rata-rata kegiatan kokurikuler

r        = nilai evaluasi sumatif

Nilai pada p, q, dan r belum ada pembulatan, pembulatan         baru dilakukan pada N (nilai raport).

  1. Kriteria Evaluasi

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa evaluasi adalah merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan bukti-bukti yang kemudian dijadikah dasar dalam pengambilan keputusan tentang keberhasilan siswa mengikuti pelajaran. Agar pengambilan keputusan tidak merupakan perbuatan yang subyektif, maka diperlukan patokan tertentu. Kriteria tersebut berfungsi sebagai ukuran, apakah seseorang telah memenuhi persyaratan untuk digolongkan sebagai siswa yang berhasil, pandai, baik, naik kelas, lulus atau tidak. Kriteria penilaian itu disebut dengan istilah “Standar Penilaian”. Dan standar penilaian yang dimaksud dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

  1. Standar Penilaian Yang mutlak.
  2. Standar Perilaian Yang Relatif.

Standar Penilaian Yang Mutlak.

Kriteria ini lebih dikenal dengan istilah “Penilaian Acuan Patokan” atau disingkat PAP. Dan istilah ini merupakan terjemahan dari istilah asing “Criterion Referenced”. Standar ini bersifat tetap atau bahkan tidak dapat ditawar. Dalam artian bahwa kriteria keberhasilan siswa itu tidak dipengaruhi oleh prestasi suatu kelompok siswa. Apabila kita menggunakan standar ini, maka keberhasilan atau kegagalan siswa dalam mengikuti pelajaran ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (sebelum evaluasi dilaksanakan). Pelaksanaan standar PAP ini dapat diberikan contoh sebagai berikut:

Misalnya untuk dapat dinyatakan lulus, siswa harus dapat menjawab dengan betul paling sedikit 70% dari pernyataan yang disediakan. Ini berarti bahwa siswa yang menjawab benar kurang dari 70% dari jumlah soal yang disediakan, dinyatatan tidak berhasil atau tidak lulus.

Langkahnya dapat didiskripsikan sebagai berikut:

  1. Menetapkan kualifikasi nilai minimal yang dapat diterima, misalnya: 5,50; 6,0; atau 7,0 dan sebagainya, sebagai batas lulus atau passing grade. Atau batas kesalahan minimal yang masih dapat dimaafkan dalam suatu penilaian. Ketentuan tersebut terserah kepada guru.
  2. Membandingkan angka nilai (prestasi) setiap siswa dengan nilai passing grade tersebut. Secara teoritis maka mereka yang angka nilai prestasinya berada di bawah batas lulus, dinyatakan tidak berhasil.

Standar Yang Relatif

Kriteria ini lebih dikenal dengan istilah “Penilaian Acuan Normal”atau disingkat PAN. Dan istilah ini merupakan alih bahasa dari istilah asing “Norm Referenced”. Berbeda dengan standar mutlak, pada standar yang relatif ini keberhasilan siswa ditentukan oleh posisinya di antara kelompok siswa yang mengikuti evaluasi. Dengan lain perkataan, bahwa keberhasilan seseorang siswa dipengaruhi oleh tempat relatifnya dibandingkan dengan prestasi rata-rata kelompok. Dengan menggunakan standar relatif, dapat terjadi bahwa siswa yang prosentasi (%) jawaban yang benar hanya 50% dapat dinyatakan lulus atau berhasil, karena kebanyakan teman-teman yang lain mencapai angka prosentasi yang lebih rendah. Sebagai contoh misalnya:

Dalam suatu kelas, ujian tulis IPS yang diikuti oleh 30 orang siswa diberikan 100 buah soal. Ternyata kebanyakan siswa hanya berhasil menjwab 56 soal dengan betul, dan dapat dinyatakan lulus. Pada kelas lain, dari 100 soal yang diujikan rata-rata siswa berhasil menjawab dengar benar 90 soal, sehingga si Badu yang berhasil menjawab dengan benar 65 soal, dinyatakan tidak berhasil atau gagal.

Dengan demikian kriteria keberhasilan masing-masing kelas tidak sama. Sehingga keberhasilan seseorang siswa baru dapat ditentukan setelah prestasi kelompoknya diketahui. Dan jenis standar ini tepat dipakai oleh guru, apabila ia akan mengetahui kedudukan siswa dalam kelompok/ kelasnya. Mengingat karakteristik dari masing-masing standar itu, dan sesuai dengan prinsip ketuntasan belajar,  bahwa “pengolahan skor yang diperoleh siswa diperlakukan dengan menggunakan standar mutlak atau Penilaian Acuan Patokan (PAP)”.

Misalnya:

Item soal yang harus dikerjakan siswa adalah 40 buah. Setiap butir soal yang dapat dijawab benar oleh siswa diberi skor 1 (satu). Jadi skor maksimal yang mungkin dicapai adalah 40. Ani memperoleh skor 24. Ini berarti Ani menguasai

 tujuan/bahan pelajaran, maka nilai untuk Ani adalah 6,00

tujuan/bahan pelajaran, maka Budi akan mendapat nilai 9,00

Disamping itu penulis informasikan pula, bahwa skala nilai yang dipergunakan dalam buku raport dan STTB adalah skala 0 - 10. Sehingga taraf penguasaan 60% sama dengan nilai 6,00 (enam), dan taraf penguasaan 90% sama dengan nilai 9,00 (sembilan), dan seterusnya.


Rangkuman

Atas dasar uraian-uraian sebagaimana dikemukakan di atas, dapatlah dibuatkan suatu ikhtisar yang berkenaan dengan topik BAB I sebagai berikut:

  1. Evaluasi Belajar adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa, setelah mengikuti proses belajar mengajar.
  2. Tujuan diadakan evaluasi belajar adalah:
  1. Untuk memperbaiki proses belajar mengajar (PBM).
  2. Untuk menemukan angka kemajuan hasil belajar siswa.
  3. Untuk penjurusan.
  4. Untuk mengenal latar belakang siswa yang mendapatkan kesulitan belajar.
  1. Asas-asas evaluasi belajar adalah meliputi:
  1. Dilaksanakan secara terus menerus.
  2. Menyeluruh.
  3. Obyektif.
  4. Dilaksanakan dengan alat pengukur yang baik.
  5. Deskriminatif.
  1. Jenis-jenis evaluasi yang dilaksanakan di sekolah adakag:
  1. Pre Test
  2. Post Test
  3. Formatif Test
  4. Sumiatif Test
  5. Diagnostik Test
  6. Placement Test

Jenis test yang menjadi tanggungjawab guru bidang studi/guru fak adalah kecuali 4.5 dan 4.6 di atas.

  1. Kriteria evaluasi dapat dibedakan menjadi:
  1. Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced.
  2. Penilaian Acuan Norma (PAN) atau Norm Referenced.

Standar atau kriteria evaluasi yang ideal untuk dipakai di sekolah adalah standar PAP.

 

BAB II

TEKNIK DAN PROSEDUR EVALUASI

Tujuan Umum:

Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat memahami Teknik dan Prosedur Evaluasi.

Tujuan Khusus:

  1. Agar mahasiswa dapat menyebutkan teknik evaluasi.
  2. Agar mahasiswa dapat memilih teknik yang tepat untuk mengevaluasi hasil belajar.
  3. Agar mahasiswa dapat menjelaskan bentuk-bentuk soal tes.
  4. Agar mahasiswa memilih bentuk soal yang tepat untuk mengevaluasi hasil belajar.
  5. Agar mahasiswa dapat membuat soal tes.
  6. Agar mahasiswa dapat mengevaluasi hasil belajar.

BAB II

TEKNIK DAN PROSEDUR EVALUASI

  1. Teknik Evaluasi

Proses Belajar Mengajar adalah bukan hanya merupakan pemupukan ilmu pengetahuan saja, melainkan merupakan proses interaksi yang kompleks yang bertalian dengan sikap, nilai, ketrampilan, dan juga pemahaman. Maka anak yang sedang belajar pada dasarnya bereaksi terha dap lingkungan secara intelektual, tetapi juga emosional dan sering juga secara pisik. Rangkaian perubahan dan pertumbuhan fungsi fungsi jasmani, pertumbuhan watak, pertumbuhan intelektual, dan pertumbuhan sosial, itu semua terca kup di dalam peristiwa yang disebut proses belajar mengajar dan berintikan interaksi belajar mengajar. Di dalam apa yang dinamakan interaksi belajar mengajar itulah akan terjadi proses internalisasi nilai, yang merupakan modal dasar dari peri1aku yang kita harapkan.

Untuk mengevaluasi hasil belajar yang dapat menyentuh kawasan domain yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan itu mutlak diperlukan teknik yang tepat dan in strumen yang dapat diandalkan. Teknik yang tepat untuk menilai ketiga aspek domain itu adalah:

  1. Aspek kognitif, dengan teknik tes.
  2. Aspek afektif, dengan teknik non tes.
  3. Aspek psikomotor, dengan tes perbuatan atau performance test.

Sedangkan teknik evaluasi yang dipergunakan di sekolah dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) go1ongan pokok yaitu:

  1. Teknik Tes

Yaitu teknik yang pada umumnya digunakan untuk me nilai kemampuan siswa yang termasuk di dalam kawasan pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotor).

  1. Teknik Non Tes

Teknik evaluasi yang pada umumnya digunakan untuk menilai aspek afektif. Apabila kita melaksanakan evaluasi dengan non tes, maka individu atau siswa yang dievaluasi tidak dihadapkan pada situasi yang terstandar, yaitu situasi yang diatur dan dikendalikan sesuai dengan tujuan tester. Melainkan situasi i tu dibiarkan berlangsung seperti keadaan tanpa pengaruh da ri tester. Dalam kegiatan kegiatan pendidikan, aktivitas yang dapat di evaluasi dengan non tes ini misalnya aspek kerajinan, aspek kelakuan atau budi pekerti, bicara di depan kelas, aktivitas di dalam diskusi, tingkah laku sosial, rasa solida ritas, koperasi dan sebagainya. Alat evaluasi yang dapat dipergunakan untuk keperluan tersebut dapat berupa: check list, rating scale, interview, dokumen, dan questionaire.

  1. Bentuk dan Jenis Soal Tes

Apabila kita melaksanakan evaluasi dengan model tes, pasti kita membutuhkan alat atau instrumen yang berupa soal -soal. Alat evaluasi itu dapat dibedakan menjadi beberapa je nis. Dan untuk memberikan gambaran yang segar tentang pembagian jenis dan hubunganya jenis yang satu dengan yang lainnya.

Perhatikan skema di bawah ini:


TEST

Performance Test

Verbal Test

Written Test

Oral Test

Obyektive Test

Esay Test

Free

Respont

Limited Respont

Suplly  

Tipes

Selection Tipes

Short Answer

Compliettion

True False

Multiple Choise

Maching

Analogi

Re-Arrangement

Pilihan  

Tepat

Pilihan Serentak

Sebab

Akibat

Bagan Pembagian Bentuk Tes


1. Tes Perbuatan (Performance test)

Dengan bentuk ini siswa ditugaskan untuk melakukan su atu perbuatan seperti apa yang dimaksudkan guru atau tester. Kemudian tindakan yang dilakukan oleh siswa (tester) diana lisa dan diamati serta dievaluasi. Perbuatan perbuatan atau aktivitas yang layak untuk dieva luasi dengan tes bentuk tes perbuatan ini misalnya:

  1. Ketrampilan mengetik
  2. Ketrampilan bongkar pasang mesin
  3. Ketrampilan stenografi
  4. Ketrampilan/kecekatan bekerja
  5. Ketangkasan gerak: lompat, lempar menangkap
  6. Ketangkasan komputer
  7. Ketrampilan dalam memimpin rapat
  8. Ketrampilan berkomunikasi, berdiskusi, menyampaikan pendapat, menulis, mengemudikan kendaraan.
  9. Dan sebagainya.

            Soal atau tugas dalam tes perbuatan,  hendaknya disertai dengan lembaran yang disusun menurut format tertentu. Format lembar pengarahan ini hendaknya disusun sedemikian rupa, sehingga penguji dapat langsung memberikan nilai terhadap aspek yang dievaluasi dalam proses pelaksanaan tugas yang diberikan. Aspek-aspek yang akan dinilai dan tercantum dalam lembar pe ngamatan, hendaknya disertakan juga kolom kolom, untuk memberi nilai atau angka. Agar jelasnya lihat contoh di halaman berikut:

LEMBAR

PENGAMATAN

Tugas

Nama

:

:

Mengetik

Sri Saraswati

Aspek-aspek yang diamati/dinilai

Nilai

4

5

6

7

8

9

10

1.  Cara menekan tut

2.  Kejelasan huruf

3.  Kerapian

4.  Kecepatan

5.  Hasil

6.  Sikap mengetik

Catatan:

Nilai

Penguji

tanggal

:

:

:

2. Tes Verbal (verbal test)

Ialah bentuk tes yang menghendaki jawaban yang berupa uraian bahasa. Jawaban atau respon yang dimaksud dapat di proyeksikan berupa bahasa yang diucapkan (oral = lisan), dan dapat pula dinyatakan dengan bahasa tulisan. Bentuk tes ini secara garis besar dapat dibedakan ke dalam

2 (dua) bentuk, yaitu:

  1. Tes bentuk Uraian (Esay Test)
  2. Tes Bentuk Obyektif (Obyective Test)

3. Tes Bentuk Uraian

Dengan tes uraian ini, guru memberikan beberapa perta nyaan. Dan jawaban yang diharapkan berupa uraian menurut kemampuan yang dimiliki siswa. Pertanyaan pertanyaan pada tes uraian ini biasanya menggunakan kalimat kalimat pendek, se dang jawaban yang diharapkan dari siswa berupa uraian urai an yang panjang, bebas, dengan gaya bahasa dan susunan kali mat mereka masing masing. Dari jawaban uraian yang panjang, jalan fikiran siswa dapat diketahui keruntutannya. Dengan demikian kemampuan siswa da lam mengorganisir serta menghubungkan fakta-fakat dapat  diketahui dan dinilai. Dengan demikian bukan saja jawaban terakhir  yang dapat diketahui, melainkan lebih dari itu. Seperti cara berfikir, proses berfikir, latar belakang dan alasan-alasan yang mendukung jawaban, dapat diketahai pula. Bahkan kepribadian dan sifat sifat siswa dapat diduga dengan membaca uraian mereka. Jadi uraian dan isi jawaban itu merupakan pencerminan atau pengejawantahan dari isi hati mereka, meski baru sebagian dari keseluruhan aspeknya. Sebagai penjelasan lebih lanjut, secara spesifik berikut ini penulis ungkapkan keadaan tes berbentuk uraian sebagai berikut:

Jawaban berbentuk uraian

  1. Uraian jawaban disusun siswa sendiri
  2. Jumlah pertanyaan sedikit
  3. Kadar jawaban subyektif
  4. Tidak tersedia kunci jawaban yang pasti
  5. Diperlukan ketrampilan memilih dan menyusun kali mat jawaban yang tepat.
  6. Hampir tidak ada kemungkinan untuk menebak (chance success)
  7. Pembuatan soal lebih mudah.
  8. Proses dan kesanggupan berfikir siswa dapat dike tahui.
  9. Jawaban hanya dapat dikoreksi oleh pembuat perta nyaan.
  10. Validitas dan reliabilitas rendah
  11. Terbuka bagi siswa untuk menguraikan pemikirannya.

4. Tes Bentuk Obyektif

Berbeda dengan bentuk uraian yang menghendaki jawaban yang panjang, dalam soal soal bentuk obyektif tugas siswa ha nya memilih jawaban diantara kemungkinan jawaban yang te lah disediakan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi jawaban singkat, atau mengisi titik titik pada kolom yang disediakan, atau dengan memberi tanda tanda sesuatu. Alat alat tes harus disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang diharapkan dapat berupa kata-kata singkat, atau dengan menyediakan alternatif jawaban yang harus dipilih yang benar dan atau yang tepat. Karena cara menjawab hanya dengan kata kata singkat, maka bentuk jawaban dapat berupa ja waban pendek (short answer). Oleh karena itu bentuk ini se ring pula disebut dengan istilah “Short inswer Test”. Evaluasi dengan tes bentuk ini diharapkan faktor faktor su byektif dan keterbatasan keterbatasan yang terdapat di dalam tes bentuk uraian dapat dihindarkan. Sehingga evaluasi dapat memenuhi prinsip prinsip sebagai evaluasi yang obyektif. Sebagai penjelasan lebih lanjut, secara spesifik penulis ke mukakan keadaan tes bentuk obyektif sebagai berikut:

  1. Jawaban dipastikan kemungkinan (option) yang tersedia.
  2. Susunan jawaban sudah dipastikan
  3. Jumlah pertanyaan banyak
  4. Kadar jawaban obyektif
  5. Kunci jawaban sudah pasti
  6. Tidak diperlukan memillilh dan menyusun kalimat yang tepat
  7. Kemungkinan untuk menebak besar
  8. Pembuatan soal lebih sukar
  9. Proses dan kesanggupan berfikir siswa tidak dapat diketahui
  10. Jawaban dapat dikoreksi oleh siapa saja, asal kun ci jawaban tersedia.
  11. Validitas dan reliabilitas tinggi
  12. Kemungkinan untuk menguraikan buah fikirannya ter tutup.

Tentang ragam tes obyektif apabila ditinjau dari susunan item-itemnya, dapat dibedakan menjadi:

  1. Simple question
  2. Complettion
  3. True False
  4. Multiple Choise
  5. Matching
  6. Analogy
  7. Re arrangement

Adapun penjelasan dari masing masing bentuk di atas, adalah sebagai berikut.

Ad. (1)  Simple Question.

Simple question adalah merupakan pertanyaan yang disusun sedemikian rupa sehingga jawaban yang diminta cukup hanya dengan kalimat yang sangat pendek, bahkan cukup dengan satu atau dua kata saja. Tipe ini merupakan satu satunya tipe obyektif yang hampir mirip dengan uraian. Perbedaannya terletak pada panjang ja wabannya. Pada simple question jawabannya sangat pendek. Karena tipe ini mempunyai sifat jawaban yang bebas dari an tara tipe tes obyektif lainnya, maka sering juga disebut se bagai “Free respont obyective Test”. Bentuknya cukup sederhana dan wajar penyusunannya. Validitas dan reliabilitasnya cukup terjamin. Bahkan termasuk tes berbentuk obyektif yang paling valid dan reliable bersama sama dengan tipe complet tion. Keterbatasannya terletak pada intensitas pengukurannya ter hadap aspek yang diukur. Oleh karena itu biasanya tipe ini digunakan terbatas untuk aspek pengetahuan dan informasi informasi yang aktual dan sederhana. Contoh pertanyaannya sebagai berikut:

Dimana konferensi Asia Afrika diselenggarakah?

Jawab: ……………………………………………………

Sungai mana yang terpanjang di Asia ?

Jawab: ……………………………………………………

Ad. (2) Complettion

Tes ini termasuk tes obyektif jawaban bebas yang memiliki kebebasan khusus. Aat tes ini berupa serangkaian kalimat atau pertanyaan, dimana bagian dari kalimat tersebut dihilangkan (dikosongkan) untuk diisi oleh siswa. Kata kata yang dikosongkan itu boleh dua atau tiga kata ter gantung pada panjang pendeknya kalimat yang disusun, kata-kata penting yang ditekankan. Bentuk tes ini sangat wajar dan mudah penyusunannya. Akan tetapi apabila tidak disusun secara seksama dan hati hati, hanya akan mampu mengungkapkan kemampuan mengingat saja da ri pada pengertian pengertian yang mendalam. Contoh:

Apabila bulan ada di antara matahari dan bumi, akan terjadi gerhana………………………………………………………………….

Dekrit Presiden Indonesia tahun 1959 memberlakukan kembali………………………………………………………………….

Ad. (3) True False (alternatif test)

Bentuk tes benar salah menyediakan kemungkinan jawaban untuk setiap pertanyaan. Akan tetapi hanya satu dari antara pertanyaan yang disediakan yang merupakan jawaban yang disediakan yang merupakan jawaban yang banar. Ragam tes ini dapat berupa: betul salah, ya tidak, sama berlawan an. Bentuk tes ini merupkan tes obyektif yang rendah reliabilitasnya, sebab besarnya chance success (betul karena kebe tulan yang dimiliki). Sehingga banyak siswa yang menjawab be tul terhadap sesuatu item, walaupun ia tidak mengetahui de ngan pasti terhadap item yang dijawabnya. Contoh:

B

S

- Betulkah bahwa emas 24 karat lebih lunak dari pada

  emas 22 karat?

B

S

- Apakah  dunia itu bulat ?

Ad. (4)   Multiple Choise (pilihan ganda)

Tes pilihan ganda disusun dari suatu pertanyaan dengan menyediakan tiga, atau. lebih jawaban (option) untuk tiap tiap itemnya. Dan diantara item yang disediakan hanya ada satu option yang betul atau tepat. Tetapi bentuk tes obyek tif ini merupakan tipe obyektif yang paling unggul diantara tipe tipe obyektif  lainnya. Dan mempunyai kawasan pengguna an yang sangat luas pada jenis mata pelajaran. Tes ini mam pu mengukur aspek aspek yang luas, seperti; kemampuan menge mukakan alasan, kemampuan mengevaluasi/ jadgement, dan bahkan apabila dipersiapkan secara matang akan mampu untuk me ngungkap kemampuan mental yang kompleks. Dapat pula mengurangi faktor chance success, sebagaimana dimiliki oleh bentuk benar salah. Lebih lebih apabila jumlah optionnya banyak, faktor chance success semakin berkurang dan reliabilitasnya serta deskriminatifnya dapat ditingkatkan. Contoh:

  1. Prioritas mempunya arti:
  1. kelonggaran
  2. kelebihan
  3. perhatian umum
  4. minat
  5. kekhususan

2. Metoda ceramah adalah metoda mengajar dengan penuturan secara lisan. Guru dalam hal ini berfungsi sebagai:

  1. mono sumber
  2. nara sumber
  3. fasilitator
  4. tutor
  5. konsultan

Ad. (5) Matching Test (tes menjodohkan)

Instrumen tes model ini terdiri dari dua kolom, dimana setiap kolomnya berisi item item yang harus dijodohkan  dengan item item yang terdapat pada kolom dua. Tes ini sangat tepat untuk menghubungkan antar kejadian, antara, orang dengan peristiwa, antara kata kata asing dengan terjemahan nya, antara hukum dengan penerapannya, antara aturan dengan illustrasinya, dan lain sebagainya. Tes ini cocok dipakai untuk mengungkapkan kemampuan mengingat dan pengenalan, dan tidak begitu cocok untuk mengungkapkan atau mengukur pengertian, Cara skoringnya juga agak menyulitkan dibandingkan dengan tipe pilihan ganda atau benar salah. Disamping itu cara pengerjaannya juga memerlukan waktu banyak. Adapun contoh dari soal tipe ini adalah:

Nama Provinsi

Ibu Kota Provinsi

  1. Kalimantan Tengah
  2. Sumatra Barat
  3. Irian Jaya
  4. Sumatra Timur
  5. Timor Timur
  6. Nusa Tenggara Barat
  7. Jawa Barat

  1. Jayapura
  2. Kupang
  1. Bukit Tinggi
  2. Denpasar
  3. Ampenan
  4. Deli
  5. Pekan Baru
  6. Jakarta
  7. Bandung

                

Jawab:         1. …………………………………………………

        2. …………………………………………………

        3. …………………………………………………

        4. …………………………………………………

        5. …………………………………………………

        6. …………………………………………………

        7. …………………………………………………

Ad. (6) Tes Analogy

Tes bentuk ini meminta kepada siswa untuk menjawab soal soal dengan mencari bentuk kesesuaian pengertian yang telah disebutkan terdahulu. Tipe ini cocok untuk mengungkapkan kemampuan mental dan in telegensi, dan tidak cocok untuk mengungkapkan aspek achiev ment. Oleh karena itu tipe ini memerlukan kemampuan mental. yang lebih mendalam. Suatu hal yang perlu diketahui disini, ialah tentang petun juk cara pengerjaan, harus benar benar diketahui oleh siswa. Karena ketidak tahuan cara mengerjakaan bukan berarti meru pakan pencerminan kemampuan mental yang dimaksud.

Contoh:

a.        Gula        : manis

        Garam        : …………………

(Maksud item di atas adalah menanyakan rasanya garam. Jadi jawabnya: asin. Karena bentuk hubungan yang pertama antara gula manis, adalah menunjukkan rasanya).

b.         Binatang O2

        Tumbuh itumbuhan: …………………………

(Makaud item tersebut adalah menanyakan “apa yang dihisap oleh tumbuh tumbuhan?”Jawabnya ada         lah: CO2 (Karena binatang sistem pernafasannya menghisap O2)

Ad. (7) Tes Penyusunan Kembali (re arrangement)

Tes tipe yang terakhir ini menghendaki agar siswa menyusun rangkaian pengertian atau urutan urutan proses menurut cara yang sebenarnya. Unsur atau komponen yang akan disusun itu diberikan oleh guru dalam komposisi yang tidak teratur. Urutan yang dimak sud dapat berupa urutan kronologis, kesukaran, sequen, logi ka, panjang dan sebagainya.

Contoh:

  1. Sebutkan urutan berdasarkan lamanya menjadi Perdana Menteri di Indonesia?
  1. Sutar Syahir        1. …………………    
  2. Muh. Hatta        2. …………………
  3. Moh. Roem        3. …………………
  4. Ir. Juanda        3. …………………
  5. Ali Sastro Amijoyo                 4. …………………
  1. Susunlah daftar berikut menurut beratnya, dari paling, berat  
  1. 0,5 kg         1. …………………
  2. 1,0 kg        2. …………………
  3. 2,5 pound        3. …………………
  4. 40 once        4. …………………
  5. 0,01 kwintal        5. …………………

  1. Petunjuk Penyusunan Soal Evaluasi

Dalam bagian ini akan diketengahkan penjelasan yang merupakan petunjuk yang perlu diperhatikan dalam penyusunan soal bentuk uraian maupun bentuk obyektif. Yang kesemuanya itu nanti akan dipergunakan sebagai alat evaluasi untuk domain kognitif. Mengapa demikian? Karena sebagaimana telah disinggung di bagian yang terdahu1u, bahwa evaluasi yang memerlukan soal hanya evaluasi yang sasaramya adalah aspek atau kawasan kognitif. Sedangkan untuk aspek efektif dilakukan dengan mempelajari data pribadi siswa dan untuk aspek psikomotorik dilakukan dengan mempelajari pelaksanaan tugas tugas; baik proses pengajarannya ataupun hasilnya.

1. Soal Bentuk Uraian

Dalam menyusun pertayaan bentuk uraian hendaknya diperhatikan hal hal sebagai berikut:

  1. Setiap pertanyaan hendaknya berisi suatu perumus an masalah yang jelas dan pasti, dengan menggunakan kata kata yang mudah difahami oleh siswa.
  2. Setiap pertanyaan hendaknya menggambarkan petunjuk yang jelas tentang jenis jawaban yang dikehendaki oleh penyusun soal.
  3. Pertanyaan pertanyaan hendaknya disusun sedemiki an rupa, sehingga menjangkau keseluruh aspek domain kognitif yang meliputi :
  1. Pengingatan (knowledge) atau C.1.
  2. Pemahaman (comprehension) atau C.2.
  3. Penerapan (application ) atau 0.3.
  4. Analisa (analysis) atau C.4.
  5. Sintesa (synthesis) atau C.5.
  6. Evaluasi (Evaluation) atau C.6.

Berpangkal tolak dari taxonomi kawasan kognitif yang telah dikemukakan di atas, maka lebih lanjut dapat dikemukakan contoh soal untuk masing masing tingkat sebagai berikut:

  1. Tingkat C.1:

Tingkatan ini memerlukan ingatan pengulangan informasi. contoh pertanyaannya:

  1. Kota mana yang paling besar di Irian Jaya?
  2. Siapa mana Presiden Indonesia pertama?
  1. Tingkat C.2. ini memerlukan pengucapan dengan kata-kata sendiri, dan membedakan informasi.

Contoh pertanyaannya:

  1. Kesimpulan apa yang diperlihatkan oleh kurve ini?
  2. Bandingkan sosialisme dan kapitalisme?

  1. Tingkat C.3.

Tingkat ini memerlukan penerapan pengetahuan dalam rangka menentukan jawaban yang benar.

Contoh

  1. Mana jawaban jawaban berikut yang benar untuk saoal persamaan tadi ?
  2. Sebutkan suatu contoh pemakaian hukum Archimedes da lam kehidupan sehari hari ?
  3. Jika X = 2 dan Y = 5. Berapakah X 2 + 3Y2?

  1. Tingkat C.4.

Bersifat mengidentifikasi motif, sebab akibat atau alasan menarik kesimpulan berdasarkan informasi. Dan menganalisa kesimpulan untuk mencari  untuk mencari bukti yang mendukung kesimpulan tadi.

Contoh:

  1. Mengapa siswa sekarang kurang rajin?

Setelah anda mempelajari revolusi di Perancis, Rusia dan Indonesia, simpulkan apa sebab sebab adanya revolusi?

  1. Buktikan beberapa alasan yang menunjang pernyataan bahwa mutu pendidikan telah merosot ?
  1. Tingkat C.5:

Bersifat mencari komunikasi/hubungan, mengadakan ramalan, dan memecahkan nasalah yang mungkin jawabnya lebih dari.

Contoh:

Susunlah karangan pendek yang bertemakan perang!

  1. Usaha usaha apakah yang dapat kita lakukan untuk mencegah timbulnya perang?
  2. Bagaimana kita dapat mengumpulkan data untuk proyek perlindungan alam ?
  1. Tingkat C.6

Bersifat mengadakan pertimbangan dan penawaran pendapat mengenai/mengetabui adanya konsep, fakta, atau istilah.

Contoh:

Bolehkah anak-anak membaca sembarang buku yang mereka inginkan?

  1. Bagaimana penilaianmu tentang guru baru itu?

Keenan jenis dan tingkat di atas tergolong pertanyaan kogni tif, yang disusun atas dasar tingkat kesukarannya. Dan dari ke 6 tingkat pertanyaan tersebut di atas dapat digolongkan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu :

Pertanyaan kognitif tingkat mudah. yang termasuk kategori ini adalah pertanyaan untuk tingkat 1, 2, dan 3.

  1. Pertanyaan kognitif tingkat sukar/sulit. Yang ter masuk kategori ini adalah pertanyaan untuk tingkat 4, 5, dan 6.

2. Soal Bentuk Obyektif

Dalam penyusunan soal bentuk obyektif, hendaknya diperhatikan ketentuan ketentuan berikut:

Setiap pertanyaan bentuk obyektif, hendaknya didahului dengan pertunjuk tentang cara pengerjaannya.

  1. Penggunaan kalimat dan istilah harus sesuai dengan tingkat usia dan sekolah.
  1. Hindarkan pertanyaan pertanyaan yang mengandung lebih dari satu pengertian.
  2. Pertanyaan jangan langsung diambil dari buku (yang tertulis dalam buku pelajaran), karena hal itu a kan melatih ingatan saja, dan kurang berfikir.
  3. Harus dijaga jangan sampai pertanyaan yang satu mempermudah yang lain.
  4. Urutan jawaban yang salah atau yang benar jangan mengikuti pola tertentu yang tetap. Misalnya dalam         tipe benar salah, urutan jawaban yang benar jangan B, S, B, S dan seterusnya. Atau dalam pilihan ganda urutan jawaban yang benar jangan A, B, C, D, E, A, B, C D, E, dan seterusnya.
  5. Jangan sampai pertanyaan yang satu tergantung per tanyaan yang lain, sehingga apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang satu, maka ia tidak akan dapat mengerjakan yang lain.

Berpangkal tolak dari taxonomi dan pedoman yang telah dike mukakan di atas, maka lebih lanjut dapat dikemukakan contoh soal sebagai berikut :

  1. Tingkat C.1

Pada tingkat ini siswa dituntut untuk mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta, atau istilah dan lain sebagainya, tanpa harus memahami atau dapat menggunakan.

Contoh:

Menurut teori evolusi, manusia termasuk spcies

  1. Homo Sapiens
  2. Homo Soloencis
  3. Homo Neanderthal
  4. Homo Pithecanthropus erectus
  5. Homo Hominilupus

  1. Tingkat C.2

Pada tingkat kemampuan ini siswa dituntut untuk me mahami yang berarti mengetahui sesuatu hal dan dapat meli hatnya dari beberapa segi. Termasuk kemampuan untuk mengubah bentuk menjadi bentuk yang lain, misalnya dari bentuk ver bal menjadi bentuk rumus, dapat menerangkan, menyimpulkan dan memperluas makna.

Contoh:

Diantara grafik di bawah ini yang manakah yang menunjukkan adanya hubungan antara permintaan dengan penawaran dalam pasaran bebas?

harga

harga

penawaran

penawaran

harga

penawaran

harga

penawaran

harga

penawaran

A.

B.

C.

D.

E.

  1. Tingkat C.3

Pada level ini kemampuan siswa dituntut untuk mampu memilih dan menggunakan dengan tepat teori, hukum, atau me toda jika berhadapan dengan situasi baru. Misalnya kemampuan untuk meramalkan pengaruh yang akan ter jadi jika diadakan perubahan salah satu faktor atau variabel, misalnya untuk meramalkan terjadinya bahaya erosi dan  banjir akibat penebangan pohon secara besar besaran.

Contoh:

Fosil yang terdapat pada suatu gunung batu bentuknya hampir sama dengan binatang yang hidup di laut dewasa ini. Hal itu bisa terjadi karena:

  1. Adanya binatang laut yang dapat hidup di laut dan di darat.
  2. Gunung batu yang mengandung fosil tersebut pernah menjadi laut.
  3. Diantara binatang laut ada yang berapindah tempat ke daratan.
  4. Binatang laut yang sekarang berasal dari binatang darat.
  5. Laut dewasa ini pernah menjadi daratan.

  1. Tingkat C.4

Pada level ini kemampuan siswa dituntut untuk mampu menganalisa atau memerinci suatu situasi atau bahan pengeta huan menurut bagian bagiannya yang lebih kecil atau lebih terurai, dan menemukan hubungan diantara bagian yang satu de ngan yang lain.

Contoh

Pada suatu sensus penduduk diperoleh data :

Besarnya penghasilan tiap bulan

% tasi yang berobat ke dokter

Kurang dari

Rp. 20.000,-

53%

60%

67%

76%

86%

Rp. 20.000,-    -

Rp. 40.000,-

Rp. 40. 000,-   -

Rp. 60.000,-

Rp. 60.000,-

Rp. 80.000,-

di atas

Rp. 90.000,-

Kesimpulan yang dapat dibuat dari data di atas: “Keluarga berpenghasilan rendah lebih sehat dari pada keluarga yang  berpenghasilan tinggi”. Kesimpulan tersebut didukung oleh suatu anggapan:

  1. Orang yang berada cukup mempunyai beaya untuk bero bat ke dokter.
  2. Kebanyakan orang berpenghasilan rendah takut berobat ke dokter.
  3. Setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pengobatan dokter.
  4. Mereka yang berpenghasilan tinggi mendapat perhatian khusus dalam pelayanan pengobatan dari dokter.

Kunci: C

  1. Tingkat C.5

Pada level ini kemampuan siswa dituntut untuk mampu berfikir dalam hal menemukan atau menggabungkan bagian bagian atau unsur unsur, sehingga terjilma suatu bentuk baru atau kesimpulan. Umpamanya kemampuan seseorang menceritera kan pribadinya secara teratur dan mengarah pada sesuatu ke simpulan.

Contoh:

Dengan adanya usaha pemerintah untuk menaikkan tingkat kemakmuran di desa-desa, menurunkan tingka.t kelahiran di desa desa, dan menggalakkan industri rakyat di desa desa, maka hasil yang diharapkan adalah:

  1. Mengurangi arus urbanisasi
  2. Menurunkan angka kelahiran di kota
  3. Meningkatkan industri padat modal di kota
  4. Meningkatkan jumlah permintaan di desa
  5. B, B dan C

Kunci: A

  1. Tingkat C.6

Kemampuan berfikir yang dituntut atas dasar taxonomi Bloom ialah kemampuan untuk dapat melakukan pertimbangan terhadap suatu situasi tertentu berdasarkan suatu patokan atau kriteria. Misalnya seseorang dapat memilih suatu alter natif yang terbaik berdasarkan suatu patokan tertentu.

Contoh:

Petunjuk :

Untuk soa1 berikut ini pilihlah:

  1. Jika 1, 2 dan 3 betul
  2. Jika, 1 dan 3 betul
  3. Jika 2 dan 4 betul
  4. Jika 4 saja yang betul
  5. Jika semuanya betul

Soal:

Budi dihadapkan kepada jenis kertas untuk digunakan sebagai sampul buku. Untuk memilih sampul terbaik hal hal apakah yang harus diperhatikan Budi?

  1. Daya serap air
  2. Harga kertas
  3. Berat atau ringannya kertas
  4. Tebal atau tipisnya kertas

Kunci: B

Untuk level ini dapat pula dibuat dengan tipe soal sebab a kibat, dengan contoh sebagai berilut:

Petunjuk:

Untuk soal berikut ini pilihlah:

Jika pernyataan merupakan jalan fikiran yang betul, alasan betul, dan keduanya menunjukkan hubungan sebab akibat.

  1. Jika pernyataan betul, alasan betul, tetapi tidak menunjukkan hubungan sebab akibat.
  2. Jika pernyataan betul, tetapi alasan merupakan jalan fikiran yang salah.
  3. Jika pernyataan salah, dan alasan betul.
  4. Jika baik pernyataan maupun alasan keduanya menunjukkan jalan fikiran yang salah.

  1. Soal:

Bentuk PBM yang ideal menurut konsep CBSA kadar keak tipan guru harus lebih besar dibandingkan dengan kadar keaktifan siswa.

SEBAB

Guru dalam PBM berfungsi sebagai penyusun disain instruksional, fasilitator, moderator, dan evaluator.

Kunci: D

BAB III

Cara Pembagian Nilai (angka)

Tujuan Umum:

Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat memahami Teknik Pembagian Nilai.

Tujuan Khusus:

  1. Agar mahasiswa dapat manjelaskan cara pembagian nilai tes berbentuk uraian.
  2. Agar mahasiswa dapat manjelaskan cara pembagian nilai tes berbentuk uraian.


BAB III

Cara Pembagian Nilai (angka)

Pada bab ini akan dibahas mengenaicara penilaian untuk tes-tes yang diberikan kepada siswa, baik tes yang berbentuk uraian maupun tes obyektif.

 

A. Bagian Tes berbentuk Uraian.

  1. Setiap pertanyaan hendaknya diberikan rentangan angka 1   10 yang menunjukkan mutu jawaban siawa tanpa memperhatikan perbedaan tingkatan tingkatan kesukaran dari pertanyaan yang ada. Kemudian angka yang berhasil dicapai dikalikan dengan bobot pertanyaan yang bersangkutan.
  2. Bobot pertanyaan tersebut adalah:

5 untuk pertanyaan yang sukar

4 untuk pertanyaan yang sedang

3 untuk pertanyaan yang mudah

Angka akhir setiap siswa adalah jumlah perkalian tersebut.

Contoh:

Misalnya suatu ulangan terdiri dari (lima) soal dengan perincian:

1 soal berbobot 3

2 soal berbobot 4

2 soal berbobot 5

Dalam ulangan itu Arief mendapat 10 untuk soal ber bobot 3, dan masing masing 8 dan 7 untuk soal 4, serta 7 untuk soal berbobot 5. Berdasarkan angka-angka di atas, angka akhir Arief adalah:

10 (3) + 8 (4) + 7 (4) + 7 (5) + 7 (5) =

30       +   32   +  28   +   35   +   35  =   160

jadi nilai Arif adalah:

 160/21    x    100       =   76,19

B. Bagi Tes berbentuk Obyektif

Untuk bentuk ini ada 2 cara yang dapat ditempuh, yaitu dengan:

Tanpa menggunakan rumus tebakan. Dengan cara ini, angka diperoleh dengan cara meng hitung jumlah jawaban yang betul. Kalau dari 100 pertanyaan pilihan ganda, misalnya ada 80 jawaban betul, maka score yang diperoleh adalah 80. Dengan menggunakan rumus tebakan. Apabila kita menggunakan model ini berarti kita harus menerapkan rumus scoring.

Agar lebih jelasnya, di bawah ini penulis kemukakan rumus untuk masing masing tipe soal obyektif sebagai berikut:

Rumus untuk tipe soal Simple Question, Complettion, Analogi, dan re-arrangement:

- Sekor/ Nilai = B

- Rumus untuk tipe soal Benar – Salah:

   Sekor/ Nilai = B – S

- Rumus untuk tipe soal Multiple Choise:

  Tanpa memperhatikan item yang tidak dijawab:

  Sekor/ Nilai = B - __

Dengan memperhatikan item yang tidak dijawab:

Sekor/ Nilai = T - 3 S - 0

Keterangan:

Sekor/ Nilai = jumlah skore

B  = item yang dijawab benar

S  = item yang dijawab salah

T  = jumlah item

N = jumlah option

0  = jumlah item yang tidak dijawab atau tidak dikerjakan.

Dari butir butir nilai keadaan tes sebagaimana dituangkan di  atas, dapat disarikan bahwa kedua bentuk tipe soal tersebut masing masing mempunyai kelemahan dan kebaikan. Oleh karena itu seyogyanya kedua macam tes tersebut dipergunakan oleh guru untuk mengevaluasi prestasi hasil belajar siawa. Dengan sarat guru harus pandai memilih sasaran evaluasi yang tepat. Tepat dalam arti, terhadap apa dan kapan tes obyektif dipergunakan, dan bilamana tes bentuk uraian harus dipilih. Ukuran yang dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk memilih tes yang harus dipergunakan, adalah tes mana yang seca ra tepat dapat menjamin tercapainya tujuan PBM yang sedang dilaksanakan. Dengan konsep dasar bahwa evaluasi adalah bukan saja salah satu fase kegiatan PBM, melainkan juga merupakan phenomena yang fungsinya sebagai alat kontrol dari seluruh aktivitas dan komponen pendidikan dan pengajaran.

Prosedur Evaluasi

Agar evaluasi sebagai salah satu komponen PBM memenuhi fungsinya, maka perlu disiapkan dan disusun secara seksama. Olehkarena itu prosedurnya seba gai berikut :

1. Perencanaari Tes (Planning the Test)

2. Persiapan Penyusunan (preparing the Test)

3. Taraf percobaan (Trying out the Test)

4. Evaluasi terhadap tes (Evaluating the Test)

Ad. 1. Tahap Perencanaan Test

Dalam fase ini yang perlu dipersiapkan dan atau dite tapkan adalah:

Tujuan penyusunan tes.

Penyusunan tes akan tergantung untuk tujuan apa tes itu digunakan. Tes untuk kepentingan seleksi (penyaring an) akan berbeda cara penyusunannya jika dibandingkan dengan tes yang tujuannya untuk mengevaluasi kemampuan siswa. Demikian juga tes untuk kepentingan diagnosa kesulitan belajar akan mempunyai pola penyusunan yang berbeda dengan tes yang tujuannya untuk mengukur efektivitas suatu metoda yang dipergunakan. Demikian untuk tujuan lain. Perbedaan tersebut akan terlerak pada bahan yang akan diteskan, taraf kesukaran item, norma evaluasi, penetapan, passing grade dan sebagainya.

Penetapan sifat apa yang akan diungkapkan

Penetapan sifat sifat perubahan tingkah laku siswa yang dituntutkan oleh tujuan pendidikan merupakan langkah yang tidak boleh ditinggalkan, Karena hanya, dengan penetapan sifat sifat yang dimaksud, suatu pengukuran akan dapat menetapkan sejauh mana siswa memiliki pola tingkah la ku seperti yang diharapkan dalam tujuan pendidikan. Apabila menggunakan pola tingkah laku seperti taxonomi Bloom, apakah tes tersebut hanya sampai aspek kognitif, apakah sampai aspek efektif, dan psikomotorik? Apabila pengukuran bidang kognitif, apakah 6 level bidang kognitif yang dipolakan oleh Bloom itu semuanya diukur, atau hanya sebagian saja?

Penetapan tipe tes

Apabila kita ingin mengungkapkan kemampuan siswa dalam hal mengorganisir fakta, maka akan lebih tepat apa bila kita menggunakan bentuk uraian. Akan tetapi apabila kita menginginkan tes yang komprehensive, cara scoringnya mudah, cara intepretasi hasilnya obyektif, dapat memenuhi intensitas yang luas, akan lebih tepat apabila menggunakan bentuk obyektif.

Ad. 2. Tahap Persiapan Penyusunan Tes

Tahap ini terdiri dari langkah langkah yang meliputi antara lain:

Penetapan Tabel Spesifikasi dari bahan tes

Tabel ini dimaksudkan agar tes mampu menunjukkan keseluruhan kualifikasi persyaratan yang harus dimiliki oleh tes. Secara ideal spesifikasi itu hendaknya sedemikian lengkap dan jelas, sehingga semua tingkah laku siawa yang diharapkan dapat diungkapkan dan dapat dimuat secara ringkas cakupan atau scope dan tekanan materi serta bagian bagian dari mata pelajaran, sehingga rumusan tersebut dapat dijadikan pedoman bagi penyusunan soal. Jadi spesifikasi itu berisi rancangan tujuan tujuan khusus dan perubahan tingkah laku khusus yang akan menjadi dasar penyusunan item. Tabel spesifikasi yang dimaksud dapat dituangkan dengan bentuk atau format sebagai berikut:

Tabel Spesifikasi Penyusunan Tes

Mata Pelajaran: …………………..

Isi

Tingkah laku yang diukur

Jumlah

C.1

C.2

C.3

C.4

C.5

C.6

BAB I

10

BAB II

15

BAB III

15

BAB IV

10

BAB V

15

BAB VI

15

BAB VII

10

BAB VIII

10

Jumlah

30

30

15

10

10

5

100

  1. Penulisan Item

Penulisan Item pada taraf permulaan perlu disiap kan kurang lebih 25% lebih banyak dari pada item yang dibu tuhkan. Hal ini dimaksudkan akan kemungkinan terjadi revisi karena try out masih cukup tersedia seperti yang direncanakan.

  1. Revisi atau Perbaikan Item

ltem yang telah selesai kita tulis, perlu dicek kambali dengan Tabel Spesifikasi dan dipertimbangkan, apakah setiap item tersebut benar benar telah mewakili tujuan yang dimaksud (representatif). Apabila ternyata belum sesuai, maka perlu diadakan revisi seperlunya.

  1. Penyusunan Item

Apabila menginginkan tes yang kita tulis  itu terdiri beberapa tipe maka alangkah baiknya kalau ti pe yang sejenis dikelompokkan secara sestematis (tersendiri). Artinya jangan mencampur tipe Complettion benar-salah, pilihan ganda dengan sequen yang sembarangan. Dan perlu pula diperhatikan di sini, bahwa komposisi item disusun sedemikian rupa, sehingga item item yang mudah diletakkan pada nomer nomer yang lebih sukar.

  1. Menyusun kunci jawaban lengkap dengan rumus skorlingnya

Ad. 3. Tahap Try Out

Sebaiknya sebelum tes itu dikenakan pada kelompok su byek, maka agar tidak terjadi kesalahan pengambilan keputus an yang disebabkan tesnya belum baik, perlu lebih dahulu di cobakan, atau dijajagi pada suatu kelompok. Pengukuran ini tidak dimaksudkan untuk mengambil keputusan tentang pendidikan siswa, melainkan untuk mengetahui baik buruknya instrument evaluasi yang telah disusun. Ada beberap hal yang perlu diperhatikan pada tahap try out ini, ialah:

  1. Kondisi penyelenggaraan tes

Dianjurkan agar kondisi tes sedemikian rupa sehingga setiap siswa berada dalam suasana wajar seperti dalam kelas sehari hari. Agar dijauhkan dari faktor faktor yang mengganggug sehingga mengakibatkan tidak wajarnya tes. Seperti: ruangan gelap, suasana penuh ketakutan, karena pengawasnya terlalu keras, sehingga mungkin terganggunya konsentrasi. Jadi pendek kata, tes agar diusahakan dalam kondisi wajar.

  1. Waktu yang disediakan harus mencukupi

Salah satu alasan ialah apabila waktunya tidak mencukupi, mungkin siswa belum sempat memikirkan/menyelesaikan semua soal yang disediakan. Mungkin ia dapat menjawab dengan betul apabila waktu yang disediakan mencukupi. Tentang berapa lamanya yang harus disediakan, akan tergantung pada bentuk kepentingan apa tes itu disediakan. Sebagai contoh, perlu disediakan waktu yang sangat terbatas untuk jenis speed test, sampai siswa yang paling pandai sekalipun tes untuk kemampuan menyelesaikan seluruh item. Sebaliknya tes untuk kepentingan diagnosa kesulitan be lajar, perlu disediakan waktu yang cukup lama, sehingga anak yang paling bodoh sekalipun sudah mencoba mengerjakan selu ruh tes. Untuk tes hasil belajar, biasanya para ahli bersepakat pene tapan waktu minimal setidak tidaknya antara 75 –90% dari jumlah siswa yang di tes telah selesai mempertimbangkan dan mencoba mengerjakan seluruh tes.

Ad. 4. Tahap Evaluasi terhadap Tes.

Tahap ini dimaksudkan sebagai langkah untuk mengoreksi pekerjaan siswa, dan sekaligus untuk mengukur tentang kualitas tes. Mengevaluasi diartikan sebagai usaha untuk menilai hasil proses belajar mengajar yang telah dicapai dalam konteks dengan tujuan pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan mengukur kualitas tes adalah menilai kadar validitas, reabi1itas, taraf kesukaran, dan diskriminatif power item, dari tes yang telah disusun dan telah diimplementasikan atau dipergunakan. Jadi dengan kata lain perkataan, tahap ini merupakan:

Pelaksanaan penggunaan instrumen tes yang telah disusun.

  1. Pengukuran dan penilaian hasil PBM
  2. Pengukuran kadar kebaikkan instrumen evaluasi (tes)

MATERI UNTUK MID SEMESTER | Ghanis Putra W