Jilid 09

WALAUPUN ia tidak melihat pedang orang berbaju hitam itu, tapi ia telah menemukan titik kelemahan di tubuh lawannya, bahkan ia melihat dengan jelas sekali. "Blaaamm!" suatu benturan keras bergema di udara, menyusul kemudian tubuh orang berbaju hitam itu mencelat ke belakang. Kalau tubuhnya mencelat ke belakang, maka cahaya pedang itu menyambar ke muka,

tubuhnya tertumbuk di atas dinding tembok sedang pedangnya menancap di atas sebatang pohon di depan sana. Begitu roboh terjungkal ke tanah, orang berbaju hitam itu tidak berkutik lagi. Kwik Tay-lok masih berdiri termangu di situ sambil memperhatikan kepalannya, dia seperti agak tercengang dan keheranan. Tampaknya dia sendiripun tidak menyangka kalau sebuah tonjokannya telah berhasil merobohkan lawan. Ia saja tidak menyangka, tentu saja orang lain lebih tidak menyangka lagi. Yan Jit sendiripun tidak menyangka, setelah termangu-mangu sekian lama, ia baru menyerbu kedepan, dengan perasaan yaa kaget, yaa girang yaa ngeri, katanya sambil tertawa: "Aku toh suruh kau berdiri agak dikejauhan, mengapa sengaja menyerbu ke muka?"

"Mungkin karena aku ini tolol" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. Sewaktu tertawa, ia memang kelihatan agak ketolol-tololan. Tetapi, tentu saja ia sama sekali tidak tolol... dikala kau menganggap dia tolol, dia justru berubah menjadi pintarnya bukan kepalang, bahkan jauh lebih pintar daripada kebanyakan orang. "Siapa yang mengatakan kau bodoh?" kata Yan Jit sambil tertawa. "Aku hanya merasa tidak habis mengerti, kau dari mana bisa tahu kalau pedang yang akan digunakan bukan pedang pendek?" Kwik Tay-lok segera tertawa lebar. "Aku sama sekali tak dapat melihatnya, aku cuma berhasil menebaknya secara jitu."

"Kalau tebakanmu itu keliru?" tanya Yan Jit setelah tertegun sejenak. "Aku tak bakal salah tebak!"

"Kenapa?"

"Sebab kemujuranku didalam hal ini selamanya selalu baik!" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa haha hihi. Kembali Yan Jit turut tertegun, tapi beberapa saat kemudian ia tertawa lebar pula, katanya: "Walaupun kau tidak bodoh, tapi kaupun tidak jujur, sedikitpun tidak jujur." Kwik Tay-lok memang tidak jujur, sebab dia pandai berlagak pilon. Tentu saja ia dapat melihat kalau senjata yang akan dipakai si orang berbaju hitam kali ini adalah pedang pendek. Sebab gagang pedang si orang berbaju hitam itu berada di bahu kiri sedang ia mencabut pedangnya dengan tangan kanan, ketika meloloskan senjata dada serta perutnya menyusut ke belakang, segenap tenaganya tidak digunakan semua. Maka antara bagian dada dengan perutnya segera muncul sebuah titik kelemahan. Kwik Tay-lok dengan jelas menyaksikan titik kelemahan tersebut, itulah sebabnya kepalan itu secara telak menghajar titik kelemahan yang ada. Asal kau bisa menyaksikan secara tepat, bisa mengambil keputusan secara jitu, satu pukulan saja sudah cukup, tak usah pukulan yang kedua. Bila ada dua jago lihay sedang bertarung, biasanya yang paling menentukan segala sesuatu adalah pukulan yang pertama. Bila dalam pukulan yang pertama ini kau gagal merobohkan, maka besar kemungkinan dirinya yang bakal dirobohkan orang. Selisih antara menang dan kala kadangkala hanya terpaut dalam sedetik... kadangkala juga terpaut dalam satu kilatan ingatan. Tiba-tiba Yan Jit berkata lagi: "Masih ada satu hal yang tidak kupahami"

"Oya?"

"Tangannya jauh lebih pendek daripada pedangnya, mengapa begitu menggerakkan tangannya ia telah meloloskan pedang tersebut?" Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu jawabnya sambil tertawa: "Aku sendiri juga tidak mengerti"

"Aku mengerti!" sela Ong Tiong. Ia berjalan mendekat, tangannya telah membawa sarung pedang milik si orang berbaju hitam

itu. Yan Jit menyambut sarung pedang itu dan dilihat sebentar, kemudian katanya pula sambil tertawa: "Aku juga mengerti sekarang!" Barang siapa memeriksa sarung pedang itu, maka dengan cepat mereka akan menjadi mengerti. Dalam sarung pedang itu semuanya terdapat dua bilah pedang, sebilah pedang panjang dan sebilah pendek. Dalam hal ini Yan Jit sudah menduganya sampai ke situ. Tapi ia sama sekali tidak menyangka kalau sarung pedang itu bukan sarung pedang yang sesungguhnya, melainkan hanya sebuah jepitan belaka. Pedang itu bukan "dicabut" keluar dari atas, melainkan "ditarik" keluar lewat samping. "Ini mah caranya seperti sebutir telur ayam!" kata Yan Jit sambil tertawa. "Seperti telur ayam?" tanya Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun. "Tahukah kau, dengan cara apakah telur ayam itu baru bisa diberdirikan di atas meja?"

"Tidak tahu."

"Goblok!" seru Yan Jit sambil tertawa: "asal kau membuat lubang di ujung telur itu, maka telur ayam itu kan bakal bisa berdiri sendiri di meja."

"Kau benar-benar pintar, tak kusangka cara inipun bisa kau dapatkan..." seru Kwik Tay-lok sambil tertawa. Banyak persoalan di dunia ini memang mirip dengan telur ayam itu. Seringkali persoalan yang kau rasakan begitu pelik dan rumit, sesungguhnya bisa diselesaikan secara mudah. Ada sementara orang juga seperti telur ayam itu. Bagaimanapun tak bergunanya seseorang, asal kau menotok kepalanya sampai berlubang, maka dia akan bisa berdiri sendiri. Di tengah halaman kini telah bertambah dengan sebuah kuburan anjing. Dengan tangan sendiri Yan Jit memasukkan bangkai anjing itu ke dalam peti mati, lalu sambil menghela napas sedih gumamnya: "Kau datang dari peti mati, sekarang pergi lewat peti mati lagi, tahu begini, kenapa kau harus datang?" Kwik Tay-lok segera tertawa getir, sahutnya: "Bila ia tidak datang, kitalah yang akan pergi lewat peti mati.... pergi ke akhirat !" Lim Tay-peng menghela napas panjang: "Aaaai... ketika ia datang untuk pertama kali dulu, aku malah sempat menendangnya sekali, siapa tahu ia justru telah menyelamatkan jiwa kita semua."

"Anjing tidak mirip manusia," kata Ong Tiong, "anjing juga tidak mengingat dendam, dia hanya teringat akan budi kebaikan dari orang lain."

"Benar" Kwik Tay-lok manggut-manggut, "asal kau pernah memberi sekerat tulang kepada anjing, bila lain kali ia bertemu denganmu, ekornya tentu digoyang-goyangkan, tapi ada sementara manusia yang justru lupa budi orang, seberapa besarpun kebaikan yang pernah kau berikan kepadanya, kadangkala ia malah membalikkan kepala untuk menggigit dirimu, oleh karenanya...."

"Oleh karenanya anjing lebih setia kawan daripada manusia, paling tidak lebih setia kawan daripada sekelompok manusia," sambung Lim Tay-peng. "Maka dari itu, kita harus membuatkan batu nisan untuknya."

"Tapi, apa yang harus ditulis di atas batu nisan itu?"

"Disinilah bersemayam teman kita anjing" Yan Jit segera menggelengkan kepalanya. "Teman kita anjing masih belum cukup." katanya, "jangan lupa, dia juga merupakan tuan penolong kita...."

"Yaa, lebih baik ditengah batu nisan ditulis: Disinilah bersemayam teman kita anjing. kemudian disampingnya kita buatkan sebait syair untuk peringatan" usul Ong Tiong. "Kau juga bisa membuat syair peringatan?" Ong Tiong manggut-manggut, mendadak ia bangkit berdiri seraya bersenandung dengan lantang:

"Anjing dalam peti,

sahabat karib tuan penolong,

bila kau tak datang,

kami telah pergi,

bulan satu tanggal lima belas,

bunga berguguran arak dipersembahkan,

kau pergi untuk selamanya."

Kalau babi janganlah terlalu gemuk, sedang kalau manusia jangan terlalu pintar.Babi yang gemuk tentu lamban gerak geriknya dan malas sekali, bila seseorang manusia ingin hidup agak senang, kau harus membawa sifat ketolol-tololan dan melakukan beberapa pekerjaan yang ketolol-tololan. Tapi itu semua bukan menandakan kalau mereka itu bodoh. Tentu saja mereka tahu kalau kucing tak bisa menanak nasi, anjing juga tak bisa masuk sendiri ke dalam peti mati. Baik sang kucing maupun sang anjing, sudah pasti mempunyai majikannya. Tapi siapakah orang itu? "Ketika orang itu menghantar peti mati tersebut kemari, dia pasti sudah tahu kalau Lam-kiong Cho belum mati." ujar Yan Jit. "Benar," Kwik Tay-lok menyambung, "mungkin tujuannya menghantar peti mati itu kemari adalah untuk memberi tahu kepada kita bahwa Lamkiong Cho belum mati."

Yan Jit kembali manggut-manggut. "Dia pasti sudah mengetahui tipu muslihat dari Lamkiong Cho tersebut...!" serunya.    "Tapi mengapa ia tidak menerangkan kepada kita ?"

"Sebab dia masih belum ingin bertemu dengan kita."

"Kenapa ?" tanya Lim Tay-peng, "kalau dia memang tidak berniat buruk, mengapa cara kerjanya harus bersembunyi-sembunyi macam takut bertemu dengan orang saja?"

"Aku lihat orang ini sudah pasti seorang perempuan" seru Kwik Tay lok tiba-tiba. "Darimana kau bisa tahu?"

"Hanya perempuan yang suka melakukan perbuatannya secara sembunyi-sembunyi, hanya perempuan pula yang suka melakukan perbuatan yang membingungkan hati" Yan Jit kontan menarik mukanya, lalu berseru: "Sekalipun perempuan sampai melakukan perbuatan semacam itupun dikarenakan orang lelaki lebih membingungkan hati lagi"

"Jangan lupa kau juga seorang lelaki!" seru Kwik Tay lok tertawa. "Jangan lupa kau juga dilahirkan oleh seorang perempuan!" Ong Tiong menatap tajam wajah Yan Jit tiba-tiba katanya: "Orang lelaki seringkali memandang rendah kaum perempuan, sebaliknya perempuan juga seringkali memandang rendah kaum lelaki, sesungguhnya kejadian semacam ini adalah suatu keadaan yang wajar, sejak beribu-ribu tahun yang lalu sudah begini, beribu-ribu tahun kemudian juga begini...!"

"Maka kenapa?"

"Maka kejadian semacam ini sebetulnya tak ada manfaatnya untuk diperdebatkan, aku tidak habis mengerti mengapa kalian selalu memiliki minat yang besar dan istimewa untuk menyinggung persoalan semacam itu?" Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Persoalan yang sedang kita hadapi sudah cukup banyak, tapi sekarang justru telah bertambah lagi dengan suatu persoalan baru"

"Persoalan apa?"

"Soal Lamkiong Cho!" Lamkiong Cho belum mati, karena tak seorangpun diantara mereka yang mau membunuhnya. Mereka semua tak ingin membunuh orang terutama membunuh seseorang yang telah mereka robohkan. Paling tidak Lamkiong Cho tidak salah mengucapkan sesuatu: "Ada sementara orang yang sejak dilahirkan sudah tidak berbakat membunuh orang, bahkan selama hidup tak akan mampu melakukannya"

"Yaa, benar! Dia memang merupakan suatu persoalan buat kita" kata Kwik Tay-lok. "Apakah ia sudah kita sekap?" tanya Lim Tay peng. "Yaa benar!"

"Kau tidak kuatir ia berhasil melarikan..."

"Dia tak akan mampu untuk melarikan diri" Jika seseorang telah dibelenggu macam bakcang, jangan harap ia dapat meloloskan dirinya lagi. "Kalau memang tak mampu melarikan diri, persoalan apa pula yang akan kita hadapi?" tanya Lim Tay-peng lagi.

"Disinilah letak persoalannya, bila ia tak sanggup melarikan diri, bukankah kita harus mengawasinya terus?" Lim Tay-peng mengangguk. Kwik Tay-lok segera tertawa getir. "Untuk memelihara kita sendiripun sudah kepayahan, mana mungkin kita bisa memelihara orang lain?"

"Kalau begitu, lebih baik dilepaskan saja"

"Manusia semacam dia tak dapat dilepaskan."

"Lantas apakah kita harus memeliharanya sampai tua?"

"Itulah sebabnya masalah ini baru merupakan suatu persoalan untuk kita semua"

"Kita toh bisa menyuruh dia untuk memelihara dirinya sendiri?" tiba-tiba Yan Jit mengusulkan. "Mencorong sinar tajam dari balik mata Kwik Tay-lok segera mendengar perkataan itu, serunya: "Benar, dia lebih kaya dari pada kita"

"Paling tidak ia baru saja berhasil menggaet sejumlah uang dari tangan Hong Si-hu" Kwik Tay-lok segera beranjak dari tempat duduknya. "Akan kutanyai dirinya, dimana ia sembunyikan harta karun tersebut" katanya. "Masa ia mau menjawab?"

"Walaupun aku bukan si tongkat penjepit, tapi akupun mempunyai cara yang jitu"

"Tampaknya kau berhasil mempelajari beberapa macam permainan dari si tongkat penjepit?" kata Yan Jit tertawa geli. Dikebun belakang sana terdapat sebuah kamar kayu bakar. Tapi kamar kayu bakar itu agaknya bukan untuk menyimpan kayu bakar melainkan dipakai untuk menyekap orang, entah penyamun atau pencuri macam apapun, tentu akan disekap dalam kamar kayu jika berhasil ditangkap. Dalam kamar kayu itu ada laba-laba, ada tikus, ada kotoran anjing, ada kotoran kucing, ada

mangkuk gumpil, ada pula sisa batu arang, hampir benda rongsokan apapun terdapat di sana, tapi justru tak ada kayu bakar, sebatangpun tak ada. Lamkiong Cho yang telah diikat seperti bakcang itu, kini sudah lenyap tak berbekas. Di atas lantai hanya tinggal setumpuk tali. Setengah harian lamanya Kwik Tay-lok berdiri tertegun di sana, kemudian setelah memeriksa

bekas tali pengikat itu, katanya: "Tali-tali ini dipotong dengan pisau"

"Bahkan dengan pisau yang tajam" sambung Yan Jit. Hanya pisau yang tajam baru akan meninggalkan bekas potongan yang rapi di atas tali tersebut. Lim Tay-peng segera berkerut kening, katanya kemudian: "Kalau begitu, ia pasti bukan kabur sendiri, tentu ada orang yang telah datang menolongnya." Kwik Tay-lok tertawa getir. "Aku benar-benar tidak menyangka kalau manusia semacam itupun bisa mempunyai teman"

"Mungkinkah kedua orang setan cilik itu?"

"Tidak mungkin, sekalipun mereka mempunyai kemampuan sebesar ini juga tak akan mempunyai keberanian sebesar itu, apalagi...." Tiba-tiba ia tertawa, terusnya: "Bocah cilik rada mirip dengan kaum perempuan!"

"Bagian mana yang mirip?"

"Bocah cilik tak akan membicarakan soal setia kawan, pada hakekatnya mereka tidak mengerti." Yan Jit kontan mendelik besar, tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, Lim Tay-peng telah berseru lebih dulu. "Mungkinkah perbuatan dari si anjing buldog?"

"Mengapa kau bisa teringat akan dirinya?"

"Hari itu aku tidak menjumpai si anjing buldog berada di sana, mungkin Lamkiong Cho telah melepaskannya, mungkin juga mereka telah bersekongkol sebelumnya." Kwik Tay-lok gelengkan kepalanya berulang kali. "Sekalipun manusia semacam Lamkiong Cho bisa melakukan perbuatan macam apapun, paling tidak ada satu hal yang tak mungkin bisa dilakukan olehnya"

"Perbuatan macam apakah itu?"

"Dia tak akan membagi harta rampasannya dengan orang lain." Setelah tertawa, katanya lebih lanjut: "Seandainya di meja ada tiga mangkuk nasi, sekalipun ia tidak habis makan, sisanya juga tak akan diberikan kepada orang lain, bahkan sekalipun bakal mampus kekenyangan, dia juga akan tetap melahapnya sampai habis."

"Jadi kau beranggapan bahwa si tongkat dan si anjing buldog sudah mampus di bunuhnya?" Kwik Tay-lok manggut-manggut. "Aku lapar!" Ucapan yang terakhir ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan apa yang mereka bicarakan sekarang, bahkan sedikitpun tak ada sangkut pautnya. Siapapun tak akan menyangka kalau dia bisa mengucapkan kata-kata semacam itu dalam

keadaan demikian. Lim Tay-peng menatap wajahnya lekat-lekat sepasang matanya terbelalak lebar. Ong Tiong serta Yan Jit juga sedang memperhatikan dirinya, seakan-akan mereka sedang menyelidiki apakah orang ini mempunyai susunan badan yang berbeda dengan orang lain? Kwik Tay-lok tertawa katanya lagi: "Ketika membicarakan soal tiga mangkuk nasi, tiba-tiba aku merasa perutku sangat lapar, ketika berbicara soal makan, aku baru teringat kalau kita sudah setengah harian lamanya belum bersantap apa-apa"

"Jadi setiap kali kau membicarakan sesuatu, maka kaupun akan teringat untuk melakukan sesuatu ?" tanya Ong Tiong kemudian. "Agaknya memang begitu!"

"Jadi kalau kau sedang "membicarakan soal kencing anjing, apakah kaupun berpikir...." Belum habis perkataan itu, tiba-tiba Kwik Tay-lok membalikkan badan dan lari meninggalkan tempat itu. Arah yang dituju adalah kakus di ujung rumah sana. Ong Tiong yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa melototkan matanya lebar-lebar, tampaknya ia seperti dibuat tertegun. Yan Jit menghela napas panjang, tak tahan ia tertawa geli, katanya kemudian: "Orang ini benar-benar seorang yang berbakat bagus."

"Orang yang berbakat demikian bagusnya mungkin tidak banyak jumlahnya di dunia ini" sambung Lim Tay-peng sambil tertawa.

"Bukan cuma tidak banyak, mungkin cuma dia seorang." Akhirnya Ong Tiong menghela napas panjang juga, gumamnya: "Untung saja cuma seorang" Inilah kesimpulannya. Jika dalam dunia ini terdapat beberapa orang manusia semacam Kwik Tay-lok lagi, mungkin dunia ini akan berubah makin ramai dan gembira. Dari sekian banyak binatang peliharaan, mungkin hanya anjing dan kucing yang paling akrab hubungannya dengan manusia. Ada sementara orang yang suka memelihara kucing, ada pula sementara orang yang lebih suka memelihara anjing, tapi ada juga yang beranggapan bahwa memelihara kucing maupun memelihara anjing sesungguhnya tidak jauh berbeda. Padahal mereka berbeda sekali. Kucing tidak seperti anjing, tidak suka ngeloyor pergi dari rumah, tidak suka berkeliaran kemana-mana. Kucing suka mengendon di rumah, paling banyak membaringkan diri di dekat perapian. Kucing suka makan ikan, apalagi kepala ikan. Kucing juga suka berbaring dalam pelukan orang, apalagi kalau ada orang membelai tengkuknya dan telinganya. Bila saban hari kau memberi makan tepat pada waktunya, sering membopongnya dan

membelai tengkuknya, maka diapun akan sangat menyukai dirimu, menjadi sahabat karibmu. Tapi kau jangan lantas mengira kalau dia hanya menyukai kau seorang, hanya menjadi milikmu seorang. Kucing tak akan sesetia anjing, jika di rumahmu tiada ikan lagi, sering kali dia akan menyelinap ke rumah lain, bahkan dengan cepat akan menjadi sahabat karibnya orang itu. Jika lain kali berjumpa lagi denganmu, mungkin ia sudah tidak mengenali dirimu lagi, mungkin sudah melupakan dirimu sama sekali. Kucing kelihatannya tidak segalak anjing tapi jauh lebih kejam daripada anjing, bila ia berhasil menangkap seekor tikus, sekalipun perutnya sedang lapar, dia juga tak akan sekaligus menelan tikus itu ke perut. la pasti akan mempermainkan dulu korbannya sampai pusing dan setengah mati, kemudian pelan-pelan baru menikmati. "Tangan dan kaki" kucing sangat empuk, kalau berjalan tidak menimbulkan suara apa-apa, tapi bila kau mengganggunya, "Tangan" nya yang lunak dan empuk itu tiba-tiba akan memperlihatkan cakarnya yang tajam, bahkan mungkin akan mencakarmu sampai berdarah. Lantas kalau kucing tidak mirip anjing, mirip apa dia? Pernahkah kau bertemu dengan perempuan? Pernahkah kau melihat perempuan makan ikan? Pernahkah kau melihat perempuan sedang berbaring dalam pelukan suami atau kekasihnya? Tahukah kau cakar yang tinggal di atas wajah kebanyakan lelaki adalah hasil perbuatan siapa? Tahukah kau mengapa ada sementara lelaki sampai bunuh diri? Menjadi sinting? Maka kalau aku bertanya kepadamu. Kucing itu mirip siapa? Jika kau mengatakan kucing mirip perempuan, maka pendapatmu itu keliru besar. Sesungguhnya kucing tidak mirip perempuan, hanya saja ada sementara perempuan yang justru mirip kucing. Kucing itu berwarna hitam, kulitnya berkilat dan halus, hitam yang bercahaya. Kwik Tay-lok sedang memperhatikan kucing tersebut dengan seksama. Bila seseorang sedang kelaparan hebat, biasanya dia tak akan berminat untuk memperhatikan kucing. Seseorang yang sedang kelaparan hebat, ia sama sekali tak akan berminat untuk

memperhatikan benda apapun. Tentu saja Kwik Tay-lok sudah kenyang. Seperti juga kemarin pagi, ketika sayur dan nasi telah

tersedia di atas meja, mereka mendengar si kucing membunyikan suara keleningan. Tiba-tiba Kwik Tay-lok berkata: "Kucing ini tentu kenyang sekali. Bahkan selalu diberi makan sampai kenyang, sebab kucing yang sering kelaparan tak akan memiliki tubuh seindah ini." Yan Jit segera tertawa, tanyanya: "Sudah setengah harian lamanya kau melakukan penyelidikan,  persoalan itukah yang kau selidiki?" Kwik Tay-lok tidak menanggapi perkataan itu, kembali ujarnya: "Kalau dibilang semua perabot, semua sayur dan arak, serta peti mati itu adalah pemberian dari Hau-hau sianseng (tuan berbaik hati) tersebut, itu berarti kucing inipun dipelihara olehnya, maka..."

"Maka kenapa?"

"Maka rumah Hau-hau sianseng pasti sangat nyaman, amat sosial dan kaya, kalau tidak kucing ini tidak akan terpelihara segemuk ini dan sekuat ini."

"Kalau memang demikian lantas kenapa?" kata Yan Jit sambil mengerdipkan matanya. "Bila aku ini kucing dan mempunyai majikan yang begitu baik hati, maka aku takkan mau mengikuti orang lain."

"Maka..."

"Maka seandainya kita lepaskan kucing ini, sudah pasti dengan cepat ia akan kembali ke rumah majikannya." Mencorong sinar tajam dari balik mata Yan Jit, serunya dengan cepat: "Kalau memang begitu, mengapa kau masih membopongnya?" Kwik Tay-lok segera menepuk-nepuk tengkuk kucing itu, lalu katanya sambil tertawa: "Saudaraku kucing... wahai saudaraku kucing, jika kau dapat membawa kami untuk menjumpai majikanmu, setiap hari aku tentu akan mengundangmu makan ikan" Ia lepaskan tangan dan menghantar kucing itu keluar dari pintu. Siapa tahu kucing itu mengeong lalu melompat balik ke dalam pelukannya lagi, bahkan menjilati tangannya... Melihat itu, Yan Jit lantas berseru sambil tertawa: "Tampaknya kucing ini adalah kucing betina, buktinya sudah jatuh cinta kepadamu" Kwik Tay-lok segera memegang tengkuk kucing itu dan menurunkannya kembali.

Tapi kucing itu masih berputar-putar saja di sekelilingnya. Melihat itu dengan kening berkerut Kwik Tay-lok segera berseru: "Hei, kenapa kau belum juga pergi? Apakah kau tidak ingin bertemu dengan majikanmu? Bukankah ia selalu baik kepadamu?" Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, kemudian berkata: "Sekalipun daya ingat kucing kurang baik, tapi otaknya cukup jelas..."

"Otaknya cukup jelas?"

"Dia tahu kalau disinipun ada ikan untuk dimakan, mengapa harus bersusah payah untuk pergi ke tempat lain?"

"Tapi aku toh bukan majikannya, mengapa dia musti menyulitkan diriku...?"

"Bukankah tadi kau memberi seekor ikan kepadanya?" Kwik Tay-lok mengangguk: "Nah itulah dia!" seru Ong Tiong, "barang siapa memberi ikan kepadanya, maka dia pula majikannya." Kwik Tay-lok segera menghela napas: "Aaai... kalau begitu, kucing ini betul-betul adalah seekor kucing betina."

"Seandainya di sini sudah tiada ikan yang bisa dimakan lagi?" tiba-tiba Lim Tay-peng bertanya. "Mungkin saja dia akan kembali ke tempat asalnya."

"Aku hanya berharap kucing ini masih kenal jalan!" kata Lim Tay-peng kemudian sambil tertawa. Kucing memang mengenal jalan. Jika ia tidak mendapatkan makanan di luar, entah berada dimanapun dia, dengan cepat ia pasti dapat pulang kembali ke rumah. Sore pun menjelang tiba. Jika sejak pagi sampai sore tidak makan apa-apa, entah dia manusia atau kucing, tentu akan sukar menahan rasa lapar. Sekarang, sekalipun Kwik Tay-lok masih ingin membopong kucing itu, belum tentu sang kucing

mau dibopong olehnya. Dengan suatu gerakan yang sangat cepat dia lari keluar dari rumah. Kwik Tay-lok segera mengikuti dari belakangnya. Yan Jit mengikuti di belakang Kwik Tay-lok, sedang Lim Tay-peng mengikuti di belakang Yan Jit. "Lebih baik kalian jangan terlalu dekat!" seru Ong Tiong memperingatkan: "Bagaimana dengan kau sendiri?" Ong Tiong tidak menjawab, ia cuma menghela napas, seakan-akan merasa bahwa pertanyaan dari Lim Tay-peng itu terlampau bodoh. Pelan-pelan ia membaringkan dirinya kembali. Di sebelah kiri bukit adalah sebuah tanah pekuburan yang luas, sekalipun diwaktu Ceng-beng, jarang sekali ada orang yang berziarah ke sana, orang yang dikubur di sana, dikala masih hidupnya saja sudah tidak mendapat perhatian, setelah mati tentu saja dengan cepat akan dilupakan orang, Sanak keluarga jarang, miskin pun tidak terlampau banyak, apalagi orang miskin yang telah mati. Kwik Tay-lok seringkali merasa gembira hati, setiap kali berkunjung ke situ, hatinya akan terasa semakin iba. Tapi sekarang, ia tak punya waktu untuk beriba hati lagi. Kucing itu larinya cepat sekali. Dalam waktu singkat ia sudah menembusi tanah kuburan itu kemudian menyusup keluar, dipandang dari kejauhan sana, mirip segulungan asap hitam. Mengejar seekor kucing bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, entah siapapun itu orangnya kecuali kau mengejarnya secara khusus, dan tidak mencabangkan pikirannya untuk memikirkan soal yang lain.

Mengejar perempuan pun tak jauh berbeda. Mungkin karena kau tak ada waktu untuk memikirkannya, maka baru pergi mengejarnya. Padahal jika kau telah memikirkannya kembali, mungkin kau segera akan balik kembali. Di tepi tanah pekuburan itu terdapat sebuah hutan. Didalam hutan terdapat sebuah rumah kayu kecil. Dulu Kwik Tay-lok sering berkunjung ke dalam hutan ini, tapi belum pernah menjumpai rumah kayu tersebut. Tampaknya rumah kayu ini baru selesai dibuat dua hari berselang. Ketika kucing itu menyusup masuk ke dalam hutan, tiba-tiba bayangan tubuhnya lenyap tak berbekas. Menyusul kemudian terendus bau harum dari dalam rumah kayu itu. Itulah bau harumnya Ang-sio-bak. Kwik Tay-lok mengendus bau itu dalam-dalam, sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibirnya. Dalam rumah ada api, di atas api terpanggang sekerat daging babi. Seorang kakek tua berjongkok di tanah sambil mengipasi api itu, sedang seorang nenek sedang menuang kecap ke dalam kuali. Selain itu masih ada seorang gadis yang berambut panjang sedang berjongkok di sana sambil tiada hentinya memerintah kepada kedua orang tersebut. Begitu masuk ke dalam rumah, kucing itu segera menyusup ke dalam pelukannya.

Sekarang sudah jelas diketahui, gadis itu adalah pemilik kucing tersebut. Akhirnya Kwik Tay-lok berhasil menemukan orang yang dicarinya. ketika ia sampai di depan pintu, kebetulan gadis itupun sedang berpaling. Ketika sinar mata mereka berdua saling berjumpa, maka kedua-duanya merasa terperanjat. Akhirnya Kwik Tay-lok yang berteriak lebih dulu: "Swan Bwe-thong, kiranya kau?" Ang-sio-bak itu empuk dan harum, setiap potong dibentuk persegi empat dan beratnya paling tidak empat tahil. Dengan mulut Kwik Tay-lok yang besar, ia dapat menelan sepotong daging setiap kali makan. Si kucing berbaring di bawah kaki Swan Bwe-thong sambil memejamkan mata, ia memang seekor kucing yang penurut, ia tidak selalu menurut, harus ada ikan, dia tak pernah menampik untuk mencicipi daging ang-sio-bak. Baik manusia maupun kucing, apabila perutnya sudah lapar, mereka tak akan menampik untuk makan ang-sio-bak. Setelah menyikat tujuh-delapan potong daging, Kwik Tay-lok baru menghela napas panjang, katanya: "Mimpipun tak pernah kusangka kalau kaulah orangnya!" Swan Bwe-thong hanya mencibirkan bibirnya sambil tertawa. "Apakah kau selalu bekerja dengan cara yang begitu rahasia dan misterius?" tanya Kwik Tay-lok lagi. Swan Bwe-thong menundukkan kepalanya dan menjawab sambil tertawa: "Sebenarnya aku ingin menghantar sendiri kepada kalian, tapi akupun kuatir kalian enggan untuk menerimanya."

"Sesungguhnya kau tak perlu menghantar benda-benda tersebut kepada kami." kata Yan Jit ketus. "Kalian telah membantu banyak sekali kepadaku, bagaimanapun juga akupun harus menunjukkan sedikit perasaan terima kasih kepada kalian."

"Tapi barang-barang tersebut kami masih tetap tak bisa menerimanya," kata Kwik Tay-lok pula. "Kenapa?"

"Karena . . . . karena kau adalah perempuan"

"Tapi perempuan juga manusia!" Kwik Tay-lok mengerling sekejap ke arah Yan Jit, kemudian serunya sambil tertawa: "Caramu berbicara hampir tidak berbeda dengan ucapannya!" Yan Jit segera menarik muka, katanya: "Sekalipun orang lelaki yang  memberi begitu barang kepada kami, kami juga sama saja tak dapat menerimanya."

"Apalagi kami sudah makan beberapa kali hidangan yang kau hantar ke rumah, sesungguhnya kami sudah merasa terlampau rikuh" sambung Kwik Tay-lok lebih lanjut. Swan Bwe-thong segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian katanya:

"Kalau begitu, anggap saja barang kami dititipkan di rumah kalian, begitu tentu boleh bukan?"

"Kalau begitu, kau musti bayar uang sewa!" sela Ong Tiong tiba-tiba. "Akan kubayar!"

"Selain itu juga harus memberi uang tanggungan."

"Akan kubayar!"

"Setiap hari sepuluh tahil perak."

"Baik!"

"Bayar dimuka dan tak boleh menunggak"

"Bagaimana kalau aku membayar sepuluh hari lebih dulu ?" tanya Swan Bwe-tong sambil tertawa. Ia benar-benar mengeluarkan seratus tahil perak. Ong Tiong tidak bergerak, dia cuma melototi uang perak itu tanpa berkedip, seakan-akan terpesona dibuatnya. Sebaliknya Kwik Tay-lok sekalian mengawasi Ong Tiong tak berkedip. Tiba-tiba saja mereka merasakan Ong Tiong adalah manusia yang aneh sekali, bahkan sedikit tak tahu aturan. Orang lain dengan maksud baik memberi arak kepadanya untuk minum, menghantar hidangan kepadanya untuk makan, menghantar kursi baginya untuk duduk, menghantar ranjang kepadanya untuk tidur, bahkan rumah yang bobrok pun sudah diperbaiki sana sini. Tapi ia masih menagih uang sewanya, bahkan harus membayar dulu di muka. "Maknya betul orang ini, ia betul-betul telur busuk hidup" Kwik Tay-lok melotot kepadanya dan hampir saja mencaci maki. Sorot mata Ong Tiong sudah mulai bergeser, dari atas uang perak itu pelan-pelan di alihkan kewajah Swan Bwe-thong, tiba-tiba serunya dengan mata melotot: "Kau punya penyakit."

"Aku punya penyakit?" seru Swan Bwe-thong tertegun. "Bukan cuma berpenyakit, bahkan penyakitmu rada parah." Suan Bwe-thong segera tertawa.  "Soal makan, aku bisa makan dengan kenyang, soal tidur akupun bisa tidur dengan nyenyak,

mengapa kau mengatakan aku punya penyakit?"

"Mungkin penyakitmu itu timbul karena kekenyangan" Dengan wajah tanpa emosi, katanya lagi: "Kau sudah membuang uang banyak untuk membeli barang sebanyak ini, kemudian menggunakan banyak tenaga untuk menghantarkan kemari, sekarang kau rela juga membayar uang sewa kepadaku, bila seseorang tidak lagi sakit, masakah dia akan melakukan perbuatan semacam ini?" Kwik Tay-lok segera tertawa. Ia mulai merasakan juga bahwa Suan Bwe thong memang mengidap penyakit, bahkan penyakitnya memang agak parah. Biji mata Suan Bwe-tong yang jeli berputar-putar lalu katanya: "Jikalau kukatakan bahwa aku berbuat demikian tak lain karena merasa berhutang banyak kepada kalian, mau mempercayai kah kalian semua?" Ong Tiong segera berpaling ke arah Kwik Tay-lok, kemudian bertanya: "Percayakah kau?"

"Aku tidak percaya!"

"Kalau sampai dia saja tidak percaya, mungkin di dunia ini sudah tiada orang lain yang mau percaya lagi!" Suan Bwe-thong menghela napas panjang. "Aaaai...! oleh sebab itu akupun tidak berkata demikian"

"Lalu, apa yang hendak kau katakan?" Sepasang biji mata Suan Bwe-tiong berputar tiada hentinya, lalu sambil menggigit bibir dia menjawab: "Jika seorang lelaki jatuh cinta kepada seorang perempuan dan ingin mengawininya, apakah dia bisa melakukan banyak perbuatan yang membingungkan hati?"

"Yaa, mungkin" sahut Ong Tiong. Bila seorang lelaki sudah jatuh cinta kepada seorang perempuan, pada hakekatnya perbuatan

apapun bisa dilakukan. "Perempuan pun demikian juga" kata Suan Bwe-thong lebih jauh. "Sama saja? Bagaimana sama sajanya?"

"Bila seorang perempuan sudah jatuh hati kepada seorang pria dan ingin kawin dengannya, diapun sama saja dapat melakukan banyak sekali perbuatan-perbuatan yang membingungkan hati." Tiba-tiba paras mukanya berubah menjadi merah padam karena jengah, dengan kepala tertunduk terusnya: "Tahun ini aku... aku telah berusia delapan belas!" Gadis yang telah berusia delapan belas tahun, biasanya akan teringat akan suatu hal, yakni kawin. Gadis delapan belas tahun manakah yang tidak ingin mempunyai kekasih dan suami? Sesungguhnya kejadian ini adalah suatu peristiwa yang lumrah. Kembali Kwik Tay-lok tertawa, katanya: "Kalau begitu kau tidak berpenyakit, lelaki yang telah dewasa akan menikah, gadis yang telah dewasa akan dinilai, siapapun tak dapat mengatakan kalau kau berpenyakit." Lalu sambil membusungkan dada, ia bertanya lagi:      "Entah lelaki manakah yang telah berkenan di hatimu?" Yan Jit segera melotot besar, katanya dingin: "Tentu saja kau!?"

"Aaaah, belum tentu!" Walaupun dimulut ia bilang "belum tentu" tapi mimik wajahnya telah menunjukkan keyakinan yang seratus persen. Sekalipun memukul gembrengan, belum tentu orang bisa menemukan lelaki ganteng seperti dia. Jika Suan Bwe-thong tidak jatuh cinta kepadanya, ia bisa jatuh hati kepada siapa lagi? Suan Bwe-thong memang sedang memandang ke arahnya, tapi ia gelengkan kepalanya sambil mencibir bibir. "Mungkin orang itu adalah kau, mungkin juga bukan," katanya seraya tertawa, "sekarang aku belum bisa mengatakannya kepadamu."

"Kenapa?"

"Sebab sekarang masih belum tiba pada saatnya."

"Kapan saatnya baru tiba?" Suan Bwe-thong memutar sepasang biji matanya yang jeli, kemudian dengan kepala tertunduk

sahutnya: "Aku harus memperhatikan lebih dulu apakah dia benar-benar baik atau tidak, sebab hal ini menyangkut hidupku sepanjang masa, bagaimanapun juga aku harus berhati-hati!"

"Apakah sekarang kau belum bisa mengetahuinya?" tanya Kwik Tay-lok. "Aku.... aku masih ingin menanti beberapa waktu lagi dan memperhatikan beberapa saat lagi."

"Aku rasa lebih baik kau cepatan sedikit kalau hendak memperhatikan, ada orang sudah ingin kebelet sangat macam monyet kena terasi" seru Yan Jit dingin. "Tidak menjadi soal" Kwik Tay-lok tertawa, "silahkan kau perhatikan pelan-pelan, orang baik selamanya tetap baik, makin dipandang makin menarik."

"Bila aku sudah merasa cukup untuk memperhatikannya, aku pasti akan memberitahukan kepadamu lebih dahulu." Tiba-tiba Yan Jit bangkit berdiri, kemudian tanpa berpaling beranjak keluar dari situ. "Hei, kenapa kau pergi?" tegur Kwik Tay lok, "Bukankah enakan kita bercakap-cakap bersama?"

"Apanya yang akan dibicarakan lagi?"

"Apakah kau tak ada persoalan lagi untuk dibicarakan?"

"Aku hanya ingin mengucapkan sepatah kata...." Tanpa berpaling lanjutnya dengan suara dingin: "Anak gadis sekarang, kulit mukanya makin lama agaknya semakin tebal..." Memandang punggung Yan Jit hingga lenyap dari pandangan, Kwik Tay-lok baru

menggelengkan kepalanya berulang kali. katanya sambil tertawa: "Walaupun tabiat orang ini rada aneh, sesungguhnya dia adalah orang baik, nona Suan, harap kau jangan marah"

"Aku tidak she Suan, aku she Bwe!" Suan Bwe-thong cepat menerangkan sambil tertawa. "Bwe? Bwe dari huruf Bwe-hoa (bunga sakura)?" Suan Bwe-thong manggut-manggut. "Aku bersama Bwe Ji-lam !"

"Mana sudah bunga sakura, ditambah bunga anggrek lagi, wah rupanya kau ingin membuka toko bunga?"

"Aku bukan bernama Ji-lan, lan dari arti kata bunga anggrek, aku bernama ji-lam, dengan arti lelaki."

"Bwe Ji-lam? Aneh benar namamu itu"

"Ketika mendiang ayahku memberi nama tersebut kepadaku, dia ingin memberitahukan kepadaku agar aku seperti seorang lelaki, tak boleh aleman atau manja, apa yang ingin kulakukan harus kulakukan dengan terbuka, apa yang ingin kukatakan juga harus kukatakan secara terang-terangan."

"Jika arwah ayahmu dialam baka bisa mengetahui akan hal ini, dia pasti akan merasa gembira" tiba-tiba Ong Tiong berseru.

"Kenapa?"

"Sebab kau memang tidak menyia-nyiakan harapannya" Agak memerah paras muka Bwe Ji-lam karena jengah, katanya: "Kau.... kau menganggap pekerjaan yang kulakukan lebih banyak mirip perbuatan kaum pria?"

"Kau adalah perempuan?" Ong Tiong balik bertanya. Bwe Ji-lam tak bisa menahan gelinya lagi, ia tertawa cekikikan. Kwik Tay-lok juga tertawa, katanya pula: "Caramu bertindak memang lebih kelaki-lakian daripada kebanyakan lelaki, misalkan saja...." Ia merendahkan suaranya serendah-rendahnya, kemudian melanjutkan: "Teman kita yang bernama Yan Jit, kadangkala ia mirip seorang gadis, bukan saja gerak geriknya agak kewanita-wanitaan, bahkan seringkali bisa marah-marah tanpa sebab."

"Apakah kau menganggap perempuanpun seringkali menjadi marah tanpa sebab?" Kwik Tay-lok cuma tertawa, dan tidak berbicara apa-apa. Bwe Ji-lam berkata lagi: "Perempuan pun seperti juga lelaki, bila sedang marah, itu pasti ada alasannya, cuma saja kaum lelaki belum tentu mengetahui alasan tersebut." Setelah tertawa, lanjutnya: "Sesungguhnya lelaki belum tentu sepintar apa yang dibayangkan sendiri..." Kwik Tay-lok ingin berbicara lagi, tapi akhirnya ia berusaha menahan diri. Ia bertekad tak akan ribut dengannya, seandainya ingin mendebat, diapun baru akan mendebat setelah mengetahui siapakah orang yang dipilih olehnya nanti. Sampai waktunya dia akan memberitahukan kepadanya, paling tidak lelaki jauh lebih pintar

daripada apa yang dia bayangkan. Sampai waktunya nanti, dia pasti akan percaya. Sekulum senyuman segera tersungging di ujung bibir Kwik Tay-lok, agaknya dia sedang membayangkan kejadian pada waktu itu, Bwe Ji-lam berbaring dalam rangkulannya dan memberitahukan kepadanya bahwa "orang itu" adalah dia. "Pada waktu itu, dia akan mengetahui sesungguhnya siapakah yang lebih pintar." Hampir tertawa tergelak Kwik Tay-lok setelah membayangkan sampai ke situ. Lim Tay-peng juga sedang tertawa. Apakah ia juga sedang memikirkan kejadian yang sama? Bila seseorang tak dapat mengkhayalkan diri sendiri, mungkin ia tak bisa dikatakan sebagai seorang lelaki sejati. Mungkin dia tak bisa terhitung sebagai seorang manusia.   Manusia bisa lebih hebat dari binatang, mungkin dikarenakan orang bisa berkhayal diri, sementara binatang tidak bisa.

Tiba-tiba Bwe Ji-lam berkata lagi: "Padahal sekalipun orang lelaki agak kewanita-wanitaan, hal inipun tidak ada salahnya"

"Paling tidak orang semacam itu tak akan kasar, tak akan liar, bahkan pasti akan lemah lembut." Tiba-tiba Kwik Tay-lok melompat bangun kemudian selangkah demi selangkah berjalan keluar, tiba-tiba ia berpaling sambil bertanya kepada Ong Tiong: "Coba kau lihat, apakah aku juga rada keperempuanan?"

"Kau seorang lelaki?" Kwik Tay-lok tertawa tergelak. "Sebenarnya aku mengira demikian, tapi sekarang bahkan aku sendiripun kurang jelas." Rembulan sedang bersinar purnama. Rembulan yang bundar tergantung di atas awang-awang.... Yan Jit seorang diri duduk di bawah pohon dan memandang ke tempat kejauhan dengan wajah termangu. Tiba-tiba Kwik Tay-lok juga berjalan mendekat dan duduk disampingnya. Yan Jit mengerutkan dahinya, kemudian dengan mata melotot tegurnya: "Mau apa kau datang kemari?"

"Berbincang-bincang!"

"Apa enaknya berbincang-bincang dengan aku? Mengapa kau tidak mencari nona Bwe saja?" kata Yan Jit sambil menarik muka.

Kwik Tay-lok mengelus dagunya lalu berkata: "Agaknya kau seperti tidak terlalu suka dengannya."

"Orang yang menyukainya sudah terlalu banyak, aku tak usah dimasukkan ke dalam bilangan lagi." Kwik Tay-lok membungkam diri. Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, kemudian berkata lagi: "Sore tadi, kalian tampak bergembira sekali."

"Ehhhmmmmm ......!"

"Kalau memang kalian bisa berbincang-bincang dengan begitu gembira, buat apa lagi kau datang mencariku?"

"Rupanya kau sedang cemburu?" tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa. Paras muka Yan Jit segera berubah memerah padam seperti kepiting rebus. "Cemburu?" serunya "aku cemburu kepada siapa?" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Kau tahu orang yang dia cintai adalah aku, sedang kau juga mencintainya, maka....." Tidak menunggu sampai ia menyelesaikan kata-katanya, Yan Jit segera bangkit berdiri dan beranjak dari situ. Ketika Kwik Tay-lok menarik tangannya, ia mengipatkan dengan sekuat tenaga, Kwik Tay-lok kembali menariknya seraya berseru: "Aku datang kemari untuk mengajakmu membicarakan soal serius."

Yan Jit berkerut kening. "Urusan serius?" katanya, "masakah di ujung bibir masih ada persoalan yang serius?"

"Bukankah kau pernah mengatakan bahwa disekitar tempat ini terdapat suatu keluarga besar She Bwe yang mempunyai seorang toa-sauya bernama Sik-jin (manusia batu) Bwe Ji-ka?"

"Yaa, aku memang pernah berkata demikian"

"Coba pikirlah, mungkinkah Bwe Ji-lam adalah adik perempuannya Bwe Ji-ka?"

"Yaa atau tidak, semuanya tak ada hubungan dengan diriku"

"Apakah keluarga Bwe mempunyai ikatan dendam dengan Hong Si-hu?"

"Tidak begitu jelas"

"Aku rasa pasti ada, karena itu Bwe Ji-lam baru menggunakan akal untuk menyingkirkan Hong Si-hu, tapi bukankah antara dia dengan Lamkiong Cho juga ada dendam? Bukankah Lamkiong Cho juga ditolong olehnya? Dia menolong Lamkiong Cho apakah dengan maksud untuk mendapatkan harta karun itu?"

"Mengapa kau tidak menanyakannya secara langsung kepada orang yang bersangkutan?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Kalau ia sendiri tak mau membicarakannya, sekalipun aku bertanya juga percuma." Yan Jit segera tertawa dingin.

"Aku lihat rupanya kau tak berani bertanya" ejeknya. "Tidak berani?" cetus Kwik Tay-lok dengan mata melotot. "Kau takut berbuat salah kepadanya, takut dia menjadi marah, oleh sebab itu...." Tiba-tiba ia menutup mulutnya rapat-rapat dan menarik muka. Ketika Kwik Tay-lok berpaling, dilihatnya Bwe Ji-lam sedang berjalan mendekat. Sekulum senyuman manis masih menghiasi ujung bibirnya, dengan mata yang besar dan jeli ia berkata sambil tertawa: "Sebenarnya persoalan-persoalan tersebut harus kalian tanyakan kepadaku, mengapa aku musti marah?" Yan Jit semakin menarik mukanya, lalu berseru: "Kalau begitu semua pembicaraan kami tadi sudah kau dengar?" Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Aku bukan sengaja datang untuk menyadap pembicaraan kalian, aku hanya datang untuk memberitahukan kepada kalian bahwa hidangan malam telah siap."

"Kebetulan amat kedatanganmu itu." Sesungguhnya ia sudah bangkit berdiri, maka sekarang dia melanjutkan langkahnya pergi

meninggalkan tempat itu. Memandang hingga bayangan tubuhnya sudah pergi jauh, Bwe Ji-lam baru menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir. "Aku toh tidak menyalahi dia, mengapa begitu berjumpa denganku dia lantas pergi dari sini?"

"Mungkin karena dia amat mencintaimu," jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. Bwe Ji-lam mengerdipkan matanya, lalu berseru:

"Menyukai aku? Kenapa dia malah menghindarkan diri dariku"

"Mungkin dia merasa bahwa orang yang kau cintai bukan dirinya." Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya, lewat lama sekali tiba-tiba ia baru tertawa. "Apa yang kau tertawakan?" tanya Kwik Tay-lok. Sambil mencibir bibir Bwe Ji-lam tertawa. "Aku mentertawakan kalian orang laki-laki, persoalan yang seharusnya ditanyakan tidak ditanyakan, persoalan yang tidak seharusnya di tanyakan malah kau tanyakan." Tentang beberapa persoalan yang kutanyakan tadi, apakah kau...." Bwe Ji-lam segera menukas ucapan itu, sambil menarik tangannya, ia berseru seraya tertawa: "Hayo jalan kita bersantap dulu, selesai bersantap nanti aku baru akan memberitahukan hal ini kepadamu"

"Mengapa tidak kau katakan sekarang juga?"

"Aku kuatir setelah mendengar perkataan itu kau malah tak tega untuk makan" sahut Bwe Ji-lam sambil tertawa. Ia menarik tangan Kwik Tay-lok dan diajak masuk ke dalam rumah, erat sekali genggamannya, bahkan setelah dudukpun masih menggenggamnya erat-erat. Ong Tiong masih menatap tajam tangannya, Lim Tay-peng juga menatap tangan itu tanpa berkedip, sedang Yan Jit seakan-akan bergerak tak mau melihat, tapi urung toh melirik juga beberapa kejap. Tak terlukiskan perasaan Kwik Tay-lok pada saat ini, maka diapun bisa bersantap luar biasa banyaknya. Ketika ia menyeka mulutnya, tiba-tiba Bwe Ji-lam berkata: "Dugaanmu memang tidak salah, aku adalah adik perempuannya Bwe Ji ka, keluarga kami memang ada dendam dengan Hong Si-hu. Cuma sayang aku tak pernah berhasil menjumpainya, maka terpaksa aku harus menggunakan akal ini." Setelah tertawa, lanjutnya: "Sejak permulaan kami sudah mengetahui kalau si tongkat dan si anjing buldog, pasti dapat

menyeret keluar Hong Si hu dari sarangnya, mereka adalah petugas hukum, sudah barang tentu lebih gampang buat mereka untuk mencari orang" Berbicara sampai di sini, tiba-tiba ia menghela napas, kemudian sambungnya: "Hingga sampai di situ, dugaan kalian memang tidak salah"

"Selanjutnya?"

"Kejadian selanjutnya, kalian telah salah menebak!" Persoalan yang mana saja yang telah salah ditebak?" tanya Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun. "Pertama orang berbaju hitam itu bukan Lamkiong Cho!"

"Kalau bukan Lamkiong Cho lantas siapa?" Bwe Ji-lam menggigit bibirnya kencang-kencang, setelah lewat lama sekali, dia baru mengambil ketetapan dihatinya: "Dia adalah kakakku!"

Jilid 10

KETIKA UCAPAN TERSEBUT Diutarakan keluar, semua orang menjadi terkejut, bahkan Kwik Tay-lok pun tak tahan menjerit keras.

Lim Tay-peng merasa sangat kecewa, serunya tertahan: "Kakakmu? Mengapa ia lakukan perbuatan semacam ini?" Bwe Ji lam menundukkan kepalanya rendah-rendah, kemudian sahutnya: "Setiap umat persilatan menganggap keluarga Bwe kami adalah keluarga persilatan, mereka mengira keluarga kami pasti kaya raya sebab kesosialan dan keroyalan kami selalu besar, sobat

yang datang mencari kami, belum pernah kami mengecewakan dirinya!" Paras mukanya tiba-tiba berubah menjadi sangat sedih, terusnya lebih jauh: "Padahal sejak mendiang ayah kami meninggalkan dunia, keluarga kami sudah jatuh bangkrut dan kehabisan uang, bukan saja tak mampu mendarma kepada orang lagi, bahkan kehidupan sendiri setiap harinya pun sudah menjadi masalah, oleh sebab itu...."

"Oleh sebab itu bukan saja kalian menghendaki nyawa Hong Si-hu, juga mengharapkan uangnya?" sambung Ong Tiong. Bwe Ji-lam manggut-manggut. "Benar rencana kami ini sebetulnya sudah disusun secara rapi, ketika aku datang melakukan pencurian disini, kakakku juga telah menemukan si tongkat dan si anjing buldog dan telah menjadi pengawal mereka"

"Manusia yang begitu lihay seperti si tongkat dan si anjing buldog, mengapa secara sembarangan mereka lalu percaya kalau dia adalah Lam Kiong Cho? Mengapa pula secara sembarang mereka telah menggunakannya sebagai tukang pukul?"

"Pertama karena mereka belum pernah bertemu dengan Lamkiong Cho, kedua kakakku membawa tanda pengenal dari Lamkiong Cho, ketiga kerena mereka tak mengira kalau ada orang telah menyaru sebagai Lamkiong Cho"

"Ke empat karena nasib kalian lagi mujur" sambung Kwik Tay-lok, "tapi bagaimana ceritanya sehingga kakakmu bisa membawa tanda pengenal dari Lamkiong Cho?"

"Kebetulan dia adalah sahabat kakakku!" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, setelah tertawa getir katanya:   "Aaaai.... tampaknya kakakmu juga seorang yang sangat berbakat, terbukti ia bisa berteman dengan manusia semacam itu"

Merah padam selembar wajah Bwe Ji-lam karena jengah, katanya kemudian: "Sesungguhnya dia memang gemar berteman, bahkan suka membantu orang lain, tak sedikit jumlah orang dalam dunia persilatan yang pernah menerima kebaikan darinya. Justru karena temannya terlalu banyak, diapun terlalu sosial maka keluarga kami hari demi hari semakin jatuh miskin"

"Betul, hanya budak uang yang tak akan kekurangan uang" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa, "tahu dia manusia begitu, semestinya pukulanku itu harus sedikit diperingan" Bwe Ji-lam segera menarik wajahnya, lalu pelan-pelan berkata: "Ada dua hal yang hendak kuberitahukan pula kepadamu"

"Katakanlah!"

"Pertama aku tak senang ada orang menghina kakakku di hadapanku, kedua kalau bukan senjatanya tidak leluasa baginya, yang termakan oleh pukulan bukan dia melainkan kau sendiri"

"Sik-jin" si manusia batu Bwe Ji-ka tentu saja senjatanya juga terbuat dari batu, tentang soal ini Kwik Tay-lok juga pernah mendengar orang membicarakannya. Terpaksa Kwik Tay-lok tertawa, tanyanya kemudian: "Entah bagaimana pula dengan ilmu silat yang dimiliki Lamkiong Cho asli?"

"Bila orang yang kau jumpai adalah Lamkiong Cho asli, sekarang mungkin kau tak bisa duduk disini lagi"

"Kalau tidak duduk di sini lantas duduk dimana?"

"Berbaring, sekalipun tidak berbaring dalam peti mati, paling tidak juga berbaring di atas ranjang" Kwik Tay-lok tertawa tergelak, cuma sewaktu tertawa suaranya kedengaran kurang begitu leluasa. Untung saja Bwe Ji-lam telah melanjutkan kembali kata-katanya: "Rencana kami sejak awal sampai akhir semuanya berjalan dengan lancar, hingga...." Ia melirik sekejap ke arah Lim Tay-peng, sebelum ia sempat berbicara, Lim Tay-peng telah berkata duluan: "Hingga aku berjumpa dengannya tanpa sengaja?" Bwe Ji-lam menghela napas panjang. "Aku sebetulnya berharap agar pada hari itu kalian tidak ke kota dan tidak berjumpa dengannya."

"Ia kuatir kita akan menyelidiki rahasianya, maka dia sengaja datang untuk membunuh kami dan menghilangkan saksi?" kembali Lim Tay-peng menyindir. Bwe Ji-lam menghela napas sedih. "Dia adalah putra tunggal keluarga Bwe kami, tentu saja dia berharap agar nama baik keluarga Bwe kita yang telah berusia beberapa ratus tahun itu tidak sampai hancur ditangannya." Ong Tiong menghela napas. "Oleh karena itu dia lebih suka mengakui dirinya sebagai Lamkiong Cho, juga tak ingin mengucapkan asal usulnya sendiri, ia lebih suka mati daripada kehilangan muka, bukan begitu?" Bwe Ji-lam manggut-manggut, sepasang matanya sudah berubah menjadi merah padam. Tiba-tiba Ong Tiong menghela napas panjang lagi, katanya: "Tampaknya untuk menjadi seorang putra tunggal dari suatu keluarga persilatanpun memiliki banyak penderitaan dan persoalan yang tak diketahui orang luar." Di dunia ini mungkin hanya ada semacam manusia yang lebih menderita dari padanya." sela Kwik Tay-lok. "Manusia macam apa?" tanya Ong Tiong. "Adik perempuannya!" Bwe Ji-lam mengerling sekejap ke arahnya, bibirnya senyum tak senyum tapi justru kelihatan makin mempersonakan hati. Dengan termangu-mangu Lim Tay-peng memperhatikan-nya, tiba-tiba ia berkata: "Kaukah yang mengirim peti mati itu kemari?"

"Ehmm....."

"Karena apa?" Bwe Ji-lam menghela napas: "Aku tahu hatimu tentu amat sedih setelah membunuh orang, maka kukirim peti mati kosong itu dengan tujuan ingin memberitahukan kepadamu bahwa orang yang kau bunuh sebenarnya tidak mati" Mimik wajah Lim Tay-peng kelihatan makin tertegun, kemudian gumamnya lirih: "Kalau begitu, bagaimanapun juga aku harus berterima kasih kepadamu...!" Kwik Tay-lok memandang ke arahnya kemudian memandang pula ke arah Bwe Ji-lam, akhirnya dia turut menghela napas. "Aku juga harus berterima kasih kepadamu, ia memang bersikap sangat baik kepadamu" Yan Jit yang selama ini hanya membungkam terus, tiba-tiba menimbrung dengan suara dingin: "Tapi, bukankah di atas peti mati itu dengan jelas tertuliskan nama dari Lamkiong Cho?"

"Yaa, bagaimanapun juga, aku tak dapat menghianati kakakku." Matanya semakin merah, lanjutnya: "Walaupun aku tahu kalau perbuatannya salah, tapi akupun hanya bisa menghalanginya secara diam-diam"

"Maka selama ini kau tak berani menampakkan diri!" sambung Yan Jit. Dengan sedih Bwe Ji-lam mengangguk. "Yaa, aku tak berani menampakkan diri dan tak bisa menampakkan diri. Tapi aku masih bisa menggunakan segenap kekuatan yang kumiliki untuk membaiki kalian, aku cuma berharap agar kalian sudi memandang diatas wajahku dan mengampuni dirinya."

"Sekarang dia berada di mana?"

"Pulang ke rumah."

"Apakah kau yang menolongnya?"

"Tentu saja aku, dia adalah kakak kandungku, bagaimanapun juga aku toh tak bisa membiarkan dia tersiksa" Tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya, lalu berkata: "Seandainya kalian tidak bersedia mengampuninya, kalianpun tak usah pergi menjumpainya, kalian boleh mencari aku, sebab aku bersedia untuk menanggung segala sesuatunya." Mendadak Lim Tay-peng melompat bangun lalu serunya dengan suara lantang: "Perduli apapun yang akan dikatakan orang lain, aku tetap menganggap bahwa kau tidak bersalah."

"Siapa bilang dia bersalah?" sambung Kwik Tay-lok, "siapa berkata demikian, dia pastilah seorang telur busuk."

"Aku cuma bisa mengatakan bahwa pada hakekatnya dia bukan manusia" Ong Tiong menambahkan. Paras muka Lim Tay-peng segera berubah menjadi merah membara, bahkan merah sampai ke telinganya, dengan mata melotot dia berteriak: "Kau bilang dia bukan manusia?"

"Dia memang bukan manusia." Ong Tiong menghela napas, "karena belum pernah kujumpai manusia yang pemberani seperti dia."

Kwik Tay-lok segera bertepuk tangan, sambungnya: "Sedikitpun tak salah, kata-kata semacam ini sesungguhnya ia tak usah memberitahukannya kepada kita, tapi ia tidak berniat untuk merahasiakannya, siapa lagi yang bisa menandingi keberanian semacam ini?"

"Apakah kau juga tak mampu untuk menandinginya?" tanya Yan Jit. Kwik Tay-lok segera menghela napas. "Aaai... coba berganti aku, belum tentu aku berani untuk mengutarakan persoalan ini secara terus terang." Tiba-tiba Yan Jit tertawa, katanya: "Sekarang kau seharusnya mengerti, perempuan belum tentu berpikiran sempit seperti apa yang kau bayangkan bukan?"

"Yaa, benar, bukan saja tidak berpikiran sempit, bahkan berjiwa mulia...!" Sepasang mata Bwe Ji-lam kembali berubah menjadi merah, agak sesenggukan dia berkata: "Kalian... kalian benar-benar tidak menyalahkan aku?"

"Menyalahkan kau? Siapa berani menyalahkan kau! Malah seharusnya kami berlutut dihadapanmu sambil berterima kasih."

"Benar !" Ong Tiong menambahkan, "coba bukan karena kau, sekalipun kami tak akan mati keracunan, paling tidak juga akan mati kelaparan." Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya semakin rendah. "Padahal kakakku juga belum tentu akan...."

"Kau tak usah memberi penjelasan lagi, pokoknya kami tak ada yang menyalahkan dia." tukas Kwik Tay-lok. "Sungguh!"

"Seandainya aku menjadi dia, mungkin saja akupun akan berbuat demikian"

"Kalau aku pasti akan berbuat lebih ganas lagi!" Ong Tiong menambahkan. "Aku hanya kuatir andaikata di kemudian hari kakakmu mengetahui kalau kaulah yang mengacau rencananya, mungkin dia akan marah, marah setengah mati." Bwe Ji-lam segera tertawa getir. "Sekarangpun dia sudah tahu!" katanya. "Bagaimana sikapnya setelah mengetahui kejadian ini...?" tanya Kwik Tay-lok. "Marahnya setengah mati!"

"Lantas apa yang kau lakukan?"

"Akupun kabur!"

"Tapi cepat atau lambat kau toh pasti akan pulang, sebab di sanalah rumahmu" kata Kwik Tay-lok dengan kening berkerut.

Sekali lagi Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya dan tidak berbicara lagi. Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, katanya: "Bila dia harus pulang, sudah pasti banyak penderitaan yang akan dialaminya, tapi dia toh bisa saja tak usah pulang."

"Kenapa?"

"Bila seorang gadis sudah menikah, tentu saja dia tak usah pulang ke rumah asalnya" kata Ong Tiong sambil tersenyum.

Seperti baru saja menyadari akan persoalan ini, Kwik Tay-lok segera berseru tertahan: "Benar, jika ia sudah menikah maka diapun sudah bukan anggota keluarga Bwe lagi, kakaknya juga tak usah mengurusi dirinya lagi"

"Oleh karena itu dia tak bisa tidak harus lekas-lekas kawin"

"Tapi kawin dengan siapa?"

"Tentu saja kawin dengan orang yang disukainya, mungkin aku, mungkin juga kau" Tiba-tiba saja Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Tiba-tiba ia menemukan bahwa Bwe Ji-lam sedang mengerling ke arahnya sambil tertawa. Bwe Ji-lam, menundukkan kepalanya dengan wajah merah dan duduk tenang di sana, seakan-akan merasa serba salah, merasa sedih sekali, tapi sekulum senyuman masih menghiasi terus ujung bibirnya. Senyuman itu bagaikan senyuman seekor rase kecil yang baru berhasil mencuri delapan ekor ayam. Akhirnya Kwik Tay-lok menyadari, rupanya mereka berempat lelaki tanggung telah terkecoh oleh gadis tersebut. Berada dalam keadaan demikian, siapapun yang dia sukai, rupanya terpaksa harus kawin juga dengannya.

Rupanya tanpa mereka sadari si rase kecil itu telah memasang jerat yang menjerat leher mereka semua, sekarang asal tangannya membetot ke belakang maka salah seorang diantaranya akan tergantung untuk selamanya. "Tampaknya kaum perempuan memang jauh lebih pintar daripada apa yang dibayangkan kaum lelaki." Cuma.... siapakah orangnya yang bakal digantung olehnya itu? Ong Tiong masih tertawa, tertawa bagainya seekor rase pula, seekor rase tua. Dia seakan-akan sudah tahu kalau dirinya tak bakal kena digaet oleh perempuan itu. Bahkan dia masih mengetahui pula sebagian persoalan yang tidak diketahui Kwik Tay-lok. Mendadak sambil tertawa: "Walaupun kami bukan manusia sebangsa toa-enghiong atau toa-haukiat, tapi kamipun bukan setan bernyali kecil yang melupakan budi kebaikan orang lain, bukan demikian?"

"Betul!" jawab Lim Tay-peng cepat. "Maka seandainya nona Bwe mempunyai kesulitan apa-apa, kamipun pasti akan mencarikan

akal baginya untuk menyelesaikan persoalan itu, betul toh?"

"Betul!"    Lagi-lagi Lim Tay-peng yang berbuat menjadi lebih dulu. Kwik Tay-lok memandang ke arahnya, lalu diam-diam menghela napas. Pikirnya: "Aaai.... dasar anak muda, setiap saat setiap waktu selalu bersikap hangat yang berlebihan,

baru saja orang lain menyiapkan tali gantung, kau telah berebut untuk menjiratkan di atas leher sendiri." Belum habis dia menghela napas, terasa olehnya Ong Tiong sedang melotot ke arahnya sambil menegur: "Bagaimana dengan kau? Benar tidak perkataan ini?" Sekalipun Kwik Tay-lok ingin mengatakan tidak juga tak bisa, kalau ada sebutir telur ayam di situ, dia ingin menjejalkannya ke mulut Ong Tiong yang bawel itu. Tiba-tiba Yan Jit menyela: "Sesungguhnya kau tak usah bertanya kepadanya, soal mengasihani perempuan, menolong kaum yang lemah siapa lagi yang bisa menangkan Kwik sianseng kita ini?"

Ong Tiong manggut-manggut, seakan-akan ia sudah dibikin mengerti oleh ucapan dari Yan Jit tersebut, katanya dengan serius: "Betul juga perkataanmu itu, tapi bagaimana dengan kau sendiri?" Yan Jit tertawa, sahutnya hambar. "Asal Ong lotoa sudah berkata satu patah kata, masa aku masih ada persoalan lagi?" Ong Tiong segera menghembuskan napas panjang, dengan wajah berseri ia lantas berkata: "Nona Bwe, semua pembicaraan kami tentunya sudah kau dengar semua bukan?" Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya sambil mengiakan, suaranya selembut suara nyamuk: "Kalau memang begitu, bila kau mempunyai kesulitan mengapa tidak diutarakan saja?" tanya Ong Tiong. Bwe Ji-lam menundukkan kepalanya semakin rendah, dengan wajah yang mengenaskan katanya lirih: "Aku merasa rikuh untuk mengucapkannya keluar!"

"Katakan saja, tak usah bimbang" Dengan wajah merah jengah, rikuh dan patut dikasihani Bwe Ji-lam termenung beberapa saat

lamanya, sampai setengah harian kemudian dia baru melanjutkan kembali kata-katanya: "Ketika kakakku mengetahui aku telah berbuat demikian, rasa gusarnya hampir saja membuat ia menjadi gila, dia mendesak aku terus menerus mengapa aku sampai melakukan perbuatan semacam ini, mengapa membantu orang luar untuk mencelakai kakak sendiri?"

"Lantas bagaimana kau jawab?" Paras muka Bwe Ji-lam berubah semakin merah membara karena rasa malu yang luar biasa. "Aku tidak berhasil menemukan alasan yang tepat." sahutnya, "maka terpaksa aku bilang.... terpaksa aku bilang... terpaksa aku bilang...." Seperti otot disekitar mulutnya mendadak menjadi kejang, dia tak sanggup melanjutkan kembali kata-katanya kecuali ketiga patah kata tersebut. Kwik Tay-lok merasa tidak sabar lagi, tak tahan dia lantas bertanya: "Kau bilang apa?" Bwe Ji-lam menggigit bibirnya menahan pergolakan emosi didalam hatinya, tampaknya ia sudah mengambil suatu keputusan dalam hatinya, dengan wajah memerah katanya: "Terpaksa aku bilang, orang yang kubantupun bukan orang luar, dia lantas bertanya lagi, kalau bukan orang luar lantas siapa? Terpaksa akupun berkata bahwa dia adalah.... dia adalah...."

"Dia adalah apa ?" tanya Kwik Tay-lok lagi tidak tahan. "Terpaksa aku bilang dia adalah Moayhu (suami adik)mu sendiri, karena aku telah mengikat tali perkawinan dengannya." Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, sekujur badannya seolah-olah menjadi amat lemas sehingga hampir saja terjatuh dari atas kursi. Kwik Tay-lok juga hampir terjatuh kekolong meja. "Bagaimana reaksi kakakmu setelah mendengar perkataan itu?" tanya Ong Tiong kemudian sambil mengerdipkan matanya.

Bwe Ji-lam menarik napas panjang, sesudah berhenti sejenak katanya: "Sesudah mendengar perkataan itu, hawa amarahnya baru menjadi agak mereda, tapi dia memperingatkan diriku, andaikata aku sedang membohonginya, maka dia akan menghajarku

setengah mati, diapun memaksa aku untuk.... untuk mengajaknya pulang ke rumah."

"Apanya yang diajak pulang ke rumah?"

"Orangnya..." sahut Bwe Ji-lam sambil menggigit bibirnya kencang- kencang. "Orang apa?"

"Moay.... moay-hu...."

"Moay-hu siapa?"

"Moay-hu kakak .....kakakku" Selesai mengucapkan perkataan itu, sekujur badannya sudah menjadi lemas hingga sama sekali tak bertenaga lagi. Kwik Tay-lok juga merasakan sekujur badannya lemas tak bertenaga. Sekali lagi Ong Tiong menghembuskan napas panjang, seolah-olah hingga kini ia baru memahami duduknya persoalan. Dalam kenyataannya, memang bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk memahami ucapan dari seorang gadis. Ong Tiong tertawa. "Agaknya persoalannya sekarang tinggal satu!"

"Persoalan apa?" tanya Lim Tay-peng. "Diantara kita berempat, siapakah yang akan menjadi Moay-hunya kakak nona Bwe? Dan

apakah ia bersedia atau tidak mengikuti nona Bwe pulang ke rumahnya?"

"Aaaah, siapa yang tidak bersedia? Masa dia tega menyaksikan nona Bwe dihajar oleh kakaknya?"

"Seandainya ada yang tidak bersedia?"

"Maka dia tak bisa dianggap sebagai teman kita lagi." seru Lim Tay-peng dengan suara lantang, "terhadap sobat yang tidak bersahabat macam itu, kita pun tak usah berlaku sungkan-sungkan lagi." Ong Tiong segera bertepuk tangan kegirangan, sahutnya: "Betul, sekalipun ada orang yang enggan pergi, tiga orang lainnya juga harus memaksanya untuk pergi, setujukah kalian?"

"Setuju!"

"Dan kau?" Ong Tiong melirik sekejap ke arah Kwik Tay-lok. Dengan suara dingin tiba-tiba Yan Jit berkata: "Tidak seharusnya pertanyaan semacam itu kau ajukan, masa kau menganggap Kwik Sianseng adalah seorang lelaki yang suka melupakan budi orang?"

"Kalau begitu bagus sekali!" seru Ong Tiong sambil tertawa tergelak-gelak. "Sekarang, semua masalahnya sudah beres, "nona Bwe, apa lagi yang masih kau nantikan?" Tapi Bwe Ji-lam belum juga menjawab, seakan-akan dia sengaja membiarkan mereka

menunggu sebentar lagi. Perempuan memang sukanya berbuat demikian, selalu membikin orang lelaki merasa gelisah. Dengan sepasang biji matanya yang jeli, gadis itu memandang wajah ke empat orang lelaki tersebut silih berganti. Dalam keadaan demikian, Kwik Tay-lok hanya berharap, sepasang biji mata yang jeli itu jangan sampai berhenti di atas wajahnya..

Sesungguhnya ia sama sekali tidak jemu terhadap "Swan Bwe-thong" itu, seandainya pagi tadi ia mengatakan bahwa orang yang di sukai adalah orang lain bukan dia, mungkin dia akan marah-marah besar. Tapi suka adalah satu masalah, mencari bini adalah masalah lain. Apalagi kalau mencari bini dalam keadaan yang dipaksakan, tentu saja keadaan ini jauh lebih berbeda lagi, seperti misalnya dia gemar minum arak, sekalipun demikian ia tak suka kalau ada orang memencet hidungnya sambil melolohkan arak ke dalam perutnya. Dia cuma berharap semoga sepasang mata Bwe Ji-lam berpenyakit, bukan dia yang dituju

melainkan orang lain. Tapi sayangnya sepasang mata si "Swan Bwe-thong" ini justru sama sekali tak berpenyakit, bahkan pada waktu itu sedang menatap wajahnya lekat-lekat. Bukan cuma memandang lekat-lekat, bahkan sedang tertawa, tertawanya begitu manis, begitu mempersonakan hati. Siapapun orangnya, jika ia tahu kalau pancingnya sudah berhasil menangkap seekor ikan besar, senyuman yang menghiasi bibirnya tentu secerah ini. Kwik Tay-lok ingin juga tertawa kepadanya, apa mau dikata justru ia tak sanggup untuk tertawa. Ia menghela napas panjang dalam hatinya lalu berpikir: "Aaaai.... anggap saja aku lagi apes, siapa suruh tampangku jauh lebih ganteng dari pada orang lain?" Tiba-tiba Bwe Ji-lam berkata: "Masih ingatkah kau, bila aku sudah mengambil keputusan maka orang pertama yang akan kuberitahu adalah kau?" Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok segera bergumam seorang diri: "Padahal kau juga tidak usah begitu memegang janjimu itu, bukankah apa yang telah dijanjikan oleh kaum gadis, biasanya suka dilupakan kembali?"

"Tapi aku tak pernah melupakan janjiku sendiri, apa yang telah kukatakan pasti akan kulaksanakan.... nah, hayolah ikut aku keluar dari sini, akan kuberitahukan kepadamu siapakah orang yang menjadi pilihanku itu." Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, dia lantas bangkit berdiri dan beranjak dari tempat itu. Langkah tubuhnya tampak sangat enteng dan lincah, enteng bagaikan seekor burung walet. Yaa, itulah seekor burung walet yang baru saja berhasil menangkap beberapa ekor ulat bulu yang besar. Belum pernah mereka menjumpai gadis yang lincah semacam ini, begitu lincah dan riangnya sehingga mempesonakan hati orang. Dalam waktu singkat ia sudah berada di depan pintu gerbang sana, melangkah dengan lemah gemulai bak bidadari yang baru saja turun dari kahyangan. Kwik Tay-lok tertegun, sedang yang lain juga melongo besar.

XXXXXXXXXX

Ketika tiba di pintu depan, gadis itu kembali berpaling menggape ke arah Kwik Tay-lok. Menggape dengan tangannya yang putih dan halus. Jika tengkukmu sudah dicekik oleh sepasang tangannya itu, bagaimanapun putih dan halusnya tangan tersebut, perasaannya pada saat itu tentu kurang sedap. Terpaksa Kwik Tay-lok bangkit berdiri dan menengok ke arah Yan Jit. Tapi Yan Jit tidak memandang ke arahnya. Kwik Tay-lok memandang ke arah Ong Tiong. Ong Tiong sedang minum arak, cawan arak telah menghalangi sepasang matanya. Kwik Tay-lok pun memandang ke arah Lim Tay-peng. Tapi Lim Tay-peng sedang duduk termangu-mangu seperti orang bodoh. Akhirnya Kwik Tay-Iak menggigit bibirnya kencang-kencang, dengan gemas serunya:

"Sudah pasti nenek moyangmu dulu sudah banyak hutang budi kepada orang, kalau tidak mengapa aku bisa berteman dengan manusia-manusia macam kalian?" Terdengar Bwe Ji-lam yang berada di luar berseru: "Hai, apa yang sedang kau ucapkan? Kenapa belum juga menampakkan diri?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaaai.... aku bukan sedang berbicara, berkentut!" sahutnya. "Akhirnya dia toh beranjak juga menuju ke luar ruangan. Kalau dilihat dari wajahnya yang bermuram durja dan sedih itu, tampang tersebut mirip dengan seorang terhukum yang sedang dibawa menuju ke pengadilan. Lewat setengah harian kemudian, tiba-tiba Lim Tay-peng juga menghela napas panjang, kemudian bergumam: "Tidak kusangka orang inipun pandai berlagak pilon, dihati kecilnya dia merasa gembira setengah mati, tapi wajahnya justru menunjukkan sikap bermuram durja, sungguh membuat orang yang melihat merasa mendongkol." Omelan tersebut kedengaran rada kecut tak sedap didengar, arak yang berada dalam perutnya juga seolah-olah berubah menjadi cuka semua (maksudnya cemburu). Ong Tiong segera tertawa: "Lagi-lagi kau telah salah menduga!" serunya. "Salah menduga dalam soal apa?"

"Sesungguhnya dia tidak suka dengan nona itu."

"Tidak suka? Apakah nona Bwe tidak pantas untuk mendampingi dirinya?"

"Pantas atau tidak adalah suatu urusan, suka atau tidak adalah urusan lain."

"Darimana kau bisa tahu kalau dia tidak suka?"

"Karena dia belum menjadi seorang bodoh dan dia belum menjadi orang bisu." Lim Tay-peng segera mengerdipkan matanya berulang kali, rupanya ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan. Agaknya Ong Tiong juga tahu kalau ia tidak mengerti, maka jelasnya lebih lanjut: "Ada seorang yang sangat pintar pernah mengucapkan sepatah kata yang amat masuk diakal, dia bilang: "Bagaimana cerdiknya seseorang, bila ia benar-benar mencintai seorang gadis, maka selama berada dihadapannya maka dia pasti akan berubah menjadi ketolol-tololan, bahkan untuk bicarapun tak mampu." Dengan pandangan sengaja tak sengaja dia melirik sekejap ke arah Yan Jit, kemudian sambil tertawa: "Tapi selama berada di hadapan nona Bwe justru perkataan yang di ucapkannya paling banyak daripada orang lain..."

"Hal ini dikarenakan dia memang sudah dilahirkan dengan mulut yang sudah cerewet" tukas Yan Ji ketus. Ong Tiong cuma tertawa dan tidak berbicara lagi. Tak ada orang ingin menjadi orang yang cerewet, biasanya orang juga tak akan menganggap

dirinya sebagai orang yang cerewet, tapi hari ini agaknya ia agak berubah, ucapannya juga lebih banyak beberapa kali lipat ketimbang biasanya. Sesungguhnya Lim Tay-peng sudah merasa keheranan sendiri tadi. Hari ini, mengapa orang ini bisa sedemikian cerewet? Kata-kata, sebanyak itu sesungguhnya sengaja dia tunjukkan kepada siapa ...." Lim Tay-peng hanya mengetahui satu hal: Bila tiada sesuatu alasan yang istimewa, Ong Tiong tak akan sedemikian cerewetnya, bahkan untuk menggerakkan mulutpun enggan. Rembulan bersinar dengan indahnya: Mungkin jarang ada orang yang memperhatikannya, tapi rembulan di musim dingin belum tentu kalah indahnya dari pada rembulan di musim semi, rembulan di musim dinginpun masih

sanggup untuk menggetarkan perasaan gadis. Rembulan yang sedang bersinar purnama berada jauh di awang-awang, Bwe Ji-lam berdiri dibawah pohon yang rimbun. Cahaya rembulan menyoroti matanya yang jeli dan wajahnya yang cantik. Sepasang matanya itu jauh lebih indah daripada rembulan. Bahkan Kwik Tay-lok sendiripun tak bisa tidak untuk mengakui bahwa gadis itu benar-benar seorang gadis yang menawan hati, terutama potongan badannya yang ramping dan padat berisi itu, belum pernah Kwik Tay-lok menjumpai gadis cantik dengan potongan badan sebagus ini. Ia tampak jauh lebih cantik daripada ketika dijumpai Kwik Tay-lok untuk pertama kalinya dulu, mungkin karena pakaiannya, mungkin juga karena senyumannya. Pakaian yang dikenakannya hari ini sudah bukan pakaian dengan bahan kain yang kasar lagi, pinggangnya yang ramping ditutup oleh gaun yang panjang, membuat gadis itu tampak lebih cantik dan lebih menawan hati. Kembali ia memandang ke arah Kwik Tay-lok sambil tertawa, tertawanya itu tampak lebih baik cantik dan manis. Sesungguhnya Kwik Tay-lok paling menyukai senyuman-nya itu, tapi sekarang, hampir boleh dibilang ia tak berani memandang lagi ke arahnya barang sekejappun.    Senyuman seorang anak gadis ibaratnya pakaian atau perhiasan yang mereka kenakan, semuanya bertujuan untuk memancing perhatian orang lelaki. Lelaki yang pintar biasanya enggan untuk memperhatikan perhiasan atau pakaian atau senyuman yang diperlihatkan para wanita. Seandainya dihari itu Kwik Tay-lok memahami teori tersebut, tentu tidak sebanyak ini kesulitan

yang bakal dihadapinya. Diam-diam ia menghela napas panjang, pelan-pelan maju menghampirinya dan tiba-tiba berkata:

"Benarkah takaran minum kakakmu sangat baik?"

"Bohong!" Bwe Ji-lam sambil tertawa, "dihari-hari biasa ia hampir tak pernah minum arak."

"Waaah... kalau begitu agak repot juga!" keluh Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. "Sebenarnya aku ada rencana untuk melolohnya sampai mabuk begitu bersua muka nanti, daripada ia menjadi teringat kembali dengan kejadian kemarin dan sengaja menjadi gara-gara denganku"

"jika kau takut ia datang mencari gara-gara denganmu, tunggu sajalah beberapa hari lagi, setelah rasa mendongkolnya agak reda, kau baru pergi menjumpainya"

"Bukankah kau buru-buru hendak mengajakku untuk pulang menjumpainya?" Tiba-tiba Bwe Ji-lam membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar dan memandang kearahnya dengan mata mendelik. "Kau kira.... kau kira...?" Mendadak ia tertawa tergelak, tertawa terpingkal-pingkal sehingga membungkukkan badannya. Menyaksikan keadaan dari gadis tersebut, Kwik Tay-lok menjadi tertegun, sepasang matanya terbelalak besar dan balas mendelik kearah gadis itu. "Bukan aku....?" gumamnya tergagap. Bwe Ji-lam masih tertawa terpingkal-pingkal dengan kerasnya sehingga untuk berbicara tak sanggup, dia cuma bisa menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kalau bukan aku, lantas siapa?" tanya Kwik Tay-lok kemudian tak tahan. Dengan susah payah akhirnya berhasil Bwe Ji-lam menghentikan gelak tertawanya, dengan napas masih terengah sahutnya: "Yan Jit!"

"Apa? Yan Jit...?" jerit Kwik Tay-lok, "orang yang kau cintai adalah Yan Jit?" Bwe Ji-lam manggut-manggut berulang kali.

Sekarang Kwik Tay-lok baru benar-benar dibuat tertegun. Sesungguhnya dia memang tidak berhasrat untuk menikah dengan Bwe Ji-lam, bahkan dengan siapapun tidak ingin. Sekarang terbukti kalau orang yang dicintai Bwe Ji-lam bukan dia, seharusnya dia musti menghembuskan napas lega, merasa bergembira karena tidak terpilih. Tapi entah karena apa, tiba-tiba saja dia malah merasa amat sedih, amat kecewa, bahkan sedikit merasa cemburu. Lewat lama sekali dia baru menghembuskan rasa mengkalnya itu keluar, sambil menggeleng gumamnya: "Aku benar-benar tidak habis mengerti, mengapa kau bisa jatuh hati kepadanya?" Bwe Ji-lam mengerling sekejap ke arah pemuda itu dengan sinar mata yang jeli, kemudian sahutnya sambil tertawa: "Aku hanya merasa dia sangat baik, segala-galanya baik."

"Bahkan tidak mandi pun terhitung baik?"

"Seorang lelaki yang gagah seringkali tak pernah memikirkan soal dirinya sendiri sebelum menikah, tapi bila sudah dirawat oleh isterinya, maka seringkali diapun akan berubah....!" Mencorong sinar tajam dari balik matanya, seperti lagi mengigau, katanya lebih lanjut sambil tertawa: "Terus terang saja kukatakan, sedari kecil aku sudah menyukai lelaki yang tidak sok perlente seperti dia, sebab hanya lelaki semacam inilah baru betul-betul berjiwa seorang lelaki. Kalau memandang lelaki yang senang berdandan dan sok perlente, melihat saja aku sudah muak." Ketika Kwik Tay-lok memandang sepasang matanya itu, mendadak ia merasa bahwa sepasang matanya itu sama sekali tidak indah, bahkan pada hakekatnya seperti mata orang buta saja. "Aku juga tahu kalau selama ini dia selalu menghindariku, seakan-akan merasa muak kepadaku," terus Bwe Ji-lam, "padahal begitulah watak yang asli dari seorang lelaki sejati. Aku paling benci dengan laki-laki yang macam lalat saja begitu bertemu dengan perempuan...!" Kwik Tay-lok merasa pipinya rada panas dan merah karena jengah, ia lantas mendehem beberapa kali, kemudian katanya: "Kalau begitu, kau benar-benar mencintainya?"

"Masa kau sama sekali tidak mengetahuinya?" Kwik Tay-lok menghela napas panjang, lalu tertawa getir. "Aku hanya merasa kau seakan-akan bersikap amat hangat dan mesra kepadaku." katanya. "Itu mah sengaja kulakukan agar dia menjadi panas hatinya dan cemburu."

"Kalau toh kau memang amat menyintainya, mengapa malah kau buat sehingga dia menjadi marah?"

"Justru karena aku mencintainya maka aku harus membuatnya menjadi marah, masa teori semacam ini tidak kau pahami?" Kembali Kwik Tay-lok tertawa getir. "Kalau begitu, menjadi seorang laki-laki lebih baik jangan sampai dicintai oleh perempuan, kalau selamanya tak dicintai oleh perempuan, bukankah hidupnya akan bertambah senang dan gembira?"

"Apakah sekarang kau merasa amat gembira?"

"Yaa, tentu saja gembira sekali, bahkan saking gembiranya aku ingin berteriak-teriak" Ketika Kwik Tay-lok berjalan masuk kembali, sekalipun seorang buta juga tahu kalau hatinya sama sekali tidak merasa gembira. Kalau disaat keluar dari ruangan tadi keadaannya seperti terhukum yang menuju ke lapangan penembakan. maka sekarang keadaannya tak bedanya seperti sesosok mayat. Mungkin keadaan rada mendingan sedikit daripada mayat, karena ia masih bisa bernapas. Keadaan didalam ruangan tersebut tidak jauh berbeda daripada suasana sewaktu dia ke luar tadi, Ong Tiong masih minum arak, Lim Tay-peng masih termangu-mangu dan Yan Jit seperti orang yang tidak melihat kedatangannya. Kwik Tay-lok segera merampas cawan arak ditangan Ong Tiong itu, lalu berteriak dengan suara keras: "Hei, mengapa kalian semua hari ini? Apakah sudah menjadi guci arak semua?" Ong Tiong tertawa, sahutnya: "Untuk memperingati hari perkawinan dari teman karib kita, tentu saja kita harus minum beberapa cawan lebih banyak, masakah si pengantin lelaki merasa keberatan?" Sebetulnya Kwik Tay-lok juga ingin tertawa, namun ia tak mampu bersuara, dikerlingnya Yan-Jit sekejap, kemudian katanya: "Di sini memang ada seorang pengantin baru, cuma orangnya bukan aku!" Rupanya Ong Tiong sama sekali tidak menanggapi kejadian itu sebagai sesuatu yang di luar dugaan, hanya tanyanya dengan suara hambar: "Kalau bukan kau, lantas siapa?" Kwik Tay-lok tidak menjawab.

Dia telah membalikkan badannya, dengan sepasang mata yang mendelik besar ditatapnya Yan Jit tanpa berkedip. "Hei, apa yang kau perhatikan?" Yan Jit segera menegur. "Aku sedang memperhatikan kau?"

"Apa yang baik dengan diriku?" sahut Yan Jit sambil tertawa dingin, "apa kau tidak merasa salah melihat orang?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya: "Aaaai... aku memang sedang memperhatikan dirimu dengan seksama, aku ingin tahu keistimewaan apakah yang kau miliki sehingga orang lain bisa tertarik kepadamu."

"Tertarik kepadaku? Siapa yang tertarik kepadaku?" tanya Yan Jit dengan kening berkerut. "Siapa lagi? Tentu saja si pengantin perempuan!" Yan Jit baru merasa terperanjat setelah mendengar perkataan itu, teriaknya: "Apa hubungannya antara pengantin perempuan dengan diriku?"

"Jika si pengantin perempuan tak ada hubungannya dengan si pengantin lelaki, lantas dia musti mempunyai hubungan dengan siapa?" Kontan saja Yan Jit melototkan sepasang matanya bulat-bulat. "Siapa yang menjadi pengantin?"

"Kau!" Yan Jit menjadi tertegun. Pada mulanya dia kelihatan agak terperanjat, kemudian secara tiba-tiba berubah menjadi

gembira dan akhirnya tertawa terbahak-bahak, seakan-akan tiba-tiba ia tahu kalau lotre buntutnya tembus. "Oooh... rupanya kau pun menyukainya" gumam Kwik Tay-lok kemudian sambil mengedipkan matanya. Yan Jit tidak menjawab, ia cuma tertawa terus tidak hentinya. Kembali Kwik Tay-lok berkata: "Bila kau tidak mencintainya pula, mengapa tertawamu begitu riang dan gembira?" Yan Jit tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya: "Dimanakah orangnya sekarang?"

"Sedang menunggu pengantin lelakinya di halaman depan, lebih baik janganlah kau buat ia merasa gelisah karena harus menunggu terlalu lama" Yan Jit memang tidak membiarkan ia menunggu lama, ketika ucapan Kwik Tay-lok baru selesai diucapkan, dia sudah melompat bangun dan lari ke depan. Kwik Tay-lok memandang ke arahnya kemudian pelan-pelan menggelengkan kepalanya berulang kali, gumamnya: "Tampaknya si pengantin lelaki jauh lebih terburu napsu daripada pengantin perempuannya."

"Apakah kau tidak merasa puas?" tiba-tiba Ong Tiong menegur sambil tertawa. Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya, kemudian menjawab dengan dingin: "Aku tak lebih hanya merasa agak heran."

"Apanya yang perlu diherankan?"

"Aku cuma heran, kenapa mata setiap perempuan tentu ada penyakitnya?"

"Jadi kau beranggapan nona Bwe tidak sepantasnya tertarik kepada Yan Jit? Kau anggap dia amat jelek?" Kwik Tay-lok berpikir sejenak, kemudian: "Padahal ia juga tak dibilang terlalu jelek paling tidak matanya tidak jelek." Di dalam kenyataan, sepasang mata Yan Jit bukan cuma tidak jelek, bahkan menarik sekali, terutama bila ia sedang tertawa, keadaannya ibarat air telaga di musim semi yang syahdu. "Jelekkah hidungnya?" kembali Ong Tiong bertanya. Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu menjawab: "Juga tak bisa dianggap jelek, cuma dikala tertawa maka hidungnya jadi lebih mirip dengan bak-pao" Jika Yan Jit sedang tertawa maka hidungnya selalu berkenyit lebih dahulu, bukan saja tidak mirip bak-pao bahkan malah kelihatan lebih nakal dan indah. "Jelekkah bibirnya?" kembali Ong Tiong bertanya. Mendadak Kwik Tay-lok tertawa. "Aku jarang sekali dapat melihat bibirnya!" dia berseru. "Kenapa?"

"Bibirnya jauh lebih kecil daripada bibir anjing cho-cho, mana aku bisa melihatnya?"

"Apakah mulut yang terlampau kecil jelek dipandang?" Terpaksa Kwik Tay-lok harus menggaruk-garuk kepalanya karena dia bukan berbicara dengan suara hatinya. "Coba katakan, bagian mana dari tubuhnya yang jelek dipandang...?" desak Ong Tiong lagi. Kwik Tay-lok sudah berpikir lama sekali, tiba-tiba ia merasa bahwa dari kepala sampai kaki Yan Jit sesungguhnya indah semua. Bahkan sepasang tangannya yang selalu dekil dan kotor itupun jauh lebih ramping, runcing dan indah daripada jari tangan orang lain. Terpaksa Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya: "Andaikata dia sering mandi, mungkin dia bukan seorang yang tak sedap dipandang!" Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, katanya: "Seandainya dia benar-benar telah mandi, mungkin kau sendiripun akan merasa amat terperanjat."

"Aku mah sangat berharap sampai kapan dia baru akan mengejutkan diriku."

"Kalau toh kau sendiripun merasa dia tidak jelek, salahkah jika nona Bwe sampai jatuh hati kepadanya?"

"Ya, tidak salah, dia memang tidak salah...." Mendadak dari arah ruangan depan sana mereka mendengar suara teriakan dari Bwe Ji-lam, seperti kucing yang ekornya tiba-tiba diinjak orang. Kwik Tay-lok segera melompat bangun ingin melihat ke depan, tapi dengan cepat ia duduk kembali, sambil gelengkan kepalanya dan tertawa katanya: "Aku tahu kalau pengantin lelaki biasanya sangat gelisah dan terburu napsu, tapi tidak kusangka kalau Yan Jit sedemikian lihaynya." Baru habis dia mengucapkan kata-kata itu, tampaklah Yan Jit melangkah masuk. Dia masuk seorang diri. "Dimana pengantin perempuannya?" Kwik Tay-lok segera menegur. "Tidak ada pengantin perempuan!"

"Kalau ada pengantin lelaki, tentu saja ada pula pengantin perempuan...."

"Juga tak ada pengantin lelaki." Kwik Tay-lok memandangnya tajam-tajam mendadak sambil tertawa katanya: "Apakah pengantin perempuannya sudah dibikin lari ketakutan oleh pengantin lelaki?" Mendadak ia menjumpai di atas wajah Yan Jit terdapat tiga jalur bekas cakaran kuku yang memanjang, seperti bekas dicakar oleh kucing. Yan Jit sama sekali tak acuh, malahan sebaliknya kelihatan amat gembira, sampai mengerdipkan matanya dan tertawa dia berkata: "Dia memang sudah pergi, tapi bukan lari karena takut kepadaku"

"Bukan? Kalau tanganmu tidak jahil, kenapa ia sampai berteriak?" Yan Jit tertawa. "Seandainya tanganku benar-benar jahil, masa dia akan angkat kaki dari sini?"

"Yaa, memang tidak bisa" terpaksa Kwik Tay-lok mengakui. Karena diapun tahu, bila seorang perempuan telah mencintai seorang lelaki, maka dia tak akan takut menghadapi tangan jahil dari pasangannya. "Tapi apa sebabnya dia sampai pergi?"

"Karena secara tiba-tiba ia telah berubah pikiran, dia tidak jadi kawin denganku!"

"Dia sudah berubah pikiran? Mana mungkin?"

"Karena.... karena aku telah mengucapkan sepatah kata kepadanya"

"Aku tidak percaya" kata Kwik Tay-lok sambil menggelengkan kepalanya, "jika seorang perempuan sudah mengambil keputusan untuk kawin dengan seorang lelaki, sekalipun kau mengucapkan tiga ribu enam ratus kata, ia juga tak akan berubah pikiran." Sesudah berhenti sebentar, sambil tertawa terusnya: "Kapankah kau pernah menyaksikan ada orang yang membiarkan ikan yang berhasil dipancingnya itu kabur kembali dari tangannya?" Yan Jit tertawa. "Siapa tahu kalau secara tiba-tiba ia menemukan bahwa ikan tersebut banyak durinya, mungkin juga dia memang tidak suka makan ikan..."

"Tiada kucing di dunia ini yang tidak suka makan ikan"

"Tapi dia toh bukan kucing?" Kwik Tay-lok menatapnya tajam-tajam, kemudian katanya sambil tertawa: "Kalau bukan kucing, kenapa bisa mencakar orang?" Tentu saja Kwik Tay-lok juga tahu, bukan saja perempuan pandai mencakar orang bahkan bila

sudah mulai mencakar, malahan jauh lebih ganas daripada kucing. Jika kucing yang sedang mencakar orang, paling tidak ia mencakar karena ada alasannya, berbeda dengan perempuan. Bila ia sedang gembira, maka ia bisa jadi mencakar dirimu. Hanya ada satu hal yang tidak dipahami Kwik Tay-lok. "Sesungguhnya cara apakah yang kau pergunakan sehingga membuat ia berubah pikiran?"

"Cara apapun tidak kugunakan, aku cuma mengucapkan sepatah kata saja."

"Apa yang kau ucapkan?"

"Itu mah urusanku, kenapa kau musti tau?"

"Karena aku ingin belajar."

"Kenapa harus belajar?"

"Asal dia adalah seorang lelaki, mengapa tak ingin belajar?" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Kalau memang begitu, aku lebih-lebih tak bisa mengajarkannya kepadamu."

"Kenapa?" Yan Jit tertawa. "Karena itu adalah rahasiaku, bila kaupun bisa, dengan apa pula aku musti mengandalkan diri?"

Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, gumamnya: "Aaai... aku masih mengira kau adalah Sahabatku, ternyata cuma soal itu saja..."

"Apakah diantara sesama teman tak boleh ada rahasia?" tiba-tiba Ong Tiong menukas. "Itu mah harus tergantung pada rahasia macam apakah itu? Rahasia pribadi atau rahasia profesi?"

"Aaaaaah. . . ! Rahasia yaa rahasia, semua rahasia adalah sama saja artinya."

"Kalau begitu, kau juga ada rahasia?" Ong Tiong manggut-manggut. "Dan kau sendiri?" ia balik bertanya, "apakah kau tidak punya rahasia?" Kwik Tay-lok termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, sejenak kemudian, akhirnya dengan memaksakan diri, dia manggut-manggut juga. "Seandainya orang lain ingin mengetahui rahasiamu, bersediakah kau untuk menjawabnya?"

tanya Ong Tiong lagi. Kembali Kwik Tay-lok berpikir akhirnya dengan memaksakan diri dia pun menggeleng. "Kalau memang demikian, kau tak usah bertanya pula rahasia orang" Sesuai berkata, dia lantas membaringkan diri. Biasanya bila ia sudah membaringkan diri, itu bertanda kalau pembicaraan telah berakhir. Hanya kesimpulan yang benar baru bisa menyelesaikan suatu pembicaraan. Biasanya kesimpulan dari Ong Tiong adalah suatu kesimpulan yang benar. Setiap orang memang mempunyai rahasia. Setiap orang mempunyai hak untuk menyimpan rahasia sendiri, sebab hal ini merupakan kebebasannya. Kwik Tay-lok sedang duduk di bawah emper rumah, sudah lama sekali ia duduk di sana, asal masih ada pekerjaan lain yang masih bisa dilakukan olehnya, dia tak akan duduk terpekur di situ. Ada orang lebih suka kelayapan di luar, melihat orang yang berlalu lalang, melihat anjing berkelahi dari pada mengurung diri didalam rumah. Kwik Tay-lok adalah manusia semacam ini.

Tapi satu-satunya pekerjaan yang bisa dilakukan olehnya sekarang hanyalah duduk termangu di situ. Di bawah emper rumah sudah terbentuk tiang-tiang salju yang membeku, ada yang panjang ada pula yang pendek, entah berapa banyak jumlahnya. Tapi Kwik Tay-lok tahu, semuanya berjumlah enam puluh tiga batang, dua puluh enam batang agak panjang, tiga puluh tujuh batang agak pendek. Sebab sudah tujuh delapan belas kali dia menghitungnya. Udara memang terlampau dingin, dijalan raya  bukan saja tidak kelihatan manusia, anjing-anjing liarpun entah sudah bersembunyi di mana semua. Ia sudah hidup dua puluh tahunan, sudah melewati dua puluh kali musim dingin, tapi belum pernah menjumpai udara sedingin hari ini. Ia sering ketimpa sial, tapi belum pernah sesial hari ini. Sial adalah semacam penyakit menular, bila seseorang lagi sial, maka orang yang berjalan bersamanyapun akan turut kebagian sialnya. Oleh karena itu, bukan cuma dia seorang yang duduk disana.

Yan Jit, Ong Tiong dan Lim Tay-peng semuanya duduk di sana, duduk sambil termangu-mangu. Mendadak Lim Tay-peng bertanya:

"Kalian coba tebak, berapa banyak tiang salju yang ada di atas emper rumah itu?"

"Enam puluh tiga batang!" jawab Yan Jit cepat. "Dua puluh enam batang panjang, tiga puluh tujuh batang pendek" sambung Ong Tiong. Kwik Tay-lok tidak tahan untuk tertawa geli, serunya pula: "Rupanya kalian juga turut menghitung."

"Hampir empat puluh kali kuhitung jumlahnya."

"Aku hanya menghitung sebanyak tiga kali, karena aku merasa sayang untuk menghitung terlalu banyak." sambung Ong Tiong.

"Apanya yang disayangkan?"

"Karena kalau kebanyakan, entar aku tak bisa menghitungnya lagi." Kwik Tay-lok ingin tertawa, namun ia tak mampu tertawa.

Sekalipun ucapan tersebut sangat menggelikan, tapi juga amat patut dikasihani. Mendadak Kwik Tay-lok bangkit berdiri, lalu membalikkan badan dan menghampiri satu-satunya meja di tengah ruangan. Meja itu terbuat dari kayu jati yang bagus, di atas permukaannya berlapiskan batu granit yang keras dan berkilat. Kwik Tay-lok segera bergumam: "Entah saat ini aku masih mempunyai tenaga untuk menggotongnya ke rumah mertua kita atau tidak?"

"Kau tak akan kuat !" seru Ong Tiong. "Bagaimana kalau dicoba dulu?"

"Kau tak usah mencoba."

"Kenapa?"

"Aku juga tahu kalau kau masih sanggup untuk menggotong sebuah meja kosong, tapi barang yang berada di atas meja itulah yang berbeda."

"Tapi di atas meja ini tak ada apa-apanya."

"Ada!"

"Ada apanya?"

"Nama baik kita! Lagi pula bukan nama baikmu seorang, tapi nama baik kita semua." Sesudah berhenti sejenak, pelan-pelan terusnya dengan suara hambar: "Bukan saja kita sudah menerima uang sewa orang, juga sudah menerima uang tanggungan,

bila kita gadaikan barang milik orang sekarang, dengan muka apa kita akan berjumpa dengan orang di kemudian hari?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir: "Benar, aku memang tak sanggup menggotong meja ini"

"Yang terberat di dunia ini adalah nama baik, oleh karena itu hanya semacam manusia yang sanggup menggotong keluar meja tersebut dari sini"

"Macam manusia apa?"

"Orang yang tak punya muka!"

"Manusia semacam itu biasanya justru paling kenyang perutnya" kata Lim Tay-peng sambil menghela napas. "Babi biasanya juga selalu makan kenyang!" sambung Yan Jit. Lim Tay-peng segera tertawa. "Itulah sebabnya bila seseorang ingin memikirkan soal nama baik, ada kalanya dia harus mengorbankan jeritan perut, sebab bagaimanapun juga muka lebih penting dari pada perut."

"Yaa, karena manusia bukan babi, hanya babi yang menganggap perut lebih penting daripada nama baik."

"Itulah sebabnya ada orang lebih suka mati kelaparan daripada melakukan pekerjaan yang memalukan."

"Tapi kita toh tidak mati kelaparan bukan?" ujar Ong Tiong. "Benar!"

Jilid 11

"WALAUPUN kita sudah beberapa hari tidak makan kenyang, tapi kita toh bisa bertahan sampai sekarang."

"Siapapun tak bisa mengakui kalau tulang kita jauh lebih keras daripada tulang orang lain" kata Kwik Tay Lok sambil membusungkan dada. "Yaa, makanya asal kita bisa bertahan terus suatu ketika kita pasti akan menjumpai kesempatan baik."   Wajah Kwik Tay-lok berseri sahutnya: "Benar, kini musim dingin sudah datang, memangnya musim semi masih jauh?"

"Asal kita dapat bertahan sampai saat itu, kita masih tetap bisa bertemu orang dengan kepala terangkat, sebab kita tak melakukan sesuatu yang memalukan kepada orang lain, juga terhadap diri sendiri." Lim Tay-peng kelihatan ragu-ragu, akhirnya tak tahan ia bertanya: "Apakah kita dapat bertahan sampai waktu itu?"

"Tentu saja bisa !" jawab Kwik Tay-lok cepat. Ia berjalan ke depan dan merangkul bahu Lim Tay-peng, lanjutnya sambil tertawa: "Sebab walaupun kita tak punya apa-apa, paling tidak kita masih punya teman." Lim Tay-peng memandang ke arahnya, mendadak dari dalam hatinya muncul setitik kehangatan. Tiba-tiba saja ia merasa memiliki suatu keberanian yang cukup besar. Bagaimanapun besarnya kesulitan, bagaimanapun dinginnya udara, dia tak ambil perduli. Tiba-tiba ia melompat bangun dan pergi meninggalkan tempat tersebut. Sampai malam dia baru pulang, ketika muncul kembali dalam ruangan itu, di tangannya telah bertambah dengan sebuah bungkusan besar. Sambil mengangkat bungkusan itu tinggi-tinggi, serunya sambil tertawa: "Coba kalian tebak, apa yang kubawa ini?"

"Apa bukan bak-pao?" tanya Kwik Tay-lok sambil mengerdipkan matanya. "Tepat sekali jawabanmu." seru Lim Tay-peng sambil tertawa. Betul juga, isi bungkusan itu adalah bak-pao. Empat biji bak-pao besar, dalam setiap bak-pao tersebut masih terselip sepotong daging besar. "Hidup Lim Tay-peng....!" sorak Kwik Tay-lok kegirangan. Diambilnya sebiji bak-pao, lalu katanya lagi sambil tertawa: "Aku sungguh merasa amat kagum, sekarang walaupun kau hendak membunuh akupun aku tak bisa mendapatkan setengah potong bak-pao." Yan Jit menatap Lim Tay-peng lekat-lekat, lalu katanya: "Tentunya bak-pao ini bukan didapat dari menyulap bukan?"

"Mungkin datang dari langit." sahut Lim Tay-peng sambil tertawa, ia mengambil sebiji dan diberikan kepada Ong Tiong. Dengan cepat Ong Tiong menggeleng. "Aku tak mau!" katanya. "Kenapa?"

"Aaai... sebab aku tak tega makan pakaianmu!" jawab Ong Tiong sambil menghela napas. Kwik Tay-lok baru menggigit secuwil, ketika mendengar kata-kata tersebut ia menjadi tertegun. Sekarang ia baru menemukan bahwa pakaian yang dikenakan Lim Tay-peng telah berkurang satu stel.... pakaian yang tertebal. Pakaian yang dikenakan Lim Tay-peng dasarnya memang tidak banyak.... sekarang bibirnya telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat. Tapi sekulum senyuman masih menghiasi bibirnya, dia berkata: "Benar, aku memang sudah menggadaikan pakaianku untuk ditukar dengan empat biji bakpao. Karena aku amat lapar, bila seseorang sedang lapar, tidak salah bukan untuk menggadaikan pakaian sendiri untuk ditukar dengan pengisi perut."

"Kalau memang begitu, seharusnya kau makan dulu bakpao-bakpaomu itu sebelum pulang dari pada kami. "Aku tidak bersembunyi sambil makan sendiri karena aku ini orangnya terlalu mementingkan diri sendiri?"

"Mementingkan diri sendiri?"

"Yaa, aku selalu merasa makan berempat jauh lebih enak daripada makan sendirian" Inilah yang dinamakan teman. Bila sedang susah mereka menanggulanginya bersama, bila sedang senang merekapun mencicipinya bersama. Bila seseorang bisa mempunyai teman seperti ini, miskin sedikitpun tidak mengapa, dingin sedikitpun apa salahnya? Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengunyah bakpao itu, kemudian sambil tertawa katanya: "Terus terang kukatakan, selama hidup belum pernah aku makan makanan seenak ini!"

"Ucapanmu itu tidak jujur." seru Lim Tay-peng sambil tertawa, "yang kau makan sekarang toh tidak lebih cuma sebiji bakpao yang sudah dingin"

"Walaupun cuma sebiji bakpao dingin, tapi walaupun ada orang hendak menukar bakpao ini dengan hidangan yang lezatpun aku juga tidak mau" Sepasang mata Lim Tay-peng tampak memerah seperti mau menangis, ditangkapnya tangan Kwik Tay-lok dan digenggamnya erat-erat, serunya: "Sesudah mendengar perkataanmu itu, akupun mulai merasa bahwa bakpao ini memang enak

sekali." Ada sementara perkataan memang menyerupai suatu mantera yang hebat, bukan saja dapat merubah makanan yang tak enak menjadi hidangan terlezat, bisa membuat udara yang dingin menjadi hangat, juga dapat membuat orang yang sudah layu menjadi berseri kembali. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Sayang aku tidak mempunyai baju bagus, bajuku ini terlampau jelek."

"Pakaian yang jelekpun bukan sesuatu yang memalukan."

"Aaaaaai.... sayang si penyayat kulit itu ogah dengan bajuku ini, kalau tidak..."

"Kalau tidak kau akan menggadaikannya untuk ditukar dengan arak bukan?" sambung Yan Jit sambil tertawa. "Tepat sekali." sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa. Tiba-tiba Yan Jit bangkit berdiri dan berjalan keluar. "Tidak usah dicoba lagi, pakaianmu jauh lebih buruk dari pada pakaianku." Teriak Kwik Tay-lok. Yan Jit tidak menggubris teriakannya, ia pergi dengan cepat dan kembali lagi dengan cepat. Ketika ia kembali lagi, ditangannya membawa sepoci air. "Orang bilang kalau ada tamu ditengah malam, air teh bisa dianggap sebagai arak, kalau toh teh bisa dianggap arak, kenapa tidak dengan air?"

Kwik Tay-lok segera tertawa: "Sungguh tak kusangka kau juga tahu akan seni." Yan Jit turut tertawa. "Jika seorang jatuh miskin, ingin tidak senipun tak bisa." Bagaimanapun juga arak, dan air memang ada bedanya. Kalau arak, semakin diminum akan semakin panas, sebaliknya kalau air semakin diminum akan semakin dingin. Apalagi kalau di udara sedingin ini minum air dingin. Mendadak Kwik Tay-lok bangkit berdiri, kemudian ia mulai bersalto. "Mau apa kau?" tegur Yan Jit sambil tertawa. "Aku sudah mempunyai pengalaman, bila badan digerakkan maka akan menimbulkan panas, mengapa kalian tidak menirukan aku?" Yan Jit segera menggeleng. "Karena akupun mempunyai pengalaman, semakin banyak bergerak, semakin cepat menjadi lapar." Kwik Tay-lok tertawa. "Terlalu banyak yang kau pikirkan" serunya, "asal sekarang tidak kedinginan, buat...." Ucapan itu tak pernah diselesaikan. Mendadak ia menyaksikan ada sebuah benda terjatuh dari sakunya. Itulah sebuah benda yang berwarna emas, sebatang emas murni yang amat berat. Emas itu bukan jatuh dari atas langit, melainkan terjatuh dari dalam saku Kwik Tay-lok. Waktu itu dia baru mulai melakukan salto yang keenam, ketika kepalanya berada di bawah kakinya ada diatas, emas itu terjatuh dari dalam sakunya. "Traanggg...!" emas itu segera menggeletak di atas tanah. Bila emas yang terjatuh di tanah bisa menimbulkan suara gemerincing, hal ini menandakan kalau emas itu berat sekali bobotnya. Sesungguhnya benda itu memang merupakan sebuah rantai emas yang amat besar, rantai dengan sebuah leontin berbentuk hati. Hati-hatian itu besarnya paling tidak dua kali hati ayam, mana besar, berat lagi. Seseorang yang sudah beberapa hari tidak makan, ternyata dari sakunya ditemukan emas seberat itu, sesungguhnya kejadian ini sama sekali tidak masuk di akal. Tapi Ong Tiong sekalian mau tak mau harus mempercayainya, sebab mereka bertiga telah menyaksikannya dengan jelas sekali. Mereka hanya berharap bahwa dirinya tidak melihat kejadian itu. Mereka benar-benar tak mau percaya bahwa apa yang dilihat adalah suatu kenyataan. Lim Tay-peng saja telah menggadaikan baju hangatnya, masa Kwik Tay-lok masih menyimpan emas sebesar ini. Seseorang yang menyimpan rantai emas seberat gajah, tapi di depan teman-temannya berlagak miskin, malah begitu mirip lagaknya, teman macam apakah itu? Mereka benar-benar tak ingin mempercayai bahwa Kwik Tay-lok adalah seorang teman semacam ini. Tiba-tiba Ong Tiong menguap, lalu gumamnya: "Bila seseorang sudah kenyang, kenapa mata selalu menjadi berat dan ingin sekali tidur?" Ia berangkat untuk tidur, ketika lewat di hadapan Kwik Tay-lok ternyata ia seperti tidak melihat ada rantai emas seberat itu tergeletak di lantai, juga tidak melihat bahwa Kwik Tay-lok berada di

situ. Lim Tay-peng menguap pula, lantas bergumam: "Udara begini dingin, tempat mana lagi yang tidak lebih nyaman daripada didalam selimut." Diapun pergi tidur, seakan-akan tak pernah menyaksikan apa-apa. Cuma Yan Jit seorang masih duduk disitu, duduk sambil termangu-mangu. Lewat lama sekali, kaki Kwik Tay-lok baru diturunkan dari udara, kemudian pelan-pelan bangkit berdiri. Tubuhnya kelihatan seperti susah berdiri tegap lagi. Langit tiada berbintang, tiada rembulan, di sana cuma ada sebuah lentera. Sebuah lentera yang amat kecil, karena sisa minyak yang adapun tinggal tak banyak. Tapi rantai emas tersebut kelihatan berkilauan, meski tertimpa sinar lampu yang amat sedikit. Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya memandang ke arah rantai emas itu, lalu gumamnya: "Heran, mengapa ditempat yang bagaimana gelappun, emas selalu memancarkan cahaya terang?"

"Mungkin disinilah kegunaan dari emas" sahut Yan Jit hambar, "kalau tidak mengapa di dunia ini begitu banyak terdapat orang yang lebih memberatkan emas daripada teman." Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun untuk beberapa saat lamanya, mendadak ia mendongakkan kepalanya sambil bertanya: "Mengapa kau tidak pergi tidur?"

"Aku masih menunggu."

"Menunggu apa?"

"Menunggu penjelasanmu!"

"Aku tidak mempunyai penjelasan apa-apa, bila kalian menganggap aku sebagai manusia macam begitu, akupun manusia macam itu!" teriak Kwik Tay-lok dengan suara keras. Yan Jit menatapnya tajam-tajam, lewat lama, lama sekali, pelan-pelan ia baru bangkit berdiri, kemudian pelan-pelan berlalu dari dalam ruangan tersebut. Kwik Tay-lok tidak memperhatikan dirinya lagi. Angin yang berhembus di luar ruangan sangat kencang, udara terasa dingin sekali. Minyak lampu sudah hampir kering, ketika segulung angin berhembus lewat dan memadamkan cahaya lentera tersebut. Meskipun suasana dalam ruangan itu berubah menjadi gelap gulita, ternyata emas itu masih memancarkan cahaya berkilauan. Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya memperhatikan rantai emas tersebut, entah berapa lama kembali lewat, akhirnya ia baru membungkukkan badan dan memungut kembali rantai emas tersebut. Ketika memegang rantai emas tersebut di tangannya, tiba-tiba titik air mata jatuh berlinang

membasahi telapak tangannya itu. Rantai emas itu dingin, tapi air mata itu panas.... Tiba-tiba ia menjatuhkan diri berlutut dan akhirnya menangis, dia berusaha keras untuk menahan isak tangisnya agar tidak sampai terdengar orang lain.

Sebab dia tak ingin orang lain mendengar isak tangisnya itu. Inilah rahasianya, juga merupakan penderitaannya yang terbesar dalam sejarah hidupnya, dia tak ingin orang lain mengetahui rahasia ini, juga tak ingin menyaksikan orang lain ikut memikul penderitaannya itu. Oleh sebab itulah tak pernah ada yang tahu berapa dalamkah penderitaannya itu, dan berapa dalam membekas dalam hatinya. Sekalipun peristiwa itu sudah usang, sudah terjadi lama sekali, tapi tiap kali teringatnya, ia akan merasakan hatinya hancur lebur. Ia tahu sepanjang hidupnya penderitaan tersebut akan selalu menempel di tubuhnya, sampai matipun tak akan terselesaikan. Kejadian yang barusan dialamipun cukup menyiksa perasaannya. Sesungguhnya ia lebih suka mati daripada kehilangan sahabat-sahabatnya itu. Tapi ia tidak memberi penjelasan apa-apa, sebab dia tahu mereka tak akan memaafkan dirinya, karena dia sendiripun tak dapat memaafkan dirinya sendiri. Mungkin di dunia ini terdapat semacam penderitaan yang benar-benar menyiksa, yaitu penderitaan yang tak bisa disampaikan kepada orang lain. "Aku tak bisa berbicara..... aku tak bisa mengatakannya...."

"Mengapa aku masih punya muka untuk tetap tinggal di sini?" Angin yang berhembus di luar ruangan semakin kencang, udara semakin dingin, sambil menggigit bibir dia menyeka air matanya lalu bangkit berdiri, bagaimanapun keji dan tidak

berperasaannya dunia luar, ia telah bersiap sedia untuk menerima dan merasakannya sendiri. Ia telah melakukan kesalahan, tentu saja dia harus menanggungnya, tapi dia enggan memberi penjelasan, apalagi minta maaf. Sekalipun di depan temannya, dia juga enggan. Tapi Thian tahu, sesungguhnya dia menganggap sahabat lebih berharga daripada nyawa sendiri. "Selamat tinggal teman-temanku, suatu hari kalian pasti akan memahami diriku. Sampai waktu itu kami masih tetap sebagai teman, tapi sekarang...." Air matanya tak terbendung lagi dan jatuh bercucuran bagaikan sebuah anak sungai. Ketika dia mengangkat tangannya hendak menyeka air mata di wajahnya, tiba-tiba ia melihat Yan Jit. Bukan cuma Yan Jit saja, diapun melihat Ong Tiong serta Lim Tay-peng. Entah sedari kapan mereka telah masuk kembali ke dalam ruangan itu dan berdiri di sana dengan tenang dan memandang ke arahnya dengan tenang. Ia tidak melihat mimik wajah mereka bertiga, tapi dia dapat menangkap tiga pasang sinar mata yang jeli. Diapun berharap agar mereka jangan melihat wajahnya, bekas air mata di atas wajahnya. Dia mendehem pelan, kemudian tegurnya: "Bukankah kalian hendak pergi tidur?"

"Kami tak bisa tidur !" jawab Lim Tay-peng. Kwik Tay-lok tertawa paksa, katanya lagi: "Sekalipun tak bisa tidur, seharusnya berbaring dibalik selimut, dalam udara sedingin ini tempat mana lagi yang lebih enak daripada dibalik selimut?"

"Ada!" kata Ong Tiong.

"Tempat ini jauh lebih nyaman daripada dibalik selimut." sambung Yan Jit lebih jauh. "Apanya yang enak dengan tempat ini?"

"Hanya satu hal!" kata Ong Tiong lagi. "Di sini ada teman, dibalik selimut tidak ada." sambung Yan Jit. Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasakan munculnya segulung hawa panas dari hati kecilnya yang mana seakan-akan membuat tenggorokannya menjadi tersumbat. Lewat lama, lama sekali, dia baru bisa berbicara lagi, dengan kepala tertunduk katanya: "Disinipun tak ada teman, aku sudah tak pantas menjadi teman kalian lagi!"

"Siapa yang bilang" tanya Ong Tiong. "Aku tidak bilang!" seru Yan Jit. "Aku juga tidak!" sambung Lim Tay-peng. "Kami semua datang kemari hanya ingin mengucapkan sepatah kata: "Kaa.... katakanlah" sahut Kwi Tay-lok sambil mengepal tangannya kencang-kencang. "Kami semua dapat memahami dirimu dan percaya kepadamu, apapun yang telah terjadi, kau tetap adalah teman kami!" Inilah yang dinamakan teman. Mereka dapat membagikan kebahagiaannya kepadamu, merekapun bersedia memikulkan sebagian dari penderitaan-mu. Bila kau ada kesulitan, mereka bersedia membantu. Bila kau ada bahaya, mereka bersedia menolong. Sekalipun kau benar-benar melakukan kesalahan, mereka juga dapat mengerti. Berada di depan teman semacam ini rahasia apa lagi yang tak dapat kau utarakan. Angin masih berhembus kencang di luar ruangan, udara masih dingin sekali..... Suasana dalam ruangan itupun masih gelap gulita. Tapi waktu itu yang mereka rasakan hanya kehangatan dan ketenangan. Sebab mereka tahu dirinya telah mempunyai teman, seorang teman yang sejati. Dimana ada teman sejati, di situ ada kehangatan, di sana suasana terasa terang benderang. "Apapun yang bakal terjadi, kau adalah teman kami!" Darah panas dalam tubuh Kwik Tay-lok terasa bagaikan sedang mendidih. Sebenarnya, ia lebih suka mati dari pada mengucurkan airmata didepan mata orang lain, tapi sekarang air matanya sedang bercucuran dengan amat derasnya. Sebenarnya dia lebih suka mati daripada mengungkapkan rahasia serta penderitaan yang terpendam dalam hatinya, tapi sekarang ia telah mengungkapkannya. Tiada orang lain bisa membuatnya berbuat demikian selain sahabat sejati. Akhirnya dia menceritakan rahasianya... Di desa kelahiran Kwik Tay-lok terdapat seorang gadis yang amat cantik jelita, dia bernama Cu Cu. Ia jatuh cinta kepada Cu cu dan Cu Cu juga jatuh cinta kepadanya. Dengan tulus hati dan segala perasaannya dia mencintai Cu Cu, ia pernah berkata kepada gadis itu, ia bersedia mengorbankan segala-galanya, termasuk jiwa raganya demi cintanya kepada gadis itu. Ia tidak seperti lelaki lain, hanya janji palsu atau ucapan di depan bibir saja. Ia benar-benar sanggup melakukan seperti apa yang telah dia ucapkan itu. Cu Cu amat miskin, tapi menanti sepasang orang tua Kwik Tay-lok sudah meninggal, ia tidak miskin lagi. Karena dia tahu bahwa gadis itu miliknya, gadis itupun berkata bahwa seluruh badannya

adalah miliknya juga. Untuk membuat gadis itu percaya kepadanya, untuk menggembirakan hatinya, ia bersedia untuk melakukan perbuatan apapun. Kemudian diapun menemukan suatu peristiwa yang memedihkan hatinya. Ternyata Cu Cu tidak mencintainya dengan setulus hati. Seperti juga kebanyakan perempuan lain, apa yang dikatakannya hanya di bibir saja.    Gadis itu pernah berjanji, kecuali kawin dengannya, dia tak akan kawin dengan siapapun. Bahkan mereka sudah menetapkan hari perkawinan mereka. Tapi sehari sebelum pesta perkawinan mereka, gadis itu telah kawin lebih dulu, kawin dengan orang lain. Ia telah menghianati semua cinta kasih yang diberikan Kwik Tay-lok kepadanya, gadis itu telah minggat bersama orang lain. Rantai emas itu adalah tanda mengikat tali perkawinan yang dihadiahkan gadis itu kepadanya. Benda itu merupakan pula satu-satunya benda yang pernah diberikan gadis itu kepadanya. Tak seorangpun yang bersuara, semua orang tak tahu bagaimana harus berkata. Akhirnya Kwik Tay-lok sendiri yang memecahkan kesunyian tersebut, tiba-tiba katanya sambil tertawa. "Selama hidup jangan harap kalian bisa menduga dengan siapakah ia minggat dari rumahku!"

"Siapa ?" tanya Lim Tay-peng. "Kacungku!" Sesudah tertawa bergelak, terusnya: "Selama ini aku memandangnya sebagai orang  yang paling agung di dunia ini, bahkan kupandang dirinya bagaikan bidadari dari kahyangan, tapi akhirnya dia telah minggat dengan kacungku, haaahhh... haaahhh... haaahhh... coba bayangkan, lucu tidak kejadian ini?" Tentu saja tidak lucu, tak seorangpun yang merasa kejadian ini lucu dan menggelikan. Hanya Kwik Tay-lok seorang yang masih saja tertawa terus, sebab dia kuatir bila tertawanya terhenti, bisa jadi dia akan menangis. Lama sekali dia tertawa tergelak-gelak, mendadak katanya lagi: "Kejadian ini benar-benar telah memberi suatu pelajaran yang sangat baik bagiku!"

"Pelajaran apa ?" tanya Lim Tay-peng. Sesungguhnya dia bukan benar-benar ingin bertanya, dia hanya merasa tidak seharusnya membiarkan Kwik Tay-lok berbicara seorang diri. Dia merasa sudah sepantasnya kalau menunjukkan perasaan yang amat simpatik kepadanya. "Pelajaran ini adalah seorang lelaki janganlah terlalu mengagung-agungkan perempuan, bila kau terlalu mengagungkan dirinya, dia akan menganggap dirimu sebagai orang bodoh, menganggap kau sama sekali tak ada harganya ...." kata Kwik Tay-lok.. "Kau keliru!" tiba-tiba Yan Jit menukas. "Siapa bilang aku salah?"

"Gadis itu berbuat demikian, bukan lantaran kau terlalu mengagumkan dirinya.... bila seorang gadis sampai berbuat demikian, biasanya hanya satu alasannya."

"Apa alasannya."

"Pada dasarnya dia memang seorang gadis yang jelek perangainya." Kwik Tay-lok termenung sampai lama sekali, akhirnya pelan-pelan dia mengangguk, sahutnya sambil tertawa getir. "Itulah sebabnya aku sama sekali tidak menyalahkan dirinya, aku hanya menyalahkan diriku sendiri, menyalahkan aku telah salah melihat orang..."

"Pandangan inipun tidak benar!" tiba-tiba Ong Tiong menyela. "Tidak benar?"

"Selama ini kau menderita karena persoalan ini, hal mana dikarenakan kau selalu menganggap dia telah membohongi dirimu, kau selalu merasa kau telah dicampakkan orang dengan begitu saja."

"Sesungguhnya memang demikian, memangnya aku salah?"

"Paling tidak kau harus membawa pandanganmu itu ke sudut yang lain."

"Ke sudut yang bagaimana?"

"Kau harus mengalihkan pandanganmu ke sudut yang baik." Kwik Tay-lok termenung, lalu sambil tertawa getir gelengkan kepalanya berulang-ulang kali. "Sayang aku tak dapat berpikir sampai ke situ."

"Pernahkah kau menyaksikan dengan mata kepalamu sendiri, ia sedang berpacaran atau melakukan sesuatu perbuatan yang tidak senonoh dengan kacungmu itu?"

"Tidak pernah!"

"Lantas atas dasar apakah kau menuduhnya kabur bersama kacungmu?" Kwik Tay-lok menjadi tertegun. "Aku..... aku bukan cuma aku seorang yang berpendapat demikian, hampir setiap orang yang berada di desaku berpendapat demikian," katanya kemudian.

"Kalau orang lain berpendapat demikian, lantas kau berpendapat demikian? kalau orang lain beranggapan kau harus makan tahi, kaupun akan turuti anggapan mereka dan makan tahi?" Kwik Tay-lok terbungkam dan tak mampu berbicara lagi. "Setiap orang tentu mempunyai pandangan yang sempit," kata Ong Tiong lebih jauh, "orang-orang itu pada hakekatnya tidak dapat memahami perasaan gadis itu, tanpa dasar yang kuat, bisakah dikatakan pandangan mereka pasti benar? Apalagi sesama sahabat karibpun, kadangkala juga akan terjadi kesalahan paham" Setelah tertawa, pelan-pelan lanjutnya: "Misalnya saja peristiwa yang barusan terjadi, besar kemungkinan kami akan salah paham kepadamu, bisa jadi kami akan menganggapmu si pelit, menganggapmu tidak bersetia kawan."

"Tapi kenyataannya dia dan kacungku telah lenyap secara tiba-tiba pada hari yang sama." seru Kwik Tay-lok. "Mungkin saja hal ini merupakan suatu kebetulan."

"Aaah.... mana mungkin ada suatu kejadian yang begini kebetulannya....?"

"Ada. Bukan saja ada, bahkan seringkali ada!"

"Lantas mengapa mereka bisa kabur pada saat yang bersamaan?"

"Siapa tahu kacungmu itu merasa pekerjaannya selama ini tidak cukup berpenghasilan, maka dia ingin pindah ke tempat lain untuk mengembangkan bakatnya."

"Bagaimana dengan Cu Cu? Alasan apa yang dia miliki untuk minggat dari sana? Bahkan tandu pengantin pun sudah kupersiapkan."

"Siapa bilang tiada alasannya untuk pergi? Siapa tahu pada malam itu secara tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang sama sekali di luar dugaanmu, siapa tahu karena persoalan tersebut dia dipaksa untuk segera angkat kaki dari sana? Mungkin juga ia sudah tidak bebas lagi, atau diikat orang dan dibawa lari."

"Yaa, mungkin juga selama itu dia ingin menjelaskan sesuatu hal kepadamu, tapi ia tak mempunyai kesempatan tersebut," sambung Lim Tay-peng pula. Yan Jit menghela napas panjang, katanya pula. "Seringkali di dunia ini memang bisa terjadi peristiwa memedihkan hati, mungkin sekali dengan jelas mengetahui kalau orang lain sudah menaruh kesalahan padamu terhadap dirinya, sekalipun dirinya jelas sudah terfitnah, namun sulit untuk memberi penjelasan."

"Yang lebih memedihkan lagi jika orang lain sama sekali tidak memberi kesempatan kepadanya untuk memberi penjelasan," terus Lim Tay-peng. "Dan yang paling memedihkan lagi adalah ada sementara persoalan yang hakekatnya tak bisa dijelaskan kepada orang lain misalkan saja...."

"Misalkan saja kejadian tadi," sambung Kwik Tay-lok sambil menghela napas, "Sebenarnya aku tak ingin memberi penjelasan, bila kalian datang aku sudah pergi, mungkin saja kalian akan menaruh kesalahan-paham terus kepalaku."

"Benar, sekarang tentunya kau sudah mengerti bukan?" kata Ong Tiong. Kwik Tay-lok manggut-manggut. "Makanya dalam mengungkap satu kejadian, seringkali harus dikupas dari pelbagai pandangan." kata Ong Tiong lebih lanjut. "Bila kau mau mengupas masalahnya dari sudut yang baik, hidupmu di dunia ini baru akan terasa senang dan gembira." Sayang ada orang justru tak mau berbuat demikian." seru Yan Jit, "justru orang lebih suka berpikir ke sudut yang jeleknya saja, justru suka mencari kemurungan buat diri sendiri."

"Orang semacam ini bukan saja gobloknya setengah mati, bahkan boleh dibilang sedang mencari kesulitan buat diri sendiri, mencari siksaan buat diri sendiri. Aku rasa tentunya kau bukan manusia semacam ini bukan." Kwik Tay-lok segera tertawa sahutnya lantang: "Siapa mengatakan aku adalah manusia semacam ini, kuhajar hidungnya sampai ringsek" Ong Tiong masih berbaring di atas pembaringan, ketika secara tiba-tiba mendengar Kwik Tay-lok sedang berteriak dari luar sana: "Mertua datang!" Kwik Tay-lok tak punya mertua. Yang dimaksudkan "mertua" adalah penyayat kulit hidup, si pemilik rumah pegadaian. Biasanya pemilik rumah pegadaian tentu bertampang saudagar, berbadan gemuk dan tersenyum berwajah kemerah-merahan. Tapi si penyayat kulit hidup ini kering kerontang seperti kelinci kelaparan, mana matanya sipit,

punggungnya bongkok kecil lagi orangnya, mengingatkan orang pada seekor tikus yang sedang mencuri ikan asin. Walaupun selama ini Ong Tiong sering berkunjung ke rumahnya, baru kali ini dia berkunjung kemari. Maka mau tak mau terpaksa Ong Tiong harus bangun dari tidurnya. Bila seorang penyayat kulit bersedia naik gunung untuk berkunjung kepada seseorang, biasanya hanya ada satu alasan baginya. Alasan tersebut tak jauh berbeda daripada seekor musang yang berkunjung ke rumah sang ayam. Ketika Ong Tiong masuk ke ruang tamu, kebetulan Kwik Tay-lok sedang bertanya sambil tersenyum: "Angin apa yang membawamu sampai ke mari?" Dia tahu paling tidak Ong Tiong sudah menggunakan dua puluhan macam cara untuk menjual rumah ini, sayangnya sekalipun rumah itu hendak diberikan kepada orang lain, belum tentu orang bersedia menerimanya. Si penyayat kulit hidup gelengkan kepalanya berulang kali, lalu sahutnya sambil tertawa kering: "Mana aku mampu untuk membeli rumah sebesar ini? Sejak bertemu kalian, hampir saja modalku ludas!, tidak menjual rumah sudah termasuk mujur."

"Kalau ia bersedia menjual murah, apakah kau bersedia membelinya....?" desak Kwik Tay-lok. "Buat apa kubeli rumah ini?"

"Kau toh bisa memberikan lagi kepada orang lain, atau digunakan saja untuk diri sendiri." Si Hoat-liok-pi (penyayat kulit hidup) segera tertawa menyeringai. "Orang yang tak punya penyakit sinting, tak nanti bersedia tinggal di rumah ini." Baru saja Kwik Tay-lok ingin mendesak lebih jauh, mendadak Hoat-liok-pi bertanya: "Apakah saat ini kalian sangat membutuhkan uang?" Ong Tiong segera tertawa. "Kapan sih kami pernah tidak butuh uang?" sahutnya. "Nah, kalau memang begitu, bersediakah kalian mendapat untung sebesar lima ratus tahil perak?" Tentu saja semua orang ingin. Tapi siapapun tahu, tidak gampang untuk mencari untung sebesar itu dari tangan Hoat liok pi, bahkan akan jauh lebih susah dari mencabut rumput harimau. Walau begitu, lima ratus tahil perak merupakan suatu daya tarik yang besar sekali. Maka sambil mengerdipkan matanya Kwik Tay-lok bertanya: "Kau maksudkan lima ratus tahil perak"

"Yaa, lima ratus tahil perak?" Kwik Tay-lok memperhatikannya sekejap dari atas sampai ke bawah, kemudian tegurnya:  "Mungkin kau sedang mabuk?"

"Tidak, aku sadar sekali, asal kalian setuju, sekarang juga aku boleh membayar persekot dua ratus lima puluh tahil perak!" Ia selalu percaya dengan beberapa orang ini, sebab dia tahu walaupun orang-orang itu miskin, tapi setiap patah katanya lebih bernilai daripada emas. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya kemudian: "Bagaimana caranya untuk bisa mendapat untung sebesar itu?"

"Gampang sekali asal kalian bersedia turut aku pergi ke kota sian-sia sebentar saja, uang itu bisa kalian dapatkan"

"Sebentar saja? Bagaimana caranya ke sana?" Hoat-liok pi segera tertawa. "Tentu saja berjalan dengan sepasang kaki" katanya. Kwik Tay-lok coba maju dua langkah, kemudian tanyanya lagi: "Apakah jalan dengan cara begini?"

"Ehmm ..!"

"Kemudian?"

"Kemudian kalian boleh membawa lima ratus tahil perak ini dan pulang kerumah!"

"Tak ada pekerjaan lain?"

"Tidak ada!" Kwik Tay-lok segera memandang ke arah Ong Tiong, kemudian ujarnya sambil tertawa: "Hanya berjalan sebentar saja bisa mendapat untung lima ratus tahil perak, pernahkah kau dengar kejadian semacam ini"

"Belum pernah!"

"Masih ada banyak persoalan yang belum pernah kalian dengar, tapi semuanya juga tidak bohong" sambung Hoat-liok-pi segera. "Kau juga bukan bohong-bohong memberi uang kepada kami?" Hoat-liok-pi kembali menghela napas panjang. "Aaai... belakangan ini usahaku memang makin lama semakin sulit untuk dikerjakannya, yang menggadaikan lebih banyak dari pada yang menebus, barang yang telah digadaikan pun susah dijual lagi, modal yang kubutuhkan tidak sedikit jumlahnya" Ong Tiong manggut-manggut, sikapnya seperti menunjukkan rasa simpatik yang besar. Kwik Tay-lok tak bisa menahan diri lagi, kembali dia bertanya: "Kalau memang dagangmu dagang yang melulu merugi, kenapa kau masih mengerjakannya." Hoat-liok-pi kembali menghela napas. "Haaai.... apa boleh buat" katanya, "siapa suruh aku memilih pekerjaan semacam ini sedari dulu?"

"Oleh karena itu, uang yang lima ratus tahil perak itu lebih baik kau gunakan sendiri secara pelan-pelan."

"Itu mah berbeda" seru Hoat-liok-pi lagi, "kalau soal itu, aku sendiri yang bersedia memberi untung buat kalian"

"Uangmu tidak diperoleh secara gampang, sedang kami hanya pergi sebentar saja sudah mendapat lima ratus tahil, pekerjaan semacam ini mana dapat kulakukan?" Di atas paras muka Hoat-liok-pi yang pucat kelihatan agak merah, sesudah mendehem

beberapa kali, katanya lagi: "Kenapa musti tidak enak? Apalagi aku suruh kalian menemani aku, tentu saja aku pun mempunyai tujuan tertentu"

"Apa tujuanmu?" Sekali lagi Hoat-liok-pi mendehem beberapa kali, kemudian tertawa paksa, katanya: "Jangan kuatir, pokoknya aku tak akan menyuruh kalian menjadi perampok, juga tak akan menyuruh kalian membunuh orang"

"Kau juga tak usah kuatir, pokoknya aku tak akan pergi" kata Ong Tiong. Mendengar jawaban tersebut, Hoat-liok-pi menjadi tertegun. "Lima ratus tahil perak bukan jumlah yang kecil, apakah kau tidak menginginkannya?" dia berseru. "Tidak!"

"Kenapa?"

"Tiada alasan" Setelah termangu-mangu sekian lama, tiba-tiba Hoat liok-pi berkata lagi sambil tertawa: "Kalau kau seorang diri tak mau pergi juga tidak mengapa, aku masih ada...."

"Dia bukan seorang diri" tiba-tiba Yan Ji menyela. "Jadi kau juga tidak pergi?"

"Aku juga tidak pergi, lagi pula tiada alasan, pokoknya kalau tidak pergi yaa tidak pergi!." Sambil tertawa Lim Tay-peng berkata pula: "Sebenarnya aku masih mengira hanya aku seorang yang tak ingin pergi, siapa tahu semua orang juga sama saja" Hoat-liok pi menjadi amat gelisah, teriaknya keras-keras: "Apakah uangku tidak baik? Apakah kalian belum pernah menerimanya dari tanganku?"

"Bila kami menginginkan uang kami pasti akan membawa barang untuk digadaikan" kata Ong Tiong hambar. "Aku tidak mau dengan barang kalian, asal kamu sekalian mau ikut aku pergi sebentar, uang lima ratus tahil perak segera akan menjadi milik kalian tapi kalian justru tidak mau? "Benar!" Hoat liok pi, seakan-akan hendak melompat ke udara, teriaknya keras-keras: "Sebenarnya kalian mengidap penyakit atau tidak...? Aku lihat cepat atau lambat suatu hari kalian bakal mati kelaparan.. manusia macam kalian bila dikatakan tidak miskin, itu aneh namanya." Ong Tiong sekalian memang mengidap sedikit penyakit. Mereka lebih suka mati karena kemiskinan atau mati karena kelaparan daripada menerima yang tidak jelas asal usulnya. Mengambil barang untuk digadaikan bukan sesuatu yang memalukan, bahkan hampir berbagai macam barang sudah pernah mereka gadaikan. Tapi mereka cuma menggadaikan barang, tidak menggadaikan orang. Mereka lebih suka menggadaikan celana sendiri sekalipun, tapi mereka akan mempertahankan nama baik serta naluri mereka yang suci bersih. Mereka hanya mau melakukan pekerjaan yang mereka bersedia lakukan, takkan merasa bahwa pekerjaan itu seharusnya dilakukan.. Setiap orang tentu akan berkunjung ke kakus, bahkan setiap hari paling tidak juga tujuh delapan kali. Perbuatan semacam ini tidak kotor, tidak pula lucu, tapi suatu kejadian yang umum dan lumrah, bahkan pasti dilakukan dan sesungguhnya tidak perlu disinggung lagi. Jika ada orang hendak menulis hal tersebut, maka ceritanya akan berkepanjangan dan tak ada habisnya. Tapi ada kalanya kejadian seperti inipun perlu disinggung, misalnya sekarang ini. Ong Tiong memang baru saja keluar dari kakus, setiap pagi setelah bangun tidur pekerjaan pertama yang dilakukannya adalah berkunjung ke kakus.    Ketika ia kembali ke ruang tamu, dilihatnya paras muka Yan Jit dan Lim Tay-peng agak istimewa, seakan-akan dalam hati kecilnya ada persoalan yang hendak dikatakan, tapi tidak ingin pula diucapkan. Maka Ong Tiong juga tidak bertanya, ia selalu pandai membawa diri, lagi pula dia juga tahu didalam keadaan seperti ini, bila mau ingin bertanya maka lebih baik menanti sampai mereka yang membicarakannya sendiri. Benar juga, Yan Jit tak bisa menahan rasa hatinya, tiba-tiba ia berkata: "Mengapa kau tidak bertanya?"

"Bertanya apa?"

"Tidakkah kau melihat di sini telah kekurangan seseorang?" Ong Tiong manggut-manggut. "Agaknya memang kurang seorang!" sahutnya. Yang tidak nampak adalah Kwik Tay-lok. "Mengapa tidak kau tanyakan kemana dan telah pergi?" tanya Yan Jit lagi.

Ong Tiong segera tertawa. "Kemanapun dia juga tak menjadi soal, tapi bila kau memaksa juga untuk bertanya kepadaku, tak ada halangannya pula bagiku untuk bertanya." Pelan-pelan dia duduk, kemudian setelah berlagak mencari kian kemari, tanyanya seperti orang keheranan. "Heeh... kemana perginya Siau Kwik?"

"Jangan harap kau bisa menebak untuk selamanya," tiba-tiba Yan Jit tertawa dingin. "Justeru karena aku tak bisa menebaknya, maka aku baru bertanya." Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, lalu berkata: "Sudah pasti ia menyusul Hoat liok-pi, begitu Hoat liok pi angkat kaki, dia segera mengejarnya dari belakang." Sekarang Ong Tiong baru merasa agak keheranan, dengan kening berkerut ujarnya: "Mau apa dia mengejar Hoat liok pi.?" Yan Jit membungkam, paras mukanya agak hijau membesi, Ong Tiong menatapnya sekejap, lalu bergumam: "Masa dia bersedia berkomplot dengan Hoat liok pi gara-gara uang yang lima ratus tahil perak itu?" Sesudah menggelengkan kepalanya berulang kali dia melanjutkan: "Aku tak akan percaya dengan kejadian semacam ini, sebab Siau Kwik bukan manusia macam begitu?"

"Sesungguhnya akupun tak ingin mempercayainya, tapi mau tak mau aku harus mempercayainya juga."

"Kenapa?"

"Sebab aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri!"

"Menyaksikan apa?"

"Menyaksikan dia berbicara hampir setengah harian lamanya dengan Hoat liok pi, kemudian Hoat liok pi mengeluarkan sekeping uang yang diserahkan kepadanya dan diapun pergi bersama Hoat Iiok pi." Ong Tiong agak tertegun sesudah mendengar ucapan tersebut. "Mengapa kau tidak menyusul dan bertanya kepadanya? Ia bertanya kemudian. Yan Jit tertawa dingin: "Buat apa aku harus menyusulnya? Aku toh tidak berniat untuk menjadi komplotannya Hoat-liok-pi." Tiba-tiba Lim Tay-peng menghela napas, katanya: "Seandainya dia cuma menemaninya dia pergi sebentar ke kota, itu mah tak menjadi soal, tapi aku lihat persoalan ini tak akan sedemikian sederhananya" Tentu saja tak akan sedemikian sederhananya... Andaikata Hoat-liok-pi benar-benar hanya bermaksud mencari teman, tidak sedikit orang ditepi jalan yang bersedia menemaninya meski hanya di bayar lima tahil perak, mengapa pula dia musti datang kemari mencari mereka, bahkan bersedia membayar lima ratus tahil perak? Sesudah berhenti sebentar, Lim Tay-peng berkata lebih jauh. "Hoat-liok-pi sendiri juga telah berkata, dia berbuat sedemikian karena ada maksud tertentu, aku lihat perbuatan yang di lakukannya sudah pasti bukan perbuatan baik"

"Hanya ada semacam persoalan yang bisa membuat manusia macam Hoat-liok-pi bersedia mengeluarkan uang sebesar lima ratus tahil perak untuk diberikan kepada orang lain"

"Persoalan macam apakah itu?"

"Persoalan yang bisa memberi keuntungan lima ribu tahil perak kepadanya!"

"Betul!" seru Lim Tay-peng. "andaikata persoalan itu tidak menguntungkan, tak nanti ia bersedia merogoh kocek sendiri untuk mengeluarkan lima ratus tahil perak untuk orang lain"

"Persoalan yang bisa memberi untung besarpun biasanya hanya semacam persoalan"

"Persoalan apakah itu?"

"Perbuatan yang malu diketahui orang"

"Benar, aku lihat kalau dia bukan pergi mencuri, tentu sedang pergi menipu, tapi kuatir orang lain tidak sungkan kepadanya setelah konangan, maka diapun datang mencari kita untuk menjadi tukang pukulnya..!"

Jilid 12

Setelah menghela napas panjang, terusnya: "Masa teori semacam ini tak dapat diduga oleh Kwik Tay lok?" Yan Jit kembali tertawa dingin: "Bahkan kau sendiripun dapat memikirkannya, masa dia tak bisa berpikir sampai ke situ? Dia toh tidak lebih goblok dari siapapun." Selama ini Ong Tiong memperhatikan terus perubahan mimik wajahnya, pada saat itu tiba-tiba

ia berseru: "Bila kau beranggapan bahwa ia tak pantas untuk pergi, mengapa kau tidak bermaksud untuk menghalanginya ?"

"Hmm! " Yan Jit mendengus dingin, "jika seseorang sudah ingin menceburkan diri ke dalam kubangan, sekalipun orang lain berniat untuk menahannya juga belum tentu bisa melakukannya."

-oo0000000oo-

"MAKA kaupun membiarkan dia terjun ke dalam kubangan tersebut?" tanya Ong Tiong lagi. Sambil menggigit bibir Yan Jit berbisik: "Aku..... aku....." Mendadak ia membalikkan badan dan menerjang keluar dari situ, orang yang bermata tajam

pasti dapat melihat matanya berkaca-kaca ketika menerjang keluar dari sini, agaknya air mata itu melompat keluar karena.... Kebetulan Ong Tiong juga bermata tajam. Seorang diri ia duduk termangu sampai setengah harian lamanya, kemudian setelah menghela napas gumamnya: "Cinta yang mendalam mendatangkan tanggung jawab yang berat, tampaknya ucapan ini sedikitpun tak salah."

"Hei, apa yang sedang kau katakan?" tiba-tiba Lim Tay-peng menegur. Ong Tiong tertawa lebar. "Aku sedang berkata, sampai detik ini aku masih belum percaya kalau siau Kwik bisa melakukan perbuatan semacam ini, bagaimana dengan kau?" Lim Tay-peng agak sangsi sejenak, kemudian sahutnya: "Aku... aku sendiri juga kurang percaya."

"Tapi paling tidak kau menaruh sedikit rasa curiga kepadanya bukan?"

"Benar!"

"Tapi Yan Jit sama sekali tidak curiga, ia sudah yakin kalau siau Kwik pasti melakukan perbuatan itu, tahukah kau mengapa ia sampai bersikap demikian?" Lim Tay-peng berpikir sebentar, lalu menjawab: "Aku sendiripun merasa agak keheranan, padahal hubungannya dengan siau Kwik kelihatan luar biasa baiknya." Kembali Ong Tiong menghela napas. "Aaai.... justru karena hubungannya kelewat akrab, maka dia baru bersikap demikian." Lim Tay-peng mencoba untuk berpikir sejenak, kemudian tanyanya lagi: "Kenapa demikian? Aku tidak mengerti."

"Lenyapnya Cu Cu secara tiba-tiba kita semua bisa berpikir pada kemungkinan lain yang mungkin terjadi, tapi siau Kwik tak dapat menduganya, maka dia selalu berpikir ke sudut pandangan yang paling buruk, tahukah kau apa sebabnya demikian?"

"Karena dia sangat mencintai Cu Cu bahkan dalam sekali cintanya, karena itu..."

"Karena itu otaknya menjadi kurang jelas, betul bukan?" seru Ong Tiong kembali. "Benar!" Cinta dapat membutakan orang, teori ini tidak sedikit yang memahaminya. "Bila kau menaruh cinta yang amat mendalam terhadap seseorang, maka kesimpulan yang kau ambil atas dirinya belum tentu selalu benar, karena biasanya kau hanya melihat kebaikan-kebaikannya, tapi asal ada sedikit perobahan atau pukulan saja yang kau terima, maka kau segera akan merasa kesal dan murung, maka tak tahan lagi kau akan membawa jalan pikiranmu ke sudut pandangan yang terjelek" Tiba-tiba Lim Tay-peng tertawa, katanya, "Aku dapat memahami maksudmu, cuma aku perumpamaan ini kurang begitu cocok"

"Oya?"

"Kenapa kau membawa hubungan Cucu dan Siau-Kwik sebagai perumpamaan?" kata Lim Tay-peng sambil tertawa, "hubungan cinta Siau-Kwik dengan Cucu mana bisa disamakan hubungan batin antara Yan Jit dengan siau-Kwik ...? Kan lucu?" Ong Tiong ikut tertawa. Ia seperti merasa sudah salah berbicara, diapun seperti merasa ucapannya terlampau banyak, maka dia tidak berbicara apa-apa lagi. Cuma dia masih saja tertawa, bahkan istimewa sekali tertawanya itu. Menanti ia saksikan Yan Jit sedang berjalan lewat halaman hendak keluar rumah, ia baru berkata lagi: "Kau ingin pergi?" Sepasang mata Yan Jit masih merah membengkak, tapi dia paksakan dari untuk tertawa juga, sahutnya: "Hari ini udara amat cerah, aku ingin ke luar rumah untuk berburu"

"Aku juga akan ikut berburu" kata Lim Tay-peng sambil berdiri, "jika hari ini kita tidak berburu lagi, mungkin kita benar-benar akan mati kelaparan!" Ong Tiong segera tertawa. katanya: "Kalau toh disaku siau-Kwik ada uang, dia pasti tak akan membiarkan kita mati kelaparan, mengapa kau tidak menunggu sampai dia pulang lebih dahulu?" Yan Jit segera menarik mukanya seraya berseru: "Kenapa aku harus menunggu sampai dia pulang?"

"Anggap saja karena aku, mau bukan?" Yan Jit segera menundukkan kepalanya dan berdiri kaku di tengah halaman rumah.

Walaupun udara amat cerah, angin berhembus kencang dan menimbulkan hawa dingin yang menusuk tulang. Tapi Yan Jit seakan-akan sama sekali tidak merasa dingin, dia berdiri termangu sampai lama sekali di sana, kemudian dengan suara dingin baru katanya: "Andaikata ia tidak kembali?"

"Kalau dia tidak kembali, aku akan mengundang kalian makan daging anjing..." kata Ong Tiong sambil tertawa lagi. "Dalam udara sedingin ini, kemana kau hendak mencari anjing?" tak tahan Lim Tay-peng berseru. "Tak usah dicari lagi, disinipun masih ada seekor!"

"Mana anjingnya?" Sambil menuding hidung sendiri sahut Ong Tiong: "Ini dia, disini!" Lim Tay-peng mengerdipkan matanya berulang kali, sambil menahan rasa geli serunya: "Kau juga seekor anjing?"

"Bukan cuma seekor anjing, bahkan seekor anjing kampungan." Akhirnya Lim Tay-peng tak kuasa menahan gelinya lagi dan tertawa terpingkal-pingkal. Ong Tiong sama sekali tidak tertawa, dengan hambar katanya lebih lanjut. "Bila seorang sama sekali tak bisa membedakan manusia macam apakah sahabatnya itu, kalau bukan anjing kampungan lantas apa namanya?" Ong Tiong bukan anjing kampungan. Dengan cepat Kwik Tay lok telah pulang kembali, bahkan masih membawa bungkusan besar,

bungkusan kecil dan setumpuk bahan makanan lainnya. Dalam bungkusan kecil terdapat daging dalam bungkusan besar terdapat bakpao, dalam bungkusan paling kecil terdapat kacang. Kalau toh ada kacang, tentu saja tak akan lupa ada arak. Sambil tertawa Kwik Tay lok segera berkata: "Sekarang aku mulai agak rindu dengan Moay Lo-khong, semenjak ia pergi dari sini, agaknya ditempat ini sudah tak ditemukan lagi seorang tukang masak yang jempolan"

"Paling tidak masih ada seorang!" sela Ong Tiong. "Siapa?"

"Kau, bila kau membuka restoran, sudah pasti dagangmu akan laris"

"Waah, ini memang suatu ide yang bagus" kata Kwik Tay-lok sambiI tertawa, cuma sayang masih ada satu hal yang tidak bagus.. ."

"Hal yang mana?"

"Bagaimanapun baiknya daganganku dan larisnya masakanku tidak sampai tiga hari pasti akan tutup pintu."

"Mengapa?" Kwik Tay-lok tertawa, sahutnya: "Sekalipun aku tidak menghabiskan daganganku sendiri kalian juga pasti akan melahapnya sampai ludas." Tiba-tiba Yan Jit tertawa dingin, jengeknya: "Tak usah kuatir aku tak akan makan milikmu."

Sebenarnya Kwik Tay-lok masih tertawa akan tetapi setelah menyaksikan paras mukanya yang dingin dan kaku itu, dia menjadi tertegun. "Kau sedang marah?" serunya. "dalam hal apa aku telah melakukan kesalahan kepadamu?.."

"Kau pasti memahami sendiri!" Kwik Tay-lok segera tertawa getir. "Apa yang kupahami ....? serunya, "sedikit pun aku tidak mengerti!" Kwik Tay-lok tidak memperdulikan dia lagi, tiba-tiba ia berjalan ke depan Ong Tiong kemudian katanya:    "Walaupun kau bukan seekor anjing kampungan, tapi di sini ada seekor anjing pesuruh, kalau anjing kampungan sih mendingan anjing pesuruh itulah yang paling tidak kutahan"

"Siapa yang menjadi anjing pesuruh?" teriak Kwik Tay-lok dengan mata melotot. Yan Jit masih tidak memperdulikan dirinya, sambil tertawa dingin ia lantas berlalu dari sana. Sepasang biji mata Kwik Tay-lok segera berputar-putar seolah-olah mendadak menyadari akan sesuatu, ia lantas maju menghalangi jalan perginya, kemudian berseru: "Kau anggap aku telah menjadi anjing pesuruhnya Hoat liok pi? Kau mengira semua makanan ini kubeli dengan uang yang dia berikan kepadaku sebagai imbalannya!"

"Memangnya barang-barang itu bisa terjatuh dari langit, atau tumbuh sendiri dari tanah?" dengus Yan Jit dingin. Kwik Tay-lok memperhatikannya lekat-lekat, lewat lama sekali, ia baru menghela napas panjang, gumamnya tiba-tiba: "Baik, baik.. kau mengatakan aku adalah anjing pesuruh, biarlah aku menjadi anjing pesuruh, bila kau sudah tak tahan, biar aku yang pergi!" Pelan-pelan dia berjalan keluar dari sana, berjalan melewati depan mata Ong Tiong. Pelan-pelan Ong Tiong bangkit berdiri, seperti hendak menghalanginya, tapi kemudian ia duduk kembali. Ketika Kwik Tay lok berjalan sampai di luar halaman, ia menengadah memandang angkasa, tumpukan salju di atas pohon segera berhamburan ke bawah ketika terhembus angin dan menodai seluruh tubuh dan seluruh wajahnya. Ia tetap berdiri tak berkutik di sana. Bunga salju mulai meleleh di atas wajahnya dan menetes ke bawah melewati pipinya. Ia berdiri tak berkutik. Sebenarnya dia ingin pergi agak jauh, tapi secara tiba-tiba dia tak berjalan lagi. Yan Jit tidak menengok lagi ke arah halaman, mungkin apapun tak terlihat lagi olehnya. Sepasang matanya sudah merah membengkak, mendadak sambil mendepak-depakkan kakinya dia menerjang ke arah pintu lain. Ong Tiong merentangkan tangannya menghadang jalan perginya, lalu berkata: "Coba kau lihat dulu, apakah ini?"

Di tangannya terdapat semacam benda, selembar kertas yang berwana-warni. Tentu saja Yan Jit cukup mengenali kertas apakah itu, dalam sakunya juga masih tersimpan beberapa lembar kertas seperti itu. "Itu adalah kertas gadai!"

"Coba kau perhatikan lebih jelas lagi, benda apakah yang telah digadaikan?" kata Ong Tiong.. Tulisan yang tertera di atas surat gadai itu lebih hebat dari tulisan resep seorang dokter, kalau seseorang tidak berpengalaman, jangan harap bisa mengenali satu hurufpun. Yan Jit sangat berpengalaman, sudah terlalu banyak surat gadai dari Hoat liok-pi yang pernah

dibaca olehnya. "Rantai emas rongsok seuntai, hati ayam emas rongsok seuntai, total berat tujuh tahil sembilan rence. Digadaikan lima tahil perak" Padahal semua benda itu masih baru tapi begitu masuk pegadaian lantas dianggap kuno, rongsok. Peraturan pegadaian dimanapun sama saja, hal ini memang tak perlu diherankan, tapi rantai emaspun ada yang dianggap rongsok, sesungguhnya perkataan itu boleh dibilang sangat keterlaluan. Hampir tertawa Yan Jit karena geli, sayangnya dia benar-benar tak dapat tertawa. Seperti kena ditempeleng orang keras-keras, ia hampir tertegun. Dengan suara hambar Ong Tiong berkata: "Surat gadai ini baru saja kucomot dari saku siau Kwik, dari tadi toh aku sudah bilang, jika aku ingin menjadi pencopet, maka sekarang aku sudah kaya raya." Setelah menghela napas, gumamnya: "Cuma sayangnya, aku benar-benar enggan bergerak." Yan Jit juga tidak bergerak, tapi air matanya pelan-pelan meleleh keluar membasahi pipinya.

Sekalipun terhadap seorang sobat yang paling karibpun, kadangkala salah paham bisa saja terjadi. Oleh karena itu, seandainya terjadi kesalah pahaman dengan kawanmu, kau harus memberi kesempatan kepadanya untuk memberi penjelasan.

"Dalam menilai satu masalah, seringkali bisa terdapat banyak sudut pandangan, jika kau selalu membawa jalan pemikirannya  ke sudut pandangan yang jelek, maka hal ini sama artinya dengan menyiksa diri sendiri." Oleh karena itu, seandainya kau menerima pukulan batin yang berat, pandangan harus sedikit terbuka, usahakanlah untuk menemukan sudut pandangan yang cemerlang. Siapapun tidak berhak untuk menyiksa orang lain, tidak pula terhadap diri sendiri. . Inilah kesimpulan dari Ong Tiong. Kesimpulan dari Ong Tiong seringkali sangat tepat. Kesimpulan yang tepat pasti akan selalu teringat dalam benak setiap orang.

ooo000ooo

Di dunia ini tiada suatu perbuatan yang sangat baik, tidak pula sesuatu yang amat jelek. Kegagalan meski tidak baik, tapi kegagalan adalah soko guru dari kesuksesan. Meski sukses itu baik, tapi seringkali akan membuat orang menjadi sombong, tekebur dan angkuh, maka kalau sampai begini, kegagalan tak lama kemudian pasti akan datang. Bila berkawan dengan seseorang, tentu saja kau berharap agar dia bisa menjadi sahabat yang paling akrab denganmu. Teman bisa akrab tentu saja hal ini sangat baik, tapi terlampau akrab gampang menimbulkan sikap saling memandang enteng, tentu saja akan gampang pula terjadi kesalah pahaman. Salah paham meski tidak baik, tapi bisa kau dapat memberi penjelasan yang amat jelas, maka

hubungan masing-masing pihak akan mendalam, perasaan batin merekapun akan mengikat lebih lama. Bagaimana juga, perasaan orang yang terfitnah itu tak enak. Seandainya di dunia ini masih ada peristiwa lain yang lebih tersiksa daripada terfitnah, maka hal mana pastilah peristiwa fitnahan yang secara beruntun, menimpa orang itu sebanyak dua kali. Yan Jit pernah difitnah orang, itu berarti ia dapat memahami perasaan Kwik Tay lok pada saat itu. Padahal dia sendiri jauh lebih tersiksa dan menderita daripada Kwik Tay lok sendiri. Selain tersiksa, masih ada perasaan lain lagi yang selain ia sendiri, siapapun tak akan dapat mencicipi perasaan tersebut, dia hanya ingin menyembunyikan diri dan menangis sepuas-

puasnya. Sudah cukup lama tak pernah menangis sepuas-puasnya, karena seorang lelaki sejati tidak pantas untuk menangis macam gadis. Untuk menjadi seorang lelaki sejati, memang bukan suatu pekerjaan yang gampang. Tentu saja dia juga tahu, sekarang ia harus pergi mencari Kwik Tay-lok, tapi apa yang harus dia ucapkan setelah berjumpa dengannya? Ada sementara perkataan ia tak ingin mengucapkannya keluar, ada sementara perkataan dia bahkan tak berani untuk mengeluarkannya. Perasaannya sedang kalut dan tak tahu apa yang musti dilakukan, ketika tiba-tiba ada sebuah tangan disodorkan ke hadapannya, tangan itu memegang sebuah cawan arak. Kemudian ia terdengar seseorang sedang berkata kepadanya: "Minumlah dulu arak ini, kemudian kita damai, mau bukan?" Jantungnya berdebar keras, ketika ia mendongakkan kepalanya maka tampak Kwik Tay-lok telah berdiri di hadapannya. Paras muka Kwik Tay-lok sangat tenang, sama sekali tidak terlintas perasaan gusar atau tak senang, juga tiada perasaan menderita seperti juga dimasa-masa lampau, memandangnya sambil tertawa haha hihi. Wajah senyum tak senyum macam tukang jamu ini sebenarnya paling dibenci oleh Yan Jit. Dihari-hari biasa dia selalu merasa jemu untuk memandangnya. Dia selalu beranggapan, kadangkala seorang juga perlu serius, perlu mengikuti peraturan.

Tapi sekarang, entah apa sebabnya tiba-tiba ia merasa bukan saja tampang itu sedikitpun tidak menjemukan, malahan terasa amat menarik hati. Bahkan dia berharap tampang Kwik Tay-lok selalu dapat demikian, selamanya tak pernah berkerut kening.

Karena secara tiba-tiba dia menyadari bahwa tampang inilah tampang Kwik Tay-lok yang sesungguhnya paling dia sukai. "Mau damai tidak?" kembali Kwik Tay-lok bertanya sambil tertawa. Yan Jit menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Kau... kau tidak marah lagi?"

"Sebenarnya marah sekali, tapi setelah kupikir kembali, bukan saja tidak marah, malahan aku merasa amat gembira"

"Amat gembira?"

"Ya, coba kalau kau tidak memperhatikan diriku, sekalipun aku menjadi tuyul busuk atau telur busuk anak kura-kura, hal ini sama sekali tak ada hubungannya denganmu, kaupun tak usah marah kepadaku. Justru karena kau adalah sahabat yang paling akrab denganku, maka kau baru merasa amat marah kepadaku"

"Tapi... tidak seharusnya aku memfitnahmu, seharusnya aku mempercayai dirimu" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Mau memfitnah aku juga boleh, menonjok aku juga tak mengapa, asal kau adalah sahabat karibku, mau apa saja terhadap diriku juga tak menjadi soal" Yan Jit segera tertawa lebar. Bila ia sedang tertawa, hidungnya mengernyit lebih dulu, lalu matanya yang tersenyum.... Noda air mata masih membasahi wajahnya, pipi yang sebenarnya hitam dan kotor tiba-tiba muncul beberapa jalur putih setelah tertetes air, bagaikan sinar matahari yang muncul dari balik awan gelap. Kwik Tay-lok menatapnya, dia seakan-akan dibuat terpesona olehnya. Yan Jit menundukkan kepalanya lagi, kemudian berbisik: "Mengapa kau melotot terus kepadaku?" Kwik Tay-lok tertawa, kemudian menghela napas panjang, sahutnya: "Aku sedang berpikir, Swan Bwe-tong sungguh tajam, bila kau benar-benar mau mencuci muka, sudah pasti kau seorang bocah lelaki yang tampan, mungkin jauh lebih tampan dari diriku...!" Yan jit ingin menarik muka, tapi akhirnya tak tahan tertawa juga, dia sambut cawan arak tersebut. Ong Tiong memandang Lim Tay-peng, Lim Tay-peng memandang ke arah Ong Tiong, kemudian kedua-duanya sama-sama tertawa. Sambil tertawa kata Lim Tay peng: "Sebenarnya aku tak suka minum arak dipagi hari, tapi hari ini rasanya aku benar-benar ingin

minum sampai mabuk." Yaa, sepanjang hidup berapa kali manusia bisa mabuk? Bila berjumpa dengan peristiwa semacam ini dan teman seperti ini, bila tak minum sampai mabuk, mau tunggu sampai kapan lagi? Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kemudian katanya: "Sayang sekali, hari ini aku tak dapat menemanimu untuk minum sampai mabuk."

"Kenapa ?" tanya Lim Tay-peng. "Sebab hari ini aku masih ada urusan, aku harus turun gunung lagi." Bocah muda ini, begitu saku punya uang, dia paling tak betah untuk berdiam di rumah." Sambil menggigit bibir Yan Jit lantas bertanya: "Ada urusan apa kau turun gunung?"

"Untuk memenuhi janji seseorang," Paras muka Yan Jit seperti agak berubah, dia melengos ke arah lain sambil bertanya lagi: "Kau ada janji dengan siapa?"

"Hoat-liok-pi!" Sepasang mata Yan Jit segera mencorong sinar tajam, tapi sengaja serunya sambil menarik muka: "Kau punya janji dengannya?"

"Dia mah tidak berjanji denganku, tapi aku justru hendak pergi mencarinya"

"Ada urusan apa kau pergi mencarinya?"

"Ia bersedia membayar lima ratus tahil perak kepada kita, itu berarti ia pasti mempunyai maksud tertentu, maka aku ingin tahu sesungguhnya kulit siapa yang hendak disayatnya?" Salju sudah mulai meleleh, jalan gunung penuh dengan lumpur dan becek sekali. Tapi Yan Jit sama sekali tak ambil perduli, kakinya yang menginjak lumpur seakan-akan sedang menginjak di atas awan saja. Sebab Kwik Tay-lok berjalan di sampingnya, bahkan ia dapat merasakan dengusan napas dari pemuda itu.

Tiba-tiba Kwik Tay lok tertawa, katanya: "Hari ini, aku kembali telah menemukan satu hal"

"Oya?"

"Aku menemukan bahwa Ong lotoa benar-benar sangat memahami hatiku, mungkin di dunia ini sulit untuk menemukan orang kedua yang bisa demikian memahami diriku seperti dia" Yan Jit manggut-manggut, sahutnya dengan sedih: "Dia memang paling memahami orang lain, bukan cuma kau, setiap orang pun bisa dia pahami"

"Tapi orang yang paling ia kasihani adalah Lim Tay-peng, aku dapat merasakannya" Yan Jit ragu-ragu sejenak, akhirnya tak tahan diapun bertanya: "Bagaimana dengan aku?"

"Kau bukan cuma tidak memahami diriku, juga tidak kasihan kepadaku, bukan saja kau paling galak kepadaku, bahkan setiap saat selalu mengajak cekcok diriku, mengajak bertengkar diriku..." Yan Jit menundukkan kepalanya rendah-rendah.   Tiba-tiba Kwik Tay lok tertawa, kemudian melanjutkannya: "Tapi entah mengapa, aku masih dapat merasakan bahwa kaulah orang yang paling baik kepadaku" Yan Jit tertawa, mukanya seperti agak memerah, lewat lama sekali dia baru bertanya lirih.. "Bagaimana dengan kau?" Ada kalanya aku merasa kekinya setengah mati terhadapmu seperti misalnya hari ini jika Ong lotoa bersikap begitu kepadaku, aku malah mungkin tak akan semarah itu, mungkin segera akan memahami perasaannya tapi kau...."

"Kau hanya marah kepadaku?" tanya Yan Jit. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang.. "Aaai... mungkin hal ini dikarenakan aku sangat baik terhadap dirimu!" Yan Jit segera mengedipkan matanya, tiba-tiba ia tertawa: "Seberapa baiknya sih?" Kwik Tay-lok termenung sebentar, lalu menjawab: "Sesungguhnya seberapa besarkah kebaikan itu, bahkan aku sendiripun tak bisa melukiskannya!"

"Kalau tak bisa melukiskannya itu berarti bohong"

"Tapi aku bisa memberikan suatu perumpamaan kepadamu"

"Perumpamaan apa?"

"Demi Ong lotoa, aku bersedia menggadaikan semua pakaianku dan pulang dengan memakai cawat." Setelah tertawa, lanjut:  "Tapi demi kau, sekalipun cawat itu harus digadaikan juga, akupun rela." Yan Jit segera tertawa lebar. "Huuuh, siapa yang kesudian dengan celana robekmu itu." Ketika selesai mengucapkan kata-kata tersebut, mendadak wajahnya berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, cawat yang dikenakan Kwik Tay lok mau berlubang atau tidak, darimana ia bisa mengetahuinya...? Untung saja dasar mukanya itu memang hitam dan dekil, sehingga meskipun muka berubah menjadi merah padam seperti babi panggang, orang juga tak akan mengetahuinya. Tapi penampilan perasaan yang dipancarkan lewat sepasang matanya, senyuman hangat mesra dan lembut yang tersungging di ujung bibirnya, ditambah senyuman lirih yang diikuti sikap

tersipu-sipu dan kemalu-maluan itu, jika ada orang tak dapat melihatnya, maka bukan saja orang itu adalah seorang manusia yang tolol, pada hakekatnya dia adalah seorang manusia tolol yang buta matanya. Kwik Tay lok memperhatikan sepasang matanya itu, mendadak ia tertawa dan berkata: "Aku masih mempunyai satu perumpamaan lagi."

"Katakanlah!"

"Sekalipun aku sudah bersumpah tak akan kawin tapi seandainya kau ini seorang gadis aku pasti akan mengambilmu menjadi biniku."

"Huh siapa yang mau jadi binimu? Bisa jatuh miskin delapan keturunanku!" Suaranya seperti agak kurang beres, mendadak ia mempercepat langkahnya dan berjalan kedepan sana. Kwik Tay-lok tidak berusaha untuk mengejarnya, dia cuma memandang bayangan punggungnya dengan termangu-mangu. Dia seakan-akan dibuat terpesona, dibuat terkesima dan hampir saja kehilangan sukmanya. Sementara itu cuaca tiba-tiba menjadi cerah, serentetan cahaya sang surya yang berwarna keemas-emasan menembusi awan dan menyinari seluruh jagad, menyinari atas badan Yan Jit, menyinari pula atas badan Kwik Tay-lok. Seakan-akan cahaya matahari itu khusus menyorot bagi mereka berdua.

ooooo0()Oooooo

K U L I T siapa yang disayat?

Rumah pegadaian milik Hoat-liok-pi disebut rumah pegadaian Lip gwan. Rumah pegadaian itu terletak persis di depan warung Moay Lo-khong. Sekarang, papan nama warung Moay Lo-khong sudah diturunkan, ada beberapa orang sedang mengapur dinding rumah. Teringat akan Moay Lo-khong, baik Kwik Tay-lok maupun Yan Jit merasakan hatinya sangat kesal. Bagaimanapun juga mereka sudah banyak memperoleh kesenangan ditempat itu. Di depan rumah pegadaian Lip-gwan, parkir sebuah kereta kuda.

Pintu gerbang rumah pegadaian itu belum dibuka, tampaknya hari ini dia seperti tak bermaksud untuk membuka usahanya.   Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling bertukar pandangan sekejap, baru lewat disamping sebuah lorong, tampaklah Hoat liok pi muncul dari balik pintu samping, mata setannya berkeliaran memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, dalam bopongannya memeluk erat-erat sebuah bungkusan besar. Setelah yakin kalau disekitar sana tak ada orang lain ia segera melompat masuk ke dalam kereta. Pintu kereta tertutup rapat-rapat bahkan tirai di depan jendela keretapun diturunkan. Dari dalam rumah pegadaian pelan-pelan berjalan seorang nenek-nenek, di tangannya membawa sebuah tong sampah. Tentu saja Kwik Tay-lok kenal dengan nenek itu, dia bukan bininya Hoat liok pi, dia tak lebih cuma seorang pekerja serabutan. Oleh karena usianya sudah lanjut, maka selain bersantap, sepeserpun Hoat liok pi tak pernah memberi gaji kepadanya, tapi dikala ia sedang menyuruhnya untuk bekerja, maka dia akan dianggapnya sebagai seorang babu saja. Seringkali Kwik Tay-lok merasa heran, kenapa nenek itu mau bekerja lebih jauh dengan Hoat liok pi. Orang yang bekerja untuk seorang kikir macam Hoat liok pi, maka seandainya pada suatu hari mengalami sesuatu, mungkin peti mati untuk tempat jenazahnya tak punya. Terdengar Hoat liok pi sedang berteriak dari dalam kereta. "Tutup pintu rapat-rapat, jangan biarkan siapapun memasukinya, besok pagi aku baru pulang." Maka kusir keretapun mengayunkan cambuknya dan melarikan kereta itu menelusuri jalan raya. Tiba-tiba Kwik Tay-lok dan Yan Jit melompat keluar dari gang disamping jalan kemudian seorang sebelah membonceng di bawah as kereta.

Jendela segera dibuka orang, menyusul Hoat liok pi menongolkan kepalanya dengan wajah terperanjat, dia lebih terperanjat lagi setelah mengetahui siapa yang turut membonceng, serunya: "Mau apa kalian?"

"Tidak apa-apa!" jawab Kwik Tay lok sambil tertawa, "aku cuma ingin menumpang keretamu sampai di kota." Hoat liok pi segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

000000 0 00000

"T I D A K bisa, aku sudah bilang, keretaku ini tidak menumpang orang lain,"

"Tidak bisa juga harus bisa!" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa terkekeh-kekeh, "Kami toh sudah naik ke atas kereta, masakah kau bisa mendorong kami turun?"

"Yaa, betul!" sambung Yan Jit pula sambil tertawa, "bagaimana juga, kau toh sebenarnya memang berniat mengajak kami pergi menemanimu?"

"Yang kucari bukan kalian." Mendadak ia seperti merasa telah salah berkata, dengan cepat mulutnya di tutup kembali.    "Bukan kami? Apakah kau sudah berubah pikiran?", desak Yan Jit. Paras muka Hoat-liok-pi agak berubah memucat, mendadak ia tertawa lebar. "Kalau kalian bersikeras ingin numpang tentu saja boleh, cuma harus membayar uang sewa. Uang sewa kereta seluruhnya tiga tahil perak, jadi kebetulan sekali seorang membayar setahil" Dengan tangan kiri ia menerima uang, tangan kanannya segera membuka pintu kereta. Hoat-liok-pi memang mempunyai kebaikan, asal kau ada uang yang bisa diberikan kepadanya, maka dia tak akan membuat kecewanya dirimu. Bahkan dia malah memberikan dua tempat yang paling baik untuk kedua orang itu. Kini, setelah berada di atas kereta, maka Kwik Tay-lok pun mulai putar otak untuk mencari akal lain.

Hoat-liok pi masih saja memeluk buntalannya itu kencang-kencang. Mendadak Kwik Tay lok berkata: "Yan jit, bagaimana kalau kita bertaruh?"

"Baik, bertaruh apa?"

"Aku berani bertaruh isi buntalan ini pastilah seekor tikus, percayakah kau?"

"Tidak percaya"

"Baik, aku akan mempertaruhkan sepuluh tahil perak" Tiba-tiba Hoat liok pi tertawa, tukasnya: "Kalian tak perlu bertaruh, aku tahu kalian hanya ingin mengetahui isi buntalanku saja, bukan begitu?"

"Agaknya aku memang mempunyai maksud begitu" sahut Kwik Tay lok sambil tertawa "Mau lihat juga boleh, tapi sekali melihat harus membayar sepuluh tahil perak." Kwik Tay lok tidak menyangka kalau begitu cepat dia menyanggupi permintaannya. Padahal menurut anggapannya dalam buntalan itu pasti terdapat sesuatu rahasia yang takut di ketahui orang. Begitu tangan kirinya menerima uang, tangan kanan Hoat liok pi segera membuka bungkusan itu. Ternyata isi buntalan itu cuma beberapa stel pakaian lama. Kwik Tay lok segera memandang Yan Jit, Yan Jit pun memandang Kwik Tay-lok ke dua orang itu cuma bisa tertawa getir. Sambil tertawa Hoat Hok pi segera berkata: "Sekarang kalian baru merasa kalau sepuluh tahil perak itu hilang dengan percuma bukan? Sayang sekarang sudah terlambat." Sambil tertawa bangga dia bersiap-siap untuk membungkus kembali buntalan itu. Tiba-tiba Yan Jit berseru. "Hei agaknya diantara beberapa stel pakaian itu ada yang kepunyaan Lim Tay-peng?"

"Agaknya memang begitulah!" sahut Hoat liok pi sambil mendehem, "tapi bagaimana pun juga toh sudah ia gadaikan kepadaku"

"Tapi masa untuk digadaikan toh belum lewat, setiap saat dia bisa saja untuk menebusnya kembali, mengapa kau membawa pergi?" Lambat laun Hoat liok poi tak bisa tertawa lagi, dia berkata: "Bila dia hendak menebusnya kembali nanti, aku pasti ada baju yang akan diberikan kepadanya, apa yang musti dikuatirkan?"

"Berapa perak pakaian itu ia gadaikan kepadamu?"

"Satu tahil lima uang!"

"Baik, sekarang juga akan kutebus pakaian itu baginya!"

"Tidak bisa!"

"Ada uangpun tidak bisa?"

"Sekalipun ada uang juga musti ada surat gadainya, ini adalah peraturan rumah pegadaian, apakah kau membawa surat gadainya?" Kwik Tay lok kembali memandang ke arah Yan Jit, kedua orang itu tidak berbicara lagi, tapi hati mereka merasa amat keheranan. Mau apa Liok-hoat-pi membawa pakaian milik Lim Tay-peng menuju ke kota? Walaupun bahan pakaian itu cukup baik, tapi sudah kuno, mengapa ia memeluknya erat-erat bahkan menganggapnya seakan-akan benda mustika? Rahasia apa lagi dibalik ke semuanya itu?

000000( 0 )000000

Begitu kereta masuk kota, Hoat liok pi segera berkata: "Tempat tujuan telah tiba, silahkan kalian turun dari kereta"

"Bukankah kau meminta kepada kami untuk menemanimu jalan-jalan?" seru Yan Jit. "Sekarang tidak perlu lagi, daripada anak kandung lebih baik uang dalam saku, bisa menghemat setahil ada baiknya untuk menghemat setahil"

"Seandainya kami bersedia untuk menemanimu tanpa memungut bayaran..?"

"Gratispun juga tak bisa," sahut Hoat liok pi sambil tertawa, "hanya transaksi dengan uang kontan baru merupakan suatu transaksi yang paling bisa dipercaya, biasanya hal-hal yang gratis justru merupakan sumber dari segala kerepotan"   Mendengar perkataan itu, Yan Jit segera menghela napas panjang. "Aaaai..! Kalau begitu kami akan turun kereta"

"Tidak menghantar, tidak menghantar, silahkan!" Baru saja mereka turun dari kereta, "Blaam" pintu kereta segera ditutup rapat-rapat. Memandang bayangan karena yang melaju ke muka, Kwik Tay-lok juga menghela napas panjang. "Aaaai...! Orang ini sungguh amat licik, aku betul-betul tak bisa menebak permainan busuk apakah yang sedang dia persiapkan" Yan Jit termenung sebentar, lalu berkata: "Barusan dia telah terlanjur salah bicara, dia bilang bukan kita yang dicari, apa kau tidak mendengar?" Kwik Tay-lok segera manggut-manggut. "Jangan-jangan orang yang hendak dicarinya hanya Lim Tay-peng seorang, sedang kita tak lebih cuma tedeng aling-alingnya?" seru Yan Jit kembali. "Tapi ada keperluan apa dia mencari Lim Tay-peng?"

"Aku selalu merasa bahwa Lim Tay-peng adalah seseorang yang mempunyai rahasia besar" Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia berkata: "Eeeh.... menurut pendapatmu, mungkinkah dia adalah seorang gadis yang menyaru sebagai

pria?" Yan Jit kontan saja melotot sekejap ke arahnya, lalu mengomel: "Aku lihat kau ini terlalu banyak membaca buku, mana mungkin ada perempuan yang menyaru sebagai pria didunia ini?" Kwik Tay-lok tidak berbicara lagi. Hingga kereta itu sudah membelok di ujung jalan sana, tiba-tiba kedua orang itu mempercepat langkahnya dan menyusul ke depan sana.   Bagaimanapun juga, mereka masih tak mau menyerah dengan begitu saja. Dengan cepat kereta itu berhenti di depan sebuah rumah penginapan yang amat besar. Manusia macam Hoat liok pi ternyata bersedia mengeluarkan uang untuk menginap di rumah

penginapan besar ini, bukankah kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh? Untung saja ketika itu cuaca sudah mulai menggelap. Malam hari di musim salju memang selalu datangnya kelewat awal. Mereka segera berputar ke belakang rumah penginapan itu dan melompat masuk melewati pagar halaman. Siapa saja tak akan apes sepanjang masa, kali ini nasib mereka ternyata sangat mujur, baru saja bersembunyi di belakang pohon, mereka telah menjumpai Hoat liok pi masuk ke deretan kamar di halaman belakang. Udara masih amat dingin, dalam halaman tak nampak sesosok bayangan manusiapun. Dengan sangat berhati-hati mereka melompat ke depan, lalu dalam tiga lima lompatan sudah berada di atas atap rumah. Mendadak kedua orang itu sama-sama menemukan bahwa ilmu meringankan tubuh yang mereka miliki hebat sekali, seakan-akan sejak dilahirkan sudah ahli di bidang itu. Dalam hati kecil mereka diam-diam mengambil keputusan, kemudian hari harus mencari akal untuk bertanya kepada lawannya, bagaimana caranya melatih ilmu meringankan tubuh tersebut. Mereka seolah-olah secara mendadak ingin sekali mengetahui rahasia lawannya.

0000000000000

Di bawah wuwungan rumah itupun terdapat bongkahan salju, tentu saja daun jendelanya tertutup rapat. Untung saja dalam kamar itu memasang api penghangat, maka di atas jendela itu di buka sebuah lubang hawa. Melongok lewat jendela kecil lubang hawa tersebut, semua pemandangan didalam kamar itu dapat melihat amat jelas. Selain Hoat-liok-pi, didalam kamar itu masih ada dua orang manusia berbaju perlente yang bermuka dingin menyeramkan, seakan-akan semua orang di dunia ini telah berhutang kepadanya. Sekilas pandangan saja Yan-Jit sudah tahu, selain ilmu silat yang dimiliki kedua orang itu

sangat tangguh, merekapun pastilah seorang jago kawakan. Salah seorang diantaranya mempunyai sebuah codet yang memanjang di atas wajahnya sehingga ia kelihatan menakutkan sekali. Orang kedua meski tiada codet di wajahnya, tapi lengannya hilang, setelah ujung bajunya yang kosong itu terikat di pinggang, sementara sebilah golok lengkung tersoren di pinggang.

Golok lengkung semacam itu sudah merupakan senjata yang jarang ditemui dalam dunia persilatan, apa lagi orang yang berlengan tunggal masih mempergunakan golok lengkung seperti itu, sudah jelas kepandaian silat yang dimilikinya pasti tidak rendah. Selain daripada itu, andaikata ia bukan seseorang yang sering kali masuk keluar diantara pertarungan yang menyangkut soal mati hidup, tak mungkin tubuhnya akan menderita luka separah itu. Jika seseorang yang seringkali masuk keluar dalam pertarungan mati dan hidup ternyata masih bisa hidup sampai sekarang, sudah dapat dipastikan pamornya pasti besar dan dia tentu bukan seorang manusia yang gampang dihadapi. Kenapa Hoat-liok-pi bisa mengadakan transaksi dagang dengan manusia semacam ini. Hoat liok-pi telah membuka bungkusannya dan mengeluarkan pakaian milik Lim Tay-peng, ketika menyodorkan ke tangan ke dua orang itu, wajahnya kelihatan amat bangga, seakan-akan seperti lagi mempersembahkan benda mustika saja. Sesungguhnya sampai dimanakah berharganya pakaian kumel milik Lim Tay peng tersebut? Si lelaki bercodet itu menerima pakaian tersebut dan diamatinya sebentar dengan seksama, kemudian diserahkan kepada lelaki berlengan tunggal itu. Ketika ia sedang membolak balikkan pakaian itu, lamat-lamat Kwik Tay-lok juga dapat melihat di ujung baju itu seperti ada sebuah sulaman, cuma tidak jelas sulaman apakah itu? Lelaki berlengan tunggal itu telah membalik ujung baju itu dan menelitinya sekejap, pelan-pelan ia mengangguk. "Benar, memang pakaian miliknya" dia berkata. "Tentu saja tak bakal salah," kata Hoat liok-pi sambil tertawa, "selamanya aku adalah seorang pedagang yang bisa dipercaya"

"Sekarang, dimana orangnya?" Hoat-liok-pi tidak menjawab, melainkan mengulurkan tangannya. "Sekarang juga kau akan mengambilnya?" tegur orang berlengan tunggal itu. Kembali Hoat-liok-pi tertawa. "Orang yang membuka rumah pegadaian selalu membayar kontan, aku rasa kamu berdua tentu mengerti bukan"

"Baik, berikan kepadanya!" Lelaki bercodet itu segera mengambil sebuah bungkusan dari bawah meja dan . . . "Blaaam"

diletakkan ke atas meja. Sungguh berat bungkusan itu. "Pekerjaan yang bisa membuat Hoat liok pi bersedia mengeluarkan lima ratus tahil perak lebih dulu hanya ada satu, yaitu pekerjaan yang bisa mendatangkan keuntungan lima ribu tahi perak

baginya ". Ucapan dari Yan Jit itu memang tepat sekali, paling tidak isi bungkusan itu juga ada lima ribu tahil perak.

Kwik Tay lok memandang sekejap ke arah Yan Jit, sekarang mereka mengerti sudah apa gerangan yang telah terjadi. Kedua orang itu sudah pasti sedang mencari Lim Tay-peng, bahkan amat terburu-buru maka mereka tak sayangnya mengeluarkan lima ribu tahil perak sebagai hadiah. Sudah lama Hoat liok pi mengetahui akan soal ini, tapi sampai Lim Tay-peng menggadaikan

pakaiannya, dia baru menyadari bahwa Lim Tay-peng sesungguhnya adalah orang yang sedang mereka cari. Oleh sebab itu dia berharap Lim Tay-peng bisa menemaninya datang sebentar saja ke kota, kemudian menyerahkan Lim Tay-peng kepada kedua orang ini. Apabila bisa menghantar orangnya secara langsung, tentu saja hadiahnya lebih banyak. Tapi, apa yang sebenarnya telah dilakukan Lim Tay peng, mengapa dia begitu tinggi nilainya sehingga orang lain tak segan-segan mengeluarkan uang sebesar itu sebagai hadiah? Begitu melihat uang perak, tiba-tiba Hoat liok pi berubah menjadi menyenangkan sekali, bahkan sewaktu tertawapun sepasang matanya menjadi hilang seperti tidak kelihatan. "Sekarang, tentunya kau sudah dapat menerangkan bukan, dia berada dimana ?" kata-kata lelaki bercodet itu. Entah apapun yang telah dilakukan Lim Tay-peng, kalau toh dia sedang menghindari pengejaran dari kedua orang ini, maka dia tak boleh sampai ditemukan kembali oleh mereka berdua.  Kwik Tay-lok sudah bersiap-siap menerjang masuk lewat jendela. Siapa tahu pada saat itulah mendadak senyuman di atas wajah Hoat liok pi berubah menjadi kaku. Sepasang matanya melotot ke depan pintu dengan mata terbelalak, mulutnya melongo dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun, keadaan waktu itu seakan-akan seorang yang mendadak menyumbat mulutnya dengan lumpur. Mengikuti arah pandangan matanya, Kwik Tay-lok turut menengok ke depan, tapi dengan cepat diapun merasa terkejut.

Entah sedari kapan, di depan pintu berjalan masuk seseorang. Orang itu cuma seorang nenek biasa yang sangat sederhana dan tiada sesuatu yang mengejutkan, tapi mimpipun Kwik Tay lok tak menyangka bakal bertemu dengannya disaat dan tempat seperti ini. Dengan jelas ia masih melihat orang itu berdiri di depan rumah pegadaian Lip gwan sambilmembawa tong sampah.

Kemudian mereka menunggang kereta datang kesana, sepanjang jalan tidak pernah berhenti, pun tidak berjalan pelan, mengapa si nenek inipun bisa sampai juga di sana? Apakah dia bisa terbang? Keadaan Hoat liok pi bagaikan bertemu dengan setan saja, dengan tergagap dia berseru: "Mau... mau apa kau datang kemari?" Di tangan si nenek membawa sebuah mangkuk, sambil berjalan masuk dengan langkah yang sangat lamban, dia gelengkan kepala dan menghela napas, sahutnya: "Waktu minum obatmu sudah sampai, mengapa kau selalu kelupaan? Aku sengaja datang mengantarnya untukmu, hayo cepat diminum dulu." Hoat liok pi menyambut mangkuk itu, kedengaran tutup mangkuk yang berada di tangannya berbunyi gemerutukan dengan amat nyaringnya.

Bukan saja tangannya sedang gemetar, peluh dinginpun telah bercucuran membasahi tubuhnya. Paras muka si laki berlengan tunggal dan si lelaki bercodet itu masih tetap kaku tanpa emosi, mereka menatap sekejap ke arah nenek itu dengan pandangan dingin, tiba-tiba mereka turun tangan bersama, dua titik cahaya tajam segera meluncur ke arah depan. Serangan kilat itu tak bisa dibilang amat lamban.. Siapa tahu baru saja titik cahaya hitam itu sampai didepan si nenek, tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas. Padahal nenek itu sama sekali tak berkutik dari tempatnya semula. Paras muka si lelaki bercodet itu agak berubah. Sebaliknya si lelaki berlengan tunggal itu tertawa dingin, serunya tanpa emosi. "Tidak kusangka kaupun seorang jago lihay, bagus, bagus sekali" Tiba-tiba nenek itu tertawa, lalu menjawab: "Tidak baik, sedikitpun tidak baik!"

"Kenapa tidak baik?," tanya lelaki berlengan tunggal itu. "Apa pula baiknya? Bila kalian telah bertemu denganku, maka kalian bakal sial, apanya yang baik?" Lelaki berlengan tunggal itu segera melompat bangun, kemudian bentaknya keras-keras. "Siapakah kau? Mengapa mencampuri urusan kami?"

"Siapa yang akan mencampuri urusan kalian! Urusan kalian masih belum pantas kucampuri, mengundang aku untuk mencampuripun belum tentu aku mau bahkan berlutut sambil memohonpun aku juga tak akan kesudian untuk mengurusinya."

"Lalu ada urusan apa kau datang kemari?"

"Aku datang untuk menyuruhnya minum obat, Cepat minum? Habis minum obat kau harus segera tidur" Dengan wajah murung Hoat liok pi segera memencet hidungnya dan minum obat itu sampai habis. "Bagus!" kata si nenek, "Sekarang kau harus pulang untuk tidur" Bagaikan sedang menarik anaknya saja, sambil menyeret tangan Hoat liok pi dia lantas beranjak dari situ.

Tiba-tiba cahaya golok berkelebat lewat, sambil melompat ke tengah udara si lelaki berlengan tunggal itu sudah mengayunkan sebilah golok lengkungnya untuk membacok kepala orang. Bisa menyerang sambil melambung ke udara tentu saja ilmu golok yang dimilikinya tak terhitung lemah. Tapi cahaya golok itu hanya berkelebat lewat, kemudian lenyap tak berbekas.

Jilid 13

SEBILAH golok lengkung yang bersinar tajam, tahu-tahu sudah kutung menjadi dua bagian dan... "Trang!" jatuh ke tanah.

Terjatuhnya persis di sisi badan si lelaki berlengan tunggal itu entah apa sebabnya tahu-tahu sudah berlutut di atas tanah, berlutut di hadapan si nenek sambil bermandi keringat, tampaknya ia sedang berusaha keras untuk bangkit berdiri, tapi sayang sekalipun segenap tenaganya sudah dikerahkan, ia tetap belum berhasil untuk berdiri. Nenek itu menghela napas panjang, lalu gumamnya: "Sedari tadi aku toh sudah bilang, terhadap urusan kalian, sekalipun kamu berlutut sambil

memohon kepadaku, akupun tak akan mengambil perduli, rupanya kau benar-benar tidak menurut, jangan-jangan telingamu lebih tuli daripada telingaku" Sambil mengomel dia lantas berjalan ke luar dari situ. Dengan menurut sekali Hoat liok pi mengikuti di belakangnya, jangankan membangkang, untuk bernapas keras-keraspun tidak berani. Sekujur badan si lelaki bercodet pun sudah bermandikan keringat, tiba-tiba serunya: "Cianpwe, harap tunggu sebentar!"

"Apa lagi yang harus di tunggu? Apakah kau juga ingin berlutut di hadapanku?"

"Tatkala cianpwe sudah mencampuri urusan ini, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi, harap cianpwe suka meninggalkan namamu, agar aku bisa memberi pertanggungan jawab kepada majikan kami nanti"

"Kau ingin mengetahui namaku?"

"Betul!"

"Kau masih belum pantas untuk mengetahui namaku, sekalipun kukatakan juga belum tentu kau akan mengerti" Setelah berhenti sebentar, nenek itu melanjutkan kembali kata-katanya: "Tapi kau boleh pulang menyampaikan kepada majikanmu, katakanlah ada seorang sobat lamanya menasehati dirinya, bocah cilik itu patut dikasihani, lebih baik jangan dipaksa terus menerus, kalau tidak orang lainpun akan merasa tidak leluasa untuk melihatnya" Selesai berkata pelan-pelan dia berjalan keluar dari ruangan. Lelaki bercodet itu segera memburu ke depan, agaknya dia seperti ingin menanyakan sesuatu lagi kepadanya.

Tapi di luar pintu sudah tiada seorang manusiapun, baik si nenek maupun Hoat-liok pi, kedua-duanya sudah lenyap tak berbekas.

000000000000000

Ternyata si nenek tukang menanak nasi ini adalah seorang jago persilatan yang berilmu tinggi, sedemikian tingginya kepandaian silat yang dimilikinya itu sehingga orang lain mimpipun tak pernah menduga. Tak heran ketika si anjing buldog dan si tongkat hendak melakukan penggeledahan ke rumah pegadaiannya dulu, sewaktu muncul kembali sikapnya begitu menghormat, kalau mereka bukannya sudah dibikin keok oleh si nenek tersebut, sudah pasti mereka telah mengetahui siapa

gerangan dirinya itu. Sekarang Kwik Tay lok dan Yan Jit baru dibikin mengerti. Tapi mereka masih ada satu hal yang merasa tidak habis mengerti, setelah saling berpandangan sekejap serentak mereka meluncur ke arah belakang sana. Di belakang situ terdapat sebatang pohon, sebatang pohon yang besar sekali. Di atas pohon tiada duanya, yang ada cuma timbunan salju.

Terpaksa Yan Jit harus berjongkok di atas dahan pohon, sedangkan Kwik Tay-lok duduk dengan begitu saja, tapi kemudian ia melompat bangun dengan kaget, sebab pantatnya seperti digores dengan golok. Salju di atas dahan pohon itu sungguh dingin dan tajam bagaikan sebilah golok. Yan Jit menghela napas dan menggelengkan kepala berulang kali, katanya: "Setiap kali hendak duduk, apakah tak pernah kau periksa dulu ada apanya di bawah pantatmu itu?" Kwik Tay-lok tertawa getir. "Aku tidak memperhatikannya, aku sedang memikirkan satu urusan" sahutnya. Dahan pohon itu sangat besar dan kuat, dia pun berjongkok disamping Yan Jit seraya berkata lagi: "Aku sedang memikirkan Si nenek tadi, padahal dia adalah seorang jago persilatan yang sangat luar biasa, mengapa ia bersedia menjadi seorang tukang masaknya Hoat liok pi dari rumah pegadaian...?" Yan Jit termenung sejenak, lalu sahutnya: "Mungkin saja ia seperti juga Hong Si-hu, sedang menghindarkan diri dari pencarian orang lain"

"Sepintas lalu alasan ini seakan-akan sangat kuat sekali, akan tetapi sesudah direnungkan kembali, ternyata terdapat banyak hal yang tak bisa diterima dengan akal"

"Dunia bukan sedaun kelor masih terdapat banyak tempat lain yang bisa dia gunakan untuk menghindari kejaran orang, apalagi buat seorang jago silat yang begitu lihay seperti dia, anehnya, kenapa ia bersedia menjadi babunya orang lain, bersedia mendapat perintah orang dan menerima makian orang" Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, dia melanjutkan: "Sekalipun dia ingin menjadi seorang babu, sepantasnya kalau dia menjadi seseorang yang agak terhormat atau suatu tempat yang lebih baikan, kenapa justru Hoat-liok-pi sipelit yang dicari? Apakah hal ini tidak mengherankan?."

"Jadi kau tidak habis mengerti?"

"Yaa, aku benar-benar merasa tidak habis mengerti"

"Persoalan yang bisa membuat kau tak habis mengerti, pasti tak akan dimengerti pula oleh orang lain" Kwik Tay-lok tertawa: "Kalau akupun tidak mengerti, biasanya memang tak banyak orang yang bisa memahaminya"

"Mungkin saja dia memang menginginkan agar orang tidak habis mengerti?"

"Tapi persoalan yang bikin orang tidak habis mengerti masih banyak sekali."

"Coba katakan!"

"Kalau dilihat ilmu silatnya, mungkin tidak banyak manusia di dunia ini yang sanggup untuk menandinginya." Mendengar perkataan itu, Yan Jit manggut-manggut, sahutnya sambil menghela napas pula: "Ilmu silat yang dimilikinya memang sangat tinggi, bukan saja belum pernah kujumpai ada orang yang memiliki kepandaian silat selihai itu, bahkan pada hakekatnya mendengar pun belum pernah.."

"Oleh karena itu, aku beranggapan bahwa sesungguhnya ia tak perlu takut kepada orang lain, diapun tak perlu menyembunyikan diri."

"Jangan lupa, diantara manusia yang lihay masih ada yang lebih lihay lagi, diantara bukit yang tinggi masih ada yang lebih tinggi lagi."

"Itu mah pepatah kuno yang sudah usang"

"Sekalipun sudah usang, kadangkala teori yang makin usang semakin masuk diakal"

ooooo(O)oooooo

RAHASIA LIM TAY-PENG

"SEANDAINYA ia benar-benar lagi menghindarkan diri dari kejaran orang" kata Kwik Tay-lok, paling tidak gerak geriknya pasti akan jauh lebih rahasia, tapi setiap kali kita berkunjung ke rumah pegadaian, kita selalu masuk keluar dengan leluasa, sedikit pun tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia kuatir dikenali orang lain"

"Pada waktu itu, apakah kau bisa menduga manusia macam apakah dirinya itu?"

"Tidak!"

"Kalau toh orang lain tak menduga siapakah dia, kenapa pula dia musti takut bertemu orang lain?"

"Jadi menurut pendapatmu, seperti juga Hong si-hu, diapun sudah merubah wajahnya menjadi wajah yang lain?"

"Dalam dunia persilatan, toh bukan hanya Hong si hu seorang yang pandai menyaru?"

"Lantas, kenapa si anjing buldog dan si tongkat bisa mengenalinya hanya dalam sekilas pandangan saja?"

"Dari mana kau bisa tahu kalau mereka dapat mengenalinya hanya didalam sekilas pandangan saja?"

"Kalau mereka tak dapat mengenalinya, mengapa pula sikap mereka terhadap Hoat-liok pi begitu menghormat dan munduk-munduk?" Yan Jit segera mengerdipkan matanya, lalu berkata: "Lantas menurut pendapatmu, apa pula yang sebenarnya telah terjadi"

"Menurut pendapatku, dia dengan Hoat liok pi pasti mempunyai suatu hubungan yang agak luar biasa, mungkin saja dia adalah sobat lamanya Hoat liok pi atau mungkin familinya Hoat liok pi, apakah hal ini bukan suatu alasan?"

"Ya, memang suatu alasan"

"Tak kusangka kaupun mengakui kalau aku beralasan." Kwik Tay lok tertawa. "Tentu saja karena pendapatku sendiripun juga demikian," sahut Yan Jit sambil tertawa pula. Kwik Tay-lok menjadi tertegun."Kalau toh pendapatmu sama dengan pendapatku, mengapa kau musti mengumpak aku?" seru sang pemuda tertegun. "Sebab sejak dilahirkan aku memang sudah suka mengumpak orang" Kwik Tay-lok segera melototinya sampai lama, kemudian baru berkata: "Seandainya aku bilang salju ini putih?"

"Maka aku akan mengatakan kalau salju itu hitam"

00000000

Bagaimanapun cerdiknya kau, betapa rajinnya kau bekerja, ada kalanya akan ketanggor juga pada tandingannya, maka bila hal ini sampai terjadi, bagaimanapun hebatnya kau, semua kepandaianmu seolah-olah menjadi mati kutu. Agaknya Yan Jit adalah tandingan dari Kwik Tay-lok, apapun juga yang dilakukannya seakan-akan terbentur semua pada batunya. Lewat beberapa saat kemudian, sambil tertawa dia baru berkata lagi: "Paling tidak, ada satu hal yang mau tak mau harus kau akui akan kebenarannya."

"Soal apa?" Kali ini Hoat-liok-pi tidak berhasil membeseti kulit seorang manusiapun," kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.

"Lagi-lagi kau keliru."

"Lagi-lagi aku keliru?" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. "Yaa, paling tidak kali ini Hoat liok pi, telah membeseti kulit seseorang."

"Kulit siapa yang dibeseti?"

"Kulitnya sendiri!" Sebenarnya siapakah manusia yang dinamakan Lim Tay-peng itu? Apa sebabnya ada seorang yang bersedia menghamburkan uang sebesar beberapa ribu tahi perak hanya bermaksud untuk mencari jejaknya? Ada persoalan apa mereka mencarinya? "Menurut pendapatmu, apa sebabnya orang-orang itu pergi mencari Lim Tay peng?" tanya Kwik Tay-lok. Tampaknya ia sudah lebih pandai menguasahi diri, sebab kali ini ia tidak mengemukakan pendapatnya sendiri. Yan Jit termenung sebentar, kemudian katanya: "Seandainya kau bersedia menghamburkan uang sebesar lima-enam ribu tahil perak untuk mencari seseorang, mungkin tujuannya karena apa?"

"Aku tak bakal melakukan perbuatan semacam ini" sahut Kwik Tay lok sambil tertawa. Yan Jit melirik sekejap ke arahnya lalu, berkata: "Seandainya aku lenyap secara tiba-tiba dan kau harus menghamburkan uang sebesar lima ribu tahil perak untuk menemukan diriku, bersediakah kau untuk melakukannya?" Tanpa berpikir panjang lagi Kwik-Tay-lok segera menjawab:   "Tentu saja bersedia, demi kau sekalipun aku musti menggadaikan batok kepalaku juga aku bersedia." Mencorong sinar tajam dari balik mata Yan Jit. Sorot mata seseorang baru akan memancarkan sinar tajam bila ia sedang merasa sangat gembira atau merasa sangat bangga. "Karena kita adalah sahabat karib maka aku bersedia untuk melakukannya" kata Kwik Tay-lok lagi, "tapi, Lim Tay-peng sudah pasti bukan sahabat karibnya kedua orang itu, dia tak nanti akan bersahabat dengan manusia-manusia macam begitu" Yan Jit manggut-manggut, sahutnya: "Seandainya ada orang telah membunuhku, bersediakah kau menghamburkan yang sebesar lima ribu tahil perak untuk menemukan jejak pembunuhnya?"

"Tentu saja mau, sekalipun harus beradu jiwa, aku juga pasti akan mencari orang itu sampai ketemu dan membalaskan dendam bagimu" Tapi kemudian dia lantas menggeleng, katanya lagi: "Tapi Lim Tay-peng belum pernah membunuh manusia, aku rasa sikap menderita dan tersiksa yang diperlihatkannya sehabis membunuh Lamkiong Cho itu sudah pasti bukan dilakukannya dengan berpura-pura."

"Bila ada orang telah merampas lima puluh laksa tahil perak milikmu, kemudian kau menghamburkan lima ribu tahil perak untuk mencarinya, tentu saja kau bersedia untuk melakukannya bukan"

"Tapi ketika Lim Tay-peng datang, sepeser uangpun tidak dimilikinya, apalagi dia toh bukan manusia semacam itu" Yan Jit segera tertawa. "Sekarang bukan aku yang mendebat ucapanmu, adalah kau yang terus menerus mendebat perkataanku" serunya.

Kwik Tay-lok turut pula tertawa. "Yaa, soalnya aku juga tahu kalau hati kecilmu yang sesungguhnya juga tidak berpendapat

demikian" Yan Jit menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir: "Terus terang saja, pada hakekatnya akupun tidak berhasil menemukan jawaban yang tepat, apa sebabnya mereka mencari Lim Tay-peng."

"Walaupun tak bisa ditemukan, apakah kau lupa aku sudah banyak belajar cara menanyai orang dari diri si tongkat?" Sinar lentera didalam kamar masih terang benderang, tidak kelihatan ada orang berjalan keluar, juga tidak kelihatan ada orang berjalan masuk. Baru saja mereka bersiap-siap akan menanyai kedua orang itu, tiba-tiba daun jendela dibuka orang.  Seseorang sedang menggape ke arah mereka dari depan jendela. Sementara kedua orang itu masih belum mengerti jelas siapa gerangan yang sedang di gape, sambil tertawa orang itu sudah berkata lebih dulu: "Di atas pohon udara tentu sangat dingin, mengapa kalian berdua tidak masuk saja, ke dalam untuk menghangatkan badan?" Api pemanas dalam ruangan itu amat besar. Duduk di tepi perapian sudah barang tentu jauh lebih nyaman ketimbang berjongkok di dahan pohon.  Orang yang menggape mereka dari jendela tadi, kini sudah duduk kembali. Orang itu bukan si lelaki bercodet di wajahnya, juga bukan si manusia berlengan tunggal yang berwajah bengis. Sesungguhnya orang itu sama sekali tidak terlihat ada didalam ruangan tadi. Sebaliknya orang-orang yang tadi berada dalam ruangan, kini sudah pergi entah ke mana. Kwik Tay-lok tidak melihat mereka keluar dari situ, juga tidak melihat orang ini masuk kedalam. Hanya ada satu hal yang membuat Kwik Tay-lok merasa agak terhibur dan lega. Dari ujung kepala sampai ke ujung kakinya, orang ini jauh lebih sedap dipandang daripada kedua orang tadi. Yang lebih penting lagi, orang ini adalah seorang perempuan. Sesungguhnya dia sudah tidak termasuk muda lagi, tapi wajahnya masih cantik dan agak menawan hati. Di dunia ini memang terdapat semacam perempuan yang bisa membuat kau tidak akan memperhatikan usianya. Dan kebetulan sekali dia adalah perempuan semacam itu. Perempuan yang cantik kebanyakan angkuh, tak tahu aturan, hanya sedikit sekali yang terkecuali. Kebetulan dia termasuk didalam pengecualian tersebut.     Anehnya, perempuan semacam ini mengapa secara tiba-tiba bisa muncul didalam ruangan tersebut? Setelah tertawa, katanya lebih lanjut: "Apa pula hubungannya dengan kedua orang itu? Apa pula hubungannya dengan persoalan ini?" Tentu saja Kwik Tay lok ingin bertanya, tapi hingga detik itu belum juga ada kesempatan. Setiap kali bila dia ingin bertanya, ternyata ia telah didahului terus oleh orang lain, bila ada seorang perempuan semacam itu mengajukan pertanyaan kepadamu, tentu saja kau harus menjawab lebih dulu. "Aku she Wi" kata perempuan itu sambil tersenyum, "dan kalian berdua?"

"Aku she Kwik, dan dia she Yan, Yan dari huruf Yan-cu si burung walet" Yan Jit segera mendelik ke arahnya, tapi sebelum dia mengucapkan sesuatu, Wi hujin telah berkata lagi sambil tertawa: "Semua teman Lim Tay-peng tak ada seorangpun yang tidak kukenal, mengapa belum pernah kujumpai kalian berdua?" Kembali Kwik Tay lok ingin berebut menjawab, mendadak ia menjumpai Yan Jit sedang mendelik ke arahnya. Terpaksa dia harus menundukkan kepalanya dan mendehem pelan. Pelan-pelan Yan Jit baru mengalihkan sinar matanya ke wajah Wi-hujin, sahutnya hambar: "Darimana kau bisa tahu kalau kami ini adalah temannya Lim Tay-peng?"

"Kalian berdua datang dari tempat kejauhan dengan menempuh hujan salju serta angin kencang, kemudian menunggu di luar dalam udara sedingin ini, sudah barang tentu bukan dikarenakan tauke rumah pegadaian itu bukan?"

"Mengapa tidak mungkin?" Wi-hujin tersenyum. "Naga akan berteman dengan naga, burung hong akan berteman dengan burung hong, masih cukup jelas bagiku untuk mengetahui, siapa tepatnya berteman dengan siapa?" Yan Jit segera mengerdipkan matanya. "Kalau begitu, ternyata kau juga kenal dengan Lim-Tay-Peng bukan ....?" Wi hujin manggut-manggut: Sambil tertawa kembali Yan Jit berkata: "Padahal tidak seharusnya kuajukan pertanyaan seperti ini, bahkan temannya saja kau kenal semua, tentu saja kenal dengan dirinya"

"Yaa, memang boleh dibilang kenal sekali" Wi-hujin tersenyum. "Lain kali, bila kau bertemu lagi dengannya, tolong sampaikan salam dari kami, katakan kalau kami merasa rindu sekali dengannya" seru Yan Jit lagi. "Aku pun ingin sekali berjumpa muka dengannya, maka sengaja aku datang untuk minta petunjuk dari kalian berdua"

"Minta petunjuk apa?"

"Aku minta kalian berdua suka memberitahu kepadaku, selama dua hari belakangan ini dia berada dimana?" Yan Jit merasa seperti amat terkejut bercampur keheranan lalu serunya dengan cepat: "Hubunganmu dengannya jauh lebih akrab dari pada kami, dari mana aku bisa tahu dia berada dimana sekarang?" Wi-hujin segera tertawa. "Bagaimana akrabnya seorang teman kadangkala diapun bisa lama sekali tak pernah bersua muka" Yan Jit menghela napas panjang. "Aaaaaiii... aku malah punya rencana untuk meminta bantuanmu agar mengajak kami untuk pergi menjumpainya"

"Apakah kalian juga tidak tahu dimanakah ia berada sekarang?"

"Kalau kau sendiripun tidak tahu, darimana kami bisa tahu ? Seorangpun diantara temannya ini tak ada yang kami kenal"

Mendadak ia bangkit berdiri sesudah menjura katanya: "Waktu sudah tidak pagi lagi kami harus segera mohon diri" Wi-hujin tertawa ewa. "Ooooohhh. . . kalian berdua akan pergi? Maaf aku tidak menghantar, tidak menghantar" Ternyata ia sama sekali tidak berniat untuk menghalangi kepergian mereka dengan begitu saja dia membiarkan Yan Jit berdua pergi meninggalkan ruangan. Baru keluar dari rumah penginapan, Kwik Tay-lok sudah tidak tahan berseru: "Aku benar-benar merasa kagum kepadamu kau memang hebat sekali"

"Hebat kenapa ?"

"Kalau kau sudah mulai berbohong, pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan orang yang sedang berbicara sungguhan" Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya kemudian berkata pula: "Akupun sangat mengagumi dirimu..."

"Kagum apa kepadaku?"

"Manusia macam kau memang jarang terdapat di dunia ini, asal melihat ada perempuan yang menarik, tanggal lahir sendiripun sudah terlupakan sama sekali kalau bisa seakan-akan semua rahasianya akan diungkapkan keluar"

"Itu mah disebabkan aku lihat dia tidak mirip orang jahat"sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Hmm, memangnya orang jahat akan pasang papan nama di atas wajahnya?" seru Yan Jit sambil tertawa dingin. "Seandainya dia bermaksud jahat, masakah kita dibiarkan pergi dengan begitu saja?"

"Kalau tidak membiarkan kita pergi lantas bagaimana? Apakah dia mempunyai kemampuan untuk menahan kita?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaaai... andaikata kau menganggap dia hanyalah seorang perempuan biasa saja, maka pandanganmu itu keliru besar"

"Oya..."

"Semua gerak gerik kita agaknya diketahui olehnya dengan jelas, cukup mengandalkan persoalan ini aku berani memastikan kalau dia bukan manusia sembarangan"

"Apa saja yang dia ketahui ?"

"Ia tahu kita datang dari luar kota, dia tahu kita sembunyi di atas pohon..." Mendadak dia menghentikan ucapannya lalu berbisik: "Coba kau lihat didepan pintu toko obat dibelakang sana"

"Tak usah dilihat lagi"

"Jadi kau sudah tahu kalau ada orang sedang menguntil di belakang kita?" Sambil tertawa dingin Yan Jit manggut-manggut.   Sementara itu mereka sudah berbelok ke sebuah jalanan yang lenggang dan sepi toko-toko disitu menutup pintu agak awal, saat itu hampir tiada orang yang perlu lalang lagi di sana. Toko obat itupun sudah menutup pintu, tapi seorang manusia berbaju hitam yang pendek kecil sedang berdiri di belakang pintu sambil kadang kala melongokkan kepalanya memperhatikan

mereka. "Apakah orang ini mengikuti kita terus menerus?"

"Baru keluar dari rumah penginapan, aku telah mengetahui jejaknya. Maka aku baru sengaja membelok ke jalanan ini"   Sesudah tertawa dingin, lanjutnya: "Sekarang, tentunya kau sudah mengerti bukan, apa sebabnya Wi-hujin membiarkan kita

berlalu dengan begitu saja?"

"Masakah dia sudah tahu kalau kita sebenarnya tinggal bersama Lim Tay-peng, maka sengaja membiarkan kita pergi dengan begitu saja sementara dia suruh orang mengikuti kepergian kita secara diam-diam?"

"Ehmm" Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Perhitungan si-poanya hebat juga cuma sayang ia terlalu menilai rendah diri kita"

"Memangnya kau anggap dia memandang sebelah mata kepadamu?" jengek Yan Jit dingin. "Walaupun aku tiada sesuatu yang luar biasa, tapi bukan sesuatu yang gampang buat orang lain bila ingin menguntit diriku"

"Oya!" Kwik Tay lok mengerdipkan matanya, lalu tertawa. "Siapa ingin menguntil diriku, maka dia harus mencicipi dulu hembusan angin barat laut" Di jalanan tersebut, hanya rumah makan yang belum menutup pintu. Tak tahan Yan Jit segera tertawa, katanya: "Aku lihat mungkin kau bukan berniat untuk menyuruh orang lain minum angin barat laut, adalah kau sendiri yang ingin minum arak bukan?"

"Aku minum arak dan dia minum angin barat-laut, pokoknya kan semua orang minum meski berbeda apa yang diminum" Kwik Tay-lok mempunyai suatu penyakit didalam minum arak. Sebelum minum sampai mabuk, dia takkan pergi. Bila di kolong langit masih ada yang bisa menyembuhkan penyakitnya itu, maka dia pastilah Yan Jit. Rantai emas itu sudah digadaikan sebesar lima puluh tahil perak, separuh diantaranya sudah diberikan kepada Ong Tiong, sedang Kwik Tay-lok ternyata tidak menghabiskan isi sakunya dengan minuman tersebut. Bahkan ketika keluar dari warung itu, dia masih tetap sadar, tetap bisa mengenali orang. Betul juga, manusia berbaju hitam itu masih menunggu di depan pintu sambil minum angin barat laut. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya: "Seharusnya aku musti membiarkan dia lebih banyak minum sebab kelihatannya dia belum puas"

"Tapi kau sudah minum terlalu cukup. Kalau minum terlalu banyak lagi, maka seorang bocah yang berusia tiga tahun dia pasti dapat menguntil dirimu"

"Kwik Tay-lok segera melototkan sepasang matanya bulat-bulat, serunya: "Siapa bilang begitu? sekalipun aku lari dengan kaki sebelah belum tentu dia bisa menyusulku, kau tidak percaya?"

"Aku cuma percaya satu hal"

"Hal apa?"

"Sekalipun dia dapat menyusulmu, kaupun dapat meniupnya sampai pergi"

"Meniupnya sampai pergi? Bagaimana cara meniupnya?"

"Meniup seperti kau sedang meniup kertas (membual)!" Apapun tidak diucapkan oleh Kwik Tay lok tiba-tiba dia melompat ke muka dan mengayunkan kakinya. Ternyata lompat tersebut mencapai dua kaki lebih. Yan Jit segera menghela napas panjang, sambil menggeleng gumamnya: "Heran, kenapa orang ini selamanya tak pernah dewasa?"

0000000 0000000

Langit sudah menggelap, sedang jalan berwarna putih cemerlang. Sesungguhnya jalanan itu tidak berwarna putih, yang putih adalah timbunan salju, Kwik Tay-lok, menyaksikan pepohonan di balik timbunan salju itu seakan-akan sedang lari kebelakang. Sesungguhnya pohon itu tidak lari, yang sedang berlarian adalah sepasang kakinya. Ia bukannya sedang takut tak bisa melepaskan diri dari penguntilan manusia berbaju hitam dibelakangnya itu, melainkan dia kuatir tak bisa menyusul Yan Jit. Bila Yan Jit sedang mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, maka dia akan berubah bagaikan seekor burung walet.

Kwik Tay-lok sudah mulai terengah-engah napasnya. Saat itulah Yan Jit baru pelan-pelan menghentikan gerakan tubuhnya, lalu sambil mengerling sekejap ke arahnya, dia menegur sambil tertawa: "Apakah kau sudah kepayahan?" Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang dan tertawa getir. "Makanku lebih banyak daripada darimu, kepalaku juga lebih gedean daripada dirimu, tentu saja lariku tak bakalan bisa menangkan kau"

"Makan si kuda lebih banyak darimu, kepalanya juga lebih gedean dari pada dirimu mengapa larinya justru lebih cepat dari pada kau?"

"Aku bukan kuda dan kakiku cuma dua" Yan Jit segera tertawa. "Bukankah kau pernah bilang sekalipun sedang lari dengan satu kaki, orang lain jangan harap bisa menyusul dirimu!"

"Bukan kau yang kumaksudkan"

"Memangnya kau anggap orang lain tidak becus!"

"Tentu saja" Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang lalu katanya: "Mengapa, kau tidak berpaling untuk melihat sendiri?"

Begitu Kwik Tay lok berpaling dia lantas dibikin tertegun. Tiba-tiba dia menjumpai ada seseorang berdiri ditengah jalan sana. Jalanan itu putih, sedangkan orang itu hitam. Manusia berbaju hitam yang bersembunyi di belakang pintu warung obat tadi, ternyata saat itu sudah menyusul sampai di sana. Kwik Tay lok tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian berkata: "Sungguh tak kusangka bocah keparat ini bisa berlari dengan begini cepatnya"

"Jangankan kau cuma memakai sebuah kaki saja, tampaknya sekalipun kau lari dengan memakai tiga buah kakipun, dia tetap akan mampu mengikuti dirimu, percaya tidak?"

"Aku percaya!" Yan Jit memandang ke arahnya, sinar mata itu penuh dengan makna senyuman. Dia memang seorang yang menyenangkan, yang paling menyenangkan adalah keberaniannya untuk mengakui kesalahan yang telah dilakukannya. Oleh karena itu, kendatipun tak sedikit kesalahan yang pernah dilakukannya, dia masih tetap merupakan lelaki yang menyenangkan.  "Ketika tak mampu meninggalkan kejarannya, itu berarti kita tak boleh pulang ke rumah!"

"Benar!"

"Tapi kalau tidak pulang, kita harus ke mana?"

"Tiada tempat yang bisa kita kunjungi." Tapi kemudian sambil mengerdipkan matanya mendadak ia tertawa, katanya lebih jauh: "Kau masih ingat dengan apa yang kau ucapkan tadi?"

"Apa yang pernah kukatakan?".

"Kau bilang, sekalipun dia benar-benar mampu menyusulku, akupun masih bisa meniupnya pergi."

"Aaah, masakah kau memiliki kemampuan sebesar itu? seru Yan Jit sambil tertawa. "Tentu saja."

"Dengan cara apa kau hendak meniupnya pergi."

"Dengan kepalanku." Tiba-tiba ia membalikkan badannya dan berjalan mendekati orang berbaju hitam itu. Orang berbaju hitam itu berdiri ditengah jalan sambil mengawasi dengan tenang. "Hebat benar orang ini, sungguh pandai ia mengendalikan diri."

Habis kesabaran Kwik Tay lok, pelan-pelan dia berjalan ke depan sementara hatinya sedang berputar, dia sedang mempertimbangkan untuk membuka mulut lebih dulukah atau menggerakkan kepalannya? Siapa tahu, orang berbaju hitam itupun tak sanggup mengendalikan diri, sambil putar badan ia lantas kabur meninggalkan tempat itu. Kwik Tay lok juga tak sanggup mengendalikan diri, dia mengerahkan tenaga dan mengejar dari belakang. Mendadak ia menemukan bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki berbaju hitam itu tidak berada di bawah Yan Jit, sekalipun ia mempunyai tiga buah kaki juga, belum tentu dapat menyusulnya, terpaksa dengan suara lantang teriaknya: "Sobat, tunggu sebentar, aku hendak berbicara denganmu!" Tapi orang berbaju hitam itu justru tidak menunggu, dia malahan lari semakin cepat. Kwik Tay lok menjadi naik darah, segera teriaknya keras-keras: "Hei, apakah kau tuli?" Tiba-tiba orang berbaju hitam itu berpaling dan tertawa, sahutnya: "Benar, aku memang tuli sekali, apa yang kau ucapkan tak sepatah katapun yang kudengar" Agaknya untuk membuat berkobarnya amarah Kwik Tay lok. Siapa saja yang berhasrat untuk membuat Kwik Tay lok marah hal ini bisa dilakukannya secara gampang, sebab dia memang seseorang yang gampang menjadi marah. Begitu amarahnya berkobar, ia lantas mengejar dengan kencang. Tadi, sebenarnya orang berbaju hitam itu yang menguntil mereka, tapi sekarang justru dia menguntil orang berbaju hitam itu.

Terpaksa Yan Jit harus mengiringinya untuk turut mengejar ke depan.... Di tepi jalan situ terdapat sebuah hutan yang tertimbun salju, dibalik hutan ternyata ada cahaya lampu. Orang berbaju hitam itu segera berkelebat lewat didalam hutan tadi, kemudian tubuhnya lenyap tak berbekas. Cahaya lampu masih bersinar terang di situ. Cahaya lampu itu memancar keluar dari balik sebuah rumah, ternyata orang berbaju hitam itu menerjang masuk ke dalam rumah itu. Sambil menggigit bibir, Kwik Tay lok berseru dengan gemas: "Tunggulah aku di luar, akan kuperiksa rumah itu." Yan Jit tidak berbicara, diapun tidak menahan pemuda itu. Apabila Kwik Tay lok sudah berniat untuk melakukan sesuatu, pada hakekatnya tak seorangpun yang sanggup untuk menghalanginya. Sekalipun dia ingin terjun ke sungai, Yan Jit terpaksa harus menemaninya juga. Pintu rumah dimana cahaya lentera itu berasal berada dalam keadaan terbuka lebar. Ketika Kwik Tay-lok menyerbu masuk ke dalam pintu rumah, kembali ia bikin tertegun. Didalam ruangan itu tampak sebuah perapian, disamping perapian duduk seorang perempuan

yang berwajah cantik. Ternyata perempuan itu adalah Wi hujin. Ketika menjumpai Kwik Tay-lok, sedikitpun ia tidak merasa heran atau kaget, malah ujarnya sambil tersenyum: "Udara di luar sana tentu sangat dingin, mengapa kalian berdua tidak masuk untuk menghangatkan badan" Tampaknya kehadirannya di sana adalah khusus untuk menantikan kedatangan kedua orang

itu.

00000000

Selain dia, dalam ruangan itu masih ada seseorang, itulah si orang berbaju hitam. Begitu melihat kehadiran orang itu di sana, api kemarahan dalam hati Kwik Tay-lok kontan saja berkobar, tak tahan dia menyerbu masuk seraya berteriak keras:

"Mengapa kau selalu menguntil di belakangku?" Orang berbaju hitam itu mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian menjawab: "Aku yang sedang menguntilmu? Atau kau yang sedang menguntil diriku?" Mencorong sinar bening dari balik matanya, "Tentu saja kau yang sedang menguntil diriku!" sahut Kwik Tay-lok. Kembali orang berbaju hitam itu tertawa. "Tahukah kau tempat manakah ini?"

"Tidak!"

"Kalau begitu kuberitahukan kepadamu, tempat ini adalah rumahku"

"Rumahmu?"

"Yaa, betul!" jawab orang berbaju hitam itu sambil tertawa, "andaikata kau tidak menguntilku, mengapa kalian bisa sampai didalam rumahku?" Kwik Tay-lok jadi tertegun. Tiba-tiba ia merasakan bahwa sinar mata orang berbaju hitam itu bukan saja amat jeli, senyumannyapun sangat manis. Ternyata orang berbaju hitam itu adalah seorang gadis yang memakai baju hitam, lagi pula usianya paling banter sekitar enam tujuh belas tahunan. Dalam keadaan begini sekalipun Kwik Tay-lok memiliki banyak alasan juga percuma saja sebab dia tak mampu untuk mengucapkan sepatah katapun. Sambil tertawa Wi hujin lantas berkata: "Toh kalian berdua sudah sampai di sini mengapa tidak duduk lebih dulu? Silahkan masuk, silahkan masuk!" Disamping perapian terdapat dua buah bangku. Yan Jit segera duduk lalu katanya tiba-tiba sambil tertawa: "Agaknya kau sudah menduga kalau kami bakal datang kemari, maka kau sengaja menunggu kami di sini?" Wi hujin tersenyum. "Kalian ingin pergi, aku tak bisa menahannya, kalian mau datang, akupun tak bisa menolaknya"

"Bila kami akan pergi juga sekarang?" tanya Yan Jit. "Akupun masih tetap dengan perkataan yang lalu"

"Perkataan apa"

"Tidak menghantar, tidak menghantar!"

"Tapi kau masih akan menyuruh adik kecil itu untuk menguntil di belakang kami?" Nona berbaju hitam itu segera melotot: "Siapa yang sedang menguntil kalian?" protesnya, "toh jalanan itu bukan milik kalian, kalau kalian boleh melewati jalan itu, mengapa aku tak boleh? kalian saja boleh seenaknya saja menyerbu ke rumahku, memangnya aku tak boleh mengambil jalan yang sama dengan kalian?"

"Oooh rupanya kau hanya secara kebetulan saja mengambil jalan yang sama dengan kami" jengek Yan Jit tertawa dingin. "Tepat sekali!"

"Wah, kalau begitu sungguh amat kebetulan" Wi hujin tertawa ewa, katanya: "Bila usiamu sudah agak meningkat nanti, kau akan segera mengetahui kalau kejadian yang kebetulan memang tak sedikit jumlahnya.."

"Kalau begitu kau sudah bertekad untuk menemukan kembali Lim Tay peng dari tangan kami?"

"Soal itu mah harus dilihat dulu apakah kalian tahu kemana perginya atau tidak" sahut Wi hujin sambil tertawa. Seandainya kami tahu?"

"Asal kalian tahu, maka cepat atau lambat akupun bakal tahu juga" Tiba-tiba Yan Jit mengedipkan matanya kepada Kwik Tay-lok, kemudian ujarnya: "Andaikata kaki seseorang sudah dibelenggu dengan tali, dapatkah ia menguntil orang lagi?"

"Agaknya tak bisa" jawab Kwik Tay-lok. "Tepat sekali jawabanmu itu!" Mendadak dari sakunya meluncur keluar seutas tali dan secepat kilat menyambar kaki si nona berbaju hitam itu. Ibaratnya seekor ular, tali tersebut dengan cepat dan tepat bahkan seakan-akan mempunyai mata meluncur ke muka. Asal dia sudah melancarkan serangan dengan talinya, jarang sekali ada orang yang mampu menghindarkan diri. Sesungguhnya nona berbaju hitam itu sama sekali tidak berkelit, sebab tali itu sudah berada ditangan Wi hujin. Tangannya pelan-pelan di ulurkan ke depan, tapi kenyataannya meski gerak tali itu cepatnya luar biasa, tapi entah mengapa tahu-tahu sudah berada dalam genggamannya. Yan Jit segera menarik dengan sepenuh tenaga, dia bermaksud untuk menarik kembali talinya. Wi hujin sama sekali tidak menggunakan tenaga, tapi entah mengapa, tahu-tahu tali itu sudah berada di tangannya. Paras muka Yan Jit berubah hebat, hanya seorang yang tahu apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi, dia hanya merasakan dari balik tali itu muncul segulung tenaga yang aneh sekali, sedemikian dahsyatnya tenaga serangan tersebut, membuat separuh badannya sampai kini masih terasa kesemutan. Selama hidup, ia belum percaya kalau di dunia ini terdapat tenaga dalam yang begitu dahsyatnya, tapi sekarang, mau tak mau ia harus  mempercayainya. Sambil tersenyum Wi-hujin lantas berkata: "Padahal, sekalipun kau benar-benar hendak membelenggu sepasang kakinya juga percuma" Yan Jit termenung beberapa saat lamanya, kemudian dia menghela napas panjang. "Yaa, memang percuma"

"Paling tidak, kau harus membelenggu sepasang kakiku lebih dulu"

"Benar!"

"Tapi aku berani menjamin, mungkin di dunia ini tak ada seorang manusiapun yang sanggup membelenggu kakiku" kata Wi hujin sambil tertawa lebar. "Aku mempercayainya" Tiba-tiba ia tertawa, lalu katanya pula: "Tapi akupun dapat membuktikan sesuatu kepadamu"

"Membuktikan apa?"

"Walaupun aku tak sanggup untuk membelenggu kaki kalian, tapi masih sanggup untuk membelenggu kaki orang lain, asal kaki orang ini sudah dibelenggu maka sekalipun, kalian mempunyai kemampuan yang bagaimana hebatpun, jangan harap bisa mendapat tahu tentang jejak Lim Tay peng...."

"Kau berencana untuk membelenggu kaki siapa?" tanya Wi hujin sambil tertawa. "Kakiku sendiri!" Bagaimanapun tak becusnya seseorang, paling tidak ia dapat membelenggu kaki sendiri dan hal tersebut merupakan suatu hal yang tak dapat diragukan lagi. Yan Jit telah membelenggu kakinya sendiri. Dalam sakunya masih terdapat banyak sekali tali. Dia seakan-akan gemar menggunakan tali sebagai senjatanya. Wi hujin juga kelihatan agak tertegun, tapi sesudah tertegun beberapa saat lamanya dia baru tertawa lebar, sahutnya: "Benar, cara ini memang merupakan sebuah cara yang sangat baik, bahkan akupun mau tak

mau harus mengakui bahwa cara ini memang merupakan sebuah cara yang sangat baik."

"Terlalu memuji!"

"Seandainya kau membelenggu dirimu sendiri ditempat ini, aku memang tak akan mampu untuk menemukan kembali jejak Lim Tay-peng?"

"Aku tak perlu membelenggu kakiku sendiri" kata Kwik Tay lok, "kakiku seperti juga dengan kakinya"

"Jadi kalau begitu, kau sudah bertekad untuk tidak pergi dari sini?"

"Agaknya memang begitu"

"Sebenarnya aku telah bersiap-siap untuk membelenggu kalian dengan tali kemudian memaksa kalian untuk mengatakan jejak Lim Tay-peng, sebelum kalian berbicara, aku tak akan melepaskan kalian pergi" Setelah berhenti sebentar, dia menghela napas panjang, lalu terusnya sambil tertawa getir: "Siapa tahu kalian telah membelenggu diri sendiri"

"Inilah yang dinamakan siapa turun tangan lebih dulu, dialah yang lebih tangguh" kata Kwik Tay lok tertawa. "Sayang sekali yang bakal mendapat musibah juga bukan aku, melainkan diri kalian"

"Oya?"

"Tentu saja kalian tak akan mengendon sepanjang hidup ditempat ini bukan?"

"Siapa tahu begitu?" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. Setelah memperhatikan sakejap sekeliling tempat itu, katanya lagi seraya tersenyum: "Tempat ini mana hangat, sedap, nyaman lagi, paling tidak jauh lebih nyaman dari pada tempat bobrok kami itu?" Mencorong sinar tajam dari balik mata Wi hujin setelah mendengar perkataan itu, serunya: "Jadi kalian tinggal di sebuah rumah bobrok?"

"Kau tak usah mencoba untuk memancing rahasia apa-apa dari mulutku, tidak sedikit rumah bobrok yang ada di dunia ini, jika kau ingin mencarinya satu demi satu, maka sampai masuk liang kuburpun belum tentu pekerjaanmu itu sudah selesai."

Wi hujin segera menghela napas panjang: "Aaai ....aku hanya merasa sedikit keheranan"

"Apa yang kau herankan?"

"Sejak kecil Lim Tay-peng sudah terbiasa dimanja, kenapa ia bisa tahan untuk hidup di dalam sebuah rumah bobrok?"

"Karena didalam rumah bobrok kami itu, terdapat semacam benda yang tak akan didapatkan di tempat lain"

"Ditempat kalian sana ada apanya?"

"Teman!" Asal ada teman, sekalipun tinggal dirumah yang lebih miskin dan lebih bobrokpun juga tak mengapa. Sebab asal di sana ada teman, di situ pula ada kehangatan dan kegembiraan. Tempat yang tak ada temannya, meski di seantero lantai penuh dengan emas permata, dalam pandangan mereka tidak lebih hanya sebuah penjara yang terbuat dari emas. Wi hujin kembali termenung sampai lama sekali, akhirnya dia menghela napas panjang, katanya: "Tampaknya, walaupun kalian agak mengherankan, sesungguhnya cukup bersetia kawan."

"Yaa, paling tidak kami tak akan menghianati kawan!" kata Kwik Tay-lok. "Apakah sampai kapanpun kalian tak akan menghianati teman?" tanya Wi hujin lagi. Kwik Tay-lok mengangguk. Wi hujin kembali tertawa, katanya riang: "Baik, akan kulihat, kalian bisa menunggu sampai kapan?" Fajar telah menyingsing, langitpun menjadi terang. Di atas meja dihidangkan pelbagai aneka kueh dan santapan yang lezat, semuanya membangkitkan selera makan orang saja. Bersantap, bukan saja merupakan kenikmatan, juga merupakan suatu seni. Wi hujin pandai sekali mencari kenikmatan hidup, juga mengerti tentang seni memasak. Waktu makan, dia makan amat lamban, makan dengan indahnya. Entah apapun yang sedang dia makan, selalu bisa menimbulkan kesan bahwa makanan yang sedang dimakannya itu lezat sekali. Apa lagi semua hidangan tersebut pada hakekatnya memang merupakan hidangan yang paling lezat. Kalau baunya saja sudah sedap, apalagi kalau dimakan tentu enaknya bukan kepalang. Kwik Tay-lok sudah tidak tahan dan diam-diam menelan air liur. Bila pengaruh arak sudah hilang, biasanya perut akan terasa lebih cepat laparnya. Sambil menahan lapar, harus menyaksikan orang lain berpesta pora, siksaan semacam ini

pada hakekatnya jauh lebih menderita daripada siksaan apapun jua. Tiba-tiba Kwik Tay lok berteriak keras: "Aaai.... masa tuan rumah makan sendiri, membiarkan tamunya menahan lapar sambil menonton orang makan, macam beginikah perlakuan dari seorang tuan rumah?" Wi hujin manggut-manggut. "Yaa, ini memang bukan cara melayani tamu yang baik, tapi benarkah kalian adalah tamu-tamuku?" Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian sambil menghela napas dia tertawa getir. "Bukan!"

"Inginkah kalian menjadi tamuku?"

"Tidak!"

"Kenapa? Demi Lim Tay-peng" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, sahutnya: "Aaai.... siapa suruh dia adalah sahabat kami!"

"Walaupun kalian cukup setia kawan, tapi kalianpun cukup goblok!" kata Wi hujin sambil tertawa. "Oya?"

"Hingga kini, kalian masih belum bertanya kepadaku, mengapa aku hendak mencari Lim Tay-peng.."

"Kami merasa tak perlu bertanya!"

"Kenapa tidak perlu? Darimana kalian bisa tahu aku bermaksud baik atau bermaksud jahat kepadanya? Siapa tahu aku hendak mencarinya karena ingin memberi sedikit barang kepadanya?"

"Aku hanya tahu akan satu hal, bila dia tak ingin berjumpa denganmu, kamipun tak akan membiarkan kau menemukan dirinya, entah maksud baik atau jahat, kedua- duanya adalah sama saja!"

"Darimana kau bisa tahu dia tidak bersedia menjumpai diriku?" tanya Wi hujin lagi. "Sebab kau mencarinya dengan terlampau tergesa-gesa, seperti mengandung satu maksud yang tidak baik, kalau tidak, seharusnya kau biarkan aku pulang dan memberitahukan hal ini kepadanya, kemudian suruh dia yang datang mencarimu" Wi hujin segera tertawa, katanya: "Tampaknya kalian tidak bodoh, cuma ada sedikit bodoh"

"Oya?"

"Andaikata kalian takut dikuntil secara diam-diam olehku sehingga tak berani pulang, janganlah pulang, kalian toh masih bisa pergi ke tempat lain? Buat apa musti mengikat diri ditempat ini?" Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu serunya kepada Yan Jit: "Agaknya apa yang dia ucapkan memang masuk diakal juga, mengapa kita belum juga pergi dari sini?" "Sebab saat ini, aku sudah tak akan membiarkan kalian pergi lagi!" kata Wi hujin dengan cepat. "Kau sendiri kan pernah bilang, setiap saat aku boleh pergi meninggalkan tempat ini?"

"Tapi sekarang aku telah berubah pikiran" Sesudah tertawa, lanjutnya: "Kau toh juga tahu, perempuan itu suka berubah-ubah pikiran setiap waktu!" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang. "Aaaai, andaikata kau bukan seorang perempuan, hal ini lebih baik lagi"

"Apanya yang baik?" Sambil memandang Sio-may dan kueh-kueh kecil lainnya di meja sahut Kwik Tay-lok: "Jika kau ini seorang lelaki, paling tidak aku bisa tebalkan muka untuk merampas makanan milikmu itu"

"Kenapa kau tidak menganggap saja diriku sebagai seorang lelaki?" tantang Wi hujin sambil tersenyum. Kwik Tay-lok segera berpaling ke arah Yan Jit, sedang Yan Jit mengerdipkan matanya. Terdengar Wi hujin berkata lagi: "Tak ada salahnya kalau kalian berdua ingin maju bersama" Yan Jit segera tertawa. "Kulit mukaku masih belum setebal mukanya, lebih baik biar dia saja yang turun tangan seorang diri". Kwik Tay lok segera menghela napas panjang, katanya: "Bila seseorang sudah kelaparan setengah mati, sekalipun tak ingin menebalkan mukanya juga tak bisa?" Mendadak tubuhnya meluncur ke depan dan menubruk ke atas meja yang penuh dengan hidangan itu. Ke sepuluh jari tangannya di pentangkan bagaikan kuku garuda, ternyata yang dipergunakan pemuda itu adalah jurus Hui-eng-poh-toh (elang terbang menyambar kelinci) dari ilmu Eng-jiau-

kang yang sangat lihay itu. Menggunakan jurus elang terbang menerkam kelinci untuk merebut siomay dari atas meja,

sebenarnya kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang menggelikan sekali. Tapi, bila seseorang sudah kelaparan sekalipun perbuatan yang lebih menggelikan juga bisa dilakukannya. Wi hujin segera tertawa, katanya: "Aku lihat ilmu Eng-jiau-kang yang kau miliki termasuk lumayan juga....". Sekalipun mulutnya bercakap-cakap dengan santai, namun sepasang supit di tangannya mendadak menotok ke muka dengan cepatnya. Supit yang digunakan adalah supit perak yang halus, supit semacam ini biasanya akan patah jika terbentur. Dengan cepat supit itu menotok pelan di atas jari tengah tangan kanan Kwik Tay-lok.

Supit itu ternyata tidak putus. Sebaliknya tubuh Kwik Tay-lok bagaikan layang-layang putus benang, mendadak ia terjatuh

dari tengah udara dan sebentar lagi agaknya akan segera menjatuhi hidangan di meja. Mendadak sumpit ditangan Wi hujin itu secepat kilat menjepit ke arah pinggangnya, dengan begitu seluruh bobot badannya terjatuh di atas sumpit yang terbentur sedikit saja akan patah itu. Ternyata sumpit itu belum juga patah. Tangan Wi hujin masih berhenti ditengah udara dan menjepit tubuhnya dengan sepasang sumpit itu, persis seperti lagi menyumpit seekor udang bago. Yan Jit menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian itu. Sambil tersenyum Wi hujin segera berkata: "0h. . . . begini besarnya sio-may cukup kenyang untuk isi perutmu seharian penuh" Begitu selesai berkata, tubuh Kwik Tay lok sudah melayang ke atas tubuh Yan Jit. Yan Jit ingin menerima tubuhnya, tapi tak sanggup, kedua orang itu segera saling bertubrukan dan sama-sama terguling ke arah tanah. Lewat lama sekali Kwik Tay lok belum juga merangkak bangun, ia hanya bisa memandang kewajah Wi hujin dengan sepasang mata terbelalak lebar-lebar. Dia seakan-akan dibuat tertegun oleh kejadian tersebut. Mendadak Yan Jit bertanya: "Tahukah kau jurus apa yang barusan dia pergunakan itu?" Kwik Tay-lok segera menggeleng. "Kau toh mengerti ilmu Eng-jiau-kang?" seru Yan Jit, "seharusnya kau juga tahu bukan kalau dalam ilmu tersebut terdapat satu jurus serangan yang dinamakan Lo eng cua ki (elang tua menyambar ayam)?" Kwik Tay lok manggut-manggut. Yan Jit segera tertawa, serunya: "Jurus serangan yang barusan ia pergunakan itu adalah perubahan dari jurus elang tua menyambar ayam yang diberi nama Kuay-cu sia-ki dengan sumpit ayam!"

"Sebetulnya aku ini ayam atau siomay?"

"Sudah pasti siomay isi daging ayam!"

"Sungguh tak kusangka persoalan yang kau ketahui tak sedikit jumlahnya" seru Kwik Tay-lok pula sambil tertawa. Mendadak tubuhnya meluncur ke depan dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya. Kali ini dia tidak mencomot ke atas meja, melainkan menerobos ke kolong meja. Wi-hujin sedang mendengarkan pembicaraan mereka sambil tersenyum, seakan-akan merasa tertarik sekali. Agaknya dia tidak menyangka kalau Kwik Tay-lok akan menyusup maju lagi ke depan,

sementara masih bercakap-cakap, lebih tidak menyangka lagi kalau orang itu bakal menerobos kekolong meja. Dikolong meja tak akan dijumpai hidangan lezat, tapi mau apa dia menerobos ke bawah. Ingin mencari tulang? Tanpa terasa Wi hujin menjadi agak keheranan, tapi saat itulah mendadak hidangan yang berada di meja itu berlompatan ke tengah udara.

Jilid 14

YAN JIT segera mengayunkan tangannya ke depan, tali yang sebetulnya digunakan untuk membelenggu kakinya itu mendadak meluncur ke depan bagaikan seekor ular berbisa, kemudian sekali menggulung, ke tujuh delapan macam hidangan yang terlempar ke udara itu sudah digulungnya... Sementara itu Kwik Tay lok juga sudah menyusup keluar dari dasar kolong meja.

 Yan Jit segera lepaskan tangannya, ada tiga empat macam hidangan segera meluncur kebawah, dengan cepat Kwik Tay-lok menyambut dua tiga buah diantaranya, sementara mulut pun dibuka lebar-lebar untuk menyambut jatuhnya, sebiji siomay.

Walaupun beberapa macam gerakan ini tidak dilakukan dengan suatu kepandaian silat yang luar biasa, namun kerja sama mereka benar-benar dilakukan amat jitu dan bagus, pada hakekatnya membuat orang merasa kagum saja. Wi hujin ternyata juga turut menghela napas, katanya: "Setelah menyaksikan kepandaian kalian berdua, sekalipun harus kuberi sedikit makanan

kepada kalian, itupun tidak rugi." Dalam dua tiga kali gigitan saja ia sudah menghabiskan sebiji siomay, lalu katanya sambil tertawa: "Aku lihat agaknya kau masih punya sedikit liang sim....." Ketika ia mulai makan siomay yang ke dua, Yan Jit juga telah menghabiskan sebiji bakpao. Bisa makan sebiji bakpao dalam keadaan seperti ini sesungguhnya bukan terhitung suatu pekerjaan yang gampang, maka rasanya tentu saja luar biasa sedapnya. Sambil tertawa Yan Jit lantas berkata: "Bakpao ini benar-benar sedap sekali, entah isinya terbuat dari apa?" Wi hujin segera tersenyum, sahutnya:  "Biasanya ada dua macam isi yang dipakai untuk isi bakpao dan siomay ....!"

"Macam apa saja itu?"

"Yang semacam adalah terbuat dari daging babi yang diberi udang!"

"Sedang yang lain memakai daging apa?!"

"Daging tikus, bangkai tikus!" Daging tikus memang bisa dimakan, tapi daging bangkai tikus tak bisa dimakan, siapa

memakannya, tentu akan mampus. Bakpao yang dimakan Kwik Tay-lok seakan-akan terhenti di tenggorokan dan tak mampu ditelan lagi.. Sebetulnya dia ingin bertanya, bakpao yang dimakannya itu terbuat dari daging apa, tapi sekarang ia tak perlu bertanya lagi. Mendadak ia merasakan ke empat anggota badannya menjadi lemas dan kepalanya mulai terasa pusing. Ketika berpaling ke arah Yan Jit, dilihatnya paras muka rekannya juga telah berubah menjadi kelabu, bahkan makin lama semakin menghitam pekat. Wi hujin masih saja tersenyum. Baru saja Kwik Tay-lok ingin menerjang ke depan, mendadak ia merasa perempuan itu seakan-akan berada ditempat yang jauh sekali, selembar wajahnya itu makin lama semakin bertambah buram, makin lama semakin tak kelihatan. Dia hanya merasakan Yan Jit menerjang ke hadapannya dan memeluknya erat-erat, lalu

terdengar ia berbisik: "Sebelum mati, aku mempunyai sebuah rahasia yang ingin kuberi tahukan kepadamu"

"Raaa ....rahasia apa?" Belum sempat dia mengutarakan rahasianya, tahu-tahu iapun turut roboh ke tanah. Dalam keadaan begini, sekalipun dia telah mengucapkan rahasianya, Kwik Tay-lok juga tak akan bisa mendengar lagi. Manusia mati karena harta, burung mati karena makanan. Ucapan ini ternyata kurang tepat. Ada sementara orang yang sama sekali acuh terhadap harta kekayaan, mereka enggan bekerja keras demi uang, tapi seringkali mati demi makanan.... Apakah kau merasa bahwa cara kematian semacam ini penasaran sekali? Bila kau sudah kelaparan setengah mati, mungkin kaupun akan merasa bahwa lebih, baik mati daripada menahan lapar. Tapi mengapa mereka bisa kelaparan? Tentu saja karena teman. "Orang yang mati karena teman, dia tak akan dijebloskan ke dalam neraka" Tapi bila teman-teman mereka berada di dalam neraka, mungkin mereka lebih suka hidup dineraka dari pada masuk ke sorga. Tiada manusia yang bisa terlepas dari kematian. Mati, sesungguhnya boleh dianggap sebagai suatu kejadian yang amat menakutkan. Maksudnya kau sudah habis, sudah lenyap, tak akan memiliki perasaan lagi, tak akan memiliki harapan, badan kasarmu dengan cepat akan membusuk, namamu dengan cepat akan terlupakan

orang.. Di dunia ini masih ada kejadian apa lagi yang lebih menakutkan daripada kematian? Bila sudah mati harus masuk neraka, tentu saja kejadian ini lebih menakutkan lagi. Tapi macam apakah neraka itu ? Tak seorangpun yang tahu. Tempat itu tentu sangat gelap, sangat gelap sekali... Gelap yang luar biasa menyelimuti seluruh tempat. Demikian gelapnya membuat kau bukan saja tak dapat melihat orang lain, juga tak bisa melihat diri sendiri.. Kwik Tay-lok yang ingin melihat diri sendiripun tak mampu melihatnya. Dia hanya merasakan sepasang matanya, terpentang lebar-lebar. Tapi berada dimanakah dia sekarang?, masihkah hidup? Ataukah sudah mati? Ternyata dia tidak tahu.. "Tidak tahu" itu sendiri sebenarnya adalah suatu kengerian... mungkin suatu kengerian buat umat manusia. Umat manusia takut dengan kematian bukankah dikarenakan mereka tidak tahu macam apakah kematian itu? Kwik Tay-lok mau tak mau merasa amat seram, hampir saja merasa ketakutan sehingga tak mampu bergerak lagi. Takut sebenarnya merupakan suatu perasaan yang selamanya tak akan mampu dikendalikan oleh manusia. Lewat lama sekali, Kwik Tay-lok baru mendengar dari sisi tubuhnya seakan-akan ada orang sedang bernapas.

Tapi benarkah manusia yang sedang bernapas? Ia sama sekali tidak tahu....! Dalam kegelapan malam semacam ini, siapapun tak akan mempercayai diri sendiri. Untung saja dia masih percaya akan satu hal. Dikala masih hidupnya Yan Jit berada bersamanya, setelah matipun dia tetap akan berada bersamanya. Ada sementara teman yang seakan-akan tak bisa berpisah lagi untuk selamanya, entah masih hidup ataupun setelah mati. Maka sambil memberanikan diri, Kwik Tay-lok lantas menegur dengan suara lirih: "Yan Jit... kaukah di situ?" Lewat beberapa saat kemudian, dari balik kegelapan baru terdengar seseorang menjawab dengan lirih: "Siau-Kwik kah di situ?" Akhirnya Kwik Tay-lok dapat menghembuskan napas lega. Asal ada teman yang bersamanya, entah mati atau hidup tidak menjadi soal baginya. Tubuhnya mulai bergeser ke arah sana, akhirnya dia berhasil meraba sebuah tangan, sebuah tangan yang dingin bagaikan es: "Tanganmukah itu?" Kwik Tay lok segera bertanya. Tangan itu bergerak dan segera menggenggam tangan Kwik Tay-lok kencang-kencang. Menyusul kemudian terdengar suara Yan Jit bertanya lagi dengan lemah dan lirih: "Dimanakah kita berada sekarang?"

"Entah!"

"Apakah kita masih hidup?"

"Entah!" sahut Kwik Tay lok sambil menghela napas. Yan Jit juga menghela napas. "Kelihatannya sewaktu masih hidup kau menjadi orang tolol, setelah matipun menjadi setan tolol" keluhnya. Kwih Tay-lok segera tertawa, sahutnya: "Tampaknya semasa masih hidup kau suka menyindir aku, sudah matipun masih suka menyindirku" Yan Jit tidak berbicara lagi, dia hanya memegang tangan Kwik Tay lok semakin kencang.. Di hari-hari biasa dia adalah seseorang yang keras kepala dan pemberani, tapi sekarang tampaknya dia ingin menggantungkan diri pada Kwik Tay-lok. Mungkin saja sebenarnya dia ingin menggantungkan diri pada Kwik Tay-lok, cuma dihari biasa selalu berusaha mengendalikan dirinya.... bila seseorang sudah mencapai pada keadaan yang benar-benar ketakutan, perasaan tersebut baru benar-benar akan terpancar keluar. Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia bertanya lagi. "Coba tebak apa yang paling ingin kuketahui sekarang?"

"Ingin tahu kita berada dimana sekarang?" seru Yan Jit. "Bukan !"

"Ingin tahu sebenarnya kita masih hidup atau sudah mati?"

"Juga bukan!" Yan Jit segera menghela napas panjang: "Sekarang aku belum punya kegembiraan untuk bermain tebak-tebakan denganmu, lebih baik katakan saja sendiri"

"Aku sangat ingin mengetahui rahasiamu"

"Aku...? Aku punya rahasia apa?"

"Sebelum mati tadi, bukankah kau hendak memberitahukan rahasiamu kepadaku?" Mendadak Yan Jit menarik tangannya dan termenung, sampai lama sekali dia baru berkata sambil tertawa. "Sampai sekarang kau masih belum melupakannya?" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Entah masih hidup atau sudah mati, aku tak akan melupakannya" Kembali Yan Jit termenung lama sekali, kemudian baru berkata: "Tapi sekarang aku tak ingin memberitahukan soal itu kepadamu"

oooo(O)oooo

KEMATIAN TAK AKAN TERHINDAR

"KENAPA?" seru Kwik Tay lok penasaran.. "Tidak karena apa-apa, cuma...cuma..." Belum lagi dia menyelesaikan kata-katanya, dari kegelapan yang mencekam sekeliling mereka itu mendadak terbentik setitik cahaya api berwarna hijau yang sangat mengerikan. Itulah api setan! Di bawah cahaya api setan yang berwarna hijau, seakan-akan berdiri sesosok bayangan manusia. Mungkin saja bukan bayangan manusia, melainkan bayangan setan. Ia berada di situ seakan-akan tidak menginjak tanah. Ia seperti sedang melayang-layang diudara. Tak tahan lagi Kwik Tay-lok segera membentak: "Kau ini manusia atau setan?" Tiada Jawaban, entah manusia atau bayangan setan, tiba-tiba dia melayang kembali kedepan. Entah dia orang baik atau setan, pokoknya itulah satu-satunya titik cahaya ditengah kegelapan yang mencekam. Asal ada setitik cahaya, kan lebih baik dari pada ditengah kegelapan.... "Kau masih bisa berjalan?" tanya Kwik Tay lok dengan suara dalam. "Bisa!"

"Bagaimana kalau kita kejar bayangan tadi?" Yan Jit segera menghela napas panjang: "Aaai.. bagaimanapun juga aku rasa suasana disana tak akan sejelek keadaan di sini" Api setan masih melayang-layang di depan sana, seakan-akan sengaja sedang menantikan mereka. Kwik Tay lok telah menemukan tangan Yan Jit, sambil menggenggamnya erat-erat katanya:  "Peganglah tanganku kencang-kencang, jangan terlepas, entah baik atau buruk, kita harus berada bersama sama..." Tenaga yang mereka miliki masih merasa agak kaku. Tapi bagaimanapun juga mereka sudah dapat berdiri, berjalan mengikuti di belakang api setan itu. Di depan sana terdapat apa? Sorga lokakah? Atau neraka? Mereka tidak tahu, merekapun tak ambil perduli, sebab mereka bisa berjalan ke depan sambil bergandengan tangan. Menanti mereka merasa langkah kakinya makin lama semakin cepat, api setan di depan itupun sudah mempercepat pula langkahnya. Mendadak bagaikan kilatan cahaya bintang tahu-tahu api setan itu lenyap tak berbekas. Suasana di sekeliling tempat itu segera berubah menjadi gelap gulita. Disana tiada sinar, tiada pula suara. Yang bisa mereka dengar ketika itu hanya debaran jantung sendiri, debaran jantung yang kian lama kian bertambah cepat. Dua orang itu sama-sama merasakan telapak tangannya basah oleh peluh dingin. "Kau tak usah takut" kata Kwik Tay-lok, "seandainya kita benar-benar sudah mati, mengapa pula yang musti ditakuti?"

"Apabila bukan mati, kita lebih-lebih tak usah takut lagi" Bila seseorang menyuruh orang lain tak usah takut, biasanya dia sendiripun pasti merasa takut sekali. "Kita lanjutkan perjalanan ke depan? Ataukah mundur saja?" bisik Yan Jit kemudian. "Apakah kita adalah orang yang suka mundur?"

"Baik, entah baik atau jelek, kita harus maju ke depan lebih dulu...!" Mereka berdua makin kencang bergandengan tangan, dengan langkah lebar maju ke depan. Mendadak terdengar suara bentakan keras menggelegar dari depan sana. "Berhenti!"

Begitu suara bentakan itu menggelegar, tiba-tiba dari kegelapan muncul tujuh delapan titik api setan yang berkedip kedip.

Api hijau yang menyeramkan melayang-layang ditengah udara. Sekarang, mereka sudah melihat adanya sebuah meja pengadilan yang besar... besar sekali. Di atas meja itu tampak tempat pit serta tumpukan buku yang besar dan tebal. entah buku atau

bon? Seseorang duduk di belakang meja pengadilan sedang membalik-balik sebuah kitab besar. Mereka belum sempat melihat jelas wajah orang itu, hanya lamat-lamat seperti mempunyai jenggot yang panjang sekali dengan kepalanya mengenakan kopiah jaman kuno. "Bayangan setan tadipun berada di sisi meja pengadilan, masih saja tubuhnya bergelantungan tidak di udara juga tidak menginjak tanah, di tangannya seakan-akan membawa sebuah tanda encana yang amat besar sekali. Apakah itu yang dinamakan Lencana pencabut nyawa? Apakah tempat ini adalah pengadilan di akherat? Dan orang yang duduk di situ apakah Raja akherat? Mereka tidak tahu, siapapun belum pernah berkunjung ke akherat, dan siapapun belum pernah melihat raja akherat. Tapi mereka hanya merasakan semacam hawa setan yang menyeramkan seakan-akan menyelimuti sekeliling tempat itu, membuat bulu kuduk mereka pada bangun berdiri.. Raja akherat yang duduk di atas kursi kebesaran itu tiba-tiba berkata, suaranya dingin menyeramkan seperti membawa hawa setan yang menyeramkan: "Umur kedua orang ini belum habis, mengapa mereka datang kemari?"

"Sebab mereka melakukan pelanggaran!" jawab bayangan setan itu. "Pelanggaran apakah yang mereka lakukan?"

"Rakus!"

"Dosanya termasuk tingkat ke berapa?"

"Lelaki rakus tentu pencoleng, perempuan rakus tentu pelacur, dosa ini tertera di tingkat ketujuh, hukumannya dijatuhkan ke neraka tingkat ke tujuh, sepanjang masa tak akan makan kenyang" Mendadak Kwik Tay-lok berteriak keras: "Bicara bohong dosanya lebih besar lagi, dia harus dijebloskan ke dalam neraka pencabut lidah...." Raja akherat itu segera menggebrak meja sambil membentak: "Besar betul nyalimu, berani berbuat kurang ajar di sini?"

"Perduli kau manusia juga boleh, setan juga boleh, asal memfitnah diriku, aku tak akan berlaku sungkan-sungkan"

"Siapa yang memfitnahmu?"

"Kalau kau adalah raja akherat sungguhan tentunya kau lebih tahu" teriak Kwik Tay-lok. "Paling tidak kau harus tahu akan satu hal" teriak Yan Jit pula dengan suara keras. "Soal apa?"

"Perduli kau raja akherat sungguhan juga boleh, raja akherat gadungan juga boleh, jangan harap kau bisa menyelidiki jejak Lim Tay-peng dari mulut kami" Agaknya perkataan tersebut sebaliknya malah agak mengejutkan si raja akhirat itu, lewat lama sekali dia baru berkata dengan suara menyeramkan: "Sekalipun aku adalah raja akhirat gadungan, tapi kalian akan betul-betul mampus."

"Oya?."

"Setelah berada di sini, apakah kalian masih berharap akan pulang dengan selamat?" ejek Raja akhirat itu sambil tertawa dingin. "Ingin hidup atau tidak adalah satu masalah, berbicara atau tidak adalah masalah lain."

"Apakah kalian lebih suka mampus dari pada berbicara"

"Kalau tidak bicara yaa tidak bicara!"

"Baik!" kata raja akhirat itu sambil tertawa dingin. Begitu ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba semua cahaya api disitu lenyap tak berbekas, suasanapun berubah menjadi gelap gulita. Kwik Tay-lok segera menarik tangan Yan Jit dan menerjang maju ke depan. Baru saja mereka menerjang ke muka, ke dua orang itu segera roboh terjungkal. Meja pengadilan di depan sana lenyap tak berbekas, Raja akhirat ikut lenyap, setan-setan cilikpun punah sama sekali. Kecuali kegelapan, apapun tidak dijumpai di situ. Yang ada tinggal mereka berdua. Dua orang itu kalau bukan terlalu pintar, tentu saja terlalu bodoh. Di sebelah kiri adalah dinding batu, di sebelah kanan juga dinding batu, di depan dinding batu, di belakangpun dinding batu. Dinding-dinding batu itu semuanya lebih keras daripada baja. Akhirnya mereka menyadari bahwa tempat itu telah berubah menjadi sebuah ruang penjara batu yang kuat sekali. Maka sambil menahan sabar merekapun duduk di sana.

Lewat lama sekali, Kwik Tay-lok baru berkata sambil tertawa: "Apakah kau sudah mengetahui kalau raja akhirat itu adalah raja akhirat gadungan?"

"Tentu saja, raja akhirat itu sudah pasti adalah Wi-hujin!"

"Tapi Wi-hujin tidak berjenggot!"

"Jenggotnya juga palsu, segala sesuatunya palsu" Mendadak Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

"Haaahh...haaahhh... haaahhh... lucu benar orang itu, tak kusangka dia bisa menemukan cara bodoh semacam itu untuk menjebak kita berdua"

"Yaa, pada hakekatnya lucu sekali!" sambung Yan Jit sambil tertawa tergelak pula. Sekalipun mereka sedang tertawa, tapi suara tertawanya tak sedap didengar, bahkan jauh lebih tak sedap dari pada mendengar orang menangis tersedu. Sebab kejadian itu sesungguhnya tidak lucu, sedikitpun tidak lucu... Cara yang dipergunakanpun tidak bodoh. Bila kau makan sebiji bakpao yang beracun, tiba-tiba sekujur badannya terasa lemas tak bertenaga, kemudian kaupun menyaksikan wajah temanmu berubah menjadi hitam dan roboh terkapar di tanah, lalu jikalau kau sadar menemukan suatu tempat yang tidak diketahui, dan menyaksikan bayangan setan yang tidak menginjak tanah, melihat raja akhirat berkopiah kebesaran yang berjenggot besar di belakang meja pengadilan yang besar, apakah kau bisa menganggap kejadian ini sebagai sesuatu kejadian yang lucu atau menggelikan? Kwik Tay-lok tidak tertawa lagi, mendadak katanya setelah menghela napas panjang: "Sekalipun apa yang dilakukan menggelikan, tapi ucapannya tidak menggelikan"

"Perkataan apa?"

"Meskipun raja akhiratnya gadungan, tapi kita berarti sedang benar-benar menunggu kematian"

"Kau takut mati?"

"Yaa, rada takut?" sahut Kwik Tay-lok sambil menghela napas panjang. Mendadak tampak cahaya api berkilat, setumpuk benda bersinar keemas-emasan yang menyilaukan mata kelihatan muncul di depan mata. Itulah tumpukan emas murni. Di dunia ini jarang sekali ada orang yang pernah melihat tumpukan emas sebanyak ini. Dari balik kegelapan, kembali terdengar suara menyeramkan tadi berkumandang lagi. "Asal kalian bersedia mengaku terus terang, bukan saja segera kulepaskan kalian pergi

semua, tumpukan emas itupun menjadi milik kalian semua!" Mendadak Kwik Tay-lok melompat bangun sambil berteriak keras-keras. "Tidak bicara, tidak bicara, tidak bicara!" Dari kegelapan terdengar kembali suara helaan napas panjang, kemudian apapun tidak kelihatan dan apapun tidak terdengar. Kembali berapa saat telah lewat, tiba-tiba Yan Jit berkata. "Rupanya kau juga tidak takut!" Kwik Tay-lok menghela napas panjang. "Aaaai.... takutnya sih memang takut, cuma saja.... walaupun kita mati demi Lim Tay-peng, dia sendiri sama sekali tidak tahu, mungkin selamanya tidak tahu"

"Bila kau sudah bersedia melakukan perbuatan untuk teman, itu adalah urusanmu sendiri, pada hakekatnya temanmu tahu atau tidak, bukanlah suatu masalah yang penting"

"Sebenarnya aku masih khawatir tentang kau merasa kematianmu agak penasaran" kata Kwik Tay-lok sambil tertawa, "tidak kusangka ternyata kau lebih setia kawan daripada diriku" Yan Jit termenung beberapa saat lamanya, kemudian diapun menghela napas pula. "Aaaai.... mungkin aku masih belum cukup dikatakan setia kawan, cuma aku cukup memahami"

"Memahami apa?"

"Demi menemukan Lim Tay-peng, agaknya dia tidak sayang-sayangnya untuk mengorbankan segala sesuatu yang dimilikinya"

"Yaa, agaknya memang begitu"

"Seandainya dia tidak memiliki dendam kesumat yang dalam sekali dengan Lim Tay-peng, mengapa bersedia untuk mengorbankan segala sesuatunya?"

"Aku cuma heran, Lim Tay-peng tidak lebih hanya seorang anak kecil, kenapa dia bisa mengikat tali permusuhan yang begitu mendalam dengan dirinya?"

"Sudah pasti generasi yang lalu membuat permusuhan itu, demi membasmi rumput seakar-akarnya maka diapun harus membunuh Lim Tay-peng pula...!"

"Aaai, teori ini memang masuk diakal!"

"Kalau toh dia tahu bahwa kita adalah teman Lim Tay-peng, tentu saja kita tak akan dilepaskan dengan begitu saja, maka sekali pun kita mengungkapkan jejak Lim Tay-peng, kita toh sama saja akan mampus, malah mungkin mampusnya lebih cepat"

Kwik Tay-lok menghela napas panjang, sambil tertawa getir katanya: "Setelah mendengar uraianmu itu, aku jadi merasa bahwa diriku sesungguhnya tidak cukup setia kawan seperti yang semula kuduga."

"Apakah kau juga sudah teringat sampai ke situ?"

"Yaaa, tapi kalau bukan kau ingatkan, mungkin aku sendiripun sudah melupakannya.."

"Kenapa bisa melupakannya?"

"Bila kau sengaja melupakan sesuatu hal dan tidak memikirkannya lagi, bukankah hal itu sama halnya dengan melupakannya?"

"Kenapa kau sengaja tidak memikirkannya?"

"Sebab dengan begitu aku baru akan merasa bahwa diriku sesungguhnya cukup setia kawan, menanti aku sudah mati nanti, maka akupun akan merasa bahwa kematianku ini cukup terhormat" Yan Jit tertawa, tapi suara tertawanya penuh dengan perasaan pahit dan getir yang tak sedap didengar. Lewat lama sekali, dia baru berkata: "Padahal sebetulnya kau lebih agung daripada siapapun juga"

"Sangat agung? kau juga merasa aku sangat agung?" seakan-akan kaget sekali Kwik Tay lok melompat bangun. "Tiada orang di dunia yang menjadi enghiong semenjak dilahirkan, menjadi enghiongpun kadangkala dipaksakan. Walaupun semua orang memahami teori tersebut, toh semuanya masih suka untuk menipu diri sendiri. Hanya kau...." Dia menghela napas panjang, pelan-pelan terusnya: "Bukan saja kau berani mengakuinya, bahkan berani juga untuk mengutarakannya ke luar!"

"Mungkin.... mungkin hal ini dikarenakan kulit mukaku jauh lebih tebal dari pada orang lain"

"Soal ini bukan soal kulit muka yang tebal, melainkan...."

"Melainkan karena apa?"

"Keberanian! Itulah yang dinamakan keberanian, jarang sekali ada orang yang memiliki keberanian seperti ini" Kwik Tay-lok segera tertawa. "Tak kusangka kaupun ada waktu untuk memuji-muji diriku" serunya, "apakah sengaja hendak menghibur hatiku, agar aku merasa nyaman?" Yan Jit tidak menjawab, dia hanya menggenggam tangannya erat-erat. Tangannya yang dingin itu seakan-akan muncul hawa hangat yang menyegarkan badan. Kembali beberapa waktu sudah lewat, pelan-pelan Kwik Tay-lok baru berkata: "Padahal perkenalan kita belum berlangsung lama, tapi aku selalu merasa bahwa kau adalah sahabatku yang paling akrab semenjak dilahirkan dulu, padahal Ong Tiong juga temanku yang paling baik, tapi sikapku terhadap dirimu dengan dirinya toh ada juga perbedaannya."

"Apa bedanya?" tanya Yan Jit pelan. "Aku sendiripun tak dapat menerangkan dimanakah letak perbedaan tersebut, cuma... cuma... seandainya Ong Tiong berbuat salah kepadaku, aku pasti dapat memaafkan dirinya, tapi seandainya kau yang berbuat suatu kesalahan kepadaku, aku malah merasa sangat gusar, gusarnya setengah mati" Perasaan semacam ini memang aneh sekali, tak heran kalau ia tak dapat menerangkannya. Jari tangan Yan Jit seperti sedang gemetar, hatinya seperti merasa sangat terharu, cuma sayang Kwik Tay-lok tak dapat melihat mimik wajahnya, kalau tidak mungkin dia akan memahami lebih banyak lagi. Tapi, tidak memahamipun jauh lebih baik lagi. Suasana remang-remang dan kabur tak menentu justru kadangkala mendatangkan suasana yang jauh lebih indah dan juga lebih menawan hati. Sayang saja waktu untuk mereka guna menikmati suasana semacam ini tidak terlalu banyak. Tiba-tiba Yan Jit berkata: "Aku masih ingin mengetahui satu hal lagi, cuma tak tahu bolehkah kuajukan?"

"Katakan, entah apapun yang kau ucapkan, kau boleh mengatakannya kepadaku"

"Andaikata Wi hujin benar-benar bersedia melepaskan kami dan benar-benar menghadiahkan emas yang begitu banyaknya itu kepada kita, apakah kau akan memberitahukan jejak dari Lim Tay-peng itu kepadanya?"

"Kwik Tay-lok tidak langsung menjawab pertanyaan itu, hanya pelan-pelan katanya: "Aku tahu emas pasti akan habis dipakai, orang juga pasti akan mati, tapi persahabatan dan setia kawan pasti akan selalu ada di dunia ini..." Setelah tertawa, terusnya: "Justru di dunia ini masih ada keadaan seperti itu, maka kehidupan manusia baru berbeda dengan kehidupan binatang" Yan Jit menghela napas panjang: "Agaknya aku jarang sekali mendengarkan ucapan semacam ini keluar dari mulutnya, sepanjang hari kau seperti cengar-cengir melulu, tidak kusangka kau masih bisa menerangkan semacam ini"

"Ada sementara teori yang sebetulnya tidak perlu diucapkan dengan bibir..."

"Jika tidak kau katakan, darimana orang lain bisa tahu manusia apakah sebenarnya dirimu itu?"

"Aku tidak perlu orang lain mengetahui akan hal ini, asal temanku tahu, asal kau tahu, hal ini sudah lebih dari cukup"

Tiba-tiba ia tertawa lagi, terusnya: "Tapi sekarang akupun ingin mengetahui akan satu hal?"

"Apakah kau ingin tahu rahasia yang belum kukatakan kepadamu itu"

"Tepat sekali"

"Kau.... kau belum melupakannya ?"

"Aku sudah pernah berkata kepadamu! entah mati atau hidup aku tak akan melupakannya." Yan Jit termenung sampai lama sekali, ia baru berkata dengan sedih: "Padahal aku sudah berulang kali ingin memberitahukan rahasia ini kepadamu, tapi aku takut setelah ku utarakan bisa menyesal nanti"

"Menyesal? Siapa yang menyesal?"

"Aku..!"

"Kenapa kau musti menyesal?"

"Karena, karena aku takut bila kau sudah mengetahui soal ini, maka kau tak akan bersedia berteman lagi denganku" Kwik Tay-lok segera menggenggam tangannya kencang-kencang, serunya lirih: "Jangan kuatir, entah manusia macam apakah dirimu itu, entah perbuatan apapun yang pernah kau lakukan dulu, sepanjang masa kau tetap adalah sahabatku"

"Sungguh?" Dengan suara keras Kwi Tay-lok segera berteriak: "Belum lagi kata "mati dengan selamat" diucapkan, Yan Jit telah mendekap mulutnya sambil berkata dengan lembut: "Baiklah, akan kuberitahukan kepadamu, sebetulnya aku adalah...."

Mendadak dari kegelapan kembali muncul setitik cahaya api yang menyinari di atas sebuah benda yang aneh sekali.   Kelihatannya benda itu seperti tabung besi yang amat besar dan panjang, warna hitam pekat dan diletakkan pada kayu pengganjal yang besar dan tebal. Menyusul kemudian terdengar suara dari Wi hujin berkumandang kembali dengan nyaring.

"Kalian kenal dengan benda ini?"

"Tidak kenal!"

"Tampaknya bukan saja kalian miskin uang, juga miskin pengetahuan!" kata Wi hujin sambil tertawa. Baru selesai berkata, mendadak dari balik tabung besi itu memancarkan sesuatu ledakan yang menggelegar di seluruh angkasa. Hampir pecah gendang telinga Kwik Tay-lok ketika mendengar suara ledakan yang memekikkan telinga itu. Lewat lama sekali dia baru bisa membuka matanya kembali, tampak empat penjuru dengan asap belerang yang amat menusuk hidung, sedangkan dinding batu yang berada tepat di depan moncong benda tadi sudah muncul sebuah lubang yang besar sekali. "Sekarang tentunya kau sudah tahu bukan benda apakah itu?" Kwik Tay-lok segera menghembuskan napas panjang, tanyanya kemudian dengan lirih: "Apakah benda inilah yang dinamakan meriam?"

"Aaaah.... rupanya kau memang cerdik!" uji Wi hujin sambil tertawa tergelak. Moncong meriam pelan-pelan bergeser dan sekarang moncong tersebut sudah diarahkan kedepan tubuh Yan Jit dan Kwik Tay-lok. "Apakah kau ingin merasakan bagaimana jika di tembak dengan meriam?" tanya Wi hujin. "Tidak ingin!"

"Kalau begitu, cepatlah mengakui dimana dia berada!"

"Tidak!"

"Mungkin kau masih belum tahu sampai dimanakah kelihaian dari meriam ini?" kata Wi hujin lagi. "Aku tahu!"

"Tahu apa?"

"Konon jika menggunakan meriam semacam ini untuk menyerang benteng, bagaimanapun kuatnya dinding benteng, tak akan tahan jika dihantam dengan tembakan meriam tersebut!" Wi hujin segera tertawa. "Bayangkan sendiri, kalau dinding tembok kota pun bisa hancur, apakah kau mampu untuk menahannya." Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa tergelak, serunya: "Kau tidak akan mengerti, kulit mukaku ini sebenarnya memang jauh lebih tebal daripada dinding benteng"

"Jadi kau benar-benar tak akan berbicara?" teriak Wi hujin marah. Agaknya untuk menjawabpun Kwik Tay-lok sudah enggan, dia hanya memalingkan kepalanya memandang ke wajah Yan Jit. Sinar mata Yan Jit lebih lembut daripada air, suaranya lebih  keras daripada baja. Dengan tegas dia berkata: "Berpikir semalam aku sudah mati delapan kali, apa salahnya untuk mati sekali lagi." Mati sebenarnya merupakan suatu hal yang sukar, juga paling menakutkan tapi ketika diucapkan dari mulut mereka, hal mana seakan-akan ringan dan tiada sesuatu yang bisa dianggap serius. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang, sambil menarik tangan Yan Jit katanya: "Hanya ada satu hal yang kusesalkan"

"Aku mengerti" bisik Yan Jit dengan lembut. "tapi kau tak usah kuatir, mati atau hidup aku pasti akan memberitahukan kepadamu" Tiba-tiba wajah Kwik Tay-lok berseri kembali, katanya: "Kalau memang begitu, apa pula yang musti ku risaukan lagi?"

"Baik!" seru Wi hujin dingin, "matilah bersama!" Moncong meriam telah diarahkan ke tubuh Yan Jit dan Kwik Tay-lok. "Blaaam!" suatu ledakan yang memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan. Di tengah bau asap belerang yang tajam, kelihatan tubuh mereka berdua roboh bersama... Ada orang bilang mati itu sulit, ada pula yang mengatakan mati gampang. Bagaimana dengan kau?

(0oooo0)(0oooo0)

HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

BAGI Yan Jit, kematian adalah yang mudah, ia sudah mati sembilan kali. Tapi sekarang, ia hidup kembali. Ia merasa tubuhnya berbaring di atas sebuah pembaringan yang empuk.. nyaman dan enak, setiap benda yang terlihat olehnya rata-rata mewah, indah dan mahal harganya, seakan-akan bukan berada di alam dunia. Ketika untuk pertama kalinya sadar tadi, ia menebak tempat itu kalau bukan sorga tentu neraka. Tapi bila tidak berada bersama Kwik Tay-lok, apalah artinya sorga?    Dimana Kwik Tay-lok? Apakah dia dimasukkan neraka? Yan Jit meronta dan merangkak bangun, dengan cepat ia melihat Kwik Tay-lok. Hampir saja dia tak percaya dengan apa dilihatnya di depan mata... Dalam ruangan itu ada meja, di atas meja penuh dihidangkan makanan yang lezat, Kwik Tay-lok sedang makan minum dengan lahapnya di sana. Ketika melihat Yan jit sadar, dia segera meletakkan sumpitnya dan berkata sambil tertawa. "Karena kulihat tidurmu sangat nyenyak, maka tidak kubangunkan dirimu, untung saja makanan di sini amat banyak, sepuluh orangpun tak bisa habis dimakan"

"Kau yang membawa aku ke sini?"

"Bukan!"

"Tempat manakah ini?"

"Aku juga tak tahu!" Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya, serunya dengan gemas: "Lantas kau tahu apa?"

"Aku hanya tahu makanan koki di sini sangat lezat, arakpun amat wangi, apalagi yang kau nantikan?" Setelah berhenti sebentar dia menambah: "Daripada tidak makan lebih baik makan, apakah kau belum memahami perkataan itu?"

"Dari dulu aku sudah memahami!" sahut Yan Jit sambil tak tahan untuk tertawa cekikikan.

0000000

Dalam ruangan itu bukan saja ada pintu, juga ada jendela. Dari luar jendela masih terendus bau harumnya bunga bwee yang semerbak. "Apakah kau sudah menengok keluar?" tanya Yan Jit. "Belum!" Kenapa tidak keluar untuk melihat keadaan?" seru Yan Jit sambil berkerut kening. "Kalau mengurusi mulut maka tak bisa mengurusi mata, bagaimanapun juga mulut toh lebih

penting dari pada mata!"

"Tapi paling tidak, kau harus mencari dulu tuan rumah tempat ini!"

"Aaaah...? Akhirnya dia toh akan datang sendiri mencari kita, kenapa kita musti buru-buru mencarinya?." Baru selesai dia berkata, dari luar sudah kedengaran seseorang mengetuk pintu. Seorang nona cilik berbaju putih muda dengan senyum dikulum dan membawa dua buah poci arak masuk ke dalam, ia kelihatan seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan. Sepasang mata Kwik Tay-lok agak terbelalak, ketika Yan Jit melotot ke arahnya, dia baru mendehem beberapa kali, kemudian sambil membetulkan duduknya, tak tahan dia tertawa geli, katanya: "Aku memang sedang murung takut kekurangan arak, tak nyana arak dihidangkan"

"Setelah kau berada di sini, apapun yang kau minta, dengan cepat permintaanmu itu akan terwujud" kata si nona baju putih itu sambil mencibirkan bibir. "Bagai mana ceritanya kami bisa sampai di sini" tanya Yan Jit. Kembali nona berbaju putih itu tertawa. "Tentu saja tuan rumah tempat ini yang telah menyelamatkan kalian" sahutnya. "Kau kah tuan rumah disini?"

"Menurut pandanganmu aku mirip tidak?" kata si nona baju putih itu sambil mengerdipkan matanya. "Tidak mirip!"

"Aku sendiripun merasa tidak mirip!"

"Lantas siapakah tuan rumahnya? Kami kenal tidak dengannya?"

"Aku hanya tahu dia pasti kenal dengan dirimu"

"Kenapa?" Nona berbaju putih itu tertawa, sahutnya: "Sebab dia bilang kau seorang mampu menghabiskan hidangan untuk lima orang, sengaja dia suruh aku menyiapkan hidangan yang lebih banyak. Seandainya dia tidak kenal dengan dirimu, mana mungkin ia bisa memahami tentang dirimu dengan sejelas itu?" Kwik Tay-lok segera tertawa terbahak-bahak: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh kalau begitu, bukan saja dia kenal aku, mungkin dia pun seorang sahabat karibku" Nona berbaju putih itu mengerdipkan matanya berulang kali, lalu katanya lagi sambil tertawa: "Apakah semua orang yang mengundangmu minum arak adalah sahabat karibmu "

"Sedikitpun tak salah!" Jawab Yan Jit dingin. Bukan saja wajahnya berubah menjadi tak sedap dilihat, bahkan sumpitpun sudah diturunkan. Kwik Tay-lok melirik sekejap ke arahnya, lalu tak berani banyak berbicara lagi. Kembali nona berbaju putih itu berkata. "Bila kalian sudah kenyang nanti, aku akan mengajak kalian berdua untuk menjumpai tuan rumah di sini. Dia selalu menantikan kedatangan kalian berdua" Mendadak Yan Jit melompat bangun sambil berseru: "Sekarang aku sudah kenyang!"

"Hei, mengapa kau menjadi kenyang begitu melihat kedatanganku!" seru nona berbaju putih itu sambil mengerling sekejap ke arahnya."

"Sebab tampangmu persis seperti pantat!"

Bunga bwe yang indah tumbuh di sepanjang kebun, salju nan putih menyelimuti permukaan tanah. Dengan wajah cemberut nona berbaju putih itu berjalan di muka, dia tidak berbicara apalagi tertawa. Sesungguhnya nona itu memang manis, cantik tapi sayang agak kegemukan sedikit. "Tak kusangka Yan Jit bisa membandingkan dirinya dengan pantat.... tak tahu bagaimana

jalan pemikirannya, sehingga bisa nyeleweng sampai ke situ?" Kwik Tay-lok memandang ke arah Yan Jit dan ingin tertawa, namun ia tak berani. Sebab paras muka Yan Jit ketika itu lebih tak sedap dilihat lagi. Entah mengapa, dia seperti amat membenci kaum wanita terutama sekali gadis yang suka bergurau dengan Kwik Tay-lok. "Dulu ia pasti pernah menderita kerugian ditangan perempuan, atau tertipu oleh perempuan maka dia menjadi sengit kalau melihat perempuan" Kwik Tay-lok berjanji dalam hati kecilnya, dilain saat dia tentu berusaha untuk memberi pengertian kepadanya, memberitahu kepadanya bahwa perempuan bukan semuanya memuakkan, diantaranya juga ada beberapa orang yang jauh lebih menyenangkan dari pada lelaki yang ada di dunia ini.

000000

Serambi itu panjang sekali. Di ujung sana terdapat tirai yang terurai ke bawah. Baru saja mereka menuju ke situ, dari balik tirai sudah ada yang menyapa sambil tertawa: "Oooh... rupanya kalian datang lagi? Silahkan masuk, silahkan masuk."

Wi hujin! Ternyata suaranya itu adalah suaranya Wi hujin. Ternyata tuan rumah tempat ini adalah dia. Selain meracuni mereka diapun menyaru menjadi setan, bahkan menggunakan meriam penggempur kota untuk menghadapi mereka, tapi sekarang dia juga yang telah menolong mereka, bahkan melayani mereka dengan hidangan yang begitu lezat. Kwik Tay lok dan Yan Jit segera saling berpandangan sekejap, mereka benar-benar tak bisa menduga, permainan busuk apa lagi yang sedang direncanakan perempuan itu? Senyuman Wi hujin masih kelihatan begitu anggun, begitu mempesonakan hati. Ia sedang mengawasi wajah Kwik Tay-lok, kemudian Yan Jit, setelah itu baru ujarnya sambil tersenyum: "Kalian tak usah berpikir-pikir lagi permainan busuk apa yang sedang kupersiapkan sekarang, sebab rencanaku tak akan pernah bisa ditebak oleh siapapun" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya: "Aku percaya dengan perkataanmu itu"

"Ada satu hal lagi, kau pun harus percaya"

"Soal apa?"

"Sekarang kalian boleh pergi dari sini, setiap saat setiap waktu boleh pergi dari sini. Dimanapun kalian akan pergi, aku tak akan mengutus orang untuk menguntil kepergian kalian" Kwik Tay lok agak tertegun, serunya: "Kau tidak menginginkan nyawa kami? Tidak menginginkan...."

"Juga tidak ingin mengetahui jejak Lim Tay-peng?"

"Paling tidak sampai sekarang tidak ingin"

"Kau sudah menggunakan banyak tenaga dan pikiran untuk menghadapi kami, apakah sekarang membiarkan kami pergi dengan begitu saja?"

"Benar!" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, serunya... "Aku tidak begitu percaya dengan ucapanmu itu"

"Bahkan ucapanku pun tidak kau percaya?"

"Kenapa aku harus percaya denganmu?"

"Kau tahu, siapakah aku?"

"Aku tahu kau adalah seorang yang kaya raya, punya kedudukan, punya kepandaian, tapi perkataan dari manusia semacam ini justru biasanya paling tak boleh percaya" Wi hujin menatapnya tajam-tajam, mendadak katanya lagi sambil tertawa lebar.

"Kalian tentu merasa semua perbuatanku itu sangat mengherankan bukan? Akan tetapi bila kalian sudah tahu siapa aku yang sebenarnya, maka kalian tak akan merasa heran"

"Sebenarnya siapakah kau?" tak tahan Yan Jit segera berseru. Sepatah demi sepatah Wi hujin menjawab: "Akulah ibu kandung Lim Tay-peng!" Begitu ucapan tersebut diutarakan, Kwik Tay-lok serta Yan Jit menjadi amat terkejut. Mereka benar-benar tak berani mempercayainya, tapi mau tak mau harus mempercayainya juga. Sekalipun dalam sejarah hidupnya Wi hujin pernah berbohong, tapi sekarang dia sama sekali tidak mirip seseorang yang sedang berbohong. "Sekalipun aku percaya bahwa kau adalah ibu kandungnya Lim Tay-peng, tapi seorang ibu masa tidak tahu kabar berita tentang anaknya?" kata Kwik Tay-lok kemudian. Pelan-pelan Wi hujin menghela napas panjang, katanya dengan sedih: "Inilah kesusahan yang dialami seorang ibu, dikala anaknya sudah menginjak dewasa, apa yang dilakukannya seringkali tidak bisa dipahami oleh ibunya sendiri"

"Dia telah berubah menjadi seorang lelaki dewasa"

"Sebenarnya apa yang telah dia lakukan?" tak tahan Kwik Tay-lok kembali bertanya. Wi hujin segera menghela napas panjang.

"Dia tidak melakukan apa-apa, dia cuma melarikan diri dari rumah"

"Melarikan diri dari rumah?" kembali Kwik Tay lok tertegun. "kenapa ia melarikan diri?"

"Dia kabur karena menghindari perkawinan"

"Lari karena takut kawin?" Wi hujin tertawa getir, katanya: "Ketika kulihat usianya lambat laun bertambah dewasa, maka aku toh mencarikan jodoh untuknya, siapa tahu semalam sebelum upacara perkawinan itu diselenggarakan, diam-diam dia sudah minggat dari rumah" Kwik Tay-lok menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian tak tahan lagi dia tertawa. "Ah, mengerti aku sekarang" serunya, "sudah pasti dia tidak menyukai gadis itu...!"

"Jangan toh kenal, berjumpa dengan gadis itupun belum pernah...!" Kwik Tay-lok semakin keheranan lagi. "Kalau memang berjumpa saja belum pernah, darimana dia bisa tahu gadis itu baik atau tidak?" serunya. "Ya, dia sama sekali tidak tahu"

"Kalau memang tidak tahu baik atau jelek, kenapa pula dia minggat dari rumah?"

"Aaaai... justru karena jodohnya itu aku yang pilihkan, maka ia menjadi tak suka"

"Bini adalah miliknya sendiri, tentu saja lebih cocok kalau dia memilih untuk dirinya sendiri. Bila kau perlihatkan dulu gadis itu kepadanya, mungkin saja dia tak akan kabur" Mendadak wajahnya berubah menjadi amat serius, katanya lebih jauh:

"Perbuatannya itu bukan berarti dia tidak berbakti kepadamu, sebaliknya setiap pria yang telah dewasa sedikit banyak dia pasti mempunyai idenya sendiri, kalau tidak, apakah dia masih bisa dianggap sebagai seorang lelaki" Pelan-pelan Wi hujin mengangguk. "Sebenarnya aku merasa gusar sekali" katanya. " tapi kemudian, setelah kupikir kembali dengan otak dingin, aku malahan justru merasa agak gembira"

"Kau memang sepantasnya merasa gembira" tiba-tiba Yan Jit menyela, "Sebab lelaki yang tegas dan gagah seperti dia tidak terlalu banyak di dunia ini"

"Yaa, meski sekarang tidak banyak, tapi di kemudian hari lambat laun pasti akan bertambah banyak" sambung Kwik Tay-lok.

"Itulah sebabnya sekarang aku sudah berubah pikiran" Wi hujin dengan wajah berseri. "Aku bertekad tak akan memaksanya pulang untuk kawin lagi" Pelan-pelan sinar matanya dialihkan ke tempat kejauhan sana, kemudian lanjutnya: "Aku pikir, bila seorang lelaki yang sudah menginjak dewasa bila dia bisa melakukan perjalanan diluaran untuk melatih diri, baginya sifat tersebut merupakan suatu keberuntungan" Kwik Tay-lok menghela napas lalu tertawa getir, katanya: "Bila perkataan semacam ini kau utarakan sejak tadi, kan urusan akan beres dengan cepat"

"Dulu aku tidak mengutarakannya karena aku masih merasa agak kuatir..." kata Wi Hujin sambil tertawa. "Kuatir apa?"

"Kuatir dengan teman-temannya"

"Kalau begitu, apa yang kau lakukan selama ini tidak lebih hanya bermaksud untuk mencoba kami?" Wi hujin tertawa. "Kalian kalau memang sahabat karibnya, tentu saja tak akan menyalahkan diriku bukan?"

"Sekarang, apakah kau sudah merasa lega?" Dengan suara lembut Wi hujin berkata: "Sekarang aku sudah tahu, teman-temannya bukan saja rela menanggung lapar baginya, rela mati baginya, bahkan menolak sebuah pancingan kemewahan karena deminya, dalam pandanganku keadaan semacam ini justru lebih sulit dilakukan daripada mati"

00000)0(00000

SETELAH menghela napas, terusnya: "Ia bisa berkawan dengan teman semacam kalian, berarti hal itu adalah rejekinya, apa lagi yang musti ku kuatirkan" Kota kecil itu masih begitu sederhana dan tenang. Ada sesuatu tempat yang selamanya seperti tak bisa berubah, hanya hati manusia yang dapat berubah. Tapi, ada pula sementara orang yang hatinya tak pernah berubah. Ketika menyaksikan Kwik Tay lok dan Yan Jit pulang, Ong Tiong masih berbaring di atas pembaringan, bergerakpun tidak.

"Hei, enam hari tak bersua, apakah sepatah katapun tidak kau tanyakan kepada kami?" tak tahan Kwik Tay-lok berseru. "Apa yang musti ditanyakan?" kata Ong Tiong sambil menguap dengan kemalas-malasan. "Paling tidak kau harus bertanya kepada kami, selama beberapa hari ini penghidupan kami baik atau tidak"

"Aku tak perlu bertanya"

"Kenapa tak perlu bertanya?"

"Asal kalian bisa pulang dengan selamat, itu sudah lebih dari cukup..."

"Tapi, paling tidak kau harus bertanya, sebenarnya kulit siapa yang telah disayati oleh Hoat-liok-pi?"

"Akupun tak perlu bertanya"

"Kenapa?" Ong Tiong segera tertawa, sahutnya hambar. "Manusia macam dia, selain menguliti kulitnya sendiri kulit siapa pula yang hendak dikuliti olehnya..." Kecuali sewaktu turun tangan menghadapi Hong Si-hu tempo hari, entah sedang melakukan apa saja gerakan Lim Tay-peng selalu lebih lambat setengah langkah ketimbang orang lain. Entah itu sedang bersantap, sedang berbicara sedang berjalan, dia selalu pelan-pelan, tidak gugup, seakan-akan sekalipun alis matanya terbakarpun dia tak akan merasa gugup. Kadangkala Kwik Tay-lok merasa dia seakan-akan seorang kakek yang sudah tua bangkotan. Dia tidak seperti Ong Tiong, dia tidak malas. Tapi lamban itulah yang memusingkan. Ketika Kwik Tay-lok dan Yan Jit sudah pulang setengah harian lamanya, pelan-pelan dia baru berjalan keluar, bajunya sangat rapi, rambutnya juga disisir sangat rapi. Entah dimana saja, kapan saja, pokoknya dia selalu nampak necis, segar dan bersih. "Tampang orang ini seakan-akan setiap saat ada kemungkinan dia akan diundang untuk menghadap kaisar!" Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling berpandangan sekejap, kemudian tertawa. Sebab mereka teringat kembali akan Wi hujin. Hanya ibu Wi hujin saja yang bisa melahirkan seorang anak yang seperti Lim Tay-peng. "Dari bibit yang baik, pohon yang segar, tak akan membuahkan buah tho yang jelek kwalitetnya" Lim Tay-peng memandang ke arah mereka, agaknya diapun tak tahu apa yang sedang mereka tertawakan, gumamnya: "Aku lihat selama beberapa hari ini kalian tentu senang sekali..."

"Yaa, senang sekali!" sahut Kwik Tay lok sambil tertawa. "Tahukah kalian Hoat liok pi sudah lenyap sedang rumah pegadaian Lip gwan sudah berganti tauke?" seru Lim Tay peng lagi. "Tidak tahu!"

"Kejadian besar ini saja tidak kalian ketahui, lantas selama beberapa hari ini apa kerja kalian dan pergi kemana saja?" Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling bertukar pandangan sekejap, lalu tertawa, mereka sudah bertekad tak akan menceritakan semua pengalaman yang dialaminya selama ini kepada siapapun. Sebab mereka merasa lebih baik Lim Tay-peng tidak mengetahui kejadian ini daripada mengetahuinya, mereka tak ingin mempengaruhi keputusan Lim Tay peng, juga tak ingin mendapat perasaan baru atau terima kasih Lim Tay-peng kepada mereka.

Jilid 15

MEREKA cuma berharap Lim Tay peng bisa hidup dengan bebas merdeka persis seperti ketika berada di rumah dulu, maka dalam keadaan demikian dia pasti akan berubah menjadi lebih teguh, lebih matang dam lebih pintar... Sebab kesemuanya itulah merupakan apa yang diharapkan Wi hujin selama ini. Sambil tertawa kembali Kwik Tay Lok berkata: "Selama beberapa hari ini kami juga tidak melakukan apa-apa, cuma kami pernah diracuni sampai mati satu kali, bertemu dengan raja akhirat satu kali, ditembak dengan meriam satu kali dan akhirnya orang itu mengundang kami makan minum sepuas-puasnya sebelum kami pulang kemari..." Lim Tay-peng melompat kearahnya, sampai lama, lama sekali, tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak.    "Haaahhh... haaahhhh..... haaahhh.... aku tahu kau pandai sekali mengibul, tapi kali ini bualanmu terlalu besar, mungkin bocah cilik yang berumur tiga tahunpun tak akan mempercayai." Dengan tangannya Kwik Tay-lok membaringkan diri, memejamkan mata dan menghembuskan napas panjang, lalu ujarnya sambil tersenyum manis: "Aku juga tahu, tak akan ada seorang manusiapun yang mau percaya dengan ceritaku ini." Setiap orang tentu punya rahasia. Ong Tiong adalah orang. Maka Ong Tiong juga punya rahasia. Manusia seperti Ong Tiongpun ternyata punya rahasia, sesungguhnya hal ini merupakan suatu

yang tak bisa dipercaya. Dia tak pernah pergi sendirian, bahkan waktu untuk turun dari pembaringan amat jarang.   Sebenarnya mimpipun Yan Jit tidak menyangka kalau diapun memiliki rahasia. Tapi orang pertama yang menemukan bahwa Ong Tiong juga ada rahasia adalah Yan Jit. Bagaimana ceritanya? Ternyata suatu ketika dia menemukan suatu benda yang aneh sekali. Yang ditemukan olehnya adalah sebuah layang-layang. Layang-layang sesungguhnya bukan sesuatu yang aneh, tapi dari atas layang-layang itulah justru akan muncul banyak sekali kejadian aneh dengan manusia-manusia yang menakutkan sekali.

Menurut perhitungan almanak, semestinya saat itu sudah tiba saatnya musim semi, tapi kemanapun kau lihat sama sekali tidak menjumpai bayangan musim semi. Udara masih hangat dingin, angin masih amat kencang, timbunan salju di tanah sudah

mencapai tujuh delapan inci tebalnya. Hari ini ternyata matahari sudah terbit. Ong Tiong, Yan Jit, Kwik Tay-lok dan Lim Tay-peng sedang berjemur badan dalam halaman. Sekalipun mereka miskin dan tak beruang tak pernah disia-siakan kesempatan untuk berjemur badan. Di musim dingin yang menggigilkan seperti ini, berjemur badan dibawah sinar matahari boleh dibilang merupakan salah satu kenikmatan yang bisa dirasakan oleh kaum miskin secara gratis. Ong Tiong telah mencari sebuah kursi yang paling nyaman sedang berbaring dibawah atap rumah sambil menjemur diri. Lim Tay-peng duduk diatas undak-undakan batu sambil bertopang dagu dan sinar mata mendelong, entah apa yang sedang dipikirkannya ketika itu. Sebenarnya Kwik Tay-lok selalu merasa heran, dengan usia semuda itu, kenapa dia seperti banyak urusan dan dalam hatinya seperti tersimpan banyak sekali rahasia yang tak boleh diketahui orang. Sekarang dia sudah tidak merasa heran lagi, dia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan Lim Tay-peng. Tapi bagaimana dengan rahasia Yan Jit? Tak tahan lagi Kwik Tay-lok segera menarik Yan Jit sambil bisiknya merintih: "Sekarang, tentunya kau sudah boleh memberitahukan rahasia itu kepadaku bukan?" Sejak kembali kesana, kali ini adalah untuk ketujuh puluh delapan kalinya dia mengajukan pertanyaan yang sama kepada Yan Jit. Tapi jawaban Yan jit selalu sama seperti dulu. "Tunggu!"

"Kau suruh aku menunggu sampai kapan?"

"Menunggu sampai aku ingin mengatakannya!" Kwik Tay-lok menjadi sangat gelisah, serunya lagi: "Apakah kau harus menunggu sampai aku hampir mati baru bersedia untuk mengatakannya?." Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, sinar mata itu kelihatan aneh sekali, lewat lama, kemudian baru ujarnya dengan sedih: "Kau benar-benar tak tahu rahasia apakah yang hendak kuberitahukan kepadamu itu?"

"Kalau aku tahu, buat apa aku mesti bertanya kepadamu?" Yan Jit memandangnya lagi beberapa saat, kemudian tertawa cekikikan, katanya sambil menggelengkan kepala: "Ucapan Ong lotoa memang betul, bila kau harus bodoh ternyata menjadi pintar, dikala harus pintar ternyata bodohnya bukan main..."

"Aku toh bukan cacing pita dalam perutmu, mana aku tahu rahasiamu itu?" Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang!   "Mungkin lebih baik buatmu jika tidak tahu!"

"Baik dalam hal apa?"

"Ada satu hal yang tidak baik, bukankah hidup kita sekarang jauh lebih menyenangkan?"

"Apakah aku bisa menjadi tak senang bila mengetahui rahasia tersebut....?" Kembali Yan Jit menghela napas. "Mungkin..... mungkin waktu itu setiap hari kita akan cekcok, setiap hari akan bertengkar." Kwik Tay-lok segera melotot ke arahnya, kemudian mendepakkan kakinya keras-keras ketanah, serunya dengan gemas: "Aku benar-benar tidak mengerti, sesungguhnya kau adalah seorang yang suka berterus terang, kenapa kadang kala lebih sempit pikirannya daripada seorang perempuan?"    "Yang sempit pikirannya bukan aku, tapi kau ?"

"Kenapa pikiranku sempit?"

"Perbuatan yang tak ingin orang lain lakukan, kenapa kau justru memaksa orang lain untuk melakukannya?"

"Siapakah orang lain itu?"

"Orang lain itu adalah aku!" Kwik Tay-lok menghela napas panjang, dipegangnya kepala dengan kedua belah tangannya sendiri, kemudian bergumam: "Sudah jelas adalah dia, tapi dia justru mengatakan orang lain. Cara berbicara orang ini makin lama semakin mirip perempuan, coba bagaimana jadinya?" Tiba-tiba Yan Jit tertawa, sengaja dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya: "Menurut pendapatmu apa sebabnya secara tiba-tiba Hoat-liok-pi angkat kaki dari sini?"

Sebenarnya Kwik Tay-lok tak ingin menjawab pertanyaannya itu, tapi setelah termenung sebentar, tak tahan katanya juga:

"Bukan dia sendiri yang ingin pergi, si nenek itulah yang memaksanya untuk pergi?"

"Kenapa?"

"Sebab nenek itu kuatir kita akan menyelidiki rahasia asal usulnya"

"Kalau begitu, asal usulnya tentu amat rahasia, dengan Hoat-liok-pi juga pasti mempunyai hubungan yang sangat luar biasa."

"Ehmm!"

"Kenapa kau tidak pergi mencari kabar, sebenarnya mereka telah menyembunyikan diri dimana?"

"Kenapa musti di selidiki?"

"Tentu saja untuk mengorek rahasia mereka!"

"Kenapa aku harus mengorek rahasia orang? Ada sementara rahasia yang tak akan berhasil kau gali sekalipun sudah diusahakan dengan cara apapun, tapi bisa saatnya sudah tiba tanpa digalipun rahasia itu akan tersingkap dengan sendirinya.." Yan Jit segera tertawa: "Kalau kau sudah memahami akan teori tersebut, kenapa pula kau selalu memaksaku untuk mengatakannya?" Kwik Tay-lok melotot besar ke arahnya, kemudian menghela napas panjang, "Aaaai.... sebab aku tidak memperhatikan si nenek itu, yang kuperhatikan hanya kau!" Pelan-pelan Yan Jit berpaling ke arah lain, rupanya sengaja hendak menghindarkan diri dari sinar mata Kwik Tay-lok. Baru saja berpaling, dia telah menjumpai sebuah layang-layang...

Sebuah layang-layang berbentuk kelabang buatannya sangat indah dan manis, ketika bergerak di udara, pada hakekatnya seperti hidup. Yan Jit segera bertepuk tangan sambil bersorak: "Cepat kau lihat, apakah itu ?" Kwik Tay-lok juga sudah melihat, meski merasa amat tertarik, tapi sengaja katanya sambil menarik muka: "Itu kan tak lebih cuma layang-layang, apanya yang lucu? Apakah kau belum pernah melihat layang-layang?"

"Tapi dalam suasana seperti ini, mana mungkin ada orang yang bermain layang-layang?"

"Hmm. asal lagi senang, setiap saat toh boleh saja menaikkan layang-layang?" Padahal dia juga tahu, sekarang belum tiba saatnya untuk bermain layang-layang, sekalipun ada orang ingin menaikkan juga tak akan menaikkan setinggi itu, sebab tak mungkin layang-layang itu bisa dinaikkan setinggi itu. Tapi layang-layang itu dinaikkan sangat tinggi, amat lurus dan tenang, jelas orang itu adalah seseorang yang ahli. "Kau bisa membuat layang-layang ?" tanya Yan Jit. "Tidak, aku hanya bisa makan!" Yan Jit melotot sekejap kearahnya, kemudian berkata sambil tertawa: "Ong lotoa tentu bisa.... Ong lotoa, bagaimana kalau kitapun membuat sebuah layang-layang?" Tapi ketika tiba di depan Ong Tiong, dengan cepat wajahnya berubah menjadi tertegun. Ong Tiong sama sekali tidak mendengarkan apa yang sedang diucapkan olehnya, dia cuma membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar sambil mengawasi layang-layang tersebut, sinar matanya aneh sekali, seakan-akan dia belum pernah menyaksikan layang-layang. Akan tetapi kalau dilihat dari mimik wajahnya, dia seakan-akan telah menganggap layang-

layang tersebut sebagai kelabang sungguhan. Seekor kelabang raksasa yang bisa makan manusia. Yan Jit turut menjadi tertegun, sebab dia tahu Ong Tiong bukankah seorang manusia yang gampang dibikin ketakutan. Sekalipun dia benar-benar menyaksikan ada tujuh delapan puluh ekor kelabang sedang berjalan dihadapannya-pun, paras muka Ong Tiong tak akan berubah menjadi begini rupa. Apa lagi selembar wajahnya, sekarang telah berubah menjadi pucat melebihi mayat. Mendadak saja kelopak matanya seperti berdenyut keras, seakan-akan tertusuk oleh beribu-ribu batang jarum. Yan Jit segera mendongakkan kepalanya, sekarang dia menyaksikan diatas langit telah bertambah menjadi empat buah layang-layang. Sekarang telah bertambah dengan sebuah layang-layang berbentuk ular, sebuah berbentuk kala dan sebuah lagi berbentuk burung elang....

Yang paling besar berbentuk segi empat, diatas kertas yang berwarna kuning itu tampak sebuah lukisan Hu yang berliuk entah apa artinya, seperti "hu" untuk pengusir setan. Mendadak Ong Tiong bangkit berdiri lalu masuk ke dalam rumah dengan sempoyongan, dia seperti tak tahan dan setiap saat bakal jatuh tak sadarkan diri. Kwik Tay-lok segera memburu datang, dengan wajah keheranan segera tegurnya: "Ong lotoa, apa yang telah terjadi ?" Yan Jit menghela napas panjang, sahutnya:

"Siapa tahu apa yang terjadi dengannya, ketika menyaksikan layang-layang tersebut mendadak seluruh tubuhnya seakan-akan telah mengalami perubahan". Kwik Tay-lok merasa semakin keheranan lagi. "Hanya melihat layang-layang, tampangnya lantas berubah menjadi begitu rupa ?" serunya. "Ehmm!"

"Apakah layang-layang itu mempunyai suatu keistimewaan?" seru Kwik Tay-lok dengan kening berkerut. Dia lantas mendongakkan kepalanya dan mencoba untuk mengamati layang-layang tersebut dengan seksama, akan tetapi tiada sesuatu hasilpun yang berhasil diperoleh. Siapapun tak akan menemukan apa-apa dari layang-layang tersebut.... Layang-layang adalah layang-layang, tiada bedanya dengan layang-layang lainnya. "Lebih baik kita masuk dan tanyakan kepada Ong lotoa saja, tanya kepadanya apa yang sebenarnya telah terjadi!" usul Kwik Tay-lok kemudian dengan lirih. Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali, setelah menghela napas katanya: "Ditanyapun percuma, kemungkinan besar dia tak akan mengatakannya"

"Tapi layang-layang itu...."

"Apakah kau tak pernah berpikir, persoalannya bukan terletak pada layang-layang itu?" tukas Yan Jit. "Lantas dimanakah letak persoalannya?"

"Pada orang yang melepaskan layang-layang tersebut!"

"Betul!" seru Kwik Tay-lok sambil bertepuk tangan, "Mungkin Ong lotoa tahu siapakah yang melepaskan layang-layang tersebut."

"Kemungkinan besar orang itu adalah musuh besar dari Ong lotoa di masa lalu." Selama ini Lim Tay-peng hanya mendengarkan pembicaraan itu dari samping mendadak dia berseru: "Aku akan ke sana untuk melihat-lihat, kalian tunggu saja di sini, menantikan kabat beritaku." Belum habis perkataan itu diucapkan, tubuhnya sudah meluncur keluar dari tempat itu.   Biasanya dia selalu kemalas-malasan dan lamban sekali cara kerjanya, tapi begitu terjadi peristiwa, maka gerak geriknya selalu jauh cepat dari pada siapapun. Kwik Tay-lok memandang kearah Yan Jit, kemudian katanya: "Kenapa kita harus menunggu kabar beritanya disini?" Tidak mungkin menunggu ucapan tersebut selesai diucapkan, Yan Jit sudah mengejar kedepan. Demi persoalan temannya, siapa saja tak ingin tertinggal dari rekan-rekannya lainnya. Layang-layang, itu dilepaskan sangat tinggi dan lurus. Yan Jit memperhatikan sekejap arahnya, kemudian berkata: "Tampaknya Iayang-layang itu berasal dari tanah pekuburan sana!" Kwik Tay-lok mengangguk, "Betul, sewaktu masih kecil dulu aku sering melepaskan layang-layang dari kuburan." Jarak dari perkampungan kaya dan anggun mereka dengan tanah pekuburan itu tidak terlalu jauh, dengan cepatnya mereka sudah sampai di tempat tujuan. Dalam tanah pekuburan itu cuma ada satu orang, dia adalah Lim Tay-peng yang berangkat duluan. "Kau menjumpai sesuatu ?" tegur Kwik Tay-lok. "Tidak, bayangan setanpun tidak nampak!"

Lantas siapa yang menaikkan layang-layang itu? Lima buah orang-orangan. Kelima buah orang-orangan itu semuanya memakai pakaian berkabung, ditangan sebelahnya membawa tongkat kesedihan. Sedangkan benang layang-layang tersebut terikat ditangan yang lain dari orang-orangan, didepan rumah kayu kecil dibawah tebing sana. Dalam rumah kayu itulah mereka menemukan Swan Bwe- thong tempo hari.... Tentu saja orang-orangan tak akan bisa menaikan layang-layang. Orang-orangan juga, tak akan memakai pakaian berkabung. Lantas siapa yang melakukan kesemuanya itu. Kwik Tay-lok berkata saling berpandangan tanpa berbicara, mereka merasa persoalan itu makin lama semakin tidak sederhana. Kata Yan Jit kemudian:   "Layang-layang ini belum lama dinaikkan, mungkin orangnya juga belum pergi jauh."

"Betul, mari kita lakukan pencarian keempat penjuru."

"Aku rasa mereka pasti berlima, lebih baik, kita jangan sampai terpisah satu lama lainnya." Mereka mengitari tanah berkuburan itu satu kali, dan kemudian sampailah. "Mungkinkah orang yang melepaskan layang-layang itu bersembunyi di dalam rumah kayu tersebut?" Tanpa terasa ketiga orang itu berpikir demikian. Kwik Tay-lok yang pertama-tama menyerbu ke dalam bangunan rumah tersebut. "Hati-hati !" teriak Yan Jit. Baru selesai dia berteriak, Kwik Tay-lok sudah menendang pintu dan menerjang masuk kedalam. Rumah kayu itu masih tetap berupa rumah kayu cuma bentuknya sama sekali telah berubah.

Wajan dan tungku yang pernah dipakai Swan Bwe-tong untuk menanak nasi tempo hari, kini sudah lenyap tak berbekas, rumah kecil yang sebetulnya kotor dan acak-acakan sekarang telah dibersihkan dari debu, mana rajin nyaman lagi. Di tengah ruangan terdapat meja, di atas meja siap lima pasang sumpit, lima buah cawan arak dan lima bilah pisau kecil yang memancarkan sinar tajam. Pisau itu tipis tapi tajam, tubuhnya berliuk-liuk dengan bentuk yang aneh sekali. Kecuali itu, dalam ruangan tersebut sudah tidak ada benda yang lainya lagi. Baru saja Kwik Tay-lok memegang gagang pisau itu, Yan Jit telah memburu masuk, serunya sambil mendepak-depakan kakinya berulang kali. "Mengapa sih aku selalu gegabah didalam melakukan perbuatan apapun? Bagaimana coba seandainya dalam ruangan ada orangnya? Apakah, kau tidak kuatir dicelakai orang?"

"Aku tidak takut!" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Kau tidak takut, aku takut!" Baru saja mengucapkan kata itu, mendadak paras mukanya berubah menjadi merah padam, merah sekali. Untung saja orang lain tidak memperhatikannya. Lim Tay-peng sebetulnya sedang menyelidiki pisau diatas meja, mendadak katanya: "Pisau ini dipakai untuk memotong daging!"

"Darimana kau bisa tahu !" tanya Kwik Tay-lok. "Aku pernah melihat suku Oh diluar perbatasan seringkali memakai pisau semacam ini untuk memotong daging."

"Masa mereka adalah suku Oh yang datang dari luar perbatasan?" Lim Tay-peng termenung sebentar, kemudian sahutnya: "Mungkin saja demikian, cuma orang suku Oh hanya memakai pisau, tidak memakai sumpit. Mendadak mencorong sinar kaget dan ngeri dari balik mata Yan Jit, serunya tiba-tiba: "Disini cuma ada pisau, tiada daging, mereka bermaksud hendak memotong daging siapa?"

"Tak mungkin dipakai untuk memocong daging Ong Tiong bukan?" sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa. Sekalipun dia sedang tertawa, tapi suara tertawanya kelihatan tidak leluasa. Yan Jit bersin beberapa kali, sekujur badannya menggigil keras, katanya kemudian: "Lebih baik kita cepat-cepat pulang, kalau membiarkan Ong lotoa berada dirumah seorang diri, aku.... sesungguhnya aku merasa agak kurang lega." Paras muka Kwik Tay-lok segera berubah. "Betul !" serunya, "lebih baik kita jangan sampai terkena siasat memancing harimau turun gunung." Teringat sampai kesitu, mereka bertiga menerjang keluar dari ruangan itu. Kemudian dengan mempergunakan gerakan yang paling cepat menyeberangi tanah pekuburan itu. Mendadak Yan Jit berhenti, kemudian serunya tertahan: "Aaaah! Ada yang tidak benar."

"Apanya yang tidak benar?" Dengan wajah memucat sahut Yan Jit. "Barusan kelima buah orang-orangan, itu masih berada di sini, tapi sekarang...." mendadak Kwik Tay-lok merasakan pula hatinya bergidik, bulu kuduknya pada bangun berdiri.    Orang-orangan yang semula berada disitu kini sudah lenyap tak berbekas. Awan putih melayang di udara dan biru, hari ini cuaca sangat cerah dan baik. Tapi layang-layang di angkasa itu kini sudah lenyap tak berbekas. Menggunakan gerakan tubuh yang paling cepat mereka balik kembali ke rumah, tapi baru sampai di depan pintu, lagi-lagi mereka tertegun. Kelima buah orang-orangan itu sekarang telah berdiri di depan pintu, mereka masih memakai baju berkabung, membawa tongkat dan segala sesuatunya masih tetap seperti sedia kala, satu-satunya yang berbeda adalah diatas dada mereka telah menempel secarik kertas, di atas kertas itu seperti bertulisan beberapa huruf. Tulisan itu sangat kecil dan sukar dilihat jelas. Ketika angin behembus lewat, kertas itu segera berkibar kencang, agaknya dijahit dengan tubuh orang-orangan itu. Lim Tay-peng yang sampai ditempat tujuan paling dulu, dengan cepat dia menyambar kertas tadi. Ternyata kertas itu dijahit kuat sekali, dia harus menariknya keras-keras sebelum berhasil membetotnya. Tapi pada saat itulah, mendadak tongkat ditangan orang-orangan itu melejit keudara kemudian menghantam keatas perut Lim Tay-peng keras keras! Untung saja meski pengalaman Lim Tay-peng amat cetek, reaksinya tidak lambat, dia melompat keudara dan menghindarkan diri dari bacokan benda itu. Siapa tahu bersamaan dengan melejitnya tongkat tersebut, setitik cahaya hitam ikut meluncur pula ke depan. Lim Tay-peng hanya menghindari ayunan toyanya saja tapi lupa untuk berkelit dari sambitan senjata rahasia tersebut. Tahu-tahu dia merasakan lutut kanannya menjadi sakit bagaikan digigit nyamuk, kemudian menjadi kaku dan kesemutan. Menanti tubuhnya melayang balik ke tanah, dia sudah tak mampu berdiri tegak lagi. Dalam waktu singkat, kaki kanannya telah menjadi kaku dan mati rasa, tubuhnya segera roboh terkapar ke atas tanah. "Jarum beracun !" pekik Kwik Tay-lok dengan paras muka berubah sangat hebat. Baru dua patah kata dia berbicara, Yan Jit sudah turun tangan secepat sambaran kilat, secara

beruntun dia menotok empat buah jalan darah penting disekitar lutut kanan Lim Tay-peng, sementara tangan yang lain mencabut keluar pisau belati dibalik sepatunya. Cahaya pisau berkelebat lawat, pakaian Lim Tay-peng sudah robek, kemudian ketika disambar lagi, kulit badan Lim Tay-peng yang terluka itu sudah terpapas, darah segera muncrat keluar dengan derasnya. Darah yang bercucuran keluar ternyata darah hitam. Terbelalak lebar sepasang mata Kwik Tay-lok menyaksikan ke semuanya itu. Mimpipun dia tidak menyangka kalau gerakan tangan Yan Jit begitu cepatnya sehingga sukar diikuti dengan pandangan mata. "Aku sudah pernah mati tujuh kali!" Hingga sekarang, Kwik Tay-lok baru percaya bahwa ucapan dari Yan Jit itu tidak bohong. Hanya orang yang pernah mati sebanyak tujuh kali akan memiliki kecepatan reaksi sehebat itu dan pengalaman seluas itu. Lim Tay-peng sudah merasa kesakitan setengah mati, peluh dinginpun telah jatuh bercucuran, tapi dia belum lupa unluk memeriksa kertas di tangannya itu. Sambil menggigit bibir dan napas terengah-engah, katanya: "Coba kau lihat tulisan apakah diatas kertas itu?" Diatas kertas itu tertera beberapa huruf yang kecil dan lembut: "Seandainya kau bukan Ong Tiong, maka kaulah setan sial yang akan menggantikannya untuk mampus!" Angin masih berhembus lewat.    Orang-orangan itu bergoyang-goyang terhembus angin, seakan-akan merupakan suatu tantangan bagi mereka. Mendadak Kwik Tay-lok naik pitam, tiba-tiba dia mengayunkan tinjunya menghantam orang-orangan itu. Tentu saja orang-orangan tak bisa membalas, juga tak bisa menghindarkan diri. Baru saja Kwik Tay lok mengayunkan tinjunya, Yan Jit segera merangkul pinggangnya, tinjunya tak sampai telak bersarang ditubuh orang-orangan itu, tapi toh kena juga. Dikala bogem mentahnya mampir didada orang-orangan itu, tangannya segera merasa bagaikan digigit nyamuk pula. Seketika itu juga kepalanya terasa gatal sekali, bahkan rada kaku rasanya, setitik warna hitam muncul pada ruas jari tengahnya.... Ketika Yan Jit mencukil dengan ujung pisaunya, darah berwarna hitam segera jatuh bercucuran. Darah yang mengandung racun, bahkan terendus bau amis yang sangat memuakkan. Tapi Yan Jit tidak takut bau, tidak takut kotor, dengan mulutnya dia hisap keluar semua darah

beracun itu. Air mata Kwik Tay-lok hampir saja jatuh bercucuran membasahi pipinya.... Mendadak dia merasakan bahwa Yan Jit terhadapnya bukan sikap seorang sahabat saja, bahkan semacam hubungan yang lebih dalam dari pada persahabatan, lebih akrab dan hangat dari pada sahabat biasa. Tapi dia sendiripun tak dapat menerangkan perasaan yang bagaimanakah itu.  Hingga Yan Jit berdiri, dia masih tidak berbicara apa-apa, sepotong kata terima kasihpun tidak. Bukan berarti dia tidak merasa berterima kasih, rasa terima kasihnya waktu itu pada hakekatnya tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Yan Jit menghembuskan napas panjang, kemudian pelan-pelan berkata: "Sekarang, bagaimana rasamu?" Kwik Tay-lok tertawa getir. "Aku merasa diriku adalah seorang tolol, seratus persen seorang manusia tolol!" Lim Tay-peng menatap mereka terus menerus, mendadak dia menghela napas dan bergumam: "Yaa, kau memang tolol sekali!" Air mukanya jauh lebih menarik dari pada tadi, cuma kakinya sama sekali tak mampu berkutik. Yan Jit sama sekali tidak menghisapkan darah beracun dari mulut lukanya, tapi dia sama sekali tidak bermaksud untuk menggerutu, apa lagi tak senang hati, seakan-akan hal tersebut sudah merupakan sesuatu yang wajar. Apakah dia telah melihat sesuatu? Menemukan sesuatu rahasia yang tak dapat dilihat oleh Kwik Tay-lok?

Paras muka Yan Jit tampak agak memerah, tapi dengan cepat dia melengos ke samping, kemudian menggunakan pisaunya mencongkel baju dari orang orangan itu... Sekarang Kwik Tay lok baru melihat bahwa seluruh badan orang-orangan itu penuh berisikan jarum-jarum tajam, dibawah teriknya matahari, ujung-ujung jarum itu kelihatan bersinar gelap dan berkilap, sekalipun orang dungu juga tahu kalau setiap batang jarum itu sangat beracun dan mematikan. Tadi, seandainya Yan Jit tidak menariknya, dan bila kepalan tersebut menghajar telak badan orang-orangan itu sekalipun jiwanya masih bisa diselamatkan, paling tidak tangannya juga bakal musnah.... Sekarang, tentu saja Lim Tay-peng juga mengerti bahwa kertas surat itu merupakan kunci tombol untuk menggerakkan semua alat rahasia dari orang-orangan tersebut, bila kertasnya ditarik maka alat rahasia itupun ber jalan. Dari atas sampai kebawah dari orang-orangan itu ternyata tersembunyi siasat busuk seperti itu, sesungguhnya kejadian ini sama sekali diluar dugaan siapapun. Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa geli: "Sebuah orang-orangan ternyata mampu merobohkan dua orang manusia hidup, andaikata

kejadian ini tidak kualami sendiri, siapapun yang bercerita aku juga tak akan percaya."

"Aaaai..... kalau orang-orangnya saja sudah sedemikian lihaynya, bukankah itu berarti orang yang membuat orang-orangan itu jauh lebih menakutkan lagi?"

"Kalau tidak amat menakutkan, masa Ong lotoa bisa begitu terperanjatnya?" Paras muka Yan Jit berubah memucat, serunya kemudian: "Sekarang, orang-orangannya sudah muncul, entah mereka sendiri sudah datang belum?"

"Aaaah! Mari kita masuk menengok Ong lotoa" teriak Lim Tay-peng, "jangan pedulikan aku, tanganku masih dapat bergerak."

Kwik Tay-lok tidak berkata apa-apa, dia hanya memayang tubuhnya dan menyeretnya masuk. Yan Jit telah menyerbu ke dalam sambil berteriak keras: "Ong lotoa... Ong Tiong!" Tiada jawaban, tiada suara barang sedikitpun jua. Ong Tiong telah lenyap tak berbekas! Selimut diatas ranjangnya Ong Tiong tidak berada diatas ranjangnya, juga tak ada dalam rumah.

Kwik Tay-lok sekalian sudah mencarinya dari depan sampai belakang, namun tak berhasil menemukan orangnya. Mereka semua cukup memahami watak Ong Tiong. Persoalan yang bisa membuat Ong Tiong bangun dari ranjangnya sudah tidak banyak, apalagi menyuruhnya pergi sendirian. "Jangan-jangan disini telah terjadi suatu peristiwa? Dan Ong Tiong sudah...." Untuk berpikir lebih jauhpun Kwik Tay-lok tidak berani. Lima Tay-peng berbaring diatas ranjangnya Ong Tiong, muka yang pucat sudah berubah menjadi merah karena gelisah, teriaknya keras-keras: "Aku toh sudah bilang kepada kalian, tak usah urusi aku, cepat mencari Ong lotoa..." Kwik Tay lok juga amat gelisah, teriaknya segera keras keras: "Tentu saja harus dicari, tapi kau suruh kami pergi mencarinya ke mana...." Lim Tay-peng tertegun. Dia mencoba untuk menengok ke arah Yan Jit, tapi Yan Jit juga tertegun. Sekarang, dua diantara mereka sudah terluka, tapi siapakah musuhnya hingga kini masih belum diketahui.

Malahan setitik cahaya terangpun tidak di temukan. Sekarang, mereka hanya mengetahui akan satu hal. Orang-orang itu sudah pasti punya dendam dengan Ong Tiong, bahkan dendam itu lebih dalam dari lautan. Tapi, sekalipun sudah tahu apalah gunanya? Pada hahekatnya sama halnya dengan tidak tahu. Pada saat itulah mendadak mereka mendengar suara langkah kaki diatas beranda. Langkah kaki itu pelan dan sangat lambat. Hampir saja tersirat darah panas dalam tubuh Kwik Tay-lok, jantung mereka serasa berhenti berdetak. Yang datang bukan orang-orangan. Orang orangan tak mungkin bisa berjalan. Yan Jit memberi tanda kepada Kwik Tay-lok dengan kerlingan mata, kedua orang itu segera menyelinap ke samping dan bersembunyi dibelakang pintu. Suara langkah kaki itu kian lama kian mendekat, akhirnya berhenti didepan pintu. Yan Jit sudah menyiapkan pisau belatinya yang siap diayunkan setiap saat. Pintu pelan-pelan dibuka orang tangan seseorang pun mendorong pintu. Yan Jit membalikkan badannya, secepat kilat pisau belatinya diayunkan ke depan siap membabat urat nadi orang itu.

"Tahan!" tiba-tiba Lim Tay-peng membentak.

00000000000

Bentakan begitu menggelegar, Yan Jit segera menghentikan gerakan tangannya ditengah jalan, mata pisau tinggal setengah inci saja dari urat nadi dipergelangan tangan orang itu. Tapi tangan itu masih tetap tenang, masih melanjutkan gerakannya pelan-pelan membuka pintu. Tangan itu seolah-olah berurat kawat yang terbuat dari baja murni..... Pintu sudah dibuka, Ong Tiong pelan-pelan berjalan masuk ke dalam, tangannya yang lain membawa sebuah guci arak. Mata pisau ditangan Yan Jit masih berkilauan tajam. Lim Tay-peng masih berbaring diatas ranjang, siapapun tahu kalau dia sedang menderita luka. Tapi Ong Tiong seolah-olah tidak melihat apa-apa, wajahnya masih tanpa emosi. Seolah-olah seluruh badan orang ini terbuat dari baja murni. Pelan-pelan dia berjalan masuk, pelan-pelan meletakkan araknya diatas meja. Orang pertama yang tak mampu mengendalikan diri adalah Kwik Tay-lok, dengan suara keras dia bertanya: "Kau pergi kemana?"

"Pergi membeli arak!" jawab Ong Tiong hambar. Jawabannya amat santai dan biasa, seakan-akan apa yang dilakukan adalah sesuatu yang wajar. "Pergi membeli arak?" ternyata dalam keadaan beginipun dia masih sempat meluangkan waktu untuk membeli arak? Kwik Tay lok memandangnya dengan terbelalak, hampir boleh dibilang ia dibikin tertawa tak bisa, menangispun tak dapat. Sekali tepuk Ong Tiong membuka penutup guci arak tersebut, diendusnya sebentar, kemudian tampaknya ia merasa puas sekali, sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibirnya. "Lumayan juga arak ini, mari kita masing-masing meneguk dua cawan arak....!"

"Sekarang aku tak ingin minum!" kata Kwik Tay-fok tak tahan. "Tidak inginpun harus minum, pokoknya kalian harus minum arak ini barang dua cawan."

"Mengapa?"

"Sebab inilah arak perpisahan untuk kalian dengan diriku."

"Perpisahan! Kenapa harus memberi salam perpisahan kepada kami?" jerit Kwik Tay-lok. "Karena sebentar lagi kalian akan berangkat meninggalkan tempat ini....." Kwik Tay-lok segera melompat bangun, teriaknya keras-keras: "Siapa yang bilang kalau kami akan pergi?"

"Aku yang bilang."

"Tapi kami toh tak ingin pergi!" teriak Yan Jit. Sambil menarik muka Ong Tiong berkata dengan dingin: "Tidak ingin pergi juga harus pergi, apakah kalian ingin tinggal disini sepanjang hidup?" Yan Jit memandang ke arah Kwik Tay-lok, Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya, lalu sahutnya sambil tertawa: "Tepat sekali jawabanmu, kami memang ingin berdiam terus disini sepanjang jaman!"

"Selama tinggal disini, pernahkah kalian membayar uang sewa?" seru Ong Tiong dengan wajah hijau membesi. "Belum pernah."

"Akukah yang suruh kalian pindah kemari?"

"Bukan, kami yang datang sendiri." Ong Tiong segera tertawa dingin. "Heeehhh.... heeehhhh...... heeehhh...... kalau memang begitu, atas dasar apa kalian tak mau pergi dari sini?"

"Baik, pergi yaa pergi!" tiba-tiba Yan Jit berseru. Begitu bilang akan pergi dia lantas pergi, cuma sewaktu lewat dihadapan Kwik Tay-dok, dia segera mengerdipkan matanya. Kwik Tay-lok memutar biji matanya, lalu berseru pula: "Betul, pergi yaa pergi, apanya yang luar biasa." Ternyata dia bilang pergi lantas pergi, seakan-akan sedetikpun sudah tidak tahan lagi. Lim Tay-peng yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertegun, serunya kemudian: "Hei, apakah minum arakpun tidak kalian tunggu?"

"Kalau memang sudah diusir, masa punya muka untuk minum arak lagi.....?" jawab Kwik Tay-lok. Lim Tay-peng segera berpaling dan memandang ke arah Ong Tiong. Paras muka Ong Tiong masih sama sekali tidak berperasaan, katanya dengan dingin: "Tidak minum yaa tidak minum, memangnya kalau arak ini disimpan lantas bakal busuk?"

"Bagaimana kalau aku tinggal disini saja?" Aku tak mampu berjalan lagi....!"

"Tak mampu berjalan memangnya tak bisa merangkak?" tukas Ong Tiong sambil menarik muka. Lim Tay-peng tertegun beberapa saat lamanya, akhirnya dia menghela napas panjang kemudian dengan terpincang-pincang turut mereka keluar dari situ. Ong Tiong masih berdiri disitu, memandang mereka dengan pandangan dingin, tubuhnya sama sekali tak berkutik. Lewat beberapa saat kemudian terdengar.... "Blaam!" entah siapa yang melakukannya, tahu-tahu pintu gerbang dibanting keras-keras hingga tertutup. Mendadak Ong Tiong menyambar guci arak dimeja lalu meneguknya tujuh delapan tegukan baru berhenti, kemudian sambil menyeka mulut gumamnya lirih: "Arak bagus, arak wangi, ternyata ada juga manusia yang enggan minum arak wangi seperti ini, kalau bukan orang tolol, apa pula namanya.." Memandang guci arak yang berada di tangannya, sepasang mata yang dingin itu mendadak berubah menjadi merah, seolah-olah sstiap saat kemungkinan besar air matanya akan jatuh bercucuran. Tanpa berpaling Yan Jit berjalan keluar dari pintu gerbang, tiba-tiba ia berhenti. Kwik Tay-lok yang berjalan ke sisinya juga tiba-tiba berhenti. Lim Tay-peng turun keluar, "Blaaam !" ia membanting pintu itu keras-keras, lalu sambil mendelik ke arah mereka, teriaknya: "Sungguh tak kusangka kalian mengatakan pergi lantas pergi!" Kwik Tay-lok memandang ke arah Yan Jit, Yan Jit tidak mengucapkan sepatah katapun, melainkan duduk di undak-undakan di luar pintu persis saling berhadapan dengan orang-orangan itu. Kwik Tay-lok segera duduk pula sambil mengawasi orang-orangan itu, kemudian gumamnya: "Setiap tahun tentu ada kejadian aneh, tapi tahun ini paling banyak, bukan saja orang-orangan bisa main layang-layang juga pandai membunuh orang, coba katakan aneh tidak?"

"Aneh !" jawab Lim Tay-peng. Dia pun telah duduk, tangannya yang sebelah masih memegangi mulut lukanya kencang-kencang.

Sekarang ia sudah memahami maksud Yan Jit dan Kwik Tay-lok, maka diapun tidak berkata apa apa lagi. Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya terdengar suara langkah kaki Ong Tiong pelan-pelan berjalan keluar, menyeberangi halaman dan menuju kepintu gerbang, kemudian memalang pintu itu dari dalam. Mendadak palang pintu itu dicabut kembali, kemudian pintu gerbangpun dibuka lebar-lebar. Ong Tiong berdiri didepan pintu, memandang kearah mereka dengan sepasang mata terbelalak lebar-lebar. Yan Jit, Kwik Tay-lok, Lim Tay-peng tiga orang rekannya itu duduk diluar pintu seorangpun tak ada yang berpaling. Ong Tiong tak kuasa menahan diri, segera teriaknya keras-keras: "Kenapa kalian belum pergi ? Mau apa kalian duduk disini?" Tak seorangpun diantara mereka bertiga yang memperdulikan dirinya. Yan Jit hanya melirik sekejap kearah Kwik Tay-lok, lalu bertanya: "Melanggar hukumkah jika kita duduk disini?"

"Tidak!"

"Yaa, orang-orangan saja boleh duduk disini, kenapa kita tak boleh....?" sambung Lim Tay-peng. Dengan suara keras Ong Tiong segera berteriak kembali: "Tempat ini adalah pintu gerbang rumahku, kalau kalian duduk disitu, berarti telah

menghalangi jalan pergiku!" Kembali Yan Jit melirik sekejap kearah Kwik Tay-lok, lalu katanya: "Orang bilang kita menghalangi jalan lewatnya!"

"Kalau begitu mari kita duduk bergeser kesamping, sedikit!" kata Kwik Tay-lok. Tiga orang itu segera bangkit berdiri lalu pindah ke seberang sana, dengan duduk berjajar, kali ini mereka duduk menghadap ke pintu gerbang rumah. "Boleh tidak kita duduk di sini?" tanya Yan Jit kemudian. "Kenapa tidak" sahut Kwik Tay-lok, "tempat ini toh bukan tempat orang, juga tidak menghalangi jalan lewat orang."

"Betul" sambung Lim Tay-peng.. "Siapa yang suka duduk di sini, dia boleh duduk seenaknya disini."

"Lagi pula suka duduk berapa lama, dia boleh duduk berapa lama pula." Yan Jit menambahkan. Ong Tiong semakin mendelik ke arah mereka. Tapi ketiga orang itu menengok ke sana ke mari, tak seorangpun yang memandang ke arah Ong Tiong. Dengan suara keras kembali Ong Tiong berteriak: "Kalian mau apa duduk disitu?"

"Mau apa? Apapun tidak kami lakukan, kami cuma ingin duduk-duduk saja...." kata Kwik Tay-lok. "Yaa, kami senang duduk disini, kamipun duduk disini, tak ada orang yang biasa mengurusi kami."

"Tempat ini nyaman sekali." Lim Tay-peng berkata. "Mana nyaman, segar lagi!" Yan Jit menimbrung. "Lagi pula tak bakal ada orang yang akan memungut uang sewa kepada kita" Mendadak Ong Tiong membalikkan badan dan masuk ke dalam, "Blaaam!" ia membanting pintu gerbang dan menutupnya rapat-rapat. Yan Jit segera memandang ke arah Kwik Tay-lok, Kwik Tay-lok memandang kearah Lim Tay-peng, lalu ketiga-tiganya tertawa tergelak. Walaupun tertawa, namun dibalik tertawa tampak wajah yang murung dan kesal.

Matahari telah tenggelam dibalik bukit.

Bagaimanapun juga musim semi memang belum waktunya tiba, terang hari masih terlalu pendek. Begitu sang surya sudah tenggelam, cuaca pun berubah menjadi gelap gulita. Bila cuaca mulai gelap, berarti segala sesuatu kemungkinan bakal terjadi, siapa pun tak tahu, siapa pun tak bisa menebak, peristiwa apakah yang bakal terjadi? Diam-diam Yan Jit menarik tangan Kwik Tay-lok, kemudian tanyanya: "Bagaimana dengan lukamu?"

"Tidak menjadi soal, seperti sediakala, mampu untuk menghajar orang..."

"Dan kau?" Yan Jit baru berpaling ke arah Lim Tay-peng.

"Mulut lukaku secara lamat-lamat sudah mulai terasa sakit." Yan Jit segera menghembuskan napas panjang. "Kalau begitu sudah tidak berbahaya lagi." katanya. Jika mulut luka yang terkena sambitan senjata rahasia beracun sudah mulai terasa sakit itu menandakan kalau sari racun sudah mulai bersih dari tubuh. Kwik Tay-lok masih kurang lega, maka kembali dia bertanya: "Hebatkah sakitnya?" Lim Tay-peng tertawa: "Masih mendingan, meskipun belum tentu bisa dipakai untuk melompati  agar, tapi masih bisa menghantam orang."

"Laparkah kalian ?" tanya Yan Jit lagi. "Saking laparnya sampai ingin menelanmu hidup-hidup"

"Tapi dikala sedang lapar, kau pun masih mampu untuk menonjok hidung orang, betul bukan?"

"Tepat sekali!" Dengan cepat cuaca telah menjadi gelap. Sikap dan perasaan ketiga orang itupun makin lama semakin menjadi tegang. Tapi sekarang mereka sudah mempunyai persiapan, siap untuk menghajar orang. Kwik Tay-lok mengepal sepasang tinjunya kencang-kencang, dengan mata melotot besar serunya: "Sekarang kita boleh dibilang siap sedia secara komplit dan menunggu datangnya angin timur!"

"Apakah yang dimaksud angin timur itu?" tak tahan Lim Tay-peng bertanya. "Angin timur adalah orang yang hendak kita tonjok hidungnya!" Pada saat itulah, dia telah menyaksikan seseorang. Seorang yang membopong seguci arak. Tiba-tiba pintu gerbang terbuka lagi, sambil membopong guci arak Ong Tiong berjalan keluar. Kali ini diapun memperdulikan mereka, sebaliknya duduk diatas undak-undakan pintu gerbangnya. Empat orang duduk saling berhadapan, siapapun tak ada yang mulai berbicara. Orang pertama yang tak kuasa menahan diri tentu saja masih tetap Kwik Tay-lok adanya. Dia menghela napas panjang, kemudian bergumam: "Aku masih ingat, agaknya tadi ada orang yang hendak mengundang kami minum arak." Ong Tiong tidak menjawab, juga tidak memandang kearahnya, tiba-tiba guci arak itu digelindingkan ke hadapannya. Bila kau melemparkan sesuatu benda ke arah Kwik Tay-lok, mungkin saja ia tak mampu untuk menerimanya, tapi kalau guci arak... Bila guci arak yang dilemparkan kepadanya, sekalipun selagi tidur, ia juga sanggup untuk menerimanya. Dalam waktu singkat ia sudah meneguk beberapa tegukan diberikan kepada Yan Jit, Yan Jit meneguk kemudian diserahkan kepada Lim Tay-peng.

Mendadak Ong Tiong berkata: "Orang yang sudah terluka masih ingin minum arak, itu berarti dia sudah bosan hidup."

"Siapa bilang aku terluka? Aku tidak lebih cuma terpagut oleh binatang kecil."

"Binatang apa?" tak tahan Ong Tiong kembali bertanya. "Seekor kelabang kecil!" Mendadak Ong Tiong merebut kedepan dan merampas guci arak itu kemudian dengan wajah hijau membesi serunya: "Sebenarnya kalian hendak duduk sampai kapan disini?"

Kwik Tay-lok tidak sabar, teriaknya: "Duduk sampai ada orang yang datang mencarimu."

"Siapa bilang ada orang hendak mencariku?"

"Aku!"

"Dari mana kau bisa tahu?"

"Orang-orangan itu yang memberitahukan kepadaku." Diliriknya Ong Tiong sekejap dengan ekor matanya, kemudian melanjutkan sambil tertawa: "Orang-orangan ini selain bisa main layang-layang, juga pandai berbicara, coba kau katakan lucu tidak?"

Mendadak paras muka Ong Tiong berubah hebat, pelan-pelan ia mundur kembali ke undak-undakan batu didepan pintu gerbangnya. Suasana disekeliling tempat itu amat sunyi, hanya arak dalam guci yang masih kedengaran berbunyi. Tiba-tiba Yan Jit berkata: "Hei, coba dengar! Arak didalam guci pun pandai berbicara, sudah kalian dengar belum?"

"Apa yang dia katakan!" tanya kwik Tay-lok. "Dia bilang ada tangan seseorang sedang gemetar, bahkan gemetar sampai kepalanya ikut pusing." Mendadak Ong Tiong melompat bangun lalu mendelik ke arahnya. Tapi ia tidak ambil perduli, menengok ke arah Ong Tiong pun tidak. Mereka bertiga masih celingukan kesana kemari, memandang ke semua tempat kecuali ke arah Ong Tiong. Mendadak meluncur datang setitik cahaya api dan tepat menghajar telak di atas tubuh orang-orangan yang pertama. "Bluuuummm....!" orang-orangan itu segera terbakar hebat. Dibalik cahaya api yang menjilat-jilat tampak warna hijau yang membawa bau aneh tersiar kemana-mana. Paras muka Ong Tiong segera berubah hebat, teriaknya tiba-tiba: "Cepat mundur, mundur ke dalam rumah" Dia melemparkan guci arak itu ke arah Kwik Tay-lok, kemudian membalikkan badan membopong Lim Tay-peng dan menyerbu masuk ke dalam pintu gerbang. Ong Tiong akhirnya bergerak juga. Bila sedang tidak bergerak ia tampak malas, tapi begitu bergerak ternyata jauh lebih cepat dari siapapun. Kwik Tay-lok juga bergerak, dia letakkan dulu guci arak itu kemudian baru bergerak. Karena dia tidak mundur ke arah rumah, sebaliknya menerjang ke arah mana berasalnya

cahaya api itu. Begitu dia menubruk ke sana, tentu saja Yan Jit juga mengikuti dibelakangnya. 0ng Tiong segera berteriak keras: "Cepat mundur kembali, tempat itu tak boleh didatangi?" Kwik Tay-lok tidak menggubris, seakan-akan secara tiba-tiba berubah menjadi orang tuli. Ia tidak mendengar, tentu saja Yan Jit juga tidak mendengar. Lim Tay-peng segera menghela napas panjang, katanya: "Orang ini tampaknya paling suka pergi ketempat yang tak boleh dikunjungi, sekarang apakah kau masih belum paham dengan penyakitnya itu...." Jika sebuah gedung, rumah bisa disebut orang sebagai ""perkampungan," paling tidak dia harus mempunyai beberapa syarat yang harus terpenuhi dulu. Rumah itu pasti tidak terlampau kecil. Sekalipun rumah itu tidak didirikan di atas bukit, paling tidak harus berada di kaki gunung. Di luar gedung tersebut, besar atau kecil harus terdapat sebidang hutan yang rimbun. Meskipun Hok-kui-san-ceng sedikitpun tidak kaya raya, paling tidak masih termasuk juga sebuah "san-ceng" (perkampungan). Oleh karena itu, diluar gedung juga terdapat sebuah hutan, dari hutan itulah cahaya api tadi dibidikan. Dengan suara dalam Kwik Tay-lok, berseru: "Apakah titik api itu dibidikan dari belakang pohon tersebut?"

"Aku tidak melihat jelas" jawab Yan Jit "dan kau?"

"Aku juga tidak terlalu jelas." Cuaca memang sudah gelap, hutan itu tampak lebih gelap lagi, tidak nampak bayangan manusia, juga tidak kedengaran sedikit suarapun. Kembali Yan Jit berkata: "Aku rasa lebih baik kita kembali dulu untuk merundingkan persoalan ini dengan Ong lotoa."

"Orang lain enggan berunding dengan kita, mau apa kita berunding dengannya? Berunding soal kentut?" Jika ia sudah mulai mengeluarkan kata-kata kotor, itu menandakan kalau hawa amarahnya sudah mulai berkobar. "Bila bertemu hutan jangan masuk. Apakah peraturan dunia persilatan inipun tidak kau pahami?"

"Aku tidak paham. Aku memangnya bukan jago kawakan, segala macam peraturan dunia persilan tak sebuahpun yang kupahami."

Mendadak tubuhnya menerjang kedepan, langsung menerjang masuk kedalam hutan..  Dari dalam hutan itu seakan-akan ada cahaya tajam yang berkilauan. Sebelum mata Kwik Tay lok melihat jelas, tubuhnya sudah menerjang ke dalam. Kemudian diapun menyaksikan sebilah pisau. Sebilah pisau untuk memotong daging. Pisau itu menancap di atas pohon, memantek secarik kertas. Di atas kertas itu tentu saja ada tulisannya, tapi tulisan itu lembut sekali, sekalipun berada ditengah hari yang terang benderang juga belum tentu bisa melihatnya dengan jelas. Baru saja Kwik Tay-lok hendak mencabut pisau itu, Yan Jit telah menariknya. Dengan wajah pucat pias Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, kemudian menegur: "Kau toh sudah tertipu satu kali, apakah sekarang ingin tertipu untuk kedua kalinya?" Dia gelisah dan jengkel, sebaliknya Kwik Tay-lok malah tertawa tergelak: "Hei, apa yang kau tertawakan?" Yan Jit segera menegur. "Aku sedang mentertawakan kau!"

"Tertawa kentutmu!" Jika dia sudah turut sertakan kata kotor dalam makiannya, itu menandakan kalau ia sudah jengkelnya setengah mati. Kwik Tay-lok tidak tertawa lagi, katanya dengan bersungguh-sungguh: "Sekalipun mereka masih menginginkan aku tertipu, pasti cara lain yang lebih segar yang akan dipakai, kenapa musti mengulangi lagi dengan cara itu, memangnya mereka anggap aku ini seorang bego yang tololnya bukan kepalang?"

"Kau anggap kamu ini bukan bego?" teriak Yan Jit sambil menarik mukanya. Kwik Tay-lok menghela napas panjang lalu tertawa getir. "Baik!" katanya, "kau suruh aku tidak turun tangan, akupun tak akan turun tangan, tapi maju mendekat toh tidak menjadi soal bukan?" Ternyata ia benar-benar menggendong tangan sambil maju kedepan. Tangan tidak bergerak, kalau cuma memandang dengan mata tentunya tak menjadi soal. Tapi huruf diatas kertas itu benar-benar terlalu kecil, mau tak mau terpaksa dia harus maju lagi lebih mendekat.

Jilid 16

AKHIRNYA SECARA lamat-lamat dia dapat membaca juga tulisan yang tercantum di atas kertas itu. "Hati-hati kakimu..." Ketika membaca tulisan itu, kakinya menjadi kehilangan keseimbangan dan segera terjerumus ke bawah. Ternyata di bawah sana terpasang sebuah perangkap. "Hati-hati ...." teriak Yan Jit. Ditengah bentakan, dia sudah menerjang, ke muka dan menarik tangan Kwik Tay-lok. Mendapat tarikan, Kwik Tay-lok segera mementalkan tubuhnya ke udara dan melompat keatas.

Ilmu dalam meringankan tubuh yang dimilikinya tidak terhitung lemah, lompatannya itu sangat tinggi. Sayangnya sekali, semakin tinggi dia melompat, semakin ruyamlah keadaannya. "Kraaakkk....!" tiba-tiba dari balik daun berkumandang suara keras, tiba-tiba sebuah jaring besar terjatuh dari atas. Sungguh sebuah jaring yang besar sekali. Sekalipun Kwik Tay-lok punya sayap dan bisa terbang seperti burung, juga jangan harap bisa menghindarkan diri dari sergapan tersebut. Apalagi tubuhnya sedang melompat ke tengah udara, seakan-akan tubuhnya sedang menyongsong datangnya jaring tersebut, mau menghindar ke arah manapun tak sempat lagi. Bukan dia saja yang tak bisa menghindar, Yan Jit sendiripun tak dapat menghindarkan diri. Tampaknya kedua orang itu segera akan terkurung oleh jaring besar itu.... Mendadak sesosok bayangan hitam meluncur lewat seperti peluru yang ditembakkan oleh meriam, kecepatannya hampir sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Bayangan hitam itu menyambar lewat dari atas kepala mereka, tangannya dengan cekatan menyambar jaring tadi. Bayangan hitam itu bukan peluru kanon, melainkan manusia. Dia adalah Lim Tay-peng! Setelah menyambar jaring itu, tubuh Lim Tay-peng masih meluncur ke depan sejauh dua tiga kaki lebih ke depan sebelum akhirnya gerakan itu melamban. Sementara itu Kwik Tay-lok dan Yan Jit sudah mengundurkan diri keluar dari hutan itu, tampak Lim Tay-peng masih bergelantung di atas pohon dengan tangan yang satu memegang dahan, tangan lain memegang jala, tubuhnya berayunan kesana kemari. Jantung Kwik Tay-lok masih berdebar keras, tak tahan lagi dia menghela napas panjang, lalu katanya sambil tertawa getir: "Kali ini, seandainya bukan kau, aku benar-benar sudah menghantarkan diri ke dalam jaring."

"Kau tak usah berterima kasih kepadaku!" kata Lim Tay-peng sambil tertawa. "Kalau tidak berterima kasih kepadamu, lantas harus berterima kasih kepada siapa?"

"Berterima kasih saja kepada orang yang berada di belakangmu." Ketika Kwik Tay-lok membalikkan badannya, dia baru melihat Ong Tiong dengan wajah hijau membesi sedang berdiri di belakang. Sambil tertawa kembali Lim Tay-peng berkata: "Sedari tadi toh sudah kukatakan, aku sudah tak mampu untuk melompati tembok lagi"

"Lantas tadi..."

"Tadi, Ong lotoalah yang melemparkan tubuhku dengan kekuatan yang hebat, kalau tidak masa bisa secepat itu gerakan tubuhku?" Di dunia ini memang tak akan ada orang yang memiliki gerakan tubuh sedemikian cepatnya, andaikata tidak meminjam daya lemparan dari Ong Tiong, siapapun mustahil bisa memiliki gerakan tubuh sedemikian cepatnya. Kwik Tay-lok melirik sekejap ke arah Ong Tiong, lalu katanya sambil tertawa paksa: "Tampaknya tenaga lemparan yang dimiliki Ong lotoa memang hebat juga...!"

"Tapi Ong lotoa justru mengagumimu." ucap Lim Tay-peng. "Mengagumi aku?"

"Meski tenaga lemparannya besar, nyalimu jauh lebih besar." kontan Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya sambil mengomel: "Apakah kau harus menirukan seekor monyet, berbicara sambil bergelantungan di atas pohon?"

"Sebetulnya sedari tadi aku sudah pingin turun," jawab Lim Tay-peng sambil tertawa: "sayang kakiku memang tidak penurut."

Ong Tiong tidak berbicara apa-apa selama ini, demikian pula Yan Jit.... Kedua orang itu sedang mengawasi Kwik Tay-lok dengan mata mendelik. Kwik Tay-lok cuma bisa tertawa getir sambil berkata: "Tampaknya, bukan cuma tiada perbuatan yang berhasil kulakukan hari ini, bahkan berbicarapun tak ada yang benar." Saat itulah Yan Jit baru menghela napas.    "Aaaai.....! Baru kali ini perkataanmu itu benar," katanya. Cahaya lampu menyinari dalam ruangan. Di atas meja, selain terdapat lampu, masih ada lagi secarik kertas, sebilah pisau dan seguci arak. Karena pada akhirnya Kwik Tay-lok tak tahan juga untuk mencabut keluar pisau itu dari atas pohon, tentu saja dia tak lupa untuk membawa pulang seguci arak itu. Meski potongan badan orang ini tidak mirip kerbau, wataknya justru watak kerbau. Dia malah kelihatan berbangga hati, ujarnya sambil tertawa: "Aku toh sudah bilang, mencabut pisau itu tidak ada pengaruhnya, aku sudah tahu bahwa permainan yang mereka persiapkan kali ini sudah pasti adalah suatu permainan baru, coba lihatlah, bukankah permainan ini termasuk suatu permainan baru?"

"Barunya sih memang baru, tapi ikan yang masuk jaringpun lebih baru dan segar." sambung Yan Jit dingin. Dia mengambil pisau di meja itu dan melanjutkan: "Sekarang aku baru tahu, pisau ini sebetulnya dipersiapkan untuk memotong daging apa."

"Apakah untuk memotong daging ikan?" tanya Kwik Tay-lok kemudian dengan cepat. "Akhirnya betul juga jawabanmu itu."

"Kalau begitu, lebih baik aku menjadi seekor ikan yang mabuk saja, biar kalau di potong tidak terasa sakit." Dia lantas mengangkat guci arak itu siap untuk diminum, gumamnya kembali: "Udang mabuk konon merupakan hidangan yang terlezat dari wilayah Kanglam, aku rasa ikan mabuk pasti sedap pula rasanya." Tapi arak itu belum sempat diteguk olehnya, sebab secara tiba-tiba Ong Tiong merampas guci araknya itu. Kwik Tay-lok menjadi tertegun, lalu serunya: "Eeeh.... sejak kapan kau berubah menjadi seorang setan arak seperti aku?"

"Arak ini tak boleh diminum !" ucap Ong Tiong. "Tadi saja masih bisa diminum, mengapa sekarang tak boleh diminum?"

"Sebab tadi adalah tadi dan sekarang adalah sekarang" Yan Jit memutar sepasang biji matanya, lalu berkata: "Tadi guci arak ini kau letakkan dimana?"

"Di depan pintu!" jawab Kwik Tay-lok. "Tadi kita semua berada didalam hutan, apakah di depan pintu tiada orang lain?"

"Yaaa tak ada!"

"Itulah sebabnya arak itu tak boleh diminum sekarang"

"Masa baru pergi sejenak, sudah ada orang yang meracuni arak kita itu?"

"Jangan kau bilang kepergian kita tadi cuma sebentar, saat seperti itu sudah cukup buat orang lain untuk meracuni delapan puluh guci arak!"

"Aaah. Kalian jangan menakut-nakuti aku, jangan kau lukiskan mereka itu menakutkan sekali, memangnya mereka benar-benar bisa menerobos masuk tanpa lubang dan tak pernah melewatkan setiap kesempatan yang bisa dipakai untuk mencelakai orang."

Ong Tiong tidak berbicara, tiba-tiba dia melangkah keluar pintu dan membanting guci itu keras-keras. Guci itu seketika  hancur berantakan, arakpun mengalir membasahi seluruh tanah. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, gumamnya:  "Sayang, benar-benar amat...." Tiba-tiba suaranya terhenti sampai separuh jalan, orangnya juga mendadak ikut tertegun. Seekor ular yang kecil, kecil sekali sedang merambat keluar dengan pelan sekali dari balik hancuran guci arak tersebut.

Ular itu bukan cuma kecilnya bukan kepalang, tapi semakin kecil tubuhnya, konon semakin berbisa pula. Paras muka Kwik Tay-lok berubah hebat tak tahan lagi dia menghela napas panjang, gumamnya: "Tampaknya orang-orang itu betul-betul sudah menerobos masuk melalui setiap lubang yang ada!"

"Yaa, itulah ular bergaris merah yang bisa masuk melalui setiap lubang yang ada!" seru Yan Jit secara tiba-tiba. Dengan terkejut dia memandang ke arah Ong Tiong, kemudian ujarnya kembali: "Betulkah ular itu adalah ular bergaris merah yang disebut Bu-khong-put-ji?" Dengan wajah hijau membesi pelan-pelan Ong Tiong membalikkan tubuhnya lalu berjalan, kembali ke ruangan dan duduk di bawah sinar lentera. Kali ini, ternyata ia tidak membaringkan diri. Kembali Yan Jit menghampirinya sambil bertanya: "Apakah dia..? Sebenarnya benarkah dia?" Kembali Ong Tiong termenung sampai lama sekali, tapi akhirnya dia mengangguk juga. Yan Jit segera menghembuskan napas panjang, selangkah demi selangkah ia mundur kebelakang, tiba-tiba diapun membaringkan diri. Kali ini dia membaringkan diri di atas ranjang. Kwik Tay-lok segera menghampirinya sambil bertanya: "Apa sih yang dimaksudkan dengan Bu-khong-put-ji tersebut?"

"Dia adalah seorang manusia!" Bukan saja keadaan Yan Jit saat ini sudah lemas sekali, bahkan tenaga untuk berbicarapun

sudah tidak dimiliki. "Manusia macam apakah dia? Kau kenal dengan orang itu?" tanya Kwik Tay-lok lagi. Yan Jit tertawa getir. "Seandainya aku kenal dia, aneh namanya kalau aku masih bisa hidup sampai sekarang." Tiba-tiba dia melompat bangun dan menerjang kehadapan Ong Tiong, setelah itu serunya: "Tapi kau, sudah pasti kau mengenalnya!" Ong Tiong termenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian ia berkata sambil tertawa: "Sekarang, aku toh masih hidup!"

"Aaaai.... orang yang mengenali dirinya, ternyata masih bisa hidup dengan segar bugar, memang kejadian ini merupakan suatu kenyataan yang tidak mudah." Pelan-pelan senyuman di wajah Ong Tiong lenyap tak berbekas, kemudian iapun menghela

napas panjang. "Yaa, memang tidak mudah!" sahutnya. Hampir berteriak keras Kwik Tay-lok karena tak sabar, serunya dengan lantang: "Sebenarnya kalian sedang membicarakan soal manusia? Atau soal ular?"

"Manusia!" jawab Yan Jit. "Apakah orang itu bernama ular bergaris merah?"

"Yaa, lagi pula Bu-khong-put-ji, artinya: kau mempunyai setitik keteledoran saja maka dia akan segera meracunimu sampai mampus."

"Setitik keteledoran? Setiap orang tak akan terhindar untuk membuat sedikit keteledoran."

"Aaai... itulah sebabnya andaikata dia hendak meracunimu, maka hanya ada satu jalan saja bagimu."

"Jalan yang mana?"

"Mati diracuni olehnya!" Tanpa terasa Kwik Tay lok menghembuskan napas dingin, serunya: "Kalau begitu permainan busuk yang dipakai untuk mencelakai orang tadipun merupakan bagian dari permainan busuknya?"

"Meskipun kepandaian meracuni orang yang dimiliki orang itu sudah mencapai tingkatan yang tak terhingga di dunia ini, tapi kepandaian yang lain masih belum seberapa hebat."

"Kalau begitu, akupun bisa berlega hati" kata Kwik Tay-lok sambil menghembuskam napas lega. "Sayang, kecuali dia masih ada orang lain lagi."

"Siapa?"

"Jian jiu-jian-hu-kong-sin (Dewa kelabang bertangan seribu bermata seribu)!"

"Bertangan seribu bermata seribu?"

"Maksudnya orang ini mampu melepaskan sambitan senjata rahasia yang bagaimana gencarpun sehingga seakan-akan dia mempunyai seribu buah tangan dan seribu buah mata, konon seluruh bagian tubuhnya penuh berisikan senjata rahasia, bahkan dari hidungnyapun dapat mengeluarkan senjata rahasia" Kwik Tay-lok, mengerling sekejap ke arah Ong Tiong, tiba-tiba katanya sambil tertawa: "Bagus sekali, asal aku bisa berjumpa dengan orang ini, maka hidungnya pasti akan kuhajar dulu sampai pesek"

"Tapi bila kau berjumpa dengan Ciu-ku-ciu-lam-ang-nio-cu (perempuan berbaju merah yang menolong kesulitan dan menolong penderitaan orang), sudah pasti pukulanmu itu tak akan tega kau lepaskan."

"Perempuan baju merah yang menolong kesulitan dan penderitaan orang? Kalau didengar dari namanya sih tampaknya seorang manusia baik-baik....."

"Dia memang orang baik, tahu kalau kebanyakan orang di dunia ini hidup dalam kesulitan dan penderitaan, oleh sebab itu dia selalu berpikir bagaimana caranya untuk membantu mereka cepat-cepat memperoleh pelepasan."

"Aaaai.... kalau kudengar dari perkataanmu itu, tampaknya dia seperti orang jahat."

"Sekalipun kau memilih di dalam delapan ratus laksa orang, belum tentu dapat kau jumpai seorang manusia baik seperti dia."

"Apakah dia memiliki kepandaian khusus?" Sambil menarik muka dan bernada dingin, sahut Yan Jit: "Soal kepandaiannya, lebih baik kau tak usah tahu."

"Apakah dia adalah seorang perempuan yang cantik jelita?"

"Sekalipun benar, sekarang juga telah menjadi seorang nenek tua, seorang nenek yang cantik."

"Ia sudah berusia enam-tujuh puluh tahunan?"

"Belum."

"Lima-enam puluh tahunan?"

"Agaknya belum sampai !"

"Kurang lima empat puluh tahunan?"

"Mungkin sudah mencapai!" Kwik Tay-lok segera tertawa, "Saat itu merupakan saat orang menjadi muda untuk kedua kalinya, mana bisa dianggap sebagai seorang nenek?" Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, lalu berseru: "Usianya sudah tidak muda, apa pula hubungannya dengan dirimu? Apa yang kau girangkan?"

"Kapan sih aku merasa gembira?"

"Kalau tidak gembira, kenapa tertawamu macam anjing mendapat tulang?"

"Karena aku memang seekor anjing" Sekali lagi Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, kemudian tak tahan dia tertawa gelak sendiri. Menggunakan kesempatan itu Kwik Tay-lok segera bertanya lagi: "Kalau kudengar dari perkataanmu tadi, kepandaian yang dia miliki itu sudah pasti khusus dipakai untuk menghadapi kaum lelaki, bukan begitu?" Sekali lagi Yan Jit menarik mukanya. "Aku sendiripun tak tahu kepandaian apakah yang dia miliki, aku cuma tahu tidak sedikit orang lelaki yang mampus di tangannya." Selama ini Lim Tay-peng hanya bersandar di kursi sambil beristirahat, tiba-tiba selanya: "Mungkinkah orang-orangan itu hasil bikinannya?"

"Bukan !" jawab Yan Jit. "Kalau bukan dia, lantas siapa?"

"Sudah pasti It-kian-son-tiong-cui-mia-hu (Lencana pembetot sukma yang bertemu orang lantas mengantar jenasah)!"

"Cui-mia-hu?" ulang Lim Tay-peng dengan kening berkerut. "Bukan saja orang ini mempunyai akal busuk yang tak terhitung jumlahnya, lagi pula dia memiliki sepasang tangan yang pandai sekali membuat kerajinan tangan, pandai menyaru, pandai

membuat alat perangkap, alat jebakan dan lihay sekali dalam melepaskan senjata rahasia serta membuat senjata aneh, pokoknya orang ini hebat sekali. Berkilauan sepasang mata Kwik Tay-lok setelah mendengar perkataan itu tiba-tiba gumamnya: "Aku mengerti sekarang.... Aku mengerti...."

"Apa yang kau pahami?"

"Seekor ular, seekor kelabang, seekor kalajengking dan sebuah lencana pembetot sukma, sekarang yang masih kurang adalah seekor burung elang...." Tiba-tiba Lim Tay-peng menimbrung: "Sewaktu aku masuk ke hutan bersama Ong lotoa tadi, aku seperti menyaksikan ada sesosok bayangan manusia sedang melayang turun dari atas jaring tersebut ke atas dahan pohon yang

lain."

"Jaring itu sudah barang tentu tak mungkin bisa melayang sendiri dari atas pohon, tentu saja diatas pohon ada orangnya." Seru Yan Jit. "Kemana perginya orang itu?" tanya Kwik Tay-lok. Lim Tay-peng segera-tertawa getir. "Waktu itu aku sedang dilemparkan Ong Lo-toa ke atas pohon, dalam keadaan begitu, aku mana sempat untuk menggubris orang lain lagi? Apalagi ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu lihay sekali, pada hakekatnya seperti seekor burung elang saja!"

"It-hui-ciong-thian-pah-ong-heng (Raja elang sakti yang terbang menembusi angkasa)!"

"Yaa betul, lima buah layang-layang dengan lima orang manusia, akhirnya komplit juga sekarang!" seru Kwik Tay-lok sambil bertepuk tangan. "Diantara kelima orang ini, bukan saja ilmu meringankan tubuh dari Pah-ong-heng yang terhitung tinggi, konon ilmu silat yang dimilikinya pun termasuk paling lihay."

"Menurut penglihatanku, diantara kelima orang itu, yang paling sukar dihadapi adalah siperempuan baju merah yang suka menolong kesulitan dan penderitaan orang itu."

"Kenapa?"

"Karena kita semua adalah orang lelaki."

"Jika seorang lelaki tidak suka bermain perempuan, sekalipun dia memiliki kepandaian sejagadpun tak akan mampu digunakan." dengus Yan Jit dingin. "Aaai.... tapi lelaki manakah di dunia ini yang tidak suka akan kecantikan wajah seorang perempuan?" Selama ini Ong Tiong cuma duduk di situ dengan wajah serius, dia tidak berbicara, tidak pula bergerak. Bila dapat tidak bergerak, dia tak akan sembarangan bergerak. Yan Jit mengambil sebuah bangku dan duduk tepat dihadapannya, lalu berkata: "Kau telah melihat layang-layang itu, kau tentu tahu bukan siapa-siapa saja yang telah datang

mencari gara-gara denganmu?" Kwik Tay-lok memindahkan pula sebuah bangku di hadapannya, lalu berkata pula: "Oleh sebab itu kau mengusir kami pergi, karena kau tahu bilamana kelima orang itu sudah muncul di sesuatu tempat, maka mereka akan mengobrak-abrik tempat tersebut."

"Kau tak ingin menarik kami tercebur di dalam air keruh ini, maka kau baru berusaha untuk mengusir kami pergi dari sini."

"Tapi, tahukah kau bahwa kami telah bersiap-siap untuk terjun pula ke dalam air keruh itu?"

"Yaa, sejak kami kenal denganmu, kami telah bertekad untuk selalu berada bersamamu."

"Karena kami adalah temanmu"

"Maka entah kemanapun kau pergi, kami pasti ada di situ!"

"Maka dari itu, bila kau ingin mengusir kami sekarang, keadaan sudah terlambat!" Ong Tiong memandang kedua orang itu secara bergantian, dia belum juga berkata apa-apa. Dia tahu, sekarang ia sudah tak perlu berkata apa-apa lagi. Dia kuatir bila sampai buka mulut maka air matanya akan jatuh bercucuran. Teman! Kata-kata itu memang amat sederhana, tapi tahukah kalian bahwa dibalik kesederhanaan itu justru tersimpan sesuatu yang agung? Ong Tiong telah mengepal sepasang tangannya kencang-kencang, lalu sepatah demi sepatah katanya: "Kalian memang benar-benar merupakan sahabat karibku!" Walau cuma satu kalimat, namun itu sudah lebih dari cukup. Asal kau benar-benar dapat memahami makna yang sebenarnya dari ucapan tersebut, maka kau tak usah berkata apa-apa lagi. Yan Jit tertawa, Lim Tay-peng juga tertawa. Kwik Tay-lok menggenggam tangan Ong Tiong erat-erat. Asal mereka dapat mendengar, ucapan tersebut, hati mereka sudah merasa amat puas. Mereka tidak bertanya apa sebabnya Ong Tiong bisa bermusuhan dengan kelima orang itu, juga tidak menanyakan darimana datangnya kesulitan tersebut. Selama Ong Tiong tidak mengatakannya, merekapun tak akan bertanya... Sekarang, satu-satunya persoalan didalam hati mereka adalah: "Bagaimana caranya untuk menghilangkan kesulitan tersebut?"

"Begitu melihat munculnya kelima buah layang-layang tersebut, aku sudah tahu kalau kesulitan telah datang" ujar Yan Jit.

"Layang-layang itu sesungguhnya memang merupakan suatu peringatan." Ong Tiong menerangkan. "Kalau toh mereka bermaksud untuk mencari gara-gara denganmu, apa sebabnya mereka memberi peringatan lebih dulu agar kau membuat persiapan-persiapan ?"

"Sebab, mereka tidak menghendaki kematianku yang terlampau cepat!" Dengan wajah membesi, pelan-pelan terusnya: "Karena mereka tahu betapa hebatnya penderitaan seorang dalam menantikan saat tibanya kematian, sebab penderitaan dan siksaan semacam itu beratus-ratus kali lipat lebih hebat daripada siksaan serta penderitaan macam apapun" Yan Jit segera menghela napas panjang. "Aaai.... tampaknya kesulitan yang kau hadapi sekarang benar-benar bukan suatu kesulitan yang kecil."

"Yaa, memang tidak kecil." Mendadak Kwik Tay-lok tertawa, katanya: "Cuma sayang mereka toh masih salah menghitung sesuatu."

"Oooooh....."

"Meskipun mereka terdiri dari lima orang kamipun berempat, kenapa kita musti takut? Kenapa kita musti menderita?"

"Tapi paling tidak mereka lebih untung dalam posisi dari pada kita....."

"Maksudmu?"

"Serangan yang terang-terangan mudah dihindari, serangan yang bersembunyi susah dihadapi, tentunya kau mengerti bukan apa maksudnya."

"Aku mengerti, tapi aku tidak takut."

"Apa yang kau takuti?" seru Yan Jit dengan mata melotot. "Takut padamu!" Tak tahan Yan Jit tertawa geli, tapi dengan cepat dia menarik muka kembali sambil melengos. Padahal diapun memahami perkataan dari Kwik Tay-lok, sebab dia sendiripun demikian. Manusia macam mereka hanya takut kalau orang lain baik kepada mereka, takut kalau di bikin terharu oleh orang lain. Andaikata membuat mereka terharu, sekalipun mereka disuruh memenggal batok kepalanya untuk diberikan kepadamu pun, mereka tak akan mengerutkan dahi. Kembali Kwik Tay-lok berkata: "Tentara datang kita tahan, air datang kita bendung, manusia-manusia semacam itupun bukan manusia yang luar biasa, selain mencelakai orang dengan akal busuk dan cara tersembunyi, aku lihat kepandaian sesungguhnya yang mereka miliki terbatas sekali." Setelah berhenti sebentar, terusnya:

"Persoalannya sekarang hanyalah, kapan mereka baru akan benar-benar datang kemari?"

"Entahlah!" ucap Ong Tiong. "Masa kau sendiripun tidak tahu?"

"Aku hanya tahu sebelum mereka menghantar keberangkatanku ke alam baka, sudah pasti orang-orang itu tak pergi dari sini!"

Kwik Tay-lok segera tertawa, katanya: "Sekarang, siapa yang akan menghantar keberangkatan siapa masih sukar ditentukan,

rasanya kitapun tak perlu cepat berputus asa!" Disitulah terletak daya tarik Kwi Tay-lok.. Dia selalu percaya pada diri sendiri, dia selalu periang, manusia macam ini, sekalipun menghadapi langit ambrukpun tak akan bermuram durja, sebab dia beranggapan asal seseorang memiliki keyakinan serta rasa percaya pada diri sendiri, maka kesulitan macam apapun dapat

diselesaikan. Bukan saja dia memiliki rasa percaya pada diri sendiri, selain itu dia pun berusaha menanamkan rasa percaya pada diri sendiri itu di dalam hati orang lain. Pelan-pelan paras muka Ong Tiong berubah menjadi cerah kembali, tiba-tiba ujarnya: "Walaupun mereka agak menang posisi, tapi akupun mempunyai suatu cara yang baik untuk menghadapi mereka."

"Apa caramu itu ?" cepat-cepat Kwik Tay lok bertanya. "Tidur!" Kwik Tay-lok agak tertegun, kemudian tertawa geli. "Cara semacam ini mungkin hanya kau seorang yang dapat memikirkannya..." dia berseru. "Tidak baikkah cara ini? Itulah yang dinamakan dengan ketenangan kita menantikan perubahan." Kwik Tay-lok segera bersorak sambil bertepuk tangan tiada hentinya. "Betul, betul sekali!" serunya, "kalau ingin tidur mari sekarang juga kita pergi tidur, dengan semangat yang segar serta kondisi badan yang lebih baik, kita hadapi cecunguk-cecunguk itu."

"Kalau ingin tidurpun kita harus membagi waktu meronda!" usul Yan Jit dengan cepat. "Betul, aku dan kau menjaga setengah malam pertama, kentongan ketiga nanti Ong lotoa dan Lim Tay-peng baru menggantikan kita."

"Cara ini kurang baik," tiba-tiba Lim Tay-peng berseru, "lebih baik aku dan kau menjadi satu regu."

"Kenapa?" Lim Tay-peng melirik sekejap ke arah Yan Jit, lalu berkata: "Sebab perkataan kamu berdua terlalu banyak, apalagi jika sudah berbincang dengan asyik, ada orang masuk ke rumah pun kalian tak akan tahu." Tiba-tiba Yan Jit berjalan keluar, sebab paras mukanya seperti agak memerah secara tiba-tiba. "Lebih baik aku satu regu dengan Yan Jit saja." kata Kwik Tay-lok dengan cepat, "justru karena ada teman berbicara, rasa mengantuk baru bisa dihilangkan." Di mulut dia berkata demikian, dia sudah melompat keluar dari ruangan itu. Perduli apapun yang diucapkan orang lain pokoknya dia tetap bersikeras menjadi satu dengan Yan Jit. Ia merasa seakan-akan antara dia dengan Yan Jit sudah terikat oleh seutas tali yang tidak nampak. Memandang kedua orang itu sudah keluar dari ruangan, tiba-tiba Lim Tai-peng tertawa, lalu

gumamnya: "Kadangkala aku betul-betul merasa heran, mengapa Siau-kwik bisa begitu tololnya." Ong Tiong juga tertawa, sahutnya sambil tersenyum: "Jangan kuatir, dia tak akan terlalu lama berada dalam keadaan bodoh seperti itu."

"Padahal aku sangat berharap agar dia bisa lebih lama lagi berada dalam keadaan begini baru terhitung menarik sekali."

Suasana di ruang tamu sangat gelap. Setelah masuk ke ruang tamu, Yan Jit segera duduk. Kwik Tay-lok juga masuk ke ruang tamu serta ikut duduk pula. Cahaya bintang memancar masuk lewat jendela dan menyinari wajah Yan Jit, menyoroti sepasang mata Yan Jit. Sepasang matanya itu tampak jeli dan bercahaya berkilauan. Kwik Tay-lok duduk disampingnya sambil menatap wajahnya lekat-lekat, tiba-tiba katanya sambil tertawa: "Tahukah kau, kadangkala matamu itu persis seperti mata perempuan!"

"Bagian mana lagi dari tubuhku yang mirip perempuan?" tegur Yan Jit sambil menarik muka. "Sewaktu tertawa pun kau juga sangat mirip!"

"Kalau toh aku mirip perempuan, mengapa kau masih mengintil terus di belakangku?"

"Sebab bila kau ini perempuan, aku akan lebih getol lagi mengikutimu...." jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa. Tiba-tiba Yan Jit melengos ke arah lain kemudian bangkit berdiri, mencari batu api dan memasang lentera. Tampaknya dia kurang berani untuk duduk berduaan dengan Kwik Tay-lok ditempat kegelapan. Setelah cahaya lentera bersinar, bayangan tubuh merekapun terbias di atas jendela. Mendadak Kwik Tay-lok menarik tubuhnya, seperti hendak memeluknya. Dengan kaget Yan Jit berseru: "Kau, mau apa kau?"

"Bila kau berdiri di situ, bukankah persis akan menjadi sasaran hidupnya Jian-jiu-jian-gan toa-hu-kong?" Biji matanya berputar, mendadak sinar tajam dari balik matanya, dia lantas bergumam: "Yaaa, inilah suatu ide yang bagus sekali."

"Huuuh, masa manusia macam kau juga mempunyai ide yang bagus?" Yan Jit melotot sekejap ke arahnya. "Kalau memang si kelabang besar itu suka melukai orang dengan senjata rahasianya, apa salahnya kalau kita mencarikan beberapa buah sasaran hidup baginya?"

"Siapa yang hendak kau jadikan sebagai sasaran hidup?"

"Orang-orangan dari rumput jerami itu!" Kemudian lanjutnya lagi: "Mari kita pindahkan orang-orang itu kemari dan dudukkan di sini, bila dilihat dari luar jendela, siapa yang akan tahu kalau mereka itu bukan orang sungguhan?" Kening Yan Jit yang semula berkerut dengan cepat mengendor kembali. "Si kelabang besar itu pasti cuma melihat bayangan manusia dari luar jendela," kata Kwik Tay-lok, "dia pasti akan merasa gatal tangannya setelah melihat bayangan manusia."

"Kemudian?"

"Kitapun menunggu diluar, asal tangannya mulai gatal, maka kitapun gunakan akal untuk menghadapinya." Yan Jit termenung sebentar, lalu sahutnya hambar: "Kau anggap caramu itu sangat bagus?"

"Sekalipun tidak bagus juga tak ada salahnya untuk dicoba, kita toh tak bisa menunggu saat kematian di sini, bagaimanapun juga tak ada salahnya bila kita gunakan akal untuk menggoda mereka."

"Jangan lupa, orang-orangan jerami itu tak bisa melukainya."

"Bagaimanapun juga, orang-orangan dari jerami itu toh benda mati, bagaimanapun juga rasanya jauh lebih muda dihadapi dari pada orang hidup" Yan Jit segera menghela napas panjang. "Baiklah!" katanya kemudian, "untuk kali ini aku akan menuruti perkataanmu, coba lihat saja nanti apakah akalmu itu akan berhasil atau tidak." Kwik Tay-lok tertawa. "Akal yang bodoh paling tidak toh jauh lebih baik dari sama sekali tak punya akal" Bayangan dari orang-orangan dari jerami masih terhias di atas jendela, dilihat dari luar memang mirip sekali dengan orang sungguhan. Sebab, bukan saja orang-orangan itu memakai baju, juga memakai topi. Malam sudah semakin kelam, angin yang berhembus lewat membawa udara yang dingin yang

menyayat badan. Walaupun Kwik Tay-lok dan Yan Jit telah menyembunyikan diri dibalik wuwungan rumah yang terhindar dari hembusan angin, namun masih terasa kedinginan sampai menggigil badannya. Mendadak Yan Jit berkata: "Sekarang kalau ada sedikit arak untuk diminum, sudah barang tentu kita tak akan kedinginan seperti ini."

"Oooh.... tidak kusangka suatu ketika kaupun ingin minum arak...." kata Kwik Tay-lok sambil tertawa. "Aaai.... inilah yang dinamakan dekat tinta jadi hitam, dekat gincu jadi merah, bila seseorang bergaul dengan setan arak tiap harinya, cepat atau lambat diapun akan berubah menjadi seorang setan arak."

"Itulah sebabnya cepat atau lambat kaupun tak akan membenci orang perempuan." sambung Kwik Tay-lok sambil tertawa. Mendadak Yan Jit menarik muka dan tidak berbicara lagi. Lewat beberapa saat kemudian, Kwik Tay lok baru berkata kembali:

"Aku selalu tidak habis mengerti, manusia macam Ong lotoa mengapa bisa mengikat tali permusuhan dengan si kelabang besar, si ular bergaris merah dan lain-lainnya? Lagi pula permusuhan mereka itu tampaknya mendalam sekali."

"Kalau tidak habis mengerti, lebih baik jangan dipikirkan!" jawab Yan Jit dingin. "Apakah kau tidak merasa keheranan?"

"Tidak!"

"Kenapa?"

"Sebab aku tak pernah bermaksud untuk menyelidiki rahasia orang lain, terutama rahasia teman." Terpaksa Kwik Tay-lok membungkam dan tidak berbicara lagi. Lewat lama kemudian, mendadak terdengar bunyi.... "Krooooookkk!" Dengan wajah berubah Yan Jit segera berbisik: "Bunyi apakah itu?" Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, sahutnya sambil tertawa getir: "Perutku yang berbunyi karena lapar!" Dia memang merasa kelaparan setengah mati. Lewat lama kemudian, tiba-tiba terdengar, lagi bunyi aneh... "Kroook .. . . krooookkk!"

"Bunyi apa lagi kali ini ?" bisik Kwik Tay-lok. "Gigiku lagi saling beradu!" jawab Yan Jit sambil menggigit bibirnya kencang-kencang. Rupanya saking kedinginan sampai giginya saling bergemerutukan dengan kerasnya. "Kalau memang kedinginan, mengapa tidak bersandar saja di tubuhku?" usul Kwik Tay-lok. "Ehmmm....!"

"Ehmm itu apa maksudnya?"

"Ehmm artinya kau jangan berisik, bila mulutnya, nyerocos terus, mana mungkin kelabang besar itu berani muncul?" Kwik Tay-lok tak berani bersuara lagi. Terhadap persoalan apa saja dia tak takut, diapun tidak takut kepada mereka, yang ditakuti adalah mereka tak berani datang. Bila mereka berdua harus menanti terus dalam keadaan begini, lama kelamaan mereka pun tak akan tahan. Yang paling tidak tahan adalah siapapun tak tahu sampai kapan orang-orang itu baru

munculkan diri, mungkin harus menunggu beberapa hari lagi, mungkin juga sedetik kemudian.... Kwik Tay-lok sedang bersiap-siap menyelimuti tubuh Yan Jit dengan jala ikan yang berada ditangannya. Jala itu enteng dan lembut, tapi kuatnya bukan kepalang, entah terbuat dari bahan apa? Lim Tay-peng sengaja membawanya pulang dan Kwik Tay-lok bersiap-slap mempergunakannya untuk menghadapi si kelabang besar. Dia telah bersiap-siap untuk menggunakan gigi membalas gigi, dengan mata membalas mata. Meski jaring itu enteng, tapi dalam hati Yan Jit merasa amat hangat dan mesra. Mendadak tampak sesosok bayangan manusia meluncur masuk lewat dinding pekarangan sebelah depan, sesudah berjumpalitan ditengah udara, cahaya tajam segera berkilauan memenuhi seluruh angkasa, ada tiga empat puluh macam senjata rahasia yang disambitkan ke dalam jendela bagaikan hujan deras. Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu, tapi sambitan senjata rahasianya jauh lebih cepat. Baik Kwik Tay-lok maupun Yan Jit ternyata tak sempat menyaksikan bagaimana caranya senjata rahasia itu dipancarkan ke depan. Begitu senjata rahasia itu disambit ke depan, orang itu pun menutulkan ujung kakinya ke tanah dan segera meluncur ke atas siap-siap kabur ke atas wuwungan rumah. Baru saja orang itu melayang ke atas, mendadak ia menemukan ada sebuah jala yang amat besar menyongsong kedatangannya, pada hal dia sedang meluncur ke atas, keadaan ini ibaratnya dia sedang menyongsong datangnya jala itu. Dalam kejutnya dia ingin meronta, tapi jaring itu bagaikan sarang laba-laba segera

membelenggu tubuhnya. Dengan kegirangan Kwik Tay-lok segera berteriak: "Lihat kau, akan kabur kemana lagi?" Yan Jit juga telah menerjang ke muka, kakinya langsung menendang jalan darah Hiat hay dipinggang orang itu. Siapa tahu, pada saat itulah dari balik jaring tersebut kembali memancar keluar berpuluh puluh titik cahaya tajam yang meluncur ke depan bagaikan hujan deras. Kali ini giliran Kwik Tay-lok dan Yan Jit yang merasa terkejut. Pada saat itu pula dari luar dinding mendadak melayang datang sebuah kaitan yang segera menggaet jaring tersebut. Tentu saja di ujung kaitan itu terdapat seutas tali. Tentu pula tali itu sedang ditarik seseorang. Dengan demikian, jaring itupun segera tertarik keatas. Sewaktu jaring itu ditarik kembali, Kwik Tay-lok dan Yan Jit telah menubruk datang. Walaupun dia dan Yan Jit sama-sama merasa terkejut, tapi senjata rahasia tersebut sama sekali tidak disambitkan ke arah mereka berdua secara bersamaan waktu. Semua senjata rahasia tersebut ditujukan hanya pada tubuh Yan Jit seorang. Maka Kwik Tay-lok lebih kaget dan lebih gelisah dari pada Yan Jit. Meskipun dia tak tahu bagaimana caranya untuk menghadapi keadaan tersebut, namun

tubuhnya telah menubruk ke arah Yan Jit, menubruk tubuh Yan Jit. Dengan cepat kedua orang itu bergulingan di atas tanah.

Kwik Tay-lok hanya merasakan badannya menjadi sakit, tiba-tiba sekujur badannya menjadi kaku. Sedemikian kakunya sampai perasaan dan kesadarannya pun ikut menjadi kaku. Ia tak sempat menyaksikan jaring itu ditarik orang, pun tidak menyaksikan orang dalam jaring itu melompat ke atas. Dalam keadaan sadar tak sadar, dia hanya mendengar dua kali jeritan, sebuah jeritan kaget, sedang yang lain jeritan kesakitan. Tapi dia sudah tak dapat membedakan lagi siapa yang menjerit kaget dan siapa pula yang menjerit kesakitan. Dia hanya tahu dirinya tak sempat menjerit apa-apa, sebab giginya sedang saling menggertak. Ada sementara orang mungkin akan menjerit keras dihari biasa, tapi dikala sedang menderita, dia tak akan mendengus atau merintih. Tak disangkal lagi Kwik Tay-lok adalah manusia seperti itu. Ada sementara orang menjadi lupa akan keselamatan jiwa sendiri sewaktu menyaksikan temannya sedang terancam oleh bahaya. Tak disangkal, Kwik Tay-lok juga manusia seperti ini. Asal dia sudah menerjang ke depan, pada hakekatnya dia tak akan memperdulikan mati hidupnya lagi. Jeritan kaget itu seakan-akan makin jauh, makin tak terdengar lagi.... Tapi, suara apakah ini? Betulkah ada orang sedang menangis? Pelan-pelan Kwi Tay-lok membuka matanya, dia lantas menyaksikan butiran air mata di atas wajah Yan Jit.  Ketika Yan Jit melihat matanya terbuka lebar, tak tahan diapun berteriak keras dengan penuh kegirangan: "Dia telah sadar kembali!" Dari sisinya segera terdengar seseorang menyambung: "Kalau orang baik tidak berumur panjang bencana akan berlangsung seribu tahun, aku sudah tahu kalau dia pasti tak akan mati." Itulah suara dari Ong Tiong. Suara itu sebenarnya hambar, tapi sekarang kedengarannya agak gemetar. Kemudian, Kwik Tay-lok baru menyaksikan raut wajahnya.   Selembar wajah yang dingin dan hambar itu sekarang diliputi rasa girang, berseri dan agak emosi. Sambil tertawa Kwik Tay-lok lalu berkata: "Apakah kalian mengira aku sudah mampus." Ia memang lagi tertawa, tapi tampangnya sewaktu tertawa jauh lebih mirip menangis. Sebab begitu tertawa, sekujur badannya segera terasa sakit. Diam-diam Yan Jit menyeka air matanya, lalu berbisik: "Baik-baiklah berbaring, jangan pergi-pergi dan jangan berbicara apa-apa!"

"Baik!"

"Sepatah katapun tak boleh bicara" kata Yan Jit lagi. Kwik Tay-lok mengangguk. "Juga tak boleh mengangguk, pokoknya bergerak sedikitpun tidak boleh....!" Kwik Tay-lok benar-benar tidak berkutik lagi, hanya sepasang matanya saja yang terbelalak lebar sambil mengawasi Yan Jit. Yan Jit menghela napas panjang, katanya dengan lembut: "Tubuhmu sudah terkena sebatang paku Siang-bun-teng, sebatang panah pendek, ditambah lagi dengan dua batang jarum beracun, hakekatnya selembar nyawamu itu berhasil di pungut kembali, maka kau harus baik-baik menyayangi dirimu." Sewaktu berbicara, sepasang matanya kembali menjadi merah. Ong Tiong juga menghela napas, katanya: "Bila kau melarang dia berbicara, mungkin dia akan lebih menderita lagi."

"Betul!" seru Kwik Tay-lok cepat-cepat. Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya, serunya: "Tampaknya aku benar-benar menjadi bibir orang ini!"

"Kalau aku sedang berbicara, badanku tidak terasa sakit."

"Masa benar?"

"Benar!" Dia ingin tertawa tapi ditahan, pelan-pelan terusnya: "Sebab kalau aku sedang berbicara, maka semua rasa sakit itu baru akan kulupakan!" Yan Jit memandangnya, sinar mata itu entah memancarkan rasa sayang? Atau mengomel? Atau perasaan cinta yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Paras mukanya pucat pias seperti mayat, lebih pucat dari pada kertas jendela di depan sana. Fajar telah menyingsing, sinar sang surya telah memancar masuk lewat balik jendela.     Walaupun malam ini mereka lewatkan dengan penuh penderitaan, toh akhirnya dilewatkan juga. Tak tahan lagi Kwik Tay-lok lantas bertanya: "Bagaimana dengan si kelabang besar itu?"

"Sekarang telah berubah menjadi seekor kelabang mampus!" jawab Yan Jit cepat. Rupanya jeritan ngeri yang terdengar oleh Kwik Tay-lok adalah jeritan dari mulutnya. Tapi kata orang, ulat yang berkaki seratus matipun tidak kaku, maka Kwik Tay-lok bertanya lebih jauh: "Benar-benar mampus? sudah mampus seutuhnya?" Yan Jit tidak menjawab, yang menjawab adalah Lim Tay-peng: "Kujamin dia sudah mampus, mampus sampai keakar-akarnya!"

"Kau kah yang membunuhnya?" Lim Tay-peng menggeleng. "Yan Jit yang melakukan!" sahutnya. Tiba-tiba ia tertawa dan lanjutnya: "Apakah, kau tak pernah menyangka kalau dalam keadaan seperti itu, dia masih sempat membalaskan dendam bagimu?" Kwik Tay-lok memang tak pernah menyangka, sebab pada waktu itu sudah jelas dia sedang menindihi tubuh Yan Jit. Dia ingin bertanya kepada Yan Jit, tapi Yan Jit sudah melengos ke arah lain. Lim Tay-peng pun berkata lagi: "Akupun tidak menyangka sampai di situ, tapi aku dapat menyaksikan ketika si kelabang besar itu baru melompat bangun, ada sebilah pisau telah menembusi tenggorokannya, akupun dapat melihat darah yang bercucuran di tanah."

"Di tanah cuma ada darahnya? Kemana orangnya?"

"Sudah pergi, kabur sambil membawa pisau tersebut."

"Masa orang mati juga masih bisa berjalan?"

"Karena orang mati ini masih memiliki sisa tenaganya yang sedikit, paling banter juga sekali hembusan napas saja!" Kwik Tay-lok segera menghembuskan pula napasnya yang mengganjal didalam dada, dengan wajah berseri katanya: "Tampaknya kita masih belum terlalu rugi!"

"Betul, sekarang kita akan menghadapi mereka berempat dengan empat orang pula," kata Kwik Tay-lok sambil tertawa getir.   Tiba-tiba Ong Tiong berkata: "Mereka tak lebih hanya tinggal tiga orang saja." "Mana mungkin tinggal tiga?"

"Ang-nio-cu, ular bergaris merah dan Cui- mia-hu!"

"Apakah kau lupa dengan It-hui-ciong thian Eng Tiong-ong?"

"Aku tak akan melupakannya!" Mendadak mimik wajahnya berubah menjadi aneh sekali, sorot matanya seakan-akan sedang memandang suatu tempat yang jauh sekali. "Hong-nio-cu, Ci-lion-cua, Cui mia hu di tambah pula dengan Eng tiong ong, bukankah jumlah mereka menjadi empat orang ?"

"Tiga tambah satukan menjadi empat kenapa masih tiga?" Pandangan Ong Tiong terasa kosong, entah apa yang sedang dilihat, dan entah apa pula yang sedang dipikirkan, wajahnya hanya kosong dan hambar... Sampai lama sekali, sepatah demi sepatah dia baru berkata: "Karena akulah It-hui-ciong-thian eng- tiong ong!" Tak seorangpun yang menanyakan masa lalu Ong Tiong, sebab mereka dapat menghormati hak setiap orang untuk menyimpan rahasia pribadinya. Kalau Ong Tiong tidak berkata, merekapun tak akan bertanya. Rahasia dari Ong Tiong hanya Ong Tiong sendiri yang berhak untuk membicarakannya. Ong Tiong bukanlah seseorang yang tidak suka bergerak semenjak dilahirkan. Sewaktu masih kecil dulu, bukan saja gemar bergerak, bahkan sukanya setengah mati dan bergeraknya luar biasa. Sejak berusia enam tahun, dia sudah pandai memanjat pohon. Ia pernah memanjat pelbagai macam pohon, maka diapun pernah terjatuh dari pelbagai macam pohon. Jatuh dengan posisi serta gaya yang beraneka macam. Yang paling parah adalah sewaktu batok kepalanya mencium tanah lebih dulu, hampir saja batok kepalanya putus jadi dua. Menanti ia sudah mulai dapat bergelantungan di atas pohon macam monyet, dia baru tidak memanjat pohon lagi. Karena memanjat pohon baginya sudah seaman tidur didalam balik selimut saja, sama sekali tidak mendatangkan rangsangan. Sejak itu pula, setiap hari ayah ibunya harus mengirim segenap pembantunya untuk mencari dia kemana-mana. Waktu itu meski keluarganya sudah jatuh pailit, tapi pembantunya, masih ada beberapa orang. Setiap kali mereka berhasil menemukannya kembali, keadaannya pasti kecapaian setengah mati, seakan-akan didorong dengan ujung jaripun besar kemungkinan akan roboh. Tapi dia masih tetap melompat-lompat dengan segarnya, bagaikan udang yang baru keluar dari air. Sampai pada akhirnya siapapun enggan untuk pergi mencarinya. Lebih baik memotong kayu bakar delapan ratus kati dari pada disuruh menemukan dirinya. Lebih baik membersihkan jalan raya dari pada disuruh mencari jejaknya.... Oleh karena itu orang tuanyapun terpaksa harus menyingkirkan ingatan tersebut, terpaksa mereka membiarkan dia bermain sekehendak hatinya dan selama dia suka. Untung saja setiap dua-tiga hari dia masih mau pulang satu kali. Pulang untuk mandi, makan, ganti pakaian, Pulang untuk meminta uang jajan. Sebab pada waktu itu dia masih berusia tiga empat belas tahunan, dia masih merasa minta uang kepada orang tuanya masih merupakan suatu kewajiban yang lumrah. Menanti dia sudah menginjak dewasa, dan merasa sudah saatnya untuk berdiri sendiri, sulitlah bagi orang tuanya untuk bersua muka lagi dengannya. Lo-sianseng dan Lo-tay-tay ini entah sudah berapa kali bersumpah didalam hatinya: "Bila ia pulang nanti, akan kurantai kaki dan tangannya dengan rantai yang besar, akan kuhajar kakinya sampai putus, coba lihat apakah dia masih bisa kelayapan lagi atau tidak." Tapi menanti dia pulang ke rumah, menyaksikan tubuhnya yang kurus dan kelaparan, mukanya kuning dan mengenaskan, hati Lo-sianseng pun menjadi lemah dan paling banter dia hanya dipanggil masuk ke kamar baca untuk dia beri pelajaran dan nasehat. Sementara Lo-tay-tay pun sudah turun ke dapur dan buatkan kuah ayam, belum habis nasehat dari Lo-sianseng, paha ayam sudah di jejalkan ke mulut anaknya. Mungkin di dunia ini hanya orang tua berputera tunggal yang dapat memahami perasaan mereka waktu itu. Mereka yang menjadi anaknya, tak pernah akan mengerti perasaan dari orang tuanya. Ong Tiong pun tidak terkecuali. Dia hanya mengerti, bila seorang lelaki sudah menginjak dewasa, dia harus berkelana untuk membangun dunianya sendiri. Maka diapun mulai berpetualangan untuk berusaha membangun dunianya sendiri.   Ketika itu dia baru berusia tujuh belas tahun. Seperti pula pemuda-pemuda berusia tujuh delapan tahun lainnya di dunia ini, sewaktu Ong Tiong pertama kali meninggalkan rumahnya, dia hanya merasakan semangat yang menyala-nyala serta ambisi dan cita-cita yang setinggi langit. Tapi bila dua hari kemudian, dikala perut sudah mulai lapar, lambat laun diapun mulai teringat akan rumah. Kemudian diapun akan merasakan hatinya menjadi kosong, merasa amat kesepian. Dalam keadaan begini, diapun akan berusaha keras untuk berkenalan dengan teman baru, tentu saja seorang teman perempuan yang paling baik. Pemuda berusia tujuh delapan belas tahunan manakah yang tidak mengharapkan cinta? Tidak mengkhayalkah dia? Menanti dia sudah merasa kesepian setengah mati itulah, si Ang-nio-cu yang suka menolong kesulitan dan penderitaan orangpun muncul di depan mata. Perempuan itu dapat memahami ambisinya, memahami pula penderitaan serta kemurungan yang mencekam perasaannya.

Dia menghibur hatinya, menganjurkan kepadanya untuk melakukan pelbagai urusan. "Bila seorang lelaki sejati mau hidup di dunia ini, maka pekerjaan macam apapun harus dicoba, perbuatan apapun harus dilakukan." Dalam pandangan Ong Tiong waktu itu, setiap patah katanya seakan-akan merupakan suatu firman. "Bila seseorang ingin hidup maka dia harus punya uang, punya nama, sebab kehidupan seseorang di dunia ini sesungguhnya adalah demi kenikmatan, serta kebahagiaan." Waktu itu dia masih belum tahu, kalau dalam kehidupan seseorang selain kenikmatan masih terdapat pula lebih banyak perbuatan yang lebih bermakna. Oleh karena itu untuk berhasil mendapat nama, dia tak segan-segannya untuk melakukan perbuatan apapun. Akhirnya diapun menjadi tenar. Waktu itu umurnya belum mencapai dua puluh tahun, tapi dia telah menjadi Raja elang yang sekali terbang menembusi langit! Ternama memang merupakan suatu peristiwa yang menggembirakan. Dengan sebisanya dia melakukan banyak pekerjaan, dengan begitu saja menjadi tenar. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian yang termahal, arak yang diminumpun merupakan arak wangi yang harganya tiga tahil perak sekatinya. Dia sudah mengerti untuk memilih tukang jahit yang paling baik. Hidangan Hi-sit yang masak kurang matang sedikit saja, dia segera akan menumpahkannya diatas wajah koki. Bukan saja dia mengerti untuk mencari kenikmatan, lagi pula kenikmatan yang dirasakanpun luar biasa sekali. Sebenarnya dia merasa puas sekali. Tapi entah apa sebabnya, mendadak ia merasa agak menderita, agak murung, lagi pula jauh lebih murung daripada dahulu. Sebenarnya setiap kali kepalanya menempel bantal, dia lantas tertidur nyenyak, tapi sekarang dia seringkali tak bisa tidur. Bila sudah tak bisa tidur, diapun seringkali bertanya kepada diri sendiri:   "Semua perbuatan yang kulakukan, sebenarnya pantaskah ku lakukan?"

"Teman-teman yang kujalin selama ini, sebenarnya betulkah merupakan teman sejati.?"

"Seseorang selain mencari kenikmatan buat diri sendiri, apakah harus memikirkan pula urusan yang lain?" Tiba-tiba ia mulai teringat rumah, teringat orang tuanya. Di dunia ini memang terdapat banyak sekali koki-koki kenamaan, tapi tak akan mampu membuat kuah ayam seperti yang dibuat oleh ibunya. Kata-kata sanjungan dan muluk-muluk diterimanya selama ini, lambat laun terasa kurang menarik bila dibandingkan dengan kata-kata nasehat dari ayahnya. Bahkan cumbu rayu dari Ang Nio-cu yang manis dan mesra pun kedengarannya tidak lebih menarik daripada kata-kata yang pernah didengarnya dulu.    Kesemuanya itu masih belum terhitung penting. Yang paling penting lagi adalah secara tiba-tiba dia ingin menjadi seorang manusia yang normal. Seseorang yang tiap malam bisa tidur dengan hati yang aman tenteram.... Maka diapun mulai menyusun rencana untuk meninggalkan penghidupan semacam itu, meninggalkan teman-teman seperti itu. Tentu saja diapun tahu bahwa mereka tak akan melepaskannya pergi dengan begitu saja. Pertama. Karena mereka masih membutuhkan dirinya. Kedua. Karena banyak rahasia yang dia ketahui. Satu-satunya yang masih mujur adalah selama berada di hadapan mereka, ia tak pernah

menyinggung soal rumahnya dan orang tuanya. Hal ini entah dikarenakan dia takut orang tuanya kehilangan dia, atau dia takut kehilangan orang tuanya.

Bersambung ke Jilid 17 ...