Jilid 23
"Menghadapi orang semacam Ong Ling-hoa harus dilakukan gerak cepat secara di luar dugaan, kata Sim Long. "Aha", cocok dengan seleraku, desis Miau-ji. Selagi bicara, orang yang membawa kuda ke belakang itu sudah muncul kembali, perlahan ia menolak pintu sehingga kelihatan cahaya lampu di dalam, lalu dia hendak menyelinap ke dalam. Pada saat itulah secepat kilat Sim Long dan Miau-ji menerjang kesana. Begitu melayang tiba kontan Sim Long menutuk Giok-cim-hiat dibelakang tengkuk orang itu. Sebelum orang itu sempat bersuara, tahu-tahu lantas roboh. Miau-ji terus mendepak pintu hingga terpentang, segera pula ia menghantam orang yang membuka pintu. Dengan terkejut orang itu hendak menangkis, "krek-krek", tahu-tahu kedua tangannya dipukul patah oleh si Kucing, kontan orang itu menjerit dan terjungkal. Cepat Miau-ji meraih sehingga dagu orang mengsol dan tidak dapat bersuara lagi. Di dalam rumah terkecuali orang yang membuka pintu itu masih ada lagi lima lelaki kekar lain, mereka lagi asyik minum arak. Karena kejadian mendadak ini, mereka terkejut dan sama melompat bangun. Kelima orang itu serentak pun bergerak, yang satu meraih kursi, orang kedua melolos golok, orang ketiga menjungkirkan meja, orang keempat berlari ke pojok sana untuk mengambil tombak, orang kelima memburu maju dan menghantam.
Tapi sekali Miau-ji mencengkeram, kontan kepalan orang itu kena ditangkapnya, tangan yang lain terus menahan belakang kepala orang, kepalan orang ini dijejalkan ke mulutnya sendiri. Tanpa bisa bersuara segera tubuh orang ini terangkat oleh si Kucing. Waktu itu meja lagi diangkat seorang lagi, belum lagi terjungkir sudah dilihatnya sesosok tubuh melayang tiba, dua kepala saling bentur, "prak", keduanya lantas ambruk bersama dengan kepala remuk. Orang yang melolos golok itu belum lagi sempat mengangkat senjatanya, tahu-tahu iga terasa kesemutan, tenggorokan juga terasa kaku, mata lantas gelap, ia pun roboh terjungkal. Sama sekali ia belum sempat melihat siapa lawannya, apakah lelaki atau perempuan, mati pun menjadi setan penasaran. Di sebelah lain Sim Long juga sudah bertindak, sekaligus ia tutuk Hiat-to orang yang melolos golok, kaki terus menendang orang yang meraih kursi sehingga orang itu ditendang mencelat. Orang yang mengambil tombak di pojok sana segera menusuk dengan tombaknya tanpa berpaling. Tapi belum lagi bergerak tahu-tahu tombak sudah hilang, di belakang juga tidak ada serangan. Dengan sendirinya ia menoleh untuk melihat keadaan, segera tertampak sepasang mata kucing lagi menatapnya dengan tersenyum simpul. Dalam kagetnya kedua kepalannya lantas menghantam, "blang-bluk", beberapa kali pukulannya tepat mengenai orang. Tapi orang yang kena pukul itu tetap tertawa saja, sebaliknya kedua tangan pemukulnya terasa kesakitan seperti mau patah. Ia menjadi nekat, sebelah kaki lantas menendang. Tapi baru saja kakinya menendang, segera matanya terasa gelap, seperti mendadak tercekik oleh tanggam baja, apakah tendangannya mengenai sasarannya atau tidak takkan diketahuinya lagi untuk selamanya. Hanya dalam sekejap saja ketujuh orang di luar dan dalam rumah telah dibereskan semua. "Haha, sungguh menyenangkan," seru Miau-ji dengan tertawa. Sim Long lantas menyelinap masuk dengan cepat, Miau-ji juga menerjang ke dalam dan dilihatnya orang-orang di dalam rumah sudah tidak ada yang hidup lagi. Sementara itu Sim Long sudah menerjang ke dapur. "Sisakan satu untukku, Sim Long," seru Miau-ji. Selagi ia hendak menyusul ke dapur, dilihatnya Sim Long telah melompat keluar kembali. "Tidak ada orang lagi di dapur," kata Sim Long.
"Dan di mana Ong Ling-hoa?" seru Miau-ji. "Di sini pasti ada ruang rahasia tempat sembunyi Ong Ling-hoa, lekas kita cari," kata Sim Long. "Betul, jangan sampai keparat itu kabur lagi," seru Miau-ji. Dilihatnya Sim Long lagi mengitari rumah ini, lalu memeriksa lagi kerumah yang lain. Miau-ji ikut berkeliling dan ternyata tidak menemukan seorang pun.
"Wah, bagaimana, jangan-jangan dia tidak berada di sini." Sim Long termenung sejenak, mendadak ia menerjang lagi ke dapur tadi disusul oleh Miau-ji. Sim Long berhenti di depan tungku dan memandangnya dengan tersenyum, "Ini dia, di sini."
Miau-ji berseru girang, "Ya, pasti di sini.� Kiranya tungku itu model tungku yang umum digunakan kaum petani di daerah utara, di atas tungku ada dua buah wajan besi besar, wajan yang satu kelihatan penuh hangus, wajan yang lain dalam keadaan bersih. Sim Long pegang wajan yang bersih itu dan diputar, habis itu lantas diangkat dan benarlah di bawah wajan terdapat sebuah jalan bawah tanah. "Hah, sungguh tempat sembunyi yang sangat hebat,� seru Miau-ji kejut dan girang.
Teringat kepada iblis Ong Ling-hoa itu berada di lorong bawah tanah ini, seketika darah Him Miau-ji bergolak, tapi juga agak kebat-kebit. Dalam pada itu Sim Long sudah lantas melompat ke dalam lorong itu. Tanpa pikir Miau-ji ikut melompat ke situ dan masuk ke sebuah kamar rahasia dengan perabotan yang indah. Terdapat sebuah ranjang besar dengan selimut bantal bersulam serupa kamar tidur anak gadis. Tapi di manakah Ong Ling-hoa, sama sekali tidak tertampak bayangannya. Kelambu tempat tidur kelihatan tercantol dengan baik, selimut juga terlipat rapi, jelas tempat tidur ini sudah sekian lama tidak pernah dipakai. Miau-ji dan Sim Long berdiri di depan tempat tidur dengan saling pandang, keduanya sama merasa kecewa dan kesal. Sim Long menggeleng dengan menyesal, "Salah, aku salah duga. Tak tersangka sarang Ong Ling-hoa sekecil ini tidak cuma tersedia sebuah tempat sembunyi saja.�
"Salah sangka satu kali juga tidak menjadi soal, cepat atau lambat toh bocah she Ong itu takkan terlepas dari cengkeramanmu,� ujar Miau-ji. "Tapi bila hari ini sampai dia lolos lagi, selanjutnya mungkin ....� Sim Long menggeleng dan tidak meneruskan. Miau-ji tidak tahu cara bagaimana harus menghibur orang, ia sendiri juga merasa kecewa, ia coba memeriksa kamar rahasia ini, pajangan kamar ini memang mewah, tempat tidurnya juga berbau harum. "Keparat Ong Ling-hoa itu sungguh setan iblis, di mana pun sarangnya tidak lupa tersedia tempat tidur ....� ucap Miau-ji dengan gemas, mendadak ia berteriak, "Biar kuhancurkan dulu tempat tidurnya untuk melampiaskan rasa dongkolku.� Segera ia melompat maju dan menarik kelambu. Siapa tahu, baru saja kelambu terpegang, mendadak terdengar suara "keriang-keriut� berkumandang dari bawah tempat tidur. Seketika dia berhenti bergerak dan mendengarkan dengan cermat. Sim Long juga bergirang dan pasang telinga. Terdengar suara itu semakin dekat dan makin keras. "Hah, jangan-jangan itu dia,� desis Miau-ji. "Ya, mungkin betul ....� sahut Sim Long dengan suara tertahan. Terdengar pula suara "krek� lagi, ranjang seperti mulai bergerak. Sim Long memandang sekeliling kamar ini dan dapat dipastikannya kamar ini tidak mengalami sesuatu perubahan, segera ia menarik Miau-ji dan bersembunyi di belakang kelambu yang terbuat dari kain satin tebal dan rapat. Selagi Miau-ji hendak bersuara pula, mendadak ranjang besar itu menjeplak dan dua orang menerobos ke luar. Terdengar seorang berkata, "Hendaknya kendurkan peganganmu supaya aku dapat bernapas lebih longgar.� Tangan Miau-ji terasa gemetar, itulah suara Cu Jit-jit. Seorang lagi lantas menanggapi dengan tertawa, "Memondong nona cantik semacam dirimu rasanya sangat berat untuk melepaskanmu.� Suara tertawa jalang itu membikin telinga Miau-ji menjadi merah dan dada hampir meledak saking gusarnya. Nyata itulah suara Ong Ling-hoa, keparat ini benar-benar telah muncul. Terdengar Ong Ling-hoa menghela napas panjang, katanya dengan tertawa, "Sungguh kurang ajar, keparat itu justru muncul pada saat yang paling genting, sehingga menggagalkan urusan kita.� Jit-jit juga menghela napas dan menjawab, "Hm, kusangka cuma Sim Long saja yang kau takuti, rupanya kau pun takut kepada Hoan Hun-yang sehingga larimu secepat ini, masa engkau tidak merasa malu padaku?� Miau-ji saling pandang sekejap dengan Sim Long, diam-diam ia membatin dengan menyesal, "Bila tahu tempat yang dituju Hoan
Hun-yang itu akan menemukan Ong Ling-hoa di sana, tentu kami ikut pergi bersama dia ke sana.� Dalam pada itu Ong Ling-hoa lagi berkata pula dengan tertawa, "Memangnya kau kira aku takut kepada Hoan Hun-yang? Hm, aku cuma khawatir di belakang Hoan Hun-yang akan menyusul datang Sim Long dan si kucing rakus itu.�
"O, kiranya engkau toh takut kepada mereka, mau juga engkau mengaku terus terang.�
"Juga bukan lantaran kutakut kepada mereka,� ujar Ong Ling-hoa dengan tertawa. "Di sana kan ada orang yang siap melayani mereka, kita sendiri mencari suatu tempat tenang untuk ....�
"Auhh, tanganmu ....� mendadak Jit-jit berteriak. "Tanganku kan sangat pintar, selalu mengarah ke tempat yang
menyenangkan,� ujar Ong Ling-hoa dengan tertawa. "Jang ... jangan, singkirkan tanganmu,� terdengar Jit-jit berkeluh. "Eh, kenapa kau rewel, bukanlah sudah kau sanggupi akan kawin denganku?�
"Tapi ... tapi, hendaknya kau buka dulu Hiat-toku,� mendadak Jit-jit bersuara genit. "Begini kan tidak ... tidak baik, masakah kau takut aku akan lari?�
"Aku memang khawatir,� sahut Ling-hoa. "Kan sudah kuterima keinginanmu, masa perlu kulari?�
"Sekarang engkau belum terhitung orangku, sebentar lagi kalau ... kalau sudah beres barulah akan kuturuti segala permintaanmu.�
"Tapi ... tapi engkau .... Oo, jangan ....� Jit-jit berkeluh pula dengan terengah. Tangan Sim Long menjadi gemetar mendengar percakapan mereka. Si Kucing juga tidak tahan, mendadak ia meraung, ia tarik kelambu sekuatnya sehingga robek. Ong Ling-hoa berteriak kaget sambil melompat bangun. Ternyata dia cuma memakai baju dalam saja, air muka tampak pucat, setelah melompat turun dari tempat tidur segera ia meraih sebuah kursi terus dilemparkan ke arah Him Miau-ji. Mata Miau-ji merah membara, sama sekali ia tidak berkelit dan menghindar. Tepat kursi menimpa tubuhnya dan tergetar hancur,
sebaliknya ia tetap menubruk ke arah Ong Ling-hoa sambil berteriak murka, "Ong Ling-hoa, serahkan nyawamu!� Secepat kilat Ong Ling-hoa menyerang, sekaligus ia menghantam empat kali. Terdengar suara "plak-plok� berulang, empat kali pukulan itu sama mengenai tubuh Him Miau-ji, sebaliknya Miau-ji juga berhasil mencengkeram dada Ong Ling-hoa. Jika pada waktu biasa sedikitnya Miau-ji akan terluka parah andaikan tidak binasa terkena pukulan-pukulan Ong Ling-hoa itu, tapi sekarang luka Ong Ling-hoa sendiri belum lagi sembuh, tenaganya banyak berkurang sehingga Miau-ji sanggup menahan pukulannya. "Him-heng, kau ....� seru Ong Ling-hoa dengan muka pucat. "Memangnya kau ingin hidup lagi?� jengek Miau-ji dengan murka,
berbareng ia hantam kepala orang. Bilamana pukulan ini tepat mengenai sasarannya, mustahil kepala Ong Ling-hoa takkan hancur lebur. Untung baginya mendadak sebuah tangan menangkis baginya sehingga pukulan Miau-ji itu terpatahkan.
"Mengapa engkau merintangi pukulanku, Sim Long?� teriak Miau-ji gusar. "Biarkan dia hidup sementara ini, masih banyak urusan yang harus kutanyai dia,� kata Sim Long. "Saat ini dia sudah berada dalam cengkeraman kita, memangnya kau takut dia kabur lagi?� Dengan gemas Miau-ji berkata, "Sungguh ingin kucincang dia saat ini juga.� Dia lantas melepaskan Ong Ling-hoa dan melengos. Dilihatnya rambut Cu Jit-jit kusut dan tangan memegang selimut yang membungkus tubuhnya dengan rapat, nona itu sedang memandangnya dengan terkesima. "Kau ... kau ....� Miau-ji menjadi gelagapan. Mendadak ia berpaling
pula dan tidak memandang si nona lagi, ia mengepal tinjunya dengan erat. Sim Long telah menutuk beberapa Hiat-to Ong Ling-hoa, lalu pandangannya juga beralih kepada Cu Jit-jit dengan senyum tak senyum, akhirnya ia menyapa, "Engkau baik?�
"Aku ... aku ....� bibir Jit-jit bergerak, tapi sukar untuk bicara. Sekian lama Sim Long termenung, katanya kemudian dengan menyesal, "Sungguh aku tidak mengerti mengapa engkau ....� Mendadak Jit-jit menangis tergerung-gerung, ucapan Sim Long itu serasa pisau menghunjam hulu hatinya, ratapnya, "O, Sim Long, engkau pasti paham, engkau harus mengerti.�
"Benar aku harus mengerti?� gumam Sim Long. Mendadak si Kucing berteriak tanpa menoleh, "Tadi engkau tidak menangis, sekarang apa yang kau tangisi?�
"Aku ... aku ....� Jit-jit tidak mampu bicara lagi. Dengan suara rada gemetar si Kucing berkata pula, "Apakah engkau
menangis karena kedatangan kami? .... Baiklah kami pergi saja ... supaya kalian ....�
"Keji amat kau bicara demikian, Miau-ji!� teriak Jit-jit parau, "Masa engkau tidak tahu, aku ... aku terpaksa, jika aku tidak bicara begitu padanya, apa yang akan terjadi atas diriku? ... aku cuma berusaha mengulur waktu saja.� Akhirnya si Kucing menghela napas dan menunduk. "Sebenarnya engkau ada jalan lain,� ucap Sim Long perlahan. "Betul, aku memang mempunyai jalan lain,� seru Jit-jit. "Tapi aku belum mau mati, aku ingin menuntut balas, aku ... aku ingin melihatmu sekali lagi.�
"Aku? ....� Sim Long bergumam. "Engkau tidak percaya? ... tidak percaya?� Jit-jit menegas. "Kupercaya.�
"Dan dapatkah engkau memaafkan daku?�
"Ya, kumaafkan.� Tapi Jit-jit lantas menangis sedih lagi, ratapnya, "Kutahu hatimu tidak senang melihat tindakanku tadi, tapi untuk itu engkau boleh mencaci maki diriku, boleh kau hajar diriku, aku cuma memohon janganlah engkau bersikap dingin padaku.�
"Aku bersikap dingin?�
"Aku ... aku ....� remuk redam hati Jit-jit dan tidak sanggup bicara lagi. Perlahan Sim Long mendekati si nona dan membuka Hiat-tonya, katanya, "Pakailah bajumu.� Mendadak Jit-jit menubruk maju dan merangkulnya erat-erat, meski
tubuhnya cuma memakai baju dalam juga tak dipikirkan lagi. Ia merangkul dengan menangis sedih. Namun Sim Long tidak terpengaruh, ia berdiri diam dan berucap, "Lepaskan tanganmu.�
"O, Sim Long, kejam amat engkau, apakah engkau tidak dapat memaafkanku?�
"Kan sudah kukatakan kumaafkanmu.�
"Meski di mulut kau bilang demikian, tapi dalam hatimu tidak. O, Tuhan, seharusnya lebih baik kumati saja tadi. Namun aku ... aku ingin mati saja di tanganmu.�
"Kenapa kau ingin mati, bukankah selama ini aku memang bersikap demikian padamu, kau pun sudah cukup mengetahui.�
"Aku tidak ... tidak tahu, kuyakin engkau suka ... suka padaku, betul tidak Sim Long, katakan?!�
"Lepaskan!� kata Sim Long. Mendadak Jit-jit mengusap mata dan berteriak dengan menggereget, "Baik Sim Long, aku memang tidak setimpal bagimu, aku tidak ingin apa-apa lagi, aku cuma mohon kau bunuh saja diriku.�
"Pakai bajumu,� kembali Sim Long berkata. Mendadak Jit-jit melompat ke dekat dinding sana dan melolos sebilah pedang serta dilemparkan kepada Sim Long. Terpaksa anak muda itu menangkap senjata itu. "Sim Long ....� jerit Jit-jit sambil membentang kedua tangan dan membusungkan dada terus menubruk ke ujung pedang yang dipegang Sim Long. Tapi hanya sekali menggetar tangannya, seketika pedang yang dipegangnya patah sebatas tangkai. "Trang�, pedang jatuh ke lantai, Jit-jit juga terkulai dengan tangis yang memilukan. Sim Long terdiam sejenak, katanya kemudian kepada Miau-ji, "Mungkin Hoan Hun-yang lagi menghadapi bahaya, kupergi ke sana membantunya, kau jaga mereka di sini, segera kukembali lagi kemari.�
Segera ia membalik tempat tidur dan melompat masuk ke dalam lorong itu. "Tunggu, Sim Long ....� seru Miau-ji, namun Sim Long sudah menghilang. Cahaya lampu yang menempel di dinding gemerdep menyinar wajah Him Miau-ji, ternyata air matanya telah bercucuran. Ia pikir hati Sim Long sungguh sedingin es, meski dia tahu juga sebab apa orang berhati setega itu, tapi ia tetap tidak setuju. Ia cuma memandang Jit-jit dengan rasa sedih tanpa bicara. Mendadak Ong Ling-hoa menghela napas dan berkata, "Wahai Sim Long, meski engkau adalah musuhku yang paling besar, tapi aku tetap kagum padamu. Bahwa engkau tega bersikap demikian terhadap gadis yang mencintaimu, sungguh aku mengaku bukan tandinganmu.�
"Tutup mulut!� bentak Miau-ji mendadak. "Wahai kucing yang rakus, baru sekarang kutahu engkau juga menyukai Cu Jit-jit,� kata Ling-hoa pula. "Kalau tidak tentu tadi engkau tidak perlu emosi begitu dan marah-marah padaku, cuma sayang ....�
"Berani kau bicara lagi, segera kubunuh dirimu!� bentak Miau-ji. "Baik, aku tidak bicara lagi, memang tidak pantas kukorek isi hati orang lain.� Meski dia bilang tidak mau bicara lagi, toh dia tetap omong pula. Orang ini benar-benar gembong iblis yang luar biasa, kecuali dia mana ada orang lain yang bersikap setenang seperti ini dalam keadaan demikian.
Mendadak Jit-jit berdiri dan tidak menangis lagi, perlahan ia mendekati tempat tidur dan memakai bajunya. Wajahnya mendadak berubah dingin tanpa perasaan, seperti di situ tidak ada orang lain lagi. Miau-ji menunduk, tidak berani memandangnya, juga tidak tega untuk memandangnya. Tapi Jit-jit lantas mendekati si Kucing dan menjura padanya. "Ken ... kenapa kau ....� tersendat juga suara Miau-ji. "Engkau sangat baik padaku,� ucap Jit-jit dengan kaku, "sebaliknya
aku ... aku .... Ai, saat ini sungguh aku berharap cuma kenal engkau seorang saja dan tidak kenal orang lain, namun sayang ... di dunia ini memang banyak kejadian yang tidak bisa memenuhi harapan orang. Kutahu hatimu, aku benci padaku sendiri, mengapa aku tidak ....� Mendadak Miau-ji bergelak tertawa, ia pegang pundak Jit-jit dan berseru, "Tidak perlu kau bicara lagi. Apa pun juga aku tetap sahabatmu, hidup Him Miau-ji bisa mempunyai seorang sahabat perempuan sebagai dirimu, sungguh tidak sia-sia hidupku ini.�
"Engkau sungguh lelaki sejati, sungguh aku tidak tahu ada berapa orang lelaki di dunia ini serupa dirimu, alangkah baiknya bilamana aku mem ... mempunyai seorang kakak seperti dirimu ini,� kata Jit-jit dengan hampa. "Kenapa tidak sekarang juga kau angkat aku sebagai kakak?� ucap Miau-ji dengan tertawa. "Benar kau mau menerima diriku sebagai adik?�
"Tentu saja.�
"O, Toako, sungguh aku sangat ... sangat bahagia ....� dengan suara terharu Jit-jit lantas memberi hormat. Air mata Miau-ji hampir menetes lagi, tapi di mulut ia berkata dengan tertawa, "Adik yang baik ....�
"Jangan lupa, Toako, selamanya aku adalah adikmu yang baik,� tukas Jit-jit. "Selanjutnya bila ... bila adikmu ini berbuat sesuatu kesalahan, dapatkah Toako memberi maaf?�
"Tentu saja,� ujar Miau-ji. "Terima kasih, Toako ....� kata Jit-jit sambil melangkah maju secepat kilat dan di luar dugaan ia terus menutuk beberapa Hiat-to kelumpuhan tubuh Him Miau-ji. Mimpi pun Miau-ji tidak menyangka mendadak Jit-jit bisa menyerangnya secara mendadak, bahkan sudah roboh pun dia tetap tidak percaya. Ong Ling-hoa juga tercengang sehingga melongo tanpa bersuara. "Apa ... apa maksudmu ini?� tanya Miau-ji dengan mendongkol. "Aku ini kan adikmu, Toako ....�
"Masakah seorang adik memperlakukan kakaknya secara demikian?� damprat Miau-ji. "Jangan marah, Toako,� kata Jit-jit pula.
"Jangan marah??� teriak Miau-ji. "Hampir gila aku saking gusarnya!�
"Tapi ... tapi Toako tadi kan sudah berjanji akan memaafkan bilamana adik berbuat kesalahan,� kata Jit-jit dengan menunduk manja. Miau-ji menjadi serbarunyam, "Tapi ... tapi mengapa ....�
"Dengan sendirinya ada alasannya adik berbuat demikian,� kata Jit-jit. "Ada alasan kentut, coba jelaskan!�
"Aku berbuat demikian karena ingin kubawa pergi Ong Ling-hoa.� Kejut dan gusar Miau-ji, "Hah, hendak kau bawa pergi dia? Kau ... hendak kau tolong dia malah?�
"Bukan maksudku hendak menolong dia, aku cuma mau membawa pergi dia.�
"Membawa pergi dia bukan berarti hendak kau tolong dia?�
"Tidak, sebab ... sebab ....� mendadak Jit-jit tertawa dan menyambung, "Pokoknya ada alasanku, cuma tidak dapat kujelaskan sekarang.�
"Alasan apa? Alasan gila?� teriak Miau-ji. "Aku tidak gila, kuyakin perbuatanku pasti tidak keliru, maka kulakukan.�
"Masih kau bilang tidak keliru, apa yang kau lakukan ini pasti akan membuat engkau menyesal selama hidup.�
"Tidak, aku takkan pernah menyesal.�
"Ai, rupanya aku telah salah menilai dirimu, sungguh aku ... aku berdosa terhadap Sim Long.�
"Pada suatu hari nanti Toako pasti akan tahu perbuatanku ini tidak keliru.� Mendengar percakapan mereka itu, tentu saja Ong Ling-hoa sangat senang, segera ia menimbrung, "Apa pun juga aku tidak salah menilai nona Cu kita, rupanya engkau memang sangat baik padaku.� Belum habis ucapannya, mendadak Jit-jit melompat maju dan menamparnya beberapa kali dengan keras. Seketika muka Ong Ling-hoa berubah menjadi merah bengap, "He, ken ... kenapa kau? ....� dia jadi melongo juga.
"Dengarkan, Ong Ling-hoa, jangan keburu-senang dulu!� teriak Jit-jit dengan geregetan. "Jika kau jatuh dalam cengkeraman Sim Long, bagimu memang cuma ada kematian. Tapi bila jatuh di tanganku, akan kubikin engkau mati tidak hidup pun sukar.�
"Omong kosong!� seru Miau-ji. "Memangnya dia belum pernah terjatuh ke dalam tanganmu dan bukankah dia telah lolos? Kukira
sekali ini kau pun ....�
"Sekali ini pasti tidak sama,� potong Jit-jit. "Hm, tidak sama kentut,� jengek Miau-ji. "Toako, kutahu ....�
"Jangan kau sebut Toako lagi padaku, aku tidak suka dengar,� si Kucing meraung. Jit-jit tertawa pedih, "Toako, kutahu engkau marah atas tindakanku ini, tapi aku terpaksa harus berbuat demikian ....� dengan menggereget ia terus menyeret Ong Ling-hoa keluar. Terpaksa Him Miau-ji menyaksikan kepergian orang tanpa bisa berkutik dengan hati mendongkol. Mendadak Jit-jit menaruh Ong Ling-hoa di luar dan masuk kembali, ia berjongkok di samping Miau-ji dan perlahan meraba mukanya
dengan tangannya yang halus itu. "Singkirkan tanganmu?� Miau-ji meraung pula. Namun Jit-jit seperti tidak mendengar, ucapnya dengan perlahan, "Toako Him Miau-ji, maaf, bilamana hidupku ini pernah berbuat sesuatu kesalahan kepada seorang, maka orang itu ialah engkau. Selama hidupku takkan kulupakan dirimu ....� Sampai di sini, tanpa terasa air matanya bercucuran lagi dan menetes di muka Him Miau-ji. Jit-jit berdiri dan berlari pergi sambil menyeret Ong Ling-hoa. Air mata Jit-jit membasahi muka Miau-ji, ia pandang Jit-jit yang berlari pergi itu dengan perasaan remuk redam, tanpa terasa ia
berteriak, "Jit-jit, kembali ....� Tapi nona itu tak berpaling lagi. Sungguh Miau-ji tidak paham, tidak habis mengerti. Mengapa Jit-jit berbuat demikian? Dia dongkol, gemas dan kesal, "O, perempuan, dasar perempuan ....� ia bergumam, baru sekarang dirasakan perempuan memang sangat sukar dimengerti. Apalagi Cu Jit-jit, jika ada orang menyangka dapat memahami pribadi Cu Jit-jit, orang itu kalau bukan orang gila pasti juga orang tolol. "Aku memang tolol ....� Miau-ji bergumam pula. "Bila Sim Long kembali dan melihat keadaanku ini, entah bagaimana komentarnya atas diriku? Kan malu aku?� Tapi dia sama sekali tidak dapat bergerak, apa dayanya? Tidak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara langkah orang. Suara ini bukan berkumandang dari lorong bawah tanah, tapi dari luar rumah, jelas yang datang ini bukanlah Sim Long. "Siapa?� bentak Miau-ji. Belum lenyap suaranya, seperti orang gila tiga lelaki kekar telah menerjang masuk. Kiranya ketiga orang yang membawa poci tembaga yang hendak menolong orang yang keracunan tadi. Melihat mayat kawan-kawannya bergelimpangan di situ, mata ketiga orang itu menjadi marah. Apalagi terlihat lagi Him Miau-ji, serentak mereka menubruk maju. Berubah juga air muka Miau-ji, tapi mendadak ia bergelak tertawa malah. Salah seorang itu memaki, "Keparat piaraan biang anjing, apakah engkau yang membunuh kawan kami?�
"Betul, tepat, sangat kebetulan kedatangan kalian,� seru Miau-ji dengan tertawa. "Kebetulan untuk membinasakanmu,� teriak orang itu. "Baik, terima kasih!� kata Miau-ji. Melihat sikap si Kucing yang tidak gentar itu, ketiga orang berbalik
tercengang dan mengira ada sesuatu perangkap, tanpa terasa mereka menyurut mundur dua langkah. "Bagaimana, mengapa kalian tidak turun tangan?� tanya Miau-ji. "Keparat piaraan biang anjing, benar kau minta mampus?� teriak seorang di antaranya.
"Hahaha, terus terang kuberi tahukan, kawanan binatang, tuanmu memang lagi ingin mati di tangan kalian bertiga binatang ini, tapi lebih baik juga daripada tidak mati.� "Keparat ini mungkin gila,� kata seorang lagi. "Ya, tampaknya memang gila,� ujar orang ketiga. Dengan gusar Miau-ji lantas membentak, "Binatang, kenapa tidak lekas turun tangan, bilamana Sim Long pulang tentu kalian tidak mampu berbuat lagi.� Mendengar nama Sim Long disebut, ketiga orang itu sama kaget dan
tanpa terasa menoleh ke belakang. Untung tidak tampak bayangan Sim Long. Orang pertama tadi akhirnya membentak, "Baik, jika keparat piaraan biang anjing ini ingin mampus, biar tuan besar penuhi permintaanmu.�
"Haha, bagus, ayolah lekas!� seru Miau-ji dengan tertawa. "Segala apa pun pernah kurasakan, hanya belum tahu bagaimana rasanya mati.�
"Sret�, orang itu terus melolos golok dan membacok. Di mana sinar golok berkelebat mendadak terdengar suara jeritan,
menyusul lantas terdengar pula dua kali jeritan tertahan, ketiga orang itu tahu-tahu roboh semua, sebaliknya Him Miau-ji masih menggeletak di tempatnya tanpa cedera sedikit pun. Rupanya Sim Long telah kembali, di sampingnya berdiri Hoan Hun-
yang dengan tubuh berlepotan darah. Miau-ji menghela napas dan memejamkan mata, dirasakan sebuah tangan menepuk Hiat-to pada tubuhnya, maka terpaksa dia berbangkit, Sim Long lagi memandangnya dengan tenang. "Him-heng, kenapa ....� segera Hoan Hun-yang mendahului bertanya dengan heran. "Minum seceguk arak dulu,� sela Sim Long. Tanpa bicara Miau-ji angkat buli-buli dan menenggak dua-tiga ceguk. "Mengapa bisa ....� Belum lanjut ucapan Hoan Hun-yang, kembali Sim Long memotong
lagi, "Ternyata kedatangan kita tidak sampai terlambat.� Mendadak Miau-ji berteriak, "Sim Long, mengapa tidak kau tanyai
diriku, mengapa tidak kau tanya ke mana perginya Cu Jit-jit dan Ong Ling-hoa. Mengapa tidak kau tanya sebab apa aku jadi begini?�
"Asalkan engkau selamat, terjadi apa pun tidak menjadi soal,� ujar Sim Long dengan tersenyum. "Tapi aku ....�
"Engkau sudah berusaha sepenuh tenaga dan sekarang pantas beristirahat dulu,� potong Sim Long pula. "Ai, semua ini salahku, tanpa persetujuanmu segera kutinggal pergi begitu saja. Untuk ini harus kuminta maaf padamu.� Miau-ji jadi melenggong, ucapnya dengan menyesal, "O, seyogianya aku yang mesti minta maaf padamu, tapi engkau malah minta maaf
dulu kepadaku. Padahal Cu Jit-jit dan Ong Ling-hoa telah hilang, urusan penting ini sama sekali tidak kau singgung, sebaliknya kau tanya dulu keselamatanku. Ai, mendapatkan sahabat seperti dirimu, apa pula yang dapat kukatakan .... Nyawa Him Miau-ji ini selanjutnya kuserahkan padamu.�
"Mengapa Ong Ling-hoa bisa kabur,� tanya Hoan Hun-yang. "Tentu gara-gara Cu Jit-jit lagi,� ujar Sim Long. "Masakah dia menolong lari Ong Ling-hoa?� tanya Hun-yang ragu. "Tentunya begitu, betul tidak Him-heng?� kata Sim Long. Muka Miau-ji menjadi merah, segera diuraikannya apa yang terjadi tadi. Hoan Hun-yang menggeleng-geleng kepala setelah mengetahui
tingkah polah adik iparnya itu. "Setelah Jit-jit membawa pergi Ong Ling-hoa, entah keonaran apa pula yang akan dilakukannya,� gumam Sim Long sambil termenung. Tiba-tiba ia mendekati ketiga lelaki yang menggeletak tak bisa berkutik itu, perlahan ia mendepak salah seorang di antaranya. Orang itu menggelinding dua kali terus melompat bangun dan bermaksud kabur, tapi mana dia bisa lari, sekali gampar Miau-ji membuatnya melompat balik. "Berani bergerak lagi segera kubinasakanmu,� ancam si Kucing. Lelaki itu meraba-raba mukanya yang bengap, katanya, "Kau ... kau mau apa?�
"Jawab setiap pertanyaanku dengan baik dan akan kuampuni jiwamu, juga kedua temanmu,� ucap Sim Long. Lelaki itu tampak ragu, jawabnya kemudian, "Akan kujawab sebenarnya, tapi ... tapi harus kulakukan sesuatu lebih dulu.�
"Lakukan apa? ....� Belum lanjut bentakan Miau-ji, mendadak lelaki itu melompat kesamping dan menjemput goloknya yang terjatuh tadi. Miau-ji mengira orang akan mengadu jiwa, segera ia bermaksud menubruk maju, tak terduga orang itu lantas mengangkat golok dan membunuh kedua kawannya sendiri yang menggeletak tak bergerak itu. Hal ini membuat Miau-ji terkejut, bentaknya, "Kenapa kau ....�
"Jika mereka tidak mati, mana aku berani bicara terus terang,� kata lelaki itu. "Hm, keji amat hatimu,� ucap Miau-ji. "Engkau memang tidak main sebagai anak buah Ong Ling-hoa.�
"Baiklah, sekarang boleh kalian tanya,� kata orang itu. "Bagaimana dengan orang-orang yang keracunan tadi?� tanya Sim
Long. "Dengan sendirinya sudah siuman semua dan mungkin saat ini sudah pergi dengan penuh rasa terima kasih kepada kami.�
"Adakah di antaranya seorang Kim Put-hoan?�
"Kim Put-hoan? .... Rasanya tidak kulihat.� Sim Long saling pandang dengan Miau-ji. "Tak tersangka keparat ini kembali lolos lagi,� ucap Miau-ji dengan menyesal. "Dan ada juga seorang nona bernama Pek Fifi, kau lihat dia?� tanya Sim Long pula. "Apakah si cantik molek yang kelihatan lemah tak tahan angin itu?� lelaki itu menegas. "Betul, dia terkurung di mana?�
"Semula dia dikurung di sini, ada seorang lagi yang terkurung bersama dia, kabarnya seorang utusan Koay-lok-ong segala ....�
"Bagaimana bentuk utusan Koay-lok-ong itu?� tanya Sim Long. "Dia berdandan seperti seorang nenek, terkadang bicara dengan
suara lelaki, diam-diam kami heran dan bertaruh mengenai jenis kelaminnya,� ujar orang itu. "Sesungguhnya dia lelaki atau perempuan?� tanya Miau-ji. Mendadak orang itu meludah dan menjengek, "Huh, yang bertaruh dia lelaki jelas kalah ....�
"O, jadi dia seorang perempuan?�
"Yang menyangka dia perempuan juga salah.�
"Hah, lantas apa jenis kelaminnya?� Miau-ji jadi tercengang. "Dia bukan lelaki, juga bukan perempuan, tapi bencong, banci ....� tutur orang itu. "Huh, rasanya muak bila menyebut siluman semacam ini.� Sim Long menggeleng kepala, "Koay-lok-ong juga makhluk aneh, kecuali dia, siapa lagi yang dapat memperalat manusia banci begitu untuk mencarikan gadis cantik baginya.� Diam-diam semua orang mendongkol dan geli juga. "Jika mereka berdua dikurung di sini, mengapa sekarang tidak
tertampak lagi?� tanya Sim Long kemudian. "Keduanya sudah kabur,� jawab orang itu. "Kabur?� Sim Long dan Miau-ji menegas berbareng. "Ya, siluman bencong itulah yang membawa kabur nona Pek.� Miau-ji cengkeram leher baju orang dan membentak, "Kentut busuk! .... Melulu kepandaiannya masakah mampu kabur dari cengkeraman Ong Ling-hoa? Hm, setan yang mau percaya?�
"Lepaskan, dengarkan dulu, sudah tentu ada sebab musababnya,� ucap orang itu dengan meringis. "Sebab apa? Lekas katakan?�
"Soalnya Kongcu kami sengaja melepaskan mereka lari.�
"Sengaja melepaskan dia? Sebab apa?�
"Rahasia urusan ini mana dapat diketahui kaum hamba seperti kami ini?�
"Apa betul keteranganmu? ....� Miau-ji membentak. Sim Long lantas berkata, "Kukira tidak salah. Dengan sendirinya di
balik urusan ini ada intrik tertentu, bisa jadi Ong Ling-hoa sengaja hendak mengambil hati Koay-lok-ong atau mungkin juga dia ingin menyelidiki gerak-gerik Koay-lok-ong .... Apa yang dirancang Ong Ling-hoa memang sukar diduga. Yang jelas, ai, nasib Pek Fifi mungkin bisa tambah runyam.�
"Dan apa yang dapat kita lakukan sekarang?� tanya Miau-ji. "Sekarang aku cuma ingin mandi air panas dan istirahat dengan
tenang,� kata Sim Long. "Jika mau istirahat, datanglah ke tempatku saja,� ujar Hoan Hun-yang. "Baik, segera kita berangkat,� seru Sim Long. "Dan aku?� tanya lelaki tadi. Tanpa pikir Sim Long memberi tanda, "Kau pergi saja ....lepaskan
dia, Him-heng, sekali berjanji harus kita tepati. Biarkan dia pergi saja!�
*****
Hoan Hun-yang memang benar saudagar besar di daerah Tionggoan, melulu di kota Cin-sia saja dia mempunyai tiga buah
perusahaan besar. "Di antara ketiga tempatku yang paling besar adalah Hun-ki-ci-ceng (usaha bank), tapi yang paling santai adalah Ging-yang-ciu-lau (restoran),� tutur Hoan Hun-yang dengan tertawa. "Yang kuinginkan adalah yang terdekat,� ujar Sim Long. "Yang terdekat adalah Hun-ki-po-ceng (toko kain), tapi di sana ....�
"Adakah tempat tidur di sana?� sela Sim Long. "Dengan sendirinya ada.�
"Adakah arak di sana?� Miau-ji juga bertanya. "Haha, itulah paling bagus!� seru Sim Long dan Miau-ji berbareng. Setelah mereka membelok simpang jalan sana, segera tertampak papan merek "Hun-ki-po-ceng� yang berhuruf emas itu. Tapi sesudah dekat, ternyata pintu toko tertutup rapat. Dengan kening bekernyit Hun-yang menggerundel, "Kurang ajar! Tambah lama tambah malas kerjanya.� Segera ia menggedor pintu, meski bergemuruh bunyi gedoran pintu, namun di dalam tetap sunyi senyap. "Apakah kawanan budak ini sudah mampus semua?� omel Hoan Hun-yang dengan gusar. Mendadak ia mendepak dengan keras sehingga pintu itu retak, namun daun pintu ini benar-benar sangat kuat, biarpun depakan Hun yang sangat keras tetap tidak membuat pintu terpentang. Cuma dari celah pintu yang retak dapatlah Hoan Hun-yang melihat keadaan di dalam. Miau-ji juga ikut mengintip ke dalam, tiada seorang pun terlihat, bahkan blok kain yang biasanya memenuhi rak juga kosong melompong.
"Haha, jangankan arak, toko kain ini ternyata tiada sepotong kain pun,� kata Miau-ji dengan tertawa. "Wah, barangkali Hoan-heng biasanya suka dibeli kosong jual kosong (main spekulasi), pantas engkau cepat kaya raya.� Air muka Hoan Hun-yang tampak berubah, jawabnya dengan tersenyum, "Kukira ada ... ada sesuatu yang tidak beres.� Tiba-tiba dari rumah sebelah seorang melongok keluar, lalu mendekati Hoan Hun-yang bertiga dan bertanya, "Siapakah yang kalian cari?�
"Cari? Dia sendiri inilah juragan toko kain ini, masakah engkau tidak kenal dia?� ujar dengan tertawa. "O, kiranya Hoan-toaya,� kata orang itu dengan tertawa. "Usaha Hoan-toaya terlalu luas, lima tahun pun belum tentu berkunjung satu kali ke sini, tentu saja Cayhe tidak kenal. Maaf, Cayhe ini Thio Tiau-kui, tetangga Hoan-toaya ....� Dengan tidak sabar Hoan Hun-yang lantas memotong, "Apakah Thio-lopan (juragan Thio) tahu apa yang terjadi atas toko kami?�
"Cayhe memang lagi heran,� ujar Thio Tiau-kui. "Tengah malam kemarin mendadak datang beberapa kereta besar dan mengangkut
seluruh isi toko kalian ini, mungkin pembantu Hoan-toaya cepat pergi lagi mencari persediaan barang baru, maka ....� Tanpa menunggu selesai penuturan orang, segera Hun-yang menarik kedua kawannya meneruskan perjalanan, tambah erat kening Hun-yang terkerut. Dengan tertawa Miau-ji lantas berkata, "Wah, tampaknya usaha Hoan-toako sangat ramai sehingga isi toko diborong orang sekaligus, sepantasnya engkau bersukaria.�
"Kalau jual-beli biasa, mustahil dilakukan di tengah malam buta?� ujar Hun-yang dengan curiga. "Kukira di dalam urusan ini pasti ada yang tidak beres.� Sim Long juga mengernyitkan kening, gumamnya, "Kemarin malam ... tengah malam ....�
Setelah melintasi dua jalan simpang lagi, tertampaklah papan merek Hun-ki-ci-ceng yang besar. Dengan langkah lebar Hoan Hun-yang mendahului menuju ke sana, dilihatnya bank yang sehari-hari sangat ramai itu sekarang pintunya juga tertutup rapat, di dalam pun sunyi sepi. Padahal di antara usaha perbankan di wilayah Soasay, hanya Ginbio atau cek yang dibuka oleh Hun-ki-ci-ceng saja yang berlaku secara umum dibawa ke wilayah mana pun dapat diuangkan secara kontan di bank mana pun, bonafiditasnya tidak perlu disangsikan lagi. Tapi sekarang bank yang paling tepercaya ini telah tutup pintu, seperti tidak dapat membayar lagi, bukan saja menandakan keadaannya yang gawat, bahkan hal yang belum pernah terjadi. Sampai di sini wajah Him Miau-ji yang selalu tertawa itu menjadi prihatin juga, tentu saja Hoan Hun-yang paling gelisah, ia memburu
ke depan pintu dan berteriak, "Siu-sing, buka pintu!� Setelah diulang lagi beberapa kali panggilan, akhirnya pintu terbuka juga. Yang membukakan pintu adalah seorang lelaki setengah umur dengan pakaian sederhana tapi berdandan cukup rapi. Melihat Hoan Hun-yang, seketika orang ini memperlihatkan rasa girang dan terkejut. Kiranya orang ini adalah pembantu kepercayaan Hoan Hun-yang, namanya Hoan Siu-sing, masih terhitung sanak keluarga Han. Belum lagi pintu terbuka lebar segera Hoan Hun-yang menerjang ke dalam dengan gusar, bentaknya, "Siu-sing, kenapa kau jadi linglung juga? Mana boleh pintu perusahaan kau tutup? Mati pun tidak boleh tutup pintu. Wah, merek Hun-ki-ci-ceng bisa tamat di tanganmu.�
Hoan Siu-sing berdiri diam dengan sikap hormat, ucapnya kemudian, "Kutahu, cuma ...�
"Sekalipun ada kemacetan lalu lintas keuangan, tapi berdasarkan nama baik perusahaan kita juga dapat minta bantuan kawan, apalagi kutahu di dalam kas sedikitnya ada sisa kontan beberapa laksa tahil emas, cek yang kita buka tahun ini juga tidak lebih daripada jumlah sekian.�
"Ya, memang betul, tapi ....� Hoan Siu-sing menutur dengan serbasusah. "Ai, justru tidak cuma sisa kas kita sekaligus ditarik orang, bahkan setiap tempat di kota ini yang dapat kita mintai bantuan juga sudah kulaksanakan.�
"Hah, masakah dalam perusahaan kita ada pemegang rekening giro sebesar ini?� ucap Han Hun-yang dengan heran. "Kecuali ada orang sengaja hendak membikin bangkrut kita sehingga semua cek yang telah kita buka dikumpulkan seluruhnya, lalu
diuangkan sekaligus, tapi rasanya aku tidak ingat siapakah yang sengaja hendak membangkrutkan kita,� kata Hoan Siu-sing.
"Jika begitu lantas apa yang terjadi?� tanya Hun-yang. "Yang menarik seluruh uang kontan kita ialah nona Jit,� tutur Siu-
sing dengan menyengir. Hun-yang melengak sambil menyurut mundur, "bluk�, ia jatuh terduduk di kursi sambil bergumam, Hah, dia ... kembali dia!�
"Coba, apakah dapat kutolak kehendak nona Jit?� kata Siu-sing. Tidak cuma sisa kas telah ditarik seluruhnya, bahkan persediaan toko cita juga diangkut pergi olehnya. Ingin kutanya dia, tapi dia lantas mendelik dan mau pukul.� Hoan Hun-yang mengentak kaki, Sim Long dan Him Miau-ji juga melenggong. "Apakah nona itu datang sendiri?� tanya Sim Long.
"Jika dia tidak datang sendiri, masakah bisa terjadi begini? ....�
"Dia datang seorang diri?� tanya Miau-ji. Melihat tampang Him Miau-ji, meski enggan menjawab, tapi juga tidak berani tidak menjawab, maka Siu-sing hanya mengangguk acuh tak acuh saja sambil berucap, "Ya, sendirian.�
"Dia dapat mengangkut barang sebanyak itu sendirian?� ujar si Kucing. "Dia punya uang, masakah tidak dapat menyewa kereta?� ucap Siu-sing dengan ketus.
"Ai, dasar budak yang suka bikin ribut,� omel Hun-yang dengan mendongkol. "Dengan uang sebanyak itu, ditambah lagi seorang Ong Ling-hoa, entah keonaran apa yang akan diperbuatnya nanti.�
"Mengambil uang sebanyak itu masih dapat dimengerti, tapi untuk apakah dia angkut seluruh persediaan cita toko kita? Mau bikin baju baru kan tidak perlu sebanyak itu?� ujar Siu-sing dengan bersungut. "Biarpun tingkah laku Ong Ling-hoa sukar diduga, tingkah polah nona Jit ini terlebih sukar dijajaki, sungguh aku Him Miau-ji kagum lahir batin,� ucap si Kucing dengan tersenyum getir. "He, jadi engkau inilah Him Miau-ji?� seru Siu-sing mendadak. "Betul, aku inilah si Kucing, ada ... ada apa?�
Siu-sing menghela napas lega, ucapnya dengan tertawa, "Tidak apa-apa, soalnya nona Jit menitipkan sepucuk surat padaku agar disampaikan kepada seorang Him Miau-ji. Him-tayhiap, tak kusangka yang dimaksudkan ialah Anda.�
"Tentu saja tidak kau duga, aku memang tidak bertampang Tayhiap segala,� gurau Miau-ji. Siu-sing tidak berani banyak bicara lagi, cepat ia mengeluarkan sepucuk surat, katanya, "Berulang nona Jit memberi pesan agar surat ini harus diserahkan langsung kepada Him-tayhiap dan cuma boleh dibaca oleh Anda seorang, kalau kulanggar pesannya, aku ...
aku akan ditindak olehnya.�
"Masakah kau takut padanya?� tanya si Kucing. Muka Siu-sing menjadi merah, "Aku ... aku ....�
"Kau pun tidak perlu kikuk,� ujar si Kucing dengan tertawa. "Ketahuilah, bukan cuma engkau saja takut padanya, aku pun jeri padanya, setiap orang yang berada di sini sama segan padanya.� Lalu ia menerima surat itu dan dibacanya, seketika air mukanya berubah dan tidak dapat bersuara lagi. "Apa yang tertulis dalam suratnya?� tanya Hun-yang. Miau-ji garuk-garuk kepala sambil memandang Sim Long, katanya, "Wah, ini ....�
"Barangkali isi surat itu mencaci maki diriku, maka tidak enak kau perlihatkan padaku?� tanya Sim Long dengan tertawa.
"Me ... memang dia menggerutu padamu, tapi juga menyampaikan berita yang amat mengejutkan,� tutur Miau-ji. Kiranya surat itu tertulis:
Toako.
Dari pengakuan Ong Ling-hoa dapat kuketahui bahwa Koay-lok-ong sudah masuk ke daerah Tionggoan, jejaknya sekarang berada di sekitar Thay-hing-san, untuk ini hendaknya Toako waspada. Sim Long manusia tak berbudi, licik dan munafik, jangan Toako bergaul dengan dia, kalau tidak, pada suatu hari engkau pasti akan menyesal. Berita ini juga jangan diberitahukan kepadanya, biarkan saja dia terjebak dan rasakan akibatnya, hatiku senang.Hormat adikmu, Jit-jit
Sehabis membaca surat itu, Hun-yang menggeleng kepala, "Bila aku tidak kenal tulisan tangannya, bisa kusangka surat ini ditulis oleh seorang lelaki bangor. Ai, kalimat surat ini mana pantas ditulis seorang gadis.� "Tapi kalimatnya kan cukup lancar, serupa caranya bicara,� ujar Miau-ji. Mendadak teringat olehnya macam-macam perbuatan jahil anak dara itu, segera ia menambahkan, "Caranya bicara memang tidak mirip seorang anak gadis, tapi lebih menyerupai bandit.� Air muka Sim Long tampak prihatin, katanya, "Cara bagaimanapun dia menulis surat itu, yang penting beritanya memang sangat mengejutkan. Bahwa Koay-lok-ong telah ke pedalaman sini, mau tak mau kita harus waspada.�
"Dia sudah masuk ke pedalaman kan kebetulan bagi kita, bukankah kita memang juga mau mencari dia?�� ujar Miau-ji. "Sekarang dia datang sendiri, kan hemat tenaga bagi kita?�
"Tapi urusan tidak semudah itu,� ujar Sim Long. "Tidak mudah bagaimana? Kita kan sudah tahu jejaknya? ....�
"Biarpun kita tahu jejaknya, namun di mana beradanya Ong Ling-hoa belum lagi jelas, maksud tujuan Jit-jit juga sukar diraba ....�
"Urusan Ong Ling-hoa dapat dikesampingkan untuk sementara,� seru Miau-ji. "Biarpun dapat dikesampingkan dulu, tapi melulu tenaga kita bertiga apakah mampu mengalahkan dia? Apalagi setiap anak buahnya juga tergolong jago kelas tinggi dan tidak boleh diremehkan.� Hoan Hun-yang lantas menyambung, "Betul, sudah lama kudengar anak buah Koay-lok-ong rata-rata tergolong jago kelas satu, selain keempat duta andalannya, ada lagi 36 jago pengawal yang semuanya tergolong jago pilihan.� "Huh, rupanya kalian takut padanya,� seru Miau-ji. "Haha, sebelum dia datang, setiap orang bilang mau mencari dia, sesudah dia datang benar, semua orang berbalik ketakutan dan kalau bisa ingin lari secepatnya.�
"Siapa bilang mau lari?� tanya Sim Long dengan tersenyum. "Jika tidak lari, ayolah kita berangkat ke Thay-hing-san,� ajak siKucing. Sim Long berpikir sejenak, katanya kemudian, "Perjalanan ke Thay-hing-san sudah pasti akan kita lakukan, tapi engkau harus menyanggupi suatu permintaanku.�
"Bilakah pernah kutolak permintaanmu?� jawab Miau-ji dengan girang. "Baik, setiba di Thay-hing-san, bilamana sudah menemukan rombongan Koay-lok-ong, tapi sebelum mendapat persetujuanku, engkau dilarang sembarangan bertindak atau turun tangan.�
"Baik, kuterima,� seru Miau-ji sambil berkeplok. Hoan Hun-yang juga berkata, "Aku pun ....�
"Sebaiknya Hoan-heng jangan ikut pergi,� ujar Sim Long. Hun-yang tersenyum, "Biarpun aku bukan seorang pemberani, tapi
juga bukan penakut ....�
"Mana berani kupandang Hoan-heng sebagai penakut,� ujar Sim Long, "Soalnya kedatangan Koay-lok-ong sekali ini jelas tidak boleh dipandang enteng. Kepergianku bersama Him-heng ini hanya bertujuan menyelidik saja dan pasti tidak sembarangan bertindak. Bilamana Hoan-heng tinggal di sini untuk mengatur segala keperluan garis belakang, tentu Siaute tidak perlu khawatir akan terjadi sesuatu. Apalagi Jit-jit dan jejak Ong Ling-hoa juga tidak diketahui, jika Hoan-heng tinggal di sini serta menyelidiki hal mereka, tentu segala sesuatu tidak perlu kukhawatirkan lagi.�
"Jika demikian, terpaksa kuturut saja kehendakmu,� sahut Hun-yang setelah berpikir sejenak. Miau-ji menggosok kepal dengan bersemangat, serunya dengan tertawa, "Wahai Koay-lok-ong, akhirnya Him Miau-ji dapat juga berjumpa denganmu, ingin kulihat betapa bentukmu, apakah engkau punya tiga kepala dan enam tangan, memangnya betapa lihai kungfumu.� Thay-hing-san adalah pegunungan yang sejak dahulu kala terkenal menjadi sarang kaum penyamun, banyak kisah keperkasaan tokoh Kangouw yang terjadi di pegunungan ini. Di antaranya terkenal Ke-36 Golok Kilat dari Thay-hing-san, konon betapa cepatnya golok kilat mereka dapat menebas lalat terbang. Kisah kepahlawanan jago Thay-hing-san memang sangat menarik dan seakan-akan tak pernah habis dibuat cerita orang. Setiap puncak gunung, setiap batu karang dan setiap pohon yang aneh di sini seakan-akan mengandung sesuatu kisah yang menarik. Sudah dua hari Sim Long dan Miau-ji menyusuri lereng gunung. Pada siang hari ini, mereka berhenti di tepi sebuah sumber air yang jernih, mereka makan ransum kering yang dibawanya dan minum air sumber yang segar. Meski di udara ada sinar matahari, namun angin pegunungan tetap meniup dingin. Tapi dada baju Miau-ji tetap terbuka, dia berdiri menyongsong desir angin dan tiba-tiba berkata, "Lihatlah di sana ada sebuah tebing yang mencuat seakan-akan tergantung di udara.�
"Itulah tempat Thay-hing-sam-gan (tiga belibis gunung Thay-hing) membunuh diri,� kata Sim Long. "Membunuh diri adalah perbuatan orang perempuan, seorang lelaki sejati biarpun menghadapi kesukaran apa pun tidak pantas mengorbankan nyawanya begitu saja. Thay-hing-sam-gan ternyata lebih suka meniru tindakan orang perempuan, kukira mereka pasti bukan kesatria sejati.�
"Jika orang lain main bunuh diri tentu bukan perbuatan seorang kesatria, tapi sebabnya Thay-hing-sam-gan membunuh diri sungguh peristiwa yang amat mengharukan.�
"Oo?!� heran juga Miau-ji. "Thay-hing-sam-gan itu adalah tiga orang bersaudara angkat, tapi ketiganya berkelana ke mana-mana dan jarang berkumpul,� tutur Sim Long. "Suatu hari Soat Gan membawa beberapa guci arak, sekaligus ia mengajak Gin Gan dan Thi Gan ke sini. Tebing karang yang mencuat aneh itu dahulu adalah tempat berkumpul mereka. Gin Gan dan Thi Gan tahu sang Toako mendadak mengajak mereka ke tempat berkumpul ini tentu ada sebab musababnya, maka mereka coba minta keterangan, namun Soat Gan tidak lantas bicara, ia cuma membuka guci arak dan mengajak minum kedua saudara angkatnya sepuas-puasnya selama tiga hari tiga malam".
"Sampai tengah malam hari ketiga, mendadak Soat Gan berlutut menyembah kepada kedua saudara angkatnya itu ....�
"Aneh, mengapa dia berbuat begitu?� ujar Miau-ji. "Kiranya pada waktu mudanya Soat Gan pernah salah membunuh satu orang, justru orang sangat berbudi dan sangat baik padanya, hal ini membuatnya menyesal selama hidup, maka dengan susah payah tanpa kenal lelah ia berusaha memupuk dan membesarkan keturunan orang yang dibunuhnya itu ....�
"Betapa pun Soat Gan itu terhitung punya Liang-sim (hati nurani yang baik) juga,� ujar Miau-ji. "Tujuannya adalah menebus dosa, sebab itulah meski dia membesarkannya dengan segenap jerih payah, anak itu tidak diberitahukan hal ihwalnya. Siapa tahu setelah dewasa, anak muda itu lantas hendak menuntut balas padanya dan ingin mencabut nyawanya.�
"Sakit hati kematian ayah sedalam lautan, pemuda itu juga tidak dapat disalahkan,� ujar Miau-ji dengan gegetun. "Cuma, bila Soat Gan sudah menyadari kesalahannya dan telah menebus dosanya dengan membesarkan anak muda itu, sepantasnya pemuda itu dapat mengampuni dia.�
"Walaupun begitu, Soat Gan tahu dendam kesumat begitu sulit diselesaikan hanya dengan beberapa patah kata penjelasan saja. Apalagi dia juga bukan manusia yang suka memaksakan kehendaknya hanya lantaran dia pernah membesarkan anak muda
itu.�
"Lantas bagaimana tindakannya?� tanya Miau-ji. "Dia berjanji dengan anak muda itu untuk bertemu di tebing karang yang mencuat ini.�
"Apakah dia khawatir urusan sukar diselesaikan, maka kedua saudara angkatnya diundang sekalian ke sini dan minta bantuan
mereka? Huh, tindakan kesatria macam apakah itu?�
"Kau salah,� kata Sim Long. "Dia berlutut kepada kedua adik angkatnya memang minta bantuan, tapi bantuan yang diminta
adalah supaya kedua saudaranya itu jangan ikut turun tangan mengerubuti anak muda itu, dia minta bilamana persoalan ini sudah selesai mereka harus mempermaklumkan kepada dunia bahwa urusan ini telah diselesaikan dengan adil, kematiannya juga wajar karena tidak mampu menandingi anak muda itu. Jadi bukan saja dia hendak membikin nama anak muda itu termasyhur, juga menghendaki orang lain tidak menuntut balas baginya.�
"O, kiranya begitu, dan kedua saudaranya menyanggupinya?� tanya si Kucing. "Kedua saudaranya juga lelaki yang berjiwa kesatria, meski kurang sependapat, tetap mereka menerima baik permintaannya. Dan pada waktu fajar menyingsing, anak muda itu pun muncul. Tanpa bicara keduanya lantas berhadapan, Soat Gan sudah bertekad untuk mati, meski dia membalas juga serangan orang, tapi hanya sekadar melayani saja. Tidak lebih dari 30 jurus, dia lantas terkena serangan mematikan anak muda itu.�
"Dan bagaimana dengan kedua saudara angkatnya?�
"Sesuai janji mereka, kedua saudaranya cuma menonton saja tanpa membantu dan menyaksikan Soat Gan mati di bawah tangan anak muda itu. Karena mengira sakit hatinya telah terimpas pemuda itu tertawa puas. Selagi dia hendak tinggal pergi, mendadak Thi Gan yang berwatak keras itu berteriak memanggilnya dan membeberkan rahasia itu kepadanya.�
"Lantas ba ... bagaimana dengan anak muda itu?� tanya Miau-ji. "Dengan sendirinya pemuda itu melongo. Malahan lantas terlihat Gin Gan dan Thi Gan mendadak melolos golok dan membunuh diri sekaligus, mereka benar-benar telah memenuhi sumpah setia sehidup semati tiga serangkai. Pemuda itu berdiri terkesima di depan ketiga jenazah selama tiga hari tiga malam, tanpa bicara dan tidak bergerak. Waktu itu sedang musim dingin, salju menimbuni sekujur badannya dan membeku, lambat laun matanya, hidungnya dan juga mulutnya ikut beku, namun dia tetap tidak bergerak, ai ... akhirnya pemuda itu pun mati beku.� Si Kucing jadi terkesima juga mendengarkan cerita yang mengesankan itu, mendadak ia meraung dan berteriak, "Arwah
kepahlawanan mereka pasti tetap hidup abadi dan masih berada di atas tebing sana, aku ingin melihatnya ke atas.� Sim Long ingin mencegahnya, tapi tidak keburu, Miau-ji sudah lantas meloncat ke atas tebing yang mencuat itu. Di atas tebing cuma salju melulu, berdiri di tengah remang kabut Miau-ji merasa seperti juga anak muda dahulu itu, ia berdiri termangu tanpa bergerak. Sim Long sudah menyusul tiba, katanya dengan tersenyum, "Kenapa kau jadi emosi, apa barangkali kisah Thay-hing-sam-gan telah menyentuh perasaanmu?�
"Ai, apakah kau tahu aku pun mempunyai seorang adik angkat?� tanya Miau-ji mendadak. "Oo ....�
"Orang lain sedemikian baik terhadap saudara angkatnya, apa pun yang diperbuat Soat Gan toh kedua saudara angkatnya tetap dapat memaklumi kesukarannya, sebaliknya aku ... aku ....�
"Memangnya engkau merasa bersalah kepada adik angkatmu?� tanya Sim Long. Dengan menghela napas Miau-ji menjawab, "Adik angkatku itu berbuat sedikit kesalahan padaku dan aku lantas membencinya. Padahal dia juga mempunyai kesulitan, selayaknya aku memaafkan perbuatannya ....� Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian dengan tersenyum, "Adik angkatmu itu seorang perempuan, bukan?�
"Dari ... dari mana kau tahu?� Miau-ji melengak. "Meski tidak kau katakan juga dapat kuterka,� ucap Sim Long. "Cu Jit-jit telah menyebutmu sebagai Toako, kalau tidak tentu tidak segampang itu engkau ditutuk olehnya.�
"Kutahu apa pun tak dapat mengelabuimu, seharusnya kuberi tahukan waktu itu juga, tapi aku ...� si Kucing menunduk dengan
menyesal. "Tidak apa, siapa pun pasti mempunyai sesuatu rahasia yang tidak ingin diketahui orang lain, biarpun suami-istri dan antarsaudara juga begitu.� Miau-ji memandang Sim Long lekat-lekat, "Memangnya engkau juga mempunyai rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain?�
"Tentu saja ada,� sahut Sim Long. "Malahan rahasiaku terlebih banyak daripada siapa pun.�
"Ya, sampai saat ini pun belum kukenal asal usulmu, tapi kupercaya apa yang kau rahasiakan pasti bukan kejahatan, engkau ... engkau selalu membuat orang menaruh kepercayaan penuh.�
"Terima kasih,� kata Sim Long. "Tapi tertawamu yang khas selalu membuat orang tidak mengerti,� ujar si Kucing. "Meski tertawamu terkadang tampak cerah, tapi kurasakan di balik tertawamu seperti mengandung kepedihan, mengapa tidak kau katakan kepedihanmu ....� Sim Long tersenyum dan berpaling tanpa bicara. Miau-ji juga terdiam. Hawa di atas tebing terasa semakin dingin. Mendadak Sim Long berseru, "Hei, lihat, apa itu?� Waktu Miau-ji memandang ke sana secermatnya, tertampak kabut dingin telah terobek sebuah garis oleh cahaya matahari, terlihat di kejauhan sana ada tanah datar. Di dataran bawah sana juga tertimbun salju, terlihat berbagai bekas jejak di atas salju, ada bekas roda kereta dan kaki kuda, tampaknya
ada juga bekas barang lain yang aneh. "Mari kita memeriksanya ke bawah sana,� ajak Sim Long. Langsung ia melompat ke bawah dengan baju berkibar hingga serupa dewa melayang turun dari langit. "Ginkang hebat, aku pun ingin mencoba,� seru Miau-ji, segera ia pun melompat ke bawah. Tapi segera dirasakan di bagian bawah seperti ada daya tarik yang kuat sehingga sukar baginya untuk ganti gerakan. "Bluk�, akhirnya dia jatuh terbanting atas tanah bersalju. "Bagaimana?� tanya Sim Long memburu ke samping si Kucing. "Untung tubuhku ini gemblengan baja, kalau tidak tentu sudah retak,� kata Miau-ji dengan tertawa. "Cuma ... aneh juga, rasanya pantatku seperti kena tertusuk sesuatu.� Ia meronta bangun, waktu ia raba pinggul sendiri, ternyata benar tertancap sepotong benda tajam, waktu dicabut, kiranya sepotong tulang kaki ayam. "Sialan, ternyata di sini ada tulang ayam,� gerutu Miau-ji. "Bukan cuma tulang ayam saja, mungkin masih ada benda lain,� desis Sim Long. Keduanya lantas memeriksa keadaan sekitar tanah datar yang teruruk salju ini. Ternyata benar terdapat bekas kaki kuda dan roda kereta yang simpang-siur, juga ada gundukan abu bekas api unggun serta pecahan beling keramik. Miau-ji memungut sepotong beling keramik dan diperiksanya sejenak, katanya kemudian, "Ini beling pecahan cangkir arak.�
"Melihat kualitas beling keramik ini jelas cawan arak yang berkualitas tinggi, sekalipun keluarga hartawan atau bangsawan juga tidak sembarangan mau menggunakan cawan antik begini untuk meladeni tamu,� ujar Sim Long. "Tapi orang ini telah menggunakan cawan sebagus ini untuk minum arak di pegunungan sunyi sini, bahkan terbanting pecah,� tukas Miau-ji. Kedua orang saling pandang sekejap, lalu memeriksa lebih lanjut. "Eh, lihat ini,� seru Sim Long mendadak sambil memungut sesuatu dari atas tanah. Dapat dilihat oleh Him Miau-ji benda yang dipungut Sim Long itu adalah sebuah anting-anting mutiara, biji mutiara itu sangat besar, hampir sebesar biji buah kelengkeng, bercahaya dan dibingkai dengan sangat indah.
"Melulu harga anting-anting ini saja sukar dinilai ....�
"Dan orang ini sama sekali tidak menghiraukannya kehilangan anting-anting sebagus ini,� sambung Miau-ji. Segera mereka memeriksa lebih lanjut ke depan, ditemukan mereka di atas tanah ada belasan lubang sebesar mangkuk, setiap baris ada
enam lubang dengan kedalaman beberapa kaki, jarak barisan lubang itu lebih dari setombak. "Apa pula ini?� gumam Miau-ji dengan kening bekernyit. "Tampaknya ini lubang bekas patok perkemahan mereka,� ujar Sim Long setelah berpikir. "Lubang sedalam ini, jelas bukan patok kemah orang biasa, jika patoknya sebesar ini, bukankah kemahnya sangat mengejutkan besarnya?�
"Ya, sekalipun kemah bangsawan Mongol juga tidak lebih daripada ini,� kata Sim Long. "Masa perkemahan orang ini untuk menginap semalam saja memerlukan pekerjaan sebesar ini,� ujar Miau-ji. Kedua orang saling pandang tanpa bicara, keduanya sama berdiri, namun dalam hati masing-masing timbul pendapat yang sama. Koay-lok-ong! Perkemahan sebesar dan semewah ini, siapa lagi kecuali Koay-lok-ong? "Cu Jit-jit ternyata tidak dusta, Koay-lok-ong benar telah datang,� gumam si Kucing.
"Melihat gelagatnya, perjalanannya tidak cuma diiringi ke-36 jago pengawalnya, juga membawa bini dan selir, dia datang secara besar-besaran begini, jangan-jangan dia tidak ingin pulang lagi kesana.�
"Hm, biarpun dia ingin pulang juga tidak bisa lagi,� ucap Miau-ji dengan menggereget. Sim Long memandang segumpal awan di langit dan termangu sejenak, katanya kemudian, "Dan entah Kim Bu-bong ikut datang tidak?� Koay-lok-ong benar-benar mahasakti, entah dengan cara bagaimana dan entah jalan rahasia mana yang diambil, meski Him Miau-ji dan Sim Long telah melacaki bekas roda kereta sampai keluar tanah datar itu, tahu-tahu semua jejak itu menghilang secara ajaib tanpa bekas lagi. "Keparat ini sungguh seekor rase tua,� gerutu Miau-ji dengan gemas. "Bahwa dia sudah begitu besar kekuatannya, ternyata khawatir juga dikuntit orang, bahkan berada di tempat setan begini juga khawatir orang menguntitnya.�
Jilid 24
"Gerak-gerik gembong iblis seperti dia dengan sendirinya penuh misterius, biarpun dia tidak takut dikuntit orang tetap dia akan berbuat demikian.�
"Sebab apa?� tanya Miau-ji heran. "Ke mana pun orang semacam ini dan apa pun yang dilakukannya selalu dia mengatur macam-macam tabir rahasia agar orang lain sukar meraba keadaannya yang sebenarnya.�
"Ya, gembong iblis ini memang kebanyakan telur busuk, besar rasa curiganya, bahkan terhadap orang kepercayaan sendiri juga selalu waswas. Tapi tanah salju di sini tidak ada tanda sengaja disapu rata, juga tidak ada bekas lain yang menunjukkan rombongan mereka mundur kembali ke arah lain ....�
"Manusianya dapat mundur begitu saja, kereta dan kuda sebanyak itu jelas tidak gampang berbuat demikian.�
"Habis sebab apa bekas roda kereta dan kaki kuda bisa lenyap mendadak?�
"Keadaan ini pernah kualami satu kali,� tutur Sim Long. "Yaitu diluar sebuah makam kuno, caranya ialah mereka menyuruh mundur kembali ke tempat semula dengan menginjak bekas kaki masing-masing.�
"Dan yang kedua kalinya di atas gunung tempo hari, bukan?�
"Betul, waktu itu mendadak ia masuk di lorong bawah tanah.�
"Ya, makanya kukatakan aneh,� kata Miau-ji. "Padahal kereta dan kuda tidak mungkin bisa berjalan mundur, di sini juga tidak ada lorong di bawah tanah, memangnya mereka dapat terbang ke langit?� Sim Long lagi memandang tanah bersalju, terlihat cahaya matahari yang menyinari tanah salju itu serupa sebuah cermin yang memantulkan cahaya refleksi. "Di sini tidak ada lagi sesuatu yang aneh, memangnya dapat kau lihat apa lagi?� tanya Miau-ji. Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, "Justru dapat kulihat sesuatu.�
"Apa yang dapat kau lihat?� tanya Miau-ji dengan heran. "Kau bilang di tempat ini tiada sesuatu yang aneh, memang betul
juga, tanah salju ini memang tidak ada keanehan, tapi justru disinilah letak keanehannya.�
"Ai, jangan kau main teka-teki, sesungguhnya apa yang kau lihat?�
"Masakah tidak dapat kau lihat sesuatu yang istimewa pada tanah bersalju ini?� Tapi Miau-ji memandangnya dari sudut mana pun tetap tidak terlihat sesuatu keistimewaan. Tanah salju ini halus bersih tiada setitik tanda apa pun. Terpaksa ia berkata sambil menggeleng, "Bilamana terdapat sesuatu ciri di tanah bersalju ini, mungkin mataku yang lamur.�
"Kau lihat tanah salju ini halus bersih bukan?� tanya Sim Long. "Ya, teramat bersih,� jawab si Kucing. "Jika hujan salju sudah berlangsung dua-tiga hari yang lalu, mengapa timbunan salju di sini bisa begini halus dan bersih seperti dilukis saja.�
"Ehm ... ya ... memang janggal.�
"Maka seharusnya kau paham.�
"Tapi aku tetap tidak paham,� si Kucing menyengir. "Tanah bersalju ini buatan manusia,� kata Sim Long dengan tersenyum.
"Buatan manusia? Bagaimana caranya?�
"Mereka mengusung salju dari tempat lain untuk menimbuni tempat ini, kan sederhana caranya?�
"Ha, dia mau bekerja susah payah begitu?�
"Yang bekerja susah payah kan bukan dia sendiri?� Sementara itu hari sudah dekat magrib, Sim Long dan Him Miau-ji
mengejar terus sehingga beberapa lereng bukit dilintasi pula. Mata Him Miau-ji terbelalak bulat seperti mata kucing benar-benar, ia terus mencari, namun tetap tiada menemukan sesuatu petunjuk apa pun. Akhirnya malam pun tiba, bintang bertaburan di langit. "Ai, hari kembali gelap lagi dan sehari telah berlalu pula,� ucap siKucing dengan menyesal. "Apa jeleknya hari gelap?� ujar Sim Long. "Siang hari tidak kita temukan sesuatu, dalam keadaan gelap kan tambah ....�
"Kukira hari gelap malahan ada harapan,� sela Sim Long dengan tertawa. Miau-ji melenggong, "Ah, jangan kau pandang diriku ini seperti kucing benar-benar yang dapat melihat sesuatu terlebih jelas dalam keadaan gelap.�
"Maksudku, biarpun Koay-lok-ong banyak tipu akalnya, kalau hari sudah gelap, dia kan juga mesti menyalakan lampu?�
"Aha, betul,� seru si Kucing sambil berkeplok tertawa. "Memang betul lebih gampang menemukan dia setelah hari gelap. Asal dia menyalakan lampu, betapa jauhnya pasti dapat kita lihat. Tidaklah mudah baginya untuk menyembunyikan cahaya lampu di tengah kegelapan pegunungan ini.� Kedua orang lantas menuju ke depan lagi dengan bersemangat. Suasana sunyi senyap sehingga napas sendiri pun terdengar. Kemudian Miau-ji bergumam lagi, "Kenapa belum terlihat apa pun, jangan-jangan kita salah arah.� Sim Long tidak menanggapi dan masih terus melangkah ke depan. Tidak jauh, mendadak ia tertawa gembira, serunya, "Lihat, apa itu?� Sinar lampu! Dalam kegelapan jauh di sana ada setitik cahaya lampu. Tanpa bicara lagi Miau-ji terus berlari ke sana. Terpaksa Sim Long menyusulnya dengan sama cepatnya. Dalam kegelapan sukar membedakan jauh atau dekatnya cahaya lampu. Namun cuma sebentar saja Miau-ji sudah berada di depan cahaya lampu tadi. Ternyata di atas sepotong batu karang besar terletak sebuah lentera. Api lentera gemerdep seperti api setan, di atas batu masih ada sisa
salju, tapi entah telah dibersihkan oleh siapa. Tiada tampak bayangan seorang pun. Dengan hati berdebar Miau-ji maju lebih dekat. Terlihat lentera itu bersinar keemasan. Ternyata lentera itu sendiri terbuat dari emas. "Buset, sampai lampu juga terbuat dari emas,� kata si Kucing. "Entah apa pula maksudnya meninggalkan lentera di sini?� Dengan wajah prihatin Sim Long berucap, "Lentera ini jelas ditinggalkan bagi kita.�
"Bagi kita?� Miau-ji menegas. "Perangkapnya, maksudmu?�
"Jika dia menggunakan perangkap sekecil ini untuk menjebak kita, maka dia bukan Koay-lok-ong lagi.�
"Aku tidak paham perkataanmu.�
"Gembong iblis semacam dia tidak nanti sembarangan menilai rendah kemampuan lawan.�
"Aha, betul, terlebih lawan seperti Sim Long, meski dia tidak pernah melihat Sim Long tentu juga pernah mendengar namanya. Tapi ....� mendadak si Kucing berkerut kening, "dari mana dia tahu Sim Long yang ingin mencarinya?�
"Melihat gelagatnya, bukan mustahil di lereng gunung ini sudah penuh tersebar pos pengintainya, mungkin ....�
"Apa pun juga harus kuperiksa lebih lanjut,� sela si Kucing tak sabar, segera ia melompat lagi ke depan. Ternyata di bawah lentera emas tertindih sehelai kertas dan tertulis: "Apakah kau ingin mencari diriku, Sim Long? Jika demikian, terus saja mengikuti jalan ini!� Di samping beberapa huruf yang singkat ini terlukis pula peta yang cukup jelas ke arah mana dan cara bagaimana mencapai tempat tujuan, di mana dia bercokol. "Setan, dia malah khawatir kita tidak menemukan dia, maka sengaja memberi peta tempat tinggalnya,� gerutu Miau-ji. "Cuma, apakah peta ini dapat dipercaya.�
"Ya, bisa jadi dia sengaja memberi peta ini supaya kita terjebak,� kata Sim Long. "Jika kita menuruti petunjuk peta ini, bisa jadi takkan menemukan dia selamanya, sebaliknya makin jauh meninggalkan dia.�
"Tapi dia kan tidak jeri terhadap kita, untuk apa dia berbuat demikian?�
"Makanya peta ini mungkin juga tulen,� kata Sim Long. "Di sinilah letak kelihaian orang ini, dia sengaja membikin kita serbasusah dan ragu untuk bertindak. Melulu hal ini saja dia sudah lebih unggul selangkah.�
"Wah, sungguh membikin pusing kepala,� seru Miau-ji. "Kukira urusan ini sangat sederhana, siapa tahu membikin orang serbasalah, makin dipikir makin ruwet dan makin buntu. Tahu begini mestinya tidak perlu hiraukan peta ini.�
"Banyak urusan di dunia ini memang begini adanya,� tutur Sim Long berfalsafah. "Makin dipikirkan dan ditimbang, makin banyak kekhawatiran yang timbul, maka urusan pun tak terlaksana. Jika sesuatu dilakukan tanpa pikir, bukan mustahil malah akan terpecahkan dan terlaksana dengan baik. Banyak urusan penting di dunia ini sering kali terlaksana karena tidak banyak pertimbangan ini dan itu, jika mesti dipikirkan untung-ruginya justru takkan terlaksana.� Ucapan Sim Long yang sederhana ini mengandung filsafat yang tinggi, mau tak mau Miau-ji manggut-manggut, "Ya, benar, tepat? Lantas bagaimana?�
"Kita anggap saja tidak pernah memikirkan apa pun,� kata Sim-Long. "Ya, betul, tanpa peduli apa pun kita teruskan menurut petunjuk peta,� seru Miau-ji. "Sebelum ini sudah kubelajar darimu harus menggunakan otak bila hendak mengerjakan sesuatu, tapi sekarang dapat kubelajar pula darimu bilamana menghadapi sesuatu yang serbamenyusahkan, maka tidak perlu lagi banyak pikir.� Dalil ini kedengaran seperti bertentangan namun sebenarnya merupakan suatu kesatuan. Begitulah mereka terus mengusut menurut petunjuk peta. Tidak lama, dari bayang-bayang gunung yang gelap sana kembali muncul sinar lampu. Sekali ini cahaya lampu kelihatan sangat terang, jelas tidak cuma sebuah lentera saja. Tertampak sebuah kemah besar berdiri megah di bawah cahaya lampu sana. "Berdasarkan petunjuk peta, tempat ini agaknya bukan tempat kediaman Koay-lok-ong, tapi kemahnya justru berada di sini, mengapa bisa begini?� ucap Miau-ji dengan heran. "Bilamana setiap tindakan seorang selalu sukar dimengerti, hal ini menandakan betapa lihainya orang ini,� kata Sim Long. Mendadak terlihat setitik sinar lampu bergerak datang dari sebelah sana. "Ada orang datang,� desus Miau-ji. "Kebetulan, kita jadi benar tidak perlu memeras otak lagi,� ujar Sim Long dengan tertawa. Dalam pada itu sinar lampu itu sudah dekat, orang itu mengangkat sebuah obor dan berhenti beberapa meter di depan mereka. Seorang lelaki tegap berbaju satin. "Yang datang ini apakah anak buah Koay-lok-ong?� segera Miau-ji membentak. "Ya,� jawab orang itu. "Apakah kau tahu siapa kami?� tanya Miau-ji pula. "Ya,� jawab lelaki itu. "Jika demikian, kau diutus Koay-lok-ong untuk menyambut kami,� sela Sim Long dengan tertawa. Kembali orang itu mengiakan, lalu membalik tubuh dan melangkah kembali ke sana. Meski langkahnya tidak cepat, tapi juga tidak lambat, tampaknya kungfunya lumayan. Sejenak kemudian mereka sudah berada di depan kemah megah itu. Jalan masuk kemah tergantung tabir yang terangkai dari mutiara kristal, zamrud dan berbagai mutu manikam yang tidak diketahui namanya. Karena cahaya lampu yang terang sehingga batu permata ini memantulkan cahaya yang menyilaukan. Namun orang di balik tabir batu permata ini dengan macam-macam dongeng yang menyangkut dirinya itu seakan-akan jauh lebih menarik, lebih indah dan lebih cemerlang daripada tabir gemilang ini. Sampai di sini Miau-ji merasakan sekujur badannya menegang. Diam-diam ia memaki dirinya sendiri mengapa berubah menjadi penakut. Berpikir demikian, tanpa menunggu lelaki itu menyingkapkan tabir, juga tidak menunggu diperintah Sim Long, serentak ia menerobos ke dalam kemah dan berteriak, "Koay-lok-ong, ini dia Him Miau-ji datang menemuimu!� Menggelegar suaranya, akan tetapi sia-sia belaka. Sebab di dalam kemah ternyata kosong melompong, bayangan setan saja tidak ada, apalagi manusia. Cahaya lampu di dalam kemah terlebih terang, menyinari singgasana berlapiskan kulit harimau dan berbantal sulaman benang emas, meja kristal dan hiasan macam-macam batu permata berwarna-warni, lantai berlapis permadani Persia .... Di atas meja penuh tersedia macam-macam buah-buahan yang aneh, di dalam piala emas penuh terisi arak, barang siapa datang ketempat begini pasti akan terpesona, terutama orang yang doyan
makan minum seperti Him Miau-ji, tentu akan merasa senang dan puas. Tapi di manakah orangnya? Ke mana perginya penghuni kemah ini? Mendadak Him Miau-ji membalik tubuh dan menjambret leher baju lelaki tadi sambil membentak, "Apakah Koay-lok-ong tidak berada disini?�
"Ya,� jawab lelaki itu. "Mengapa tiada seorang pun menemui kami?� bentak Miau-ji pula. Kembali orang itu menjawab, "Ya.�
"Ya, ya memangnya cuma ya saja yang dapat kau katakan?� Miau-ji meraung gusar. "Ya,� lagi-lagi orang itu menjawab. "Sekali lagi kau bilang ya segera kupatahkan lehermu!� bentak Miau-ji. Tapi kembali orang itu bilang, "Ya� Keruan dada Miau-ji hampir meledak, orang diangkatnya terus dilemparkan keluar, "Enyah, babi!� Orang itu terbanting keras di luar sana menerobos tabir batu permata tadi, sudah begitu dia masih juga berkata, "Ya� Dengan tersenyum Sim Long menyela, "Biarpun kau bunuh dia tetap dia akan bilang ya.�
"Sebenarnya apa maksud tujuan Koay-lok-ong memancing kita ke sini?� kata si Kucing. "Melihat gelagatnya, tempat ini pasti tempat Koay-lok-ong menerima tamu,� ujar Sim Long. "Tempat menerima tamu? Memangnya dia pandang kita sebagai tamu?�
"Dia menghendaki kita mengaso semalam dulu di sini, sesudah cukup tenaga baru menemui dia ....�
"Hah, masa begitu baik hati dia?� teriak Miau-ji. "Tentu saja bukan lantaran dia baik hati melainkan lagi pamer kekuatan kepada kita untuk menunjukkan bahwa dia meremehkan kita, betapa tangkas kita juga tidak membuatnya gentar.�
"Berengsek, nanti boleh rasakan kepalanku ....� ucap Miau-ji dengan gemas. Mendadak ia tertawa pula sambil memandang atas meja, "Haha, kenapa tidak sikat saja makanan di sini. Dengan kedudukannya kuyakin dia takkan berbuat rendah dengan menaruh racun di dalam makanan.� Banyak juga santapan di atas meja, tapi sebentar saja telah disikat habis oleh mereka berdua. Miau-ji mengusap mulut yang berlepotan minyak, sehabis kenyang menenggak arak, dia terus berbaring dan tidur.
Sim Long juga makan minum dengan kenyang, tapi sukar baginya untuk pulas di tempat dan saat begini. Dia cuma duduk termenung memandangi si Kucing yang tidur nyenyak serupa anak kecil itu. Entah sudah berselang berapa lama lagi, mendadak di luar tabir mutiara ada orang memanggil, "Sim-kongcu!� Baru saja suara panggilan terdengar, tahu-tahu Sim Long sudah
berada di luar. Lelaki berbaju satin itu tidak menyangka Sim Long akan muncul secepat itu, ia sampai kaget dan menyurut mundur. "Untuk apa kau panggil diriku?� tegur Sim Long. Muka orang itu tampak pucat, bibir rada gemetar, jawabnya dengan
menunduk, "Ongya (Tuanku) mengundang Sim-kongcu untuk bertemu sendirian.�
"Oo, selain ya rupanya engkau juga dapat bicara lain,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Ap ... apakah Sim-kongcu mau berangkat sekarang dan janganlah mengejutkan Him-siauya itu ....�
"Jika kupergi bersama dia dan Ongya kalian tidak mau menemui kami kan sia-sia belaka?� ujar Sim Long. "Baiklah, mari Sim-kongcu ikut hamba,� kata orang itu sambil membalik tubuh. Sim Long seperti percaya penuh terhadap apa yang telah diatur Koay-lok-ong, ia pun percaya si Kucing yang tertidur itu pasti tidak menjadi soal, tanpa pikir ia terus ikut pergi. Tidak lama kemudian, tertampak dua lelaki membawa sebuah tandu telah menanti di depan, orang tadi berhenti dan berpaling, katanya dengan tersenyum, "Silakan Sim-kongcu menumpang tandu saja.� Sim Long tidak tanya juga tidak ragu, segera ia naik ke atas tandu, kedua lelaki itu lantas menggotong tandu dan dibawa lari secepat terbang. Tidak lama lagi tiba-tiba terdengar suara musik yang merdu di depan sana. Sim Long tetap duduk tenang saja di dalam tandu. Terdengar suara musik itu semakin dekat dan mendadak tandu berhenti. Lalu suara seorang perempuan muda berseru di luar, "Apakah Sim-kongcu sudah datang?� Orang tadi mengiakan. "Baiklah, biarkan kami yang membawa tandu ke dalam, pekerjaan kalian sudah selesai,� kata si perempuan muda. Menyusul tandu diusung pula, sejenak kemudian terasa hawa menjadi hangat, tercium pula bau harum menembus tabir tandu. Sim Long tetap duduk tenang saja di dalam seperti kalau tidak disilakan keluar dari tandu dia akan tetap tinggal di situ selamanya. Suara musik berbunyi terus-menerus, lalu ada pula orang menyanyi merdu. Akhirnya Sim Long disilakan keluar dari tandu. Dilihatnya dirinya sudah berada lagi di dalam sebuah kemah besar yang sangat mewah, segala sesuatu yang terdapat di sini jarang terlihat oleh orang biasa. Namun Sim Long tidak memerhatikan benda-benda berharga itu, sebab begitu keluar dari tandu ia lantas silau oleh berpuluh gadis cantik luar biasa sehingga tidak sempat memerhatikan urusan lain. Tertampak dua-tiga puluh gadis cantik berbaju sutra tipis sehingga kelihatan garis tubuh mereka yang menggiurkan di bawah cahaya lampu yang agak guram, rambut mereka panjang terurai dengan kaki putih telanjang. Sebagian gadis cantik itu sedang main macam-macam alat musik, ada yang duduk termenung di samping kasur berlapis kulit harimau, ada yang asyik menyanyi, ada pula yang menari mengikuti irama musik. Selain itu ada lima-enam gadis cantik mengelilingi sebuah meja pendek dan lagi menuang arak pada piala emas, di balik meja pendek itu berduduk seorang gadis lagi dengan dada setengah telanjang dan sangat memikat, di atas pangkuannya saat itu berbaring satu orang yang cuma kelihatan kepalanya saja, dapat dilihat oleh Sim Long kepala orang itu memakai kopiah berbentuk mahkota, namun mukanya tidak terlihat jelas. Sim Long berdiri diam saja dengan tersenyum. Setiap gadis cantik di situ seakan-akan terpesona oleh gaya Sim Long yang gagah itu, semuanya memandang padanya dengan terkesima. Pada saat itulah orang yang berbaring di pangkuan si cantik itu mendadak bersenandung, "Mabuk tidur di pangkuan si cantik, bila siuman pegang pedang tanpa tandingan. Sungguh gembira, sungguh bahagia!�
"Memang menggembirakan dan sungguh bahagia!� timbrung Sim Long. "Hah, apakah Sim Long yang bicara itu?� tanya orang itu dengan tertawa. "Betul,� jawab Sim Long. "Kau tahu siapa aku?� tanya pula orang itu. "Tentu saja,� kata Sim Long.
Tertampak sebelah tangan orang itu terangkat, segera seorang gadis molek di samping meja pendek itu menyodorkan sebuah piala emas. Tangan ini ternyata sama putih dan halusnya seperti gadis cantik yang lain, pada jari tengahnya memakai tiga buah cincin permata yang berbentuk aneh. Sambil memegang piala orang itu berseru dengan tertawa, "Jika kita sudah saling kenal, apa halangannya minum satu cangkir bersama?�
"Baik,� seru Sim Long. Baru saja ia berucap, serentak seorang gadis dengan langkah gemulai telah mendekatinya dan menyodorkan sebuah piala emas, ucapnya dengan suara merdu dan lirikan genit, "Silakan, Sim-kongcu!� Sim Long tersenyum dan menerima cangkir emas itu, sekali tenggak habislah seluruh isi piala itu. "Hahaha, bagus, Sim Long yang hebat!� seru orang itu dengan tertawa. "Masa engkau tidak takut di dalam arak ada racun?�
"Disuguh minum oleh seorang kesatria, didampingi oleh perempuan cantik, biarpun arak beracun juga akan kuminum,� jawab Sim Long dengan tertawa. "Haha, bagus! Kabarnya Sim Long senantiasa berlaku cermat, siapa tahu juga begini gagah, pantas setiap selir dan pelayanku di sini sama terkesima melihatmu.� Di tengah gelak tertawanya orang itu mendadak bangun berduduk, di bawah cahaya lampu yang agak guram, tertampak alis orang ini tebal dan panjang, sinar matanya tajam mengilat, di dahinya ada bekas luka sehingga menambah keangkerannya. Dengan tangannya yang putih halus seperti tangan orang perempuan itu sedang mengelus jenggotnya yang terpelihara sambil melototi Sim Long dengan sinar matanya yang tajam.
Orang ini ternyata bermata siwer, biji matanya berwarna hijau. Hah, siapa lagi dia kalau bukan Koay-lok-ong. Mendadak Koay-lok-ong berhenti tertawa dan berucap, "Kau salah Sim Long!�
"Salah?� Sim Long menegas. "Di dalam arak itu beracun!� ucap Koay-lok-ong dengan dingin. Sim Long seperti terkejut, "Hah, apa betul?�
"Bukan cuma beracun saja, bahkan racun yang paling jahat. Di dunia ini kecuali padaku sendiri sukar lagi mencari obat penawarnya. Dalam waktu satu jam engkau pasti akan mati keracunan.�
"Wah, tak tersangka kau perlakukan diriku dengan cara pengecut,� ucap Sim Long dengan menyesal. Koay-lok-ong tertawa latah, "Dengan berbagai daya upaya engkau mencari diriku, dengan sendirinya tujuanmu hendak membunuhku, kenapa aku tidak boleh turun tangan membinasakan dirimu lebih dulu bila ada kesempatan?�
"Caramu membunuhku ini apakah takkan ditertawai kesatria sejagat?�
"Orang lain siapa yang tahu apa yang terjadi di dalam kemah surga ini? Kecuali aku sendiri, mana ada lelaki lain yang boleh masuk. Jika bukan lantaran engkau pasti akan mati di sini, mana mungkin ada kesempatan bagimu untuk melihat surga di dalam kemah ini.�
"O, pantas tidak terlihat seorang pun anak buahmu di antara keempat duta dan ke-36 jago pedang.�
"Ya, memang begitulah.�
"Jika demikian, mumpung masih ada waktu rasanya aku harus menikmati surga dunia di sini sepuas-puasnya,� kata Sim Long.
Mendadak ia menarik salah seorang penari cantik terus dipeluknya dengan tertawa, "Mati di bawah bunga peoni, jadi setan pun tidak penasaran.� Perbuatan Sim Long ini tidak cuma membikin gadis cantik lain sama melengak, sampai Koay-lok-ong sendiri juga melongo, matanya yang siwer itu tampak melotot, jelas merasa dongkol dan gusar, bahkan rada cemburu. Muka si penari cantik menjadi pucat karena dipeluk Sim Long, ia meronta dan berseru, "Ai ... ai ....�
"O, kiranya namamu Ai-ai?� kata Sim Long dengan tertawa. "Ti ... ti ....� penari itu tidak sanggup meneruskan lagi. "O, namamu Ti-ti?� kata Sim Long pula. Koay-lok-ong tidak dapat menahan rasa gusarnya, segera ia mendamprat, "Sim Long, kematianmu sudah di depan mata, masakah engkau tidak cemas?�
"Jika segera akan mati, untuk apa cemas?� jawab Sim Long dengan tertawa. "Ken ... kenapa engkau tidak mengadu jiwa denganku?�
"Betapa pun aku akan mati keracunan, biarpun kubunuhmu juga tidak ada gunanya.� Sambil bicara Sim Long terus mencium gadis cantik dalam pelukannya dan mendengus, "Ai-ai, Ti-ti, betul tidak?� Sinar mata Koay-lok-ong tampak gemerdep dan entah apa yang dipikirnya. Sim Long semakin riang gembira, si penari juga tertawa geli oleh kasak-kusuk Sim Long, entah apa yang dibisikkan kepadanya. Mendadak Koay-lok-ong menggebrak meja dan membentak, "Dengarkan, Sim Long!�
"Wah, ada apa lagi?� tanya Sim Long. Koay-lok-ong mengeluarkan sebuah kotak kecil dan berseru,"Lihat, inilah obat penawar racun yang kau minum tadi.�
"Oo?!� Sim Long bersuara tak acuh, tanpa memandangnya. "Apakah engkau tidak mengharapkan obat penawar ini?�
"Tentu saja mau, namun ... jika tidak kau berikan padaku, kan percuma.�
"Jika kau mau, ada satu cara dapat kau tempuh,� kata Koay-lok-ong. "Cara bagaimana?� tanya Sim Long. "Kau tahu, aku mempunyai kesukaan bertaruh. Nah, boleh kita bertaruh, bila kau menang obat penawar ini akan kuberikan padamu.�
"Ehm, usul bagus, entah bagaimana caranya bertaruh?�
"Dengan nyawaku untuk bertaruhan dengan nyawamu!�
"Kan nyawaku sudah berada dalam genggamanmu, untuk apa engkau bertaruh nyawa denganku?�
"Ini hanya soal hobi saja,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa. "Bila bertaruh dengan harta benda, segala apa aku sudah punya, tentu kurang menarik. Hanya taruhan nyawa saja yang cukup merangsang.�
"Baiklah, jika begitu kuterima tantanganmu,� jawab Sim Long. Seketika Koay-lok-ong bersemangat, ia bertepuk tangan dan minta disediakan pedang. "Sret�, ketika Koay-lok-ong melolos pedang, tertampaklah cahaya hijau kemilauan, jelas pedang pusaka yang jarang ada bandingannya. Pedang ini diberikannya kepada Sim Long. Lalu Koay-lok-ong berucap dengan bengis, "Nah, aku akan tetap duduk di sini, dengan pedang itu boleh kau serang aku tiga kali, aku takkan balas menyerang. Jika di dalam tiga jurus dapat kau tusuk mati diriku, obat penawar ini akan menjadi milikmu, segala apa yang terdapat di sini juga dapat kau kuasai.�
"Jika tidak dapat kutusuk dirimu?� tanya Sim Long. "Ya, dirimu yang harus mati!� jengek Koay-lok-ong. "Baik, cara bertaruh demikian memang menarik,� seru Sim Long sambil tertawa. Koay-lok-ong lantas memberi tanda dan membentak, "Menyingkir semua!� Para gadis cantik sudah ketakutan sehingga muka pucat, perintah menyingkir ini diterima dengan rasa lega seperti mendapat pengampunan besar, serentak mereka angkat kaki. Perlahan Sim Long meraba pedang dan bergumam, "Wahai pedangku sayang, janganlah engkau mengecewakan harapanku!� Selangkah demi selangkah ia lantas mendekat. Koay-lok-ong tetap duduk diam saja tanpa bergerak. Matanya yang berwarna hijau itu menatap Sim Long dengan mendelik. Tanpa bicara Sim Long memutar pedang terus menusuk ke depan. Dilihatnya Koay-lok-ong benar-benar tidak mengelak, sebaliknya malah menyongsong tusukan itu dengan dadanya. Apakah dia gila dan sengaja ingin mati di tangan Sim Long?
Sekali pedang Sim Long menusuk, sukar lagi ditahan. Rasanya dada Koay-lok-ong sudah tersentuh ujung pedang ....
*****
Ketika si Kucing terjaga bangun, ia menjadi bingung karena kehilangan Sim Long. Cepat ia melompat bangun sambil mengucek-ucek mata yang sepat, teriaknya, "Sim Long ... Sim Long ....� Tidak terdengar suara jawaban. Cepat ia menerjang keluar sehingga tabir mutiara tersaruk rontok. Di luar malam tampak kelam, hanya sinar remang bulan sabit menghiasi cakrawala. Bayangan Sim Long tidak kelihatan lagi. Mabuk Miau-ji jadi hilang, ia mengentak kaki dan menggerutu, "Ai,
kenapa Sim Long jadi pikun begini, mau pergi kan aku harus diberi tahu, memangnya aku disangka sudah mati mabuk?� Tapi lantas terpikir olehnya, "Ah, tidak betul, cara bekerja Sim Long tidak nanti sembrono begini. Jangan-jangan dia terpancing pergi oleh Koay-lok-ong dan sekarang mungkin ....� Teringat kemungkinan Sim Long akan dicelakai musuh, ia menjadi gelisah, segera ia memburu ke sana, tapi baru beberapa langkah ia lantas berhenti dan bergumam, "Ah, ini pun tidak betul. Jika Sim Long mengalami sesuatu, mengapa aku tidak diapa-apakan Koay-lok-ong? Apalagi orang seperti Sim Long masakah begitu gampang dikerjai lawan?� Karena bingung, ia putar balik ke kemah besar itu. Dilihatnya sisa hidangan yang mereka makan masih tetap terletak di situ, sumpit yang pernah digunakan Sim Long juga tetap di tempat semula, tapi Sim Long ... ke manakah dia? Si Kucing berputar di dalam kemah kelabakan seperti semut di dalam wajan yang panas, tiba-tiba ditemukannya sepucuk surat tertaruh disamping bantal yang tadi dibuatnya tidur. Bilamana dia tidak terburu-buru lari keluar tentu surat ini sudah dilihatnya tadi. Miau-ji merasa lega, ia sangka surat ini tentu ditinggalkan oleh Sim Long untuk dia. Di atas sampul memang tertulis namanya sebagai si penerima. Cepat ia sobek sampulnya dan membaca suratnya. Tapi baru membaca satu-dua kalimat, air mukanya lantas berubah. Ternyata surat ini bukan tinggalan Sim Long. Penulis surat ini ialah Cu Jit-jit. Sungguh aneh bin ajaib, mengapa Cu Jit-jit bisa datang ke sini? Kalimat pertama pada surat itu tertulis: "Toako, ketika surat ini kau baca, tentu aku sudah mati.� Melulu satu kalimat ini saja sudah cukup membuat gugup si Kucing, dan yang lebih mengejutkan justru isi surat selanjutnya, di situ tertulis:
"Toako, mungkin tidak kau sangka aku akan mati di tangan Sim Long. Tapi jangan kau salahkan Sim Long, semua adalah akibat
perbuatanku sendiri. Hidupku ini sudah tidak ada artinya lagi, mati di tangan Sim Long adalah cita-citaku. Konyolnya Sim Long justru tidak mau membunuhku. Sejak kecil hingga besar tidak ada sesuatu yang tidak bisa kuperoleh kecuali Sim Long saja. Kubenci padanya, sudah menjadi tekadku, apa pun juga aku harus mati di tangannya. Dia tidak membunuhku, dengan segala tipu daya akan kubikin dia membunuhku ....� Sampai di sini si Kucing lantas mengentak kaki, "Ai, dasar budak bodoh, budak gila, bukannya minta dicintai Sim Long, sebaliknya ingin dibunuh.� Ia membaca lagi: "Dan sekarang rencanaku akan berhasil, Sim Long pasti akan membunuhku. Dari tempat Samcihu kuambil sejumlah besar harta benda, kuangkut persediaan kain dari tokonya, kubikin pakaian yang indah untuk orang banyak dan kuberi upah besar kepada mereka. Toako pasti tak dapat menerka untuk apakah berbuat demikian. Tujuanku tidak lain adalah ingin menyamar sebagai Koay-lok-ong,
menyaru sebagai musuh terbesar Sim Long. Dengan bantuan Ong Ling-hoa yang sekarang kutawan, dengan sangat mudah bagiku untuk menyamar sebagai siapa pun. Orang ini meski sangat busuk, tapi kepandaiannya merias muka sungguh luar biasa. Apalagi Sim Long juga belum pernah melihat wajah asli Koay-lok-ong, dia cuma tahu sekadarnya bentuk wajah Koay-lok-ong dari cerita orang Jin-gi-ceng, maka kuminta Ong Ling-hoa merias diriku menjadi Koay-lok-ong sebagaimana diketahui Sim Long itu. Lalu kutinggalkan surat bagimu dan memberitahukan jejak Koay-lok-ong, kuyakin kalian pasti akan menyusul kemari. Sekarang ternyata benar kalian telah menyusul tiba. Kini Sim Long telah berhadapan muka denganku sebagai musuh, dia pasti akan membunuhku, rencanaku sudah akan terlaksana seluruhnya, mati pun aku tidak menyesal. Sebabnya kuberi tahukan urusan ini kepadamu adalah karena engkau adalah Toako yang baik, di alam baka pun aku akan berterima kasih kepadamu. Semoga kelak engkau akan mendapatkan istri yang cantik, sepuluh kali lebih cantik daripada bini Sim Long, dengan begitu terlampias juga rasa dendamku kepadanya. Selamat tinggal, Toako, aku selalu ingat kepadamu." Hormat adikmu, Cu Jit-jit Surat ini ditulis meliputi beberapa lembar kertas, makin lama makin tak teratur tulisannya, dua lembar terakhir malahan kelihatan ada bekas air mata. Dapat dibayangkan betapa remuk redam perasaan Cu Jit-jit waktu menulis surat ini. Dengan mengembeng air mata Miau-ji memegang surat itu dengan termangu-mangu, dia tidak pernah mencucurkan air mata, tapi sekarang rasanya air mata hampir menetes. Dia bergumam sendiri, "Urusan yang membingungkan ini kiranya adalah permainan budak setan itu. Wahai Cu Jit-jit, mestinya engkau anak perempuan pintar, mengapa sekarang jadi sebodoh ini dan
menjadi nekat?� Ia tidak tahu bilamana orang pintar berbuat bodoh, biasanya bisa jauh lebih dungu daripada orang yang paling bodoh. Tiba-tiba teringat olehnya Cu Jit-jit segera akan terbunuh oleh Sim Long, segera ia berlari pergi seperti kesetanan sambil berteriak, "Sim Long, tidak boleh ... tidak boleh kau bunuh dia ....� Ia yakin Sim Long pasti akan turun tangan tanpa sangsi, sebab sudah lama Sim Long memang ingin menumpas Koay-lok-ong, bila ada kesempatan mana dia mau memberi ampun. Dan dari mana pula dia tahu "Koay-lok-ong� ini adalah samaran Cu Jit-jit. Makin dipikir makin gelisah si Kucing. Dia berharap dirinya keburu mencegah Sim Long. Tapi Sim Long dan Cu Jit-jit berada di mana? Begitulah dia terus berlari di lereng gunung sambil berteriak seperti orang gila.
*****
Dengan sendirinya si Kucing tidak keburu mencegah, pedang Sim Long sudah ditusukkan, tiada seorang pun yang mencegahnya.
Siapa tahu tusukan Sim Long secepat kilat dan tak tertahankan ini pada detik terakhir mendadak ujung pedang bergetar dan melenting ke atas. Sudah jelas dada "Koay-lok-ong� sudah terasa tersentuh ujung pedang yang dingin tapi tahu-tahu dadanya menyongsong tempat kosong, Sim Long telah melompat mundur, pedang masih kelihatan bergetar. "Koay-lok-ong� ini terperanjat, ucapnya dengan suara gemetar, "Engkau masih ... masih boleh menusuk lagi dua kali ....� Tapi Sim Long lantas menjawab dengan tersenyum, "Tidak, sudah selesai, sandiwara ini sudah tamat!�
"Apa katamu? Sandiwara apa maksudmu?� kata "Koay-lok-ong� alias si Raja Riang Gembira dengan bingung. "Memangnya sandiwaramu ini akan kau sambung lagi? Kau kira aku tidak tahu engkau ini Jit-jit?� ucap Sim Long dengan tertawa. Kontan tubuh Cu Jit-jit bergetar, ia berdiri termangu sejenak, mendadak mendekap di atas meja dan menangis tergerung, ratapnya sambil memukul meja, "O, mengapa nasibku begini jelek, ingin mati saja tidak dapat ....� Sim Long memandangnya dengan tenang, sesudah tangis si nona dirasa cukup barulah ia mendekatinya dan membelai rambutnya, ucapnya dengan lembut, "Ai, anak bodoh, untuk apa kau cari mati?�
"Mengapa aku tidak cari mati saja, apa artinya hidup bagiku?� seru Jit-jit parau. "Sim Long, jika engkau mempunyai perasaan, hendaknya ... hendaknya bunuh saja diriku.�
"Jika aku punya perasaan, mana kutega membunuhmu?� ucap Sim Long perlahan. Tubuh Jit-jit tergetar, serentak ia melompat bangun dan memandang Sim Long dengan kelopak mata yang masih diliputi air mata, terasa kegirangan, tapi juga tidak percaya, serunya, "Jadi ... jadi engkau ....� Sim Long juga sedang menatapnya dengan sinar mata yang lembut, ucapnya dengan penuh kasih sayang, "Memangnya hati Sim Long terbuat dari batu?� Jit-jit menjerit tertahan terus menubruk ke dalam pelukan Sim Long. Kasih sayang yang diperoleh setelah masa derita dan ujian menjadi lebih berharga dan beruntung.
Keduanya saling berdekapan hingga lama tanpa bicara. Sekonyong-konyong seorang berlari datang sambil berteriak, "Sim Long, jangan ... jangan kau turun tangan, dia ... dia Jit-jit ....� Itulah Him Miau-ji, dengan cemas dan berteriak parau dia menerjang tiba. Jit-jit tidak bergerak, di dunia ini tidak ada sesuatu urusan atau siapa pun yang dapat membuatnya berpisah dari rangkulan Sim Long. Sim Long juga tidak bergerak, ia tidak sampai hati melepaskan si nona. Sesudah dekat, Miau-ji jadi melenggong dan tidak sanggup bersuara lagi. "Toako! ....� Jit-jit menegur. "Jit ... Jit-jit .... Engkau tidak ... tidak mati.�
"Tentu saja tidak,� sahut si nona dengan tertawa. Miau-ji menyurut mundur dua langkah sambil menatap mereka, mendadak ia bergelak tertawa. Begitu gembira tertawanya, seperti orang sinting. Jit-jit sampai kikuk sendiri, ia menunduk dan bertanya, "Kau tertawa apa, Toako?�
"Ha haaah!� Miau-ji tergelak pula. "Seorang kakek berjenggot berdekapan dengan seorang pemuda cakap, sungguh lucu!� Muka Jit-jit menjadi merah, betapa pun berat rasanya mau tak mau ia harus melepaskan diri dari pelukan Sim Long. Dengan tertawa ia menarik rambut palsu, jenggot palsu dan sebagainya, juga kedok kulit muka yang tipis itu ditariknya sehingga pulih kembali wajahnya yang asli, wajah yang molek. "Jika begitu engkau tidak kelihatan berubah sedikit pun, cuma ...
cuma matamu itu, mengapa bisa berubah menjadi siwer?� tanya Miau-ji heran. "Ini permainan sulap, lihat!� seru Jit-jit sambil menoleh ke arah lain, waktu ia berpaling kembali, sinar matanya sudah kembali bening, tangannya memegang dua keping benda kecil tipis berwarna kehijauan. "Hah, barang apakah ini?� tanya Miau-ji dengan terbelalak. "Ini namanya kaca lensa,� tutur Jit-jit dengan tertawa. "Benda ini memang sukar dicari, dibeli dari saudagar Persia. Benda ini sangat aneh, tembus pandang dan sangat mahal. Konon dibelinya dengan beberapa ribu tahil perak.�
"Tentu barang permainan Ong Ling-hoa lagi,� kata Miau-ji. "Siapa lagi selain dia?� ujar Jit-jit. "Kepandaian merias keparat ini sungguh luar biasa, jika tidak tahu sebelumnya pasti tak dapat kukenali dirimu,� ujar Miau-ji. "Tapi Sim Long kita justru dapat mengenali samaranku,� kata Jit-jit dengan tertawa. "Ha ha, Sim Long kita .... Pantas engkau kegirangan,� si Kucing berseloroh. Lalu ia berkata kepada Sim Long, "Engkau memang hebat, sekali lagi aku takluk kepadamu. Cuma cara bagaimana dapat kau kenali dia, sungguh aku tidak mengerti.�
"Pertama kali aku menaruh curiga pada waktu menemukan kemahnya itu,� tutur Sim Long. "Kupikir, gembong iblis seperti Koay-lok-ong betapa hebat caranya menggembleng anak buahnya, pada waktu berangkat mustahil bisa meninggalkan sisa barang begitu banyak.�
"Sebenarnya barang-barang itu sengaja kutinggalkan supaya dilihat kalian, siapa tahu berbalik menjadi petunjuk yang menimbulkan curigamu,� kata Jit-jit. "Dan untuk kedua kalinya kucuriga ketika melihat surat yang ditinggalkannya itu.�
"Dalam hal apa surat itu mencurigakanmu?� tanya Miau-ji. "Kulihat tulisan dalam surat itu sangat kasar, kalimatnya juga kurang teratur, padahal anak buah Koay-lok-ong banyak yang terpelajar, masa menulis surat saja tidak becus.�
"Ah, betul juga, mengapa tidak kau katakan waktu itu?� tanya Miau-ji. "Waktu itu aku pun belum yakin akan curigaku, setelah kulihat lelaki berbaju satin itu barulah dapat kupastikan dia bukan anak buah Koay-lok-ong.�
"Apakah gerak-gerik atau tutur katanya memperlihatkan sesuatu yang mencurigakanmu?� tanya Jit-jit. "Tidak ada, hanya pakaiannya yang menimbulkan tanda tanya.�
"Pakaiannya?� Jit-jit jadi heran. "Pakaiannya terlalu baru ....� tutur Sim Long dengan tertawa. "Bahwa Koay-lok-ong datang dari jauh di luar perbatasan barat sana, mana bisa anak buahnya berbaju sebaru itu, sampai sepatunya juga masih baru gres.�
"Ai, hal ini malah tidak pernah kupikirkan,� seru Jit-jit dengan tertawa. "Sebab itulah diam-diam kusingkap ujung bajunya dan kebetulan kulihat ada cap toko kain Yun-yan-po-ceng, dengan demikian kan segalanya menjadi jelas?�
"Jadi ... jadi waktu itu juga sudah kau ketahui siapa diriku?� tanya Jit-jit dengan terbelalak. "Ya, kalau tidak masakah aku berani makan minum sepuasnya bersama Miau-ji?�
"Engkau memang setan siluman!� omel Jit-jit dengan muka merah. "Terus terang kepandaian merias Ong Ling-hoa memang mahatinggi dan sukar diketahui, caramu bicara juga sangat mirip lelaki ....�
"Untuk itu aku telah berlatih dengan tekun,� tukas Jit-jit. "Cuma karena sudah kuketahui sebelumnya maka betapa hebat
samaranmu tetap dapat kulihat cirinya, misalnya ....� Sim Long tertawa lalu menyambung, "Umpamanya pada waktu aku sengaja
memeluk si penari, kulihat engkau keki setengah mati ....� Jit-jit terus memukul dada Sim Long dan berseru, "Ayo, bicara lagi ....�
"Haha, budak ini tidak mampu menipumu tapi akulah yang tertipu dan kelabakan,� tutur Miau-ji. "Kau tahu betapa cemasku waktu kubaca surat tinggalannya, sungguh kuingin terbang ke sini kalau bisa ....� Jit-jit tertawa geli membayangkan betapa gelisah si Kucing waktu itu. Ia menuang tiga piala arak dan berkata, "Sembari bicara perlu juga mencuci kerongkongan.�
"Betul, mari habiskan secawan,� seru Miau-ji. Sekali tenggak ketiga orang sama menghabiskan isi piala, segera Miau-ji berteriak minta tambah secawan lagi. "Hari ini kita memang harus bergembira,� kata Sim Long. "Cuma Ong Ling-hoa ....�
"Jangan khawatir, keparat itu takkan kabur lagi,� ujar Jit-jit. Mendengar nama Ong Ling-hoa, seketika kening Miau-ji bekernyit, tanyanya, "Di mana keparat itu sekarang?� Berputar bola mata Jit-jit, jawabnya dengan tertawa, "Coba kau
terka kutaruh dia di mana?� "Aku tidak sanggup menerkanya,� kata Miau-ji. "Dia berada di dalam kemah ini,� tutur Jit-jit.
"Hah, di sini?� seru si Kucing, tapi ketika mereka mengawasi sekeliling kemah, mana ada bayangan Ong Ling-hoa. "Di mana dia, apakah dia bisa menghilang?� ujar Miau-ji. Jit-jit tertawa, katanya, "Kau lihat apa yang kududuki ini?�
"Sebuah peti ....� gumam Miau-ji. "Hah, apakah kau kurung dia di situ?� Jit-jit tertawa senang, "Makanya kubilang dia takkan lolos lagi. Betul tidak?� Segera ia mengetuk peti itu dengan piala berkata, "Ong Ling-hoa, kau dengar suaraku tidak?� Miau-ji juga mengetuk peti dan berteriak, "Haha, sekali ini engkau baru tahu rasa seorang perempuan berduduk di atas kepalamu!� Jika Jit-jit dan Miau-ji tertawa gembira, mendadak Sim Long berkata, "Wah, celaka!�
"Ada apa?� melengak juga Jit-jit. "Peti ini kosong,� kata Sim Long. "Mana bisa kosong, aku sendiri yang memasukkan Ong Ling-hoa ke sini,� kata Jit-jit. "Peti yang berisi takkan bersuara nyaring demikian,� kata Sim Long. Cepat Jit-jit berbangkit dan membuka tutup peti. Dan ... ternyata benar peti itu kosong melompong. "Hah, meng ... mengapa Ong Ling-hoa bisa hilang?� seru Jit-jit. "Setelah kau tutup dia di sini apakah pernah kau tinggalkan dia?� tanya Sim Long. "Kupergi ke tempat sana sebentar, tapi di sini tetap dijaga orang.�
"Orang siapa?� tanya Sim Long. "Yaitu orang-orang yang kubayar untuk menyamar sebagai anak buah Koay-lok-ong.�
"Jika mereka mau bekerja bagimu dengan menerima upah kenapa mereka tidak menerima upah dari Ong Ling-hoa untuk membebaskannya.�
"Tapi ... tapi Ong Ling-hoa tidak ....�
"Meski Ong Ling-hoa tidak membawa uang, tapi mulutnya pintar bicara, bukan mustahil kawanan gadis itu telah dibujuk ....�
"Setan alas, akan kuperiksa mereka,� seru Jit-jit dengan gemas, segera ia hendak menerjang keluar, tapi baru beberapa langkah mendadak ia roboh terkulai dan tidak sanggup bangun lagi. Cepat Sim Long dan Miau-ji memburu maju untuk membangunkan sinona, di bawah cahaya lampu kelihatan mukanya pucat lesu. "He, kenapa?� tanya Miau-ji khawatir. "Aku ... aku merasa lemas, mendadak mata pun enggan ....� makin lemah suaranya dan kepala lantas tergolek dan tidak sadar lagi.
Cepat Sim Long berseru, "Kita harus lekas pergi dari sini.�
"Se ... sebenarnya ada apa ini?� tanya Miau-ji kejut dan heran. "Di dalam arak pasti telah ditaruh racun oleh Ong Ling-hoa. Cuma, agar rencana Cu Jit-jit dibunuh olehku dapat terlaksana, maka obat bius yang digunakannya bekerja sangat lambat. Biasanya obat bius yang bekerja lambat justru makin sukar ditawarkan.�
"Sungguh bangsat!� gerutu Miau-ji dengan gemas. "Lantas bagaimana sekarang?�
"Mumpung racun belum bekerja atas diri kita, lekas kita tinggalkan tempat ini,� kata Sim Long. "Ai, tak kusangka cara bekerja Jit-jit seceroboh ini, kalau tidak tentu aku tidak minum arak tadi.� Sembari bicara ia terus mengangkat Jit-jit dan dibawa lari keluar. Di luar tidak ada seorang pun, kawanan lelaki dan perempuan tadi entah sama kabur ke mana lagi.
Segera mereka berlari lebih cepat, tapi entah mengapa, betapa mereka ingin lari tetap tidak segesit biasanya. "Sungguh obat bius yang hebat, tenagaku serasa hilang sama sekali,� seru Miau-ji. "Untung Ong Ling-hoa tidak menyergap kita di
sini, kalau tidak, semuanya tentu akan tamat.�
"Sebelum racun bekerja atas diri kita, mana dia berani turun tangan terhadap kita,� jengek Sim Long. Miau-ji mengangguk, mereka berlari lagi sekian jauhnya, langkah mereka terasa semakin berat, kaki seperti diganduli batu. Sebenarnya Sim Long terlebih kuat daripada Miau-ji, tapi begitu masuk kemah tadi dia lantas minum secangkir bersama Cu Jit-jit, maka racun dalam tubuh mereka sekarang mulai bekerja pada saat yang sama. Jika bukan lantaran Sim Long yakin benar Koay-lok-ong itu adalah samaran Cu Jit-jit, tentu dia takkan minum arak beracun itu. Orang pintar terkadang memang juga bisa keblinger.
Mau tak mau Sim Long menghela napas, katanya, "Jika sekarang muncul Ong Ling-hoa, pasti tamatlah, riwayat kita.�
"Untung dia salah hitung, kalau tidak ....� Belum lanjut ucapan si Kucing, mendadak terdengar seorang bergelak tertawa di kejauhan, "Haha, baru sekarang kalian datang!� Nyata itulah suara Ong Ling-hoa. Suaranya terdengar berkumandang dari tempat ketinggian, ramah dan halus, serupa tuan rumah yang baik hati lagi menyambut kedatangan sahabat yang sudah lama berpisah. Tapi bagi pendengaran Him Miau-ji dan Sim Long tidak ubahnya seperti bunyi guntur waktu siang bolong. Serentak mereka memandang ke atas. Tertampak di atas sepotong batu karang raksasa di depan sana menongkrong sesosok bayangan
orang, di bawah remang cahaya bintang samar-samar memang dapat dikenali, siapa lagi dia kalau bukan Ong Ling-hoa. "Sudah lama kutunggu kedatangan kalian, silakan naik kemari, di sini tersedia hidangan dan minuman, marilah kita makan minum dulu bersama!� demikian Ong Ling-hoa berseru pula. Dengan gusar Him Miau-ji membentak, "Bangsat, akan ku ....�
"Jika kau inginkan kepalaku, silakan juga naik kemari, pasti kuserahkan dengan hormat,� sela Ong Ling-hoa dengan tertawa.
"Segera kunaik ke situ, memangnya kutakut padamu?� teriak Miau-ji murka. Segera ia bermaksud meloncat ke atas, tapi mendadak kaki terasa sempoyongan dan hampir saja jatuh terjungkal. "Hahaha, apakah Anda mabuk, kenapa berdiri saja kurang mantap?� kata Ong Ling-hoa dengan terbahak. Miau-ji hendak menubruk ke depan, tapi Sim Long lantas menariknya mundur dan berlari kembali ke arah semula. "Eh, baru saja datang kenapa lantas pergi lagi?� terdengar Ong Ling-hoa tertawa mengejek. "Maaf aku tidak mengantar lebih jauh.�
"Bangsat terkutuk, pada suatu hari pasti akan ....� si Kucing mencaci maki, tapi langkahnya menjadi berat sehingga Sim Long hampir ikut jatuh tersaruk. "Eh, hendaknya kalian berjalan perlahan, jangan sampai jatuh terbanting,� seru Ong Ling-hoa. "Cuma, menurut perhitunganku sekarang, rasanya kalian takkan berlari lebih jauh daripada tujuh langkah lagi.�
Dengan mengertak gigi sekuatnya Sim Long melangkah lebih cepat, tapi sia-sia, baru beberapa langkah lagi akhirnya si Kucing ambruk. Mau tak mau Sim Long lantas berhenti juga. "Eh, mengapa Anda tidak lari lagi?� ejek Ong Ling-hoa. Sim Long lantas membalik tubuh, katanya dengan tersenyum, "Ong Ling-hoa, sekali ini anggaplah engkau yang menang.�
"Ah, terima kasih ....� kata Ling-hoa dengan tertawa. "Dalam keadaan begini Anda masih sanggup tertawa, sungguh seorang
lawanku yang paling hebat yang pernah kuhadapi. Cuma sayang, Anda tidak ada kesempatan untuk bergebrak lagi denganku, pada hari ini tahun depan aku berjanji akan berziarah ke kuburanmu.�
"Engkau takkan berani membunuhku�� ujar Sim Long dengan tersenyum. "Aku tidak berani? .... Mengapa?� melengak juga Ong Ling-hoa. "Tidak ada alasan, yang jelas engkau tidak berani ....� kata Sim Long, tahu-tahu ia pun roboh terkulai. Segera Ong Ling-hoa berdiri dan tertawa latah, "Hahaha, Sim Long, akhirnya kau jatuh juga ke dalam tanganku. Selanjutnya siapakah didunia ini yang mampu menghadapi aku, Ong Ling-hoa?!� Perlahan suara tertawa Ong Ling-hoa mereda, lalu ia melompat turun dan memeriksa keadaan Sim Long, kemudian berkata pula, "Wahai Sim Long, dari mana kau tahu aku takkan membunuhmu?�
*****
Hari sudah mulai terang, namun kabut masih meliputi lembah pegunungan sunyi. Waktu Jit-jit siuman, dirasakan tubuh masih lemas tak bertenaga. Sungguh obat bius yang sangat lihai. Lamat-lamat dilihatnya sebuah lentera, cahayanya menyilaukan,
baru saja ia membuka mata lantas dipejamkan lagi. Timbul rasa waswasnya, dengan gemetar tangannya meraba bagian bawah .... Untung pakaiannya masih teratur rapi, apa yang paling ditakutinya ternyata tidak terjadi, sesuatu yang paling berharga baginya ternyata belum lagi direnggut orang. Ong Ling-hoa yang jahat, menggemaskan dan licik itu betapa pun
juga mempunyai keangkuhan dan tidak mau menganiaya orang yang tidak sadar. Padahal setiap serigala pelahap anak perempuan memang begitu, mereka tahu walaupun dapat menaklukkan tubuh seorang perempuan dalam keadaan tak sadar, namun jelas kurang menarik. Begitulah Cu Jit-jit dapat merasa lega, tapi segera teringat olehnya akan nasib Sim Long dan Him Miau-ji, cepat ia melompat bangun dan berseru, "Sim Long ....� Ia tidak melihat Sim Long, tapi melihat Him Miau-ji. Mereka ternyata berada di dalam sebuah ruangan yang tidak berjendela juga tidak berpintu. Miau-ji serupa seekor kucing meringkuk di pojok sana, tidak bergerak dan belum lagi siuman. Jit-jit merangkak ke sana dan menggoyang-goyang pundak Miau-ji. Mulut Miau-ji bergerak-gerak seperti orang makan sesuatu sambil bergumam, "Enak ... enak ....�
"Enak apa, orang mampus! Ayolah lekas bangun ....� seru Jit-jit dengan geli dan juga mendongkol, lalu ditepuknya muka Miau-ji. Seketika Miau-ji terjaga bangun, tapi begitu dia berduduk, segera ia pegang kepalanya yang kesakitan seperti mau pecah, ucapnya, "Tempat apakah ini? Mengapa kita berada di sini.�
"Aku jatuh pingsan lebih dulu, mana kutahu?� ujar Jit-jit dengan mendongkol. "Dan di manakah Sim Long?�
"Justru hendak kutanya padamu, engkau malah tanya padaku.�
"Waktu kuroboh, kuingat Sim Long masih berdiri tegak, tapi ... tapi Ong Ling-hoa ....� makin lirih suaranya, sampai akhirnya hampir tak terdengar lagi. "Jadi kalian telah melihat Ong Ling-hoa?� tanya Jit-jit khawatir. "Ya, tapi waktu itu aku ... aku hampir tidak sanggup berjalan lagi.�
"Dan bagaimana dengan Sim Long, masakah dia juga ....� Jit-jit tidak berani bertanya lebih lanjut. Miau-ji menghela napas panjang dan berucap, "Dia juga tidak dapat berbuat apa-apa lagi.� Seketika Jit-jit merasa seperti dikemplang dengan keras, ia termangu-mangu sejenak, gumamnya dengan suara gemetar, "O, jadi ... jadi kita benar telah jatuh dalam cengkeraman Ong Ling-hoa.�
"Tampaknya memang demikian,� kata Miau-ji. "Tapi Sim Long tidak ... tidak berada di sini, mungkin dia sempat lolos,� kata Jit-jit. "Bisa jadi, apa yang tidak dapat diperbuat orang lain, Sim Long selalu mempunyai caranya sendiri untuk menyelamatkan diri.�
"Dan dia pasti akan berdaya menolong kita,� tukas Jit-jit. "Tentu saja, segera dia akan datang menolong kita. Ong Ling-hoa tidak gentar terhadap orang lain, tapi melihat Sim Long, dia akan ketakutan seperti tikus melihat kucing, haha ....� Meski di mulut dia tertawa, namun suara tertawanya tidak berbau gembira. Mendadak menubruk dan menjambret leher baju si Kucing dan berteriak parau, "Kau dusta, kau ... kau tahu Sim Long juga tak bisa lolos.�
"Dia tentu bisa lolos, kalau tidak, kenapa dia tidak berada di sini?�
"Mungkin karena dia ....� mendadak Jit-jit menangis sedih. "Mungkin dia sudah dibunuh oleh Ong Ling-hoa.�
"Tidak ... tidak bisa,� kata Miau-ji. "Ong Ling-hoa membencinya sampai merasuk tulang, kalau dia tertawan, mana Ong Ling-hoa mau melepaskan dia,� ratap Jit-jit sambil mengguncang-guncangkan tubuh Miau-ji. Miau-ji menatapnya lekat-lekat tanpa bicara lagi. "Akulah yang membikin celaka dia, aku yang salah ....� ratap Jit-jit pula, entah berapa puluh kali ia mengulangi ucapannya itu. Tiba-tiba ia berdiri perlahan, di bawah remang cahaya lampu kelihatan mukanya pucat seperti orang entah dari mana tahu-tahu sebilah belati telah dipegangnya, lalu dia tertawa terkekeh dan berseru, "Aku yang bikin susah dia ... aku yang bikin celaka dia ....� Habis itu mendadak ia tusuk bahu sendiri. Keruan Miau-ji terkejut, teriaknya, "Hei, Jit-jit, berhenti!� Namun si nona seperti tidak mendengar, sambil terkekeh ia cabut belati sehingga darah melumuri bajunya tanpa dirasakan sakit lagi, dia masih terus bergumam, "Aku yang bikin susah dia ....� Habis itu kembali ia menikam bahu sendiri lagi. Kaget sekali Miau-ji, ingin mencegah, tapi badan masih lemas lunglai, terpaksa ia cuma menyaksikan nona itu berulang-ulang menusuk bahu sendiri. "Jit-jit, berhenti ... jangan!� ia cuma dapat berteriak khawatir saja. Sekonyong-konyong dinding di belakang mereka merekah dan muncul sebuah pintu, sesosok bayangan orang menyelinap tiba, secepat kilat tangan Jit-jit dipegangnya. Tertampak orang ini berdandan rapi dengan baju satin panjang
berwarna jambon dan gemerdep di bawah sinar lampu. "Ong Ling-hoa!� seru Miau-ji dengan air muka berubah pucat. "Trang�, belati Jit-jit jatuh ke lantai dan berdiri termangu, membiarkan tangannya dipegang Ong Ling-hoa, tidak meronta dan tidak melawan. Ong Ling-hoa memandangi Him Miau-ji dengan tertawa, tanyanya, "Apakah Anda dapat tidur dengan baik?�
"Kau bangsat, lepaskan dia, jangan sentuh dia,� teriak Miau-ji parau. "Baik, takkan kusentuh dia, aku cuma mau memondong dia,� kata Ong Ling-hoa dengan tertawa, segera ia angkat Cu Jit-jit malah. Tentu saja Miau-ji tak berdaya, ia cuma memandangnya dengan mata melotot. "Jangan kau pandang diriku cara demikian, seharusnya tidak boleh kau benci padaku,� ujar Ling-hoa dengan tertawa. Ia colek muka Jit-jit, lalu menyambung lagi, "Kau pun mestinya tidak benci padaku ....
Yang harus kalian benci seharusnya Sim Long. Kalian sedemikian cemas bagi keselamatannya, tapi apakah kalian tahu dia sama sekali tidak cemas bagi kalian.�
"Dia tidak mati?� tanya Miau-ji. "Tentu saja tidak,� jawab Ling-hoa tertawa. "Di ... di mana dia?�
"Meski dia tidak mati, tapi bila melihat keadaannya sekarang bisa jadi akan mati keki.�
"Kentut busuk,� damprat Miau-ji dengan gusar. "Jangan kau ....�
"Kutahu kalian pasti takkan percaya,� ujar Ling-hoa. "Untuk itu,terpaksa kubawa kalian melihat dia ....� Mendadak ia menepuk tangan dua kali sambil memanggil, "Kemari, angkat Him-tayhiap kita ini!� Dua gadis cantik muncul dengan tersenyum manis, mereka lantas mengangkat Him Miau-ji, seorang berkata dengan tertawa, "Wah, berat amat!� Gadis yang lain menanggapi, "Begitulah baru seorang lelaki!� Ong Ling-hoa tertawa, "Jika kau suka padanya, boleh kau cium dia .... Cuma, awas, jangan kau gigit putus hidungnya.� Begitulah si Kucing lantas diusung pergi oleh dua anak perempuan sambil digoda, ya diraba, ya dicium sehingga mukanya berlepotan gincu. Tentu saja dia gugup dan dongkol, tapi tak berdaya. Demi bisa
melihat Sim Long, terpaksa ia menahan perasaannya. Jit-jit lantas dipapah juga oleh Ong Ling-hoa, namun anak muda ini
cukup prihatin dan tidak berbuat sesuatu yang kurang sopan. Setelah melalui sebuah lorong panjang lalu masuk sebuah ruangan kecil, di sini tidak ada meja, tidak ada bangku, juga tidak ada tempat tidur, tidak ada apa pun, hanya ada empat buah boneka kayu tergantung di dinding. "Pindahkan boneka kayu itu, segera kalian akan melihat empat lubang kecil, melalui lubang kecil itu nanti dapatlah kalian melihat Sim Long, hahaha ... Sim Long!� Tertawa Ong Ling-hoa tidak keras, tapi dirasakan Miau-ji sangat menusuk telinga. "Nah, kalian boleh melihatnya dengan bebas dan Sim Long pasti takkan mengetahui akan perbuatan kalian, sebab di balik keempat lubang kecil ini terlukis badan manusia dan lubang kecil ini adalah biji mata manusia yang terlukis itu ....� demikian Ong Ling-hoa bertutur dengan tertawa. "Haha, tentu kalian tidak tahu betapa indah manusia yang terlukis itu, sungguh sangat menarik dan mengesankan, cuma sayang kalian tidak dapat melihatnya.�
"Hm, sekalipun lukisan porno juga tidak mengherankanku,� jengek Miau-ji. "Haha, Him-heng memang orang cerdik, sekali terka lantas dapat menerka bahwa lukisan di atas dinding adalah gambaran porno. Tapi apa yang dilakukan Sim Long di tengah ruangan yang penuh lukisan porno itu? Dapatkah Him-heng menerkanya?� Tubuh Jit-jit menjadi gemetar, mendadak ia menerjang ke sana, tapi segera dipegang oleh Ong Ling-hoa. "Bukankah kau bilang aku boleh melihatnya dengan bebas?� teriak Jit-jit dengan suara gemetar. "Tentu saja boleh kau lihat dengan bebas, cuma jangan tergesa-gesa,� kata Ling-hoa dengan tertawa. "Memangnya menunggu apa lagi?� tanya Miau-ji. "Saat ini Sim-heng lagi menikmati segala kesenangan di situ, bisa jadi kalian akan mengganggu ketenangannya, demi keamanannya terpaksa kubikin susah kalian untuk sementara,� sembari bicara Ong Ling-hoa terus menutuk Hiat-to bisu Jit-jit dan Miau-ji. Saking gemas sampai biji mata Him Miau-ji melotot seperti mata ikan mas, namun Ong Ling-hoa tidak menghiraukannya, ia geser salah sebuah boneka kayu, benar juga lantas tertampak sebuah lubang kecil di atas dinding. "Nah, kalian yang ingin melihatnya, jika mati gemas jangan
menyalahkan aku,� kata Ling-hoa dengan tertawa, lalu ia menyingkir dan berkata, "Sekarang boleh silakan!� Serentak Miau-ji dan Jit-jit memburu maju dan mengintip melalui lubang kecil itu. Benar juga Sim Long dapat dilihat mereka. Meski di ruangan sini tidak ada sesuatu alat perabot apa pun, tapi di ruangan sebelah ternyata tersedia perabotan yang lengkap,
semuanya teratur rapi dan serbaserasi. Dan Sim Long sekarang justru berduduk di tempat yang paling menyenangkan. Dia memakai jubah sutra halus dan berduduk bersandar di atas kursi sebangsa sofa dengan kasuran yang empuk. Tangannya memegang piala emas, seorang gadis jelita dengan baju tipis asyik menuangkan arak dengan tersenyum manis. Arak yang berwarna merah. Tapi bagi pandangan Miau-ji sekarang arak itu serupa darah. Miau-ji saling pandang sekejap dengan Jit-jit, keduanya sama tidak dapat bicara, mereka menahan perasaan dengan geregetan. Jika mereka dapat bicara, tentu mereka akan sama mencaci maki Sim Long, orang lain khawatir setengah mati baginya, tahu-tahu dia asyik menikmati kesenangan orang hidup di sini. Sim Long tampaknya memang benar lagi menikmati kesenangan orang hidup, setiap kali gadis cantik itu menuangkan arak segera ditenggaknya habis. Begitu si gadis mengambilkan buah segar lantas dimakannya. Sungguh tidak kepalang gemas Jit-jit, gerutunya di dalam hati, "Wahai Sim Long, kiranya kau pun lelaki mata keranjang dan pemabuk, tahu begini kan lebih baik kubiarkan kau mati saja.� Miau-ji juga mendongkol melihat Sim Long yang lupa daratan itu. Karena keduanya sama keki, mereka sampai lupa tanya kepada Ong Ling-hoa sebab apa Sim Long tidak dibunuhnya, sebaliknya malah memberi segala kesenangan hidup baginya? Kan aneh bin ajaib? Banyak sekali Sim Long menenggak arak, sampai tangan si gadis cantik terasa pegal menuangkan arak, tapi cara minum Sim Long terlebih cepat pula. "Sungguh hebat takaran minummu,� akhirnya si gadis cantik berkata. "Entah cara bagaimana engkau melatih kepandaian ini.�
"Soalnya sering kali ada orang ingin mencekoki aku sampai mabuk, maka takaranku minum lantas terlatih sekuat ini,� tutur Sim Long dengan tertawa. "Namun tampaknya tidak terlalu mudah jika ingin mencekoki kau sampai mabuk,� kata gadis dengan lirikan yang menggiurkan. "Apakah lebih gampang mencekokimu sampai mabuk?� tanya Sim Long. Nona itu melirik genit pula, katanya, "Ada sementara anak perempuan meski mabuk akan tetap seperti tidak pernah mabuk, siapa pun jangan harap akan dapat menggodanya. Sebaliknya ada perempuan lain biarpun tidak minum arak akan serupa orang mabuk saja.�
"Hah, tampaknya anak perempuan memang jauh lebih memahami urusan sesama anak perempuan,� ujar Sim Long dengan tertawa.
"Dan ... engkau ini tergolong jenis anak perempuan yang mana?� Gadis itu memandang Sim Long dengan mesra, ucapnya perlahan, "Hal ini ... harus kulihat dulu siapa lelaki pihak lawan. Terkadang tidak mabuk pun aku bisa jadi mabuk, sering juga tanpa minum arak aku pun mabuk, seperti halnya se ... sekarang ....� Makin mendengar makin tak keruan perasaan Jit-jit, hampir gila dia saking kekinya. Kalau bisa dia ingin menyerbu ke ruangan sana dan mencukil biji mata gadis itu.
Apalagi waktu dilihatnya tubuh si gadis yang gempal itu terus menggelendot di pangkuan Sim Long, yang lebih menggemaskan
ialah Sim Long, gadis itu lantas dirangkulnya sekalian dengan eratnya. Sungguh Jit-jit ingin membunuh diri saja, tak disangkanya Sim Long ternyata sedemikian berengseknya. Ia memejamkan mata dan tidak sudi melihatnya. Untunglah pada saat itu juga muncul seorang bintang penolong, dari suara gemerencing dan suara tertawa merdu Jit-jit yakin orang datang ini pasti seorang perempuan mahacantik, terutama bau harumnya yang khas juga dapat dicium oleh Jit-jit. Kemunculan perempuan baru ini membuat si gadis tadi cepat melompat bangun dari pangkuan Sim Long, wajahnya yang berseri seketika juga lenyap.
Jilid 25
Apa yang dipakainya, bagaimana dandanannya, siapa pula yang mengikut di belakangnya dan bagaimana bentuk orang-orang ini,
sama sekali Cu Jit-jit tidak memerhatikannya, begitu pula Him Miau-ji. Maklum, pandangan mereka hanya tertarik oleh perempuan cantik ini saja, pada tubuhnya seolah-olah terpancar cahaya yang menyilaukan dan mengaburkan pandangan orang.
Dewi kahyangan yang bercahaya gemilang ini ternyata ibu Ong Ling-hoa, Ong-hujin atau nyonya Ong. Terlihat Sim Long sedikit membetulkan tempat duduknya, lalu memberi salam dan menyapa, "Ong-hujin ....�
"Sim-kongcu ....� Ong-hujin balas menegur dengan tersenyum. Kedua orang saling menyapa serupa sahabat yang sudah lama
berpisah dan sekarang baru bertemu lagi. Tapi juga serupa kenalan baru sehingga kedua pihak sama sungkan-sungkan. Keduanya lantas duduk berhadapan. Akhirnya Jit-jit menarik napas lega, sebab dilihatnya jarak berduduk mereka cukup jauh.
Gadis tadi mengangkat poci dan menuangkan arak pula bagi Sim Long dengan sopan. Dengan tersenyum manis Ong-hujin lantas berkata pula, "Cara Ling-hoa mengundang Sim-kongcu ke sini agak kasar, untuk itu kuminta Sim-kongcu suka memaafkannya.�
"Ah, aku pun tahu kedatanganku ini pasti akan berjumpa pula dengan wajah bidadari, betapa pun Ong-kongcu pasti tidak berani menggangguku, masakah perlu kuberi maaf segala?� Ong-hujin tertawa merdu, "Tapi cara kerja Ling-hoa sering ceroboh, masakah Sim-kongcu yakin Ling-hoa takkan membunuhmu.�
"Kuyakin tenagaku masih cukup berguna, bilamana Hujin ingin bekerja besar, mana bisa membunuh orang yang masih berguna?�
ujar Sim Long. Maka kedua orang lantas tertawa, jika tertawa Ong-hujin sangat menggiurkan hati setiap lelaki, tertawa Sim Long juga dapat memabukkan setiap anak perempuan. Melihat tertawa mereka ini, diam-diam si Kucing membatin, "Kedua orang ini sungguh setanding benar, siapa pun tidak bisa dikalahkan.� Sebaliknya diam-diam Jit-jit lagi geregetan, pikirnya, "Apa maksud rase tua ini? Mengapa dia tertawa sedemikian terhadap Sim Long, apakah dia juga penujui Sim Long?� Akhirnya Sim Long berhenti tertawa dan menatap Ong-hujin dengan tajam. "Jika di antara kita sudah ada saling pengertian, sebenarnya ada keperluan apa tentu sekarang dapat Hujin katakan terus terang.�
"Ya, memang ada suatu urusan ingin kumohon bantuan Kongcu,� kata Ong-hujin. "Apakah Hujin minta kuhadapi seorang?�
"Ah, rupanya Kongcu sudah dapat menyelami pikiranku,� ujar Ong-hujin dengan tertawa. "Memang betul, ingin kuminta bantuan
Kongcu untuk menghadapi satu orang, yaitu ....�
"Koay-lok-ong?� tukas Sim Long dengan tersenyum. "Siapa lagi selain dia,� ujar Ong-hujin. "Memangnya siapa lagi yang perlu Sim-kongcu turun tangan kecuali dia.�
"Tapi ... tapi putra Anda pun seorang tokoh ajaib yang sukar dibandingi, apalagi masih ada Hujin yang mengatur segala sesuatu, apa yang dapat kulakukan pasti juga dapat dilaksanakan oleh putra Anda,� jawab Sim Long. "Tidak, biarpun Ling-hoa juga pintar, tapi tidak dapat membandingi sebuah jari Sim-kongcu. Apalagi urusan ini, sama sekali dia tidak
sanggup, tidak mungkin bisa.�
"Memangnya urusan apa?� tanya Sim Long. "Kehebatan Koay-lok-ong tentu sudah diketahui oleh Kongcu.�
"Ya, tahu sekadarnya.�
"Kemampuan orang ini selain selicin rase, juga sekeji serigala dan setangkas singa, menghadap orang semacam ini tidak boleh dilawan dengan akal, juga tidak boleh ditandingi dengan kekerasan.�
"Jika demikian, lantas cara bagaimana harus kuhadapi dia?� tanya Sim Long. "Betapa pun setiap manusia tentu mempunyai kelemahan,� ujar Ong-hujin dengan tertawa. "Baik atau buruk Koay-lok-ong juga manusia dan tidak terkecuali, maka kalau kita ingin mengatasi dia, terpaksa harus bertindak mencecar titik kelemahannya.�
"Apa kelemahannya,� tanya Sim Long. "Sebenarnya juga bukan kelemahan jika kita bilang dia sayang kepada orang berbakat, atau dengan perkataan lain, katakanlah dia suka disanjung puji, suka dijilat orang. Setiap orang cerdik pandai bila ingin bekerja baginya pasti takkan ditolaknya.�
"Haha, pantas, rupanya Koay-lok-ong suka kepada manusia penjilat pantat, makanya begitu banyak pengikutnya,� kata Sim Long dengan tertawa. "Ya, memang banyak anak buahnya, tapi tidak ada tokoh yang menonjol ... serupa Sim-kongcu.�
"Wah, jangan-jangan Hujin bermaksud menyuruhku menjadi agen rahasia di tempat Koay-lok-ong?�
"Betul, cara demikian mungkin agak bikin susah pada Kongcu, tapi jika kita ingin mencapai maksud tujuan kan harus menggunakan segala cara?�
"Ah, kiranya Hujin hendak menyuruhku menjadi agen rahasia di tempat Koay-lok-ong, tapi pekerjaan ini bukankah jauh lebih tepat dilakukan oleh putra Anda sendiri?�
"Pekerjaan ini sekali-kali tidak dapat dilakukan Ling-hoa.�
"Oo?!� heran juga Sim Long.
"Pekerjaan ini mestinya tidak sukar dilakukan Ling-hoa, meski kecerdasannya tidak dapat membandingi Kongcu, tapi cukup
lumayanlah. Cuma dia mempunyai suatu kelemahan besar.�
"Kelemahan apa?� tanya Sim Long. "Sebab Koay-lok-ong kenal dia.� Ucapan ini membikin Sim Long agak melengak. "Kenal dia? Cara bagaimana bisa mengenalnya?�
"Maukah engkau tidak tanya soal ini?� Sim Long termenung sejenak, "Tapi kepandaian menyamar Ong-kongcu kan mahatinggi dan tidak ada bandingannya di kolong langit ini ....�
"Kepandaian menyamar Ling-hoa memang lumayan, tapi coba jawab, bila sesudah menyamar lalu kalian tinggal bersama setiap
hari, apakah Kongcu takkan mengetahui penyamarannya?�
"Ya, betul, jika begitu tentu Koay-lok-ong dapat mengetahui penyamarannya.�
"Makanya kupikir sukarlah mencari pengganti Ling-hoa untuk melakukan tugas ini kecuali Sim-kongcu sendiri.�
"Tapi ada juga anak buah Koay-lok-ong yang mengenal diriku.�
"Siapa?� tanya Ong-hujin. "Kim Bu-bong ....�
"Dia kan sahabat karibmu, masa akan membongkar rahasiamu?�
"Wah, rupanya Hujin mengetahui segalanya, tapi ....�
"Tapi masih ada anak buahnya yang tidak bersahabat denganmu, begitu bukan?�
"Betul, misalnya Han Ling si Duta Arak dan Suto si Duta Kecantikan.� Ong-hujin tertawa, katanya, "Tapi kedua orang ini selamanya takkan melihat Koay-lok-ong lagi.�
"O, jadi mereka pun serupa diriku, telah terjatuh dalam cengkeraman Hujin?�
"Betul, bedanya Kongcu adalah tamuku terhormat, sebaliknya mereka adalah tawanan dalam penjara.� Sim Long terdiam sejenak, tiba-tiba ia berkata pula dengan tertawa, "Tapi masih ada sesuatu yang tidak kupahami.�
"Urusan apa?�
"Hujin kan tahu Koay-lok-ong juga musuhku, andaikan tidak diminta Hujin juga akan kuhadapi dia. Lantas mengapa Hujin bersusah payah menghendaki kutunduk kepada perintahmu untuk menghadapi dia?�
"Soalnya cara kalian menghadapi Koay-lok-ong tidak sama dengan caraku.�
"Oo?!� Sim Long jadi ingin tahu. "Jika tidak kuundang Sim-kongcu ke sini dan mengadakan persekutuan denganmu, bila ada kesempatan tentu Koay-lok-ong akan kau binasakan, betul tidak?�
"Dengan sendirinya, masakah Hujin ....�
"Aku justru tidak menghendaki kematiannya,� senyum yang semula menghiasi muka nyonya cantik itu mendadak lenyap, lirikan matanya yang menggiurkan seketika juga berubah mendelik. Ia memandang kejauhan sana dan berucap pula sekata demi sekata, "Aku justru menghendaki dia hidup, supaya dia dapat menyaksikan segala usahanya gagal total satu per satu, kuingin dia hidup dan merasakan pukulan batin satu demi satu.�
"Brak�, mendadak dia menggebrak meja dan menyambung pula dengan suara bengis, "Aku menghendaki dia hidup tidak mati pun
tidak, jika dia mati kan terlalu enak baginya.� Itulah dendam, dendam kesumat yang menakutkan. Sim Long memandangnya dengan melenggong. Ia tidak mengerti mengapa Ong-hujin ini mempunyai permusuhan sedemikian mendalam dengan Koay-lok-ong? Sesungguhnya permusuhan apakah itu? Entah selang berapa lama, akhirnya Ong-hujin tertawa manis lagi, tertawa cerah serupa bunga mekar di musim semi dan membikin suasana berubah hangat lagi. "Nah, sekarang tentunya Sim-kongcu mengerti segalanya?� katanya kemudian. "Tentu saja mengerti, hanya orang tolol yang tidak mengerti,� sahut Sim Long dengan tertawa. "Dan bila ada agenku serupa Sim-kongcu di samping Koay-lok-ong, setiap gerak-gerik Koay-lok-ong tentu takkan terlepas dari pengawasanku ....�
"Ya, dengan demikian apa pun yang akan dilakukannya dapat Hujin sambut dia dengan sekali kemplang, biarpun dia mempunyai
kepandaian setinggi langit juga pasti akan gagal.�
"Ya, begitulah,� ucap Ong-hujin dengan tertawa. "Makanya untuk itulah Sim-kongcu mau membantuku, bukan?�
"Memangnya boleh kutolak?�
"Mungkin tidak boleh.�
"Ya, jika tidak boleh, terpaksa kuterima,� jawab Sim Long dengan tertawa. Ong-hujin lantas mengangkat cawan arak, "Terima kasih, marilah kusuguh Kongcu secawan dulu, semoga usaha kita mencapai sukses.� Keduanya lantas menenggak arak, lalu saling pandang dengan tertawa. Sebaliknya hampir meledak perut Him Miau-ji saking mendongkolnya. Diam-diam ia menggerutu, "Berengsek benar Sim Long ini, masakah terima begitu saja, memangnya takut dicaplok olehnya?� Dengan sendirinya Jit-jit terlebih gemas daripada Him Miau-ji, pikirnya, "Pantas Ong Ling-hoa bermuka tebal, ternyata ibunya terlebih tidak tahu malu.� Meski Ong-hujin bilang mau menyuguh secawan kepada Sim Long, praktiknya dia telah minum tiga cawan, mukanya menjadi merah dan tambah memesona. Setelah dipandang dan dipandang lagi, tiba-tiba Miau-ji tidak mendongkol pula. Terpikir olehnya, "Apa yang dilakukan Sim Long ini jangan-jangan cuma tipu akal belaka. Bilamana nanti Ong-hujin mengirim dia ke Kwan-gwa, kan sama seperti telah membebaskan dia dan selanjutnya dia dapat berbuat sesukanya.� Berpikir demikian, hampir saja ia tertawa. Ia merasa Ong-hujin ini sesungguhnya tidak begitu pintar sebagaimana disangkanya, sebaliknya sangat bodoh. Terdengar Ong-hujin bicara pula, "Sebenarnya aku tidak kuat minum arak, tapi hari ini harus kuminum sepuasnya dengan Kongcu sebagai tanda selamat jalan.�
"Selamat jalan?� Sim Long menegas. "Ya, tiga hari kemudian Kongcu kan harus berangkat ke Kwan-gwa untuk melaksanakan tugas berat, sebab itulah di dalam tiga hari ini harus kuladenimu dengan baik.� Lirikan matanya sungguh lebih memabukkan daripada arak, meski Sim Long juga memandangnya, namun seperti tidak paham arti yang terkandung dalam lirikan orang. Ia cuma berkata dengan tersenyum, "Dan apakah aku akan berangkat begitu saja?�
"Dengan sendirinya tidak, sudah kurancang cara bagaimana akan memperkuat perjalanan Kongcu.�
"Tapi sama sekali aku tidak tahu jejak Koay-lok-ong ....�
"Jangan khawatir,� sela Ong-hujin dengan tertawa. "Dengan sendirinya akan kuatur supaya engkau dapat bertemu dengan Koay-
lok-ong. Dengan tokoh muda semacam Kongcu, wajahmu juga asing bagi dunia Kangouw, bila Koay-lok-ong melihat dirimu pasti akan dipandang sebagai benda mestika, dan jangan harap lagi Kongcu akan dapat meninggalkan dia.�
"Lalu?� Sim Long berkedip-kedip. "Lalu jadilah Kongcu sebagai orang kepercayaan Koay-lok-ong.�
"Ah, juga belum tentu. Jika dia tidak mau memercayaiku, lantas bagaimana?�
"Orang semacam Kongcu masakah tidak tahu cara bagaimana mendapatkan kepercayaannya? Ibaratnya segenggam jarum ditaruh di dalam kantong, mustahil jarum itu tidak akan merobek kantong?�
"Aha, kiranya Hujin menghendaki kulamar langsung kepada Koay-lok-ong. Tapi ada lagi satu hal, masakah Hujin mau melepaskan kepergianku begini saja tanpa menggunakan sesuatu cara untuk menjaga kemungkinan pembelotanku setiba di tempat tujuan?�
"Boleh coba kau terka cara apa yang akan kupakai?� ujar Ong-hujin dengan tertawa. "Dengan racun umpamanya, ada semacam racun yang bekerja secara lambat atau sampai batas waktunya baru mulai bekerja. Bisa jadi racun semacam ini sekarang sudah berada di dalam perutku.�
"Kongcu adalah tokoh pujaan Bu-lim zaman ini, jika kuperlakukan Kongcu dengan cara rendah begini bukan saja berarti memandang rendah diri Kongcu, bahkan juga merendahkan martabatku sendiri.�
"Atau dengan cara lain, mungkin Hujin diam-diam telah menugaskan orang lain untuk mengawasi gerak-gerikku di sana ....�
Mendadak Ong-hujin tertawa nyaring dan memotong ucapan Sim Long, "Ai, betapa bagusnya akal ini, siapa pula di dunia ini, yang mampu mengawasi tindak tanduk Sim-kongcu kita? Betapa pun bodohku masakah dapat kugunakan cara bodoh begini?�
"Atau mungkin Hujin akan minta aku bersumpah berat ....�
"Hahaha,� kembali Ong-hujin memotong dengan tertawa, "kalau di dunia ini ada hal yang tidak boleh dipercaya, maka hal itu adalah sumpah lelaki terhadap orang perempuan. Bila ada anak perempuan bodoh yang mau percaya kepada sumpah lelaki, maka selama hidup anak perempuan itu pasti akan merana.�
"Wah, tampaknya Hujin sendiri sudah berpengalaman?� ujar Sim Long dengan tertawa. "Memangnya kau lihat sekarang aku sedang merana?� sahut Ong-hujin dengan melirik genit. "Ya, orang yang sering membikin orang lain merana, dia sendiri
tentu takkan merana,� kata Sim Long. Keduanya lantas saling pandang dan tertawa pula. Mendengar suara tertawa mereka, perut Miau-ji menjadi sakit saking dongkolnya, pikirnya, "Berengsek Sim Long ini, dalam keadaan begini masih bisa berkelakar dengan dia. Wahai Sim Long, katanya engkau orang pintar, mengapa engkau pun tidak tahu dengan cara bagaimana orang akan mengendalikan dirimu.� Perut Jit-jit sih tidak sakit, tapi hatinya yang sakit, pikirnya, "Sering membikin orang merana, dia sendiri takkan merana .... Bagus, Sim Long, kiranya beginilah pribadimu, baru sekarang kukenal siapa
kau!� Padahal sesungguhnya orang macam apa Sim Long itu belum lagi diketahuinya. Terdengarlah Ong-hujin berkata pula dengan mengikik tawa, "Kecuali cara-cara bodoh begitu apakah Kongcu mengira aku tidak mempunyai akal lain?�
"Hujin mempunyai beribu macam akal, sungguh tidak dapat kuterka,� sahut Sim Long. "Kecuali dengan cara paksa dan mengawasi tindak tanduk Kongcu, memangnya tidak dapat kubikin Kongcu melakukan tugas ini secara sukarela. Dengan begitu aku pun tidak perlu main paksa dan repot mengawasi gerak-gerikmu lagi?�
"Tapi Hujin pun jangan lupa, tidaklah mudah untuk membuatku takluk lahir batin,� kata Sim Long dengan tertawa. Ong-hujin tertawa menggiurkan, dengan tangannya yang putih halus ia membelai rambutnya yang indah, gayanya memesona membuat orang akan menerka berapa usianya, membuat orang melupakan akan umurnya. "Dengan sendirinya kutahu hal ini tidak mudah, tapi sesuatu yang semakin sulit diperoleh kan semakin berharga, terlebih bagi seorang perempuan.�
"Ya, betul.�
"Dan biasanya barang berharga juga harus ditukar dengan barang berharga,� kata lagi Ong-hujin. "Bahwasanya di dunia Kangouw sekarang ada tiga macam barang yang paling berharga dan sukar diperoleh, apakah kau tahu?�
"Wah, rasanya belum pernah kudengar ....� ucap Sim Long, "Barangkali ... kitab pusaka simpanan Siau-lim-si termasuk satu diantaranya.�
"Biarpun Siau-lim-pay terkenal perguruan terbesar di dunia persilatan, tapi selama ini belum pernah terjadi tokoh Siau-lim-pay diakui sebagai jago nomor satu di dunia, dari sini terbukti bahwa berbagai cerita mengenai ilmu silat Siau-lim-si hanya dongeng belaka, apakah di biara itu benar tersimpan kitab pusaka atau tidak sukarlah diketahui dengan pasti.�
"Wah, jika kitab pusaka Siau-lim-si saja tidak terhitung benda berharga, apalagi kitab pusaka perguruan lain?� ujar Sim Long tertawa. "Kitab pusaka pelajaran ilmu silat adalah benda mati, coba jawab, ada berapa orang di dunia yang memperoleh kungfu sejati dari kitab-kitab ini? Hanya kecerdasan, keuletan, pengalaman, ditambah lagi giat berlatih, semua itulah unsur penting untuk menguasai semacam kungfu yang ampuh. Soalnya orang awam kurang pengertian dan sering terkecoh oleh berbagai cerita tentang berbagai kitab pusaka segala. Terlebih kitab silat kaum Hwesio yang katanya tidak ada tandingannya, semua itu cuma omong kosong belaka.�
"Wah, Hujin berani bicara apa yang tidak berani dibicarakan orang lain, sungguh pikiranku jadi terbuka. Bilamana kaum kesatria sama paham akan dalil ini, tentu takkan terjadi korban sia-sia dalam pertemuan di Wi-san dahulu dan dunia persilatan sekarang juga takkan hampa begini. Nyata jalan pikiran Hujin memang lain daripada yang lain.�
"Selama hidupku tidak suka disanjung puji orang, tapi ucapan Kongcu ini sungguh membikin hatiku sangat gembira. Sekarang coba kau terka lagi barang berharga lain.� Sim Long berpikir sejenak, katanya kemudian, "Aha, betul Hun-bong-siancu terkenal memegang sepotong Hun-bong-leng (tanda perintah), barang siapa melihat Hun-bong-leng semuanya akan tunduk kepada perintahnya. Tentunya benda ini termasuk salah satu paling berharga.�
"Ah, rupanya Kongcu sengaja menyanjung diriku lagi,� ujar Ong-hujin dengan tertawa. "Umpama betul aku ini Hun-bong-siancu masa lampau, rasanya juga takkan gembira setelah mendengar ucapanmu ini. Hun-bong-leng itu paling-paling juga cuma barang untuk menakut-nakuti orang saja, terhitung benda pusaka apa?�
"Wah, lantas apa lagi? .... Ah, barangkali pedang inti baja milik Thi-kiam-siansing, pedang itu tentunya benda mestika?�
"Pedang juga benda mati, biarpun senjata paling tajam di dunia, bila berada di tangan orang awam, tetap akan menjadi besi karatan yang tak berguna,� ia tuding si gadis cantik yang melayani Sim Long tadi dan menambahkan, "Boleh coba kau tanya Ci-hiang, pedang pusaka yang dipegangnya itu apakah mampu mengalahkanmu?�
"Betul juga,� ujar Sim Long. "Tapi ketiga benda mestika yang kumaksudkan itu biarpun jatuh di tangan orang awam tetap berguna juga, sebab itulah baru dapat dianggap sebagai benda mestika benar-benar.�
"Benda mestika yang Hujin maksudkan jangan-jangan benda hidup?� tanya Sim Long tiba-tiba. Bola mata Ong-hujin mengerling, sahutnya dengan tertawa, "Yang satu barang mati, yang dua benda hidup.�
"Wah, rasanya kuperlu minum arak lagi untuk mencari ilham,� kata Sim Long tertawa. Cepat si gadis bernama Ci-hiang tadi menuangkan arak lagi dan Ong-hujin pun menyilakan orang minum dengan tertawa manis. Sehabis minum secawan, segera Sim Long berkeplok dan berseru, "Aha, betul. Keluarga Ko turun menurun mewariskan harta kekayaan beribu juta tahil perak dan emas, kekayaannya melebihi kas negara, apakah ini termasuk satu di antara yang Hujin maksudkan?�
"Akhirnya tertebak juga satu di antaranya oleh Kongcu,� jawab Ong-hujin dengan tertawa. "Kekayaan keluarga Ko memang sukar dihitung dan menjadi idam-idaman setiap orang Kangouw. Lalu kedua benda hidup lainnya?�
"Benda hidup ... hidup .... Ah, jangan-jangan kuda mestika Tiang-pek-san-ong dan anjing ajaib milik Opas Sakti Ku Lam?�
"Bukan, semuanya bukan.�
"Atau harimau dari Pek-siu-san-ceng, atau elang sakti milik keluarga Tik ....�
"Bukan, seluruhnya bukan.�
"Wah, segala macam binatang ajaib dan hewan aneh telah kusebut dan tetap bukan yang dimaksudkan Hujin, aku jadi tidak tahu lagi apa yang harus kukatakan.�
"Memangnya di dunia ini cuma binatang atau hewan saja terhitung makhluk hidup?�
"Memangnya ada ... ada lagi?�
"Manusia, masakah manusia bukan makhluk hidup?� ujar Ong-hujin sambil mengikik. Sim Long melengak, segera ia pun tertawa, "Ah, betul, memang manusia juga makhluk hidup.�
"Nah, sekarang tentunya dapat kau tebak.�
"Tidak, malahan aku tambah bingung, di dunia ini tidak sedikit orang kosen dan manusia ajaib ....�
"Baiklah, biar kukatakan padamu, kecuali harta kekayaan keluarga Ko, benda mestika yang kedua itu adalah tangan mendiang Sim Thian-kun.�
"Hah, tangan ... tangan Sim Thian-kun?�
"Betul, tangan Sim Thian-kun mahasakti, dalam sekejap ia sanggup menghabiskan berlaksa tahil emas, tapi pada saat lain ia pun mampu mengumpulkan jumlah yang lebih banyak .... Tangan Sim Thian-kun dapat menentukan mati-hidup seorang, dapat meruntuhkan rumah dan menggugurkan gunung, dapat menghancurkan segala tapi juga mampu membuat macam-macam hal yang sukar dibayangkan, asalkan tangan Sim Thian-kun bergerak, segala urusan di dunia Kangouw bisa segera berubah.� Sampai terkesima Sim Long mendengarkan, gumamnya, "Tangan Sim Thian-kun ... sungguh tangan yang hebat.� Ia angkat cawan dan menenggak arak. "Dan yang ketiga itu jauh lebih berharga,� kata Ong-hujin, ia pun angkat cawan dan menenggak habis isinya sambil melirik Sim Long dengan kerlingan yang menggiurkan, tanyanya dengan tersenyum genit, "Masakah sekarang belum lagi dapat kau terka?� Sim Long juga menatapnya, tiba-tiba ia tertawa dan berkata, "Ah, jangan-jangan ialah Hujin sendiri.� Ong-hujin tertawa nyaring, "Kembali tepat tebakanmu.� Lirikan Ci-hiang sudah cukup menggiurkan dan memikat, bisa membikin sukma orang melayang ke awang-awang, tapi kalau dibandingkan kerlingan Ong-hujin, mata Ci-hiang akan lebih mirip mata ikan mati yang buram. Kerlingan mata Ci-hiang sudah cukup membuat Jit-jit ingin geregetan saja tidak bisa. Meski Jit-jit juga orang perempuan, tapi demi melihat kerlingan mata orang, entah mengapa, perasaan sendiri juga terombang-ambing dan hampir tidak sanggup berdiri. Dengan kerlingan mata begitulah Ong-hujin memandang Sim Long, katanya pula, "Kongcu tahu, berapa banyak lelaki di dunia Kangouw ini telah mati hanya karena ingin bermesraan denganku. Tapi biarpun mati mereka pun mati secara sukarela.� Dia bicara dengan sangat lambat, sangat memikat, dengan senyum yang memabukkan, katanya pula, "Sebabnya adalah karena aku bukan wanita biasa, betapa tinggi kungfuku dalam hal ilmu silat boleh dikatakan sudah mencapai puncaknya, tapi kungfuku dalam hal lain bahkan sepuluh kali lebih hebat daripada ilmu silatku.� Sim Long tampak melenggong. Maka Ong-hujin menyambung pula, "Asal aku mau, dapat kubikin setiap lelaki tergila-gila dan dapat kubuat dia menikmati kesenangan yang tak terpikir olehnya biarpun dalam mimpi.� Muka Ci-hiang tampak merah dan menunduk sambil tertawa cekikikan. "Kau tertawa apa?� tanya Ong-hujin. "Ini pun semacam seni, kesenian yang paling tinggi. Asalnya aku hidup sebatang kara, tapi lantaran inilah dapat kuyakinkan kungfuku yang sempurna dan tercapai seperti apa yang sekarang ini. Siapa pun, asalkan sudah menyentuh tubuhku, selama hidupnya pasti takkan terlupakan.� Sim Long menarik napas panjang, seperti mau bicara, tapi urung. Tampaknya dia tidak sanggup bicara lagi. "Entah sudah berapa banyak orang lelaki, berapa banyak tokoh ternama yang ingin naik surga lagi bersamaku, mereka tak sayang mempersembahkan segalanya kepadaku, rela berlutut dan merangkak di depanku dan memohon, tapi sekarang ....� Ong-hujin tersenyum dan meneruskan, "Sekarang akan kugunakan tubuhku yang paling berharga ini untuk menukar hatiku. Kupikir ini adalah bisnis yang paling adil.� Sim Long terkesima dan tidak dapat bergerak lagi. Sudah banyak perempuan jalang dan janda gasang yang pernah dilihatnya, tapi tiada seorang pun serupa Ong-hujin ini. Meski pada mulutnya bicara hal-hal yang cabul, tapi sikapnya masih tetap suci bersih, meski yang dikemukakannya adalah bisnis yang paling janggal, namun caranya bicara serupa orang yang lagi berunding jual-beli biasa. Dia adalah perawan sucinya perempuan jalang, juga perempuan jalangnya perawan suci.
"He, kenapa engkau diam saja, apakah engkau tidak percaya?� tanya Ong-hujin. Habis bicara demikian, mendadak tangannya mulai bekerja, sepotong demi sepotong ia menanggalkan bajunya. Meski sedang menanggalkan pakaian, gayanya tetap indah dan cantik. Di dunia ini memang tidak banyak orang perempuan yang mampu mempertahankan gayanya yang tetap indah pada waktu
menanggalkan pakaian, jarang pula yang tahu bahwa gaya pada waktu membuka pakaianlah paling menarik hati lelaki. Maka tubuh Ong-hujin pun seluruhnya terpampang di depan mata Sim Long, terpampang dalam keadaan telanjang bulat. Pundaknya yang halus licin, buah dadanya yang padat dan menegak, pinggangnya yang ramping, kakinya yang panjang dengan garis yang serasi, terutama betisnya yang indah .... Semua itu pada hakikatnya bukan lagi tubuh manusia, itulah perpaduan antara bidadari dan perempuan jalang. Meski tubuhnya dalam keadaan bugil, namun sikapnya tiada ubahnya dalam keadaan berpakaian mentereng. Di dunia ini memang jarang ada perempuan yang tetap dapat mempertahankan gayanya yang indah dalam keadaan bugil. "Aku ... aku ... kau ....� Sim Long jadi gelagapan. Ong-hujin tersenyum manis, "Bukan cuma kuserahkan tubuhku
kepadamu, bahkan kuserahkan untuk selamanya, dan aku pun minta kau serahkan hatimu kepadaku untuk selamanya. Kujamin
selanjutnya engkau pasti akan menikmati segala macam kebahagiaan yang tidak mungkin bisa dinikmati oleh setiap lelaki di
dunia ini.� Ia merandek sejenak, lalu menyambung pula sekata demi sekata, "Kujadi istrimu!� Sampai di sini semua orang yang mengintip di ruang sebelah sama melenggong. Diam-diam Him Miau-ji menjerit di dalam hati, "Jangan, tidak, tidak boleh jadi!� Tubuh Cu Jit-jit juga bergetar keras dan hampir jatuh kelengar. Bahwa mama Ong Ling-hoa ingin menjadi istri Sim Long, sungguh mimpi pun tak pernah terpikir oleh siapa pun. Bukan cuma Him Miau-ji dan Cu Jit-jit, air muka Ong Ling-hoa juga sama berubah. "Bagaimana Sim-kongcu, kau setuju?� terdengar Ong-hujin lagi bertanya pula. Semua orang sama terbelalak dan ingin tahu bagaimana jawaban Sim Long. Anak muda itu sedang menatap Ong-hujin, kembali ujung mulutnya
menampilkan senyuman yang khas, senyuman yang juga mengandung ejekan, tanyanya, "Benar kau ingin menjadi istriku?�
"Dengan sendirinya benar, kau ....�
"Baik!� tukas Sim Long. Jawaban "baik� ini serupa bunyi guntur di siang bolong yang membikin Him Miau-ji, Cu Jit-jit dan Ong Ling-hoa sama melongo. Tampaknya Ong-hujin juga tercengang oleh jawaban orang, ia menegas, "Engkau benar-benar mau?�
"Sudah tentu benar,� jawab Sim Long. "Urusan kawin yang mahapenting mana boleh dibuat mainan?� Ong-hujin lantas menatap lekat-lekat kepada Sim Long, tersembul pula senyumnya yang menggiurkan, "Aku ingin tanya sesuatu lagi padamu.�
"Sekarang engkau boleh berbuat apa pun padaku, apalagi cuma tanya sesuatu,� kata Sim Long dengan tertawa. "Meski kutahu engkau akan setuju, tapi tidak kusangka engkau akan menjawab secepat itu, sebenarnya apa ... apa sebabnya? Dapatkah kau katakan padaku?� Sim Long mengangkat sumpit, dicapitnya sepotong udang dan berkata, "Karena aku ingin Ong Ling-hoa menjadi anakku, maka kuterima tawaranmu. Apalagi ....� ia pandang Ong-hujin dengan tertawa, sebaliknya sumpit yang mencapit udang mendadak menjentik ke sana. Kontan sepotong udang masak saus manis itu melayang ke lubang kecil tempat Ong Ling-hoa mengintip terus menerobos lubang itu. Ong Ling-hoa memang lagi melenggong, juga tidak mengira akan tindakan Sim Long ini, meski dia sempat menarik kepala, tidak urung mukanya tertimpuk oleh udang saus yang menerobos tiba itu. "Ong Ling-hoa,� terdengar Sim Long berseru di ruang sebelah, "tentu sudah cukup kau tonton apa yang terjadi ini, sekarang aku
sudah menjadi ayahmu, masakah engkau masih sembunyi di situ?�
"Ai, memang sudah kuduga pasti tidak dapat mengelabuimu,� ujar Ong-hujin dengan tertawa. "Pada hakikatnya engkau memang sengaja membuatku tahu mereka sedang mengintip, karena itu caraku bicara dengan sendirinya menjadi lebih prihatin, apa yang kusanggupi padamu juga takkan berubah.�
"Mungkin engkau tidak tahu, justru sengaja kubikin kau bicara seperti ini di depan nona Cu itu, dengan begitu seterusnya ia pun akan putus cintanya padamu,� dengan tersenyum Ong-hujin memakai lagi bajunya, lalu menambahkan, "Cuma keenakan mata siKucing itu.�
"Jika engkau mau membalik tubuh ke sana, tentu dia akan tambah senang,� ujar Sim Long tertawa. "Ah, toh sudah kupandang dia sebagai anakku, apa alangannya dia melihat punggung ibunya, apalagi aku cuma berduduk di sini.�
"Dan sekarang bolehkah mereka disuruh keluar?� tanya Sim Long.�
"Apa yang kau minta, siapa yang berani menolak?� ujar Ong-hujin dengan suara lembut. Ketika kakinya menginjak perlahan di samping kursinya, seketika dinding belakang terbuka bagian tengah dan menyurut ke kanan-kiri tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Maka dapatlah Sim Long melihat Him Miau-ji dan Cu Jit-jit. Wajah Miau-ji yang penuh rasa gusar dan wajah Cu Jit-jit yang penuh air mata. Dengan sendirinya ada lagi Ong Ling-hoa. Dia lagi sibuk membersihkan mukanya dengan sapu tangan. Dengan langkah limbung Jit-jit mendekati Sim Long, meski mulutnya tidak dapat bicara, tapi sorot matanya yang menunjukkan rasa duka dan benci itu jauh melebihi perkataan apa pun. Him Miau-ji juga melangkah maju dengan langkah sempoyongan, dia menyeringai, kalau bisa Sim Long hendak dicaploknya. Perlahan tangan Ong-hujin bergerak sambil berkata, "Silakan duduk kalian!� Seketika pinggang Jit-jit dan Miau-ji seperti kesemutan, tanpa kuasa terus berduduk dan tidak sanggup berbangkit lagi, hanya tetap melototi Sim Long. "Bagaimana kalau saudara Ling-hoa juga disilakan duduk?� kata Sim
Long dengan tertawa. "Wah, masa ... masa masih kau panggil dia saudara?� ujar Ong-hujin. "Harus kupanggil apa padanya?�
Bola mata Ong-hujin berputar, katanya kemudian sambil tertawa, "Anak Hoa, coba kemarilah memberi hormat kepada paman.�
Sim Long bergumam dengan tertawa, "Paman .... Haha, sementara menjadi paman juga boleh ....� Muka Ong Ling-hoa tampak masam, kalau ada lubang sungguh dia ingin menerobos masuk ke situ. Jika Miau-ji tidak mendongkol, bisa jadi dia sudah bergelak tertawa. Melihat sikap Ong Ling-hoa yang kikuk itu, Sim Long sengaja berkata dengan tertawa, "Saat ini Hiantit (keponakan) pasti menyesal mengapa dulu tidak membunuhku saja, bukan?�
"Aku ... aku ....� muka Ong Ling-hoa tampak merah padam. "Ah, untuk apa kau pikirkan perbuatan anak kecil, ampuni dia saja,� kata Ong-hujin dengan tertawa. Mendadak Ong Ling-hoa juga tertawa dan berkata, "Paman Sim, apakah engkau sengaja hendak membikin marah padaku agar menyabot perkawinan kalian ini? .... Haha, engkau salah, paman Sim, bahwa sekarang kupanggil paman padamu sesungguhnya timbul dari sukarelaku, umpama kelak kupanggil ayah padamu juga tetap riang gembira .... Bahwasanya ibu dapat bersuamikan tokoh muda berbakat semacam paman Sim, sungguh aku pun ikut bahagia.�
"Hihi, anak baik, sungguh anak baik,� kata Ong-hujin dengan tertawa senang. "Memang anak baik,� Sim Long juga tertawa. Diam-diam ia membatin ada ibu dan anak demikian, pantaslah kalau dunia Kangouw teraduk hingga kacau-balau. Ketika Ong-hujin memberi isyarat, segera ada orang menggusur pergi Cu Jit-jit dan Him Miau-ji sehingga di dalam kamar cuma
tertinggal Sim Long. Ong-hujin dan Ong Ling-hoa bertiga. Sim Long cuma diam saja menyaksikan kedua orang itu digusur
pergi, sama sekali ia tidak memperlihatkan sesuatu reaksi. Dengan tertawa merdu Ong-hujin menuangkan arak bagi Sim Long,
lalu berkata pula, "Sekarang mereka sudah pergi semua. Apakah kau tahu sebab apa kuenyahkan mereka?�
"Mungkin engkau ingin berunding urusan penting denganku?� jawab Sim Long dengan tertawa. Ong-hujin mengerling genit, "Apakah kau tahu urusan apa yang paling penting sekarang?�
"Tidak tahu,� Sim Long menggeleng. "Ah, jangan berlagak bodoh.� Sim Long berkedip-kedip, ucapnya kemudian, "Masa ... masa
urusanmu dengan diriku ....�
"Eh, memang Siautit juga ingin lekas memanggilmu sebagai ayah, makin cepat makin baik,� sela Ong Ling-hoa sebelum ibunya bicara. Dia dapat bicara demikian, bahkan air muka tidak berubah sedikit pun, entah betapa tebal kulit mukanya. Tapi Sim Long juga menyambutnya dengan tertawa, "Betul juga, makin cepat makin baik. Menurut pikiranmu, dimulai kapan?�
"Daripada pilih hari lebih baik mumpung saja, bagaimana kalau malam ini?� jawab Ling-hoa. "Malam ini? .... Wah, masa begitu cepat?� kata Sim Long dengan tertawa. "Jika malam ini terlalu cepat, boleh besok saja,� kata Ling-hoa. "Aku dan ibumu sendiri tidak tergesa, mengapa engkau jadi terburu-buru malah?� ujar Sim Long. Semula Ong-hujin menunduk kikuk dan berlagak tidak mendengar, sekarang ia tidak tahan dan ikut bicara dengan lembut, "Tapi tiga hari kemudian engkau harus berangkat, biarpun tidak tergesa-gesa juga urusan kita ini perlu diselesaikan di dalam tiga hari ini.�
"Kukira di dalam tiga hari ini juga tidak bisa,� kata Sim Long. Air muka Ong-hujin rada berubah, tapi tetap bicara dengan tertawa, "Habis mesti menunggu sampai kapan?�
"Menunggu sampai suamimu mati,� jawab Sim Long sekata demi sekata dengan tersenyum. Sekali ini air muka Ong-hujin baru berubah benar-benar, "Suamiku?� ia menegas. "Ya suamimu ....� ucap Sim Long dengan tertawa. "Meski aku belum pernah menjadi "gundik" tapi dapat kubayangkan rasanya pasti tidak enak, maka aku pun tidak ingin dijadikan "gundik lelaki" orang.� Mendadak Ong-hujin tertawa malah, tertawa terkial-kial sehingga mirip tangkai bunga kehujanan. Tertawa terkadang adalah cara yang paling baik untuk menutupi perasaan yang tidak tenteram. "Gundik lelaki? Ai, bisa juga engkau menciptakan istilah,� katanya dengan terkikik. "Sebenarnya, kalau seorang lelaki boleh punya dua istri, seorang perempuan kan juga boleh punya dua suami, itu baru adil. Cuma sayang ... dari mana datangnya suamiku?�
"Masakah engkau tidak mempunyai suami?�
"Tidak punya.� Sim Long melirik Ong Ling-hoa sekejap, lalu berucap pula, "Lantas dia ....�
"Sekalipun punya suami juga sudah lama mati, sudah terlalu lama sehingga kulupakan dia.� Ia tersenyum genit, lalu menyambung, "Ai, orang pintar seperti dirimu seharusnya tahu bahwa janda bukan saja jauh lebih lembut daripada gadis, juga jauh lebih pandai meladeni, jauh lebih berpengalaman, jauh lebih menyenangkan. Sebab itulah lelaki yang cerdik lebih suka memperistrikan janda daripada perawan, masakah engkau tidak suka?�
"Tentu saja aku suka, cuma sayang ... engkau belum lagi janda.�
"Maksudmu suamiku belum mati? .... Ai, tak tersangka terhadap urusan suamiku engkau terlebih jelas daripada diriku. Memangnya pernah kau lihat dia?�
"Meski belum pernah kulihat Locianpwe ini, tapi kutahu dia.�
"O, memangnya siapa dia? Coba katakan!�
"Dia dahulu bernama Ca Giok-koan, namanya sekarang Koay-lok-ong!� Ucapan Sim Long membuat Ong-hujin dan Ong Ling-hoa merasa seperti kepala dikemplang sekali, untuk sekian lamanya suasana di dalam ruangan sunyi senyap. Kemudian Ong-hujin tertawa nyaring lagi, katanya, "Jadi kau bilang Ca Giok-koan adalah suamiku? Ai, sungguh sangat menggelikan. Coba katakan lagi, dari mana timbulnya kesimpulanmu ini?� Perlahan Sim Long berkata, "Seorang kalau ingin pura-pura mati dengan sendirinya dia perlu mencari seorang pengganti. Untuk itu harus dirusak wajahnya sehingga tidak dikenal orang lagi.�
"Ya, jika aku ingin pura-pura mati tentu juga memakai cara ini,� kata Ong-hujin. "Yang dilakukan Ca Giok-koan juga cara ini. Dia juga menggunakan seorang pengganti, bukan cuma wajah orang itu dirusaknya sama sekali, bahkan tubuh orang itu pun dirusak.�
"Tapi ... tapi apa sangkut pautnya denganku?� tanya Ong-hujin. "Mestinya memang tidak ada sangkut pautnya, namun pada waktu dia merusak penggantinya itu yang digunakannya adalah Thian-hun-ngo-bian. Padahal sampai saat ini kebanyakan orang Kangouw menganggap Ca Giok-koan sudah lama mati, bahkan juga mati oleh Thian-hun-ngo-bian. Nah, masakah semua ini tidak ada sangkut pautnya denganmu?�
"Sangkut paut apa?� tanya Ong-hujin sambil berkedip-kedip. "Thian-hun-ngo-bian adalah senjata rahasia khas andalan Hun-bong-siancu, dan kau, tak-lain-tak-bukan ialah Hun-bong-siancu yang namanya termasyhur di seluruh jagat itu,� sama sekali Sim Long tidak memberi kesempatan bagi Ong-hujin untuk menyangkal, segera ia menyambung pula, "Dan di kolong langit ini, kecuali dirimu tiada orang lain yang paham cara menggunakan Thian-hun-ngo-bian dan cara membuatnya, malahan melihatnya juga tidak pernah.�
"Oo ....� Ong-hujin bersuara heran. "Sebab orang yang pernah melihat Thian-hun-ngo-bian, kecuali dirimu dan Ca Giok-koan, yang lain sudah mati seluruhnya.�
"Apakah kau ingin melihat senjata rahasia khas itu?� tanya Ong-hujin. "Jika ingin, segera dapat kuperlihatkan padamu.�
Dia lantas mengakui dirinya sebagai pemilik Thian-hun-ngo-bian, yaitu Hun-bong-siancu. Ia maklum, di depan Sim Long tiada
gunanya menyangkal. Maka tertawalah Sim Long, jawabnya, "Mana kusanggup terima.�
"Baik, anggap ucapanmu memang benar, aku ini pemilik Thian-hun-ngo-bian, aku ini Hun-bong-siancu, tapi Hun-bong-siancu bukanlah istri Ca Giok-koan, hal ini juga sama diketahui oleh orang Kangouw.�
"Dengan sendirinya ini pun suatu rahasia,� kata Sim Long. "Jika Ca Giok-koan telah mendapatkan nama pujian sebagai Ban-keh-seng-hud (Buddha hidup khalayak ramai), dengan sendirinya ia tak mau mengaku telah memperistrikan Hun-bong-siancu, yang terkenal sebagai iblis perempuan nomor satu di dunia Kangouw. Sebagai seorang anak perempuan, sudah jelas engkau telah menikah dengan dia, tapi masih harus main sembunyi-sembunyi dan tidak dapat tampil di muka umum, hal ini dengan sendirinya membuat penasaran padamu, juga sesuatu yang tidak bisa ditahan oleh setiap anak perempuan.�
"Wah, pantas kebanyakan anak perempuan suka padamu, rupanya engkau memang sangat pintar menyelami perasaan anak perempuan ....� kata Ong-hujin dengan tertawa. Tapi jika benar aku tidak suka diperlakukan begitu, masa aku mau menikah dengan dia?�
"Meski tidak mau juga tak berdaya,� kata Sim Long. "Sebab waktu itu engkau benar-benar menurut dan tunduk kepada segala
kemauan Ca Giok-koan.�
"Apakah kau lihat aku ini seorang penurut?�
"Betapa kerasnya hati seorang anak perempuan pada suatu ketika juga akan menurut kepada seorang lelaki. Biarpun dia memandang sebelah mata terhadap lelaki lain, tapi dia akan tunduk lahir batin kepada seorang itu.�
"Hah, tampaknya kau anggap setiap anak perempuan di dunia serupa Cu Jit-jit saja.�
"Kau tahu, bila ingin Ca Giok-koan mengakui dirimu sebagai istrinya secara resmi, untuk itu harus membuat dia menjadi jago nomor satu di dunia. Tatkala mana tiada seorang pun berani membangkang lagi kepada perintahnya dan segala urusan pun tidak menjadi soal.�
"Kemudian?�
"Kalian suami-istri lantas mengatur rencana rahasia, lebih dulu segenap tokoh persilatan dipancing ke Wi-san dan dijaring sekaligus, habis itu Ca Giok-koan berusaha menipu dan mendapatkan segenap kitab pusaka kungfu perguruan tokoh-tokoh itu.�
"Hal, bagus sekali jalan pikiranmu,� ujar Ong-hujin. "Tapi untuk menguasai berbagai kungfu khas itu jelas sukar tercapai
dalam waktu singkat, maka terpaksa Ca Giok-koan pura-pura mati lalu kalian berdua mencari suatu tempat rahasia untuk berlatih selama sepuluh tahun, semua inti ilmu silat dari berbagai perguruan itu terhimpun menjadi satu pada diri kalian, dengan begitu siapa pula di dunia ini yang mampu menandingi kalian?�
"Jika begitu, mengapa sekarang ingin kubunuh dia?� tanya Ong-hujin. Sim Long menghela napas, tuturnya pula, "Soalnya Ca Giok-koan itu sungguh manusia berhati binatang. Dia tidak ingin ada orang lain membagi hasil dengan dia, maka sesudah kejadian di Wi-san, engkau juga akan dibunuhnya, sebab pada waktu itu kungfumu sendiri sudah di atasnya, jika giat berlatih sepuluh tahun lagi, yang akan menjadi jago nomor satu di dunia bukan dia melainkan kau.�
"Oo?!� Ong-hujin bersuara tak acuh. "Untunglah pada waktu itu ilmu silatnya bukan tandinganmu, maka meski engkau tesergap hingga terluka parah tetap tak dapat membinasakanmu. Selama belasan tahun ini nama Hun-bong-siancu telah lenyap dari dunia Kangouw juga lantaran inilah sebabnya.� Senyuman Ong-hujin tidak tertampak lagi pada wajahnya, ia diam sejenak, lalu bertanya, "Kemudian?�
"Karena gagal membunuhmu, terpaksa dia kabur dan bersembunyi selama belasan tahun lamanya, selama ini dengan sendirinya engkau sangat benci padanya, benci siang dan malam .... Sebab itulah setelah Koay-lok-ong muncul, orang pertama yang berpikir kemungkinan Koay-lok-ong ialah Ca Giok-koan dengan sendirinya juga dirimu. Dendam kesumat yang terpendam selama ini jika dia cuma kau bunuh begitu saja tentu tak terlampiaskan rasa bencimu, sebab itulah hendak kau siksa dia secara perlahan, supaya dia mati menderita dengan perlahan.� Ong-hujin tidak bicara, namun kedua tangannya yang terletak di
atas lutut kelihatan bergemetar. Mulutnya tidak bicara, tapi tangannya sudah bicara. Sim Long menyambung pula sambil memandang jari tangan orang yang gemetar itu, "Namun Koay-lok-ong sekarang, tidak dapat dibandingkan lagi Ca Giok-koan dahulu, untuk membunuhnya saja tidak gampang, apalagi hendak kau bikin dia mati perlahan, maka sejak munculnya Koay-lok-ong diam-diam engkau lantas mengatur segala apa yang perlu, tidak cuma tenaga manusia, engkau juga memerlukan biaya yang besar, karena itulah makam kuno itu ....�
"Sudah cukup, tidak perlu omong lagi,� bentak Ong-hujin mendadak. "Masih ada satu hal ....� pandangan Sim Long beralih ke arah Ong Ling-hoa dan sambungnya pula, "Urusan ini semula aku pun tidak berani memastikannya, baru ketika engkau tidak mau mengirimkan dia dengan alasan Koay-lok-ong kenal dia, aku jadi sangsi. Padahal sudah belasan tahun Koay-lok-ong mengasingkan diri, masa dia kenal anak muda yang baru berumur likuran, kecuali anak muda ini ialah anaknya.� Ong Ling-hoa melotot, matanya merah membara. Sim Long tersenyum, "Kecuali ayah semacam Koay-lok-ong, siapa pula yang dapat melahirkan anak seperti ini. Ayahnya gembong iblis, anak juga selisih tidak jauh, antara ayah dan anak ....�
"Siapa anaknya?� mendadak Ong Ling-hoa berteriak. "Engkau tidak suka mengaku ayah padanya?�
"Aku tidak punya ayah semacam itu,� jengek Ong Ling-hoa. "Haha, bagus, bagus sekali,� Sim Long bergelak tertawa. "Ayah tidak mengakui anaknya, anak juga tidak mau mengakui ayahnya, hanya ayah yang berhati kejam baru mempunyai anak yang berhati dingin begini.� Ong-hujin menatapnya hingga lama, mendadak ia tertawa nyaring, "Bagus, rupanya semuanya telah kau ketahui. Urusan ini mestinya juga akan kuberi tahukan padamu.�
"Oo? ....� Sim Long tertawa. "Engkau tidak percaya?� Ong-hujin menegas. "Masa aku tidak percaya?�
"Bagus, jika begitu, jadi kau mau pergi bukan?�
"Tentu saja mau, jika tidak kubantu menumpas dia, mana bisa kukawinimu, ke mana lagi akan kucari perempuan semacam dirimu
ini?� Ong-hujin menatapnya tajam, entah senang entah gusar, akhirnya ia menghela napas dan berucap hampa, "Ai, bicara kian kemari, tampaknya maksudmu baru akan menikah denganku setelah urusan sudah selesai, begitu bukan?�
"Tampaknya harus begitu,� kata Sim Long. "Jika demikian, cara bagaimana pula dapat kupercayaimu?�
"Engkau jangan lupa, aku pun seorang lelaki .... Di dunia ini mana ada lelaki yang tidak tergiur olehmu? Jika aku sudah terpikat, engkau tidak perlu khawatir lagi.� Ong-hujin menatapnya lagi, sorot matanya terkadang sayu, terkadang tajam menusuk seakan-akan menembus hati Sim Long. Akhirnya dia tertawa manis dan berucap, "Baik, akan kutunggu kepulanganmu.�
"Aku pasti akan pulang secepatnya, kau kira aku tidak ... tidak gelisah?� ujar Sim Long dengan tertawa. "Kupercaya engkau akan pulang selekasnya, di sini bukan cuma aku saja yang menunggumu, juga ada sahabatmu, pada hari kepulanganmu nanti kami pasti akan mengadakan pesta bagimu.� Bola mata Sim Long berputar. "Apakah sahabatku ... juga harus menunggu disini?"
"Ya, engkau jangan khawatir, pasti akan kuladeni mereka dengan baik,� kata Ong-hujin. "Dan jika engkau tidak pulang, mereka terpaksa ikut mati,� jengek Ong Ling-hoa. "Haha, bagus!� seru Sim Long mendadak. "Coba katakan, di mana Koay-lok-ong berada, cara bagaimana dapat kutemui dia?�
"Untuk apa terburu-buru, nanti, tiga hari lagi,� kata Ong-hujin. "Jika sudah ada keputusan begini, kenapa mesti menunggu lagi tiga hari?�
"Masa kau mau pergi begini saja?�
"Kan lebih cepat pergi juga lebih cepat pulang?� ujar Sim Long tersenyum. Ong-hujin berpikir sejenak, katanya kemudian dengan tertawa, "Baik, besok engkau boleh berangkat. Nah, Ling-hoa, lekas kau siapkan perbekalan seperlunya bagi paman Sim.�
"Jangan khawatir, cukup satu jam bagiku sudah dapat kusiapkan perbekalan paman Sim yang lebih mentereng daripada pangeran,� kata Ling-hoa dengan tertawa, serentak ia berbangkit dan tinggal pergi. "Perbekalan yang tidak kalah daripada pangeran?� gumam Sim Long. "Yang akan kau temui ialah Koay-lok-ong, dengan sendirinya engkau tidak boleh kelihatan rudin, terhadap orang miskin biasanya dia tidak sudi menggubris.�
"Tapi dalam perjalanan jauh ke luar perbatasan yang penuh gurun pasir, perbekalan yang terlalu banyak apakah tidak akan menjadi beban malah?�
"Mungkin engkau tidak perlu ke luar perbatasan,� kata Ong-hujin. "Oo ... memangnya dia tidak berada di luar perbatasan sana?� Ong-hujin termenung sejenak, "Apakah kau tahu di luar kota Lanciu ada sebuah Hin-liong-san?�
"Ya, pernah kudengar.�
"Pegunungan di sekitar Lanciu umumnya tandus, tidak ada tetumbuhan apa pun serupa sebuah bakpao belaka. Hanya Hin-liong-san ini saja rimbun dengan pepohonan dan dikelilingi sungai, boleh dikatakan sebuah gunung ternama di daerah barat-laut sana.�
"Apa sangkut pautnya antara Hin-liong-san dengan Koay-lok-ong?�
"Apakah kau tahu di puncak Hin-liong-san ada sumber air yang bernama Sam-goan-coan?�
"Mana aku bisa tahu?�
"Baik, akan kuberi tahukan padamu supaya kau tambah pengalaman. Air sumber Sam-goan-coan ini merembes keluar dari
celah-celah batu padas, yang satu kanan yang lain kiri.�
"Jika cuma dua lubang sumber air, kan seharusnya bernama Ji-goan (dua unsur), mengapa disebut Sam-goan (tiga unsur)?� tanya Sim Long. "Ai, ceritaku kan belum habis, dengarkan dulu,� omel Ong-hujin dengan lirikan genit. "Mula-mula kedua sumber air ini mengalir masuk ke sebuah kotak air, kotak ini ada tiga lubang kecil, air sumber mengalir keluar dari kotak batu ini ke dalam sebuah kolam kecil berbentuk setengah bulan, kemudian mengalir lagi dari ujung sepotong batu yang berbentuk serupa naga ke dalam kotak batu yang lain, dari lubang kotak batu ini akhirnya air mancur ke dalam kolam lagi ....�
"Ah, ruwet benar,� gerutu Sim Long. "Meski ruwet, tapi setelah mengalami beberapa kali saringan, akhirnya air kolam menjadi jernih sebagai kaca, bahkan harum dan manis, boleh dikatakan merupakan sumber air nomor satu di daerah barat laut sana.�
"Ada sangkut paut apa pula antara sumber air dengan Koay-lok-ong?�
"Tentu ada sangkut pautnya, kalau tidak untuk apa kuceritakan,� kata Ong-hujin. "Orang Kangouw cuma tahu dia gemar minum arak dan tidak tahu dia mempunyai kegemaran lain.�
"Gemar minum teh?� tukas Sim Long. "Betul,� jawab Ong-hujin. "Dahulu waktu dia masih tinggal bersamaku, setiap tahun dia pasti pergi ke Kim-san untuk mengambil air sumber yang terkenal di sana guna menyeduh teh. Malam hari dia minum arak, pagi hari dia minum teh. Sering kali dia tinggal sampai setengah bulan lebih di sana, selama tinggal di sana dia tidak mau pusing terhadap urusan apa pun.�
"Dengan sendirinya sekarang dia tidak mampu minum teh lagi ke Kim-san.�
"Ya, makanya dia terpaksa mencari jalan lain walaupun tidak sebaik Kim-san,� tutur Ong-hujin. "Telah kudapatkan berita yang meyakinkan bahwa setiap tahun antara musim semi dan panas dia pasti masuk ke dalam Kwan (gerbang tembok besar yang zaman dulu dianggap sebagai perbatasan) dan mengunjungi Hin-liong-san, di sana dia mengambil air sumber untuk menyeduh teh, sebab ada peralihan antara musim panas dan semi itulah air sumber terlebih manis, pula air sumber tidak boleh terlalu jauh meninggalkan gunung, kalau tidak, rasa airnya akan berubah kadarnya.�
"Hah, tak tersangka dia seorang yang suka kenikmatan juga,� ujar Sim Long. Ong-hujin seperti tidak mendengar ucapannya itu, sambungnya pula, "Setelah kudapatkan berita itu segera kucari dua orang kepercayaan dan kukirim ke Hin-liong-san. Apakah dapat kau terka siapa kedua orangku itu?�
"Tidak dapat kuterka siapa mereka, tapi dapat kupastikan satu di antaranya pasti ahli menyeduh teh dan yang lain mungkin ahli mengilang arak.�
"Engkau sungguh pintar, sekali diberi tahu lantas tahu semuanya,� kata Ong-hujin dengan tertawa, lalu sambungnya, "Satu di antara kedua orang itu bernama Li Teng-liong, asalnya dia keturunan keluarga hartawan, tapi sekarang sudah jatuh miskin.�
"Ya, pada umumnya anak keluarga hartawan sama ahli minum teh,� ujar Sim Long. "Tapi dia cuma ahli merasakan kualitas sesuatu jenis teh dan tidak mahir menyeduh teh.�
"O, lantas ....�
"Tapi dia mempunyai seorang istri muda kesayangan,� sambung Ong-hujin, "namanya Jun-kiau, perempuan inilah ahli menyeduh teh. Kau tahu, untuk menyeduh selain diperlukan air sumber yang bagus, lamanya teh dimasak juga memegang peranan. Bahkan teko, kayu, segala peralatannya pun perlu dipelajari.�
"Wah, tampaknya Hujin sendiri juga ahli dalam hal ini,� kata Sim Long dengan tertawa. "Nanti kalau engkau pulang, tentu kubawa ke Kim-san untuk menikmati kehidupan surga di sana, tatkala mana baru kau tahu apakah aku mahir menyeduh teh atau tidak.�
"Tapi aku tidak pergi ke sana, sebab engkau sudah pernah menemani orang lain di sana.�
"Ai, jadi engkau juga suka minum cuka?�
"Sebelum minum teh boleh juga minum cuka dulu,� Sim Long tertawa. Karena di dalam ruangan sudah tidak ada orang lain, entah sejak kapan Ong-hujin telah berada dalam pangkuan Sim Long, anak muda itu seperti sudah rada mabuk .... Jika tadi Ong-hujin serupa paduan antara perawan suci dan perempuan jalang, maka sekarang sebagian yang perawan suci itu entah sudah hilang ke mana. Dengan jari-jemarinya yang halus lentik ia membelai perlahan rambut di pelipis Sim Long, tuturnya
pula dengan lembut, "Seorang lagi bernama Coh Bin-kim, dia mahir mengilang arak, juga mahir mencampur arak. Dia sanggup
mencampur berbagai jenis arak menjadi semacam arak yang sangat sedap.�
"Wah, agaknya orang ini pun seorang penikmat!� ujar Sim Long tertawa. "Dengan honorarium besar kusewa kedua orang ini dan kutugaskan mereka ke lereng pegunungan Hin-liong-san dan membuka sebuah taman hiburan Koay-hoat-lim di sana, di dalam Koay-hoat-lim ini selain ada macam-macam objek wisata yang menarik juga tersedia arak paling terkenal, selain itu dengan sendirinya ada pula puluhan gadis cantik dari daerah Kanglam yang mempertunjukkan nyanyi dan tari untuk menghibur tetamu. Dengan sendirinya, bilamana perlu mereka pun sanggup melakukan tugas tambahan yang lain.�
"Haha, bagus melulu taman hiburan Koay-hoat-lim ini saja sudah cukup memancing kedatangan Koay-lok-ong, apalagi araknya dan gadisnya, tentu saja terlebih cocok dengan seleranya,� seru Sim Long dengan tertawa. "Ya, maka pada musim rontok tahun yang lalu ia sudah pernah masuk ke dalam Kwan satu kali dan tinggal selama setengah bulan di Koay-hoat-lim, tampaknya merasa berat untuk tinggal pergi lagi.�
"Wah, jika aku pun pergi ke sana, bisa jadi aku juga akan lengket disana,� ujar Sim Long. "Engkau takkan lengket di sana, sebab di sana tidak terdapat diriku,� kata Ong-hujin dengan senyuman memikat. Lalu untuk sejenak di dalam rumah tidak terdengar sesuatu suara apa pun. Kemudian Ong-hujin berkata lagi dengan perlahan, "Sepuluh hari lagi dapatlah kau lihat dia.�
"Sepuluh hari?� Sim Long menegas. "Wah, selama sepuluh hari pasti akan terasa panjang sekali bagiku.�
"Dan engkau mesti ingat, sebutan Koay-hi-ong (raja gembira), Koay-lok-ong (raja girang), Koay-hoat-ong (raja senang) dan sebagainya adalah nama pemberian orang kepadanya, pada waktu engkau berjumpa dengan dia jangan sekali-kali kau sebut dia dengan julukan demikian,� pesan Ong-hujin. "Lantas harus kusebut apa kepadanya? Apakah kusebut dia Locianpwe .... Aduh ....� Mendadak Sim Long menjerit, jeritan serupa orang digelitik, setiap orang yang berpengalaman tentu tahu apa yang terjadi ....
*****
Sepanjang jalan seratusan li dari kota Lanciu menuju ke Hin-liong-san, sejauh mata memandang hanya tanah tandus belaka, meski lagi musim semi juga tidak kelihatan pemandangan indah sedikit pun. Tapi ketika dekat dengan kaki gunung Hin-liong itu, mendadak pemandangan alam berubah sama sekali, di mana-mana kelihatan pepohonan menghijau permai, segenap keindahan musim semi seolah-olah terkumpul seluruhnya di sini. Di sebelah barat Hin-liong-san ada lagi sebuah gunung dengan nama
Ji-in-san, di tengah kedua gunung itu ada sebuah sungai, secara alamiah terbentuk menjadi sungai yang memisahkan kedua gunung, untuk pelintasan sungai terdapat sebuah jembatan gantung dengan nama In-liong-kio atau jembatan naga di tengah awan. Dan Koay-hoat-lim atau hutan gembira, yang dijadikan taman hiburan itu terletak di lereng kedua gunung itu. Sebuah kebun luas dengan pemandangan alam yang permai. Sungai kecil tersebut menebus tengah taman diapit pepohonan Yangliu di tepi kanan kiri. Kecuali pepohonan yang rimbun hampir tidak terlihat sesuatu lagi di taman luas ini, tapi bilamana berjalan menyusuri pepohonan Yangliu di tepi sungai, dapatlah terlihat ada jembatan gantung serta beberapa ujung rumah yang menongol di balik pepohonan sana. Waktu itu menjelang senja. Dua gadis cilik dengan berseri-seri sambil bernyanyi kecil lagi turun dari jalan setapak dari lereng sana. Tangan mereka membawa cerek keramik kecil berbentuk antik, cerek itu berisi air sumber yang baru diambilnya dari mata air sana. Mereka memakai baju merah, wajah mereka yang berseri juga
bersemu merah, sorot mata mereka bersinar, tampaknya sangat bergairah oleh karena ada sesuatu urusan yang istimewa. Kerlingan mata gadis yang sebelah kiri serupa Jun-sui (air musim semi), dan mata gadis sebelah kanan serupa Beng-cu (mutiara). Si Jun-sui mendadak berhenti bernyanyi, lalu menggigit bibir dan tersenyum seperti lagi memandang cahaya senja yang indah dikejauhan, tapi sebenarnya apa pun tidak terlihat olehnya. Beng-cu meliriknya sekejap, katanya dengan tertawa, "Setan cilik, kutahu apa yang sedang kau pikirkan.�
"Oo, memangnya engkau ini cacing pita di dalam perutku?� sahut Jun-sui. Mendadak Beng-cu mengilik-ngilik pinggang Jun-sui sehingga Jun-sui tertawa geli sampai menungging, serunya dengan napas terengah, "Ampun Cici yang baik.�
"Boleh juga kuampuni, tapi harus kau bicara terus terang, kau memikirkan dia, bukan?�
"Dia ... dia siapa?� sahut Jun-sui sambil berkedip-kedip. "Setan cilik, berani berlagak tidak tahu? ....� tangan Beng-cu lantas menggelitik lagi sehingga Jun-sui kembali menggeliat-geliat pula. "Ampun, Cici, aku tidak berani lagi ....� teriak Jun-sui. "Kutahu si dia yang dimaksudkan Enci Beng-cu adalah ... adalah Kongcu yang baru datang pagi tadi itu.�
"Nah, coba katakan lagi, kau pikirkan dia bukan?� tanya Beng-cu pula. "Ya ... ya, tang ... tanganmu ....� keluh Jun-sui.
"Karena sudah mengaku, baiklah kuampunimu,� kata Beng-cu sambil menarik tangannya. Jun-sui masih terengah, mukanya merah serupa cahaya senja. Ia menaruh teko di tanah dan berduduk di tepi jalan dengan tubuh lemas. Sambil meliriknya Beng-cu berkata pula, "Setan cilik, melihat tingkah lakumu ini, tentu hatimu tergelitik dan lagi berahi bukan?�
"Gara-garamu,� omel Jun-sui dengan menggigit bibir. "Tanganmu ....�
"Tanganku kenapa, jika tangannya kan ....� mendadak muka Beng-cu sendiri menjadi merah juga. "Kongcu itu .... Ai, anak perempuan mana yang tidak kepincuk padanya, asal pernah melihat dia sekejap, anak perempuan mana yang dapat melupakan dia ....� Jun-sui bicara seperti mengeluh, tapi mata terbelalak seperti lagi mimpi. Lalu ucapnya pula seperti lagi mengigau, "Terlebih senyumnya itu .... Ai, Enci Beng-cu, apakah kau perhatikan senyumnya, aku menjadi tidak ... tidak bernafsu makan.�
"Tapi ... tapi aku tidak memerhatikan senyumnya,� kata Beng-cu. "Ah, dusta ....� ujar Jun-sui. "Pada waktu kau tuangkan teh baginya, dia memandangimu dengan tersenyum, hampir saja cangkir teh terlepas dari tanganmu, memangnya kau kira aku tidak tahu?� Muka Beng-cu tambah merah, "Setan kau ....�
"Ah, kenapa mesti malu? Lelaki semacam dia, jangankan kita, sampai bibi Jun-kiau kita yang sudah berpengalaman juga terpikat melihat dia.� Akhirnya Beng-cu tertawa juga, "Ya, tampaknya dia ingin ... ingin mencaploknya bulat-bulat, kulihat Li-toasiok (paman Li) kita menahan gusar dengan muka masam.�
"Sebelum kulihat dia,� demikian Jun-sui bergumam, "sungguh aku tidak percaya di dunia ini ada lelaki menyenangkan begini.
Senyumnya, matanya, sikapnya yang kemalas-malasan seakan-akan segala urusan tidak menjadi soal baginya ... semua itu, asooi!� Beng-cu menghela napas, "Cuma sayang orang sudah ada yang punya.�
"O, maksudmu nona yang bernama Hiang apa itu?� tanya Jun-sui. "Ya, namanya Ci-hiang,� kata Beng-cu. "Huh,� Jun-sui mencibir, "mana dia setimpal baginya. Coba kau lihat mulutnya itu, sepanjang hari terus moncong melulu seperti dia paling cantik sendiri. Padahal, melihatnya saja aku mual.�
"Tapi dia memang ... memang ayu ....�
"Ayu apa, paling banyak juga cuma siluman rase ....� mendadak ia berdiri dengan pinggang meliuk. "Padahal dalam hal apa kita lebih asor daripada dia? Terutama ... terutama pahamu, kutanggung sekali pandang saja dia pasti akan semaput.�
"Setan alas, kapan pernah kau lihat pahaku?� omel Beng-cu dengan muka merah. "Pernah, waktu kau mandi,� tutur Jun-sui dengan terkikik, "diam-diam aku mengintip dari luar, kulihat engkau sedang ... sedang ....Wah, bentukmu itu sungguh sangat menarik.� Beng-cu mengomel sambil menubruk maju, cepat Jun-sui angkat teko tadi dan lari. Maka terjadilah kejar-mengejar dengan cepat, namun air dalam teko tidak tercecer setetes pun.
*****
Pada saat itu juga di bawah pepohonan yang rimbun di kaki bukit sana juga ada seorang perempuan dan seorang lelaki sedang kasak-kusuk, suara bicara mereka sangat lirih, seperti khawatir didengar orang lain. Lelaki itu berusia 40-an, namun dandanannya serupa anak muda berumur likuran, pakai baju panjang warna biru safir dengan ikat kepala warna yang sama, malahan ikat kepala biru dihiasi sepotong batu zamrud, pakai ikat pinggang tali sutra hijau dan pada ikat pinggang tergantung sebuah pot tembakau dengan pipanya, perawakannya jangkung dengan raut muka yang lonjong, matanya setengah tertutup dan berulang-ulang menguap serupa orang yang selalu mengantuk. Yang perempuan juga sudah setengah baya namun tetap kelihatan cantik menarik, mata alisnya selalu memperlihatkan kerlingan yang memabukkan lelaki. Di bawah cahaya senja dia kelihatan sangat cantik, kecantikannya inilah senjata yang selalu dipupuknya untuk melayani lelaki. Matanya
yang jalang kelihatan sedang melirik kian kemari, ingin tahu apakah di sekitarnya ada orang mengintip atau tidak. Lelaki itu masih terus menguap, katanya kemalas-malasan, "Orang lagi kantuk dan ingin tidur sebentar, sengaja kau seret ke sini, kitakan suami-istri resmi, memangnya perlu semokel dan main di sini?� Meski muka si perempuan tidak merah, tapi sengaja bersikap malu-malu genit, omelnya, "Cis, siang dan malam yang kau pikirkan selalu urusan begituan melulu.�
"Eh, apa jeleknya urusan ini?� ujar si lelaki sambil memicingkan mata dengan tertawa. "Bukankah kau pun selalu minta, semalam juga ....�
"Sudahlah, Tuanku, orang lain kelabakan setengah mati, kau sengaja bergurau malah?� gerutu si perempuan. "Apa yang membuatmu kelabakan?� tanya si lelaki. "Hendaknya kau ingat, sekarang engkau bukan lagi tuan muda yang dapat berbuat sesukamu, tapi apa yang kita makan, minum dan pakai, semuanya berkah orang lain.�
Jilid 26
"Tapi hidup kita kan juga tidak jelek,� ujar si lelaki dengan tertawa. "Justru tidak jelek, maka aku merasa khawatir,� ujar si perempuan. "Coba kau pikir, untuk apa bocah she Sim itu datang kemari? Jauh-jauh dia datang ke sini apakah cuma untuk pesiar saja?� Lelaki itu menguap lagi dan berkata, "Masa tidak boleh datang main-main saja?�
"Ai, engkau ini sungguh tuan muda yang linglung,� omel siperempuan. "Jika aku tidak linglung masakan bisa kecantol padamu?� kata silelaki dengan tertawa. "Huh, kalau engkau tidak linglung, mana bisa harta kekayaan keluargamu sebanyak itu kau ludeskan begitu?� kata si perempuan. "Masa engkau belum lagi tahu bahwa kedatangan bocah she Sim ini adalah atas suruhan Ong-hujin agar mengambil alih pengelolaan Koay-hoat-lim ini? Sebab itulah ketika kita tanya dia untuk keperluan
apa dia datang kemari, bukankah dia menjawab dengan tidak jelas dan pakai alasan yang sukar dimengerti.� Agaknya si lelaki jadi melengak, lalu berkata pula, "Ah, kukira tidak segawat itu ....�
"Memangnya sudah kau lupakan kehidupan kita yang menderita selama beberapa tahun itu, mungkin kau lupa, tapi aku tidak, aku pun tidak ingin mengulangi hidup susah lagi,� kata si perempuan dengan gemas. "Jika dia datang untuk membikin periuk nasi kita pecah berantakan, betapa pun harus kita kerjai dia.�
"Ah, tidak, mana bisa jadi begitu, tampaknya orang she Sim itu bukanlah manusia demikian,� ujar si lelaki. "Huh, jika kau pintar menilai orang, tentu dahulu engkau tidak tertipu,� kata si perempuan. "Pokoknya kalau tidak kau cari akal untuk menghadapi dia, terpaksa aku harus berdaya.� Kembali si lelaki menguap sehingga ingus dan air mata sama merembes keluar, cepat ia mengeluarkan pipa tembakaunya untuk udut, lalu berkata, "Baiklah, sayang! Jika kau mau cari akal untuk
menghadapi dia, silakan cari saja. Apa pun yang akan kau lakukan aku tentu setuju, asal saja jangan kau bikin kupakai topi hijau (lelaki yang bininya menyeleweng disebut memakai topi hijau).�
"Ai, dasar!� omel si perempuan sambil mencolek dahi si lelaki. Setelah udut, agaknya semangat si lelaki lantas pulih kembali, mendadak ia merangkul pinggang si perempuan dan diciumnya, lalu direbahkan di tanah terus hendak melaksanakan tugas. Perempuan itu meronta dan berteriak, "Oo, tidak, jang ... jangan disini.� Di mulut bilang jangan tapi belum disuruh sudah lantas ambil posisi. Pada saat itulah mendadak terdengar suara ngikik tawa orang. Cepat perempuan itu mendorong si lelaki dan berkata, "Beng-cu dan Jun-sui datang, lekas bangun!� Dengan terengah lelaki itu berkata, "Memangnya kenapa jika kedua genduk itu datang kemari? Mereka kan sudah pernah melihat juga adegan begini. Ayolah ... lekas ....� Tapi dengan gesit seperti ular, perempuan itu memberosot keluar dari rangkulan si lelaki. Rupanya Jun-sui dan Beng-cu juga sudah melihat mereka, keduanya tidak kejar-mengejar lagi. Sambil membetulkan gelung rambutnya si perempuan tadi lantas muncul dari dalam hutan, bentaknya, "Budak gila, suruh kalian mengambil air, kalian keluyuran ke mana saja, baru pulang sekarang?�
"Bibi Jun-kiau, soalnya Enci Beng-cu mengusik saja sepanjang jalan,� segera Jun-sui mengadu. "Wah, setan cilik, malah aku yang dituduh mengusiknya,� seru Beng-cu. "Dia sendiri sepanjang jalan terus omong yang tidak-tidak, katanya ....�
"Katanya apa?� tiba-tiba tuan muda Li-siauya muncul dari dalam hutan dengan muka masam. "O, tidak ....� cepat Beng-cu menunduk sambil melelet lidah. "Lekas menyeduh teh,� kata Li-siauya pula. Jun-sui mengedipi Beng-cu, "Kutahu sebab apa Li-siauya marah, soalnya kita telah mengacaukan ....� Belum lanjut ucapannya ia terus berlari pergi sambil tertawa ngikik. Setelah melintasi hutan dan menyeberangi sebuah jembatan kecil, tertampak tiga buah rumah dengan dinding papan hijau dan kerai bambu yang menutupi jendela, di balik kerai lamat-lamat sudah ada cahaya lampu. Pintu tertutup, tiada sesuatu suara di dalam. Setiba di sini langkah Jun-sui dan Beng-cu lantas dibikin perlahan. Sambil menggigit bibir Jun-sui mendesis sambil menatap daun pintu, "Coba lihat, santap malam saja tidak makan lantas menutup pintu, apa saja yang mereka lakukan di dalam?�
"Ya, sungguh berengsek,� omel Beng-cu dengan muka merah. "Jangan kau maki dia, jika engkau yang menemani Sim-kongcu,
mungkin pintu akan kau tutup terlebih dini,� ujar Jun-sui dengan tertawa. "Dan kalau aku, bisa jadi tiga-hari-tiga-malam tanpa membuka pintu juga tidak menjadi soal.�
"Setan cilik, masakah nasi pun tidak kau makan?� omel Beng-cu sambil terkikik. "Makan nasi? Apa artinya makan nasi?� jawab Jun-sui sembari mendekati pintu dengan langkah perlahan. "He, setan cilik, kau ... kau mau apa? Ingin mengintip?�
"Ssst,� Jun-sui memberi tanda jangan bersuara. "Jangan keras-keras, coba kau pun melihatnya.� Muka Beng-cu tambah merah, "Tidak, aku tidak mau!� Di mulut dia bilang tidak mau, tapi kakinya lantas melangkah kedekat jendela. Sekonyong-konyong pintu terbuka. Seorang pemuda tampan berbaju ringan dan berkasut tipis muncul sambil menyapa, "Ah, kukira kucing, rupanya kedua nona.� Seketika Jun-sui dan Beng-cu melongo, tubuh kaku, mata juga kaku, mereka berdiri seperti patung dan memandang lurus padanya. "Tentu kalian lelah menimba air, apakah perlu kubantu,� tanya pula si Kongcu muda dengan tertawa. "O, ti ... tidak perlu, banyak terima kasih Sim-kongcu.� jawab Beng-cu dengan tergagap. "Bila makan malam sudah siap, harap nona suka memberi tahu,� kata Sim-kongcu itu. Beng-cu mengiakan, mendadak ia membalik tubuh terus lari secepat terbang. Dengan sendirinya Jun-sui ikut lari, sesudah sekian jauhnya baru Jun-sui bertanya, "Kenapa kau lari?�
"Aku tidak ... tidak tahan,� jawab Beng-cu. "Ia pandang diriku begitu rupa, bila terpandang sekejap lagi, tentu aku akan semaput.�
"Mendingan engkau masih dapat bicara dengan dia, aku justru tidak sanggup bersuara sama sekali,� ujar Jun-sui. "Kau baru akan semaput, aku ... aku boleh dikatakan sejak tadi sudah semaput.� Sim-kongcu yang disebut mereka itu dengan sendirinya ialah Sim Long. Dengan tersenyum Sim Long memandangi kepergian kedua genduk kenes itu. Ia merapatkan pintu lagi, maka di dalam rumah hanya tinggal dia dan Ci-hiang yang berbaring di tempat tidur sana. Ci-hiang sudah bersolek dengan lebih cantik. Dandanannya sangat serasi, bajunya lunak dan enak dipakai, sikapnya yang kemalasan serupa seorang Siocia, seorang putri atau nyonya muda keluarga hartawan, siapa pun pasti tidak menyangka dia hanya seorang genduk, sampai dia sendiri seolah-olah juga melupakan hal ini. Saat itu, jari kakinya yang dicat warna merah dari getah bunga mawar itu sedang menggoda seekor kucing kecil berbulu putih tebal, kucing Persi yang meringkuk di ujung tempat tidur. Mata Ci-hiang juga serupa mata si kucing lagi menatap Sim Long, tiba-tiba ia berkata dengan menghela napas, "Ai, apakah kau tahu aku hampir gila lantaran dirimu.�
"Oo, sebab apa?� jawab Sim Long. "Sebab ... sebab engkau sungguh seorang lelaki yang maha aneh.�
"Aku sendiri merasa diriku sangat normal, dimana letak keanehanku?�
"Jika engkau tidak aneh, di dunia ini tentu tidak ada orang aneh lagi.�
"Di mana keanehanku? Hidungku tumbuh kurang benar? Atau mataku juling? Atau alisku tumbuh di bawah mata? Atau ....�
"Hidungmu tidak aneh, matamu juga tidak aneh, cuma hatimu ....�
"Di mana letak keanehan hatiku?�
"Jika hati manusia semuanya terjadi dari daging, hanya hatimu terbuat dari baja.�
"Dari mana datangnya baja? Ah, barangkali ada bandul timbangan yang kutelan?�
"Jika hatimu bukan terbuat dari baja, mengapa pada waktu berangkat sama sekali engkau tidak memberi tegur-sapa kepada
nona Cu, sungguh aku berduka baginya.�
"Jika toh harus berpisah untuk apa menyapanya? Biarlah tegur-sapa ini kusimpan saja sampai pulang nanti, bukankah akan lebih baik?� Ci-hiang berkedip-kedip, katanya dengan tertawa, "Baiklah, anggap cukup baik alasanmu. Tapi ... tapi sepanjang jalan ini engkau selalu berduduk saja di dalam kereta, melongok sekejap keluar saja tidak. Jika hatimu bukan terbuat dari baja, masa kau tahan?�
"Jika kulongok keluar jendela, bila kebetulan melihat orang yang ada sangkut pautnya denganku, mungkin aku takkan jadi datang ke sini, maka terpaksa aku tidak melongok keluar.�
"Baik, anggap kau benar, tapi ... tapi sepanjang jalan aku tidur disampingmu, dan engkau sama sekali tidak tergerak, apa lagi hatimu kalau bukan terbuat dari baja? Atau mungkin terbuat dari batu?�
"Jika aku tidak bergerak, engkau saja yang bergerak kan sama saja,� ujar Sim Long dengan tertawa. Maka Ci-hiang menjadi merah, "Apa gunanya aku bergerak, sialan .... Engkau serupa orang mampus saja, bahkan ... bahkan tidak bisa
membandingi kucing ini.� Waktu jari kakinya menyungkit perlahan, benar juga kucing itu bersuara "meong� terus melompat ke dalam pangkuannya. "Nah, coba lihat, mengapa engkau tidak meniru kucing ini?� kata Ci-hiang. "Wah, mana boleh kutiru dia? Kucing ini kan betina?� ujar Sim Long dengan tertawa. Serentak Ci-hiang melompat bangun dan menatap Sim Long dengan
mendongkol. Sampai sekian lama ia melotot, akhirnya ia menghela napas panjang dan menggerutu, �Wahai Sim Long, orang macam apakah dirimu ini, sungguh aku tidak mengerti.�
"Sampai aku sendiri pun tidak mengerti, tentu saja engkau terlebih tidak mengerti,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Ai, orang seperti dirimu ini, sungguh aku tidak tahu mengapa Hujin dapat memercayaimu.�
"Yang tidak dipercayai dia seharusnya dirimu,� kata Sim Long. "Huh, jangan kau bicara demikian, memangnya engkau benar
menyukai dia? Hm, aku tidak percaya. Engkau lagi berdusta padanya. Pada suatu hari tentu akan kubongkar kepalsuanmu.�
"Jika dia yang menipuku, apakah kau mau membongkar kepalsuannya?�
"Dia menipumu dalam hal apa?�
"Coba jelaskan. Duta Koay-lok-ong yang banci itu kan sudah jelas kabur dengan menggondol Pek Fifi, mengapa dia tetap bilang sibanci masih dipenjarakan olehnya? Memangnya dia sengaja menghendaki si banci membongkar rahasiaku di depan Koay-lok-ong, bukankah maksud tujuannya hanya ingin supaya aku bertempur mati-matian dengan Koay-lok-ong?� Air muka Ci-hiang ternyata tidak berubah, tuturnya dengan tenang, "Caramu berpikir ternyata sangat lucu, namun engkau telah salah
duga.�
"Di mana letak salah dugaku?� tanya Sim Long. "Bukanlah engkau orang yang pintar? �
"Orang pintar terkadang juga bisa keblinger.�
"Kau tahu meski benar si banci itu sudah kabur, tapi Hujin tidak berdusta padamu, ia bilang si banci pasti takkan bertemu dengan Koay-lok-ong untuk selamanya, hal ini memang benar.�
"Jika dia berhasil kabur, masakah tidak dapat bertemu dengan Koay-lok-ong?�
"Orang yang kabur kan juga bisa mati?�
"O, maksudmu si banci sudah keracunan dan sebelum bertemu dengan Koay-lok-ong dia akan mati lebih dulu serupa orang-orang
yang baru tiba di Jin-gi-ceng dan segera mati itu?�
"Jadi engkau sudah paham sekarang?�
"Aku tetap tidak paham,� ujar Sim Long. "Mengapa ia membiarkan Pek Fifi ikut dibawanya ke tempat Koay-lok-ong, memangnya dia sengaja menggunakan "Bi-jin-keh" (akal wanita cantik) untuk meruntuhkan Koay-lok-ong?�
"Bisa jadi begitu,� ujar Ci-hiang. Kembali Sim Long menghela napas, "Cuma kasihan pada Pek Fifi, dia sebenarnya seorang anak perempuan suci bersih.� Mendadak mata Ci-hiang terbelalak. "Kau suka padanya?�
"Tidak boleh kusuka padanya?�
"Boleh ... boleh ....� mendadak Ci-hiang tertawa nyaring hingga terpingkal-pingkal. Sim Long tersenyum, katanya, "Kutahu kalian tidak percaya kepada siapa pun, sampai Coh Bin-kim dan Li Ting-liong suami-istri yang bekerja bagimu juga tetap kalian kelabui, mereka sama sekali tidak tahu untuk apa kudatang kemari, bahkan mereka sendiri tidak tahu untuk apa mereka datang ke sini.�
"Jika mereka tahu, siapa yang berani menjamin mereka takkan membocorkan rahasia Koay-hoat-lim kepada Koay-lok-ong?� kata Ci-hiang. "Lebih-lebih si Jun-kiau itu .... Hm, perempuan semacam itu, siapa yang percaya padanya pasti celaka.�
"Dirimu bagaimana?� tanya Sim Long. "Boleh coba kau terka,� jawab Ci-hiang dengan tersenyum manis. "Kurasa ....� belum lanjut ucapan Sim Long, mendadak ia melompat ke pintu sambil menarik daun pintu. Benar juga, Jun-kiau yang setengah baya itu ternyata berdiri di luar pintu ....
*****
Rupanya makan malam sudah siap. Santapan malam yang padat, araknya juga pilihan. Coh Bin-kim memang ahli pencampur arak. Pada waktu mencampur arak, sikapnya secermat tabib sakti yang sedang memegang nadi pasiennya, seluruh perhatiannya tercurah ke dalam cawan arak. Dandanannya sangat sederhana, rambutnya juga tidak teratur. Bila ia berdiri di samping Li Ting-liong, tentu orang akan mengira dia adalah pesuruh tuan muda Li kita. Namun wajahnya tetap dingin, wajah yang tidak ada senyuman itu kelihatan angkuh, jika melulu melihat wajahnya, orang tentu mengira Li Ting-liong adalah budaknya. Sim Long memandangnya tertawa, katanya, "Sebelum bertemu, sungguh tak kusangka Anda adalah orang semacam ini. Akupun mempunyai seorang teman tukang minum, dia sama sekali berbeda daripada Anda.�
"Aku bukan tukang minum,� kata Coh Bin-kim dengan ketus. "Oo?!� melengak juga Sim Long. Li Ting-liong lantas menukas, "Meski Coh-heng ini ahli mencampur arak, tapi selain mencicipi pada waktu mencampur, biasanya sama sekali dia tidak suka minum.�
"Jika Coh-heng tidak suka minum arak, mengapa suka mencampur arak?� tanya Sim Long dengan geli. "Minum arak dan mencampur arak adalah dua hal tersendiri,� jawab Coh Bin-kim dingin. "Minum arak hanya main-main saja, mencampur arak adalah seni. Bila dapat mencampur beberapa macam arak jelek menjadi minuman enak, itulah pekerjaan yang menyenangkan. Hal ini sama halnya seorang pelukis mengatur warna lukisannya. Bilakah Anda pernah melihat seorang pelukis makan lukisan buah karya
sendiri?� Sim Long tercengang juga oleh komentar orang, ia berkeplok tertawa dan berkata, "Haha, ucapan bagus, perumpamaan yang tepat!�
"Dia memang seorang ajaib,� tukas Jun-kiau mendadak sambil tertawa nyekikik. Pada waktu minum arak Li Ting-liong tampak sangat bersemangat, ia angkat cawan ke kanan dan ke kiri tanpa berhenti, sama sekali tidak dilihatnya bahwa kaki Jun-kiau telah menyelonong ke atas kaki orang "ajaib� ini. Namun Sim Long dapat melihatnya. Selain minumnya cepat, cara menuang Li Ting-liong juga tidak kurang cepatnya, dengan sendirinya ia terlebih tidak tahu bahwa sebelah tangan Jun-kiau telah menggerayangi tangan Sim Long di bawah meja. Hal ini telah dilihat oleh Ci-hiang, mendadak ia mendengus, "Hm, sungguh sayang.�
"Sayang apa?� Jun-kiau berlagak ingin tahu. "Sayang seorang hanya dilahirkan dengan dua tangan dan dua kaki, sungguh terlalu sedikit,� kata Ci-hiang,�"Umpama dirimu, nona Jun-kiau. Jika ... jika engkau dilahirkan dengan empat tangan dan empat kaki, wah, alangkah senangnya.� Betapa tebalnya kulit muka Jun-kiau tidak urung merah juga. Ci-hiang mendengus pula, "Nona Jun-kiau, mengapa mukamu menjadi merah? Ah, jangan-jangan mabuk? .... Ya, pasti sudah waktunya kita angkat kaki!� Segera ia menarik Sim Long dan diajak keluar. Sim Long menggeleng kepala dengan tertawa sesudah di luar, "Meng ... mengapa ....�
"Jangan lupa, saat ini aku menyamar sebagai binimu,� kata Ci-hiang. "Apakah bini tua atau bini muda aku harus bertindak demikian, kalau tidak kan tidak cocok lagi?�
"Untung aku tidak menikahimu benar-benar,� ujar Sim Long sambil menyengir. Dan begitu Sim Long dan Ci-hiang angkat kaki seketika Jun-sui lantas mengomel, "Huh, rase garang, tentu dia tidak sabar menunggu lagi!� Wajah Jun-kiau yang merah berubah menjadi masam, dampratnya, "Siapa suruh kau banyak mulut? Ayo lekas membawa Li-siauya pulang ke kamar.� Jun-sui memicingkan sebelah mata dan berucap, "Malam ini Siauya tentu takkan mendusin lagi, bibi jangan khawatir.� Lalu ia tarik Beng-cu, keduanya pergi dengan memapah Li Ting-liong. "Setan ... setan alas� omel Jun-kiau. Makiannya ternyata bernada
genit dan menggiurkan, rupanya makiannya itu selain ditujukan kepada Jun-sui juga dialamatkan kepada Coh Bin-kim. Sembari memaki ia pun menjatuhkan diri dalam pangkuan orang she Coh itu. Tapi Coh Bin-kim hanya memandangnya dengan dingin serupa orang yang tidak dikenalnya. "Apa yang kau pandang? Memangnya tidak pernah kau lihat?� tanya Jun-kiau dengan senyum memikat. "Memang belum pernah kulihat,� kata Coh Bin-kim. "Ai, dasar lelaki tidak punya perasaan,� omel Jun-kiau. "Memangnya bagian mana di tubuhku yang tidak pernah kau lihat sampai ratusan kali?�
"Huh, baru sekarang kukenalmu dengan jelas,� jengek Coh Bin-kim. "Eh, ada apa ini?� ujar Jun-kiau. "Barangkali hari ini kau makan obat sehingga caramu bicara selalu berbau kecut?�
"Coba jawab, apakah setiap lelaki tentu kau taruh minat padanya?� tanya Coh Bin-kim. Jun-kiau tertawa, "Ah, kiranya engkau bukan minum obat melainkan minum cuka. Ai, dasar tolol, masakah tidak dapat kau rasakan bila mana aku ada main dengan bocah itu, kan juga demi kepentinganmu.�
"Hm, demi kepentinganku?!�
"Coba pikir, kita bertiga hidup aman tenteram di sini, sekarang bocah she Sim itu datang, jika kita lantas dienyahkan, kan ... kan bisa berabe.�
"Huh, bila engkau sudah menaksir dia, tentu saja banyak alasanmu.�
"Jangan khawatir,� ujar Jun-kiau dengan tertawa. "Bocah she Sim itu sudah tergoda oleh budak gasang Ci-hiang itu, andaikan aku mau juga sukar turun tangan ....�
"Maka engkau sangat kecewa bukan?� jengek Coh Bin-kim. "Untung masih ada akal lain meski akal ini gagal.�
"Memangnya dapat kau perkosa dia?�
"Bukan perkosa, tapi dapat kubunuh dia.�
"Bunuh dia? kau berani?� tertarik juga Coh Bin-kim. "Tapi bila diketahui Ong-hujin ....�
"Dengan sendirinya aku tidak perlu turun tangan sendiri,� ujar Jun-kiau dengan tertawa. "Habis siapa yang hendak kau suruh membunuhnya?�
"Masa kau lupa siapa yang akan datang ke sini besok?�
"O, maksudmu ... Koay-lok-ong?�
"Betul, selain Koay-lok-ong, siapa pula yang dapat membunuh orang dengan sesukanya. Jika bocah she Sim itu dibunuh Koay-lok-ong, siapa pula yang berani membelanya?�
"Mana bisa Koay-lok-ong membunuh dia?�
"Dengan sendirinya aku mempunyai akal, jangan khawatir,� kata Jun-kiau lembut. "Sekarang engkau tidak perlu memikirkan urusan lain, tapi peluklah aku seeratnya ... ya, begitu ... lebih erat lagi ....� Sementara itu Ci-hiang telah menyeret Sim Long kembali ke tempat tinggalnya, setiba di depan pintu baru dilepaskan. Tapi sehabis dia membuka pintu dan menoleh, Sim Long sudah menghilang lagi. Tentu saja Ci-hiang mendongkol, terpaksa ia menunggu dengan geregetan. Ketika cahaya bulan mulai memancar dengan gemilangnya, mendadak Sim Long melompat masuk menerobos jendela. Dengan gemas Ci-hiang menggerutu, "Baru sekarang kutahu betapa pahitnya seorang istri menunggu kepulangan suami di rumah.�
"Menjadi suami juga tidak enak, meleng sedikit tentu akan pakai topi hijau, maka lebih baik tidak kawin, bahkan lebih baik jangan mendekati orang perempuan,� kata Sim Long. "Kenapa, memangnya perempuan sama dengan ular berbisa?�
"Meski bukan ular berbisa, tapi kebanyakan juga makhluk aneh.�
"Makhluk aneh? Di mana letak keanehan orang perempuan?� tanya Ci-hiang. "Seorang perempuan biasanya mungkin kelihatan lemah lembut, tapi bilamana dianggap kepentingannya dilanggar orang lain, seketika dia bisa berubah menjadi lebih keji daripada ular.�
"Eh, barangkali engkau habis ketemu setan, maka begitu pulang lantas bicara kata-kata setan begitu?�
"Meski tidak ketemu setan, tapi telah kudengar pembicaraan setan yang menarik,� tutur Sim Long dengan tersenyum. Serentak Ci-hiang melompat bangun dengan muka merah, tanyanya, "Ah, kiranya kau pergi mengintip dan mencuri dengar begituan!�
"Ai, dasar perempuan, mengapa perempuan selalu menaruh minat besar terhadap urusan begituan?� keluh Sim Long. "Cuma sayang, yang kudengar bukanlah apa yang kau sangka ....� Ia berhenti sejenak, lalu menyambung, "Yang kudengar adalah ada
rencana orang hendak membunuhku.�
"Jun-kiau maksudmu? Apakah dia sudah gila?� seru Ci-hiang. "Sebenarnya hal ini juga tidak dapat menyalahkan dia,� ujar Sim Long. "Maksud kedatangan kita tidak jelas, pantas juga mereka berprasangka.�
"Baik, akan kulihat dengan cara bagaimana dia akan membunuhmu.�
"Dengan sendirinya dia takkan turun tangan sendiri. Besok juga Koay-lok-ong akan datang kemari,� tutur Sim Long. "Wah, lantas bagaimana baiknya? Kusadari memang tidak seharusnya kuberi tahukan namamu padanya, segala urusan bisa runyam.�
Serentak Ci-hiang melompat turun dari tempat tidur, memakai baju terus hendak pergi. "Kau mau pergi ke mana?� tanya Sim Long. "Ke mana? Dengan sendirinya hendak kusembelih dia lebih dulu.�
"Nah, betul tidak perkataanku tadi. Asalkan tahu kepentingannya
dilanggar orang, seketika perempuan bisa berubah menjadi sangat keji dan berbisa. Jun-kiau begitu, kau pun sama.�
"Tidak kau bunuh dia, memangnya harus menunggu dia merusak urusan kita?�
"Dia takkan merusak urusan apa pun.�
"Sebab apa?�
"Dia punya akal, aku kan juga ada akal,� kata Sim Long. "Aku lagi bingung cara bagaimana supaya dapat mendekati Koay-lok-ong, sekarang jadi kebetulan, dapat kuperalat akalnya ....� Sampai di sini mendadak ia berhenti terus menjatuhkan diri ketempat tidur, selimut ditarik dan hendak tidur. "Ayolah katakan, sambung terus!� pinta Ci-hiang. "Tidak boleh kukatakan sekarang, rahasia alam tidak boleh kubeberkan.� Waktu Ci-hiang bertanya pula, Sim Long ternyata sudah tidur, meski didorong dan digoyang tetap tidak mau mendusin, serupa batu belaka. Akhirnya Ci-hiang letih sendiri, sambil mengomel terpaksa ia harus tidur juga. Tapi ketika mendusin, Sim Long sudah menghilang. Pagi itu hawa sejuk, dedaunan masih basah oleh air embun, suara burung berkicau merdu. Sim Long bersedekap dan berjalan-jalan di tengah hutan, tampaknya sangat iseng dan juga gembira. Sekalipun dalam hatinya menanggung beribu persoalan yang sukar tertampak dari luar. Mendadak terdengar suara derap kaki kuda yang cepat menerobos hutan. Sim Long tersenyum dan bergumam, "Pagi amat datangnya.� Sekali melejit, ia melompat ke atas dahan pohon yang cukup tinggi, ketika ia memandang ke bawah, tertampaklah muncul dua ekor kuda yang dilarikan secepat terbang. Kedua penunggangnya memakai mantel hijau bersulam bunga emas dan berkibar tertiup angin. Tangkai pedang tampak menongol di atas pundak, pita merah hiasan tangkai pedang juga beterbangan
tertiup angin, dipandang dari atas sungguh sebuah lukisan yang indah. Kedua orang ini selain mahir menunggang kuda, tampaknya juga sudah hafal jalannya, mereka menyusuri hutan ini dan langsung menuju ke tempat tinggal Li Ting-liong.
Jun-kiau sudah pulang di rumah, dia berada di loteng dan sedang melambaikan sehelai selendang sutra terhadap kedua pendatang. Dari jauh terlihat oleh Sim Long kedua penunggang kuda itu turun didepan rumah dan disambut Jun-kiau dengan akrabnya, ketiganya bicara dan tertawa, entah apa yang dipercakapkan mereka, mendadak sikap kedua penunggang kuda itu berubah. Seorang di antaranya seperti berteriak dengan beringas, "Apa betul?� Jun-kiau tampak mengangguk. Serentak kedua penunggang kuda lantas membalik, arah yang dituju adalah tempat tinggal Sim Long dan kebetulan Sim Long memang sedang menunggunya di tengah jalan. Saat ini ia yakin benar kedua penunggang kuda ini pasti anak buah Koay-lok-ong, anggota ke-36 penunggang kuda Angin Ribut. Mereka masih muda dan tangkas, dari langkah mereka yang gesit, jelas kungfu mereka tidak lemah. Tapi Sim Long tidak tahu sesungguhnya Jun-kiau berkata apa kepada mereka. Dilihatnya kedua orang itu makin mendekat. Ketika kedua orang sampai di bawah pohon barulah Sim Long berseru mendadak dengan tertawa, "Haha, apakah kalian mencari orang?� Kedua orang itu terkejut dan serentak berhenti sambil meraba pedang, mereka mendongak, gerak-gerik kedua orang sama, bahkan suara bentakan kedua orang dicetuskan berbareng. "Siapa?� demikian bentak mereka, dan baru bersuara segera mereka melihat Sim Long yang menongkrong di dahan pohon itu. Dahan pohon bergoyang-goyang tertiup angin, tubuh Sim Long juga ikut terbuai kian kemari seperti setiap saat dapat jatuh ke bawah. Dengan sendirinya anak buah Koay-lok-ong dapat membedakan kualitas lawan mereka, tapi tidak menjadi gugup. Diam-diam Sim Long memuji, "Nyata di bawah panglima yang lihai tidak ada prajurit yang lemah.� Dilihatnya usia kedua orang itu baru likuran, semuanya berhidung tinggi, bermata besar, dandanan kedua orang juga serupa, mantel hijau bersulam emas, berbaju satin ringkas, bagian dada baju
masing-masing sama terhias sebuah cermin pelindung hulu hati, hanya huruf yang terukir pada cermin masing-masing tidak sama, orang sebelah kiri pakai huruf "tujuh� dan yang kanan tertulis "delapan.� Rupanya inilah nomor pengenal barisan ke-36 jago Angin Ribut. "Jago Angin Ribut, sungguh gagah perkasa!� ucap Sim Long dengan tertawa. "Siapa kau?� bentak jago nomor tujuh tersebut. "Jika kalian hendak mencari orang, tentu diriku ini yang hendak kalian cari,� jawab Sim Long. Kedua orang saling pandang sekejap, tangan yang meraba pedang sudah siap memegang tangkai pedang. "Engkau inikah orang yang hendak mencari Ongya kami?� bentak sijago kedelapan. Diam-diam Sim Long merasa geli, semula tidak diketahuinya apa
yang dikatakan Jun-kiau kepada mereka, kiranya perempuan itu mengadu bahwa dirinya hendak mencari perkara kepada Koay-lok-ong. Meski cara mengadu domba ini sangat sederhana, tapi juga paling efektif untuk membunuh orang dengan meminjam tangan orang lain. Sim Long tertawa, jawabnya kemudian, "Jika kubilang bukan, tentu kalian takkan percaya, bila kujawab ya, kalian juga belum tentu mau percaya. Maka ya atau bukan boleh terserah kepada keputusan kalian sendiri.�
Kembali kedua orang itu saling mengedip mata dan berucap berbareng, "Bagus, bagus sekali!� Lalu mereka terus membalik tubuh dan melangkah pergi. Hal ini berbalik di luar dugaan Sim Long malah. Selagi ia tercengang, sekonyong-konyong terdengar suara "crit-crit� dua kali. Dua batang panah kecil menyambar dari balik mantel kedua orang itu langsung
mengarah tenggorokan Sim Long. Sambaran kedua anak panah ini cukup kuat, tapi sekali tangan Sim Long meraih kedua panah itu sudah terpegang olehnya. Ia tersenyum dan berkata, "Haha, terima kasih atas hadiah kalian ini.� Ketika tangannya bergerak lagi, kontan kedua anak panah itu menyambar balik ke sana, menyambar terlebih cepat dan lebih keras. Cepat kedua penunggang kuda itu menggeser mundur, "creng�, pedang lantas dilolos. Tapi kedua anak panah itu seperti sudah tahu tempat pedang mereka, baru terlolos, "tring-tring�, ujung pedang mereka tepat terkena panah, pedang tergetar dan menerbitkan suara mendenging. Di tengah suara mendenging itu sinar pedang lantas berkelebat juga, pedang yang satu menebas dahan dan pedang lain menebas kaki. "Haha, 13 jurus Angin Ribut memang boleh juga,� seru Sim Long tertawa. Baru habis ucapannya, dahan pohon pun putus, namun kakinya tidak putus, dengan enteng dan anteng ia sudah duduk lagi di dahan pohon yang lain dan tersenyum terhadap kedua lawan. Kedua jago Angin Ribut itu tidak mampu tertawa lagi, muka keduanya berubah kelam, mereka sadar kungfu orang jauh di atas mereka. Akan tetapi ke-36 jago Angin Ribut anak buah Koay-lok-ong biasanya cuma kenal maju dan tidak boleh mundur, apalagi ke-13 jurus Angin Ribut andalan mereka itu baru dikeluarkan satu jurus saja.
Baru saja kaki mereka menyentuh tanah, serentak mereka melompat lagi ke atas, sinar pedang bertaburan, secepat kilat mereka menebas dari kanan dan kiri, mengarah dada dan punggung Sim Long. Mendadak tubuh Sim Long anjlok ke bawah, tepat menerobos ditengah sambaran sinar pedang, malahan kedua tangan Sim Long tidak menganggur, berbareng ia tolak bawah kaki kedua orang itu. Ketika Sim Long hinggap di tanah, kedua jago Angin Ribut itu berbalik ditolak ke atas dahan pohon, terdengar suara gemeresak, sebagian ranting pohon sama patah diterjang mereka. Meski agak kelabakan, kedua orang itu tidak menjadi bingung, sinar pedang lantas menusuk ke bawah dengan lebih cepat, keji dan jitu. Tapi Sim Long lantas melayang lagi ke atas di tengah sambaran pedang, ketika kedua orang tadi berada di bawah, Sim Long sendiri sudah berduduk kembali di atas dahan pohon, katanya dengan tersenyum, "Lain kali bila melompat ke atas lagi hendaknya hati-hati atas mantel kalian, kan sayang bila terobek.� Kedua jago Angin ribut itu meraung murka, sekali lagi ia menerjang ke atas. Dan begitulah seterusnya sampai tujuh atau delapan kali naik-turun, ujung baju Sim Long tidak tersentuh, sebaliknya mantel kedua jago Angin Ribut telah robek tak keruan karena kecantol oleh ranting pohon. Tentu saja kedua orang itu mandi keringat, mata merah beringas, ikat kepala juga penuh ranting kecil, bahkan sepatu mereka sempat dicopot oleh Sim Long.
Tapi dengan nekat kedua orang itu masih ingin mengadu jiwa. Sim Long mengangguk dan memuji, "Ehm, boleh juga kalian!�
Sekali ini dia tidak menunggu orang menerjang ke atas, tapi terus melompat turun. Kedua orang itu berbalik terkejut, namun pedang mereka tetap berputar dengan teratur dan menyerang tanpa kendur sedikit pun. Serangan sekarang baru benar-benar kungfu andalan mereka, betapa cepat gerak serangan mereka sehingga sukar diketahui kearah mana pedang mereka menusuk. Namun Sim Long tidak perlu mengetahui arah serangan mereka. Mendadak kedua telapak tangan mencakup, tahu-tahu pedang mereka terjepit, "krek-krek�, pedang mereka sama patah. Waktu tangan Sim Long membalik, kedua potong pedang patah
yang dipegangnya terus menyambar ke sana, "cret-cret�, dengan tepat ujung pedang patah itu menancap di ikat kepala kedua jago Angin Ribut. Betapa nekat kedua orang itu, sekarang mereka pun tidak berani melawan lagi, mereka memandang Sim Long dengan melongo sambil memegang pedang kutung. Sungguh mereka tidak habis mengerti dari mana pemuda yang berusia sebaya mereka memiliki kungfu sakti begini? Sim Long juga memandang mereka dengan tersenyum, "Bagaimana, mau berkelahi lagi?�
"Tidak,� jawab kedua orang itu berbareng setelah saling pandang sekejap. "Jika tidak, boleh pulang saja,� kata Sim Long.
"Baik, kami pulang,� ucap kedua orang itu, mendadak mereka memutar balik ujung pedang patah terus menikam dada sendiri.
Agaknya Sim Long sudah menduga akan tindakan mereka ini, serentak ia pun turun tangan, "trang�, kedua pedang patah orang
itu tergetar jatuh ke tanah. "Ken ... kenapa kau ....� seru kedua orang itu dengan suara parau. "Tidak menang biar mati, anak buah Koay-lok-ong sungguh keras hati,� kata Sim Long. "Pedang ada orang ada, pedang patah orang gugur, inilah peraturan perguruan kami,� teriak salah seorang jago Angin Ribut itu dengan beringas. Sim Long tersenyum, "Tapi apa alangannya kalian pulang dan lapor kepada Ongya kalian bahwa orang yang mengalahkan kalian ini bernama Sim Long, kuyakin Ongya kalian pasti takkan marah kepada kalian.�
"Sim Long?!� kedua orang itu mengulang nama itu sambil saling pandang sekejap. Habis itu mendadak ia membalik tubuh terus
berlari pergi.
*****
Cahaya sang surya memancar ke dalam kamar, menyinari tubuh Ci-hiang yang masak dan padat itu, tubuh yang penuh gairah.
Hampir telanjang bulat tubuhnya, ia memeluk selimut erat-erat dan meringkuk di tempat tidur dengan penuh harap. Waktu Sim Long masuk ke kamar, ia pandang tubuh orang yang mulus dengan sinar matanya yang kehausan itu, tapi bagi pandangan Sim Long tubuh yang menggiurkan ini serupa sepotong kayu saja, ia cuma tersenyum dan menyapa, "He, engkau belum bangun?�
Dengan pandangan mesra Ci-hiang berkata, "Aku sedang menunggu dirimu, masa engkau tidak tahu, bilamana kau tolak undangan
demikian, pasti engkau seorang mati.�
"Selama ini masa belum lagi kau kenal orang mati seperti diriku?� jawab Sim Long. Serentak Ci-hiang melompat bangun, selimut dilemparkan dan diinjak-injak, teriaknya, "Orang mampus, orang mampus!� Sim Long lantas berduduk dan memandangnya dengan tersenyum, "Jangan kau benci padaku, tapi lebih baik berdandanlah yang betul. Segera Koay-lok-ong akan datang, kabarnya dia tidak pernah menolak undangan setiap wanita cantik.�
"Benar dia akan datang?� seru Ci-hiang. "Ya, kedatangannya mungkin terlebih cepat daripada perkiraan.�
"Dari mana kau tahu?�
"Sudah kulihat dua orang jago Angin Ribut anak buahnya.�
"Dan tentu si genit Jun-kiau itu sudah mengembuskan kebusukanmu kepada mereka dan anak buah Koay-lok-ong itu mana dapat
melepaskanmu.�
"Ya, mereka memang tidak tinggal diam, cuma sayang, akulah yang telah mengenyahkan mereka dan suruh mereka melapor kepada
Koay-lok-ong ....� "Hah, mana boleh begitu,� seru Ci-hiang. "Jika Koay-lok-ong mengetahui engkau inilah Sim Long, mana dia bisa mengampunimu, mungkin begitu dia datang segera engkau akan dibunuhnya.�
"Mengapa dia membunuhku?�
"Tolol,� omel Ci-hiang. "Betapa tenar namamu, begitu banyak mata-telinga Koay-lok-ong yang tersebar di daerah Tionggoan, masakah dia tidak memperoleh laporan tentang dirimu?�
"Jika dia tahu siapa diriku, dia yang terkenal pencinta orang pandai pasti akan berusaha merangkul diriku, bila aku menolak baru ada kemungkinan dia akan membikin susah padaku.�
"Tapi dia pasti takkan berusaha membeli dirimu,� ujar Ci-hiang. "Sebab apa?�
"Sebab ia pasti tahu engkau tidak dapat dibeli.�
"Mengapa tidak, masakah aku orang begitu baik? Tokoh Kangouw zaman ini mana ada yang terlebih banyak dimaki orang daripada diriku? Umpama dirimu, mungkin kau pun tak dapat memastikan aku ini orang baik atau orang busuk.� Ci-hiang jadi melenggong, "Ah, kau ... ini ....�
"Nah, jika kau pun tidak dapat memastikan aku ini baik atau busuk, apalagi Koay-lok-ong? Untuk itu dia pasti akan menguji diriku, dan sekali menguji tentu jadi.�
"Tapi ... tapi caramu ini sangat berbahaya, kukhawatir ....�
"Tidak perlu kau khawatir bagiku, aku takkan mati,� ujar Sim Long tertawa. Ci-hiang mengentak kaki, "Apa, kukhawatir bagimu? Persetan! Biarpun kau mati dicencang orang pun aku tidak peduli.� Sim Long tertawa, "Wah, dapat dibenci perempuan cantik begini, menyenangkan juga rasanya. Cuma sayang kebanyakan lelaki didunia ini jarang yang dapat menikmati kesenangan begini ....� Mendadak ia berlari ke sana dan menarik pintu. Ternyata Jun-kiau kembali berdiri di luar lagi.
"Hahaha!� Sim Long tertawa. "Apakah kau datang mengundang kami makan siang? Apakah tidak terlalu dini makan siang sekarang?� Jun-kiau berdiri kaku di tempatnya dengan muka merah, dengan tergegap ia menjawab, "O, ti ... tidak, kudatang melihat ....�
"Melihat apakah aku mati atau belum, begitu bukan?�
"Ah, Sim-kongcu jangan ... jangan bergurau,� sahut Jun-kiau dengan likat. "Tentu ... tentu semalam Sim-kongcu dan nona Hiang tidur dengan nyenyak.� Ci-hiang mengejek, "Tentu saja kami tidur dengan nyenyak, mungkin nona Jun-kiau yang tidak dapat tidur. Coba, kelopak matamu sampai hitam seluruhnya. Wah, terlalu letih terkadang juga membuat orang tidak dapat tidur nyenyak.� Biasanya Jun-kiau tidak mau manda disindir orang, tapi sekarang terpaksa ia bungkam. "Eh, tamu tentu sudah hampir tiba, kukira nona Jun-kiau perlu pulang untuk mengatur seperlunya,� kata Sim Long. "Ya, aku permisi pulang,� kata Jun-kiau, lalu ia melangkah pergi dengan pinggang meliuk-liuk. "Eh, tolong suruh nona Jun-sui kemari, ingin kuminta dia mengiringiku berjalan-jalan,� seru Sim Long. Jun-kiau mengiakan dari jauh .... Jantung Jun-sui berdetak keras. Bahwa Sim-kongcu minta dia mengiringinya berjalan-jalan, apakah ini bukan dalam mimpi? Cuma sayang, si genit Ci-hiang selalu ikut di samping Sim-kongcu. Mengapa dia tidak sakit perut mendadak? Begitulah Jun-sui merasa geregetan. Suasana tenang, pemandangan indah, angin meniup semilir, sinar sang surya gilang-gemilang, burung berkicau merdu. Hati Jun-sui serasa dibuai dalam mimpi, jika Sim Long bertanya baru dia menjawab, sungguh ia ingin melupakan masih ada orang ketiga yang berada di tengah mereka. Sekonyong-konyong suara roda kereta bergemertak di luar hutan sana. Sederet kereta kuda melintas ke kaki gunung sana. Kereta kuda itu bercat hitam gilap, keretanya sendiri tidak ada hiasan apa-apa, tapi sekali pandang siapa pun tahu penumpang kereta itu pasti bukan sembarang orang. Kuda penarik kereta tinggi besar, gagah perkasa larinya cepat, langkahnya enteng, jelas kuda bibit unggul dari padang rumput. Sais kereta berbaju sutra biru safir dan duduk tenang di tempat kasir sambil memegang tali kendali dengan santai. Di belakang dan depan kereta masih ada delapan ekor kuda bagus lagi, kedelapan penunggangnya lelaki kekar berbaju biru, semuanya gagah perkasa, dan jelas tidak lemah kungfunya. "Hebat benar orang ini!� terkejut juga Sim Long memandang kereta besar ini. "Jangan-jangan Koay-lok-ong sudah datang.� seru Ci-hiang. "Koay-lok-ong?� jengek Jun-sui. "Hm, bila Koay-lok-ong datang, suasana serupa gempa bumi dan langit seperti mau ambruk, mana bisa aman seperti ini. Agaknya nona Hiang terlalu memandang rendah Koay-lok-ong.�
"Habis siapa kalau bukan Koay-lok-ong,� tanya Ci-hiang. "Biar kukatakan juga tidak kau kenal,� jawab Jun-sui. "Kenapa tidak coba kau katakan,� ujar Sim Long dengan tertawa. Jun-sui lantas tertawa manis, tuturnya, "Orang ini bernama The Lan-ciu.� Diam-diam Ci-hiang mendongkol, ia tanya tidak digubris, ditanya Sim Long lantas dijawabnya, sungguh ia ingin menampar muka Jun-sui. "The Lan-ciu? Orang macam apakah dia? Hebat benar perbawanya?� ujar Sim Long. "Konon keluarga The adalah keluarga hartawan turun-temurun didaerah sini, hampir semua kebun buah-buahan di Lanciu sini adalah milik keluarga The, kata orang kekayaannya sanggup menandingi milik negara,� tutur Jun-sui. Ketika kereta tadi lewat belum lama, debu mengepul lagi di jalan raya sana. Rombongan kereta ini tampaknya jauh lebih kereng daripada kereta The Lan-ciu tadi. Dua kereta besar dengan 16 ekor kuda penarik, kereta berwarna emas dan memantulkan cahaya menyilaukan mata. Kereta ini berlapiskan emas, bahkan pelana kuda, roda kereta dan bagian lain, sampai tangkai cambuk yang dipegang kusir juga bersepuh emas. Cambuk menggelegar, lelaki yang berbaju satin bersulam benang emas tampak gagah dengan membusungkan dada sambil membentak-bentak sepanjang jalan. Sim Long tertawa, ucapnya, "Tampaknya bagian yang dapat disepuh emas seluruhnya disepuhnya emas, hanya sayang muka mereka tidak disepuh sekalian, kalau tidak kan serupa patung di dalam kelenteng.�
Jun-sui tertawa, katanya, "Emas di rumahnya memang terlalu banyak.�
"Orang macam apa pula dia?� tanya Sim Long. "Konon orang ini asalnya cuma seorang belantik sapi, entah bagaimana terjadinya, akhirnya ia menemukan beberapa tambang emas sehingga rumahnya penuh tertimbun emas, sejak itu namanya yang berbau kuli lantas berganti menjadi Ciu Thian-hu atau Ciu yang diberi rezeki oleh langit.�
"Haha, ternyata seorang kaya baru mendadak,� ujar Sim Long tertawa. "Pantas dari jauh dapat kucium bau emas,� gumam Ci-hiang. Setelah rombongan kedua ini lalu, Sim Long berkata pula, "Wah, tampaknya masih ada rombongan lain lagi.�
"Ya, siang ini sedikitnya ada enam atau tujuh rombongan akan datang ke sini,� tutur Jun-sui. "Oo, masih ada siapa lagi?�
"Dengan sendirinya orang terkemuka, kalau tidak berpangkat tentu orang kaya, misalnya ....� Belum lanjut cerita Jun-sui, tiba-tiba dari jauh berkumandang lagi suara kaki kuda berlari. Cepat sekali datangnya kuda ini, baru terdengar detak kaki kuda, penunggangnya segera muncul, seluruhnya ada tujuh orang, semuanya memakai ikat kepala hijau, pakaiannya sangat sederhana. "Masa ini pun terhitung anggota keluarga orang kaya atau berpangkat?� Ci-hiang menggerundel. Sim Long tidak menghiraukan ucapannya, perhatiannya tertarik pada salah seorang penunggang kuda itu. Baju orang ini tiada bedanya daripada keenam orang lainnya, tapi sikapnya sangat berbeda. Perbawanya yang lain daripada lain itu biarpun berdiri di tengah beribu orang yang berseragam sama tetap akan dapat dibedakan orang dengan sekali pandang saja. "Lelaki yang hebat, sikapnya ini sangat mirip si Kucing,� kata Sim Long. "Kucing? Dia bukan kucing, tapi naga,� ucap Jun-sui dengan tertawa.
"Naga?� Sim Long menegas. "Ya, dia she Liong (naga), namanya Su-hay,� tutur Jun-sui. "Tapi tidak ada orang berani menyebut namanya, siapa pun bila berhadapan dengan dia sama menyebutnya Liong-lotoa.�
"O, apa kedudukan orang ini?� tanya Sim Long. "Perairan Huang-ho bagian hulu hanya dapat ditempuh dengan rakit, sedangkan seluruh rakit di perairan sana semuanya di bawah pengawasan Liong-lotoa, tanpa izin Liong-lotoa siapa pun jangan harap akan dapat lalu di sana.�
"Arus Huang-ho sangat keras, sahabat yang hidup mengemudikan rakit di hulu sungai sana boleh dikatakan semuanya orang yang bergurau dengan nyawa sendiri, jadi setiap orang pasti menguasai sejurus-dua, untuk mengurus orang-orang ini sungguh tidak gampang,� demikian kata Sim Long. "Dia berbaju seragam serupa anak buahnya, jelas dia bukan tokoh sembarangan,� ujar Ci-hiang. "Tidak perlu bicara tentang ilmu silatnya, melulu hal pakaian saja sudah cukup membuat orang tertarik kepada kebijaksanaannya. Jika dia sendiri makan daging dan orang lain cuma menggerogoti tulangnya, orang semacam ini mana
bisa menjadi Lotoa (si tertua, kepala, pemimpin atau bos).�
"Ada sementara orang pembawaannya memang pantas menjadi Lotoa, Liong-lotoa adalah satu di antara orang demikian ini,� kata Sim Long. "Selain dia, Him Miau-ji juga terhitung satu tokoh istimewa begitu.�
"Him Miau-ji,� ujar Ci-hiang dengan tertawa. "Tapi ... apakah dia ingat padamu? Sekarang, bukan mustahil dia sudah ada main dengan nonamu she Cu itu.� Mendadak Sim Long menarik muka, jengeknya, "Hm, kau kira setiap perempuan di dunia ini sama tidak punya muka serupa dirimu?� Tanpa terasa Ci-hiang menyurut mundur dua langkah, tak pernah terpikir olehnya wajah Sim Long yang selalu tersenyum itu bisa juga berubah masam dan menakutkan seperti ini. Jun-sui dapat melihat jelas, hampir saja ia berkeplok gembira. Untunglah pada saat itu juga dari kejauhan datang pula beberapa puluh orang mengiringi sebuah tandu besar berbungkus kain laken hijau. Terdiri dari macam-macam orang rombongan ini, ada lelaki ada perempuan, baju mereka juga berwarna-warni, ada merah ada hijau, tapi usianya tidak ada yang di atas 25 tahun, kebanyakan adalah
pemuda berumur 17-18 tahun. Rombongan muda-mudi ini saling berpegangan pundak sambil tertawa haha-hihi sepanjang jalan, ada yang sibuk makan jajanan sehingga kulit buah dan kertas bungkus beterbangan terlempar begitu saja. Dari dalam tandu besar itu pun terus-menerus ada kulit buah dan kertas bungkus dilemparkan keluar, di dalam tandu juga ada suara senda gurau orang, ada suara lelaki dan juga suara perempuan. Didalam sebuah tandu rupanya berjubel lima atau enam penumpang.
Begitu melihat rombongan ini, segera Jun-sui berkerut kening, katanya, "Wah, kenapa kawanan kakek moyang cilik ini juga
datang?�
"Orang-orang macam apakah mereka ini?� tanya Sim Long dengan tertawa. Jun-sui menghela napas, tuturnya, "Mereka semuanya putra-putri keluarga hartawan, sepanjang hari mereka selalu membikin onar dikota Lanciu, perkara besar sih jarang terjadi, tapi urusan kecil sering membikin pusing orang. Mereka boleh dikatakan satu gerombolan pencoleng kecil.�"Tapi tandu besar ini tampaknya milik orang ternama atau berpangkat, jangan-jangan penumpangnya adalah pembesar negeri? Tapi mengapa bisa bergaul dengan kawanan pengacau cilik ini.�
"Penumpang tandu itu justru tergolong mestikanya mestika,� kata Jun-sui. "Pada waktu ayahnya masih hidup, setiap hari dia selalu bergaul dengan kawanan pencoleng cilik ini, makan, minum, main (judi), madon (main perempuan), pokoknya hampir segala macam telah dilakukannya. Ketika ayahnya mati, dia menerima warisan yang tak terhitung jumlahnya, bahkan mendapatkan warisan gelar tituler sebagai Bi-hui-su (inspektur), keruan dia lantas malang melintang.�
"O, kiranya seorang anak pembikin bangkrut,� kata Sim Long tertawa. "Tapi penduduk kota Lanciu telah ikut dibikin susah oleh anak berandal ini, sampai nona cilik atau perempuan muda tidak ada yang berani berjalan sendirian di tempat umum. Siapa pun bila mendengar nama Siau-pa-ong (si Raja Berandal Cilik) Si Bing tentu kepala pusing.�
"Wah, jika demikian, tampaknya semua keluarga hartawan dan pembesar di sekitar sini hari ini telah hadir seluruhnya,� kata Sim Long. "Mengapa bisa kebetulan begini? Jangan-jangan memang sudah ada janji?�
"Orang-orang ini memang diundang oleh Koay-lok-ong,� tutur Jun-sui. "Oo?!� Sim Long melengak. "Memangnya ada sangkut paut apa antara orang-orang ini dengan Koay-lok-ong?�
"Sangkut paut kentut,� Jun-sui mencibir. "Koay-lok-ong mengundang mereka tidak lebih hanya untuk berjudi saja. Setiap kali Koay-lok-ong datang kemari tentu mengadakan perjudian besar-besaran.�
"Haha, betul, memang sudah lama kudengar hobi Koay-lok-ong ini, kecuali undangannya ini siapa pula yang mampu berjudi besar dengan dia?� seru Sim Long dengan tertawa. "Tapi cara berjudi Koay-lok-ong sangat bersih, sebab itulah orang lain pun mau berjudi dengan dia,� kata Jun-sui. "Eh, barangkali Sim-Kongcu juga berminat ikut serta?� Gemerdep sinar mata Sim Long, "Ya, tampaknya aku pun akan ikut.�
*****
Setelah makan siang, Sim Long lantas menunggu di rumahnya. Tidak berapa lama, terdengarlah suara ribut di luar, suara orang bicara, bergurau, suara ringkik kuda dan gemertak roda kereta serta suara gedubrakan peti dilemparkan. Begitulah macam-macam suara itu terus berlangsung sampai sekian lama, kedengarannya serupa ada suatu pasukan besar akan berkemah di sini. Air muka Ci-hiang tampak berubah, akhirnya ia berseru, "Koay-lok-ong datang.�
"Betul, datangnya orang ini ternyata benar menimbulkan kekacauan luar biasa,� ujar Sim Long. "Kita ... kita bagaimana?�
"Tunggu dan lihat saja, masakah kau khawatir dia takkan mencari diriku?� Dia lantas duduk mengantuk di kursinya.
Sebaliknya Ci-hiang terus mondar-mandir di dalam ruangan, kelabakan serupa semut di dalam wajan panas. Mungkin sudah sekian ratus kali ia mondar-mandir dan Koay-lok-ong tetap tidak ada kabar beritanya. Ia tidak tahan, ia mengentak kaki di depan Sim Long dan berseru, "Hei, jangan kau duduk saja seperti orang mampus!�
"Aku ini kan simpan tenaga untuk menghadapi Koay-lok-ong nanti,� jawab Sim Long tertawa. "Tapi jangan salah sangka, aku tidak akan berkelahi dengan dia melainkan bertarung di atas meja. Emas perak pemberian Ong-hujin agaknya dapat kugunakan sekarang ....�
"Tapi engkau ....�
"Makanya aku harus simpan tenaga sekarang,� kata Sim Long pula. "Kau tahu, berjudi jauh lebih membuang tenaga daripada berkelahi. Perjudian besar tiada ubahnya pertarungan maut di medan laga. Pertarungan di atas meja juga memeras tenaga dan pikiran dengan aneka macam perubahan yang sukar diraba, sungguh jauh lebih merangsang dan berbahaya daripada di medan perang.�
"Jangan-jangan engkau sengaja akan mengalah sebagai jalan untuk bekerja baginya?�
"Mana boleh kukalah,� ujar Sim Long. "Jika kukalah, tentu aku takkan berharga lagi dalam pandangannya. Jika aku kalah berarti aku tidak punya otak, apakah aku terpandang olehnya? Dan jika aku dipandang hina olehnya, cara bagaimana dia mau membeli diriku, dan bila aku tidak berharga baginya, mungkin jiwaku yang akan dicabut olehnya ....� Ia tersenyum, lalu menyambung, "Maka dari itu di atas meja judi juga harus kuberi pukulan keras padanya, kalau tidak tentu segala rencana akan gagal total dan jiwaku pun mungkin sukar dipertahankan.� Ci-hiang terbelalak, "Kau yakin dapat mengalahkan dia di atas meja?�
"Tidak,� jawab Sim Long tak acuh. "Tanpa keyakinan kau pun berani berjudi dengan dia?� seru Ci-hiang kaget. "Dan sampai sekarang engkau masih tetap tenang seperti ini tanpa tegang sedikit pun, tidak gelisah setitik pun.� "Dari mana kau tahu aku tidak tegang dan tidak gelisah?�
"Masa ... masa tidak dapat kulihat?�
"Haha, jika perasaanku dapat kau lihat, mana boleh lagi aku berjudi dengan orang semacam Koay-lok-ong. Di atas meja judi, setiap detik dapat berubah, jika tidak tahan, mungkin bini pun akan dibawa orang.�
"Haha, tak tersangka engkau selain setan perempuan dan setan arak, ternyata juga setan judi,� ucap Ci-hiang dengan tertawa. Pada saat itulah tiba-tiba seorang bersuara di luar, "Apakah Sim Long, Sim-kongcu tinggal di sini?� Bergetar tubuh Ci-hiang, desisnya, "Ssst, itu dia?� Dengan tersenyum Sim Long lantas membuka pintu, tertampaklah seorang pemuda cakap berdiri di depan pintu dengan membawa sehelai kartu merah besar, setelah memberi hormat lantas menyapa, "Apakah Anda ini Sim-kongcu?�
"Betul, saudara ini utusan Koay-lok-ong?� jawab Sim Long tersenyum. Gemerdep sinar mata pemuda itu, dengan cepat ia mengamati Sim Long sekejap dan menjawab, "Betul, hamba anggota Angin Ribut ke-18 anak buah Koay-lok-ong, atas perintah Ongya untuk menyampaikan surat kepada Kongcu, harap Kongcu sudi menerimanya.� Sembari bicara, ia maju selangkah, kartu merah yang dipegang terangkat ke atas sebatas mata, lalu didorong ke depan dengan cepat. Gerakan ini seperti tanda penghormatan, padahal mengandung daya pukulan yang sangat kuat. Bilamana Sim Long tidak dapat melayaninya, kontan pasti akan dibikin malu. Tapi Sim Long anggap seperti tidak terjadi apa-apa, kedua kepalan terangkap di depan dada sebagai tanda hormat, katanya dengan tersenyum, "Terima kasih!� Berbareng dengan ucapan terima kasih itu, perlahan ia tarik kartu
merah itu, tahu-tahu kartu itu sudah berpindah ke tangan Sim Long. Dengan air muka rada berubah pemuda itu menyurut mundur lagi, lalu memberi hormat dan berucap pula, "Sim-kongcu memang luar biasa.�
"Terima kasih atas pujianmu,� kata Sim Long dengan tertawa. Ia coba membentang kartu undangan itu, di situ tertulis: "Waktu Cu (antara pukul 2-3) tengah malam nanti, tersedia perjamuan sederhana, mohon kedatangan Anda untuk mengobrol iseng, selesai bersantap tersedia pula berbagai hiburan. Harap memberi jawaban.� Kartu ini tanpa menyebut si alamat, juga tidak ada nama si pengirim. Setelah membaca, Sim Long berkata, "Harap sampaikan kepada Ongya bahwa Sim Long pasti akan hadir tepat pada waktunya.� Pemuda itu memandang Sim Long lagi sekejap dengan rasa kagum, kemudian memberi hormat sambil mengiakan, lalu melangkah pergi. "Aneh juga, mengapa perjamuan diadakan lewat tengah malam buta, memangnya supaya tetamunya lelah dan mengantuk, lalu akan disembelihnya di atas meja?� ucap Ci-hiang dengan kening bekernyit. "Makanya sekarang aku harus simpan tenaga, sebaiknya jangan kau ganggu diriku,� kata Sim Long tertawa. Waktu Sim Long bangun tidur, masih ada waktu cukup baginya untuk mandi dulu dan ganti pakaian yang paling ringan dan bersih. Kemudian ia gunakan sepotong handuk bersih, dibungkusnya Ginbio bernilai nominal besar pemberian Ong-hujin itu dengan rajin, lalu
dimasukkan ke dalam baju. Setelah merasa semuanya serbafit, kemudian ia menuang secangkir teh kental dan duduk menikmati air teh untuk menantikan pertarungan sengit yang bakal berlangsung nanti. Ci-hiang juga sudah selesai berdandan, dia memakai baju sutra yang indah, seluruh tubuh terembus bau harum semerbak. Namun dia kelihatan tidak tenang, sebentar berduduk, segera berdiri lagi, rupanya ia khawatir Sim Long akan kalah, bila kalah, lantas bagaimana? Karena itulah ia coba bertanya, "Sim Long, sesungguhnya ada berapa bagian keyakinanmu akan menang?� Sim Long memejamkan mata dan tersenyum, katanya, "Sebelum kulihat cara bertaruh Koay-lok-ong tidak dapat kukatakan bagaimana hasilnya nanti.�
"Sedikitnya ada setengahnya pasti menang bukan?� tanya Ci-hiang pula. "Kukira ada,� jawab Sim Long. "Syukurlah ....� Ci-hiang menghela napas lega. "Tapi modal yang kubawa cuma ada delapan belas ribu tahil, tidak perlu diragukan lagi modal Koay-lok-ong pasti jauh lebih tebal daripadaku. Bilamana modal lebih kuat biasanya sudah menang satu langkah lebih dulu.�
"Wah, tahu begitu mestinya kita juga bawa modal sebanyaknya,� ujar Ci-hiang gegetun. "Namun tidak apalah, asalkan Koay-lok-ong tidak dapat menerka berapa banyak modalku, tentu dia tidak berani bergebrak sepenuh tenaga, apalagi ....� Sim Long tersenyum, lalu menyambung, "Dapat juga kusikat dulu dari orang lain, habis itu baru kutempur mati-matian dengan Koay-lok-ong. The Lan-ciu dan Liong Su-hay mungkin sangat pandai berjudi, sebaliknya kulihat Ciu Thian-hu dan Siau-pa-
ong pasti makanan empuk.�
"Makanan empuk?� Ci-hiang menegas dengan tertawa. "Yang penting janganlah engkau sendiri menjadi makanan empuk bagi orang lain.� Waktu mereka memandang ke luar jendela, terlihatlah dari jauh ada dua tenglong atau lampu berkerudung sedang menuju kemari. Sim Long berbangkit dan berucap, "Ayo berangkat, kita sudah dipapak!�
*****
Ciu-jui-han atau vila zamrud, inilah vila musim panas bagi Koay-lok- ong. Dengan sendirinya vila ini terhitung tempat yang paling mewah dan paling megah di lingkungan Koay-hoat-lim. Di luar rumah cahaya lampu terang benderang, namun suasana sangat sepi tiada tampak seorang pun, hanya di tempat yang gelap terkadang ada bayangan orang berkelebat. Di dalam vila indah ini sudah disiapkan meja perjamuan, hidangan yang tersedia terdiri dari lohi (ikan loh) dari sungai Siong, kepiting besar dari danau Yangting, udang galah dari Tinghay, bulus dari Kanglam .... Semua makanan ini mestinya tidak mungkin muncul bersama didaerah tandus ini, tapi sekarang tersedia semua di atas meja, sungguh seperti dalam dongeng saja. Ternyata sesuai dengan dugaan Sim Long, hidangan yang tersedia tidak pakai daging, semuanya makanan laut, seafood, kalau mau pakai istilah zaman sekarang. Yang di luar dugaan Sim Long adalah pajangan rumah ini ternyata sangat sederhana, tapi cukup serasi, sedikit pun tidak ada tanda mewah yang berlebihan. Di atas meja juga tidak tersedia piala emas atau poci kemala segala, yang ada cuma alat terbuat dari keramik, dengan sendirinya keramik yang indah, malahan hampir seluruhnya barang antik. Sim Long jadi teringat kepada Cu Jit-jit yang pernah menyaru sebagai Koay-lok-ong, diam-diam ia merasa geli, pikirnya, "Beginilah baru gaya asli Koay-lok-ong, cara Jit-jit itu kan lebih mirip orang kaya mendadak.� Meja perjamuan sudah dikitari delapan atau sembilan orang. Sekali pandang saja Sim Long lantas mengenali Liong-lotoa, Liong Su-hay. Meski dia tetap pakai baju kain kasar, namun di tengah orang banyak dia tetap kelihatan seperti bangau di tengah kawanan ayam, sangat mencolok. Di samping Liong Su-hay berduduk seorang setengah baya dengan
jenggot pendek, tubuhnya rada gemuk, jelas seorang yang biasa hidup senang. Ia pun memakai baju tipis biasa tanpa sesuatu hiasan yang mencolok, hanya di depannya tertaruh sebuah pot tembakau dengan pipanya yang berwarna hijau, jelas benda ini tidak boleh dipandang sepele. Tanpa pikir Sim Long lantas tahu orang ini pasti The Lan-ciu. Putra keluarga hartawan terkenal tentu saja mempunyai perbawa yang tersendiri. Orang yang duduk di samping The Lan-ciu tampak berbeda lagi. Di atas tubuhnya bergelantungan macam-macam hiasan, setiap benda itu sukar diukur nilainya, namun begitu dia tetap kelihatan
seperti orang miskin. Tapi lagaknya angkuh seperti dunia ini dia punya. Tanpa pikir Sim Long juga lantas tahu orang ini pastilah Ciu Thian-hu yang kaya mendadak itu. Di samping Ciu Thian-hu berduduk seorang perempuan dengan macam-macam perhiasan pula. Dia duduk menggelendot di samping Ciu Thian-hu, tapi matanya sebentar lirik sini sebentar lirik sana, walaupun tidak jelek mukanya, namun kelakuannya yang jalang dan rendah itu membuat orang muak. Di sebelah lagi adalah Siau-pa-ong Si Bing, si Raja Berandal Cilik. Benar juga dia baru berumur 18-19 tahun, namun matanya tampak celung, mata yang tidak kecil itu tidak bercahaya, serupa orang yang selalu mengantuk sepanjang tahun. Pakaiannya tidak terlalu mencolok serupa Ciu Thian-hu. Di sampingnya juga berduduk seorang perempuan muda, tapi caranya berpakaian jauh lebih mengejutkan daripada perempuan disamping Ciu Thian-hu itu. Boleh dikatakan dia tidak memakai baju melainkan memakai sebuah kutang saja, sehingga kedua lengannya sebatas bahu kelihatan putih bersih, dadanya juga kelihatan menonjol tinggi, gelang emas pada tangannya berbunyi gemerencing. Kelihatannya perempuan muda ini baru berumur 15-16, tapi caranya bersolek sungguh luar biasa, bahkan mulut menggigit pipa tembakau dan asap mengepul dari hidungnya. Sim Long tidak berani memandang lagi "nona pencoleng� itu, tapi nona itu lantas menepuk kursi di sebelahnya dan berseru dengan tertawa, "Eh, anak muda, duduklah di sini!� Sim Long tersenyum, jawabnya, "Terima kasih, namun ....�
"Namun apa?� nona itu mendelik, "kursi ini tidak membara dan takkan membakar pantatmu, kenapa takut?� Terpaksa Sim Long berduduk di situ. Nona itu lantas memandang Ci-hiang dan tertawa, "Haha, boleh juga pandanganmu. Meski anak muda semacam ini kelihatan malu-malu kucing tapi biasanya tidak jelek permainannya. Jangan kau kira usiaku masih kecil, pengalamanku pasti tidak lebih sedikit daripadamu.� Sungguh gemas Ci-hiang, rasanya ingin memberi dua kali gamparan kepada nona cilik bejat itu. Malahan nona cilik itu lantas menepuk pundak Sim Long dan berkata lagi, "Namaku He Wan-wan, kawan-kawan sama menyebutku Li-pa-ong (raja berandal perempuan), yang duduk di sebelahku inilah kekasihku si Siau-pa-ong. Engkau sendiri bernama siapa?�
"Sim Long,� jawab Sim Long dengan tertawa. "Sim Long?� ulang He Wan-wan. "Ehm, boleh juga tampaknya kau ini.� Sejak Sim Long masuk tadi, pandangan Liong-lotoa yang tajam lantas terpusat ke arahnya, tiba-tiba ia menyapa sambil angkat cawan terhadap Sim Long, "Apakah Sim-kongcu datang dari daerah Tionggoan?�
"Betul,� sahut Sim Long sambil angkat cawan juga, "Cayhe juga sudah lama mendengar nama kebesaran Liong-toako, setelah
bertemu sekarang nyata memang tidak bernama kosong.�
Jilid 27
"Haha, terima kasih,� Liong-lotoa bergelak tertawa. Mendadak ia berhenti tertawa dan menatap Sim Long, katanya pula, "Kudengar didaerah Tionggoan akhir-akhir ini muncul seorang Sim-kongcu sekaligus mengalahkan Sam-jiu-long Lai Jiu-hong dan menjatuhkan Thian-hoat Taysu dari Ngo-tay-san, hanya dalam sebulan saja namanya sudah mengguncangkan seluruh negeri, apakah Sim-kongcu itu ialah Anda sendiri?�
"Ah, itu cuma pujian teman saja padaku,� sahut Sim Long dengan tertawa. Seketika para hadirin sama gempar oleh keterangan Liong-lotoa itu, bahkan si Raja Berandal Cilik juga melenggong dan Ciu Thian-hu pun melongo. Dalam pada itu sebagai tuan rumah Koay-hoat-lim, Li Ting-liong dan Jun-kiau lantas mengajak angkat cawan dengan para tamu. Dengan tertawa Jun-kiau berkata, "Yang duduk di sini seluruhnya adalah orang ternama, cuma sayang kesehatan Ongya agak terganggu sehingga tidak dapat keluar mengiring tamu, terpaksa silakan hadirin makan minum sekadarnya, lalu menemui beliau.� Beramai-ramai mereka lantas angkat cawan dan menenggak arak, lalu bersantap. Tiba-tiba Ciu Thian-hu bertanya setelah menenggak arak, "Apakah
Sim-laute ini juga suka bertaruh?�
"Kukira sangat sedikit orang lelaki yang tidak berjudi,� jawab Sim Long dengan tersenyum. "Wah, jika begitu sebentar lagi aku ingin belajar kenal,� tukas The Lan-ciu. "Tentu akan kuiringi kalian,� kata Sim Long. Segera Siau-pa-ong Si Bing menukas, "Sudah lama ingin kudatang ke sini, entah permainan apa saja yang terdapat di sini?�
"Ongya paling suka main Pay-kiu,� jawab Jun-kiau. "Beliau merasa permainan Pay-kiu paling merangsang.�
"Bagiku Pay-kiu tidak lebih menarik daripada main dadu, tapi boleh juga.� ujar Si Bing. "Ah, kukira saudara cilik ini lebih suka main lempar mata uang,� kata Liong-lotoa dengan tertawa. "Itu kan permainan anak kecil,� sahut si berandal cilik. Pada saat itulah muncul seorang pemuda berbaju satin, yaitu jago Angin Ribut yang mengirim undangan kepada Sim Long itu, ia memberi hormat dan berseru, "Bilamana hadirin sudah dahar, silakan ikut hamba, Ongya sudah menunggu.�
Segera Sim Long berbangkit, bahwa sebentar lagi akan berhadapan dengan tokoh yang paling misterius zaman ini, yaitu Koay-lok-ong, seketika darah terasa bergolak. Ruangan dalam tidak luas, tapi juga sangat indah. Keadaan ruangan gelap sekali, hanya di tengah tergantung sebuah lampu minyak kristal yang besar, cahaya lampu terkerudung oleh kertas putih bersih sehingga sinarnya tidak terpancar ke tempat lain. Karena sekelilingnya gelap maka cahaya lampu jadi terlebih terang, seluruhnya menyorot ke atas meja bundar yang berlapis laken hijau. Sekitar laken hijau diberi tepian warna emas, sekeliling meja adalah beberapa kursi besar longgar, di belakang kursi dikitari pagar tembaga yang tergosok mengilat. Di atas meja sudah tertaruh seperangkat kartu Pay-kiu yang terbuat dari gading serta sepasang dadu gading berukir indah. Kecuali itu masih ada sepasang tangan. Tangan ini pun sangat indah, mulus, serupa ukiran gading, jari yang panjang lurus tertaruh di atas laken hijau, kukunya terawat rapi, jari tengah memakai tiga bentuk cincin aneh dan memancarkan cahaya
menakjubkan. Jelas inilah tangan Koay-lok-ong. Akan tetapi tubuh dan mukanya tersembunyi di balik kegelapan. Meski Sim Long berusaha melihatnya dengan cermat di bawah cahaya lampu sorot itu juga cuma tertampak wajahnya yang samar-samar dan bola matanya yang bersinar tajam. Cukup juga dapat melihat bola mata yang bisa membuat jantung orang yang memandangnya berdetak. The Lan-ciu maju lebih dulu, ia menjura dan berucap, "Selamat, Ongya!� Suara lembut, tenang dan perlahan, tapi mengandung semacam daya tarik menjawab, "Selamat, silakan duduk!�
"Terima kasih,� kata The Lan-ciu pula sambil melangkah ke dalam pagar dan duduk di kursi sebelah Koay-lok-ong. "Selamat, Ongya,� giliran Liong Su-hay yang memberi hormat dan dia juga disilakan duduk di sebelah Koay-lok-ong yang lain. Kemudian giliran Ciu Thian-hu dan dia duduk di samping The Lan-ciu. Siau-pa-ong tidak berani gegabah, ia pun memberi hormat.
"Apakah engkau ini putra Si-ciangkun?� tanya Koay-lok-ong. "Betul ....� jawab Si Bing. "Dan aku adalah bakal menantu Si-ciangkun,� sambung He Wan-wan mendadak. "Apakah Ongya ....� Tapi mendadak Koay-lok-ong mendengus, "Yang tidak berjudi berdiri di luar pagar.�
"Eh, jangan Ongya mengira aku ini orang perempuan, kalau berjudi masakah kukalah berani dibandingkan orang lelaki ....�
"Perempuan tidak boleh judi,� kata suara itu. "Mengapa, masa perempuan ....� Belum lanjut ucapan He Wan-wan, mendadak dari belakang bayangan Koay-lok-ong terjulur sebuah tangan dan menolak ke arah He Wan-wan, kontan ia jatuh terjungkal.
Keruan He Wan-wan ketakutan setengah mati, cepat ia merangkak bangun dan berdiri di luar pagar dan tidak berani bertingkah lagi. Diam-diam Sim Long terkejut, pikirnya, "Hebat benar tenaga dalam orang ini, jangan-jangan dia inilah salah satu duta Koay-lok-ong?� Segera ia pun memberi hormat dan mengucapkan selamat bertemu. Dapat dirasakan sinar mata orang yang tajam itu sedang menatapnya, lalu suara orang berkata, "Anda inikah Sim-kongcu?� Sim Long membenarkan. Orang itu memandangnya lagi sejenak, lalu berkata, "Baik silakan duduk.� Sim Long lantas berduduk tepat di depan Koay-lok-ong. Tanpa disuruh lagi Ci-hiang berdiri juga di luar pagar. Sekonyong-konyong tangan di belakang Koay-lok-ong bertepuk
perlahan, dua pemuda berbaju satin lantas membawa datang sebuah kotak berukuran dua kaki persegi. Ketika kotak itu dibuka di atas, meja mendadak melompat keluar satu orang. Sungguh aneh bin ajaib, dari dalam kotak sekecil itu dapat melompat
keluar seorang manusia hidup. Kiranya seorang manusia kerdil, manusia mini. Tinggi tubuh orang ini kurang dari dua kaki. Berbeda daripada orang kerdil umumnya yang tidak rata pertumbuhannya, orang kerdil ini tumbuh dengan sama rata ukuran anggota badannya sehingga sekilas pandang serupa manusia normal biasa, hanya ukurannya memang mini. Hanya kepalanya saja yang agak lebih besar sedikit, ditambah sepasang mata yang lincah dan mulut yang tipis sehingga tampaknya cukup menyenangkan. Manusia mini ini memakai topi putih dengan baju dan sepatu putih pula, malahan tangan juga memakai kaus putih, semuanya serbaputih bersih. Sampai Sim Long juga kaget ketika seorang melompat keluar dari kotak kecil itu. Segera manusia mini ini berjongkok di atas meja dan menyembah kepada para tamu. Kemudian ia melompat bangun, ucapnya sambil
berkedip-kedip lucu, "Main perempuan mencari yang cantik, berjudi harus main jujur .... Hamba Siau-ling-ci (si Cerdik Pandai Cilik) khusus akan meladeni dan mencuci kartu bagi hadirin ....� Nyata ucapannya jelas dan bicaranya pintar meski ukurannya mini. Diam-diam Sim Long membatin, "Agaknya Koay-lok-ong khawatir orang lain menyangka dia main curang, maka sengaja menyuruh seorang kerdil untuk menjadi tukang bagi kartu.� Siau-ling-ci atau si Cerdik Pandai Kecil lantas mendorong kartu Pay-kiu ke depan para hadirin sambil bicara, "Tuan-tuan, kartu ini berkualitas tinggi dan berharga mahal, mulus tanpa sesuatu kode rahasia, silakan hadirin memeriksanya sendiri.�
"Cukup, tidak perlu periksa lagi,� kata semua orang. "Setiap kali setelah hamba mencuci kartu, setiap orang masih diperbolehkan menyuruhku mencuci sekali lagi. Bilamana di antara hadirin mengetahui sesuatu permainanku pada waktu mencuci kartu, silakan segera bertindak, boleh langsung potong tangan hamba.� Dengan tertawa Liong Su-hay menanggapi, "Ah, selamanya Ongya bertaruh dengan adil dan bersih, hal ini diketahui siapa pun.�
"Jika begitu, silakan hadirin mulai pasang,� kata pula Siau-ling-ci dengan tertawa. "Uang kontan, emas perak, Ginbio dari kedelapan Ci-ceng (serupa bank zaman sekarang) besar, semuanya berlaku di atas meja. Benda mestika, batu permata juga boleh langsung dihargai di sini. Sebaliknya pinjam utang takkan diladeni.�
"Dengan sendirinya kami tahu peraturan ini,� kata Liong Su-hay. "Nah, hamba yang cuci kartu, hadirin lempar dadu, kecuali Ongya yang menjadi bandar, hadirin boleh lempar dadu secara bergiliran,� kata Siau-ling-ci pula. Diam-diam Sim Long juga mengakui cara bertaruh ini memang jujur dan tidak memberi peluang untuk main curang, tampaknya cara berjudi Koay-lok-ong memang bersih. Segera si manusia mini itu sibuk mencuci kartu dengan gesit. The Lan-ciu yang mendahului mengeluarkan sehelai Ginbio dan perlahan ditaruh di atas meja. Sedangkan si berandal merogoh segenggam biji emas dan ditaruh
seluruhnya ke depan. Mendadak terdengar Koay-lok-ong mendengus, "Ambil kembali dan enyah!� Siau-pa-ong melengak, "He, ken ... kenapa, masakah emasku tidak laku?� Sama sekali Koay-lok-ong tidak menggubrisnya, tapi orang dibelakangnya lantas mendengus, "Emasnya sih laku, cuma tanganmu terlalu jorok.� Suaranya lambat, kaku, sepat, seperti orang yang jarang bicara sepanjang tahun sehingga lidah pun berubah kelu. Maklum, cara menggerakkan tangan orang ini biasanya memang jauh lebih cepat daripada dia menggunakan mulutnya. Siau-pa-ong jadi melengak, katanya dengan tertawa, "Tangan jorok? Apa sangkut pautnya tangan jorok? Kedatangan kita ini adalah untuk berjudi dan bukan untuk berlomba tangan siapa paling bersih dan indah.� Belum habis ucapannya, sekonyong-konyong sebuah tangan mencengkeram baju lehernya dari belakang. Keruan ia terkejut dan bermaksud melawan, tapi entah mengapa, sekujur badan terasa lemas lunglai tak bertenaga, kontan ia diangkat orang serupa elang mencengkeram anak ayam. "Enyah!� demikian dengus suara yang dingin sepat tadi. Berbareng dengan kata "enyah� itu, tubuh Siau-pa-ong terus melayang ke luar dan "bluk�, ia terbanting di luar pintu dan sukar
merangkak bangun lagi. Cara bagaimana orang itu sampai di belakang Siau-pa-ong dan cara bagaimana dia turun tangan, bukan cuma Siau-pa-ong saja tidak tahu, bahkan orang sebanyak ini pun tidak ada yang tahu. Si berandal perempuan tadi pun menjerit dan berlari keluar. Habis itu keadaan lantas sepi. Suara napas setiap orang sama terdengar. Akhirnya Koay-lok-ong tersenyum katanya, "Janganlah hadirin terganggu oleh bocah yang menjemukan ini, marilah kita lanjutkan.�
Siau-ling-ci lantas membawa dua biji dadu ke depan The Lan-ciu, tubuhnya yang berukuran mini itu melangkah kian kemari di atas meja besar itu serupa sebuah boneka yang lincah. Ia berlutut di depan The Lan-ciu sambil mengangkat dadu, serunya,
"Silakan The-siansing membuka dasar!�
"Terima kasih,� kata The Lan-ciu dengan tersenyum. Kegunaan kedua biji dadu dalam permainan Pay-kiu adalah untuk menentukan nomor urutan pembagian kartu. Meski kecil kedua biji dadu itu, tapi dapat menentukan nasib untung-malang orang-orang yang ikut bertaruh ini, dapat membuat mereka gembira dan menderita, bahkan dapat menentukan mati-hidup mereka. Dan kedua biji dadu itu lantas meluncur dari tangan The Lan-ciu yang putih itu, perjudian besar sepanjang malam pun dimulai. Dadu berputar di dalam sebuah mangkuk porselen, berpasang mata sama memandangnya dengan tegang tanpa berkedip. Akhirnya dadu berhenti dan menunjukkan tujuh titik total. Segera si manusia mini berteriak menyatakan tempat yang berhadapan dengan bandar. Maka dua potong kartu (kartu Pay-kiu terbuat dari kayu atau gading dengan angka serupa kartu domino) yang indah lantas didorong oleh setangkai tongkat kecil ke depan Sim Long. Perlahan Sim Long mengintip kartunya, kartu pertama angka delapan campur, kartu ini tidak baik, tapi juga tidak jelek. Ketika kartu kedua dibuka ternyata dua titik alias balok satu (istilah domino), kartu ini disebut "Te� dalam permainan Pay-kiu dan terhitung kartu nomor dua setelah "Thian�, yaitu balok enam. Kartu delapan campur berpasangan dengan kartu "Te� disebut "Te-kong�, terhitung kartu bagus. Sim Long tersenyum puas. Dilihatnya kawan bertaruh yang lain, yaitu The Lan-ciu, Liong Su-hay dan Ciu Thian-hu sama menggerutu, rupanya mereka mendapatkan kartu jelek. Terdengarlah Siau-ling-ci berteriak menyerukan angka kartu bandar yang terdiri dari tujuh dan delapan, kartu jelek, namun masih lebih tinggi daripada kartu kedua pemasang kanan-kiri. Maka perak, Ginbio dan emas lantas disapu oleh bandar. Hanya Sim Long saja yang mendapat seribu tahil perak. Taruhan pertamanya memang tidak besar. Dan begitulah seterusnya, agaknya angin Sim Long cukup baik,
berturut-turut dia menang lagi, pasangnya juga terus ditumpuk atau dilipatkan. Lima kali pasangan jumlah taruhannya sudah berjumlah 16 ribu tahil. Ci-hiang yang berdiri di belakangnya sama terbelalak. Sedangkan Ciu Thian-hu tampak tidak tenang, matanya mulai merah, ia pandang Sim Long dengan iri. Tampaknya sudah lebih selaksa tahil kekalahannya. Liong Su-hay dan The Lan-ciu juga kalah, namun mereka tetap tenang saja walaupun tangan pun mulai berkeringat. Mata yang tajam di balik kegelapan itu tetap dingin, namun juga berulang melotot ke arah Sim Long. Dadu dilempar dan kartu dibagi lagi.
Sekali ini pihak bandar cukup beruntung dan mendapat kartu sepasang "Jin�, yaitu dua kartu balok empat. Kartu Thian dan Te sudah keluar semua, jelas sepasang kartu Jin ini paling tinggi. Para petaruh sama putus asa dan menghela napas perlahan. The Lan-ciu mengusap keringat. Ia kalah lagi, yang lain juga kalah, tinggal Sim Long saja yang masih mengintip kartu. Mendadak Sim Long tertawa, kartu dibuka ternyata mendapat pasangan empat-dua dan dua-satu. Kedua kartu ini dalam
permainan Pay-kiu disebut "Ci-cun�, artinya yang maha agung, dari arti istilah ini sudah cukup melambangkan keagungannya yang tak terkalahkan oleh kartu lain. Seketika penonton sama gempar. Kembali cuma Sim Long saja yang menang. The Lan-ciu dan lain-lain sama bermuka merah dan mandi keringat. Rupanya mereka menjadi iri terhadap kartu Sim Long, untuk selanjutnya mereka ikut bertaruh bagi kartu Sim Long dan mengosongkan bagian kartu sendiri. Siapa tahu hal ini pun tidak menjamin akan kemenangan mereka, sebaliknya kartu Sim Long menjadi buruk setelah mereka ikut taruhan pada kartunya.
Dengan begitu Ciu Thian-hu dan lain-lain tambah banyak kalahnya, sebaliknya kemenangan Sim Long masih utuh. Keruan yang kalah tambah menggerutu. Dan biasanya, pejudi yang kalah selalu ngotot terus dengan harapan bisa kembali modal. Maka setelah berputar lagi beberapa kali, kekalahan Ciu Thian-hu sudah mendekati 50 ribu tahil, Liong Su-hay juga kalah 20-an ribu tahil. Hanya The Lan-ciu berbalik ada kemenangan sedikit karena kartunya mulai membaik. Tapi ketika Ciu Thian-hu dan Liong Su-hay memegang kartu sendiri lagi, segera Sim Long bertaruh pula dan kembali mendapat kartu bagus dan menang. Hanya sebentar saja kemenangannya telah bertambah sehingga seluruhnya menang ratusan ribu tahil. Bagi pandangan kaum pejudi, hanya pemenang saja menjadi kebanggaan dan pujaan mereka, sekarang Sim Long dipandang mereka tiada ubahnya superman. Tampaknya Ciu Thian-hu yang lagi sial, hampir setiap kali taruhannya pasti dimakan bandar, ia mulai lemas, mukanya merah padam. Tiba-tiba The Lan-ciu berkata, "Malam ini engkau kurang mujur, akan lebih baik jika istirahat dulu.�
"Tidak, harus kuteruskan, kupasang lagi tiga laksa tahil,� seru Ciu Thian-hu penasaran sambil merogoh saku. Setelah tiga laksa tahil Ginbio dikeluarkan, agaknya sudah kosong isi sakunya. Mendadak Liong Su-hay berbangkit dan tertawa, "Haha, akulah yang harus berhenti, bila diteruskan, mungkin seluruhnya bisa ludes dan akhir bulan para saudaraku terpaksa harus makan angin.� Sembari membetulkan bajunya ia lantas melangkah pergi, dia memang seorang pejudi yang berani menang juga berani kalah. Karena Ciu Thian-hu ikut bertaruh atas kartunya, sekali ini Sim Long cuma pasang seribu tahil saja. Waktu kartu dibuka, lagi-lagi semua pasangan disapu oleh bandar. Butiran keringat memenuhi dahi Ciu Thian-hu, ia termangu-mangu
sejenak, mendadak ia mengeluarkan semua barang berharga yang dibawanya, seluruhnya ditaruh di atas meja. Katanya parau,
"Uangku sudah ludes, barang ini dinilai berapa?� Siau-ling-ci memeriksa barang-barang itu, lalu berkata, "Lima laksa
lima ribu tahil.�
"Baik, seluruhnya kutaruh lagi di sini ....� dengan penasaran Ciu Thian-hu bertaruh pula atas kartu Sim Long. "Sungguh aku tidak percaya, jika dia bertaruh sendiri mendapatkan kartu besar, bila aku ikut bertaruh tentu kalah. Maaf, sekali ini kuharap dapat memegang kartu.�
"Silakan,� jawab Sim Long dengan tersenyum. Sekali ini ia malah tidak bertaruh sama sekali. Dengan tangannya yang rada gemetar Ciu Thian-hu memegang kartu, diintipnya dengan perlahan dengan mata setengah terpicing. Tapi mendadak ia berteriak, orangnya terus jatuh merosot ke lantai. Kartunya jatuh di atas meja dan terbuka, ternyata sepuluh campur,
jeblok, kartu yang paling jelek. Sinar mata tajam dalam kegelapan itu tampak gemerdep, desisnya, "Bawa dia keluar!� Li Ting-liong yang menunggu di luar pagar mengiakan dan Ciu Thian-hu segera diusung pergi. Tiba-tiba The Lan-ciu berkata, "Rasanya aku pun lebih baik berhenti saja, biarlah pertarungan besar berlangsung antara Ongya dan Sim-kongcu, apabila tidak keberatan, boleh juga kulemparkan dadu bagi kalian sekadar ikut meramaikan pertarungan besar yang sesungguhnya ini.� Sim Long tetap duduk saja dengan tersenyum, ia tahu ucapan The Lan-ciu memang tidak salah, pertarungan besar yang sebenarnya memang baru akan mulai antara dia dan Koay-lok-ong. Sasaran Koay-lok-ong malam ini jelas adalah dia, begitu pula yang ditujunya juga Koay-lok-ong. Meski dia telah mendapatkan kemenangan belasan laksa tahil perak dan menambah modalnya, ini berarti pula menambah ketabahannya menghadapi lawan, tapi lawannya memang teramat kuat, sampai saat ini belum lagi ditemukan sesuatu lubang kelemahannya. Dalam pada itu 32 potong kartu gading yang mengilat telah ditumpuk rajin lagi di atas meja. Tiba-tiba Koay-lok-ong berkata, "Hanya dua orang saja yang bertaruh, rasanya tidak perlu lagi aku menjadi bandar, betul tidak?�
"Ongya memang sangat adil,� ujar Sim Long dengan tersenyum. Hendaknya maklum, bila kartu pemasang dan bandar sama besarnya, biasanya dianggap bandar yang menang. Jika demikian halnya berarti Sim Long dirugikan karena sekarang tiada petaruh yang lain. "Menjadi bandar secara bergiliran juga kurang enak, maka ingin kuusulkan suatu cara pertarungan yang adil dan menarik, bahkan merangsang,� kata Koay-lok-ong pula. "Bagaimana caranya?� tanya Sim Long dengan tertawa. "Begini,� tutur Koay-lok-ong. "Setelah kita sama-sama melihat kartu masing-masing, pihak yang mendapat bagian kartu lebih dulu boleh menambah pertaruhannya, bila lawan tidak ikut menambah taruhannya dalam jumlah yang sama berarti dia menyerah. Jika tambahan taruhan itu diterima barulah berhak untuk mengadu kartu. Tapi kalau lawan merasa kartunya lebih bagus, kecuali ikut jumlah taruhan tambahan itu, dia masih boleh "kik" lagi lebih banyak dan begitu seterusnya sampai kedua pihak tidak tambah lagi baru dilakukan mengadu kartu atau sampai salah satu pihak tidak berani ikut lagi dan menyerah.�
Rupanya cara bertaruh yang diajukan Koay-lok-ong ini adalah pertaruhan sistem main poker zaman sekarang. Sim Long berkeplok senang, "Haha, bagus sungguh permainan yang bagus! Pertaruhan cara begini, kecuali nasib mujur, masih diperlukan kecerdasan dan keberanian, bahkan tidak boleh ketinggalan ketenangan dan ketabahan ....�
"Betul, kunci pada cara pertaruhan ini terletak pada pribadi dirimu, harus berusaha agar lawan tidak dapat menerka kartumu dari sikapmu. Sebaliknya engkau juga harus berusaha menebak besar-kecil kartu yang dipegang lawan.�
"Haha, sungguh pertaruhan yang menarik ....� seru Sim Long dengan tertawa. Para penonton juga sama melongo, sungguh perjudian yang belum pernah mereka dengar, apalagi melihat. The Lan-ciu berucap dengan gegetun, "Ai, cara pertaruhan ini
sungguh lain daripada yang lain, bisa saja Ongya menciptakan sistem pertaruhan yang menarik ini.� Koay-lok-ong tertawa bangga, katanya, "Medan judi serupa medan perang. Di medan judi kedua pihak juga harus mengadu kepintaran, mengadu otak, menggunakan segala tipu akal, dengan begitu barulah menarik.�
"Ongya jelas adalah jago kelas tinggi, Sim-kongcu tampaknya juga tidak lemah, wah, pertarungan di antara kalian pasti sangat seru, sungguh sukar mencari tontonan menarik ini,� ujar The Lan-ciu. "Nah, bilamana Sim-kongcu tidak mempunyai pendapat lain, bagaimana kalau sekarang juga kita mulai?� tanya Koay-lok-ong. "Dan supaya tidak membuang waktu, kita tentukan taruhan minimum adalah lima ribu tahil, setiap kali taruhan yang ditambahkan juga harus perkalian dari lima ribu, umpamanya boleh sepuluh, lima belas, dua puluh ribu dan seterusnya.�
"Baik,� tanpa pikir Sim Long menerima tantangan orang dengan tersenyum. Maka dadu lantas dilempar dan kartu dibagi. Para penonton sama terbelalak menyaksikan perjudian besar dengan cara yang aneh antara dua seteru yang sama kuat ini. Mencorong juga sinar mata Sim Long menghadapi lawan yang hebat ini, namun dia tetap tenang, senyumnya tambah memesona.
Perlahan ia memegang kartu. Ternyata tujuh campur, tidak bagus, tapi juga tidak jelek, lumayanlah begitu. Ia tumpuk kartunya, lalu berduduk dengan kepala agak mendoyong ke belakang untuk menyembunyikan wajahnya di balik bayang kegelapan sambil menatap Koay-lok-ong. Dengan cara yang sama Koay-lok-ong juga sedang memandangnya. Dua pasang mata sama memancarkan sinar tajam, namun tidak memperlihatkan sesuatu perubahan perasaan. Dilihatnya tangan Koay-lok-ong yang putih mulus itu mendorong seonggok perak ke depan sambil berucap, "Tambah lagi selaksa tahil.� Orang berani menambah selaksa, jangan-jangan memegang kartu besar atau cuma main gertak saja? Sim Long ragu sejenak, akhirnya ia keluarkan dua helai Ginbio bernilai dua laksa lima ribu tahil, katanya, "Selaksa kuikut dan tambah lagi lima belas ribu tahil.�
"Baik, dan kutambah lagi tiga laksa,� jawab Koay-lok-ong. Tanpa pikir orang menambah sejumlah besar itu, jelas bukan main
gertak, kartunya pasti tidak kecil. Perlahan Sim Long hampir membuang kartunya sebagai tanda menyerah. Tapi pada saat terakhir mendadak pendiriannya berubah. Ia berbalik menaruh sehelai Ginbio dan berkata, "Baik, aku ikut tiga laksa.�
Hanya ikut tanpa menambah lagi berarti sampai di sini kedua pihak harus mengadu kartu. Koay-lok-ong hanya memandang Sim Long tanpa melihat kartunya, katanya hambar, "Engkau menang.� "Tapi kartuku cuma tujuh campur,� kata Sim Long. Perlahan Koay-lok-ong membuka kartunya, cuma satu, memang kalah. Para penonton sama bersuara gegetun, berani menambah taruhan
sebesar itu, ternyata cuma memegang kartu sekecil itu, sungguh sukar dibayangkan. Babak pertama telah dimenangkan Sim Long dengan gemilang. Mungkin inilah kunci kemenangan selanjutnya, Ci-hiang ikut tersenyum senang. Dan begitulah permainan terus berlanjut, beberapa babak permulaan selalu dimenangkan oleh Sim Long sehingga modalnya telah bertambah hingga hampir setengah juta tahil. Tapi setelah berputar lagi, beberapa kali taruhan berikutnya angin berganti arah, Koay-lok-ong yang menang, modal Sim Long menyusut dan akhirnya tersisa belasan laksa tahil saja. Diam-diam Ci-hiang menahan napas dan mengeluh, jika sisa modal ini pun hanyut berarti tamatlah segalanya. Dilihatnya Sim Long masih tetap tenang saja. Cahaya lampu yang semula mencorong terang kini pun terasa berubah agak guram. Para penonton juga ikut tegang karena pertaruhan semakin besar. "Tambah tiga laksa,� ucap Koay-lok-ong setelah membaca kartunya. Sim Long ragu sejenak sambil menghitung Ginbio yang dipegangnya, katanya kemudian, "Dan kutambah lagi tiga laksa.� "Baik, tambah pula tiga laksa,� jawab Koay-lok-ong. Sekaligus pertaruhan dari lima ribu tahil telah berubah menjadi 95 ribu, para penonton sama tercengang, jantung Ci-hiang juga berdetak. Ia tahu sisa modal Sim Long saat ini paling banyak tinggal enam atau tujuh laksa saja, bila ini pun kalah berarti selesailah perjudian ini. Siapa duga, Sim Long lantas menaruh sisa modalnya dan berkata, "Baik, tiga laksa kuikut dan kutambah lagi 35 ribu.� Hampir saja Ci-hiang menjerit, tapi setelah dipikir lagi, hampir juga ia tertawa, sebab ia yakin Sim Long pasti memegang kartu besar, bisa jadi Ci-cun yang tak terkalahkan, kalau tidak masakah dia berani mempertaruhkan seluruh modalnya. Begitulah ia tersenyum senang. Padahal kalau dia tahu kartu yang dipegang Sim Long cuma dua titik, mungkin dia akan kelengar seketika. Sekali ini Koay-lok-ong berpikir, ia tatap Sim Long dengan tajam, seperti ingin menyelami pikiran lawan sesungguhnya lagi main gertak atau main "colong� belaka. Sim Long tidak bergerak dan membiarkan orang memandangnya, mendadak Koay-lok-ong berkata dengan tertawa, "Haha, mana aku
dapat kau gertak, belum pernah ada orang berani main curi padaku. Kuyakin kartumu tidak lebih cuma empat atau lima saja.�
"Masa?� ujar Sim Long tertawa. "Ya, pasti, sudah kuhitung,� kata Koay-lok-ong. "Jika begitu mengapa engkau tidak tambah lagi? Jangan-jangan kartumu sendiri cuma satu atau dua?� Koay-lok-ong mendengus, mendadak ia tepuk tangan, dari belakangnya segera ada orang menyodorkan sebuah peti kecil. Sambil mendorong peti itu Koay-lok-ong berkata, "Kutambah lagi 90 laksa tahil.� Hal ini membikin gempar para penonton lagi, entah sejak kapan Liong Su-hay dan Ciu Thian-hu juga sudah datang lagi tertarik oleh pertaruhan luar biasa ini. Mata Liong Su-hay terbelalak seperti gundu, hidung Ciu Thian-hu berkembang-kempis. Namun Sim Long tetap tenang saja, ia tersenyum sambil meraba kartunya. "Bagaimana, berani masuk tidak?� tanya Koay-lok-ong. "Tadi kulupa tanya dulu, bilamana modal sudah habis, apakah dianggap kalah?� kata Sim Long. "Masakah modalmu habis?� tanya Koay-lok-ong. "Ongya tentu maklum, siapa pun tidak mungkin dapat kian kemari
membawa 90 laksa tahil perak,� ujar Sim Long. Serupa mata elang Koay-lok-ong menatap Sim Long, "Jika tidak ada modal lagi, boleh juga pakai barang gadai.�
"Sekalipun Ciu-heng itu juga tidak membawa barang berharga 90 laksa tahil untuk digadaikan, apalagi diriku yang memang ... memang tidak membawa sesuatu benda berharga.�
"Orang lain jelas tidak punya benda bernilai sebesar itu, tapi Sim-kongcu ada,� ujar Koay-lok-ong dengan tersenyum licik.
"Aku punya? ....� Sim Long melengak. Mendadak ia bergelak tertawa, "Haha, jangan-jangan Ongya menghendaki kugadaikan
jiwaku itu.�
"Jika jiwamu cuma digadaikan 90 laksa tahil perak, apakah engkau tidak terlalu menilai rendah diri sendiri?�
"Habis apa yang kupunyai?� Sim Long berhenti tertawa. "Jarimu!� kata Koay-lok-ong. "Jariku?� Sim Long menegas dengan kening bekernyit. "Betul, setiap jarimu dapat kuhargai 45 laksa tahil.�
"Hahaha,� Sim Long tertawa, "baru sekarang kutahu jariku sedemikian berharga.�
"Nah, jika pertaruhan kau menangkan, uang di atas meja boleh kau sapu, tapi jika Anda kalah, cukup kupotong dua jarimu saja ....� Koay-lok-ong tertawa dingin, lalu menyambung, "Jarimu seluruhnya ada sepuluh, kalau cuma dipotong dua kan belum apa-apa.� Tanya-jawab mereka itu membuat air muka para penonton sebentar berubah merah dan sebentar lagi berubah pucat, semuanya sama berkeringat dingin. Kalau saja tidak berpegangan pagar, mungkin sejak tadi Ci-hiang sudah jatuh semaput. Betapa kejamnya pertaruhan ini, masakah harus menggunakan darah daging untuk bertaruh dengan emas perak yang dingin itu. Namun Sim Long tetap tersenyum, ia pandang Koay-lok-ong, jawabnya, "Bila jariku dipotong Ongya berarti selama hidupku tak dapat lagi menggunakan pedang. Jika Ongya memotong jari tengah dan jari telunjukku, selama hidupku pun takkan mampu Tiam-hiat (menutuk Hiat-to) .... Ya, dua jari memang tidak sedikit kegunaannya.�
"Jika engkau tidak berani juga tidak menjadi soal,� ujar Koay-lok-ong. Sim Long menatapnya sebentar lagi, mendadak ia berseru, "Baik, jadi!� Ucapan ini membuat semua orang hampir tidak bisa bernapas lagi. Tubuh Koay-lok-ong agaknya juga bergetar sedikit, serunya, "Maksudmu kau ikut 90 laksa tahil ini!�
"Ya, masuk!� jawab Sim Long tersenyum. "Apa kartumu?� bentak Koay-lok-ong. "Kartuku tidak bagus, tapi juga tidak terlalu jelek,� ujar Sim Long tertawa sambil membuka kartu. Dua, ternyata cuma dua titik. Baru sekarang para penonton mengembuskan napasnya yang ditahan, walaupun semua orang tidak berani sembarang bersuara disini, tidak urung terjadi juga kegemparan. Tubuh Ci-hiang juga lemas dan jatuh terkulai di lantai. Tamat, tamatlah segalanya! Sungguh gila Sim Long, kartu sekecil itu berani bertaruh sebesar itu, benar-benar gila! Di tengah kegemparan itu. Koay-lok-ong justru duduk serupa patung di balik bayangan kegelapan tanpa bergerak, sorot matanya yang tajam itu mendadak berubah kosong hampa. Ia pandang kartu Sim Long dengan hampa dan berucap sekata demi sekata, "Cuma dua ... bagus sekali, cuma dua ....� Suaranya juga terasa hampa, entah girang, entah murka. Sim Long tersenyum, "Betul, memang cuma dua.� Mendadak Koay-lok-ong membentak bengis, "Mengapa kau berani menyerempet bahaya?�
"Sebab sudah kuperhitungkan kartu Ongya pasti tidak melebihi dua,� jawab Sim Long dengan tertawa. "Hm, cara bagaimana dapat kau hitung? Coba jelaskan, kuingin tahu,� jengek Koay-lok-ong. "Pertama, sudah dapat kuraba cara permainan Ongya.�
"Bagaimana permainanku?�
"Bila Ongya memegang kartu besar, engkau tidak menyerang dengan terburu-buru melainkan menanti dengan tenang, menunggu
lawan masuk perangkap sendiri, dengan taruhan pancingan. Sebaliknya jika kartu Ongya kurang bagus, Ongya pasti menambah
taruhan secara besar-besaran untuk menggertak lari lawan.�
"Hm, apa lagi?� jengek Koay-lok-ong. "Dengan begitu aku lantas memasang jeratan juga,� tutur Sim Long. "Jeratan?� Koay-lok-ong menegas. "Ya, aku sengaja menghitung modalku agar Ongya mengetahui modal judiku tersisa tidak banyak lagi, ingin kupancing supaya Ongya main "curi". Sebab Ongya pasti berpendapat orang yang modal judinya tidak banyak pasti akan bertaruh dengan hati-hati, kartu yang tidak meyakinkan pasti tidak berani bertaruh, sekalipun tahu Ongya cuma main gertak juga belum tentu berani masuk ....� Sim Long tertawa, lalu menyambung, "Apalagi setelah kartu besar jelas sudah keluar sedang kartu yang kupegang pasti tidak besar, inilah kesempatan bagi Ongya untuk main gertak atau curi, dan ternyata kesempatan ini memang tidak disia-siakan Ongya.�
"Hm, jadi kesempatan ini sengaja kau bikin?� jengek Koay-lok-ong. "Betul, dan ternyata Ongya tidak tahan oleh pancinganku ini,� jawab Sim Long dengan tertawa. "Ketika Ongya benar-benar menambah taruhan sebesar itu, aku tambah yakin Ongya cuma ingin menggertak lari diriku saja.�
"Masakah kau yakin aku pasti akan main gertak begitu? Apakah tidak mungkin kuganti cara bermain?�
"Dengan sendirinya juga mungkin terjadi begitu. Cuma, kebiasaan berjudi seorang kebanyakan sudah berakar dan sukar berubah lagi, semakin tegang keadaan yang dihadapi semakin nyata kebiasaannya itu akan menonjol.�
"Hahaha, tapi mungkin juga sengaja kupasang tabir begitu untuk mengelabui pandanganmu atas cara permainanku, padahal justru engkau sendiri yang tertipu ....� di tengah gelak tertawanya Koay-lok-ong lantas berbangkit dan melangkah pergi sambil menambahkan, "Bagus ... bagus, boleh kau lihat sendiri berapa kartuku.� Sampai sekarang semua orang belum lagi tahu sesungguhnya besar atau kecil kartu yang dipegang Koay-lok-ong, dengan sendirinya setiap orang ingin melihatnya. Akan tetapi meski Koay-lok-ong sudah pergi, tetap tiada seorang pun berani membuka kartu yang ditinggalkannya di atas meja. Sim Long tersenyum, "Ongya sudah pergi, sesuai pesannya, biarlah kubuka kartunya.� Baru saja tangannya bergerak, mendadak sebuah tangan terjulur dari tempat gelap dan menahan kedua potong kartu Pay-kiu itu. Ia cuma menekan perlahan dan kedua kartu lantas ambles rata dengan permukaan meja. Tangan ini tangan yang membikin He Wan-wan mencelat tadi, juga
tangan yang melempar keluar Siau-pa-ong Si Bing. Baru sekarang semua orang dapat melihat jelas tangan ini kurus kering, tiada terlihat guratan otot, tangan yang mirip sepotong kayu kering. Terdengar suara yang dingin dan sepat itu berkata, "Kartu ini tidak perlu kau lihat lagi.�
"Sebab apa?� tanya Sim Long tersenyum. "Sudah kuperiksa, kartu ini lebih besar daripada kartumu, tiga titik,� jengek suara itu. "O apa betul?�
"Masa kau berani tidak percaya padaku?� Ucapan ini membikin air muka semua orang sama berubah, sebab kalau Sim Long menjawab "tidak�, jelas segera orang ini akan turun tangan. Meski nama Sim Long akhir-akhir ini sangat cemerlang, tapi usianya masih sedemikian muda, semua orang menyangsikan apakah dia sanggup melayani jago nomor satu dari Kwan-gwa ini.
Apalagi jika benar keduanya bergebrak, rencana Sim Long juga akan berantakan. Tapi kalau tanpa melihat kartu lawan dan Sim Long disuruh mengaku kalah, hal ini pun tak dapat diterima oleh siapa pun. Seketika semua orang merasa cemas bagi Sim Long, mereka tahu bilamana Sim Long ingin menggeser tangan orang dari atas kartu, jelas mahasulit. Tak terduga Sim Long cuma tersenyum, katanya, "Tadi sudah kusaksikan kungfu Anda, memang hebat dan tidak malu sebagai jago utama di bawah Ongya. Tapi apakah dapat kau lihat ada sesuatu yang tidak beres pada benda ini?� Sembari bicara tangan Sim Long terjulur ke sana dan memegang sesuatu. Secara di bawah sadar tangan kurus kering itu menerima barang yang dimaksud Sim Long dan diperiksa, ternyata cuma dua biji dadu. Orang itu melengak, katanya dengan gusar, "Apa yang kau katakan tidak beres pada dadu ini?�
"Dadu ini memang baik, tapi kartu ini apakah juga baik?� kata Sim Long dengan tertawa, berbareng tangannya lantas menekan
permukaan meja, kontan kedua kartu yang ambles rata dengan meja itu melompat ke atas. Bahwa sekali tekan kedua potong kartu gading itu dapat ambles ke dalam meja jelas sangat mengejutkan, tapi sekali tekan meja segera membuat kartu yang ambles itu melompat ke atas inilah kungfu terlebih mengejutkan. Semua orang sama bersorak memuji, segera pula Sim Long hendak menangkap kedua biji kartu itu. Siapa tahu mendadak terdengar suara "cret-cret� dua kali, kedua potong kartu tertimpuk hancur, remukan kartu muncrat mengenai pundak Li Ting-liong dan membuatnya meringis kesakitan. Lalu dua biji benda jatuh di atas meja, ternyata kedua biji dadu yang terpegang oleh tangan yang kurus kering tadi. Kartu gading sudah remuk, tapi kedua biji dadu masih utuh, nyata kungfu timpukan orang ini sangat lihai. Terdengar suara dingin sepat tadi mendengus, "Tiga lebih besar dari dua, jelas engkau yang kalah.� Sim Long tetap tersenyum saja, jawabnya, "Apa betul tiga titik kartu Ongya?� Dua tangan yang kurus kering terus mencakup sisa 30 biji kartu Pay-kiu, beberapa kali tangannya meremas, seketika 30 potong kartu tergilas menjadi bubuk. Dengan demikian sukar untuk mengecek berapakah angka kedua
kartu Koay-lok-ong tadi, sebab semua kartu Pay-kiu kini sudah remuk. "Sekali kubilang tiga pasti tiga,� demikian suara dingin tadi berkata pula. "Wah, tampaknya mau tak mau aku harus percaya kepada ucapanmu,� gumam Sim Long. "Makanya engkau tiada jalan lain kecuali mengaku kalah saja,� jengek orang itu. "Namun Anda telah melupakan sesuatu,� kata Sim Long dengan tertawa. "Sesuatu apa?� orang itu melengak. "Ini,� seru Sim Long sambil menjulurkan tangan ke bawah meja, "plok�, tahu-tahu dari tengah meja melejit ke atas sesuatu benda. Kiranya papan meja telah diketuknya hingga berlubang, potongan
kayu meja itu bukan lain adalah tempat ambles kedua biji kartu Pay-kiu. Secepat kilat Sim Long tangkap kedua potong kayu kecil serupa kartu itu dan diperlihatkan di bawah cahaya lampu, jelas ada sepuluh titik bundar pada kedua potong kayu itu. Yang sepotong tercetak "4-2� dan yang lain tercetak balok dua, total menjadi sepuluh angka jeblok. Meski tangan kurus kering tadi telah menghancurkan seluruh kartu Pay-kiu, disangkanya bukti sudah hilang, tapi dia lupa kartu yang
ditekan ambles ke meja itu telah mencetak bukti lain. Bukti yang dibuatnya sendiri. Seketika semua orang sama melongo dan terbelalak, entah kaget, heran, atau memuji. Sim Long tersenyum, katanya, "Dua lebih besar daripada sepuluh jeblok, jelas Ongya yang kalah.� Orang di balik bayang kegelapan itu tidak bergerak, hanya matanya yang liar serupa mata serigala melototi Sim Long dengan beringas. Namun Sim Long hanya memandangnya dengan tersenyum. Entah berlangsung beberapa lama sehingga semua orang sampai menahan napas. Mendadak orang itu menghela napas perlahan, jengeknya, "Baik, kau menang!�
*****
Hasil perjudian ini dimenangkan oleh Sim Long berjumlah sejuta tahil, di bawah pandangan iri dan kagum orang banyak harta
sebesar itu diusung pergi. Sementara itu fajar sudah menyingsing. Sim Long berduduk lagi di kursinya yang longgar dan lunak itu dengan santainya, ujung mulutnya mengulum senyum, kemalas-malasan, seperti tiada sesuatu yang patut dibuat bangga. Ci-hiang meringkuk lagi di tempat tidur dan memandang Sim Long dengan termangu-mangu, mendadak ia berkata dengan tertawa, "Caramu itu sungguh berbahaya, aku ketakutan setengah mati.�
"Cuma sayang tidak benar-benar mati,� ujar Sim Long. Ci-hiang menggigit bibir dengan mendongkol, akhirnya ia berkata lagi, "Apa pun juga engkau sudah menang, sekarang engkau sudah terhitung jutawan. Ai, satu juta tahil perak, berapa orang di dunia ini yang memiliki kekayaan sebesar ini?� Sim Long tidak menghiraukannya. "Apakah kau tahu dengan satu juta tahil perak itu pekerjaan apa yang dapat kau lakukan?�
"Melakukan apa?� Sim Long berlagak dungu. "Melakukan macam-macam,� ucap Ci-hiang sambil memejamkan mata. "Misalnya rumah yang kau bangun dengan satu juta tahil itu cukup untuk dihuni separuh penduduk kota Lan-ciu, ransum yang kau beli dengan sejuta tahil perak cukup untuk makan seluruh penduduk provinsi Kamsiok ini selama dua tahun ....� Ia menghela napas, lalu menyambung, "Dengan sejuta tahil perak dapat kau bikin seribu orang hamba yang paling setia untuk mengkhianati tuannya, dapat kau bikin seribu perawan kehilangan kesuciannya.� Mendadak Sim Long menukas dengan tertawa, "Tapi sejuta tahil
perak juga dapat hilang begitu saja tanpa berbuat apa pun.�
"Mana bisa, tidak mungkin,� seru Ci-hiang. "Biarpun kau lemparkan sejuta tahil perak itu ke sungai, paling sedikit ada separuh penduduk kota Lanciu akan terjun ke sungai untuk mencarinya.�
"Kenapa tidak ....�
"Sudahlah, kita tidak perlu berdebat,� ujar Ci-hiang. "Aku cuma ingin tanya padamu, setelah kemenangan babak pertama ini, lalu bagaimana selanjutnya? Apakah engkau cuma berduduk saja di sini agar Koay-lok-ong mencarimu?�
"Tentu saja aku pun dapat mencarinya,� jawab Sim Long. "Mencarinya?� Ci-hiang menegas. Sim Long tidak menjawab, mendadak ia berteriak, "Silakan masuk saja, nona Jun-kiau!� Sekali ini Jun-kiau lantas mendorong pintu dan masuk sendiri. Dengan wajah berseri ia memberi hormat dan berkata, "Selagi aku hendak mengetuk pintu, tak terduga Sim-kongcu sudah tahu akan
kedatanganku.�
"Hm, kau memang tidak biasa ketuk pintu segala, ketuk dan tidak kan sama saja,� jengek Ci-hiang. Tapi Jun-kiau tidak menghiraukannya, ia berkata pula kepada Sim Long, "Kedatanganku hanya ingin tahu apakah Sim-Kongcu ada sesuatu keperluan.�
"Ya, memang ingin kucari dirimu,� kata Sim Long dengan tertawa. Air muka Jun-kiau berubah, "Sim-kongcu men ... mencari diriku?�
"Maksudku hendak minta kau pergi ke Lanciu untuk membelikan satu partai mutiara paling bagus bagiku.� Hati Jun-kiau merasa lega, ucapnya dengan tersenyum cerah, "Itu kan pekerjaan gampang, entah Sim-kongcu mau beli berapa?�
"Beli sejuta tahil perak�� kata Sim Long. "Kuminta mutiara yang paling besar dan paling putih, harus sebesar gundu.�
"Wah, mutiara semacam itu mungkin ... mungkin sangat sulit dicari....�
"Asalkan ada uang masakah tidak ada barang?�
"Tapi ... tapi harganya ....�
"Berapa pun harganya tidak menjadi soal, mahal sedikit tidak apa asal saja barang baik, yang penting harus dibeli hari ini, jangan lewat tengah malam nanti.�
"Sejuta tahil kau belikan mutiara seluruhnya, apakah ... apakah engkau sudah gila? Untuk apa mutiara sebanyak itu?� tanya Ci-hiang. "Dengan sendirinya ada gunanya,� jawab Sim Long. Jun-kiau berkedip-kedip, mendadak ia tertawa, "Ah, kutahu, jangan-jangan akan Sim-kongcu sumbangkan kepada orang?�
"Hah, apakah hendak kau sumbangkan kepada Koay-lok-ong?� tukas Ci-hiang. "Kenapa mesti disumbangkan kepada Koay-lok-ong, memangnya tidak boleh kuhadiahkan kepada kalian?� jawab Sim Long dengan tertawa. Jun-kiau dan Ci-hiang saling pandang dengan melongo. "Ayolah lekas pergi membelikan mutiara,� kata Sim Long. Jun-kiau mengiakan. "Ada lagi, tolong siapkan beberapa kartu undangan, orang sudah menjamu kita, betapa pun kita harus balas menjamu orang,� Sim Long menambahkan.
"Baiklah, segera akan kusiapkan santapan bagi Kongcu,� ujar Jun-kiau. "Tidak perlu santapan, apalagi arak,� kata Sim Long. Jun-kiau jadi melengak, "Perjamuan tanpa santapan, lantas apa ... apa yang akan Kongcu hidangkan?�
"Dengan sendirinya ada hidanganku yang akan kusuguhkan kepada mereka,� kata Sim Long dengan tersenyum misterius.
*****
Perjamuan sudah tiba waktunya, tamu undangan juga sudah hadir. Di depan setiap orang hanya terdapat secawan arak. Hanya inilah suguhan Sim Long kepada tetamunya. Cawan arak terbuat dari emas, ukurannya juga cukup besar, araknya juga kelihatan arak bagus. Tapi menjamu tamu hanya disediakan secawan arak untuk setiap tamu, rasanya agak keterlaluan pelitnya. The Lan-ciu, Liong Su-hay, Ciu Thian-hu, bahkan Siau-pa-ong Si Bing juga hadir, semuanya memandangi cawan arak di depan masing-masing dengan termenung. Hanya Koay-lok-ong yang belum muncul, sungguh besar lagaknya. Sekali ini tidak ada tamu yang membawa cewek, mungkin sudah kapok oleh pengalaman semalam. The Lan-ciu memandangi cawan arak di depannya dengan tersenyum, tidak heran, juga tidak ada tanda kurang senang, agaknya dia sudah menduga di dalam cawan arak ini pasti mengandung sesuatu permainan Sim Long. Liong Su-hay tampak tersenyum, senyuman heran dan sangsi. Sedangkan Ciu Thian-hu sebentar berkerut kening, lain saat berkerut hidung sambil lihat sini dan pandang sana, dia bukan lagi menunggu
kedatangan Koay-lok-ong melainkan berharap munculnya hidangan lezat. Siau-pa-ong Si Bing hanya sibuk bermain memupuk pagoda kecik emas, sudah sekian lama pagoda kecik tetap tidak jadi ditumpuknya. "Apakah Ongya itu akan hadir?� tiba-tiba Si Bing bersuara. "Tidak tentu,� jawab Sim Long tersenyum. "Berapa lama lagi kita harus menunggu,� tanya Si Bing pula.
"Juga tidak pasti,� sahut Sim Long. "Wah, mungkin hidangan yang tersedia akan dingin bila dia belum lagi muncul,� gerutu Ciu Thian-hu. "Takkan dingin,� sela Ci-hiang mendadak dengan tertawa. "Ooh!� Ciu Thian-hu bersuara heran. "Sebab memang tidak disediakan hidangan,� sambung Ci-hiang. Ciu Thian-hu melongo, mendadak ia terbahak, katanya sambil menuding Sim Long, "Hahaah, tak tersangka engkau pintar menghemat.�
"Biasanya aku memang suka menghemat,�ujar Sim Long tersenyum. "Dia kan tidak punya tambang emas, dengan sendirinya perlu
hemat,� tukas Ci-hiang pula. Mendadak ia berhenti tertawa dan memandang ke arah pintu dengan terbelalak. Entah sejak kapan di depan pintu sudah berdiri seorang. Pintu cukup tinggi, tapi orang ini ternyata lebih tinggi satu kepala daripada pintu sehingga cuma kelihatan tubuhnya, sedang kepalanya teraling oleh kosen pintu. Ci-hiang cuma dapat melihat perawakannya yang kurus kering serupa galah bambu tanpa kelihatan kepalanya, tapi cukup melihat tubuhnya saja sudah membuat orang merasa seram. Dia memakai baju kulit hitam mulus membungkus erat tubuhnya yang jangkung itu sehingga serupa kulit ular, dia memang serupa seekor ular berbisa, setiap bagian tubuhnya seolah-olah tersembunyi bahaya yang sukar diraba, dia tidak bergerak, tapi setiap saat seperti siap mencaplok mangsanya. Tangannya yang kurus kering serupa kepala ular itu terjulur hampir melampaui dengkul, orang lain hanya dapat mencapainya dalam jarak tiga kaki, tapi dia sanggup menyerang orang dari jarak lima kaki. "Gi-su (Duta Hawa) sudah berkunjung, mengapa tidak masuk kemari untuk minum secawan?� segera Sim Long menyapa sembari menjura. Suara yang dingin dan sepat itu menjawab di luar pintu, "Namaku
Tokko Siang.� "Ah, kiranya saudara Tokko,� kata Sim Long dengan tertawa. "Orang she Tokko tidak pernah bersaudara,� ucap orang itu ketus. "O, ya, silakan Tokko-siansing masuk kemari,� tetap Sim Long menanggapi dengan tertawa. "Memang ingin kuminum secawan arakmu,� kata orang itu alias Tokko Siang. "Bilakah kiranya Ongya akan hadir?� tanya Sim Long. "Mestinya dia akan kemari, tapi malam ini justru ada seorang sahabat ingin mencari dia,� tutur Tokko Siang. "Terpaksa dia menunggu di sana untuk mengorek hati orang itu, kalau tidak orang itu pasti akan kecewa.� Perbuatan mengorek hati manusia dan bunuh-membunuh diucapkannya dengan santai, tapi bagi pendengaran orang lain seketika bisa merinding. "Jika Ongya tidak sempat hadir, sama saja Tokko-siansing mewakili beliau,� kata Sim Long. Kembali Tokko Siang mendengus, mendadak dari lengan bajunya menyambar keluar seutas benang emas, meski kepalanya seperti teraling kosen pintu, namun tangannya seakan-akan bermata. Benang emas itu berkelebat, tahu-tahu sebuah cawan arak sudah terbelit, sekali tarik cawan sudah terpegang olehnya. "Ehm, arak enak?� kata Tokko Siang sehabis menenggak arak. Kembali tangannya bergerak, cawan emas terbang kembali dan jatuh di tempat semula tanpa selisih setitik pun. Padahal berat cawan atau piala emas berikut araknya sedikitnya ada dua kati, namun dengan seutas benang lemas ia sanggup mengangkatnya dari jauh, sungguh ketepatan menggunakan tenaga dan kekuatan pergelangan tangannya sangat mengejutkan. Apalagi piala emas dapat ditaruh kembali ke tempat semula, kepandaian ini sungguh sukar untuk dibayangkan. Semua orang sama menahan napas setelah menyaksikan pamer
kungfu orang ini, ketika mereka memandang lagi keluar pintu, Tokko Siang sudah menghilang. "Lihai amat!� ucap Liong Su-hay. "Kepandaian orang ini mungkin terhitung nomor satu di Kwan-gwa,� kata Sim Long dengan tertawa. "Haha, sekali ini Sim-heng telah salah nilai,� mendadak The Lan-ciu menanggapi ucapan Sim Long itu. "Oo?! Salah nilai?�
"Ya, sebab biarpun di Kwan-gwa dia belum lagi terhitung jago nomor satu,� kata The Lan-ciu. "Kutahu juga di padang rumput dan gurun pasir sana banyak tokoh terpendam, tapi biasanya jago terpendam itu mengutamakan Lwekang, jarang ada yang lihai gerak tangannya seperti orang tadi.�
"Pernahkah Sim-heng mendengar sebutan Kui-jiau-coa-hun (cakar setan mencengkeram sukma)?� tanya The Lan-ciu. "Kui-jiau-coa-hun? Jangan-jangan nama lain daripada Pek-kut-yu-leng-ciang (ilmu pukulan setan tulang putih) yang paling keji dan misterius yang dulu pernah menggemparkan dunia persilatan itu?�
"Betul, Sim-heng memang berpengetahuan luas,� The Lan-ciu mengangguk. "Tapi kawanan setan perguruan Yu-leng-bun konon sudah tertumpas habis oleh Sim Thian-kun, Sim-tayhiap bersama ketujuh aliran besar ilmu pedang pada 30 tahun yang lalu di Im-san? Sejak itu kabarnya Yu-leng-bun tidak ada ahli waris lagi, mengapa sekarang bisa muncul di Kwan-gwa?�
"Agaknya Sim-heng tidak tahu meski kawanan setan Yu-leng-bun itu sudah mati semua tapi kitab pusaka ilmu sihir Yu-leng-bun entah mengapa telah tersiar ke Kwan-gwa sana,� tutur The Lan-ciu. "Ah, tak tersangka setelah pertempuran Im-san bisa tertinggal lagi ekor seperti ini, bilamana Sim-tayhiap dan para ketua ketujuh aliran besar mengetahuinya, mungkin mereka takkan tenteram di alam baka,� ujar Sim Long dengan gegetun, sikapnya mendadak berubah prihatin, hal ini jarang terjadi. Karena semua orang sama tertarik oleh cerita Yu-leng-bun yang misterius itu sehingga tidak ada yang mengetahui perubahan sikap Sim Long itu. "Konon pada 30 tahun yang lalu kalangan persilatan di Kwan-gwa pernah geger lantaran memperebutkan kitab pusaka Yu-leng-pit-boh, anehnya peristiwa ini tidak banyak diketahui orang Kangouw,� tutur The Lan-ciu. "Bisa jadi hal ini disebabkan orang yang ikut dalam perebutan kitab pusaka itu tidak banyak, bahkan semuanya tutup mulut dan jaga rahasia, hanya diam-diam di antara mereka terjadi pertarungan sengit, tapi berita ini tidak disiarkan keluar.�
"Ya, bilamana berita ini tersiar, entah berapa banyak orang persilatan daerah Tionggoan akan memburu ke sana untuk ikut
dalam kemelut perebutan kitab pusaka itu. Kecuali itu juga masih ada sebab lain, yaitu orang yang ikut berebut kitab pada waktu itu namanya tidak terkenal, karena itulah gerak-gerik mereka tidak menarik perhatian orang lain.�
"Betul, tapi siapa pun juga, sekalipun namanya semula tidak menonjol dan kedudukannya rendah, kalau sudah memperoleh Yu-
leng-pit-boh, tentu nilainya akan berubah sama sekali,� ujar Sim Long. "Dan entah siapa akhirnya yang mendapatkan kitab pusaka itu? �
"Konon beberapa keluarga yang ikut dalam perebutan kitab itu akhirnya sama gugur seluruhnya, hanya tertinggal seorang budak tukang cuci saja, dan dengan sendirinya Yu-leng-pit-boh itu lantas jatuh di tangan budak cilik ini. Cuma, kabarnya budak ini kemudian juga tidak berhasil meyakinkan kungfu rahasia Yu-leng-bun ini.�
"O, sebab apa?� tanya Sim Long. "Duduk perkara yang sebenarnya tidak diketahui siapa pun,� tutur The Lan-ciu. "Cuma menurut cerita yang pernah kudengar, rahasia ini akhirnya diketahui juga oleh seorang tokoh dunia persilatan.�
"Dan kitab pusaka itu dirampas olehnya?� tanya Sim Long pula. "Tidak,� tutur The Lan-ciu. "Jika dia mau membunuh budak itu, tentu saja terlalu mudah baginya. Susahnya si budak sendiri juga mengetahui padanya terdapat sejilid kitab pusaka yang diincar orang, hal ini akan mendatangkan malapetaka bagi dirinya sendiri, sebab itulah kitab itu telah disembunyikannya di suatu tempat rahasia. Dalam keadaan demikian, biarpun tokoh itu membunuhnya juga tetap tidak mendapatkan kitab pusaka yang diharapkan.�
"Tentu dia tidak rela mengakhiri urusan dengan begitu saja?�
"Ya, memang. Orang ini ternyata sangat licin dan licik, culas dan keji. Dia memakai cara halus, budak itu ditipunya sehingga kehilangan kehormatannya. Ia yakin seorang anak perempuan jika sudah mau menyerahkan tubuhnya kepada seorang, maka segala apa pun akan diserahkannya. Tak tersangka olehnya si budak ternyata jauh lebih cerdik daripada perkiraannya, betapa pun ia tidak mau memperlihatkan kitab itu. Setelah menunggu lagi sekian lamanya, orang itu tidak sabar lagi, lambat laun tertampaklah wajah aslinya. Tapi si budak menjadi lebih waspada dan tetap tidak mau menyerahkan kitab yang diminta.�
"Pintar juga budak itu,� ujar Sim Long. The Lan-ciu tertawa, "Budak itu pun menyadari wajahnya tidak cantik, jika ada tokoh persilatan penujui dia, dengan sendirinya bukan terpikat pada wajahnya melainkan mengincar kitab pusaka yang dikuasainya itu, jika dia menyerahkan kitab, sekalipun dirinya tidak diganggu, tentu juga akan ditinggal pergi. Dan bila kitab tidak diserahkannya, sedikitnya masih dapat hidup bersama untuk sekian lamanya.�
"Tampaknya budak itu jadi menyukainya,� kata Sim Long. "Bukan saja menyukainya, bahkan tergila-gila,� tutur The Lan-ciu.
"Tapi semakin si budak tergila-gila padanya, orang itu tambah jemu, gagal dengan cara halus, akhirnya dia menggunakan cara kasar, bahkan cara keji untuk memaksa si budak menyerahkan kitabnya.� Ia menghela napas lalu menyambung, "Konon cara yang digunakannya sungguh luar biasa kejamnya, genduk itu tersiksa sehingga tidak berbentuk manusia lagi, mata buta, kaki dan tangan pun cacat, tapi dia tetap tutup mulut, mati pun tidak mau mengaku di mana dia menyembunyikan kitabnya.�
"Blang�, mendadak Liong Su-hay menggebrak meja dan berteriak, "Jahanam, siapa bocah itu, ingin kutemui dia.�
"Siapa dia tidak ada yang tahu, yang jelas sampai akhirnya dia tetap tidak mendapatkan kitab pusaka idamannya dan tetap pulang dengan tangan hampa.�
"Masa dia mau melepaskan genduk itu begitu saja?� tanya Sim Long. "Konon genduk itu juga bukan orang biasa, meski sudah cacat, pada suatu kesempatan dia dapat melarikan diri. Pada waktu itu juga tokoh persilatan itu kebetulan ada urusan penting harus segera pulang ke Tionggoan. Ketika urusannya sudah selesai dan kembali lagi ke Kwan-gwa, budak itu entah bersembunyi di mana dan sukar ditemukan lagi. Terpaksa ia pulang lagi dengan putus harapan.�
"Ai, budak itu ....�
"Budak itu tentu juga tidak mampu menguasai kungfu dalam kitab pusaka, namun dia telah duduk perut, akhirnya ia melahirkan anak,� The Lan-ciu menghela napas, lalu menyambung, "Dan agaknya anak inilah ahli waris kungfu Yu-leng-bun sekarang.�
"Wah, anak yang dilahirkan cara demikian tentu saja sangat benci kepada sesamanya,� ucap Sim Long. "Jika dia berhasil lagi menguasai kungfu yang keji, tentu ... tentu runyam.�
"Memang,� kata The Lan-ciu. "Konon setelah anak itu dewasa dan berhasil meyakinkan kungfu sakti ia pun menerima sejumlah murid, Yu-leng-kun-kui (kawanan setan alam halus) dahulu sudah mati, Yu-leng-kun-kui yang sekarang telah lahir lagi.�
"Orang macam apakah anak ini?� tanya Sim Long. "Belum pernah ada orang Kangouw yang melihat bentuknya,� tutur Lan-ciu. "Di dunia Kangouw ada macam-macam berita, katanya dia seorang gadis yang sangat cantik laksana bidadari, tapi tindak
tanduknya kejam dan keji serupa setan iblis.�
"Seorang perempuan kalau sudah kejam, biasanya bisa berpuluh kali lebih kejam daripada orang lelaki,� ujar Sim Long. "Huh, semua itu kan lantaran kebanyakan lelaki adalah orang berengsek,� Ci-hiang mencibir. "Nama kawanan setan Yu-leng baru beberapa tahun terakhir terdengar di dunia persilatan Kwan-gwa, tapi entah berapa banyak korban yang telah jatuh di tangan kawan setan itu. Konon gadis ini suka makan hati manusia, setiap orang yang dibunuhnya akan dikorek hatinya untuk dimakan, yang dibunuhnya dengan sendirinya seluruhnya orang lelaki, jadi hati orang lelaki yang dimakannya.�
"Ibunya ditipu oleh lelaki, dapat dibayangkan betapa dia membenci orang lelaki,� kata Sim Long. "Eh, bagaimana rasanya hatimu, Sim Long?� tanya Ci-hiang mendadak. "Kukira pahit,� jawab Sim Long tertawa. Ci-hiang berkedip-kedip. "Biarpun pahit juga ingin kucicipi. Kukira orang perempuan yang ingin mencicipi rasa hatimu tidak cuma aku seorang saja.�
"Aha, kiranya Sim-kongcu juga lelaki yang disiriki perempuan,� The Lan-ciu berseloroh. Mendadak ia menahan suaranya dan berkata pula, "Selain itu tadi, ada lagi satu hal aneh.�
"Aneh apa?� tanya Sim Long. "Entah mengapa, kawanan setan itu selalu memusuhi Koay-lok-ong, setiap anak buah Koay-lok-ong yang terpencil sendirian tentu akan disembelih kawanan setan itu dan dimakan hatinya.�
"Oo?!� Sim Long melengak. "Dari ucapan Tokko Siang tadi, katanya hari ini Koay-lok-ong lagi menunggu kedatangan seorang yang akan dikorek hatinya, mungkin ... mungkin orang yang dimaksudkan ialah ....�
"Gembong setan perempuan Yu-leng-kun-kui itu, maksudmu?� tukas Ci-hiang. "Ya, tapi mudah-mudahan bukan dia,� ujar The Lan-ciu. Semua orang sama terkesiap. Selang sejenak mendadak Ciu Thian-hu berbangkit dan berkata, "Wah, bila mendengar cerita yang menakutkan perutku lantas lapar, perlu kumakan dulu.�
"Arak ini tidak kau tenggak?� kata Sim Long dengan tersenyum. "Engkau kan ingin menghemat, biarlah arak ini boleh kau hemat sekalian,� ujar Ciu Thian-hu sambil bergelak tertawa. "Hm, jika arak ini tidak kau minum, selama hidupmu selanjutnya pasti sukar lagi minum arak semacam ini,� jengek Ci-hiang. "Haha, sekalipun arak ini air emas juga dapat kuminum setiap hari,� seru Ciu Thian-hu. "Air emas? Hm, arak ini sedikitnya lebih mahal seribu kali daripada air emas,� jengek Ci-hiang. Ciu Thian-hu melengak, tapi segera ia tertawa pula, "Ah, membual kan tidak perlu modal. Memangnya harga arak ini sampai seribu tahil perak?�
"Hm, mestinya tidak ingin kukatakan, tapi sekarang justru ingin kujelaskan supaya kau tahu,� ejek Ci-hiang. "Arak yang disuguhkan ini berharga 125 ribu tahil perak dan tidak kurang.�
"Hah, 125 ribu tahil? Haha, masa ada arak semahal ini, kau sangka orang she Ciu ini orang udik yang dapat kau bohongi?�
"Jika sejuta tahil perak dibelikan mutiara seluruhnya dan digiling menjadi bubuk, lalu semua bubuk dicairkan menjadi delapan cawan arak, coba hitung sendiri, secawan arak lantas berharga berapa?� Ciu Thian-hu melongo, jawabnya dengan tergegap, "Ya, betul, 125 ribu tahil perak ....� Ia melototi arak di depannya dengan rasa kagum dan hormat, sampai lama ia memandang, akhirnya cawan arak diangkatnya dan ditenggaknya. Pada saat itulah mendadak terdengar suara suitan nyaring panjang, entah suara apa, jelas bukan suara manusia. Kedengaran suara suitan itu sangat jauh, tapi hanya sekejap lantas
mendekat, betapa cepat datangnya sungguh sukar dibayangkan. Hal ini pasti tidak dilakukan manusia, manusia pasti tidak
mempunyai kecepatan sehebat ini. Lantas suara apakah sesungguhnya? Itulah tangisan setan! Suara itu membuat orang merinding, kaki dan tangan sama dingin, kontan pucat muka Ciu Thian-hu. Suara itu terus berjangkit, sekali berubah, menjadi dua kali, berubah lagi menjadi empat kali dan seterusnya hingga dalam sekejap suara melengking itu bergema dari empat penjuru, sebentar timbul dikanan, mendadak terdengar lagi di kiri, sekonyong-konyong didepan, tahu-tahu di belakang. Ciu Thian-hu bergemetar, hampir saja ia sembunyi di kolong meja. The Lan-ciu dan Liong Su-hay juga berubah pucat. "Yu-leng-hui ...� ucap Ci-hiang dengan rada gemetar. Mendadak Sim Long berdiri dan melangkah keluar. "He, jangan ....� seru Ci-hiang khawatir. Sim Long tetap melangkah tanpa menoleh, ucapnya dengan tertawa, "Jika hatiku bakal dimakan orang, biarlah dimakan oleh setan perempuan ini saja.�
Jilid 28
Ternyata seluruh taman yang luas ini sudah penuh bintik-bintik api setan. Api setan yang berwarna hijau pucat berkelip di tengah kegelapan taman yang sunyi sehingga membuat keadaan terasa sangat seram. Setiba di luar, sekonyong-konyong setitik api setan menyambar tiba dengan membawa suara mendenging. Sekali lengan baju Sim Long mengebut, api setan ini tergulung ke dalam lengan baju, kiranya cuma sepotong tembaga tipis yang dibikin serupa sempritan dan disambitkan orang dengan kuat sehingga menerbitkan suara mendenging seperti suara suitan. Adapun api setan itu cuma api fosfor saja. Sim Long tersenyum dan membuang sempritan itu, ucapnya dengan tertawa, "Hah, kepandaian kawanan setan juga cuma begini saja.� Tanpa berhenti ia terus menuju ke vila zamrud. Vila itu juga gelap gulita, hanya di serambi ada sebuah meja pendek, di situ ada sebuah pelita. Seorang berbaju kuning dengan baju dada terbuka menongkrong di situ asyik minum arak. Menghadapi api setan yang memenuhi udara, orang ini tampak tetap santai saja seakan-akan beribu titik api setan yang misterius ini serupa bunga api yang mengiringi dia minum arak. Dipandang dari jauh, lamat-lamat Sim Long melihat orang berjidat lebar, bermuka putih, berjenggot panjang terawat. Sim Long menarik napas, akhirnya wajah asli Koay-lok-ong dapat dilihatnya juga, tokoh misterius yang selama belasan tahun paling disegani di dunia persilatan. Koay-lok-ong asyik makan minum, ketika ia menaruh cawan araknya mendadak ia berpaling ke arah tempat sembunyi Sim Long, serunya dengan tertawa lantang, "Jika Anda sudah datang, kenapa tidak muncul kemari untuk minum bersamaku?� Diam-diam Sim Long terkejut oleh ketajaman mata-telinga orang, cepat ia menjawab dengan tersenyum, "Cayhe Sim Long.�
"O, kiranya engkaulah Sim-kongcu,� kata Koay-lok-ong. Dengan langkah lebar Sim Long mendekati orang, sapanya sambil
memberi hormat, "Api setan memenuhi udara, Ongya asyik bersantap sendiri, sungguh sangat menyenangkan tampaknya.�
"Api setan memenuhi udara dan Sim-kongcu masih juga pesiar keluar, tentu tidak kecil juga hasrat Sim-kongcu,� ujar Koay-lok-ong tertawa. "Karena Ongya tidak dapat diundang, terpaksa kudatang kemari untuk belajar kenal,� sahut Sim Long.
"Bagus, aku memang lagi kesepian minum sendirian, kini Sim-kongcu datang menemani, sungguh bagus sekali. Silakan!� Sambil mengucapkan terima kasih, kini Sim Long dapat melihat lebih jelas wajah Koay-lok-ong. Dilihatnya alisnya tebal, matanya panjang lebar dan gemerdep ditambah dengan hidungnya yang besar sehingga melambangkan perbawanya yang besar dan kecerdasan serta gairah hidupnya yang sukar ditandingi orang biasa. Sim Long tidak dapat melihat mulutnya, karena mulut tertutup oleh kumis jenggotnya yang lebat, namun kumis jenggot terawat dengan rapi. Koay-lok-ong juga sedang mengawasi Sim Long. Banyak pemuda cakap anak buahnya, tapi kalau dibandingkan Sim Long hampir tidak ada artinya. Di samping meja pendek ada kasur berlapis kain sutra, mungkin tersedia untuk Yu-leng-kui-li (setan perempuan alam halus), di atas meja juga masih ada cawan kosong. Tapi Sim Long lantas duduk saja di situ, lalu menuang arak sendiri, katanya, "Sudah lama kudengar Ongya seorang ahli minum, marilah kusuguh dulu Ongya secawan.� Keduanya lantas angkat cawan dan menenggaknya hingga habis. "Ehm, arak sedap!� ucap Sim Long. "Betapa bagusnya arak ini masakah dapat membandingi arak bubuk mutiaramu yang berharga sejuta tahil itu,� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa terbahak. Suara gelak tertawanya keras mengguncang atap, daun pohon pun sama rontok di luar. Namun tiada setetes arak dalam cawan Sim Long yang tercecer. "Mengapa Ongya bergelak tertawa segembira ini?� tanya Sim Long. "Hahahaha!� Koay-lok-ong tertawa latah pula. "Setiap orang Kangouw sekarang sama tahu Sim Long adalah musuhku yang terbesar, tapi kau Sim Long saat ini berani duduk berhadapan denganku, bahkan menyanjung puji diriku, coba apakah tidak lucu dan menggelikan? Haha! ....� Sim Long tenang saja, mendadak ia pun tertawa keras. Karena suara tertawa kedua orang berjangkit sekaligus, "prak�, tahu-tahu cawan arak di atas meja sama retak tergetar. Seketika Koay-lok-ong berhenti tertawa dan bertanya, "Dan mengapa Sim-kongcu mendadak ikut tertawa?�
Dengan lantang Sim Long menjawab, "Bahwa setiap orang Kangouw sama tahu mata-telinga Koay-lok-ong tersebar di segenap pelosok dunia ini, siapa duga seluk-beluk seorang Sim Long ternyata tidak dapat diketahui oleh Koay-lok-ong, coba, kan lucu dan menggelikan? Hahaha!�
"Huh, kau salah besar bila mengira aku tidak tahu seluk-belukmu,� kata Koay-lok-ong dengan bengis. "Memangnya apa yang diketahui Ongya mengenai diriku?� tanya Sim Long. "Critt�, mendadak sebuah panah kecil dengan membawa kerlipan api setan menyambar tiba memecah angkasa gelap. Sim Long tidak gugup, ia pegang sumpit dan menjepit perlahan, tampaknya dia bergerak dengan santai, tahu-tahu anak panah yang menyambar tiba itu tepat terjepit oleh sumpitnya. Tanpa memandang anak panah itu dibuangnya, lalu berkata lagi dengan tertawa, "Coba, apakah Ongya tahu kungfuku berasal dari aliran atau perguruan mana atau ajaran, siapa?�
"Hmk,� jengek Koay-lok-ong. "Hmk artinya tahu atau tidak tahu?� Sim Long sengaja bertanya. "Tidak tahu,� jawab Koay-lok-ong sambil menenggak arak untuk menutup rasa kikuknya. Sim Long juga angkat cawan, katanya pula, "Dan apakah Ongya tahu aku mempunyai saudara, punya sanak kadang, ada kawan atau lawan?"
"Tidak tahu,� teriak Koay-lok-ong gemas. "Nah, jika begitu apakah Ongya tahu persis nama asliku memang Sim Long?
"Ini ... ini pun tidak tahu,� melengak juga Koay-lok-ong. "Haha, mendingan jika Ongya tidak tahu hal lain, bila namaku saja Ongya tidak tahu secara pasti, lantas berdasarkan apa Ongya bilang tahu seluk-beluk diriku?�
"Ini ....� kening Koay-lok-ong bekernyit. Sim Long tidak memberi kesempatan bicara baginya, langsung ia menyambung lagi dengan tertawa, "Dan bila Ongya tidak tahu seluk-belukku, dari mana Ongya mendapat tahu aku adalah musuh besarmu?�
"Setiap orang Kangouw sama tahu hal ini,� teriak Koay-lok-ong gemas. "Desas-desus orang Kangouw masa dapat dipercaya?� tanya Sim Long. "Perkataan sepuluh orang mungkin palsu, pembicaraan seribu orang pasti benar, kenapa aku tidak percaya?� ujar Koay-lok-ong. Sim Long tertawa, "Jika demikian, sebenarnya apa yang dikatakan orang Kangouw mengenai diriku? Sesungguhnya apa yang didengar Ongya? Bolehkah kudengarkan penjelasan Ongya?� Koay-lok-ong tersenyum, mendadak ia bertepuk tangan dua kali. Begitu tangan bertepuk, serentak Tokko Siang melompat keluar. Dengan ketajaman daya dengar dan pandang Sim Long ternyata tidak mengetahui orang ini sejak tadi sudah berada di sekitar situ. "Haha, orang bilang Tokko-heng dan Ongya bagaikan bayangan yang tidak pernah berpisah, tampaknya memang tidak salah kabar ini,� ujar Sim Long dengan tertawa. Tokko Siang hanya mendengus saja, lalu menyodorkan seberkas gulungan warna kuning ke atas meja. Sambil tertawa Koay-lok-ong berkata, "Memangnya kau kira kami tidak tahu bahwa secara diam-diam kau pun mengintai gerak-gerikku, segala tata kehidupan pribadiku pun kau selidiki dengan jelas. Namun sebaliknya setiap gerak-gerikmu dapat terhindar dari
mata-telingaku?� Sembari bicara ia lantas melolos tiga helai dari berkas itu dari dilemparkan ke depan Sim Long, katanya, "Nah, boleh kau baca sendiri.� Ternyata isi ketiga helai kertas itu mencatat lengkap segenap tingkah laku Him Miau-ji, Cu Jit-jit dan Sim Long sejak pertemuan mereka di Jin-gi-ceng, kemudian keduanya mengikat persahabatan dengan si Kucing, semua itu tercatat dengan jelas. Dengan sendirinya Ong Ling-hoa juga disinggung, malahan urusan persaingan antara Sim Long dan Ong Ling-hoa juga diselidiki secara terperinci. Habis baca, meski lahirnya tetap tenang saja, tapi dalam hati Sim Long sangat terkejut. Maklumlah, sebagian kejadian sebenarnya cuma diketahui antara mereka bertiga saja dan tidak mungkin diketahui orang lain lagi, terutama apa-apa yang dibicarakan mereka bertiga, entah cara bagaimana juga dapat diketahui Koay-lok-ong. Jika begitu, apakah mungkin satu di antara mereka bertiga adalah agen rahasia Koay-lok-ong? Lantas siapa? Him Miau-ji? Jelas tidak mungkin. Si Kucing pasti bukan manusia begitu, apalagi dia sama sekali tidak
ada kesempatan mengadakan kontak rahasia dengan Koay-lok-ong, setiap gerak-geriknya pada hakikatnya tidak pernah bebas dari mata-telinga Sim-Long. Apakah Cu Jit-jit? Juga tidak mungkin. Jit-jit juga pasti bukan orang semacam ini, dia berasal diri keluarga kaya, sama sekali tidak ada hubungan apa pun dengan Koay-lok-ong. Apalagi dia pernah jatuh dalam cengkeraman antek Koay-lok-ong yang banci itu dan mengalami berbagai siksaan lahir batin. Mati pun Sim Long tidak percaya jika orang bilang kedua orang itu agen rahasia musuh. Tapi kecuali kedua orang itu tinggal Sim Long sendiri. Apakah
mungkin Sim Long sendiri yang menjadi mata-mata musuh? Sungguh Sim Long tidak habis mengerti, diam-diam ia cuma menyengir saja, perlahan ia taruh kembali ketiga helai kertas itu, kertas yang tipis itu mendadak dirasakannya sedemikian berat.
"Apakah ada yang omong kosong apa yang tertulis di situ?� tanya Koay-lok-ong sambil menatapnya dengan tajam. Sim Long termenung sejenak, jawabnya kemudian, "Tulen atau palsu, benar atau omong kosong, memangnya Ongya sendiri tidak dapat memastikannya?�
"Jika begitu, apa yang dapat kau katakan lagi?� ujar Koay-lok-ong. "Apa yang tertulis di situ cuma ada sesuatu yang tidak benar,� kata Sim Long tiba-tiba. "Oo, satu hal apa?� tanya Koay-lok-ong. "Apa yang ditulisnya tentang pribadi Sim Long terasa terlampau baik.�
"Untuk itu mengapa engkau mesti rendah hati?� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. "Di situ Sim Long ditulis sebagai seorang yang luhur budi, seorang kesatria yang murah hati dan suka menolong sesamanya, padahal yang benar Sim Long adalah seorang rendah yang suka mementingkan diri sendiri.�
"Terkutuklah manusia yang tidak membela diri sendiri, sekalipun seorang pendekar atau pahlawan terkadang juga berhitung bagi kepentingan sendiri, dari dulu kala hingga sekarang siapa yang tidak memikirkan diri sendiri selain orang gila atau orang linglung.�
"Memang betul,� kata Sim Long. "Betapa besarnya seorang juga tak terlepas dari urusan nama dan kedudukan serta keuntungan, biarpun sang nabi dahulu juga berkeliling ke berbagai negara, tujuannya kan juga ingin mencari seorang junjungan yang dapat diandalkan untuk menggunakan tenaga dan pikirannya.�
"Haha, uraian yang bagus, harus kusuguh satu cawan,� kata Koay-lok-ong dengan tertawa. Dalam pada itu api setan di udara semakin banyak, suara suitan juga semakin nyaring, nyata bahaya yang belum dapat diramalkan sudah sangat mendesak, namun kedua orang masih tetap makan minum seperti tidak terjadi apa pun. "Menjemukan!� gerutu Tokko Siang mendadak. Mendadak ia meraup segenggam kacang dari atas meja terus ditebarkan ke luar. Terdengarlah suara mendesing ramai memecah udara. Seketika api setan berjatuhan bagai hujan. Akan tetapi api setan memang terlalu banyak, hanya sekejap saja udara sudah penuh lagi oleh bintik api setan. Sim Long memegang cawan arak, katanya dengan tersenyum, "Api setan ini memang agak mengganggu, biarlah kubantu Tokko-heng.� Ia minum arak seceguk, mendadak arak disemburkan, seketika arak berubah seperti kabut membanjir ke depan, seketika beribu bintik api setan terhapus. "Khikang (kekuatan hawa) yang hebat!� puji Tokko Siang. Koay-lok-ong pun berkata, "Kungfu Anda sungguh harus kuakui sebagai jago nomor satu yang pernah kutemui selama dua tahun terakhir ini. Sekarang kita berhadapan, mengapa engkau tidak turun tangan saja padaku?�
"Mengapa aku perlu turun tangan?� Sim Long tertawa. "Turun tangan lebih dulu akan menang, masakah kau lupa?�
"Sebenarnya kita ini kawan atau lawan, masakah Ongya tidak tahu?�
"Kawan atau lawan memang bergantung pada pikiran sekejap ....� Belum habis ucapan Koay-lok-ong, mendadak di kejauhan ada suara orang bersorak, "Koay-lok-ong, nyawa takkan panjang, sebelum fajar jiwa melayang!� Lalu terdengar gelak tertawa seram serupa lolong serigala dan seperti tangis setan. Koay-lok-ong juga tertawa sambil mengelus jenggotnya, serunya
lantang, "Koay-lok-ong, usianya paling panjang, jiwa kawanan setan yang pasti melayang!� Baru lenyap suaranya, berpuluh sosok bayangan orang muncul ditengah bintik api setan yang memenuhi udara itu. Bayangan orang dengan hiasan bintik api hijau, bayangan setan bergoyang, seram kelihatannya seperti kawanan setan yang baru muncul dari neraka. Tiba-tiba suara berdendang berkumandang pula, "Pintu neraka sudah terbuka, api hijau dari alam halus, membakar Koay-lok-ong sampai mati!�
Berbareng itu berpuluh orang sama mengangkat tangan dan menebarkan beribu titik api setan dan membanjir tiba. Koay-lok-ong tetap duduk tenang, serunya, "Di mana Tokko Siang?� Serentak Tokko Siang beraksi, kedua tangan terpentang, lengan baju mengebas. "Hanya api setan begini, apa artinya?� ujar Sim Long sambil menenggak arak sepoci penuh, habis itu lantas disemburkan kembali sebagai hujan untuk menyirapkan api setan. "Haha, rupanya kawanan setan alam halus tidak suka minum arak,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa. Belum habis ucapannya api setan kembali membanjir lagi, berpuluh bayangan orang sama menyerbu tiba. Dua orang paling depan bersuara tertawa ngekek, muka mereka pun dilumuri fosfor sehingga bersinar gemerdep dan sukar dibedakan wajah aslinya. Rambut mereka panjang terurai dan bertebaran tertiup angin, dipandang dalam kegelapan sungguh lebih menakutkan daripada setan sungguhan. Seorang di antaranya bersenjata garpu pandak, seorang lagi berpedang hijau, panjangnya juga cuma satu kaki saja. Kawanan setan Yu-leng ini ternyata berani menggunakan senjata pendek, tentu saja mempunyai kungfu yang lain daripada yang lain. Serentak mereka menubruk maju lagi.
"Silakan Ongya duduk saja ....� kata Sim Long, sekali tangannya bergerak, setan Yu-leng yang bersenjata garpu kontan menjerit dan mencelat. Namun setan yang berpedang hijau sudah menerjang tiba, cepat sumpit Sim Long bekerja, pedang si setan terjepit. Meski setan Yu-leng itu membetot sekuatnya tetap tak terlepas. "Kepiting ini sangat lezat, barangkali kau ingin mencicipinya?� ujar Sim-Long dengan tertawa, tangan lain segera mencomot seekor kepiting. Capit kepiting dicapitkan pada hidung setan hidup itu, terdengarlah jeritan kaget dan kesakitan, sambil mendekap mukanya si setan lari terbirit-birit. Sumpit Sim Long masih menjepit pedang hijau rampasan, katanya, "Barang setan takkan kuambil, kukembalikan saja kepadamu!� Sekali sumpit menggeser, pedang hijau menyambar ke depan secepat anak panah terlepas dari busurnya. Kebetulan seorang setan Yu-leng lain sedang menubruk maju, ia kaget ketika cahaya hijau menyambar tiba, cepat ia mengegos, tidak urung pedang pandak itu menancap di bahunya. Segera ia pun kabur. Hanya sekejap saja sambil bicara dan bergurau Sim Long telah melukai tiga penyatron. Meski kawanan setan masih berkeliaran di luar sambil mengeluarkan suara seram, namun tidak ada lagi yang berani menyerbu. "Hah, bagus, bagus sekali!� seru Koay-lok-ong sambil menatap Sim Long.
"Terima kasih atas pujian Ongya,� kata Sim Long. "Mestinya aku adalah musuhmu, sekarang kau bantu diriku, biasanya kau caci maki diriku, sekarang engkau sedemikian hormat padaku,� mendadak Koay-lok-ong menarik muka dan membentak, "Sebenarnya apa maksud tujuan tindakanmu ini?�
"Masa Ongya tidak tahu?� jawab Sim Long. Belum lanjut ucapannya, mendadak lima sosok bayangan menerjang tiba pula. Golok, pedang, garpu, godam, cambuk, lima jenis senjata sekaligus menghantam Sim Long, jurus serangannya aneh, gerakannya cepat, caranya keji. Tokko Siang berdiri di belakang Sim Long, ia sengaja tinggal diam saja. Mendadak lengan baju Sim Long mengebas, kontan golok musuh terlibat, waktu ia tarik, orang itu menumbuk kawannya yang berpedang sehingga keduanya jatuh terguling. Yang bersenjata garpu segera menusuk mata Sim Long, tapi entah cara bagaimana, "trang�, tahu-tahu ujung garpu menusuk cawan arak, malahan mulutnya juga dijejal sepotong ikan, badan pun tak berkuasa, kepala tertekan di atas piring kuah ikan oleh sumpit Sim Long. "Apakah Ongya mau mencicipi ikan hidup ini?� kata Sim Long dengan tertawa. Melihat kejadian itu, yang bersenjata godam melengak, tapi segera ia meraung, dengan nekat godam menghantam kepala Sim Long. Siapa tahu mendadak Sim Long menarik diri ke belakang sehingga godam menghantam cambuk yang saat itu menyambar tiba, kontan cambuk dan godam terlepas dari pegangan, tahu-tahu iga kedua orang itu merasa kesemutan dan jatuh terkulai. Hanya dalam sekejap, dengan gerakan sepele, kembali Sim Long merobohkan lima orang lagi. "Hm, sedemikian besar kau jual tenaga, apakah sengaja kau perlihatkan kepadaku?� jengek Koay-lok-ong malah. Dalam pada itu yang berpedang telah merangkak bangun, kembali ia menusuk lagi dengan pedangnya. "Betul, sengaja kuperlihatkan kepada Ongya,� demikian sembari bicara Sim Long sempat mengelak, sekali tarik, kepala orang berpedang itu juga kena ditolak ke dalam piring yang berisi Ang-sio-
hi. Seketika lengking kawanan setan di luar bertambah riuh, tapi tidak ada yang berani menerjang maju lagi. Kungfu Sim Long yang lihai sungguh tidak pernah mereka lihat. Dengan tersenyum Sim Long berkata pula, "Binatang mencari tempat berteduh yang baik, manusia ingin mendapatkan majikan ternama, sudah lama aku berkelana, untuk melakukan pekerjaan besar tidak mungkin terlaksana oleh tenagaku sendiri. Bagaimana maksudku, tentu cukup gamblang bagi Ongya.�
"Memangnya maksudmu hendak mengabdi padaku?� gemerdep sinar mata Koay-lok-ong. "Ya, begitulah,� kata Sim Long. Pegangannya lantas dikendurkan, dua orang yang kepalanya tertekan di atas meja lantas terlepas dan cepat melarikan diri.
Koay-lok-ong tidak menghiraukan orang lain, perhatiannya terpusat atas diri Sim Long katanya kemudian, "Tapi dahulu kau ....�
"Orang berkelana, setiap petualang, apa yang dikerjakan bergantung pada cocok dan tidak satu sama lain. Meski dahulu pernah kubekerja bagi kepentingan Jin-gi-ceng, tapi sekarang sudah lain daripada yang dulu. Kini Jin-gi-ceng sudah tua, bukan lagi tempat tinggal bagi orang yang bercita-cita besar. Jika ditinjau apa yang ada sekarang, kecuali Jin-gi-ceng, siapa pula yang sesuai untuk menerima orang semacam orang she Sim?�
"Barangkali cuma diriku?� ucap Koay-lok-ong dengan tertawa keras. "Itulah, jika Ongya sudah tahu apakah diriku takkan kau terima?� Mendadak berhenti tertawa Koay-lok-ong, bentaknya, "Sim Long, apakah benar begitu maksudmu?�
"Jika bukan begitu maksudku, untuk apa kudatang kemari?� jawab Sim Long. Koay-lok-ong menatapnya lekat-lekat, sampai sekian lama, lambat laun di antara sorot mata kedua orang sama menampilkan senyuman. Mendadak Tokko Siang berseru, "Jangan Ongya, hati orang ini sukar diraba, sekali-kali tidak boleh menerimanya.�
"Enyah,� bentak Koay-lok-ong tanpa menoleh. Air muka Tokko Siang berubah hebat, kata "enyah� ini sungguh tidak pernah diterimanya, tubuhnya sampai gemetar, diam-diam ia mengundurkan diri dengan pedih. Koay-lok-ong tidak menghiraukannya, katanya pula sekata demi sekata, "Wahai Sim Long, jika betul engkau bermaksud demikian sungguh terhitung mujur bagimu, juga beruntung bagiku. Dengan mendapat pembantu sebagai dirimu, aku akan serupa harimau bertumbuh sayap.�
"Terima kasih,� ucap Sim Long. "Tapi ingat, jika maksudmu ini palsu, mungkin ....� Belum lanjut ucapannya, dari kejauhan kembali berkumandang suitan aneh. Habis itu suara berisik lengking setan tadi lantas berlarian ke sana, api setan yang memenuhi udara juga lantas lenyap mendadak. Jagat raya ini seketika kembali sunyi senyap, suasana seram tadi dalam sekejap saja sudah berubah pada asalnya, yaitu taman hiburan yang indah, cahaya bulan menyinari bumi raya pula. Angin meniup semilir, bayangan pohon bergoyang perlahan, kalau tidak ada dua orang berbaju hijau yang masih menggeletak di situ
karena tertutuk oleh Sim Long tadi, sungguh orang akan mengira apa yang terjadi tadi hanya di alam mimpi. "Kedatangan kawanan setan itu sangat cepat, perginya juga tidak lambat,� ujar Sim Long dengan tertawa. "Yang datang tadi hanya sekawanan setan cilik Yu-leng-bun saja untuk menguji kekuatan di sini, peranan yang terlebih lihai kukira baru sekarang akan muncul,� kata Koay-lok-ong. "Konon Yu-leng-kui-li itu memang sangat lihai,� ujar Sim Long. "Betapa lihainya, jika kita berdua berada di sini, apa yang mampu diperbuatnya?� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa lantang. Dapat dianggap sebagai tokoh setingkat Koay-lok-ong, biarpun Sim Long juga merasa senang. "Konon di dunia persilatan Tionggoan ada seorang Ong Ling-hoa juga tokoh yang tidak boleh diremehkan,� tiba-tiba Koay-lok-ong berkata pula. "Ya betapa keji cara orang ini dan betapa licik dan licin akalnya, sungguh harus diakui jarang ada bandingannya, terlebih jejaknya yang misterius dan sukar dilacak, kemahirannya menyamar, membuat orang sukar berjaga.�
"Bagaimana dia kalau dibandingkan dirimu?�
"Memang sukar dibicaranya, bila terjadi pertarungan antara kami, entah siapa yang akan kecundang.�
"Sungguh luar biasa di dunia Kangouw masih ada tokoh muda seperti dia, sesungguhnya bagaimana asal-usulnya dan dari
perguruan mana dia?�
"Ini ....� mendadak Sim Long balas bertanya malah, "Apakah Ongya tahu ada tiga orang yang paling misterius asal-usulnya di zaman ini?�
"Tidak tahu,� jawab Koay-lok-ong. "Seorang jelas ialah orang she Sim seorang lagi ialah Ong-Ling-hoa.�
"Dan siapa orang ketiga?�
"Tentu saja Ongya sendiri.�
"Haha, dan entah orang macam apakah Yu-leng-kui-li itu? Kukira usianya juga tidak terlalu lanjut, sungguh ingin kulihat dia mempunyai kemampuan apa sehingga sanggup mengendalikan kawanan setan.�
"Agaknya Ongya tidak perlu menunggu lagi, dia sudah datang,� ucap Sim Long. Mendadak ada cahaya lampu di halaman yang gelap sana. Enam belas gadis jelita dengan rambut tersanggul tinggi berbaju sutra putih membawa lampion istana muncul dari taman sana. Langkah mereka ringan, gayanya menarik sehingga serupa bidadari yang turun dari kahyangan. Dua orang lagi adalah lelaki kekar bercelana satin biru dan memakai kopiah berhias mutiara, tapi setengah badan atas telanjang bulat sehingga kelihatan dadanya yang bidang, kedua lelaki ini mengangkat sebuah tandu kecil dan berjalan di tengah rombongan kawanan gadis jelita. "Yang menumpang tandu tentulah Yu-leng-kui-li, besar juga lagaknya,� ujar Sim Long tertawa. "Nyalinya juga tidak kecil,� sambung Koay-lok-ong. Sesudah dekat, kawanan gadis jelita itu memberi hormat, lalu berdiri sejajar di samping. Ketika tandu berhenti, di belakang tandu ternyata masih mengikut lagi seorang gadis cilik berdandan sebagai putri keraton, dengan langkah cepat ia menyusul ke depan dan membukakan tabir tandu, lalu menyembah dan berucap, "Silakan Kiongcu (Tuan Putri) turun!� Segera suara orang perempuan berkumandang dari dalam tandu, "Apakah Koay-lok-ong berada di sini?� Semula Sim Long menduga suara pimpinan kawanan setan itu pasti seram dan mengerikan, siapa tahu suaranya sedemikian merdu dan menggetar sukma. Namun dia tetap diam saja dan mengikuti apa yang akan terjadi.
Koay-lok-ong juga tetap menunggu. Terdengar gadis cilik tadi menjawab, "Koay-lok-ong memang berada di sini.�
"Mengapa dia tidak menyambut kedatanganku?� kata orang di dalam tandu. Si gadis cilik mengerling sekejap ke dalam rumah, lalu menjawab dengan tertawa, "Mungkin dia sudah mabuk.�
"Orang mabuk sukar untuk diajak bicara, marilah kita pergi saja, bila dia siuman baru kita datang lagi.� Baru saja gadis cilik itu mengiakan, Koay-lok-ong tidak tahan lagi, serunya mendadak, "Kalau sudah datang, kenapa terburu-buru pergi
lagi?�
"Engkau tidak mabuk?� tanya orang di dalam tandu. "Takaran minumku seribu gantang tanpa mabuk,� kata Koay-lok-ong. "Jika tidak mabuk, mengapa tidak menyambut kedatanganku?�
"Haha, anak perempuan semacam dirimu minta kusambut, apakah tidak keterlaluan?� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. "Betapa pun aku adalah pemimpin suatu perguruan tersendiri, jika kau sambut kedatanganku kan lumrah dan tidak menurunkan derajatmu?� jengek orang di dalam tandu. "Ya, padahal banyak orang yang ingin menyambut Kiongcu kami tanpa diminta dan belum tentu Kiongcu kami mau,� tukas si dayang cilik. Koay-lok-ong tertawa, "Engkau adalah Kiongcu dan aku adalah Ongya, masakah Ongya diharuskan menyambut Kiongcu?�
"Tapi Ongya semacam dirimu kan palsu?� ujar si dayang cilik. Koay-lok-ong tidak marah, sebaliknya tertawa dan menjawab, "Dan memangnya Kiongcu kalian itu tuan putri tulen?� Mendadak terdengar suara tertawa nyaring bagai bunyi keleningan,
katanya, "Tadinya kusangka Koay-lok-ong pasti seorang culas, dingin dan kaku, siapa tahu juga penuh humor dan menarik. Jika Ongya dan Kiongcu sama-sama palsu, dengan sendirinya Kiongcu harus menyembah kepada Ongya.� Makin didengarkan Sim Long merasa suara ini seperti sudah dikenalnya dengan baik, cuma seketika tak ingat siapa dia, ia yakin tidak keliru dugaannya ini. Dalam pada itu Yu-leng-kiongcu telah melangkah turun dari tandunya, benar juga seorang gadis mahajelita, sama sekali tidak berbau setan, bahkan memang serupa bidadari. Meski bajunya sutra tipis berlapis-lapis, namun amar-samar
kelihatan garis tubuhnya yang ramping, gayanya yang memesona, wajahnya juga memakai sari, tapi tidak perlu melihat wajahnya yang sebenarnya dapat membayangkannya pasti mahacantik. Dengan langkah gemulai dia berjalan sambil berpegangan pada pundak si dayang cilik. Mata Koay-lok-ong seakan-akan memercikkan lelatu api, seketika ia tidak mampu bersuara. Sim Long juga memandang dengan terkesima. Setelah menaiki undak-undakan dan langsung menuju ke depan meja, tanpa disuruh ia angkat cawan arak dan berucap dengan suara lembut, "Maaf jika kedatanganku ini mengganggu keasyikan Ongya, kurela terima hukuman.�
"Betul, memang harus dihukum,� ujar Koay-lok-ong. "Hanya mohon hukuman jangan terlalu berat,� ujar Yu-leng-kiongcu dengan sikap yang mohon dikasihani. "Haha, mana tega kuberi hukuman berat padamu ....� seru Koay-lok-ong dengan tertawa. "Eh, cara bagaimana memberi hukuman menurut pendapatmu?� Pertanyaan ditujukan kepada Sim Long. Maka Sim Long menjawab, "Menghukum dia menuangkan tiga cawan arak bagi Ongya.�
"Hahahaha! Si cantik menuangkan arak bagiku, sebelum minum aku sudah mabuk,� seru Koay-lok-ong sambil bergelak. Segera Yu-leng-kiongcu mengangkat poci arak dan menuangkan secawan, ucapnya lembut, "Asalkan Ongya tidak mencela tanganku kotor, silakan minum secawan ini.� Di bawah cahaya lampu tampak tangannya yang putih bersih sebagai salju, jika ada mata orang dapat bicara maka kedua tangannya ini seakan-akan juga dapat bicara. Koay-lok-ong terbelalak, "Haha, jika tanganmu dibilang kotor, didunia ini mana ada tangan yang bersih.� Baru saja ia terima cawan arak itu sebuah tangan terjulur dari
belakangnya dan menitikkan setetes air obat. Namun arak tidak menimbulkan reaksi, nyata arak tidak beracun. Yu-leng-kiongcu tertawa, "Anak buah Ongya sungguh sangat cermat, cuma sayang ....�
"Sayang mengukur pikiran orang baik dengan tujuan jahat sendiri, begitu bukan maksudmu?� tanya Koay-lok-ong. "Baik, anggap aku bersalah, biarlah aku pun dihukum balas menyuguhmu secawan.� Langsung ia menuang penuh cawannya dan disodorkan kepada Yu-leng-kiongcu. Yu-leng-kiongcu menerima cawan arak itu, dengan tertawa merdu ia berkata, "Tapi badanku biasanya lemah dan tidak sanggup minum arak, kuharap secawan ini pun Ongya mewakili diriku menghabiskannya.�
"Hahaha, mewakili si cantik minum, kenapa aku tidak mau, tapi sedikitnya kan harus kau minum seceguk dulu,� ujar Koay-lok-ong. Sang putri tampak menunduk malu, perlahan ia menyingkap sari penutup muka dan dikecupnya perlahan arak dalam cawan, lalu disodorkan lagi kepada Koay-lok-ong, katanya, "Apakah Ongya tidak ... tidak menolak sisa arak yang kuminum ini?� Koay-lok-ong tampak berseri dan lupa akan bidadari yang berada di depannya ini adalah pemimpin Yu-leng-bun yang merontokkan nyali setiap orang Kangouw ini, dengan gelak tertawa ia berkata, "Minum arak dengan layanan si cantik, biarpun mati juga rela!� Segera ia angkat cawan dan hendak diminum. Mendadak sebuah tangan terjulur tiba dan menahan cawan araknya. Kiranya tangan Sim Long. "Arak ini tidak boleh diminum,� seru Sim Long. "O, barangkali engkau juga ingin minum?� tanya Koay-lok-ong dengan berkedip-kedip. "Baiklah, secawan ini kuberikan padamu.� Sim Long terima cawan arak itu, katanya dengan tersenyum, "Cuma rasanya aku pun tidak sanggup minum.� Mendadak ia tuang arak ke lantai, butiran arak muncrat dan berubah menjadi uap. "Hah, arak ... arak ini beracun!� seru Yu-leng-kiongcu. "Masa Kiongcu tidak tahu arak ini beracun?� ujar Sim Long. "Kan Ongya sendiri yang menuang arak ini, dari mana kutahu?� jawab Yu-leng-kiongcu dengan suara lembut. "Justru Ongya yang menuang araknya, maka biarpun Kiongcu menaruh racun juga takkan disangka oleh siapa pun,� ujar Sim Long. "Kau bilang aku ... aku menaruh racun? Ah, jang ... jangan kau ....�
"Ketika menyingkap sari, saat itu juga Kiongcu sudah mulai main,� tutur Sim Long. "Jika orang lain menaruh racun dengan tangan Kiongcu justru menaruh racun dengan bibir. Sungguh sangat mengagumkan cara yang luar biasa ini.�
"Wah, kukira justru matamu yang beracun,� ujar Yu-leng-kiongcu dengan gegetun. "Jadi benar kau taruh racun dalam arak?� teriak Koay-lok-ong mendadak. "Besar amat nyali, apakah engkau tidak tahu sekali bergerak saja dapat kubinasakanmu?�
"Kuyakin Ongya takkan tega membunuhku,� ujar Yu-leng-kiongcu sambil tertawa menggiurkan. "Haha, memang betul, Ongya seorang yang bijaksana, mana mungkin marah kepada Kiongcu mahacantik ....� Belum lanjut ucapan Sim Long, mendadak Yu-leng-kiongcu memotong, "Tuan ini ....�
"Sim Long,� ucap anak muda itu. "Huh, sayang orang sebagai Kongcu rela menjadi antek orang,� jengek Yu-leng-kiongcu.
"Jika si cantik sudi menjadi setan, kenapa aku tidak boleh menjadi antek orang?� jawab Sim Long. Yu-leng-kiongcu menatapnya tajam dari balik kain sari, selang sejenak, mendadak tubuhnya berguncang dan sempoyongan seperti mau roboh.
Cepat si dayang cilik memburu maju untuk memapahnya, serunya khawatir, "Wah, celaka, penyakit hati Kiongcu kami kumat.�
"Penyakit hati?� kening Koay-lok-ong bekernyit. "Ya, bila melihat orang jahat, penyakit Kiongcu ini lantas kumat,� ujar si dayang cilik. "Wah, jika begitu, aku dan Sim-kongcu adalah orang jahat,� Koay-lok-ong menggeleng kepala. Si dayang cilik melototi Sim Long sambil mencibir, "Bukan dia, tapi kau inilah, kau bikin susah Kiongcu kami, harus kau ganti rugi.�
"Bagaimana dapat kuberi ganti rugi, betapa pun pintar juga tidak mampu kusembuhkan penyakit hati si cantik,� ujar Sim Long. "Jika tidak dapat kau sembuhkan penyakit Kiongcu, aku Ko-jin akan mengadu jiwa denganmu,� teriak si dayang cilik.
"Aha, namamu Ko-jin (kasihan), tapi tiada kelihatan sesuatu yang perlu dikasihani,� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa.
Muka si dayang cilik alias Ko-jin menjadi merah, "Hm, rupanya Ongya juga orang jahat. Bisa jadi penyakit Kiongcu kami akibat marah padamu.�
"Jangan khawatir, penyakit Kiongcumu akan kusembuhkan,� kata Koay-lok-ong. "Tapi penyakitku mungkin sukar disembuhkan,� tiba-tiba Yu-leng-kiongcu mendesis sambil memegang hulu hatinya, tampaknya sangat menderita. "Omong kosong, mana ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan,� ujar Koay-lok-ong. "Meski penyakitku mudah disembuhkan, obatnya yang sukar dicari,� kata Yu-leng-kiongcu. "Jika ada obatnya pasti dapat dicari,� ujar Koay-lok-ong tegas. "Memangnya Ongya sungguh-sungguh mau mencarikan obat bagiku?� tanya Yu-leng-kiongcu dengan sendu. "Bila dapat kucarikan obat bagimu, lantas balas jasa apa yang akan kau berikan padaku?� tanya Koay-lok-ong. "Apa pun kehendak Ongya pasti akan kuturuti,� jawab Yu-leng-kiongcu dengan menunduk. "Baik, coba katakan di mana obat yang kau perlukan,� seru Koay-lok-ong dengan gembira. "Obat itu berada ... berada pada Ongya sendiri.� kata Yu-leng-kiongcu tiba-tiba. "Oo?!� Koay-lok-ong melengak.
"Meski obatnya berada pada Ongya, mungkin Ongya keberatan untuk memberikannya,� tukas Ko-jin. "Budak kurang ajar, masakah kau pandang diriku sebagai orang pelit?� omel Koay-lok-ong. "Ongya benar-benar tidak keberatan?� tanya Ko-jin.
"Sesungguhnya obat apa? Coba katakan!� Ko-jin berkedip-kedip, jawabnya kemudian, "Penyakit hati harus diobati dengan hati, apakah Ongya tahu pepatah ini?�
"Obat hati?� gumam Koay-lok-ong. "Ya, asalkan Ongya memberikan hatimu untuk obat Kiongcu kami, penyakit Kiongcu pasti akan segera sembuh,� sahut Ko-jin dengan tertawa. Seketika berubah air muka Koay-lok-ong, mendadak ia menengadah dan tertawa, "Hahaha, budak jahil, kiranya kau minta hatiku.�
"Seorang raja tidak bicara kelakar, sekali Ongya sudah berjanji harus ditepati,� kata Ko-jin. Mendadak Koay-lok-ong membuka dada bajunya dan berseru, "Baiklah, hatiku berada di sini, silakan ambil saja!� Ko-jin memberi hormat, katanya dengan tertawa, "Wah, Ongya benar-benar seorang welas asih, bila sembuh penyakit Kiongcu kami, pasti takkan melupakan budi kebaikan Ongya.� Mendadak ia mencabut sebilah belati terus mendekati Koay-lok-ong. "Nanti dulu!� bentak Koay-lok-ong dengan suara menggelegar. Tubuh Ko-jin tergetar dan menyurut mundur dua tindak, "Masa ... masa Ongya mau ing ... ingkar janji?�
"Hatiku hanya diberikan kepada si mahacantik, jika menghendaki hatiku harus diambil sendiri oleh Kiongcumu,� kata Koay-lok-ong. "Baiklah, jika begitu aku menurut saja,� ucap Yu-leng-kiongcu. "Haha, silakan ambil!� seru Koay-lok-ong.
Belum lenyap suaranya, mendadak sinar pisau sudah menyambar tiba. Dan Koay-lok-ong ternyata benar tidak bergerak atau
mengelak. Tapi pada saat itulah sekonyong-konyong terdengar suara bentakan keras, bayangan Yu-leng-kiongcu melayang mundur beberapa tombak, di depannya sudah berdiri seorang berbaju hitam bertubuh tinggi kurus, dia inilah Tokko Siang.
"Ai, Koay-lok-ong benar-benar menjilat kembali ucapannya sendiri,� ejek Ko-jin. Koay-lok-ong tersenyum, katanya, "Meski aku sudah berjanji, tapi orang lain yang keberatan, apa boleh buat?�
"Masa Ongya takut dan tunduk padanya?� tanya Yu-leng-kiongcu tertawa. "Maklumlah, bila aku mati berarti pecah periuk nasinya, soalnya menyangkut untung ruginya, kan tidak dapat menyalahkan dia,� ujar Koay-lok-ong. "Aku pun ada penyakit yang harus disembuhkan dengan makan hatimu,� mendadak Tokko Siang berkata kepada Yu-leng-kiongcu. "Apa betul?� Yu-leng-kiongcu menegas. "Jika kau betul, aku juga betul,� jawab Tokko Siang. "Huh, kau kira aku pun pelit serupa Ongya kalian?� kata Yu-leng dengan tertawa. "Ini, jika kau mau, boleh ambil!� Habis bicara, mendadak ia tarik kain sari dan merobek dada baju sendiri sehingga kelihatan dadanya yang putih bersih, montok dan kenyal memesona. Seketika Koay-lok-ong dan Sim Long jadi melongo. Tokko Siang menjadi bingung menghadapi dada telanjang demikian, napas pun terasa sesak. "Ayolah maju, ambil saja, kau takut apa?� seru Yu-leng-kiongcu pula. Biji leher Tokko Siang tampak naik-turun dan tidak sanggup bersuara. Yu-leng-kiongcu lantas mendekatinya malah, dada bajunya ditariknya lebih terbuka, ucapnya lembut, "Eh, coba kau pegang, hatiku lagi berdetak, dadaku juga hangat ... semua ini kuberikan padamu, kenapa tidak kau ambil?�
"Kau ... kau ....� mendadak Tokko Siang berteriak murka, perawakannya yang tinggi tegak itu tiba-tiba berguncang. Segera Yu-leng-kiongcu tertawa nyaring lagi dan berkata, Wah, tampaknya sekarang hati siapa pun tidak ada gunanya bagimu.�
Ketika tangan Tokko Siang menghantam, Yu-leng-kiongcu diam saja, namun sewaktu telapak tangannya menyentuh dada Yu-leng-
kiongcu, kontan tubuhnya lantas roboh terjengkang. Koay-lok-ong tetap bersabar, ia malah tertawa, "Haha, mati dibawah bunga, jadi setan pun gembira.�
"Memang, dapat melihat dada Kiongcu kami, mati pun tidak penasaran,� tukas Ko-jin dengan tertawa. Ia melirik Koay-lok-ong
dan Sim Long sekejap, sambungnya, "Kalian juga telah melihat dada yang paling indah di dunia ini, kalian juga boleh mati.� Yu-leng-kiongcu lantas mendekati Koay-lok-ong pula, ucapnya, "Sekarang tidak ada lagi yang merintangi kehendak Ongya, apakah hati Ongya boleh dihadiahkan padaku?�
"Haha, wajahmu saja tidak diperlihatkan kepadaku, tapi berkeras minta hatiku, kan terlalu tidak adil?� ujar Koay-lok-ong.
"Tubuhku sudah Ongya lihat, apakah belum cukup?� ujar Yu-leng-kiongcu dengan tertawa. "Memangnya tubuhku ini tidak berharga untuk menukar hati Ongya?� Mendadak Sim Long menyela, "Tubuhmu saja tidak sayang diperlihatkan kepada orang, sebaliknya wajahmu tersembunyi, kan aneh? Jangan-jangan mukamu terlampau buruk dan tidak boleh dilihat orang?� Yu-leng-kiongcu tertawa ngikik, "Jika kau ingin melihat mukaku, boleh kau lihat sendiri saja.�
"Cuma jangan semaput setelah kau lihat,� sambung Ko-jin. "Haha, meski bau harum bajumu dapat membunuh Tokko Siang, harum di balik sari belum tentu mampu membunuhku ....� di tengah gelak tawa Sim-Long tahu-tahu sudah berada di depan Yu-leng-
kiongcu. Gerak cepat Sim Long ini sangat mengejutkan, cepat Yu-leng-kiongcu melompat mundur. "Lho, katanya boleh kulihat, kenapa sekarang lari?� tanya Sim Long. Dan entah cara bagaimana, tahu-tahu ia melayang maju lagi kedepan Yu-leng-kiongcu dengan gaya yang santai. "Hati-hati, jangan sampai membikin lecet kulit badannya yang halus,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa gembira. "Coba, alangkah sayangnya Ongya terhadap si cantik, sampai saat ini dia masih memikirkanmu,� ujar Sim Long. Sembari tertawa, kedua tangannya lantas bergerak cepat, dalam sekejap saja ia telah melancarkan belasan kali pukulan, namun Yu-leng-kiongcu juga tidak kurang gesitnya, setiap serangan Sim Long dapat dihindarinya dengan mulus.
Walaupun begitu, serangan Sim Long itu baru ujian pertama saja untuk menjajaki kelihaian musuh, entah masih berapa banyak
serangan ikutan yang belum dilancarkannya. Namun untuk sementara belum kelihatan Sim Long akan dapat menundukkan lawan.
Tiba-tiba Ko-jin berseru, "He, lelaki baik tidak bakalan berkelahi dengan orang perempuan, orang lelaki yang mau berkelahi dengan orang perempuan pasti tidak tahu harga diri.� Ketika dilihatnya Sim Long tidak menghiraukannya dan tetap
melancarkan serangan, kembali ia mengentak kaki dan berteriak, "Orang she Sim, wah, engkau memang tidak tahu malu, masa ... lihatlah Ongya, dia hendak meraba dada Kiongcu.�
"Jika aku menjadi dia juga ingin kuraba dada yang kenyal itu,� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa. Ko-jin terbelalak, "Ai, masa ... masa Ongya tidak ... tidak cemburu?� Koay-lok-ong tertawa, katanya, "Jika ingin kau ganggu konsentrasi Sim Long jelas kau salah hitung. Biarpun di sekeliling sini ada 200 orang membunyikan genderang juga takkan dihiraukannya.�
"Huh, berlagak tuli dan pura-pura bisu, terhitung kepandaian apa?� jengek Ko-jin. "Berlagak bisu dan tuli justru adalah senjata paling baik untuk melayani orang perempuan,� ujar Koay-lok-ong. "Dasar lelaki, tidak ada seorang pun baik,� omel Ko-jin sambil mengentak kaki. Dengan menggerutu, diam-diam dari dalam lengan bajunya melayang keluar tujuh jalur benang perak dan menyambar ke punggung Sim Long tanpa bersuara. Sebenarnya Ko-jin juga menyadari senjata rahasianya takkan
mampu melukai Sim Long, tujuannya cuma ingin mengacau perhatian Sim Long saja untuk memperlambat daya serangannya. Untuk menghindari "Yu-hun-si� atau benang arwah gentayangan yang beracun keji dan tak bersuara ini sedikitnya perhatian Sim Long akan terpencar, dengan begitu Yu-leng-kiongcu ada kesempatan untuk mengatasi lawan. Benarlah, ketika Sim-Long terpaksa menarik sebelah tangannya untuk mengebas ke belakang, kesempatan itu segera digunakan Yu-leng-kiongcu untuk mendesak maju, sebelah tangannya yang putih halus sudah mencengkeram sampai di depan Sim Long. Cakar setan mencengkeram hati, itulah jurus maut andalannya. Tangan yang putih halus itu kini telah berubah serupa kaitan yang tajam. Dalam keadaan demikian bila Sim Long ingin menghindarkan cengkeraman ini berarti akan terserang oleh benang maut dari belakang.
"Hihi, entah bagaimana rasanya hati lelaki ini, aku jadi ingin mencicipi juga,� seru Ko-jin sambil berkeplok tertawa.
Siapa tahu pada saat berbahaya itulah sekonyong-konyong Sim Long menggeser sedikit ke samping, tanpa menghiraukan benang maut yang menyambar dari belakang, tangan berbalik meraih ke depan untuk mengepit tangan halus Yu-leng-kiongcu, berbareng itu ia terus berputar ke belakang sang Kiongcu. Dengan cara demikian, sambil menghindari benang maut itu, sekaligus Sim Long menggunakan tubuh Yu-leng-kiongcu sebagai tameng, keruan Ko-jin terkejut, untuk membatalkan serangan benang maut itu sudah tidak keburu lagi. Untunglah sebelah tangan Yu-leng-kiongcu masih bebas, ia sempat mengebas dengan lengan bajunya sehingga benang itu tergulung lenyap. Pada detik lain, kempitan Sim Long diperkeras, seketika tubuh Yu-leng-kiongcu terasa kaku kesemutan, lalu tidak sanggup bergerak lagi, padahal jari tangannya mestinya bermaksud ditutukkan ke iga
Sim Long. Baru sekarang Yu-leng-kiongcu merasakan gawatnya keadaan, teriaknya, "Bangsat ... akan kau apakan diriku? Lepaskan!� Ko-jin juga lantas berteriak, "Wah, celaka! Tolong! Orang she Sim itu hendak memerkosa Kiongcu kami!� Sim Long tertawa, "Jika begitu, sedikitnya harus kucium pipimu dulu!� Dengan lengan kanan mengepit Yu-leng-kiongcu, tangan lain segera menyingkap kain penutup mukanya. "Ber ... berani kau lihat mukaku, segera kumatikan kau!� seru Yu-leng-kiongcu dengan agak gemetar. "Haha, Sim Long, mungkin dia akan membunuhmu dengan menggigit,� Koay-lok-ong berolok sambil tertawa.
Ia pun memerhatikan setiap gerak tangan Sim Long dan berharap lekas menyingkap kain sari orang, sebab ia pun sangat ingin tahu betapa wajah di balik sari itu, apakah benar cantik atau buruk? Mengapa Yu-leng-kiongcu hanya memperlihatkan tubuhnya kepada orang dan berbalik menyembunyikan mukanya? Jangan-jangan terdapat sesuatu rahasia pada mukanya. Dalam pada itu perlahan Sim Long mulai menyingkap kain penutup muka orang. Tapi baru saja tersingkap sedikit, seketika air muka Sim Long berubah, serupa orang yang mendadak dicambuk satu kali, hati bergetar sehingga kempitannya juga kendur.
Kesempatan itu segera digunakan Yu-leng-kiongcu untuk memberosot keluar dan melompat mundur dua-tiga tombak jauhnya,
mendadak terjadi letusan disertai berhamburnya kabut merah jambon di depan, secara ajaib tubuh Yu-leng-kiongcu lantas
terbenam hilang di tengah kabut tebal. Kejadian ini sungguh di luar dugaan, sampai Koay-lok-ong juga melenggong. Terdengar suara Yu-leng-kiongcu berseru di tengah kabut, "Sim Long, sudah kau lihat wajahku, biji matamu sudah menjadi milikku, cepat atau lambat pasti akan kuambil ... pasti akan kuambil ....� Suaranya makin menjauh, kabut tebal pun mulai buyar dan secara ajaib Yu-leng-kiongcu pun menghilang. Dengan sendirinya Ko-jin belum sempat kabur. Bola matanya berputar mendadak ia tertawa ngikik dan mulai menari dengan gaya menggiurkan. Kain sari yang menutupi tubuhnya perlahan mulai
terbuka mengikuti gaya tarinya sehingga kelihatanlah bahunya yang putih bagai salju. Ke-16 gadis jelita yang memegang lampion semula berdiri seperti patung di tempatnya, sekarang mendadak mereka pun bergerak, lampion ditaruh, pinggang mulai bergoyang. Mereka menari dan menyanyi, tidak ada yang tahu lagu apa yang dinyanyikan mereka, nadanya lebih menyerupai orang berdesah dan berkeluh kesah, akan tetapi suara keluhan ini terlebih menggiurkan daripada lagu merdu apa pun. Suara nyanyian yang menggetar kalbu, gaya tarinya juga membetot sukma. Kain sari yang dikenakan kawanan gadis jelita itu mulai terbuka selapis demi selapis, di bawah cahaya lampion yang terletak di lantai samar-samar kelihatan paha mereka yang panjang. Gerak tari mereka mulai berubah, kini bukan lagi gerak tari melainkan semacam gerak erotis yang gila ....
Semua perubahan ini datangnya sangat cepat, hanya dalam sekejap saja medan tempur yang seram tadi telah berubah menjadi surga yang memabukkan. Asalkan lelaki yang berdarah daging, bila mendengar suara keluh dan desah demikian, kalau tidak terguncang perasaannya tentu orang ini tidak normal, tentu ada penyakit. Dan sekarang Sim Long seperti punya penyakit. Terhadap apa yang terpampang di depan mata seolah-olah dipandang tapi tak terlihat. Ia cuma berdiri tegak di tempatnya dan bergumam seperti orang mengigau, "Mengapa bisa dia ... mengapa dia ....� Agaknya Koay-lok-ong juga sangat ingin tahu apa yang diucapkan Sim Long, tapi suara Sim Long tenggelam di tengah suara keluh para gadis yang menghanyutkan itu. Suara keluh mereka semakin menggelisahkan, gaya tari mereka pun semakin gila, dahi kawanan gadis itu sama berhias butiran keringat, muka pun merah seperti bara. Koay-lok-ong tampak terbelalak, entah terkesima oleh adegan didepan mata atau lagi termenung, memangnya apa yang dipikirkannya, tentu saja tidak ada yang tahu. Sekonyong-konyong tubuh kawanan gadis itu mengejang, anggota tubuh mereka menggeliat-geliat, lalu gemetar dan roboh di tanah, kulit badan mereka yang halus bergelimang di atas tanah pasir yang kasar seakan-akan ingin merobek tubuh sendiri. Kemudian, mendadak tidak ada yang bergerak lagi, mereka berbaring telentang, dada mereka tampak naik-turun, napas terengah, semuanya tampak lemas, seperti tidak sanggup bergerak pula. Tapi air muka mereka menampilkan semacam perasaan kepuasan yang tuntas, seolah-olah sekarang ini dunia kiamat juga tidak dipedulikan mereka. Sejenak kemudian, perlahan Ko-jin merangkak bangun, dengan siku menahan tubuh ia pandang Koay-lok-ong lalu bertanya dengan napas masih setengah tersengal, "Ongya, apakah engkau juga ... juga sudah puas?�
"Budak setan! omel Koay-lok-ong dengan tertawa. "Lekas pergi saja kalian!�
"Oo, Ongya tidak ... tidak menghendaki kami?� Ko-jin tampak melengak. "Hahaha, meski kalian merasa gaya kalian sangat memikat, tapi bagi pandanganku kalian tidak lebih cuma serombongan setan cilik yang masih berbau kencur ....�
"Ah, ka ... kau ....� seru Ko-jin sambil melompat bangun. "Sudahlah, sia-sia belaka permainan kalian ini,� kata Koay-lok-ong dengan tertawa. "Lekas pakai baju kalian dan pulang saja. Bila datang lagi lain kali hendaknya jangan lupa membawa kain popok.� Muka Ko-jin menjadi merah, cepat ia meraih kain sari untuk menutupi tubuh sendiri, teriaknya dengan gemas, "Kau ... bangsat tua, engkau bukan ... bukan manusia ....� Serentak ia membalik tubuh dan berlari pergi. Kawanan gadis lain juga ikut berlari pergi dengan muka merah. Koay-lok-ong terbahak-bahak, tiba-tiba ia bertepuk tangan perlahan.
Sesosok bayangan kecil segera menerobos keluar dan memberi sembah hormat, "Ongya ada perintah apa?� Perawakan orang ini kecil serupa anak kecil, nyata si manusia mini tukang bagi kartu semalam itu. Sim Long juga tidak menyangka manusia kerdil ini memiliki Ginkang setinggi ini. Terdengar Koay-lok-ong lagi berkata, "Kuntit di belakang mereka, selidiki tempat berkumpul mereka dan cepat memberi laporan lagi!� Manusia kerdil itu mengiakan sambil menghormat. Mendadak
tubuhnya melejit serupa seekor kutu, hanya sekali berkelebat lantas menghilang. Sim Long menghela napas, diam-diam ia mengakui anak buah Koay-lok-ong memang tidak ada jago rendahan. Segera ia mendekati Koay-lok-ong, katanya sambil memberi hormat, "Maaf Ongya bila aku tidak mampu menawan seorang perempuan lemah saja.�
"Bahwa setan perempuan itu dapat membuat lunak hati Sim-kongcu, tentu kecantikannya sukar dilukiskan, sayang aku tidak sempat melihatnya,� kata Koay-lok-ong dengan menyesal. "Malahan aku harus bersyukur engkau telah menyelamatkan diriku, sungguh entah cara bagaimana harus kubalas kebaikanmu.�
"Tapi kalau aku tidak ikut turun tangan, saat ini perempuan itu tentu sudah menjadi tawanan Ongya,� kata Sim Long. "Tidak, kalau tidak dicegah olehmu, tentu sudah kuminum araknya dan saat ini mungkin akulah yang menjadi tawanannya.�
Sim Long tersenyum, "Masa Ongya benar-benar tidak tahu di dalam arak beracun?�
"Bila kutahu, untuk apa kuminum,� kata Koay-lok-ong. "Ongya sudah angkat cawan, tapi sama sekali tidak tertempel dibibir, apa yang dilakukan Ongya itu apakah bukan sengaja hendak menguji pandanganku?�
"Haha, sungguh Sim Long yang hebat, hanya kau yang dapat menyelami isi hatiku,� seru Koay-lok-ong dengan tergelak. Saat itu Tokko Siang yang selalu mendampinginya masih menggeletak di lantai dan tidak diketahui mati-hidupnya, namun sama sekali Koay-lok-ong tidak memandangnya barang sekejap pun. Ia menarik tangan Sim Long, katanya, "Pertempuran sudah selesai, sepantasnya kuadakan sekadar pesta untuk menghargai jasamu, marilah boleh kau lihat kawanan si cantik dalam istanaku.�
"Selir kesayangan Ongya tentu saja semuanya si cantik pilihan, tapi yang paling ingin kutemui sekarang justru adalah seorang lelaki yang bermuka paling buruk.�
"Kim Bu-bong maksudmu?� tanya Koay-lok-ong. "Kiranya Ongya sudah tahu.�
"Kusangka engkau sudah melupakan dia.�
"Sahabat baik mana dapat kulupakan.�
"Haha, sungguh luar biasa bahwa engkau dan Kim Bu-bong dapat terikat menjadi sahabat, bahkan kau berani mengakui Kim Bu-bong sebagai sahabatmu di depanku, ini lebih membuktikan kesetiaanmu kepada kawan.�
"Ongya juga menghargai diriku, mana berani kudusta,� kata Sim Long. Koay-lok-ong mengangguk, "Bagus, bagus! Apakah sekarang juga hendak kau temui dia?"
"Memang sudah cukup lama kutunggu saat seperti ini.�
"Baik, segera kupanggil keluar dia.� Kembali Koay-lok-ong bertepuk tangan, segera ada orang membawakan sebuah peti kayu cendana kecil, pembawa peti ini tinggi semampai, seorang pemuda gagah, tapi jelas bukan Kim Bu-bong. Terkesiap hati Sim Long, tanpa terasa agak berubah juga air mukanya. Dengan hormat pemuda itu mempersembahkan peti itu. Sambil menepuk peti Koay-lok-ong lantas berkata kepada Sim Long, "Kau ingin melihat dia, nah, boleh kau buka peti ini.� Sim Long sudah berpengalaman, selama hidup sudah sering menghadapi bahaya apa pun, tapi belum pernah takut seperti sekarang ini. Dalam sekejap ini kaki dan tangannya terasa dingin seluruhnya. Jangan-jangan Kim Bu-bong telah mengalami nasib malang? Mungkinkah isi peti adalah kepala Kim Bu-bong? Sungguh Sim Long tidak berani memikirkannya. Peti itu berukuran panjang empat kaki dan lebarnya tidak lebih dari dua kaki, bagian tutupnya diberi gelang bersepuh emas, peti terukir sangat indah. Waktu tangan Sim Long menyentuh tutup peti yang licin, tanpa terasa agak gemetar. Padahal dia sanggup angkat benda seberat seribu kati, sekarang peti sekecil ini rasanya sulit untuk dibukanya. Koay-lok-ong memandangnya dengan dingin, mendadak terembus napas panjang. Akhirnya peti terbuka juga, Koay-lok-ong yang membukanya. Tapi peti itu tampak kosong, mana ada kepala manusia segala? Yang ada tidak lebih sepucuk surat saja. Sim Long menghela napas lega. Ia ambil surat itu dan dibaca, surat itu tertulis: Kaki dan tangan hamba sudah cacat, meski masih ada maksud mengabdi bagi Ongya, namun sudah tidak bertenaga lagi untuk bersetia. Ongya menganggap hamba sebagai orang kepercayaan, sungguh sayang hamba tidak dapat membalas kebaikan ini dengan jiwa hamba. Sejak kini hamba mohon diri untuk menjelajahi dunia dan entah akan menetap di mana nanti. Namun budi yang kuterima dan dendam yang kusimpan tetap takkan kulupakan, kelak bilamana ada kesempatan dan mendapatkan tenaga untuk membalas budi dan menuntut dendam, tentu hamba akan kembali mengabdi di bawah Ongya. Habis membaca surat itu, Sim Long jadi melongo. "Keempat duta bawahanku kini sebagian sudah mati, sebagian lagi sudah angkat kaki, sudah habis semua, namun begitu aku tidak perlu menyesal dan tetap gembira, apakah kau tahu apa sebabnya?� tanya Koay-lok-ong dengan tergelak. "Tidak tahu,� jawab Sim Long. "Sebab aku sudah mempunyai dirimu, dengan tenagamu seorang
lebih dari cukup untuk menambal kehilangan tenaga keempat duta itu,� ujar Koay-lok-ong. Di tengah gelak tertawanya ia gandeng tangan Sim Long dan diajak masuk ke ruangan belakang. Betapa indah tempat tinggal Koay-lok-ong sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata apa pun. Di dalam ruangan ada belasan gadis mahajelita, ada yang berdiri, ada yang duduk setengah berbaring, ada yang asyik bersolek, yang berduduk kelihatan kedua kakinya yang putih mulus. Kawanan gadis jelita itu kaget juga ketika melihat Koay-lok-ong datang membawa seorang pemuda. Mereka sama memandang Sim Long dengan terbelalak seperti pada wajah anak muda itu berbunga. Ada lelaki lain masuk ruangan rahasia ini, hal ini tidak pernah terjadi sebelum ini. Siapakah sesungguhnya pemuda ini? Mengapa Ongya sedemikian menghargai dia, bukan saja membawanya masuk ke ruangan terlarang bagi kaum lelaki itu, bahkan menggandeng tangannya dengan akrab. Mereka pun terkesima oleh senyuman Sim Long yang khas itu, senyuman yang memikat, menyenangkan, tapi juga menggemaskan. "Hahaha, kukira hanya kaum lelaki saja yang melotot melihat perempuan cantik, kiranya cara orang perempuan melihat pemuda cakap juga sama linglung seperti ini,� seru Koay-lok-ong dengan tertawa. Kawanan gadis jelita itu menjadi jengah dan sama menunduk, ada yang tertawa nyekikik, ada yang melirik lagi ke arah Sim Long. Koay-lok-ong menepuk pundak Sim Long dengan tertawa, katanya,
"Bagaimana pendapatmu mengenai mereka?� "Semuanya secantik bidadari,� jawab Sim Long. Pantas Ongya tidak tergiur sama sekali oleh kawanan gadis genit tadi.�
"Kau suka yang mana, segera kuberikan padamu,� kata Koay-lok-ong. "Hamba tidak berani,� Sim Long. Koay-lok-ong terbelalak, "Setiap gadis jelita di sini berani kukatakan jarang ada bandingannya, biarpun selir simpanan raja negeri
Tionggoan juga tidak lebih daripada ini. Masa tiada seorang pun kau sukai?�
"Cantiknya memang sangat cantik, cuma sayang cantik karena bersolek,� ujar Sim Long. "Wahai Sim Long, tinggi amat penilaianmu,� ujar Koay-lok-ong. "Memangnya kau sangka kecantikan setan perempuan itu benar tidak ada bandingannya di dunia ini?� tanyanya kemudian. Sim Long hanya tertawa saja tanpa menjawab. "Baik, biar kuperlihatkan orang cantik benar-benar di bumi ini,� ucap Koay-lok-ong akhirnya. "Setelah kau lihat dia, jika tetap kau katakan Yu-leng-kui-li itu lebih cantik, anggaplah aku yang kalah.� Segera ia tarik tangan Sim Long lagi dan menambahkan, "Cuma setelah kau lihat dia, jangan sekali-kali kau jatuh hati padanya. Segala apa dapat kuberikan padamu, hanya dia saja ....� Mendadak ia menengadah dan tergelak keras, jelas dia sangat gembira dan juga bangga. Sim Long bergumam, "Semoga dia tidak membuat kukecewa ....� Di balik ucapannya seperti mengandung makna yang dalam, cuma sayang tidak dirasakan oleh Koay-lok-ong.
*****
Di dalam ruangan rahasia itu ternyata masih ada kamar rahasia lagi. Sim Long ikut Koay-lok-ong menyusur berlapis-lapis tabir, sayup-sayup terdengar celoteh kawanan gadis jelita tadi yang mengomel, mencibir, dan memaki atas sikap angkuh Sim Long. "Wahai Sim Long, seharusnya jangan kau singgung perasaan mereka, dengan demikian betapa anak perempuan tadi akan kecewa dan berduka,� ujar Koay-lok-ong. "Hamba memang seorang lelaki kasar, mana dapat membandingi Ongya yang pandai membujuk rayu ....� Sim Long tersenyum. "Ssst,� mendadak Koay-lok-ong mendesis, "jangan keras-keras, langkahmu juga perlahan sedikit, tubuhnya lemah, tidak tahan terkejut.� Diam-diam Sim Long merasa geli, tak tersangka Koay-lok-ong
sedemikian sayang kepada si cantik yang dimaksud. Tiba-tiba terpikir olehnya, "Tapi apakah dia memang benar orang yang kubayangkan itu?� Tertampak di ujung sana ada sebuah pintu mungil. Sudah macam-macam pintu yang pernah dilihat Sim Long, baik pintu terbuat dari kayu atau dari logam, tapi daun pintu ini lain daripada yang lain. Daun pintu ini terbingkai dari bunga segar, beribu kuntum bunga yang berwarna-warni secara artistik dikarang menjadi satu, sungguh seni merangkai bunga yang bernilai tinggi. Dua orang genduk cilik tampak berdiri bersenda di depan pintu, ketika melihat Koay-lok-ong muncul, serentak mereka menyembah dan menyapa, "Pagi benar hari ini Ongya datang kemari!� Mata kedua genduk itu pun tiada hentinya mengerling Sim Long, meski usianya masih kecil, namun lirikan mata mereka bisa membuat orang semaput. "Hari ini bukan kedatanganku terlalu pagi, tapi kedatanganku kemarin yang terlalu malam,� ujar Koay-lok-ong dengan tertawa.
"Memang,� kata si genduk yang sebelah kiri dengan kenes, "setiap malam Ongya pasti datang menjenguk nona, hanya semalam .... Ai, nona telah menunggu hingga cemas dan Ongya tetap tidak muncul.�
"Apakah betul dia cemas menunggu kedatanganku?� tanya Koay-lok-ong. "Masa hamba berdusta, kalau Ongya tidak percaya kepada Eng-ji, silakan tanya kepada Yan-ji,� jawab genduk itu sambil melirik kawannya sekejap. "Betul,� segera kawannya, Yan-ji, menukas, "jelas nona menunggu dengan gelisah, saking tak sabar sampai bunga melati yang menjadi kesayangannya itu diremas-remas.�
"Dan saat ini apakah nona sudah tidur?� desis Koay-lok-ong. "Baru saja minum setengah mangkuk kuah jinsom, mungkin lagi
tidur,� jawab Eng-ji. "Oo ....� tertampil rasa kecewa Koay-lok-ong, tapi tampaknya juga tidak berani membangunkan si cantik. "Saat ini sebaiknya Ongya menunggu sebentar di depan sambil minum teh, sebentar bila nona sudah mendusin segera Eng-ji dan Yan-ji akan memanggil Ongya ke sini.�
Jilid 29
Senyum Koay-lok-ong tampak lembut, lenyap perbawanya sebagai seorang gembong penguasa yang malang melintang, dengan suara
lirih yang dibuat-buat ia berkata, "Bagaimana kalau kumasuk ke situ dengan perlahan, akan kulihat dia sekejap saja, boleh?!"
"Jika Ongya ingin masuk, siapa berani melarang,� ujar Eng-ji. "Tapi Ongya kan tahu nona mudah terkejut,� tukas Yan-ji. "Pada waktu nona sedang tidur, siapa pun dilarang mengganggunya. Bukankah Ongya yang memberikan perintah demikian ini.�
"Wah, lantas ... lantas bagaimana ....� Koay-lok-ong merasa ragu. Ia berpaling dan berkata kepada Sim Long, "Tentunya aku tidak boleh melanggar perintah sendiri di depan kawanan budak ini, bukan?�
"Betul,� kata Sim Long tersenyum. "Jika ... jika begitu, apakah kita pergi saja?�
"Ya, pergi saja,� jawab Sim Long. Tak terpikir olehnya Koay-lok-ong yang biasanya malang melintang itu sekarang tunduk kepada seorang nona, bila nona ini benar orang yang diduganya itu, maka caranya dia mengatasi Koay-lok-ong sungguh jauh di luar perkiraannya. Baru saja Koay-lok-ong membalik tubuh, tiba-tiba dari dalam berkumandang suara lembut bertanya, "Apakah Ongya yang datang?� Seketika Koay-lok-ong berseri-seri, tapi di mulut ia menjawab, "Tidurlah, boleh kau tidur saja!� Eng-ji mencibir dan mendesis, "Jelas bikin orang terjaga bangun, tapi malah suruh orang tidur.� Koay-lok-ong berlagak tidak mendengar, serunya pula, "Biarlah kudatang sebentar lagi.�
"Jika sudah datang, kenapa Ongya tidak masuk kemari,� kata suara lembut di dalam itu dengan tertawa. "Jika masuk ke situ kan tambah mengganggu tidurmu?� ujar Koay-lok-ong. "Jika Ongya datang kemari, biarpun hamba tidak tidur beberapa hari
juga tidak menjadi soal,� ujar suara halus itu. Suaranya begitu lembut, begitu hangat, begitu indah, bahkan nadanya membawa semacam rasa yang menggetar hati dan menimbulkan kasih sayang orang. Mendengar suara itu, seketika mata Sim Long terbeliak. Dengan tertawa Koay-lok-ong berkata, "Jika demikian, baiklah kumasuk ke situ, cuma ... di sini masih ada seorang tamu yang juga ingin berkenalan denganmu, apakah kau suka menemuinya?�
"Jika Ongya membawanya ke sini, tentu dia seorang tokoh luar biasa, kalau hamba dapat bertemu dengan tokoh demikian tentu
saja sangat bahagia,� jawab suara lembut itu. Koay-lok-ong menarik lengan baju Sim Long dan mendesis, "Coba dengar, betapa manis mulutnya itu.�
"Memang hebat,� ujar Sim Long tersenyum. Segera Eng-ji dan Yan-ji membukakan pintu dan berucap, "Silakan Ongya!� Di balik pintu ternyata merupakan dunia yang lain, dunia bunga. Dalam ruangan di mana-mana hanya bunga belaka dan hampir tidak
tertampak barang lain. Beribu tangkai bunga menciptakan sebuah surga yang memesona. Di tengah lautan bunga yang berwarna-warni berbaring setengah bersandar seorang perempuan mahacantik berbaju putih seperti salju dengan rambut panjang terurai, alisnya lentik, matanya jeli, muka ayu tanpa berpupur. Kumpulan bunga sejagat ini ternyata tidak dapat membandingi kecantikannya. Melihat dia, jantung Sim Long berdebar dengan keras. Si dia ternyata benar orang yang diduga oleh Sim Long itu. Dia bukan lain adalah Pek Fifi yang sudah lama tiada kabar beritanya. Kerlingan mata Pek Fifi yang lembut itu berputar sekejap pada wajah Sim Long, hanya kerlingan sekejap itu saja sudah jauh melebihi beribu kata.
Kerlingan mata yang indah itu serupa ingin menumpahkan rasa menyesal, rasa girang, rasa minta maaf dan juga seperti rasa
dongkol, tapi lebih mirip juga rasa cinta yang tak terhingga .... Namun di mulut nona itu berkata lembut, "Maaf, bila hamba tidak kuat berdiri menyambut kedatangan Ongya.�
"Berbaring saja ... biar tetap berbaring saja,� kata Koay-lok-ong. Lalu ia menarik Sim Long ke depan dan berucap pula dengan tertawa, "Ini Sim-kongcu, dia sangat ingin menemuimu.� Dalam sekejap itu timbul juga berbagai pikiran dalam benak Sim Long. Apakah Koay-lok-ong memang tidak tahu Fifi kenal padanya? Apakah si dia sengaja berlagak tidak mengenalnya? Apakah aku juga mesti pura-pura tidak kenal dia? Meski biasanya Sim Long dapat mengambil sesuatu keputusan dengan cepat dan tepat, tapi dalam sekejap ini ia menjadi bingung, sebab ia tahu di depan Koay-lok-ong tidak boleh berbuat salah satu
langkah pun. Didengarnya Pek Fifi lagi menghela napas dan berkata, "Sudah jelas Ongya mengetahui hamba kenal Sim-kongcu, mengapa engkau sengaja bicara demikian?� Koay-lok-ong menepuk dahi sendiri dan berseru, "Ahh, kiranya Sim-kongcu yang pernah kau singgung itu ialah Sim-kongcu yang ini?!� Fifi tertawa lembut, "Tempo hari selagi hamba terlunta-lunta di dunia Kangouw, kalau tidak berulang-ulang mendapat pertolongan Sim-kongcu ini, mungkin ... mungkin hamba tidak dapat melayani Ongya seperti sekarang ini.�
"Wah, jika begitu, rasanya aku harus berterima kasih kepadanya,� ujar Koay-lok-ong tertawa. "Ah, mana kuberani,� ucap Sim Long. "Sungguh hamba sangat senang bahwa Sim-kongcu hari ini dapat berkunjung ke sini,� kata Fifi. "Biarlah kuberi tahukan padamu, saat ini dia dan kita sudah merupakan orang sekeluarga sendiri,� tutur Koay-lok-ong. "Hah, apa ... apa betul?� seru Fifi, tampaknya sangat senang. "Masa tidak betul?� kata Koay-lok-ong. "Biarpun aku berdusta kepada orang sejagat juga takkan berdusta kepadamu.�
"Wah, sungguh peristiwa menggembirakan, betapa pun hamba harus memberi selamat kepada kalian untuk minum secawan,� seru
Fifi sambil meronta untuk turun dari tempat tidur lautan bunga itu. Cepat Koay-lok-ong memburu maju untuk memegangnya, "Eh, jangan melelahkan diri, bila aku ingin minum arak tentu dapat kuminta dilayani orang lain.�
"Ongya jangan khawatir, saat ini hamba sudah sehat,� ujar Fifi. "Apalagi, pada saat kedua tokoh besar zaman ini bertemu, kalau hamba tidak dapat menyuguhkan arak sendiri kepada kalian, tentu aku akan menyesal selama hidup.� Perlahan ia melepaskan pegangan Koay-lok-ong dan berjalan keluar dengan lemah gemulai. Memandangi bayangan punggung si dia, Koay-lok-ong berucap dengan gegetun, "Dia baik dalam segala hal, hanya kesehatannya yang kurang.� Lalu ia berpaling dan tanya Sim Long, "Bagaimana pendapatmu?� Sim Long tersenyum, tapi sengaja menghela napas dan berkata, "Jika si dia sudah ada yang punya, apa yang dapat kukatakan lagi.�
"Wahai Sim Long, apakah engkau cemburu padaku?� tanya Koay-lok-ong sambil mengelus jenggotnya. Sim Long tertawa, "Bukankah Ongya justru berharap agar orang she Sim cemburu padamu?�
"Hahaha,� Koay-lok-ong tertawa keras. "Kemampuan Sim Long sungguh sukar ditandingi seribu orang, ketajaman mulut Sim Long
juga sukar dilawan, bilamana aku disuruh memilih satu di antara Sim Long dan Pek Fifi, maka aku lebih suka memilih Sim Long.�
"Terima kasih,� kata Sim Long sambil menjura. Mendadak Koay-lok-ong berhenti tertawa, ditepuknya pundak Sim Long dan berkata, "Bagus, hari ini kita harus minum sampai mabuk.� Dalam pada itu Pek Fifi tampak muncul lagi dengan gemulai serupa dewi kahyangan. Yan-ji dan Eng-ji mengikut di belakangnya, yang seorang membawa talam berisi santapan dan yang lain membawa poci arak dengan piala emas. "Tiada sesuatu yang dapat kusuguhkan kepada Sim-kongcu, hanya arak yang hamba suling sendiri ini biasanya dipuji Ongya sebagai lumayan rasanya, mungkin dapat sekadar memenuhi selera Kongcu,� demikian Pek Fifi bertutur dengan tersenyum manis. "Ongya adalah ahli penilai, bila Ongya bilang baik, apa pula yang perlu disangsikan lagi?� ujar Sim Long dengan tertawa. Belum habis ucapannya, Yan-ji yang membawa poci arak mendadak menjerit kaget, entah kesandung apa, mendadak tubuhnya mendoyong ke arahnya. Cepat Sim Long menahannya, ketika tangan bersentuh tangan, dirasakan Yan-ji menyisipkan secarik kertas kepadanya. Diam-diam Sim Long terima kertas itu, seperti tidak terjadi sesuatu ia berseru, "Hati-hati!� Koay-lok-ong mengomel, "Budak kurang ajar! Kau jatuh tak menjadi soal, bila bikin kotor baju Sim-kongcu dan menumpahkan arak buatan nona, itulah yang sayang ....�
"Untung tidak tumpah,� tukas Fifi. Segera ia mengangkat poci arak dan menuangkan Koay-lok-ong secawan, seketika lenyap rasa dongkol Koay-lok-ong. Setelah minum secawan, segera Sim Long merasakan arak itu memang sedap, tapi juga keras. Nyata arak campuran dari beberapa jenis yang berlainan kadarnya, begitu masuk perut, seketika isi perut seperti mau berontak, bila tidak biasa minum arak, mungkin dalam sekejap bisa menggeletak. Diam-diam Sim Long waspada, habis menenggak secawan,
seterusnya ia hanya berkecup sekadarnya saja. Sebaliknya Koay-lok-ong menenggak sepuasnya, setiap cawan yang dipenuhi Fifi pasti dihabiskannya. Meski dia seorang luar biasa juga mempunyai kelemahan manusia. Yaitu gemar arak dan perempuan.
Orang hidup memangnya ada berapa orang yang mampu terhindar dari godaan perempuan dan arak? Maka akhirnya Koay-lok-ong pun mabuk. Meski belum lagi roboh, namun sinar matanya sudah buram, kaku. Sim Long berlagak memegangi kepalanya dan berkata, "Cayhe tidak tahan minum lebih banyak lagi, ingin mohon diri saja.�
"Masa sudah mabuk?� tanya Koay-lok-ong. "Dengan sendirinya Ongya tidak mabuk, Cayhe yang tidak tahan lagi,� kata Sim Long. Koay-lok-ong bergelak tertawa, "Wahai Sim Long, tampaknya engkau selisih jauh denganku, baru saja minum secawan sudah tak tahan .... Jangan, jangan pergi dulu, ayo minum lagi secawan, tidak ... minum sepuluh cawan lagi!� Habis itu kembali ia menuang dan menenggak pula. Dia meski seorang tokoh besar, seorang gembong, tapi pada waktu mabuk keadaannya tidak berbeda dengan kuli di tepi jalan. Tertampak sebentar dia bernyanyi, sebentar mengetuk meja dengan sumpit, lalu terbahak-bahak dan akhirnya mendekap di atas meja sambil bergumam, "O, Fifi, mengapa ... mengapa kau suruh kutunggu melulu, aku ... aku tidak mau menunggu lagi, malam ini juga ... malam ini juga aku tidur di sini.� Sim Long melirik Fifi sekejap, berada di sarang harimau, anak perempuan ini ternyata dapat mempertahankan kesuciannya dan belum lagi tercemar oleh Koay-lok-ong. Sungguh hati Sim Long entah bergirang atau kagum. Fifi juga sedang menatapnya dengan sinar mata yang lembut penuh perasaan yang sukar diuraikan. Dia seperti hendak bilang, "Apakah kau tahu, semua itu kupertahankan bagimu.�
Keduanya hanya saling pandang sekejap saja dan seperti sudah paham isi hati masing-masing. Lalu Fifi melirik Koay-lok-ong sekejap dengan tersenyum. Sim Long mengangguk dan berbangkit, katanya, "Kumohon diri saja sekarang, bila Ongya siuman nanti, katakan saja Sim Long mabuk.�
"Jangan, jangan pergi, minum lagi tiga cawan!� seru Koay-lok-ong dengan mata setengah terpejam sambil meraih baju Sim Long. Perlahan Sim Long melepaskan tangan orang dan melangkah keluar, didengarnya Koay-lok-ong masih bergumam sendiri, namun suaranya sudah tak jelas. Yan-ji berdiri di depan pintu, ucapnya dengan tersenyum, "Biar Yan-ji membawa Kongcu keluar.� Sim Long mengucap terima kasih. Dengan langkah gemulai Yan-ji berjalan ke depan, ia menoleh dan tertawa, katanya, "Sim-kongcu sungguh baik hati dan sopan, pantas nona kami ....� segera ia mendekap mulut dengan tertawa dan
mendahului berlari keluar. Setelah kembali di rumah depan tadi, kawanan gadis jelita itu sebagian sudah tidur, sebagian sedang bersolek, ada yang lagi menggosok betis, ada yang asyik memotong kuku dan ada juga yang mengecat kuku dengan getah bunga mawar. Mereka terus menuju ke depan, di halaman sana suasana tenang, pepohonan menghijau permai di bawah sinar matahari yang gilang-gemilang, rasa seram semalam sudah sama sekali tanpa bekas. Tokko Siang juga tidak kelihatan lagi, jika dia belum mati, tentu dia sangat berduka. Tiba-tiba Sim Long berkata, "Kukira nona tidak perlu mengantar lebih jauh lagi.� Yan-ji tersenyum, segera ia membalik tubuh dan berlari kembali kesana, tapi baru beberapa langkah mendadak ia berpaling dan berseru dengan suara tertahan, "Hei ....� lalu ia menuding tangan Sim Long dan menuding pula tangan sendiri. Sim Long tahu maksudnya, ia mengangguk. Perlahan ia melangkah keluar dari taman yang sejuk itu, meski bersusah payah semalam suntuk, namun rasanya cukup berharga. Akhirnya dia mendapatkan kemenangan, yaitu memperoleh kepercayaan Koay-lok-ong. Ia berjalan di bawah cahaya sang surya yang menyinari pertamanan itu, sekujur badan penuh gairah hidup, keletihan dalam pertempuran semalam sama sekali tidak terasakan lagi. Ia yakin apa pun yang akan terjadi mampu dihadapinya. Meski di dalam hati masih dirasakan ada beberapa hal yang belum lagi dimengerti, tapi lantas dikeluarkannya secarik kertas yang disimpannya tadi, ia tahu segala apa tentu akan mendapatkan penjelasan dari situ ....
*****
Begitu dia melangkah masuk, segera Ci-hiang merangkulnya dengan mesra. Rambut Ci-hiang tampak kusut, pakaiannya tidak rapi, matanya juga penuh garis merah, seperti semalam suntuk tidak tidur. Begitu memeluk Sim Long, dengan suara agak gemetar ia berkeluh, "O, akhirnya engkau pulang juga. Syukur engkau tidak beralangan apa pun.� Setelah menghela napas lega lalu ia berkata pula, "Ai, seharusnya kau memberi kabar sekadarnya, kau tahu betapa kukhawatir bagimu, semalam suntuk aku tidak dapat tidur.�
"Sekarang boleh kau tidur saja,� kata Sim Long. Ci-hiang meliriknya penuh arti, "Dan kau?�
"Rasanya aku seperti dilahirkan tidak boleh tidur,� ujar Sim Long. "Engkau tidak tidur, aku pun tidak tidur.�
"Memangnya engkau tidak pernah tidur sebelum kenal diriku?�
"Ai, dasar lelaki tidak punya perasaan!� omel Ci-hiang sambil menggigit kuduk Sim Long. Sambil meraba kuduknya, Sim Long meringis kesakitan. Kecuali meringis, apa yang dapat diperbuatnya. Sim Long menuang secangkir teh, selagi hendak diminum,
mendadak ia membalik tubuh dan menarik pintu. Benar juga, seperti pencuri saja kembali Jun-kiau berdiri di depan pintu, tentu saja ia kaget. Rambutnya juga kelihatan kusut dan matanya merah, agaknya juga semalam suntuk kurang tidur. "Ada apa?� tanya Sim Long dengan mendelik. "O, ti ... tidak apa-apa, hanya ingin kutanya apakah ... apakah Kongcu baik-baik saja,� jawab Jun-kiau dengan gelagapan. "Memangnya kau pun khawatir aku disembelih Koay-lok-ong?� tanya Sim Long. "O, tidak, hanya ... hanya hatiku tidak tenteram, maka ....� Mendadak Ci-hiang memburu maju ke depan Jun-kiau dan membentak, "Apabila lain kali kau berani lagi mengintip atau mencuri dengar, bisa kupotong hidungmu atau kucungkil matamu, bahkan akan kuberi tahukan kepada Li Ting-liong tentang hubunganmu dengan lelaki lain ....� Muka Jun-kiau tampak pucat, "Ya, ya, lain kali tidak berani lagi.� Segera ia berlari pergi tanpa berpaling. "Nanti dulu!� bentak Sim Long mendadak. Tergetar tubuh Jun-kiau, "Kongcu ada ... ada pesan apa lagi?�
"Lekas suruh mengantarkan sarapan pagi, buatkan santapan yang paling enak dan ditambah sebiji semangka Hami yang paling manis. Aku tidak ingin yang lain, hanya ingin sarapan pagi sekenyangnya.� Tidak lama kemudian hidangan yang diminta sudah tersedia didepan Sim Long. Memang hidangan pilihan, terutama semangka Hami yang diminta, manisnya seperti madu. Sim Long sarapan dengan tenang, di belakangnya terdengar suara napas Ci-hiang yang berat, nona itu akhirnya tertidur juga. Habis sarapan, Sim Long merebahkan diri juga, ia memejamkan mata sambil mengingat kembali tulisan pada surat yang diterima dari
Yan-ji itu, isinya berbunyi, "Berpisah sekian lama, sungguh hatiku rindu. Waktu tengah hari nanti, kunanti di pertamanan sunyi, mohon datang. Dari rumah menuju ke barat, kumenanti di bawah pohon rindang.�
*****
Sementara itu sudah dekat tengah hari. Pada waktu tengah hari Koay-hoat-lim ini sangat sepi. Setelah bersukaria semalam suntuk, kebanyakan orang masih tidur dengan lelap. Perlahan Sim Long melangkah ke jurusan barat, suasana sunyi senyap, suara kicau burung pun tak ada, hanya angin mendesir sepoi-sepoi. Di kejauhan ada pohon rindang, sesosok bayangan putih berdiri dibawah pohon, ujung baju dan rambutnya berkibar tertiup angin. Sinar matanya sedang menatap ke arah datangnya Sim Long. Melihat si nona, timbul semacam perasaan Sim Long yang sukar diuraikan, entah sedih, haru, atau girang. Anak perempuan yang cantik dan lembut ini pun aneh dan misterius, melihat dia, mau tak mau Sim Long jadi teringat juga kepada Cu Jit-jit. Jit-jit yang berwatak nakal, jahil, kepala batu, terkadang menyenangkan, namun juga menggemaskan. Pek Fifi dan Cu Jit-jit adalah dua jenis anak perempuan yang tidak sama, keduanya merupakan dua kutub, dua model, yang satu panas
serupa api, yang lain dingin seperti es. Tapi apa pun juga keduanya sama menarik. Tanpa terasa tersembul senyuman pada wajah Sim Long, tapi dalam hati dia juga gegetun mengapa kedua anak perempuan yang menyenangkan ini mengalami nasib malang demikian? Dengan sendirinya Fifi juga sudah melihatnya, senyumnya serupa cahaya mentari yang cerah. Perlahan ia menggapai dari jauh, lalu ia membalik dan menuju ke kerimbunan pepohonan sana. Fifi duduk bersandar batu karang yang dikelilingi pepohonan. Sim Long mendekatinya dan berdiri di depannya tanpa bicara. Fifi juga tidak bicara. Keduanya saling pandang, habis itu mereka lantas berdekapan. Mendadak Sim Long menghela napas, katanya, "Yu-leng-kiongcu,
baik-baik kau?� Fifi mengangkat kepala dan tersenyum, "Kau panggil apa padaku? Masakah namaku sudah kau lupakan?� Sim Long menatapnya dengan tajam, tiada terlihat rasa kejut atau maksud jahat pada wajah yang cantik ini, yang ada cuma kasih yang manis dan kerlingan mata yang memabukkan. Anak perempuan secantik ini mustahil adalah gembong iblis yang membunuh orang tanpa berkedip? "Tentu saja tidak kulupakan namamu, Fifi,� ucap Sim Long kemudian. "Jika begitu mengapa kau sebut aku Yu ... Yu apa?�
"Memangnya Pek Fifi tidak sama dengan Yu-leng-kiongcu?� Perlahan Fifi mendorong Sim Long dan mundur selangkah, ia pandang anak muda dengan terbelalak, seperti kurang senang dan rada menyesal. "Siapakah Yu-leng-kiongcu?� tanyanya. "Mengapa kau singgung dia, apakah dia juga anak perempuan yang cantik.� Sim Long memandang jauh ke sana, ucapnya kemudian, "Ya, dia
juga anak perempuan yang sangat cantik, juga sangat pintar, ditambah lagi menguasai ilmu silat mahatinggi.� Fifi menunduk, katanya dengan menyesal, "Sedemikian muluk kau puji dia, tentu dia jauh lebih hebat daripadaku.�
"Tapi dia juga anak perempuan yang sangat kejam, apa yang tidak diperbuat orang lain dapat dilakukan olehnya.�
"Pernah kau lihat dia?� tanya Fifi. "Ya, kulihat dia, semalam juga kulihat dia, bahkan telah bergebrak dengan dia.�
"Bagaimana bentuk sebenarnya?�
"Dia selalu memakai cadar tipis sehingga wajah aslinya senantiasa tersembunyi, tapi akhirnya telah ... telah kusingkap cadarnya,� sampai di sini ia menatap tajam wajah Fifi dan menyambung, "Ketika itu baru kuketahui bahwa dia ternyata samaranmu, engkaulah Yu-leng-kiongcu, maka aku tidak turun tangan lebih lanjut.� Fifi menyurut mundur dua langkah, serunya, "Aku ... kau bilang aku? Ah, kau salah lihat!�
"Tidak, aku tidak salah lihat,� kata Sim Long. "Sekalipun orang lain dapat menyaru sebagai dirimu, tapi kerlingan mata itu ... siapa pun tidak mampu menirukan kerlingan matamu itu.� Sekujur badan Fifi tampak gemetar, Dan engkau lantas yakin aku inilah Yu-leng-kiongcu yang jahat itu?�
"Aku tak bisa berkata lain,� ujar Sim Long. "Tapi bila aku Yu-leng-kiongcu, mana bisa terlunta-lunta di daerah Kanglam dan diperbudak orang. Jika aku mahir ilmu silat, mengapa senantiasa dianiaya orang?� mata Fifi menjadi merah, air mata
hampir menitik. "Itulah yang membuatku tidak habis mengerti,� ujar Sim Long menyesal. "Masa ... masa engkau tidak percaya sedikit pun kepadaku?� akhirnya air mata Fifi bercucuran. "Aku percaya padamu, namun aku pun harus percaya kepada mataku,� kata Sim Long. "Apa yang kau lihat sendiri terkadang juga tidak pasti benar,� ujar Fifi. "Aku seorang anak piatu, sejak kecil tidak tahu siapa ayah-bundaku, di dunia ini tidak ada seorang pun berbaik hati benar-benar padaku, hanya ... hanya kau ....� Mendadak ia menubruk lagi ke dalam rangkulan Sim Long, katanya pula dengan menangis, "Dan sekarang engkau pun tidak percaya lagi padaku. O, apakah artinya hidup ini bagiku?� Sim Long diam saja. Sejenak kemudian, mendadak Fifi menengadah dan memandang Sim Long dengan wajah yang berair mata. "Kau lihat aku ini mirip anak perempuan yang kejam itu?� Memandangi wajah yang minta dikasihani itu, Sim Long menghela napas dan menggeleng, jawabnya, "Tidak mirip.�
"Jika demikian, hendaknya jangan kau curigai diriku,� kata Fifi. "Tapi kalau Yu-leng-kiongcu itu dibilang bukan dirimu, mengapa didunia ini ada dua anak perempuan yang sedemikian mirip satu sama lain?�
"Apakah tidak ... tidak mungkin ada seorang saudara kembarku, hanya nasibnya lebih baik daripadaku, bila selama hidupku selalu dianiaya orang, sebaliknya dia yang selalu menganiaya orang lain.�
"Saudara kembar?� Sim Long jadi melenggong. "Urusan ini kedengarannya sedemikian kebetulan, tapi di dunia ini memang banyak kejadian secara kebetulan, maka apa yang kukatakan ini bukan mustahil juga bisa terjadi bukan? Apalagi semalam engkau cuma memandangnya sekilas saja, apakah engkau dapat memastikan bahwa apa yang kau lihat mutlak tidak keliru?�
"Ini ....� Sim Long jadi ragu. "Jika engkau tidak dapat memastikannya, hendaknya jangan kau bicara seperti ini. Kau tahu, kebahagiaan selama hidupku berada pada tanganmu, apakah engkau sampai hati menghancurkan hidupku?� Sim Long termenung sejenak, perlahan ia membelai rambut si nona, ucapnya, "Ya, aku salah ... aku keliru, hendaknya engkau jangan marah padaku.� Fifi menghela napas dan mendekap di dada Sim Long, ucapnya lembut, "Segala milikku adalah kepunyaanmu, biarpun kau bunuh aku juga takkan kumarah padamu.� Sekalipun Sim Long adalah manusia baja, mau tak mau akan lunak juga. Kelembutan, selamanya tak dapat dilawan oleh kaum pahlawan. Keduanya saling berdekapan hingga lama, akhirnya Sim Long
bertanya, "Selama ini apa yang kau alami? Dapatkah kau ceritakan padaku?�
"Waktu di hotel tempo hari, sesudah engkau dan Miau-ji pergi, nona Cu lantas marah-marah,� demikian tutur Fifi. "Kutahu ... aku yang membikin susah dia, hatiku merasa tidak tenteram.�
"Dia ... dia tidak sengaja marah,� ujar Sim Long dengan menyengir. "Kutahu, perangai nona Cu terkadang memang agak kasar, tapi hatinya sebenarnya baik, dia juga pintar, suka terus terang, cantik pula, sungguh aku tidak ... tidak dapat dibandingkan seujung jarinya.� Sim Long tersenyum, "Segala apa engkau selalu berpikir demi orang lain, dalam hal ini saja engkau lebih unggul daripada dia� Fifi tersenyum cerah, "Apa betul?� Tapi senyuman cerah itu segera lenyap, kembali keningnya bekernyit, katanya, "Waktu itu sungguh aku ingin kabur saja supaya tidak membuat marah nona Cu, siapa tahu pada saat itu juga keparat she Kim itu ....�
"Kim Put-hoan?� tanya Sim Long. "Betul, Kim Put-hoan mendadak menerobos masuk, mulutku dibungkamnya, aku diculik dan dibawa ke ... ke tempat Ong-kongcu itu.�
"Ya, kutahu kejadian itu,� kata Sim Long. "Sungguh aku ketakutan setengah mati,� tutur Fifi pula. "Kutahu Ong-kongcu itu seorang ... seorang tidak baik, untung dia seperti lagi menghadapi kesibukan sehingga aku tidak diganggu.� Untuk bicara sebanyak ini tampaknya dia telah memeras tenaga, sampai di sini, mukanya yang putih pun berubah merah, dengan menunduk ia menyambung lagi, "Kemudian mereka mengirim diriku ke tempat seorang Ong-hujin. Alangkah cantiknya nyonya Ong itu, biarpun sama-sama orang perempuan, tergiur juga hatiku melihat kecantikannya.�
"Apa yang dilakukannya terhadapmu?� tanya Sim Long. "Dia teramat baik kepadaku,� tutur Fifi."Dia serupa dewi kahyangan, dia seperti mempunyai semacam kekuatan gaib yang dapat mengubah kedukaan seorang menjadi kegembiraan.�
"Maka, engkau sangat penurut padanya,� kata Sim Long. "Apa lagi yang dia suruh kau kerjakan?�
"Dia minta aku menyelundup ke tempat Koay-lok-ong ini untuk mencari informasi baginya, mestinya aku tidak berani, tapi kemudian kuterima tugas ini setelah kuketahui Koay-lok-ong juga musuhmu.�
"Terima kasih,� ucap Sim Long lembut. Fifi tersenyum manis, "Asalkan dapat mendengar ucapanmu ini, betapa pun aku harus menderita tetap kurela.�
"Engkau banyak menderita?� Fifi menunduk sedih, "Demi mendapatkan kepercayaan Koay-lok-ong, lebih dulu Ong-hujin telah ... telah mengurungku di suatu kamar dengan siluman yang paling menjijikkan itu.�
"Maksudmu si duta bencong? Tentu engkau ketakutan.� Muka Fifi menjadi merah pula, katanya, "Aku lebih suka dikurung
bersama binatang buas atau ular daripada bersama dia. Tapi ... tapi demi Ong-hujin, dan juga demi engkau, terpaksa kutabahkan hati.�
"Tak tersangka engkau anak perempuan pemberani,� puji Sim Long. "Kemudian Ong-hujin memberitahukan sesuatu rahasia padaku, kiranya siluman itu bukan lelaki melainkan perempuan. Tapi meski sudah tahu dia seorang perempuan, bila melihat kedua matanya, tidak urung sekujur badanku lantas gemetar. Bilamana jarinya menyentuh tubuhku, sungguh aku ingin segera mati saja.�
"Apakah Ong-hujin sengaja melepaskan dia kabur bersamamu?�
"Ya, Ong-hujin tahu jika dia kabur, tentu aku akan dibawa lari juga,� tutur Fifi. "Ai, sepanjang jalan itu, sungguh aku lebih suka mati saja .... Tapi apa pun juga, sekarang dia sudah mati.�
"Apakah begitu datang di sini dia lantas mati?�
"Ya, begitu datang ia lantas mati.�
"Cara bagaimana matinya?�
"Aku yang membunuhnya.�
"Kau?� melengak juga Sim Long. "Ya, aku .... Kau heran?� perlahan Fifi membetulkan rambutnya, lalu menyambung, "Ong-hujin memberi sebuah cincin padaku, di atas cincin terdapat ujung jarum yang sangat halus yang diberi racun mahajahat, asalkan kutepuk perlahan pundaknya, dalam sekejap dia akan mati keracunan. Sejauh itu dia pandang diriku sebagai barang dalam sakunya, dengan sendirinya sama sekali dia tidak berprasangka terhadapku.�
"O, kiranya demikian,� Sim Long mengangguk. "Aku pun dapat membunuh orang, engkau tidak menyesali diriku, bukan?�
"Siapa pun bila menjadi dirimu tentu ingin membunuh dia,� ujar Sim Long. "Cuma ada sesuatu yang semula aku tidak paham dan baru sekarang kutahu duduknya perkara.�
"Urusan apa?� tanya Fifi. "Aku tidak mengerti mengapa rombongan Can Ing-siong itu begitu masuk Jin-gi-ceng lantas semuanya mati secara serentak, baru sekarang kutahu semua itu disebabkan racun cincin pemberian Ong-hujin.� Fifi berkedip-kedip, katanya, "Tapi jarum beracun pada cincin itu hanya dapat digunakan satu kali saja, serupa halnya ekor tawon berbisa, sekali mengantup lantas tak berbisa lagi. Pula, orang-orang itu mati seluruhnya tanpa sisa seorang pun, lantas siapa yang turun tangan membunuhnya?� Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian dengan tersenyum, "Tahulah aku.�
"O, memang apa rahasianya�
"Pada waktu Ong-hujin membebaskan mereka pasti disertai suatu syarat.�
"Syarat apa?� tanya Fifi. "Yaitu di antara mereka tiap-tiap orang diharuskan membunuh salah seorang di antaranya.� Fifi menggeleng, "Aku tetap tidak paham.�
"Begini, umpamanya Ong-hujin bicara tersendiri-sendiri dengan mereka dan setiap orang diberinya sebuah cincin berbisa, tentu saja di antara mereka satu sama lain tidak tahu-menahu. Sebab itulah, setiba di Jin-gi-ceng, segera terjadi bunuh-membunuh dan akhirnya semuanya mati, adapun pembunuhnya justru mereka sendiri.�
"Wah, alangkah jahat tipu muslihatnya dan betapa kejinya pula,� ujar Fifi sambil menggeleng. "Cara Ong-hujin itu memang keji, tapi bila Can Ing-siong dan lain-lain benar-benar kesatria sejati, tentu muslihat Ong-hujin takkan berlaku.�
"Betul juga, itu namanya bikin mampus dirinya sendiri ....� Belum habis ucapan Fifi, mendadak seorang mendengus, "Kalian
juga akan membikin mampus dirinya sendiri!� Di tengah suara dengusan itu, sebilah pedang mengilat menebas dari balik pepohonan yang lebat sana. Fifi menjerit kaget dan merangkul Sim Long. Sim Long menyurut mundur dua tindak sambil membentak, "Siapa?!� Maka muncul seorang pemuda cakap berbaju ringkas dengan pedang terhunus lagi memandangi mereka dengan tertawa dingin, sebuah cermin perunggu mengilat menghiasi baju dadanya dan terdapat angka "35�. Jelas anggota pasukan Angin Puyuh anak buah Koay-lok-ong. Sim Long tetap tenang dan tersenyum, katanya, "Bahwa engkau dapat datang kemari di luar tahuku, tampaknya kungfumu pasti jauh lebih tinggi daripada kawanmu, sungguh harus dipuji.�
"Hm, dalam keadaan lupa daratan karena si cantik dalam pelukan, biarpun langit ambruk pun takkan kau dengar,� ejek anggota Angin Puyuh itu. "Ya, mungkin betul kritikmu ini,� kata Sim Long dengan tertawa. "Ongya meladenimu dengan baik dan menganggap dirimu sebagai orang tepercaya seharusnya kau balas kebaikan Ongya dengan setia, siapa tahu selir kesayangan Ongya malah kau pikat, apakah kau tahu akan dosamu?�
"Kalau tahu dosa lantas bagaimana?�
"Hendaknya segera ikut padaku menemui Ongya, bisa jadi Ongya akan memberi hukuman lebih ringan dan memberi kematian bagimu dengan cepat.�
"Wah, untuk itu aku harus berterima kasih padamu, cuma ....� Sim Long berkedip, "Apakah kau kira Sim Long seorang penakut?�
"Habis, berani kau melawan?� damprat jago Angin Puyuh itu. "Sungguh aku merasa sayang bagimu.� kata Sim Long. "Jika engkau seorang pintar, seharusnya sejak tadi mengeluyur pergi. Tapi sekarang, biarpun kau ingin lari pun tidak keburu lagi.�
"Hm, kau kira aku datang sendirian?�
"Apa bukan begitu?�
"Justru di sekeliling sini sudah tersebar tujuh belas kawanku, kecuali dalam sekejap dapat kau bunuh kami seluruhnya, kalau tidak, jangan harap engkau dapat lolos dengan hidup.� Sim Long hanya tertawa saja, sebaliknya, muka Fifi menjadi pucat, mendadak ia mengadang di depan Sim Long dan berteriak, "Semua ini bukan urusannya, aku yang mengajaknya kemari.�
"Nona Pek sungguh ....�
"Jika kau mau bunuh, silakan bunuh saja diriku,� sela Fifi dengan suara gemetar. Jago Angin Puyuh itu tersenyum sinis, "Wah, terhadap gadis cantik seperti nona Pek ini, mana aku sampai hati ....�
"Habis apa kehendakmu?� jerit Fifi. "Nona sendiri menghendaki bagaimana?�
"Asalkan kau lepaskan dia, aku ... aku akan menuruti segala kehendakmu.�
"Apa betul?� jago Angin Puyuh itu tertawa. "Betul,� jawab Fifi tegas dengan air mata berlinang. "Bagaimana dengan pendapat Sim-kongcu?� tanya si jago Angin Puyuh. "Baik, kalian boleh pergi saja,� kata Sim Long dengan tersenyum.
Jawaban ini membuat Fifi dan jago Angin Puyuh itu sama melengak. "Kau ... kau ....� gemetar Fifi dan tidak sanggup meneruskan ucapannya. "Jika benar kau rela berkorban bagiku, jika kutolak kan berarti mengecewakan maksud baikmu?� ujar Sim Long dengan tertawa. "Dan sebaiknya kalian pergi saja ke suatu tempat yang ....�
"Kau bukan manusia ....� teriak Fifi dengan parau. "Kan kau sendiri yang rela begitu, kenapa kau maki diriku?� kata Sim Long dengan tertawa. "Bilamana sesuatu permainan sudah mencapai puncaknya, jika tidak kuberikan bumbu pemanis, tentu
permainanmu akan terasa cemplang, bukan?� Fifi tampak melongo bingung. Si jago Angin Puyuh juga melenggong, mendadak ia bergelak tertawa, "Hahaha, hebat, Sim Long memang hebat!�
"Terima kasih,� jawab Sim Long. "Cara bagaimana dapat kau kenali diriku?� tanya si jago Angin Puyuh itu dengan tertawa.
"Bilamana setiap jago Angin Puyuh menguasai Ginkang setinggi dirimu, kan Koay-lok-ong boleh tidur nyenyak tanpa khawatir apa pun, apalagi, umpama di antara jago Angin Puyuh ada yang berkepandaian setinggi ini tentu juga takkan bermata keranjang seperti kau.� Sim Long bergelak tertawa, lalu menyambung, "Orang yang memiliki Ginkang dan sinar mata jelalatan seperti kau ini kecuali Ong Ling-hoa, di dunia ini mungkin tidak ada orang kedua lagi.� Pek Fifi seperti terkejut, dipandangnya Sim Long, lalu memandang pula si jago Angin Puyuh, sikapnya tampak serbasalah. Jago Angin Puyuh itu lantas memberi hormat, "Tadi aku cuma bergurau saja, harap nona Pek jangan marah.�
"Kau ... kau benar Ong Ling-hoa?� tanya Fifi. "Sayang kedok yang kubuat ini telah banyak membuang tenaga dan pikiranku, kalau tidak tentu akan kubuka supaya nona dapat melihat wajah asliku,� kata si jago Angin Puyuh yang memang samaran Ong
Ling-hoa. Mendadak air mata Pek Fifi bercucuran, dipandangnya Sim Long, katanya dengan menangis, "Mengapa ... mengapa engkau tega mempermainkan aku?� Jika Cu Jit-jit, tentu Sim Long terus dijotosnya. Tapi Pek Fifi hanya mengomel saja dan menyesali diri sendiri, "Tapi ini pun tidak dapat menyalahkanmu, semua ini ... semua ini salahku, tidak ... tidak
seharusnya ku ....� Kalau benar Sim Long dihantamnya akan melonggarkan perasaannya malah, tapi sekarang Fifi bicara secara demikian, hati Sim Long menjadi menyesal, kasihan dan sayang pula, tanpa terasa ia pegang bahunya dan berucap, Tadi kusangka engkau juga dapat mengenali dia, maka ....�
"Mana dapat kukenali dia,� ujar Fifi dengan rawan. "Meski pernah kulihat si jago Angin Puyuh nomor 35, tapi ... tapi samarannya sungguh teramat mirip, baik suara maupun sikapnya.�
"Terima kasih atas pujian nona, tapi aku tetap dikenali Sim-heng,� ujar Ong Ling-hoa dengan tertawa. Mendadak ia seperti ingat sesuatu, ia terus menampar muka sendiri sambil mengomel, "Wah, pantas mampus, sungguh pantas mampus!� Fifi tercengang melihat kelakuan Ong Ling-hoa itu, tanyanya, "Pantas mampus apa?�
"Mana boleh kupanggil dengan sebutan Sim-heng,� kata Ling-hoa. "Memangnya panggil apa kalau tidak menyebutnya begitu?� tanya Fifi sambil melirik Sim Long. Dengan sendirinya Sim Long merasa serbakikuk. Sebaliknya Ong Ling-hoa anggap tidak tahu, katanya pula dengan tertawa, "Mungkin nona tidak tahu bahwa sekarang sedikitnya harus kupanggil dia sebagai paman.�
"Paman?� Fifi menegas dengan heran. "Ya, paman, sebab ... sebab Sim-kongcu, sudah ada janji pernikahan dengan ibuku.�
Fifi merasa seperti dicambuk satu kali, ia menyurut mundur dengan sorot mata penuh rasa heran dan kecewa serta menyesal, "Ap ... apa betul?� tanyanya dengan menggigit bibir. "Apakah kau kaget?� jawab Sim Long dengan menyengir. Tubuh Fifi gemetar, air mata bercucuran pula. Sampai sekian lamanya ia tidak sanggup bersuara. Mendadak ia menjerit dengan parau, "Meng ... mengapa tidak kau katakan ... mengapa .... Apakah sengaja kau tipu diriku?� Segera ia membalik tubuh dan berlari pergi dengan terhuyung-huyung. Sim Long menyaksikan kepergiannya tanpa bicara, juga tidak merintanginya. Bahkan segera ia pulih tenang kembali seperti tidak terjadi sesuatu. Ong Ling-hoa memandang Sim Long tanpa bicara. Sorot matanya
menampilkan secercah senyuman licik dan keji. Akhirnya Sim Long berpaling dan menghadapi Ong Ling-hoa, keduanya saling tatap sampai sekian lamanya. Bilamana salah seorang tidak dapat menahan emosinya, tentu segera akan terjadi pertarungan maut. Akan tetapi keduanya sama tidak turun tangan, akhirnya Sim Long malahan tersenyum dan bertanya, "Mengapa kau lakukan hal ini.�
"Tentunya kau tahu inilah kehendak ibuku,� kata Ling-hoa. "O, dia ....�
"Bagaimana beliau tidak khawatir membiarkan anak perempuan secantik itu berdekatan denganmu.�
"Saat ini kau bicara denganku dalam kedudukan sebagai apa?� tanya Sim Long. "Sebagai saudara, antara kawan dan lawan.�
"Masa sekarang kembali kau bersaudara denganku?�
"Di depan orang lain engkau adalah orang lebih tua daripadaku, hanya bila kita berada berduaan, aku adalah saudaramu,
sahabatmu, terkadang bisa jadi lawanmu.� Sim Long menatapnya sekejap dengan tajam, lalu tertawa, "Tak tersangka cara bicaramu terkadang juga blakblakan begini.�
"Umpama ingin kubohongi dirimu, apa dapat?�
"Tapi jangan kau lupa, urusan ini justru merupakan kunci dari segala persoalan lain. Kau tahu, bilamana seorang perempuan merasa sakit hati, segala apa dapat diperbuatnya.�
"Betul, hal ini diketahui setiap lelaki di dunia ini, masa dapat kulupakan.�
"Jika begitu, apakah engkau tidak khawatir Pek Fifi akan melaporkan rahasia ini kepada Koay-lok-ong karena sakit hati?�
Ling-hoa tersenyum, "Tidak, dia takkan melapor.�
"Kau yakin?�
"Tentu saja kuyakin.� Gemerdep sinar mata Sim Long, ia seperti mau tanya lagi, tapi mendadak ia ganti pokok pembicaraannya, ucapnya dengan tersenyum cerah, "Apa pun juga kedatanganmu ini memang di luar dugaanku.�
"Siasat ibuku tentu saja sukar diduga orang,� kata Ling-hoa. "Engkau tidak khawatir akan dikenali dia?�
"Asalkan tidak berhadapan dengan dia, kenapa kutakut akan ketahuan?� ujar Ling-hoa. "Kutahu banyak tanda tanya dalam
hatimu, sukar juga bagiku untuk menjelaskan satu per satu. Tapi setelah kubawamu menemui seorang mungkin engkau akan paham berbagai persoalan ini.�
"O, siapa?�
"Sesudah bertemu tentu kau tahu sendiri.�
"Kapan akan menemuinya?�
"Sekarang juga.� Sim Long tidak tanya lagi. Pada saat itu juga mendadak diri kejauhan ada seorang berseru, "Aha, Sim-kongcu sungguh seorang yang bisa menikmati kesenangan sehingga dapat menemukan suatu tempat rimbun untuk berteduh akan hawa yang panas ini.� Sim Long berkerut kening, dilihatnya muncul seorang berbaju satin dengan dada terbuka, tangan membawa cambuk, sambil memukul semak rumput sedang menuju ke sini. Pendatang ini rada di luar dugaannya, orang ini ialah Siau-pa-ong, putra hartawan yang pekerjaannya hanya berfoya-foya belaka itu. "Apakah hendak kau bawaku menemui orang ini?� tanya Sim Long kepada Ong Ling-hoa. "Mana bisa dia?� jawab Ling-hoa. Dalam pada itu Siau-pa-ong sudah mendekat, serunya pula dengan tertawa, "Aha, sungguh suatu tempat yang nyaman, entah cara bagaimana Sim-heng menemukannya.�
"Ya hal ini memang aneh,� ujar Sim Long dengan tersenyum. "Aneh?� Siau-pa-ong berkedip-kedip bingung. "Bahwa sebelum melihat jelas diriku dari jauh engkau sudah dapat menyebut namaku, bukankah kejadian yang aneh?�
"O, ini ... haha, memang menarik juga, Sim-heng kan orang yang suka pada keindahan, maka ketika dari jauh kulihat di sini ada orang, segera kuduga orangnya pasti Sim-heng adanya.�
"Wah, saudara ini memang seorang yang simpatik,� ucap Sim Long dengan tertawa, seperti tidak sengaja ia hendak menepuk pundak Siau-pa-ong. Tapi seperti juga tidak sengaja Ong Ling-hoa lantas menahan tangan Sim Long sambil menggeleng kepala perlahan. Hanya dalam sekejap itu saja Siau-pa-ong sebenarnya sudah berada di tepi pintu neraka, namun sedikit pun ia tidak tahu, dia masih cengar-cengir seperti orang bodoh, tapi kalau dibilang bodoh, tampaknya juga tidak mirip. Tiba-tiba Sim Long merasakan saat ini setiap orang di Koay-hoat-lim tidaklah sederhana sebagaimana diduganya, tapi setiap orang
mempunyai rahasia di balik layar. Sambil memutar cambuknya Siau-pa-ong memandang kian kemari, mendadak ia berkata pula kepada Sim Long, "Apakah Sim-heng tahu untuk apa kucari dirimu?� Sim Long hanya tertawa tanpa menjawab. "Kucari Sim-heng hanya ingin minta Sim-heng suka memberi penilaian terhadap seorang.�
"Oo?!� Sim Long bersuara heran. "Bila perempuan yang pernah kubawa tempo hari itu mungkin ditertawakan oleh Sim-heng, maka sekarang kudatangkan lagi seorang nona sangat cantik, maka ingin kuminta Sim-heng suka memberi komentar seperlunya.�
"Sesungguhnya aku sama sekali tidak paham orang perempuan, kalau tidak masakah sampai saat ini aku masih sorangan wae? Betul tidak, saudara Angin Puyuh?�
"Betul, tepat!� seru Ong Ling-hoa. "Saat ini nona cantik itu berada di sekitar sini, sekarang juga akan kubawa kemari ....� tanpa menunggu jawaban segera ia berlari pergi. Setelah bayangan orang menghilang baru Sim Long berkata dengan
tersenyum, "Baru sekarang kutahu bahwa Siau-pa-ong ini ternyata juga anak buahmu.�
"Dari mana kau tahu?� tanya Ong Ling-hoa dengan tertawa. "Jika tidak kau beri tahukan padanya, dari mana dia tahu aku berada di sini, dan bila dia bukan anak buahmu, untuk apa kau cegah kuturun tangan padanya?� Ong Ling-hoa hanya tersenyum tanpa menanggapi. "Padahal tidak ada maksudku hendak mencelakai dia, tindakanku itu tidak lebih hanya untuk menguji Ong-kongcu kita saja,� kata Sim Long pula. Ong Ling-hoa tertawa, sebelum ia bicara, tiba-tiba Siau-pa-ong muncul kembali sambil berseru, "Ini dia sudah datang!� Tertampaklah dua perempuan kekar kuat menggotong sebuah tandu kecil dengan tabir tertutup. Setelah tandu ditaruh, segera kedua perempuan ini tinggal pergi keluar hutan. Di balik tabir samar-samar kelihatan bayangan orang yang ramping. Waktu tabir disingkap Siau-pa-ong, seketika mata Sim Long terbeliak. Ternyata yang duduk di dalam tandu tak-lain-tak-bukan ialah Cu Jit-jit. Betapa pun Sim Long tidak menyangka akan bertemu dengan Cu Jit-
jit di sini. Jit-jit adalah sandera yang digunakan Ong-hujin untuk memeras Sim Long, mana Ong-hujin mau mengirimkan dia ke sini? Seketika Sim Long berdiri melongo. Dilihatnya rambut Jit-jit tersanggul rapi, bajunya mentereng, duduk tenang dengan sikap anggun, meski matanya memandang Sim Long, namun air mukanya sangat tenang. Sama sekali berbeda daripada
Cu Jit-jit yang nakal, garang dan suka emosi, Cu Jit-jit yang dulu itu. Akan tetapi nona ini jelas-jelas memang Cu Jit-jit adanya, baik alisnya, matanya, hidungnya, bibirnya, sedikit pun tidak palsu, biarpun dibakar menjadi abu juga Sim Long tetap kenal Cu Jit-jit, cara bagaimana menyamar dan memalsukan Jit-jit pasti tidak dapat mengelabui Sim Long. Setelah tercengang sekian lama, akhirnya Sim Long tersenyum dan menegur, "Sekian lama tidak berjumpa, engkau baik-baik bukan?� Meski cuma tegur sapa yang singkat, namun cukup mendalam artinya, ia yakin Jit-jit pasti dapat memahaminya. Namun air muka Jit-jit tetap tidak memperlihatkan sesuatu perasaan, ia menjawab dengan hambar, "Lumayan, terima kasih atas perhatian Sim-kongcu.� Jawaban yang kaku dingin itu serupa cambuk pula yang menyakitkan hati Sim Long. Baru sekarang ia merasakan bila seorang merasa kehilangan sesuatu, betapa pun pasti akan dirasakan kekesalan dan kesedihan. Siau-pa-ong memandangnya dengan tertawa. Sorot mata Ong Ling-hoa juga menampilkan senyuman yang senang. Mendadak Sim Long berpaling, "Mengapa dia ... dia ....�
"Soalnya ibuku mendadak merasakan daripada menggunakan sandera untuk memeras Sim-kongcu, akan lebih baik bila segala
sesuatu timbul dari sukarela Sim-kongcu sendiri, untuk pengertian ibuku terhadap Sim-kongcu seharusnya Sim-kongcu berterima kasih kepada beliau.�
"Tapi ... tapi kedatangannya ini ....�
"Ibu merasa tidak perlu menggunakan nona Cu untuk memeras Sim-kongcu, kedatangannya ini hanya sekadar melakukan upacara
penghormatan ulang.�
"Upacara penghormatan ulang bagaimana?� tergetar hati Sim Long. "Soalnya ibu sudah mengikatkan perjodohan nona Cu dengan
diriku,� tutur Ling-hoa perlahan. Tanpa terasa Sim Long menyurut mundur lagi setindak, ditatapnya Cu Jit-jit dan berseru, "Jadi kau ... kau ....�
"Masa engkau tidak ikut gembira?� kata Jit-jit dengan tersenyum hambar. "Aku ... aku ....� Sim Long terkesima. Sungguh tidak ringan pukulan ini, namun dia tidak roboh. Ia berdiri termangu sejenak, mendadak tertawa cerah pula dan memberi hormat, "Selamat, selamat!�
"Terima kasih!� kata Jit-jit, mendadak tabir diturunkan kembali sehingga tidak terlihat pula senyumnya melainkan cuma terlihat bayangan tubuhnya yang ramping. Apabila sekarang masih tersisa sesuatu di hati Sim Long, maka yang ada itu hanya kenangan pahit belaka serta kekosongan yang sukar terisi kembali. Namun begitu dia tetap berdiri tegak, tetap tersenyum.
Melihat ketenangan orang, mau tak mau timbul juga rasa kagum Siau-pa-ong. "Kutahu pasti masih ada sesuatu yang hendak ditanyakan oleh Sim-kongcu,� kata Ong Ling-hoa dengan tertawa. "Betul, memang hendak kutanya bila Cu Jit-jit sudah datang, lantas di mana Him Miau-ji?� ujar Sim Long. "Tentang si Kucing, mungkin dia juga akan melakukan sesuatu yang
tak tersangka oleh Sim-kongcu,� tutur Ling-hoa perlahan. Serentak Sim Long mencengkeram pergelangan tangannya dan
menegas, "Di mana dia?� Kulit daging muka Ong Ling-hoa tampak berkerut-kerut, namun tidak sampai meringis kesakitan. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab, "Sekarang dia berada ....� Pada saat itulah tiba-tiba dari berbagai penjuru ada orang berteriak, "Sim Long ... Sim-kongcu, lekas keluar, Ongya mencarimu!� Suara teriakan itu sambung-menyambung berulang-ulang, ada yang dari jauh, ada yang sudah dekat. "Di sini bukan tempat baik lagi untuk bicara, lekas kau pergi saja, bila perlu akan kuadakan kontak denganmu,� desis Ong Ling-hoa. Sim Long menatapnya dengan tajam, perlahan cengkeramannya dikendurkan, mendadak ia membalik tubuh, tanpa menoleh ia melangkah pergi dengan cepat.
*****
Koay-lok-ong duduk setengah berbaring di tempat tidurnya dan asyik minum air sari buah, Sim Long berdiri di depannya.
"Setiap pahlawan selalu tak terhindar dari kegemaran minum arak, serupa halnya si cantik yang suka murung. Akan tetapi manusia hidup tentu mempunyai sesuatu hobi. Wahai Sim Long, apa hobimu dan apa yang paling menarik bagimu saat ini?� Sim Long termenung tanpa menjawab, sejenak kemudian ia berkata, "Si kerdil bertubuh seringan daun, entah dia sudah berhasil
menyelidiki sarang Yu-leng-kiongcu atau tidak?�
"Ah, urusan ini teramat tidak menarik, tidak perlu disinggung lagi,� ujar Koay-lok-ong dengan kening bekernyit. "Oo, jangan-jangan dia tidak pernah pulang kembali.�
"Betul, tidak pernah pulang,� mendadak Koay-lok-ong menggebrak tempat tidurnya, "Dan bila dia belum lagi pulang sekarang, tentu selamanya takkan pulang lagi.� Diam-diam Sim Long menghela napas, pikirnya, "Lihai amat Yu-leng-kiongcu ini. Tapi pada suatu hari pasti juga akan kuketahui siapa sebenarnya dirimu? Dan hari demikian ini tampaknya sudah tidak jauh lagi.� Mendadak dilihatnya Koay-lok-ong tertawa cerah pula dan berkata, "Ah, urusan yang tidak menarik lebih baik jangan disinggung, biarlah kukatakan sesuatu hal lain yang menarik saja.�
"Mohon petunjuk Ongya,� kata Sim Long. "Justru hari inilah ternyata ada seorang datang dari jauh sengaja untuk menggabungkan diri denganku.�
"Oo, siapa dia?� tanya Sim Long. "Dengan sendirinya orang ini pun seorang Enghiong (pahlawan),� tutur Koay-lok-ong. "Selain takaran minum arak orang ini sanggup menandingimu, ilmu silatnya mungkin juga tidak di bawahmu. Tokko Siang telah bergebrak beberapa jurus dengan dia dan kecundang.� Tentu saja Sim Long tertarik, "Hah, di mana orang ini sekarang?�
"Dia juga tokoh pilihan, sebab itulah sengaja kupertemukan kalian, sungguh bahagia dan menyenangkan segenap Enghiong sejagat dapat berkumpul di sini,� segera Koay-lok-ong melompat bangun dan berseru pula, "Saat ini dia asyik minum bersama orang, kebetulan dapat kau susul untuk minum tiga ratus cawan dengan dia.� Tangan Sim Long segera ditariknya dan diajak menuju ke ruangan tamu. Dari jauh sudah terdengar suara seruan gembira dari balik tabir sana, suara orang setengah sinting. Yan-ji kelihatan sedang menyingkap tabir dan mengintip ke dalam, ketika mendengar suara langkah orang, ia menoleh, cepat ia kabur ketika diketahui yang datang ialah Koay-lok-ong dan Sim Long. Terdengar suara tertawa cekikak-cekikik orang perempuan di dalam, seorang lagi berkata dengan suara merdu, "Hong-ji telah menyuguhmu sepuluh cawan, Peng-ji juga menyuguhmu sepuluh cawan, sekarang harus kusuguh kau dua puluh cawan, lekas kau minum.�
"Betul,� sambung suara seorang perempuan lagi dengan tertawa genit, "bila tidak kau minum, bisa jadi nanti lidahmu akan digigit putus oleh Cu-ji.�
"Hahaha!� terdengar seorang lelaki bergelak tertawa. "Hanya sekian puluh cawan arak apalah artinya bagiku. Ayo, tuangkan semua menjadi semangkuk, akan kutenggak habis sekaligus dan boleh kalian tambah lagi semangkuk nanti.� Tampaknya tidak sedikit arak yang sudah ditenggaknya sehingga nada ucapannya sudah rada kaku. Tapi bagi pendengaran Sim Long, suara orang dirasakan sudah sangat dikenalnya. Cepat ia memburu maju dan menyingkap tabir. Tertampak di tengah ruangan cawan berserakan, lima-enam gadis jelita dengan rambut kusut dan baju setengah terbuka, muka merah dan mata buram, semua ini menandakan mereka sudah sama mabuk. Seorang lelaki kekar berduduk di tengah kawanan gadis jelita ini dengan dada baju terbuka dan tangan memegang mangkuk sedang diminum dengan lahapnya. Dari tepi mangkuk kelihatan kedua alisnya yang tebal. Siapa lagi dia kalau bukan Him Miau-ji alis si Kucing. Ternyata Him Miau-ji juga datang kemari, sungguh Sim Long tidak
tahu harus bergirang atau terkejut. Apa pun juga Him Miau-ji masih sanggup menenggak arak sebanyaknya, hal ini menandakan dia masih gagah perkasa dan pantas dibuat girang. Saat itu Miau-ji sudah menghabiskan isi mangkuknya, ia menarik napas dan bergelak tertawa, serunya, "Nah kosong! Siapa lagi yang akan menyuguhku?!�
"Aku!� seru Sim Long mendadak dengan tersenyum. Miau-ji berpaling, seketika ia tercengang melihat Sim Long berdiri di
ambang pintu. Serentak ia berteriak dan membuang mangkuk emas yang dipegangnya, ia memburu maju sambil berteriak, "Aha, Sim Long, engkau belum lagi mati!� Di tengah teriakan gembira keduanya lantas saling rangkul. Terendus bau arak dan bau keringat Him Miau-ji yang khas, namun bagi Sim Long rasanya terlebih menyenangkan daripada bau harum pupur anak perempuan. Selagi keduanya berangkulan, tampaknya Koay-lok-ong juga merasa bersyukur dan menepuk pundak mereka, katanya, "Sahabat yang baru bertemu setelah berpisah sekian lama tentu sangat banyak yang ingin dibicarakan, bolehlah kalian mengobrol sepuasnya dan takkan kuganggu.� Dalam sekejap itu tiba-tiba Sim Long merasa gembong iblis ini juga mempunyai sifat kemanusiaan dan tidak sekejam sebagaimana dibayangkan orang. Kedua orang saling rangkul dan berjalan keluar halaman, di luar sunyi tiada orang lain. Mendadak hujan turun dengan lebat, namun keduanya tidak menghiraukannya. Di daerah yang tandus ini bisa turun hujan sederas ini, sungguh menambah gembira orang. Sembari berjalan Miau-ji menenggak arak pula dari buli-bulinya, langkahnya sudah sempoyongan, sisa arak dalam buli-buli juga tidak banyak lagi. "Miau-ji, jangan kau bikin mabuk dirimu sendiri, banyak urusan yang ingin kubicarakan padamu, kesempatan untuk bicara seperti ini bagi kita rasanya tidak banyak lagi selanjutnya,� desis Sim Long. Daun pohon gemeresak terpukul air hujan, suara guntur pun bergemuruh, suara bicara mereka sukar terdengar dari jarak tiga-empat kaki, apalagi di halaman yang luas ini tidak kelihatan bayangan orang lain. Jika mau bicara urusan penting, saat ini memang paling tepat dan tempat ini paling bagus.
"Ada urusan apa, katakan saja, Sim Long,� ucap Miau-ji. "Tapi sekarang engkau tidak boleh mabuk, selanjutnya juga tidak
boleh mabuk, mulut orang mabuk sukar dijaga, kukhawatir kau bocorkan rahasia dalam keadaan mabuk.�
"Memangnya Him Miau-ji adalah orang yang suka membocorkan rahasia?�
"Tentu saja tidak,� kata Sim Long dengan tertawa. "Bahwa sekali ini dia mau melepaskan dirimu dan Jit-jit, hal ini sungguh di luar dugaanku. Dari sini terlihat bahwa caranya mengatur tipu
muslihatnya memang sukar diduga dan tak dapat dibandingi orang lain.�
"Dia yang kau maksudkan ....�
"Dengan sendirinya Ong ....�
"Tentu saja dia sangat hebat bila engkau saja tidak dapat meraba setiap tindakannya.�
"Apakah benar dia telah mengikatkan perjodohan Jit-jit dan Ong Ling-hoa?�
"Ai, perempuan, dasar perempuan .... Setiap perempuan memang tidak dapat dipercaya.�
"Masa Jit-jit sukarela?�
"Setan yang tahu hati perempuan,� jawab Miau-ji dengan gemas. Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian dengan gegetun, "Hal ini pun tidak dapat menyalahkan Jit-jit. Dia mengetahui aku mengikat perkawinan dengan ... dengan Ong-hujin itu, dengan sendirinya ia menjadi nekat. Ai, kan sudah kau kenal juga sifatnya.�
"Tapi seharusnya ia pun tahu tindakanmu ini ada maksud tujuan tertentu,� kata Miau-ji. "Padahal siapakah di dunia ini yang benar-benar dapat memahami pikiranku?� ujar Sim Long sambil tersenyum getir. "Terkadang aku sendiri pun tidak memahami diriku, orang yang semakin kusukai, semakin dingin sikapku kepadanya. Memangnya apa sebabnya?�
"Sebab engkau sedang menghindar, engkau tidak berani menerima cinta kasih apa pun, sebab pada pundakmu sudah memikul beban yang amat berat, sebab engkau merasa dirimu setiap saat dapat mati.�
"Memang benar ucapanmu,� ujar Sim Long dengan murung. "Jika kau rasakan menderita, mengapa tidak kau lepaskan beban itu?�
"Terkadang aku memang ingin melepaskannya,� ujar Sim Long. "Manusia di dunia ini sedemikian banyak, mengapa aku yang meski memikul beban ini. Walaupun jahat Koay-lok-ong, tapi tidak jelek dia terhadapku, mengapa harus kuincar nyawanya? Apa yang kuperoleh bila kubunuh dia? Siapa yang akan memahami diriku dan menaruh simpati padaku? ....� Di bawah hujan lebat, didampingi sahabat paling karib ini, tanpa terasa Sim Long mencetuskan unek-uneknya, diungkapkan isi hatinya yang selama ini tidak pernah dibicarakannya dengan siapapun. Miau-ji tidak memandangnya melainkan cuma mendengarkan. Selang sejenak Sim Long berkata pula, "Dengan sendirinya, di dalam hal ini ada juga sebabnya.�
"Justru lantaran sebab ini, maka engkau rela menderita daripada melepaskan beban itu.�
"Betul.�
"Lantas apa sebab musabab itu?�
"Sebab antara diriku dan Koay-lok-ong tidak mungkin hidup bersama, kalau tidak aku mati harus dia yang mampus. Maka
biarpun kutahu Ong-hujin dan Ong Ling-hoa juga iblisnya manusia, sekalipun kutahu dengan segala daya upaya mereka berusaha memperalat diriku, tapi demi menumpas Koay-lok-ong, aku tidak menghiraukan akibatnya dan mau bekerja sama dengan mereka.�
"Jangan-jangan antara dirimu dan Koay-lok-ong ada persengketaan pribadi?� tanya Miau-ji. Tampak gemerdep sinar mata Sim Long, jawabnya, "Ya.�
"Lantaran Pek Fifi?�
"Kau kira lantaran dia?�
"Habis lantaran apa?� tanya Miau-ji pula. Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, "Ini menyangkut rahasia pribadiku, sekarang tidak dapat kukatakan.�
"Kapan baru dapat kau katakan?�
"Nanti kalau Koay-lok-ong mati.�
"Dia takkan mati lebih dulu daripadamu.� Baru habis bicara demikian, mendadak ia menutuk beberapa Hiat-to kelumpuhan Sim Long, lalu dengan sekali sikut ia bikin Sim Long terjungkal. Sekalipun dibunuh pun Sim Long tidak percaya Him Miau-ji bisa mendadak menyergapnya, bahkan sampai ia sudah terguling ia tetap tidak percaya. "Hei, Miau-ji, jangan ... jangan bergurau!� serunya meski tubuh tidak dapat berkutik. Him Miau-ji berdiri tegak di bawah hujan dan menengadah dengan
terbahak-bahak. Nyata mabuknya sudah hilang, suara tertawanya juga berubah mendadak. Air muka Sim Long berubah, "Hah, engkau bukan Miau-ji!�
"Apakah tidak terlambat baru sekarang kau tahu?� kata "si Kucing� dengan tertawa latah. "Jangan ... jangan-jangan engkau ini Liong Su-hay?� seru Sim Long. "Hahaha, memang betul, betapa pun engkau tetap pintar juga.�
"Ya, seharusnya sudah kupikirkan akan dirimu,� ujar Sim Long dengan tersenyum pedih. "Sejak mula memang sudah kurasakan
engkau banyak persamaannya dengan Miau-ji, jika di dunia ini ada orang yang dapat menyamar Him Miau-ji secara sangat mirip, maka orang itu ialah kau.�
"Mengapa tidak kau pikirkan sejak tadi?� kata Liong Su-hay. "Sebab kusalah menilai dirimu. Sungguh tidak kusangka Liong Su-hay yang kelihatan gagah perkasa dan berjiwa kesatria itu ternyata juga antek orang.� Liong Su-hay tidak marah, sebaliknya tertawa, katanya, "Dan sekali ini dapatlah engkau mendapat pelajaran, betapa pintar seorang toh dapat juga tertipu. Cuma sayang, pelajaran ini takkan bermanfaat lagi bagimu.�
"Ya, memang, setiap orang tentu juga dapat tertipu,� ucap Sim Long dengan pedih. "Tapi untuk menjebakmu, betapa pun kami telah banyak membuang tenaga dan pikiran.� Sim Long menghela napas, katanya, "Dengan sendirinya Him Miau-ji tentu juga sudah datang ke sini, kalau tidak, sekalipun Koay-lok-ong mempunyai ahli rias yang paling pandai juga tidak mampu
menyamar dirimu sehingga serupa dia.�
"Engkau memang orang pintar,� kata Liong Su-hay dengan tertawa. "Pada waktu Koay-lok-ong merias diriku, saat itu juga Him Miau-ji menggeletak di sisiku, jadi bentukku ini serupa dicetak dari dia seluruhnya.�
"Dan ada lagi ....�
"Suaranya, begitu bukan?� tukas Su-hay. "Caraku menirukan suara orang lain memang lumayan, tapi aku tetap khawatir diketahui olehmu, sebab itulah aku berlagak mabuk, padahal paling banyak aku cuma minum tiga cawan saja, yang mabuk benar-benar adalah kawanan budak itu.�
"Wah, ternyata akal bagus, siapa pun bila melihat orang yang minum bersamamu sudah sama mabuk, dengan sendirinya takkan terpikir arak yang kau minum adalah arak palsu.�
"Apalagi ditambah gemuruh suara hujan, sungguh sangat kebetulan bagiku, terlebih lagi entah mengapa semangatmu hari ini tampak kurang baik, seperti agak linglung, bila tidak dapat kutipu dirimu kan terlalu.� Sim Long tampak sedih, selang sejenak, ia coba tanya, "Dan Him Miau-ji ....�
"Dalam hal ini memang ada sesuatu memang benar terjadi, yaitu kedatangan Him Miau-ji yang akan bekerja bagi Koay-lok-ong,� tutur Liong Su-hay dengan tertawa. "O, apakah barangkali Koay-lok-ong menaruh curiga padanya, maka ....�
"Curiga padanya sih tidak, yang dicurigainya justru ialah dirimu.�
"Aku?� Sim Long melengak. "Ya, pagi tadi waktu bangun tidak ditemukannya Pek Fifi, engkau juga tidak kelihatan, maka timbul curiganya. Kebetulan waktu itu datang Him Miau-ji, maka dengan menggunakan Him Miau-ji dia ingin menguji dirimu.�
Liong Su-hay terbahak-bahak dan menambahkan, "Dan sekali uji seketika juga kelihatan belangmu.�
"Lantas bagaimana kehendakmu sekarang?�
Jilid 30
"Berulang Koay-lok-ong memberi pesan, asalkan berhasil menyingkap kepalsuanmu, segera supaya membinasakan dirimu. Orang semacam dirimu adalah sangat berbahaya dibiarkan hidup, apalagi dia juga tidak ingin melihatmu lagi.� Sim Long menghela napas panjang, ucapnya dengan tersenyum pedih, "Bagus, tak tersangka aku Sim Long hari ini dapat mati disini.�
"Hahaha, tak tersangka Sim Long yang namanya termasyhur hari ini dapat mati di bawah tanganku,� seru Liong Su-hay dengan tertawa, segera ia melompat maju dan menghantam. "Nanti dulu!� bentak Sim Long mendadak. "Tidak ada gunanya biarpun kau ingin mengulur waktu, saat ini tidak mungkin ada orang akan menolongmu,� kata Liong Su-hay dengan menyeringai. "Aku cuma ingin tanya sesuatu padamu.�
"Tanya apa?�
"Aku hanya ingin tahu di mana Miau-ji saat ini?�
"Haha, bagus, kalian memang benar sahabat sehidup semati, sampai saat terakhir belum lagi kau lupakan dia. Jangan khawatir, dalam perjalananmu ke akhirat pasti takkan kesepian, Him Miau-ji akan mendampingimu, bisa jadi saat ini dia sudah berangkat lebih dulu.�
"Maksudmu, dia ... dia sudah terbunuh?�
"Betul.�
"Siapa yang membunuhnya?�
"Memangnya hendak kau balasan sakit hatinya? Baiklah, biar kukatakan padamu, lantaran dia melawan mati-matian, maka Tokko
Siang telah membunuhnya.�
"Tapi ... tapi sebelum Koay-lok-ong tahu jelas seluk-beluk diriku, mana bisa jiwa Miau-ji dihabisi?�
"Him Miau-ji hanya gagah berani tanpa tipu akal, mati-hidupnya pada hakikatnya tidak diperhatikan oleh Koay-lok-ong.� Sim Long termenung sejenak, perlahan ia memejamkan mata, katanya, "Bagus, sekarang bolehlah kau bunuh diriku.� Liong Su-hay mengangkat tangannya dan menebas ke lehernya. Tampaknya tidak ada orang yang dapat menyelamatkan Sim Long.
*****
Hujan turun dengan lebat. Ci-hiang mendekap di depan jendela, memandangi butiran air sambil menanti Sim Long. Ia pun tahu betapa lama menunggu hanya sia-sia belaka. Terkadang ia merasa geli sendiri sudah jelas sesuatu yang percuma, ia justru
sengaja berbuat. Lelaki pertama yang mengisi hatinya ialah Ong Ling-hoa. Terhadap Ong Ling-hoa mestinya ia menaruh sesuatu harapan, tapi sejak bertemu dengan Sim Long, khayalnya terhadap Ong Ling-hoa lantas beralih kepada diri Sim Long.
Sudah banyak lelaki yang dilihatnya, tapi cuma Sim Long saja yang menolak bujuk rayunya, ia merasa Sim Long memang berbeda dengan lelaki lain di dunia ini. Tadinya ia anggap kebanyakan lelaki di dunia ini dapat dipanggil datang dan disuruh pergi begitu saja, tak tersangka olehnya di dunia ini masih ada jenis lelaki seperti Sim Long ini. Begitulah dia termenung dan melamun dengan tertawa. Sekonyong-konyong dua tangan mendekap matanya dari belakang, terasa napas yang hangat berbisik di tepi telinganya dengan tertawa, "Ayo tebak, siapa?� Jantung Ci-hiang berdebar, ucapnya dengan suara gemetar, "Sim ...Sim Long?� Mulut itu menggigit perlahan daun telinganya dan menjilat perlahan ujung telinganya sambil mengomel, "Setan cilik!�
"Hah, Kongcu ... kiranya engkau!� seru Ci-hiang. Meski Ong Ling-hoa sudah berganti rupa, tapi kata-kata dan tingkah
lakunya yang bersifat bangor ini segera dapat dikenali Ci-hiang. "Haha, setan cilik, dapat juga kau terka,� kata Ong Ling-hoa dengan tertawa. Segera ia memutar tubuh Ci-hiang dan merangkul tubuh yang hangat dan kenyal itu sehingga dua tubuh seperti dempet menjadi satu. Diciumnya Ci-hiang seperti orang kehausan, serupa kucing mendapatkan ikan, hampir saja Ci-hiang tak bisa bernapas, tapi ia tidak menolak, juga tidak menghindar. Kemudian Ling-hoa melepaskannya, katanya dengan tertawa, "Kutahu kau lagi memikirkan aku, inilah ganti rugiku kepadamu.� Tubuh Ci-hiang sudah lemas lunglai, sambil menggigit bibir ia menjawab, "Setan ingin ganti rugimu.�
"Benar kau tidak ingin?� desis Ong Ling-hoa sambil memicingkan mata. "Tidak, tidak ingin,� omel Ci-hiang dengan mengentak kaki. "Oo, jangan-jangan selama dua hari ini Sim Long sudah membikin kenyang padamu.� Muka Ci-hiang bisa merah juga, "Cis, orang justru tidak seperti kau.�
"Kutahu dia memang seorang sopan,� ujar Ling-hoa dengan tertawa, segera ia angkat Ci-hiang dan dibawa ke tempat tidur.
Jelas Ci-hiang jemu padanya, tapi entah mengapa, sukar menolaknya. Mulut Ong Ling-hoa justru mengusap kian kemari di
sekeliling leher Ci-hiang. Napas Ci-hiang makin memburu, ucapnya dengan gemetar, "Ingin ... ingin kutanya padamu, cara bagaimana dapat kau datang kemari, apakah ... apakah kau lihat Sim Long.�
"Sekarang bukan waktunya bicara, tahu?� kata Ling-hoa dengan tangan menggerayang. "Kutahu, kau pun ingin, kau pun butuh, betul tidak?� Hanya sebentar saja sekujur badan Ci-hiang lantas lunglai, terdengar suara keluhannya, akhirnya ia runtuh seluruhnya dan telentang di tempat tidur. Namun yang terpikir dalam hatinya justru cuma Sim Long saja. Ciri orang perempuan yang paling aneh adalah selagi dia berada dalam pelukan seorang lelaki, hatinya justru dapat memikirkan
seorang lelaki yang lain. Ci-hiang menerima segalanya dari Ong Ling-hoa, ia pun mengadakan reaksi dan bekerja sama dengan baik, tapi yang dikeluhkannya justru, "O, Sim Long, bila engkau akan kembali?� Ong Ling-hoa juga terengah, katanya, "Persetan dengan Sim Long, saat ini dia tidak mungkin pulang, kuharap dia mati saja.�
*****
Di luar hujan lebat sekali. Di sana hantaman Liong Su-hay sedang dilancarkan. Pada saat itulah mendadak seorang membentak, "Berhenti!� Liong Su-hay terkejut dan berpaling, dilihatnya sesosok bayangan tinggi kurus melayang keluar dari balik pepohonan di bawah hujan lebat. "Aha, kiranya Tokko-heng,� seru Liong Su-hay dengan tertawa cerah. "Apakah kucing itu sudah dibereskan?�
"Hmk,� Tokko Siang hanya mendengus saja. "Lantas untuk apa Sim Long ditunda?�
"Tak boleh kau bunuh dia?� jengek Tokko Siang. "Sebab apa?�
"Aku sendirilah yang akan turun tangan.� Liong Su-hay merasa lega, katanya dengan tertawa, "Baik, jika begitu, silakan.�
Segera ia menyurut mundur dan menunggu orang bertindak. Ia percaya kekejian Tokko Siang pasti tidak di bawah dirinya. Ia yakin sebelum mati Sim Long tentu akan banyak mengalami siksaan. Ia tahu biasanya Tokko Siang suka menyaksikan penderitaan orang lain bagi kesenangannya sendiri ....
*****
Kesenangan yang memuncak lambat laun telah tenang kembali. Dengan napas rada terengah Ci-hiang menggeletak dengan lemas.
Dalam keadaan demikian sebenarnya ia masih memerlukan kehangatan, kehangatan rabaan dan kehangatan bisikan kata. Namun Ong Ling-hoa justru telah berbangkit, berdiri sendiri serupa orang tidak kenal lagi, segala apa yang baru terjadi seolah-olah sudah terlupa seluruhnya. Ci-hiang berbaring di tempat tidur dan memandangnya memakai baju dan bersepatu dan ... membetulkan rambutnya. Orang inilah yang baru saja mengisi segenap jiwanya, tapi sekarang memandangnya sekejap saja tidak sudi. Hati Ci-hiang mendadak penuh diliputi rasa malu, duka, terhina, dan gusar. Mendadak ia sangat benci terhadap pemuda ini. Sementara itu Ong Ling-hoa sudah selesai berdandan, akhirnya ia menoleh juga dan memandang sekejap, ujung mulutnya menampilkan secercah senyuman keji, senyum bangga dan kepuasan. Senyum sebagai seorang pemenang. Dengan mata terpicing ia berkata, "Bagaimana, engkau tidak dapat bergerak lagi? Aku ini lelaki yang lain daripada yang lain bukan? alau tidak ada lelaki perkasa sebagai diriku mana dapat memuaskan perempuan jalang semacam dirimu ini?� Mata Ci-hiang melotot dengan hampa, dia ingin menutup mukanya dengan bantal, tapi saking gemasnya tangan terasa gemetar sehingga tidak kuat untuk memegang bantal. Memandang tangan orang yang gemetar itu, Ong Ling-hoa berkata dengan tertawa, "Bagaimana, apakah kau ingin lagi? Wah, sekarang tidak bisa, mungkin ... mungkin malam nanti. Jangan khawatir, takkan kubikin sia-sia penantianmu.�
"Sekarang kau mau ke mana?� tanya Ci-hiang dengan mengertak gigi. "Sekarang aku lagi ditunggu seorang ....� mendadak Ong Ling-hoa tertawa gembira. "Betapa pun takkan kau duga siapakah orang yang kumaksudkan itu.�
"Memangnya siapa?� tanya Ci-hiang tak tahan. "Cu Jit-jit,� jawab Ling-hoa. Mata Ci-hiang terbelalak lebar dan menegas, "Cu Jit-jit? Masa dia juga datang ke sini?�
"Dengan sendirinya dia datang ke sini. Supaya kau tahu, dia akan kawin denganku.�
"Hahh,� gemetar tubuh Ci-hiang. "Dia ... dia akan kawin denganmu?�
"Ya, tapi jangan kau khawatir,� ujar Ong Ling-hoa dengan tertawa. "Saat ini belum dapat kugunakan dia, maka aku masih
memerlukanmu. Ai, caramu yang istimewa itu terkadang membuatku ketagihan.� Ia tersenyum sambil berjongkok, diraihnya dada Ci-hiang, lalu berkata pula dengan mata setengah terpicing, "Terkadang aku pun heran dari mana kau dapat belajar kungfumu yang istimewa ditempat tidur ini, sungguh si tolol Sim Long itu sama sekali tidak tahu kenikmatan surga dunia ini, dia justru ....�
"Surga ... surga dunia ....� mendadak Ci-hiang melompat bangun dan hendak mencekik leher Ong Ling-hoa sambil berteriak histeris, "Kau ... kau setan iblis ....� Tapi sekali tampar Ong Ling-hoa membikin Ci-hiang mencelat. Ia meraba leher yang lecet tercakar oleh kuku Ci-hiang sambil mendamprat, "Sudah gila kau!�
"Blang�, Ci-hiang jatuh di tempat tidur, ia memukuli tempat tidur dan menjerit, "Kubenci ... benci padamu ....�
"Sialan, memangnya kau khawatir aku takkan mencarimu lagi?�
"Bila kau datang lagi segera kuadu jiwa denganmu, seujung jari pun tidak boleh kau sentuh lagi diriku,� teriak Ci-hiang parau. "Hehe, bilamana kuperlu tetap kudatang lagi,� ujar Ling-hoa sambil menyeringai. Kembali ia remas dada Ci-hiang dan berkata, "Haha, perempuan jalang, masakah kau larang kusentuh dirimu? .... Hehe, bila tidak kucari kau, memangnya kau tahan berapa lama? ....� Sembari bergelak tertawa ia lantas melangkah pergi. Ci-hiang mendekap di tempat tidur dan menangis tergerung-gerung. Ia menjerit, "Aku perempuan jalang ... apa benar aku jalang? Sim Long ... O, Sim Long, apakah kau pun anggap aku ini jalang? Mengapa ... mengapa engkau tidak datang menjengukku? ....�
*****
Saat itu Tokko Siang lagi melototi Sim Long dengan sinar mata sedingin es. Sorot mata yang hampa. Liong Su-hay tidak pernah melihat sorot mata orang yang tak berperasaan semacam ini. Pikirnya, "Sungguh aneh sorot mata orang ini, mungkin tidak ada seorang pun yang tahu apa yang sedang dipikirnya.� Waktu ia pandang Sim Long, air muka orang ternyata tidak berubah. Mau tak mau ia berpikir lagi, "Seorang menghadapi ajalnya ternyata masih dapat bersikap setenang ini, kecuali Sim Long mungkin tiada orang kedua lagi di dunia ini.� Ia merasa Tokko Siang dan Sim Long sesungguhnya adalah manusia
aneh. Dan sekarang seorang manusia aneh segera akan membunuh manusia aneh yang lain. Ia yakin apa yang akan terjadi pasti sangat menarik. Cuma tak terpikir olehnya pada waktu pukulan Tokko Siang mengenai tubuh Sim Long nanti, apakah sorot matanya yang dingin itu akan berubah atau tidak? Juga sukar dibayangkan, ketika tubuh Sim Long terkena pukulan Tokko Siang, apakah air mukanya juga akan tetap tenang seperti sekarang? Sungguh ia ingin segera mengetahui kejadian sekejap itu.
*****
Setelah melangkah keluar, Ong Ling-hoa berjalan di bawah hujan, sayup-sayup didengarnya suara tangis Ci-hiang, hatinya penuh rasa kepuasan yang kejam. Dia suka mendengar orang menangis, dia suka melihat orang menderita. Entah sebab apa, sejak kecil dia suka melihat orang menderita, jika melihat orang lain senang bahagia, ia sendiri lantas merasa tersiksa.
Tapi ia sama sekali menyangkal dia dengki, dengan sendirinya ia lebih tidak mau mengakui dirinya merasa rendah harga diri, sebab itulah merasa dendam dan iri terhadap orang lain. Satu-satunya orang di dunia ini yang ditakuti olehnya adalah ibunya. Ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia sangat menghormat dan sayang kepada ibunya, mati pun dia tidak mengaku bahwa dalam lubuk hatinya sebenarnya merasa dendam kepada ibunya. Jika orang lain mempunyai keluarga, punya ayah dan saudara, mengapa dia tidak punya. Bila ibu orang lain sedemikian ramah dan kasih, mengapa ibunya tidak? Berbagai persoalan itu sejak kecil sudah terpikir olehnya, tapi ketika ia berumur tujuh tahun, setiap kali terpikir persoalan ini, segera dibuangnya jauh-jauh. Maka asalkan menghadapi orang perempuan dia lantas ingin membalas dendam. Ia suka orang lain tersiksa, terhina, kehilangan bahagia, kehilangan harga diri sehingga mendapat aib, ia suka keluarga orang tercerai-berai dan hancur. Sekarang ia berjalan di bawah hujan, hatinya teringat kepada Cu Jit-jit, ia sedang mencari akal cara bagaimana supaya dapat membikin nona itu merana selama hidup. Dengan sendirinya ia pun teringat kepada Sim Long, melihat sikap Cu Jit-jit terhadap Sim Long, segera dimakluminya di dalam hati anak dara itu hanya terdapat Sim Long saja. Biarpun Jit-jit kawin dengan dia tetap takkan melupakan Sim Long. Ia mengepal tinjunya erat-erat, ia mengertak gigi, hampir gila ia tersiksa oleh rasa benci dan dengki ini. Tiba-tiba dilihatnya di tengah hutan sana seperti ada bayangan orang berkelebat, cepat ia melayang ke sana, maka terlihatlah olehnya Tokko Siang, "Him Miau-ji� dan Sim Long. Dilihatnya Tokko Siang sedang angkat tangan hendak membunuh Sim Long, sebaliknya "Him Miau-ji� hanya menonton saja di samping, bahkan sorot matanya menampilkan rasa senang. Semula ia merasa heran, tapi kejap lain segera terpikir olehnya "Him Miau-ji� ini pasti samaran orang lain, ia tahu Koay-lok-ong juga seorang ahli rias yang tidak banyak jumlahnya di dunia ini. Tanpa terasa ia bergembira. Akhirnya Sim Long tertipu juga. Dalam sekejap itu hatinya sungguh senang tak terhingga, tapi sekarang Sim Long sudah menjadi sekutunya, dengan sendirinya ia harus menolongnya. Ia coba menaksir keadaan tempat dan siap melancarkan serangan mendadak, sekali serang harus berhasil. Ia tahu di tengah taman ini hanya dirinya satu-satunya orang yang bisa menolong Sim Long, kecuali dirinya, seumpama ada orang lain yang kebetulan memergoki kejadian ini juga tidak berguna. Diam-diam ia menggeleng kepala dan membatin, "Sim Long ini memang orang mujur.� Dilihatnya tangan Tokko Siang sudah terangkat, seketika timbul pula pikiran Ong Ling-hoa, "Untuk apa kutolong dia, kenapa tidak kubiarkan dia mati saja, memangnya apa sangkut pautnya denganku bila dia mati?� Jika Sim Long mati, meski lahirnya Cu Jit-jit tidak apa-apa, di dalam batin pasti akan berduka sekali, bukankah hal ini sangat menyenangkan. Dan bila Sim Long mati, meski rencana Ong-hujin akan mengalami sesuatu gangguan, tapi itu kan urusan orang lain dan tiada sangkut pautnya dengan dirinya. Maka ia lantas menyelinap ke balik sebatang pohon dan menantikan detik turun tangan Tokko Siang. Itulah detik yang paling menyenangkan selama hidupnya. Sekarang tiada seorang pun dapat menyelamatkan Sim Long. Tapi dilihatnya Tokko Siang lantas menunduk memeriksa keadaan Sim Long, sebaliknya Sim Long juga memandangnya dengan tenang. Terdengar Tokko Siang bertanya, "Sim Long, coba apa yang dapat kau katakan lagi.�
"Aku tidak bisa berkata apa-apa, cuma ... dapat mati di tanganmu rasanya boleh juga,� ujar Sim Long tak acuh. "Oo?!� Tokko Siang melenggong. "Sebab engkau adalah satu-satunya orang jahat tulen yang pernah kulihat, engkau tidak pernah menutupi kejahatan dan kekejamanmu, hal ini jauh lebih baik daripada orang-orang yang munafik itu.� Tokko Siang menjengek, "Bagus, mengingat kata-katamu ini, biarlah kuberi kelonggaran padamu.� Mendadak ia menghantam. Dalam sekejap itu sorot mata Tokko Siang tetap sedingin es. Sebaliknya dalam sekejap itu air muka Sim Long tiba-tiba terjadi perubahan yang aneh. Habis itu dia tidak bersuara lagi. Diam-diam Ong Ling-hoa merasa lega, ia tahu sasaran pukulan Tokko Siang tidak nanti bisa selamat, akhirnya lenyap juga seteru yang paling diseganinya ini. Liong Su-hay juga lantas berkeplok tertawa, serunya, "Haha, bagus! Sungguh pukulan yang menyenangkan!� Dengan hambar Tokko Siang menyurut mundur lalu mendengus, "Apakah tidak kau periksa dulu dia benar-benar mati atau tidak?�
"Di bawah pukulan Tokko-heng masakah ada orang hidup lagi?� ujar Liong Su-hay dengan tertawa. Meski demikian dia berucap, tidak urung ia mendekati Sim Long dan coba menunduk untuk melihatnya, ingin diketahuinya bagaimana air muka Sim Long setelah mati. Tapi ia sendiri takkan tahu untuk selamanya. Sebab pada saat itu juga tubuh Sim Long mendadak melejit bangun, telapak tangannya terus menyodok dada Liong Su-hay yang sama sekali tidak sempat mengelak dan kontan roboh terkapar. Dalam sekejap itu air muka Liong Su-hay menampilkan rasa kaget dan tidak percaya yang sukar untuk dilukiskan.
Ong Ling-hoa juga hampir saja menjerit kaget. Jelas-jelas Sim Long sudah mati, mengapa bisa hidup kembali? Tokko Siang berdiri di sana tanpa bergerak, sorot matanya tetap sedingin es. Tertampak Sim Long menjura kepadanya, katanya dengan
tersenyum, "Atas pertolonganmu, sungguh Cayhe sendiri tidak menduga. Budi kebaikanmu ini takkan kulupakan selama hidup.�
"Kutolong dirimu bukan karena ingin mendapat terima kasihmu,� ucap Tokko Siang dengan dingin. Baru sekarang Ong Ling-hoa tahu pukulan Tokko Siang tadi bukan untuk menghabisi nyawanya melainkan untuk melepas Hiat-to Sim Long yang tertutuk. Sungguh ia tidak habis mengerti mengapa Tokko Siang bisa menolong Sim Long? Apakah Tokko Siang ini juga samaran orang lain? Tapi hal itu tidak mungkin terjadi. Bentuk Tokko Siang yang khas dengan sorot matanya yang dingin tidak mungkin dapat dipalsukan siapa pun. Dengan sendirinya dalam hati Sim Long juga timbul pikiran serupa. Ia pandang Tokko Siang dengan melenggong, "Sesungguhnya apa tujuanmu menolong diriku?�
"Apakah menolong orang diharuskan mempunyai maksud tujuan?� jengek Tokko Siang. "O, barangkali pertanyaanku kurang tepat, maksudku, sebab apakah Anda merasa perlu menolong orang she Sim?�
"Apakah tidak boleh kutolong dirimu?�
"Kutahu Anda rada kurang puas terhadap tindakan Koay-lok-ong berhubung dengan urusanku, bila kumati, bukankah hubungan Anda dengan Koay-lok-ong akan pulih seperti sediakala?� Gemerdep sinar mata Tokko Siang, dalam sekejap ini sorot matanya
terjadi juga perubahan yang ruwet, tapi lantas ditutupinya dengan bergelak tertawa sambil menengadah. "Haha, sudah kutolong dirimu, masih harus juga ditanyai apa maksudku,� seru Tokko Siang. "Nah, biar kukatakan terus terang, Koay-lok-ong mengabaikan pembantu sendiri dan lebih menghargai orang lain yang lebih kuat, hal ini sangat mengecewakanku. Meski selama ini aku sangat setia padanya, bukan mustahil pada suatu hari aku akan dibuang begitu saja. Semalam aku hampir mati baginya, tapi sama sekali tidak memperoleh sesuatu pujian dari dia.�
"Apakah ... apakah ada maksud Anda untuk mengambil dan menggantikan dia?� tanya Sim Long dengan sinar mata gemerdep.
"Mengambilnya dan menggantikan dia ....� Tokko Siang bergumam sambil menengadah. Mendadak ia membentak, "Sama sekali tidak ada maksudku ini, aku cuma ingin membuat Koay-lok-ong tahu, jika dia menyia-nyiakan orang, orang juga akan meninggalkan dia. Tanpa bantuanku, usahanya pasti akan berantakan.� Sim Long termenung sejenak, katanya kemudian, "Berhasil-tidaknya sesuatu usaha terletak juga pada tepat-tidaknya memakai tenaga pembantu. Meski Koay-lok-ong sangat menghargai orang pandai, tapi caranya memilih orang kurang bijaksana. Hari ini dia menyia-nyiakan dirimu, hal ini sungguh tindakan fatal baginya.�
"Memangnya engkau merasa sayang baginya?� tanya Tokko Siang. Sim Long menghela napas, "Menyaksikan usaha seorang gembong
iblis hampir runtuh, betapa pun timbul juga rasa haruku. Namun Anda jangan khawatir, apa pun juga Koay-lok-ong dan aku tidak mungkin hidup bersama.� Dengan suara bengis Tokko Siang menjawab, "Justru kutahu antara kalian tidak mungkin hidup berdampingan, makanya kutolong dirimu. Jika di dunia ada orang dapat mengambil dan menggantikan posisi Koay-lok-ong, maka orang itu ialah dirimu.� Mendadak ia cengkeram tangan Sim Long dan berucap sekata demi sekata, "Asalkan ada niatmu, Tokko Siang berjanji akan membantumu sepenuh tenaga.� Dengan khidmat Sim Long berkata, "Atas bantuan Anda, sungguh kurasakan sangat beruntung, cuma ....�
"Cuma apa?� tanya Tokko Siang. Sim Long memandang ke arah mayat Liong Su-hay, katanya perlahan, "Dengan matinya orang ini, mustahil Koay-lok-ong takkan curiga dan dapatkah dia melepaskan diriku?� Tokko Siang memandang mayat itu sekejap, katanya, "Apakah dia benar mati?�
"Sudah mati,� Sim Long mengangguk, ia tidak perlu memeriksa mayat itu, sebab ia cukup yakin akan tenaga pukulan sendiri.
"Karena keadaan mendesak, terpaksa kubinasakan dia.� Tersembul senyuman pada ujung mulut Tokko Siang yang jarang terlihat, katanya, "Dia boleh dikatakan sudah mati, tapi juga dapat dikatakan masih hidup.� Sim Long tercengang, "Sungguh aku tidak mengerti maksudmu?�
"Dia mati karena menyamar sebagai Him Miau-ji, yang benar mati ialah Tokko Siang dan bukan Liong Su-hay,� kata Tokko Siang. Sim Long belum lagi paham, ia hanya memandang orang tanpa bersuara. Maka Tokko Siang menyambung lagi, "Liong Su-hay mati karena menyamar sebagai Him Miau-ji, masakah Miau-ji tidak dapat hidup dengan menyaru sebagai Liong Su-hay?�
Cara bicaranya memang bergaya khas, sesuatu ucapan yang sederhana, bila terucap olehnya akan berubah menjadi ruwet dan
sukar dipahami. Tapi Sim Long toh paham juga, serunya, "Aha, bagus!� Tokko Siang berkata pula, "Jika Liong Su-hay menyamar sebagai Him Miau-ji dapat mengelabuimu, masakah Liong Su-hay samaran Him Miau-ji tak dapat mengelabui Koay-lok-ong?�
"Betul, baik dalam bentuk fisik maupun gerak-gerik Him Miau-ji memang sangat mirip dengan Liong Su-hay, cuma ... ai, karakter kedua orang ini sangat berbeda.� Gemerdep sinar mata Tokko Siang, ia pandang Sim Long sekian lama, lalu berkata pula, "Tapi mengapa tidak kau tanya padaku apakah Him Miau-ji sudah kubunuh?� Sim Long tersenyum, katanya, "Jika kau tolong diriku, mengapa engkau membunuh Miau-ji? Dengan sendirinya tidak perlu kutanyakan hal ini, yang ingin kutanyakan adalah saat ini Him Miau-ji berada di mana?�
"Pertanyaan ini mestinya juga tidak perlu,� kata Tokko Siang. "Betul, jika engkau sudah datang kemari tanpa khawatir, dengan sendirinya Miau-ji berada di suatu tempat yang sangat rahasia.�
"Tapi selain itu justru ada lagi suatu persoalan besar.�
"Persoalan besar ....� Sim Long termenung mendadak air mukanya berubah dan berseru, "Ya, persoalannya memang rada gawat.�
Sewaktu Tokko Siang menyebut "persoalan besar� tadi, sikapnya kelihatan sangat tenang. Setelah Sim Long menyatakan tahu juga persoalan yang dimaksud, ia menjadi heran, tanyanya, "Masa kau tahu persoalan yang kumaksudkan?�
"Ya, menyamar dan berganti rupa,� kata Sim Long. Cepat Tokko Siang menukas, "Masa engkau sama sekali tidak paham ilmu merias?� Sim Long menyengir, "Sesungguhnya aku ini bukan orang serbatahu sebagaimana disangka orang.�
"Jika engkau tidak paham ilmu merias, cara bagaimana dapat kau bongkar penyamaran Suto dahulu?�
"Itu ... itu ada orang lain lagi,� kata Sim Long. "Di mana orang itu sekarang?�
"Berada tidak jauh dari sini.�
"Jika tidak jauh, mengapa engkau tidak ....� Dengan gegetun Sim Long memotong, "Meski orang ini berada disekitar sini, namun, apa mau dikatakan lagi, dia tidak mau ikut campur.�
"Belum kau tanya dia, dari mana kau tahu dia tidak mau ikut campur?� kata Tokko Siang dengan mendongkol. Gemerdep sinar mata Sim Long, "Jika dia mau ikut campur, saat ini sepantasnya dia sudah muncul.�
*****
Ong Ling-hoa merasa bersembunyi di luar tahu orang, selagi dia mendengarkan dengan senang, ia terkejut demi mendengar kata-kata Sim Long yang terakhir itu. Sim Long sungguh seorang tokoh luar biasa. Dilihatnya sinar mata Tokko Siang lantas memancarkan cahaya tajam dan menembus ke kejauhan, seperti ingin mencari apa yang terdapat di sekeliling. Diam-diam Ong Ling-hoa terkesiap, tapi dengan tersenyum simpul ia lantas melangkah keluar. Dengan sorot mata setajam sembilu Tokko Siang menatapnya, serunya dengan bengis, "Apakah orang ini yang kau maksudkan?�
"Betul, akhirnya dia muncul juga,� ujar Sim Long. "Melihat bentuk orang ini, jangan-jangan dia Jian-bin-kongcu (si
Putra Seribu Muka) Ong Ling-hoa?�
"Terima kasih, itulah diriku sendiri, entah cara bagaimana Tokko-siansing dapat mengenali diriku?� jawab Ong Ling-hoa sambil menjura. "Dan entah julukan Jian-bin-kongcu itu atas hadiah siapa?� Tokko Siang menjengek, "Kecuali Ong Ling-hoa, siapa pula yang dapat bersikap setenang ini setelah mencuri dengar pembicaraan orang lain? Kecuali Ong Ling-hoa, siapa pula yang pantas disebut sebagai Jian-bin-kongcu?�
"Terima kasih atas pujianmu,� ujar Ling-hoa sambil menjura pula. Ia berlagak tidak tahu nada ejekan Tokko Siang, sebaliknya ia anggap ejekan orang sebagai pujian, selamanya dia tidak pernah membuat kikuk dirinya sendiri. Dia memang memiliki kepandaian khas ini. "Bila Ong-kongcu sudah mau muncul, tentunya engkau sudah menyanggupi akan merias bagi Him Miau-ji,� kata Sim Long dengan tertawa. "Apa sukarnya untuk meriasnya,� ujar Ling-hoa, "Cuma ... apakah Tokko-siansing memercayaiku?�
"Percaya atau tidak serupa saja, urusan ini hanya dapat kau lakukan, juga mau tak mau harus kau lakukan,� jengek Tokko Siang. "Wah, jika begitu, jadi tiada pilihan lain lagi bagiku?� kata Ling-hoa dengan tertawa. "Ya, memang begitu,� kata Tokko Siang. "Baik,� Ling-hoa bergelak tertawa, "dapat mempermainkan buah kepala Him Miau-ji sungguh suatu pekerjaan yang menarik. Kesempatan baik ini tentu tidak kulewatkan begitu saja.�
"Apakah alat rias sudah kau bawa?� tanya Tokko Siang. "Yang penting apakah buah kepala Him Miau-ji sudah siap atau belum?� jawab Ong Ling-hoa dengan tertawa. "Baik, jika begitu, mari berangkat!�
"Tapi ingin kupinjam pakai sesuatu barang,� kata Ling-hoa tiba-tiba. "Barang apa?� tanya Tokko Siang. "Buah kepala ... kecuali Him Miau-ji, masih diperlukan kepala seorang lain.�
"Kepala siapa?� dengan sinar mata gemerdep Tokko Siang berteriak. Ong Ling-hoa memandang mayat Liong Su-hay yang menggeletak disamping, katanya tenang, "Kepala orang yang hendak kupinjam sudah tidak dapat dibantah lagi oleh pemiliknya.� Untuk memotong buah kepala seorang bukan pekerjaan mudah, biarpun pemilik kepala itu sudah tidak dapat melawan toh masih diperlukan juga sebilah golok yang tajam dan juga sepasang tangan yang terampil. Dan tangan Ong Ling-hoa sungguh jauh lebih terampil daripada tangan seorang jagal. Maka kepala Liong Su-hay lantas terpenggal dan dibungkus, ditambahi lagi dengan sedikit bubuk merah, mayat tanpa kepala itu lantas berubah menjadi cairan darah berwarna
kuning. Hujan masih turun tiada hentinya. Hujan serupa kabut tebal, banyak menutupi rahasia manusia. Meski sekujur badan Sim Long, Ong Ling-hoa dan Tokko Siang telah basah kuyup, tapi mereka tidak benci kepada hujan lebat ini, sebaliknya sangat berterima kasih. Berturut-turut mereka berjalan di tengah hujan, dengan sendirinya Tokko Siang berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Akhirnya Sim Long tak tahan dan bertanya, "Kau yakin tempat persembunyian Miau-ji takkan diketahui orang?�
"Biarpun tempat yang kecil juga banyak bagian yang terahasia dan sukar ditemukan orang, apalagi hutan seluas ini,� jengek Tokko Siang. Sim Long tertawa cerah, "Betul, sudah lama kutinggal di taman ini, juga sering kupesiar mengelilinginya, tapi jalan yang kau tunjukkan sekarang ternyata belum pernah kukenal.�
"Meski sepuluh tahun lagi kau tinggal di sini juga belum tentu mampu menemukan tempat ini,� ujar Tokko Siang. "Apa betul?� mendadak Ling-hoa menegas. Tokko Siang hanya mendengus saja. Tiba-tiba Ong Ling-hoa berkata, "Semoga tempat yang kau maksudkan itu bukanlah gua di belakang rumah berhala itu.� Mendadak Tokko Siang membalik tubuh dan menjambret leher
bajunya sambil membentak, "Jadi kau tahu tempat itu?� Ling-hoa menghela napas, "Ya, secara kebetulan saja kuketahui
tempat itu.� Berubah juga air muka Sim Long, ia menegas, "Sudah pernah kau datangi?� Ong Ling-hoa menyengir, "Sungguh sangat kebetulan tempat itu pun tempat persembunyian Cu Jit-jit. Saat ini Jit-jit mungkin sudah berada di sana, untungnya gua itu rada berliku-liku sehingga mereka berdua belum pasti dapat berjumpa.� Mendadak Tokko Siang lepaskan pegangannya dan menyurut mundur. Sim Long merasa lega, katanya, "Sekalipun Him Miau-ji kepergok oleh Cu Jit-jit juga tidak menjadi soal.� Pada saat itulah segera Tokko Siang berlari dengan cepat. Sim Long menyusul kencang di belakangnya, katanya dengan
menyesal, "Bila ingin menyembunyikan sesuatu, sebaiknya jangan kau simpan pada tempat yang paling rahasia.�
"Sebab apa?� tanya Ling-hoa. "Tempat yang paling rahasia sering kali akan berubah menjadi tidak rahasia lagi.� Setelah berpikir sejenak, akhirnya Ong Ling-hoa mengangguk dan berkata, "Ya, betul. Setiap orang tentu ingin mencari suatu tempat
yang paling rahasia untuk menyembunyikan rahasianya sendiri, dan setiap orang selalu menganggap hanya dirinya sendiri yang tahu tempat itu, tak diketahuinya tempat paling rahasia yang hendak dicari orang justru tempat itu pula.�
"Semoga saat ini belum terlalu banyak orang yang mengetahui tempat itu,� gumam Sim Long.
*****
Ci-hiang sudah tenang kembali dari pergolakan emosinya, dengan hampa ia pandang ke arah pintu. Ong Ling-hoa sudah pergi, hujan seperti dituang di luar, apakah hal ini lantaran Thian yang Mahakuasa mengetahui dosa manusia terlalu banyak, maka ingin mencucinya dengan air hujan yang lebat ini? Jika begitu, jadi dosa pada tubuh manusia juga dapat tercuci bersih.
Mendadak Ci-hiang melompat bangun, baju dipakainya, lalu menerjang keluar di bawah hujan deras. Sebentar saja tubuhnya
sudah basah kuyup. Tapi ia justru berharap hujan bisa bertambah lebat .... Ia merasa sekujur badan teramat kotor, belum pernah sekotor ini. Ia terus berjalan dengan linglung dan tidak mau berpikir lagi. Namun begitu dia masih juga benci dan dendam, benci dan dendam kepada lelaki .... Semua lelaki adalah babi. Mendadak terdengar seorang bergelak tertawa, "Haha, memandang bunga di bawah hujan dengan pandangan yang mabuk, bunga segar di bawah hujan ialah si dia .... Haha, ialah si dia!� Waktu Ci-hiang berpaling, tertampaklah sepasang mata orang. Itulah mata yang letih, tidak bersemangat, mata yang penuh garis merah. Namun mata yang kuyu ini sekarang tampak melotot besar, serupa mata seekor anjing kelaparan yang lagi melototi sepotong daging, melototi Ci-hiang dengan rakus dan tanpa berkedip. Itulah dia Li Ting-liong, lelaki busuk, lelaki kotor, anjingnya babi dan babinya anjing. Ci-hiang mengertak gigi, tanpa melihat ia pun tahu betapa bentuk tubuh sendiri. Seorang perempuan cantik, masak dan telanjang, melulu semampir sepotong baju tipis dan berjalan di bawah hujan lebat, baju tipis yang basah kuyup mencetak garis tubuhnya yang aduhai .... Jelas itulah lukisan yang senantiasa diimpi-impikan oleh kaum lelaki. Li Ting-liong dalam keadaan mabuk, makanya dia berkeliaran dibawah hujan. Tapi mabuknya tidak membuatnya buta, saat ini matanya justru melotot serupa mata ikan mas yang hampir melompat keluar dari kelopak matanya. Ci-hiang tidak bergerak lagi dan membiarkan tubuhnya dipandang orang. Tubuhnya sudah cukup kotor, bertambah kotor lagi juga tidak menjadi soal. Apalagi Li Ting-liong hanya memandang dengan mata, hal ini takkan membuatnya kotor. Namun dia ini seekor babi, seekor anjing. Mendadak kerongkongan Li Ting-liong terasa gatal, ia terbatuk-batuk. Ci-hiang memandangnya dan berkata, "Kau masuk angin barangkali.� Suaranya datar, tidak hambar, juga tidak marah, bahkan tidak
merasa malu, sukar bagi orang untuk mengetahui arti yang terkandung dalam pertanyaannya. Mendadak batuk Li Ting-liong berhenti, ia ingin tertawa, tapi gejolak nafsu telah membuat otot daging wajahnya menjadi kaku. "Kau pulang saja,� kata Ci-hiang. Mendadak Li Ting-liong berteriak, "Aku tidak masuk angin, sama sekali tidak. Aku sehat dan kuat ....�
"Kau mabuk!� kata Ci-hiang pula. "Tidak, aku tidak mabuk, aku tidak pernah mabuk,� kata Ting-liong. "Aneh, mengapa setiap orang suka menyangka aku mabuk. Biniku menganggap aku mabuk, Co Bin-kim mengira aku mabuk, sekarang kau pun bilang aku mabuk.�
"Binimu ... Co Bin-kim ....� Ci-hiang berkedip-kedip. "Betul, biniku, dia seorang sundal, sundal tulen, dia mengira aku
mabuk, menyangka aku tidak tahu, dia lantas menemani tidur dengan lelaki lain.� Mestinya ia tidak perlu tertawa, tapi dia lantas bergelak tertawa seperti orang gila, serunya, "Tidur, haha, apakah kau tahu apa artinya tidur?�
"Kutahu,� jawab Ci-hiang, mukanya tidak merah, juga tidak marah, ia hanya menjawab secara singkat seakan-akan pertanyaan yang lumrah. Mendadak Li Ting-liong meludah ke tanah, makinya, "Maknya dirodok, sundal itu tidur bersama orang, tapi aku, aku justru keluyuran di bawah hujan seperti seekor anjing liar, ingin mencari anjing betina saja sulit.� Lalu ia pandang Ci-hiang dengan sinar mata rakus, biji lehernya naik-turun, mendadak ia menubruk maju dan jatuh di tanah penuh pecomberan, kedua kaki Ci-hiang dirangkulnya erat-erat. Itulah kaki yang panjang dan halus, tapi padat, meski basah oleh air hujan, tapi tetap hangat. Kerongkongan Li Ting-liong serasa tersumbat, ratapnya serak, "Mohon ... kumohon ....�
Ci-hiang menunduk, memandangnya tanpa memperlihatkan sesuatu perasaan, katanya perlahan, "Kau mau apa? Ingin kutemanimu
tidur?�
"Ku ... kumohon ....�
"Memangnya kau kira aku pun serupa binimu, seorang sundal?� tanya Ci-hiang. "O, tidak, tidak,� teriak Li Ting-liong. "Engkau jauh lebih hebat daripada sundal itu, kaki ... kakimu, dan ... dan jiwamu ... kakimu adalah jiwamu.� Ci-hiang mengempit erat kakinya, tapi tidak melangkah pergi. "Jika aku tidak mau?� katanya kemudian, tetap sangat tenang. "Kau mau, engkau pasti mau, kutahu,� ucap Li Ting-liong. "Jelas ... jelas sengaja kau pancing diriku, mungkin ... mungkin lakimu saat ini juga sedang tidur dengan perempuan lain, maka ... maka kau keluar untuk mencari teman tidur.� Mendadak sinar mata Ci-hiang mencorong terang, katanya, "Baik, kuterima permintaanmu.� Seketika tubuh Li Ting-liong bergemetar, "Jika ... jika begitu, sekarang ... sekarang ....�
"Coba berdiri dulu,� kata Ci-hiang. "Kenapa berdiri? Kan tidak layak berdiri?� ujar Ting-liong. Dengan geregetan Ci-hiang berkata, "Tidak boleh di sini, harus mencari suatu tempat rahasia, supaya tidak diketahui orang lain.�
"Tempat rahasia? ....� gumam Li Ting-liong. Mendadak ia melompat bangun dan berteriak dengan tertawa, "Aha, betul, aku ada sebuah tempat rahasia, pasti takkan diketahui orang lain. Apa pun yang kau lakukan di sana pasti takkan ketahuan.�
"Apa pun ....� baru saja Ci-hiang bergumam, tahu-tahu ia sudah diseret oleh Li Ting-liong dan dibawa lari ke depan. Ia tidak tahu dibawa lari ke mana dan sudah berlari berapa jauh. Akhirnya ia lihat sebuah rumah berhala kecil, di belakang rumah berhala ini seperti ada sebuah gua karang. Tapi sebelum masuk kegua karang itu Li Ting-liong sudah lantas merangkulnya dan merebahkan dia di tanah. Di bawah siraman air hujan tubuh yang bugil itu putih mulus seperti salju. Suara gemeresak air hujan bercampur dengan suara desah napas Li Ting-liong, dia kelihatan buas serupa seekor anjing musim
kawin. Diam-diam tangan Ci-hiang meraba sepotong batu, ia pejamkan mata dan mengangkat batu, sekuat tenaga ia hantam kepala Li Ting-liong. Seketika Li Ting-liong tidak bergerak lagi, tidak bergerak untuk selamanya, tapi batu Ci-hiang masih terus mengepruk kepalanya. Darah muncrat mengotori tubuhnya, tapi lantas tercuci bersih oleh air hujan. Tiada hentinya Ci-hiang bergumam, "Berbuat apa pun takkan ketahuan, begitu bukan katamu? Dan bila kubunuhmu kan juga takkan diketahui orang, betul tidak? Kau ... lelaki busuk, babi ... babi yang pantas mampus ....�
"Betul, semua lelaki adalah babi, bagus sekali kau bunuh dia,� tiba-tiba seorang berucap di samping. Suaranya begitu merdu, tapi juga terasa dingin. Seketika Ci-hiang berhenti dan menoleh. Terlihat sesosok bayangan putih ramping berdiri tenang di depan gua karang, tabir hujan seolah-olah bergantung di depannya, dan dia serupa dewi kahyangan yang baru turun dari langit. Perlahan Ci-hiang menurunkan batu yang dipegangnya, tercetus dari mulutnya, "Cu Jit-jit ....�
"Kau kenal diriku? ....� ucap Jit-jit dengan kaku. "Bagus sekali kau bunuh dia.� Dengan gemetar Ci-hiang berdiri dan bermaksud menutupi tubuhnya, tapi bajunya basah lagi dan sudah hancur. Biasanya ia tidak takut menghadapi lelaki mana pun dengan tubuh telanjang bulat, tapi entah mengapa, di depan orang perempuan ia merasa malu. "Masuk sini, di dalam lebih gelap,� ucap Jit-jit dingin. Tanpa terasa Ci-hiang melangkah masuk ke situ, masuk ke gua karang di balik tabir air hujan itu. Gua karang ini dengan sendirinya tidak kering, tapi sedikitnya jauh lebih hangat daripada di bawah hujan. Tubuh Ci-hiang menggigil. Jit-jit memandangnya dengan tenang, mendadak ia menanggalkan sepotong baju sendiri dan disampirkan pada tubuh Ci-hiang. Serupa anak kecil memakai baju baru, Ci-hiang memegang erat baju ini, dengan kepala tertunduk ia berkata, "Terima kasih.�
"Tidak perlu terima kasih, kau pun anak perempuan yang harus dikasihani,� ujar Jit-jit. "Kau kenal padaku?� tanya Ci-hiang sambil menunduk. "Kenal,� ucap Jit-jit hambar. Mendadak Ci-hiang mengangkat kepala dan bertanya, "Engkau tidak
benci padaku?�
"Benci padamu? Kenapa kubenci padamu?�
"Sim Long ... Sim-kongcu ....� Mendadak Jit-jit berteriak, "Diam, dilarang kau sebut lagi nama ini.� Ci-hiang menyurut mundur dua langkah, dengan terbelalak ia pandang Jit-jit, katanya, "Dilarang menyebut nama ini? Sebab apa?� Air muka Jit-jit tampak dingin kembali, jengeknya, "Selanjutnya didepanku jangan lagi kau sebut-sebut nama lelaki lain, sebab ...
sebab aku adalah bakal istri Ong Ling-hoa, Ong-kongcu.� Dia bicara dengan tenang, tapi bagi pendengaran Ci-hiang rasanya
seperti dicambuk satu kali, kembali ia menyurut mundur, ucapnya dengan suara gemetar, "Apakah ... apakah betul .... Benarkah demikian?�
"Mengapa tidak benar?� ujar Jit-jit. "Tapi aku tetap tidak percaya,� kata Ci-hiang dengan suara gemetar. "Masa engkau dapat menjadi istrinya? Mengapa engkau mau diperistri oleh lelaki yang rendah, lelaki yang paling kotor dan tidak tahu malu seperti dia, akan lebih baik kau kawin dengan babi daripada menjadi istrinya.� Jit-jit ternyata tidak marah, ia hanya menjengek, "Hm, memangnya kenapa aku tidak boleh kawin dengan dia?� Ci-hiang menarik napas panjang, "Apakah kau tahu dia ....�
"Tidak perlu kau bicara hal-hal busuk mengenai dia,� jengek Jit-jit. "Dia orang macam apa, tentu saja kutahu lebih jelas daripadamu. Tapi aku tidak peduli, biarpun dia baru saja tidur denganmu juga aku tidak peduli.� Sungguh tak terduga oleh Ci-hiang bahwa dari mulut Cu Jit-jit dapat tercetus juga kata "tidur� itu, ia merasa nona yang murni ini kini pun sudah berubah sama sekali. "Apakah kau heran, terkejut?� jengek Jit-jit pula. "Meski kuheran dan terkejut, tapi aku pun tahu engkau tidak peduli, sebab pada hakikatnya engkau memang tidak suka padanya. Bilamana kau suka kepada seorang lelaki, tentu engkau akan cemburu. Sebenarnya engkau tidak suka padanya, tapi engkau sengaja hendak menikah dengan dia, soalnya kau dendam pada Sim Long, sebab yang kau sukai sebenarnya Sim Long, cintamu padanya tak terbatas, saking cintanya hingga timbul iri dan benci.�
"Bila kau sebut lagi namanya segera kubunuhmu,� ancam Jit-jit. "Boleh kau bunuh saja diriku, tidak menjadi soal,� jawab Ci-hiang. "Biar kukatakan padamu, seharusnya jangan kau benci padanya, selamanya takkan kau temukan lelaki lain yang begitu baik padamu serupa Sim Long berbuat padamu. Jika di dunia ini ada seorang lelaki begitu baik padaku, sekalipun aku diharuskan segera mati juga aku ... aku sukarela.�
"Dia baik padaku? Haha, ya, memang baik sekali ....� seru Jit-jit dengan air mata berlinang. "Betapa dia berbuat bagimu mungkin takkan kau ketahui selamanya. Apakah kau tahu sebab apa dia mau mengikat perjodohan dengan Ong-hujin itu?�
"Aku ....�
"Memangnya kau kira dia tidak tahan bujuk rayu Ong-hujin? Haha, salah besar dugaanmu. Meski benar ada sementara lelaki yang suka kepada bentuk Ong-hujin itu, tapi Sim Long bukan lelaki demikian, jika di dunia ini ada lelaki yang tahan uji oleh godaan, maka orang itu ialah Sim Long.�
"Jika ... jika begitu, mengapa ... mengapa dia ....� serak suara Jit-jit. "Apa pun yang diperbuatnya semuanya demi dirimu, kau tahu, jika dia tidak terima ikatan perkawinan itu, bagaimana akibatnya yang akan menimpa dirimu? Mungkin hal ini takkan kau ketahui selamanya.�
"Dia ... dia ....� gemetar Jit-jit. "Demi membela dirimu, dia rela mengorbankan segalanya dan tidak sayang berbuat apa pun, tapi engkau justru tidak dapat memahami dia, engkau berbalik meninggalkan dia, meski hatinya merana, namun sekata pun tidak mau dikatakannya kepada orang lain, sebab dia lebih suka menderita sendiri daripada membikin susah dirimu.�
Mendadak Jit-jit membalik tubuh dan mendelik, tanyanya, "Untuk apa kau bela dia? Apa barangkali kalian ....�
"Hm, ucapanmu ini tidak menyinggung kehormatanku, tapi telah menghina dia, meski aku pernah menggoda dia, kupikat dia dengan segala daya upaya, lelaki lain pasti tidak tahan oleh bujuk rayuku, tapi Sim Long, dia ... dia justru memandang sebelah mata padaku, sebab dalam hatinya hanya terdapat dirimu.� Ia menghela napas, lalu menyambung, "Sebab itulah kukagum padanya, terhadap lelaki demikian, perempuan mana pun pasti akan kagum. Biarpun diriku ini hina dina, aku seorang perempuan jalang, tapi apa pun juga aku tetap manusia, aku tidak dapat bicara melawan hati nuraniku sendiri.� Air mata Jit-jit seperti sudah kering, kembali air mukanya berubah tanpa sesuatu perasaan. Dengan hampa ia pandang Ci-hiang, gumamnya, "Tampaknya, setiap orang sama mengerti akan Sim Long, hanya aku saja ....�
"Engkau tidak memahami dia adalah karena engkau mencintainya dengan mendalam, hal ini tidak dapat menyalahkanmu, cinta
memang dapat membuat buta setiap anak perempuan.� Dengan bimbang Jit-jit berduduk, memandang air hujan di luar gua
dengan termenung, sampai lama ia tidak bicara, hanya air mata kembali menitik lagi. "Tapi sekarang pun belum terlambat,� ucap Ci-hiang. "Segala urusan masih dapat ditolong. Aku seorang perempuan malang, selama hidup ini sudah ditakdirkan takkan mendapatkan bahagia, tapi engkau masih keburu, engkau jauh lebih beruntung daripadaku ....� Sedapatnya ia menahan air matanya supaya tidak menetes, walaupun begitu akhirnya meledak juga tangisnya. Dan begitulah kedua nona itu berhadapan dan menangis. Entah sudah berapa lama, tiba-tiba suara seorang mendengus, "Hm, perempuan yang cuma pandai mencucurkan air mata adalah orang tolol, hanya gentong nasi (tukang gegares maksudnya) belaka.� Suaranya meski dingin, tapi sangat merdu. Padahal di dalam gua karang mestinya tidak ada orang lain, tapi jelas suara ini berkumandang dari dalam gua. Serentak Ci-hiang dan Cu Jit-jit menoleh, maka tertampaklah sesosok bayangan putih serupa badan halus saja berdiri dikedalaman gua yang gelap itu, wajahnya tidak jelas kelihatan, yang tertampak hanya kedua matanya yang mencorong terang. Mata ini membawa semacam daya pikat yang aneh, seperti dapat menembus perasaan orang lain, seperti dapat membuat orang lain melakukan apa pun baginya. Sekarang mata ini sedang menatap mereka tanpa berkedip, ucapnya pula dengan sekata demi sekata, "Mengapa orang perempuan selalu dihina orang, sebab perempuan hanya bisa menangis, hanya pintar mencucurkan air mata, namun air mata tetap tidak dapat menyelesaikan sesuatu persoalan.� Ci-hiang merasa ngeri dipandang oleh sinar mata yang aneh itu, ia meringkuk takut sebaliknya Cu Jit-jit lantas membusungkan dada dan berteriak, "Memangnya engkau sendiri tidak pernah mencucurkan air mata?�
"Tidak pernah,� jawab bayangan putih itu. "Masa engkau tidak pernah menderita?� tanya Jit-jit pula. "Hm, penderitaan yang kualami selamanya tak bisa kalian bayangkan, tapi aku tetap tidak pernah mencucurkan air mata .... Tiada sesuatu urusan yang dapat membuatku mengalirkan air mata.�
"Memangnya engkau bukan ... bukan orang perempuan?� tanya Jit-jit. "Aku bukan orang perempuan ... hakikatnya aku memang bukan manusia,� kata bayangan putih itu dengan hampa. Tanpa terasa Jit-jit menggigil, katanya, "Habis ... sesungguhnya
engkau ini apa?� Sekata demi sekata si bayangan putih menjawab, "Aku cuma badan halus saja ... orang lain sama menyebutku Yu-leng-kiongcu.�
*****
Rumah berhala kecil itu, kuil malaikat bunga, keadaan kuil itu sudah bobrok, meski terletak juga di suatu sudut Koay-hoat-lim, namun sangat tidak serasi dengan taman hiburan yang baru dibangun ini. Nyata kuil ini tinggalan seorang pencinta bunga yang tidak diketahui siapa namanya dan bukan dibangun oleh pemilik taman hiburan ini. Majikan taman hiburan yang baru hampir sama sekali tidak berminat terhadap rumah berhala segala, tidak pernah sembahyang dan bersujud, mungkin dia cuma percaya kepada dirinya sendiri, bisa juga memang tidak percaya kepada apa pun. Sim Long melayang masuk ke kuil itu, dikebaskannya air hujan yang membasahi tubuhnya, menyusul Tokko Siang dan Ong Ling-hoa juga melompat masuk. Mereka tidak langsung menerobos ke dalam gua, hal ini menandakan mereka cukup waspada. "Gua itu terletak di belakang kuil ini,� kata Tokko Siang. "Entah Jit-jit sudah bertemu dengan Him Miau-ji atau belum,� ujar Ong Ling-hoa. "Gua itu sangat dalam, sedangkan Him Miau-ji bersembunyi dibagian yang paling dalam,� tutur Tokko Siang. Ling-hoa tertawa, "Ya, anak perempuan tentu takkan berani menuju ke kedalaman gua yang gelap. Meski Jit-jit berbeda daripada anak perempuan lain, tapi dia tetap anak perempuan juga.�
"Omong kosong,� jengek Tokko Siang. "Betul, ini memang omong kosong, tapi mengapa Anda hanya mendengarkan saja di sini dan tidak lekas masuk ke dalam untuk memeriksa keadaan yang sebenarnya?� Air muka Tokko Siang berubah, selagi ia hendak melangkah kedalam, mendadak Sim Long berkata, "Nanti dulu!�
"Jangan-jangan kau pun ingin omong kosong?� jengek Tokko Siang. "Coba kalian periksa dulu patung malaikat bunga ini,� kata Sim Long. Dengan sendirinya altar pemujaan juga sudah bobrok, dalam keadaan suram cuaca hujan, altar yang bobrok ini terasa seram, jika tidak didekati pada hakikatnya sukar melihat jelas patung malaikat yang dipuja. Patung malaikat itu berbentuk serupa seorang perempuan udik, tangan kiri memegang setangkai bunga di depan dada, tangan kanan sedang meraba kelopak bunga, namun pandangannya justru tertuju jauh ke depan. "Ehm, malaikat ini memang menarik, orang yang memahat patung ini seperti mempunyai maksud tujuan tertentu, tapi rasanya kita sukar menerka maksudnya,� ujar Ong Ling-hoa setelah termenung. "Bahwa patung yang dipuja ini ternyata seorang perempuan kampung, ini pun sangat aneh. Padahal menurut cerita yang pernah kudengar, malaikat bunga ini seharusnya ....�
"Saat itu bukan waktunya untuk berlagak sebagai seorang ahli sejarah,� jengek Tokko Siang. "Tidak peduli malaikat bunga ini lelaki atau perempuan, tua atau muda, semuanya tidak ada sangkut pautnya dengan kita.�
"Justru malaikat bunga ini ada sangkut pautnya dengan kita,� ujar Sim Long perlahan. "Sangkut paut apa?� tanya Tokko Siang. "Apakah sudah kau lihat jelas wajahnya?�
"Aha, betul,� seru Ong Ling-hoa. "Wajahnya memang ....� Tergerak juga hati Tokko Siang setelah memandangi wajah patung,
katanya, "Ya, wajah patung ini seperti mirip seorang.� Ketiga orang saling pandang sekejap. "Mirip dia,� ucap Ling-hoa akhirnya. "Betul, sangat mirip,� ujar Tokko Siang. Kiranya kecantikan wajah malaikat itu dengan sikapnya yang lembut
dan mata-alisnya yang sayu memang sangat persis dengan Pek Fifi. Sampai sekian lama Ong Ling-hoa memandangnya dengan termenung, tiba-tiba ia berkata pula, "Tidak, tidak betul.�
"Tidak betul apa?� tanya Tokko Siang.
"Rumah berhala ini sedikitnya sudah sepuluh tahun umurnya, jika begitu, pada waktu patung ini dibuat, saat itu Pek Fifi kan masih anak kecil, lantas mengapa ....� Belum lanjut ucapan Ong Ling-hoa segera Tokko Siang berkeplok dan menukas, "Betul, pemahat patung ini kan bukan ahli nujum, dari mana dia tahu bagaimana bentuk Pek Fifi setelah dewasa? Meski
patung ini sangat mirip dengan dia, tampaknya cuma kebetulan saja.�
"Sama sekali bukan kebetulan,� kata Sim Long. "Tapi patung itu juga bukan dipahat menurut bentuk wajah Pek Fifi.� Tokko Siang merasa heran. "Jika patung ini tidak dipahat menurut wajah Pek Fifi, dengan sendirinya kemiripan ini hanya secara
kebetulan saja, tapi kau bilang bukan kebetulan. Memangnya mengapa bisa terjadi begini?�
"Patung ini adalah ibu Pek Fifi,� ucap Sim Long sekata demi sekata. "Ibunya?� melengak juga Ong Ling-hoa. Tokko Siang juga berteriak, "Pek Fifi belum lagi sebulan datang kesini, mengapa patung ibunya bisa berada di sini, dan ... mengapa
ibunya bisa berubah menjadi patung malaikat bunga di sini?�
"Di dalam urusan ini ada sesuatu rahasia besar,� ujar Sim Long. "Rahasia besar? Rahasia apa?� tanya Tokko Siang. "Saat ini tidak dapat kukatakan, sebab aku pun tidak begitu jelas,� sahut Sim Long. "Bisa jadi ibu Pek Fifi memang orang daerah ini, mungkin juga Pek Fifi dilahirkan di sini, sesudah dewasa baru pergi ke Tionggoan,� sambung Ling-hoa. "Ya, mungkin begitu,� Sim Long mengangguk. "Tapi bila ibu Fifi cuma seorang perempuan udik biasa, mengapa orang menjadikan dia malaikat bunga? Jika ibu Fifi bukan perempuan udik biasa, mengapa anak perempuannya sampai terlunta-lunta di negeri orang?� kata Ling-hoa lagi. "Bisa jadi terluntanya Pek Fifi bukan kejadian sungguhan,� ujar Sim Long. "Bukan sungguhan?� Ling-hoa terbelalak heran. "Ya, bisa jadi ibu Fifi sendiri semula memang seorang perempuan udik, tapi kemudian secara kebetulan mendapatkan penemuan ajaib dan berubah menjadi seorang kosen, seorang sakti dunia persilatan.� Tambah terbelalak mata Ong Ling-hoa. "Orang kosen dunia persilatan?�
"Setahuku, belasan tahun yang lalu di dunia persilatan tidak terdapat orang kosen semacam ini,� ujar Tokko Siang. "Ada sementara orang kosen dunia persilatan selamanya tak dapat kau lihat wajah aslinya,� kata Sim Long. "Tapi namanya ....� Tokko Siang melenggong. "Ada sementara orang kosen dunia Kangouw juga namanya sukar kau kenal,� tukas Sim Long. "Habis sesungguhnya siapa dia? Kau tahu?� tanya Ling-hoa tak tahan. "Mungkin kutahu,� kata Sim Long. "Mengapa tidak kau katakan saja jika tahu?� teriak Tokko Siang mendongkol. "Mungkin ada sangkut pautnya dengan kawanan setan Yu-leng,� tutur Sim Long. Seketika air muka Tokko Siang berubah, serunya, "Apa katamu? Ada sangkut pautnya dengan kawanan setan Yu-leng?�
"Wah, jika rumah berhala ini ada sangkut pautnya dengan kawanan setan itu, maka gua karang di belakang bukankah .... Ah, betul, gua itu memang sangat misterius, memang sangat bagus untuk tempat tinggal kawanan setan itu,� kata Ong Ling-hoa.
"Jika begitu, lantas Him Miau-ji ....� belum lanjut ucapan Tokko Siang, mendadak ia menerjang keluar. Ong Ling-hoa memandang Sim Long sekejap, meski wajah Sim Long tetap mengulum senyum, namun senyuman yang sangat terpaksa malahan sorot matanya kelihatan menanggung rasa khawatir, katanya dengan suara berat, "Jika tidak salah dugaanku, mungkin segala urusan sudah terjadi perubahan luar biasa dan kesulitan kita pun akan bertambah banyak ....�
*****
Sementara itu mayat Li Ting-liong masih kehujanan, tubuhnya setengah telanjang, kepalanya sudah pecah, cuma samar-samar
masih dapat dikenali mukanya. "Bukankah dia orang she Li itu ....� kata Tokko Siang. "Betul, dia Li Ting-liong,� kata Sim Long. "Mengapa dia mati di ... di sini?� Segera Ong Ling-hoa ikut bicara, "Cu Jit-jit tidak berada di sini, keadaan orang she Li ini sedemikian rupa, jangan-jangan tanpa sengaja ia pergoki Jit-jit, lalu hendak berbuat tidak senonoh padanya, maka Jit-jit lantas membunuhnya.�
"Pasti bukan perbuatan Jit-jit,� ujar Sim Long. "Apa dasarnya?� tanya Ling-hoa. "Cara turun tangan Jit-jit pasti tidak sekeji ini.�
"Yu-leng-kui-li ... jangan-jangan setan itu yang turun tangan keji ini?� seru Tokko Siang. "Juga bukan perbuatan Yu-leng-kui-li,� kata Sim Long setelah termenung sejenak. "Dari mana kau tahu pula?� tanya Tokko Siang dengan kening
bekernyit. "Tindak tanduk Yu-leng-kui-li biasanya sangat rahasia, jika Yu-leng-kui-li yang membunuhnya pasti mayat ini takkan ditinggalkan disini.�
"Ya, betul,� Tokko Siang menarik napas panjang, betapa pun dia harus mengakui kecerdasan Sim Long yang lebih tinggi setingkat daripada orang biasa. Ong Ling-hoa ikut bertanya, "Habis kalau bukan perbuatan Cu Jit-jit dan juga bukan Yu-leng-kui-li, lantas siapa?�
"Jelas di sini pernah didatangi lagi orang lain,� ujar Sim Long. "Orang lain?� Ling-hoa menegas. "Meski tidak kuketahui siapa dia, tapi dapat kupastikan dia seorang perempuan.�
"Perempuan? ....� Tokko Siang termenung. "Padahal tidak banyak orang perempuan di Koay-hoat-lim sini, perempuan yang dapat membunuh orang terlebih tidak banyak.�
"Memang tidak perlu banyak, seorang saja sudah cukup,� ujar Ling-hoa dengan tertawa. Dengan mendongkol Tokko Siang melototinya sekejap, tanpa bicara ia lantas melompat ke dalam gua. Belasan langkah masuk ke dalam gua keadaan lantas gelap gulita, biarpun orang berjalan dari depan juga sukar dikenali wajahnya. Dengan sorot mata yang tajam Tokko Siang dan Ong Ling-hoa lantas berusaha mencari sepanjang jalan. "Apakah Cu Jit-jit memang menunggumu di sini?� tanya Tokko
Siang. "Kuyakin dia takkan pergi ke tempat lain,� ujar Ling-hoa. "Mengapa tidak kelihatan batang hidungnya?� Ling-hoa mengangkat pundak, lalu balas bertanya, "Dan Him Miau-ji juga menunggumu di sini?� Tokko Siang mengiakan. "Lantas di mana orangnya sekarang?� Begitulah kedua orang saling mengejek, padahal di dalam hati sama-sama gelisah. Orang yang seharusnya menunggu mereka di sini, entah mengapa sekarang tidak kelihatan. Mendadak Tokko Siang menarik tangan Ong Ling-hoa dan berseru, "Lihat itu .... Apakah mereka berdua telah mengalami nasib malang?�
"Aku sendiri tidak gelisah biarpun kehilangan calon bini, kenapa engkau berbalik kelabakan?� ujar Ling-hoa dengan hambar. "Haha, Tokko-heng tampaknya seorang yang acuh tak acuh, tak tersangka sebenarnya seorang yang berdarah panas. Tapi hendaknya Tokko-heng tahu, jika aku tidak gelisah, soalnya telah kuperhitungkan mereka pasti takkan mati.�
"Sebab apa?� tanya Tokko Siang. "Tidak ada alasan bagi Yu-leng-kui-li untuk membunuh mereka.�
"Huh, untuk membunuh orang terkadang tidak diperlukan alasan,� jengek Tokko Siang. "Tapi Yu-leng-kui-li justru beralasan untuk tidak membunuh mereka.�
"Oo ....� Tokko Siang melenggong. "Sebab jika mereka dibiarkan hidup akan jauh lebih berguna daripada membunuh mereka,� kata Ling-hoa pula. Tokko Siang berpaling dan memandang Sim Long. Sorot mata Sim Long tampak gemerdep dalam kegelapan.
"Bagaimana, masuk di akal tidak ucapan orang ini?� tanya Tokko Siang. "Kupikir pasti begitulah,� jawab Sim Long. "Maka kita pun tidak perlu lagi mencari mereka,� sambung Ling-hoa. "Yang penting, asalkan kita dapat menemukan sarang kawanan Yu-leng-kui-li, dengan sendirinya pula dapat kita menemukan mereka.�
"Tapi berada di mana gua setan mereka? Sama sekali tiada sesuatu petunjuk di sini,� ujar Tokko Siang. "Kupikir sarang setan mereka pasti juga berada di dalam gua ini,� ujar Ling-hoa. "Dari mana kau tahu? Memangnya pernah kau datangi tempatnya?� teriak Tokko Siang penasaran. Mendadak Sim Long menukas, "Ucapan Ong-heng memang beralasan, sarang setan mereka pasti berada di dalam gua ini, sebab di mulut gua hanya kelihatan bekas kaki orang masuk dan tiada bekas kaki orang keluar.� Tokko Siang termenung sejenak, gumamnya kemudian, "Kiranya kalian sudah memeriksanya tadi.� Mestinya ia merasa banyak kelebihan dibandingkan orang lain, tapi di depan Sim Long dan Ong Ling-hoa, tiba-tiba ia merasa dirinya
berubah menjadi orang bodoh, bahkan buta. "Soalnya sekarang, betapa besar dan dalamnya gua ini ....� sambil bicara pandangan Ong Ling-hoa tertuju ke arah Tokko Siang. Perlahan Tokko Siang berkata, "Bagian kedalaman gua ini gelap gulita, jari sendiri saja tidak kelihatan, bahkan lembap dan seram penuh galagasi, sampai saat ini belum pernah kudengar ada orang pernah masuk ke situ.�
"Betul, bilamana sarang setan mereka berada dalam gua, kuyakin pasti ada jalan keluar rahasia lain,� sambung Ling-hoa. "Bahkan pasti banyak perangkap, jika kita masuk begini saja mungkin juga sukar untuk keluar lagi dengan hidup.�
"Lantas bagaimana kalau kita tidak menerjang ke dalam?� tanya Tokko Siang. "Kita harus mengadakan persiapan yang rapi, obor, tali, ransum ... semua itu tidak boleh kurang.�
"Persiapan? Hm, setelah semuanya kau siapkan sudah tidak keburu lagi,� jengek Tokko Siang. "Betul,� kata Sim long. "Sekarang waktunya sudah sangat mendesak, urusan dengan Koay-lok-ong tidak dapat ditunda lagi, kalau tidak, berbagai rencana kita pasti akan gagal total, cuma ... didalam gua ini pasti banyak perangkap rahasia dan berliku-liku jalannya, bilamana kita tersesat, bukan mustahil bisa mati terkurung di dalam.�
"Jika demikian, apakah kita tidak perlu urus mereka lagi?� jengek Tokko Siang. Dengan tenang Ong Ling-hoa berkata, "Berbuat apa pun bagiku tidak menjadi soal, tapi jika aku disuruh mengantar kematian, maaf, tidak usah saja.�
Bersambung ... ke Bab 31 ....