Published using Google Docs
BAB I.docx
Updated automatically every 5 minutes

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN METODE DEMONSTRASI GUNA MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH  DAN HASIL BELAJAR IPA

BAGI SISWA KELAS II SEMESTER I SD NEGERI TAWANG 02 KECAMATAN WERU KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Oleh: Sri Pitulasi  

SD Negeri Tawang 02, Weru,Sukoharjo

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: 1) sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA; dan 2) hasil belajar IPA bagi siswa Kelas II semester I SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016 melalui penggunaan metode demonstrasi.Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan di SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo pada semester I tahun pelajaran 2015/2016 selama 3 (tiga) bulan. Subjek penelitian adalah siswa Kelas II Semester I di SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 13 orang siswa. Prosedur penelitian dalam penelitian tindakan ini pada intinya mengacu pada desain penelitian yang digunakan, yaitu: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) observasi; dan 4) refleksi hasil tindakan.Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap ilmiah kategori ilmiah dan cukup ilmiah pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Jumlah siswa dengan sikap kategori ilmiah dan cukup ilmiah mengalami peningkatan dari kondisi awal meningkat menjadi 70.00% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 90.00% pada tindakan Siklus II; dan 2) Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa Kelas II semester I SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 65.38 pada kondisi awal menjadi 67.69 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I, kemudian meningkat menjadi 73.08 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 61.54% pada kondisi awal meningkat menjadi 76.92% pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.

Kata Kunci: Hasil belajar, sikap ilmah, pembelajaran IPA, metode demonstrasi.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

                Pembelajaran IPA harus diajarkan baik sebagai produk maupun sebagai proses. Produk IPA terdiri atas fakta, konsep, prinsip, prosedur,  teori, hukum dan postulat. Semua itu merupakan produk yang diperoleh melalui serangkaian proses penemuan ilmiah melalui metoda ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah (Trianto, 2010: 8).Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru yang mengajarkan IPA hanya sebatas IPA sebagai produk. Siswa jarang diajak untuk melakukan pembelajaran sebagai proses sehingga siswa kerap kali mempelajari IPA sebatas teori dan hukum-hukum, serta postulat-postulat dalam IPA. Pembelajaran hanya berorientasi pada hasil tes/ujian, pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal tersebut berdampak pada kurang optimalnya kemampuan siswa dalam mengembangkan sikap ilmiah yang sangat diperlukan dalam setiap pembelajaran.

                Pembelajaran yang bersifat teacher centered, di mana guru hanya  meyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual akan berdampak pada kurang berkembangnya sikap ilmiah siswa. Hal ini dikarenakan peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya, cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor.

                Hal yang sama juga terjadi di SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, khususnya di kelas II. Pembelajaran IPA yang dilakukan guru masih cenderung bersifat teacher-centered.  Siswa hanya didorong untuk belajar IPA dengan menghafal teori dan konsep-konsep sehingga sikap ilmiah tidak berkembang secara optimal yang pada gilirannya berakibat pada kurang optimalnya daya serap siswa terhadap materi ajar.

                Daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan bagi siswa kelas II pada semester I masih belum optimal. Hal ini ditandai dengan rendahnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada materi tersebut.  Nilai rata-rata yang diperoleh siswa baru mencapai 64.00. Nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 65.00. Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 baru mencapai 50.00% dari jumlah siswa yang ada. Hal ini diartikan bahwa dari sebanyak 10 orang siswa kelas II yang ada, baru ada 8 orang siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sisanya sebanyak 5 orang siswa belum mencapai ketuntasan belajar.

                Berangkat dari kondisi tersebut, guru dirasa perlu untuk melakukan perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan yang dilakukan adalah dengan mengaplisikan metode demonstrasi dalam pembelajaran IPA.Langkah guru menerapkan metode demonstrasi dilakukan dengan mengajak siswa mengamati secara langsung baik melalui percobaan maupun visualisasi dengan perangkat multimedia..Penggunaan metode demonstrasi yang digunakan guru diharapkan dapat membantu siswa membangun sikap ilmiah. Sikap ilmiah yang tinggi merupakan salah satu pra-kondisi yang diperlukan dalam pembelajaran sains. Dengan terbangunnya sikap ilmiah, maka hasil belajar sebagai dampak produk pembelajaran akan semakin meningkat.

Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini:

  1. Apakah penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA?
  2. Apakah penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas II semester I SD Negeri Tawang 02 01 Kecamatan Weru Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016?

Tujuan Penelitian

Merujuk pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA melalui penggunaan metode demonstrasi.
  2. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas II semester I SD Negeri Tawang 02 01 Kecamatan Weru Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016 melalui penggunaan metode demonstrasi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat praktis maupun teoretis. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Bagi Siswa
  1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran IPA.
  2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan sikap ilmiah dalam pembelajaran.
  1. Bagi Guru Kelas
  1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru sebagai tambahan wawasan tentang penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran.
  2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas melalui peningkatan sikap ilmiah pada siswa mereka.

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

  1. Landasan Teori

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam.

Dari istilah yang digunakan IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam berarti “Ilmu” tentang “Pengetahuan Alam”. “Ilmu artinya suatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolok ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis, diterima oleh akal sehat. Sedangkan objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera.

Pengetahuan alam sudah jelas artinya adalah pengetahuan tentang alam semesta dengan segala isinya.  Menurut Nash (Djojosoediro, 2008: 7) menWeruan bahwa “Science is away of looking at the world”. Nash menyatakan bahwa IPA itu suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara IPA mengamati dunia itu bersifat analitis , lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena lain sehingga keseluruhannya membentuk satu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya itu. Menurut Rom Harre (Djojosoediro, 2008: 9) IPA adalah kumpulan teori yang telah diuji kebenarannya, yang menjelaskan tentang pola-pola yang penting yaitu pertama, bahwa IPA suatu kumpulan pengetahuan yang berupa teori-teori, kedua bahwa teori-teori itu  berfungsi untuk menjelaskan gejala alam. Menurut Susilowati (2013: 3) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.  

Berdasarkan beberapa pendapat diatas memang benar bahwa IPA merupakan ilmu teoritis yang muncul dan didasarkan atas pengamatan percobaan-percobaan terhadap gejala alam dan lingkungan. Mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan wawasan dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.  

Sikap Ilmiah

Sikap menurut Gagne (Annie, 2005: 25) adalah suatu kondisi yang internal. Sikap mempengaruhi pilihan untuk bertindak. Kecenderungan untuk memilih obyek terdapat pada diri pembelajar, bukan kinerja yang spesifik. Sikap merupakan kecenderungan pembelajaran untuk memilih sesuatu. Efek sikap ini dapat diamati dalam reaksi pembelajar (positif atau negatif).

Sikap juga merupakan salah satu dari enam faktor yang memotivasi belajar. Sikap dalam hal ini adalah suatu kombinasi, informasi, dan emosi yang dihasilkan di dalam predisposisi untuk merespon orang, kelompok, gagasan, peristiwa, atau obyek tertentu secara menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Sikap ilmiah menurut pendapat Harlen (Anwar, 2009: 108) adalah suatu sikap yang menerima pendapat orang lain dengan baik dan benar yang tidak mengenal putus asa serta dengan ketekunan juga keterbukaan.  Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah untuk dapat melalui proses penelitian yang baik dan hasil yang baik pula.  Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam seminar, diskusi, loka karya, sarasehan, dan penulisan karya ilmiah.

Pengertian Pembelajaran Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi menurut Sudjana (2010:83) didefinisikan bahwa metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar memperlihatkan bagaimana jalannya suatu proses terjadinya sesuatu. Oleh karena itu metode  demonstrasi merupakan  metode mengajar yang sangat efektif, sebab membantu para peserta didik untuk mencari jawaban segan usaha sendiri berdasarkan fakta yang dilihat.

Metode demonstrasi menurut Sagala (2011: 210) dikatakan bahwa metode demonstrasi adalah pertunjukkan tentang suatu proses atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruan. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh guru sendiri atau dibantu beberapa peserta didik dapat pula dilakukan oleh sekelompok peserta didik. Metode ini dapat membantu pelajaran IPA menjadi lebih jelas dan lebih konkrit, sehingga diharapkan peserta didik menjadi lebih mudah memahaminya.

Berdasarkan uraian dan definisi di atas, dapat dipahami bahwa  metode demonstrasi adalah dimana seorang guru ataupun peserta didik memperagakan langsung suatu hal yang kemudian diikuti oleh peserta didik sehingga ilmu atau ketrampilan yang didemonstrasikan lebih dapat bermakna dalam ingatan masing-masing peserta didik.

  1. Tujuan Metode Demonstrasi

Tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi  adalah untuk memperjelas pengertian konsep, dan memperlihatkan (meneladani) cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu. Ditinjau dari sudut tujuan penggunaannya dapat dikatakan bahwa metode demonstrasi bukan metode yang dapat diimplementasikan dalam proses belajar mengajar secara independen.  Melihat kenyataan tersebut, maka metode demonstrasi ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk: 1) Memberikan ketrampilan tertentu; 2) Penjelasan sebab penggunaan bahasa lebih terbatas; dan 3) Menghindari verbalisme, menbantu peserta didik dalam memahami dengan jelas, jalannya suatu proses dengan penuh perhatian sebab lebih menarik

Menurut Sagala (2011: 211) tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya, dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam pengajaran kelas. Dengan melihat uraian di atas metode demonstrasi bertujuan untuk memberikan gambaran tentang proses terjadinya suatu peristiwa sesuai dengan materi ajar agar peserta didik dengan mudah untuk memahaminya.

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan hasil identifikasi, dapat diketahui bahwa pembelajaran IPA bagi siswa kelas II semester I di SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016 kurang optimal. Hal ini khususnya terjadi dalam pembelajaran IPA. Kurang optimalnya pembelajaran IPA di kelas II tersebut ditandai dengan hasil belajar yang diperoleh siswa. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa yang baru mencapai 61.54. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan sekolah dengan KKM > 65.00. Atas dasar hal ini, maka siswa kelas II dianggap belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA”.

Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, tingkat ketuntasan belajar siswa di kelas II tersebut baru mencapai 61.54%. Hal ini diartikan bahwa dari 10 orang siswa yang ada, baru ada 8 orang siswa yang sudah memperoleh nilai > 65.00. Sisanya sebanyak 5 orang siswa masih memperoleh nilai < 65.00. Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa tersebut tidak terlepas dari kurangnya sikap ilmiah pada siswa.

Berangkat dari kondisi tersbut, guru perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan sikap ilmiah pada siswa. Dengan meningkatnya sikap ilmiah siswa, maka hasil belajar yang diperoleh secara otomatis akan meningkat.Upaya perbaikan yang dilakukan guru adalah dengan menggunakan pembelajaran metode demonstrasi guna menyampaikan materi “Perkembangbiakan tumbuhan” kepada siswa. Dengan cara ini, siswa akan belajar IPA baik sebagai proses maupun sebagai produk.

Kerangka pemikiran tersebut selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 1 Diagram Kerangka Pemikiran

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:

  1. Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA.
  2. Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas II semester I SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016.

METODE PENELITIAN

Setting Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas II semester I SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016. Pemilihan lokasi dilandasi adanya pertimbangan bahwa peneliti adalah guru di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam pelaksanaan penelitian.Penelitian

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas II  semester I SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 10 orang siswa. Pemilihan subjek dilandasi adanya alasan bahwa siswa kelas II belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA .

Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa sikap ilmiah siswa dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan jenis data tersebut, maka data dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber meliputi:

  1. Informan atau nara sumber, yaitu siswa dan guru kelas II semester I SD Negeri Tawang 02, Weru Sukoharjo, tahun pelajaran 2015/2016.
  2. Tempat atau lokasi berlangsungnya proses pembelajaran IPA; dan
  3. Dokumen atau arsip yang antara lain berupa kurikulum, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan buku penilaian.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi, teknik tes, dan analisis dokumen.Adapun jenis tes dalam penelitian adalah tes prestasi belajar, dan tes kecerdasan. Teknik tes dilakukan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Pengamatan atau  observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan denganh kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Sedangkan teknik dokumen dilakukan untuk mengkaji kurikulum, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan buku penilaian yang dilakukan guru dalam pembelajaran IPA bagi siswa kelas II semester I SD Negeri Tawang 02, Weru Sukoharjo, tahun pelajaran 2015/2016.

Validasi Data

Data yang diperoleh dalam penelitian perlu diperiksa validitasnya sehingga data dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penarikan kesimpulan. Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan validitas data antara lain adalah menggunakan teknik triangulasi, dan memperpanjang masa pengamatan.

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif – kuantitatif. Analisis data secara kualitatif digunakan untuk menganalisis data kualitatif, seperti hasil observasi dan studi dokumentasi. Tahapan analisis data deskriptif kualitatif terdiri dari: pemaparan data, reduksi (data yang sudah ada di cek dan dicatat kembali), kategorisasi (data dipilah-pilah), penafsiran dan penyimpulan.Analisis data deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisa data kuantitatif, seperti hasil tes.  Data kuantitatif berupa nilai hasil belajar siswa yang didapat dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif misalnya, mencari nilai rerata (Arikunto, 2010: 189).

Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini terdiri dari indikator sikap ilmiah dan hasil belajar. Atas dasar hal tersebut, maka indikator kinerja penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut ini:

  1. Pembelajaran dianggap berhasil apabila jumlah siswa dengan sikap ilmiah kategori ilmiah dan cukup ilmiah > 80.00% dari jumlah siswa.
  2. Siswa dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA ” apabila sudah memperoleh nilai hasil belajar mencapai KKM yang ditetapkan dengan KKM  > 65.00.
  3. Siswa secara klasikal dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA apabila sudah memperoleh nilai rata-rata hasil belajar mencapai KKM yang ditetapkan dengan KKM  > 65.00.
  4. Pembelajaran dianggap berhasil apabila jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM  > 65.00 sudah mencapai > 80.00% dari jumlah siswa.

Prosedur Penelitian

Prosedur PTK ini mnegikuti prinsip-prinsip PTK, yaitu terdiri dari beberapa tahap diantaranya; tahap planning (rencana tindakan), implementing (tindakan), observing (observasi), dan reflecting (refleksi) yang kemudian diikuti dengan perencanaan ulang pada siklus kedua, dan seterusnya.Penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam dua siklus tidakan dan dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  1. Hasil Penelitian
  1. Deskripsi Kondisi Awal
  1. Sikap Ilmiah Siswa

Sikap ilmiah siswa pada kondisi awal dapat diketahui dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap 8 aspek sikap ilmiah. Ke delapan aspek tersebut terdiri dari aspek-aspek: 1) sikap ingin tahu; 2) sikap respek terhadap data; 3) sikap berpikir kritis; 4) sikap penemuan dan kreativitas; 5) sikap berpikir terbuka; 6) sikap ketekunan; 7) sikap peka terhadap lingkungan; dan 8) sikap kerjasama.Skoring diberikan dengan rentang skor antara 1 – 4. Dengan demikian maka skor yang diperoleh siswa adalah antara 8 – 32. Hasil skoring selanjutnya diklasifikasikan ke dalam 3 kategori sikap, yaitu kategori ilmiah, cukup ilmiah, dan kurang ilmiah.

        Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sikap ilmiah siswa pada kondisi awal, dapat diketahui bahwa skor rata-rata sikap ilmiah siswa adalah sebesar 17.23 atau termasuk ke dalam kategori sikap kurang ilmiah. Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa siswa dengan sikap kategori ilmiah adalah sebanyak 2 orang atau 15.38%. Jumlah siswa dengan sikap kategori cukup ilmiah adalah sebanyak 5 orang atau 38.46%. Jumlah siswa dengan sikap kategori kurang ilmiah adalah sebanyak 6 orang atau 46.15%.

Data sikap ilmiah siswa berdasarkan kategori selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 3 Diagram Sikap Ilmiah Siswa Kondisi Awal

  1. Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan data hasil tes ulangan harian yang dijadikan sebagai identifikasi kondisi awal pembelajaran IPA, menunjukkan bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 75.00 dan nilai terendah adalah 60.00. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 64.62.  Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 64.62 < KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00. Atas dasar hal tersebut siswa secara klasikal dianggap belum mencapai ketuntasan belajar.

Ditinjau dari ketuntasan belajar, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah 8 orang siswa atau 38.46% dari jumlah siswa. Sedangkan jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar adalah 5 orang siswa atau 38.46%. Berdasarkan hal tersebut, maka secara klasikal siswa kelas II semester I tahun pelajaran 2015/2016 SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPA.Data ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 6

Data Ketuntasan Belajar Siswa pada Kondisi Awal

No.

Ketuntasan

Jumlah

%

1

Tuntas

8

38.46%

2

Belum Tuntas

5

38.46%

Jumlah

13

100.00%

Nilai Rata-rata

64.62

Berangkat dari kondisi tersebut maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran. Langkah tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran dengan metode demonstrasi. Melalui penerapan pembelajaran dengan metode demonstrasi tersebut diharapkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran semakin meningkat. Hal ini pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa berupa meningkatnya penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran.Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 4 Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Kondisi Awal

  1. Deskripsi Tindakan Siklus I

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sikap ilmiah siswa pada tindakan Siklus I, dapat diketahui bahwa skor rata-rata sikap ilmiah siswa adalah sebesar 20.00 atau termasuk ke dalam kategori sikap cukup ilmiah.  Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa siswa dengan sikap kategori ilmiah adalah sebanyak 4 orang atau 30,77%. Jumlah siswa dengan sikap kategori cukup ilmiah adalah sebanyak 6 orang atau 46,15%. Jumlah siswa dengan sikap kategori kurang ilmiah adalah sebanyak 3 orang atau 23,08%. Data sikap ilmiah siswa berdasarkan kategori selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 5 Diagram Sikap Ilmiah Siswa Tindakan Siklus I

  1. Hasil belajar siswa

Berdasarkan data hasil tes yang dilakukan pada akhir tindakan Siklus I, dapat diketahui bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 80.00 dan nilai terendah adalah 60.00. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 67.69.  Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 67.69 > KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00. Atas dasar hal tersebut siswa secara klasikal dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar.

Ditinjau dari ketuntasan belajar, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah 10 orang siswa atau 76.92% dari jumlah siswa. Sedangkan jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar adalah 3 orang siswa atau 23.08%. Berdasarkan hal tersebut, maka indikator penguasaan penuh secara klasikal, berupa tercapainya > 80.00% jumlah siswa  sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 belum tercapai.Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus I dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 10

Data Ketuntasan Belajar Siswa pada Tindakan Siklus I

No.

Ketuntasan

Jumlah

%

1

Tuntas

10

76.92%

2

Belum Tuntas

3

23.08%

Jumlah

13

100.00%

Nilai Rata-rata

67.69

Berangkat dari kondisi tersebut maka diperlukan perbaikan tindkan pembelajaran pada siklus berikutnya.Langkah tersebut adalah dengan memperkecil anggota kelompok dari 5 menjadi 2 orang pada tindakan siklus berikutnya. Melalui penerapan pembelajaran dengan metode demonstrasi tersebut diharapkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran semakin meningkat. Hal ini pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa berupa penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran.Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus I selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 6 Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Tindakan Siklus I

Berdasarkan hasil-hasil tersebut di atas, selanjutnya dapat diperoleh hasil refleksi tindakan pembelajaran Siklus I sebagai berikut: 1) Penggunaan pembelajaran metode demonstrasi pada tindakan Siklus I dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap kategori ilmiah dan cukup ilmiah dari sebesar 53.85% pada kondisi awal meningkat menjadi 76.92% pada tindakan Siklus I. 2)Penggunaan pembelajaran metode demonstrasi pada tindakan Siklus I dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 64.62 pada kondisi awal menjadi 67.69 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 38.46% pada kondisi awal meningkat menjadi 76.92% pada akhir tindakan Siklus I. 3)Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I adalah sebagai berikut: (a) pembelajaran belum bergeser dari pola pembelajaran berpusat guru ke arah pembelajaran berpusat siswa; (b) Indikator penguasaan penuh berupa tercapainya ketuntasan belajar sebesar > 80.00% belum tercapai, yaitu baru mencapai 76.92%. Atas dasar hal tersebut maka diperlukan adanya beberapa perbaikan yang dilakukan pada tindakan Siklus II.

  1. Deskripsi Tindakan Siklus II

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sikap ilmiah siswa pada tindakan Siklus II, dapat diketahui bahwa skor rata-rata sikap ilmiah siswa adalah sebesar 23.60 atau termasuk ke dalam kategori sikap cukup ilmiah. Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa siswa dengan sikap kategori ilmiah adalah sebanyak 7 orang atau 53.85%. Jumlah siswa dengan sikap kategori cukup ilmiah adalah sebanyak 5 orang atau 38.46%. Jumlah siswa dengan sikap kategori kurang ilmiah adalah sebanyak 1 orang atau 7.69%.

Data sikap ilmiah siswa berdasarkan kategori selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 7 Diagram Sikap Ilmiah Siswa Tindakan Siklus II

  1. Hasil belajar siswa

Berdasarkan data hasil tes yang dilakukan pada akhir tindakan Siklus I, dapat diketahui bahwa nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90.00 dan nilai terendah adalah 65.00. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 73.08.  Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 73.08 > KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00. Atas dasar hal tersebut siswa secara klasikal dianggap sudah mencapai ketuntasan belajar.

Ditinjau dari ketuntasan belajar, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 adalah 13 orang siswa atau 100.00% dari jumlah siswa. Sedangkan jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar sudah tidak ada. Berdasarkan hal tersebut, maka indikator penguasaan penuh secara klasikal, berupa tercapainya > 80.00% jumlah siswa  sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 65.00 sudah terlampaui.Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 14

Data Ketuntasan Belajar Siswa pada Tindakan Siklus II

No.

Ketuntasan

Jumlah

%

1

Tuntas

13

100.00%

2

Belum Tuntas

0

00.00%

Jumlah

10

100.00%

Nilai Rata-rata

73.08

Berangkat dari kondisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru pada tindakan Siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan terlampauinya indikator keberhasilan tindakan berupa nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa.Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 8 Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Tindakan Siklus II

Hasil refleksi tindakan pembelajaran Siklus II dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Penggunaan pembelajaran metode demonstrasi pada tindakan Siklus I dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap kategori ilmiah dan cukup ilmiah dari sebesar 53.85% pada kondisi awal meningkat menjadi 76.92% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 90.00% pada tindakan Siklus II. 2) Penggunaan pembelajaran metode demonstrasi pada tindakan Siklus I dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 64.62 pada kondisi awal menjadi 67.69 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I, kemudian meningkat menjadi 73.08 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 38.46% pada kondisi awal meningkat menjadi 76.92% pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II. 3) Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I berupa indikator penguasaan penuh dengan tingkat ketuntasan belajar siswa > 80.00%, sudah tercapai pada tindakan Siklus II yaitu dengan tercapainya ketuntasan kelas sebesar 100.00% dari jumlah siswa. Atas dasar hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran metode demonstrasi  berhasil meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi “Perkembangbiakan Tumbuhan” bagi siswa kelas II  semester I SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru tahun pelajaran 2015/2016.

  1. Pembahasan Hasil Tindakan

Hipotesis tindakan yang menyebutkan bahwa “Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap ilmiah kategori ilmiah dan cukup ilmiah pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.Hasil pengamatan pada kondisi awal menunjukkan bahwa sikap ilmiah siswa cukup rendah. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya siswa dengan sikap ilmiah kategori ilmiah dan cukup ilmiah baru mencapai 53.85%.

Berangkat dari kondisi tersebut, guru melakukan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan metode demonstrasi dalam pembelajaran IPA materi “Perkembangbiakan Tumbuhan”. Langkah perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus I berhasil meningkatkan sikap ilmiah siswa. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap ilmiah kategori ilmiah dan cukup ilmiah dari sebesar 53.85% pada kondisi awal, meningkat menjadi 76.92% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 90.00% pada tindakan Siklus II.Peningkatan sikap ilmiah pada setiap siklus tindakan yang dilakukan dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 15

Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II

No.

Kategori Sikap

Kondisi Awal

Siklus I

Siklus II

Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

1.

Ilmiah

2

15,38%

4

30,77%

7

53.85

2.

Cukup Ilmiah

5

38,46%

6

46,15%

5

38.46

3.

Kurang Ilmiah

6

46,15%

3

23,08%

1

7.69

Jumlah

13

100.00

13

100.00

13

100.00

         Peningkatan sikap ilmiah pada tabel di atas, selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.

Gambar 9 Diagram Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II

Pembelajaran metode demonstrasi dapat meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa kelas II semester I SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 64.62 atau di bawah KKM yang ditetapkan dengan KKM > 65.00. Hal tersebut mendorong untuk perlunya dilaksanakan perbaikan pembelajaran, yaitu melalui pembelajaran metode demonstrasi.

Perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru cukup efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa pada akhir tindakan Siklus I mengalami peningkatan dibandingkan dengan hasil belajar pada kondisi awal, yaitu meningkat dari 64.62 menjadi 67.69. Tingkat ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 38.46% pada kondisi awal, meningkat menjadi sebesar 76.92% pada akhir tindakan Siklus I.

Peningkatan hasil belajar yang diperoleh pada tindakan Siklus I dipandang belum optimal sehingga guru melakukan perbaikan pada tindakan Siklus II. Perbaikan yang dilakukan adalah dengan memperbanyak jumlah kelompok sehingga anggota masing-masing kelompok menjadi lebih sedikit. Perubahan tersebut mendorong siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Perbaikan yang dilakukan guru berdampak positif dengan meningkatnya nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada akhir tindakan Siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai rata-rata pada akhir tindakan Siklus I, yaitu meningkat dari 67.69 menjadi 73.08. Tingkat ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 76.92% pada akhir tindakan Siklus I, meningkat menjadi sebesar 100.00% pada akhir tindakan Siklus II. Atas dasar hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa kelas II semester I SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016.

Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut.

Tabel 16

Prestasi Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Siklus II

No.

Ketuntasan Belajar

Kondisi Awal

Siklus I

Siklus II

Jmlh

%

Jmlh

%

Jmlh

%

1.

Tuntas

8

61,54

10

76.92

13

100.00

2.

Belum Tuntas

5

38.46

3

23.08

0

0.00

Jumlah

13

100.00

13

100.00

13

100.00

Nilai Rata-rata

64.62

67.69

73.08

Nilai Tertinggi

75.00

80.00

90.00

Nilai Rata-rata

60.00

60.00

65.00

Data peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran IPA dari kondisi awal hingga akhir tindakan Siklus II pada tabel di atas selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut.

Gambar 10 Diagram Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Siklus II

Peningkatan nilai hasil belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II pada tabel di atas selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut.

Gambar 11 Diagram Peningkatan Nilai Hasil Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Siklus II

Hasil-hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa pembelajaran metode demonstrasi yang dilakukan oleh guru dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Peningkatan prestasi belajar tersebut dikaitkan dengan adanya penciptaan suasana belajar yang menyenangkan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut memungkinkan siswa dan guru sama-sama aktif terlibat dalam pembelajaran. Guru mengupayakan cara kreatif untuk melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa juga didorong agar kreatif berinteraksi dengan teman, guru, materi pelajaran dan segala alat bantu belajar, sehingga hasil pembelajaran meningkat.

P E N U T U P

Simpulan

Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan analisis, maka selanjutnya dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

  1. Hipotesis tindakan yang menyebutkan bahwa “Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah siswa dengan sikap ilmiah kategori ilmiah dan cukup ilmiah pada setiap siklus tindakan yang dilakukan..
  2. Hipotesis tindakan yang menyebutkan bahwa “Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas II semester I SD Negeri Tawang 02 Kecamatan Weru Sukoharjo tahun pelajaran 2015/2016” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
  1. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 64.62 pada kondisi awal menjadi 67.69 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I, kemudian meningkat menjadi 73.08 pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.
  2. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 61.54% pada kondisi awal meningkat menjadi 76.92% pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 100.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.

Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut.

Bagi Siswa

Siswa disarankan untuk mengembangkan sikap ilmiah secara optimal sehingga hasil belajar semakin meningkat.

Bagi Guru Kelas

Guru kelas disarankan untuk mau menggunakan metode pembelajaran yang inovatif guna memberikan pengalaman belajar yang baru bagi siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Al,Muhammad. 2010. Strategi Belajar Mengajar.Bandung: CV Maulana.

Anni, Catharina Tri. 2005. Psikologi Pendidikan. Semarang : UPT MKK UNNES.

Anwar, Herson. 2009. “Penilaian Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains”. Jurnal Pelangi Ilmu Vol. 2 No. 5, Mei 2009, hal. 103-114.

Arifin .2011. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar baru

Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan: untuk Guru, Kepala Sekolah & Pengawas. Yogyakarta: Aditya Media.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, S.B. 2010. Psikologi Belajar. Rineka Cipta: Jakarta.

Djojosoediro, Wasih. 2008. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA di SD. Bandung: UPI.

Indrawati dan Setiawan. 2009. Keterampilan Proses Sains. Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam.

Iskandar, Yul. 2004. Tes, Bakat, Minat, Sikap dan Personality MMPI-DG, Jakarta: Yayasan Darma Graha.

Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Radjawali Press.

Sadiman, Arief S. 2009. Media pendidikan: pengeratian, pengembangan, dan pemanfaatannya. Jakarta: Cv. Rajawali.

Sagala, S. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta: Bandung.

Soetriono, Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Andi Offset.

Sudjana, Nana. 2012. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Susilowati. 2013. “Integrated Science Worksheet Pembelajaran IPA SMP Dalam Kurikulum 2013Makalah. Disampaikan dalam PPM “Diklat Pengembangan Student Worksheet ntegrated Science bagi Guru SMP/MTs di Kabupaten Sleman” Tanggal 24 Agustus 2013.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.

Winkel. 2012. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Wiriaatmadja. 2006. Metode Penelitian.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya Offset

Oleh: Sri Pitulasi  S. Pd.

SD Negeri Tawang 02, Weru,Sukoharjo

NIP. 19620817 198405 2 002