Penelitian dan Pengembangan

Penelitian dan Pengembangan merupakan “jembatan” antara Basic Research dan Applied Research. (Sumber: Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development/ R&D, 2015). Penelitian dan pengembangan adalah proses yang digunakan dalam mengembangkan dan memvalidasi produk sedangkan Sugiyono sendiri (2015: 30) mengartikan metode penelitian dan pengembangan sebagai cara ilmiah untuk meneliti, merancang, memproduksi dan menguji validitas produk yang telah dihasilkan. Selanjutnya kegiatan penelitian dan pengembangan dapat disingkat menjadi 4P (Penelitian, Perancangan, Produksi dan Pengujian). Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan jika metode penelitian dan pengembangan adalah metode yang digunakan untuk mengembangkan sebuah produk baik itu berupa produk baru atau penyempurnaan produk lama hingga pada menguji keefektifitasannya. Penelitian dan pengembangan sering disebut sebagai “jembatan” antara penelitian dasar (basic research) dengan penelitian terapan (applied research). Berikut ilustrasi pendekatan penelitian kuantitatif dan kualitatif.

Penelitian dasar bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru tentang kejadian pokok/dasar sedangkan penelitian terapan (applied research) bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar berikut:

Model Pengembangan

Secara metodologis penelitian dan pengembangan mempunyai empat tingkatan/level yaitu (Sugiyono; 2015):

  1. Penelitian dan pengembangan level 1, yaitu peneliti melakukan penelitian hanya sebatas menghasilkan sebuah rancangan dan tidak melakukan pembuatan produk maupun pengujiannya
  2. Penelitian dan pengembangan level 2, yaitu peneliti tidak melakukan penelitian tetapi langsung melakukan pengujian terhadap produk yang telah ada
  3. Penelitian dan pengembangan level 3, yaitu peneliti melakukan penelitian terhadap produk yang telah ada dan menguji kefektifan produk
  4. Penelitian dan pengembangan level 4, yaitu peneliti melakukan penelitian untuk merancang produk baru, membuatnya dan menguji keefektifan produk tersebut.

Prosedur Pengembangan

Dalam metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) ada beberapa prosedur yang dikemukakan, dalam penelitian ini peneliti menggunakan langkah-langkah penelitian yang dikemukakan oleh Thiagarajan (1974). Langkah-langkah tersebut dapat disingkat menjadi 4D (Define, Design, Development, and Dissemination).

Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan menurut Thiagajaran (1974)

(Sumber: Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development/ R&D, 2015).

Model-model Penelitian dan Pengembagan

Research and Development (Penelitian dan Pengembangan) merupakan metode penelitian untuk mengembangkan dan menguji produk yang nantinya akan dikembangkan dalam dunia pendidikan. Terdapat berbagai macam model penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam Research and Development ini, berikut ini macam-macam model yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan (Amali etal., 2019).

Dalam model pengembangan, Borg and Gall memuat panduan sistematika langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti agar produk yang dirancangnya mempunyai standar kelayakan. Dengan demikian, yang diperlukan dalam pengembangan ini adalah rujukan tentang prosedur produk yang akan dikembangkan. Uraian model pengembangan Borg dan Gall, dijelaskan sebagai berikut.

Educational research and development (R & D) is a process used to develop and validate educational products. The steps of this process are usually referred to as the R & D cycle , which consists of studying research findings pertinent to the product to be developed, developing the product based on the finding, field testing it in the setting where it wil be used eventually, and revising it to correct the deficiencies found in the field testing stage. In indicate that product meets its behaviorally defined objectives. (Borg & Gall, 1983:772)

  1. Model Pengembangan Borg dan Ga l

Menurut (Borg & Ga l, 1983) model pengembangan ini menggunakan alur air terjun (waterfall) pada tahap pengembangannya. Model pengembangan Borg dan Ga l ini memiliki tahap-tahap yang relatif panjang karena terdapat 10 langkah pelaksanaan:

Langkah tersebut ditunjukkan pada bagan berikut:

A diagram of a product testing process

Description automatically generated

Gambar 1. Model Penelitian Pengembangan(Borg & Gall, 1983)

Tahap yang dilaksanakan pada pengembangan penelitian ini secara rinci sebagai berikut.

  1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data melalui survei), termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja penelitian
  2. Planning (perencanaan), termasuk dalam langkah ini merumuskan kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan permasalahan, menentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, dan jika mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan secara terbatas
  3. Develop preliminary form of product (pengembangan bentuk permulaan dari produk), yaitu mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan.        Termasuk dalam langkah iniadalah persiapan komponen pendukung, menyiapkan pedomandan buku petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadapkelayakan alat-alat pendukung
  4. Preliminary field testing (ujicoba awal lapangan), yaitu melakukan uji coba lapangan awal dalam skala terbatas. Dengan melibatkan subjek sebanyak 6 – 12 subjek. Pada langkah ini pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan dengan cara wawancara, observasi atau angket
  5. Main product revision (revisi produk), yaitu melakukan perbaikan terhadap produk awal yang dihasilkan berdasarkan hasil uji coba awal. Perbaikan ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam uji coba terbatas, sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang siap diujicobakan lebih luas
  6. Main field testing (uji coba lapangan), uji coba utama yang melibatkan seluruh peserta didik
  7. Operational product revision (revisi produk operasional), yaitu melakukan perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil uji coba lebih luas, sehingga produk yang dikembangkan sudah merupakan desain model operasional yang siap divalidasi
  8. Operational field testing (uji coba lapangan operasional), yaitu langkah uji validasi terhadap model operasional yang telah dihasilkan
  9. Final product revision (revisi produk akhir), yaitu melakukan perbaikan akhir terhadap model yang dikembangkangunamenghasilkan produk akhir (final)
  10. Dissemination and implementation, yaitu langkah menyebarluaskan produk/model yang dikembangkan dan menerapkannya di lapangan.

Model pengembangan Borg dan Ga l ini memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dari model ini yaitu mampu menghasilkan suatu produk dengan nilai validasi yang tinggi dan mendorong proses inovasi produk yang tiada henti, sedangkan untuk kelemahan dari model ini yaitu memerlukan waktu yang relatif panjang, karena prosedur realtif kompleks dan memerlukan sumber dana yang cukup besar.

  1. Model Pengembangan 4D

Menurut (Thiagarajan, 1974) terdiri dari empat tahap pengembangan.Tahap pertama Define atau sering disebut sebagai tahap analisis kebutuhan, tahap kedua adalah Design yaitu menyiapkan kerangka konseptual model dan perangkat pembelajaran, lalu tahap ketiga Develop, yaitu tahap pengembangan melibatkan uji validasi atau menilai kelayakan media, dan terakhir adalah tahap Disseminate, yaitu implementasi pada sasaran sesungguhnya yaitu subjek penelitian. Berikut adalah contoh desain pengembangan produk model pembelajaran.

Gambar 2. Langkah-langkah Pengembangan 4D

Adapun rincian tahapan pengembangan sebagai berikut:

  1. Tahap Define (Pendefinisian)

Tahap awal dalam model 4D ialah pendefinisian terkait syarat pengembangan. Sederhananya, pada tahap ini adalah tahap analisis kebutuhan. Dalam pengembangan        produk pengembang perlu mengacu kepada syarat pengembangan, manganalisis dan mengumpulkan informasi sejauh mana pengembangan perlu dilakukan.

Tahap pendefinisian atau analisis kebutuhan dapat dilakukan melalui analisis terhadap penelitian terdahulu dan studi literatur. (Thiagarajan, 1974) menyebut ada lima kegiatan yang bisa dilakukan pada tahap define, yakni meliputi:

  1. Front-end Analysis (analisis Awal). analisis awal dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran sehingga melatarbelakangi perlunya pengembangan. Dengan melakukan analisis awal peneliti/ pengembang memperoleh gambaran fakta dan alternatif penyelesaian. Hal ini dapat membantu dalam menentukan dan pemilihan perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan.
  2. Learner Analysis (analisis Peserta Didik) analisis peserta didik merupakan kegiatan mengidentifikasi bagaimana karakteristik peserta didik yang menjadi target atas pengembanganperangkat pembelajaran. Karakteristik yang dimaksud ialah berkaitan dengan kemampuan akademik, perkembangan kognitif, motivasi dan keterampilan individu yang berkaitan dengan topik pembelajaran, media, format, dan bahasa.
  3. Task Analysis (analisis Tugas). analisis tugas bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan yang dikaji peneliti untuk kemudian dianalisis ke dalam himpunan keterampilan tambahan yang mungkin diperlukan. Dalam hal ini, pendidik menganalisis tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar peserta didik bisa mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan.
  4. Concept Analysis (analisis Konsep). Dalam analisis konsep dilakukan identifkasi konsep pokok yang akan diajarkan, menuangkannya dalam bentuk hirarki, dan merinci konsep-konsep individu ke dalam hal yang kritis dan tidak relevan. analisis konsep selain menganalisis konsep yang akan diajarkan juga menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan secara rasional.
  5. Specifying Instructional Objectives (Perumusan Tujuan Pembelajaran) Perumusan tujuan pembelajaran berguna untuk merangkum hasil dari analisis konsep (concept analysis) dan analisis tugas (task analysis) untuk menentukan perilaku objek penelitian.

2. Tahap Design (Perancangan)

Tahap kedua dalam model 4D adalah perancangan (design). Ada 4 langkah yang harus dilalui pada tahap ini yakni constructing criterion-referenced test (penyusunan standar tes), media selection (pemilihan media), format selection (pemilihan format), dan initial design(rancangan awal).

  1. Constructing Criterion-Referenced Test (Penyusunan Standar Tes) Penyusunan standar tes adalah langkah yang menghubungkan tahap pendefinisan dengan tahap perancangan. Penyusunan standar tes didasarkan pada hasil analisis spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis peserta didik. Dari hal ini disusun kisi-kisi tes hasil belajar. Tes disesuaikan dengan kemampuan kognitif peserta didik dan penskoran hasil tes menggunakan panduan evaluasi yang memuat penduan penskoran dan kunci jawaban soal.
  2. Media Selection (Pemilihan Media). Secara garis besar pemilihan media dilakukan untuk identifikasi media pembelajaran yang sesuai/relevan dengan karakteristik materi. Pemilihan media didasarkan kepada hasil analisis konsep, analisis tugas, karakteristik peserta didik sebagai pengguna, serta rencana penyebaran menggunakan variasi media yang beragam. Pemilihan media harus didasari untuk memaksimalkan penggunaan bahan ajar dalam proses pengembanan bahan ajar pada proses pembelajaran.
  3. Format Selection (Pemilihan Format). Pemilihan format dalam pengembanganperangkat pembelajaran bertujuan untuk merumuskan rancangan media pembelajaran, pemilihan strategi, pendekatan, metode, dan sumber pembelajaran.
  4. Initial Design (Rancangan Awal). Rancangan awal adalah keseluruhan rancangan perangkat pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilakukan. Rancangan ini meliputi berbagai aktifitas pembelajaran yang terstruktur dan praktik kemampuan pembelajaranyang berbedamelalui praktik mengajar(Microteaching).

3. Tahap Develop (Pengembangan)

Tahap ketiga dalam pengembangan perangkat pembelajaran model 4D adalah pengembangan (develop). Tahap pengembangan merupakan tahap untuk menghasilkan sebuah produk pengembangan.Tahap ini terdiri dari dua langkah yaitu expert appraisal (penilaian ahli) yang disertai revisi dan developmental testing (uji coba pengembangan).

  1. Expert Appraisal (Penilaian Ahli). Expert appraisal merupakan teknik untuk mendapatkan saran perbaikan materi. Dengan melakukan penilaian oleh ahli dan mendapatkan saran perbaikan perangkat pembelajaran yang dikembangkanselanjutnya direvisi sesuai saran ahli. Penilaian ahli diharapkan membuat perangkat pembelajaranlebih tepat,efektif, teruji, danmemiliki teknik yang tinggi.
  2. Developmental Testing (Uji Coba Pengembangan). Uji coba pengembangan dilaksanakan untuk mendapatkan masukan langsung berupa respon, reaksi, komentar peserta didik, para pengamatatas perangkatpembelajaran yang sudahdisusun. Uji coba dan revisi dilakukan berulang dengan tujuan memperoleh perangkat pembelajaran yang efektif dan konsisten.

4. Tahap Disseminate (Penyebarluasan)

Tahap terakhir dalam pengembangan perangkat pembelajaran model 4D ialah tahap penyebarluasan. Tahap akhir pengemasan akhir, difusi, dan adopsi adalah yang paling penting meskipun paling sering diabaikan.

Tahap penyebarluasan dilakukan untuk mempromosikan produk hasil pengembangan dapat  diterima pengguna oleh individu, kelompok, atau sistem. Pengemasan materi harus selektif agar menghasilkan bentuk yang tepat.Terdapat tiga tahap utama dalam tahap disseminate yakni validation testing, packaging, serta diffusion and adoption.

Dalam tahap validation testing, produk yang selesai direvisi pada tahap pengembangand implementasikan pada target atau sasaran sesungguhnya. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Selanjutnya setelah diterapkan, peneliti/pengembang perlu mengamati hasil pencapaian tujuan, tujuan yang belum dapat tercapai harus dijelaskan solusinya agar tidak berulang saat setelah produk disebarluaskan.

Pada tahap packaging serta diffusion and adoption, pengemasan produk dilakukan dengan mencetak buku panduan penerapan yang selanjutnya disebarluaskan agar dapat diserap (difusi) atau dipahami orang lain dan dapat digunakan(diadopsi) pada kelas mereka.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diseminasi/penyebarluasan adalah analisis pengguna, strategi dan tema, pemilihan waktu penyebaran, dan pemilihan media penyebaran.

Kelebihan model 4D yaitu tidak membutuhkan waktu yang realtif lama, karena tahapan relatif tidak terlalu kompleks. Kelemahan Model 4D yaitu di dalam model 4D hanya sampai pada tahapan penyebaran saja, dan tidak ada evaluasi, dimana evaluasi yang dimaksud adalah mengukur kualitas produk yang telah diujikan, uji kualitas produk dilakukan untuk hasil sebelum dan sesudah menggunakan produk.

CONTOH 1: Prosedur pengembangan 4D

Skema prosedur pengembangan 4D pada pengembangan video OSM untuk membuat peta digital format shapefile dengan Global Mapper pengembangan dalam bidang pendidikan.

  1. Model Pengembangan ADDIE

Menurut Dick et al. (2005) mengembangkan model model pengembangan yaitu model ADDIE, model  tersebut terdiri dari lima tahapan pengembangan.

ADDIE MODEL – Nur hidayati hanafi

Gambar 3. Langkah-langkahPengembanganADDIE

Model yang melibatkan tahap-tahap pengembangan model dengan lima langkah/fase pengembangan meliputi: Analysis, Design, Development of Production, Implementation or Delivery dan Evaluations.

Tahap Model Penelitian Pengembangan ADDIE

  1. Analysis

Dalam model penelitian pengembanganADDIE tahappertamaadalah menganalisis perlunya pengembangan produk (model, metode, media, bahan ajar) baru dan menganalisis kelayakan serta syarat-syarat pengembanganproduk. Pengembangan suatu produk dapat diawali oleh adanya masalah dalam produk yang sudah ada/diterapkan.Masalah dapa muncul dan terjadi karena produk yang ada sekarang atau tersedia sudah tidak relevan dengan kebutuhan sasaran, lingkungan belajar, teknologi, karakteristik pesertadidik dansebagainya.

  1. Design

Kegiatan desain dalam model penelitian pengembanganADDIE merupakanproses sistematik yang dimulai dari merancangkonsepdankontendi dalam produktersebut. Rancangan ditulis untuk masing-masingkonten produk. Petunjuk penerapandesain atau pembuatanproduk diupayakan ditulis secara jelas dan rinci. Pada tahap ini rancangan produk masih bersifat konseptual dan akan mendasari proses pengembangandi tahap berikutnya.

  1. Development

Development dalam model penelitian pengembangan ADDIE berisi kegiatan realisasi rancangan produk yang sebelumnya telah dibuat. Pada tahap sebelumnya, telah disusun kerangka konseptual penerapan produk baru. Kerangka yang masih konseptual tersebut selanjutnya direalisasikan menjadi produk yang siap untuk diterapkan. Pada tahap ini juga perlu dibuat intrumen untuk mengukur kinerja produk.

  1. Implementation

Penerapan produk dalam model penelitian pengembanganADDIE dimaksudkan untuk memperoleh umpan balik terhadap produk yang dibuat/dikembangkan. Umpan balik awal (awal evaluasi) dapatdiperoleh denganmenanyakanhal-halyang berkaitan dengan tujuan pengembangan produk. Penerapan dilakukan mengacu kepada rancangan produk yang telah dibuat.

  1. Evaluation

Tahap evaluasi pada penelitian pengembanganmodel ADDIE dilakukan untuk memberi umpan balik kepada pengguna produk, sehingga revisi dibuat sesuai dengan hasil evaluasi atau kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh produk tersebut.Tujuan akhir evaluasi yakni mengukurketercapaian tujuan pengembangan.

Prinsip-prinsip Action Research

PRINSIP-PRINSIP ACTION RESEARCH Richard Winter dalam Rory O’Brien (1998) memberikan enam ringkasan komprehensif dari prinsip-prinsip utama action research:

  1. Kritis-Reflektif (Reflexive critique) Kebenaran dalam setting sosial bergan tung pada yang menyampaikan. Prinsip reflektif-kritis memastikan orang berpikir mendalam pada berbagai isu dan proses, dan menjelaskan berbagai interpretasi, bias, asumsi, dan hubungan dimana justifikasi dirancang. Dengan cara ini, catatan-catatan praktis dapat meningkatkan pertimbangan teoritis.
  2. Kritis-dialogis (Dialectical critique) Realita, khususnya realita sosial , divalidasi berdasarkan kesepakatan. Fenomena dikonsepsikan secara dialogis, dimana kritik dialogis diperlukan untuk memahami sekumpulan hubungan diantara fenomena dan konteksnya , dan diantara elemen-elemen yang membentuk fenomena tersebut . Elemen-elemen kunci untuk memfokuskan perhatian pada fenomena tersebut adalah bagian-bagian pembentuk yang tidak stabil, atau yang bertentangan satu sama lain. Inilah yang seringkali menciptakan perubahan. Karena perubahan lebih mudah dilakukan jika ada kesadaran perlunya perubahan bersama. Hal ini akan sulit dilakukan jika elemen-elemen yang ada cenderung pada status quo.
  3. Kolaborasi Sumber daya (Collaborative Resource) Partisipan dalam proyek actions research merupakan anggota peneliti. Prinsip Kolaborasi Sumberdaya menganggap bahwa tiap ide individu merupakan sumberdaya yang sama-sama signifikan dalam membuat pengelompokan pemaknaan analisis, yang dinegosiasikan diantara para partisipan. Hal ini mengupayakan pencegahan dominasi pencetus/ pemegang ide awal semata, dan memungkinkan adanya pengumpulan informasi mendalam baik dalam satu sudut pandang ataupun berbagai sudut pandang.
  4. Risiko Proses perubahan berpotensi merubah cara-cara melakukan sesuatu yang sebelumnya mapan . Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan psikologis diantara para pelaksana/ pihak yang terkait. Salah satu ketakutan utama, datang dari risiko adanya pembatasan ego yang ditimbulkan dari diskusi terbuka terhadap interpretasi, ide, dan penilaian-penilaian seseorang. Inisiator penelitian tindakan akan menggunakan hal ini untuk mengatasi berbagai ketakutan dan mengundang partisipasi dengan menekankan bahwa mereka juga akan diikutsertakan sebagai pelaku dalam proses yang sama, dan apapun hasilnya, akan ada pembelajaran dalam proses ini.
  5. Struktur yang Plural (Plural Structure) Hal alami dalam penelitian adalah pembentukan berbagai macam pandangan, komentar, kritik, yang mengarahkan pada berbagai hal interpretasi dan tindakan. Penyelidikan struktur yang plural ini memerlukan teks yang plural pula dalam pelaporannya. Hal ini berarti akan ada beberapa catatan yang dibuat dengan jelas, dengan kompentar-komentar terhadap kontradiksi yang ada, dan rentang pilihan-pilihan untuk pelaksanaan tindakan. Karena itu, laporan lebih digunakan sebagai pendukung dalam pembahasan berkelanjutan diantara para kolaborator daripada sebagai sebuah kesimpulan final suatu fakta.
  6. Teori, praktik, perubahan (Theory, Practice, Transformation) Bagi peneliti action research, teori memberi informasi dalam praktik, dan praktik menghasilkan pengembangan teori , dan keduanya berlangsung berkelanjutan. Dalam beberapa rancangan, tindakan seseorang didasarkan atas asumsi, teori, dan hipotesis yang dianut, serta tiap hasil yang teramati kemudian akan memben tuk pengembangan teoritis. Keduanya merupakan aspek yang saling terkait dalam proses perubahan. Proses ini bergantung dari para peneliti dalam membuat justifikasi teoritis pada tindakan-tindakan yang diambil, dan mengembangkan dasar-dasar justifikasi tersebut. Terapan praktik berikutnya digunakan untuk analisis selanjutnya dalam siklus perubahan yang secara berkelanjutan bergantian dengan penekanan pada teori dan praktik sekaligus.

Jenis-Jenis Action Research

O’Brien (1983) membagi jenis action research menjadi empat aliran besar yang dikenal pada pertengahan tahun 1970-an. Empat aliran ini adalah:

  1. Traditional action research Pendekatan aliran ini cenderung konservatif , biasanya mempertahankan status quo pada struktur kekuatan dan kekuasaan organisasi. Metode ini diambil dari yang biasa digunakan oleh Kurt Lewin (“bapak” action research) dalam organisasi yang sering digunakan dalam hal Pengembangan Organisasi, Kualitas Kehidupan Kerja, dan Sistem Sosial- Teknik (seperti sistem informasi), dan Demokrasi Organisasi.
  2. Contextural Action Research (Action Learning) Disebut Contextural karena mencoba menyusun kembali hubungan struktural diantara para pelaku dalam suatu lingkungan sosial; melibatkan semua pihak dan stakeholders yang terkait (domain based); tiap partisipan memahami kerja keseluruhannya (holographic); dan menekankan bahwa para partisipan bertindak sebagai perancang proyek dan anggota peneliti.
  3. Radical Action Research Aliran ini menfokuskan pada emansipasi (pembebasan) dan mengatasi ketidakseimbangan kekuasaan. Aliran ini berakar dari dialektikal-materialisme marxis yang cenderung radikal dan revolusioner. Partisipatory Action Research tergolong dalam jenis ini.
  4. Educational Action Research Berasal dari aliran yang ditulis oleh John Dewey, seorang filusuf pendidikan besar Amerika pada tahun 1920-1930-an yang percaya bahwa seorang pendidik harus terlibat dalam pemecahan masalah komunitasnya. Pada praktiknya, biasanya fokus pada pengembangan kurikulum, pengembangan profesional, dan menerapkan pembelajaran dalam konteks sosial. Aliran ini sering digunakan dalam proyek kerja penelitian tindakan perguruan tinggi, dengan guru-guru dan siswa sekolah dasar dan menengah pada program-program pengembangan komunitas (sekolah).

Dalam sumber referensi lain (anonim, 2009), disebutkan beberapa jenis action research dengan cirinya yaitu:

Action Research Sebagai Penelitian Bisnis

Dalam metode penelitian bisnis, penelitian tindakan termasuk golongan penelitian aplikasi (applied research). Selain penelitian tindakan, menurut Husein Umar (2002) penelitian aplikasi yang lain dalam dunia bisnis adalah riset pengembangan dan riset evaluasi. Tidak seperti riset dasar ( basic research) yang ditujukan untuk pengembangan ilmu semata melalui metode induktif atau deduktif, riset aplikasi ditujukan untuk dimanfaatkan langsung oleh individu maupun organisasi. Penelitian tindakan bertujuan misalnya, untuk menentukan tindakan dalam rangka pengendalian realisasi program.

Sedangkan penelitian pengembangan antara lain bermanfaat untuk pengembangan program dalam proses pengembangan produk misalnya. Sedangkan riset evaluasi bertujuan misalnya untuk melakukan penilaian secara berkala terhadap realisasi suatu tindakan, kegiatan, atau program. Penggunaan penelitian tindakan terutama untuk melaksanakan dua tugas pokok, yaitu:

  1. Mengidentifikasi masalah, dan
  2. Mengatasi masalah. Kedua bentuk riset yang berbeda ini, jika dihubungkan dengan bidang pemasaran, menurut Maholtra dapat dijelaskan dalam contoh sebagai berikut (Husein Umar, 2003): Suatu bank memproduksi suatu layanan produk, misalnya kartu kredit. Produk ini pada gilirannya akan dipromosikan, dibeli, dan dimanfaatkan oleh pelanggannya.

Contoh Penerapan

Referensi:

  1. Albet Maydiantoro. ACTION RESEARCH : DESAIN PENELITIAN INTEGRATIF UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN MASYARAKAT Hasan
  2. Amali, K., Kurniawati, Y., & Zulhiddah, Z. (2019). PengembanganLembar Kerja Peserta Didik Berbasis Sains Teknologi Masyarakat padaMata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar. Journal of Natural Science Integration, 2(2), 191-202.
  3. Borg, & Gall. (1983). Educational research:An introduction.In: New York Longman. Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O. (2005).The systematicdesignof instruction.
  4. Hamdani.(2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
  5. Thiagarajan, S. (1974). Instructional developmentfor training teachersof exceptional children: A sourcebook.
  6. https://eprints.uny.ac.id/67452/5/5.%20Bab%20III%20.pdf.

Bahan ajar disusun oleh tim dataaksi.id untuk pembelajaran MK. Metodologi Penelitian dan Seminar Konsemntrasi di Bisnis Digital FEB UNM.