Published using Google Docs
Modul 2_LITERASI INFORMASI DAN LIFELONG LEARNING.docx
Updated automatically every 5 minutes


LITERASI INFORMASI DAN LIFELONG LEARNING

Pendahuluan

Perubahan yang terjadi secara cepat terkait teknologi dan informasi dari hari ke hari kian membuat membludaknya informasi. Siklus ini terus terjadi berulang layaknya sebuah roda dan menetapkan setidaknya terdapat tingkat perkembangan yang menempatkan posisi informasi-informasi tersebut sebagai pusat informasi secara individualis maupun kemasyarakatan. Di masyarakat, perubahan informasi selalu hadir diseluruh bagian kehidupan sehingga turut mempengaruhi kebutuhan informasinya, dan perubahan itu sendiri didasarkan pada inovasi ekonomi maupun teknologi yang membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas pada masing-masing bidang. Selain itu dalam sebuah society (lingkungan kemasyarakatan) informasi dapat dengan cepat dan padat tersebar keseluruh lapisan masyarakat, dan mayoritas individu pada usia produktif memiliki keterampilan dasar dalam mencari dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang ia hadapi, meskipun begitu kemampuan tersebut belumlah dapat tercerna dengan baik sepenuhnya.

        Di masa lalu, penyebaran informasi yang masih menggunakan kertas membuat penyebaran informasi terbilang lambat, karena informasi baru bisa diketahui setelah kertas tersebar di berbagai lokasi, sehingga keterampilan dasar seperti membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara sudahlah cukup untuk menjadikannya ‘Information consumer’. Akan tetapi dalam konsep masyarakat informasi, hal ini tidak berlaku karena perubahan laju informasi yang cepat membuat informasi tersebut bisa saja kehilangan relevansinya dengan cepat pula, sehingga dibutuhkan keterampilan yang memadai untuk mengimbangi percepatan laju informasi yang terjadi ini. Dalam lingkungan informasi seperti saat ini, setiap individu harus mampu untuk terus berkembang meningkatkan keterampilan maupun pemahaman mengenai informasi dalam diri mereka sendiri dengan jangka waktu tertentu agar dapat dikatakan sebagai orang yang berkualitas. Oleh karena itu, individu yang berada dilingkungan masyarakat informasi berada dalam proses belajar berkelanjutan sepanjang hayat dengan mempraktikkan apa yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.

        Individu yang berada ditengah masyarakat informasi haruslah terus berkembang dan belajar sepanjang hidupnya. Dengan kata lain, konsep masyarakat informasi membutuhkan individu yang terus berkembang seiring perkembangan teknologi dan informasi serta memiliki motivasi untuk belajar seumur hidup, dan di era informasi seperti saat ini, pembelajaran sepanjang hayat mengacu pada proses belajar yang berlangsung terus menerus sepanjang hidup dan bersifat fleksibel karena dapat dilakukan sesuai keinginan tidak terbatas dengan ruang maupun waktu, untuk beradaptasi dengan kondisi yang selalu berubah. Lifelong learning juga berarti menciptakan peluang baru bagi individu dengan memperbarui keterampilan dasar atau memberikan peluang pendidikan yang lebih maju.

Literasi informasi merupakan keterampilan penting yang perlu dimiliki oleh pustakawan pada era informasi seperti saat ini, sehingga literasi informasi bagi pustakawan tidak hanya diukur dengan kemampuan melek huruf atau sekedar bisa membaca. Dengan memiliki kemampuan literasi informasi, diharapkan pustakawan bisa memiliki kesadaran akan kebutuhan informasi serta solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu, pustakawan dituntut untuk peka terhadap kebutuhan informasi pemustaka serta mampu berpikir kritis, juga bersikap sesuai etika edngan memberdayakan informasi yang dimilikinya. Tentunya kemampuan tersebut perlu diikuti dengan pemahaman metode yang efektif dan efisien dalam menelusuri dan menyediakan informasi bagi pemustaka. Di samping itu, pustakawan juga diharapkan bisa memiliki kemampuan dalam menelusuri, menyeleksi, menganalisis, mengevaluasi, dan mengelola serta memanfaatkan informasi yang dimiliki berdasarkan pada kaidah-kaidah intelektual.

Masalah utama yang dialami oleh Indonesia bukan lagi buta aksara, karena persentasenya dari tahun ke tahun terus menurun dan mayoritas penduduk sudah bisa membaca. Sehingga masalah yang dimaksud terdapat pada masyarakat yang sudah bisa membaca, namun enggan membaca. Dan dalam ilmu informasi, ketidakmauan untuk membaca disebut dengan aliterasi dan hal ini terjadi karena tidak adanya motivasi untuk membaca serta faktor lingkungan yang turut tidak membaca atau mendukung perilaku literasi itu sendiri.

Pada modul ini akan diuraikan mengenai literasi informasi dan lifelong learning secara teoritis serta kaitan, hubungan dan perbedaannya. Selain itu terdapat mengenai minat baca dan budaya baca yang mengiringi pula proses literasi informasi akan turut diuraikan.

Capaian Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mampu :

  1. Memahami konsep literasi informasi dan lifelong learning, baik secara teoritis, keterkaitannya, hubungan dan perbedaannya.
  2. Mampu menggambarkan atau menerapkan konsep literasi informasi dan lifelong learning di kehidupan sehari-hari.
  3. Mampu menjelaskan mengenai orang yang berliterasi atau berinformasi dan tujuannya.
  4. Memahami definisi, aspek-aspek yang melatarbelakangi minat baca dan budaya baca.
  5. Mampu memahami berbagai metode dalam membaca.
  6. Mampu memahami dan menerapkan kebiasaan membaca dalam kehidupan sehari-hari.
  7. Mampu menganalisis realitas di masyarakat mengenai minat baca dan budaya baca berdasarkan perspektif yang luas.

 Kegiatan Belajar 1

Literasi Informasi dalam Pendidikan, Pengajaran dan Belajar

Secara singkat, literasi informasi adalah seperangkat keterampilan atau kemampuan seseorang untuk mengetahui kebutuhan informasinya dan kapan informasi tersebut akan digunakan, mengetahui sumber informasi untuk menemukan informasi yang dibutuhkan hingga dapat menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang tepat, mengakses informasi secara efektif dan efisien termasuk pula pemahaman mengenai teknologi, memahami strategi dalam proses mencari dan menelusuri informasi, dapat memilih/menyeleksi dan mengevaluasi kualitas informasi, mampu menginterpretasikan secara kritis dan kemudian mengkomunikasikannya dilingkungan sosial (kemasyarakatan, kebudayaan dan politik) melalui etika yang baik dan bijak untuk memperoleh pengetahuan atau ilmu baru, dengan terkait instansi formal maupun informal berupa kependidikan (pembelajaran dan pemahaman).

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui literasi informasi juga berhubungan erat dengan kemampuan belajar seumur hidup (life-long education/learning).

Lifelong learning berarti ‘Pembelajaran seumur hidup’ adalah perilaku positif yang harus didapatkan dan sejalan dengan mindset positif juga. Keinginan untuk berubah dan rasa keingintahuan yang tinggi menjadi kunci untuk pembelajaran seumur hidup.

Keterkaitan Literasi Informasi Dan Lifelong Learning

Keterkaitan literasi informasi dan lifelong learning dijelaskan oleh definisi yang dikemukakan oleh American Library Association (ALA) dalam laporan akhirnya yang ditulis pada tahun 1989. Dan dapat disimpulkan bahwa :

Information literate people are those who have learned how to learn. They know how to learn because they know how knowledge is organized, how to find information and how to use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or decision at hand.” (ALA, 1989, p.1)

Dengan kata lain, Orang yang melek informasi adalah mereka yang telah belajar bagaimana caranya belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa mereka sudah mengetahui cara mengorganisasi pengetahuan, memahami cara menelusuri informasi, dan menggunakan atua memanfaatkan informasi sehingga pihak lain bisa belajar darinya. Selain itu, mereka juga orang yang menyiapkan dirinya untuk belajar sepanjang hayat dengan menemukan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari.

        Definisi lain dijelaskan oleh Massis, B.E. (2011), “Information literacy instruction in the library: now more than ever“, dikutip dalam New Library World, Vol. 112 Nos 5/6, pp. 274-7. Reviews “the literature on information literacy primarily in relation to lifelong learning and collaboration between librarians and teaching faculty. The author argues that such collaborative endeavors are essential to the success of information literacy instruction.” Secara ringkas dikatakan bahwa, hubungan informasi literasi secara primer dengan belajar seumur hidup dan kolaborasi antara pustakawan dengan seluruh lapisan masyarakat merupakan upaya yang penting dalam mewujudkan tahapan informasi literasi.

Hubungan Literasi Informasi Dan Lifelong Learning

Literasi informasi dan lifelong learning itu sendiri memiliki hubungan yang menarik, karena memiliki strategi dimana akan saling menguntungkan. Apabila salah satunya ditingkatkan maka akan berdampak lebih baik pula hasil keduanya, bahkan kesuksesan tersebut tidak hanya berlaku secara individual namun keorganisasian, kelembagaan bahkan secara nasional terhadap masyarakat informasi secara global.

Hubungan dari kedua konsep literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat memiliki beberapa persamaan, sebagai berikut :

  1. Seseorang yang memiliki dua konsep/prinsip seperti ini, cenderung dapat memotivasi diri sendiri secara tinggi dan dapat mengarahkan dirinya secara mandiri. Mereka tidak terlalu memerlukan dorongan dari orang lain, dari organisasi, bahkan sebuah sistem dari luar diri mereka masing-masing. Meskipun begitu saran dan bantuan dari teman dekat ataupun mentor akan sangat membantu.
  2. Selalu bisa memberdayakan diri. Artinya, mereka dapat atau bahkan bertujuan untuk saling membantu sesama tanpa pandang usia, terlepas dari status sosial, latar belakang keluarga dan ekonomi, dan lain sebagainya.
  3. Mereka bergerak dengan sendirinya. Artinya, semakin banyak orang yang melek akan informasi, semakin lama seorang individu menopang kegiatan literasi informasi yang dilakukan sekaligus dengan mempraktekkan kegiatan positif tersebut, akan semakin banyak pencerahan diri dan akan semakin bertambah apabila dilaksakanan seumur hidup.

Secara keseluruhan hubungan literasi informasi dengan pembelajaran sepanjang hayat dapat meningkatkan beberapa keterampilan sebagai berikut :

  1. Serangkaian pilihan bagi pribadi, pilihan yang terbuka, juga ditawarkan kepada seseorang dalam konteks personal, keluarga dan permasalahan masyarakat.
  2. Kualitas dan kegunaan pendidikan dan pelatihan, baik di lingkungan sekolah formal sebelum memasuki dunia kerja, maupun dilingkungan kejuruan informal atau pelatihan di tempat kerja. Agar dapat mencari pekerjaan yang sesuai maupun mempertahankan suatu pekerjaan.
  3. Dalam konteks sosial, budaya dan politik, tiap individu akan berpartisipasi secara efektif baik dalam komunitas lokal maupun komunitas yang lebih tinggi, yakni mengidentifikasi dan memenuhi tujuan dan aspirasi secara professional.

Perbedaan Literasi Informasi Dan Lifelong Learning

Perbedaan antara literasi informasi dan pembelajaran sepanjang hayat, terlihat pada definisi awal, sebagai berikut :

Literasi informasi adalah “seperangkat keterampilan” yang dapat dipelajari. Serangkaian keterampilan itu mencakup sikap/perilaku tertentu terhadap pembelajaran itu sendiri, seperti penggunaan alat yang dilakukan dalam tutorial online, penggunaan teknik saat bekerjasama dalam sebuah kelompok, dan penggunaan metode seperti ketergantungan pada seseorang yang mengajari kita (guru, pelatih, dan lain-lain).

Sedangkan, belajar sepanjang hayat itu adalah suatu kebiasaan baik yang harus diperoleh dan disertai dengan penerapan kerangka berpikir positif, kesediaan untuk berubah dan rasa ingin tahu atau haus akan pengetahuan adalah prasyarat yang sangat membantu dalam proses belajar sepanjang hayat.

Jika literasi informasi adalah seperangkat keterampilan, maka belajar seumur hidup adalah kebiasaan yang memerlukan seperangkat keterampilan tersebut.

Latihan

Untuk memperdalam pengetahuan Anda terkait modul ini, kerjakanlah latihan berikut ini!

  1. Tujuan manusia sebagai makhluk sosial untuk berliterasi atau berinformasi adalah? Jelaskan sesuai pemahaman anda!
  2. Jelaskan apa yang anda ketahui mengenai literasi informasi dan lifelong learning!
  3. Menurut anda apa keterkaitan antara literasi informasi dan lifelong learning dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari!
  4. Menurut anda apakah hubungan antara literasi informasi dan lifelong learning saling menguntungkan? Jelaskan secara ringkas!
  5. Perbedaan antara literasi informasi dan lifelong learning terletak pada segi teknis, jelaskan secara ringkas menurut pemahaman anda sekaligus contohnya!

Rangkuman

Literasi informasi adalah seperangkat keterampilan atau kemampuan seseorang untuk mengetahui kebutuhan informasinya dan kapan informasi tersebut akan digunakan, mengetahui sumber informasi untuk menemukan informasi yang dibutuhkan hingga dapat menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang tepat, mengakses informasi secara efektif dan efisien termasuk pula pemahaman mengenai teknologi, memahami strategi dalam proses mencari dan menelusuri informasi, dapat memilih/menyeleksi dan mengevaluasi kualitas informasi, mampu menginterpretasikan secara kritis dan kemudian mengkomunikasikannya dilingkungan sosial (kemasyarakatan, kebudayaan dan politik) melalui etika yang baik dan bijak untuk memperoleh pengetahuan atau ilmu baru, dengan terkait instansi formal maupun informal berupa kependidikan (pembelajaran dan pemahaman). Sedangkan lifelong learning berarti ‘Pembelajaran seumur hidup’ adalah perilaku positif yang harus didapatkan dan sejalan dengan mindset positif juga. Keinginan untuk berubah dan rasa keingintahuan yang tinggi menjadi kunci untuk pembelajaran seumur hidup.

Keterkaitan literasi informasi dan lifelong learning adalah hubungan informasi literasi secara primer dengan belajar seumur hidup dan kolaborasi antara pustakawan dengan seluruh lapisan masyarakat merupakan upaya yang penting dalam mewujudkan tahapan informasi literasi. Adapun hubungan keduanya akan saling menguntungkan karena dapat saling meningkatkan keterampilan masing-masing, seperti lebih terbuka pikirannya, berkualitas dan dalam komunitas lokal maupun internasional dapat berpartisipasi secara efektif. Sementara itu, perbedaan antara literasi informasi dan lifelong learning terletak pada teknisnya, dimana literasi informasi adalah seperangkat keterampilan, maka belajar seumur hidup adalah kebiasaan yang memerlukan seperangkat keterampilan tersebut.

Kegiatan Belajar 2

Minat Baca dan Budaya Baca

Masalah utama yang dialami oleh Indonesia bukan lagi buta aksara karena persentasenya dari tahun ke tahun turut mengecil dan mayoritas penduduk sudah bisa membaca. Sehingga masalah yang dimaksud terdapat pada mereka yang mampu membaca, namun enggan membaca. Didalam ilmu informasi, ketidakmauan untuk membaca disebut aliterasi dan hal ini terjadi karena tidak adanya motivasi untuk membaca serta faktor lingkungan yang turut tidak membaca atau mendukung perilaku literasi itu sendiri.

Adapun akar masalahnya tidak sulit dicari, karena sering terdengar dan familiar, diantaranya ialah masih kuatnya budaya dengar dan budaya lisan, yaitu tradisi mendengar dan menurut yang masih kental di masyarakat dibandingkan dengan budaya masyarakat maju yang suka membaca dan menulis, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang belum menunjang minat baca dan daya beli masyarakat, hadirnya kemajuan teknologi dan komunikasi terutama media elektronik yang kian canggih dapat menjadi ancaman untuk minat baca, serta sistem belajar mengajar dan kurikulum di sekolah atau perguruan tinggi masih terdapat kekurangan dalam menunjang kegemaran membaca dan menulis. Saat ini, bukan hanya masyarakat kelas menengah kebawah di desa-desa kecil, akan tetapi para akademisi, birokrat dan masyarakat awam ditingkat menengah atas pun tergolong malas baca dan malas tulis.

Secara istilah ‘Minat’ merupakan salah satu aspek psikis manusia yang dapat mengggerakkan seseorang untuk mencapai tujuannya. Dikutip dalam Slameto (2010), Minat (interest) adalah keadaan mental yang menghasilkan respons terhadap sesuatu, situasi atau obyek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan tersendiri (statisfiers). Sedangkan Suranto (2005) mengemukakan bahwa, minat dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk memilih atau melakukan suatu hal atau obyek tertentu diantara sejumlah obyek yang tersedia.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat merupakan salah satu aspek psikis yang menghasilkan respons terhadap sesuatu, situasi atau obyek tertentu sebagai bentuk kecenderungan setelah memilih atau melakukan suatu hal diantara pilihan yang tersedia, yang menyenangkan dan memberikan kepuasan tersendiri. Dan di disinilah peran pustakawan hadir untuk mencari solusi dalam meningkatkan minat baca melalui cara yang dapat merangsang minat membaca pemustaka. Hal ini dikarenakan koleksi yang menarik minat pemustaka akan lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat akan memberikan semangat dan motivasi pemustaka dalam membacanya.

Dengan demikian terdapat tiga aspek penting, yaitu unsur kognitif berupa sejumlah informasi dan pengetahuan mengenai obyek yang diminati, unsur emosi atau afeksi berupa rasa senang/motivasi terhadap obyek tersebut, dan unsur konasi berupa kemauan atau hasrat untuk melakukan sesuatu yang melibatkan obyek tersebut.

Minat seseorang tidak timbul secara langsung, adapun minat tersebut hadir karena pengaruh dari beberapa faktor. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi minat, antara lain sebagai berikut.

  1. Faktor internal

Faktor internal adalah sesuatu yang datangnya dari dalam diri seseorang. Menurut Reber dalam Muhibbin Syah (2005: 151) faktor internal tersebut adalah ”pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan”.

  1. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah sesuatu yang datangnya dari luar diri seseorang, seperti : motivasi dari orang tua, motivasi dari guru dan rekan, terpenuhinya prasarana dan sarana atau fasilitas, serta keadaan lingkungan.

Faktor-faktor yang menimbulkan minat pada diri seseorang terhadap sesuatu dapat digolongkan sebagai berikut.

  1. Faktor kebutuhan dari dalam. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan dalam diri.
  2. Faktor motif sosial. Timbulnya minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, penghargaan dari lingkungan masyarakat tempat ia berada.
  3. Faktor emosional. Faktor yang merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap suatu kegiatan atau objek tertentu yang berkaitan dengan perasaan.

Membaca’ berarti membuka jendela dunia, karena dengan membaca pikiran dan wawasan seseorang akan terbuka lebar untuknya. Orang yang gemar membaca akan mampu mengetahui segala hal dari informasi yang ia baca, meskipun raganya belum menjejaki seluruh pelosok dunia secara langsung.

Membaca berasal dari kata dasar ‘baca’ yang berarti memahami arti/makna tulisan. Membaca adalah proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Membaca dimaksudkan sebagai melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Sehingga dapat dikatakan bahwa, membaca tidaklah hanya memahami kata-kata yang tertulis, akan tetapi suatu upaya dalam menangkap atau menyerap konsep yang dituangkan penulis hingga memperoleh penguasaan bahkan mengkritisi bahan bacaan. (Trimo, 2000).

Definisi lain mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Hodgson dalam Tarigan, 2008).

Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Crawley dan Mountain dalam Rahim, 2007). Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa termasuk di dalamnya retorika seperti keterampilan berbahasa yang lainnya (berbicara dan menulis) (Haryadi, 2007). Membaca sendiri merupakan kegiatan yang sifatnya sangat mendasar dan merupakan fitrah manusia. Kemampuan membaca tersebut akan memberikan manfaat yang luar biasa, karena dengan membaca tidak hanya meningkatkan ilmu pengetahuan, tetapi juga kebijaksanaan, kemampuan bersosialisasi, pengendalian diri, kreativitas, inovasi, serta memanfaatkan semua peluang dan potensi yang ada baik pada dirinya sendiri maupun sekitarnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa membaca ialah kegiatan mengeja atau melafalkan tulisan yang didahului oleh kegiatan melihat dan memahami isi isi tulisan. Kegiatan melihat dan memahami ini merupakan proses yang beriringan untuk mengetahui pesan atau informasi yang tertulis, dan membutuhkan proses yang menuntut pemahaman terhadap makna kata-kata atau kalimat yang merupakan suatu kesatuan dalam pandangan secara sekilas.

Thorndike dalam hukum latihannya (law of exercise), kemahiran dalam membaca dapat kita latih berulang-ulang pada bagian-bagian pelajaran dengan urutan yang benar secara teratur untuk mendapatkan hasil yang maksimal.  Hukum kesiapan (law of readiness) juga terkait dengan salah satu prinsip pengembangan dimana kematangan menentukan siap atau tidaknya seseorang untuk belajar, karena anak tidak akan bisa menyerap pembelajaran maupun menghasilkan perubahan perilaku sampai mereka dinyatakan siap untuk menerima rangsangan belajar sesuai dengan taraf perkembangannya. Sementara kesiapan untuk memmbaca dan menulis diantaranya berupa membaca dari kiri ke kanan, mengidentifikasi huruf alphabet, belajar menuliskan nama mereka sendiri serta belajar membaca kata-kata yang terdapat dalam tanda-tanda umum.

MINAT BACA

Minat baca ialah perpaduan antara keinginan, kemauan dan motivasi seseorang terhadap kegiatan membaca. Minat baca dimaksudkan sebagai kekuatan dalam diri seseorang yang mampu menarik diri untuk melakukan aktivitas membaca, sekaligus memahami informasi dan makna yang terkandung dalam bahasa tertulis. Secara umum, hal ini dapat dikaitkan sebagai dorongan yang timbul, gairah atau keinginan yang besar pada diri manusia yang menyebabkan seseorang tertarik atau menaruh perhatian pada kegiatan membaca.

Minat baca bukanlah sesuatu yang turut hadir begitu saja pada diri seseorang sejak lahir, akan tetapi, minat baca harus dipupuk dan dibina semenjak dini. Sinambela (2005) mengartikan minat membaca adalah sikap positif dan adanya rasa keterikatan dalam diri anak terhadap aktivitas membaca dan tertarik terhadap buku bacaan.

Pada hakikatnya, minat baca dimiliki oleh seseorang akibat dorongan secara naluriah akan keingintahuannya terhadap sesuatu untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Keberadaan perpustakaan merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mendorong masyarakat untuk dapat meningkatkan minat baca. Pada tahun 2007 pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 mengenai perpustakaan dan segala aspek yang berkaitan dengan tujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Rahman, 2013).

Kualitas pendidikan di Indonesia pun masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Political and Economy Risk Consultant (PERC) kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh bahkan paling bawah dari 12 negara Asia. Rendahnya kualitas pendidikan berimplikasi pada kemampuan sumber daya dalam mengelola masa depan. Dan salah satu penyebabnya adalah tingkat minat baca rendah yang berdampak buruk juga pada tingkat kualitas pendidikan.

Efek lain dari rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat pada Human Development Index (HDI) yang hanya berkisar di angka 0,728 atau berada pada urutan ke 107 dari 127 negara dan menempati posisi ke 7 untuk negara ASEAN. Belum lagi bahwasanya pendidikan merupakan gerbang menuju keberhasilan, terutama jika kita kaitkan dengan adanya perkembangan globalisasi dunia yang mensyaratkan adanya SDM berkualitas jika Indonesia tidak ingin tertinggal jauh mengenai perkembangan teknologi dan pengetahuan tersebut.

Aspek-Aspek Minat Baca

Aspek minat membaca meliputi perasaan senang akan membaca, intensitas membaca dan kesadaran akan manfaat dari membaca. Sedangkan menurut Kamah (2002: 5) menyatakan, bahwa minat baca berarti adanya perhatian. Sementara itu, Hurlock (1980: 116) menyatakan bahwa minat sendiri terdiri dari dua aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.

  1. Aspek Kognitif

Aspek kognitif didasari pada konsep perkembangan dimasa anak-anak mengenai hal-hal yang menghubungkannya dengan minat. Minat pada aspek ini berpusat pada apakah hal yang diminati akan menguntungkan dan mendatangkan kepuasan pribadi.

  1. Aspek Afektif

Aspek afektif atau emosi yang mendalam merupakan konsep yang menampakkan aspek kognitif dari minat ditampilkan dalam sikap terhadap kegiatan yang diminati akan terbangun. Seperti aspek kognitif, aspek afektif dikembangkan dari pengalaman pribadi, sikap orang tua, guru, dan teman yang mendukung terhadap aktivitas yang diminati.

Metode Membaca

Struktural Analitik Sintetik atau SAS merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran permulaan dalam membaca dan menulis. Prinsip-prinsip metode SAS disusun berdasarkan landasan psikologis, landasan pedagogis dan landasan ilmu bahasa (linguistik). Ketiga landasan inilah yang menjadi sumber langkah-langkah metode SAS yaitu, diawali dengan menyajikan satu keseluruhan atau struktur, menganalisis bagian-bagiannya, kemudian mensintesiskan bagian-bagian itu menjadi keseluruhan yang utuh.

Metode multisensori, pada metode ini anak dihadapkan pada konsep baru mengenai cara belajar membaca dengan menggunakan alat indera mereka dengan belajar menyebut nama-nama huruf vokal dan konsonan. Maka, anak tersebut telah mengasimilasi informasi ini ke dalam skemata yang telah ada sebelumnya. Akan tetapi anak tersebut segera mempelajari bahwa penggabungan huruf konsonan dan vokal dapat menghasilkan bunyi yang berbeda-beda lalu mengakomodasi skema tersebut. Penyesuaian ini mencerminkan kemampuan dirinya untuk melakukan sedikit perubahan terhadap gambarannya tentang dunianya (akomodasi).

Kepekaan yang lebih tinggi pada anak yang belajar membaca dengan menggunakan metode multisensori dihasilkan dari perangsangan yang diberikan melalui empat modalitas indera. Selain memperkuat proses persepsi sebagai gerbang menuju proses yang lebih tinggi, hal ini juga memperkuat jalannya proses membaca yang memang membutuhkan ketrampilan dan koordinasi dari berbagai alat indera. Metode multisensori memiliki tahap recall, dimana anak diberi kesempatan untuk mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Menurut Grainger (2003) repetisi yang dilakukan dalam metode membaca perlu dilakukan untuk mengatasi problem memori apa saja dan membantu prosesing otomatis yang memungkinkan anak-anak mengenali kata-kata dengan cepat.

Metode CIRC Kessler dalam Abidin (1992) merupakan gabungan kegiatan membaca dan menulis yang menggunakan pembelajaran baru dalam pemahaman bacaan dengan menulis. Keberhasilan metode CIRC sangat bergantung pada proses pembelajaran yang dilaksana- kan. CIRC telah dikembangkan dalam pembelajaran sejak tahun 1986 di sekolah dasar. Sekarang, CIRC telah digunakan dalam berbagai tingkatan kelas. Ahli yang terus mengembangkan metode ini adalah Robert Slavin, Robert Stiven, Nancy Maden, dan Marie Farnish.

Selanjutnya, metode CIRC adalah kegiatan pembelajaran membaca terkait pengajaran langsung memahami bacaan dan seni berbahasa menulis terpadu (Abidin, 2012: 168). Metode CIRC merupakan pengembangan pembelajaran kooperatif TAI (Slavin, 2005 dalam Abidin, 2012). Dalam pembelajarannya, aktivitas peserta didik belajar dalam kelompok yang heterogen. Semua kegiatan melibatkan siklus reguler yang diawali presentasi dari guru, latihan tim, latihan independen, pra penilaian teman, latihan tambahan, dan tes.

Model pembelajaran CIRC ini merupakan sebuah model pembelajaran yang inovatif yang kian dikembangkan saat ini. Awalnya model pembelajaran ini merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan. Nama CIRC sendiri merupakan singkatan dari Cooperative Integrated Reading Compotition. Tentu ada persamaan dengan model pembelajaran kooperatif yang lainnya, maka pada pembelajaran CIRC ini, proses pembelajaran yang berlangsung, dilaksanakan dalam kelompok-kelompok yang dibuat. Hal terse- but bertujuan untuk memunculkan integrasi sosial antara para peserta didik di dalam kelompoknya selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Kebiasaan Membaca

Kebiasaan adalah sesuatu yang sudah biasa atau lazim dilakukan dan dilakukan terus-menerus, sesuatu yang dilakukan secara otomatis, bahkan bisa dilakukan tanpa berpikir. Dalam perspektif psikologi, kebiasaan merupakan salah satu bentuk dari teori belajar behavioristik

Terbentuknya suatu kebiasaan tidak dapat terjadi dalam waktu yang singkat, karena pembentukan itu adalah proses perkembangan yang memakan waktu relatif lama. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Tampubolon (1998) bahwasanya kebiasaan membaca adalah kegiatan membaca yang telah mendarah daging pada diri seseorang (dari segi kemasyarakatan, kebiasaan adalah kegiatan membaca yang telah membudaya dalam suatu masyarakat). Dan kebiasaan membaca akhirnya akan menimbulkan kegemaran membaca. Adapun membentuk kebiasaan membaca tersebut selain memakan waktu yang relatif lama, faktor keinginan dan kemauan serta motivasi perlu ada. Selain itu faktor lingkungan juga berperan besar. Oleh karena itu, upaya pembentukan kebiasaan membaca seseorang ini hendaklah dimulai sedini mungkin.

Adapun minat dan kebiasaan membaca mempunyai hubungan timbal balik yang erat. Seseorang yang memiliki minat dan perhatian yang tinggi terhadap bacaan tertentu akan selalu meluangkan waktunya untuk membaca, sehingga lamalama kelamaan akan terbiasa dengan kegiatan tersebut dan pada akhirnya memperoleh pemahaman yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai minat dan kebiasaan membaca.

Hal ini selaras dengan hasil penelitian Mustika (2015) bahwa ada korelasi positif antara minat baca dengan kebiasaan membaca karya sastra mahasiswa STKIP Siliwangi. Semakin tinggi minat baca mahasiswa maka semakin kuat pula keinginannya membaca, dan kebiasaan membaca juga semakin terbentuk. Minat baca dan kebiasaan membaca ini merupakan modal dasar dalam membangun kultur membaca. Kultur membaca yang tertata dengan baik akan memunculkan kemampuan menulis.

Mustafa (2012:2) menyatakan bahwa dalam penelitian 20 tahun terakhir ini, Indonesia mengalami penurunan dalam kebiasaan membaca buku. Beberapa hal yang diduga menjadi faktor rendahnya kebiasaan membaca di Indonesia adalah harga buku yang tinggi, ketersediaan infrastuktur yang kurang memadai, perpustakaan yang buruk, bahan bacaan yang sulit di akses, kebiasaan membaca yang tidak ditanamkan orang tua sejak dini, dan banyaknya media digital yang menimbulkan rendahnya minat baca.Ini menyebabkan Indonesia berada di peringkat 96 (pada tahun 2009) dari semua Negara di dunia untuk tingkat kebiasaan membaca yang setara dengan negara Malta, Suriname, dan Bahrain.

Peran sekolah dan orang tua sangat penting guna menunjang aktivitas anak dalam meningkatkan kebiasaan membaca. Cahyani (2015: 2) mengemukakan dalam jurnalnya bahwa dalam meningkatkan kebiasaan membaca, dalam membentuk masyarakat baca yang paling strategis adalah lingkungan sekolah. Tarigan (1985: 67) mengatakan bahwa suatu masyarakat yang gemar membaca (reading society) akan melahirkan suatu masyarakat belajar (learning society). Membaca bukan hanya suatu aktivitas wajib melainkan melalui membaca anak juga dapat menerima banyak informasi dari dalam buku bacaan yang anak baca. Sadar atau tidak, semakin banyak membaca, semakin banyak pula informasi yang akan terekam dalam otak anak yang secara otomatis anak juga banyak belajar dari informasi-informasi yang diterimanya dari bahan bacaan tersebut.

Latihan

  1. Jelaskan mengenai minat baca dan budaya baca berdasarkan pemahaman anda!
  2. Menurut anda apa yang harus dilakukan untuk dapat menumbuhkan minat baca?
  3. Terdapat dua aspek yang melatarbelakangi minat baca, jelaskan secara ringkas!
  4. Terdapat berbagai macam metode membaca, jelaskan metode yang paling anda minati dan jelaskan alasannya!
  5. Apakah kebiasaan membaca dapat muncul secara alamiah? Jelaskan menurut pemahaman anda!

Rangkuman

        Minat adalah salah satu aspek psikis yang menghasilkan respons terhadap sesuatu sebagai bentuk kecenderungan setelah memilih atau melakukan suatu hal diantara pilihan yang tersedia, yang menyenangkan dan memberikan kepuasan tersendiri. Sedangkan membaca merupakan kegiatan mengeja atau melafalkan tulisan didahului oleh kegiatan melihat dan memahami tulisan. Dengan demikian minat baca adalah perpaduan antara keinginan, kemauan, dan motivasi. dapat dikaitkan sebagai dorongan yang timbul, gairah atau keinginan yang besar pada diri manusia yang menyebabkan seseorang menaruh perhatian pada kegiatan membaca. Terdapat dua aspek yang melatarbelakangi minat membaca, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.

Beberapa metode membaca yang dapat digunakan atau diterapkan, dengan keunggulan dan kelemahannya masing-masing, sehingga penggunaannya pun didasarkan pada kebutuhan atau bahkan perspektif masing-masing. Sementara itu, kebiasaan adalah sesuatu yang sudah biasa atau lazim dilakukan dan dilakukan terus-menerus, sesuatu yang dilakukan secara otomatis, bahkan bisa dilakukan tanpa berpikir. Dalam perspektif psikologi, kebiasaan merupakan salah satu bentuk dari teori belajar behavioristik. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebiasaan membaca adalah kegiatan membaca yang sudah biasa atau lazim dilakukan secara berulang dengan intensitas tertentu.

Glosarium

  1. Afeksi : Rasa kasih sayang
  2. Aliterasi : Rasa ketidakinginan untuk membaca
  3. American Library Association (ALA) : Organisasi Perpustakaan dan Kepustakawanan
  4. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) : Organisasi yang menaungi negara-negara Asia Tenggara
  5. Buta aksara : Ketidakmampuan untuk membaca atau mengidentifikasi Huruf
  6. Kebiasaan : Hal yang dilakukan dengan intensitas sering
  7. Media digital : Sarana informasi elektronik
  8. Pemustaka : Pengguna perpustakaan
  9. Pustakawan : Pengurus atau staff perpustakaan

Daftar Pustaka

Crawford, J., & Irving, C. (2013). Information literacy and lifelong learning. Information Literacy and Lifelong Learning, 1–292. https://doi.org/10.1533/9781780633480

Deden Himawan. (2014). Pengantar Literasi Informasi. Di akses pada  https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81255/2/LITERASI%20INFORMASI%20PENGANTAR.pdf

Depdiknas. (2010). Literasi informasi perpustakaan. Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan.

Halimah, A. (2014). Metode Cooperative Integrated Reading and Composition (Circ) Dalam Pembelajaran Membaca Dan Menulis Di Sd/Mi. Auladuna, 1(1), 27–35. http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/auladuna/article/view/539

Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. (2020). Di akses pada https://kbbi.kemdikbud.go.id/

Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Tenaga Kependidikan. (2010). Di akses pada http://pustakasumatera.org/download/Literasi%20Informasi%20Perpustakaan.pdf

Khoirunnisa, L. (2018). Hubungan Antara Kebiasaan Membaca Asmaul Husna Dengan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas Xi Ma Nurul Ummah Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 14(1), 51–68. https://doi.org/10.14421/jpai.2017.141-04

Kurniaman, O., & Noviana, E. (2016). Metode Membaca Sas (Struktural Analitik Sintetik)Dalam Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaandi Kelas I Sdn 79 Pekanbaru. Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 5(2), 149. https://doi.org/10.33578/jpfkip.v5i2.3705

Michelia Puspaseruni Ramadiati. (2009). Literasi Informasi. Di akses pada http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/127126-RB13M183l-Literasi%20informasi-Literatur.pdf

Mualiah, E. N., & Usmaedi. (2018). ISSN 2540-9093 PENGARUH KEBIASAAN MEMBACA TERHADAP PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SDN KUBANGLABAN Eka Nurul Mualimah, Usmaedi STKIP Setia Budhi Rangkasbitung A . Pendahuluan Pembelajaran membaca menjadi salah satu pembelajaran yang tidak. Jurnal Untirta, 4(1), 43–55.

Mustika Ika, & Lestari Dwi Riana. (2016). Hubungan Minat Baca dan Kebiasaan Membaca Karya Sastra Terhadap Kemampuan Menulis Puisi. Semantik, 5(Volume 5, Number 2, September 2016), 17.

Nabawi, M., Erawan, E., & Dristiana, K. (2018). Peranan Komunikasi Persuasif Dalam Kearsipan Dan Perpustakaan. E Jurnal Ilmu Komunikasi, 6(3), 674–687. https://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2018/09/JURNAL M.Nabawi(1302055042) (09-03-18-07-05-27).pdf

Nafisah, A. (2014). Arti Penting Perpustakaan Bagi Upaya Peningkatan Minat Baca Masyarakat. Jurnal Perpustakaan Libraria, 2(2), 70–81.

Nursalina, A. I., & Budiningsih, T. E. (2014). Hubungan Motivasi Berprestasi Dengan Minat Membaca Pada Anak. Educational Psychology Journal, 3(1), 1–7.

Septiyantono, T. (2014). Literasi informasi.

Sessiani, L. A. (2019). Pengaruh Metode Multisensori Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Taman Kanak - Kanak. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Sucilowati, S. (2016). Meningkatkan Kebiasaan Membaca Buku Informasi Pada Anak Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Guru “COPE”, No. 01/Tahun XX/Mei.

Sudarsana, U. (2014). Konsep Dasar Pembinaan Minat Baca. 1–49. http://repository.ut.ac.id/4222/1/PUST4421-M1.pdf

Yusniah. Information Literacy of Library Science. (Tidak diketahui). Di akses pada https://media.neliti.com/media/publications/162784-ID-information-literacy-of-library-science.pdf

Yusup, M Pawit; Saepudin, E. (2017). Praktik Literasi Informasi Dalam Proses Pembelajaran Sepanjang Hayat. Jurnal Kajian Informasi Dan Perpustakaan, 5(1), 79–94. Di akses pada http://jurnal.unpad.ac.id/jkip/article/view/11387/6030

111