MAKALAH ILMU BUDAYA DASAR

“ PENDIDIKAN KARAKTER GUNA MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM MENGHADAPI MEA (MASYARAKAT EKONOMI ASEAN) “

http://i.imgur.com/OOKjh.png

Dosen : Edi Fakhri , SS., M.Sos

Disusun Oleh :

Yulistiani (57415609)

Kelas : 1IA06

TEKNIK INFORMATIKA

UNIVERSITAS GUNADARMA

ATA 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Ilmu Budaya Dasar “Pendidikan Karakter Guna Meningkatkan Sumber Daya Manusia Dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)” dengan baik dan tepat pada waktunya.

        Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu Penulis harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.

        Akhir kata semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Depok,  Juni 2016

(Penulis)


BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Tahun 2015 tepatnya bulan Desember merupakan awal diterapkannya sistem perekonomian bebas pada tingkat ASEAN atau dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dengan demikian, masyarakat Indonesia harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sehingga mampu bersaing dalam sistem MEA. Dampak terciptanya MEA adalah pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta tenaga kerja. Diterapkan MEA bukan menjadi penjajahan ekonomi Indonesia justru menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia, khususnya dan tingkat ASEAN pada umumnya.

Tujuan dibentuknya MEA adalah untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN. Pembentukan MEA berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN. Pada KTT selanjutnya yang berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015. Implementasi MEA ini, menjadi ajang bagi Negara-negara ASEAN khususnya Indonesia untuk dapat memiliki peluang dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan.

Implementasi MEA tidak terlepas resiko-resiko yang akan dihadapi nantinya, seperti bagaimana kesiapan sumber daya manusia, hasil produk, kesedianya infrastruktur yang baik, kebijakan pemerintah yang diambil dan lainnya. Tentunya resiko-resiko tersebut dapat diatasi dengan adanya kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia.

Dalam kaitan antisipasi menghadapi penerapan MEA, pendidikan merupakan unsur penting yang harus mendapat prioritas utama. Sebagaimana dinyatakan Ki Hadjar Dewantara bahwa “Pendidikan merupakan daya upaya memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak, dimana bagian-bagian tersebut tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita”. Senada dengan hal tersebut, pendidikan diharapkan dapat memberi sumbangan bagi perkembangan seutuhnya setiap orang, baik jiwa, raga, intelijensi, kepekaan, estetika, tangung jawab, dan nilai-nilai spiritual. Melalui pendidikan, setiap orang hendaknya dapat diberdayakan untuk berpikir mandiri dan kritis. Dalam dunia yang terus berubah dan diwarnai oleh inovasi sosial dan ekonomi, pendidikan tampak sebagai salah satu kekuatan pendorong untuk meningkatkan kualitas imajinasi dan kreativitas sebagai ungkapan dari kebebasan manusia dan standarisasi tingkah laku perorangan. Kesempatan atau peluang perlu diberikan kepada generasi muda untu melakukan percobaan dan menemukan sesuatu yang baru (UNESCO, 1996: 94).

Pendidikan diharapkan mempunyai outcome berupa life skill, yang menjadi bagian konsep dasar pendidikan nasional. Life skill merupakan kemampuan, kesanggupan ketrampilan yang harus dimiliki dalam menjalani proses kehidupan. Sehingga sanggup bersaing dan terampil dalam menjaga kelangsungan hidup dan tantangan pada masa depan (M takdir ilahi, 2012). Hal yang perlu disiapkan dalam menghadapi MEA adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari anggota MEA itu sendiri.

Penyiapan sumber daya manusia yang dilakukan salah satunya melalui jalur pendidikan tinggi yaitu pada mahasiswa-mahasiswa yang ada di kampus. Mahasiswa yang rata-rata berusia 20 tahun, merupakan aset bangsa yang sangat berharga karena mahasiswa masih berada pada masa-masa keemasan dalam mencari jati diri. Perguruan tinggi menjadi ladang yang sangat luas untuk mengali ilmu yang diperlukan di masa depan. Sehingga mahasiswa lulus dengan harapan sudah mempunyai beberapa kompetensi atau memiliki kemampuan (skill) pada dirinya.

Kompetensi mahasiswa lulus dan siap untuk menghadapi MEA bukan hanya kompetensi akademik (intelektual) saja yang dibutuhkan. Karena persaingan yang sangat terbuka akan hadir di MEA dalam ajang mencari sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi dan sertifikasi keahlian tertentu. Maka lulusan perguruan tinggi harus benar-benar memberikan outcome dalam memenuhi harapan dalam dunia MEA nantinya.

Lulusan perguruan tinggi dituntut harus memiliki hard skills dan sekaligus soft skills (karakter). Kemampuan hard skills merupakan kemampuan penguasaan pada aspek teknis dan pengetahuan yang harus dimiliki sesuai dengan kepakaran ilmunya. Soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal. Soft skills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk sendiri maupun kecakapan dengan orang lain. Hard skills dan soft skills merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, di dalam implementasi kehidupan saling beriringan. Sehingga terjadi keseimbangan dalam mencapai tujuan hidup. Oleh sebab itu, pembinaan karakter pada mahasiswa perlu dibangun atau dikuatkan contohnya membangun kepercayaan diri, motivasi diri, manajemen waktu, mempunyai kreatif dan inovatif berpikir positif, serta membangun komunikasi dengan orang lain. Selain itu, menumbuhkan jiwa berwirausaha pada mahasiswa juga sangat penting dilihat sebagai sasaran MEA adalah bagaimana sistem perdagangan menjadi tujuan utama, dan karakter-karakter lain yang perlu bangun dan dikembangakan dalam diri mahasiswa. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dilatih dan dikembangkan melalui pendidikan, organisasi dan pelatihan-pelatihan khusus. Dengan demikian, pendidikan tinggi berperan penting dalam pembentukan karakter anak bangsa.

Pembahasan tentang bagaimana pendidikan, khususnya pendidikan tinggi harus merespon dengan tepat agar dapat menyiapkan SDM yang berkualitas agar siap menghadapi MEA dengan cara penguatan karakter tentu perlu diungkap dengan jelas. Dengan penguatan karakter pada mahasiswa diharapkan mampu menciptakan generasi-generasi bangsa yang siap bersaing pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

  1. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Pendidikan Karakter”.

Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :

  1. MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)
  2. Pendidikan Karakter
  3. Revolusi Mental dan Nawa Cita

  1.  Tujuan Penyusunan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui pendidikan karakter dalam masa pemerintahan Jokowi guna meningkatkan sumber daya manusia dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).


BAB II

PEMBAHASAN

  1. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

MEA merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memiliki pola mengintegrasikan ekonomu ASEAN dengan cara membentuk sistem perdagangan bebas atau free trade antara negara-negara anggota ASEAN. Para anggota ASEAN termasuk Indonesia telah menyepakati suatu perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut. MEA adalah istilah yang hadir dalam indonesia tapi pada dasarnya MEA itu sama saja dengan AEC atau Asean Economic Community.

Awal mula MEA berawal pada KTT yang dilaksanakan di Kuala Lumpur pada tanggal 1997 dimana para pemimpin ASEAN akhirnya memutuskan untuk melakukan pengubahan ASEAN dengan menjadi suatu kawasan makmur, stabil dan sangat bersaing dalam perkembangan ekonomi yang berlaku adil dan dapat mengurangi kesenjangan dan kemiskinan sosial ekonomi (ASEAN Vision 2020).

Kemudian dilanjutkan pada KTT bali yang terjadi pada bulan Oktober pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN mengaluarkan pernyataan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA akan menjadi sebuah tujuan dari perilaku integrasi ekonomi regional di tahun 2020, Asea Security Community dan beberapa komunitas sosial Budaya ASEAN  merupakan dua pilar yang tidak bisa terpisahkan dari komunitas ASEAN. Seluruh pihak diharapkan agar dapat bekerja sama secara kuat didalam membangun komunitas ASEAN di tahun 2020.

Kemudian, selanjutnya pada pertemuan dengan Menteri EKonomi ASEAN yang telah diselenggarakan di bulan Agustus 2006 yang ada di Kuala Lumpur, Malaysia mulai bersepakat untuk bisa memajukan masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA dengan memiliki target yang jelas dan terjadwal dalam pelaksanaannya.

Di KTT ASEAN yang ke-12 di bulan Januari 2007, para pemimpin mulai menegaskan komitmen mereka tentang melakukan percepatan pembentukan komunitas ASEAN di tahun 2015 yang telah diusulkan oleh ASEAN Vision 2020 dan ASEAN Concord II, dan adanya penandatanganan deklarasi CEBU mengenai percepatan pembentukan komunitas ekonomi ASEAN di tahun 2015 dan untuk melakukan pengubahan ASEAN menjadi suatu daerah perdagangan yang bebas barang, investasi, tenaga kerja terampil, jasa dan aliran modal yang lebih bebas lagi.

Ciri-ciri dan Unsur Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA)

MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN ialah suatu realisasi dari tujuan akhir terhadap integrasi ekonomi yang telah dianut didalam ASEAN Visi 2020 yang berdasarkan atas konvergensi kepentingan para negara-negara anggota ASEAN untuk dapat memperluas dan memperdalam integrasi ekonomi lewat inisiatif yang ada dan baru dengan memiliki batas waktu yang jelas. Didalammendirikan masyarakat ekonomi ASEAN atau MEA, ASEAN mesti melakukan tidakan sesuai dengan pada prinsip-prinsip terbuka, berorientasi untuk mengarah ke luar, terbuka, dan mengarah pada pasar ekonomi yang teguh pendirian dengan peraturan multilateral serta patuh terhadap sistem untuk pelaksanaan dan kepatuhan komitmen ekonomi yang efektif berdasarkan aturan.

MEA akan mulai membentuk ASEAN menjadi pasar dan basis dari produksi tunggal yang dapat membuat ASEAN terlihat dinamis dan dapat bersaing dengan adanya mekanisme dan langkah-langkah dalam memperkuat pelaksanaan baru yang berinisiatif ekonomi; mempercepat perpaduan regional yang ada disektor-sektor prioritas; memberikan fasilitas terhadap gerakan bisnis, tenaga kerja memiliki bakat dan terampil; dapat memperkuat kelembagaan mekanisme di ASEAn. Menjadi langkah awal dalam mewujudkan MEA atau MAsyarakat Ekonomi ASEAN.

Di saat yang sama, MEA akan dapat mengatasi kesenjangan pada pembangunan dan melakukan percepatan integrasi kepada negara Laos, Myanmar, VIetnam dan Kamboja lewat Initiative for ASEAN integration dan inisiatif dari regional yang lainnya.

Adapun bentuk kerjasamanya ialah

Pentingnya digalakkannya perdagangan eksternal kepada ASEAN dan keperluan dalam komunitas ASEAN yang secara keseluruhan untuk tetap dapat menatap kedepan.

Adapun ciri-ciri utama MEA

Ciri-ciri ini akan sangat saling berkaitan dengan kuat. Dengan memasukkan pada unsur-unsur yang paling dibutuhkan dari setiap masing-masing ciri-ciri dan mesti dapat memastikan untuk konsisten dan adanya keterpaduan dari unsur-unsur dan pelaksanaannya yang tepat dan bisa saling mengkoordinasi antara para pemangku kekuasaan atau kepentingan yang punya relevansi.

  1. Pendidikan Karakter

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 menuntut masyarakat Indonesia mempunyai mental luar biasa, karena berhadapan dengan masyarakat dari luar Indonesia. Salah satu upaya pembentukan masyarakat Indonesia yang bermental luar biasa melalui jalur pendidikan. Pendidikan merupakan usaha mewariskan nilai-nilai luhur bangsa untuk menciptakan generasi bangsa yang unggul intelektual, berkepribadian, dan memiliki identitas kebangsaan. Pendidikan dan pembentukan karakter sesuai dengan yang tercantum dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus merespon dengan tepat agar dapat menyiapkan SDM yang berkualitas.

Karakter merupakan aktualisasi dari soft skill seseorang, yang mana karakter merupakan cara berpikir dan perilaku yang menunjukkan ciri khas dari seseorang dan bekerjasama dengan orang lain dan mampu bertanggungjawab dengan apa yang menjadi keputusannya. Maka soft skill pada individu bisa dibangun dan dikembangkan, oleh karena itu pengembangan soft skill melalui berbagai pelatihan tidak jauh berbeda dengan apa yang sekarang dikenal dengan pengembangan karakter bangsa. Jadi, konsep soft skill maksudnya tidak lain adalah karakter. (Marzuki, 2012)

Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal tersebut menegaskan bahwa tujuan pendidikan bukan hanya sekedar pengajaran ilmu, tetapi juga bertujuan membina dan mengembangkan potensi subjek didik menjadi manusia yang berbudaya, sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam dan sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu Negara.

Susilo Bambang Yudhoyo (Masaong, 2012) mengemukakan bahwa pada waktu menjadi Presiden Republik Indonesia mengatakan bahwa ada lima agenda utama pendidikan nasional, yaitu (1) pendidikan dan pembentukan watak (character building), (2) pendidikan dan kesiapan menjalani kehidupan, (3) pendidikan dan lapangan kerja, (4) membangun masyarakat berpengetahuan, (5) membangun budaya inovasi.

Thomas lictona dalam Lukiyati (2014) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah upaya mengembangkan kebajikan sebagai fondasi dari kehidupan yang berguna, bermakna, produktif dan fondasi untuk masyarakat yang adil, penuh belas kasih dan maju. Karakter yang baik meliputi tiga komponen utama, yaitu: moral knowing, moral feeling, moral action. Moral knowing meliputi: sadar moral, mengenal nilai-nilai moral, perspektif, penalaran moral, pembuatan keputusan dan pengetahuan tentang diri. Moral feeling meliputi: kesadaran hati nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan, kontrol diri dan rendah hati. Moral action meliputi kompetensi, kehendak baik dan kebiasaan.

Pendidikan karakter penting diajarkan untuk menjadi manusia yang cerdas, jujur, tangguh, dan peduli. Keempat hal tersebut beralasan untuk menjadi kunci sukses. Apabila mempunyai kecerdasan maka akan bisa memilah mana yang baik dan salah. Kecerdasan, harus diimbangi dengan kejujuran untuk mendapatkan kepercayaan orang lain. Sedangkan tangguh diperlukan karena yang bermain dalam MEA 2015 bukan hanya masyarakat Indonesia tapi juga negara lain di ASEAN. Sikap peduli tidak kalah pentingnya dengan ketiga hal tadi, karena dengan sikap peduli dengan orang lain, maka akan mudah untuk menjaga hubungan baik dengan yang lain.

Menurut Ki Hajar Dewantoro dalam buku panduan Kurikulum Perguruan Tinggi (2014) bahwa Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

Menurut Zamroni (2010), pendidikan karakter adalah berkaitan dengan pengembangan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan sikap yang positif guna mewujudkan individu yang dewasa dan bertanggung jawab. Lebih lanjut pendidikan karakter berkaitan dengan pengembangan pada diri peserta didik, kemampuan untuk merumuskan ke mana hidupnya menuju, dan sesuatu yang baik dan sesuatu yang jelek dalam mewujudkan tujuan hidup itu. Karena itulah pendidikan karakter merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa henti.

Sasaran pendidikan karakter di perguruan tinggi adalah mahasiswa selaku generasi muda yang berperan sebagai agen of change. Mahasiswa sebagai intelektual muda calon pemimpin masa depan merupakan asset bangsa yang berharga. Pengembangan intelektual, keseimbangan emosi, dan penghayatan spiritual mahasiswa merupakan prioritas pembimbingan mahasiswa agar menjadi warga Negara yang bertanggung jawab serta berkontribusi pada daya saing bangsa. Undang- undang nomor 12 tahun 2012 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa. Hal tersebutlah yang menunjukkan tuntutan pembinaan soft skill (karakter) mahasiswa.

Elfindri, dkk (2011: 10) mendefinisikan soft skills sebagai keterampilan hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin. Soft skills merupakan ketrampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki baik untuk diri sendiri, kelompok, atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan sang Pencipta. Menurut Kaipa & Milus (2005; 3-6) bahwa soft skills adalah kunci untuk meraih kesuksesan, termasuk di dalamnya kepemimipinan, pengambilan keputusan, penyelesaian komplik, komunikasi, kreativitas, kemampuan presentasi, kerendahan hati dan kepercayaan diri, kecerdasan emosional, interitas, komitmen dan kerja keras.

Implementasi pendidikan karakter juga harus disesuaikan dengan visi dan misi perguruan tinggi dengan berbasis jurusan dan atau program studi. Penyelenggaraan pendidikan karakter di perguruan tinggi dilakukan secara terpadu melalui tiga jalur, yaitu pembelajaran, managemen perguruan tinggi dan kegiatan kemahasiswaan. Nilainilai karakter yang diterapkan adalah dengan memilih nilai-nilai inti (core value) yang akan dikembangkan dan diimplementasikan pada masing-masing jurusan dan atau program studi.” Program pengembangan pendidikan karakter membutuhkan perencanaan, implementasi, evaluasi dan tindak lanjut. Secara garis besar untuk tiap tahapan sebagaimana Tabel 1.

Tahap

Kegiatan

Perencanaan

  1. Mengidentifikasi kegiatan kampus yang dapat merealisasikan pendidikan karakter, baik pembelajaran, managemen kampus maupun kegiatan kemahasiswaan.
  2. Mengembangkan rancangan pelaksanaan kegiatan dari program pendidikan karakter (tujuan, materi, fasilitas, jadwal, fasilitator, pendekatan, pelaksanaan, evaluasi).
  3. Menyiapkan fasilitas pendukung pelaksanaan program pembentukan karakter di perguruan tinggi

Implementasi

Pembentukan karakter melalui kegiatan pembelajaran dalam semua mata kuliah, melalui managemen perguruan tinggi (contoh: pelayanan akademik, peraturan akademik), melalui kegiatan kemahasiswaan (contoh: kepramukaan, latihan dasar kepemimpinan, dsb).

Monitoring dan Evaluasi

Pemantauan kesesuaian antara rencana dengan implementasi, antara lain dan pengukuran efektifitas program untuk dapat diputuskan keberhasilannya. Hasil berupa data tentang gambaran mutu kualitas program, kendala-kendala pelaksanaan, saran dan kritik terhadap program, tingkat keberhasilan program

Tindak lanjut

Penyempurnaan program, dapat berupa perbaikan rencana, penambahan fasilitas, dsb.

  1. Revolusi Mental dan Nawa Cita

Istilah revolusi mental saat ini bukanlah suatu istilah yang asing lagi semenjak pemerintahan baru Jokowi-JK dilantik menjadi presiden dan wakil presiden pada Oktober 2014. Mental itu berkaitan dengan pikiran (mind). Mentalitas berkaitan dengan cara berpikir yang sudah menjadi kebiasaan berpikir, dan suatu kebiasaan (habit) pada umunya terbentuk lewat pembiasaan.  Sehingga, mentalitas dapat diubah dengan cara melakukan inovasi pendidikan dan perubahan pada kebiasaan.

Di dunia pendidikan, revolusi mental ditekankan pada pembentukan karakter serta pengembangan kepribadian yang dapat membentuk jati diri bangsa. Maka tidaklah berlebihan bila kita menyebut guru adalah kunci revolusi mental. Revolusi mental memang harus dimulai dari dunia pendidikan dan secara simultan berjalan di bidang-bidang lainnya. Mengapa dunia pendidikan? Karena paling tidak selama 18 tahun waktu anak manusia dihabiskan di bangku pendidikan, mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.  Untuk itu tanggungjawab seorang guru semakin bertambah untuk ikut membentuk jati diri bangsa melalui peserta didiknya.

Hal ini didasari pada asumsi bahwa di sepanjang kehidupannya,  manusia akan selalu dihadapkan pada masalah-masalah, rintangan-rintangan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan ini. Prinsip belajar sepanjang hayat ini sejalan dengan empat pilar pendidikan universal, yaitu: (1) learning to know, yang berarti juga learning to learn; (2) learning to do; (3) learning to be, dan (4) learning to live together.

Learning to know atau learning to learn mengandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses belajar. Dengan proses belajar, siswa bukan hanya sadar akan apa yang harus dipelajari, akan tetapi juga memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari itu.

Learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global.

Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia.

Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntunan kebutuhan dalam masyarakat global di mana manusia baik secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya.

Revolusi mental merupakan harapan bangsa dan masyarakat saat ini menuju perubahan jati diri bangsa yang lebih baik. Melakukan revolusi mental guna membentuk revolusi karakter bangsa melalui dunia pendidikan, peneguhan dan penguatan ke-bhinekaan dan memperkuat restorasi sosial merupakan bagian dari titik pusat utamanya. Membentuk generasi yang kreatif dan berintelektual menjadi latar belakang diwujudkannya revolusi mental bangsa. Oleh karena itu, bidang pendidikan sangat penting dalam menjaga pengarahan dan peningkatan mutu dan kesempurnaan aset hidup bangsa. melalui pendidikanlah akan diperolehnya pemahaman-pemahaman baru dalam hal pengetahuan, keaktifan, dan kekritisan. Namun, dalam menjalankan proses revolusi mental tidak hanya dengan berbicara dan berdiskusi saja, tetapi harus diwujudkan dengan tindakan, yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan.

Adapun tujuan revolusi mental adalah sebagai berikut:

  1. Mengubah cara pandang, piker dan sikap, perilaku dan cara kerja.
  2. Membangkitkan kesadaran dan membangun sikap optimistic
  3. Mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari dan berkprebadian.

Delapan Prinsip Revolusi Mental :

  1. Bukan proyek tapi gerakan social.
  2. Ada tekad politik untuk menjamin kesungguhan pemerintah.
  3. Harus bersifat lintas-sektoral.
  4. Bersifat partisipasi (kolaborasi pemerintah, masyarakat sipil, sector privat, dan akademisi)
  5. Diawali dengan pemicu.
  6. Desain program harus ramah pengguna, popular, menjadi bagian dari gaya hidup dan sistemik-holistik (bencana semesta).
  7. Nilai-nilai yang dikembangkan bertujuan mengatur kehidupan social (moralitas public)
  8. Dapat diukur dampaknya.

Tiga Nilai Tevolusi Mental

  1. Integrasi (jujur, dipercaya, berkarakter, bertanggung jawab)
  2. Etos kerja (etos kerja, daya saing, optimis, inovatif dan produktif)
  3. Gotong royong (kerja sama, solidaritas, komunai, berorientasi pada kemaslahatan)

Strategi Internalisasi 3 Nilai Revolusi Mental

  1. Jalur birokrasi

Internalisasi 3 nilai revolusi mental pada Kementrian/Lembaga melalui:

  1. Pembentukan tugas gugus dan pic
  2. Tersusunnya program, kegiatan nyata berbasis nilai-nilai revolusi mental.
  3. Menjadi contoh tauladan (role model)
  1. Jalur swasta
  1. Memperkuat kemitraan antara pengusaha kecil dan pengusaha besar.
  2. Inseftif pengurangan pajak bagi pengusaha Indonesia yang mengembangkan produk local inovatip.
  3. Instruksi presiden kepada pengusaha media untuk berkolaborasi mempromosikan revolusi mental.
  4. Mengembangkan lembaga keuangan mikro di desa.
  5. Mendukung inisiatif uaha menengah membuka pasar/sentral yang menjual produk local yang inovatif, kreatif dan harga terjangkau.
  1. Jalur kelompok masyarakat
  1. Pembudayaan 3 nilai revolusi mental dalam kelompok masyarakat
  2. Membangun role model
  3. Aspirasi terhadap kelompok masyarakat
  4. Keteladanan oleh tokoh
  1. Jalaur pendidikan
  1. Memperkuat kurikulum pendidikan kewarganegaraan pada semua jenjang, jenis dan jalur pendidikan untuk membangun integrasi, membentuk etos kerja keras dan semangat gotong royong.
  2. Menerapkan ekstra kurikuler  revolusi mental di sekolah.
  3. Meningkatkan sarana pendidikan yang merata.
  4. Meningkatkan kompotensi guru dalam mendudkung revolusi mental

Nawa Cita atau Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari bahasa Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan). Dalam konteks perpolitikan Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2014, istilah ini merujuk kepada visi-misi yang dipakai oleh pasangan calon presiden/calon wakil presiden Joko Widodo/Jusuf Kalla berisi agenda pemerintahan pasangan itu. [1]Dalam visi-misi tersebut dipaparkan sembilan agenda pokok untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

           Revolusi mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat baik pemerintah atau rakyat dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali nilai-nilai strategi yang diperlukan oleh Bangsa dan Negara untuk mampu menciptakan ketertiban dan Kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan persaingan di era globalisasi. Revolusi mental mengubah cara pandang, pikiran, sikap dan perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehingga menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Adapun 9 agenda prioritas (Nawa Cita)

  1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap dan memberikan rasa aman pada suluruh warga Negara.
  2. Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola Pemerintah yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
  3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan
  4. Menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi system dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
  5. Meningkatkan kualitas hidup manusia.
  6. Mewujudkan melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program Indonesia Pintar, Indonesia Kerja dan Indonesia Sejahtera.kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
  7. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
  8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
  9. Memperteguh ke-bhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan ke-bhinekaan.


BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan
  1. Pendidikan karakter di perguruan tinggi penting agar mahasiswa dapat memiliki daya saing global dan mampu menghadapi MEA.
  2. Program pengembangan pendidikan karakter membutuhkan perencanaan, implementasi, evaluasi dan tindak lanjut. Kesemua tahapan harus dilakukan ssecara berkesinambungan agar program pendidikan karakter dapat semakin sempurna.
  3. Revolusi mental merupakan program pemerintahan Jokowi-JK yang tertuang dalam Nawa Cita Point ke-8, dan untuk melaksanakan programnya Bapak Presiden Joko Widodo membuat sebuah kebinet yaitu cabinet kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Setuju. Pendidikan Teknik Mesin UST. Penguatan Karakter Mahasiswa dalam Menghadapi MEA. Diunduh dari http://journal.ustjogja.ac.id/

Anonim. 2015. Pengertian Mea dan Ciri-ciri Masyarakat Ekonomi ASEAN. http://pengertian.website/

Lindawati. Sri. 2016. Revolusi Mental Dalam Dunia Pendidikan, Membentuk Generasi Emas. https://srilinda.wordpress.com