BAB I PENDAHULUAN

  1.  Latar Belakang

Allah SWT telah menciptakan makhluk yang paling mulia dan menjadi sumber pedoman bagi seluruh manusia akhir zaman yakni Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan bagi seruh umat manusia. Beliau membawa kitab yang sangat mulia yang menjadi penerang dunia dan akhirat yakni Al-Quran Al-Karim. Al-Quran berisi tentang wahyu dari Allah SWT sebagai kasih sayang untuk manusia.

Bidang yang terkandung di dalam Al-Quran meliputi bidang keilmuan, tauhid, syariat dan lain sebagainya. Dari bidang keilmuan terdapat banyak sekali hal yang sudahh dimengerti maupun hal yang belum dimengerti secara akal manusia. Namun dimengerti ataupun tidak. Al-Quran tetaplah wahyu yang harus diimani dan di laksanakan secara menyeluruh tanpa memilih-milih ayat. Semua yang terjadi di dunia ini pedomannya adalah Al-Quran. Dengan berbagai penafsiran para sahabat, para ulama, tabhiin dan tabi’ut tabhiin, Al-Quran menjadi wadah rujukan semua ilmu. Manusia hanya membuktikan kebenaran Al-Quran dengan akal dan pikirannya. Karna sesungguhnya sumber ilmu itu terdapat dalam Al-Quran.

Melihat dari penelitian zaman dulu sampai sekarang belum pernah ada suatu bidang keilmuanpun yang melenceng dari Al-Quran. Jika ada yang melenceng dari Al-Quran sesungguhnya yang melenceng itulah yang tertera dalam Al-Quran bahwa seharusnya hal tersebut melenceng. Mengetahui isi dari Al-Quran menjadikan manusia kembali ke jalan yang benar yaitu jalan ketaqwaan kepada Allah Rabbul ‘Alamin. Garis besar bahasa dalam Al-Quran isinya mudah dimaknai dan dimengerti oleh semua orang. Al-Quran juga mengajarkan tentang tindakan pengambilan kesimpulan yang disebut dengan tafakur ke sesama makhluk-Nya dengan tujuan agar semua manusia bisa ada dalam keimanan dan ketaqwaan  kepada Allah SWT. Oleh karena itu dengan mengetahui ayat Kauniyah dan ayat Qouliyah dapat membuat manusia selamat dunia dan akhirat.

  1.  Rumusan Masalah
  1. Apa kaitan Al-Quran dengan Sains dan teknologi?
  2. Apa yang dimaksud dengan api di dalam air laut?
  3. Mengapa mengetahui tanda-tanda Al-Quran di alam sangat diharuskan?
  4. Bagaimana menerapkan konsep Al-Quran dalam ilmu pengetahuan?
  5. Apa manfaat dari mengetahui kaitan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan?

  1.  Tujuan

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:

  1. Kaitan Al-Quran  dengan Sains dan Teknologi.
  2. Makna api di dalam lautan menurut Al-Quran.
  3. Pentingnya mengetahui tanda-tanda Al-Quran di alam.
  4. Menerapkan konsep Al-Quran dalam ilmu pengetahuan.
  5. Manfaat dari mengetahui kaitan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan.

  1.  Kegunaan

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik kepada pembuat maupun kepada pembaca, secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis makalah ini berguna untuk pengembangan konsep ilmu pengetahuan. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari bagi:

  1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang konsep penelitian.
  2. Pembaca atau guru, sebagai media informasi tentang konsep penelitian tindakan secara teoretis maupun praktis.

  1.  Prosedur Pembuatan

Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode pemaparan. Melalui metode ini penulis akan menjelaskan dan menguraikan permasalahan yang yang dibahas secara jelas. Data teoretis pada makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan kajian pustaka sedangkan data praktis pada makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan kajian praktik. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan memaparkan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Landasan Teoretis        

        Al-Quran adalah pedoman bagi umat manusia secara menyeluruh. Di dalam Al-Quran berjuta bahasa dan makna yang tersirat maupun tersurat sehingga Al-Quran tidak akan pernah habis digali oleh para ilmuan, mufassir dan orang awam sekalipun. Di dalam Al-Quran terdapat pengetahuan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Al-Quran menjelaskan juga tentang fenomena yang tidak masuk akal namun semua manusia wajib mengimaninya. Sebagaimana dalam Q.S. Ar-Rahman ayat 22 yaitu “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan”. Kemudian pada lanjutan surat Ar-Rahman ayat 19-20 yaitu: “Dia membiarkan kedua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing”.

Kemudian dalam Surat An-Nur ayat 35 yaitu : “Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus (misykat), yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Karakter lainnya yang disebut “pohon” oleh al-Qur’an adalah sebutan yang tidak lazim oleh para astronom yang menggambarkan galaksi sebagai “pohon-pohon” yang terdiri dari bintang-bintang. Lihat saja istilah diagram Hertzprung Russel, dalam buku Timothy Ferris, The Whole Shebang, 1997.

Mohamed Asadi dalam bukunya The Grand Unifying Theory of Everything mengatakan bahwa umur alam semesta, berdasarkan penyelidikannya terhadap bintang-bintang tertua, adalah antara 17 sampai 20 miliar tahun. Sedangkan Profesor Jean Claude Batelere dari College de France menyatakan bahwa umur alam semesta kira-kira 18 miliar tahun.

Dalam al-Qur’an ada dua ayat yang mengindikasikan perhitungan alam semesta selain makna relativitas waktu, yaitu Surat as-Sajdah (32:5) dan al-Ma’arij (70:4).

“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (Qs Al-Ma’arij : 4)

Di ayat keenam surah at-Takwir, Allah Swt berfirman:

81. AT TAKWIR (MENGGULUNG)

81. AT TAKWIR (MENGGULUNG) : 6

“wa-idzaa albihaaru sujjirath”

Bila samudra berubah menjadi lautan api. (Muhammad Quraish Shihab Et Al.)

Ada yang menafsirkan bahwa ayat tersebut menggambarkan phenomena Laut yang meluap (Dep. Agama RI, Yusuf Ali dl.) dan adapula yang menggambar tentang lautan api (Tafsir Misbah, Muhammad Quraish Shihab Et Al. Tafsir Ibn Kathir dll.).

Adapun makna dipanaskannya lautan mungkin  juga yang dimaksud adalah lautan meluap dan memancar sebagaimana dikatakan dalam surat lain,

Dan apabila lautan menjadikan meluap, (Al Infithaar: 3)

82. AL INFITHAAR (TERBELAH)

82. AL INFITHAAR (TERBELAH) : 3

“wa-idzaa albihaaru fujjirath”

Bila seluruh lautan dibuka dengan dihilangkan batasan-batasanya. (Muhammad Quraish Shihab Et Al.)

2.2. Pembahasan 

2.2.1. Al-Qur’an, Sains dan Teknologi

Al-Qur’an selalu merujuk kepada (banyak) alam semesta atau ‘alamin, di mana sains saat ini baru menghasilkan satu hipotesis dan model tentang multiple universes. Seruan al-Qur’an tentang kebenaran sangat universal – timeless and spaceless – dialamatkan kepada seluruh manusia dan golongan jin. Kadang-kadang al-Qur’an menyebutkan makhluk yang ada di (banyak) bumi dan di (banyak) langit-yang bermakna segenap makhluk yang telah diketahui maupun yang belum diketahui. Barangkali ia adalah satu-satunya kitab suci yang seruannya ditujukan kepada manusia dan makhluk alam gaib (jin). Kritikus al-Qur’an mengatakan, “Mengapa tidak sekalian saja dialamatkan kepada iblis, atau evil?” Kritikus itu lupa atau tidak mengetahui bahwa iblis dan setan adalah salah satu ras dari golongan jin.

2.2.2. Al-Quran adalah Keajaiban yang Abadi

Setiap ayat, bahkan jumlah ayat atau kata, dan nama surat merupakan kebijakan abadi. Ia mempunyai beberapa lapisan pengertian, sesuai dengan tingkat ilmu pengetahuan manusia yang membacanya. Misalnya, salah satu ayat dari Surat ar-Rahman, yang membahas tentang air;

“Dia membiarkan kedua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing”. (Qs Ar-Rahman : 19-20)

Sedikit penafsir yang mengartikan ini adalah tanah genting yang tidak terlihat. Penafsir lainnya menyebutkan bahwa air tawar di sungai dan air asin di lautan bertemu namun tidak saling melampaui karena perbedaan kepekatannya. Sampai di sini terjemahan belum bermasalah. Keterangan lebih lanjut:

Fenomena menarik adalah apa yang diungkapkan oleh seorang ilmuwan Prancis Jacques Yves Cousteau yang meneliti berbagai lautan di dekat Selat Jibraltar, ditemukan bahwa pertemuan antara air dari Laut Mediteranian (Laut Tengah) dengan air dari Lautan Atlantik tidak bercampur, walaupun keduanya air asin. Salinitas yang berbeda menghasilkan “dam” yang tidak terlihat. Air Laut Tengah dengan salinitas di atas 36,5% dan temperatur sekitar 11,5 derajat Celsius, terisolasi di kedalaman 900 sampai 1100 meter. Sedangkan air yang berasal dari Lautan Atlantik mempunyai salinitas di bawah 35%, membungkus air Laut Tengah dengan temperatur di bawah 10 derajat Celsius.

Melanjutkan QS. Ar Rahman 19-20 diatas tadi, berikutnya adalah fenomena menarik tentang pembentukan mutiara.

“Dari keduanya keluar mutiara dan marjan” (Qs Ar-Rahman : 22)

Para penerjemah dua puluh tahun yang lalu, dengan satu atau dua pengecualian, menerjemahkan “marjan” dengan “batu koral”. Padahal mayoritas ahli tafsir mengartikan dengan marjan, yang mengandung mutiara kecil yang lebih berkilau. Tetapi ahli tafsir modern, misalnya Sayyid Quthb, berbicara tentang “batu koral”. Disadari bahwa banyak ahli tafsir yang menghadapi persoalan dengan ayat ini. Menurut pengetahuan mereka pada waktu itu, mutiara hanya datang dari air laut. Padahal ayat ini barangkali menjelaskan bahwa mutiara bisa terbentuk baik di dalam air laut maupun air tawar. Bagaimana bisa? Abu Ubaidah, seorang penulis terdahulu, sangat yakin bahwa mutiara hanya datang dari air laut, sehingga ia mencoba berkelit untuk menafsirkan ayat tersebut dengan sesuatu yang lain. Maka ia menulis, “Mutiara hanya datang dari salah satu nya”.

Tetapi kini telah diketahui bahwa mutiara bisa terbentuk di dalam air tawar. Encyclopedia Britannica, Micropaedia 1977, menulis bahwa di sungai-sungai rimba Bavaria (Eropa) mutiara dibudidayakan. Bahkan budidaya mutiara air tawar di Cina telah dikenal sejak sebelum tahun 1000 SM.

Dengan demikian, pernyataan al-Qur’an dalam surat ini sesuai dengan arti harfiahnya, tanpa memerlukan penafsiran yang dipaksakan.

Beralih ke ayat Al-Quran yang pembahasannya memerlukan pengetahuan astrofisika, gabungan astronomi, fisika dan matematika, yaitu Surat an-Nur atau yang berarti cahaya.

“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus (misykat), yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs An-Nur : 35).

Esensi ayat ini adalah bahwa Tuhan adalah (satu-satunya) pemberi cahaya di alam semesta tanpa sentuhan api. Namun menyangkut perumpamaan, mufasir klasik menghadapi kesulitan untuk menjelaskan lebih rinci.

Dengan beberapa pengecualian mereka akan menjelaskan bahwa misykat , atau suatu lubang yang tidak dapat ditembus, adalah lubang di rumah-rumah untuk tempat lampu obor, yang ada di dinding rumah. Sedangkan pohon (zaitun) yang dimaksud adalah pohon (zaitun) yang tumbuh di bukit-bukit, sehingga sinar matahari dapat menyinari, baik pada saat matahari terbit maupun matahari terbenam.

Mufasir modern, seperti Malik Ben Nabi, menjelaskan bahwa misykat adalah lampu bohlam:

Pohon yang dimaksud adalah kawat wolfram yang berpijar karena efek listrik tanpa disentuh api, dibungkus gelas kaca, untuk memantulkan seluruh sinarnya ke segala arah sehingga dapat menerangi seluruh ruangan. Lampu bohlam adalah sekat yang tak dapat ditembus, karena hampa udara, tidak ada oksigen di sana.

Tetapi, dalam studi yang lebih mendalam tentang cahaya di langit oleh para astrofisikawan, misalnya Mohamed Asadi dalam bukunya The Grand Unifying Theory of Everything, perumpamaan ayat tersebut lebih mendekati kepada fenomena quasar dan gravitasi efek lensa yang menghasilkan cahaya di atas cahaya. Quasar atau Quasi Stellar adalah objek di langit yang ditemukan pertama kalinya pada tahun 1963. Mereka mewakili objek yang paling terang di alam semesta, jauh lebih terang dari cahaya matahari atau bintang. Para astronom menemukan bahwa objek “seperti bintang’ ini terletak miliaran tahun cahaya dari bumi. Objek ini tentunya mempunyai energi yang besarnya sangat luar biasa supaya tetap terlihat dari sini. Energi mereka berasal dari “pusat lubang hitam yang sangat masif”. Karakter pertama dari ayat ini yaitu misykat adalah “lubang hitam”, sedangkan karakter kedua yaitu “pelita dalam kaca” adalah galaksi yang menghasilkan efek gravitasi lensa seperti quasar (pelita) yang terbungkus oleh kaca (gelas). Coba simak keterangan quasar oleh astronom NASA.

“Efek gravitasi pada galaksi, quasar yang jauh, serupa dengan efek lensa sebuah gelas minum yang memantulkan sinar lampu jalan yang menciptakan berbagai image (lapisan cahaya atas cahaya)”

Energi quasar yang berasal (dicatu) dari lubang hitam, terjadi ketika “bintang-bintang dan gas” dari galaksi terhisap di dalamnya. Karakter lainnya yang disebut “pohon” oleh al-Qur’an adalah sebutan yang tidak lazim oleh para astronom yang menggambarkan galaksi sebagai “pohon-pohon” yang terdiri dari bintang-bintang. Lihat saja istilah diagram Hertzprung Russel, dalam buku Timothy Ferris, The Whole Shebang, 1997.

Barangkali, karakter lainnya yang menarik dari ayat di atas adalah pernyataan “diterangi tanpa tersentuh oleh api”, suatu fenomena fusi nuklir yang menghasilkan cahaya yang sangat terang, di mana di ruang angkasa nyaris tidak ada oksigen untuk pembakaran. Bintang-bintang memulai hidupnya dengan unsur kimia yang paling ringan, yakni hidrogen. Gas berkontraksi, karena gravitasi, memanas; atom hidrogen bertumbukan dan membentuk helium, unsur yang lebih berat, ketika mengeluarkan energinya. Energi inilah yang membuat objek “bintang- bintang” bersinar tanpa “disentuh api’, energi ini juga yang memelihara keseimbangan posisi bintang-bintang di alam semesta. Sepanjang pengetahuan manusia yang ada sekarang, fenomena quasar inilah yang paling tepat untuk menggambarkan ayat di atas. Terlebih lagi perumpamaan dalam ayat tersebut: “seakan-akan bintang yang bercahaya seperti mutiara”. Bahkan aslinya lebih terang dari sinar bintang, dan memang seperti “mutiara” bila kita lihat dari foto-foto NASA yang ada, gemerlapan, sangat menawan.

Dengan demikian, terjemahan bebas ayat 35 Surat an-Nur dari sisi sains adalah:

“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang (hitam) yang tak tembus (misykat), yang di dalamnya ada pelita besar (quasar). Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca (efek gravitasi lensa dari galaksi) itu seakan- akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan pohon (galaksi yang dicatu oleh lubang hitam) yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon (galaksi) yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (fusi nuklir) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (efek gravitasi lensa), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

2.2.3. Antisipasi ke depan dan Catatan Sebelumnya

Al-Qur’an dalam pengajarannya bukan saja dengan kalimat (teks) tetapi juga dengan hitungan, hitungan yang membahas berbagai hal. Perbandingan luas lautan dengan daratan, kecepatan cahaya, dan umur alam semesta: berdasarkan informasi-informasi yang disajikan oleh ayat-ayat al-Qur’an. Bila al-Qur’an seolah-olah mengantisipasi ke masa depan, itu adalah semata-mata perspektif manusia. Sebab dalam pandangan Al-Qur’an, semua kejadian di bumi, sesungguhnya telah tercatat dengan baik di dalam Kitab Utama, Pusat Arsip, atau Lauh Mahfuzh, sebelum kejadian tersebut berlangsung.

2.2.4. Umur Alam Semesta

Secara ringkas, umur elemen kimia dapat diperkirakan berdasarkan uji radio aktif terhadap atom tersebut. Dan umumnya dapat ditentukan dengan menggunakan uji contoh batu-batuan, yaitu dengan mengukur perubahan elemen berat seperti Rubidium Rb-87. Bila uji Rubidium ini diterapkan atas batuan yang tertua di bumi akan didapatkan bahwa batuan tertua berumur 3,8 miliar tahun. Jika diterapkan atas batuan tertua dari meteor akan didapatkan angka 4,56 miliar tahun. Kesimpulan ini membuktikan bahwa tata surya kita berumur sekitar 4,6 miliar tahun, dengan tingkat kesalahan 100 juta tahun. Sedikit berbeda, bila metode ini digunakan untuk mengukur gas di alam semesta maka akan menyebabkan tingkat variasi yang lebih lebar. Ilmuwan cukup puas mengetahui umur alam semesta sejak Dentuman Besar dengan perhitungan elemen kimia yaitu antara 11-18 miliar tahun.

Mohamed Asadi dalam bukunya The Grand Unifying Theory of Everything mengatakan bahwa umur alam semesta, berdasarkan penyelidikannya terhadap bintang-bintang tertua, adalah antara 17 sampai 20 miliar tahun. Sedangkan Profesor Jean Claude Batelere dari College de France menyatakan bahwa umur alam semesta kira-kira 18 miliar tahun.

Dalam al-Qur’an ada dua ayat yang mengindikasikan perhitungan alam semesta selain makna relativitas waktu, yaitu Surat as-Sajdah (32:5) dan al-Ma’arij (70:4).

“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (Qs Al-Ma’arij : 4)

Kita dapat mencatat bahwa al-Qur’an tidak mengatakan “50.000 tahun” waktu bumi. Karena waktu ini adalah waktu relatif di suatu tempat di langit, di mana satu hari sama dengan 1000 tahun waktu bumi. Hari relatif tersebut merupakan umur alam semesta di mana sistem tata surya manusia (kita) berada. Mari kita konversikan waktu relatif alam semesta: 50.000 x 365,2422 = 18.262.110. Satu hari relatif di “satu tempat” di alam semesta, di tempat malaikat melaporkan urusannya, sama dengan 1000 tahun di bumi: 18.262.110 x 1000 = 18.262.211.000 tahun atau 18,26 miliar tahun.

Dengan demikian, umur alam semesta relatif adalah 18,26 miliar tahun. Hasilnya hampir sama dengan perhitungan Profesor Jean Claude Batelere dari College de France tersebut di atas. NASA memperkirakan umur alam semesta antara 12-18 miliar tahun berdasarkan pengukuran seberapa cepat alam semesta kita ini ekspansi setelah terjadinya “Dentuman Besar”. Dr. Marshall Joy dan Dr. John Carlstrom dari Universitas Chicago (tim NASA) telah mampu mengatasi masalah pengukuran kecepatan ekspansi alam semesta dengan teknik terbaru, yaitu menggunakan radio interferometer untuk menyelidiki dan mengukur fluktuasi Cosmic Microwave Background Radiation (CMBR). Dengan demikian, umur alam semesta dapat diperkirakan. Sedangkan tim NASA lainnya memperkirakan umur alam semesta antara 8-12 miliar tahun berdasarkan pengukuran jarak galaksi “M100″ dengan teleskop ruang angkasa Hubble. Galaksi tersebut diperkirakan berjarak 56 juta tahun cahaya dari bumi.

2.2.5. Metonic Cycle

Pembaca telah mendapatkan pengetahuan bahwa kata-kata dalam al-Qur’an mempunyai makna yang bertingkat. Beberapa kata mempunyai arti langsung, tetapi yang lain tidak, atau belum tentu. Misalnya saja, kata yang berarti bulan adalah syahr, dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 12 kali. Ini sesuai dengan 12 bulan dalam 1 tahun. Sedangkan kata yang berarti hari adalah yaum, yang disebutkan 365 kali dalam al-Qui an. Ini juga sesuai bahwa 1 tahun rata-rata sama dengan 365 hari. Tetapi kata yang berarti tahun, yaitu sanah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 19 kali. Terima kasih kepada cabang pengetahuan astronomi. Angka 19 atau 19 tahun adalah satu periode di mana posisi relatif bumi dan bulan kembali ke posisi semula secara berulang setelah 19 tahun kemudian. Siklus ini ditemukan oleh Meton orang Yunani dan disebut Metonic cycle.

Fase Tahun Matahari dan Tahun Bulan akan bertemu tepat pada siklus yang ke-19, di mana 235 bulan Kalender Bulan tepat sama dengan siklus 19 tahun berdasarkan Kalender Matahari. (29,53 hari x 235 kira-kira sama dengan 365,24 hari x 19). Meton dari Athena pada tahun 440 SM mengetahui bahwa 235 bulan berdasarkan Kalender Bulan sama dengan 19 tahun Kalender Matahari. Oleh karena itu, siklus ini dikenal dengan siklus Meton, dan merupakan basis perhitungan kalender di Yunani sampai Kalender Julius Caesar diperkenalkan pada tahun 46 SM. Bagi kaum Muslim, menggunakan Kalender Bulan karena sesuai dengan kebutuhan untuk perhitungan bulan Ramadhan, bulan Haji, dan peristiwa-peristiwa Islam lainnya. Namun sebelumnya, Kalender Bulan ini dipergunakan juga oleh kaum Yahudi, bangsa Babilonia, dan Cina. Dengan demikian, jumlah penyebutan kata-kata tertentu dalam al-Qur’an mempunyai, makna yang sangat dalam, dan baru dapat diketahui oleh pembaca jika ia mempunyai pengetahuan dan sains yang cukup luas.

Jumlah penyebutan kata-kata tertentu dalam al-Qur’an mempunyai makna yang sangat dalam dan baru dapat diketahui oleh pembaca jika ia mempunyai pengetahuan dan sains yang cukup luas.

Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).“ (Qs. Al Baqarah : 269)

2.2.6. Air Laut yang Terbakar

Ayat-ayat surah at-Takwir disepakati turun keseluruhannya sebelum Nabi berhijrah ke Madinah, yakni Makkiyyah. Namanya yang populer adalah surah at-Takwir. Ini terambil dari kata kuwwirat yang disebut pada ayat pertamanya. Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Sunan at-Tirmidzi, penafsiran kedua ulama itu terhadap ayat-ayat surah ini mereka letakkan di bawah judul surah Idza asy-Syamsu Kuwwirat. Dalam Sunan at-Tirmidzi dan Ahmad melalui sahabat Nabi saw, Ibn ‘Umar ra., ditemukan bahwa Nabi saw bersabda: “Siapa yang ingin melihat Hari Kiamat bagaikan melihatnya dengan pandangan mata kepala, hendaklah dia membaca Idza asy-Syamsu Kuwwirat, dan Idza as-Sama’ Infatharat, dan Idza as-Sama’ Insyaqqat.

Dengan tiga surah tersebut (at-Takwiral-Infitar dan al-Insyiqaq), seseorang memang dapat membayangkan betapa dahsyatnya peristiwa kiamat nanti. Di ayat keenam surah at-Takwir, Allah Swt berfirman:

81. AT TAKWIR (MENGGULUNG)

81. AT TAKWIR (MENGGULUNG) : 6

“wa-idzaa albihaaru sujjirath”

Bila samudra berubah menjadi lautan api. (Muhammad Quraish Shihab Et Al.)

Ada yang menafsirkan bahwa ayat tersebut menggambarkan phenomena Laut yang meluap (Dep. Agama RI, Yusuf Ali dl.) dan adapula yang menggambar tentang lautan api (Tafsir Misbah, Muhammad Quraish Shihab Et Al. Tafsir Ibn Kathir dll.).

2.2.7. Makna Bahasa Menurut Para Ulama

Kata dasar (root) dari kata “sujjirat” adalah “Sajjara”  yg berarti “meluap” (swell, overflow) atau “Sajara” yang berarti ”dinyalakan” (burn, fire up, boil). Para ulama salaf menjelaskan kata “sujjirat” dalam ayat ini berarti: yang dinyalakan dan dibuka (As Sudi), dikeringkan (Al Hasan), dinyalakan (Imam Mujahid, Ad Dhahak) dst. Penjelasan mereka mengacu kepada makna bahasa tidak menjelaskan makna ayat tersebut secara ilmiah, sebuah tafsir yg didukung dengan kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Diriwayatkan dari Al-Mubarak bin Fudhalah, dari Katsir Abi Muhammad, dari Ibnu. Ia berkata mengenai penafsiran ayat di atas, ”Lautan di panaskan sehingga menjadi api.”

Diriwayatkan dari Mujahid dari Mujahid, dari seorang syekh dari suku Bajilah, dari Ibnu ‘Abbas mengenai ayat diatas: Matahari, bulan dan bintang-bintang di gulung menjadi satu dengan lautan. Allah lalu mengutus angin barat dan menginap lautan sehingga menjadi api. (H.R. Ibnu Ad-Dunya dan Ibnu abi Al-Hatim). Seperti diketahui air terdiri dari unsur Oksigen dan Hidrogen yang mudah terbakar. Dengan dipisahkannya unsur Oksigen dan Hidrogen yang merupakan unsur-unsur kejadian air (samudra) sehingga melahirkan ledakan-ledakan dahsyat lautan dan berubahnya samudra menjadi api. Adapun makna dipanaskannya lautan mungkin  juga yang dimaksud adalah lautan meluap dan memancar sebagaimana dikatakan dalam surat lain,

Dan apabila lautan menjadikan meluap, (Al Infithaar: 3)

82. AL INFITHAAR (TERBELAH)

82. AL INFITHAAR (TERBELAH) : 3

“wa-idzaa albihaaru fujjirath”

Bila seluruh lautan dibuka dengan dihilangkan batasan-batasanya. (Muhammad Quraish Shihab Et Al.)

‘Abdullah Yusuf ‘Ali menterjemahkan al-Takwir ayat 6 adalah “When the ocean boil over with a swell” yang bermaksud “Dan apabila lautan meledak dan memecah dengan satu gelombang besar,” dan al-Infitar ayat 3 dengan “When the ocean are suffered to burst forth,” yang bermaksud “Dan apabila lautan mengalami tekanan untuk meledak keluar.” Daripada terjemahan beliau pada kedua ayat ini, dapatlah digambarkan bahwa keadaan Kiamat adalah sangat menggerunkan dan penuh gegak gempita. Apabila pembahasan para ulama diatas tadi mengacu pada makna bahasa dalam ayat ayat Al Quran tidak menjelaskan secara ilmiah, bagaimana dengan ilmu pengetahuan modern.

2.2.8. Air Laut sebagai Bahan Bakar.

Seorang peneliti John Kanzius dapat memproduksi serta  membakar Hydrogen dari air laut / air asin dengan menggunakan gelombang radio. Selain itu gelombang radio generator  yang sama dapat juga digunakan untuk membunuh selsel kanker. Di laut ada api adalah salah satu ciri dari kemahabesaran Alloh SWT. Tafsiran tersebut berdasarkan sains dan teknologi adalah bahwa sesungguhnya di dalam lautan terdapat sumber yang tidak kalah banyak di bandingkan dengan daratan.

BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan

        Dari uraian materi di atas penulis menyimpulkan bahwa:

  1. Kaitan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan sangat kompleks dan erat. Terlihat dari kaidah dan fakta yang selalu terjadi di dunia pengetahuan selalu berlandaskan pada Al-Quran.
  2. Makna api di dalam lautan menurut Al-Quran adalah di lautan terdapat sumber daya yang dapat membuat api yang berguna untuk manusia sesuai dengan Q.S At Takwir ayat 6 dan 7
  3. Menerapkan Al-Quran dalam ilmu pengetahuan sangatlah penting untuk menjaga diri dari kesombongan dan untuk meningkatkan ketaqwaan karena semakin besar ilmu maka semakin takut kepada Sang Pemberi Ilmu. Manfaatnya adalah selamat dunia dan akhirat.

3.2. Saran

        Dari simpulan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut:

  1. Semua orang seharusnya mempelajari ayat-ayat dalam Al-Quran dengan sangat teliti untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.
  2. Semua orang yang menggali ilmu Al-Quran hendaknya menyampaikan tentang penemuan-penemuan fenomena alam dan dikaitkan dengan Al-Quran untuk di sebarkan ke semua orang. Dengan demikian semua orang dapat mengerti.

DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nasrudin. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta : Pustaka Setia

Wahid, Marzuki. 2005. Studi Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuant. Bandung : Pustaka Setia.

Usman. 2009. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Teras

Khalil Manna, Al-Qattam. 2011. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa