615.1 Ind P
D A F TA R O B AT E S E N S I A L N A S I O N A L 2 0 0 8
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI 615.1 Ind Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal p Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Daftar Obat Esensial Nasional 2008.-- Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2008
1. Judul I. DRUGS
615.1 Ind P
D A F TA R O B AT E S E N S I A L N A S I O N A L 2 0 0 8
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DAFTAR ISI
Halaman Kata Sambutan i
Daftar Isi ii
Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2008
iii
Bab I. PENDAHULUAN 1
Bab II. Daftar Obat Esensial Nasional 2008 21
Bab III. Daftar Obat Terbatas untuk Puskesmas 2008 59
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran I
Daftar obat DOEN 2005 yang mengalami perubahan KATA SAMBUTAN
Kebijakan Obat Nasional (2006), mengamanatkan bahwa upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, jaminan ketersediaan obat esensial yang aman, bermanfaat serta bermutu dalam jumlah dan jenis yang cukup, keterjangkauan serta akses obat bagi seluruh masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah.
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Pembaharuan revisi saat ini merupakan pendekatan baru, karena selain penambahan dan pengurangan proses didahului re-evaluasi daftar yang sudah ada oleh Komite Nasional Revisi DOEN, sehingga ada obat yang dihilangkan karena sudah obsolet dan penambahan karena perkembangan ilmu baru. Hal ini membutuhkan transparansi proses evaluasi yang memanfaatkan bukti ilmiah dan mempertimbangkan formulasi obat untuk anak.
DOEN dievaluasi setiap 3 (tiga) tahun sekali, revisi terakhir dilakukan pada tahun 2005. Revisi DOEN
81 tahun ini dilaksanakan oleh Komite Nasional DOEN yang disyahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
Lampiran 2 Diharapkan dengan berlakunya DOEN tahun 2008 ini, amanat Kebijakan Obat Nasional dapat diterapkan secara lebih baik.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 239/MENKES/SK/III/2008 tanggal 5 Maret 2008 tentang Pembentukan Komite Nasional Revisi dan Penyusunan DOEN (KomNas Revisi DOEN) 2008
Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan revisi dan penyusunan DOEN 2008 diucapkan banyak terimakasih.
Jakarta, Agustus 2008 Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Dra. Kustantinah, Apt. MAppSc. NIP. 140 100 965
91
Lampiran 3
Peserta Pembahasan Teknis dan Rapat Konsultasi DOEN 2008 97
Lampiran 4
Formulir Pernyataan Kesediaan 101
Lampiran 5
Formulir Pernyataan Konflik Kepentingan 103
Lampiran 6
Format Kajian 105
Indeks 107
i
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
ii
MENTERI MENTERI KESEHATAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 791/MENKES/SK/VIII/2008
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan TENTANG
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); DAFTAR OBAT ESENSIAL NASIONAL 2008
7. Peraturan Preiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan untuk menjamin ketersediaan obat yang lebih merata dan terjangkau oleh masyarakat perlu disusun Daftar Obat Esensial Nasional;
8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Kementerian Negara;
b. bahwa Daftar Obat Esensial Nasional yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 497/Menkes/SK/VII/2006 perlu disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 085/Menkes/Per/I/1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah; bidang obat dan kedokteran, pola penyakit, serta program kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a dan b, perlu ditetapkan kembali Daftar Obat Esensial Nasional dengan Keputusan
Menteri Kesehatan.
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1295/Menkes/Per/XII/2007;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang
Kebijakan Obat Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 239/Menkes/SK/III/2008 tentang Pembentukan Komite Nasional Revisi dan Penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional (KomNas Revisi DOEN) 2008.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
MEMUTUSKAN : Nomor 4437) ebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
Menetapkan :
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG DAFTAR OBAT ESENSIAL
NASIONAL 2008.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Keehatan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 138,
Kedua : Daftar Obat Esensial Nasional 2008 sebagaimana dimakud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781);
iii
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
iv
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Ketiga : Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar obat terpilih yang paling dibutuhkan dan yang harus tersedia di Unit Pelayanan Kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Keempat : Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan, dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Kelima : Penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus di
semua unit pelayanan kesehatan.
Keenam : Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 497/Menkes/SK/VII/2006 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2005 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Ketujuh : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Agustus 2008
MENTERI KESEHATAN,
I
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, SP. JP(K)
v
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 791/MENKES/SK/VIII/2008 TANGGAL : 21 AGUSTUS 2008
DAFTAR OBAT ESENSIAL NASIONAL (DOEN)
2008
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
BAB I
PENDAHULUAN
Konsep Obat Esensial di Indonesia mulai diperkenalkan dengan dikeluarkannya Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang pertama tahun 1980, dan dengan terbitnya Kebijakan Obat Nasional pada tahun 1983. DOEN direvisi secara berkala setiap 3-4 tahun. DOEN yang terbit sekarang ini merupakan BAB I
revisi tahun 2008. Komitmen pemerintah melakukan revisi berkala merupakan prestasi tersendiri.
PENDAHULUAN
Pada tahun 2007, Organisasi Kesehatan Dunia - World Health Organization (WHO) telah melaksanakan program Good Governance on Medicines (GGM) tahap pertama di Indonesia dengan melakukan survey tentang proses transparansi 5 (lima) fungsi kefarmasian. Salah satunya adalah proses seleksi DOEN, yang dari segi proses transparansi dinilai kurang memadai. Dari pertemuan peringatan 30 th Essential Medicine List WHO di Srilanka (2007), diberikan tekanan kembali pentingnya transparansi proses seleksi baik dari tim ahli yang melakukan revisi, proses revisi, dan metoda revisi yang harus semakin mengandalkan evidence based medicine (EBM), dan pentingnya pernyataan conflicting of interest dari para anggota tim ahli.
Mengingat beberapa hal di atas, maka revisi pada tahun 2008, telah dirintis kearah perbaikan tersebut. Oleh karenanya proses revisi kali ini agak berbeda dengan proses revisi sebelumnya, dalam beberapa hal antara lain :
1. Pemilihan tim ahli melalui seleksi cukup ketat, termasuk penilaian terhadap kemungkinan konflik
kepentingan. 2. Sejak awal pembahasan telah menyertakan para pengelola program yang menggunakan obat di lingkungan Departemen Kesehatan (bukan hanya dalam rapat pleno). Upaya ini diharapkan merupakan proses pembelajaran kembali kepada internal Departemen Kesehatan untuk memahami kembali konsep obat esensial. 3. Selain pendapat dan pengalaman para ahli dalam tim revisi, pemanfaatan data EBM sangat
diutamakan. 4. Seluruh proses pembahasan, memberikan perhatian sangat besar pada obat untuk anak, termasuk bentuk sediaan. Seperti diketahui WHO telah pula menerbitkan daftar obat esensial untuk anak, dan dokumen ini menjadi salah satu acuan. Keberpihakan kepada kepentingan anak, juga ditunjukkan dengan dokter spesialis anak dalam tim ahli yang berjumlah paling banyak, yaitu 4 (empat) orang. 5. Revisi bersifat menyeluruh dalam arti mengkaji seluruh obat dalam DOEN termasuk catatan- catatan yang sudah tidak sesuai lagi. Revisi sebelumnya lebih banyak hanya mengevaluasi obat yang diusulkan untuk ditambahkan ke dalam DOEN. 6. Bentuk transparansi juga ditunjukkan dengan adanya penjelasan tentang beberapa alasan mengapa suatu obat perlu dikeluarkan dan ditambahkan dari DOEN 2005, ataupun adanya perubahan bentuk sediaan.
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
1
3. A. Obat Esensial Nasional
Dalam pelaksanaan revisi, seluruh obat yang ada dalam DOEN edisi sebelumnya dikaji oleh Komite Nasional Revisi dan Penyusunan (KomNas) Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup
DOEN, hal ini memungkinkan untuk mengeluarkan obat-obat yang dianggap upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada unit
sudah tidak efektif lagi atau sudah ada pengganti yang lebih baik. pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
c. Petunjuk Tingkat Pembuktian Dan Rekomendasi 1. Kriteria Obat Esensial Nasional
Tingkat pembuktian dan rekomendasi diambil dari US Agency for Health Care Policy a. Kriteria Pemilihan Obat Esensial
and Research, sebagai berikut :
Pemilihan obat esensial didasarkan atas kriteria berikut :
TINGKAT PEMBUKTIAN (STATEMENTS OF EVIDENCE) (1). Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita.
Ia Fakta diperoleh dari meta analisis uji klinik acak dengan kontrol. (2). Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas. (3). Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
Ib Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu uji klinik acak dengan kontrol. (4). Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga,
sarana dan fasilitas kesehatan.
IIa Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi dengan kontrol, tanpa acak, (5). Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita.
yang dirancang dengan baik. (6). Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung.
IIb Fakta diperoleh dari sekurang-kurangnya satu studi quasi-eksperimental jenis (7). Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan
lain yang dirancang dengan baik. dijatuhkan pada : - Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah;
III Fakta diperoleh dari studi deskriptif yang dirancang dengan baik, seperti studi - Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan;
komparatif, studi korelasi, dan studi kasus. - Obat yang stabilitasnya lebih baik; - Mudah diperoleh;
IV Fakta yang diperoleh dari laporan atau opini Komite Ahli dan / atau pengalaman - Obat yang telah dikenal.
klinik dari pakar yang disegani. (8). Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut :
- Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap; - Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi
2. Penerapan Konsep Obat Esensial daripada masing-masing komponen; - Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan
Obat esensial adalah obat paling mendasar yang dibutuhkan oleh pelayanan kesehatan. yang tepat untuk sebagian besar penderita yang memerlukan kombinasi
Jika dalam pelayanan kesehatan diperlukan obat di luar DOEN, dapat disusun dalam tersebut;
Formularium (RS) atau Daftar obat terbatas lain (Daftar Obat PKD, DPHO Askes). - Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya (benefit-cost
Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui Daftar Obat Esensial Nasional, ratio);
Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah Sakit, Daftar obat terbatas lain dan - Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi
terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya.
Informatorium Obat Nasional Indonesia yang merupakan komponen saling terkait untuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan penggunaan obat.
b. Kriteria Penambahan dan Pengurangan
a. Daftar Obat Esensial Nasional
1. Dalam hal penambahan obat baru perlu dipertimbangkan untuk menghapus obat dengan indikasi yang sama yang tidak lagi merupakan pilihan, kecuali ada alasan kuat untuk mempertahankannya. 2. Obat program diusulkan oleh pengelola program dan akan dinilai sesuai
kriteria umum DOEN.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan.
2
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
3
4
daftar Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan,
obat esensial khusus untuk ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya
Penyusunan Formularium Spesialistik melibatkan baik asosiasi profesi dokter guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk
spesialis terkait maupun masing-masing subspesialisasinya. Dengan keikutsertaan memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada
serta peran aktif para spesialis diharapkan para spesialis tersebut merasa memiliki masyarakat. Penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten dan terus
sehingga penggunaan obat rasional dapat diterapkan dengan baik. menerus di semua unit pelayanan kesehatan. Bentuk sediaan, kekuatan sediaan dan besar kemasan yang tercantum dalam DOEN
e. Informatorium Obat Nasional Indonesia adalah mengikat. Besar kemasan untuk masing-masing unit pelayanan kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan dan distribusinya dikaitkan dengan penggunaan.
Informatorium Obat Nasional Indonesia berisi informasi obat yang beredar dan disajikan secara ringkas dan sangat relevan dengan kebutuhan dokter, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya. Informatorium Obat Nasional Indonesia diterbitkan oleh b. Pedoman Pengobatan
Departemen Kesehatan untuk menjamin obyektivitas, kelengkapan dan tidak menyesatkan. Informasi obat yang disajikan meliputi indikasi, efek samping, dosis, Pedoman Pengobatan disusun secara sistematik untuk membantu dokter dalam
cara penggunaan dan informasi lain yang penting bagi penderita. Pengembangan menegakkan diagnosis dan pengobatan yang optimal untuk suatu penyakit tertentu.
Informatorium Obat Nasional Indonesia dilakukan berdasarkan bukti yang didukung Pedoman Pengobatan disusun untuk setiap tingkat unit pelayanan kesehatan, seperti
secara ilmiah yang berkaitan dengan kemanfaaatan dan penggunaan obat. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas dan Pedoman Diagnosis dan Terapi di Rumah Sakit. Pedoman Pengobatan memuat informasi penyakit, terutama penyakit
3. Pengelolaan dan Penggunaan Obat yang umum terjadi dan keluhan-keluhannya serta informasi tentang obatnya meliputi kekuatan, dosis dan lama pengobatan.
Untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, penggunaan obat esensial pada unit pelayanan kesehatan selain harus disesuaikan dengan pedoman pengobatan yang telah c. Formularium Rumah Sakit
ditetapkan, juga sangat berkaitan dengan pengelolaan obat.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati beserta infomasinya yang harus diterapkan di Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) / Komite Farmasi dan Terapi (KFT) Rumah Sakit berdasarkan DOEN dan disempurnakan dengan mempertimbangkan
Pengelolaan obat yang efektif diperlukan untuk menjamin ketersediaan obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dan memenuhi standar mutu. Aspek yang penting dalam pengelolaan obat meliputi antara lain :
- Pembatasan jumlah dan macam obat berdasarkan Daftar Obat Esensial obat lain yang terbukti secara ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan di Rumah Sakit
menggunakan nama generik, dengan perencanaan yang tepat. tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga mengacu pada pedoman
- Pengadaan dalam jumlah besar (bulk purchasing). pengobatan yang berlaku. Penerapan Formularium Rumah Sakit harus selalu
- Pembelian yang transparan dan kompetitif. dipantau. Hasil pemantauan dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar
- Sistem audit dan pelaporan dari kinerja pengelolaan. sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan d. Formularium Spesialistik
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membawa implikasi terhadap organisasi kesehatan di propinsi, Formularium Spesialistik merupakan suatu buku yang berisi informasi lengkap obat-
kabupaten maupun kota. Demikian pula halnya dengan organisasi pengelolaan obat, obat yang paling dibutuhkan oleh dokter spesialis bidang tertentu, untuk pengelolaan
masing-masing daerah kabupaten / kota mempunyai struktur organisasi dan kebijakan pasien dengan indikasi penyakit tertentu.
sendiri dalam pengelolaan obat. Dimana hal ini membuka berbagai peluang terjadi
Formularium Spesialistik disusun untuk meningkatkan ketaatan para dokter spesialis Rumah Sakit terhadap Formularium Rumah Sakit yang selama ini masih sangat
perbedaan yang sangat mendasar di masing-masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat.
rendah. Bidang spesialisasi tertentu bisa saja mempunyai banyak subspesialisasi,
Siklus distribusi obat dimulai pada saat produk obat keluar dari pabrik atau distributor, dan misalnya bidang spesialisasi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, merupakan
berakhir pada saat laporan konsumsi obat diserahkan kepada unit pengadaan. Distribusi bidang spesialisasi yang mempunyai banyak subspesialisasi, sehingga dapat disusun
obat yang efektif harus memiliki desain sistem dan manajemen yang baik dengan cara
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
5
6
6. antara lain: menjaga suplai obat tetap konstan, mempertahankan mutu obat yang baik
Pemantauan dan Evaluasi selama proses distribusi, meminimalkan obat yang tidak terpakai karena rusak atau kadaluarsa dengan perencanaan yang tepat sesuai kebutuhan masing-masing daerah, memiliki catatan penyimpanan yang akurat, rasionalisasi depo obat dan pemberian informasi untuk memperkirakan kebutuhan obat.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk menunjang keberhasilan penerapan DOEN melalui mekanisme pemantauan dan evaluasi keluaran dan dampak penerapan DOEN yang sekaligus dapat mengidentifikasi permasalahan potensial dan strategi penanggulangan yang efektif. Dengan adanya desentralisasi diharapkan kabupaten/kota maupun provinsi dapat mencukupi kebutuhan obatnya masing-masing. Pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kesehatan hanya memback-up manakala kabupaten/kota maupun provinsi
Hal ini dapat dicapai melalui koordinasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi penerapan DOEN oleh Departemen Kesehatan. Pemantauan dan evaluasi tersebut dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
tidak dapat memenuhi kebutuhannya. DOEN merupakan dasar untuk perencanaan dan pengadaan obat baik di daerah (kabupaten / kota / provinsi) dan tingkat pusat.
7. Revisi DOEN
Untuk pengelolaan dan penggunaan obat khusus (spesialistik) dalam mengatasi keadaan tertentu, pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
DOEN perlu direvisi dan disempurnakan secara berkala. Revisi tidak hanya untuk menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk kepraktisan dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga kesehatan dan Departemen Kesehatan RI dapat memasukannya melalui jalur khusus (special acces
sarana pelayanan kesehatan yang ada. scheme) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1379.A/Menkes/SK/XI/2002.
Penyempurnaan DOEN dilakukan secara terus menerus dengan usulan materi dari unit pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian kesehatan, baik pemerintah 4. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
maupun swasta, disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Revisi DOEN dilaksanaka KIE mengenai obat esensial merupakan suatu prasyarat untuk mendorong penggunaan
secara periodik setiap 3 (tiga) tahun. obat dan penulisan resep yang rasional oleh tenaga kesehatan. KIE kepada tenaga kesehatan dan masyarakat dalam rangka peningkatan penggunaan
8. Jaga Mutu obat yang rasional perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara terus-menerus melalui jalur berikut: a. Instansi Pemerintah / Swasta b. Organisasi Profesi yang terkait
Jaga mutu obat menyeluruh yang meliputi tahap pengembangan produk, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), monitoring mutu obat pada rantai distribusi dan penggunaannya, merupakan elemen penting dalam penerapan konsep obat esensial. c. Kurikulum pendidikan tenaga kesehatan d. Jalur lain yang memungkinkan
9. Resistensi Antibiotik
Setiap obat yang tercantum dalam DOEN harus disertai dengan informasi yang akurat dan obyektif sehingga dapat dimengerti oleh tenaga kesehatan. Informasi tersebut meliputi indikasi, kontraindikasi, dosis, cara penggunaan, peringatan perhatian, efek samping, interaksi obat dan bentuk sediaan.
Resistensi antibiotik makin meningkat terutama pada antibiotik esensial lini pertama, yang relatif murah harganya. Keadaan ini dinilai sangat membahayakan, karena pada akhirnya dunia kesehatan akan kehilangan antibiotik yang masih peka dan potensial untuk memerangi penyakit-penyakit infeksi yang baru muncul (emerging) maupun muncul kembali (reemerging). Penyebabnya karena penggunaan antibiotik yang tidak
5. Penelitian dan Pengembangan
rasional, baik oleh tenaga kesehatan maupun penderita.
Penelitian dan pengembangan dilakukan untuk menunjang proses penyusunan dan
Untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik diperlukan upaya-upaya :
penyempurnaan DOEN. Penelitian dan pengembangan tersebut dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dalam
a. Menyelenggarakan surveilans pola resistensi mikroba sehingga diperoleh pola
resisten bakteri terhadap antibiotik. bidang kedokteran, farmasi, epidemiologi, dan pendidikan. Hasil penelitian dan pengembangan digunakan sebagai masukan dalam proses revisi dan
b. Menyelenggarakan surveilans pola penggunaan antibiotik. penyempurnaan DOEN secara berkala.
Penyelenggara surveilans pola penggunaan antibiotik adalah institusi penelitian dan rumah sakit, Puskesmas, Dinas Kesehatan serta institusi kesehatan, pendidikan dan penelitian lain.
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
7