SEJARAH MELETUSNYA REVOLUSI INDUSTRI
Revolusi Industri adalah sebuah ungkapan yang digunakan untuk menamai perubahan dan perkembangan pesat yang awalnya terjadi di Inggris setelah ditemukannya mesin uap. Revolusi ini mengubah cara hidup banyak orang, terutama yang tinggal di perkotaan dan wilayah-wilayah industri. Kemajuan teknologi mengakibatkan tenaga untuk menggerakkan mesin yang semula masih menggunakan tangan menjadi penggunaan mesin yang digerakkan oleh tenaga uap.
1. Lahirnya Revolusi Industri
Revolusi Industri terjadi pada pertengahan abad ke-18. Awalnya didahului oleh revolusi agraria. Ada dua tahap revolusi agraria. Revolusi Agraria I adalah tahapan terjadinya perubahan penggunaan tanah yang semula hanya untuk pertanian menjadi usaha pertanian, perkebunan, dan peternakan yang terpadu. Revolusi Agraria II mengubah cara mengerjakan tanah yang semula tradisional dengan penggunaan mesin-mesin atau mekanisasi. Revolusi Industri terjadi di Inggris karena sebab-sebab berikut.
a. Inggris memiliki cukup bahan dasar untuk industri, seperti wol, batu bara, dan kapas yang
diperoleh dari tanah jajahan.
b. Bangsa Inggris rajin mengadakan penyelidikan terhadap ilmu alam sehingga banyak
penemuan baru. Hal ini didukung dengan didirikannya lembaga ilmiah Royal Society for
Improving Natural Knowledge pada tahun 1662.
c. Adanya kemajuan pesat dalam pelayaran yang membawa kemajuan perdagangan Inggris.
d. Inggris memiliki cukup modal untuk memajukan industrinya.
e. Inggris memiliki kongsi dagang EIC yang merupakan alat kemajuan bagi perdagangan
negara.
2. Tahap Revolusi Industri
Revolusi Industri terdiri dari tiga tahap.
a. Revolusi Industri I ditandai dengan masih dipergunakannyateknik kuno, yaitu penggunaan uap untuk menggerakkan mesin yang berbahan bakar kayu atau batu bara. Revolusi tahap pertama terjadi di Inggris pada abad ke-18.
b. Revolusi Industri II ditandai dengan penggunaan teknik baru berupa mesin bermotor yang berbahan bakar listrik atau bensin. Revolusi tahap kedua ini terjadi di Amerika Serikat dan Jerman pada abad ke-19.
c. Revolusi Industri III ditandai dengan penggunaan teknik kimia-hayati berbahan bakar atom atau nuklir. Revolusi tahap ketiga ini terjadi di Amerika Serikat dan Uni Soviet pada abad ke-20.
Revolusi Industri mendorong peningkatan penggunan mesin-mesin sehingga terjadi efisiensi dalam produksi batu bara, besi, dan baja. Perkembangan ini ditunjang oleh adanya pembangunan jalan kereta api, alat transportasi, dan pengembangan sistem perbankan serta perkreditan.
Dampak-dampak revolusi industri
Dampak Revolusi Industri di Bidang ekonomi
Dampak Revolusi Industri dalam bidang ekonomi adalah munculnya pabrik-pabrik, lahirnya pengusaha kaya, biaya produksi rendah sehingga harga barang semakin rendah, upah buruh menjadi rendah, perdagangan dunia semakin maju, tumbuhnya kapitalisme industri yang berpusat pada perseorangan, dan matinya industri rumah tangga. Faktor lain yang kemudian memunculkan revolusi industri adalah perkembangan ilmu ekonomi, yang kemundian memunculkan pemikiran revolusi dalam bidang industri merupankan rasionalitas ekonom
Sejarah Meletusnya Revolusi Perancis
Revolusi Perancis merupakan suatu proses perubahan yang dimulai pada tahun 1789 sampai 1871. Perubahan secara besar-besaran itu terjadi ada tahun 1789, 1830, 1848, dan 1871. Revolusi Perancis disebut juga Revolusi Juli karena meletus pada tanggal 14 Juli 1789 sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja yang sewenang-wenang (absolut). Revolusi ini terjadi ketika negara dalam keadaan sangat parah. Para pelaku revolusi ini adalah kaum Borjuis (golongan masyarakat kota) yang ingin menggantikan peranan ulama dan kaum bangsawan dalam pemerintahan.
Masyarakat kota (kaum borjuis) merupakan penentang utama dari pemerintah Raja Louis XVI. Sejak pemerintahan Raja Louis XVI anggaran negara selalu mengalami defisit. Hal tersebut disebabkan penghamburan uang negara oleh raja dan kaum bangsawan untuk pesta-pesta mewah. Ada pun tuntutan kaum borjuis itu adalah:
1. Menjunjung tinggi kebebasan.
2. Menjunjung tinggi asas persamaan.
3. Penggunaan akal pikiran yang sehat dan serba perhitungan.
4. Kehidupan masyarakat bersifat liberalis.
Pertentangan-pertentangan tersebut mengakibatkan munculnya beberapa tokoh pembaharu yang menentang kekuasaan raja, di antaranya John Locke, Montesquieu, Rousseau, dan Voltaire.
Adapun penyebab meletusnya Revolusi Perancis adalah:
1. Utang negara sudah terlalu banyak.
2. Pajak yang dibebankan kepada rakyat sudah terlalu tinggi.
3. Adanya blangko surat penangkapan yang ditandatangani oleh raja.
4. Kebencian rakyat kepada penjara bastille.
5. Menghambur-hamburkan uang yang dilakukan oleh permaisuri raja yakni Maria Antoinette.
6. Adanya pengaruh dari luar, yaitu perang kemerdekaan Amerika Serikat yang menentang pendudukan Inggris di Amerika, yang pada waktu itu Perancis memberikan bantuannya kepada Amerika di bawah pimpinan Jenderal Lafayette, sehingga sekembalinya dari Amerika ia menyebarkan semangat dan cita-cita kemerdekaan, kebebasan, dan persamaan.
Situasi politik di Perancis semakin memanas dan puncaknya adalah serangan rakyat terhadap penjara Bastille pada tanggal 14 Juli 1789. Penjara Bastille merupakan lambang kekuasaan dan sewenang-wenangan Raja Louid, karena di tempat inilah para pemimpin rakyat dipenjarakan. Dengan jatuhnya Bastille ke tangan rakyat Perancis, maka tahun 1791 Perancis menjadi sebuah negara yang berbentuk Monarki Konstitusi (kerajaan berundang-undang) dan Perancis berhasil membentuk sebuah konstitusi, kerajaan raja diatur oleh undang-undang.
Semboyan Revolusi Perancis adalah Liberte (Kebebasan), Egalite (Persamaan), dan Freternite (Persaudaraan). Semboyan ini merupakan hasil pemikiran J.J Rousseau yang kemudian diabadikan dalam bentuk bendera merah, putih, biru dan tanggal 14 Juli diperingati sebagai Hari Nasional Perancis.
Pada saat itu, pelarian kaum bangsawan Perancis dengan dibantu oleh kerajaan Prusia dan Austria melakukan penyerangan untuk mengembalikan kekuasaan absolut di Perancis. Raja Louis XVI pada tahun 1792 dijatuhi hukuman mati dengan dipenggal lehernya.
Golongan bangsawan yang memperoleh kemenangan dalam revolusi mulai berebut untuk berkuasa. Kaum terpelajar bergabung dalam partai Girondin yang menghendaki sistem Monarki Konstitusional dan berhadapan dengan kaum rakyat jelata yang tergabung dalam partai Montagne yang memilih sistem republik.
Kerajaan Perancis akhirnya diubah menjadi republik dengan membentuk Pemerintahan Terror (sistem pemerintahan secara diktator) yang dipimpin oleh Robespierre (1792-1794) dari partai Montagne, tetapi keadaan teta kacau. Setelah keadaan damai partai Girondin mengadakan Cap de’etats dan pemerintahan Robespierre berhasil digulingkan, ia dijatuhi hukuman mati dengan pisau Guillotine.
Pada tahun 1795 Pemerintahan Terror diganti oleh pemerintahan Directoire (1795-1799) dari partai Girondin, tetapi keadaan negara tetap kacau. Salah seorang anggota Directoire yaitu Jenderal muda Napoleon Bonaparte (awalnya hanya seorang Kopral) berhasil menyelamatkan Perancis dari kekacauan dan keberhasilannya ini membawa namanya menjadi terkenal dan diangkat menjadi seorang Konsul pada republik Perancis.
Perancis berada dibawah kekuasaan Napoleon Bonaparte semakin baik. Oleh karena itu, rakyat Perancis memberi kepeercayaan penuh, dan pada tahun 1804 ia mengangkat dirinya menjadi Kaisar Perancis yang diresmikan oleh Paus Pius VII. Dalam melaksanakan pemerintahan, Napoleon terpusat pada satu tangan, yaitu raja, tetapi juga liberal atau disebut Verlicht Depoot (raja mutlak).
Sebenarnya, Absolutisme Napoleon timbul karena adanya Vacum of Power dalam Directoire. Oleh karena itu, Absolutisme Napoleon tidak mungkin lepas dari hasil-hasil yang telah dicapai dalam Revolusi Perancis. Ia melaksanakan pemerintahan dengan corak otokrasi. Adapun langkah-langkah yang diambilnya untuk mengembalikan wibawa Perancis adalah sebagai berikut:
sentralisasi dan administrasi diseragamkan dan menghimpun hukum perdata (code civil).
2. Memberikan kesejahteraan kepada rakyat, pajak pendapatan diturunkan sebanyak 20 % pendidikan dikembangkan, perindustrian dan perdagangan diperlancar.
3. Mengembalikan perdamain dalam negeri. Golongan bangsawan yang telah melarikan diri ke luar negeri diterima kembali dengan syarat tidak menuntut kembali kekayaan yang telah disita oleh negara.
Di bawah pemerintahan Napoleon Bonaparte, Perancis berkembang menjadi sebuah negara yang paling berkuasa di Eropa. Dalam melaksanakan politik dalam negerinya, Napoleon melaksanakan politik dinasti yaitu menempatkan dan mengangkat saudara-saudaranya sebagai raja pada daerah-daerah lain. Tujuan politik ini adalah untuk menjelmakan keturunannya menjadi kaisar Perancis dan wilayah-wilayah Eropa lainnya.
Untuk kepentingan tertentu, Napoleon menceraikan isterinya yang bernama Josephine de Beauharnise dan kemudian mengawini Maria Louise, puteri dari Raja Austria yang memberikan seorang putera kepadanya, yaitu Napoleon II yang kemudian diangkat menjadi Raja Roma (1811-1832).
Sedangkan untuk melaksanakan politik luar negerinya ditunjukkan untuk pembentukan Perancis menjadi negara terbesar di Eropa. Ia juga menginginkan Eropa menjadi sebuah negara federasi dibawah kekuasaan Perancis. Untuk melaksanakan keinginannya tersebut, Napoleon melibatkan Perancis dalam perang-perang koalisi, yaitu:
1. Perang Koalisi I (1792-1797). Perancis melawan Austria, Prusia, Inggris, Spanyol, Belanda dan Sardinia. Pada perang ini, Perancis mengalami kemenangan yang gemilang dan merampas harta kekayaan dari negara-negara yang kalah, sehingga dapat mengembalikan ekonomi Perancis yang sedang suram.
2. Perang Koalisi II (1799-1802). Lawan Perancis dalam erang ini adalah Austria, Rusia, Inggris dan Turki. Perancis menang dan diakhiri denga perjanjian Amiens (1802).
3. Perang Koalisi III (1805). Austria, Rusia, Swedia, dan Inggris melawan Perancis. Wina (Ibukota Austria) diduduki oleh Napoleon dalam pertempuran di Austerlizt (1805). Austria dan Rusia dihancurkan oleh Napoleon dan diakhiri dengan perjanjian preszburg (1805).
4. Perang Koalisi IV (1806-1807). Lawan Perancis adalah Prusia, Rusia, dan Inggris. Dalam pertempuran di Friedland (1807) Rusia kalah.
5. Perang Koalisi V (1809). Lawan Perancis adalah Inggris, Spanyol, Portugal, dan Austria.
6. Perang Koalisi VI (1813-1814). Dalam perang ini, Perancis mengalami kekelahan dalam pertempuran di Leipzigh (1813). Napoleon kalah dalam menghadapi koalisi (gabungan). Napoleon lari ke Perancis untuk mempertahankan Perancis dari serangan koalisi, tetapi usaha ini gagal. Napoleon kalah dan turun dari tahtanya pada tahun 1814 dibuang ke pulau Elba. Raja Perancis diganti oleh raja Louis XVIII (Adi Louis XVII). Dalam kekalahan ini, Perancis menandatangani perjanjian Paris yang isinya adalah sebagai berikut:
1) Inggris mendapatkan pulau Malta.
2) Perancis mendapatkan batas-batasnya seperti tahun 1792 (batas sebelum kekuasaan Napoleon).
7. Perang Koalisi VII (1815). Perancis yang berada dibawah Raja Louis XVIII menjadi lemah. Pada tahun 1815, Napoleon kembali ke Perancis. Raja Louis XVIII mengirimkan tentaranya dibawah pimpinan Marsekal Ney, tetapi mereka berbalik memihak Napoleon. Raja Louis XVIII lari, kemudian Eropa membentuk koalisi VII untuk mengatasi Napoleon. Dalam pertempuran tersebut, Napoleon menyerah untuk kedua kalinya. Ia dibuang ke Pulau St. Helena sampai meninggal pada tahun 1821.
Revolusi Perancis yang dicetusi pada tanggal 14 Juli 1789 itu mempunyai beberapa pengaruh dan perubahan di berbagai bidang, di antaranya adalah:
1) Bidang Politik:
Ø Negara menjadi Republik.
Ø Berkembang paham demokrasi modern.
Ø Timbulnya rasa nasionalisme.
Ø Undang-undang merupakan kekuasaan tertinggi.
2) Bidang Ekonomi:
Ø Sistem pajak feodal dihapuskan.
Ø Sistem monopoli dihapuskan.
Ø Petani menjadi pemilik tanah.
Ø Industri-industri besar bermunculan.
3) Bidang Sosial:
Ø Dibentuknya sususnan masyarakat baru.
Ø Pendidikan dan pengajaran merata di semua lapisan masyarakat.
Ø Sistem feodalisme dihapuskan.
Ø Hak asasi manusia dijadikan dasar Code Napoleon.
Selain pengaruh dan akibat bagi dalam negeri, Revolusi Perancis juga membawa pengaruh bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara luas, di antaranya adalah:
1. Bidang Politik
Pengaruhnya dalam bidang Politik, antara lain adalah sebagai berikut:
Ø Berkembangnya paham liberalisme (kebebasan). Liberalisme adalah paham kebebasan yang berhasil mengahpuskan kekuasaan mutlak (absolut) di daratan Eropa. Menurut paham ini, setiap orang atau negara bebas menentukan nasibnya sendiri, bebas dalam bertindak dan bebas berusaha. Paham liberalisme kemudian meluas di seluruh daratan Eropa, bahkan ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia. Pada mulanya, paham liberal ini berkembang di negeri Belanda, ketiak Belanda jatuh ke tangan Perancis dibawah Napoleon Bonaparte. Sejak tahun 1870 pemerintahan di negeri Belanda berada pada kaum liberal. Paham liberal ini tentunya dibawa ke Indonesia sebagai daerah jajahannya. Dampaknya terasa ketika para penanam modal asing menanamkan modalnya di Indonesia dalam bidang perkebunan dan industri. Berkembanglah Kapitalisme, Perbudakan, dan Kerja Rodi yang menyengsarakan rakyat Indonesia.
Ø Berkembangnya paham berkebangsaan (Nasionalisme). Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang berusaha menentang segala bentuk penjajahan untuk mencapai kedaulatan bangsa dan negara. Setelah terjadinya Revolusi Perancis, banyak negara-negara yang melepaskan diri dari penjajahan dan menentukan nasibnya sendiri.
Ø Berkembangnya perlindungan hukum (The Rule of Law). Napoleon Bonaparte sekalipun bertindak diktaktor, namun telah melaksanakan dasar-dasar negara hukum yang melindungi rakyatnya. Sejak saatt itu, banyak negara di Eropa yang menerapkan hukum dalam pemerintahannya. Siapa yang bersalah akan dikenakan sanksi hukum sesuai dengan kesalahannya.
Ø Berkembangnya sisitem demokrasi dan bentuk republik. Revolusi Perancis ditujukan untuk menentang kekuasaan mutlak dan menggantikannya dengan sistem demokrasi yang mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya. Perancis juga merintis bentuk negara Republik yang kemudian banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia. Indonesia sendiri menganut sistem pemerintahan demokrasi dalam bentuk negara Republuk, karena sistem dan bentuk inilah yang paling sesuai di negara kita dan lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya.
Ø Berkembangnya paham kesamaan derajat. Revolusi Perancis diarahkan pula pada usaha-usaha menghapuska diskrimanasi dalam kedudukan, status sosial, agama, dan warna kulit. Rakyat Perancis menuntut adanya pengakuan persamaan derajat, bukan pengkotak-kotakan seperti yang terjadi waktu itu. Paham ini juga meluas ke seluruh negara di dunia, termasuk ke Indonesia. Dengan adanya Revolusi Perancis yang menuntut adanya persamaan derajat, banyak para pemimpin bangsa Indonesia yang memperjuangkan pengakuan adanya persamaan derajat ini. Bahkan, sekarang persamaan derajat tidak hanya bagi kaum pria, tetapi kedudukan kaum pria dan kaum wanita sama dalam hukum dan pemerintahan. Pengakuan persamaan derajat itu kemudian berkembang pada pengakuan hak-hak asasi manusia. Bahkan, pengakuan terhadap hak asai manusia kini telah membudaya secara intenasional.
2. Bidang Sosial-Ekonomi
Pengaruh Revolusi Perancis dalam bidang Sosial-Ekonomi dalam dijelaskan sebagai berikut:
Ø Pengahapusan perbudakan karena tidak sesuia dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Sebelumnya, perbudakan di dunia sangat merajalela. Orang yang lemah diperlakukan sewenang-wenang oleh orang-orang yang kuat. Bangsa terjajah diperlakukan semena-mena oleh kaum penjajah. Keberhasilan kaum liberal di negeri Belanda, misalnya, telah menghapuskan Sistem Tanam Paksa di Indonesia yang banyak menyengsarakan rakyat Indonesia. Waktu itu, rakyat Indonesia diperbudak untuk menggarap sebagian tanahnya untuk menanam tanaman yang laku di pasar Eropa.
Ø Pemungutan pajak dilakukan secara adil dan merata. Sebelum Revolusi Perancis, rakyat Perancis diperlakukan secara tidak adil dalam bidang perpajakan. Rakyat biasa dikenakan untuk membayar pajak. Sebaliknya, kaum bangsawan bebas membayar pajak. Keberhasilan Revolusi Perancis telah membawa keadilan, karena pajak dikenakan kepada seluruh rakyat, tanpa pilih kasih.
Ø Menghapus diskriminasi dalam masyarakat. Sebelum Revolusi Perancis, rakyat di Eropa terbagi atas kotak-kotak yang masing-masing berbeda hak dan kewajibannya. Keberhasilan Revolusi Perancis telah menghapus pengkotak-kotakan masyarakat tersebut. Tidak ada lagi golongan bangsawan, ulama, atau rakyat jelata. Semua rakyat mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Hal itu mengalami bangsa Indonesia untuk menuntut persamaan hak dan kedudukan dengan bangsa Belanda sebagai pihak penjajah. Sebelumnya, bangsa Indonesia menerima saja diperlakukan sebagai kelas paling bawah dalam susunan masyarakat pemerintahan kolonial Belanda.
Ø Penghapusan sistem monopoli dalam perdagangan. Setelah terjadinya Revolusi Perancis juga membawa perubahan di bidang ekonomi, terutama dalam bidang perdagangan. Pada masa liberalisme, di Indonesia telah dihapuskan sistem monopoli diganti dengan kebebasan dalam berusaha. Pada masa liberalisme, rakyat kita bebas dalam mengatur perekonomiannya, yang ditandai dengan penghapusan sistem tanam paksa dan kerja rodi.
SEJARAH REVOLUSI RUSIA
Diakui atau tidak, Revolusi Oktober 1917 merupakan peristiwa besar yang masih menempati garis depan dalam sejarah perubahan. Meskipun Komune Paris 1871 dikenal sebagai periode paling awal dari heroisme buruh modern, namun, hanya pada Revolusi Oktoberlah untuk pertama kalinya kaum buruh (didukung oleh kaum tani) mampu merebut kepemimpinan politik dan mengambil alih kekuasaan dari rejim lama ke tangan mereka sendiri; mereka juga mampu menyingkirkan peran despotik kaum kapitalis dan para tuan tanah, memberikan harapan kepada jutaan umat manusia yang tertindas untuk memperoleh kebebasan, dan berhasil mendirikan negara buruh yang pertama di dunia: Uni Soviet.
Ketika berbicara mengenai revolusi, bahasa-bahasa metaforis seperti ini seringkali muncul: "letusan gunung berapi," "kelahiran masyarakat baru," "titik didih," dll. Dalam metafora sederhana ini tersembunyi hukum dialektika - yaitu, logika evolusi. Tetapi revolusi, secara keseluruhan, tidaklah sama dengan evolusi. Ini merupakan titik kritis ketika kuantitas yang terakumulasi berubah dengan ledakan dahsyat menjadi kualitas. Fisika telah mengajarkan bahwa stabilitas suhu bisa berhenti dengan tiba-tiba. Hal ini juga bisa terjadi dalam gerak masyarakat. Meskipun sejarah masyarakat tidak bisa dipahami sebagai benda, namun secara prinsip sama, bahwa dalam periode tertentu dalam sejarah, karena hasil dari suatu akumulasi, terjadi ledakan dahsyat yang meluluhlantakkan tatanan lama.
Pada tahun 1917, Rusia tengah melewati krisis sosial yang paling besar. Meskipun, semua orang akan mengatakan dengan berani, berdasar pada catatan sejarah, bahwa jika tidak ada Partai Bolshevik, energi revolusioner dari massa yang beragam akan dihabiskan sia-sia dengan ledakan sporadis, dan pergolakan besar akan berakhir di tangan kediktatoran kontra-revolusioner. Perjuangan kelas adalah penggerak utama sejarah. Perlu adanya program yang benar, sebuah partai yang kuat, kepemimpinan yang berani dan dapat dipercaya – bukan seorang pahlawan yang terpampang dalam ruang lukisan dan bukan pula kaum parlementer, tetapi kaum revolusioner, yang siap untuk berjuang hingga ke garis akhir. Inilah pelajaran utama dari revolusi Oktober.
Dalam tulisan ini, tentu, saya tidak sedang menulis deskripsi kosong mengenai sebuah revolusi, atau menulis cerita fiktif dengan konten yang heroik dan revolusioner. Tetapi tulisan ini akan bercerita tentang fakta-fakta historis dari sebuah periode sejarah, sebuah periode yang banyak dibicarakan – di banyak tempat dan di banyak masa – oleh banyak orang, yakni kesuksesan Revolusi Oktober 1917 sekaligus keruntuhannya. Dengan mengambil dari sumber-sumber yang tidak diragukan lagi kebenarannya seperti Trotsky, Lenin, Ted Grant, Alan Woods, dan dari beberapa sejarawan, saya, di sini, akan menunjukkan secara obyektif capaian besar dari Revolusi Oktober 1917, yang berhasil mendirikan rejim demokrasi buruh, Uni Soviet, dan sebab-sebab keruntuhannya.
Dalam tulisan yang saya rencanakan berkala ini, kita juga bisa melihat bagaimana Stalin telah melakukan pelanggaran prinsip secara terus menerus dengan menciptakan kekuasaan individu dan meruntuhkan kesatuan kelompok yang demokratis, membangun birokrasi otoriter, melakukan pelanggaran hukum berat, membuat stagnasi, dan, pada tahap puncaknya, meluluhlantakkan Revolusi Oktober dan menghancurkan negara buruh Uni Soviet. Oleh sebab itu, tulisan ini akan mengambil fokus kajian pada sejarah keberhasilan Revolusi Oktober dan sebab-sebab keruntuhan Uni Soviet.
Dalam menghargai capaian besar dari Revolusi Oktober, yang telah menghasilkan negara besar Uni Soviet, dengan ekonomi sosialis yang terencana, dan untuk mewujudkannya kembali di masa mendatang dengan revolusi buruh yang lebih massif, tidak bisa dengan pengetahuan yang sepenggal. Untuk menghargai sepenuhnya capaian dari Revolusi Oktober ini, kata Ted Grant, perlu memahami pula titik keberangkatannya. Karena dalam hasrat banyak orang yang ingin mendiskreditkan ide-ide sosialisme, yakni para pejuang "pasar bebas", telah melupakan beberapa detail penting.
Pada tahun 1917, Rusia di bawah Tsar, fakta kesejarahannya, jauh lebih terbelakang dari India hari ini. Rusia jauh tertinggal dengan Barat. Ini adalah tanah barbar dengan bajak kayu abad pertengahan, yang digunakan oleh kaum tani yang hanya mendapatkan emansipasi perbudakan dua generasi sebelumnya. Rusia telah dikuasai oleh despotisme Tsar selama berabad-abad. Kelas pekerja industri adalah minoritas kecil - kurang dari empat juta dari total populasi sekitar 150 juta jiwa. Tujuh puluh persen dari populasi tidak bisa membaca dan menulis. Kapitalisme Rusia sangat lemah dan bertumpu pada kruk modal asing: Prancis, Inggris, Jerman, Belgia dan kekuatan Barat lainnya mengontrol 90 persen tambang Rusia, 50 persen pada industri kimia, lebih dari 40 persen pada permesinan, dan 42 persen pada saham perbankan. Revolusi Oktober berusaha untuk mengubah semua ini, menunjukkan jalan ke depan bagi kaum pekerja di mana-mana dan menyiapkan jalan untuk revolusi sosialis dunia. Meskipun ada banyak masalah besar dan kendala-kendala, ekonomi terencana merevolusi kekuatan-kekuatan produktif di Uni Soviet dan meletakkan dasar bagi ekonomi modern.
Pada tahun 1936, Trotsky menulis bahwa tugas pokok dari rezim Soviet terletak pada intensitas dan kesuksesan perjuangannya melawan seribu tahun keterbelakangan. Rejim Soviet sedang melangkah melalui tahap persiapan, mengimpor, meminjam dan merebut pencapaian teknik dan budaya dari Barat. Sejak saat itu, perekonomian Soviet melompat cepat. Dalam kurun waktu 50 tahun, dari tahun 1913 (puncak produksi sebelum perang) sampai 1963, meskipun melewati dua perang dunia, intervensi asing dan perang sipil, serta bencana-bencana lainnya, total output industri meningkat lebih dari 52 kali. Terkait dengan angka ini Amerika Serikat meningkat kurang dari enam kali, sedangkan Inggris berjuang mati-matian untuk melipatgandakan outputnya. Dengan kata lain, dalam beberapa dekade saja, di atas dasar ekonomi yang dinasionalisasi, Uni Soviet berubah dari ekonomi pertanian terbelakang menjadi negara yang paling kuat kedua di muka bumi, dengan berbasis industri besar, tingkat budaya yang tinggi dan jumlah ilmuwan yang lebih banyak jika dibanding dengan Amerika Serikat dan Jepang.
Dari sudut pandang Marxis, fungsi dari teknik ini adalah untuk menghemat tenaga manusia. Dalam periode 50 tahun, dari tahun 1913 sampai tahun 1963, pertumbuhan produktifitas tenaga kerja di sektor industri, sebuah indeks kunci pembangunan ekonomi, naik hingga 73 persen di Inggris dan 332 persen di Amerika Serikat. Dalam periode yang sama, di Uni Soviet, produktivitas tenaga kerja meningkat hingga 1310 persen, meskipun berawal dari basis yang sangat rendah. Periode kemajuan ekonomi yang luar biasa di Rusia ini sebagian besar bersamaan dengan masa-masa krisis atau stagnasi dalam ekonomi kapitalis Barat.
Lompatan pesat industri Uni Soviet di tahun 1930-an terjadi bersamaan dengan kemerosotan dan depresi hebat di dunia kapitalis, disertai dengan pengangguran massif dan kemiskinan kronis. Antara tahun 1929 sampai tahun 1933 produksi industri Amerika turun hingga 48,7 persen. Riset Nasional Amerika memperkirakan jumlah pengangguran bulan Maret 1933 adalah 17.920.000. Di Jerman terdapat lebih dari enam juta penganggur. Perbandingan ini saja sudah menunjukkan grafik keunggulan bagi ekonomi terencana atas produksi kapitalis yang bergerak secara anarkis.
Di Uni Soviet, dari populasi yang tumbuh sebesar 15 persen, peningkatan jumlah para teknisinya tumbuh sebesar 55 kali; jumlah peserta dalam pendidikan formal meningkat lebih dari enam kali; jumlah buku yang diterbitkan mencapai 13 kali; tempat tidur rumah sakit hampir sepuluh kali; jumlah peserta didik di bangku taman kanak-kanak mencapai 1.385 kali. Jumlah dokter per 100.000 orang adalah 205, jauh jika dibandingkan dengan Italia dan Austria yang mencapai 170, Amerika Serikat 150, Jerman Barat 144, Inggris, Perancis dan Belanda 110, dan Swedia 101. Harapan hidup lebih dari dua kali lipat dan kematian bayi menurun sembilan kali. Antara tahun 1955 sampai tahun 1959 ruang perumahan perkotaan meningkat lebih dari dua kali lipat, sementara ruang privat luasnya meningkat lebih dari tiga kali lipat. Pada tahun 1970, jumlah dokter telah meningkat dari 135.000 menjadi 484.000 dan jumlah tempat tidur rumah sakit dari 791.000 menjadi 2.224.000.
Meskipun sebuah pukulan keras pernah menimpa sektor pertanian karena kolektivisasi paksa dari Stalin di awal tahun 1930-an, di mana sektor pertanian memang tidak pernah sepenuhnya mencapai keberhasilan, namun berbagai kemajuan yang telah diciptakan, memungkinkan Rusia mampu untuk memberi cukup makan bagi populasinya. Kemajuan ekonomi tersebut, dalam waktu sesingkat itu, tidak memiliki padanan di mana pun. Jumlah tanah pertanian meningkat hanya dalam waktu tiga tahun, antara tahun 1953 dan 1956, secara mengejutkan meningkat 35,9 juta hektar, setara dengan total area tanah total produktif di Kanada.
Capaian ini menampilkan sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan kondisi massa yang mengerikan di India, Pakistan dan seluruh dunia ketiga. Ini sebuah kemajuan, bahkan sesuatu yang luar biasa, mengingat Uni Soviet bergerak dari titik keterbelakangan kronis. Perekonomian Tsar tua, sebuah negara semi-feodal dengan sembulan industri modern yang sebagian besar dimiliki oleh modal asing, hancur dalam perang dunia pertama. Kemudian datang dua revolusi, perang sipil, blokade imperialis dan intervensi asing, serta kematian enam juta orang akibat kelaparan.Di sini harus ditambahkan, ada jutaan pekerja, petani, teknisi, dan ilmuwan yang tewas, pertama dalam periode kolektivisasi paksa, selanjutnya dalam Pembersihan Besar tahun 1930-an.
Perencanaan Birokratik mendorong maju ekonomi, tetapi dengan biaya tiga kali lipat jika dibandingkan dengan revolusi industri di Barat. Kesalahan total dalam manajemen, pemborosan, korupsi, dan birokrasi telah membebani perekonomian, yang kemudian menyeretnya ke jalan macet.
Perang dunia kedua di Eropa merupakan kesaksian lebih lanjut dari capaian-capaian ekonomi terencana. Perang, dalam kenyataannya, telah direduksi menjadi pertempuran titanik antara Uni Soviet dan Nazi Jerman, dengan Inggris dan Amerika Serikat hanya sebagai penonton. Uni Soviet membayarnya dengan kematian 27 juta jiwa. Satu juta tewas hanya dalam pengepungan di Leningrad. Luas wilayah Rusia dicaplok oleh Hitler dengan kebijakan "bumi hangus"nya. Hampir 50 persen dari seluruh ruang huni di perkotaan – 1,2 juta rumah – dihancurkan, juga 3,5 juta rumah di daerah pedesaan. Banyak kota-kota yang runtuh. Ribuan desa hancur. Orang-orang tinggal di lubang-lubang tanah. Banyak pabrik-pabrik besar, bendungan, jembatan, yang dibangun dengan pengorbanan begitu banyak dalam periode Rencana Lima Tahun pertama, sekarang telah dibangun kembali.
Pada periode sesudah perang, tanpa sedikit pun program Bantuan Marshall, Uni Soviet membuat kemajuan kolosal di semua lini. Berkat ekonomi yang dinasionalisasi dan terencana, Uni Soviet dengan cepat membangun industri-industrinya yang telah hancur, dengan tingkat pertumbuhan lebih dari 10 persen. Di samping imperialisme AS, Uni Soviet muncul dari perang sebagai negara adidaya dunia. Sejarah dunia tidak tahu menahu mengenai hal ini. Pada awal tahun 1953, Uni Soviet membangun persediaan 1,3 juta alat mesin dari segala jenis – jumlahnya dua kali lipat dari sebelum perang. Antara 1945 dan 1960, produksi baja tumbuh dari 12,25 juta ton menjadi 65 juta ton. Pada periode yang sama, produksi minyak telah meningkat dari 19,4 juta ton menjadi 148 juta ton, dan batubara dari 149,3 juta ton menjadi 513 juta ton. Antara tahun 1945 sampai tahun 1964, pendapatan nasional Uni Soviet meningkat sebesar 570 persen, jauh dibandingkan dengan Amerika Serikat yang hanya mencapai 55 persen. Janganlah kita lupa bahwa Amerika Serikat bangkit dari perang dengan industri yang utuh dan memiliki dua pertiga emas dunia di brankasnya.
Periode sebelum perang, Uni Soviet berada jauh di belakang, tidak hanya jauh di belakang Amerika Serikat, tetapi juga Inggris dan negara-negara Eropa yang lain. Hal yang mengejutkan, pada pertengahan tahun 1980-an, Uni Soviet telah menyusul Inggris dan sebagian besar perekonomian kapitalis lainnya, dengan pengecualian Amerika Serikat. Setidaknya, secara absolut, Uni Soviet menduduki posisi pertama dalam banyak bidang produksi-produksi kunci, misalnya, produksi baja, besi, batu bara, minyak, gas, semen, traktor, kapas, dan alat-alat dari baja lainnya. Pada pertengahan tahun 1980-an, Massachusetts Cambridge Engineering Research Association, menggambarkan bahwa industri gas alam Uni Soviet berproduksi dua kali lipat dalam waktu kurang dari sepuluh tahun. (Financial Times, 14/11/85.) Bahkan di didang komputer, dimana Rusia pada tahun 1970 bisa dikatakan berada sepuluh tahun di belakang Barat, telah mampu menyempitkan kesenjangan menjadi sekitar dua atau tiga tahun – sebagaimana pengakuan para ilmuan Barat.
Bukti paling spektakuler dari keunggulan ekonomi terencana, yang membuatnya bergerak cepat, adalah program luar angkasa Uni Soviet. Sejak 1957 Rusia telah memimpin "space race". Sedangkan Amerika baru saja mendaratkan kakinya di bulan, Rusia sedang membangun sebuah stasiun ruang angkasa yang akan membawa mereka bisa menjalajah tata surya. Sebagai produk sampingan, Uni Soviet menjual roket-roket Proton handal di pasar dunia dengan harga sekitar £10 juta lebih murah dibanding harga dari proyek ruang angkasa European Ariane.
Sampai akhir tahun 1940, dua pertiga penduduk Uni Soviet masih hidup dalam kondisi keterbelakangan pedesaan. Sekarang, posisi keseluruhannya telah terbalik. Dua pertiga tinggal di kota-kota, dan hanya sepertiga yang berada di posisi rendah. Proses yang sama juga terjadi di Barat selama 50 tahun terakhir, yakni pengembangan industri-industri terkemuka dan proletarianisasi dengan mengorbankan kaum tani dan lapisan tengah masyarakat. Di Uni Soviet, bagaimanapun upayanya, proses proletarianisasi yang demikian itu tidak pernah berlangsung lama, dengan konsentrasi tenaga kerja ke dalam perusahaan-perusahaan industrial raksasa dalam jumlah 100.000 lebih.
Proletariat Uni Soviet, yang jauh dari kondisi keterbelakangan dan kelemahan, adalah kelas pekerja yang paling kuat di dunia. Posisi edukasinya telah berubah. Ini merupakan keunggulan utama dari sejarah Revolusi Oktober. Di Uni Soviet, sekitar satu dari tiga pekerja telah memenuhi syarat, dan sejumlah besar kelas pekerja muda memiliki akses ke universitas. Total jumlah siswa yang menempuh pendidikan teknik menengah dan tinggi meningkat empat kali lipat antara tahun 1940 sampai tahun 1964. Pada tahun 1970, terdapat 4,6 juta siswa di Uni Soviet, dengan jumlah 257.000, lulus dalam bidang teknik (di Amerika Serikat, sebagai perbandingannya, hanya 50.000 yang lulus di bidang ini). Penduduk Rusia yang menghabiskan waktu untuk menempuh pendidikan jumlahnya empat kali lipat lebih besar dibanding Inggris. Sekilas saja angka-angka ini mampu menunjukkan keunggulan ekonomi terencana di atas semua keributan kecil dari para pemimpin reformis di Barat yang telah menyetujui pengurangan pengeluaran untuk subsidi pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan umum.
Pertumbuhan ekonomi, dalam perspektif Marxis, berarti peningkatan yang stabil dalam taraf hidup. Uni Soviet melakukan hal yang demikian. Masyarakat bisa memiliki barang-barang seperti tv, kulkas, mesin cuci, dll. dengan pencapaian yang tanpa diikuti oleh meledaknya pengangguran dan terjadinya inflasi. Persewa dipatok sekitar 6 persen dari penghasilan bulanan, dan peningkatan terakhir terjadi pada tahun 1928. Sebuah flat kecil di Moskow, biaya sewnya sekitar £11 per bulan, termasuk gas, listrik, telepon dan air panas yang terbatas. Sedangkan harga roti sekitar 16 pence per satu kilonya. Harga gula dan bahan-bahan makanan pokok besar lainnya, terakhir naik pada tahun 1955. Daging dan susu harganya terakhir meningkat pada tahun 1962. Situasi ini mulai berubah pada tahun 1980-an. Dengan bergerak menuju kapitalisme, situasi ini telah berubah secara radikal sejak subsidi-subsidi kebutuhan pokok tersebut dipotong dan kontrol harga dihapus. Pada tahun 1993 inflasi mencapai 2.600 persen, meskipun turun kembali seketika itu, harga-harga masih tetap tinggi.
Namun, keuntungan kolosal yang dibuat oleh masyarakat yang telah menghapus kapitalisme dan pertuantanahan kini telah terungkap, setidaknya secara garis besar, oleh pertumbuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini sebuah kemajuan ekonomi dari negara Uni Soviet selama enam puluh tahun pertama, meskipun belum merata dan penuh dengan kontradiksi, yakni masih jauh dari gambaran ideal yang pernah dilukiskan sebelumnya. Tetapi dengan tanpa ragu, bisa dikatakan, bahwa rejim dengan ekonomi terencana mampu melakukan capaian-capaian besar tanpa preseden meskipun di bawah Stalinisme dengan segala tetek bengek kesalahan manajemen dan korupsi di tubuh birokrasi. Perkembangan yang kontradiktif dalam perekonomian Uni Soviet meletakkan kunci untuk memahami runtuhnya Stalinisme di akhir 1980-an yang bergerak menuju restorasi kapitalis.
Hukum perkembangan kapitalisme sebagai sebuah sistem sosio-ekonomi, secara brilian telah dianalisis oleh Marx dalam tiga jilid Das Kapital. Namun, perkembangan ekonomi terencana yang dinasionalisasi, yang merupakan prasyarat untuk bergerak menuju sosialisme, berlangsung dengan cara yang sama sekali berbeda. Hukum kapitalisme diekspresikan dalam permainan buta kekuatan pasar, melalui mana pertumbuhan kekuatan produktif terjadi dengan cara otomatis. Hukum tentang nilai, diekspresikan melalui mekanisme penawaran dan permintaan, mengalokasikan banyak sumber daya dari satu sektor ke sektor yang lain. Tidak ada perencanaan atau intervensi yang sadar. Ini tidak bisa terjadi di negara dengan perekonomian yang tersentralisir seperti Uni Soviet. Di sini sebuah negara buruh menempati posisi yang sama, terkait dengan perekonomian secara keseluruhan, seperti seorang kapitalis individu menempati sebuah pabrik pribadi.
Untuk alasan itu, tindakan pemerintah Soviet selama tujuh dekade terakhir telah memainkan peranan penting - baik atau buruk - pada pembangunan ekonomi. Dalam keadaan seperti ini, kebijakan rejim sangat menentukan. Berbeda dengan perkembangan kapitalisme yang mengandalkan pasar untuk alokasi sumber daya, sebuah ekonomi yang dinasionalisasi membutuhkan perencanaan yang sadar dan terarah. Ini tidak dapat dilakukan dengan sukses oleh segelintir birokrat di Moskow, bahkan oleh Marx, Engels, Lenin dan Trotsky. Kondisi seperti ini memerlukan keterlibatan massa rakyat dalam menjalankan roda industri dan negara. Hanya rejim demokrasi buruh yang akan mampu memanfaatkan bakat dan inisiatifnya. Sebuah rejim birokrasi, secara tak terelakkan, akan mengarah pada penyitaan perekonomian, seolah-olah akan menjadikannya lebih canggih dan berteknologi maju. Pada tahun 1970-an, ekonomi Uni Soviet telah mencapai kebuntuan total. Untuk alasan-alasan detailnya, akan saya sajikan di bagian berikutnya.
Cukuplah untuk mengatakan bahwa, meskipun di bawah cengkeraman birokrasi Stalinisme, keberhasilan ekonomi terencana telah didemonstrasikan, bukan dalam halaman-halaman Das Kapital, melainkan di tengah gelanggang industri yang mencakup seperenam dari daratan bumi — bukan dalam bahasa dialektik, namun dalam bahasa baja, semen dan listrik. Sebagaimana Trotsky menjelaskan: Sekalipun Uni Soviet runtuh karena kesulitan internal, pukulan dari luar, dan kesalahan para pemimpinnya — yang sungguh kami harap tidak akan pernah terjadi — di masa depan akan tetap ada fakta-fakta yang tak dapat dibantah ini, bahwa berkat revolusi proletar sebuah negeri terbelakang telah mencapai sukses yang tak tertandingi dalam sejarah hanya dalam tempo sepuluh tahun.
Upaya untuk mendiskreditkan Revolusi Oktober tidak pernah berhenti. Bahkan tidak ada sejengkalpun ruang kosong sebagai tempat untuk pemberhentian sejenak dari usaha pemalsuan catatan sejarah revolusi yang besar ini. Para penulis Barat, untuk meyakinkan publik dunia, telah membuat serangkaian catatan-catatan palsu mengenai Revolusi Oktober, membuat deskripsi yang memojokkan dan tidak faktual, yang mengatakan bahwa Revolusi Oktober tidak lebih dari sekedar kudeta – yaitu pengambil alihan kekuasaan oleh Partai Bolshevik dengan menggunakan metode persekongkolan.
Deskripsi itu salah besar. Revolusi Oktober adalah sebuah peristiwa yang megah dan mengagumkan yang belum pernah terjadi sebelumnya – hingga kini – dalam proses dialektika sejarah. Bolshevik mampu menyatukan kehendak jutaan massa tertindas menjadi satu kehendak bersama untuk menumbangkan rejim.
Hal lain yang mengemuka, sebagai upaya pemalsuan sejarah, dari para pencatat Barat, adalah bahwa Bolshevik mengambil kekuasaan dari Pemerintahan Sementara tanpa keterlibatan massa. Pemikiran ini muncul karena menganggap Bolshevik berdiri terlalu kuat di depan massa. Mereka ingin menggambarkan bahwa kemenangan Revolusi Oktober bukanlah kemenangan massa, tetapi kemenangan sebuah partai. Sekali lagi perlu dicatat, bahwa partai, sebagai instrumen penting dalam sebuah revolusi, tidak bisa berbuat apa-apa tanpa massa. Demikian pula sebaliknya, sebesar apapun kekuatan massa, tidak akan berarti apa-apa tanpa sebuah partai. Tidak ada roda yang berputar atau lampu yang bersinar tanpa memiliki energi penggerak. Analogi sederhananya bisa kita lihat pada uap, meskipun memiliki kekuatan yang kolosal, tetapi tanpa kotak piston, uap akan berhamburan tanpa arti ke udara. Tanpa Partai Bolshevik, tanpa kepemimpinan Lenin dan Trotsky, kaum pekerja Rusia tidak akan pernah bisa mengambil alih kekuasaan pada tahun 1917, segemuruh apapun heroisme mereka.
Bolshevik bukanlah partai yang dibuat secara mendadak dan asal-asalan, tetapi dipersiapkan dengan sistematis selama bertahun-tahun. Bolshevik juga bukan hanya sebuah nama organisasi, panji, koleksi individu-individu, atau sebuah aparatus. Bolshevik adalah partai revolusioner dengan platform politik, program, metode, ide, tradisi, dan aparatus yang jelas. Partai Bolshevik, dari sejak kelahirannya, telah mendasarkan diri pada teori dan program, yang merupakan ringkasan umum dari pengalaman historis kaum proletar. Tanpa bangunan dasar yang kuat seperti ini, Bolshevik tak lebih dari sekedar entitas superfisial, dan gerak massa tidak akan mencapai garis akhir dengan sorak kemenangan. Penggabungan spontanitas massa dengan organisasi, program, perspektif, strategi dan taktik adalah cara yang tepat – yang terkonfirmasikan dalam kemenangan Revolusi Oktober.
Rosa Luxemburg, seorang martir revolusioner dan fenomenal dari kelas pekerja, selalu menekankan inisiatif revolusioner dari massa sebagai kekuatan penggerak revolusi. Dalam hal ini Rosa sepenuhnya benar, bahwa revolusi bukan perebutan kekuasaan oleh minoritas tersembunyi, tetapi oleh massa secara terbuka. Namun hanya dengan spontanitas massa gerakan tidak akan bisa melangkah ke kemenangan mutlak. Sifat dari situasi revolusioner tidak bisa berlangsung lama. Dan masyarakat tidak bisa berada dalam keadaan penuh gejolak yang permanen, atau, kelas pekerja tidak akan tahan berada dalam aktivitas yang panas dingin terus menerus. Juga, massa tidak memiliki banyak waktu untuk bereksperimen atau mencoba-coba. Karena ini masalah hidup dan mati. Kesalahan akan dibayar dengan sangat mahal dan tragis, yakni kekalahan dan pembantaian.
Tahapan-tahapannya yang luar biasa di dalam Revolusi Oktober telah menunjukkan karakternya sebagai revolusi sosial yang sangat besar – dan ini sangat beralasan jika Revolusi Oktober merupakan sebuah revolusi popular yang otentik, yang menggerakkan puluhan juta massa.
Semua orang menyaksikan tingkat partisipasi yang luar biasa dari massa. Dalam kata-kata Marc Ferro: "Warga Rusia baru, yang telah menggulingkan rejim Tsar, berada dalam keadaan mobilisasi permanen." Seorang Menshevik terkemuka, Nikolai Sukhanov, mengingatkan bahwa "seluruh Rusia ..., dengan konstan, melakukan demonstrasi pada hari-hari itu. Seluruh propinsi selanjutnya menjadi terbiasa dengan demonstrasi jalanan."
Nadezhda Krupskaya, istri Lenin, juga mengatakan:
"Jalan-jalan di hari-hari itu menyajikan sebuah tontonan yang aneh: di mana-mana berdiri kerumunan orang, berdebat sengit dan membahas kejadian yang tengah terjadi. Pembicaraan ini nyaris tidak bisa diganggu ... Rumah di mana kami tinggal dibiarkan terbuka, dan bahkan di sini, jika anda membuka jendela di malam hari, Anda bisa mendengar percakapan sengit. Seorang prajurit akan duduk di sana, dan ia selalu dikerumuni oleh beberapa orang, biasanya beberapa tukang masak atau pembantu rumah tangga, atau beberapa orang muda. Pada tengah malam anda bisa menangkap pembicaraan yang terpotong-potong 'Bolshevik, Menshevik....' Pada jam pagi: 'Milyukov, Bolshevik ...' Pada jam lima pagi, di jalan-jalan yang sama, kerumunan orang yang membicarakan masalah politik dan lain-lain masih terlihat di sudut-sudut jalan. Malam senyap di Petrograd dengan perdebatan politiknya sepanjang malam selalu terkait dengan pikiranku hingga hari ini.”
Penggambaran yang sama juga disampaikan oleh John Reed:
"Kuliah-kuliah, debat-debat, pidato-pidato terjadi di bioskop-bioskop, rumah-rumah, sekolah-sekolah, klub-klub, ruang-ruang pertemuan buruh, markas-markas serikat buruh, di barak-barak ... Pertemuan-pertemuan juga terjadi di parit-parit perlindungan (tentara), di alun-alun desa, pabrik-pabrik ... Sebuah pemandangan yang mengagumkan untuk melihat Putilovsky Zavod (pabrik Putilov) yang menurunkan empat puluh ribu buruhnya untuk mendengarkan pidato-pidato politik – dari Sosial Demokrat, Sosialis Revolusioner, Anarkis, atau siapa pun mereka yang berbicara! Selama berbulan-bulan di Petrograd, dan di seluruh Rusia, di setiap sudut jalan terdapat mimbar bebas. Di rel-rel kereta api, jalan-jalan raya, di mana-mana, dibanjiri dengan perdebatan-perdebatan spontan."
Tidak ada jalan bagi siapapun untuk memahami apa yang terjadi pada tahun 1917 tanpa melihat peran mendasar dari massa. Hal yang sama juga terjadi pada Revolusi Perancis tahun 1789 - 1794, sebuah fakta dimana para sejarawan sering gagal untuk memahaminya. Tetapi, di sini, pada tahun 1917, untuk pertama kalinya dalam sejarah, kelas pekerja benar-benar berhasil merebut kekuasaan, atau paling tidak, awal dari sebuah transformasi menuju masyarakat sosialis. Peristiwa ini sangat berbahaya bagi kelanjutan kapitalisme. Itulah sebabnya mengapa musuh-musuh sosialisme terpaksa berbohong mengenai Revolusi Oktober dan gencar memfitnahnya. Mereka juga tidak bisa memaafkan Lenin dan kaum Bolshevik karena telah berhasil memimpin revolusi sosialis pertama dengan gemilang, yang membuktikan bahwa hal seperti ini adalah sesuatu yang mungkin, dan karenanya akan menunjukkan jalan bagi generasi mendatang bahwa sebuah revolusi bisa terjadi, dan hanya dengan cara ini kapitalisme bisa dihancurkan. Ini, selanjutnya, dipandang sebagai preseden buruk dan, tentu, sangat berbahaya. Dengan demikian, diperlukan cara-cara “akademik” untuk menjelaskan kepada publik dunia bahwa revolusi semacam ini sangat tidak relevan, memakan banyak korban, berdarah, dan tidak harus diulang kembali pada periode berikutnya.
Pada bulan Februari (Revolusi Februari) massa menunjukkan bahwa dirinya tidak gampang untuk ditaklukkan. Dan sadar atau tidak, mereka segera merebut kekuasaan. Tetapi pada saat itu belum ada sebuah kekuatan dan partai revolusioner otoritatif di kepala mereka. Kekuasaan kemudian jatuh ke tangan demokrasi borjuis kecil dengan corat-coret – artifisial – berwarna sosialis. Kaum Sosialis Revolusioner dan Menshevik tidak merangkul kepercayaan dari massa, tetapi mengundang kaum borjuis liberal, yang pada akhirnya, membangun kekuasaan rapuh dengan berkompromi terhadap kepentingan borjuasi.
Hari-hari di bulan April, kemarahan dari resimen-resimen (markas-markas tentara) dan pabrik-pabrik kembali bangkit tanpa seruan dari pihak mana pun. Mereka keluar ke jalan-jalan di Petrograd untuk melawan kebijakan imperialis dari pemerintah yang dikendalikan oleh golongan penjilat (kompromis). Demonstrasi bersenjata ini menemui sukses yang gemilang. Miliukov, pemimpin Pemerintah Sementara Rusia, disingkirkan dari kursinya. Tetapi golongan kompromis kemudian masuk dan duduk di pemerintahan, yang secara superfisial, berkuasa penuh atas rakyat, namun dalam kenyataannya sebagai kebanggaan sementara kaum borjuis.
Pemerintahan koalisi, dengan tanpa menyelesaikan salah satu pun dari persoalan-persoalan yang telah menyebabkan revolusi, di bulan Juni, melanggar gencatan senjata yang telah disepakati dan melemparkan pasukan ke dalam sebuah pertempuran. Tindakan ini menandakan bahwa rejim Februari tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari massa dalam kebijakan-kebijakan kompromisnya, dan tentu, ini merupakan kekalahan telak. Periode untuk revolusi yang kedua terbuka lebar.
Pada awal bulan Juli, pemerintah, dengan semua yang dimiliki, dan kelas terpelajar di belakangnya, membelokkan setiap manifestasi revolusioner apapun sebagai pengkhianatan terhadap tanah air dan untuk memberi bantuan terhadap musuh. Bolshevik, karena alasan taktis, berusaha menahan para pekerja dan tentara yang sedang turun ke jalanan pada bulan Juli, yang lalu dikenal sebagai Hari-Hari Juli. Akan tetapi, massa tetap keluar dan tidak bisa ditahan. Gerakan ini ternyata tak bisa dikendalikan dan bersifat universal. Di sini, pemerintah samasekali tidak terlihat. Para pejabat penjilat bersembunyi ketakutan. Para pekerja dan tentara segera menguasai situasi di ibukota, meskipun dengan penyerangan yang terpotong-potong, yang disebabkan oleh ketidaksiapan massa dari daerah-daerah dan juga dari pasukan di garis depan.
Gerakan massa terpukul setelah kegagalan demonstrasi Hari-Hari Juli. Partai Bolshevik dilarang. Kantor-kantornya ditutup. Para pemimpinnya diburu. Semuanya tampak gelap.
Namun pada bulan Agustus, panglima Kornilov melancarkan kudeta militer untuk menggulingkan Pemerintahan Sementara dan menghancurkan revolusi Rusia. Di situasi genting ini, Bolshevik menjadi penggerak utama kelas pekerja dalam mempertahankan revolusi dari kudeta militer sementara para kompromis Menshevik bergetar ketakutan. Konter-revolusi Kornilov berhasil dipatahkan dan Bolshevik pun segera menjadi kekuatan politik yang besar
Dua gerakan ini, pada awal Juli dan akhir Agustus, saling berhubungan satu sama lain seperti sebuah teorema dan konversinya. Hari-hari di bulan Juli mendemonstrasikan kekuatan dari gerakan massa yang independen. Hari-hari di bulan Agustus menyingkap impotensi yang sempurna dari kelompok-kelompok yang berkuasa. Korelasi ini telah mensinyalir ketidakterelakkannya sebuah konflik baru. Pasukan dari daerah-daerah dan front-front merangsek ke ibukota. Inilah yang menentukan kemenangan Bolshevik.
"Siapa yang akan percaya," tulis Zalessky, salah seorang pejabat tinggi militer Rusia, ketika mengekspresikan kemarahannya mengenai hal ini, "dimana petugas kebersihan atau penjaga gedung pengadilan tiba-tiba menjadi Ketua Mahkamah Agung? Atau seorang perawat menjadi manajer rumahsakit; tukang cukur menjadi pejabat tinggi; kemarin letnan muda, sekarang menjadi panglima; kemarin pesuruh atau jongos, sekarang menjadi walikota; kemarin tukang minyak mesin kereta api,sekarang menjadi kepala divisi atau pengawas stasiun; kemarin tukang kunci pabrik, sekarang menjadi kepala pabrik?"
"Siapa yang akan percaya?" Tetapi mereka harus percaya. Tidak mungkin tidak percaya, ketika para letnan muda mendepak keluar para jenderal; ketika para walikota, yang berasal dari kalangan pekerja biasa, menurunkan resistensi dari para penguasa yang terdahulu; para tukang minyak kereta yang sekarang mengatur arus transportasi; dan para tukang kunci pabrik yang sekarang duduk di jajaran direksi dan menjalankan kembali industri.
Tugas utama dari sebuah rezim politik, menurut pepatah Inggris, mengulang tulisan Trotsky, adalah “put the right people in the right positions -- menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat.” Bagaimana dengan pengalaman tahun 1917 bila dilihat dari sudut pandang ini?
Selama dua bulan pertama tahun 1917 Rusia diperintah – berkat kemenangan suksesi monarki – oleh seseorang yang kurang diberkati oleh alam yang percaya pada mumi orang-orang kudus dan diserahkan kepada Rasputin. Selama delapan bulan berikutnya, kaum liberal dan demokrat berusaha, dari pucuk kekuasaannya, membuktikan kepada rakyat bahwa revolusi telah dicapai agar semua harus tetap seperti sebelumnya. Tidak heran jika rakyat Rusia kemudian mengabaikan negerinya, mengabaikan peristiwa-peristiwa yang baru saja terjadi sebagai hasil sukses dari kampanye kaum liberal, seperti mengabaikan gerak gelombang yang timbul tenggelam tanpa jejak. Selanjutnya, dimulai pada tanggal 25 Oktober, seorang tokoh terbesar dalam sejarah politik Rusia, Lenin, memimpin rakyat Rusia. Lenin dikelilingi oleh banyak kawan sekerja yang tahu apa yang diinginkan dan tahu bagaimana berjuang untuk mencapai tujuan revolusioner. Mana dari ketiga sistem ini, dalam fakta riil yang telah diberikan, terbukti mampu menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat?
Pendakian sejarah kemanusiaan, secara keseluruhan, dapat diringkas sebagai rangkaian kemenangan kesadaran atas kekuatan buta – di atas jagad raya, dalam masyarakat, dan pada manusia itu sendiri. Pemikiran kreatif dan kritis boleh bangga akan kemenangan terbesarnya hingga kini dalam melawan alam. Ilmu fisika dan kimia telah mencapai titik di mana manusia secara jelas akan menjadi tuan atas materi. Tetapi ketika masuk ke dalam relasi-relasi sosial, di sini, jelas, belum ada yang mewujud atau menjadi, tetapi masih dalam proses pembentukan, dengan pola seperti membentuknya pulau karang. Parlementerisme hanya menerangi permukaan masyarakat, dan bahkan dengan cahaya yang redup dan artifisial. Dibandingkan dengan monarki dan sistem peninggalan dari para kanibal dan penghuni gua, demokrasi tentu saja sebuah capaian besar, tetapi demokrasi menghadirkan sebuah permainan dengan kekuatan-kekuatan buta dalam relasi-relasi sosial dari orang-orang tertentu. Ini berlawanan dengan kesadaran yang paling dalam dari rakyat yang mengatakan bahwa revolusi pada bulan Oktober 1917 merupakan peristiwa yang pertamakali dimana mereka bisa mengangkat tangannya. Sistem Soviet telah membawa masuk semua rencana dan tujuan ke dalam basis masyarakat, yang selama ini hanya menjadi kumpulan kata suci dari rejim yang pernah berkuasa.
Para musuh Revolusi Oktober, musuh Bolshevisme, dengan riang gembira mengatakan bahwa lima belas tahun setelah revolusi negara Soviet masih, meskipun sedikit, seperti sebuah kerajaan dengan konsep kesejahteraan universal. Argumentasi seperti itu telah dibutakan oleh pemujaan yang berlebihan terhadap kekuatan gaib metode sosialis. Kapitalisme memerlukan waktu seratus tahun untuk membangun ilmu pengetahuan dan teknologi menuju puncak ketinggian yang kemudian menenggelamkan manusia ke dalam neraka perang dan krisis. Para musuh Revolusi Oktober hanya memberi waktu kepada sosialisme lima belas untuk untuk menciptakan surga di bumi. “Kami tidak mengambil kewajiban seperti itu atas diri kami,” kata Trotsky. “Kami tidak pernah menetapkan tanggal-tanggal tersebut. Sebuah proses transformasi yang sangat besar harus diukur dengan skala yang memadai.”
Tetapi, kata mereka, para musuh Bolshevisme, bukankah kemalangan telah melingkupi kehidupan rakyat Rusia, karena akibat dari kontak senjata dan pertumpahan darah dalam perang sipil ini? Bukankah konsekuensi dari sebuah revolusi, secara umum, membenarkan terjadinya jatuh korban?
Ini adalah pertanyaan teleologis, dan karena itu, sia-sia. Ini sama halnya ketika bertanya mengenai kesulitan-kesulitan dan kesedihan-kesedihan yang banyak dialami oleh banyak manusia: “Apakah artinya dilahirkan?” – sebuah refleksi melankolik, yang menghujat sebuah kelahiran, hadirnya sesuatu yang menggembirakan umat manusia – yakni revolusi. Di semua jaman, di mana kemalangan dan kesedihan hadir dengan tak terelakkan, hanya sebagian kecil saja dari populasi, meskipun sudah berada di titik nol, yang mencoba mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Dan demikianlah rakyat Rusia, mencari jalan keluar dari kesulitan-kesulitan tak terelakkan ini dengan cara revolusi.
“Bukankah ini sesuatu yang aneh, mereka yang berbicara dengan marah mengenai korban revolusi sosial, terbukti sebagai orang yang sangat, jika tidak secara langsung bertanggung jawab atas korban perang dunia, mendukung dan mengagungkan para pembuat kebijakan perang dunia, atau setidaknya menerima keputusan politik itu,” tulis Trotsky. “Sekarang giliran kita untuk bertanya: Apakah perang membenarkan dirinya sendiri? Apa yang akan disampaikan kepada kita? Apa yang telah diajarkan?”
Mengenai kemenangan Bolshevik, “terdapat dua alasan mengapa peristiwa perebutan kekuasaan ini berlangsung begitu cepat – dalam hal teknik di satu sisi, dan dalam hal politik di sisi lain”, demikian tulis Alan Woods dalam bukunya, Bolshevism: the road to revolution. Pertama adalah persiapan teknis yang tepat yang dilakukan oleh Komite Revolusioner Militer di bawah kepemimpinan Trotsky. Prinsip utamanya, seperti yang biasa terjadi dalam pertarungan, adalah dengan memusatkan konsentrasi. Selanjutnya, pada saat kritis dan berada di titik yang menentukan, kekuatan besar dari sebuah gaya dihantamkan dengan sangat keras. Tetapi ini bukan pamungkas dari persoalan taktik dalam pemberontakan. Unsur-unsur lain, yang memberikan kejutan-kejutan dan manuver-manuver untuk melengahkan musuh, memainkan peran signifikan di sini. Ini seperti taktik dalam sebuah operasi militer, namun dengan teknik yang tak terduga. Setiap langkahnya nampak defensif, tetapi dalam kenyataannya, karakter pemberontakannya sangat ofensif – bergerak cepat, dan segera mengambil posisi baru setelah yang lainnya dilewati, yang membuat musuh tidak sadar dan lengah.
Tetapi sebab yang paling utama, mengapa pemberontakan itu diboyong dengan begitu cepat dan hampir tanpa rasa sakit, tulis Alan Woods, bukan sebab militer atau teknis, tapi yang mengatasi semua itu, yakni politik. Sembilan puluh persen karya besar perlawanan ini dicapai terlebih dahulu dengan memenangkan mayoritas yang jelas dalam kelas pekerja dan tentara. Pada momentum yang tepat, Pemerintahan Sementara, seperti rezim Tsar pada bulan Februari, tidak memiliki satupun kekuatan untuk mempertahankannya.
Perebutan kekuasaan oleh Bolshevik ini benar-benar berjalan begitu cepat, sehingga banyak yang tidak menyadari bahwa sebuah peristiwa besar telah terjadi. Karena alasan ini, para komentator, pengamat, sejarawan bayaran – pendek kata, para musuh Revolusi Oktober – “menganggap” peristiwa ini sebagai kudeta.
Revolusi Februari 1917 – yang telah berhasil menggulingkan rezim Tsar tua – tidak mampu menuntaskan salah satu tugas dari revolusi nasional-demokratik: reformasi tanah, membangun republik demokratis dan masalah kebangsaan. Revolusi ini bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling dasar dari massa – mengakhiri pembantaian imperialis dan memberi kesimpulan yang jelas mengenai perdamaian demokratis. Singkatnya, rezim Kerensky, dalam perjalanannya yang telah berlangsung sembilan bulan terbukti tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling dasar rakyat Rusia. Ini adalah fakta, dan hanya inilah memungkinkan Bolshevik mengambil alih kekuasaan dengan dukungan mayoritas rakyat yang paling menentukan.
Selama sembilan bulan, antara bulan Februari dan Oktober, soviet-soviet merepresentasikan kekuasaan tandingan dalam Pemerintahan Sementara. Inilah periode "kekuasaan ganda". Oleh karena itu, Bolshevik terus-menerus mengajukan tuntutan fundamental yang menjadi keinginan mayoritas rakyat: "All power to the soviets!; Seluruh kekuasaan untuk soviet-soviet!"
Di dalam asal-usulnya, soviet – sebuah bentuk organisasi paling demokratis dan fleksibel dalam representasi popular – hanyalah sebuah komite pemogokan yang longgar yang pertama kali lahir pada saat Revolusi 1905. Lahir di dalam perjuangan massa, soviet (atau dewan) mengayun cukup jauh, dan akhirnya berubah menjadi organ-organ yang memiliki posisi tawar dalam pemerintahan. Selain soviet-soviet lokal, yang dipilih di tiap-tiap kota kecamatan dan desa-desa, juga terdapat soviet-soviet yang dipilih di tiap-tiap kota besar, kota-kota propinsi, dan kota-kota kabupaten, dan selanjutnya, delegasi-delegasi tersebut dipilih untuk menduduki Komite Eksekutif Sentral Soviet Seluruh Rusia di Petrograd. Para delegasi yang dipilih dari setiap unit kerja menjadi Deputi Soviet Buruh, Tentara dan Petani, dan tunduk pada recall setiap saat. Tidak ada elit birokrasi. Tidak ada wakil atau pejabat yang menerima upah melebihi seorang pekerja terampil.
Setelah memenangkan Partai Bolshevik untuk tujuan revolusi baru yang dipimpin oleh kelas buruh, Lenin menunjukkan langkah berikutnya, yaitu memenangkan massa. Tidak ada yang lebih benar daripada para penulis Barat kecuali provokasi menyudutkan yang diulang-ulang, bahwa Lenin adalah seorang konspirator, berusaha keras merebut kekuasaan dengan dukungan minoritas kaum revolusioner, seperti yang dianjurkan oleh Blanqui, salah seorang tokoh Revolusi Prancis abad ke-19. Tanpa meragukan kesungguhan hati dan heroisme Blanqui, yang mengembangkan wawasan penting tentang teknik pemberontakan, Lenin tidak pernah memiliki pandangan bahwa revolusi sosialis bisa dibawa oleh sebuah minoritas. Sepanjang hidupnya, Lenin mempertahankan keyakinan yang membara terhadap kekuatan revolusioner dan kapasitas yang kreatif dari kelas pekerja. Sosialisme harus didasarkan pada gerakan proletariat sendiri, partisipasi aktif dan kontrol masyarakat dari saat pertama. Bahkan sebelum Lenin kembali ke Rusia, terdapat sejumlah anggota Bolshevik yang, termotivasi oleh ketidaksabaran, bergerak memajukan slogan "Gulingkan Pemerintahan Sementara". Ini merupakan slogan ultra-kiri, karena massa buruh masih di bawah pengaruh para pemimpin reformis dalam soviet-soviet yang mendukung Pemerintahan Sementara. Tugas yang dihadapi Partai Bolshevik pada tahap tersebut bukanlah perebutan kekuasaan, tetapi penaklukan massa. Ide ini diringkas dalam semboyan terkenal Lenin: Dengan sabar menjelaskan!
Partai Bolshevik telah berhasil memenangkan sejumlah besar lapisan kelas yang paling sadar dan maju. Pengaruh mereka, terutama di Petrograd, tumbuh perjam. Tetapi itu belum cukup. Dalam rangka untuk mengubah masyarakat, tidak cukup hanya dengan dukungan dari barisan depan, atau hanya menjadi partai dengan anggota puluhan ribu. Perlu juga memenangkan jutaan kaum pekerja yang terbelakang dalam level politik, dan, dalam kasus Rusia, setidaknya sebagian besar kaum tani, dimulai dengan kaum tani miskin, kaum proletar pedesaan dan kaum semi-proletar. Pada musim semi tahun 1917, tugas besar ini bahkan dimulai sejak awal. Hal ini penting, bahwa kaum pekerja Bolshevik membuka jalan ke semua kelas, terutama di propinsi-propinsi, yang tengah berada dalam ilusi para pemimpin reformis. Perlu juga berbicara kepada mereka dalam bahasa yang mereka bisa mengerti, dan menghindari gerakan ultra-kiri yang, tentu, akan membuat mereka menjauhi kaum Bolshevik.
Lenin memahami bahwa kelas buruh belajar dari pengalaman, terutama pengalaman dari peristiwa-peristiwa besar. Satu-satunya cara – bagi sebuah tendensi revolusioner yang saat itu minoritas – untuk bisa memperoleh telinga massa adalah dengan mengikuti rangkaian peristiwa-peristiwa bersama-sama dengan massa, berpartisipasi tiap hari dalam perjuangan yang tengah terbentang, memajukan slogan yang sesuai dengan tahapan riil dari gerakan ini, dan dengan sabar menjelaskan kebutuhan untuk transformasi yang lengkap dalam masyarakat sebagai satu-satunya jalan keluar. Seruan lantang ke arah pemberontakan dan perang sipil tidak akan memenangkan massa, atau bahkan bagi termaju, tetapi hanya akan mengusir mereka. Perspektif dan tinadakan Bolshevik ini sangatlah tepat dan konsisten, bahkan ketika sedang berada di tengah-tengah revolusi.
Menyadari bahwa kelas penguasa ingin memprovokasi pekerja ke dalam tindak kekerasan dini, Lenin mencela mereka yang menuduhnya berdiri untuk perang sipil. Lenin berulang kali membantah tuduhan bahwa Bolshevik berdiri untuk melakukan aksi kekerasan. Bolshevik bukanlah gerakan ultra-kiri yang yang gagal memahami bahwa sembilan puluh persen tugas revolusi sosialis adalah karya memenangkan massa dengan propaganda, agitasi, menjelaskan dengan sabar dan organisasi. Tanpa ini, seluruh pembicaraan mengenai perang sipil dan pemberontakan adalah adventurisme yang tidak bertanggung jawab, atau, seperti yang sering disebut-sebut dalam terminologi ilmiah Marxisme, Blanquisme.
Berikut adalah apa yang dikatakan Lenin tentang hal ini: "Untuk berbicara mengenai perang sipil, sebelum orang-orang menyadari kebutuhanannya, tidak diragukan lagi akan terjerumus ke dalam Blanquisme."
Itu bukanlah cara Bolshevik, tetapi tindakan kaum borjuis dan sekutu reformisnya yang terus-menerus mengangkat momok kekerasan dan perang sipil. Lenin berulang kali membantah setiap pendapat yang menyatakan bahwa kaum Bolshevik menganjurkan langkah kekerasan. Pada tanggal 25 April, Lenin memprotes, dalam Pravda, terhadap "tuduhan-tuduhan gelap" dari "Menteri Nekrasov" mengenai “anjuran kekerasan" oleh Bolshevik: "Anda, Bapak Menteri, seorang anggota yang sangat berjasa dari sebuah partai 'pembebasan rakyat', telah berbohong . Yang menganjurkan kekerasan ini adalah Tuan Guchkov, ketika dia mengancam untuk menghukum para prajurit karena menolak otoritas. Ini adalah Russkaya Volya, surat kabar pengacau milik kaum 'republiken', sebuah surat kabar yang ramah menyapa kalian, yang menganjurkan kekerasan.”
"Pravda dan para pengikutnya tidak memberitakan kekerasan. Sebaliknya, mereka menyatakan paling jelas, tepat, dan pasti bahwa upaya utama kita sekarang adalah harus berkonsentrasi menjelaskan kepada massa proletar mengenai problem-problem keproletariatannya, sebagaimana dibedakan dengan kelas borjuis kecil yang telah menyerah pada buaian chauvinis.”
Pada tanggal 21 April, Komite Sentral Bolshevik mengedarkan resolusi yang ditulis oleh Lenin. Tujuan resolusi itu adalah untuk menahan kepemimpinan lokal Petrograd yang tengah bergerak mendahului waktunya. Hal ini bertujuan untuk meminta tanggungjawab atas seluruh kekerasan pada Pemerintahan Sementara dan para pendukungnya, dan untuk menuduh "minoritas kapitalis yang enggan tunduk kepada kehendak mayoritas". Berikut sebagian isi dari resolusi tersebut:
"Para propagandis dan para pembicara partai harus menyangkal kebohongan hina dari surat kabar-surat kabar kapitalis dan para pendukungnya yang menyatakan bahwa kami (Bolshevik, pen.) tengah mengeluarkan ancaman perang sipil. Ini adalah sebuah kebohongan yang tercela, hanya karena pada saat ini, selama kapitalis dan pemerintah mereka tidak bisa dan tidak berani menggunakan kekuatan untuk melawan massa, selama massa tentara dan kaum pekerja secara bebas mengekspresikan keinginan mereka dan secara bebas memilih dan menggusur seluruh otoritas....”
“Dengan teriakannya yang riuh melawan perang sipil, pemerintah kapitalis dan surat kabarnya sebenarnya sedang mencoba untuk menyembunyikan keengganan kaum kapitalis, yang tak dapat disangkal merupakan minoritas yang tidak signifikan dari rakyat, untuk tunduk kepada kehendak mayoritas.”
Dalam semua pidato-pidato dan artikel-artikelnya pada babak pertama tahun 1917, Lenin menekankan kemungkinan dan keinginan untuk mengalihkan kekuasaan secara damai kepada soviet. Lenin bahkan menyatakan bahwa ada kompensasi yang akan dibayarkan kepada industri kapitalis yang diambil alih, dengan syarat bahwa mereka menyerahkan pabrik-pabriknya tanpa sabotase apapun, dan berkolaborasi dalam reorganisir produksi: "Jangan mencoba untuk menakut-nakuti kami, Mr . Shulgin. Bahkan ketika kami berada dalam kekuasaan, kami tidak akan mengambil “baju terakhir”mu. Tetapi akan melihat bahwa Anda disediakan berbagai pakaian yang bagus dan makanan yang baik, dengan syarat bahwa anda terlebih dahulu melakukan pekerjaan yang sesuai dengan anda."
Semua orang tahu bahwa “All power to the soviets; Seluruh kekuasaan untuk soviet” adalah slogan utama Lenin dan kaum Bolshevik pada tahun 1917. Tetapi sangat sedikit yang memahami isi sesungguhnya dari slogan ini. Apa, secara konkret, arti dari slogan ini? Apakah ini berarti perang sipil? Pemberontakan? Perebutan kekuasaan oleh Bolshevik? Jauh dari pengertian itu semua. Bolshevik adalah minoritas di dalam soviet-soviet, yang didominasi oleh pihak reformis, SR (Sosialis Revolusioner – organisasi dengan mayoritas anggota kaum tani, pen.) dan Menshevik. Tugas utama Bolshevik bukanlah merebut kekuasaan, tetapi memenangkan mayoritas massa yang terilusi kaum reformis. Dalam “menjelaskan dengan sabar”nya kepada massa, Bolshevik mendasarkan diri pada ide, yang diulangi dalam tulisan-tulisan dan pidato Lenin secara terus-menerus, dari bulan Maret sampai malam menjelang insureksi Oktober, bahwa jika para pemimpin reformis akan mengambil kekuasaan ke tangan mereka sendiri dari kekuasaan ganda dalam Pemerintahan Sementara, yang akan menjamin transformasi damai dalam masyarakat, Bolshevik dengan sepenuh hati mendukung ini, dan bahwa, jika para pemimpin reformis telah berhasil mengambil kekuasaan, Bolshevik akan membatasi diri pada perjuangan damai untuk memenangkan mayoritas di dalam soviet-soviet.
Setelah kegagalan pemberontakan Kornilov, dalam sebuah artikel yang berjudul On Compromises, Sekali lagi Lenin mengutip slogan “All power to the Soviets” dan mendukung sebuah proposal yang berkompromi dengan para pemimpin reformis, dimana Bolshevik tidak akan menekankan ide mengenai pemberontakan, dengan syarat bahwa para pemimpin Soviet memutuskan hubungan dengan borjuasi dan merebut kekuasaan ke tangan mereka sendiri. Ini sangat mudah terwujud setelah runtuhnya serangan kontra-revolusioner. Kaum reaksioner telah mengalami demoralisasi dan disorientasi. Kaum pekerja yakin dan mayoritas besar mendukung pengalihan kekuasaan kepada Soviet. Dalam kondisi seperti itu, revolusi bisa dilakukan dengan damai, tanpa kekerasan dan perang sipil. Tidak ada yang bisa mencegahnya. Satu kata dari pimpinan Soviet sudahlah cukup. Setelah itu, persoalan partai mana yang akan memerintah bisa diselesaikan melalui perdebatan damai di dalam soviet-soviet. Dan masih banyak lagi gagasan-gagasan Lenin yang secara eksplisit menganjurkan langkah-langkah perdamaian dalam mengalihkan seluruh kekuasaan Pemerintahan Sementara kepada Soviet.
Pendekatan Lenin mengenai masalah-masalah kekuasaan tidak pernah dipahami, bahkan hingga kini. Tidak hanya musuh-musuh borjuis dari Bolshevisme yang terus-menerus berusaha untuk menyematkan label kekerasan, darah dan kekacauan kepada Lenin, tetapi banyak juga kelompok-kelompok sektarian yang – karena beberapa alasan, membayangkan dirinya kaum Leninis besar – mengulangi omong kosong yang sama mengenai keharusan kekerasan dan perang sipil, bahkan tanpa menyadari bahwa posisi Lenin justru sebaliknya. Dalam puluhan artikel dan pidato dalam rangka rangkaian pendidikan pada tahun 1917, Lenin menjelaskan bahwa gagasan mengenai revolusi yang selalu berarti pertumpahan darah merupakan kebohongan reaksioner, yang dengan sengaja diedarkan oleh kaum borjuis dan reformis yang bertujuan untuk menakut-nakuti massa.
Jika kita memeriksa sejarah dunia selama seratus tahun terakhir, kita melihat bahwa, pada kesempatan yang tak terhitung jumlahnya dan di banyak negara, kelas pekerja bisa saja mengambil alih kekuasaan damai, seperti pada tahun 1917, jika para pemimpin serikat buruh dan partai-partai besar Sosialis dan Komunis menghendaki. Tetapi, seperti Menshevik dan SR di Rusia, mereka tidak memiliki niat untuk merebut kekuasaan. Mereka menemukan seribu satu argumentasi “cerdas” untuk menunjukkan bahwa "waktunya belum matang", bahwa ada "korelasi kekuatan yang kurang menguntungkan", dan tentu ada bahaya perang sipil, kekerasan, penumpahan kekuatan di jalan-jalan yang berdarah dan seterusnya. Ini adalah argumentasi para pemimpin Buruh Jerman pada tahun 1933 – meskipun organisasi-organisasi buruh Jerman merupakan yang paling kuat di dunia – ketika Hitler membual bahwa ia naik ke tampuk kekuasaan "tanpa memecahkan kaca jendela". "Gradualisme"nya kaum reformis selalu menyiapkan bencana. Jika ada pertumpahan darah, selalu merupakan hasil dari kebijakan kolaborasi kelas, dari kretinisme parlementer, dari frontisme populer, yang menganggap dirinya "realistis" dan "praktis" tetapi pada akhirnya selalu menghasilkan jenis utopianisme yang sangat buruk.
Dan, di sini, kita juga akan melihat bagaimana Trotsky menyimpulkan keadaan tersebut dalam The History of the Russian Revolution: "Pengalihan kekuasaan kepada Soviet berarti, dalam makna yang sesungguhnya, transfer kekuasaan kepada kaum kompromis, yang memungkinkan untuk dicapai secara damai, dengan cara membubarkan pemerintahan borjuis, yang hanya bersandar pada kebaikan kaum kompromis dan sisa-sisa kepercayaan dari massa. Kediktatoran para kaum pekerja dan tentara adalah sebuah fakta yang telah ada sejak tanggal 27 Februari. Tetapi kaum pekerja dan tentara tidak menyadari fakta tersebut. Mereka mempercayakan kekuasaan ke kaum kompromis, yang pada gilirannya mereka menyerahkan ke kaum borjuis. Kalkulasi Bolshevik mengenai pengembangan revolusi secara damai berhenti, bukan pada harapan bahwa borjuis secara sukarela akan menyerahkan kekuasaan kepada kaum pekerja dan tentara, tetapi bahwa kaum pekerja dan tentara di saat yang tepat ini akan mencegah kaum kompromis untuk menyerahkan kekuasaan kepada kaum borjuis.
Partai Bolshevik tidaklah memiliki dua program yang berbeda, satu untuk yang berpendidikan dan satunya lagi untuk buruh yang "bodoh". Lenin dan Trotsky selalu mengatakan yang sebenarnya kepada kelas pekerja, bahkan ketika ini akan terasa pahit dan tidak menyenangkan. Jika pada tahun 1917, yaitu di saat pertengahan revolusi, ketika masalah kekuasaan dalam keadaan tenang, mereka bersikeras pada gagasan bahwa sebuah transformasi yang damai sangatlah mungkin (bukan hanya "secara teoritis" tetapi juga secara nyata), hanya dengan syarat bahwa para pemimpin reformis mengambil tindakan tegas. Jika kepemimpinan soviet bertindak tegas, revolusi akan terjadi dengan damai, tanpa perang sipil, karena mereka memperoleh dukungan dari mayoritas rakyat. Dengan menunjukkan fakta sederhana ini kepada para pekerja dan petani, Lenin dan Trotsky tidak sedang berbohong, atau meninggalkan teori Marxis mengenai negara, tetapi semata-mata hanya ingin mengatakan yang sebenarnya kepada massa buruh dan tani.
Dengan mengekspos kontradiksi antara kata-kata dan perbuatan dari para pemimpin reformis, Bolshevik mempersiapkan jalan untuk memenangkan mayoritas yang menentukan di dalam soviet-soviet, dan juga dalam tentara (yang juga telah terwakili di dalam soviet-soviet). Ini adalah cara nyata yang disiapkan oleh Partai Bolshevik bagi pemberontakan pada tahun 1917, tidak dengan berbicara mengenai hal ini, tetapi dengan nyata menembus massa dan organisasinya dengan taktik yang fleksibel dan slogan yang benar-benar berkaitan dengan tuntutan situasi yang tengah terjadi, serta yang terkait dengan kesadaran massa – bukan abstraksi tanpa nyawa dipelajari dengan menghafal dari buku resep revolusioner. Satu-satunya alasan mengapa sebuah revolusi damai itu tidak segera dicapai di Rusia adalah karena sikap pengecut dan pengkhianatan para pemimpin reformis di dalam soviet-soviet, seperti yang telah dijelaskan ratusan kali oleh Lenin dan Trotsky.
SEJARAH REVOLUSI AMERIKA
Tahun 1600-an merupakan awal dari terjadinya gelombang emigrasi dari Eropa ke Amerika Utara secara besar-besaran. Pelayaran Colombus atas nama kerajaan Spanyol pada tahun 1942 telah membuka jalan untuk mencapai benua baru yang kemudian disebut Amerika. Imigran pertama adalah orang-orang Inggris. Mereka datang dengan alasan diantaranya karena mereka melarikan diri dari penindasan politik, demi mencari kemerdekaan ataupun untuk menarik peruntungan yang lebih baik daripada negeri mereka sendiri. Inggris mendirikan 13 daerah koloni di Amerika diantarnya adalah Virginia, Maryland, New York dan Georgia. Pertumbuhan koloni–koloni Inggris di Amerika selama awal abad XVII sampai dengan abad XVIII menimbulkan berbagai ketegangan dengan negara–negara Eropa terutama Prancis. Namun kemenangan Inggris terhadap Prancis ternyata membawa akibat rangkap yaitu pihak jajahan Inggris bertambah luas dan bagi pihak Inggris harus menanggung beban keuangan dan konflik antara daerah koloni dengan diproklamasikannya kemerdekaan 13 negara bagian pada tanggal 4 Juli 1776. Pihak Inggris menolak mengakui keberadaan negara baru tersebut mengumumkan perang.
A. SEBAB-SEBAB REVOLUSI
Kemenangan Inggris dalam perang Tujuh Tahun ternyata tidak menyelesaikan masalah yang harus dihadapi pemerintah Inggris di koloni Amerika. Bagi Inggris kemenangan dalam perang meyisakan hutang yang jumlahnya cukup besar, mencapai 130 juta Pound. Lebih dari pada itu, bertambahnya wilayah Inggris telah menambah beban baru yang harus ditanggung oleh pemerintah Inggris. Pemerintah mempunyai pandangan untuk meningkatkan besaran pajak yang harus dibayar penduduk Inggris. Namun penduduk Inggris juga menentang besarnya pajak yang harus mereka bayar demi perjuangan untuk daerah koloni. Akhirnya pemerintah Inggris membebani daerah koloni untuk turut serta meringankan beban keuangan yang dihadapi Inggris. Daerah-daerah koloni tersebut dipungut berbagai macam pajak tanpa melalui perundingan. Pajak tersebut terhimpun dalam berbagai aturan seperti :
B. DIMULAINYA REVOLUSI AMERIKA
Sebelum Proklamasi kemerdekaan Amerika diikrarkan, pertempuran antara kaum kolonis melawan pemerintahan Inggris sudah berlangsung setahun sebelumnya. Suasana akan meletusnya pertempuran antara koloni dan kerajaan Inggris mulai muncul dengan diadakannya kongres kontinental pertama pada tahun 1774 yang dihadiri oleh pemimpin-pemimpin dari rakyat Amerika. Dalam kongres pertama ini dahasilkan pernyataan hak-hak yang kemudian dikirimkan ke Inggris. Pernyataan hak tersebut tercantum bebebrapa tuntutan dan protes dari koloni yang salah satunya adalah protes mengenai diperkecilnya kemerdekaan dan kebebasan mereka oleh parlemebn dan mereka mengumumkan pemboikotan terhada barang-barang Inggris yang pengawasannya akan dijalankan oleh panitia keamanan tiap kota dan daerah.
Sesuai dengan insrtuksi dari George III kepada Lord Nord yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi untuk koloni-koloni Amerika, pada 19 April 1775, Jenderal Gage mengirimkan pasukan Inggris yang cukup kuat yang beranggotakan 800 pasukan infantri dari kota Boston yang dipimpin oleh Kolonel Francis Smith untuk merebut gudang-gudang senjata yang telah didirikan oleh para pasukan sukarela. Setelah semalaman menempuh perjalanan pasukan Inggris mencapai desa Lexington dan bertemu pasukan pimpinan kapten John Parker. Ketika tanda bahaya dari Lexington dan Concord bergema, Kongres Kontinental kedua dilaksanakan di Philadelpihia, Pensylvania pada tanggal 10 Mei 1775. Pada tanggal 15 Mei, Kongres memutuskan untuk berperang dengan pihak Inggris, merubah milisi kolonial menjadi tentara kontinental dan menunjuk Kolonel George Washington dari Virginia sebagai pemimpin tertinggi pasukan Amerika. Sementara itu, Amerika kehilangan banyak korban jiwa di Bunker Hill, tepat diluar kota Boston. Kongres juga memerintahkan ekspedisi Amerika untuk bergerak ke arah utara , menuju Kanada pada musin gugur.
Terlepas merebaknya konflik bersenjata, pemikiran-pemikiran pemisah sepenuhnya dari Inggris masih belum bisa diterima bagi sebagaian anggota kontinental. Pada bulan Juli, John Dickinson menulis sebuah resolusi yang dikenal dengan nama Petisi Ranting Zaitun yang memohon kepada raja untuk mencegah tindakan-tindakan permusuhan lebih lanjut hingga tercapai kesepakatan bersama. Petisi ini tidak dianggap dan Raja George III pada tanggal 23 Agustus 1775 mengeluarkan pernyataan resmi yang menyebut koloni-koloni berada dalam situasi pemberontakan. Perjuangan rakyat koloni Amerika mendapat bantuan dari Prancis dan Belanda. Bahkan Prancis mengirimkan pasukan dan senjata dibawah pimpinan Jenderal Laffayette tahun 1778. Kerjasama anatara Prancis dan pasukan kaum koloni menyebabkan Inggris semakin terdesak dan banyak bertahan. Akhirnya Perang berakhir dengan kemenangan berada di pihak koloni. Berakhirnya perang ditandai dengan menyerahnya pasukan Inggris pada tahun 1781 yang dipimpin Jenderal Cornwallis kepada Jenderal George Washington.
C. DEKLARASI KEMERDEKAAN 1776
Pada bulan Januari 1776, Thomas Paine seorang pemikir politik dan penulis yang datang ke Amerika dari Inggris pada tahun 1774, menerbitkan pamflet setebal 50 halaman bertajuk Common Sense. Namun masih ada yang harus diselesaikan yaitu memperoleh kesepakatan dari semua koloni untuk mencetuskan deklarasi secara resmi. Pada tanggal 10 Mei 1776, setahun setelah pertemuan pertama Kongres Kontinental Kedua sebuah resolusi telah disepakati yang meminta pemisahan diri. Deklarasi Kemerdekaan pada 4 Juli 1776 sebagian besar merupakan karya Jefferson. Deklarasi ini diangkat dari filosofi politik Perancis dan aliran pencerahan Inggris juga teori Kontrak Sosial dari John Locke. Untuk berjuang demi kemerdekaan Amerika adalah sama seperti berjuang mendapatkan suatu pemerintah yang didasrkan kesepkatan bersama sebagai ganti sebuah permintaan yang dipimpin seorang raja yang telah dengan satu dan lain cara menjadikan kita subyek kekuasaan hukum asing di luar konstitusi kita dan yang tidak diakui oleh hukum kita.Hanya pemerintah yang dibangun berdasarkan kesepakatan bersama yang dapat melindungi hak-hak asasi manusia untuk hidup, merdeka dan mengejar kebahagiaan. Maka berjuang demi kemerdekaan Amerika adalah berjuang atas nama hak dasar seseorang.
D. DAMPAK REVOLUSI AMERIKA
Revolusi memungkinkan Amerika merdeka dari Inggris dan telah mengubah beberapa keadaan kehidupan penduduk di Amerika. Dari aspek politik sudah tidak terdapat pegawai Inggris di Amerika lagi. Sistem pemerintahan masih menggunakan sistem Britain tetapi telah memberikan kekuasaan kepada negara-negara bagian untuk mengatur wilayahnya masing-masing. Dari aspek sosial melalui deklarasi kemerdekaan banyak mengutarakan mengenai hak-hak kemanusiaan.Budak dibenarkan, selepas kemerdekaan setiap negeri kecuali Georgia telah mengurangi dan memberhentikan mengimport budak.Namun begitu di Amerika masih terdapat perbudakan. Dari aspek ekonomi Amerika menjadi bangsa yang besar dan berperan aktif dalam dunia perdagangan.