Published using Google Docs
Titik Muslihat- Bab 66-128 Tamat
Updated automatically every 5 minutes

66

LENGAN-LENGAN kuat itu mengangkat tubuh Rachel.

Rachel merasa orang-orang asing yang kuat itu mengeringkan tubuhnya dan membungkusnya dengan selimut. Dia kemudian ditempatkan di atas sebuah tempat tidur periksa dan menerima urutan kuat-kuat di kedua lengan dan kakinya. Lalu suntikan lagi di lengannya.

"Adrenalin," kata seseorang.

Rachel merasa obat itu menjalar ke seluruh nadinya seperti kekuatan kehidupan, dan memperkuat otot-ototnya. Walau dia masih merasakan kekosongan yang dingin, Rachel mulai merasa darah mengaliri anggota tubuhnya.

Kembali dari kematian.

Dia mencoba memusatkan penglihatannya. Tolland dan Corky berbaring di dekatnya, dan gemetar di balik selimut ketika orang-orang itu memijat tubuh mereka, dan memberikan suntikan seperti yang diberikan kepada Rachel tadi. Rachel merasa yakin sekumpulan orang misterius ini telah menyelamatkan hidup mereka. Banyak di antaranya basah kuyup, dan tampaknya masuk ke dalam ruang pancuran dengan berpakaian lengkap ketika menolong mereka. Siapa mereka dan bagaimana mereka menemukan dirinya dan teman-temannya tepat pada waktunya, Rachel tidak tahu. Itu tidak penting saat ini. Kita hidup.

"Di mana ... kita?" Rachel berusaha berbicara, tetapi usaha sederhana untuk berbicara itu ternyata mengakibatkan sakit kepala yang luar biasa.

Lelaki yang memijatnya menjawab. "Kalian berada di dek medis kapal selam kelas Los Angeles--"

"Bersiap!" seseorang berseru.

Rachel merasakan adanya kegemparan di sekitarnya, dan dia mencoba untuk duduk. Salah satu dari lelaki berpakaian biru membantunya duduk, dan menaikkan selimut yang membungkus tubuh Rachel. Rachel menggosok matanya dan melihat seseorang berjalan memasuki ruangan.

Pendatang baru itu adalah seorang lelaki Afrika-Amerika yang kuat. Dia tampan dan berwibawa. Seragamnya dari bahan khaki. "Istirahat," katanya sambil bergerak ke arah Rachel, dan berhenti di sebelahnya. Setelah itu dia menatap Rachel dengan matanya yang hitam dan tegas. "Harold Brown," katanya dengan suara dalam dan berwibawa. "Kapten U.S.S. Charlotte. Dan kau?"

U.S.S. Charlotte, pikir Rachel. Nama itu terdengar agak akrab dengannya. "Sexton ...," jawabnya. "Aku Rachel Sexton."

Lelaki itu tampak bingung. Dia melangkah mendekat, dan mengamatinya dengan lebih saksama. "Ya, ampun. Jadi itu kau."

Rachel bingung. Dia mengenalku? Rachel yakin dia tidak mengenal lelaki ini, walau ketika matanya berpindah dari wajah lelaki itu ke lambang di dadanya, dia melihat emblem yang tidak asing lagi: rajawali sedang mencengkeram sebuah jangkar yang dikelilingi kata-kata U.S. NAVY.

Sekarang dia mengerti mengapa dia tahu nama Charlotte.

"Selamat datang di kapal kami, Ms. Sexton," kata sang kapten. "Kau sudah meringkas sejumlah laporan intelijen awal dari kapal ini. Aku tahu siapa kau."

"Tetapi apa yang kaulakukan di perairan ini?" sergah Rachel.

Wajah lelaki itu menjadi agak keras. "Sejujurnya, Ms. Sexton, aku baru saja ingin menanyakan pertanyaan yang sama ke-padamu."

Perlahan-lahan Tolland duduk, lalu membuka mulutnya untuk berbicara. Rachel menyuruhnya diam dengan gelengan kepala yang tegas. Tidak di sini. Jangan sekarang. Dia yakin hal pertama yang ingin dikatakan Corky dan Tolland adalah tentang meteorit itu dan penyerangan, tetapi itu bukanlah topik yang baik untuk dibicarakan di depan awak kapal selam ini. Di dalam dunia intelijen, tidak peduli ada krisis atau tidak, KERAHASIAAN masih tetap yang paling penting. Meteorit itu tetap menjadi hal yang sangat rahasia.

"Aku harus berbicara dengan direktur NRO William Pickering," katanya kepada sang kapten. "Pribadi, dan segera."

Sang kapten menaikkan alisnya. Tampaknya dia tidak terbiasa menerima perintah di atas kapalnya sendiri.

"Aku memiliki informasi rahasia yang harus kusampaikan kepadanya."

Sang kapten mengamatinya dengan lama. "Kita kembalikan dulu suhu tubuhmu, dan kemudian aku akan sambungkan kau dengan direktur NRO."

"Ini mendesak, Pak. Aku--" Rachel tiba-tiba berhenti. Matanya baru saja melihat jam dinding di atas lemari obat.

Pukul 19:51

Rachel mengedipkan matanya, lalu menatap lagi. "Apakah ... apakah jam itu tepat?'

"Kau sedang berada di sebuah kapal Angkatan Laut, Bu. Jam kami semuanya akurat."

"Dan itu ... waktu Timur?"

"Pukul 7:51 malam. Waktu Timur. Kita berada di Norfolk."

Tuhanku! serunya dalam hati. Rachel seperti terpaku. Baru pukul 7:51 malam? Rachel mengira dia telah pingsan selama berjam-jam. Ini bahkan belum lewat dari pukul delapan? Presiden belum berbicara di depan umum tentang meteorit itu! Aku masih punya waktu untuk menghentikannya! Dia segera meluncur turun dari tempat tidur periksa sambil membungkuskan selimut di sekitar tubuhnya. Kakinya terasa gemetar. "Aku harus berbicara dengan Presiden sekarang juga."

Sang kapten tampak bingung. "Presiden apa?"

"Presiden Amerika Serikat!"

"Kupikir tadi kauingin berbicara dengan William Pickering."

"Aku tidak punya waktu. Aku perlu Presiden."

Sang kapten tidak bergerak. Tubuhnya yang besar menghalangi Rachel. "Sejauh yang aku tahu, Presiden sekarang sedang bersiap memberikan konferensi pers yang sangat penting dan disiarkan langsung. Aku ragu Presiden mau menerima telepon pribadi."

Rachel berdiri setegak mungkin di atas kakinya yang gemetar dan menatap mata sang kapten dengan tajam. "Pak, kau tidak punya izin resmi untuk menerima penjelasan dariku. Aku hanya dapat mengatakan bahwa Presiden akan berbuat kesalahan fatal. Aku memiliki informasi yang harus didengarnya. Sekarang. Kau harus memercayaiku."

Sang kapten menatapnya lama. Lalu sambil mengerutkan keningnya dia menatap jam dinding itu lagi. "Sembilan menit? Aku tidak dapat menghubungkanmu melalui jalur aman ke Gedung Putih dalam waktu sesingkat itu. Yang dapat kutawarkan padamu hanyalah telepon radio. Tidak aman. Dan kami harus menjangkau kedalaman antena, yang berarti akan membutuhkan waktu beberapa--"

"Lakukan sekarang!"

67

TELEPON RESEPSIONIS Gedung Putih terletak di lantai bawah Sayap Timur. Tiga telepon resepsionis itu selalu dalam keadaan siaga. Pada saat itu, hanya dua orang yang duduk di depan telepon tersebut. Operator ketiga sedang berlari dengan kecepatan tinggi menuju Briefing Room. Di tangan perempuan itu tergenggam sebuah telepon nirkabel. Dia tadi berusaha menyambungkan panggilan telepon itu ke Ruang Oval, namun Presiden sudah dalam perjalanan menuju tempat konferensi pers. Dia mencoba menelepon ajudan-ajudannya di ponsel mereka, tetapi sebelum acara televisi itu selesai, semua ponsel di dalam Briefing Room dimatikan sehingga tidak mengganggu jalannya acara.

Berlari dengan membawa telepon itu langsung ke Presiden pada waktu seperti ini saja tampaknya sudah menimbulkan pertanyaan. Apalagi ketika agen penghubung Gedung Putih dari NRO yang menelepon itu mengaku memiliki informasi yang harus didengar Presiden sebelum siaran langsung, operator itu yakin dia harus bergegas. Pertanyaannya sekarang adalah apakah dia akan tiba tepat pada waktunya.

DI DALAM sebuah ruang medis di dalam kapal selam U.S.S. Charlotte, Rachel Sexton memegang gagang telepon, menempelkannya di telinganya, dan menunggu untuk berbicara dengan Presiden. Tolland dan Corky duduk di dekatnya. Mereka masih tampak gemetar. Corky mendapatkan lima jahitan dan menderita memar yang parah di tulang pipinya. Ketiganya telah dibantu untuk mengenakan pakaian dalam termal Thinsulate, pakaian lapangan Angkatan Laut yang berat, kaus kaki yang terbuat dari bahan wol berukuran besar, juga sepatu bot kapal. Dengan secangkir kopi panas di tangannya, Rachel mulai merasa seperti manusia lagi.

"Kenapa lama sekali?" desak Tolland. "Ini sudah pukul 7:56!"

Rachel tidak dapat membayangkan. Dia sudah berhasil tersambung dengan salah satu operator di Gedung Putih, menjelaskan siapa dirinya, dan juga mengatakan bahwa ini darurat. Operator itu tampak ramah. Dia menyuruh Rachel menunggu, dan hingga kini tampaknya menempatkan Rachel sebagi penelepon yang sangat penting sehingga mau menyambungkannya langsung dengan Presiden.

Empat menit lagi, pikir Rachel. Cepatlah!

Sambil memejamkan matanya Rachel mencoba mengumpulkan pikirannya. Hari ini sungguh hari yang luar biasa. Aku berada di dalam kapal selam nuklir Angkatan Laut, Rachel berkata pada dirinya sendiri, dan merasa beruntung bisa berada di sana. Menurut kapten kapal selam, Charlotte sedang mengadakan patroli rutin di Laut Bering sejak dua hari yang lalu dan menerima bunyi-bunyi aneh dari bawah laut yang berasal dari Milne Ice Shelf. Bunyi-bunyi itu adalah bunyi bor, gemuruh jet, dan lalu-lintas gelombang radio tersandi. Mereka kemudian diminta untuk mengatur-ulang arah mereka dan diperintahkan untuk tetap diam dan mendengarkan. Kira-kira satu jam yang lalu, mereka mendengar sebuah ledakan pada lapisan es, dan kemudian bergerak untuk memeriksanya. Saat itulah mereka mendengar panggilan S.O.S. dari Rachel.

"Tiga menit lagi!" kata Tolland. Suaranya terdengar cemas sekarang ketika dia menatap jam dinding.

Rachel sekarang juga mulai cemas. Apa yang membuatnya lama sekali? Kenapa Presiden tidak menerima teleponnya? Jika Zach Herney mengumumkan data seperti yang pada awalnya terlihat--

Rachel mengusir pikiran itu dari benaknya, dan mengguncang gagang teleponnya dengan keras. Angkat!

KETIKA OPERATOR Gedung Putih itu berlari ke arah pintu masuk Briefing Room, dia bertemu dengan sekumpulan staf. Mereka semua sedang berbicara dengan bersemangat ketikamereka melakukan persiapan terakhir. Sang operator dapat melihat Presiden dalam jarak dua puluh yard dari tempatnya berdiri, dan dia menunggu di ambang pintu. Para ahli rias sedang merias wajah Presiden.

"Numpang lewat!" seru perempuan yang membawa telepon nirkabel itu sambil mencoba menerobos kerumunan orang. "Telepon untuk Presiden. Permisi. Numpang lewat!"

Sambil menggenggam telepon itu erat-erat, sang operator mendorong orang-orang untuk mendapat jalan menuju Presiden. "Telepon untuk Presiden!" katanya terengah-engah. "Numpang lewat!"

Tiba-tiba sebuah penghalang yang menjulang melangkah maju dan menghalangi jalannya. Marjorie Tench. Wajah panjang sang penasihat senior Presiden itu memberengut pertanda tidak suka. "Ada apa?"

"Aku menerima telepon darurat!" kata operator itu sambil terengah -engah. "... panggilan telepon untuk Presiden."

Tench tampak tidak percaya. "Tidak sekarang, tidak boleh!"

"Ini dari Rachel Sexton. Katanya ini darurat."

Tatapan marah yang membayangi wajah Tench lebih mengesankan kebingungan yang dirasakannya daripada kemarahannya. Tench menatap telepon nirkabel itu. "Itu sambungan telepon rumah. Itu tidak aman."

"Memang tidak, Bu. Tetapi telepon yang masuk pun memang biasanya dari jalur terbuka. Ms. Rachel menelepon dari telepon radio. Dia harus berbicara dengan Presiden segera."

"Siaran langsung dalam sembilan puluh detik!"

Mata dingin Tench memandang sang operator, lalu dia mengulurkan tangannya yang seperti kaki laba-laba. "Berikan telepon itu."

Jantung si operator berdebar keras sekarang. "Ms. Sexton ingin berbicara dengan Presiden Herney langsung. Dia meminta menunda konferensi pers hingga dia berbicara dengan Presiden. Aku meyakinkannya--"

Tench sekarang melangkah ke arah si operator. Suaranya terdengar seperti desisan air yang mendidih. "Biarkan aku memberitahumu bagaimana semuanya berlangsung di sini. Kau tidak mematuhi perintah dari putri lawan politik Presiden, kau hams patuh padaku. Aku pastikan padamu ini adalah jarak terdekatmu dengan Presiden hingga aku tahu apa yang sebenarnya terjadi." Si operator melihat ke arah Presiden yang sekarang sudah dikerumuni para teknisi mikrofon, ahli rias, dan beberapa anggota staf yang memberitahunya tentang revisi terakhir pidatonya.

"Enam puluh detik!" seorang penyelia televisi berseru.

DI DALAM kapal selam Charlotte, Rachel Sexton sedang berjalan hilir mudik dengan panik di dalam ruangan sempit itu ketika akhirnya dia mendengar suara "klik" di sambungan teleponnya.

Suara yang serak terdengar. "Halo?"

"Presiden Herney?" seru Rachel.

"Marjorie Tench," suara itu mengoreksi. "Aku penasihat senior Presiden. Siapa pun ini, aku harus memeringatkan kau bahwa telepon olok-olok ke Gedung Putih merupakan pelanggaran--"

Demi Tuhan! "Ini bukan main -main! Aku Rachel Sexton, aku agen penghubung NRO dan --"

"Aku tahu siapa Rachel Sexton, Bu. Dan aku meragukan kalau kau memang dia. Kau menelepon Gedung Putih dari saluran tidak aman dan mengatakan padaku untuk menunda acara besar siaran kepresidenan. Itu sama sekali bukan momen yang pantas bagi seseorang dengan--"

"Dengar," Rachel marah, "Aku baru saja memberi pengarahan singkat tentang meteorit kepadamu dan staf Gedung Putih lainnya beberapa jam yang lalu. Kau duduk di baris depan. Kau menonton pengarahan itu dari televisi di atas meja Presiden! Ada pertanyaan?"

Tench terdiam sesaat. "Ms. Sexton, apa artinya ini?"

"Artinya, kau harus menghentikan Presiden! Data tentang meteoritnya salah semua! Kami baru saja tahu ternyata meteorit itu disisipkan dari bawah lapisan es. Aku tidak tahu oleh siapa, dan aku juga tidak tahu kenapa! Tetapi segalanya tidak seperti yang terlihat sekarang! Presiden sebentar lagi akan menyampaikan data yang salah, dan aku betul-betul menyarankan untuk--"

"Tunggu sebentar!" kata Tench sambil merendahkan suaranya. "Kau benar-benar mengerti apa yang kaukatakan?"

"Ya! Aku menduga bahwa Administrator NASA telah mengatur semacam kebohongan besar, dan Presiden Herney akan terjebak di tengah-tengahnya. Kau setidaknya dapat menunda siaran langsung itu selama sepuluh menit sehingga aku dapat menjelaskan padanya apa yang sebenarnya terjadi di sini. Seseorang baru saja berusaha membunuhku!"

Suara Tench menjadi sedingin es. "Ms. Sexton, aku akan memberimu satu peringatan. Jika kau meragukan niatmu membantu Gedung Putih dalam kampanye ini, seharusnya kau sudah memikirkannya jauh sebelum kau meyakinkan data tentang meteorit itu kepada Presiden."

"Apa!" Apa dia mendengarkan aku tadi?

"Aku muak karena tindakanmu. Menggunakan jalur tidak aman merupakan tindakan murahan. Secara tidak langsung mengatakan bahwa data meteorit itu dipalsukan? Petugas intelijen macam apa yang menggunakan telepon radio untuk menghubungi Gedung Putih dan menyampaikan informasi rahasia seperti ini? Kau pasti berharap ada orang lain mendengarkan pesan ini."

"Norah Mangor terbunuh karenanya! Dr. Ming juga tewas. Kau harus memeringatkan --"

"Berhenti di situ! Aku tidak tahu apa permainanmu, tetapi aku ingatkan kau--dan siapa pun yang mendengar percakapan ini--bahwa Gedung Putih memiliki rekaman video yang diberikan ilmuwan-ilmuwan terpercaya NASA, para ilmuwan sipil, dan Anda sendiri Ms. Sexton yang berisi dukungan bahwa data meteorit itu akurat. Aku tidak tahu mengapa kau tiba-tiba mengubah laporanmu. Apa pun alasanmu, anggap dirimu sekarang bebas dari tugas membantu Gedung Putih, dan jika kau berusaha menodai penemuan ini dengan tuduhan kecurangan, aku jamin Gedung Putih dan NASA akan menuntutmu atas dasar penghinaan dengan begitu cepatnya sehingga kau tidak akan memiliki waktu untuk membereskan kopermu sebelum kau masuk penjara."

Rachel membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi tidak ada kata-kata yang terucap.

"Zach Herney telah bermurah hati padamu," lanjut Tench dengan ketus, "dan terus terang, pukulan publisitas Sexton yang murahan ini sangat picik. Hentikan sekarang, atau kami akan menuntutmu. Aku bersumpah."

Sambungan terputus.

Mulut Rachel masih terbuka ketika sang kapten mengetuk pintu.

"Ms. Sexton?" kata sang kapten sambil melongok ke dalam ruangan. "Kami berhasil mendapatkan sinyal lemah dari Radio Nasional Kanada. Presiden Zach Herney telah memulai konferensi persnya."

68

KETIKA BERDIRI DI balik podium di Briefing Room Gedung Putih, Zach Herney merasakan panasnya lampu-lampu media dan dia tahu dunia sedang menatapnya. Serangan kilat yang diatur dan dilangsungkan oleh White House Press Office telah menciptakan keriuhan media yang menyebar dengan cepat. Mereka yang tidak dapat mendengar kabar tentang pidato tersebut lewat televisi, radio, atau berita online, sepertinya mendengar hal itu dari tetangga, teman kerja, dan keluarga. Pada pukul delapan malam, siapa saja yang tidak tinggal di gua, pasti bertanya-tanya tentang topik pidato Presiden kali ini. Di bar-bar dan ruang duduk di seluruh dunia, jutaan orang menonton televisi mereka dengan sangat heran.

Pada saat itulah, saat menghadapi dunia, Zach Herney merasakan betapa berat beban lembaga yang dipimpinnya. Tapi siapa pun yang berkata kekuasan tidak akan menimbulkan kecanduan, pasti belum pernah benar-benar berkuasa. Ketika dia memulai pidatonya, Herney merasakan ada sesuatu yang hilang. Dia bukanlah seorang lelaki yang gugup di atas panggung, tetapi perasaan cemas yang semakin menguat di dalam dirinya membuatnya terkejut.

Mungkin karena luasnya cakupan para pendengar, katanya pada dirinya sendiri. Tetapi dia tahu ada penyebab lainnya. Nalurinya mengatakan begitu. Sesuatu yang dilihatnya. Hal kecil saja, tetapi ....

Dia mengatakan pada dirinya untuk melupakannya. Itu bukan apa-apa. Tetapi hal itu tetap ada di sana. Tench.

Beberapa saat yang lalu, ketika Herney mulai bersiap untuk berdiri di atas panggung, dia melihat Marjorie Tench di ruang lobi, dan sedang berbicara di telepon nirkabel. Itu saja sudah aneh, dan lebih aneh lagi dengan adanya seorang operator Gedung Putih yang berdiri di samping Tench dengan wajah pucat ketakutan. Herney tidak dapat mendengar percakapan telepon yang diterima Tench itu, tetapi dia dapat melihat kalau percakapan itu begitu seru. Tench sedang berdebat dengan sengit dan penuh kemarahaan, sebuah sikap yang jarang dilihat oleh sang presiden di antara ajudan-ajudannya--termasuk Tench. Herney berhenti sebentar dan menatap mata Tench untuk bertanya.

Tench memberinya isyarat dengan mengacungkan ibu jarinya. Herney belum pernah melihat Tench memberi isyarat kepada siapa pun dengan mengacungkan ibu jari. Itu adalah gambar terakhir delam benak Herney ketika dia berjalan menuju panggung.

DI ATAS permadani biru yang terhampar di area pers habisphere NASA di Pulau Ellesmere, Administrator Lawrence Ekstrom duduk di tengah meja simposium yang panjang, diapit para staf dan ilmuwan NASA. Di layar besar yang menghadap mereka, pidato pembukaan Presiden disiarkan secara langsung. Sisa dari pegawai NASA lainnya berkerumun di sekitar monitor, berdesakan dengan gembira ketika Panglima Tertinggi mereka muncul dalam konferensi pers ini.

"Selamat malam," Herney berkata. Suaranya terdengar kaku tidak seperti biasanya. "Kepada teman-teman sebangsaku, dan kepada teman-teman kita di seluruh dunia ...."

Ekstrom menatap ke arah batu hangus berukuran besar yang dipamerkan di depannya. Lalu matanya beralih ke arah monitor di dekatnya. Dia dapat melihat dirinya sendiri di sana, diapit para pegawainya yang paling cakap di hadapan bendera Amerika yang besar dan logo NASA. Pencahayaan yang dramatis membuat panggung itu tampak seperti sebuah lukisan bergaya neo-modern, seperti dua belas rasul dalam perjamuan terakhir. Zach Herney telah mengubah segalanya menjadi pertunjukan politik yang menggemparkan. Herney tidak punya pilihan. Ekstrom merasa seperti seorang evangelis televisi, dan akan menyiarkan berita Tuhan untuk masyarakat luas.

Kira-kira dalam waktu lima menit lagi, Presiden akan memperkenalkan Ekstrom dan staf NASA-nya. Kemudian, dengan sambungan satelit yang canggih dari ujung bumi, NASA akan bergabung dengan Presiden untuk berbagi kabar gembira ini dengan dunia. Setelah laporan singkat tentang bagaimana penemuan ini terjadi, apa arti penemuan ini bagi ilmu pengetahuan ruang angkasa, dan penghargaan dari kedua belah pihak, NASA dan Presiden akan menyerahkan acara tersebut kepada ilmuwan sekaligus pesohor, Michael Tolland. Film dokumenter Tolland hanya akan diputar selama kurang dari lima belas menit. Setelah itu, dengan kredibilitas dan semangat yang memuncak, Ekstrom dan Presiden akan mengucapkan selamat malam, dan menjanjikan informasi yang lebih banyak pada hari-hari berikutnya melalui konferensi NASA yang tidak akan pernah berakhir.

Ketika Ekstrom duduk dan menunggu tanda untuknya, dia merasa sangat malu di dalam hatinya. Dia tahu dia akan merasakan hal itu. Dia sudah menduganya.

Dia akan berbohong ... meyakinkan sesuatu yang tidak benar. Walau begitu, kebohongan itu tidak terasa penting sekarang. Ekstrom memiliki beban yang lebih besar dalam pikirannya.

DALAM KERIUHAN ruang produksi ABC, Gabrielle Ashe berdiri berhimpitan dengan orang-orang lain, semuanya menjulurkan leher mereka ke arah kumpulan televisi yang digantung di langit-langit. Kesunyian menguasai ruangan ketika saatnya tiba. Gabrielle memejamkan matanya sambil berdoa supaya ketika dia membuka matanya, dia tidak akan melihat foto-foto bugil dirinya.

UDARA DI dalam ruang baca Senator Sexton meriah dengan kegembiraan. Semua tamunya sekarang berdiri. Mata mereka melekat pada televisi berlayar lebar di hadapan mereka.

Zach Herney berdiri di depan dunia, dan anehnya salam pertamanya sangat kaku. Dia tampak tidak yakin untuk sesaat.

Dia tampak gemetar, pikir Sexton. Dia belum pernah tampak gemetar.

"Lihatlah dia," seseorang berbisik. "Ini pasti berita buruk."

Tentang stasiun ruang angkasa? Sexton bertanya-tanya. Herney menatap langsung ke arah kamera dan menghela napas panjang. "Kawan-kawanku, saya sudah merasa bingung selama beberapa hari ini untuk mengetahui bagaimana cara terbaik Untuk menyampaikan pengumuman ini ...."

Tiga kata yang mudah, Senator Sexton ingin Herney mengucapkan itu. Kami telah gagal.

Herney berbicara sebentar mengenai betapa sayangnya NASA telah menjadi isu dalam pemilihan ini dan karena itu, dia merasa harus mengawali pengumuman yang sudah tertunda ini dengan permintaan maaf.

"Saya lebih suka mengumumkan ini di saat yang berbeda," katanya. "Tuduhan politis yang beredar cenderung membuat orang-orang yang ragu kehilangan mimpi-mimpi mereka. Tetapi sebagai Presiden, saya tidak punya pilihan selain berbagi dengan kalian mengenai apa yang baru saja saya ketahui." Dia tersenyum. "Tampaknya keajaiban alam semesta merupakan sesuatu yang tidak sesuai dengan jadwal manusia... apalagi jadwal seorang Presiden."

Semua orang di dalam ruang baca Sexton tampak terperanjat bersamaan. Apa?

"Dua minggu yang lalu," lanjut Herney, "Polar Orbiting Density Scanner baru milik NASA, melintasi Milne Ice Shelf di Pulau Ellesmere, kepulauan terpencil yang terletak di atas Delapan Puluh Derajat Lintang Utara di Samudra Arktika."

Sexton dan yang lainnya saling berpandangan dengan bingung.

"Satelit NASA ini," tambah Herney, "mendeteksi adanya sebuah batu besar yang sangat padat yang terkubur dua ratus kaki di bawah es." Sekarang Herney tersenyum untuk pertama kalinya. Dia sudah menemukan ketenangannya. "Pada saat menerima data tersebut, NASA segera menduga bahwa PODS telah menemukan sebuah meteorit."

"Sebuah meteorit?" Sexton menggerutu dan berdiri. "Itu berita?"

"NASA mengirimkan satu regu ke lapisan es tersebut untuk mengambil sampel inti. Pada saat itulah NASA berhasil ...." Dia berhenti. "Terus terang, mereka berhasil menemukan penemuan ilmiah paling hebat dalam abad ini."

Sexton melangkah dengan ragu ke arah televisi. Tidak .... Tamu-tamunya mulai bergerak tidak tenang.

"Ibu-ibu dan Bapak-bapak," Herney mengumumkan, "beberapa jam yang lalu, NASA telah menarik keluar sebuah meteorit seberat delapan ton dari dalam Samudra Arktika yang berisi ...." Presiden berhenti lagi, dan memberi waktu bagi seluruh dunia untuk mendekat pada pesawat televisi mereka. "Sebuah meteorit yang berisi fosil dari makhluk hidup. Ada belasan buah. Bukti yang tidak dapat disangkal lagi dan menunjukkan adanya kehidupan di luar bumi."

Setelah itu, setelah mendapatkan isyarat, sebuah gambar menyala di layar di belakang Presiden. Layar tersebut menampilkan gambar yang sangat jelas dari fosil makhluk semacam serangga yang besar sekali, dan menempel pada sebuah batu yang hangus.

Di dalam ruang baca Sexton, enam wiraswasta itu terloncat dari duduknya dengan mata terbelalak ketakutan. Sexton mematung di tempatnya berdiri.

"Kawan -kawan," kata Presiden, "fosil di belakang saya ini berusia 190 juta tahun. Ditemukan dalam pecahan meteorit yang disebut Jungersol Fall yang jatuh ke Samudra Arktika hampir tiga ratus tahun yang lalu. Satelit PODS NASA yang baru dan menarik ini menemukan pecahan meteorit tersebut terkubur di bawah lapisan es. NASA dan pemerintah telah menjaganya dengan sangat berhati-hati selama lebih dari dua minggu terakhir untuk memastikan semua aspek penemuan yang bersejarah ini sebelum diumumkan kepada khayalak. Kemudian, dalam waktu setengah jam berikutnya, kalian akan mendengar dari sejumlah ilmuwan NASA dan sipil, dan juga menyaksikan film dokumenter singkat yang telah disiapkan oleh wajah yang sudah tidak asing lagi dan saya yakin kalian semua akan mengenalinya. Sebelum saya melanjutkan, saya tentu harus memperkenalkan, langsung via satelit dari atas Lingkar Kutub Utara, seorang lelaki yang kepemimpinannya, visinya, dan kerja kerasnya paling berperan dalam penemuan bersejarah ini. Dengan rasa hormat yang dalam, saya perkenalkan Administrator NASA, Lawrence Ekstrom."

Herney menoleh ke layar tepat pada waktunya.

Gambar meteorit itu secara dramatis memudar dan berubah menjadi sebuah panel yang tampak anggun dari para ilmuwan NASA yang duduk di belakang meja panjang, dengan Lawrence Ekstrom sebagai sosok yang dominan.

"Terima kasih, Pak Presiden." Wajah Ekstrom terkesan keras dan bangga ketika dia berdiri dan menatap langsung ke arah kamera. "Saya sangat bangga berbagi dengan kalian semua, ini ... waktu terhebat NASA."

Ekstrom lalu berbicara dengan penuh semangat mengenai NASA dan penemuannya. Dipenuhi keriuhan patriotisme dan kemenangan, dengan sempurna dia melanjutkan penjelasannya itu ke pertunjukan film dokumenter yang dibawakan oleh ilmu-wan sipil sekaligus seorang selebritis, Michael Tolland.

Ketika menonton semuanya ini, Senator Sexton jatuh berlutut di depan televisi. Jemarinya mencengkeram rambutnya yang berwarna keperakan. Tidak! Demi Tuhan, tidak!

69

WAJAH MARJORIE Tench menjadi pucat ketika dia memisahkan diri dari sorak-sorai kegembiraan di luar Briefing Room dan berjalan kembali ke ruangan kerjanya yang sepi di Sayap Barat. Dia tidak ingin merayakan apa pun. Telepon dari Rachel Sexton betul-betul tidak diduganya.

Sangat mengecewakan.

Tench membanting pintu kantornya, berjalan menuju mejanya, kemudian memutar nomor operator Gedung Putih. "William Pickering. NRO."

Tench menyalakan rokok dan berjalan hilir mudik di ruangannya sambil menungu operator menghubungi Pickering. Biasanya, Pickering sudah pulang jika sudah malam, tetapi dengan peristiwa besar seperti konferensi pers di Gedung Putih ini, Tench menduga Pickering masih berada di kantornya sepanjang malam, duduk di atas kursinya di depan televisi sambil bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, sementara dia sebagai direktur NRO tidak mengetahuinya lebih awal.

Tench menyumpahi dirinya sendiri karena tidak memercayai nalurinya ketika Presiden berkata dia ingin mengirim Rachel Sexton ke Milne. Tench sempat waspada, dan merasa ini risiko yang tidak diperlukan. Tetapi Presiden meyakinkannya, dan menunjukkan kepada Tench bahwa seluruh staf Gedung Putih sudah menjadi begitu sinis selama beberapa minggu terakhir dan akan mencurigai penemuan NASA ini jika informasi tersebut datang dari orang dalam Gedung Putih. Seperti yang diperkirakan Herney, penegasan Rachel Sexton telah membungkam kecurigaan itu, mencegah segala perdebatan internal, dan mendorong staf Gedung Putih untuk bergerak maju dan bersatu. Sangat berharga, Tench merasa harus mengakuinya. Tapi sekarang Rachel Sexton telah mengubah sikapnya.

Perempuan bodoh itu meneleponku dari saluran tidak aman.

Rachel Sexton jelas berniat untuk merusak kredibilitas penemuan itu, dan satu-satunya yang dapat menenteramkan hati Tench adalah Presiden telah merekam pengarahan singkat yang diberikan Rachel dalam video. Terima kasih Tuhan. Setidaknya Herney sudah memikirkan untuk memiliki jaminan kecil. Tench mulai takut mereka akan memerlukannya.

Tetapi pada saat ini, Tench mencoba untuk membendung langkah Rachel dengan cara lain. Rachel Sexton adalah seorang perempuan yang cerdas, dan jika dia betul-betul berniat untuk berhadapan langsung dengan NASA dan Gedung Putih, dia harus mencari teman yang kuat. Pilihan pertama yang mungkin dipilih Rachel adalah William Pickering. Tench sudah tahu bagaimana perasaan Pickering tentang NASA. Dia harus menghubungi Pickering sebelum Rachel berbicara dengan sang direktur.

"Ms. Tench?" terdengar suara bening di saluran itu. "William Pickering di sini. Ada apa gerangan sehingga saya menerima kehormatan ini?"

Tench dapat mendengar suara televisi di belakang suara Pickering yang sedang menyiarkan komentar dari NASA. Dari nada suara Pickering, Tench sudah dapat merasakan bahwa lelaki ini masih terpengaruh oleh konferensi pers tersebut. "Anda punya waktu sebentar, Direktur?"

"Tadinya saya mengira Anda sedang sibuk berpesta. Betul-betul malam yang hebat untuk Anda sekalian. Tampaknya NASA dan Presiden sudah kembali ke medan laga."

Tench mendengar kesan kagum yang kaku dari suara lelaki itu, digabung dengan sedikit kesengitan. Tidak diragukan, kesengitan itu disebabkan ketidaksukaannya yang melegenda ketika dia mendengarkan sebuah berita yang menghebohkan pada waktu yang bersamaan dengan semua orang di seluruh dunia.

"Saya minta maaf," kata Tench sambil berusaha membangun percakapan dengan cepat. "Gedung Putih dan NASA terpaksa tidak memberi tahu Anda."

"Anda tahu," sahut Pickering, "NRO sudah mendeteksi akitivitas NASA di sana dua minggu yang lalu dan kemudian mengadakan pemeriksaan."

Tench mengerutkan keningnya. Dia kesal. "Ya, saya tahu. Tetapi--"

"NASA mengatakan kepada kami, itu bukan apa-apa. Mereka bilang mereka sedang mengadakan pelatihan di lingkungan yang ekstrem. Menguji peralatan atau semacam itulah." Pickering berhenti sejenak. "Dan kami memercayai kebohongan itu."

"Mari jangan kita sebut itu kebohongan," kata Tench. "Lebih tepat disebut sebagai pengarahan yang salah yang terpaksa dilakukan. Dengan memperhitungkan besarnya dampak penemuan tersebut, saya percaya Anda mengerti kepentingan NASA untuk menyembunyikannya ketika itu."

"Menyembunyikannya dari umum mungkin saja dapat dimengerti."

Berlaku uring-uringan bukanlah sifat lelaki semacam William Pickering, dan Tench merasa hingga di sini sajalah Pickering bisa menekannya. "Saya hanya punya waktu sedikit," kata Tench sambil berusaha untuk menempatkan dirinya kembali ke posisi dominan. "tetapi saya pikir, saya harus menelepon Anda dan memeringatkan Anda."

"Memeringatkan saya?" Pickering menjadi waspada sesaat. "Apakah Zach Herney sudah mengambil keputusan untuk mengangkat seorang direktur NRO baru yang lebih ramah terhadap NASA?"

"Tentu saja tidak. Presiden mengerti sikap kritis Anda terhadap NASA hanya berdasarkan pertimbangan keamanan saja, dan Presiden berniat untuk memperbaiki situasi seperti itu. Sebenarnya saya menelepon Anda tentang pegawai Anda."

Tench berhenti sejenak. "Rachel Sexton. Apa Anda sudah mendengar kabarnya malam ini?"

"Tidak. Saya mengirimnya ke Gedung Putih pagi tadi atas permintaan Presiden. Kalian pasti sudah membuatnya sangat sibuk. Dia seharusnya sudah melapor."

Tench merasa lega karena telah menghubungi Pickering lebih dulu. Dia menghisap rokoknya dan berbicara setenang mungkin. "Saya menduga Anda sebentar lagi akan mendapat telepon dari Ms. Sexton."

"Bagus. Saya memang sedang menunggunya. Saya harus mengatakan pada Anda, ketika konferensi pers Presiden berlangsung, saya khawatir Zach Herney akan melibatkan Ms. Sexton di depan umum. Saya senang karena Presiden tidak melakukannya."

"Zach Herney adalah lelaki terhormat," kata Tench, "tetapi saya tidak dapat mengatakan hal yang sama mengenai Ms. Sexton."

Ada kesunyian yang lama dalam saluran telepon itu. "Saya harap saya salah mengerti ucapan Anda."

Tench mendesah panjang. "Tidak, Pak. Saya kira Anda tidak salah mengerti. Saya lebih senang untuk tidak mengatakannya secara rinci melalui telepon, tetapi Rachel Sexton tampaknya sudah memutuskan untuk merusak kredibilitas pengumuman NASA ini. Saya tidak tahu alasannya. Tetapi setelah dia mengkaji dan memastikan data NASA sore hari tadi, tiba-tiba dia berubah pikiran dan menyemburkan beberapa tuduhan yang tidak mungkin mengenai pengkhianatan dan penipuan yang dilakukan NASA."

Pickering terdengar tegang sekarang. "Maaf?"

"Membingungkan memang. Saya tidak senang karena harus mengatakan hal ini kepada Anda, tetapi Ms. Sexton menghubungi saya dua menit sebelum konferensi pers berlangsung dan memeringatkan saya untuk menunda segalanya."

"Atas dasar apa?"

"Terus terang, atas dasar yang aneh. Katanya dia menemukan kesalahan serius dalam data tersebut."

Pickering terdiam lama karena tidak sepenuhnya yakin, tetapi dia terdiam terlalu lama hingga membuat Tench tidak suka. "Kesalahan?" akhirnya Pickering bertanya.

"Memang terdengar menggelikan, setelah pengujian NASA selama dua minggu penuh dan--"

"Saya merasa sulit untuk percaya ketika mendengar seseorang seperti Rachel Sexton meminta Anda untuk menunda konferensi pers Presiden kecuali dia punya alasan yang sangat baik." Pickering terdengar bingung. "Mungkin Anda memang sebaiknya mendengarkannya."

"Oh, yang benar saja." sergah Tench dengan keras hingga terbatuk. "Anda sudah melihat konferensi pers tersebut. Data meteorit itu sudah dipastikan dan dipastikan ulang oleh banyak ilmuwan. Termasuk ilmuwan sipil. Apakah Anda tidak curiga ketika Rachel Sexton--putri dari seseorang yang akan dirugikan dengan pengumuman ini--tiba-tiba mengubah pendiriannya?"

"Tampaknya mencurigakan, Ms. Tench, justru karena saya kebetulan tahu bahwa Ms. Sexton dan ayahnya hampir tidak pernah saling berbicara. Saya tidak dapat membayangkan kenapa, setelah bertahun-tahun melayani Presiden, Rachel Sexton tiba-tiba mau memutuskan untuk mengalihkan dukungannya dan mengatakan kebohongan untuk mendukung ayahnya."

"Ambisi, mungkin? Saya betul-betul tidak tahu. Mungkin kesempatan untuk menjadi putri Presiden ...." Tench tidak menyelesaikan kalimatnya.

Seketika itu nada suara Pickering mengeras. "Tuduhan yang berbahaya, Ms. Tench. Sangat berbahaya."

Tench menggerutu. Apa yang diharapkannya? Dia sedang menuduh anak buah Pickering melakukan pengkhianatan terhadap Presiden. Tentu saja lelaki itu akan membela Rachel Sexton.

"Sambungkan saya dengannya," pinta Pickering.

"Saya ingin berbicara dengan Ms. Sexton sendiri." "Saya khawatir itu tidak mungkin," sahut Tench. "Dia tidak berada di Gedung Putih."

"Di mana dia?"

"Presiden mengirimnya ke Milne pagi ini untuk memeriksa data mengenai meteorit itu secara langsung. Seharusnya dia sudah kembali."

Sekarang Pickering terdengar bingung. "Saya tidak pernah diberi tahu--"

"Saya tidak punya waktu untuk mendengarkan harga diri yang terluka, Direktur. Saya hanya menelepon sebagai rasa hormat saya kepada Anda. Saya ingin memeringatkan Anda bahwa Rachel Sexton telah memutuskan untuk mengikuti agendanya sendiri yang berkaitan dengan pengumuman malam ini. Dia akan mencari sekutu. Jika dia menghubungi Anda, Anda sebaiknya cukup bijaksana untuk mengetahui bahwa Gedung Putih memiliki rekaman video yang diambil pada sore hari ini. Rekaman itu berisi pernyataan dukungan Rachel pada data meteorit secara keseluruhan di depan Presiden, kabinetnya, dan seluruh staf Gedung Putih. Jika sekarang, dengan motif apa pun yang dimilikinya, Rachel Sexton bermaksud untuk merusak nama baik Zach Herney atau NASA, maka saya bersumpah padamu, Gedung Putih akan membuatnya jatuh dengan keras." Tench menunggu sesaat untuk meyakinkan dirinya bahwa pesannya dimengerti dengan baik. "Saya berharap Anda membalas penghormatan ini dengan menelepon saya dengan segera jika Rachel Sexton menghubungi Anda. Dia menyerang Presiden secara langsung, dan Gedung Putih ingin menahannya untuk dimintai keterangan sebelum dia melakukan kerusakan yang parah. Saya akan menunggu telepon Anda, Pak Direktur. Itu saja. Selamat malam."

Marjorie Tench menutup teleponnya, dan merasa yakin sepanjang hidup Pickering, belum pernah ada seorang pun yang berani berbicara seperti itu kepadanya. Setidaknya hingga sekarang Pickering tahu, Marjorie tidak main-main.

                               ***

DI LANTAI teratas di kantor NRO, William Pickering berdiri di depan jendelanya dan menatap kota Virginia di malam hari. Telepon dari Marjorie Tench betul-betul sangat mengganggu. Dia menggigit bibirnya ketika dia mencoba menghubungkan potongan-potongan yang ada dalam benaknya.

"Pak Direktur?" kata sekretarisnya sambil mengetuk pinru perlahan, "Ada telepon lagi untuk Anda."

"Tidak sekarang," sahut Pickering dengan cepat.

"Dari Rachel Sexton."

Pickering memutar tubuhnya. Tampaknya Tench adalah seorang paranormal. "Baik. Sambungkan dia segera."

"Sebenarnya, Pak, dia menelepon dari AV stream tersandi. Anda ingin menerimanya di ruang rapat?"

AV Stream? "Dia menelepon dari mana?"

Sekretaris tersebut memberitahunya.

Pickering tertegun. Dengan bingung, dia bergegas menuju koridor dan langsung menuju ke ruang rapat. Ini sesuatu yang harus dia lihat.

70

"RUANG KEDAP suara" di kapal selam Charlotte, yang dirancang mengikuti struktur yang serupa di Bell Laboratories, secara resmi dikenal sebagai ruang tanpa gema. Sebagai sebuah ruangan akustik yang bersih tanpa permukaan yang sejajar atau yang dapat memantulkan suara, ruangan ini menyerap suara dengan keefisiensian 99,4 persen. Karena sifat konduktif akustik dari metal dan air, maka percakapan di dalam ruangan biasa di dalam kapal selam selalu dengan mudah dapat didengar oleh badan intelijen asing atau parasitic suction mics yang ditempelkan pada dinding luar kapal selam. Sedangkan ruang kedap suara ini adalah ruang kecil di dalam kapal selam di mana tidak ada sama sekali suara yang dapat keluar. Semua percakapan di dalam kotak isolasi itu betul-betul aman.

Ruangan itu tampak seperti lemari besar dengan langit-langit, dinding, dan lantainya dilapisi dengan busa yang menggembung dari segala penjuru. Ruangan itu mengingatkan Rachel akan gua kecil di bawah air di mana stalagmit banyak bermunculan, dan tumbuh di setiap sudut. Yang paling tidak membuat nyaman adalah di sana tidak ada lantai.

Bagian dasar ruangan ini berupa jeruji kawat yang saling bertautan ketat, dan dibentangkan secara mendatar di seluruh ruangan seperti jala ikan, sehingga memberi kesan pada orang yang berada di situ seperti berdiri di udara. Jaring kawat itu berlapis karet dan terasa kaku ketika diinjak. Ketika Rachel menatap ke bawah melewati lantai jaring tersebut, dia merasa seperti melintasi sebuah jembatan kawat yang bergantung di atas pemandangan surealis dari pola-pola kawat yang ruwet. Tiga kaki di bawah mereka, hutan karet busa dengan ujung yang tajam, mencuat ke atas sehingga menampilkan kesan yang tidak menyenangkan.Begitu Rachel masuk, dia segera merasakan kehampaan yang membingungkan, seolah semua energi telah terhisap habis. Telinganya terasa seperti disumbat kapas. Hanya suara napasnya yang terdengar di dalam kepalanya. Ketika dia berteriak, efeknya sama seperti berbicara dalam bantal. Dinding di ruangan tersebut tersebut menghisap setiap getaran, sehingga membuat getaran yang dapat dirasakannya hanyalah getaran yang ada di dalam kepalanya saja.

Sekarang sang kapten telah pergi sambil menutup pintu berlapis busa di belakangnya. Rachel, Corky dan Tolland duduk di tengah ruangan di balik meja berbentuk U kecil. Meja tersebut berdiri di atas tiang besi penyangga yang mencuat menembus jaring-jaring kawat di bawah mereka. Di atas meja dipasang beberapa mikrofon berbentuk leher angsa, headphone, dan satu set perlengkapan video dengan lensa kamera bersudut lebar yang terletak di atasnya. Ruangan ini tampak seperti ruang simposium PBB mini.

Sebagai seseorang yang bekerja di komunitas intelijen AS yang merupakan pembuat mikrofon laser, penyadap bawah air, dan peralatan pendengaran super sensitif lainnya, Rachel sangat tahu hanya ada sedikit tempat saja yang betul-betul aman untuk bercakap-cakap. Ruang kedap suara di sini tampaknya adalah salah satu dari tempat-tempat semacam itu. Mikrofon dan headphone di atas meja memungkinkan mereka untuk melakukan konferensi tatap-muka dan berbicara dengan bebas, dan mengetahui getaran dari kata-kata mereka itu tidak dapat keluar dari ruangan ini. Suara mereka, setelah masuk ke mikrofon, akan diubah menjadi kode sandi selama perjalanan jauh mereka melewati atmosfir.

"Level check!' Tiba-tiba terdengar suara di dalam headphone mereka. Rachel,Tolland, dan Corky terlonjak. "Anda mendengar saya, Ms. Sexton?"

Rachel mendekatkan dirinya ke arah mikrofon. "Ya. Terima kasih." Siapa pun Anda.

"Saya sudah berhasil menyambungkan Direktur Pickering untuk Anda. Direktur menerima AV. Saya keluar sekarang. Anda akan menerima data stream Anda sebentar lagi."

Rachel mendengar saluran itu mati. Terdengar suara kresek-kresek dan kemudian serangkaian bunyi bip dan klik di headphone-nya.. Dan kemudian dengan kejernihan yang luar biasa, layar video di depan mereka menyala, dan Rachel dapat melihat Direktur Pickering sedang duduk di ruang konferensi. Dia sendirian. Kepalanya tegak dan menatap mata Rachel.

Tidak seperti biasanya, Rachel merasa lega ketika melihat direkturnya.

"Ms. Sexton," sapa Direktur Pickering. Ekspresinya tampak terkejut dan bingung. "Apa yang terjadi?"

"Meteorit itu, Pak," sahut Rachel. "Saya pikir kita sepertinya menghadapi masalah besar."

71

DI DALAM ruang kedap suara di dalam kapal selam Charlotte, Rachel Sexton memperkenalkan Michael Tolland dan Corky Marlinson kepada Pickering. Kemudian dia menceritakan dengan ringkas dan berurutan mengenai berbagai kejadian yang mereka alami.

Direktur NRO duduk tidak bergerak sambil menyimak semuanya.

Rachel menceritakan padanya tentang plankton bercahaya di dalam lubang penarikan meteorit, lalu perjalanan mereka ke dataran es dan penemuan terowongan penyisipan di bawah meteorit, dan akhirnya serangan mendadak yang dilakukan kelompok militer yang diduganya sebagai Pasukan Khusus Amerika.

William Pickering terkenal sebagai seseorang yang mampu menyimak informasi yang mengganggu tanpa mengedipkan mata, namun tatapannya menjadi semakin bertambah bingung bersamaan dengan perkembangan cerita Rachel. Rachel merasakan ketidakpercayaan dan kemarahan dalam tatapan direkturnya ketika dia menceritakan tentang pembunuhan Norah Mangor dan pengalaman mereka ketika berusaha melarikan diri dari kematian. Walau Rachel ingin mengungkapkan kecurigaannya terhadap keterlibatan Administrator NASA, tetapi dia mengenal Pickering dengan cukup baik sehingga dia tidak akan menuduh tanpa ada bukti. Rachel hanya memberikan laporan yang betul-betul sesuai dengan fakta kepada direkturnya itu. Ketika Rachel selesai bercerita, Pickering tidak memberikan tanggapan selama beberapa detik.

"Ms. Sexton," akhirnya Pickering berkata. "Kalian semua ...," lalu dia menatap ketiganya. "Jika apa yang tadi kau katakan itu benar, dan aku tidak dapat membayangkan apa gunanya kalian bertiga berbohong tentang hal ini, kalian bertiga sangat beruntung masih dapat hidup."

Semuanya mengangguk tanpa suara. Presiden telah mengundang empat ilmuwan sipil... dan dua di antaranya telah tewas sekarang.

Pickering mendesah sedih, seolah tidak tahu apa yang harus dikatakannya lagi. Kejadian itu hanya masuk akal sedikit saja baginya. "Apakah mungkin," tanya Pickering, "terowongan penyisipan yang kalian lihat dalam cetakan GPR itu merupakan fenomena alamiah biasa?"

Rachel menggelengkan kepalanya. "Bentuknya sangat sempurna." Kemudian, dia membuka lipatan kertas cetakan GPR dan menghadapkannya ke arah kamera. "Sempurna."

Pickering mengamati gambar itu, lalu menggumam setuju. "Jangan sampai hilang dari tanganmu."

"Saya menelepon Marjorie Tench untuk memeringatkannya supaya dia menghentikan Presiden," kata Rachel. "Tetapi Ms. Tench memutuskan hubungan telepon."

"Aku tahu. Dia baru saja menceritakannya padaku."

Rachel menatapnya dengan pandangan terpaku. "Marjorie Tench menelepon Anda?" Cepat juga perempuan itu bertindak.

"Baru saja dia meneleponku. Ms. Tench merasa sangat prihatin. Dia merasa kau sedang berusaha bertindak bodoh dengan menghina Presiden dan NASA. Dia pikir tindakanmu itu untuk membantu ayahmu."

Rachel berdiri. Dia melambaikan kertas GPR dan menunjuk pada kedua temannya. "Kami hampir terbunuh, Pak! Apakah ini tampak seperti tindakan bodoh? Dan mengapa saya mau--"

Pickering mengangkat tangannya. "Tenang. Apa yang tidak dikatakannya padaku adalah kau tidak sendirian, melainkan kalian bertiga."

Rachel tidak dapat mengingat apakah Tench memberi waktu padanya untuk menyebutkan nama Tolland dan Corky saat sang penasihat senior itu menerima telepon darinya tadi.

"Dia juga tidak mengatakan padaku bahwa kau memiliki bukti nyata," lanjut Pickering. "Sebelum aku berbicara denganmu, aku merasa ragu pada ceritanya, dan sekarang aku yakin bahwa Ms. Tench salah. Aku tidak meragukan ceritamu. Pertanyaannya sekarang adalah, apa arti semua ini?"

Terdengar kesunyian yang panjang.

William Pickering jarang kelihatan bingung, tetapi kali ini dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi bingung. "Mari kita duga bahwa saat ini seseorang memang telah menyisipkan meteorit itu di bawah es. Hal ini meminta penjelasan, kenapa. Jika NASA memang memiliki meteorit dengan fosil yang menempel pada batu itu, kenapa NASA, atau siapa pun dia, harus repot-repot memindahkan tempat penemuan meteorit itu."

"Tampaknya," kata Rachel, "penyisipan itu dilakukan supaya terkesan bahwa PODS-lah yang menemukan meteorit tersebut, dan meteorit itu terlihat sebagai pecahan dari sebuah meteorit yang sudah terkenal."

"The Jungersol Fall," cetus Corky.

"Tetapi, apa untungnya menghubungkan meteorit ini dengan kejatuhan meteorit lain yang sudah terkenal?" Pickering bertanya. Suaranya terdengar marah, "Bukankah fosil-fosil itu merupakan penemuan yang mengagumkan di mana pun dan kapan pun fosil tersebut ditemukan? Tidak peduli meteorit tersebut berhubungan dengan peristiwa apa pun?"

Ketiganya mengangguk.

Pickering kelihatan ragu-ragu, dan tampak tidak senang. "Kecuali ... tentu saja ...."

Rachel melihat pikiran direkturnya berputar di balik matanya. Sang direktur telah menemukan penjelasan yang paling sederhana bagi penempatan meteorit yang diakui terjadi bersamaan dengan peristiwa yang dicatat Jungersol, tetapi penjelasan paling sederhana biasanya juga yang paling membingungkan.

"Kecuali," lanjut Pickering, "penempatan yang cermat itu memang dimaksudkan untuk memberikan kredibilitas pada data yang benar-benar palsu." Dia lalu mendesah, dan berpaling pada Corky. "Dr. Marlinson, seberapa besar kemungkinannya meteorit itu palsu."

"Palsu, Pak?"

"Ya. Sebuah tiruan. Dibuat orang."

"Sebuah meteorit buatan?" Corky tertawa keras. "Betul-betul tidak mungkin! Meteorit tersebut telah diuji oleh banyak profesional. Termasuk saya sendiri. Pemindaian kimiawi, spektograf, penentuan usia rubidium-strontium, semua telah dilakukan. Batu tersebut tidak sama dengan bebatuan yang ada di bumi kita ini. Meteorit itu asli. Semua ahli astrogeologi pasti akan sependapat."

Tampaknya Pickering mempertimbangkan hal ini lama sambil mengusap-usap dasinya dengan lembut. "Tetapi jika dilihat dari keuntungan besar yang akan didapatkan NASA dengan penemuan itu, lalu penyerangan terhadap kalian .... Kesimpulan pertama yang paling logis yang dapat kutarik adalah meteorit ini memang palsu."

"Tidak mungkin!" sekarang Corky terdengar marah. "Dengan segala hormat, Pak, meteorit bukanlah sejenis efek khusus gaya Hollywood yang dapat disulap di sebuah laboratorium sehingga dapat mengelabui sejumlah ahli astrofisika yang tidak mencurigainya. Meteorit adalah benda yang mengandung zat-zat kimiawi yang rumit dengan susunan kristalin serta perbandingan-perbandingan elemen yang unik!"

"Saya tidak menantang Anda, Dr. Marlinson. Saya hanya mengikuti rantai logika analisis. Dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa ada pihak yang ingin membunuh Anda supaya Anda tidak akan dapat mengungkap bahwa meteorit tersebut disisipkan di bawah lapisan es, saya terdorong untuk mencoba semua jenis skenario yang tampaknya tidak mungkin di sini. Hal khusus apa yang membuat Anda yakin bahwa batu itu memang meteorit?"

"Hal khusus?" Suara Corky terdengar menggelegar di dalam headphone. "Percampuran zat yang sempurna pada lapisan luarnya, adanya chondrules, dan perbandingan nikel yang tidak sama dengan bebatuan di bumi. Jika Anda menduga bahwa ada seseorang yang ingin mengelabui kami dengan membuat batu di sebuah laboratorium, maka yang dapat saya katakan hanyalah laboratorium itu pasti berusia 190 juta tahun." Corky merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah batu sampel yang berbentuk seperti cakram. Dia memeganginya ke dekat kamera. "Kami telah menghitung usia sampel ini secara kimia dengan menggunakan sejumlah metode. Penentuan usia rubidium-strontium adalah salah satu metode yang tidak dapat dipalsukan!"

ickering tampak terkejut. "Anda memiliki sepotong sampel?"

Corky mengangkat bahunya, "NASA memiliki lusinan sampel di mana-mana."

"Maksud Anda," kata Pickering sambil menatap ke arah Rachel sekarang, "NASA menemukan sebuah meteorit yang mereka pikir berisi kehidupan, tetapi mereka membiarkan orang-orang pergi membawa sampel meteorit dengan mudahnya?"

"Intinya adalah," kata Corky, "sampel di tangan saya ini asli." Dia memegangi batu itu dekat ke kamera lagi. "Anda dapat memberikan ini kepada setiap ahli petrologi atau geologi atau astronomi di seluruh dunia. Mereka akan mengujinya, dan mereka akan mengatakan pada Anda bahwa batu ini berusia 190 tahun, dan secara kimiawi tidak sama dengan jenis batu apa pun di bumi ini."

Pickering maju ke depan, dan mengamati fosil yang menempel pada batu itu. Dia tampak tertegun sejenak. Akhirnya dia mendesah. "Saya bukan ilmuwan. Yang dapat saya katakan, jika meteorit itu memang asli, dan tampaknya memang demikian, saya ingin tahu kenapa NASA tidak memperlihatkannya kepada dunia begitu saja. Kenapa harus bersusah payah menyelipkannya di bawah es seolah membujuk kita untuk memercayai keasliannya?"

PADA SAAT itu, di dalam Gedung Putih, seorang petugas keamanan menelepon Marjorie Tench.

Penasihat senior itu mengangkat telepon pada dering pertama. "Ya?"

"Ms. Tench," kata si petugas, "Saya memiliki informasi yang Anda minta tadi. Mengenai panggilan telepon lewat gelombang radio dari Rachel Sexton yang Anda terima malam ini. Kami telah menemukan jejaknya."

"Katakan padaku."

"Petugas Secret Service mengatakan bahwa sinyal itu berasal dari sebuah kapal selam ... U.S.S. Charlotte."

"Apa?"

"Mereka tidak punya koordinatnya, Bu, tetapi mereka yakin dengan kode kapal selam tersebut."

"Oh, demi Tuhan!" Tench membanting gagang teleponnya tanpa berkata-kata lagi.

72

KESUNYIAN RUANGAN di ruang kedap suara di kapal selam Charlotte ini mulai membuat Rachel sesak. Di layar, tatapan bimbang William Pickering sekarang bergerak ke arah Michael Tolland. "Dari tadi Anda diam saja, Mr. Tolland."

Tolland mendongak seperti seorang siswa yang dipanggil secara tiba-tiba oleh gurunya. "Ya, Pak?"

"Anda baru saja menyajikan film dokumenter yang sangat meyakinkan di televisi," kata Pickering. "Apa pendapat Anda tentang meteorit itu sekarang?"

"Begini, Pak," sahut Tolland. Jelas dia merasa tidak nyaman, "Saya setuju dengan Dr. Marlinson. Saya percaya fosil dan meteorit temuan NASA itu asli. Saya sangat mengetahui tentang teknik penentuan usia bebatuan, dan usia batu tersebut telah dipastikan dengan berbagai pengujian. Demikian juga dengan kandungan nikelnya. Data tersebut tidak dapat dipalsukan. Tidak ada keraguan bahwa batu tersebut terbentuk 190 juta tahun yang lalu karena dia memperlihatkan adanya perbandingan nikel yang tidak dimiliki batu bumi, juga berisi belasan fosil yang juga berusia 190 juta tahun. Saya tidak dapat menemukan penjelasan lain selain bahwa NASA memang telah menemukan meteorit asli."

Pickering terdiam sekarang. Ekspresi wajahnya terlihat bingung. Rachel belum pernah melihat direkturnya seperti itu sebelumnya.

"Apa yang harus kita lakukan, Pak?" tanya Rachel. "Jelas kita harus memeringatkan Presiden mengenai masalah pada data tersebut."

Pickering mengerutkan keningnya. "Mari kita berharap Presiden juga belum tahu tentang hal itu."

Rachel merasa tenggorokannya tercekat. Sindiran Pickering itu begitu jelas. Presiden Herney mungkin saja terlibat. Tetapi Rachel sangat meragukannya, walau baik Presiden dan NASA mendapat banyak keuntungan karena penemuan meteorit ini.

"Celakanya," kata Pickering, "dengan pengecualian dari hasil cetakan GPR yang memperlihatkan adanya sebuah lorong penyisipan di bawah lapisan es, semua data ilmiah memperlihatkan bahwa penemuan NASA ini dapat dipercaya."

Dia terdiam, dan merasa khawatir. "Dan masalah tentang penyerangan kalian ...." Dia lalu menatap Rachel. "Tadi kau bilang Pasukan Khusus?"

"Ya, Pak." Lalu Rachel mengatakan lagi pada direkturnya tentang Improvised Munition dan taktik yang mereka gunakan.

Pickering semakin terlihat tidak senang saat itu. Rachel merasa pimpinannya sedang mengingat-ingat sejumlah orang yang mungkin memiliki akses ke satuan militer berukuran kecil yang terkenal berbahaya itu. Tentu Presiden memiliki akses ke sana. Mungkin Marjorie Tench juga dengan posisinya sebagai penasihat senior. Administrator NASA, Lawrence Ekstrom, juga memiliki kemungkinan yang sama karena dia memiliki ikatan dengan Pentagon. Sayangnya, ketika Rachel mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang banyak sekali itu, dia menyadari bahwa dalang di balik penyerangan itu bisa saja semua orang yang memiliki kekuasaan tinggi di dunia politik dan memiliki koneksi yang tepat.

"Aku bisa saja menelepon Presiden sekarang juga," kata Pickering, "tetapi kupikir itu tidak bijak, setidaknya sampai kita tahu siapa yang terlibat di balik kejadian ini. Kemampuanku untuk melindungi kalian menjadi sangat terbatas begitu kita melibatkan Gedung Putih. Lagi pula, aku tidak yakin apa yang akan kukatakan pada Presiden. Jika meteorit itu asli, seperti yang kalian nyatakan, maka dugaan kalian akan terowongan penyisipan dan serangan itu menjadi tidak masuk akal. Presiden memiliki hak untuk mempertanyakan keabsahan pernyataanku." Dia berhenti sejenak seolah memperhitungkan pilihan-pilihan yang ada. "Tetapi ... apa pun kebenarannya atau siapa pun dalang di balik kejadian ini, beberapa orang yang sangat berkuasa akan mendapatkan masalah bila informasi ini sampai ke masyarakat. Aku pikir, aku harus mengamankan kalian segera sebelum kita mulai membuat kegemparan."

Mengamankan kita? Komentar itu membuat Rachel heran. "Saya kira kami cukup aman di dalam kapal selam nuklir ini, Pak."

Pickering tampak ragu. "Kehadiran kalian di kapal selam itu sudah bukan menjadi rahasia lagi. Aku akan jemput kalian segera. Terus terang, aku merasa lebih baik jika kalian bertiga sudah duduk di kantorku."

74

SENATOR SEXTON duduk membungkuk di atas sofanya dan merasa seperti orang buangan. Apartemennya di Westbrooke Place yang satu jam yang lalu penuh dengan teman-teman baru dan para pendukung, sekarang tampak berantakan karena gelas-gelas minuman dan kartu-kartu nama yang ditinggalkan pemiliknya yang tergesa-gesa keluar dari pintu.

Sekarang Sexton sendirian di depan televisinya. Dia sangat ingin mematikannya tetapi dia tidak dapat meninggalkan analisis dari media mengenai informasi baru tersebut. Ini adalah Washington, dan para analis tidak perlu menunggu lama untuk meluapkan teori non ilmiah dan hiperbola filosofis mereka dan menembakkannya ke soal politik. Seperti seorang algojo yang menggosokkan cuka di luka Sexton, para penyiar berita menyatakan dan menyatakan lagi hal-hal yang sudah jelas itu.

"Beberapa jam yang lalu, kampanye Sexton membubung tinggi," kata sang analis. "Sekarang, dengan adanya penemuan NASA ini, kampanye sang senator jatuh kandas kembali ke bumi."

Sexton berkedip sambil mengulurkan tangannya untuk meraih Courvoisier-nya dan menenggak minuman tersebut langsung dari botolnya. Dia tahu malam ini akan menjadi malam yang paling panjang dan paling sepi dalam hidupnya. Dia membenci Marjorie Tench karena telah menjebaknya. Dia membenci Gabrielle Ashe karena telah mengusulkan isu NASA sejak awal. Dia membenci Presiden karena sangat beruntung. Dan dia membenci dunia karena sekarang tengah menertawakannya.

"Jelas, ini sangat memukul sang senator," kata seorang analis. "Dengan penemuan ini, Presiden dan NASA telah mendapatkan kemenangan yang tidak terhingga. Berita seperti ini akan menhidupkan kembali kampanye Presiden, apa pun sikap Sexton terhadap NASA. Tetapi dengan pengakuan Sexton hari ini bahwa dia akan menghapuskan pendanaan NASA sekaligus jika diperlukan ... yah, pengumuman Presiden kali ini merupakan hantaman telak yang tidak akan memulihkan sang senator dengan cepat."

Aku dijegal, kata Sexton pada dirinya sendiri. Gedung Putih benar-benar telah menjebakku.

Sekarang sang analis tersenyum. "Semua kredibilitas NASA yang dulu pernah hilang di mata rakyat Amerika, sekarang sudah pulih dalam satu kali kesempatan. Sekarang ada perasaan nasionalisme yang besar hingga ke jalanan di luar sana."

"Seperti yang sudah semestinya. Mereka mencintai Zach Herney, tetapi mereka pernah kehilangan kepercayaan padanya. Kau harus mengakui, Presiden sedang terkapar dan menerima pukulan keras akhir-akhir ini, tetapi sekarang Presiden sudah bangkit kembali dengan cepat."

Sexton mengingat-ingat acara debat di CNN siang tadi, dan termenung sambil berpikir dia pasti akan merasa mual. Semua keburukan NASA yang telah dibangkitkan olehnya dengan hati-hati selama berbulan-bulan terakhir ini, kini tidak saja berhenti dengan deritan nyaring, tetapi juga telah menjadi jangkar di sekeliling lehernya. Dia sekarang tampak seperti orang bodoh. Dia telah dipermainkan secara kurang ajar oleh Gedung Putih. Kini dia dapat membayangkan kartun-kartun di semua koran pagi esok hari. Namanya pasti akan menjadi bahan olok-olok di seluruh negeri. Jelas, SFF tidak akan mendanai kampanyenya secara diam-diam lagi. Segalanya telah berubah. Semua orang yang tadi datang ke apartemennya telah melihat seluruh mimpi mereka menghilang ke dalam toilet. Privatisasi ruang angkasa baru saja menabrak dinding.

Setelah menghabiskan cognac-nya., sang senator berdiri dan berjalan gontai menuju mejanya. Dia menatap ke bawah, ke arah telepon yang tidak terpasang pada tempatnya. Sambil menyadari bahwa tindakannya ini merupakan bentuk penghukuman diri yang kejam, perlahan-lahan Sexton mengembalikan gagang telepon ke tempatnya dan mulai menghitung detik demi detik.

Satu ... dua .... Telepon itu berdering. Sexton membiarkan mesin penjawabnya bekerja.

"Senator Sexton, Judy Oliver dari CNN. Saya ingin memberi Anda kesempatan untuk memberikan pernyataan mengenai reaksi Anda tentang penemuan NASA malam ini. Harap menelepon saya." Lalu perempuan itu meletakkan teleponnya.

Sexton mulai menghitung lagi. Satu .... Telepon itu sudah berdering lagi. Dia mengabaikannya, dan membiarkan mesin penjawab bekerja. Seorang wartawan lagi.

Sambil memegang botol Courvoisier-nya, Sexton berjalan ke arah pintu geser di balkon. Dia menggesernya dan melangkah keluar menuju kesegaran udara malam. Kemudian dia bersandar pada tepian balkon, dan menatap ke seberang kota ke arah bagian depan Gedung Putih yang benderang di kejauhan. Lampu-lampu di gedung itu tampak berkedip dengan riang dalam desiran angin.

Bedebah, pikirnya. Selama berabad-abad kita sudah mencari bukti adanya kehidupan di luar angkasa. Sekarang kita menemukannya dalam tahun yang sama dengan tahun kampanyeku? Ini tidak menguntungkan. Ini hanyalah pekerjaan peramal saja. Dari setiap jendela apartemen, sejauh yang dapat dilihat Sexton, dapat terlihat sebuah pesawat televisi yang sedang menyala. Sexton bertanya-tanya di mana Gabrielle Ashe malam ini. Ini semua kesalahannya. Dialah yang mengusulkan isu kegagalan NASA satu demi satu di depan hidungnya.

Dia mengangkat botolnya lagi dan menenggaknya.

Terkutuk Gabrielle ... dialah penyebab kenapa aku bisa begini terpuruk.

DI SEBERANG kota, berdiri di tengah-tengah keriuhan ruang produksi ABC, Gabrielle Ashe seperti mati rasa. Pengumuman Presiden ini benar-benar tidak terduga, dan membuatnya terdiam kaku seperti terjebak di dalam kabut. Dia berdiri, kakinya menempel dengan kaku di tengah-tengah lantai ruang produksi sambil menatap salah satu layar televisi, sementara kehebohan bergelora di sekitarnya.

Pada detik pertama saat pengumuman tersebut disiarkan, lantai ruang produksi itu menjadi sangat sunyi. Tetapi itu tidak bertahan lama, dan kemudian ruangan itu meledak menjadi karnaval yang memekakkan telinga dari para wartawan yang berlalu-lalang. Orang-orang itu profesional. Mereka tidak punya waktu untuk memikirkan kepentingan pribadi. Pasti akan ada waktu untuk itu setelah pekerjaan mereka selesai. Pada saat ini, dunia ingin tahu lebih banyak, dan ABC harus memberikannya. Cerita tentang meteorit ini memiliki segala aspek--ilmu pengetahuan, sejarah, dan drama politis. Ini adalah berita yang dapat digali lebih dalam lagi. Malam ini tidak ada pekerja di bidang media yang tidur.

"Gabs?" suara Yolanda terdengar simpatik. "Ayo kita ke kantorku sebelum ada yang mengenalimu dan mulai memanggangmu dengan pertanyaan-pertanyaan apa arti ini semua bagi kampanye Sexton."

Gabrielle merasa dirinya dituntun melewati keremangan lalu memasuki kantor Yolanda yang berdinding kaca. Yolanda mendudukkannya dan memberinya segelas air. Gabrielle mencoba tersenyum. "Lihatlah dari sisi positifnya, Gabs. Kampanye kandidatmu sudah hancur, tetapi setidaknya kau tidak ikut hancur."

"Terima kasih. Menarik juga kata-katamu."

Nada suara Yolanda berubah menjadi serius. "Gabrielle, aku tahu kau merasa kacau. Kampanye kandidatmu baru saja hancur lebur. Jika kau bertanya padaku apakah Sexton akan bangkit lagi, jawabannya adalah dia tidak akan bangkit lagi. Setidaknya kali ini dia tidak akan mampu mengubah keadaan. Tapi paling tidak, tidak ada orang yang memajang fotomu di televisi. Serius. Ini berita baik. Herney tidak akan memerlukan skandal seks sekarang. Dia sekarang tampak terlalu berwibawa untuk membicarakan skandal seks."

Gabrielle tampaknya hanya terhibur sedikit saja.

"Sedangkan untuk tuduhan Tench tentang pendanaan kampanye ilegal ...." Yolanda menggelengkan kepalanya. "Aku ragu. Anggap Herney memang serius untuk menghindari kampanye negatif. Dan anggap penyelidikan mengenai dugaan penyuapan memang akan berdampak buruk bagi negara. Tapi apakah Herney betul-betul seorang patriot sehingga dia akan mengabaikan kesempatan untuk menghancurkan lawannya hanya untuk melindungi moral bangsa? Dugaanku adalah Tench akan tetap menyebarkan hal yang sebenarnya tentang keuangan Sexton untuk membuatnya takut. Tench melakukan pertaruhan, berharap kau akan meloncat ke kapalnya, dan memberi Presiden informasi tentang skandal seks. Dan kau harus mengakuinya, Gabs, malam ini akan menjadi malam yang mengerikan bila moral Sexton juga ikut-ikutan dipertanyakan!"

Gabrielle mengangguk samar. Sebuah skandal seks akan menjadi pukulan telak dan bertubi-tubi bagi karier Sexton ... dia tidak akan pernah pulih. Tidak akan pernah.

"Kau lebih kuat dari Marjorie Tench, Gabs. Dia berusaha memancingmu, tetapi kau tidak mau menggigit umpannya. Kau bebas. Akan ada pemilihan lainnya."

Gabrielle mengangguk perlahan. Dia merasa tidak yakin apa yang harus dipercayainya lagi.

"Kau harus mengakui," lanjut Yolanda. "Gedung Putih mempermainkan Sexton dengan sangat pandai--membuatnya tertarik untuk menyerang NASA, membuatnya berkomitmen, kemudian membujuknya untuk memfokuskan semua isunya kepada NASA."

Semuanya kesalahanku, pikir Gabrielle.

"Dan pengumuman yang baru saja kita saksikan tadi? Tuhan-ku, itu jenius! Inti dari penemuan itu sama sekali tidak terlalu penting lagi, tetapi nilai produksinya sangat hebat. Siaran langsung dari Arktika? Sebuah film dokumenter yang dibuat Michael Tolland? Demi Tuhan, bagaimana kau bisa menyainginya? Zach Herney betul-betul memenangkan pertempuran ini. Tidak heran kalau orang itu menjadi presiden."

Dan akan menjadi presiden lagi untuk empat tahun mendatang.

"Aku harus kembali bekerja, Gabs," kata Yolanda. "Kau duduklah di sana selama yang kaumau. Tenangkan dirimu." Yolanda beranjak menuju pintu. "Sayang, aku akan kembali lagi dalam beberapa menit."

Sendirian sekarang. Gabrielle menyesap air minumnya, tetapi rasanya aneh. Semuanya terasa aneh .... Ini semua salahku, pikirnya sambil mencoba menenangkan diri dengan mengingat kan dirinya tentang konferensi pers NASA yang menyedihkan akhir-akhir ini--kekurangan stasiun angkasa luar, penundaan X-33, penelitian Mars yang gagal, dan anggaran yang mengucur terus-menerus. Gabrielle bertanya-

tanya, apakah ada tindakannya yang salah.

Tidak ada, katanya pada dirinya. Kau mengerjakan segalanya dengan benar.

Hanya saja semuanya menyerang balik kepadanya sekarang.

74

HELIKOPTER SEAHAWK yang bersuara menggelegar telah diterbangkan di bawah sebuah operasi tersembunyi ke luar dari Thule Air Force Base di Greenland utara. Pesawat helikopter itu terbang rendah di luar jangkauan radar, dan melesat menembus angin menyeberangi laut lepas sejauh tujuh puluh mil. Kemudian, karena perintah aneh yang relah diberikan kepada mereka, kedua pilor pesawat ini harus berjuang melawan angin untuk membawa pesawat helikopter itu melayang di atas sebuah koordinat di atas laut lepas yang kosong.

"Di mana tempat pertemuan itu?" teriak sang kopilot dengan bingung. Mereka diperintahkan untuk menerbangkan sebuah helikopter dengan membawa derek penyelamat sehingga dia mengira operasi kali ini adalah untuk mencari dan menyelamatkan seseorang. "Kauyakin ini koordinat yang benar?" Dia lalu mengamati laut yang bergelombang dengan menggunakan lampu sorot, tetapi tidak ada apa-apa di bawah mereka kecuali--

"Kurang ajar!" Si pilot kemudian menarik tongkat kendalinya ke belakang, sehingga mereka tersentak terbang lebih tinggi.

Sebuah gunung besi berwarna hitam muncul di depan mereka dari bawah gelombang laut secara tiba-tiba. Sebuah kapal selam besar tanpa nama meniupkan pemberatnya dan muncul bersama gelembung-gelembung air yang menyelimutinya.

Kedua pilot itu tertawa dengan gugup. "Kukira itulah mereka."

Seperti yang diperintahkan, tugas itu harus dilaksanakan tanpa suara sama sekali. Portal yang sangat lebar di puncak kapal selam itu terbuka dan seorang pelaut mengirimkan tanda dengan sinar dari lampu sorot. Kemudian helikopter itu melayang ke atas kapal selam tersebut dan menjatuhkan tali yang berupa tali berlapis karet yang dapat diulur dan ditarik kembali untuk menyelamatkan tiga orang di bawah mereka. Dalam waktu enam puluh detik, ketiga orang asing itu sudah bergantungan di bawah helikopter mereka, dan naik perlahan-

lahan melawan putaran angin yang disebabkan oleh baling-baling pesawat tersebut.

Ketika sang kopilot telah menarik ketiga orang itu, yang terdiri dua lelaki dan satu perempuan, ke dalam pesawatnya, si pilot memberi tanda pada kapal selam tersebut dengan sinar yang berarti "semua beres." Kemudian dalam beberapa detik saja, kapal besar itu sudah menghilang ke bawah permukaan laut tanpa meninggalkan jejak, seolah kapal itu memang tidak pernah ada di sana.

Begitu penumpang-penumpang mereka selamat tiba di dalam, si pilot menatap ke depan, menukikkan hidung helikopter, dan melesat ke arah selatan untuk menyelesaikan misinya. Badai akan segera datang, dan ketiga penumpang ini harus dibawa dengan aman kembali ke Thule Air Force Base untuk kemudian dibawa kembali dengan pesawat jet. Ke mana tujuan mereka, si pilot tidak tahu. Yang dia tahu tugasnya berasal dari seseorang yang berpangkat sangat tinggi, dan dia sekarang sedang mengangkut bawaan yang sangat berharga.

75

KETIKA BADAI Milne akhirnya mengamuk, dan meniupkan seluruh kekuatannya dengan memukul-mukul habisphere NASA, kubah itu bergetar seolah siap terlepas dari daratan es dan mendarat di laut. Kabel-kabel bajanya menjadi tegang ketika melawan kekuatan itu, bergetar seperti senar-senar gitar dan mengeluarkan bunyi yang menyedihkan. Generator-generator di luar tersendat-sendat sehingga menyebabkan lampu-lampu di dalam jkubah berkedip-kedip, dan mengancam ruangan besar itu akan menjadi gelap gulita.

Administrator NASA, Lawrence Ekstrom berjalan menyeberangi ruangan di bawah kubah besar itu. Dia berharap dia dapat keluar dari sini malam ini juga, tetapi itu tidak mungkin. Dia masih harus tinggal di sini hingga besok untuk memberikan konferensi pers di lapangan pada pagi harinya, dan merencanakan persiapan pengiriman meteorit kembali ke Washington. Saat ini dia tidak menginginkan apa pun selain tidur. Berbagai masalah tak terduga yang timbul hari ini telah membuatnya sangat letih.

Pikiran Ekstrom kembali ke Wailee Ming, Rachel Sexton, Norah Mangor, Michael Tolland, dan Corky Marlinson. Beberapa staf NASA mulai merasa para ilmuwan sipil itu tidak lagi ada di antara mereka.

Tenang, Ekstrom berkata pada dirinya. Segalanya masih dapat diatasi.

Dia menghela napas dalam-dalam sambil mengingatkan dirinya bahwa semua orang di planet ini pasti sedang bergembira karena penemuan NASA dan ruang angkasa. Kehidupan di luar bumi belum pernah menjadi topik yang sangat menghebohkan sejak "Insiden Roswell" pada 1947. Ini adalah dugaan adanya pesawat ruang angkasa milik makhluk asing yang jatuh di Roswell, New Mexico, yang hingga kini menjadi tempat keramat bagi jutaan penggemar teori konspirasi tentang UFO, bahkan sampai sekarang.

Sepanjang perjalanan karier Ekstrom di Pentagon, dia mengetahui bahwa Insiden Roswell sebenarnya tidak lebih dari kecelakaan militer dalam operasi rahasia yang disebut Proyek Mogul. Ini adalah proyek di mana militer mengadakan uji terbang pada balon mata-mata yang dirancang untuk menyadap pengujian atom di Rusia. Balon tersebut adalah sebuah prototipe yang ketika sedang diuji, terbawa angin keluar lapangan, dan jatuh di gurun New Mexico. Celakanya, seorang penduduk sipil menemukan bangkai balon tersebut sebelum pihak militer sempat mengevakuasinya.

Seorang pemilik peternakan bernama William Brazel, secara tidak sengaja menemukan reruntuhan dari bahan karet sintesis radikal dan metal-metal ringan yang belum pernah dilihatnya, lalu dia segera menghubungi sheriff. Koran-koran mengabarkan kejadian tersebut sebagai kecelakaan yang aneh, dan perhatian masyarakat berkembang dengan cepat. Karena pihak militer menyangkal bahwa reruntuhan itu adalah milik mereka, para wartawan mengadakan penyelidikan, maka status Proyek Mogul yang dirahasiakan berubah menjadi kekacauan yang luar biasa. Tetapi ketika isu balon mata-mata yang peka itu akan terungkap, sesuatu yang mengagumkan terjadi.

Media mengeluarkan kesimpulan yang tak terduga. Mereka memutuskan bahwa reruntuhan yang tampak futuristis itu berasal dari sumber di luar bumi--dari makhluk yang secara keilmuan jauh lebih cerdas daripada manusia. Media juga mengatakan bahwa penyangkalan pihak militer tentang insiden tersebut jelas hanya demi satu alasan: untuk menutup-nutupi kontak mereka dengan makhluk luar angkasa! Walau terheran-heran karena hipotesis baru itu, Angkatan Udara tidak memberikan konfirmasi sama sekali, dan mereka bahkan membiarkan isu tersebut tersebar. Kecurigaan dunia tentang adanya makhluk luar angkasa yang sedang mengunjungi New Mexico, jauh lebih aman dibandingkan dengan jika Rusia mengetahui tentang Proyek Mogul.

Untuk memperbesar cerita tentang makhluk luar angkasa tersebut, komunitas intelijen diam-diam menyelubungi Insiden Roswell dan mulai merekayasa "kebocoran keamanan." Secara diam-diam mereka menyebarkan kabar mengenai kontak mereka dengan makhluk angkasa luar, penemuan pesawat luar angkasa asing milik makhluk tersebut, dan bahkan "Hangar 18" yang misterius di Wright-Patterson Air Force Base di Dayton di mana pemerintah menyimpan jasad makhluk luar angkasa yang dibekukan. Dunia memercayai cerita itu, sehingga demam Roswell mulai menguasai dunia. Sejak saat itu, setiap kali seorang warga sipil secara tidak sengaja melihat pesawat militer AS yang ultra modern, komunitas intelijen dengan mudah menyebarkan kembali konspirasi kuno tersebut.

Itu bukan pesawat terbang, itu pesawat makhluk luar angkasa!

Ekstrom kagum betapa muslihat sederhana itu masih saja dipercaya hingga hari ini. Setiap kali media melaporkan penampakan UFO yang menghebohkan, Ekstrom tidak dapat menahan tawanya. Ada kemungkinan beberapa warga sipil yang beruntung pernah melihat sepintas salah satu dari ke-57 pesawat pengintai tanpa awak milik NRO yang dapat terbang dengan begitu cepat dan dikenal sebagai Global Hawks. Pesawat ini berbentuk bujur, dan dapat dikendalikan dari jarak jauh, serta terlihat tidak jauh berbeda dengan benda langit lainnya.

Ekstrom merasa prihatin karena hingga kini masih banyak wisatawan yang mengunjungi gurun New Mexico hanya untuk mengamati langit malam dengan kamera video mereka. Kadang-kadang ada orang yang beruntung dan berhasil memperoleh "bukti nyata" penampakan UFO--sebuah pesawat terang benderang yang terbang di langit dengan kemampuan bergerak dan kecepatan melebihi pesawat buatan manusia yang pernah ada. Apa yang orang-orang ini tidak sadari adalah, jarak dua belas tahun antara apa yang pemerintah kembangkan dan apa yang masyarakat ketahui. Pemburu UFO ini hanya melihat sepintas pesawat generasi selanjutnya yang sedang dikembangkan di Area 51 dan beberapa di antara pesawat-pesawat tersebut merupakan hasil karya para insinyur NASA. Tentu saja, para pejabat intelijen tidak pernah mengoreksi kesalahpahaman ini. Lebih baik dunia membaca tentang penampakan UFO daripada semua orang mengetahui kemampuan militer Amerika yang sesungguhnya.

Tetapi segalanya telah berubah sekarang, pikir Ekstrom. Dalam beberapa jam lagi, mitos tentang kehidupan di luar angkasa akan menjadi kenyataan yang dipercaya selamanya.

"Pak Administrator?" seorang teknisi NASA di belakang Ekstrom bergegas mendekat. "Ada telepon darurat dari saluran aman di PSC."

Ekstrom mendesah, lalu berpaling. Apa lagi sekarang? Dia kemudian berjalan ke arah kotak komunikasi itu.

Teknisi itu bergegas berjalan di sampingnya. "Orang-orang yang mengoperasikan radar di PSC ingin tahu, Pak ...."

"Ya?" Pikiran Ekstrom masih melayang jauh.

"Tentang sebuah kapal selam besar yang ditempatkan di lepas pantai sini? Kami bertanya-tanya kenapa Anda tidak mengatakannya kepada kami."

Ekstrom menatapnya. "Maaf?"

"Kapal selam itu, Pak? Setidaknya Anda bisa memberi tahu para petugas radar. Tambahan pengamanan laut dapat dimengerti, tetapi hal itu membuat regu radar kami terkejut dan tidak siap."

Ekstrom tiba-tiba berhenti. "Kapal selam apa?"

Sekarang teknisi itu juga berhenti. Jelas dia tidak menduga ketika melihat sang administrator tampak terkejut seperti ini. "Jadi, kapal selam itu tidak termasuk dalam operasi kita?"

"Tidak! Di mana dia?"

Teknisi itu menelan ludahnya. "Kira-kira tiga mil dari lepas pantai. Kami menangkapnya pada radar secara kebetulan. Dia hanya naik ke permukaan selama beberapa menit saja. Titik di radar terlihat cukup besar, jadi ukuran tubuhnya pasti sangat besar. Kami mengira Anda meminta Angkatan Laut menjaga operasi ini tanpa memberi tahu kami."

Ekstrom menatapnya "Aku betul-betul tidak memintanya!"

Sekarang suara teknisi itu bergetar. "Wah, Pak, jika begitu saya rasa saya harus memberi tahu Anda bahwa kapal selam tersebut baru saja mengadakan pertemuan dengan sebuah pesawat udara di lepas pantai ini. Tampaknya seperti pergantian anak buah kapal. Sebenarnya, kami semua sangat terkesan ketika melihat ada orang yang berani keluar dengan posisi vertikal di atas laut lepas dengan keadaan angin seperti ini."

Ekstrom merasa ototnya menjadi kaku. Apa yang dilakukan kapal selam itu tepat di lepas pantai Ellesmere tanpa sepengetahuanku? "Kau melihat ke arah mana pesawat itu terbang setelah pertemuan tadi?"

"Kembali ke arah Thule Air Force Base. Untuk perjalanan selanjutnya ke daratan, saya kira."

Ekstrom tidak mengatakan apa-apa lagi, dan melanjutkan perjalanannya ke PSC. Ketika dia memasuki kotak sempit dan gelap itu, suara kasar yang terdengar dari saluran itu memiliki ciri yang sudah dikenalnya.

"Kita punya masalah," kata Tench sambil terbatuk ketika berbicara. "Ini tentang Rachel Sexton."

76

SENATOR SEXTON tidak yakin sudah berapa lama dia memandangi langit ketika dia mendengar gedoran di pintu apartemennya. Tetapi kemudian dia sadar dentuman keras yang terdengar di telinganya itu bukan karena pengaruh minuman keras yang diminumnya, tetapi dari seseorang yang berdiri di depan pintu apartemennya. Akhirnya, dia bangkit dari sofanya, menyimpan botol Courvoisier-nya, dan kemudian

berjalan ke ruang depan.

"Siapa itu?" teriak Sexton karena dia sedang tidak ingin diganggu.

Suara penjaganya menyerukan identitas tamu yang tidak diduga Sexton. Saat itu juga Sexton merasa sedih. Cepat sekali. Sexton berharap dia tidak harus melakukan percakapan ini hingga besok pagi.

Sambil menghela napas dalam dan merapikan rambutnya, Sexton membuka pintu. Wajah di hadapannya sudah tidak asing lagi--keras dan kasar, walau lelaki ini sudah berusia tujuh puluhan. Sexton baru tadi pagi bertemu dengan lelaki ini di dalam sebuah mobil van Ford Windstar putih yang diparkir di garasi sebuah hotel. Betulkah baru tadi pagi? Sexton bertanya-tanya. Tuhan, betapa segalanya telah berubah sejak kejadian itu.

"Boleh aku masuk?" tanya lelaki berambut gelap itu.

Sexton menepi, dan membiarkan pimpinan Space Frontier Foundation itu lewat.

"Rapatmu tadi berhasil?"tanya lelaki tua itu ketika Sexton sudah menutup pintu.

Berhasil? Sexton bertanya-tanya apakah lelaki ini tinggal di dalam kepompong sehingga tidak tahu apa yang baru saja terjadi. "Segalanya berjalan hebat hingga Presiden muncul di televisi."

Lelaki tua itu mengangguk, dan tampak tidak senang. "Ya. Sebuah kemenangan yang hebat. Itu akan merugikan pekerjaan kita secara besar-besaran."

Merugikan pekerjaan kita? Nah, ini dia si optimistis. Dengan kemenangan NASA malam ini, lelaki ini akan mati dan dikubur sebelum Space Frontier Foundation mencapai tujuan mereka untuk memprivatisasi bisnis ruang angkasa.

"Selama bertahun-tahun aku sudah menduga bukti itu akan muncul," kata lelaki tua itu. "Aku tidak tahu bagaimana dan kapan, tetapi cepat atau lambat kita pasti akan mengetahuinya."

Sexton terpaku. "Kau tidak terkejut?"

"Matematika kosmos sebenarnya memerlukan bentuk kehidupan yang lain," kata pimpinan SFF itu sambil berjalan ke arah ruang baca Sexton. "Aku tidak terkejut ketika penemuan ini muncul. Secara intelektual, aku senang sekali. Secara spiritual, aku kagum. Tetapi secara politis, aku sangat terganggu. Waktu penemuan itu muncul sungguh buruk."

Sexton bertanya-tanya kenapa orang ini datang. Pasti bukan untuk menghiburnya.

"Seperti yang kau ketahui," kata lelaki tua itu "perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota SFF telah mengeluarkan uang jutaan dolar untuk berusaha membuka gerbang depan ruang angkasa bagi pengusaha swasta. Akhir-akhir ini, banyak dari uang tersebut telah dibelanjakan untuk mendanai kampanyemu."

Tiba-tiba Sexton merasa harus membela diri. "Aku tidak memiliki kendali apa-apa pada kekacauan malam ini. Gedung Putih memancingku untuk menyerang NASA!"

"Ya. Presiden memainkan permainannya dengan baik. Namun begitu, kita tidak boleh kehilangan seluruhnya." Ada sinar harapan yang aneh di balik mata lelaki itu.

Dia sudah pikun, pikir Sexton dengan yakin. Segalanya jelas sudah hilang. Setiap stasiun televisi sekarang sedang membicarakan tentang kehancuran kampanye Sexton.

Pimpinan SFF itu langsung masuk ke ruang baca Sexton, lalu duduk di atas sofa, dan memandang mata Sexton dengan matanya yang terlihat lelah. "Apa kau masih ingat dengan masalah awal yang dialami NASA mengenai piranti lunak untuk mendeteksi anomali es di satelit PODS?" tanyanya kemudian.

Sexton tidak dapat membayangkan ke mana arah percakapan ini. Apa bedanya sekarang ini? PODS telah berhasil menemukan meteorit berikut fosil di dalamnya!

"Jika kau masih ingat," lanjut lelaki tua itu, "piranti lunak satelit itu pada awalnya tidak dapat bekerja dengan baik. Kau pernah mempermasalahkannya di media pada waktu itu."

"Seperti yang memang harus aku lakukan!" kata Sexton sambil duduk di depan tamunya. "Itu salah satu dari kegagalan NASA!"

Tamunya mengangguk. "Aku setuju. Tetapi tidak lama setelah itu, NASA mengadakan konferensi pers lagi untuk mengumumkan bahwa mereka telah berhasil memperbaikinya ... semacam penambalan piranti lunak untuk memperbaiki piranti lunak yang lama atau semacam itulah."

Sexton tidak benar-benar menonton acara tersebut, tetapi dia mendengar bahwa acara itu berlangsung singkat, datar, dan bisa dikatakan tidak layak untuk diberitakan. Pimpinan proyek PODS memberikan gambaran teknis yang membosankan tentang bagaimana NASA telah berhasil mengatasi kesalahan kecil dalam piranti lunak PODS yang bertugas untuk mendeteksi anomali dan membuatnya berfungsi kembali.

"Aku telah mengamati PODS dengan penuh minat sejak kegagalan itu," kata lelaki itu. Dia kemudian mengeluarkan sebuah kaset video dan berjalan ke arah televisi di ruang baca apartemen Sexton, lalu memasukkan video tersebut ke dalam VCR. "Ini pasti akan menarik perhatianmu."

Video mulai diputar. Rekamanan itu memperlihatkan ruang pers NASA di kantor pusat di Washington. Seorang lelaki berpakaian apik berdiri di belakang podium dan memberi salam kepada hadirin. Papan nama yang tertulis di atas podium itu bertuliskan: CHRIS HARPER, Manajer Bagian Polar Orbiting Density Scanner Satellite (PODS).

Chris Harper adalah lelaki jangkung, sopan, dan berbicara dengan kesantunan yang tenang dari seorang Amerika berdarah Eropa yang masih tetap menjaga akar budayanya dengan bangga. Aksennya terdengar terpelajar dan halus. Dia berbicara kepada pers dengan penuh percaya diri, dan menyampaikan kabar buruk tentang PODS.

"Walau satelit PODS berada di orbit dan berfungsi dengan baik, kita masih memiliki hambatan kecil dengan komputer di sana. Terdapat sebuah kesalahan kecil dalam program dan semuanya itu adalah tanggung jawab saya. Pada intinya, penyaring FIR memiliki indeks voxel yang cacat, dan itu artinya piranti lunak pendeteksi anomali pada PODS tidak bekerja dengan semestinya. Kami sedang memperbaikinya."

Kerumunan itu mendesah, dan tampaknya sudah terbiasa dengan berita mengecewakan dari NASA. "Apa artinya bagi keefektifan satelit itu akhir-akhir ini?" tanya seseorang.

Harper menerima pertanyaan itu seperti layaknya seorang profesional. Penuh percaya diri dan apa adanya. "Bayangkan sepasang mata yang sempurna tanpa otak yang berfungsi. Pada intinya satelit PODS dapat melihat dengan sempurna, tetapi satelit itu tidak tahu apa yang sedang dilihatnya. Padahal tujuan dari misi PODS adalah mencari kantung es yang mencair di puncak es di kutub, tetapi tanpa komputer untuk menganalisis data kepadatan yang diterima PODS dari alat pemindainya, PODS tidak dapat mencari di mana letak titik yang penting tersebut. Kita akan memperbaiki keadaan tersebut setelah misi pesawat ulang-alik berikutnya dapat melakukan perbaikan pada komputer di satelit itu."

Erangan kekecewaan kembali terdengar di ruangan itu.

Lelaki tua itu menatap Sexton. "Dia mengabarkan kabar buruk dengan cukup baik, bukan?"

"Dia orang NASA," gerutu Sexton. "Memang itu pekerjaan mereka."

Rekaman VCR menjadi gelap sesaat dan kemudian beralih ke konferensi NASA yang lainnya.

"Konferensi pers yang kedua ini," kata tamu Sexton, "dilaksanakan baru beberapa minggu yang lalu. Sangat larut malam. Hanya beberapa orang saja yang menontonnya. Kali ini Dr. Harper mengumumkan berita baik"

Rekaman itu mulai. Kali ini Chris Harper tampak tidak rapi dan tidak tenang. "Dengan kegembiraan saya ingin mengumumkan," kata Harper, tetapi suaranya tidak terdengar gembira, "NASA berhasil menemukan sebuah cara untuk memperbaiki masalah piranti lunak dalam satelit PODS." Dia ragu-ragu ketika menjelaskan tentang perbaikan itu. Menurutnya, perbaikan itu menyangkut pengaturan ulang data mentah dari PODS dan kemudian mengirimkannya ke komputer di bumi sehingga tidak harus bergantung pada komputer di satelit PODS. Semua orang terlihat terkesan. Penjelasannya terdengar mudah dimengerti dan menarik. Ketika Harper selesai, terdengar suara tepuk tangan memenuhi ruangan itu.

"Jadi, kita dapat mengharapkan data itu segera?" seseorang bertanya.

Harper mengangguk. Keringat terlihat di keningnya. "Dalam dua minggu ini."

Tepuk tangan lagi. Terlihat tangan-tangan mengacung minta giliran bertanya di seluruh ruangan.

"Hanya itu yang dapat kusampaikan pada kalian sekarang," kata Harper. Dia tampak sakit ketika membereskan berkas-berkas yang dibawanya ke podium. "PODS ada di atas dan sudah berfungsi dengan baik. Kita akan segera mendapatkan data." Setelah itu Harper terlihat seperti berlari meninggalkan panggung.

Sexton menyumpah. Dia harus mengakui ini aneh. Kenapa Chris Harper tampak begitu nyaman ketika menyampaikan kabar buruk dan merasa tidak nyaman ketika menyampaikan kabar baik? Hal yang seharusnya terjadi adalah kebalikannya. Sexton belum menyaksikan konferensi pers ini ketika ditayangkan, walaupun dia sudah membaca tentang perbaikan piranti lunak itu. Pada saat itu, perbaikan tersebut tampak seperti usaha untuk menyelamatkan NASA yang tidak terlalu berhasil. Persepsi masyarakat masih tetap tidak terkesan. PODS hanyalah proyek NASA lainnya yang tidak berfungsi dengan baik dan dengan canggung diperbaiki dengan solusi yang kurang ideal.

Tamu Sexton mematikan televisi. "NASA mengatakan malam itu Dr. Harper sedang tidak enak badan." Dia lalu berhenti sejenak. "Tetapi aku menduga Dr. Harper berbohong saat itu."

Berbohong? Sexton menatap tamunya. Pikirannya yang sedang bingung tidak dapat mengumpulkan semua alasan yang rasional kenapa Harper harus berbohong tentang piranti lunak itu. Akan tetapi, Sexton sendiri sudah cukup sering berbohong sepanjang hidupnya sehingga dapat mengenali seorang pembohong yang payah begitu dia melihatnya. Dia harus mengakui, Dr. Harper memang tampak mencurigakan.

"Mungkin kau tidak menyadarinya?" tanya lelaki tua itu. "Pengumuman kecil yang baru saja kaudengar dari Chris Harper tadi adalah satu-satunya konferensi pers yang paling penting dalam sejarah NASA." Dia berhenti sejenak. "Perbaikan piranti lunak yang tepat pada waktunya itu adalah perbaikan yang memungkinkan PODS menemukan meteorit tersebut."

Sexton bingung. Dan kaupikir dia berbohong tentang hal itu! "Tetapi, jika Harper berbohong, dan piranti lunak itu tidak betul-betul dapat bekerja, bagaimana NASA bisa menemukan meteorit itu?"

Orang tua itu tersenyum. "Tepat."

77

ARMADA MILITER AS yang berupa pesawat-pesawat yang disita dari penangkapan perdagangan obat bius terdiri atas dua belas pesawat jet pribadi, termasuk tiga G4 yang sudah diperbaiki kembali dan sekarang digunakan sebagai transportasi personel militer VIP. Setengah jam yang lalu, salah satu dari G4 itu telah tinggal landas dari landasan pacu Thule Air Force Base, berjuang untuk mempertahankan arahnya dalam badai, dan sekarang menerobos ke arah selatan memasuki malam menuju Kanada dalam perjalanannya ke Washington. Di dalamnya, Rachel Sexton, Michael Tolland, dan Corky Marlinson menempati kabin berkursi delapan itu untuk mereka sendiri. Mereka tampak seperti sekelompok atlet yang berpakaian seragam tidak rapi--jumpsuit dan topi biru U.S.S. Charlotte.

Walau mesin Grumman begitu menggemuruh, Corky Marlinson tetap dapat tidur di bagian belakang pesawat. Tolland duduk di dekat bagian depan, dan terlihat sangat letih saat dia menatap laut di luar jendela. Rachel duduk di sampingnya, dan tahu bahwa dia tidak akan bisa tidur walau tadi telah diberi obat tidur. Pikirannya bergolak karena meteorit misterius, dan yang paling terkini, percakapan dengan Pickering di ruang kedap suara tadi. Sebelum mereka mengakhiri percakapan tersebut, Pickering telah memberi Rachel dua tambahan informasi yang membuatnya tidak tenang.

Pertama, Marjorie menyatakan bahwa dia memiliki rekaman video yang berisi pengarahan singkat yang diberikan Rachel kepada staf Gedung Putih sore tadi. Sekarang Tench mengancam akan menggunakan rekaman tersebut jika Rachel kembali menentang konfirmasi yang diberikannya mengenai data meteorit itu. Berita itu sangat tidak menyenangkan karena Rachel sudah meminta secara khusus kepada Zach Herney bahwa penjelasannya kepada staf Gedung Putih itu hanya untuk digunakan di lingkungan dalam Gedung Putih. Tampaknya Zach Herney telah mengabaikan permintaannya.

Berita yang kedua adalah tentang acara debat CNN yang dihadiri ayahnya siang tadi. Menurutnya, Marjorie Tench muncul secara tidak terduga dan memancing ayah Rachel dengan lihainya agar menegaskan posisinya mengenai NASA. Terlebih lagi, Tench telah memperdaya sang senator untuk menyatakan skeptisisme-nya secara kasar bahwa kehidupan di luar bumi tidak akan pernah ditemukan.

Mempersilakan Tench memotong kepalanya? Itulah yang dikatakan Pickering mengenai jawaban ayahnya ketika ditanya bagaimana kalau NASA berhasil menemukan kehidupan dari luar angkasa. Rachel bertanya-tanya bagaimana Tench berhasil membujuk ayahnya agar mengeluarkan kata-kata yang dapat menjadi senjata makan tuan bagi kampanye ayahnya. Jelas, Gedung Putih telah mempersiapkannya dengan sangat cermat: tanpa belas kasihan menyusun semua kartu domino, dan menyiapkan keruntuhan besar bagi Sexton. Seperti pasangan pegulat, Presiden dan Marjorie Tench telah melakukan gerakan untuk membantai lawannya. Sementara Presiden tetap terlihat terhormat di luar arena, Tench memasuki dan mengitari arena, dan dengan licik menempatkan sang senator untuk menerima bantingan dari Presiden.

Presiden berkata kepada Rachel, dia meminta NASA untuk menunda pengumuman mengenai penemuan tersebut supaya memiliki waktu untuk memastikan akurasi data yang diterimanya. Sekarang Rachel tahu, ada keuntungan lain yang diperolehnya ketika Presiden memutuskan untuk menunggu. Tambahan waktu itu memberi Gedung Putih kesempatan untuk mengulur tali yang digunakan sang senator untuk menggantung dirinya sendiri.

Rachel tidak merasa bersimpati terhadap ayahnya, namun dia tahu, di balik penampilan Presiden Zach Herney yang hangat dan lembut, tersembunyi seekor hiu yang cerdik' Anda tidak akan menjadi orang paling kuat di dunia tanpa memiliki naluri pembunuh. Pertanyaannya sekarang adalah apakah hiu ini merupakan orang luar yang tidak tahu apa-apa--ataukah pemain utama.

Rachel berdiri untuk meregangkan kakinya. Ketika dia berjalan di gang pesawat itu, dia merasa putus asa karena potongan-potongan teka-teki ini tampak saling berlawanan. Pickering dengan logika murni yang sudah menjadi sifatnya itu menyimpulkan bahwa meteorit tersebut palsu. Corky dan Tolland, dengan jaminan ilmiah yang diberikannya, bersikeras bahwa meteorit itu asli. Rachel hanya tahu apa yang telah dilihatnya-- batu hangus dengan fosil yang menempel di dalamnya dan ditarik keluar dari dalam es.

Sekarang, ketika dia melintas di samping Corky, dia melihat ke arah ahli astrofisika yang babak belur itu karena pelarian mereka di es tadi. Pipinya yang bengkak sekarang sudah mulai mengempis, dan jahitannya tampak bagus. Dia tertidur sambil mendengkur, sementara tangannya yang gemuk memegangi sampel meteorit berbentuk cakram, seperti teman tidur.

Rachel meraih ke bawah dan dengan perlahan-lahan mengambil sampel meteorit itu dari tangan Corky. Dia memeganginya, dan mengamati fosil itu lagi. Buang semua asumsi, katanya pada dirinya sambil bersikeras untuk mengatur ulang pikirannya. Buat kembali rantai kebenaran. Itu adalah kiat kuno NRO. Membangun kembali sebuah bukti dari sekumpulan data merupakan proses yang dikenal sebagai "titik awal nol"--sesuatu yang dilakukan semua analis data ketika potongan-potongan informasi yang mereka miliki tidak saling cocok.

Atur kembali bukti yang ada.

Dia mulai berjalan hilir mudik lagi.

Apakah batu ini mewakili bukti adanya kehidupan di luar bumi?

Rachel tahu, bukti adalah sebuah kesimpulan yang dibangun dari piramid fakta yang terdiri dari sejumlah besar informasi yang telah diterima sehingga keyakinan yang lebih spesifik terbentuk.

Hilangkan semua asumsi dasar tersebut. Mulai lagi.

Apa yang kita miliki?

Sebongkah batu.

Dia mempertimbangkannya sesaat. Sebongkah batu. Sebongkah batu dengan makhluk hidup yang sudah menjadi fosil. Rachel berjalan kembali ke depan, lalu dia duduk di samping Tolland.

"Mike, ayo kita bermain."

Tolland berpaling dari jendela, tampak sedang melamun, dan berkelana jauh ke dalam pikirannya. "Sebuah permainan?"

Rachel lalu memberikan sampel meteorit itu ke tangannya. "Coba anggap kau baru saja melihat batu ini untuk pertama kalinya. Aku tidak mengatakan dari mana batu ini berasal atau bagaimana batu ini ditemukan. Apa yang akan kaukatakan tentang batu ini?"

Tolland mendesah sedih. "Kebetulan sekali kau bertanya. Aku baru saja berpikir ...."

RATUSAN MIL di belakang Rachel dan Tolland, sebuah pesawat berbentuk aneh, terus terbang rendah. Di dalamnya, kelompok Delta Force tidak bersuara. Mereka pernah ditarik dari tempat tugas mereka dengan tergesa-gesa, tetapi belum pernah seperti ini.

Pengendali mereka marah sekali.

Sebelumnya, Delta-One memberi tahu sang pengendali bahwa ada kejadian tak terduga di dataran es sehingga regunya tidak memiliki pilihan lain kecuali melakukan tindakan kekerasan-- kekerasan yang melibatkan pembunuhan empat orang sipil, termasuk Rachel Sexton dan Michael Tolland.

Sang pengendali sangat terkejut. Pembunuhan, walaupun merupakan cara terakhir yang diizinkan, jelas tidak pernah menjadi rencana sang pengendali sejak awal.

Setelah itu, kekesalan sang pengendali atas peristiwa pembunuhan itu berubah menjadi kemarahan yang luar biasa ketika dia mengetahui pembunuhan itu tidak berjalan sesuai rencana.

"Regumu gagal!" teriak sang pengendali yang sedang mendidih karena murka. Suara robot dari saluran aman itu tidak mampu menyembunyikan kemarahannya. "Tiga dari empat sasaran kalian masih hidup!"

Tidak mungkin! pikir Delta-One. "Tetapi kami menyaksikan--"

"Mereka berhasil menghubungi sebuah kapal selam dan sekarang sedang dalam perjalanan menuju Washington."

"Apa!"

Nada suara sang pengendali terdengar sangat berbahaya. "Dengarkan baik-baik. Aku akan memberimu perintah baru. Dan kali ini kalian tidak boleh gagal!"

78

SENATOR SEXTON benar-benar merasakan secercah harapan ketika dia mengantar tamu tak terduganya itu kembali ke lift. Ternyata, pimpinan SFF itu tidak datang untuk menghukumnya, melainkan justru untuk membesarkan hatinya dan mengatakan bahwa pertempuran ini belum selesai.

emungkinan adanya celah dalam penemuan NASA ini.

Rekaman video dari konferensi pers NASA yang aneh tadi telah meyakinkan Sexton bahwa tamunya tadi benar--direktur misi PODS Chris Harper berbohong. Tetapi kenapa? Dan jika NASA tidak pernah memperbaiki piranti lunak PODS, bagaimana NASA dapat menemukan meteorit tersebut?

Ketika mereka berjalan ke lift, lelaki tua itu berkata, "Kadang-kadang yang diperlukan untuk mengurai kekusutan hanyalah menarik salah satu talinya. Mungkin kita akan menemukan jalan untuk menghancurkan kemenangan NASA dari dalam. Sebarkan ketidakpercayaan. Siapa yang tahu apa hasilnya nanti?" Mata lelaki tua yang letih itu menatap Sexton dengan tajam. "Aku belum siap untuk berbaring dan mati, Senator. Dan aku yakin, kau juga begitu."

"Tentu saja aku tidak akan menyerah," kata Sexton sambil berusaha terdengar yakin. "Kita sudah berjalan sejauh ini."

"Chris Harper berbohong tentang perbaikan PODS," kata pimpinan SFF itu ketika dia sudah masuk ke lift. "Dan kita harus tahu alasannya."

"Aku akan mendapatkan informasi itu secepatnya," sahut Sexton. Aku punya orang yang tepat untuk itu.

"Bagus. Masa depanmu tergantung padanya."

Ketika Sexton berjalan menuju apartemennya kembali, langkahnya terasa sedikit lebih ringan, dan kepalanya sedikit lebih jernih. NASA berbohong tentang PODS. Satu-satunya pertanyaan adalah bagaimana Sexton dapat membuktikannya.

Pikirannya sekarang beralih pada Gabrielle Ashe. Di mana pun asisten pribadinya pada saat ini, dia pasti sedang merasa sangat kacau. Gabrielle pasti sudah menyaksikan konferensi pers tadi dan sekarang sedang berdiri di tepian suatu tempat dan bersiap untuk meloncat. Idenya dengan menjadikan NASA sebagai isu kampanye Sexton, ternyata merupakan kesalahan besar bagi karier sang senator.

Gabrielle berhutang padaku, pikir Sexton. Dan dia pasti tahu itu.

Gabrielle terkenal dapat membuktikan bahwa dia memiliki kemampuan untuk mengungkap rahasia NASA. Dia punya kenalan, pikir Sexton. Gabrielle telah mendapatkan informasi dari orang dalam selama beberapa minggu terakhir. Perempuan itu memiliki kenalan yang identitasnya tidak dikatakan Gabrielle kepada sang senator. Kenalan yang dapat diminta untuk mengeluarkan informasi tentang PODS. Lagi pula, malam ini Gabrielle akan lebih termotivasi. Dia punya utang yang harus dibayarnya, dan Sexton menduga Gabrielle akan melakukan apa saja untuk mendapatkan kembali kebaikan Sexton.

Ketika Sexton tiba di depan pintu apartemennya, penjaganya mengangguk. "Malam, Pak Senator. Apakah saya sudah bertindak benar dengan membiarkan Gabrielle masuk tadi? Katanya, dia harus berbicara dengan Anda karena ada masalah penting."

Sexton berhenti. "Maaf?"

"Ms. Ashe? Dia tadi bilang, dia memiliki informasi penting untuk Anda. Karena itulah saya membiarkannya masuk."

Sexton merasa tubuhnya menjadi kaku. Dia menatap pintu apartemennya dengan bingung. Apa maksud orang ini?

Ekspresi wajah penjaga itu berubah menjadi bingung dan prihatin. "Senator, Anda tidak apa-apa? Anda pasti ingat, bukan? Gabrielle datang ketika Anda sedang rapat. Dia berbicara dengan Anda, bukan? Dia pasti berbicara dengan Anda, Dia berada di dalam cukup lama."

Sexton menatap penjaga itu lama, sementara denyut nadinya menderu-deru seperti roket yang ingin lepas landas. Orang bodoh ini membiarkan Gabrielle masuk ke apartemenku selama rapat tertutupku dengan SFF? Dan Gabrielle tinggal cukup lama di dalam dan kemudian pergi tanpa mengatakan sesuatu? Sexton hanya dapat membayangkan apa yang mungkin telah didengar Gabrielle. Sambil menahan amarahnya, Sexton memaksakan diri untuk tersenyum pada penjaganya. "Oh, ya! Maaf. Aku sangat letih. Tadi juga minum cukup banyak. Ms. Ashe dan aku memang berbicara. Kau melakukan hal yang benar."

Penjaga itu tampak lega.

"Apakah dia mengatakan mau ke mana ketika pergi?"

Penjaga itu menggelengkan kepalanya. "Dia terburu-buru sekali."

"Baik. Terima kasih."

Sexton masuk ke apartemennya dengan perasaan marah. Seberapa sulitnya perintahku untuk dimengerti? Tidak boleh ada tamu! Dia menduga jika Gabrielle telah berada di dalam cukup lama dan menyelinap keluar diam-diam, dia pasti telah mendengar sesuatu yang seharusnya tidak didengarnya. Malam paling penting dalam karier politiknya.

Senator Sexton tahu, apa pun yang terjadi dia tidak boleh kehilangan kepercayaan Gabrielle Ashe. Perempuan bisa menjadi sangat pendendam dan bodoh ketika mereka merasa ditipu. Sexton harus mendapatkannya kembali. Lebih dari sebelumnya, malam ini dia membutuhkan Gabrielle berada di pihaknya.

79

DI LANTAI empat studio televisi ABC, Gabrielle Ashe duduk sendirian di dalam kantor Yolanda yang berdinding kaca sambil menatap permadani berjumbai yang terhampar di lantai. Selama ini dia selalu merasa bangga pada nalurinya yang tajam dan tahu siapa yang dapat dipercayainya. Sekarang, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, Gabrielle merasa sendirian, dan tidak yakin harus ke arah mana.

Bunyi ponselnya mengalihkan tatapannya dari permadani di bawahnya. Dengan enggan dia menjawabnya.

"Gabrielle Ashe." Gabrielle segera mengenali warna suara Senator Sexton, dan anehnya suara lelaki itu terdengar cukup tenang setelah konferensi pers Presiden tadi.

"Aku mengalami malam yang luar biasa tidak menyenangkan di sini," kata Sexton, "jadi, biarkan aku bicara. Aku yakin kau menonton konferensi pers Presiden tadi. Apa kita memainkan kartu yang salah? Aku kesal sekali. Kau mungkin sedang menyalahkan dirimu sendiri. Jangan. Siapa yang akan tahu keadaannya akan menjadi seperti ini? Bukan salahmu. Jadi, dengarkan aku. Kupikir, pasti ada jalan untuk mengembalikan posisi kita semula."

Gabrielle berdiri. Dia tidak dapat membayangkan apa maksud Sexton itu. Reaksi Sexton tidak seperti yang diduganya.

"Aku ada rapat malam ini," kata Sexton, "dengan perwakilan dari perusahaan-perusahaan ruang angkasa swasta, dan --"

"Benarkah?" seru Gabrielle. Dia terkejut ketika mendengar Sexton mengakuinya. "Maksudku .... Aku tidak tahu."

"Ya, tidak ada yang penting. Aku seharusnya mengajakmu untuk ikut dalam rapat itu, tetapi orang-orang itu sangat mementingkan privasi. Beberapa orang dari mereka memberikan uangnya untuk dana kampanyeku. Dan itu bukan sesuatu yang mereka ingin pamerkan."

Gabrielle merasa betul-betul tidak berdaya. "Tetapi ... bukankah itu melanggar hukum?"

"Melanggar hukum? Tentu saja tidak! Seluruh bantuan keuangan itu di bawah 200 ribu dolar. Uang kecil saja. Orang-orang itu tidak memaksakan kehendaknya, tetapi aku harus mendengarkan keluhan mereka. Sebut saja sebagai investasi masa depan. Aku tidak mengatakan apa-apa padamu karena, terus terang, itu terlihat tidak terlalu bagus. Jika Gedung Putih mengetahuinya, mereka akan menggunakannya. Walau begitu, itu tidak penting. Aku menelepon untuk mengatakan bahwa setelah pertemuanku malam ini, aku juga bertemu dengan pimpinan SFF ...."

Selama beberapa detik, walau Sexton masih terus berbicara, apa yang dapat didengar Gabrielle adalah gelegak darahnya yang mengalir deras ke wajahnya karena malu. Tanpa harus didesak sama sekali, Sexton telah mengakui pertemuannya dengan perusahaan-perusahaan ruang angkasa swasta. Sepenuhnya sah. Dan Gabrielle ingat akan apa yang hampir dilakukannya! Untunglah Yolanda telah mencegahnya. Aku hampir saja meloncat ke kapal Marjorie Tench!

"... dan aku juga berkata kepada pimpinan SFF itu," sang senator masih berbicara, "bahwa kau mungkin dapat mengumpulkan informasi bagi kita."

Gabrielle kembali mendengarkan. "Baik."

"Kenalan yang selalu memberimu masukan tentang informasi NASA selama beberapa bulan ini? Kuduga kau masih memiliki akses itu?"

Marjorie Tench. Gabrielle meringis di dalam hati ketika ingat dia tidak bisa bercerita kepada sang senator bahwa informannya itu telah memperdayanya selama ini. "

"Mm ... kukira begitu," kata Gabrielle berbohong.

"Bagus. Ada beberapa informasi yang harus kudapatkan darimu. Segera."

Ketika Gabrielle mendengarkannya, dia baru sadar betapa parahnya dia telah menganggap rendah Senator Sedgewick Sexton akhir-akhir ini. Sebagian dari kekaguman Gabrielle kepada laki-laki ini telah menyurut malam ini dan ini pertama kalinya terjadi sejak dia mengikuti karier politik sang senator, tetapi sekarang semuanya kembali. Tepat di depan apa yang tampaknya seperti pukulan mematikan bagi kampanye Sexton, sang senator sudah menyusun serangan balik. Dan walaupun Gabrielle telah menuntunnya ke jalan yang buruk, Sexton tidak menghukumnya. Sexton bahkan memberinya kesempatan untuk menebus kesalahannya.

Dan dia akan menebusnya.

Dengan cara apa saja.

80

WILLIAM PICKERING menatap ke luar jendela kantornya, ke arah lampu-lampu mobil di Leesburg Highway. Dia sering memikirkan tentang anak perempuannya ketika dia berdiri di atas sana, sendirian di puncak dunia.

Semua kekuasaan ini ... dan aku tak sanggup menyelamatkannya.

Putri Pickering, Diana, tewas di Laut Merah ketika sedang berlatih sebagai seorang navigator pada sebuah kapal pengawal AL yang berlabuh di sana. Kapalnya sedang berlabuh di sebuah pelabuhan yang aman pada siang hari yang cerah ketika sebuah perahu motor buatan tangan yang berisi peledak dan diawaki dua orang teroris berani mati, melaju lambat menyeberangi pelabuhan dan meledak ketika menabrak badan kapal besar itu. Diana Pickering dan tiga belas tentara muda Amerika lainnya tewas pada hari itu.

William Pickering merasa remuk redam. Kesedihan yang mendalam menguasainya selama berminggu-minggu. Ketika serangan teroris itu dilacak dan mengarah ke sebuah kelompok kecil yang memang sudah dicari-cari CIA selama bertahun-tahun tanpa hasil, kesedihan Pickering berubah menjadi kemurkaan. Dia berjalan dengan cepat ke kantor pusat CIA dan menuntut jawaban.

Jawaban yang didapatnya sangat sulit diterimanya.

Tampaknya CIA telah mempersiapkan serangan pada kelompok kecil itu beberapa bulan yang lalu, tapi masih harus menunggu foto-foto satelit beresolusi tinggi sehingga mereka dapat merencanakan serangan mendadak ke sarang teroris tersebut di pegunungan Afghanistan. Foto-foto tersebut dijadwalkan akan diambil satelit NRO yang bernilai 1,2 juta dolar dengan nama sandi Vortex 2, satelit yang meledak di landasan peluncuran bersama pesawat NASA yang sedianya akan meluncurkannya ke ruang angkasa. Karena kecelakaan NASA itulah, serangan CIA ditunda, dan sekarang Diana Pickering telah tewas.

Pikiran Pickering mengatakan padanya bahwa NASA tidak bertanggung jawab secara langsung atas kematian putrinya, tetapi hatinya sangat sulit untuk memaafkan. Penyidikan yang dilakukan terhadap ledakan roket itu menemukan bahwa insinyur-insinyur NASA bertanggung jawab pada sistem pengisian bahan bakar yang dipaksa untuk menggunakan bahan bakar kelas dua agar menghemat anggaran.

"Untuk penerbangan tak berawak," Lawrence Ekstrom menjelaskan dalam konferensi pers, "NASA mementingkan efektivitas biaya di atas segalanya. Dalam hal ini, hasilnya diakui tidak optimal. Kami akan menyelidikinya."

Tidak optimal. Diana Pickering sudah tewas.

Lebih jauh lagi, karena satelit mata-mata mereka itu rahasia, masyarakat tidak pernah tahu bahwa NASA telah menghanguskan proyek NRO senilai 1,2 juta dolar, dan secara tidak lansung, sejumlah nyawa rakyat Amerika.

"Pak?" suara sekretaris Pickering terdengar dari interkom, dan mengejutkannya. "Saluran satu. Dari Marjorie Tench."

Pickering menggelengkan kepalanya untuk mengusir lamunannya dan menatap teleponnya. Lagi? Lampu yang berkedip di saluran satu tampak seperti berkedip-kedip dengan tidak sabar. Pickering mengerutkan keningnya dan mengangkatnya.

"Pickering di sini."

Suara Tench terdengar sangat marah. "Apa yang dikatakannya pada Anda?"

"Maaf?"

"Rachel Sexton sudah menelepon Anda. Apa yang dikatakannya pada Anda? Dia berada di dalam sebuah kapal selam. Demi Tuhan! Jelaskan itu!"

Pickering dapat langsung memastikan bahwa menyangkal kenyataan bukanlah pilihan yang dapat dilakukannya. Tench telah mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik. Pickering terkejut karena Tench dapat mengetahui tentang kapal selam Charlotte yang ditumpangi Rachel, dan tampaknya perempuan itu memang tetap ngotot sampai mendapatkan jawaban yang diinginkannya. "Ms. Sexton memang menelepon saya."

"Anda mengatur penjemputannya. Dan Anda tidak menelepon saya?"

"Saya memang menyediakan kendaraan. Itu betul." Masih dua jam lagi Rachel Sexton, Michael Tolland, dan Corky Marlinson dijadwalkan tiba di Boilings Air Force Base yang tak jauh letaknya dari Washington.

"Tetapi Anda memilih untuk tidak memberi tahu saya?"'

"Rachel Sexton telah membuat pengakuan yang sangat mengganggu saya."

"Tentang keaslian meteorit tersebut ... dan semacam penyerangan yang mengancam hidupnya?"

"Antara lain begitu."

"Jelas, dia berbohong."

"Anda sadar bahwa dia bersama dua orang lain yang mendukung ceritanya?"

Tench terdiam sejenak."Ya. Sangat mengganggu. Gedung Putih sangat prihatin pada pernyataan mereka."

"Gedung Putih? Atau Anda secara pribadi?"

Nada suara Tench menjadi setajam silet. "Sejauh yang Anda ketahui, Pak Direktur, tidak ada perbedaannya malam ini."

Pickering tidak terkesan. Dia bukanlah orang yang asing dengan omong besar politisi dan para staf pendukung yang selalu berusaha memastikan dominasi mereka atas komunitas intelijen, tetapi hanya segelintir saja orang yang memiliki perlawanan sekuat Marjorie Tench. "Apakah Presiden tahu Anda menelepon saya?"

"Terus terang, Pak Direktur, saya sangat terkejut Anda bahkan bisa memikirkan pernyataan konyol seperti itu."

Kau tidak menjawab pertanyaanku. "Saya tidak melihat adanya alasan logis bagi mereka untuk berbohong. Saya mengira mereka mengatakan yang sebenarnya, atau mereka telah mengatakan kesalahan dengan jujur."

"Kesalahan? Tuduhan serangan itu? Ketidaksempurnaan data yang tidak pernah dilihat NASA dalam meteorit itu? Ya ampun! Ini jelas merupakan pemainan politik."

"Jika memang demikian, saya tidak bisa melihat mereka memiliki motif tertentu."

Tench mendesah berat dan merendahkan suaranya. "Pak Direktur, ada kekuatan yang bergerak di sini dan mungkin tidak Anda ketahui. Kita dapat membicarakan hal ini panjang lebar, tetapi sekarang saya harus tahu di mana Ms. Sexton dan yang lainnya. Saya harus mengurusnya hingga ke akarnya sebelum mereka berbuat kerusakan yang lebih parah. Di mana mereka?"

"Itu bukanlah informasi yang dapat saya beri tahu dengan rasa nyaman. Saya akan menghubungi Anda ketika mereka tiba."

"Salah. Saya akan berada di sana untuk menyambut mereka ketika mereka tiba."

Kau dan berapa banyak agen Secret Service? Pickering bertanya-tanya. "Jika saya memberi tahu waktu dan tempat kedatangan mereka, apakah kita memiliki kesempatan untuk mengobrol seperti teman, atau Anda bermaksud membawa sepasukan tentara untuk menangkap mereka?"

"Orang-orang ini telah menempatkan diri mereka sebagai ancaman langsung terhadap Presiden. Gedung Putih jelas memiliki hak untuk menangkap dan menginterogasi mereka."

Pickering tahu, Tench benar. Di bawah Pasal 18, ayat 3056 dalam United States Code, agen Secret Service boleh membawa senjata api, menggunakan kekuatan, dan melakukan penangkapan tanpa "surat perintah" hanya karena kecurigaan bahwa orang tersebut melakukan, atau berniat melakukan, kejahatan atau tindakan agresi apa saja terhadap presiden. Secret Service memiliki kekuasaan penuh. Mereka telah menahan banyak orang, termasuk gelandangan di luar Gedung Putih, dan anak-anak sekolah yang mengirimkan olok-olok lewat email.

Pickering tidak ragu Secret Service dapat membenarkan penangkapan Rachel Sexton dan teman-temannya, dan menahan mereka di ruang bawah tanah Gedung Putih tanpa batas waktu tertentu. Ini adalah permainan yang berbahaya, tetapi Tench jelas tahu taruhannya tinggi. Pertanyaannya adalah apa yang akan terjadi berikutnya jika Pickering membiarkan Tench mengambil alih kendali. Pickering tidak punya niat untuk mencari tahu jawabannya.

"Saya akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi Presiden dari tuduhan palsu. Implikasi dari kecurangan saja sudah akan mencoreng nama Gedung Putih dan NASA. Rachel Sexton telah merusak kepercayaan yang diberikan Presiden padanya, dan saya tidak ingin melihat Presiden menanggung akibatnya," kata Tench.

"Dan bagaimana kalau saya meminta agar Ms. Sexton diizinkan membawa kasusnya ini ke depan juri untuk penyelidikan?"

"Maka Anda akan dianggap mengabaikan perintah langsung dari Presiden dan memberi Ms. Sexton sebuah panggung untuk membuat kekacauan politis! Saya akan menanyakan sekali lagi pada Anda, Pak Direktur. Ke mana Anda terbangkan mereka?"

Pickering mengembuskan napas panjang. Entah dia akan memberitahu Marjorie Tench bahwa pesawat itu akan segera mendarat di Boilings Air Force Base atau tidak, Pickering tahu Tench punya sarana untuk mencari tahu. Pertanyaannya adalah apakah Tench mau melakukannya atau tidak. Dari kebulatan tekad dalam suara Tench, Pickering merasa perempuan itu tidak akan tinggal diam. Marjorie Tench takut.

"Marjorie," kata Pickering dengan suara yang sangat jelas. "Seseorang sedang berbohong pada saya. Saya yakin akan hal ini. Entah itu Rachel Sexton dan kedua orang ilmuwan sipil itu--atau Anda. Dan saya percaya, Andalah yang berbohong pada saya."

Tench meledak. "Berani sekali Anda--"

"Kemarahan Anda tidak ada gunanya bagi saya maka simpan saja. Bertindaklah bijaksana karena saya memiliki bukti mutlak tentang ketidakbenaran siaran pers NASA dan Gedung Putih malam ini."

Tiba-tiba Tench terdiam.

Pickering membiarkan Tench mencerna kata-katanya sesaat. "Saya tidak mencari kegentingan politis seperti Anda. Tetapi telah ada kebohongan. Kebohongan yang tidak akan bertahan. Jika Anda ingin saya menolong Anda, Anda harus memulainya dengan berterus terang kepada saya."

Tench tampak terpengaruh, namun tetap waspada. "Jika Anda yakin ada kebohongan, kenapa tidak Anda umumkan saja.

"Saya tidak mau mencampuri urusan politis."

Tench menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "omong kosong."

"Marjorie, apa Anda berani berkata bahwa pengumuman Presiden malam ini benar-benar akurat?"

Ada kesunyian yang lama di dalam saluran telepon itu. Pickering tahu dia sudah menang. "Dengar, kita berdua tahu ini adalah bom waktu yang sedang menunggu untuk meledak. Tetapi belum terlambat. Ada kompromi-kompromi yang dapat kita buat."

Tench tidak mengatakan apa-apa selama beberapa detik. Akhirnya dia mendesah. "Kita harus bertemu."

Gol, pikir Pickering.

"Saya memiliki sesuatu yang akan saya perlihatkan pada Anda," kata Tench. "Dan saya yakin itu akan memberi sedikit pencerahan dalam masalah ini."

"Saya akan datang ke kantor Anda."

"Jangan," sergah Tench dengan cepat. "Ini sudah malam. Kedatangan Anda ke sini akan mengundang pertanyaan. Saya lebih suka hal ini dibicarakan di antara kita saja."

Pickering membaca satu hal di antara perkataan Marjorie Tench tersebut. Presiden tidak tahu apa-apa tentang hal ini. "Anda boleh datang ke sini."

Suara Tench terdengar curiga. "Kita bertemu di tempat lain yang tidak mencolok saja."

Pickering sudah menduga akan hal itu.

"FDR Memorial tidak jauh dari Gedung Putih," kata Tench. "Tempat itu pasti sepi pada jam seperti ini di malam hari."

Pickering mempertimbangkannya. FDR Memorial terletak di tengah-tengah antara Jefferson Memorial dan Lincoln Memorial, dan merupakan tempat yang sangat aman di kota itu. Setelah berpikir agak lama, Pickering setuju.

"Satu jam lagi," kata Tench untuk mengakhiri pembicaraannya. "Dan datanglah sendirian."

Begitu sambungan telepon diputus, Marjorie Tench menelepon Administrator NASA, Lawrence Ekstrom. Suara Tench terdengar kaku saat mengabarkan berita buruk tersebut.

"Pickering bisa menjadi masalah."

81

WAJAH GABRIELLE Ashe berseri-seri dengan munculnya harapan baru ketika dia berdiri di dekat meja Yolanda Cole di ruang produksi stasiun televisi ABC. Tak lama setelah menerima telepon dari Senator Sexton, dia memutar nomor bagian informasi telepon.

Kalau dapat dipastikan, dugaan yang dikatakan Sexton padanya akan membuat kehebohan. NASA berbohong tentang PODS? Gabrielle pernah menyaksikan konferensi pers mengenai PODS dan dia juga ingat dirinya merasa aneh saat itu, tetapi dia melupakan semuanya begitu saja. PODS bukanlah isu penting beberapa minggu yang lalu. Tetapi malam ini, PODS telah menjadi isu penting.

Sekarang Sexton membutuhkan informasi dari dalam, dan dia memerlukannya dengan cepat. Dia memercayai "informan" Gabrielle untuk mendapatkan informasi tersebut. Gabrielle meyakinkan sang senator bahwa dia akan berusaha sebaik mungkin. Tetapi masalahnya informannya itu adalah Marjorie Tench yang tentu saja tidak akan menolongnya lagi pada saat ini. Jadi Gabrielle harus mencari informasi dengan cara lain.

"Bagian informasi telepon," kata suara di telepon.

Gabrielle mengatakan apa yang diinginkannya. Si operator kembali dengan tiga nomor telepon Chris Harper di Washington, dan Gabrielle mencoba semuanya.

Nomor pertama adalah sebuah kantor hukum. Yang kedua tidak ada jawaban. Yang ketiga sekarang sedang berdering.

Seorang perempuan menjawab pada dering pertama. "Rumah keluarga Harper."

"Mrs. Harper?" tanya Gabrielle sesopan mungkin. "Saya harap saya tidak membangunkan Anda?" "

Ya ampun, tidak. Kukira tidak ada orang yang tidur malam ini." Suaranya terdengar gembira sekali. Gabrielle dapat mendengar suara televisi di belakang sana. Televisi itu masih melaporkan berita tentang meteorit. "Kukira kau menelepon untuk bicara dengan Chris?"

Denyut nadi Gabrielle menjadi lebih cepat. "Ya, Bu."

"Sayangnya Chris tidak di sini. Dia tadi bergegas ke kantornya begitu pidato Presiden selesai." Perempuan itu tertawa sendiri. "Tentu saja, aku ragu di kantor masih ada pekerjaan. Aku lebih yakin, yang ada hanya pesta. Pengumuman itu sangat mengejutkannya. Aku yakin semua orang juga pasti sama terkejutnya. Telepon kami berdering sepanjang malam. Aku bertaruh seluruh pegawai NASA berkumpul di sana sekarang."

"Di kompleks di E Street?" tanya Gabrielle ketika dia menduga maksud perempuan itu adalah kantor pusat NASA.

"Betul sekali. Bersiap-siaplah untuk berpesta di sana."

"Terima kasih. Saya akan mencari Chris di sana."

Gabrielle menutup teleponnya. Dia bergegas pergi ke lantai ruang produksi dan menemukan Yolanda di sana yang baru saja selesai mempersiapkan satu tim yang terdiri dari para ahli ruang angkasa yang akan memberikan komentar antusias mengenai meteorit tersebut.

Yolanda tersenyum ketika melihat Gabrielle datang. "Kau tampak lebih baik," katanya. "Mulai melihat secercah harapan di sini?"

"Aku baru saja bicara dengan Senator. Pertemuannya malam ini bukanlah pertemuan seperti yang kukira."

"Aku kan sudah mengatakannya padamu tadi. Tench hanya mempermainkanmu saja. Bagaimana Senator menanggapi berita tentang meteorit itu?"

Lebih baik dari yang kuduga."

Yolanda tampak terkejut. "Kukira dia sudah meloncat ke depan sebuah bis yang sedang melaju."

"Dia menduga ada ketidakberesan dalam data NASA."

Yolanda mengeluarkan suara tidak percaya. "Apakah dia menyaksikan konferensi pers yang aku juga baru saksikan? Berapa banyak konfirmasi lagi yang dibutuhkan

"Aku akan pergi ke NASA untuk memeriksa sesuatu."

Alis Yolanda yang diwarnai dengan pensil alis itu terangkat. Dia kemudian bertanya, "Tangan kanan Senator Sexton akan mendatangi kantor pusat NASA? Malam ini? Kautahu artinya 'dirajam massa'?"

Gabrielle mengatakan kepada Yolanda tentang kecurigaan Sexton bahwa manajer yang mengurus PODS, Chris Harper, telah berbohong tentang perbaikan piranti lunak pendeteksi anomali di satelit itu.

Jelas, Yolanda tidak memercayainya. "Kami meliput konferensi pers itu, Gabs, dan harus kuakui, Harper tidak seperti biasanya malam itu. Tetapi NASA mengatakan saat itu Harper sedang sangat sakit."

"Senator Sexton yakin dia berbohong. Yang lainnya juga yakin. Orang-orang berpengaruh itu."

"Jika piranti lunak pendeteksi anomali itu belum beres, bagaimana PODS dapat menemukan meteorit itu?"

Tepat sekali. "Aku tidak tahu. Tetapi Senator ingin aku mencari beberapa jawaban untuknya."

Yolanda menggelengkan kepalanya. "Sexton mengirimmu ke sarang tawon karena sudah putus asa. Jangan pergi. Kau tidak berutang apa pun padanya."

"Aku betul-betul telah mengacaukan kampanyenya."

"Kesialan yang membuat kampanyenya hancur."

"Tetapi kalau Senator benar dan manajer bagian PODS memang berbohong--"

"Sayangku, jika manajer bagian PODS memang berbohong kepada dunia, apa yang membuatmu berpikir dia akan mengatakan yang sebenarnya padamu?"

Gabrielle telah memperhitungkan itu dan sudah menyusun rencananya. "Jika aku menemukan berita di sana, aku akan meneleponmu."

Yolanda tertawa dengan nada ragu. "Jika kau menemukan berita di sana, potong kepalaku."

82

HAPUS SEMUA yang kau ketahui tentang sampel batu itu.

Michael Tolland telah bergumul dengan kecemasan pikirannya sendiri, tetapi sekarang, dengan pertanyaan-pertanyaan Rachel yang menyelidik, dia merasa bertambah tidak tenang. Dia menatap potongan batu di tangannya.

Anggap seseorang menyerahkan sebongkah batu padamu tanpa memberikan penjelasan tentang di mana batu itu ditemukan atau batu macam apa itu. Apa analisismu tentang batu itu?

Tolland tahu, pertanyaan-pertanyaan Rachel ada maksudnya, dan sebagai latihan analitis, cara seperti ini terbukti berguna. Dengan menghapuskan semua data yang diberikan saat kedatangannya di habisphere, Tolland harus mengakui bahwa analisisnya tentang fosil tersebut menjadi begitu bias karena satu dasar pikiran--batu yang mengandung fosil itu adalah sebuah meteorit.

Bagaimana jika aku TIDAK diberi tahu kalau ini adalah meteorit? Tolland bertanya pada dirinya sendiri. Walau masih belum dapat membayangkan penjelasan lainnya, Tolland membiarkan dirinya menyingkirkan "meteorit" sebagai dasar pemikirannya, dan ketika dia melakukannya, hasilnya membuatnya tidak tenang. Sekarang Tolland dan Rachel, ditambah Corky yang masih linglung, sedang mendiskusikan gagasan-gagasan itu.

"Jadi," lanjut Rachel dengan nada suara yang terdengar tegas, "Mike, kau berkata jika seseorang menyerahkan batu berfosil ini padamu tanpa penjelasan apa pun, kau akan menyimpulkan bahwa batu ini berasal dari bumi."

"Tentu saja," sahut Tolland. "Kesimpulan apa lagi yang dapat kutarik? Akan jauh lebih sukar untuk mengatakan kau telah menemukan kehidupan di luar bumi daripada mengatakan kau telah menemukan fosil dari spesies bumi yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Para ilmuwan menemukan lusinan spesies baru setiap tahunnya."

"Caplak sepanjang dua kaki?" tantang Corky. Suaranya terdengar ragu. "Kau akan menyimpulkan seekor serangga sebesar itu berasal dari bumi?"

"Tidak sekarang, mungkin," sahut Tolland, "tetapi spesies tersebut tidak harus masih hidup sekarang ini. Itu fosil. Dan berusia 170 juta tahun. Kira-kira sama usianya dengan masa Jurassic. Banyak fosil prasejarah yang terdiri dari makhluk hidup dengan ukuran yang begitu besar sehingga terlihat mengejutkan ketika kita menemukan fosilnya. Contohnya reptil besar bersayap, dinosaurus, burung-burung."

"Aku tidak bermaksud sok menjadi ahli fisika di sini, Mike," kata Corky, "tetapi ada kekurangan yang serius dalam argumenmu. Makhluk-makhluk prasejarah yang baru saja kau sebutkan tadi--dinosaurus, reptil-reptil, burung-burung --mereka semua memiliki kerangka di dalam tubuh sehingga membuat mereka dapat tumbuh besar walau ada pengaruh gravitasi bumi. Tetapi fosil-fosil ini ...." Dia mengambil sampel batu itu dan mengangkatnya. "Mereka memiliki kerangka di luar tubuh. Mereka binatang arthropoda. Serangga. Kau sendiri berkata semua serangga yang sebesar ini hanya dapat berkembang biak di lingkungan dengan gravitasi yang rendah. Jika tidak, kerangka luarnya akan jatuh karena beratnya sendiri."

"Betul," kata Tolland. "Spesies ini akan jatuh karena berat tubuhnya sendiri jika dia berjalan di bumi."

Alis Corky mengerut dengan heran. "Nah, Mike, kecuali ada orang gua yang mengelola peternakan serangga tanpa gravitasi, aku tidak mengerti bagaimana kau dapat menyimpulkan serangga sepanjang dua kaki ini berasal dari bumi."

Tolland tersenyum dalam hati karena Corky telah melewatkan satu sisi sederhana. "Sebenarnya, ada satu kemungkinan lagi." Tolland memusatkan perhatiannya pada temannya itu. "Corky, kau terbiasa melihat ke atas. Sekarang, coba lihatlah ke bawah. Ada lingkungan antigravitasi yang berlimpah-limpah di bumi ini. Dan sudah ada di sini sejak zaman prasejarah."

Corky menatapnya. "Apa maksudmu?"

Rachel juga tampak heran.

Tolland menunjuk ke luar jendela ke arah laut yang disinari rembulan, dan berkilauan di bawah pesawat mereka. "Lautan."

Rachel bersiul. "Tentu saja."

"Air adalah lingkungan dengan gravitasi yang rendah," kata Tolland menjelaskan. "Semuanya terasa lebih ringan di bawah air. Lautan mengandung banyak sekali makhluk-makhluk rapuh yang tidak mungkin dapat hidup di daratan--ubur-ubur, cumi-cumi raksasa, belut laut."

Corky setuju, walau hanya sedikit. "Baik, tetapi lautan prasejarah tidak pernah memiliki serangga raksasa."

"Tentu saja punya. Dan kenyataannya masih ada sampai sekarang. Orang-orang menyantapnya setiap hari. Serangga ini merupakan santapan lezat di banyak tempat."

"Mike, siapa yang mau makan serangga raksasa!"

"Siapa saja yang mau makan lobster, kepiting, dan udang."

Corky menatapnya dengan tajam.

"Pada dasarnya Crustacea adalah serangga laut raksasa," kata Tolland menjelaskan. "Mereka adalah sub order dari filum Arthropoda, seperti caplak, kepiting, laba-laba, serangga, belalang, kalajengking, dan lobster. Mereka semuanya bersaudara. Mereka semua spesies yang memiliki bagian tubuh bersendi-sendi dan kerangka di luar tubuh."

Tiba-tiba Corky tampak jijik.

"Dari sudut pandang klasifikasi, mereka sangat mirip serangga," jelas Tolland lagi. "Kepiting horseshoe mirip trilobite raksasa. Dan capit lobster mirip capit kalajengking besar.

Wajah Corky menjadi pucat. "Baiklah. Aku baru saja makan lobster gulung terakhirku."

Rachel tampak kagum. "Jadi, binatang arthropoda di daratan tetap memiliki tubuh yang kecil karena secara alamiah gravitasi yang menyebabnya seperti itu. Tetapi di dalam air, tubuh mereka mengambang, jadi mereka dapat tumbuh besar sekali."

"Tepat," kata Tolland. "Seekor kepiting raksasa Alaska dapat secara keliru digolongkan sebagai laba-laba raksasa jika kita hanya memiliki bukti fosil yang terbatas."

Kegembiraan Rachel tampak berkurang karena sekarang merasa prihatin. "Mike, kembali pada isu penampilan meteorit yang tampak asli itu. Katakan padaku: Apakah kau berpendapat bahwa fosil-fosil yang kita lihat di Milne tadi mungkin saja berasal dari lautan? Lautan di bumi?

Tolland memandang Rachel dan merasakan bobot sebenarnya dari pertanyaan tersebut. "Secara hipotesis, aku akan mengatakan ya. Dasar lautan kita juga memiliki bagian yang berusia 190 juta tahun. Sama usianya dengan fosil-fosil itu. Dan secara teoritis lautan mungkin saja berisi makhluk hidup yang berbentuk seperti ini."

"Oh yang benar saja!" Corky berseru mengejek. "Aku tidak percaya apa yang kudengar di sini. Bagaimana dengan keaslian meteorit itu? Meteorit itu tidak dapat diperdebatkan lagi. Bahkan jika bumi memiliki dasar lautan yang memiliki usia yang sama dengan fosil pada meteorit itu, dapat aku pastikan tidak ada dasar lautan yang memiliki kulit fusi, campuran nikel yang menyimpang, dan chondrules. Kau membicarakan hal yang mustahil."

Tolland tahu Corky benar, tetapi ketika membayangkan fosil-fosil itu sebagai makhluk laut, dia merasa tidak sekagum seperti yang pertama kali dirasakannya saat melihat mereka. Entah bagaimana, fosil-fosil tersebut tampaknya lebih tidak asing lagi sekarang.

"Mike," kata Rachel, "kenapa tidak ada ilmuwan NASA yang mempertimbangkan kemungkinan bahwa fosil ini adalah makhluk laut? Bahkan makhluk laut di planet lainnya?"

"Sebenarnya ada dua alasan. Sampel fosil pelagic--fosil yang berasal dari dasar laut--cenderung memperlihatkan sejumlah besar spesies yang saling bercampur. Semuanya yang hidup di lautan akhirnya akan mati dan tenggelam ke dasar lautan. Ini berarti dasar lautan menjadi kuburan bagi bermacam-macam spesies dari berbagai tingkat kedalaman, tekanan, dan suhu lingkungan. Tetapi sampel di Milne ini bersih--hanya satu spesies saja. Ini lebih mirip spesies yang dapat kita temui di gurun. Sekelompok hewan sejenis yang terkubur dalam badai gurun, misalnya."

Rachel mengangguk. "Dan apa alasan kedua yang membuat kau menerka hewan tersebut hidup di daratan, bukan di lautan?"

Tolland mengangkat bahunya. "Naluri saja. Para ilmuwan selalu percaya bahwa ruang angkasa, jika memang ada penghuninya, akan dihuni serangga. Dan dari apa yang telah kami pelajari di angkasa luar, di sana terdapat lebih banyak debu dan batu dibandingkan air."

Rachel terdiam.

"Walaupun begitu ...," tambah Tolland. Rachel membuatnya berpikir sekarang. "Aku akui ada bagian yang sangat dalam di dasar lautan yang disebut oleh para ahli kelautan sebagai zona mati. Aku tidak terlalu mengerti zona itu. Di kawasan tersebut arus dan sumber makanannya terbatas sehingga tidak menunjukkan adanya makhluk hidup. Hanya beberapa spesies pemakan bangkai saja yang hidup di sana. Jadi, dari sudut pandang itu, kukira bisa saja ada fosil dari spesies tunggal."

"Halo?" gerutu Corky, "Ingat kulit fusi itu? Kandungan nikel di kisaran tengah? Chondrules? Kenapa kita masih saja membicarakan ini lagi?"

Tolland tidak menjawab.

"Isu tentang kandungan nikel," kata Rachel kepada Corky. "Tolong jelaskan padaku lagi. Kandungan nikel pada bebatuan bumi kalau tidak sangat tinggi, pasti sangat rendah, tetapi pada meteorit, kandungan nikel ada di dalam kisaran tengah tertentu?"

Corky mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tepat."

"Jadi kandungan nikel pada sampel ini berada tepat dalam kisaran nilai yang diperkirakan."

"Sangat dekat, ya."

Rachel tampak terkejut. "Tunggu sebentar. Dekat? Apa artinya itu?"

Corky telihat jengkel. "Seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya, kandungan mineral dalam setiap meteorit berbeda-beda. Ketika para ilmuwan menemukan meteorit baru, kami harus selalu memperbarui kalkulasi kami hingga menjadi apa yang kami anggap sebagai kandungan nikel yang dapat diterima dalam meteorit.

Rachel tampak terpaku ketika dia memegang sampel meteorit itu. "Jadi, meteorit ini memaksamu untuk mengevaluasi kembali apa yang telah kauanggap sebagai kandungan nikel di dalam meteorit yang dapat diterima? Kandungan nikel dalam batu ini berada di luar kisaran tengah itu?"

"Hanya sedikit sekali," balas Corky.

"Kenapa tidak ada yang mengatakan tentang hal itu?"

"Itu tidak penting. Astrofisika adalah ilmu pengetahuan yang dinamis dan terus-menerus diperbarui."

"Bahkan saat melakukan analisis yang sangat penting seperti ini?"

"Begini," kata Corky dengan gusar. "Aku dapat pastikan, kandungan nikel dalam sampel itu jauh lebih dekat dengan meteorit dibandingkan dengan batu bumi."

Rachel berpaling pada Tolland. "Kautahu tentang hal ini?"

Tolland mengangguk dengan enggan. Tampaknya saat itu hal tersebut tidak terlalu penting. "Saat itu aku diberi tahu bahwa meteorit ini memperlihatkan kandungan nikel yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan yang biasa terlihat pada meteorit lain, tetapi para ahli NASA tampaknya tidak peduli."

"Untuk alasan yang baik!" seru Corky. "Bukti mineral di sini bukan menunjukkan bahwa kandungan nikelnya mirip meteorit sepenuhnya, melainkan lebih tidak seperti batuan bumi."

Rachel menggelengkan kepalanya. "Maaf, tetapi dalam pekerjaanku kesalahan logika seperti itu dapat mengakibatkan seseorang terbunuh. Dengan mengatakan sebongkah batu tidak seperti batu bumi, tidak membuktikan bahwa batu itu adalah meteorit. Seharusnya lebih mudah untuk mengatakan bahwa batu ini adalah batu yang belum pernah kita lihat di bumi."

"Lalu apa bedanya?"

"Tidak ada," kata Rachel. "Jika kau sudah pernah melihat semua batu di planet ini."

Corky terdiam sesaat. "Baik," akhirnya dia berkata. "abaikan kandungan nikel itu jika hal itu membuatmu bingung. Kita masih memiliki kulit fusi yang sempurna dan chondrules."

"Tentu," kata Rachel. Dia terdengar tidak terkesan. "Masih memiliki dua dari tiga bukti tidaklah buruk."

83

STRUKTUR BANGUNAN kantor pusat NASA adalah kaca persegi yang sangat besar dan terletak di 300 E Street di Washington D.C. Gedung itu seperti dipenuhi jaring laba-laba berupa kabel-kabel data sepanjang dua ratus mil dan ribuan ton prosesor komputer. Kantor itu menampung 1.134 orang pegawai yang mengawasi anggaran tahunan sebesar 15 miliar dolar dan operasi harian dari dua belas pangkalan NASA di seluruh negeri.

Walau sudah malam, Gabrielle sama sekali tidak heran ketika melihat bagian depan gedung itu dipenuhi orang-orang. Tampaknya ada pertemuan para pekerja media dan pegawai NASA yang gembira. Gabrielle bergegas ke dalam. Lobinya serupa dengan museum, dan didominasi oleh tiruan kapsul-kapsul dan satelit-satelit sebesar ukuran aslinya yang digantung di atas dengan cara yang begitu mengesankan. Para pekerja televisi memenuhi ruangan berlantai pualam itu, dan segera mengerumuni para pegawai NASA yang masih terlihat kagum ketika keluar dari pintu.

Gabrielle mengamati kerumunan itu, tetapi tidak melihat seorang pun yang tampak seperti direktur misi PODS, Chris Harper. Separuh dari orang-orang yang ada di lobi memiliki kartu izin pers dan separuhnya lagi menggantungkan foto identitas pegawai NASA di leher mereka. Gabrielle tidak memiliki apa-apa. Dia lalu melihat seorang perempuan muda dengan kartu identitas NASA dan bergegas mendekatinya.

"Hai, aku mencari Chris Harper?"

Perempuan itu menatap Gabrielle dengan aneh, seolah dia mengenal Gabrielle di suatu tempat tetapi tidak dapat mengingatnya dengan pasti. "Tadi aku melihat Dr. Harper lewat beberapa saat yang lalu. Kupikir dia naik ke atas. Apa kita pernah berjumpa?"

"Kukira tidak," sahut Gabrielle sambil berpaling. "Bagaimana aku bisa ke atas?"

"Kau bekerja untuk NASA?"

"Tidak."

"Jika begitu, kau tidak boleh ke atas."

"Oh, apakah ada telepon yang dapat kugunakan untuk--"

"Hey," kata perempuan itu. Tiba-tiba dia menjadi marah. "Aku tahu siapa kau. Aku melihatmu di televisi bersama Senator Sexton. Aku tidak percaya kau berani datang ke sini--"

Gabrielle sudah pergi, dan menghilang di antara kerumunan orang. Di belakangnya, Gabrielle dapat mendengar suara perempuan tadi mengatakan kepada siapa saja bahwa Gabrielle berada di sini sambil marah-marah.

Hebat. Baru dua detik melewati pintu depan, dan aku sudah masuk dalam Daftar Orang Yang Paling Dibenci.

Gabrielle terus menunduk ketika dia berjalan dengan cepat ke seberang lobi. Petunjuk ruangan dalam gedung ini dipasang di dinding. Dia mengamati daftar tersebut untuk mencari Chris Harper. Tidak ada. Petunjuk itu sama sekali tidak menuliskan nama, tetapi diatur menurut nama departemen.

PODS? dia bertanya-tanya sambil terus mencari-cari di dalam daftar tersebut apa saja yang berhubungan dengan Polar Orbiting Density Scanner. Dia tidak menemukan apa-apa. Dia takut menoleh ke belakang karena mengira ada pegawai NASA yang marah dan mau merajamnya. Yang Gabrielle lihat dalam daftar itu adalah sesuatu yang tampak sedikit mendekati, dan dia berada di lantai empat: EARTH SCIENCE ENTERPRISE, PHASE II, Earth Observing System (EOS).

Sambil terus memalingkan wajahnya dari kerumunan orang, Gabrielle berjalan menuju sebuah tempat yang agak terpisah yang terdiri atas sekumpulan lift dan sebuah air mancur. Dia mencari tombol lift, tetapi hanya melihat celah pada dindingnya. Sialan. Lift ini menggunakan pengendali keamanan. Lift ini hanya dapat digunakan dengan menggesekkan kartu identitas sehingga ini khusus untuk pegawai NASA saja.

Sekelompok orang muda datang dengan terburu-buru ke arah lift sambil berbicara dengan gembira. Mereka mengenakan kartu identitas di leher mereka. Gabrielle dengan cepat menunduk di belakang pancuran sambil mengamati dengan waspada. Seorang lelaki berjerawat menggesekkan kartunya ke dalam celah itu dan membuka pintu lift. Dia sedang tertawa, dan menggelengkan kepalanya dengan kagum.

"Orang-orang di SETI pasti jadi gila!" katanya ketika semua orang telah berada di dalam lift. "Kereta-kereta mereka melacak lapangan pengeboran di bawah dua ratus millijanskys selama dua puluh tahun, padahal selama ini bukti fisiknya terkubur di dalam es di kutub!"

Pintu lift itu menutup, lalu orang-orang itu menghilang.

Gabrielle bangkit, dan mengusap mulutnya sambil bertanya-tanya apa yang harus dilakukannya. Dia mencari-cari telepon internal di sekitarnya. Tidak ada. Dia bertanya-tanya apakah dia dapat mencuri kartu pengenal, tetapi firasatnya mengatakan itu tidak bijaksana. Apa pun yang akan dilakukannya, Gabrielle tahu, dia harus cepat. Sekarang dia dapat melihat perempuan yang tadi berbicara dengannya di lobi, menerobos kerumunan bersama dengan seorang petugas keamanan.

Seorang lelaki botak dengan pakaian yang rapi, datang dari sudut, dan bergegas menuju lift. Gabrielle menunduk di balik pancuran air lagi. Tampaknya lelaki itu tidak melihatnya. Gabrielle diam-diam memerhatikan ketika lelaki itu membungkuk ke depan dan menggesekkan kartu indentitasnya di celah itu. Pintu lift itu bergeser terbuka dan lelaki itu melangkah masuk.

Persetan, pikir Gabrielle sambil mengambil keputusan. Sekarang atau tidak sama sekali.

Ketika pintu lift itu bergeser menutup, Gabrielle muncul dari balik air mancur dan berlari sambil mengulurkan tangannya dan menangkap pintu lift. Kedua pintu lift terbuka lagi, lalu Gabrielle melangkah masuk dengan wajah cerah penuh kegembiraan. "Pernahkah kau melihat kejadian ini?" serunya pada lelaki botak yang menatapnya dengan bingung. "Ya, ampun. Ini sungguh gila!"

Lelaki itu masih menatapnya dengan tatapan bingung.

"Orang-orang SETI pasti sudah gila!" kata Gabrielle. "Kereta-kereta mereka melacak lapangan pengeboran di bawah dua ratus millijanskys selama dua puluh tahun, padahal selama ini bukti fisiknya terkubur di dalam es di kutub!"

Lelaki itu tampak heran. "Well ... ya, itu sangat ...." Dia melihat leher Gabrielle dan terlihat heran karena tidak melihat kartu identitas tergantung di sana. "Maafkan aku, apakah kau--"

"Tolong, lantai empat. Aku datang dengan sangat terburu-buru, bahkan hampir lupa mengenakan pakaian dalamku!" Gabrielle tertawa sambil mencuri pandang ke arah kartu identitas lelaki itu: JAMES THEISEN, Administrasi Keuangan.

"Kau bekerja di sini?" tanya lelaki itu dengan tatapan tidak nyaman. "Nona ...?"

Gabrielle membiarkan mulutnya terbuka. "Jim! Aku sedih sekali! Jangan pernah membuat seorang perempuan merasa tidak diingat!"

Untuk sesaat lelaki itu menjadi pucat. Dia menjadi kelihatan tidak nyaman. Lelaki itu kemudian mengusapkan tangannya ke kepalanya. "Maafkan aku. Mungkin gara-gara seluruh kegembiraan ini .... Kuakui, kau memang tampak tidak asing. Program apa yang sedang kaukerjakan?"

Sialan. Gabrielle tersenyum penuh percaya diri. "EOS"

Lelaki itu menunjuk ke arah tombol lantai empat yang menyala. "Tentu saja. Maksudku, secara khusus, proyek yang mana?"

Gabrielle merasa denyut nadinya menjadi cepat. Dia hanya dapat ingat satu hal. "PODS." Lelaki itu kelihatan heran."Betulkah? Kupikir aku sudah berkenalan dengan semua orang yang bekerja dengan Dr. Harper." Gabrielle mengangguk malu. "Chris terus menyembunyikanku. Akulah programmer idiot yang mengacaukan indeks voxel pada piranti lunak pendeteksi anomali itu."

Sekarang mulut lelaki botak itu ternganga. "Jadi, itu kau?'

Gabrielle mengerutkan keningnya. "Aku tidak dapat tidur berminggu-minggu."

"Tetapi Dr. Harper-lah. yang dipersalahkan!"

"Aku tahu. Begitulah Chris. Setidaknya dia sudah meluruskannya. Sebuah pengumuman yang luar biasa malam ini, bukan? Meteorit itu. Aku sangat terkejut!"

Lift itu berhenti tepat di lantai empat dan Gabrielle langsung melompat keluar. "Senang bertemu denganmu, Jim. Salam untuk anak-anak di bagian keuangan!"

"Pasti," jawab lelaki itu dengan tergagap ketika pintu lift bergerak menutup. "Senang bertemu lagi denganmu."

84

ZACH HERNEY, seperti umumnya para presiden sebelum dirinya, dapat hidup dengan hanya tidur selama empat atau lima jam semalam. Walau begitu, selama beberapa minggu ini, Zach tidur jauh lebih sedikit. Ketika kegembiraan karena pengumuman yang diberikannya malam ini mulai mereda, Herney mulai merasa sangat letih.

Dia dan beberapa staf terasnya sedang berada di Roosevelt Room sambil menikmati sampanye untuk merayakan dan menyaksikan tayangan ulang konferensi pers yang tidak pernah selesai, cukilan dari film dokumenter Tolland, dan berbagai analisis cerdas dari beberapa jaringan televisi. Di layar televisi saat itu, seorang koresponden dari satu jaringan televisi tampak dengan gembira berdiri di depan Gedung Putih sambil menggenggam mikrofonnya.

"Lebih dari sekadar dampak yang menggemparkan bagi umat manusia," kata reporter itu, "penemuan NASA ini juga memiliki dampak politis yang keras di sini, di Washington. Penemuan fosil-fosil yang menempel pada meteorit ini muncul pada waktu yang sangat baik bagi Presiden yang sedang mengalami kesulitan." Suaranya terdengar muram. "Dan pada waktu yang amat buruk bagi kampanye Senator Sexton."

Siaran itu kemudian dipotong untuk tayangan ulang acara debat CNN siang tadi yang sekarang menjadi sangat terkenal.

"Setelah tiga puluh lima tahun," ujar Sexton, "kupikir sudah cukup jelas kita tidak akan menemukan kehidupan di luar bumi"

"Dan bagaimana kalau Anda salah?" tanya Marjorie Tench. Sexton mengarahkan matanya ke atas. "Oh, ya ampun, Ms. Tench. Potong kepala saya jika saya salah."

Semua orang yang ada di Roosevelt Room tertawa. Tindakan Tench yang menyudutkan Sexton tersebut sangat kejam dan kasar kalau diingat-ingat, tetapi para pemirsa tampaknya tidak menyadari hal itu. Nada dari jawaban Sexton itu terkesan sombong dan begitu puas diri sehingga sang senator tampaknya mendapatkan apa yang pantas baginya.

Presiden mencari-cari Tench di sekitar ruangan. Dia tidak melihatnya sejak sebelum konferensi pers dimulai, dan sekarang Tench tidak ada di sini. Aneh, pikir Presiden. Ini seharusnya juga merupakan perayaan baginya.

Siaran berita di televisi sedang mengakhiri laporannya sekarang, dan sekali lagi menggarisbawahi loncatan besar yang berhasil dicapai Gedung Putih dan tergelincirnya Senator Sexton.

Betapa satu hari saja dapat mengubah begitu banyak, pikir Presiden. Dalam politik, duniamu dapat berubah dalam sekejap.

Saat fajar esok hari, dia akan tahu betapa benar kata-katanya itu.

85

PICKERING BISA menjadi masalah, kata Tench tadi.

Administrator Ekstrom sangat terusik dengan informasi baru ini sehingga tidak menyadari bahwa badai di luar habisphere sudah semakin ganas.Suara yang dikeluarkan kabel-kabel yang tertiup angin sekarang terdengar semakin keras, dan para staf NASA lebih memilih berkeliaran atau berbincang-bincang daripada pergi tidur. Tetapi pikiran Ekstrom tersesat di dalam badai yang berbeda--sebuah prahara sedang berkembang di Washington, dan siap meledak. Telah terjadi begitu banyak masalah dalam beberapa jam terakhir, dan Ekstrom sedang mencoba mengatasi semuanya. Tetapi satu masalah muncul dan lebih besar dibandingkan dengan gabungan semua masalah lainnya.

Pickering bisa menjadi masalah.

Bagi Ekstrom, William Pickering adalah satu-satunya orang yang dapat mengimbangi kecerdasannya. Pickering memang sudah membenci Ekstrom dan NASA selama beberapa tahun sekarang ini. Dia berusaha mengendalikan kebijakan privasi, melobi untuk mendapatkan prioritas misi yang berbeda, dan mencerca kegagalan NASA yang tampak semakin banyak itu.

Ekstrom tahu, kebencian Pickering pada NASA disebabkan hal yang jauh lebih dalam dibandingkan dengan kerugian satelit NRO SIGINT senilai jutaan dolar yang meledak di tempat peluncuran NASA, atau kebocoran keamanan NASA, atau pertengkaran mengenai rekrutmen personel penting ke ruang angkasa. Kebencian Pickering terhadap NASA lebih merupakan drama kekecewaan dan kebencian yang terus berlanjut.

Pesawat ruang angkasa NASA X-33, yang seharusnya menjadi pesawat ulang-alik pengganti, mengalami keterlambatan selama lima tahun, dan itu berarti perawatan dan program peluncuran untuk belasan satelit NRO menjadi terhapus atau tertunda. Akhir-akhir ini, kemarahan Pickering karena X-33 semakin memuncak ketika dia mengetahui NASA menunda keseluruhan proyek tersebut, dan menyebabkan kerugian sebesar 900 juta dolar.

Ekstrom tiba di kantornya, membuka pintu, dan masuk. Ketika dia sudah duduk di belakang meja, dia menopang kepalanya dengan tangannya. Dia harus membuat beberapa keputusan. Apa yang tadinya merupakan awal dari hari yang hebat berubah menjadi mimpi buruk yang mulai terungkap di sekitarnya. Dia mencoba untuk memasuki pola pikir William Pickering. Apa yang akan dilakukan lelaki itu kemudian? Seseorang sepandai Pickering tentunya akan melihat betapa pentingnya arti dari penemuan NASA ini. Dia harus memaafkan pilihan-pilihan tertentu yang ketika itu diambil karena putus asa. Dia harus melihat kerusakan permanen yang akan terjadi jika dia mencemarkan momen kemenangan ini.

Apa yang akan dilakukan Pickering dengan informasi yang dimilikinya? Apakah dia akan membiarkannya, atau dia akan membuat NASA membayar semua kegagalannya.

Ekstrom mengumpat karena dia tahu yang mana yang akan dipilih Pickering.

Lagi pula, William Pickering memiliki isu yang lebih mendalam dengan NASA ... sebuah peristiwa yang lebih bersifat pribadi daripada politis.

86

SAAT INI Rachel sedang berdiam diri, dan menatap kosong ke arah kabin pesawat G4 ketika pesawat itu mengarah ke selatan dan menyusuri garis pantai Kanada di Semenanjung St. Lawrence. Tolland duduk di dekatnya. Dia sedang berbicara dengan Corky. Walau sebagian besar bukti menyatakan bahwa meteorit tersebut asli, pengakuan Corky bahwa kandungan nikelnya berada "di luar nilai kisaran tengah yang sebelumnya telah ditentukan" telah menyalakan kembali kecurigaan awal Rachel. Diam-diam menanam meteorit dari bawah dataran es pasti merupakan kecurangan yang direncanakan dengan cerdik.

Walau begitu, bukti ilmiah yang ada menunjukkan validitas meteorit tersebut.

Rachel berpaling dari jendela, lalu menatap ke bawah ke arah sampel meteorit berbentuk cakram di tangannya. Terlihat chondrule-chondrule kecil yang berkilauan di sana. Tolland dan Corky sejak tadi masih mendiskusikan chondrule-chondrule metalik itu dengan menggunakan istilah-istilah ilmiah yang tidak dikenal Rachel--equilibrated olivine levels, metastable glass matrices, dan metamorphic rehomogenation. Meski demikian, hasilnya sudah jelas: Corky dan Tolland sepakat chondrules itulah yang memastikan batu tersebut adalah meteorit. Data itu tidak bisa diganggu gugat.

Rachel memutar-mutar sampel berbentuk cakram yang ada di tangannya, dan menyentuh bagian tepinya di mana kulit meteorit yang hangus itu terlihat dengan nyata. Bagian yang hangus itu tampak relatif baru--pasti bukan tiga ratus tahun-- walau Corky menjelaskan bahwa meteorit tersebut telah terkubur di dalam es dan terhindar dari erosi atmosfer. Ini terdengar masuk akal. Rachel pernah menonton acara-acara di televisi yang mengungkapkan jasad manusia yang tetap utuh walau sudah ribuan tahun. Itu terjadi karena jasad tersebut terkubur di bawah es.

Ketika Rachel mempelajari lapisan kulit fusi tersebut, sebuah gagasan aneh muncul di kepalanya--sepotong data yang jelas telah diabaikan. Rachel bertanya-tanya apakah data tersebut hanya merupakan data sampingan dari semua data yang diberikan padanya atau seseorang hanya lupa mengatakannya saja.

Rachel berpaling pada Corky. "Apakah ada orang yang memeriksa usia kulit fusinya?"

Corky menoleh. Dia terlihat bingung. "Apa?"

"Apakah ada orang yang menghitung usia kulit fusinya sehingga kita tahu usia terbakarnya batu ini sama dengan catatan meteor yang dibuat Jungersol?"

"Maaf," sahut Corky, "tidak mungkin untuk menghitungnya. Oksidasi menghapus semua tanda-tanda isotopis. Selain itu, tingkat pembusukan radioisotop terlalu lambat untuk mengukur apa saja yang berusia di bawah lima ratus tahun."

Rachel memikirkannya sesaat hingga akhirnya mengerti kenapa usia terbakarnya batu itu tidak menjadi bagian dari data. "Jadi, sejauh yang kita ketahui, batu ini bisa saja terbakar pada Abad Pertengahan atau minggu lalu, begitu?"

Tolland tertawa. "Tidak ada yang bilang ilmu pengetahuan memiliki jawaban untuk semua hal."

Rachel membiarkan pikirannya bergerak dengan bebas. "Kulit fusi sebenarnya hanyalah lapisan yang terbakar hebat. Secara teknis dapat dikatakan, lapisan yang hangus pada batu ini dapat terjadi kapan saja dalam paruh akhir abad ini dalam berbagai cara.

"Salah," kata Corky. "Terbakar dengan berbagai cara? Tidak. Terbakar dengan satu cara. Jatuh melewati atmosfir."

"Tidak ada kemungkinan lain? Bagaimana kalau di dalam tungku?"

"Tungku?" tanya Corky. "Sampel ini diuji di bawah mikroskop elektron. Bahkan tungku terbersih di dunia sekalipun akan meninggalkan sisa bahan bakar di seluruh permukaan batu, entah itu bahan bakar nuklir, kimia, atau fosil. Lupakanlah. Dan bagaimana dengan goresan-goresan yang terjadi akibat gesekan saat batu ini menembus atmosfir? Kau tidak akan mendapatkannya jika membakar batu itu di dalam tungku."

Rachel lupa tentang goresan-goresan pada meteorit tersebut. Kelihatannya batu itu memang benar-benar jatuh dari udara. "Bagaimana dengan gunung berapi?" Rachel mencoba-coba. "Terlempar dengan kuat ketika gunung itu meletus?"

Corky menggelengkan kepalanya. "Lapisan luarnya yang hangus itu terlalu bersih."

Rachel menoleh pada Tolland. Tolland mengangguk. "Maaf, aku punya pengalaman dengan berbagai gunung berapi, baik yang di atas dan di bawah air. Corky benar. Benda-benda yang terlontar saat gunung meletus, dikotori oleh belasan racun, seperti karbon dioksida, sulfur dioksida, hidrogen sulfida, asam hidrokloris. Semua itu pasti sudah terdeteksi oleh alat pemindai elektronik kami. Kulit fusi ini, entah kita suka atau tidak, adalah hasil murni dari pembakaran akibat gesekan dengan atmosfer," Tolland menjelaskan.

Rachel mendesah. Dia kembali menatap ke luar jendela. Pembakaran murni. Kalimat itu terus diingatnya. Lalu dia berpaling lagi pada Tolland. "Apa maksudmu dengan pembakaran murni?"

Tolland mengangkat bahunya. "Saat menggunakan mikroskop elektron, kami tidak melihat sisa-sisa elemen bahan bakar. Jadi, kami tahu pemanasan tersebut disebabkan energi kinetik dan pergesekan, bukan dari bahan kimia atau nuklir."

"Jika kalian tidak menemukan elemen bahan bakar apa pun, apa yang kalian temukan? Khususnya, apa komposisi dari lapisan kulit fusi tersebut?"

"Kami menemukan sesuatu yang tepat seperti yang kami duga," sahut Corky. "Elemen-elemen murni atmosfer. Nitrogen, oksigen, hidrogen. Tidak ada sisa-sisa bahan bakar minyak. Tidak ada sulfur. Tidak ada asam vulkanis. Tidak ada yang aneh. Semua hal yang kita lihat ketika meteorit jatuh menembus atmosfer."

Rachel menyandarkan punggungnya. Sekarang pikirannya mulai terpusat.

Corky mencondongkan tubuhnya dan menatap Rachel. "Kumohon, jangan katakan padaku tentangl teori barumu bahwa NASA membawa batu berfosil itu ke atas dengan pesawat ulang-aliknya dan menjatuhkannya ke bumi dengan harapan tidak seorang pun melihat bola api, kawah besar, atau ledakan besar yang mengundang perhatian banyak orang?"

Rachel tidak berpikir ke arah itu, walau harus diakui itu adalah sebuah gagasan yang menarik. Tidak mungkin dilakukan, tetapi tetap menarik. Teorinya sebenarnya lebih sederhana. Semua elemen atmosfer alami. Pembakaran murni. Goresan-goresan karena melesat jatuh melewati udara. Tiba-tiba, Rachel seperti melihat gagasan samar telah menyala di sudut terpencil dari benaknya. "Rasio dari elemen atmosfer yang kalian lihat," kata Rachel. "Apakah rasio tersebut benar-benar sama dengan rasio yang kalian temukan di seluruh meteorit lain yang memiliki lapisan kulit fusi?"

Corky tampak sedikit ingin menghindari pertanyaan itu. "Kenapa kautanyakan itu?"

Rachel melihat Corky ragu dan merasakan denyut nadinya sendiri menjadi lebih cepat. "Rasionya turun, bukan?"

"Ada penjelasan ilmiah untuk itu."

Tiba-tiba jantung Rachel berdebar dengan keras. "Apakah kau secara kebetulan melihat kandungan satu elemen lebih tinggi dari biasanya?"

Tolland dan Corky saling berpandangan dengan tatapan kaget. "Ya," kata Corky, "tetapi--"

"Apakah itu hidrogen terionisasi?" tanya Rachel.

Mata ahli astrofisika itu terbelalak. "Bagaimana kau bisa tahu tentang itu!"

Tolland juga terlihat sangat kagum.

Rachel menatap mereka berdua. "Kenapa tidak ada yang mengatakan hal ini padaku?"

"Karena itu akan membutuhkan penjelasan ilmiah!" jelas Corky.

"Aku siap mendengarkan," kata Rachel.

"Ada kelebihan hidrogen terionisasi karena meteorit tersebut melewati atmosfer di dekat Kutub Utara, tempat di mana medan magnet bumi menyebabkan konsentrasi ion-ion hidrogen menjadi lebih tinggi dari biasanya," kata Corky menjelaskan.

Rachel mengerutkan keningnya. "Sayangnya, aku memiliki penjelasan lain."

87

LANTAI EMPAT di kantor pusat NASA kurang berkesan dibandingkan dengan lobinya--koridornya panjang dan membosankan dengan pintu-pintu kantor yang dibuat dalam jarak sama di sepanjang dindingnya. Koridor itu sunyi. Tanda-tanda berlapis metal menunjuk ke segala arah.

                   <-- LANDSAT 7

                       TERRA -->

                   <--ACRIMSAT

                   <-- JASON 1

                       PODS -->

                       AQUA -->

Gabrielle mengikuti tanda yang menunjukkan PODS. Dia berjalan dengan cepat melalui serangkaian koridor panjang dan beberapa persimpangan, lalu dia tiba di depan pintu ganda dari besi yang berat. Di sana tertulis:

  POLAR ORBITING DENSITY SCANNER (PODS)

              Manajer Bagian, Chris Harper

Pintu-pintu itu terkunci, dan diamankan dengan kartu kunci dan papan akses PIN. Gabrielle menempelkan telinganya di pintu besi yang dingin itu. Sesaat dia merasa mendengar seseorang berbicara. Berdebat. Mungkin tidak. Dia bertanya-tanya apakah seharusnya dia langsung saja menggedor pintu ini hingga seseorang membiarkannya masuk. Sayangnya, rencananya untuk menemui Chris Harper membu-tuhkan sedikit kelembutan, dan bukannya gedoran di pintu. Dia melihat ke sekeliling untuk mencari pintu lain, tetapi dia tidak menemukannya. Gabrielle kemudian melihat ruang penyimpanan alat-alat pembersih di dekat pintu ganda tersebut, lalu dia masuk ke dalamnya. Gabrielle mencari-cari sekumpulan kunci atau kartu kunci milik petugas pembersih di dalam ruangan sempit remang-remang itu. Tidak ada. Yang ada hanya beberapa buab sapu dan alat pel.

Kemudian, Gabrielle kembali ke pintu besi tadi, dan menempelkan telinganya lagi. Kali ini dia betul-betul mendengar suara. Semakin keras. Dan langkah kaki. Kunci terdengar terbuka dari dalam.

Gabrielle tidak sempat bersembunyi ketika pintu itu terbuka dengan keras. Dia meloncat ke samping dan menempelkan tubuhnya di belakang pintu ketika sekelompok orang bergegas keluar sambil berbicara dengan keras. Mereka terdengar marah.

"Apa masalah Harper? Tadinya kukira dia serasa berada di kayangan!"

"Pada malam seperti malam ini," yang lainnya berkata ketika kelompok itu lewat, "dia ingin sendirian? Dia seharusnya ikut merayakan!"

Ketika kelompok itu menjauh dari Gabrielle, pintu berat itu mulai terayun menutup sehingga tempat persembunyiannya terlihat. Dia tetap tidak bergerak ketika orang-orang itu melanjutkan perjalanannya di koridor. Gabrielle menunggu selama mungkin, hingga pintu itu hampir tertutup, lalu meloncat ke depan dan menangkap gagang pintu agar pintu itu tidak jadi menutup. Dia berdiri tidak bergerak ketika orang-orang itu berbelok di ujung koridor. Mereka tampaknya terlalu asyik dengan percakapan mereka sehingga tidak sempat menoleh sekilas ke belakang.

Dengan jantung berdebar, Gabrielle membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan remang-remang di depannya. Lalu dengan perlahan dia menutup kembali pintu tersebut.

Ruangan itu merupakan tempat kerja yang luas yang mengingatkannya akan laboratorium fisikanya di universitas dulu: komputer, tempat kerja, dan perlengkapan elektronik. Ketika matanya sudah terbiasa dengan kegelapan, Gabrielle dapat melihat cetak biru dan lembaran-lembaran kalkulasi yang berserakan. Keseluruhan area itu gelap kecuali sebuah kantor di ujung lab. Gabrielle dapat melihat sinar lampu yang merembes keluar dari bawah pintu. Perlahan-lahan, dia berjalan mendekat. Pintu itu tertutup, tetapi dari jendelanya, dia dapat melihat seorang lelaki duduk di depan sebuah komputer. Dia mengenali lelaki itu dari konferensi pers NASA yang ditayangkan televisi. Papan nama di pintu tertulis:

                     CHRIS HARPER

                    Manajer Bagian, PODS

Setelah melangkah sejauh ini, tiba-tiba Gabrielle merasa takut, dan bertanya-tanya haruskah dia melanjutkannya. Dia mengingatkan dirinya betapa Sexton yakin bahwa Chris Harper telah berbohong. Aku akan mempertaruhkan kampanyeku, kata Sexton. Tampaknya ada orang lain yang merasakan hal yang sama, orang-orang yang menanti Gabrielle untuk menguak kebenaran sehingga mereka dapat bersiap menyerang NASA, dan berusaha untuk mendapatkan tempat berpijak sekelcil apa pun setelah perkembangan yang menghancurkan mereka malam ini. Setelah bagaimana Tench dan Herney mempermainkan Gabrielle sore itu, dia sangat ingin membantu.

Gabrielle mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, tetapi kemudian dia berhenti. Suara Yolanda terngiang dalam benaknya. Jika Chris Harper memang berbohong kepada dunia mengenai PODS, apa yang membuatmu berpikir dia akan mengatakan yang sebenarnya padaMU?

Rasa takut, kata Gabrielle pada dirinya sendiri. Dia sendiri juga hampir menyerah karena rasa takut sore tadi. Sekarang dia punya rencana. Ini akan dilakukannya dengan menggunakan taktik yang pernah digunakan Senator Sexton ketika menakut-nakuti seorang informan untuk mendapatkan rahasia lawan politiknya. Gabrielle sudah belajar banyak di bawah bimbingan Sexton, dan tidak semua pelajarannya menarik dan sopan. Tetapi malam ini, dia memerlukan semua hal yang menguntungkannya. Jika dia dapat membujuk Chris Harper untuk mengakui kebohongannya--dengan alasan apa pun--Gabrielle akan membuka sebuah pintu kecil kesempatan bagi kampanye senatornya. Selain itu, Sexton adalah seorang lelaki yang jika diberi kesempatan sedikit saja untuk bergerak, dapat menggeliat untuk mencari jalan keluarnya dalam hampir setiap kesulitan.

Rencana Gabrielle ketika hendak menghadapi Harper disebut Sexton sebagai "overshooting' --sebuah teknik interogasi yang ditemukan para penguasa Roma kuno untuk memancing pengakuan dari penjahat yang mereka curigai berbohong. Metode mereka terlihat sangat sederhana:

Tegaskan informasi yang kauingin diakui oleh orang itu. Kemudian tuduhkan sesuatu yang jauh lebih buruk. Intinya adalah memberikan lawan sebuah kesempatan untuk memilih kejahatan yang lebih ringan--dalam hal ini, kebenaran itu.

Kiat ini membutuhkan rasa percaya diri yang terpancar, sesuatu yang tidak terlalu dirasakan Gabrielle saat itu. Sambil menarik napas dalam, Gabrielle mengikuti naskah di dalam benaknya, lalu mengetuk pintu kantor itu dengan tegas.

"Aku sudah bilang, aku sibuk!" teriak Harper. Aksen orang Inggrisnya terdengar tidak asing lagi.

Gabrielle mengetuk lagi. Kali ini lebih keras.

"Aku sudah bilang, aku tidak berminat untuk turun!"

Kali ini Gabrielle menggedor pintu dengan tangan terkepal.

Chris Harper mendekati pintu dan membuka pintu dengan kasar. "Kurang ajar, apa kau--" Harper langsung terhenti. Jelas dia sangat terkejut ketika melihat Gabrielle.

"Dr. Harper," katanya dengan suara yang tegas.

"Bagaimana kau bisa naik ke sini?"

Wajah Gabrielle mengeras. "Kautahu siapa aku?"

"Tentu saja aku tahu. Pimpinanmu telah mencerca proyekku selama berbulan-bulan. Bagaimana kau bisa masuk?"

"Senator Sexton mengirimku."

Mata Harper melayang ke ruangan laboratorium di belakang Gabrielle. "Mana staf NASA yang seharusnya mengawalmu?"

"Itu bukan urusanmu. Senator memiliki koneksi berpengaruh di sini."

"Di dalam gedung ini?" tanya Harper dengan tatapan ragu.

"Kau sudah berlaku tidak jujur, Dr. Harper. Dan aku khawatir, Senator telah membentuk semacam dewan pengadilan senatorial untuk menyelidiki kebohonganmu."

Tiba-tiba Harper menjadi pucat. "Apa maksudmu?"

"Orang-orang pintar sepertimu tidak pandai berpura-pura bodoh, Dr. Harper. Kau sedang berada dalam masalah besar, dan Senator mengirimku ke sini untuk menawarkan perjanjian denganmu. Kampanye Senator Sexton sedang sangat terpukul malam ini. Dia tidak punya apa-apa lagi, dan dia sudah siap untuk membawamu jatuh bersamanya kalau itu diperlukan."

"Apa maksudmu?"

Gabrielle menarik napas panjang, dan mulai memainkan perannya. "Kau berbohong dalam konferensi pers tentang piranti lunak pendeteksi anomali PODS. Kami tahu itu. Banyak orang tahu tentang hal itu. Tetapi itu bukan isu yang ingin kusampaikan." Sebelum Harper dapat membuka mulutnya untuk menyangkal, Gabrielle melanjutkan. "Senatorku dapat menyebarluaskan kebohonganmu itu sekarang, tetapi dia tidak berminat. Dia hanya tertarik pada cerita yang lebih besar. Kukira kau mengerti apa maksudku."

"Tidak, aku "

"Ini tawaran Senator. Dia akan tutup mulut tentang kebohongan piranti lunakmu namun kau harus memberikan nama seorang eksekutif tinggi NASA yang menggelapkan dana bersamamu."

Mata Chris Harper membelalak sesaat. "Apa? Aku tidak menggelapkan dana!"

"Kusarankan berhati-hatilah dengan ucapanmu, Pak. Komite senatorial telah mengumpulkan dokumen penyelidikan selama berbulan-bulan hingga sekarang ini. Apakah kau benar-benar berpikir kalian berdua akan lolos begitu saja tanpa diketahui? Merekayasa dokumen PODS dan mengalihkan dana NASA ke rekening pribadi? Berbohong dan menggelapkan dana dapat membawamu ke penjara, Dr. Harper."

"Aku tidak melakukan hal semacam itu!"

"Kau bilang kau tidak berbohong tentang PODS?"

"Tidak, aku bilang aku sama sekali tidak menggelapkan dana!"

"Jadi, kau mengatakan bahwa kau memang berbohong tentang PODS."

Harper menatapnya. Jelas dia kehilangan kata-kata.

"Lupakan kebohongan itu," kata Gabrielle sambil mengibaskan tangannya. "Senator Sexton tidak tertarik pada isu kebohonganmu dalam konferensi pers itu. Kami terbiasa dengan hal semacam itu. Kalian sudah menemukan sebongkah meteorit, dan tidak seorang pun peduli bagaimana kalian menemukannya. Yang menarik perhatiannya adalah penggelapan, uang itu. Dia harus mengetahui siapa petinggi NASA yang melakukan hal itu. Katakan saja kau bekerja sama dengan siapa, setelah itu Senator akan mengalihkan penyelidikan ini menjauh darimu. Kau dapat membuatnya menjadi lebih mudah dengan mengatakan siapa orang kedua tersebut, atau Senator akan membuat masalah ini menjadi lebih buruk lagi dengan membeberkan piranti lunak pendeteksi anomali yang tidak beres dan perbaikannya yang palsu itu."

"Kau menggertak. Tidak ada penggelapan dana."

"Kau pembohong yang payah, Dr. Harper. Aku sudah melihat dokumennya. Namamu ada di seluruh dokumen tersebut dan itu dapat membuktikan kejahatanmu. Lagi dan lagi."

"Aku bersumpah aku tidak tahu apa-apa tentang penggelapan dana itu!"

Gabrielle mendesah kecewa. "Tempatkan dirimu pada posisiku, Dr. Harper. Aku hanya dapat menyimpulkan dua hal di sini. Kau berbohong padaku, seperti kau berbohong dalam konferensi pers. Atau kau mengatakan kebenaran, namun ada orang kuat di lembaga ini yang menjebakmu dan menjadikanmu kambing hitam untuk kepentingannya sendiri."

Gagasan itu tampaknya membuat Harper terdiam sejenak.

Gabrielle melirik jam tangannya. "Tawaran Senator akan dibuka selama satu jam. Kau dapat menyelamatkan dirimu dengan memberinya nama eksekutif NASA yang menggelapkan uang para pembayar pajak bersamamu. Senator tidak peduli padamu. Dia hanya berminat pada tangkapan yang lebih besar. Jelas, orang itu memiliki kekuasaan di sini, di NASA. Dia berhasil menyembunyikan identitasnya dengan lihainya sehingga tidak masuk ke dalam dokumen penyelidikan, dan membiarkanmu menjadi penjahat sendirian."

Harper menggelengkan kepalanya.

"Kau berbohong."

"Kaumau mengatakan itu di depan pengadilan."

"Tentu. Aku akan menyangkal semuanya."

"Di bawah sumpah?" tantang Gabrielle sambil menggerutu dengan nada jijik. "Mungkin kau juga akan menyangkal tentang perbaikan piranti lunak PODS itu?" Jantung Gabrielle berdebar dengan keras ketika dia menatap langsung ke dalam mata lelaki itu. "Pikirkan baik-baik tentang pilihanmu ini, Dr. Harper. Penjara Amerika bisa menjadi tempat yang tidak menyenangkan."

Harper balas melotot, tetapi Gabrielle berkeras untuk menundukkannya. Untuk sesaat Gabrielle seperti melihat kilatan menyerah di balik mata Dr. Harper. Tetapi ketika lelaki itu berbicara, suaranya terdengar keras seperti baja.

"Ms. Ashe," ujarnya dengan kemarahan terpancar dari matanya, "dakwaanmu lemah. Kau dan aku tahu tidak ada penggelapan dana yang terjadi di NASA. Satu-satunya pembohong yang ada di ruangan ini adalah kau."

Gabrielle merasa otot tubuhnya menjadi kaku. Tatapan marah lelaki itu semakin tajam. Gabrielle ingin berpaling dan lari. Kau sedang berusaha menggertak seorang ilmuwan yang kecerdasannya tidak diragukan lagi. Apa yang kauharapkan? Gabrielle memaksakan dirinya untuk tetap tegar. "Yang aku tahu," katanya sambil berpura-pura yakin sekali dan mengabaikan kedudukan lelaki itu. "Aku sudah melihat dokumen-dokumen yang membuktikan keterlibatanmu--bukti yang meyakinkan bahwa kau dan seseorang yang lain, menggelapkan dana NASA Senator hanya memintaku untuk datang ke sini malam ini dan menawarimu pilihan: memberikan nama rekanmu itu atau menghadapi tuduhan itu sendirian. Aku akan mengatakan kepada Senator bahwa kau lebih senang untuk diadili. Kau dapat mengatakan di depan pengadilan apa yang kau katakan padaku--kau tidak menggelapkan uang dan kau juga tidak berbohong tentang piranti lunak PODS." Lalu Gabrielle tersenyum muram. "Tetapi setelah konferensi pers tolol yang kauberikan dua minggu yang lalu, aku meragukannya." Gabrielle kemudian memutar tubuhnya dan berjalan menyeberangi lab PODS yang gelap. Dia bertanya-tanya apakah mungkin dirinyalah yang akan dipenjara, dan bukan Harper.

Gabrielle berjalan dengan kepala terangkat tinggi sambil menunggu Harper memanggilnya kembali. Tidak ada suara. Dia melanjutkan langkahnya dan mendorong pintu besi dan berjalan menuju koridor sambil berharap lift di sini tidak harus menggunakan kunci kartu seperti yang ada di lobi. Dia tersesat. Walau dia sudah berusaha sebaik mungkin, Harper tidak memakan umpannya. Mungkin saja dia berkata jujur dalam konferensi pers PODS itu, pikir Gabrielle.

Terdengar suara keras menggema di dalam koridor ketika pintu-pintu metal itu terbuka lebar di belakang Gabrielle.

"Ms. Ashe," Harper berseru. "Aku bersumpah, aku tidak tahu apa-apa tentang penggelapan dana itu. Aku orang jujur!"

Gabrielle merasa jantungnya berhenti. Dia memaksakan dirinya untuk terus berjalan. Dia mengangkat bahunya seakan tidak peduli dan menjawab sambil berseru tanpa memalingkan wajahnya. "Tetapi kau berbohong dalam konferensi pers ketika itu."

Tidak ada jawaban. Gabrielle masih terus melangkah.

"Tunggu!" Harper berteriak. Dia kemudian berlari mengejar Gabrielle. Wajahnya terlihat pucat. "Tentang penggelapan dana itu," katanya sambil merendahkan suaranya. "Kupikir aku tahu siapa yang menjebakku."

Gabrielle menghentikan langkahnya sambil bertanya-tanya, apakah dia tidak salah dengar. Dia lalu membalikkan tubuhnya selambat mungkin. "Kau berharap aku percaya kepadamu kalau ada orang yang mau menjebakmu?"

Harper mendesah. "Aku bersumpah aku tidak tahu apa-apa tentang penggelapan dana itu. Tetapi jika ada bukti yang memberatkanku ...."

"Ada setumpuk."

Harper mendesah lagi. "Kalau begitu, semuanya memang telah direncanakan. Untuk menodai nama baikku jika diperlukan. Dan hanya ada satu orang yang dapat melakukan itu."

"Siapa?"

Harper menatap Gabrielle lurus ke matanya. "Lawrence Ekstrom membenciku."

Gabrielle terpaku. "Administrator NASA?"

Harper mengangguk muram. "Dialah yang memaksaku untuk berbohong dalam konferensi pers ketika itu."

88

WALAUPUN MENGGUNAKAN pesawat Aurora yang memiliki sistem misted-methane propulsion dan menggunakan kemampuannya itu hanya separuhnya saja, Delta Force melesat menembus malam dengan kecepatan tiga kali kecepatan suara-- lebih dari dua ribu mil per jam. Denyut yang berulang dari Pulse Detonation Wave Engines di belakang mereka memberikan irama yang menghipnotis. Seratus kaki di bawah mereka, lautan bergolak liar, tersapu gelombang angin dari vakum pesawat Aurora yang mengakibatkan deburan ombak tertarik ke atas setinggi lima puluh kaki dalam garis-garis pararel di belakang pesawat.

Inilah alasan kenapa SR-71 Blackbird dipensiunkan, pikir Delta-One.

Aurora adalah salah satu dari beberapa pesawat rahasia yang keberadaannya seharusnya tidak boleh diketahui, tetapi ternyata semua orang sudah tahu. Bahkan saluran televisi Discovery pernah menyiarkan berita mengenai Aurora dan pengujiannya di Danau Groom di Nevada. Apakah kebocoran informasi keamanan itu terjadi karena suara "getaran di udara" terus-menerus yang terdengar hingga ke Los Angeles, atau seorang saksi yang secara tidak sengaja melihatnya di sebuah pengeboran minyak di Laut Utara, atau kesalahan pengelolaan sehingga membuat penjelasan tentang Aurora tertera dalam salinan anggaran Pentagon yang terbuka untuk umum, tidak seorang pun yang pernah mengetahuinya. Itu tidak terlalu penting. Rahasia itu sudah terungkap: Militer AS memiliki sebuah pesawat yang mampu terbang dengan kecepatan 6 mach, dan pesawat itu tidak lagi hanya berada di atas papan gambar. Pesawat itu sudah melayang di udara.

Dibuat oleh Lockheed, pesawat Aurora berbentuk seperti bola futbal yang dipipihkan. Panjangnya 110 kaki, lebarnya enam puluh kaki, bagian luarnya yang halus dilapisi keramik crystaline patina tahan panas yang serupa dengan pesawat ulang-alik angkasa luar. Kecepatannya merupakan hasil dari sistem mesin jet baru yang unik yang dikenal dengan nama Pulse Detonation Wave Engine yang membakar hidrogen cair murni seperti kabut dan meninggalkan jejak partikel gas yang terlihat jelas di langit. Karena alasan inilah pesawat ini hanya diterbangkan pada malam hari.

Malam ini, dengan kemewahan berupa kecepatan luar biasa, Delta Force melakukan perjalanan pulang yang jauh, menyeberangi lautan lepas. Mereka bahkan mendahului kecepatan pesawat yang ditumpangi buruan mereka. Dengan kecepatan seperti itu, Delta Force akan tiba di Pantai Timur dalam waktu kurang dari satu jam, tepat dua jam sebelum mangsa-mangsanya tiba. Di dalam pesawat, mereka berdiskusi dengan sang pengendali mengenai pelacakan dan penembakan pesawat yang bersangkutan, tetapi atasan mereka khawatir radar akan menangkap peristiwa itu atau reruntuhan pesawat tersebut akan mengakibatkan munculnya penyelidikan besar-besaran. Akhirnya sang pengendali memutuskan, yang terbaik adalah membiarkan pesawat itu mendarat seperti yang dijadwalkan. Begitu mereka tahu dengan pasti di mana mangsa mereka itu akan mendarat, Delta Force akan bergerak.

Sekarang, ketika Aurora melesat di atas Laut Labrador yang terpencil, mesin CrypTalk milik Delta-One menunjukkan adanya panggilan masuk. Dia menjawabnya.

"Keadaan berubah," kata suara robot itu memberi tahu mereka. "Kalian memiliki sasaran lain sebelum Rachel Sexton dan dua orang ilmuwan itu mendarat."

Sasaran lain. Delta-One dapat merasakannya. Semuanya mulai terungkap. Telah ada kebocoran lagi di kapal sang pengendali, dan sang pengendali membutuhkan mereka untuk segera menambalnya secepat mungkin. Kapal itu tidak mungkin bocor, Delta-One mengingatkan dirinya, jika kami berhasil membunuh sasaran kami dengan sukses di Milne Ice Shelf. Delta-One tahu dengan pasti dirinya sedang membereskan kekacauan yang dibuatnya sendiri.

"Satu orang lagi telah terlibat," kata sang pengendali.

"Siapa?"

Sang pengendali terdiam sebentar, lalu dia memberikan sebuah nama.

Ketiga lelaki itu saling berpandangan dengan heran. Mereka sangat mengenal nama itu.

Tidak heran sang pengendali terdengar enggan menyebutkannya! pilar Delta-One. Untuk sebuah operasi yang dirancang sebagai operasi "tanpa-korban", jumlah dan profil sasaran yang harus dibunuh dalam operasi ini menanjak dengan cepat. Dia merasa syaraf-syarafnya menegang ketika sang pengendali bersiap untuk memberi tahu mereka bagaimana dan di mana mereka harus menghabisi sasaran baru mereka itu dengan tepat.

"Risiko telah meningkat dengan tajam," kata sang pengendali. "Dengarkan baik-baik. Aku hanya akan memberi kalian instruksi ini satu kali saja."

89

TINGGI DI atas kawasan utara Maine, sebuah pesawat jet G4 terus melesat cepat ke arah Washington.Di dalamnya, Michael Tolland, dan Corky Marlinson sedang menatap Rachel Sexton ketika dia menjelaskan teorinya kenapa dapat terjadi peningkatan ion hidrogen pada kulit fusi meteorit tersebut.

"NASA memiliki fasilitas pengujian pribadi yang mereka sebut Plum Brook Station," jelas Rachel. Dirinya hampir tidak percaya ketika membicarakan tentang hal ini. Berbagi informasi rahasia di luar protokol merupakan hal yang belum pernah dilakukannya, tetapi karena mempertimbangkan keadaan saat itu, Tolland dan Corky memiliki hak untuk mengetahuinya juga. "Plum Brook sebenarnya adalah ruangan pengujian untuk menguji sistem mesin baru NASA yang paling radikal. Dua tahun yang lalu, aku menulis sebuah ringkasan mengenai rancangan baru yang diuji NASA di sana--sesuatu yang mereka sebut sebagai Expander Cycle Engine."

Corky menatapnya dengan curiga. "Mesin seperti itu baru berada di tingkat teori. Di atas kertas. Sebenarnya belum ada yang mengujinya. Itu masih berpuluh-puluh tahun yang akan datang."

Rachel menggelengkan kepalanya. "Maaf, Corky. NASA sudah memiliki prototipenya. Mereka sedang mengujinya."

"Apa?" Corky tampak meragukan perkataan Rachel. "ECE bekerja dengan menggunakan hidrogen-oksigen cair yang akan membeku saat di luar angkasa sehingga mesin tersebut tidak ada gunanya bagi NASA. Mereka bahkan berkata tidak mau berusaha membuat ECE sampai mereka berhasil mengatasi masalah bahan bakar yang membeku ltu.

"Mereka telah berhasil mengatasinya. Mereka tidak menggunakan oksigen dan kembali ke campuran 'hidrogen cair,' semacam bahan bakar cryogenic yang terdiri atas hidrogen murni dalam keadaan setengah beku. Bahan bakar tersebut sangat bertenaga dan sangat bersih pembakarannya. Ini juga merupakan saingan berat untuk sistem mesin jet jika NASA menjalankan misi ke Mars."

Corky tampak kagum. "Ini tidak benar."

"Ini pasti benar," sahut Rachel. "Aku menulis ringkasan mengenai hal itu kepada Presiden. Pickering sangat marah karena NASA ingin memublikasikan bahan bakar hidrogen cair itu sebagai sebuah keberhasilan besar, sementara dia ingin Gedung Putih memaksa NASA agar merahasiakan bahan bakar tersebut."

"Kenapa?"

"Tidak penting," sahut Rachel pendek karena dia tidak berniat untuk membuka rahasia telalu banyak. Sebenarnya keinginan Pickering untuk merahasiakan bahan bakar hidrogen cair itu adalah untuk mengatasi meningkatnya keprihatinan mengenai keamanan nasional yang hanya diketahui segelintir orang saja--peringatan akan kemajuan teknologi Cina. Akhir-akhir ini, Cina mengembangkan landasan peluncuran yang sangat hebat "untuk disewakan." Landasan ini disewakan kepada penawar tertinggi, dan calon-calonnya pada umumnya adalah musuh-musuh AS. Dampaknya pada keamanan AS akan sangat merugikan. Untungnya, NRO tahu Cina sedang mengejar model mesin jet dari bahan bakar yang tidak bagus, dan Pickering tidak melihat alasan untuk memberi tahu mereka mengenai mesin jet NASA dari bahan bakar hidrogen cair yang lebih menjanjikan.

"Jadi," kata Tolland dengan ekspresi cemas, "maksudmu NASA memiliki mesin jet dengan sistem pembakaran murni yang menggunakan hidrogen murni?"

Rachel mengangguk. "Aku tidak tahu berapa angkanya, tetapi temperatur yang dikeluarkan dari mesin ini beberapa kali lipat lebih panas daripada mesin lainnya yang pernah dikembangkan. Hal ini membuat NASA mengembangkan semua jenis tabung pipa yang baru." Rachel terdiam sebentar, lalu berkata, "Sebongkah batu besar yang ditempatkan di belakang mesin berbahan bakar hidrogen cair akan terkena panas dari semburan api yang kaya hidrogen yang keluar dari pipa pembuangan dengan temperatur yang melebihi mesin apa pun. Kau akan mendapatkan kulit fusi yang sempurna."

"Yang benar saja!" kata Corky. "Apakah kita kembali ke skenario meteorit palsu lagi?"

Tolland tiba-tiba terlihat terpancing. "Sebenarnya, itu sebuah gagasan yang hebat. Kurang-lebih, seseorang dapat menempatkan sebongkah batu di bawah landasan peluncuran ketika sebuah pesawat ulang alik akan tinggal landas."

"Tuhan, selamatkan aku," gerutu Corky. "Aku sedang naik pesawat bersama para idiot."

"Corky," kata Tolland. "Secara hipotesis, sebongkah batu yang ditempatkan di dekat pipa pembuangan akan menghasilkan pembakaran yang serupa dengan batu yang jatuh melewati atmosfer, bukan? Kau akan memiliki bekas-bekas goresan yang sama di atas permukaan batu yang meleleh tersebut."

Corky menggerutu. "Kukira begitu."

"Dan bahan bakar hidrogen dengan pembakaran murni seperti yang tadi dijelaskan Rachel tidak akan meninggalkan sisa pembakaran. Hanya ada hidrogen. Tingkat ion hidrogen yang meningkat di kulit fusinya adalah hasilnya."

Corky memutar bola matanya. "Begini, jika salah satu dari mesin ECE itu memang ada dan bekerja dengan bahan bakar hidrogen cair, kukira apa yang kaukatakan itu mungkin saja. Tetapi tetap saja terlalu berlebihan."

"Kenapa?" tanya Tolland. "Prosesnya terlihat cukup mudah."

Rachel mengangguk. "Yang kau butuhkan adalah batu yang mengandung fosil dan berusia 190 tahun. Bakar batu itu di bawah pipa pengeluaran api dari mesin berbahan bakar hidrogen cair, dan kuburkan di dalam es. Jadilah meteorit instan."

"Bagi para wisatawan, mungkin," kata Corky, "tetapi tidak bagi ilmuwan-ilmuwan NASA! Kau masih belum bisa menjelaskan tentang chondrules?

Rachel berusaha untuk mengingat penjelasan Corky tentang bagaimana gelembung-gelembung kecil itu terjadi. "Kau bilang chondrules disebabkan oleh pemanasan dan pendinginan yang terjadi secara cepat di ruang angkasa, bukan?"

Corky mendesah. ''Chondrules terbentuk ketika sebuah batu yang bersuhu dingin karena sudah lama melayang-layang di luar angkasa, tiba-tiba dipanaskan hingga dalam keadaan setengah meleleh--sekitar 1.550 derajat Celsius. Kemudian batu itu harus menjadi dingin lagi dengan sangat cepat, sehingga mengeraskan kantung-kantung cairan di dalamnya dan menjadi chondrules."

Tolland mengamati temannya. "Dan proses itu tidak dapat berlangsung di bumi?"

"Tidak mungkin," kata Corky. "Planet ini tidak memiliki perbedaan temperatur yang cukup untuk berubah secepat dan se-ekstrem itu. Kau membicarakan tentang pemanasan nuklir dan ruangan bersuhu nol derajat. Hal ekstrem seperti itu tidak bisa terjadi di bumi."

Rachel mempertimbangkannya. "Setidaknya tidak secara alami."

Corky berpaling. "Apa maksudmu?"

"Kenapa pemanasan dan pendinginan itu tidak dapat terjadi di sini, di bumi secara buatan?" tanya Rachel. "Batu itu bisa saja dipanaskan dengan mesin berbahan bakar hidrogen cair dan kemudian langsung didinginkan dengan pendingin cryogenic."

Corky menatap dengan pandangan tidak percaya. "Chondrules buatan?"

"Itu gagasan saja."

"Gagasan yang menggelikan," sahut Corky sambil mengayunkan sampel meteorit itu di muka mereka. "Mungkin kau lupa? Tidak diragukan lagi, chondrules ini berusia 190 juta tahun." Nada bicaranya menjadi merendahkan. "Setahuku, Ms. Sexton, 190 tahun yang lalu tidak seorang pun memiliki mesin berbahan bakar hidrogen cair dan pendingin cryogenic."

CHONDRULES ATAU bukan, pikir Tolland, bukti-bukti mulai menumpuk. Dia telah berdiam diri selama beberapa menit sekarang, dan merasa sangat cemas ketika mendengar uraian terbaru Rachel mengenai kulit fusi. Hipotesisnya, walau sangat polos, telah membuka banyak pintu kemungkinan baru dan membuat Tolland berpikir dari arah yang berbeda. Jika kulit fusi itu dapat dijelaskan ... kemungkinan apa lagi yang mungkin ada?

"Kau diam saja," kata Rachel yang duduk di sampingnya

Tolland melirik sekilas. Untuk sesaat, di balik sinar remang-remang di dalam pesawat ini, dia dapat melihat kelembutan dalam mata Rachel yang mengingatkannya akan Celia. Setelah mengusir kenangannya, dia mendesah letih. "Oh, aku hanya berpikir ...."

Rachel tersenyum. "Tentang meteorit?"

"Apa lagi?"

"Meneliti semua bukti, dan berusaha membayangkan apa yang masih tersisa?"

"Semacam itulah."

"Ada gagasan lain?"

"Tidak terlalu. Aku bingung ketika mengetahui berapa banyak data yang ternyata tidak akurat begitu kita tahu bahwa meteorit itu disisipkan di dalam lapisan es."

"Bukti hirarkis seperti rumah yang terbuat dari kartu remi," kata Rachel. "Tarik asumsi pertamamu, dan segalanya akan goyah. Lokasi meteorit itu ditemukan adalah asumsi awal."

Aku tahu. "Ketika aku tiba di Milne, Administrator Ekstrom berkata padaku bahwa meteorit itu telah ditemukan di dalam matriks es murni berusia tiga ratus tahun dan lebih padat daripada batu mana pun dari luar angkasa."

"Dia mengatakannya kepadamu dan kita semua."

"Kandungan nikel yang dimiliki batu itu, walau agak meyakinkan, tampaknya tidak cukup baik."

"Tetapi mendekati" kata Corky yang duduk di dekat mereka. Tampaknya dia juga mendengarkan percakapan mereka.

"Tetapi tidak tepat."

Corky mengakui dengan anggukan enggan.

"Dan," kata Tolland, "mengenai spesies serangga luar angkasa yang belum pernah terlihat ini, walau sangat mengejutkan dan aneh, dalam kenyataannya mungkin saja tidak lebih dari hewan berkulit keras dari dasar laut."

Rachel mengangguk. "Dan sekarang lapisan kulit fusi ...."

"Aku benci mengatakannya," kata Tolland sambil menatap Corky, "tetapi mulai terasa lebih banyak bukti negatif daripada bukti positifnya."

"Ilmu pengetahuan bukan tentang firasat," kata Corky. "Ilmu pengetahuan adalah tentang bukti. Chondrules di dalam batu itu membuat batu itu dapat dipastikan sebagai meteorit. Aku setuju dengan kalian berdua, semua yang sudah kita lihat ini sangat membingungkan, tetapi kita tidak dapat mengabaikan chondrules yang terdapat di batu ini. Bukti yang mendukung sangat meyakinkan, sementara bukti yang menentang masih tergantung pada keadaan."

Wajah Rachel mengerut. "Jadi sampai di mana kesimpulan kita sekarang?"

"Tidak di mana pun," kata Corky. "Bukti chondrules yang kita bicarakan ini membuktikan kalau batu ini adalah meteorit. Satu-satunya pertanyaan adalah kenapa orang menyimpannya di bawah es."

Tolland ingin memercayai kata-kata temannya yang terdengar masuk akal itu, tetapi ada yang salah.

"Kau tidak tampak yakin, Mike," tanya Corky.

Tolland mendesah dengan bingung pada temannya. "Aku tidak tahu. Dua dari tiga bukti memang tidak buruk, Corky. Tetapi sekarang yang tersisa hanya satu dari tiga bukti. Aku hanya merasa kita melewatkan sesuatu."

90

TERBONGKARLAH AKU, pikir Chris Harper. Tubuhnya tiba-tiba merinding ketika dia membayangkan sel penjara di Amerika. Senator Sexton tahu aku berbohong tentang piranti lunak PODS.

Ketika manajer bagian PODS itu mengajak Gabrielle Ashe kembali ke kantornya, lalu menutup pintunya, dia merasa kebenciannya kepada administrator NASA menjadi semakin mendalam dalam sekejap. Malam ini Harper mengetahui betapa kejinya kebohongan sang administrator. Sebagai tambahan dari perintahnya kepada Harper untuk berbohong tentang perbaikan piranti lunak PODS, sang dministrator tampaknya juga telah menjebaknya sebagai jaminan kalau-kalau Harper menjadi takut dan memutuskan untuk tidak ikut bermain.

Bukti penggelapan dana, pikir Harper. Pemerasan. Sangat licik. Lagi pula, siapa yang akan memercayai seorang penggelap dana yang mencoba untuk menodai momen kejayaan terbesar dalam sejarah ruang angkasa Amerika? Harper sudah melihat bagaimana Administrator NASA akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan badan antariksa Amerika itu, dan sekarang dengan pengumuman mengenai meteorit yang mengandung fosil, semakin banyak yang dipertaruhkan di sini.

Harper berjalan hilir-mudik selama beberapa detik di sekitar meja lebar di ruang kerjanya di mana di atasnya terdapat model satelit PODS yang berbentuk prisma berbentuk silinder dengan banyak antena dan lensa di belakang cangkang reflektifnya. Sementara itu Gabrielle duduk. Mata hitamnya menatap, dan menunggu. Rasa mual yang sekarang dirasakan Harper mengingatkannya kembali pada apa yang dia rasakan saat konferensi pers yang buruk itu. Dia telah menampiikan pertunjukan yang buruk malam itu, dan semua orang bertanya padanya tentang hal tersebut. Dia harus berbohong lagi dengan berkata dia merasa tidak enak badan dan tidak seperti biasanya malam itu. Para koleganya dan para wartawan tampak tidak peduli dengan penampilannya yang tidak bersemangat itu dan segera melupakannya.

Sekarang kebohongan itu kembali menghantui dirinya.

Air muka Gabrielle Ashe melembut. "Mr. Harper, dengan sang administrator sebagai musuhmu, kau harus memiliki sekutu yang kuat. Senator Sexton bisa jadi satu-satunya sekutumu pada saat ini. Mari kita mulai dengan kebohongan perbaikan piranti lunak PODS. Ceritakan apa yang sesungguhnya terjadi."

Harper mendesah. Dia tahu inilah waktunya untuk menceritakan yang sesungguhnya. Aku seharusnya sudah sejak awal mengatakan yang sebenarnya! "Peluncuran PODS berlangsung lancar," Harper memulainya. "Satelit itu menempati orbit di atas kutub dengan sempurna seperti yang direncanakan."

Gabrielle Ashe tampak bosan. Dia sudah tahu semuanya itu. "Lanjutkan."

"Kemudian muncullah masalah itu. Ketika kami bersiap untuk mulai mengamati es dan mencari anomali kepadatannya, piranti lunak pendeteksi anomali yang terpasang di satelit itu tidak dapat bekerja."

"Lalu ...."

Sekarang Harper berbicara dengan lebih cepat. "Piranti lunak itu seharusnya dapat memeriksa data seluas ribuan ekar dengan cepat dan menemukan bagian-bagian es yang kepadatannya tidak seperti seharusnya. Tugas utama piranti lunak tersebut adalah untuk mencari daratan es yang lunak--indikator terjadinya pemanasan global--tetapi jika bertemu dengan area dengan kepadatan yang ganjil, piranti lunak itu juga diprogram untuk mengenalinya. Rencananya adalah PODS mengamati Lingkar Kutub Utara selama beberapa minggu dan mengenali seluruh anomali yang dapat kami gunakan untuk mengukur pemanasan global."

"Tetapi tanpa piranti lunak yang berfungsi," sela Gabrielle, "PODS tidak ada gunanya. NASA harus memeriksa gambar-gambar dari setiap inci persegi Arktika secara manual untuk mencari daerah-daerah yang bermasalah."

Harper mengangguk. Mimpi buruk tentang kesalahan programnya serasa hidup kembali. "Cara seperti itu akan membutuhkan waktu puluhan tahun. Keadaannya sangat kacau. Karena satu kesalahan dalam pemrograman, PODS menjadi betul-betul tidak ada gunanya. Dengan pemilihan presiden yang akan segera tiba dan Senator Sexton menjadi sangat kritis pada NASA ...." Dia mendesah.

"Kesalahanmu merusak nama Presiden dan NASA."

"Waktunya memang benar-benar buruk. Administrator sangat marah. Aku berjanji padanya, aku dapat memperbaiki masalah itu pada misi peluncuran pesawat ulang-alik yang berikutnya. Ini hanya tinggal menukar keping yang mengendalikan sistem piranti lunak PODS . Tetapi sudah terlambat. Dia menyuruhku cuti di rumah, tetapi arti sebenarnya adalah aku dipecat. Itu terjadi sebulan yang lalu."

"Tetapi kau muncul kembali di televisi dua minggu yang lalu untuk mengumumkan bahwa kau sudah memperbaikinya."

Harper menjadi lesu. "Kesalahan yang mengerikan. Pada hari itu Administrator meneleponku dengan putus asa. Dia berkata kepadaku ada sesuatu yang terjadi, dan ini adalah satu-satunya kesempatan untuk menebus kesalahanku sendiri. Aku segera datang ke kantor dan bertemu dengannya. Dia memintaku untuk mengadakan konferensi pers dan mengatakan kepada semua orang bahwa aku telah memperbaiki piranti lunak PODS sehingga piranti lunak tersebut dapat mengirimkan data dalam beberapa minggu kemudian. Administrator lalu berkata, dia akan menjelaskan padaku kemudian."

"Dan kau setuju."

"Tidak, aku menolak! Tetapi satu jam kemudian, Administrator kembali ke kantorku ... bersama penasihat senior Gedung Putih!"

"Apa!" Gabrielle tampak terpaku mendengarnya. "Marjorie Tench?"

Makhluk yang mengerikan, kata Harper dalam hati. "Dia dan Administrator menyuruhku duduk dan mengatakan kesalahanku itu telah membuat NASA dan Presiden berada di tepi jurang kehancuran. Ms. Tench mengatakan padaku tentang rencana Senator untuk memprivatisasi NASA. Dia juga mengatakan padaku bahwa aku berutang kepada Presiden dan lembaga ruang angkasa ini untuk membereskan semuanya. Lalu perempuan itu mengatakan padaku bagaimana caranya."

Gabrielle mencondongkan tubuhnya ke depan. "Lanjutkan."

"Marjorie Tench memberitahuku bahwa Gedung Putih, karena nasib baik, telah menemukan bukti geologis yang kuat, berupa meteorit besar yang tertanam di Milne Ice Shelf. Salah satu yang terbesar yang pernah ditemukan. Sebuah meteorit sebesar itu akan dapat menjadi penemuan luar biasa bagi NASA."

Gabrielle tampak bingung. "Tahan dulu. jadi maksudmu seseorang sudah mengetahui ada meteorit di sana sebelum PODS menemukannya?"

"Ya. PODS tidak melakukan apa-apa dalam penemuan tersebut. Administrator sudah tahu meteorit itu ada. Dia hanya memberiku koordinat-koordinatnya dan memintaku untuk mengatur kembali kedudukan PODS di atas lapisan es dan berpura-pura PODS telah menemukannya."

"Kau bercanda."

"Begitulah reaksiku ketika mereka memintaku untuk ikut serta dalam rencana pura-pura itu. Mereka menolak mengatakan padaku bagaimana mereka dapat menemukan meteorit itu di situ, tetapi Ms. Tench berkeras hal itu tidak penting dan cara itu adalah cara terbaik untuk menyelamatkan kekacauan piranti lunak PODS yang sudah aku buat. Kalau aku berpura-pura satelit PODS berhasil menemukan meteorit itu, maka NASA dapat memuji PODS sebagai satelit yang penting bagi keberhasilan NASA dan mendongkrak popularitas Presiden sebelum pemilihan."

Gabrielle sangat terheran-heran. "Dan tentu saja kau tidak dapat mengatakan bahwa PODS benar-benar dapat mendeteksi sebuah meteorit kecuali kau mengumumkan bahwa piranti lunak pendeteksi anomali PODS sudah dapat bekerja lagi."

Harper mengangguk. "Itulah sebabnya kenapa terjadi kebohongan dalam konferensi pers tersebut. Aku dipaksa melakukannya. Tench dan Administrator memang orang yang kejam. Mereka mengingatkanku betapa aku telah mengecewakan semua orang--Presiden telah mendanai proyek PODS-ku, NASA telah membuang waktu bertahun-tahun untuk proyek itu, dan sekarang aku merusak segalanya dengan kesalahan program."

"Jadi, kau setuju untuk membantu mereka."

"Aku tidak punya pilihan lain. Karierku betul-betul hancur jika aku tidak melakukannya. Dan kenyataannya adalah jika aku tidak mengutak-atik piranti lunak itu, PODS juga akan menemukan meteorit tersebut sendiri nantinya. Jadi, kebohongan tersebut pada saat itu terlihat kecil. Aku mencoba membenarkan apa yang kulakukan dengan mengatakan pada diriku sendiri bahwa piranti lunak itu memang akan diperbaiki dalam beberapa bulan saat ada pesawat ulang-alik pergi ke sana, jadi aku hanya mengumumkan perbaikan itu lebih awal."

Gabrielle bersiul. "Sebuah kebohongan kecil untuk mengambil keuntungan dari sebuah kesempatan yang amat besar."

Harper merasa tidak senang membicarakan hal ini. "Jadi ... aku melakukannya. Dengan mengikuti perintah Administrator, aku mengadakan konferensi pers dan mengumumkan bahwa aku telah memperbaiki piranti lunak pendeteksi anomali, lalu aku menunggu beberapa hari dan kemudian aku mengatur-ulang posisi PODS di atas koordinat meteorit yang diberitahukan oleh Administrator. Setelah itu, sesuai dengan rantai perintah, aku menelepon direktur EOS, dan melaporkan bahwa PODS telah menemukan anomali dalam kepadatan di Milne Ice Shelf. Aku kemudian memberikan koordinatnya dan mengatakan padanya bahwa anomali tersebut tampak cukup padat seperti sebuah meteorit. Dengan sangat gembira, NASA mengirimkan sebuah regu ke Milne untuk mengebor inti meteorit. Sejak saat itulah proyek tersebut menjadi kegiatan yang sangat rahasia."

"Jadi, kau tidak tahu meteorit itu memiliki fosil hingga malam ini?"

"Tidak ada satu pun orang di sini yang mengetahuinya. Kami semua sangat terkejut. Sekarang semua orang di sini menyebutku sebagai pahlawan karena berhasil menemukan bukti kehidupan dari makhluk hidup di ruang angkasa, dan aku tidak tahu apa yang harus kukatakan."

Gabrielle terdiam lama sambil mengamati Harper dengan mata hitamnya yang tajam. "Tetapi jika PODS tidak menemukan meteorit itu di dalam es, bagaimana Administrator tahu bahwa meteorit itu ada di bawah sana?"

"Seseorang menemukannya lebih dulu."

"Orang lain? Siapa?"

Harper mendesah. "Seorang ahli geologi Kanada bernama Charles Brophy Dia adalah seorang peneliti di Pulau Ellesmere. Tampaknya dia sedang melakukan pengujian es secara geologis di Milne Ice Shelf ketika dia secara kebetulan menemukan apa yang tampak seperti meteorit besar di dalam es. Dia mengirimkan kabar melalui radionya, dan NASA kebetulan menangkap transmisinya."

Gabrielle menatapnya dengan bingung. "Tetapi kok orang Kanada ini tidak marah ketika NASA yang mendapat pujian dari penemuan itu?"

"Tidak," sahut Harper sambil merasa merinding. "Kebetulan, lelaki itu mati."

91

MICHAEL TOLLAND menutup matanya dan mendengarkan deru mesin jet G4 yang meraung-raung di dekatnya. Dia sudah menyerah untuk memikirkan meteorit itu hingga mereka tiba di Washington nanti. Menurut Corky, chondrules tersebut adalah bukti yang sangat kuat sehingga batu di Milne Ice Shelf pastilah sebuah meteorit. Sementara itu, Rachel berharap memiliki jawaban yang pasti bagi William Pickering ketika mereka mendarat, tetapi berbagai percobaan dalam pikirannya telah tiba pada jalan buntu karena dihadang chondrules tersebut. Walau bukti pendukung meteorit tersebut mencurigakan, tetapi meteorit itu sendiri tampak asli.

Sejauh ini itulah yang terjadi.

Rachel terlihat masih gemetar karena traumanya saat di lautan tadi. Namun, Tolland kagum pada kemampuan Rachel untuk cepat pulih. Sekarang dia tampak dapat memusatkan perhatiannya pada masalah yang ada di hadapannya--berusaha menemukan jalan untuk mengumpulkan data-data yang dapat menentang atau mendukung keabsahan meteorit tersebut, dan mencoba mengetahui siapa yang telah berusaha membunuh mereka.

Hampir di sepanjang penerbangan itu, Tolland duduk di samping Rachel. Dia senang berbicara dengan Rachel, walau di tengah-tengah keadaan yang sulit ini. Beberapa menit yang lalu, Rachel pergi ke kamar mandi, dan sekarang Tolland merasa heran kepada dirinya sendiri karena dia sudah merasa kehilangan. Dia bertanya-tanya sejak kapan dia merasakan kerinduan akan kehadiran seorang perempuan--seorang perempuan selain Celia.

"Mr. Tolland?"

Tolland mendongak.

Pilot itu melongokkan kepalanya ke kabin. "Kau tadi memintaku untuk memberi tahu kalau kita sudah berada dalam jangkauan telepon kapalmu? Aku dapat menghubungkannya jika kau mau."

"Terima kasih." Tolland berjalan di gang dalam kabin untuk menuju ke kokpit.

Di dalam kokpit, Tolland menghubungi anak buahnya. Dia ingin memberi tahu mereka bahwa dia tidak akan kembali ke kapal selama satu atau dua hari. Tentu saja dia tidak berniat untuk mengatakan masalah apa yang sedang dihadapinya.

Telepon itu berdering beberapa kali, dan Tolland heran ketika dijawab oleh sistem komunikasi SHINCOM 2100 di kapalnya. Salam yang terdengar bukanlah salam dengan nada profesional yang biasa terdengar, melainkan suara cempreng dari salah satu awak kapal Tolland yang senang melucu.

"Ahoy, ahoy, ini kapal Goya" suara itu mengumumkan. "Maaf, sekarang tidak ada orang di kapal karena kami sudah diculik oleh seekor serangga raksasa! Sebenarnya, kami merapat sebentar ke daratan untuk merayakan malam istimewa untuk Mike. Wah, kami bangga sekali! Kau dapat meninggalkan pesan dan nomor teleponmu. Kami mungkin akan kembali besok ketika kami sudah tidak mabuk lagi. Ciao!

Hidup ET!"

Tolland tertawa, dan merasa rindu pada anak buahnya. Jelas mereka telah menyaksikan konferensi pers tersebut. Dia senang mereka merapat ke daratan karena dia telah meninggalkan mereka dengan tiba-tiba ketika President memanggilnya, dan sungguh gila membiarkan mereka duduk berpangku tangan di laut. Walau pesan tadi mengatakan semua orang mendarat, Tolland menduga mereka tidak mungkin meninggalkan kapal tanpa pengawasan, terutama ketika terjadi arus kuat di tempat mereka membuang jangkar saat ini.

Tolland menekan kode nomor untuk mendengarkan pesan-pesan yang ditinggalkan baginya. Saluran itu berbunyi "bip" satu kali. Satu pesan. Suara yang terdengar masih sama, suara cempreng dari salah satu anak buah kapalnya.

"Hai Mike, pertunjukan hebat! Jika kau sedang mendengarkan ini, mungkin kau mendengarkannya sambil berpesta di Gedung Putih yang mewah dan bertanya-tanya ke mana kami semua. Maaf, kami meninggalkan kapal, Kawan, karena malam ini bukanlah perayaan biasa. Jangan khawatir, kami menambatkannya dengan sangat baik dan juga sudah menyalakan lampu beranda. Diam-diam kami berharap kapal kita ini dirampok sehingga NBC mau membelikan kapal baru! Aku hanya bercanda, Kawan. Jangan khawatir, Xavia mau tinggal dan menjaga kapal. Katanya dia lebih suka sendirian daripada berpesta dengan para nelayan mabuk? Kaupercaya itu?"

Tolland tertawa, dan merasa lega ketika mendengar ada seseorang yang menjaga kapal mereka. Xavia adalah seorang perempuan yang bertanggung jawab, dan jelas bukan tipe orang yang suka berpesta. Sebagai seorang ahli geologi kelautan yang terhormat, Xavia terkenal suka mengucapkan apa yang ada di hatinya dengan jujur.

"Ngomong-ngomong, Mike," pesan itu berlanjut, "malam ini hebat sekali. Kau pasti merasa bangga menjadi seorang ilmuwan, bukan? Semua orang berkata betapa penemuan ini sangat berguna bagi NASA. Menurutku persetan dengan NASA! Ini lebih baik bagi kita! Peringkat Amazing Sea pasti naik jutaan angka malam ini. Kaulah bintangnya, Kawan. Bintang yang sebenarnya. Selamat. Kerja yang hebat."

Selanjutnya terdengar suara berbisik di dalam saluran itu, kemudian suara itu kembali. "Oh ya, tentang Xavia, supaya kau tidak terlalu besar kepala, ya? Dia ingin mengomelimu tentang sesuatu. Ini dia."

Suara Xavia yang tajam seperti silet terdengar dari mesin itu. "Mike, ini Xavia, kau seorang dewa bla ... bla .... Dan karena aku sangat mencintaimu, aku mau saja menjaga kapal kunomu yang sudah bobrok ini. Terus terang, senang juga aku bisa menjauh dari sekelompok buaya yang kau sebut ilmuwan ini. Selain menjaga kapal, para anak buah kapal memintaku, dalam kapasitasku sebagai seorang perempuan yang pintar, untuk melakukan apa saja agar kau tidak menjadi orang sombong yang menyebalkan, yang menurutku agak sulit juga setelah apa yang terjadi malam ini, tetapi aku akan menjadi orang pertama yang berkata kepadamu bahwa kau telah membuat kesalahan dalam film dokumentermu. Ya, kau dengar aku. Kebocoran otak yang jarang terjadi pada Michael Tolland. Jangan khawatir, hanya ada tiga orang yang tahu akan hal itu, dan mereka semua adalah ahli geologi kelautan pencemas yang tidak memiliki rasa humor. Persis seperti aku. Tetapi kautahu sendiri apa yang orang-orang katakan tentang para ahli geologi seperti kita ini--selalu saja mencari kesalahan!" Xavia tertawa. "Tetapi, tidak apa-apa kok. Ini hanya hal kecil tentang petrologi meteorit. Aku hanya menyebutkannya untuk merusak malammu saja. Kau mungkin akan mendapat telepon satu atau dua kali tentang hal itu. Karena itulah aku memberitahumu terlebih dahulu sehingga kau tidak akan terlihat seperti orang bodoh seperti yang sudah kita semua ketahui." Dia tertawa lagi. "Sudahlah, aku bukan biang pesta, jadi aku tetap tinggal di kapal. Tidak usah repot-repot meneleponku. Aku harus mematikan mesin ini karena para wartawan meneleponmu sepanjang malam. Malam ini kau benar-benar seorang bintang, walau kau melakukan kesalahan. Aku akan memberitahumu jika kau kembali. Ciao."

Saluran itu mati.

Michael Tolland mengerutkan keningnya. Sebuah kesalahan dalam film dokumenterku?

RACHEL SEXTON berdiri di dalam kamar kecil G4 dan menatap wajahnya di dalam cermin. Dia tampak pucat, katanya dalam hati dan lebih rapuh dari yang pernah dibayangkannya. Rasa takut yang menimpanya malam ini telah membuatnya sangat letih. Dia bertanya-tanya kapan gemetarnya itu akan menghilang, atau kapan dia akan berani mendekati laut lagi. Dia membuka topi dari U.S.S. Charlotte sehingga rambutnya tergerai. Lebih baik, katanya dalam hati, dan merasa lebih nyaman.

Ketika memandang ke dalam matanya, Rachel merasakan kecemasan yang mendalam. Di balik itu, dia dapat melihat adanya kekuatan jiwa. Dia tahu, itu diwarisinya dari ibunya. Tidak seorang pun dapat mengatakan padamu apa yang dapat dan tidak dapat kaukerjakan. Rachel bertanya-tanya apakah ibunya melihat apa yang dialaminya malam ini. Seseorang berusaha membunuhku, Bu. Seseorang mencoba membunuh kami semua ....

Dalam pikiran Rachel, berputar sebuah daftar nama yang sudah dimulai sejak beberapa jam yang lalu.

Lawrence Ekstrom ... Marjorie Tench ... Presiden Zach Herney.

Semuanya memiliki motif. Dan lebih mengerikan lagi, semuanya memiliki sumber daya untuk melakukannya. Presiden tidak terlibat, kata Rachel pada dirinya sendiri sambil terus berharap presiden yang dihormatinya lebih dari ayahnya sendiri itu hanyalah orang luar yang tidak bersalah dalam kejadian misterius ini.

Kita masih belum tahu apa-apa.

Tidak tahu siapa ... tidak tahu bagaimana ... tidak tahu kenapa.

Rachel sangat ingin memberikan jawaban-jawaban untuk William Pickering, tetapi sejauh ini yang dapat dia lakukan adalah menanyakan lebih banyak pertanyaan lagi.

Ketika Rachel meninggalkan kamar kecil, dia merasa heran karena Michael Tolland tidak ada di tempat duduknya. Corky sedang tertidur di dekatnya. Ketika Rachel mencari-cari, Mike melangkah keluar dari kokpit dan pilot pesawat mematikan telepon radio yang tadi digunakannya. Mata Tolland terbuka lebar karena sedang memikirkan sesuatu.

"Ada apa?" tanya Rachel.

Suara Tolland terasa berat ketika dia menceritakan tentang pesan teleponnya.

Sebuah kesalahan dalam presentasinya? Rachel mengira reaksi Tolland terlalu berlebihan. "Mungkin bukan apa-apa. Memangnya Xavia tidak mengatakan padamu secara khusus mengenai kesalahan itu?"

"Sesuatu tentang petrologi meteorit."

"Struktur batu?"

"Ya. Dia bilang yang akan mengetahui tentang kesalahan itu hanyalah beberapa orang ahli geologi lainnya saja. Aku menduga apa pun kesalahanku, tampaknya ada hubungannya dengan komposisi meteorit itu sendiri."

Rachel menarik napas dengan cepat karena sekarang dia mengerti. "Chondrules?"

"Aku tidak tahu, tetapi tampaknya ini seperti kebetulan."

Rachel setuju. Chondrules itu sekarang merupakan satu-satunya sisa bukti yang secara meyakinkan menguatkan pengakuan NASA bahwa batu tersebut memang sebongkah meteorit.

Corky mendekat sambil menggosok matanya. "Ada apa?"

Tolland memberi tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

Corky menggerutu sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak ada masalah dengan chondrules itu, Mike. Tidak mungkin. Semua datamu berasal dari NASA. Dan dariku. Data-data itu sempurna."

"Kesalahan petrologis apa lagi yang dapat kubuat?"

"Siapa yang tahu? Lagi pula, apa yang diketahui seorang ahli geologi tentang chondrules?"

"Aku tidak tahu, tetapi Xavia sangat pandai."

"Dengan mempertimbangkan keadaannya," kata Rachel, "kukira aku harus berbicara dengan perempuan itu sebelum berbicara pada Direktur Pickering."

Tolland mengangkat bahunya. "Aku sudah meneleponnya empat kali dan hanya mesin penjawab yang menerimaku. Dia mungkin sedang berada di lab hidro dan tidak dapat mendengar dering telepon. Paling tidak, dia tidak akan mendengarkan pesanku hingga keesokan paginya." Tolland terdiam, dan melihat jam tangannya. "Tetapi ...."

"Tetapi apa?"

Tolland menatap Rachel dengan tajam. "Menurutmu seberapa pentingnya kita berbicara dengan Xavia sebelum bertemu dengan Pickering?"

"Jika dia memiliki informasi tentang chondrules itu? Menurutku sangat penting, Mike," sahut Rachel. "Pada saat ini kita memiliki semua data yang saling bertentangan. William Pickering adalah seseorang yang terbiasa dengan jawaban yang jelas. Ketika kita bertemu dengannya, aku ingin memiliki sesuatu yang penting sehingga dapat dijadikan landasan baginya untuk melakukan sesuatu."

"Kalau begitu kita harus singgah."

Rachel terkejut. "Di kapalmu?"

"Kapalku bersandar di pantai New Jersey. Hampir satu arah dengan tujuan kita ke Washington. Kita dapat berbicara dengan Xavia, dan mengetahui apa yang diketahuinya. Corky masih memegang sampel meteorit, dan jika Xavia ingin mengujinya secara geologis, kapal itu memiliki laboratorium yang cukup lengkap. Kupikir kita hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari satu jam untuk mendapatkan beberapa jawaban yang meyakinkan."

Jantung Rachel berdebar-debar karena cemas. Pikiran akan segera berhadapan dengan lautan lagi membuatnya cemas. Jawaban-jawaban meyakinkan, katanya pada dirinya sendiri, dan dia tergoda oleh kemungkinan itu. Pickering pasti sangat menginginkan jawaban-jawaban itu.

92

DELTA-ONE merasa senang karena sudah kembali pada daratan tanah lagi.

Pesawat Aurora, walau hanya terbang dengan kekuatan separuhnya saja dan mengambil rute memutar di atas laut, telah menyelesaikan perjalanannya kurang dari dua jam saja. Begitu turun dari pesawat, Delta Force masih merasa segar untuk menjalankan tugas berikutnya, dan mempersiapkan diri untuk melakukan pembunuhan tambahan seperti yang diminta sang pengendali.

Sekarang, di sebuah landasan pacu militer di luar D.C., Delta Force meninggalkan Aurora dan menaiki transportasi mereka yang baru--sebuah helikopter OH-58D Kiowa Warrior yang sudah menunggu.

Sekali lagi, sang pengendali telah menyediakan yang terbaik, pikir Delta-One.

Helikopter Kiowa Warrior, aslinya dirancang sebagai helikopter ringan untuk observasi, tetapi telah "diperluas dan dikembangkan" sehingga menjadi helikopter jenis penyerang terbaru. Kiowa membanggakan kemampuannya untuk membuat foto obyek yang memiliki suhu tubuh dengan infra merah sehingga memungkinkan alat pemandu/radar laser untuk mengunci lawannya dan meluncurkan senjata presisi terpandu laser seperti rudal udara ke udara Stinger dan AGM-1148 Hellfire Missile System dengan sangat akurat. Sebuah prosesor sinyal digital berkecepatan tinggi memiliki kemampuan untuk melakukan pelacakan multi-sasaran secara bersamaan hingga enam sasaran. Hanya segelintir musuh yang dapat selamat dari serangan Kiowa sehingga mereka dapat menceritakan kehebatannya.

Delta-One merasakan kekuatan yang selalu dirasakannya ketika memasuki kursi pilot helikopter Kiowa dan memasang sabuk pengaman. Dia sudah terlatih untuk mengendalikan pesawat ini dan pernah menerbangkannya dalam operasi rahasia sebanyak tiga kali. Tentu saja, dia tidak pernah dipersenjatai untuk membunuh seorang pejabat tinggi Amerika. Harus dia akui, Kiowa merupakan pesawat sempurna untuk melaksanakan tugas ini. Mesin Rolls-Royce Allison dan baling-baling semirigid gandanya dapat berfungsi "tanpa suara," sehingga target tidak dapat mendengar kedatangan pesawat itu sebelum pesawat tersebut berada tepat di atas mereka. Dan karena pesawat tersebut sanggup terbang tanpa dibantu penerangan serta dicat hitam legam tanpa nomor ekor yang menyala, maka pesawat ini tidak dapat terlihat kecuali sasarannya memiliki radar.

Helikopter hitam tanpa suara.

Para ahli teori konspirasi dibuat bingung dengan pesawat ini. Beberapa orang mengatakan bahwa penyerangan helikopter hitam tanpa suara itu adalah bukti adanya "pasukan badai Tatanan Dunia Baru" yang diperintahkan Persatuan Bangsa-Bangsa. Yang lainnya mengatakan bahwa helikopter itu adalah pesawat makhluk luar angkasa tanpa suara. Namun yang lainnya lagi yang pernah melihat Kiowa-Kiowa terbang bersama dalam formasi ketat pada malam hari, mengira bahwa yang dilihatnya itu adalah cahaya lampu-lampu yang sedang menyala dari sebuah pesawat besar--sebuah piring terbang yang tampaknya mampu terbang vertikal.

Salah lagi. Tetapi pihak militer menyukai keragaman pendapat itu.

Selama misi rahasianya baru-baru ini, Delta-One telah menerbangkan Kiowa dengan teknologi rahasia militer AS yang baru--sebuah senjata holografis canggih dengan nama panggilan S&M. Walaupun memiliki asosiasi dengan sadoma-sokime, sesungguhnya S&M ini adalah singkatan dari "smoke and mirrors." Cara kerjanya adalah gambaran holografis "diproyeksikan" ke angkasa di atas teritori musuh. Kiowa pernah menggunakan teknologi S&M untuk memproyeksikan hologram pesawat Amerika di atas instalasi anti-pesawat milik musuh. Para penembak di instalasi itu menembaki pesawat bohongan itu dengan membabi-buta, dan ketika amunisi mereka sudah habis, Amerika kemudian mengirimkan pesawat yang sesungguhnya.

Ketika Delta-One dan kawan-kawannya lepas landas, Delta-One masih dapat mendengar kata-kata sang pengendali. Kau-punya sasaran lain. Tampaknya itu merupakan pernyataan luar biasa jika dilihat dari identitas sasaran tersebut. Delta-One mengingatkan dirinya sendiri, bagaimana pun juga, dia tidak boleh bertanya. Regunya sudah diberi tugas, dan mereka akan menjalankannya sesuai dengan instruksi yang diterimanya--walaupun instruksi itu begitu mengejutkan.

Aku sangat berharap Pengendali yakin ini adalah tindakan yang benar.

Ketika Kiowa tinggal landas, Delta-One mengarahkan pesawatnya ke barat daya. Dia sudah pernah melihat gedung FDR Memorial dua kali, tetapi malam ini adalah yang pertama kalinya dari udara.

93

"METEORIT INI sebenarnya ditemukan oleh seorang ahli geologi Kanada?" tanya Gabrielle Ashe sambil menatap Chris Harper, seorang programmer muda NASA, dengan kekaguman. "Dan sekarang orang Kanada itu sudah tewas?"

Harper mengangguk dengan muram.

"Sudah berapa lama kau mengetahui hal ini?" tanya Gabrielle lagi.

"Beberapa minggu. Setelah Administrator dan Marjorie Tench memaksaku untuk memberikan keterangan palsu di depan konferensi pers, mereka tahu aku tidak dapat menarik kata-kataku lagi. Mereka mengatakan padaku bagaimana meteorit itu sesungguhnya ditemukan."

PODS tidak terlibat dalam penemuan meteorit tersebut! Gabrielle tidak tahu ke mana informasi ini akan berujung, tetapi jelas ini sebuah skandal. Berita buruk bagi Tench. Berita besar bagi Senator.

"Seperti yang sudah kukatakan tadi," kata Harper dengan tatapan yang tampak muram sekarang, "sesungguhnya meteorit itu ditemukan melalui transmisi radio yang kebetulan tertangkap NASA. Apakah kau akrab dengan sebuah program yang disebut INSPIRE? Interactive NASA Space Physics Ionosphere Radio Experiment."

Gabrielle pernah mendengarnya walau tidak terlalu jelas.

"Pada intinya," lanjut Harper, "itu adalah serangkaian penerima gelombang radio dengan frekuensi sangat rendah yang diletakkan di Kutub Utara dan dapat mendengarkan suara dari bumi, seperti emisi gelombang plasma dari elektromagnet di Kutub Utara, gelombang pita lebar dari badai petir ... hal-hal semacam itulah."

"Baik."

"Beberapa minggu yang lalu, salah satu radio INSPIRE menerima gangguan transmisi dari Pulau Ellesmere. Seorang ahli geologi Kanada meminta bantuan melalui gelombang yang sangat rendah." Lalu Harper terdiam sejenak. "Sebenarnya, frekuensi tersebut begitu rendah sehingga tidak seorang pun selain VLF milik NASA yang dapat mendengarnya. Kami menduga orang Kanada tersebut melakukan long waving."

"Maaf?"

"Menyiarkan berita dalam frekuensi serendah mungkin untuk mendapatkan jarak maksimum dalam transmisinya. Lelaki itu berada suatu tempat yang sangat jauh. Ingat, transmisi frekuensi standar mungkin tidak dapat terdengar sampai jauh."

"Apa bunyi pesannya?"

"Transmisi itu singkat saja. Orang Kanada itu mengatakan bahwa dia sedang mengadakan penelitian es di Milne Ice Shelf, dan mendeteksi sebuah anomali yang berupa kepadatan yang terkubur di dalam es. Dia mengira itu adalah meteorit raksasa, dan ketika sedang melakukan pengujian, dia terjebak dalam badai. Dia memberikan koordinatnya, dan minta bantuan keluar dari badai, lalu memutuskan hubungan.

Pos pendengar milik NASA kemudian mengirim pesawat dari Thule untuk menyelamatkannya. Mereka mencari selama berjam-jam, dan akhirnya menemukannya bermil-mil dari koordinatnya. Dia sudah tewas di dasar jurang bersama kereta luncur dan anjing-anjingnya. Tampaknya dia mencoba untuk menghindari badai, terjebak di dalam badai, tersesat dan melenceng dari jalurnya, dan jatuh ke dalam jurang."

Gabrielle menimbang-nimbang informasi tersebut, dan merasa terpancing. "Jadi, tiba-tiba NASA mengetahui keberadaan sebuah meteorit yang tidak diketahui seorang pun?"

"Tepat. Dan ironisnya, jika saja piranti lunakku bekerja dengan baik, satelit PODS pasti sudah menemukan meteorit yang sama--seminggu sebelum orang Kanada itu menemukannya."

Kebetulan itu membuat Gabrielle terdiam sesaat. "Sebuah meteorit terkubur selama tiga ratus tahun dan hampir ditemukan dua kali pada minggu yang sama?"

"Aku tahu. Agak aneh memang, tetapi ilmu pengetahuan bisa saja seperti itu. Intinya adalah Administrator merasa meteorit tersebut seharusnya menjadi penemuan NASA--kalau saja aku mengerjakan pekerjaanku dengan benar. Dia mengatakan padaku karena orang Kanada itu tewas, maka lebih baik aku mengarahkan ulang PODS ke koordinat yang dikirimkan lelaki Kanada itu dalam pesan S.O.S-nya. Kemudian aku dapat berpura-pura menemukan meteorit itu dari perhitungan kasar kami, dan kami dapat menyelamatkan kehormatan kami dari kegagalan yang memalukan."

"Lalu kau melakukannya?"

"Seperti yang kukatakan tadi, aku tidak punya pilihan lain. Aku sudah menggagalkan misi tersebut." Dia terdiam sejenak. "Malam ini, ketika aku mendengar konferensi pers Presiden dan mengetahui meteorit yang pura-pura kutemukan itu berisi fosil-fosil..."

"Kau tercengang."

"Rasanya aku mau mati!"

"Kaupikir Administrator tahu meteorit tersebut mengandung fosil-fosil sebelum memintamu berpura-pura menemukannya?"

"Aku tidak dapat membayangkan bagaimana dia bisa tahu. Meteorit itu terkubur dan tidak tersentuh hingga regu NASA pertama tiba di sana. Dugaan terbaikku adalah NASA tidak tahu apa yang sesungguhnya mereka temukan hingga mereka mengirimkan sebuah regu ke sana untuk mengebor sampel intinya dan melihatnya dengan sinar X. Mereka memintaku berbohong tentang PODS karena mereka berpikir, penemuan meteorit itu saja sudah merupakan kemenangan tersendiri. Kemudian, ketika mereka tiba di sana, mereka baru sadar betapa hebatnya penemuan itu sesungguhnya."

Napas Gabrielle menjadi tersengal-sengal karena sangat gembira. "Dr. Harper, maukah kau bersaksi bahwa NASA dan Gedung Putih memaksamu untuk berbohong tentang piranti lunak PODS?"

"Aku tidak tahu." Harper tampak ketakutan. "Aku tidak dapat membayangkan kerusakan macam apa yang akan terjadi pada lembaga ini ... pada penemuan itu nantinya jika aku bersaksi."

"Dr. Harper, kau dan aku tahu bahwa meteorit ini akan tetap menjadi sebuah penemuan yang hebat, walau kita tidak tahu bagaimana batu itu ditemukan. Intinya di sini, kau telah berbohong kepada rakyat Amerika. Mereka punya hak untuk tahu bahwa PODS bukanlah seperti yang dikatakan NASA."

"Aku tidak tahu. Aku memang tidak senang kepada Administrator, tetapi rekan-rekan kerjaku ... mereka orang-orang yang baik."

"Dan mereka patut tahu bahwa mereka ditipu."

"Dan bukti tentang penggelapan dana yang memberatkan aku?"

"Kau dapat menghapusnya dari benakmu," sahut Gabrielle. Sebenarnya dia hampir lupa akan tuduhannya itu. "Aku akan mengatakan kepada Senator bahwa kau tidak tahu apa-apa tentang penggelapan dana itu. Ini hanyalah jebakan--langkah yang dilakukan Administrator agar kau tidak akan mengatakan apa-apa tentang PODS."

"Senator dapat melindungiku?"

"Sepenuhnya. Kau tidak melakukan kesalahan apa-apa. Kau hanya mengikuti perintah. Lagi pula, informasi yang baru saja kauberikan padaku tentang ahli geologi Kanada itu ... aku tidak dapat membayangkan apakah Senator masih harus mengungkit-ungkit isu penggelapan dana lagi. Kami dapat memusatkan perhatian sepenuhnya pada informasi palsu yang diberikan NASA tentang PODS dan meteorit. Begitu Senator membuka informasi tentang orang Kanada itu, Administrator tidak akan berani menjatuhkan namamu lagi dengan kebohongan ini."

Harper masih tampak cemas. Dia terdiam. Wajahnya terlihat muram ketika dia mempertimbangkan berbagai pilihan di hadapannya. Gabrielle memberinya waktu. Sejak awal Gabrielle sudah menyadari adanya kebetulan yang mengganggu dalam cerita ini. Dia tidak mau menyebutkannya, tetapi dia dapat melihat Dr. Harper membutuhkan dorongan terakhir.

"Kau punya anjing, Dr. Harper?"

Lelaki itu menatapnya dengan bingung. "Maaf?"

"Aku hanya berpikir, ini aneh. Kau bilang tidak lama setelah ahli geologi Kanada itu mengirimkan koordinat meteorit temuannya, anjing-anjing penarik kereta luncurnya berlari menembus badai, dan masuk ke jurang?"

"Ketika itu badai datang. Tentu saja mereka berlari tanpa mampu melihat dengan jelas." Gabrielle mengangkat bahunya untuk memperlihatkan keraguannya. "Ya ... baiklah."

Jelas Harper merasakan keraguan Gabrielle. "Apa maksudmu?"

"Aku tidak tahu. Hanya saja, aku merasa ada begitu banyak kebetulan yang terjadi di sekitar penemuan tersebut. Seorang ahli geologi Kanada mengirimkan koordinat dalam frekuensi yang hanya dapat diterima NASA? Kemudian anjing-anjing penarik kereta luncurnya berlari menembus badai sehingga masuk ke jurang?" Gabrielle terdiam sejenak. "Kau pasti tahu, kematian ahli geologi itu memudahkan jalan bagi seluruh kemenangan NASA malam ini."

Wajah Harper memucat. "Kaupikir Administrator akan membunuh orang demi meteorit ini?"

Politik penting. Uang besar, pikir Gabrielle. "Biarkan aku berbicara dengan Senator dan aku akan menghubungimu lagi. Apakah ada jalan belakang untuk keluar dari sini?"

GABRIELLE ASHE meninggalkan Chris Harper yang pucat pasi dan menuruni tangga darurat menuju ke gang sunyi di belakang gedung NASA. Dia melambai ke arah sebuah taksi yang baru saja menurunkan para pegawai NASA lainnya yang ingin merayakan kemenangan mereka malam itu.

"Westbrooke Place Luxury Apartements," katanya pada si supir. Sebentar lagi Gabrielle akan membuat Senator Sexton menjadi seseorang yang jauh lebih gembira.

94

SAMBIL BERTANYA-TANYA apa yang baru saja disetujuinya, Rachel berdiri di dekat pintu masuk kokpit G4, dan menarik-narik kabel sebuah radio penghubung hingga ke kabin penumpang sehingga apa yang dibicarakannya tidak akan terdengar pilot. Corky dan Tolland menatapnya. Walau Rachel dan direktur NRO William Pickering telah sepakat untuk tidak menggunakan sambungan radio apa pun hingga kedatangan mereka di Boilings Air Force Base di luar D.C., sekarang Rachel memiliki informasi yang menurutnya akan sangat ingin didengar Pickering dengan segera. Rachel kemudian menelepon ponsel saluran aman yang selalu dibawa-bawa Pickering ke mana-mana.

Ketika Pickering menjawab, lelaki itu menjawab dengan nada tegas, dan profesional. "Harap berbicara hati-hati. Aku tidak dapat menjamin keamanan sambungan ini."

Rachel mengerti. Ponsel Pickering, seperti umumnya telepon lapangan NRO, memiliki indikator yang dapat mendeteksi panggilan telepon yang tidak aman. Karena Rachel menelepon dari telepon radio, salah satu alat komunikasi yang paling tidak aman, ponsel Pickering langsung memeringatkannya. Percakapan ini harus berlangsung samar-samar. Tidak boleh menyebut nama. Tidak juga tempat.

"Suaraku adalah identitasku," kata Rachel. Dia sengaja menggunakan salam standar lapangan dalam keadaan seperti ini. Dia menduga reaksi direkturnya akan tidak menyenangkan karena Rachel membahayakan diri dengan menghubunginya, tetapi ternyata reaksi Pickering terdengar positif.

"Ya, aku memang akan menghubungimu. Kita harus mengubah tujuanmu. Aku khawatir kau akan menerima pesta penyambutan."

Tiba-tiba Rachel merasa ragu. Seseorang sedang mengawasi kita. Dia dapat mendengar isyarat bahaya dalam nada suara Pickering. Mengubah tujuan. Pickering pasti akan senang mendengarnya karena Rachel menelepon memang untuk meminta hal itu, walau untuk alasan yang berbeda.

"Masalah keaslian," kata Rachel. "Kami telah mendiskusikannya. Mungkin kami memiliki cara untuk meyakinkannya atau menolaknya secara pasti."

"Bagus sekali. Ada beberapa perkembangan, dan paling tidak aku akan memiliki alasan kuat untuk memilih jalan mana yang harus diambil."

"Bukti tersebut membuat kami harus singgah sebentar. Salah satu di antara kami memiliki akses ke fasilitas laboratorium--"

"Harap jangan sebut lokasi dengan jelas. Ini untuk keselamatanmu sendiri."

Rachel memang tidak berniat untuk menjelaskan rencananya melalui telepon. "Bisa beri kami kemungkinan untuk mendarat di GAS-AC?"

Pickering terdiam sejenak. Rachel menduga Pickering sedang mencerna arti singkatannya. GAS-AC adalah kode intelijen untuk Coast Guard's Group Air Station Atlantic City. Rachel berharap direkturnya mengetahuinya.

"Ya," akhirnya dia menyahut. "Aku dapat mengaturnya. Apakah itu tujuan terakhirmu?"

"Bukan. Kami akan meminta helikopter untuk perjalanan selanjutnya."

"Sebuah pesawat akan menunggu kalian."

"Terima kasih."

"Aku sarankan agar kau bertindak dengan sangat hati-hati sampai kita tahu lebih banyak. Jangan berbicara dengan siapa pun. Kecurigaanmu telah menimbulkan kecemasan pada sekelompok orang berpengaruh."

Tench, pikir Rachel sambil berharap dia dapat berbicara langsung dengan Presiden.

"Aku sekarang sedang berada di mobilku dalam perjalanan untuk bertemu dengan perempuan tersebut. Dia telah meminta pertemuan pribadi di lokasi netral. Ini akan mengungkap banyak hal."

Pickering sedang mengemudikan mobilnya ke suatu tempat untuk bertemu dengan Tench? Apa pun yang akan dikatakan Tench pada Pickering, pasti sangat penting karena dia tidak mau mengatakannya lewat telepon.

Pickering berkata lagi, "Jangan bicarakan tujuan terakhirmu dengan siapa pun. Dan jangan menggunakan kontak radio lagi. Jelas?"

"Ya, Pak. Kami akan berada di GAS-AC dalam waktu satu jam. "

"Transport akan diatur. Jika kau tiba di tujuan akhirmu, kau dapat meneleponku melalui saluran yang lebih aman." Dia terdiam sejenak. "Aku tekankan betapa pentingnya kerahasiaan demi keamananmu sendiri. Kau telah bermusuhan dengan orang-orang yang sangat kuat malam ini. Berhati-hatilah."  Lalu Pickering menghilang.

Rachel merasa tegang ketika dia mengakhiri sambungan telepon itu, dan berpaling ke arah Tolland dan Corky.

"Ubah tujuan?" tanya Tolland, dan tampak bersemangat ketika menanti jawaban dari Rachel.

Rachel mengangguk dengan perasaan enggan. "Goya."

Corky mendesah sambil menatap ke arah sampel meteorit di tangannya. "Aku masih tidak bisa membayangkan NASA dapat ...." Dia tidak melanjutkan kalimatnya, dan tampak semakin cemas setiap menitnya.

Kita akan tahu dengan segera, pikir Rachel.

Rachel masuk ke kokpit lagi dan mengembalikan radio yang tadi dipakainya untuk menghubungi Pickering. Ketika memandang kaca depan pesawat menuju gulungan awan yang disinari bulan dan berlari dengan cepat di bawah mereka, Rachel merasa cemas, mereka tidak akan menyukai apa yang nanti mereka temukan di kapal Tolland.

95

WILLIAM PICKERING merasakan perasaan kesepian yang tidak biasa ketika dia mengendarai sedannya di Leesburg Pike. Saat itu hampir pukul 2:00 pagi, dan jalanan sudah kosong. Sudah bertahun-tahun dia tidak mengendarai mobilnya pada jam seperti ini.

Suara serak Marjorie Tench masih mengganggu pikirannya. Temui aku di FDR Memorial.

Pickering mencoba mengingat saat terakhir kali dia bertemu dengan Marjorie Tench secara langsung. Pertemuan itu tidak pernah menjadi pengalaman yang menyenangkan. Itu terjadi dua bulan yang lalu. Di Gedung Putih. Tench duduk di seberang Pickering di depan meja panjang dari kayu ek yang dikelilingi anggota Dewan Keamanan Nasional, para Kepala Staf, CIA, Presiden Herney, dan Administrator NASA.

"Bapak-bapak," kata Direktur CIA sambil menatap langsung ke arah Marjorie Tench. "Sekali lagi, aku berdiri di hadapan kalian untuk mendesak pemerintah agar menghadapi krisis keamanan yang sedang berlangsung di NASA."

Pernyataan itu tidak membuat para hadirin terkejut. Masalah keamanan NASA sudah menjadi isu lama di dalam komunitas intelijen. Dua hari sebelumnya, lebih dari tiga ratus foto satelit beresolusi tinggi milik salah satu satelit pengamatan bumi NASA dicuri oleh pembajak komputer dari database NASA. Foto-foto tersebut, yang tidak sengaja menunjukkan fasilitas pelatihan militer rahasia AS di Afrika Utara,

muncul di pasar gelap, dan kemudian dibeli lembaga intelijen musuh di Timur Tengah.

"Walau NASA memiliki maksud yang baik," lanjut direktur CIA dengan suara waspada, "NASA tetap menjadi ancaman bagi keamanan nasional. Pendek kata, lembaga ruang angkasa kita ini tidak diperlengkapi dengan kemampuan untuk melindungi data dan teknologi yang mereka kembangkan."

"Aku tahu telah ada kebocoran," sahut Presiden. "Kebocoran yang membahayakan. Dan itu sangat mengangguku." Dia lalu mengalihkan pandangan ke seberang meja ke arah wajah administrator NASA, Lawrence Ekstrom yang terlihat tegang. "Kami sekali lagi mencari jalan untuk memperbaiki keamanan NASA."

"Dengan segala hormat," kata direktur CIA, "apa pun perubahan sistem keamanan NASA yang akan diterapkan, tidak akan efektif selama operasi-operasi NASA berada di luar perlindungan komunitas intelijen Amerika Serikat."

Pernyataan itu memicu gerutuan dari seluruh hadirin. Semua orang tahu apa tujuan dari pernyataan itu.

"Seperti yang kalian ketahui," Direktur CIA melanjutkan dengan nada yang bertambah tajam, "semua badan pemerintah yang berurusan dengan informasi intelijen yang sensitif, diatur dengan aturan yang ketat untuk menjaga kerahasiaannya. Militer, CIA, NSA, NRO ... semuanya harus menaati hukum yang ketat yang berhubungan dengan kerahasiaan data yang mereka kumpulkan, dan teknologi yang mereka kembangkan. Aku sekali lagi bertanya kepada kalian, kenapa NASA--lembaga yang akhir-akhir ini membuat pesawat ultra modern, pencitraan, penerbangan, piranti lunak, pengumpulan informasi untuk kepentingan militer, dan teknologi telekomunikasi yang digunakan militer dan komunitas intelijen--berada di luar perlindungan kerahasiaan tersebut?"

Presiden mendesah dengan nada berat. Proposal itu jelas. Restrukturisasi NASA sehingga lembaga antariksa itu menjadi bagian komunitas intelijen milker AS. Walau restrukturisasi yang serupa telah terjadi pada lembaga-lembaga lainnya di masa lalu, Herney menolak untuk menempatkan NASA di bawah perlindungan Pentagon, CIA, dan NRO, atau institusi militer apa pun. Dewan Keamanan Nasional sudah mulai terpecah dengan gagasan itu karena banyak dari mereka yang mendukung komunitas intelijen.

Lawrence Ekstrom tidak pernah terlihat senang selama pertemuan-pertemuan semacam itu, begitu pula pada saat ini. Dia menatap tajam ke arah Direktur CIA. "Dengan risiko aku mengulang-ulang pernyataan, Pak, teknologi yang dikembangkan NASA ditujukan untuk kepentingan non militer. Ini untuk aplikasi akademis. Jika komunitas intelijen yang kau pimpin ingin memutar arah teleskop ruang angkasa kami dan melihat ke Cina, itu pilihanmu."

Direktur CIA tampak seperti akan mendidih.

Pickering menangkap tatapan Administrator NASA dan menengahi. "Larry," katanya dengan berhati-hati dan menjaga nada suaranya agar terdengar datar, "setiap tahun NASA berlutut di depan Kongres dan memohon untuk mendapatkan uang. Kau menjalankan operasi-operasi dengan pendanaan yang terlalu sedikit, dan kalian menanggung akibatnya sehingga misi-misi kalian gagal. Kalau kita menggabungkan NASA ke dalam komunitas intelijen, NASA tidak perlu lagi meminta bantuan dari Kongres. Kau akan mendapatkan dana dengan jumlah yang cukup besar. Ini adalah solusi yang saling menguntungkan. NASA akan mendapatkan uang yang dibutuhkan untuk menjalankan misinya dengan pantas, dan komunitas intelijen akan merasa tenang karena teknologi-teknologi NASA terlindungi."

Ekstrom menggelengkan kepalanya. "Pada prinsipnya, aku tidak dapat membiarkan NASA menjadi lembaga seperti itu. NASA adalah lembaga ilmu pengetahuan ruang angkasa. Kami tidak ada hubungannya dengan keamanan nasional."

Direktur CIA berdiri, suatu hal yang tidak pernah dilakukan siapa pun ketika Presiden duduk. Tetapi saat itu tidak ada yang menghentikannya. Dia melotot pada Administrator NASA. "Kau tadi berkata ilmu pengetahuan tidak ada hubungannya dengan kemanan nasional? Larry, dua hal itu sama saja. Hanya ilmu pengetahuan dan keunggulan teknologi sajalah yang membuat kita tetap aman, dan suka atau tidak suka, NASA memainkan peran yang lebih besar dan semakin besar dalam pengembangan teknologi-teknologi itu. Celakanya, lembagamu bocor seperti ayakan dan waktu sudah berkali-kali membuktikan, keamanan lembagamu tidak dapat diandalkan!"

Ruangan itu menjadi sunyi.

Sekarang Administrator NASA ikut-ikutan berdiri dan menatap tajam pada penyerangnya. "Jadi, kau menyarankan kami mengunci 20 ribu ilmuwan NASA di dalam laboratorium militer yang pengap, dan membuat mereka bekerja untukmu? Apakah kau benar-benar berpikir bahwa teleskop ruang angkasa NASA akan tercipta jika tidak karena minat pribadi para ilmuwan kami untuk melihat lebih jauh ke luar angkasa? NASA membuat terobosan luar biasa hanya karena satu alasan--para pegawai kami ingin mengerti alam semesta ini dengan lebih mendalam. Mereka adalah para pemimpi yang sejak kecil tumbuh dengan menatap langit berbintang dan bertanya pada diri mereka sendiri ada apa di atas sana. Gairah dan rasa ingin tahu itulah yang mendorong penemuan-penemuan NASA, bukan janji superioritas militer."

Pickering berdehem, kemudian berbicara dengan lembut sambil mencoba meredam suhu panas di ruangan ini. "Larry, aku yakin Direktur CIA tidak bermaksud merekrut ilmuwan NASA untuk membangun satelit militer. Pernyataan misi NASA-mu tidak akan berubah. NASA akan melanjutkan urusannya seperti biasa, tetapi kau harus menaikkan anggaran dan meningkatkan keamanan." Pickering sekarang berpaling pada Presiden. "Keamanan itu mahal. Semua orang di ruangan ini pasti sadar bahwa kebocoran keamanan NASA adalah akibat dari kurangnya pendanaan. NASA harus berusaha sendiri, memangkas langkah-langkah pengamanan, dan mengadakan proyek bersama dengan negara lain sehingga mereka dapat berbagi beban. Saya menyarankan agar NASA tetap menjadi badan ilmiah dan non militer seperti saat ini, tetapi dengan dana yang lebih besar dan adanya peningkatan keamanan."

Beberapa anggota Dewan Keamanan Nasional mengangguk setuju tanpa suara.

Presiden Herney perlahan-lahan berdiri, dan menatap langsung pada William Pickering. Jelas dia sama sekali tidak suka dengan cara Pickering mengambil alih seperti tadi. "Bill, aku ingin bertanya padamu: NASA berharap dapat pergi ke Mars dalam sepuluh tahun yang akan datang. Bagaimana perasaan komunitas intelijen tentang penggunaan sebagian besar anggaran mereka untuk pelaksanaan misi ke Mars--

sebuah misi yang tidak akan membawa keuntungan bagi keamanan nasional dalam waktu singkat?"

"NASA harus bisa melakukan apa saja sesuka mereka."

"Omong kosong," sahut Herney datar.

Semua mata menatap tajam. Presiden Herney jarang sekali mengucapkan kata-kata kasar.

"Jika ada sesuatu yang sudah kupelajari sebagai Presiden," kata Herney, "adalah siapa yang mengendalikan uang, dia jugalah yang akan mengendalikan arah. Aku menolak untuk meletakkan dompet NASA di tangan orang-orang yang tidak memiliki cita-cita yang sama dengan tujuan lembaga itu ketika didirikan. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana ilmu pengetahuan dapat dikembangkan ketika militer yang memutuskan misi apa yang baik untuk NASA."

Mata Herney menyapu ruangan. Perlahan-lahan, dengan sengaja dia mengembalikan tatapan tajamnya kepada William Pickering.

"Bill," Herney mendesah, "rasa tidak sukamu karena NASA bergabung dengan negara lain dalam proyek bersama sangat tidak bijak. Setidaknya ada pihak yang dapat bekerja secara konstruktif bersama Cina dan Rusia. Kedamaian di planet ini tidak akan dihasilkan melalui kekuatan militer. Kedamaian akan dihasilkan oleh orang-orang yang bekerja sama walau negara mereka berbeda. Jika kau bertanya padaku, maka aku akan katakan bahwa misi bersama NASA lebih berperan dalam meningkatkan keamanan nasional dibandingkan dengan satelit mata-mata yang berharga jutaan dolar itu, dan memberikan harapan yang jauh lebih baik bagi masa depan."

Pickering merasa kemarahan meluap-luap di dalamnya. Berani sekali seorang politisi menghinaku seperti ini! Idealisme Herney memang terdengar baik di dalam ruang rapat, tetapi di dunia nyata, hal itu bisa mengakibatkan orang terbunuh.

"Bill," Marjorie Tench menyela, seolah menyadari Pickering hampir meledak. "Kami tahu kau kehilangan seorang anak. Kami tahu ini masalah pribadi bagimu."

Pickering tidak mendengar apa pun kecuali nada yang merendahkan dirinya dari kalimat Tench tadi.

"Tetapi harap diingat," kata Tench lagi, "Gedung Putih akhir-akhir ini sudah berusaha menahan tekanan dari para investor yang ingin agar kami membuka ruang angkasa kepada sektor swasta. Jika kalian bertanya padaku, menurutku walaupun NASA banyak melakukan kesalahan, sebenarnya lembaga ini sudah menjadi kawan yang luar biasa bagi komunitas intelijen. Kalian semua seharusnya sudah bersyukur karenanya."

SERANGKAIAN POLISI tidur di jalan tol membangunkan Pickering dari lamunannya kembali ke masa sekarang. Jalan keluar dari jalan tol ini sudah terlihat. Ketika dia mendekati jalan keluar itu untuk menuju D.C., dia melewati bangkai seekor kijang di sisi jalan. Dia merasakan keragu-raguan yang aneh ... tetapi dia tetap mengemudi.

Dia memiliki sebuah pertemuan untuk dihadiri.

96

FRANKLIN DELANO Roosevelt Memorial adalah bangunan bersejarah terbesar di negara ini. Dengan sebuah taman, air mancur, patung-patung, ruang-ruang kecil, dan kolam, bangunan itu terbagi menjadi empat galeri luar ruangan di mana masing-masing galeri itu menggambarkan masa pemerintahan FDR.

Satu mil dari bangunan bersejarah itu, sebuah helikopter Kiowa meluncur sendirian, tinggi di atas kota. Lampunya tidak terang. Di kota yang menjadi tempat tinggal banyak orang penting, dan kru media seperti D.C., helikopter-helikopter yang terbang di langit dianggap biasa, sama seperti burung-burung yang terbang ke selatan. Delta-One tahu, selama dia tetap berada di luar area yang dikenal dengan nama "kubah"--sebuah gelembung maya yang melindungi ruang udara di sekitar Gedung Putih--dia tidak akan menarik perhatian. Lagi pula, mereka tidak akan lama berada di sini.

Kiowa berada pada ketinggian dua ribu kaki ketika mendekat lambat, tetapi tidak langsung terbang di atas bangunan FDR Memorial yang gelap. Delta-One melayang sambil memeriksa posisinya. Dia berpaling dan melihat ke sebelah kirinya. Dia melihat Delta-Two sedang mempersiapkan sistem teleskop untuk penglihatan malam. Tayangan video di depan Delta-One memperlihatkan gambar kehijauan dari jalan masuk ke bangunan bersejarah itu. Kawasan di sekitar gedung itu sunyi.

Sekarang mereka harus menunggu.

Ini tidak akan menjadi pembunuhan yang tanpa suara. Ada beberapa orang yang memang tidak dapat dibunuh secara diam-diam. Apa pun metodenya, pasti akan ada akibatnya. Investigasi. Pertanyaan-pertanyaan. Dalam hal ini, cara terbaik untuk menutupi pembunuhan tersebut adalah dengan membuat keributan. Ledakan, api, dan asap sehingga membuat orang mengira si pembunuh sengaja membuat pernyataan tertentu. Dan pikiran pertama yang muncul adalah ini pasti perbuatan teroris luar negeri. Terutama jika sasaran tersebut adalah pejabat tinggi negara.

Delta-One memandang transmisi penglihatan malam yang dikirimkan ke layar video dari teleskop yang digunakan Delta-Two dan menunjukkan bangunan bersejarah yang dipenuhi dengan kerimbunan pohon di bawah mereka. Lapangan parkir dan jalan masuk kosong. Segera, pikirnya. Lokasi pertemuan pribadi itu, walau terletak di daerah pusat kota, secara kebetulan sangat sepi pada jam seperti itu. Delta-One mengalihkan pandangan dari layar video ke pengendali senjatanya.

Sistem Hellfire menjadi senjata pilihan malam ini. Sebuah rudal terpandu laser dan anti-baja, Hellfire memiliki kemampuan fire-and-forget. Rudal ini dapat menuju tepat pada titik yang ditunjuk oleh sinar laser yang diproyeksikan dari pengamat lain di darat, pesawat lain, atau pesawat yang meluncurkan rudal itu sendiri. Malam ini, rudal tersebut akan dipandu secara otonom melalui penentu laser dari ketinggian udara. Begitu pemandu Kiowa telah "mengunci" sasaran dengan sinar laser, rudal Hellfire akan mengarah sendiri ke sasarannya. Karena Hellfire dapat ditembakkan dari udara atau daratan, maka ledakan malam ini tidak harus berarti melibatkan sebuah pesawat. Dan sebagai tambahan, Hellfire merupakan senjata yang populer di kalangan para penjual senjata di pasar gelap, sehingga teroris jelas dapat dijadikan kambing hitam dalam pembunuhan ini.

"Sedan," kata Delta-Two.

Delta-One melirik sekilas ke arah layar. Sebuah sedan hitam polos yang mewah sedang bergerak mendekati jalan masuk, tepat seperti waktu yang dijadwalkan. Ini mobil khas milik pejabat lembaga negara yang penting. Si pengemudi mematikan lampu depannya ketika memasuki kawasan bangunan bersejarah itu. Mobil itu memutari lapangan parkir beberapa kali kemudian parkir di dekat pepohonan. Delta-One memerhatikan layar video ketika kawannya mengarahkan teleskop penglihatan malamnya ke arah jendela di sisi pengemudi mobil tersebut. Beberapa saat kemudian, wajah si pengemudi tampak di layar video.

Delta-One menarik napas.

"Sasaran ditetapkan," kata rekannya.

Delta-One melihat layar video di mana terlihat tanda tambah tepat di tengah-tengah sasarannya. Dia merasa seperti seorang penembak jitu yang sedang membidik seorang anggota kerajaan. Sasaran ditetapkan.

Delta-Two berpaling ke sisi kiri pesawat tersebut dan mengaktifkan pemandu laser. Dia membidik, dan dua ribu kaki di bawahnya, setitik sinar muncul di atap sedan itu, dan tak terlihat oleh pemiliknya. "Sasaran terkunci," katanya lagi.

Delta-One menarik napas dalam. Lalu dia menembak.

Desis tajam terdengar di bawah pesawat, diikuti seberkas sinar redup yang melesat ke bumi. Sedetik kemudian, mobil di lapangan parkir itu meledak hancur dalam ledakan api yang menyilaukan. Metal berterbangan ke mana-mana. Ban-ban terbakar menggelinding ke hutan kecil di sekitarnya.

"Tugas selesai," kata Delta-One sambil mengarahkan pesawatnya menjauh dengan cepat dari tempat kejadian "Hubungi Pengendali."

KURANG DARI dua mil jauhnya dari tempat kejadian itu, Presiden Zach Herney sedang bersiap untuk tidur. Jendela kaca Lexan anti-peluru yang terpasang di "kediamannya" itu, memiliki ketebalan satu inci. Herney tidak pernah mendengar ledakan itu.

97

COAST GUARD Group Air Station Atlantic City terletak di area aman di William J. Hughes Federal Aviation Administration Technical Center di Bandara Internasional Atlantic City. Kawasan yang menjadi tanggung jawab badan itu termasuk pantai Atlantik dari Asbury Park hingga Cape May.

Rachel Sexton tersentak terbangun ketika roda pesawat menyentuh aspal landasan pacu satu-satunya yang terletak di antara dua gedung kargo yang besar. Terkejut karena menyadari dirinya telah tertidur, Rachel dengan gugup melihat jam tangannya.

2:13 pagi. Rachel merasa seperti sudah tertidur selama beberapa hari.

Selembar selimut pesawat yang hangat ditebarkan dengan rapi di atas tubuhnya, dan Michael Tolland juga baru saja terbangun di sampingnya. Dia tersenyum lesu pada Rachel.

Corky berdiri terhuyung-huyung di gang sambil mengerutkan keningnya ketika melihat kedua temannya itu. "Ya ampun, kalian masih ada di sini? Aku tadi terbangun dan berharap malam ini hanya mimpi buruk saja."

Rachel mengerti perasaan Corky. Aku sendiri harus kembali ke laut.

Pesawat itu berjalan lambat untuk sampai ke tempat berhenti. Setelah itu Rachel bersama kedua temannya turun dari pesawat dan menapaki landasan pacu yang sunyi. Malam itu mendung, tetapi udara di pantai terasa berat dan hangat. Dibandingkan dengan Ellesmere, New Jersey terasa seperti daerah beriklim tropis.

"Di sini!" ada suara memanggil.

Rachel dan kawan-kawannya menoleh dan melihat sebuah helikopter Coast Guard klasik. Sebuah helikopter HH-65 Dolphin berwarna kemerahan, menunggu di dekat mereka. Dan di bagian belakang helikopter yang memiliki garis putih terang, berdiri seorang pilot yang mengenakan pakaian penerbang lengkap, dan melambai kearah mereka.

Tolland mengangguk pada Rachel dengan ekspresi terkesan."Pimpinanmu benar-benar membereskan semuanya."

Masih banyak lagi yang belum kau ketahui, pikir Rachel.

Corky menjadi lesu. "Sudah akan terbang lagi? Tidak ada makan malam dulu?"

Pilot itu menyambut mereka dan membantu mereka naik ke helikopternya. Dia tidak pernah menanyakan nama-nama mereka, dan berkesanmenjaga jarak demi keselamatan mereka, walau dia berbicara dengan ramah. Tampaknya Pickering telah menjelaskan pada Coast Guard bahwa penerbangan ini adalah misi yang tidak boleh diumumkan pada siapa pun. Tetapi, walaupun Pickering merahasiakan mereka, Rachel tahu identitas mereka hanya akan terjaga selama beberapa detik saja. Rachel dapat melihat bagaimana mata si pilot terbelalak ketika melihat si selebritis televisi, Michael Tolland.

Rachel sudah merasa tegang ketika duduk dan mengikatkan sabuk pengaman di samping Tolland. Mesin pesawat di atas mereka mulai menyala, dan baling-baling Dolphin yang melengkung sepanjang 39 kaki, mulai berputar dan berubah menjadi bayangan kabur berwarna keperakan. Suara mesin mulai menggelegar, lalu helikopter mulai terangkat dari landasan pacu, dan merayapi malam.

Si pilot berpaling dari kokpit, dan berseru ke belakang, "Aku diberi tahu, kalian akan mengatakan padaku arah tujuan kalian begitu kita mengudara."

Tolland memberi koordinat lokasi di lepas pantai yang kurang lebih berjarak tiga puluh mil ke arah tenggara dari posisi mereka sekarang kepada si pilot.

Kapalnya berada dua belas mil dari pantai, pikir Rachel sambil merasa merinding.

Si pilot mengetik koordinat itu ke dalam sistem navigasinya. Kemudian, dia duduk dengan lebih baik dan mengarahkan pesawatnya. Helikopter tersebut melaju ke depan lalu membelok ke arah tenggara.

Ketika bukit pasir di pantai New Jersey menghilang di bawah pesawat, Rachel mengalihkan matanya dari kegelapan laut yang terhampar di bawahnya. Walau dia ketakutan karena berada di atas air lagi, dia mencoba untuk tenang karena tahu dirinya sedang bersama dengan seorang lelaki yang telah berteman dengan lautan sepanjang hidupnya. Tolland duduk rapat di samping Rachel di dalam kabin pesawat yang sempit ini, pinggul dan bahunya menyentuh tubuh Rachel. Tetapi, keduanya tidak berusaha memperbaiki posisi duduk mereka masing-masing.

"Aku tahu seharusnya aku tidak boleh mengatakan ini," tiba-tiba si pilot memutar tubuhnya, seolah siap meledak karena gembira, "tetapi kau pasti Michael Tolland. Aku harus berkata, kami sudah menyaksikanmu di televisi sepanjang malam! Meteorit itu! Itu betul-betul luar biasa! Kau pasti merasa begitu kagum!"

Tolland mengangguk dengan sabar. "Sampai-sampai aku tidak dapat berkata-kata."

"Film dokumenter tersebut sangat fantastis! Kautahu, berbagai jaringan televisi memutarnya berulang-ulang. Malam ini tidak satu pilot jaga pun yang mau terbang karena semua ingin terus menonton televisi. Tetapi ketika diundi dengan mengambil segenggam sedotan plastik, aku mencabut sedotan terpendek! Dan di sinilah aku sekarang! Tetapi kalau mereka tahu aku menerbangkan siapa--"

"Kami sangat berterima kasih kau mau menerbangkan kami," sela Rachel, "tetapi kau harus merahasiakan keberadaan kami. Tidak seorang pun boleh tahu kami ada di sini."

"Pasti, Bu. Perintah untukku sangat jelas." Pilot itu terlihat ragu-ragu sejenak. Lalu, wajahnya menjadi cerah. "Hey, kita tidak akan ke Goya, bukan?"

Tolland mengangguk dengan enggan. "Kita akan ke sana."

"Gila!" seru si pilot. "Maaf. Maafkan aku, tetapi aku sudah pernah melihat kapal itu di acaramu. Kapal berlambung kembar itu, bukan? Kapal dengan bentuk yang aneh! Aku sendiri belum pernah naik ke kapal seperti itu dan aku tidak pernah bermimpi kapalmu akan jadi pengalaman pertama bagiku!"

Rachel mengabaikan si pilot karena sudah mulai merasa cemas dalam perjalanannya kembali ke laut ini.

Tolland menoleh ke arahnya. "Kau tidak apa-apa? Kau tidak perlu ikut ke laut. Aku kan sudah bilang."

Aku memang seharusnya di darat saja, pikir Rachel, tapi dia tahu harga dirinya tidak akan membiarkannya tidak ikut dalam perjalanan ini.

Tolland tersenyum. "Aku akan menjagamu."

"Terima kasih." Rachel merasa heran karena kehangatan dalam suara Tolland membuatnya lebih tenang.

"Kau sudah pernah melihat Goya di televisi, bukan?"

Rachel mengangguk. "Kapalmu itu ... mm ... kapal yang menarik."

Tolland tertawa. "Ya. Goya merupakan jenis yang sangat canggih pada masanya, tetapi rancangannya memang tidak pernah menarik."

"Aku tidak dapat membayangkan kenapa begitu," sahut Rachel dengan nada bergurau sambil membayangkan penampilan kapal yang aneh itu.

"Sekarang NBC mendesakku untuk menggunakan kapal yang lebih baru. Yang ... yah ... lebih cepat, lebih seksi. Dalam satu atau dua musim tayang setelah ini, mereka akan membuatku berpisah dengan Goya." Suara Tolland terdengar sendu karena gagasan itu.

"Memangnya kau tidak suka dengan kapal barumu?"

"Aku tidak tahu ... ada banyak kenangan di atas Goya."

Rachel tersenyum lembut. "Yah, seperti yang pernah dikatakan ibuku, cepat atau lambat, kita semua harus melepaskan masa lalu kita."

Mata Tolland menatap lama ke arah mata Rachel. "Ya, aku tahu."

98

"SIALAN," UMPAT pengemudi taksi sambil menoleh ke arah Gabrielle yang duduk di bangku belakang. "Tampaknya ada kecelakaan di depan. Kita akan terjebak di sini. Lama."

Gabrielle melihat ke luar jendela dan melihat sinar lampu mobil-mobil polisi dan ambulans yang berputar-putar menyinari malam. Beberapa orang polisi berdiri di jalan di depan mereka, dan menahan lalu-lintas di sekitar Mall.

"Pasti sudah terjadi kecelakaan yang hebat," kata si pengemudi taksi sambil menunjuk ke arah kobaran api yang mengamuk di FDR Memorial.

Gabrielle mengerutkan keningnya ke arah api yang menyala-nyala di depan sana. Kenapa ini harus terjadi sekarang. Gabrielle harus segera tiba di apartemen Senator Sexton dengan informasi baru tentang PODS dan ahli geologi Kanada itu. Dia bertanya-tanya apakah kebohongan NASA tentang penemuan meteorit mereka itu akan menjadi skandal yang cukup besar untuk menghidupkan kampanye Senator Sexton.

Mungkin tidak bagi politisi pada umumnya, pikir Gabrielle, tetapi ini adalah Senator Sedgewick Sexton, seorang lelaki yang membangun kampanyenya dengan membesar-besarkan kekurangan lawannya.

Gabrielle tidak selalu bangga dengan kemampuan Senator dalam menonjolkan sisi negatif lawan politiknya, namun cara itu efektif. Kemampuan Sexton dalam menyindir dan menghina mungkin dapat mengubah sebagian dari kebohongan NASA ini menjadi pertanyaan yang menyerang karakter orang-orang berpengaruh di lembaga ruang angkasa ini--dan dalam hal ini tentunya Presiden juga akan ikut terseret.

Di luar jendela, kobaran api di FDR Memorial tampak semakin tinggi. Beberapa pohon yang tumbuh di dekatnya tampak tersambar api, dan truk pemadam kebakaran sedang menyemprotnya hingga padam. Si pengemudi taksi sekarang menyalakan radionya dan mencari-cari saluran.

Sambil mendesah, Gabrielle menutup matanya dan merasa keletihan mengalir di seluruh tubuhnya. Ketika dia pertama kali datang ke Washington, dia bercita-cita akan bekerja di bidang politik selamanya, dan mungkin suatu saat nanti akan bekerja di Gedung Putih. Tetapi pada saat ini, dia merasa sudah cukup muak untuk berurusan dengan politik sepanjang hidupnya--pertarungan dengan Marjorie Tench, foto-foto cabul dirinya dan Senator Sexton, semua kebohongan NASA ....

Seorang penyiar berita di radio sedang menyiarkan berita tentang bom mobil dan kemungkinan terorisme.

Aku harus keluar dari kota ini, kata Gabrielle dalam hati untuk pertama kalinya sejak kedatangannya ke ibu kota negara ini.

99

SANG PENGENDALI jarang merasa letih, tetapi hari ini dia sudah sampai pada batasnya. Tidak ada yang berjalan seperti yang direncanakan --penemuan terowongan penyisipan di dalam es yang tragis, kesulitan untuk menjaga informasi rahasia tersebut, dan sekarang daftar korban yang terus bertambah.

Seharusnya tidak perlu ada yang tewas ... kecuali orang Kanada itu.

Tampak sungguh ironis ketika bagian rencana yang secara teknis paling sulit, ternyata malah menjadi bagian yang paling tidak bermasalah. Penyisipan itu, yang dilakukan berbulan-bulan yang lalu, telah berhasil tanpa mengalami kesulitan. Begitu anomali tersebut berada pada tempatnya, yang tersisa hanyalah menunggu satelit Polar Orbiting Density Scanner (PODS) diluncurkan dan berada di tempat yang tepat.

PODS diprogram untuk memindai sebagian besar bagian Lingkar Kutub Utara, jadi cepat atau lambat piranti lunak pendeteksi anomali yang terpasang pada satelit itu akan mendeteksi meteorit tersebut dan kemudian menghasilkan penemuan besar bagi NASA.

Tetapi piranti lunak keparat itu ternyata tidak dapat bekerja.

Ketika Pengendali mengetahui piranti lunak pendeteksi anomali tersebut tidak dapat berfungsi dan tidak mungkin diperbaiki kecuali setelah pemilu, keseluruhan rencananya berada dalam bahaya. Tanpa PODS, meteorit tersebut tidak akan dapat terdeteksi. Sang pengendali harus memikirkan cara lain untuk secara diam-diam memberi tahu seseorang di NASA tentang keberadaan meteorit tersebut. Solusinya adalah pengiriman transmisi radio dari seorang ahli geologi Kanada yang sedang berada di sekitar area penyisipan itu. Kemudian ahli geologis tersebut, karena alasan yang sudah pasti, harus dibunuh segera dan kematiannya harus tampak seperti kecelakaan. Melemparkan ahli geologi yang tak berdosa itu dari helikopter merupakan awal dari segalanya. Tetapi, sekarang semuanya mulai terbongkar dengan cepat.

Wailee Ming. Norah Mangor. Keduanya tewas.

Lalu pembunuhan sadis yang baru saja terjadi di FDR Memorial.

Segera daftar itu akan bertambah dengan nama-nama Rachel Sexton, Michael Tolland, dan Dr. Marlinson.

Tidak ada cara lain, pikir Pengendali sambil melawan rasa sesal yang mulai berkembang di hatinya. Terlalu banyak yang dipertaruhkan di sini.

100

HELIKOPTER COAST Guard Dolphin masih berjarak dua mil dari koordinat Goya dan terbang setinggi tiga ribu kaki ketika Tolland berteriak pada si pilot.

"Apa Night Sight terpasang pada helikopter ini?"

Si pilot mengangguk. "Ini helikopter unit penyelamat."

Tolland sudah menduganya. NightSight adalah sistem pencitraan panas maritim buatan Raytheon yang mampu mencari kapal karam di dalam gelap. Panas tubuh yang berasal dari kepala seorang perenang akan muncul sebagai titik merah di lautan yang hitam.

"Nyalakanlah," kata Tolland.

Si pilot tampak bingung "Kenapa? Kau kehilangan seseorang?"

"Tidak. Aku hanya ingin kita semua melihat sesuatu."

"Kita tidak akan dapat mendeteksi obyek dengan suhu berapa pun dari ketinggian seperti ini kecuali ada lapisan minyak yang terbakar."

"Nyalakan sajalah," kata Tolland.

Si pilot menatap Tolland dengan pandangan aneh dan kemudian mengatur beberapa tombol, dan memerintahkan lensa termal di bawah helikopternya untuk mensurvei lautan yang berjarak tiga mil di depan mereka. Sebuah layar LCD di dasbor menyala. Lalu gambar itu menjadi jelas.

Gila!" Helikopter itu bergoyang sesaat ketika si pilot terhenyak karena terkejut. Dia kemudian kembali tenang, dan menatap ke arah layar.

Rachel dan Corky mencondongkan tubuh mereka ke depan sambil melihat layar dengan rasa terkejut yang sama. Lautan yang berwarna hitam sekarang diterangi pusaran besar berwarna merah yang berputar dan berdenyut-denyut.

Rachel berpaling ke arah Tolland dengan tatapan takut. "Ini kelihatan seperti badai topan."

"Memang," sahut Tolland. "Topan arus hangat. Kira-kira setengah mil di depan kita."

Pilot Coast Guard itu tertawa dengan kagum. "Ini topan yang besar. Kami kadang-kadang melihatnya, tetapi aku belum mendengar tentang yang ini."

"Baru muncul minggu lalu," kata Tolland. "Mungkin baru akan berhenti setelah beberapa hari."

"Apa penyebabnya?" tanya Rachel. Dia jelas terheran-heran karena melihat pusaran air yang besar di tengah lautan seperti ini.

"Kubah magma," kata si pilot.

Rachel menoleh ke arah Tolland dengan tatapan takut. "Gunung berapi?"

"Bukan," sahut Tolland. "Pantai Timur umumnya tidak memiliki gunung berapi yang aktif, tetapi terkadang kami menemukan kantung-kantung magma berbahaya di dalam dasar laut sehingga menyebabkan beberapa titik daerah panas di dalam laut. Titik daerah panas ini menyebabkan perubahan temperatur yang ekstrem--air yang panas di bagian bawah dan air yang lebih dingin di atasnya. Hal inilah yang mengakibatkan munculnya pusaran arus yang besar seperti ini. Ini disebut megaplume. Pusaran air itu akan terus berputar selama beberapa minggu kemudian menghilang."

Si pilot melihat pusaran air itu di layar LCD-nya. "Tampaknya yang ini masih kuat." Dia terdiam sejenak sambil memeriksa koordinat kapal Tolland dan menoleh dengan keheranan. "Mr. Tolland, tampaknya kau memarkir kapalmu cukup dekat dengan pusat pusaran itu."

Tolland mengangguk. "Pusaran itu agak lambat di kawasan yang dekat dengan pusatnya. Hanya delapan belas knot. Ini seperti membuang jangkar di sungai berarus deras. Rantai kami memang sudah bekerja keras minggu ini."

"Ya, ampun" kata si pilot. "Delapan belas knot? Jangan sampai terguling!" Dia lalu tertawa.

Rachel tidak tertawa. "Mike, kau tadi tidak mengatakan apa-apa tentang megaplume, kubah magma, dan arus panas."

Tolland meletakkan tangannya di atas lutut Rachel untuk menenangkan. "Ini sangat aman. Percayalah padaku."

Rachel mengerutkan keningnya. "Jadi, film dokumenter yang sedang kau buat di sini adalah tentang fenomena kubah magma ini?

"Megaplume dan Sphyrna mokarran."

"Ya. Kau sudah menyebutkannya sore tadi."

Tolland tersenyum nakal. "Sphyrna mokarran menyukai air hangat, dan sekarang, semua Sphyrna mokarran dalam jarak seratus mil sedang berkumpul di pusaran samudra hangat yang luas ini.

"Bagus sekali." Rachel mengangguk cemas. "Dan apa sebenarnya Sphyrna mokarran itu?"

"Ikan terjelek di laut."

"Ikan flounder?"

Tolland tertawa. "Hiu kepala palu yang besar."

Tubuh Rachel menjadi kaku di samping Tolland. "Kapalmu sedang dikelilingi ikan hiu?"

Tolland mengedipkan matanya. "Tenang, mereka tidak berbahaya."

"Kau tidak akan mengatakan itu kecuali mereka memang berbahaya."

Tolland tertawa. "Kukira kau benar." Lalu dia berseru dengan nada bercanda pada si pilot. "Hey, sudah berapa tahun sejak kalian menyelamatkan orang dari serangan hiu kepala palu?"

Si pilot hanya mengangkat bahunya. "Wah, kami belum pernah menyelamatkan satu orang pun dari serangan hiu kepala palu sejak berpuluh-puluh tahun."

Tolland lalu berpaling pada Rachel. "Nah. Sudah puluhan tahun. Jangan khawatir."

"Tetapi bulan lalu," si pilot menambahkan, "kami menerima laporan serangan hiu kepala palu ketika seorang penyelam tanpa perlengkapan khusus mencoba bersahabat dengan --"

"Tunggu!" kata Rachel. "Kau tadi bilang kau belum pernah menyelamatkan seorang pun sejak berpuluh-puluh tahun."

"Ya," sahut si pilot. "Kami memang belum pernah menyelamatkan satu orang pun karena biasanya kami terlambat. Hewan-hewan keparat itu senang membunuh dengan terburu-buru."

101

DARI UDARA, garis luar Goya tampak muncul di cakrawala. Dalam jarak setengah mil, Tolland dapat melihat lampu-lampu benderang di dek kapalnya yang dinyalakan salah satu awak kapalnya, Xavia. Ketika dia melihat lampu-lampu itu, dia merasa seperti seseorang yang letih karena sudah melakukan perjalanan panjang dan akhirnya berjalan memasuki jalan masuk rumahnya.

"Sepertinya kau tadi bilang hanya ada satu orang yang tinggal di kapal," kata Rachel yang terlihat herah ketika melihat hampir semua lampu menyala di kapal itu.

"Memangnya kau tidak membiarkan lampu rumahmu menyala ketika kau sendirian di rumah?"

"Satu lampu. Tidak di seluruh rumah."

Tolland tersenyum. Walau Rachel mencoba untuk tenang, dia tahu, Rachel sangat ketakutan berada di tengah lautan. Dia ingin meletakkan tangannya untuk merangkul Rachel dan meyakinkannya, tetapi dia tahu, tidak ada yang dapat dikatakannya. "Lampu-lampu itu dinyalakan untuk keamanan. Agar kapal tampak aktif."

Corky tertawa. "Takut dengan bajak laut, Mike?"

"Bukan bajak laut. Bahaya terbesar di sini adalah orang-orang tolol yang tidak mengerti cara membaca radar. Pertahanan terbaik supaya tidak tertabrak adalah dengan memastikan mereka melihatmu."

Corky melongok ke bawah ke arah kapal yang berkilauan itu. "Melihatmu?. Kapal itu tampak seperti kapal dalam karnaval pada malam tahun baru. Tetapi tentu saja, NBC yang membayar biaya listrikmu."

Helikopter Coast Guard itu melambat dan membelok di sekitar kapal besar yang terang benderang tersebut, dan si pilot mulai berputar-putar ke arah landasan heli yang berada di dek buritan. Walau dari udara, Tolland dapat melihat ombak bergolak dan menggoyang tubuh kapal dengan keras. Ditambatkan pada haluannya, Goya menghadap ke dalam arus, dan menegang pada jangkar besarnya seperti hewan besar yang sedang dirantai.

"Kapal ini memang cantik sekali," kata si pilot sambil tertawa.

Tolland tahu ungkapan itu adalah sindiran. Goya itu jelek. "Itu kapal yang sangat jelek," begitu menurut salah seorang wartawan televisi. Merupakan salah satu kapal dari tujuh belas kapal SWATH yang pernah dibuat, Small-Waterplane-Area Twin-Hull Goya ini sama sekali tidak menarik.

Kapal itu benar-benar merupakan dataran yang besar yang mengambang sepanjang tiga puluh kaki di atas permukaan laut dengan empat penopang besarnya yang terpasang pada kedua pontonnya. Dari kejauhan, kapal itu tampak seperti panggung pengeboran minyak yang rendah. Dari dekat, kapal ini terlihat mirip dek kapal di atas tiang-tiang penyangga. Kamar-kamar para awak kapal, beberapa laboratorium penelitian, dan anjungan navigasi berada dalam lapisan berjenjang di bagian atas kapal, sehingga menimbulkan kesan seperti sebuah meja kopi raksasa yang terapung dengan bangunan dengan berbagai tingkat yang campur aduk.

Walau penampilan Goya kurang ramping, rancangannya membuat sebagian besar kapal tersebut berada di atas permukaan air, sehingga meningkatkan stabilitas kapal. Bagian kapal yang ditopang memungkinkan pembuatan film yang lebih baik, pekerjaan laboratorium yang lebih mudah, dan ilmuwan lebih jarang mabuk laut. Walaupun NBC mendesak Tolland untuk membiarkan mereka membelikan kapal yang lebih baru, Tolland menolaknya. Dia tahu, ada banyak kapal yang lebih baik sekarang, bahkan yang lebih stabil, tetapi Goya sudah menjadi rumahnya selama hampir satu dasawarsa--kapal tempatnya berjuang untuk kembali dari kesedihannya setelah kematian Celia. Terkadang di malam hari, dia masih dapat mendengar suara Celia yang tertiup angin di dek luar. Kalau hantu itu sudah hilang, barulah dia akan memikirkan kapal baru.

Belum.

KETIKA HELIKOPTER itu akhirnya mendarat di atas dek di buritan Goya yang kokoh, Rachel hanya merasa separuh lega. Kabar baiknya adalah dia tidak lagi melayang di atas samudra. Kabar buruknya, dia sekarang berdiri di atas samudra itu sendiri. Dia berusaha untuk mengatasi perasaan gemetar yang mulai muncul di kakinya ketika dia turun dari helikopter dan mulai menapaki dek, lalu melihat ke sekelilingnya. Anehnya, dek itu sangat sempit, terutama dengan sebuah helikopter bertengger di atas landasannya. Rachel melayangkan pandangannya ke bagian depan kapal, dan dia melihat bangunan yang ditumpuk dengan aneh yang merupakan bagian besar dari kapal itu.

Tolland berdiri di samping Rachel. "Aku tahu," katanya dengan suara keras untuk mengalahkan suara gelombang yang bergolak. "Di televisi kelihatan lebih besar."

Rachel mengangguk. "Dan lebih kokoh."

"Tetapi aku berjanji kapal ini adalah kapal paling aman di laut." Tolland sambil meletakkan tangannya pada bahu Rachel dan membimbingnya menyeberangi dek.

Kehangatan tangan Tolland lebih menenangkan Rachel daripada apa yang baru saja dikatakannya. Meskipun demikian, ketika Rachel melihat buritan kapal, dia dapat melihat ombak bergulung di belakang mereka, seolah kapal itu menghambat jalan gelombang itu. Kita sedang berada di atas sebuah megaplume, pikirnya.

Tepat di bagian paling belakang dari dek itu, Rachel melihat sebuah kapal selam kecil untuk satu orang, Triton, digantung pada sebuah mesin derek raksasa. Triton--dinamai seperti Dewa Laut Yunani--sama sekali tidak tampak seperti pendahulunya, kapal selam berlapis baja Alvin. Triton memiliki kubah berbentuk setengah bulat dari bahan akrilik pada bagian depannya, sehingga membuatnya lebih mirip mangkuk akuarium raksasa daripada sebuah kapal selam. Rachel hanya dapat membayangkan sedikit hal yang lebih mengerikan dibandingkan menyelam ratusan kaki ke dalam laut tanpa penghalang di depan wajah selain lapisan akrilik bening seperti itu. Tentu saja, menurut Tolland, satu-satunya hal yang tidak menyenangkan saat menumpangi Triton adalah pada saat pertama diturunkan ke laut--perlahan-lahan dikerek turun melewati pintu di lantai dek yang dapat dibuka ke bawah, dan bergantungan seperti pendulum dengan jarak tiga puluh kaki di atas laut.

"Xavia mungkin sedang berada di laboratorium hidro," kata Tolland sambil bergerak menyeberangi dek. "Lewat sini."

Rachel dan Corky mengikuti Tolland melintasi dek yang kokoh. Sementara, pilot Coast Guard tetap berada di helikopternya dengan perintah tegas tidak boleh menggunakan radionya.

"Coba lihat ini," kata Tolland sambil berhenti di pagar pada tepian kapal.

Dengan ragu-ragu Rachel mendekati pagar tepian. Mereka berada sangat tinggi dari laut. Permukaan air pasti berjarak tiga puluh kaki di bawah mereka, tetapi Rachel masih dapat merasakan suhu panas dari air tersebut.

"Panasnya seperti air mandi yang hangat," kata Tolland menimpali suara gelombang yang menderu-deru di sekitarnya. Dia kemudian meraih kotak tombol yang berada di pagar. "Lihat ini." Dia kemudian menyalakan sebuah tombol.

Sebuah lengkungan sinar yang lebar tersebar ke seluruh permukaan air di bagian belakang kapal, dan menerangi air dari dalam seperti kolam renang berlampu. Rachel dan Corky terkesiap bersamaan.

Air di sekitar kapal itu dipenuhi belasan bayangan seperti hantu. Berkeliaran beberapa kaki di bawah permukaan air yang diterangi cahaya itu, sekumpulan hewan yang licin dalam bayangan hitam, berenang sejajar melawan arus. Kepala mereka yang berbentuk palu godam itu berayun ke depan-belakang seolah mengikuti irama zaman prasejarah.

"Demi Tuhan, Mike," kata Corky gugup. "Aku senang sekali kau mau berbagi yang seperti ini dengan kami."

Tubuh Rachel menjadi kaku. Dia ingin melangkah mundur, menjauhi pagar, tetapi kakinya tidak dapat bergerak. Rachel seperti tersihir oleh pemandangan yang mengerikan itu.

"Luar biasa, bukan?" tanya Tolland. Tangannya berada di atas bahu Rachel lagi sehingga membuatnya merasa aman. "Mereka akan berenang di air hangat itu selama beberapa minggu. Mereka memiliki daya penciuman terbaik di laut yang disebut enhanced telencephalon olfactory lobes (Indra penciuman yang amat tajam dan berhubungan dengan syaraf di bagian otak depan--penerjemah). Mereka dapat mencium bau darah dari jarak satu mil."

Corky tampak meragukan Tolland. "Enhanced telencephalon olfactory lobes?'

"Kau tidak percaya padaku?" tanya Tolland. Dia kemudian mulai mencari-cari di dalam wadah aluminum yang berada di dekat tempat mereka berdiri. Setelah beberapa saat, Tolland menarik seekor ikan kecil yang sudah mati. "Sempurna." Dia kemudian mengambil pisau dari kotak pendingin dan memotong ikan itu menjadi beberapa potong. Ikan itu mulai meneteskan darah.

"Mike, demi Tuhan," kata Corky. "Itu menjijikkan."

Tolland melempar tubuh ikan itu ke luar dan jatuh tiga puluh kaki di bawah mereka. Begitu ikan itu menyentuh air, enam atau tujuh hiu melesat secepat anak panah dan bergumul, saling berputar dengan ganas. Deretan gigi mereka yang keperakan menghujam ganas ke tubuh ikan yang berdarah itu.

Dalam sekejap, ikan itu menghilang. Dengan sangat terperanjat, Rachel memutar tubuhnya dan menatap ke arah Tolland yang sedang memegangi ikan lainnya, ikan sejenis dengan ukuran yang sama.

"Kali ini, tidak ada darah," kata Tolland. Tanpa memotong ikan itu, dia melemparkannya ke dalam air. Ikan tersebut tercebur, tetapi tidak ada yang terjadi. Hiu-hiu kepala palu itu seperti tidak melihatnya. Umpan itu menghilang ke dalam arus, dan sama sekali tidak menarik bagi hiu-hiu tersebut.

"Mereka menyerang hanya berdasarkan aroma," kata Tolland sambil mengajak mereka menjauh dari pagar. "Kenyataannya, kau dapat berenang di sini dengan sangat aman--asalkan kau tidak memiliki luka terbuka."

Corky menunjuk luka di pipinya yang baru dijahit.

Tolland mengerutkan keningnya. "Baik. Kau tidak boleh berenang."

102

TAKSI YANG ditumpangi Gabrielle tidak dapat bergerak.

Sambil duduk di dalam taksi yang dihadang penghalang jalan di dekat FDR Memorial, Gabrielle dapat melihat mobil-mobil polisi, ambulans, dan regu pemadam kebakaran di kejauhan, dan merasa sekumpulan kabut seperti dalam mimpi sedang menyelimuti kota. Berita yang disiarkan dari radio mulai terdengar dan mengatakan bahwa mobil yang meledak itu mungkin berisi seorang pejabat tinggi negara.

Gabrielle mengeluarkan ponselnya, lalu memutar nomor Senator. Dia pasti sedang bertanya-tanya kenapa Gabrielle begitu lama tidak segera kembali.

Salurannya sibuk.

Gabrielle melihat argo taksinya dan mengerutkan keningnya. Beberapa mobil lainnya yang juga terjebak di sini mulai memutar untuk mencari jalan lainnya.

Si pengemudi taksi menoleh ke belakang dan bertanya. "Kau ingin menunggu? Biayanya akan mahal sekali."

Gabrielle melihat' mobil petugas di depan sana semakin bertambah banyak sekarang. "Tidak. Ayo kita berputar saja."

Pengemudi itu menggerutu setuju dan mulai berusaha memutar arah mobilnya dengan susah payah. Ketika taksi mereka melewati tepi trotoar jalan ketika sedang berusaha dengan keras untuk berputar, Gabrielle berusaha menelepon Sexton lagi.

Masih sibuk.

Beberapa menit kemudian, setelah mengambil jalan memutar yang cukup jauh, akhirnya taksi itu meluncur menuju C Street. Gabrielle dapat melihat Philip A. Hart Office Building muncul dari kejauhan. Dia ingin langsung menuju ke apartemen Senator, tetapi dengan kantornya yang sudah berada di depan mata ....

"Menepilah," katanya cepat kepada si pengemudi. "Di sana. Terima kasih." Dia menunjuk.

Taksi itu kemudian berhenti.

Gabrielle membayar ongkos yang tertera pada argo dan menambahkan sepuluh dolar lagi. "Bisa menunggu sepuluh menit?"

Si pengemudi menatap uangnya, kemudian jam tangannya. "Jangan lama-lama."

Gabrielle bergegas keluar. Aku akan keluar dalam lima menit.

Koridor dari pualam di gedung perkantoran yang sunyi itu terasa hampir seperti kuburan pada jam ini. Otot-otot Gabrielle menegang ketika dia bergegas melewati deretan patung-patung yang tampak serius di jalan masuk di lantai tiga. Mata mereka yang terbuat dari batu tampak mengikutinya seperti penjaga tak bersuara.

Ketika dia tiba di pintu utama kantor Senator Sexton yang terdiri dari lima ruangan itu, Gabrielle menggunakan kartu kuncinya untuk masuk. Lobi sekretaris diterangi lampu yang remang-remang. Setelah menyeberangi bagian depan ruang kantor itu, Gabrielle memasuki gang dan menuju ke ruangannya. Dia masuk, menyalakan lampu neon, dan segera menuju lemari arsipnya.

Dia memiliki seluruh dokumen mengenai pendanaan Earth Observing System NASA, termasuk berbagai informasi tentang PODS. Sexton pasti akan membutuhkan semua data tentang PODS yang dimilikinya begitu Gabrielle menceritakan tentang Harper.

NASA berbohong tentang PODS.

Ketika Gabrielle mulai mencari-cari di antara dokumennya, ponselnya berdering.

"Senator?" tanyanya.

"Bukan, Gabs. Ini Yolanda." Suara temannya terdengar tidak seperti biasanya. "Kau masih berada di NASA?"

"Tidak. Di kantorku."

"Kau menemukan sesuatu di NASA?"

Kau tidak tahu seberapa banyak yang kutemukan. Gabrielle tahu dia tidak boleh mengatakan apa pun kepada Yolanda hingga dia berbicara dengan Sexton. Senator pasti memiliki ide khusus untuk menangani informasi itu dengan cara terbaik. "Aku akan menceritakan tentang hal itu setelah aku berbicara dengan Sexton. Aku sedang menuju ke tempatnya sekarang."

Yolanda tidak segera menyahut. "Gabs, kautahu hal yang tadi kaukatakan tentang pendanaan kampanye Sexton dan SFF?"

"Aku sudah bilang padamu aku salah dan--"

"Aku baru saja tahu bahwa dua wartawan kami yang sedang meliput industri pesawat luar angkasa ternyata juga sedang mengerjakan berita yang sama."

Gabrielle terkejut. "Apa itu artinya?"

"Aku tidak tahu. Tetapi mereka wartawan yang handal, dan mereka kelihatan sangat yakin kalau Sexton menerima imbalan dari Space Frontier Foundation. Aku pikir aku harus meneleponmu. Aku tahu, sebelumnya aku sudah bilang kalau gagasan itu tidak masuk akal. Marjorie Tench sebagai sumber tampak meragukan, tetapi dua wartawan kami ini .... Aku tidak tahu. Tetapi mungkin kaumau berbicara dengan mereka sebelum kau bertemu dengan Senator."

"Jika mereka begitu yakin, mengapa mereka tidak segera menerbitkannya?" suara Gabrielle terdengar terlalu membela diri dibandingkan dengan yang diinginkannya.

"Mereka tidak punya bukti pasti. Senatormu itu tampaknya pandai menutupi jejaknya."

Kebanyakan politisi memang begitu. "Di sana tidak ada apa-apa, Yolanda. Aku sudah bilang padamu, Senator memang menerima uang dari SFF, tetapi semuanya di bawah ketentuan."

"Aku tahu, itu adalah hal yang dikatakan Sexton padamu, Gabs, dan aku tidak ingin menyatakan mana yang betul dan mana yang salah dalam hal ini. Aku hanya merasa wajib meneleponmu karena aku tadi berkata agar kau tidak memercayai Marjorie Tench, tetapi sekarang aku tahu ternyata ada orang selain Tench yang berpikir bahwa Senator mungkin menerima sogokan. Itu saja."

"Siapa saja wartawan ini?" tanya Gabrielle dengan gusar.

"Aku tidak boleh menyebutkan nama mereka, tetapi aku dapat mengatur pertemuan kalian. Mereka pandai. Mereka mengerti tentang pendanaan kampanye ...." Yolanda ragu-ragu. "Kautahu, orang-orang ini sebenarnya percaya kalau sesungguhnya Sexton sudah tidak punya uang--bahkan bangkrut."

Dalam kesunyian kantornya, Gabrielle dapat mendengar suara Tench yang menuduh dengan kasar. Setelah Katherine meninggal, Senator menghamburkan uang warisannya untuk investasi yang hanya memberikan kerugian, kesenangan pribadi, dan membeli barang-barang yang pada awalnya terlihat menguntungkan, tetapi kemudian berubah menjadi kerugian yang besar. Enam bulan yang lalu, dia jatuh bangkrut.

"Orang-orang kami itu akan senang berbicara denganmu," kata Yolanda.

Aku bertaruh, mereka akan suka, pikir Gabrielle. "Aku akan meneleponmu kembali."

"Kau sepertinya marah."

"Tidak pernah padamu, Yolanda. Tidak akan perhah padamu. Terima kasih."

Gabrielle menutup teleponnya.

TERKANTUK-KANTUK di atas sebuah kursi di koridor yang terletak di luar apartemen Senator Sexton di Westbrooke, seorang penjaga terbangun dengan terkejut karena suara ponselnya. Dia tersentak dan terbangun di atas kursinya, lalu menggosok matanya, dan mengeluarkan ponsel dari saku jasnya.

"Ya?"

"Owen, ini Gabrielle."

Penjaga Sexton itu mengenali suara Gabrielle. "Oh, hai."

"Aku harus berbicara dengan Senator. Maukah kau mengetukkan pintunya untukku? Saluran teleponnya sibuk."

"Ini sudah malam sekali."

"Dia tidak tidur. Aku yakin itu." Gabrielle terdengar cemas. "Ini darurat."

"Darurat lagi?"

"Sama dengan yang tadi. Tolong sambungkan saja, Owen. Ada sesuatu yang sangat ingin aku sampaikan padanya."

Si penjaga mendesah, dan kemudian berdiri. "Baik, baik. Akan aku ketuk pintunya." Dia menggeliat, dan berjalan ke pintu apartemen Sexton. "Tetapi aku melakukan ini hanya karena dia senang ketika aku tadi membiarkanmu masuk." Dengan enggan, dia menaikkan tinjunya untuk mengetuk.

"Apa katamu tadi?" tanya Gabrielle.

Tangan si penjaga berhenti di udara. "Aku bilang Senator senang aku sudah membiarkan kau masuk tadi. Kau benar. Itu sama sekali tidak masalah."

"Kau dan Senator membicarakan hal itu?" Gabrielle terdengar terkejut.

"Ya. Memangnya kenapa?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya tidak mengira ...."

"Sebenarnya, itu agak aneh juga. Senator membutuhkan beberapa detik untuk mengingat kau pernah datang ke sini. Kukira mereka semua agak mabuk."

"Kapan kau berbicara dengannya, Owen?"

"Begitu kau pergi. Ada yang salah?"

Sepi sejenak. "Tidak ... tidak. Tidak apa-apa. Begini, sekarang setelah kupikir-pikir lagi, sebaiknya kita tidak usah mengganggu Senator sesegera ini. Aku akan terus mencoba saluran telepon rumahnya, dan kalau aku tidak berhasil, aku akan meneleponmu kembali, lalu kau boleh mengetuk pintunya."

Si penjaga hanya memutar bola matanya. "Apa pun yang kau inginkan, Ms. Ashe."

"Terima kasih, Owen. Maaf telah merepotkanmu."

"Tidak apa-apa." Dia menutup teleponnya, dan menjatuhkan dirinya ke atas kursi untuk tidur lagi.

Sendirian di kantornya, Gabrielle berdiri terpaku selama beberapa detik sebelum menutup teleponnya. Sexton tahu aku tadi berada di dalam apartemennya ... dan dia tidak mengatakannya padaku?

Keanehan yang terjadi pada malam ini menjadi semakin kelam. Gabrielle ingat telepon sang senator tadi ketika dia berada di kantor ABC. Gabrielle terkejut dengan pengakuan sang senator yang muncul tanpa harus dipancing-pancing terlebih dahulu. Dia mengaku telah bertemu dengan perusahaan-perusahaan ruang angkasa dan menerima uang dari mereka. Kejujurannya itu telah membuat Gabrielle memercayainya lagi. Bahkan Gabrielle merasa malu. Sekarang, pengakuan Senator tadi tampak tidak begitu mulia lagi.

Uang yang diberikan tidak terlalu banyak, kata Sexton tadi. Betul-betul sah.

Tiba-tiba, seluruh keragu-raguan yang pernah dirasakan Gabrielle terhadap sang senator kembali lagi dalam sekejap.

Di luar, supir taksi membunyikan klaksonnya.

103

ANJUNGAN KAPAL Goya terbuat dari kubus Plexiglas dan terletak dua tingkat di atas dek utama. Dari situ Rachel mendapatkan pemandangan laut yang gelap seluas 360 derajat, sebuah pemandangan yang mengerikan yang hanya dia pikirkan sesaat saja. Dia segera menyingkirkan pemandangan itu dan mengembalikan perhatiannya pada masalah yang ada.

Setelah menyuruh Tolland dan Corky menemui Xavia, Rachel bersiap untuk menghubungi Pickering. Dia sudah berjanji, dia akan menelepon sang direktur begitu mereka tiba, dan dia sangat ingin tahu apa hasil dari pertemuan Direktur NRO dengan Marjorie Tench.

Sistem komunikasi digital SHINCOM 2100 yang digunakan kapal Goya, merupakan sistem komunikasi yang sudah cukup dikenalnya. Dia tahu jika dia menghubungi direkturnya secara singkat, komunikasinya akan tetap aman, dan tidak sempat terlacak.

Setelah memutar nomor pribadi Pickering, dia menunggu sambil memegangi gagang telepon SHINCO M 2100 di telinganya. Dia berharap Pickering akan menjawabnya pada dering pertama. Tetapi saluran itu terus saja berdering.

Dering keenam. Tujuh. Delapan ....

Rachel menatap lautan di sekelilingnya yang gelap gulita. Ketidakmampuannya untuk menghubungi direkturnya tidak mampu mengalahkan kecemasannya karena berada di atas lautan.

Dering kesembilan. Kesepuluh. Ayo Angkat!

Rachel berjalan hilir-mudik. Ada apa? Pickering selalu membawa teleponnya ke mana pun, dan dia sudah dengan jelas meminta Rachel agar meneleponnya.

Setelah dering kelima belas, Rachel menutup telepon.

Dengan ketakutan yang semakin besar, dia mengangkat gagang telepon SHINCOM tadi dan menelepon lagi.

Empat deringan. Lima deringan.

Di mana dia?

Akhirnya, hubungan itu tersambungkan. Rachel merasa sangat lega, tetapi hanya sebentar. Tidak ada seorang pun di dalam saluran itu. Yang ada hanya kesunyian.

"Halo," dia menyapa. "Pak Direktur?"

Terdengar tiga kali klik dengan cepat.

"Halo?" sapa Rachel lagi.

Terdengar bunyi denging yang keras secara tiba-tiba di telinga Rachel. Dia menjauhkan alat komunikasi itu dari kepalanya karena kesakitan. Bunyi itu tiba-tiba berhenti. Sekarang dia dapat mendengar serangkaian nada osilasi yang berdenyut dengan jarak setengah detik. Rasa bingung di kepala Rachel segera hilang dan berganti dengan kesadaran. Dan ketakutan.

"Kurang ajar!"

Sambil memutar tubuhnya ke arah ruang kontrol, Rachel membanting gagang telepon itu ke tempatnya. Untuk beberapa saat dia berdiri ketakutan sambil bertanya-tanya apakah dia memutuskan hubungan tepat pada waktunya.

DI BAGIAN tengah kapal, dua dek di bawahnya, terletak laboratorium hidro kapal Goya yang merupakan ruang kerja yang luas. Ruangan ini terbagi-bagi oleh meja-meja dan pembatas di tengah ruangan yang berupa peralatan elektronik, seperti peralatan gelombang sonar, penganalisa arus laut, tempat cuci, kain pemadam api, tempat pendingin yang luas untuk menyimpan sampel, komputer, dan setumpuk peti untuk menyimpan data penelitian dan persediaan peralatan elektronik lainnya agar semuanya dapat bekerja dengan baik.

Ketika Tolland dan Corky masuk, Xavia, awak kapal sekaligus ahli geologi di kapal ini, sedang bersandar sambil menonton televisi. Dia bahkan tidak memalingkan wajahnya.

"Kalian kehabisan uang untuk membeli bir?" serunya. Tampaknya dia mengira yang datang itu adalah awak kapal lainnya yang tiba-tiba kembali.

"Xavia," kata Tolland. "Ini Mike."

Ahli geologi itu langsung memutar tubuhnya sambil menelan roti sandwich yang sedang dimakannya. "Mike?" dia terdengar gugup. Xavia jelas tampak heran ketika melihat Tolland tiba-tiba berada di sini. Dia berdiri, lalu mengecilkan suara televisi, dan berjalan mendekat sambil masih mengunyah makanannya. "Kukira kalian adalah awak kapal yang pulang dari minum-minum di bar. Apa yang kaulakukan di sini?" Xavia adalah seorang perempuan bertubuh besar dan berkulit gelap dengan suara tajam, dan memiliki pembawaan yang tidak begitu ramah. Dia menunjuk ke arah televisi yang terus menayangkan siaran ulang film dokumenter Tolland tentang meteorit yang baru ditemukan itu. "Tidak mau lama-lama berada di atas lapisan es itu, ya?"

Ada sesuatu yang terjadi, kata Tolland dalam hati. "Xavia, aku yakin kau pasti sudah kenal dengan Corky Marlinson."

Xavia mengangguk. "Sebuah kehormatan bertemu denganmu, Pak," sapanya sok formal.

Corky sedang memerhatikan sandwich di tangan Xavia. "Itu sepertinya enak."

Xavia menatapnya dengan pandangan aneh.

"Aku menerima pesanmu," kata Tolland pada Xavia. "Kau bilang aku membuat kesalahan dalam presentasiku? Aku ingin membicarakan hal itu denganmu."

Ahli geologi itu menatap Tolland dan tertawa dengan keras. "Karena hal itu kau kembali? Oh, Mike, demi Tuhan, sudah aku katakan, itu bukan apa-apa. Aku hanya ingin menggodamu saja. NASA jelas memberimu data lama. Ini tidak penting. Sesungguhnya, mungkin hanya ada tiga atau empat ahli geologi kelautan saja yang akan mengetahui kekeliruan itu!"

Tolland menahan napasnya. "Kekeliruan itu, apakah ada hubungannya dengan chondrules?"

Wajah Xavia menjadi pucat karena terkejut. "Ya, ampun. Salah satu dari ahli geologi itu sudah meneleponmu?"

Tolland menjadi lesu. Chondrules itu. Dia menatap Corky dan kembali ke ahli geologi kelautan itu lagi. "Xavia, aku harus mengetahui semua yang dapat kau katakan kepadaku mengenai chondrules ini. Kesalahan apa yang kubuat?"

Xavia menatapnya dengan serius. Sepertinya sekarang dia merasa Tolland sangat bersungguh-sungguh. "Mike, itu betul betul bukan apa-apa. Aku pernah membaca artikel kecil di majalah beberapa waktu yang lalu. Tetapi aku tidak mengerti kenapa kau begitu khawatir mengenai hal seperti itu?"

Tolland mendesah. "Xavia, ini mungkin terdengar aneh, tapi semakin sedikit yang kau ketahui malam ini, akan semakin baik. Yang kuminta padamu hanyalah katakan apa yang kau ketahui tentang chondrules itu, kemudian kami akan memintamu untuk meneliti sebuah sampel batu untuk kami."

Xavia tampak bingung dan agak gelisah karena tidak mengerti. "Baiklah, akan aku ambilkan artikel itu di kantorku." Dia lalu meletakkan sandwich-nya. di atas meja dan beranjak ke pintu.

Corky berseru di belakangnya. "Boleh kuhabiskan ini?"

Xavia berhenti dan menatap tamunya dengan ragu-ragu. "Kau mau menghabiskan sandwich-ku?"

"Yah, aku hanya berpikir kalau kau--"

"Ambil sandwich-mu sendiri" sahutnya sambil terus berlalu.

Tolland tertawa sambil menunjuk ke seberang laboratorium ke arah sebuah kotak pendingin tempat penyimpanan sampel. "Rak paling bawah, Corky. Di antara kantong sambuca dan cumi-cumi."

Di luar, di atas dek, Rachel menuruni tangga yang curam dari anjungan dan berjalan ke arah landasan helikopter. Si pilot Coast Guard sedang tertidur, tetapi segera bangun dan duduk ketika Rachel mengetuk kaca kokpit.

"Selesai?" tanyanya. "Cepat sekali."

Rachel menggelengkan kepalanya dengan tatapan tegang. "Kau dapat menyalakan radar daratan dan udara?"

"Tentu, dalam radius sepuluh mil."

"Tolong nyalakan."

Dengan pandangan bingung, si pilot menyalakan beberapa tombol dan layar radar pun menyala. Lengan jarum radar berputar lambat.

"Ada sesuatu?" tanya Rachel.

Si pilot membiarkan jarum itu melakukan putaran penuh beberapa kali. Dia lalu menyesuaikan beberapa pengendali dan menatapnya. Bersih. "Hanya beberapa kapal kecil yang berlayar jauh di perbatasan, tetapi mereka menjauh dari kita. Kita aman. Bermil-mil di kelilingi laut lepas dari segala arah."

Rachel Sexton mengembuskan napas dengan keras, walau dia tidak benar-benar merasa lega. "Tolong aku, kalau kau melihat apa pun mendekat --kapal, pesawat udara, apa saja--bisa beri tahu aku segera?"

"Tentu. Semuanya baik-baik saja?"

"Ya. Aku hanya ingin tahu kalau-kalau kita kedatangan tamu."

Si pilot mengangkat bahunya. "Aku akan mengawasi radar, Bu. Jika ada yang berkedip, kau akan menjadi orang pertama yang mengetahuinya."

Insting Rachel seperti tergelitik ketika dia berjalan menuju ke lab hidro. Ketika dia masuk, dia melihat Corky dan Tolland sedang berdiri berdua saja di depan sebuah layar komputer dan mengunyah sandwich.

Corky berseru pada Rachel dengan mulut penuh ketika melihatnya masuk. "Kau mau makan apa? Sandwich ayam beraroma ikan, sandwich bologna beraroma ikan, atau sandwich salad telur beraroma ikan?"

Rachel tidak menghiraukan pertanyaan itu. "Mike, seberapa cepat kita dapat mengambil informasi yang kita butuhkan dan segera pergi dari kapal ini?"

104

TOLLAND BERJALAN hilir-mudik di lab hidro bersama Rachel dan Corky sambil menunggu Xavia kembali. Kabar tentang chondrules itu sama mencemaskannya dengan kabar baru yang dibawa Rachel ketika dia berusaha menghubungi Pickering tadi.

Direktur tidak menjawab teleponnya.

Seseorang berusaha untuk mengetahui lokasi kapal Goya.

"Tenang," kata Tolland. "Kita aman. Pilot Coast Guard itu sedang mengamati radar. Dia pasti akan memeringatkan kita jika ada yang mendekat ke arah Goya."

Rachel mengangguk setuju, walau dia masih tampak cemas.

"Mike, apa ini?" tanya Corky sambil menunjuk ke sebuah layar komputer Sparc yang sedang menayangkan sebuah gambar aneh yang terlihat tidak menyenangkan. Gambar itu berdenyut dan bergolak seperti hidup.

"Acoustic Doppler Current Profiler," sahut Tolland. "Itu gambar arus air dan temperatur lautan di bawah kapal ini."

Rachel memandangnya dengan serius. " Di atas itukah kita membuang jangkar?"

Tolland harus mengakui, gambar itu tampak mengerikan. Di permukaan, air tampak bergolak dengan warna hijau kebiruan, tetapi semakin ke bawah, warnanya perlahan-lahan berubah menjadi merah-jingga yang menakutkan sebagai tanda bahwa suhu air meningkat. Di dekat dasar, lebih dari satu mil ke bawah, melayang tak jauh di atas dasar lautan, pusaran topan berwarna merah sedang mengamuk.

"Itu megaplume," kata Tolland.

Corky menggerutu. "Kelihatannya seperti tornado di bawah air.

"Prinsipnya sama. Lautan biasanya lebih dingin dan lebih padat di dekat dasarnya, tetapi yang terjadi di sini sebaliknya. Air di kedalaman dipanaskan dan menjadi lebih ringan, sehingga dia naik ke permukaan. Sementara itu permukaan air lebih berat, sehingga mengalir ke bawah dalam pusaran yang besar untuk mengisi kekosongan itu. Kau mengalami arus seperti pada saluran pembuangan di lautan. Ini adalah pusaran air yang besar sekali."

"Lalu benjolan besar di dasar laut itu apa?" tanya Corky sambil menunjuk ke bagian dataran yang luas di dasar laut di mana sebuah gundukan berbentuk kubah, menonjol seperti gelembung. Sementara pusaran itu tepat berputar di atasnya.

"Tonjolan itu disebut kubah magma," jelas Tolland. "Di situlah magma mendesak ke atas dari dasar lautan."

Corky mengangguk. "Seperti jerawat besar."

"Bisa dikatakan begitu."

"Dan jika meletus?"

Tolland mengerutkan keningnya, dan mengingat kejadian megaplume yang hebat pada 1986 di Juan de Fuca Ridge. Saat itu magma seberat ribuan ton dengan suhu 1.200 derajat Celsius meledak di dasar lautan secara bersamaan, sehingga memperbesar intensitas megaplume seketika itu juga. Arus di permukaan laut menguat ketika pusaran air tersebut meluas dengan cepat ke atas. Apa yang terjadi berikutnya adalah sesuatu yang Tolland tidak ingin ceritakan kepada Rachel dan Corky malam ini.

"Kubah-kubah magma di Samudra Atlantik tidak meletus," kata Tolland. "Air dingin yang berputar di atas gundukan itu tetap dingin sehingga mengeraskan kulit bumi, dan menjaga magma tetap aman berada di bawah lapisan tebal dari bebatuan. Akhirnya lava di bawah itu menjadi dingin, dan pusaran itu berhenti. Megaplume biasanya tidak berbahaya."

Corky menunjuk ke sebuah majalah kumal yang terletak di dekat komputer. "Jadi maksudmu majalah Scientific American cuma membual?"

Tolland melihat sampul majalah itu, dan mengernyit. Sepertinya seseorang telah mengambilnya dari arsip majalah ilmiah lama di kapal ini: Scientific American, Februari 1999. Sampulnya menunjukkan seorang artis sedang mengendalikan sebuah supertanker yang sedang berputar tak terkendali dalam pusaran besar di lautan. Judulnya artikel itu: MEGAPLUME--RAKSASA PEMBUNUH DARI KEDALAMAN LAUTAN?

Tolland menertawakannya. "Sama sekali tidak relevan. Artikel ini membicarakan tentang megaplume yang terjadi di area gempa bumi. Itu adalah hipotesis populer tentang Segitiga Bermuda beberapa tahun yang lalu sehingga menjelaskan bagaimana kapal-kapal itu bisa raib. Secara teknis, jika ada semacam bencana geologis di dasar lautan, yang tidak bisa terdengar dari atas sini, kubah itu dapat meletus, dan pusaran air itu bisa menjadi cukup besar untuk ... yah, kalian tahulah ...."

"Tidak, kami tidak tahu," sahut Corky.

Tolland menggerakkan bahunya. "Naik ke permukaan."

"Hebat sekali. Kami senang kauajak ke sini."

Xavia masuk sambil membawa beberapa lembar kertas. "Sedang mengagumi megaplume?"

"Oh, ya," kata Corky bernada sarkastis. "Mike baru saja mengatakan kepada kami bagaimana jika gundukan kecil itu meletus, dan kita semua akan terbawa pusaran arus di sebuah pembuangan air yang sangat besar."

"Pembuangan air?" tanya Xavia dengan tawa dingin. "Lebih tepat jika dikatakan tersedot masuk ke dalam toilet terbesar di dunia."

DI LUAR, di atas dek Goya, pilot helikopter Coast Guard dengan waspada mengawasi layar radar EMS. Sebagai seorang pilot penyelamat, dia sering melihat sinar ketakutan di mata banyak orang. Rachel Sexton jelas ketakutan ketika dia memintanya agar berjaga-jaga kalau-kalau mereka menerima tamu di Goya.

Tamu semacam apa yang diduganya akan datang? Dia bertanya-tanya.

Dari yang dapat dilihat si pilot, laut dan udara sejauh sepuluh mil dari segala arah tidak menunjukkan apa pun yang aneh. Terlihat sebuah kapal nelayan berjarak delapan mil. Tak lama kemudian sebuah pesawat terbang biasa melintasi tepian medan radar mereka, tetapi menghilang lagi ke arah tujuan yang tidak diketahui.

Si pilot mendesah. Sekarang dia menatap lautan yang bergolak di sekitar kapal itu. Sensasinya menakutkan--seolah mereka sedang berlayar, bukannya membuang jangkar.

Dia kembali menatap layar radar dan mengamati. Dengan waspada.

105

DI ATAS Goya, Tolland sekarang sudah memperkenalkan Rachel pada Xavia. Ahli geologi yang sedang bertugas di kapal itu tampak semakin bingung dengan rombongan aneh yang sekarang berdiri di hadapannya dalam lab hidro. Selain itu, keinginan Rachel untuk segera melaksanakan pengujian dan kemudian pergi dari kapal ini secepat mungkin semakin membuat Xavia menjadi tidak tenang.

Jangan terburu-buru, Xavia, Tolland menenangkannya. Kami harus mengetahui segalanya.

Sekarang Xavia berbicara, suaranya terdengar kaku. "Dalam film dokumentermu, Mike, kau bilang gelembung-gelembung metalik yang ada di dalam batu ini hanya dapat terjadi di ruang angkasa."

Tolland mulai merasakan getar ketakutan. Chondrules hanya terbentuk di ruang angkasa. Itu yang dikatakan NASA padaku.

"Tetapi menurut catatan ini," kata Xavia sambil memegangi lembaran-lembaran kertas di tangannya, "hal itu tidak sepenuhnya benar."

Corky melotot. "Tentu saja itu benar!"

Xavia menggerutu pada Corky dan melambaikan catatannya. "Tahun lalu, seorang ahli geologi muda bernama Lee Pollock dari Drew University, menggunakan sebuah robot maritim jenis baru untuk mengambil sampel kulit bumi di dasar lautan Pasifik. Di daerah Mariana Trench, dia menarik sebongkah batu lepas yang ternyata mengandung ciri-ciri geologis yang belum pernah dilihatnya. Ciri-ciri itu sangat serupa dengan penampilan chondrules ini. Dia menyebutnya 'plagioclase stress inclusions--gelembung-gelembung metal kecil yang tampaknya terkumpul kembali selama lautan dalam mengalami tekanan. Dr. Pollock kagum karena menemukan gelembung-gelembung metalik di dalam batu lautan sehingga kemudian dia menyusun sebuah teori unik untuk menjelaskan keberadaan mereka."

Corky menggerutu. "Kukira dia memang harus begitu."

Xavia mengabaikannya. "Dr. Pollock mengatakan batu itu terbentuk di lingkungan laut yang sangat dalam di mana tekanan yang ekstrem mengubah bentuk fisik batu tersebut, dan memungkinkan metal-metal yang berlainan melebur menjadi satu."

Tolland mempertimbangkannya. Marina Trench letaknya tujuh mil di dasar laut, salah satu daerah yang betul-betul belum tersentuh di planet ini. Hanya sedikit mesin robot yang mampu menjelajah sedalam itu, dan kebanyakan mesin tersebut rusak sebelum mereka tiba di dasar. Tekanan air di palung laut sangat besar--18 ribu pon per inci persegi, dibandingkan dengan 24 pon di permukaan lautan. Para ahli kelautan masih memiliki pengetahuan yang sedikit tentang berbagai kekuatan geologis di dasar lautan. "Jadi, Pollock berpikir Marina Trench dapat membentuk bebatuan dengan ciri-ciri seperti chondrules?"

"Ini sebuah teori yang sangat tak jelas," sahut Xavia. "Bahkan, teori itu tidak pernah benar-benar dipublikasikan. Kebetulan saja aku menemukan catatan pribadi Pollock di internet bulan lalu ketika sedang meneliti interaksi cairan batu untuk pertunjukan megaplume kita yang akan datang. Kalau tidak begitu, aku tidak akan pernah mendengar tentang hal itu."

"Teori itu tidak pernah dipublikasikan karena itu menggelikan," sahut Corky. "Kau membutuhkan panas untuk membentuk chondrules. Tidak mungkin tekanan air dapat membentuk susunan kristal dari sebuah batu."

"Tekanan," Xavia balas menyerang, "merupakan satu-satunya penyumbang terbesar dari perubahan geologis di bumi ini. Memangnya kau tidak pernah mendengar sesuatu disebut batu metamorfosisi Geologi 101?"

Corky menggerutu.

Tolland mengakui, Xavia benar. Walau panas dapat berperan dalam beberapa perubahan struktur geologi bumi, tetapi perubahan struktur pada bebatuan juga dapat terbentuk oleh tekanan yang ekstrem. Hebatnya, batu-batu yang tertanam di kulit bumi berada di bawah tekanan yang begitu besar sehingga mereka lebih bersifat seperti cairan gula yang kental daripada seperti batu keras, menjadi elastis, dan mengalami perubahan kimiawi ketika hal itu terjadi. Walau demikian, teori Dr. Pollock ini masih tampak seperti gambaran kasar.

"Xavia," kata Tolland. "Aku belum pernah mendengar tekanan air sendiri dapat mengubah sebuah batu secara kimiawi. Kau kan seorang ahli geologi, bagaimana pendapatmu?"

"Menurutku,"sahut Xavia sambil membalik-balik catatannya, "sepertinya tekanan air bukanlah satu-satunya faktor." Akhirnya Xavia menemukan sebuah bagian yang dicarinya, lalu membacakan catatan Pollock kata per kata. "Lapisanpermukaan bumi di Marina Trench, yang sudah berada di bawah tekanan hidrostatis yang luar biasa, dapat menerima tekanan lebih besar lagi dari kekuatan tektonik pada zona subduction di area tersebut."

Tentu saja, kata Tolland dalam hati. Marina Trench, selain berada dalam tekanan di bawah air sedalam tujuh mil, merupakan sebuah zona subduction--area terjadinya tekanan di mana lempeng Samudra Pasifik dan Samudra Hindia bergerak mendekati satu sama lain dan kemudian bertabrakan. Gabungan tekanan di Marina Trench dapat menjadi besar sekali, dan karena area tersebut begitu jauh dan berbahaya untuk dipelajari, maka jika di sana ada chondrules, kemungkinan untuk mengetahuinya sangatlah tipis.

Xavia terus membaca. "Gabungan hidrostatis dan tekanan tektonik ini dapat berpotensi menekan kulit bumi menjadi sebuah keadaan yang elastis atau setengah cair, sehingga memungkinkan elemen yang lebih ringan melebur menjadi struktur seperti chondrules yang sebelumnya diduga hanya dapat terjadi di ruang angkasa."

Corky memutar bola matanya. "Tidak mungkin."

Tolland menatap Corky. "Apakah ada penjelasan lain untuk chondrules pada batu yang ditemukan Dr. Pollock?"

"Mudah saja," kata Corky. "Pollock telah menemukan meteorit yang sesungguhnya. Pollock mungkin tidak menduga batu tersebut adalah sebongkah meteorit karena kulit fusinya sudah terkikis karena sudah lama terendam di dalam air, sehingga tampak seperti batu biasa." Corky berpaling pada Xavia. "Aku mengira Pollock tidak cukup pandai untuk mengukur kandungan nikelnya, bukan?"

"Sebenarnya, perkiraanmu itu salah," sahut Xavia balas menyerang sambil membalik-balik catatannya lagi. "Pollock menulis: 'Aku terkejut ketika menemukan kandungan nikel dalam sampel ini berada di dalam nilai kisaran tengah yang tidak terlalu sama dengan yang biasanya ditemukan dalam batu-batu dari luar angkasa.'"

Tolland dan Rachel saling berpandangan dengan heran.

Xavia terus membaca. '"Walau jumlah kandungan nikel dalam batu ini tidak berada di dalam rentang kisaran tengah yang biasanya diterima untuk ukuran batu meteorit asli, tetapi, anehnya kandungan nikel dalam batu ini mendekati kisaran tengah tersebut."

Rachel tampak bingung. "Seberapa dekat? Apakah ada kemungkinan batu itu sebenarnya adalah meteorit yang disalah-tafsirkan sebagai batu laut?"

Xavia menggelengkan kepalanya. "Aku bukan ahli petrologi kimia, tetapi yang kutahu, ada banyak perbedaan kimiawi antara batu yang ditemukan Pollock dengan meteorit yang sesungguhnya."

"Apa perbedaan itu?" desak Tolland.

Xavia mengalihkan perhatiannya pada sebuah gambar di dalam catatannya. "Menurut yang ada di sini, salah satu perbedaan berada dalam struktur kimiawi chondrules itu sendiri. Tampaknya perbedaan itu ada pada rasio titanium/zirkonium. Rasio titanium/zirkonium di dalam chondrules pada sampel lautan memperlihatkan zirkonium yang sangat sedikit." Xavia kemudian menatap tamu-tamunya. "Hanya dua parts per million."

"Dua ppm?" tanya Corky dengan cepat. "Chondrules di meteorit memiliki jumlah ribuan kali dari itu!"

"Tepat," sahut Xavia. "Karena itulah Pollock berpendapat bahwa sampel chondrules yang ditemukannya itu tidak berasal dari angkasa luar."

Tolland mencondongkan tubuhnya ke arah Corky dan berbisik, "Apakah NASA pernah mengukur rasio titanium/zirkonium pada batu di Milne?"

"Tentu saja tidak," sembur Corky. "Tidak seorang pun yang akan mengukurnya. Itu seperti melihat sebuah mobil dan mengukur kandungan karet dalam bannya untuk meyakinkan matamu bahwa apa yang sedang kaulihat itu adalah sebuah mobil!"

Tolland mendesah berat, lalu menatap Xavia lagi. "Jika kami memiliki sebuah sampel batu dengan chondrules di dalamnya, dapatkah kau melakukan pengujian untuk meyakinkan apakah chondrules yang ada pada sampel kami itu adalah chondrules angkasa luar atau ... hanya salah satu dari batu yang mengalami tekanan di kedalaman laut seperti yang ditemukan Pollock?"

Xavia mengangkat bahunya. "Kukira bisa. Keakuratan microprobe elektron di kapal ini cukup memadai. Ada apa ini sebenarnya."

Tolland berpaling pada Corky. "Berikan padanya."

Corky dengan enggan mengeluarkan sampel tersebut dari sakunya dan mengulurkannya pada Xavia.

Alis Xavia mengerut ketika dia mengambil cakram batu itu. Dia melihat kulit fusinya dan kemudian fosil yang menempel pada batu itu. "Tuhanku!" serunya. Kepalanya tersentak ke atas. "Ini bukan bagian dari ...?"

"Ya," sahut Tolland. "Sayangnya, itu memang bagian dari batu meteorit yang tadi kau tonton di televisi."

106

SENDIRIAN DI dalam kantornya, Gabrielle Ashe berdiri di depan jendela sambil bertanya-tanya apa yang harus dilakukannya setelah ini. Kurang dari satu jam yang lalu, dia meninggalkan gedung NASA dengan perasaan penuh semangat untuk men-ceritakan informasi tentang kebohongan Chris Harper kepada sang senator.

Sekarang, dia merasa tidak terlalu yakin.

Menurut Yolanda, dua wartawan independen ABC menduga Sexton menerima suap dari SFF, sementara itu dia baru tahu bahwa Sexton sebenarnya tahu dia telah menyelinap masuk ke apartemennya, namun tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu. Ada apa sebenarnya?

Gabrielle mendesah. Taksinya sudah lama pergi, dan kalaupun dia menelepon taksi lainnya dalam beberapa menit lagi, dia tahu dia harus melakukan sesuatu sebelumnya.

Beranikah aku mencoba melakukan ini?

Gabrielle mengerutkan keningnya karena dia tahu dia tidak punya pilihan lain. Sekarang dia tidak tahu lagi siapa yang dapat dipercayainya.

Gabrielle melangkah keluar kantornya, lalu berjalan menuju ke lobi sekretaris kemudian memasuki koridor lebar di seberangnya. Dari kejauhan, dia dapat melihat pintu besar dari kayu ek milik kantor Sexton yang diapit dua bendera besar--bendera Amerika di sebelah kanan dan bendera negara bagian Delaware di sebelah kiri. Pintu kantor itu, seperti umumnya kantor-kantor senat di gedung ini, diperkuat dengan baja dan diamankan dengan kunci konvensional, tombol kunci masuk elektronik, dan sistem alarm.

Gabrielle tahu jika dia masuk, walau hanya beberapa menit, semua pertanyaannya akan terjawab. Sekarang ketika dia bergerak ke arah pintu yang diamankan dengan ketat itu, Gabrielle tidak pernah membayangkan akan menembusnya. Tetapi dia memiliki rencana lain.

Sepuluh kaki dari kantor Sexton, Gabrielle membelok tajam ke kanan dan memasuki kamar kecil untuk perempuan. Dia kemudian menyalakan lampu yang memantulkan sinar menyilaukan di keramik putih yang melapisi ruangan itu. Ketika matanya sudah mampu menyesuaikan diri, Gabrielle berhenti sejenak untuk melihat pantulan dirinya pada cermin. Seperti biasanya, bayangan dirinya tampak lebih lembut daripada yang diharapkannya. Hampir terlalu lembut. Padahal dia selalu merasa dirinya lebih kuat dari penampilannya.

Kau yakin kau siap melakukannya?

Gabrielle tahu Sexton sangat menunggu kedatangannya untuk mendengar laporan lengkap tentang keadaan PODS. Celakanya, Gabrielle sekarang sadar dirinya betul-betul sedang diperdaya atasannya malam ini. Gabrielle Ashe tidak suka diperalat. Senator telah merahasiakan sesuatu padanya malam ini. Pertanyaannya adalah, seberapa banyak. Gabrielle tahu, jawabannya terdapat di dalam kantor Sexton--tepat di sebelah dinding kamar kecil ini.

"Lima menit," seru Gabrielle keras untuk mengumpulkan kekuatan hatinya.

Sekarang dia bergerak ke ruangan untuk menyimpan persediaan kamar mandi, lalu mengulurkan tangannya, dan meraba-raba kusen di atas pintu itu. Sebuah kunci terjatuh ke lantai. Petugas kebersihan di gedung Phillip A. Hart merupakan pegawai federal dan setiap kali ada pemogokan atau semacamnya, mereka kerap membiarkan kamar kecil itu tanpa tisu toilet atau tampon selama beberapa minggu. Para pegawai perempuan di kantor Sexton, karena bosan harus mencari-cari tisu atau tampon saat sedang memerlukannya, berhasil mengatasi masalah itu sendiri. Mereka memiliki kunci cadangan untuk membuka ruang penyimpanan yang bisa digunakan saat keadaan "darurat".

Malam ini juga bisa dibilang darurat, pikirnya.

Dia membuka ruang penyimpanan itu.

Bagian dalamnya sesak, dipenuhi botol-botol cairan pembersih, alat pel, dan rak-rak yang berisi persediaan tisu. Sebulan yang lalu, ketika Gabrielle sedang mencari kertas tisu, dia menemukan sesuatu yang tidak biasa. Karena Gabrielle tidak dapat meraih kertas tisu itu pada rak teratas, dia lalu menggunakan gagang sapu untuk menyodok sebuah gulungan kertas tisu hingga jatuh. Saat itu, secara tidak sengaja dia juga menyodok langit-langitnya. Ketika memanjat untuk memperbaiki tegel langit-langit itu, Gabrielle terkejut karena dapat mendengar suara Senator Sexton.

Dengan sangat jelas.

Dari gema yang terdengar, Gabrielle tahu Senator sedang berbicara dengan dirinya sendiri ketika sedang berada di kamar mandi pribadinya yang terdapat di dalam kantornya dan sepertinya hanya dipisahkan oleh lemari penyimpanan di kamar mandi perempuan dan sesuatu yang tidak lebih dari tegel langit -langit dari fiberboard yang dapat dilepaskan dengan mudah.

Sekarang, dia kembali ke kamar kecil itu untuk mencari sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekadar kertas toilet. Gabrielle melepaskan sepatunya, memanjat rak, menyodok lapisan langit-langit dari papan fiber itu, dan mengangkat tubuhnya naik ke atas. Keamanan nasional yang payah, pikirnya sambil bertanya-tanya berapa banyak hukum negara bagian dan federal yang telah dilanggarnya malam ini.

Gabrielle menurunkan tubuhnya melalui langit-langit di atas kamar mandi pribadi Sexton, meletakkan kakinya yang berstoking di atas tempat cuci tangan dari porselen yang terasa begitu dingin, dan kemudian menjatuhkan dirinya ke atas lantai. Sambil menahan napas, Gabrielle keluar dari kamar mandi dan menuju ke kantor pribadi Sexton.

Permadani oriental di kantor itu terasa begitu lembut dan hangat.

107

TIGA PULUH mil jauhnya dari Goya, sebuah helikopter tempur Kiowa berwarna hitam menerobos kerimbunan pucuk-pucuk pohon pinus di utara Delaware. Delta-One memeriksa koordinat kemudian menguncinya pada sistem navigasi otomatis helikopternya.

Walau peralatan transmisi yang digunakan Rachel di atas kapal Goya dan ponsel Pickering diberi kode sandi untuk melindungi isi komunikasi mereka, tetapi menyadap isi pembicaraan mereka bukanlah tujuan Delta Force ketika mendeteksi panggilan telepon Rachel dari lautan. Mendeteksi posisi si peneleponlah yang menjadi tujuannya. Global Positioning Systems (GPS) dan triangulasi terkomputerisasi membuat penentuan koordinat transmisi sambungan telepon tersebut menjadi lebih mudah dideteksi daripada membongkar sandi dalam percakapan mereka.

Delta-One selalu merasa geli ketika berpikir sebagian besar pengguna ponsel tidak tahu kalau setiap kali mereka menggunakan ponselnya, pos mata-mata pemerintah, jika memang diperlukan, dapat mendeteksi keberadaan mereka dan daerah sekitarnya hingga sepuluh kaki di mana pun di planet ini-- satu kekurangan kecil yang tidak diumumkan pabrik ponsel apa pun. Malam ini, setelah Delta Force mendapatkan akses untuk menerima frekuensi ponsel William Pickering, mereka dapat dengan mudah melacak koordinat telepon yang masuk.

Sekarang Delta-One terbang langsung ke arah target mereka, dan mendekat hingga jarak dua puluh mil. "Persenjataan sudah siap?" tanya Delta-One sambil menoleh ke arah Delta-Two yang sedang mengoperasikan radar dan sistem senjata..

"Ya. Sedang menunggu sampai radius lima mil."

Lima mil, pikir Delta-One. Dia harus menerbangkan burung ini hingga memasuki cakupan radar milik sasarannya agar sistem persenjataan Kiowa dapat bekerja dengan lebih efektif. Dia yakin seseorang di atas kapal Goya pasti sedang dengan cemas mengamati langit. Dan karena tugas Delta-Force saat ini adalah menghabisi sasaran tanpa memberi mereka kesempatan untuk meminta tolong lewat radio, Delta-One sekarang harus mendekati mangsanya secara tiba-tiba hingga mereka terkejut dibuatnya.

Lima belas mil dari targetnya, dan masih dalam jarak aman dari pantauan radar mereka, tiba-tiba Delta-One membelokkan Kiowa lima derajat ke barat. Dia kemudian menaikkan Kiowa hingga ketinggian tiga ribu kaki, ketinggian yang bisa dicapai sebuah pesawat kecil, dan mengubah kecepatannya menjadi seratus sepuluh knot.

Di atas dek Goya, radar di helikopter Coast Guard mengeluarkan bunyi "bip" satu kali ketika sebuah kontak baru memasuki perimeter radarnya dalam radius sepuluh mil. Si pilot menegakkan duduknya, lalu mengamati layar. Kontak itu tampaknya dari sebuah pesawat kargo kecil yang mengarah ke barat menuju pantai.

Mungkin menuju Newark.

Walau jejak pesawat itu kini dapat dibilang akan membawanya masuk sejauh empat mil dari Goya, jalur pesawat itu sepertinya kebetulan saja. Walau begitu dengan tetap waspada, pilot Coast Guard tersebut mengamati titik berkedip yang bergerak lambat dalam kecepatan seratus sepuluh knot dan membentuk garis menyeberangi sisi kanan layar radarnya. Pada titik terdekatnya, pesawat itu berada di empat mil di sebelah barat. Seperti yang diduganya, pesawat itu terus bergerak--menjauh dari Goya.

4,1 mil, 4,2 mil.

Pilot itu mengembuskan napasnya, dan menenangkan diri.

Lalu hal yang paling aneh terjadi.

"PERSENJATAAN SEKARANG sudah diaktifkan," seru Delta-Two sambil mengacungkan jempolnya dari kursi pengendali senjatanya di sisi pesawat tempur Kiowa. "Senapan pembombardir, gangguan suara termodulasi, dan gelombang penutup, semua telah dinyalakan dan dikunci."

Delta-One menerima petunjuk yang diberikan mitranya, lalu membelok ke kanan dengan cepat, sehingga pesawat mereka lurus menuju Goya. Manuver ini akan mengacaukan radar kapal.

"Ini jelas lebih bagus daripada tumpukan kertas timah!" seru Delta-Two.

Delta-One setuju. Pengacauan radar ditemukan pada masa Perang Dunia II ketika seorang pilot Inggris yang cerdik melemparkan tumpukan-tumpukan jerami yang dibungkus dengan kertas timah ke luar pesawatnya ketika melarikan diri dari serangan musuhnya. Radar Jerman menemukan begitu banyak benda yang terdeteksi sehingga mereka tidak tahu yang mana yang harus mereka tembak. Sejak saat itu teknik tersebut telah dikembangkan dengan pesat.

Sistem pengacau radar yang terpasang di helikopter Kiowa adalah salah satu senjata tempur militer elektronik yang paling mematikan. Dengan memancarkan gangguan ke atmosfer di atas koordinat target tertentu, Kiowa dapat menghapus fungsi mata, telinga, dan suara target mereka. Beberapa saat yang lalu, semua layar radar di atas kapal Goya langsung mati. Pada saat awak kapal menyadari mereka harus meminta bantuan, mereka tidak akan dapat mengirimkan berita apa pun. Di atas kapal, semua perangkat komunikasi yang digunakan adalah gelombang radio atau gelombang mikro--bukan saluran telepon permanen. Jika Kiowa berada cukup dekat dengan kapal tersebut, maka semua sistem komunikasi Goya akan berhenti berfungsi, dan alat pembawa sinyal mereka akan terdistorsi oleh awan tak terlihat berupa gangguan termal yang dipancarkan alat yang berada di depan Kiowa seperti lampu sorot yang, menyilaukan.

Isolasi sempurna, pikir Delta-One. Mereka tidak punya pertahanan lagi.

Target mereka sungguh beruntung dan cerdas karena berhasil selamat dari Milne Ice Shelf, tetapi hal itu tidak akan terulang lagi. Ketika Rachel Sexton dan Michael Tolland memilih untuk meninggalkan pantai, mereka tidak tahu kalau itu adalah sebuah pilihan yang sangat buruk dan ini akan menjadi keputusan buruk mereka yang terakhir.

Di dalam Gedung Putih, Zach Herney merasa pusing ketika dia duduk di atas tempat tidurnya sambil memegang gagang telepon. "Sekarang? Ekstrom ingin berbicara denganku sekarang?' Herney menyipitkan matanya ketika melihat jam di samping tempat tidurnya, pukul 3:17 pagi.

"Ya, Pak Presiden," sahut sang petugas komunikasi.

"Menurutnya ini darurat."

108

KETIKA CORKY dan Xavia berdiri berdekatan di atas microprobe elektron untuk mengukur kandungan zirkonium di dalam chondrules, Rachel mengikuti Tolland menyeberangi laboratorium menuju ke ruangan sebelah. Di sini Tolland menyalakan sebuah komputer lainnya. Tampaknya ahli kelautan itu ingin memeriksa satu hal lain lagi.

Ketika komputer itu mulai menyala, Tolland berpaling ke arah Rachel. Mulutnya terbuka seolah dia ingin mengatakan sesuatu. Tetapi dia berhenti.

"Ada apa?" tanya Rachel. Dia merasa heran betapa dirinya begitu terpikat dengan lelaki ini, walau di tengah-tengah segala kekacauan yang terjadi di sekitar mereka. Rachel berharap dia dapat menghentikan semuanya dan dapat bersama Tolland-- beberapa menit saja.

"Aku harus minta maaf," kata Tolland dengan tatapan menyesal.

"Untuk apa?"

"Di atas dek tadi? Hiu-hiu kepala palu? Aku terlalu bersemangat. Kadang-kadang aku lupa betapa laut bisa menjadi sesuatu yang sangat menakutkan bagi banyak orang."

Ketika berhadap-hadapan dengannya, Rachel merasa seperti gadis remaja yang sedang berdiri di depan pintu bersama pacar barunya. "Terima kasih. Tidak apa-apa. Sungguh." Dalam hati Rachel merasa Tolland ingin menciumnya.

Setelah beberapa saat, Tolland memalingkan wajahnya dengan malu. "Aku tahu, kauingin segera berada di daratan. Kita harus bekerja."

"Untuk sekarang," kata Rachel sambil tersenyum lembut.

"Untuk sekarang," sahut Tolland mengulangi sambil duduk di depan komputernya.

Rachel mengembuskan napas, berdiri di belakang Michael Tolland, dan menikmati kesendirian mereka di laboratorium kecil itu. Dia melihat Tolland menyusuri serangkaian dokumen. "Apa yang kita lakukan?"

"Memeriksa database tentang caplak laut besar. Aku ingin melihat apakah kita dapat menemukan fosil laut prasejarah yang serupa dengan apa yang kita lihat pada meteorit NASA." Lalu Tolland menampilkan halaman pencarian dengan tulisan berhuruf besar di atasnya: PROJECT DIVERSITAS.

Sambil menyusuri menu halaman tersebut, Tolland menjelaskan, "Diversitas ini adalah sebuah indeks biodata kelautan yang selalu diperbarui. Ketika seorang ahli biologi kelautan menemukan jenis fosil atau hewan baru, dia dapat mengumumkannya dan membagi penemuannya itu dengan mengirimkan data dan foto-foto ke bank data pusat. Karena ada begitu banyak data baru yang ditemukan setiap minggunya, hanya inilah satu-satunya cara untuk terus memperbarui penelitian."

Rachel melihat Tolland menyusuri menu. "Jadi sekarang kau sedang mengakses situs internet?"

"Tidak. Akses internet sering mengganggu ketika kita berada laut. Kami menyimpan semua data ini di kapal di dalam sebuah kumpulan drive optik di ruangan lain. Setiap kali kami berlabuh, kami menghubungkan komputer kami dengan Project Diversitas dan memperbarui bank data kami dengan informasi tentang penemuan -penemuan terbaru. Dengan cara itu, kami dapat mengakses data dari laut tanpa harus terkoneksi ke internet, dan data ini tidak pernah ketinggalan lebih dari satu atau dua bulan dari data terkini." Tolland kemudian tertawa ketika dia mulai mengetik kata kunci ke dalam komputernya. "Kau mungkin pernah mendengar tentang program kontroversial untuk saling berbagi file musik bernama Napster?"

Rachel mengangguk.

"Diversitas dianggap sebagai versi Napster untuk ahli biologi kelautan. Kami menyebutnya LOBSTER atau singkatan dari Lonely Oceanic Biologist Sharing Totally Eccentric Research. Anggap saja ini adalah program di mana para ahli biologi kelautan yang sedang tidak punya kerjaan berbagi hasil penelitiannya yang aneh-aneh."

Rachel tertawa. Walau dalam keadaan setegang ini, Michael Tolland mampu mengeluarkan gurauan yang mengurangi ketakutan yang dirasakannya. Rachel mulai sadar dalam kehidupannya akhir-akhir ini, dia sangat sedikit tertawa.

"Database kami sangat besar," kata Tolland sambil menyelesaikan kata kuncinya yang panjang. "Lebih dari sepuluh tera-bytes yang terdiri dari penjelasan dan foto-foto. Di sini ada informasi yang belum pernah--dan tidak akan pernah dilihat orang lain. Spesies hewan di lautan terlalu banyak." Tolland kemudian menekan tombol "search". "Baiklah. Ayo kita lihat apa ada orang yang pernah melihat fosil kelautan yang serupa dengan serangga kecil dari ruang angkasa ini."

Setelah beberapa detik, layar komputer menampilkan empat daftar fosil hewan. Tolland mengklik pada setiap daftar satu per satu, dan memeriksa foto-fotonya. Tidak satu pun yang kelihatan mirip walau sedikit saja dengan fosil meteorit dari Milne.

Tolland mengerutkan keningnya. "Ayo coba yang lainnya." Dia menghapus kata "fosil" dari kotak pencarian dan kemudian menekan tombol "search" lagi. "Kita akan mencari semua spesies yang masih hidup. Mungkin kita dapat menemukan hewan hidup yang memiliki karakter fisiologis yang sama dengan fosil dari Milne."

Layar berubah.

Sekali lagi Tolland mengerutkan dahinya. Komputer itu sekarang mengeluarkan ratusan daftar. Dia bersandar sejenak, dan mengusap-usap dagunya yang mulai kasar karena jenggotnya mulai tumbuh. "Baiklah. Ini terlalu banyak. Ayo kita mempersempit pencarian kita."

Rachel mengamati apa yang dilakukan Tolland ketika dia mengakses sebuah menu drop-down yang disebut "habitat." Daftar pilihannya sepertinya masih cukup banyak: kolam pasang, payapaya, laguna, karang, lembah laut, pelepasan sulfur. Tolland menyusuri daftar itu ke bawah dan memilih sebuah pilihan yang berjudul: TEPIAN PERUSAK / PALUNG-PALUNG LAUT.

Pandai, kata Rachel dalam hati. Tolland membatasi pencariannya hanya pada jenis makhluk yang hidup di lingkungan di mana ciri-ciri seperti chondrule itu diperkirakan terbentuk.

Terbuka halaman baru. Kali ini Tolland tersenyum. "Bagus. Hanya ada tiga entri."

Rachel menyipitkan matanya dan melihat nama pertama dari daftar itu, Limulus poly ... apalah itu.

Tolland membuka data pertama yang muncul. Sebuah foto tampil di hadapan mereka. Makhluk itu tampak seperti seekor kepiting shoeborse yang besar sekali dan tidak memiliki ekor.

"Bukan," kata Tolland, lalu kembali ke halaman sebelumnya.

Rachel menatap data kedua dalam daftar tersebut. Shrimpus Uglius From Hellus. Rachel bingung. "Itu nama sebenarnya?"

Tolland tertawa. "Bukan. Itu jenis baru yang belum digolongkan. Orang yang menemukannya punya selera humor yang cukup tinggi rupanya. Dia mengusulkan nama Shrimpus Uglius sebagai klasifikasi taksonomi yang resmi." Tolland membuka foto makhluk itu, dan muncullah binatang seperti udang yang sangat buruk rupa dengan kumis dan antena merah muda yang memendarkan cahaya.

"Pemberian nama yang tepat," kata Tolland. "Tetapi bukan caplak ruang angkasa kita." Dia kembali ke halaman indeks. "Penawaran terakhir adalah ...." Dia mengklik data ketiga, lalu halaman itu muncul.

"Bathynomous giganteus ...." Tolland membaca dengan keras ketika teks berisi penjelasan mengenai makhluk itu muncul di layar komputernya. Tak lama kemudian, fotonya muncul. Ini adalah foto close-up dengan warna yang terang.

Rachel terlonjak. "My God? Makhluk yang balas menatapnya itu membuat Rachel merinding.

Tolland menarik napas sebelum berbicara, "Ya, ampun. Makhluk ini tampak tidak asing lagi."

Rachel mengangguk, dan tidak mampu berbicara lagi. Bathynomous giganteus. Makhluk itu serupa dengan caplak raksasa yang dapat berenang. Dia juga teriihat sangat mirip jenis fosil yang menempel pada batu yang ditemukan NASA.

"Ada beberapa perbedaan kecil," kata Tolland sambil menggerakkan kursor ke bawah hingga menemukan beberapa diagram dan sketsa. "Tetapi sangat mirip. Terutama kalau kita mempertimbangkan hewan itu telah berevolusi selama 190 tahun."

Memang mirip, pikir Rachel. Terlalu mirip.

Tolland membaca keterangan pada layar: "'Diperkirakan sebagai salah satu spesies tertua di lautan, jenis langka yang baru-baru ini digolongkan dalam spesies Bathynomous giganteus adalah mahluk isopoda pemakan bangkai yang hidup di perairan dalam dan mirip kumbang kayu berukuran besar. Dengan panjang lebih dari dua kaki, spesies ini memiliki kerangka luar yang terbagi menjadi bagian kepala, dada, dan perut. Hewan ini memiliki tubuh, sepasang antena, dan mata majemuk seperti mata serangga di daratan. Hewan yang tinggal di dasar lautan ini tidak memiliki predator yang memangsanya dan hidup di laut yang tandus yang sebelumnya diduga tidak bisa dihuni makhluk hidup." Tolland mendongak. "Itu menjelaskan kenapa tidak ada fosil lainnya pada sampel batu tersebut!"

Rachel menatap foto makhluk di dalam layar itu, dan merasa senang tetapi juga tidak merasa yakin dirinya benar-benar memahami apa arti semua ini.

"Bayangkan," kata Tolland dengan bersemangat, "190 tahun yang lalu, nenek moyang makhluk Bathynomous ini terkubur di dalam lautan bersama lumpur. Ketika lumpur itu berubah menjadi batu, serangga ini menjadi fosil di dalam batu itu. Selanjutnya, dasar lautan, yang terus-menerus bergerak dengan lambat seperti ban berjalan menuju ke arah palung-palung laut, membawa-serta fosil-fosil tersebut ke zona bertekanan tinggi di mana batu tersebut kemudian membentuk chondrulesl" Sekarang Tolland berbicara dengan cepat. "Dan kalau bagian batu dengan lapisan kulit berfosil dan chondrules itu pecah dan sampai ke tepian palung yang tinggi, yang mungkin saja terjadi, posisinya menjadi sempurna untuk ditemukan manusia!"

"Tetapi kalau NASA ...," seru Rachel terbata-bata. "maksudku, kalau ini semua kebohongan, NASA pasti tahu, cepat atau lambat seseorang akan mengetahui kalau fosil itu mirip makhluk laut, bukan? Maksudku, kita baru saja menemukannya!"

Tolland mulai mencetak foto Batbynomous itu dengan menggunakan printer laser. "Aku tidak tahu. Tetapi jika ada orang yang menunjukkan kesamaan antara fosil ini dengan caplak laut yang masih hidup di masa kini, fisiologi mereka tidak sama persis. Ini justru akan memperkuat argumen NASA."

Rachel tiba-tiba mengerti. "Panspermia." Kehidupan di bumi berasal dari kehidupan di angkasa luar.

"Tepat. Kemiripan antara organisme luar angkasa dan organisme bumi akan menghasilkan argumentasi ilmiah yang sempurna. Caplak laut ini sebenarnya justru memperkuat argumentasi NASA."

"Kecuali kalau keaslian meteorit tersebut dipertanyakan."

Tolland mengangguk. "Begitu meteorit itu menjadi pertanyaan maka segalanya runtuh. Caplak laut kita ini berubah dari kawan NASA menjadi pengganjal NASA."

Rachel berdiri terpaku ketika foto Bathynomous itu keluar dari mesin printer. Dia berusaha berkata pada dirinya ini adalah kesalahan NASA yang jujur, tetapi dia tahu, itu tidak benar. Orang yang membuat kesalahan tanpa sengaja tidak akan berusaha untuk membunuh orang lain.

Tiba-tiba suara Corky yang sengau menggema di seluruh ruangan lab, "Tidak mungkin!"

Tolland dan Rachel menoleh ke arah suara itu.

"Hitung rasio sialan itu lagi! Ini tidak masuk akal!"

Xavia mendatangi Tolland dan Rachel sambil membawa hasil cetakan di tangannya. Wajahnya menjadi suram. "Mike, aku tidak tahu bagaimana mengatakan hal ini ...," katanya dengan suara serak. "Rasio titanium/zirkonium yang kita lihat di sini?" Dia lalu berdehem. "Jelas sekali NASA membuat kesalahan besar. Meteorit itu adalah batu laut."

Tolland dan Rachel saling menatap tanpa berkata apa-apa. Mereka sudah tahu. Dengan cepat, kecurigaan dan keraguan mereka meningkat seperti ombak yang membuncah dan mencapai titik tertingginya.

Tolland mengangguk. Terlihat kesedihan di dalam matanya. "Ya. Terima kasih, Xavia."

"Tetap aku tidak mengerti," kata Xavia. "Kulit fusi itu ... tempatnya di es--"

"Akan kami jelaskan dalam perjalanan ke darat," kata Tolland. "Kita harus pergi."

Dengan cepat Rachel mengumpulkan seluruh kertas dan bukti yang sekarang mereka miliki. Bukti itu, walau mengejutkan, sangatlah meyakinkan: hasil cetakan GPR yang memperlihatkan terowongan penyisipan di Milne Ice Shelf; foto serangga laut yang masih hidup dan serupa dengan fosil NASA; artikel Dr. Pollock tentang chondrules; dan data dari microprobe yang memperlihatkan kandungan titanium yang sangat sedikit di dalam sampel meteorit yang dibawa Corky.

Kesimpulannya tidak dapat terbantahkan lagi. Penipuan.

Tolland melihat tumpukan kertas di tangan Rachel dan mendesah sedih. "Wah, aku harus katakan, Pickering akan memiliki bukti yang cukup kuat."

Rachel mengangguk sambil masih bertanya-tanya kenapa Pickering tidak menjawab teleponnya.

Tolland kemudian mengangkat gagang telepon terdekat, dan mengacungkannya ke arah Rachel. "Kau ingin mencobanya lagi dari sini?"

"Tidak, ayo kita segera berangkat. Aku akan berusaha menghubunginya lagi dari helikopter." Rachel memutuskan kalau dia tidak dapat menghubungi Pickering, dia harus meminta pilot Coast Guard itu langsung terbang ke NRO yang letaknya kurang lebih hanya 180 mil dari sini.

Tolland bergerak untuk meletakkan gagang telepon ke tempatnya, tetapi dia berhenti. Dengan tatapan bingung, dia mendekatkan gagang telepon ke telingan ya dan langsung mengerutkan keningnya. "Aneh. Tidak ada nada sambung."

"Apa maksudmu?" tanya Rachel. Sekarang dia merasa waspada.

"Aneh," kata Tolland. "Saluran langsung COMSAT tidak pernah mati--"

"Mr. Tolland?" Pilot Coast Guard datang menyerbu masuk ke laboratorium dengan wajah pucat.

"Ada apa?" tanya Rachel. "Ada yang datang?"

"Itu masalahnya," sahut si pilot. "Aku tidak tahu. Tetapi semua radar dan alat komunikasi di dalam helikopter baru saja mati."

Rachel langsung memasukkan semua kertas yang berisi fakta itu ke dalam kemejanya. "Masuk ke helikopter. Kita berangkat. SEKARANG!"

109

JANTUNG GABRIELLE berdebar dengan keras ketika dia melintasi kantor Senator Sexton yang remang-remang. Ruangan itu luas dan elegan dengan dinding berlapis kayu, lukisan-lukisan cat minyak, permadani Persia, kursi berlapis kulit, dan meja tulis besar dari kayu mahogani. Ruangan itu hanya diterangi cahaya yang menakutkan yang berasal dari layar komputer Sexton.

Gabrielle bergerak ke arah meja tulis itu.

Senator Sexton menggunakan teknologi digital ke dalam kantornya seperti seseorang yang tergila-gila teknologi dengan menyingkirkan lemari arsipnya dengan komputer PC sehingga pencarian file dapat dilakukan dengan mudah dan mampu menampung berbagai informasi yang dibutuhkannya, seperti catatan rapat digital, artikel-artikel surat kabar yang sudah dipindai, berbagai macam pidato, dan catatan mengenai berbagai diskusi. Komputer Sexton adalah sesuatu yang sangat pribadi, dan dia mengunci kantornya sepanjang waktu untuk melindungi komputer tersebut. Dia bahkan menolak untuk terhubung dengan internet karena takut data keramatnya itu disusupi hacker.

Setahun yang lalu Gabrielle tidak akan percaya ada politisi yang cukup bodoh dan mau menyimpan salinan dokumen-dokumen yang akan memberatkan dirinya sendiri, tetapi Washington telah mengajarinya banyak hal. Informasi adalah kekuasaan. Gabrielle merasa heran ketika mengetahui praktik yang umum dilakukan para poiitisi yang menerima kontribusi kampanye yang meragukan adalah dengan menyimpan bukti sesungguhnya dari donasi-donasi tersebut, seperti surat-surat, catatan bank, kuitansi, dan catatan-catatan lainnya, di brankas yang diletakkan di tempat tersembunyi. Taktik melawan pemerasan ini, yang disebut dengan istilah yang diperhalus di Washington sebagai "Siamese insurance," akan melindungi seorang kandidat dari para donor yang merasa kemurahan hatinya dapat membuat mereka melancarkan tekanan politis kepada si kandidat. Jika seorang donatur. menjadi terlalu menuntut, si kandidat dapat menyikapinya dengan mengeluarkan bukti donasi tidak sah mereka dan mengingatkan pendonor itu bahwa mereka berdua telah melanggar hukum. Bukti tersebut memastikan si kandidat dan si donor terikat satu sama lain, seperti pasangan kembar Siam.

Gabrielle menyelinap di belakang meja Senator dan duduk. Dia menarik napas panjang sambil menatap komputer itu. Jika Senator menerima suap dari SFF, maka semua bukti itu pasti ada di dalam komputer ini.

Screensaver di komputer Sexton adalah serangkaian gambar Gedung Putih beserta halamannya yang muncul terus-menerus di layar dan dibuat oleh salah seorang staf setianya yang memiliki visi besar dan pemikiran positif. Di sekeliling gambar itu, melintas pita berjalan dengan tulisan: President of the United States Sedgewick Sexton ... President of the United States Sedgewick Sexton ... President of the ....

Gabrielle menggerakkan mouse, dan setelah itu muncullah kotak dialog keamanan di layar.

      MASUKKAN KATA KUNCI:

Dia sudah dapat menduganya. Itu bukan masalah. Minggu lalu, Gabrielle masuk ke kantor Senator tepat ketika sang senator sedang duduk dan ingin menggunakan komputernya kembali. Dia melihat Sexton mengetik tiga kali dengan cepat pada tombol keyboard untuk memasukkan kata kunci.

"Itu kata kuncinya?" Gabrielle bertanya dari ambang pintu ketika dia berjalan masuk.

Sexton mendongak. "Apa?"

"Padahal selama ini aku mengira kau sangat peduli dengan keamanan," Gabrielle menggerutu sambil bergurau. "Kata kuncimu hanya terdiri atas tiga huruf? Kupikir, orang-orang TI di mana saja menyuruh kita untuk menggunakan setidaknya enam huruf."

"Orang TI di kantor ini masih ingusan. Coba saja mengingat enam huruf secara acak ketika mereka sudah berusia empat puluh tahun lebih. Lagi pula, pintu-pintu itu sudah dipasangi alarm. Tidak seorang pun dapat masuk ke sini."

Gabrielle berjalan mendekatinya sambil tersenyum. "Bagaimana jika seseorang menyelinap ketika kau sedang di kamar mandi?"

"Dan mencoba semua kombinasi kata kunciku?" Sexton tertawa untuk meragukan kekhawatiran Gabrielle. "Aku memang lama di kamar mandi, tetapi tidak selama itu."

"Taruhan traktir makan malam di Davide, aku dapat menerka kata kuncimu dalam sepuluh detik."

Sexton tampak tergoda dan senang. "Kau tidak mampu membayar makan malam di Davide, Gabrielle."

"Jadi, kau mengaku takut?" Sexton menerima tantangan Gabrielle dan tampak merasa kasihan padanya. "Sepuluh detik?"

Sexton lalu log off dari komputernya dan memberi isyarat pada Gabrielle untuk duduk dan mencoba. "Kautahu, aku hanya memesan saltimbocca di Davide. Dan itu tidak murah." Gabrielle mengangkat bahunya ketika dia duduk. "Itu kan uangmu."

      MASUKKAN KATA KUNCI:

"Sepuluh detik," Sexton mengingatkan.

Gabrielle tidak dapat menahan tawanya. Dia hanya membutuhkan dua detik. Bahkan dari ambang pintu pun, dia dapat melihat Sexton memasukkan kata kunci yang hanya terdiri atas tiga huruf dengan sangat cepat, hanya dengan menggunakan jari telunjuknya. Jelas, semuanya huruf yang sama. Sungguh tidak bijak. Dia juga dapat melihat tangan Sexton terletak agak jauh ke sebelah kiri keyboard, sehingga mengurangi jumlah huruf yang harus diterkanya menjadi hanya sembilan huruf. Dan untuk memilih hurufnya mudah saja karena Sexton selalu menyukai tiga huruf yang membentuk namanya. Senator Sedgewick Sexton.

Jangan pernah meremehkan ego seorang politisi.

Gabrielle mengetik SSS, dan Screensaver itu terbuka.

Mulut Sexton ternganga lebar.

Itu terjadi minggu lalu. Sekarang, ketika Gabrielle menghadapi komputer itu lagi, dia yakin Sexton tidak akan sempat untuk memikirkan kata kunci yang lain. Untuk apa Sexton melakukan itu? Dia betul-betul memercayaiku.

Gabrielle mengetik SSS.

KATA KUNCI GAGAL--AKSES DITOLAK

Gabrielle terbelalak karena terkejut.

Tampaknya Gabrielle terlalu melebih-lebihkan tingkat kepercayaan Senator kepada dirinya.

110

SERANGAN ITU terjadi secara tiba-tiba. Terbang rendah dari sisi barat daya di atas kapal Goya, sebuah helikopter tempur muncul seperti seekor tawon raksasa. Rachel tahu dengan pasti pesawat apa itu dan kenapa dia ada di sini.

Dari balik kegelapan, terdengar suara letupan-letupan keras yang keluar dari hidung helikopter itu ketika dia menyemburkan peluru-peluru yang langsung menghantam dek fiberglas Goya, dan meninggalkan bekas garis di bagian buritan kapal. Rachel agak terlambat untuk merunduk untuk mencari perlindungan, dan merasakan sambaran peluru menggores lengannya. Dia terjerembab dengan keras di atas dek.

Rachel kemudian menggulingkan tubuhnya, dan berjuang untuk dapat berlindung di balik kubah tembus pandang milik kapal selam kecil Triton.

Suara mesin yang menggelegar seperti meledak di atas kepala ketika helikopter itu melayang di atas kapal. Kebisingan itu mereda dengan bunyi desing yang menakutkan ketika helikopter itu meninggi di atas lautan untuk kemudian membelok tajam dan kembali menyambar untuk kedua kalinya.

Sambil berbaring gemetar di atas dek, Rachel memegangi lengannya lalu menoleh ke belakang, ke arah Tolland dan Corky. Tampaknya mereka menjatuhkan diri di belakang ruangan penyimpanan. Sekarang kedua lelaki itu terhuyung-huyung berdiri, dan mata mereka menatap langit dengan ketakutan. Rachel berlutut. Tiba-tiba dia merasakan dunia menjadi bergerak dengan sangat lambat.

Sambil berjongkok di belakang lengkungan Triton, Rachel melihat dengan ketakutan ke arah satu-satunya penyelamat mereka-- helikopter Coast Guard. Xavia sudah bergerak menaiki kabin helikopter sambil melambai dengan ketakutan pada semua kawan-kawannya agar mengikutinya. Rachel dapat melihat si pilot telah duduk di kokpit dan sedang sibuk menyalakan tombol-tombol dan tuas-tuas di pesawatnya dengan gugup. Baling-baiingnya mulai berputar ... walau sangat lambat.

Terlalu lambat.

Cepatlah!

Sekarang Rachel berdiri, bersiap untuk berlari sambil bertanya-tanya apakah dia dapat melintasi dek sebelum helikopter penyerang itu menyambar lagi. Di belakangnya, dia mendengar Corky dan Tolland berlari ke arahnya dan helikopter yang sedang menanti mereka. Ya! Cepatlah!

Kemudian Rachel melihatnya.

Seratus yard jaraknya, tepat di atas langit, segaris sinar tipis berwarna merah melintasi langit dan muncul dari kegelapan. Sinar itu mencari-cari di atas dek Goya. Kemudian, sinar itu menemukan apa yang dicarinya. Sinar itu berhenti di sisi helikopter Coast Guard.

Rachel hanya membutuhkan sedetik saja untuk memahami pemandangan itu. Dalam keadaan yang mengerikan itu, Rachel merasa seluruh kejadian di atas dek Goya menjadi kabur dan membentuk potongan-potongan dan bunyi-bunyian. Tolland dan Corky berlari ke arahnya, Xavia bergerak dengan panik di dalam helikopter, cahaya laser berwarna merah terang menembus langit malam.

Terlambat.

Rachel berputar ke belakang menuju Tolland dan Corky yang sedang berlari dengan kecepatan penuh ke arah helikopter. Rachel menyerbu ke arah kedua lelaki itu dengan lengan terentang untuk menghalangi mereka. Tubrukan yang terjadi terasa seperti hantaman kereta api ketika mereka bertiga bergulingan dengan kaki dan tangan saling bertumpukan di atas dek.

Di kejauhan, muncul sinar putih terang. Rachel menatap dengan pandangan tidak percaya dan ketakutan ketika api menyembur sejajar dengan garis lurus yang dibentuk oleh sinar laser yang terarah secara langsung ke helikopter mereka.

Ketika rudal Hellfire menghantam tubuh helikopter Coast Guard, helikopter itu langsung meledak berkeping-keping seperti mainan. Bunyi bergetar dan ledakan gelombang panas menggelegar melintasi dek ketika pecahan tubuh pesawat itu menghujam ke bawah. Kerangka helikopter yang terbakar itu terdorong ke belakang bersama ekornya yang hancur, terhuyung-huyung sesaat, dan kemudian jatuh dari bagian belakang kapal lalu tercebur masuk ke dalam laut beserta uap panas yang mendesis-desis.

Rachel menutup matanya, dan tidak sanggup bernapas. Dia dapat mendengar bunyi gelegak dan desisan dari reruntuhan yang terbakar itu seiring pesawat itu tenggelam ke lautan, ditarik arus deras, dan menjauh dari Goya. Dalam kekacauan itu, suara Michael Tolland terdengar berteriak kepadanya. Rachel merasa tangan kuat Tolland berusaha menariknya untuk berdiri. Tetapi dia tidak dapat bergerak.

Pilot Coast Guard dan Xavia telah tewas. Kita berikutnya.

111

CUACA DI Milne Ice Shelf sudah tenang kembali, dan habisphere sudah sunyi seperti tadi. Walau demikian, Administrator NASA Lawrence Ekstrom bahkan tidak berusaha untuk tidur. Dia telah berjam-jam menghabiskan waktu sendirian, berjalan jalan di dalam kubah itu sambil menatap lubang penarikan, dan mengusapkan tangannya pada lekukan meteorit dengan kulitnya yang sudah hangus.

Akhirnya, dia memutuskan sesuatu.

Sekarang dia duduk di depan videophone di dalam ruang PSC di habisphere dan menatap mata letih Presiden Amerika Serikat. Zach Herney hanya mengenakan jubah mandinya dan sama sekali tidak terlihat senang. Ekstrom tahu, lelaki itu akan bertambah tidak senang ketika sudah mendengar apa yang akan disampaikannya.

Ketika Ekstrom selesai berbicara, wajah Herney menjadi cemas, seolah dia berpikir dia pasti masih mengantuk sehingga tidak dapat memahami dengan jelas apa yang disampaikan Ekstrom tadi.

"Tunggu dulu," kata Herney. "Sambungan ini pasti tidak baik. Apakah kau baru saja mengatakan bahwa NASA menerima koordinat meteorit itu dari sebuah transmisi gelombang radio darurat, lalu berpura-pura bahwa PODS-lah yang menemukan meteorit itu?"

Ekstrom tidak menjawab. Sendirian di dalam kegelapan, dia merasa sangat ingin terbangun dari mimpi buruk ini.

Keheningan itu jelas tidak membuat Presiden senang. "Demi Tuhan, Larry, katakan padaku itu tidak benar!"

Mulut Ekstrom menjadi kering. "Meteorit itu ditemukan, Pak Presiden. Itulah yang penting di sini."

"Aku bilang, katakan itu tidak benar."

Kesunyian terasa menggemuruh di telinga Ekstrom. Aku harus mengatakan padanya, katanya pada dirinya sendiri. Hal ini akan memburuk sebelum menjadi lebih baik. "Pak Presiden, kegagalan PODS telah membuat kau kalah dalam jajak pendapat. Ketika kami mendengar transmisi radio yang menyebutkan adanya sebongkah besar meteorit terpendam di dalam es, kami melihat adanya kesempatan untuk memberikan perlawanan yang sepadan."

Suara Herney terdengar terpaku. "Dengan memalsukan penemuan PODS?"

"PODS akan diperbaiki dan akan segera berrungsi lagi, tetapi tidak cukup cepat untuk menghadapi pemilu. Hasil jajak pendapatmu menurun, dan Sexton terus-terusan menyerang NASA, jadi ...."

"Apa kau gila? Kau berbohong padaku, Larry!"

"Kesempatan itu berada tepat di depan kita, Pak. Aku memutuskan untuk mengambilnya. Kami menerima transmisi radio dari orang Kanada yang menemukan meteorit tersebut. Tetapi dia tewas dalam badai, sehingga tidak orang lain yang mengetahui bahwa meteorit itu ada di sana. PODS sedang mengamati area tersebut. NASA memerlukan kemenangan. Dan kami memiliki koordinat meteorit yang dapat kita gunakan."

"Mengapa kaukatakan itu sekarang?"

"Aku pikir kau harus tahu."

"Kau tahu apa yang akan dilakukan Sexton dengan informasi ini jika dia mengetahuinya?"

Ekstrom lebih suka tidak memikirkan hal itu.

"Dia akan mengatakan kepada dunia bahwa NASA dan Gedung Putih berbohong kepada rakyat Amerika! Dan kau tahu, dia benar!"

"Kau tidak berbohong, Pak. Dan aku akan mengundurkan diri jika--"

"Larry, kau tidak mengerti. Aku sudah berusaha menjalankan pemerintahan ini dengan kebenaran dan kehormatan! Keparat kau! Malam ini bersih. Bermartabat. Tetapi sekarang aku tahu ternyata aku sudah berbohong pada dunia?"

"Hanya kebohongan kecil, Pak."

"Tidak ada yang disebut kebohongan kecil, Larry," suara Presiden terdengar marah.

Ekstrom merasa ruangan kecil itu seperti menjadi semakin menyempit di sekitarnya. Masih ada banyak hal lain yang harus disampaikannya kepada Presiden, tetapi Ekstrom tahu, dia dapat menunggu hingga besok pagi. "Maaf aku sudah membangunkanmu, Pak. Aku hanya berpikir kau harus mengetahuinya."

DI SEBERANG kota, Sedgewick Sexton menenggak cognac-nya sekali lagi dan berjalan hilir mudik di dalam apartemennya dengan perasaan cemas yang semakin meningkat.

Di mana kau Gabrielle?

112

GABRIELLE ASHE duduk di kegelapan di belakang meja Senator Sexton sambil menyumpahi komputer itu.

KATA KUNCI GAGAL--AKSES DITOLAK

Dia sudah mencoba beberapa kemungkinan kata kunci lainnya, tetapi tidak ada yang berhasil. Setelah mencari-cari laci tak terkunci atau petunjuk yang kebetulan terlihat di sekitar kantor, Gabrielle akhirnya menyerah. Dia hampir meninggalkan ruangan, ketika dia melihat sesuatu yang aneh, dan bercahaya di atas kalender meja Sexton. Seseorang telah menggarisbawahi tanggal pemilu dengan pena gliter berwarna merah, putih, dan biru sehingga terlihat berkilauan. Tentu bukan Senator. Gabrielle menarik kalender itu lebih dekat. Di dekat tanggal pemilu itu, terlihat tulisan indah dengan gliter yang bertuliskan: POTUS!

Sekretaris Sexton yang antusias tampaknya ingin menambah sikap positif Sexton untuk menghadapi hari pemilu dengan menuliskan tulisan ini. POTUS adalah singkatan dari President of The United States dan merupakan kode Secret Service untuk menyebut Presiden Amerika Serikat. Ketika hari pemilu tiba dan jika semua berjalan dengan baik, Sexton akan menjadi POTUS yang baru.

Gabrielle bersiap pergi dan mengembalikan kalender itu di atas meja lalu berdiri. Tetapi tiba-tiba dia berhenti sambil kembali melihat ke layar komputer itu.

      MASUKKAN KATA KUNCI:

Gabrielle melihat lagi ke arah kalender meja tersebut. POTUS

Tiba-tiba dia merasa ada harapan. Sesuatu tentang POTUS telah menyadarkan Gabrielle bahwa kata itu sempurna untuk dijadikan kata kunci untuk komputer Sexton. Sederhana, positif, dan menunjuk pada diri sendiri.

Gabrielle segera mengetik huruf-huruf tersebut.

      POTUS

Lalu sambil menahan napasnya, dia menekan tombol "return." Komputer itu mengeluarkan bunyi bip.

      KATA KUNCI GAGAL--AKSES DITOLAK

Gabrielle menjadi lesu dan menyerah. Dia kemudian beranjak menuju pintu kamar mandi untuk keluar melalui jalan yang sama ketika dia masuk tadi. Ketika dia sedang berjalan menyeberangi ruangan, ponselnya berdering. Karena dia sudah sangat tegang, bunyi itu membuatnya terkejut. Gabrielle menghentikan langkahnya, lalu mengeluarkan ponselnya, dan melirik ke arah jam besar Jourdain yang mahal milik Sexton untuk melihat pukul berapa saat itu. Hampir pukul 4:00 pagi. Pada jam seperti ini, dia tahu, orang yang masih repot-repot meneleponnya hanya satu orang: Sexton. Senator pasti sedang bertanya-tanya di mana Gabrielle sekarang. Haruskah aku menjawabnya atau membiarkannya berdering? Jika dia menjawab, Gabrielle harus berbohong. Tetapi jika tidak, Sexton akan menjadi curiga.

Akhirnya dia menjawabnya. "Halo?"

"Gabrielle?" suara Sexton terdengar tidak sabar. "Kenapa lama sekali?"

"Di FDR Memorial," kata Gabrielle. "Taksi terjebak macet, dan sekarang kami--"

"Kau tidak seperti sedang berada di dalam taksi."

"Memang tidak,"katanya. Darahnya mengalir deras. "Aku memang tidak di dalam taksi lagi. Aku memutuskan untuk singgah di kantorku dan mengambil beberapa dokumen NASA yang mungkin ada hubungannya dengan PODS. Tetapi aku kesulitan untuk menemukannya."

"Cepatlah. Aku ingin menjadwalkan sebuah konferensi pers pagi ini, dan kita harus membicarakan berbagai hal yang penting."

"Aku segera datang," sahut Gabrielle.

Ada jeda pada saluran telepon itu. "Kau sedang berada di kantormu?" tiba-tiba Sexton terdengar bingung.

"Ya. Sepuluh menit lagi dan aku akan tiba di sana."

Ada jeda lagi. "Baiklah, sampai jumpa."

Gabrielle menutup ponselnya, dan terlalu sibuk untuk mendengarkan suara detik yang sangat khas yang berasal dari jam besar Jourdain milik Sexton yang terletak beberapa kaki darinya.

113

MICHAEL TOLLAND tidak tahu Rachel terluka sampai dia melihat darah di lengan Rachel ketika menariknya untuk bersembunyi di belakang Triton. Dari wajah Rachel yang ketakutan, Tolland tahu, Rachel tidak merasakan sakit itu. Setelah mengamankan Rachel, Tolland memutar tubuhnya untuk mencari Corky. Ahli astrofisika itu terhuyung-huyung melintasi dek untuk bergabung bersama mereka. Matanya memancarkan sorot ketakutan.

Kita harus mencari tempat berlindung, pikir Tolland, walau dia masih belum mengerti betul tentang kejadian menakutkan yang baru saja terjadi. Secara naluriah, matanya melihat ruangan atas di deknya. Tangga yang menuju ke anjungan semuanya terbuka, sedangkan anjungan itu sendiri terbuat dari kotak kaca--mereka bisa terlihat dengan mudah dari atas seperti sebuah titik sasaran. Karena ke atas artinya bunuh diri, maka hanya ada satu tempat lagi.

Untuk sesaat, Tolland menatap penuh harap ke arah kapal selam Tritonnya sambil bertanya-tanya mungkinkah dia dapat membawa semua orang menyelam, sehingga jauh dari peluru yang menghujani mereka ini.

Tidak mungkin. Triton hanya mampu memuat satu orang, dan mesin pengerek akan membutuhkan waktu sepuluh menit untuk menurunkan kapal selam itu dari pintu di lantai dek hingga ke lautan sedalam tiga puluh kaki di bawahnya. Lagi pula, tanpa pengisian baterai dan kompresor yang semestinya, Triton akan mati ketika tiba di bawah air.

"Mereka datang lagi!" seru Corky. Suaranya bergetar karena takut ketika dia menunjuk ke langit.

Tolland bahkan tidak berani mendongak. Dia langsung menunjuk ke dinding partisi di dekat mereka di mana terdapat sebuah tangga menurun dari aluminum yang menuju bagian bawah dek. Corky tampaknya tidak memerlukan dorongan lagi. Sambil tetap menunduk, Corky berlari-lari ke arah area terbuka, dan menghilang menuruni tangga tersebut. Tolland merengkuh pinggang Rachel, dan mengikuti Corky. Mereka berdua menghilang ke dek bawah tepat begitu helikopter itu kembali sambil menyemburkan peluru dari atas.Tolland membantu Rachel menuruni tangga itu ke arah landasan di bawahnya.

Ketika mereka tiba di sana, Tolland merasa tubuh Rachel tiba-tiba menjadi kaku. Tolland memutar tubuhnya, takut kalau-kalau Rachel telah terkena pantulan peluru. Ketika dia melihat wajah Rachel, Tolland tahu itu karena sesuatu yang lain. Tolland mengikuti tatapan Rachel yang penuh ketakutan itu dan dia segera mengerti.

RACHEL BERDIRI tidak bergerak. Kakinya menolak untuk digerakkan. Dia menatap ke bawah ke arah dunia aneh di bawahnya.

Karena rancangan SWATH yang dimilikinya, Goya tidak memiliki lambung kapal, tetapi hanya penopang-penopang kayu seperti catamaran raksasa. Mereka baru saja menuruni dek dan sampai di jalan sempit berlubang-lubang yang tergantung melintang di atas sebuah lubang besar sedalam tiga puluh kaki yang langsung mengarah ke lautan yang bergolak.  Suara gelegak ombak memekakkan telinga dan menggema di bagian bawah dek ini. Rasa takut Rachel bertambah karena lampu sorot bawah air dari kapal ini masih menyala sehingga memberikan sinar terang kehijauan yang menyorot ke kedalaman laut yang berada tepat di bawahnya. Rachel menatap ke bawah menuju enam atau tujuh bayangan seperti hantu yang berenang-renang melawan arus di tempat itu. Tubuh-tubuh seperti karet itu sedang meregangkan otot-otot mereka ke belakang dan ke depan.

Suara Tolland terdengar di telinganya. "Rachel, kau tidak apa-apa. Arahkan matamu lurus ke depan. Aku tepat di belakangmu." Tangan Tolland menjangkau dari belakang, dan dengan lembut berusaha melepaskan tangan Rachel yang menggenggam pegangan tangga dengan erat. Saat itulah Rachel melihat ada darah menetes dari lengannya dan jatuh melewati lubang-lubang di jalan sempit yang diinjaknya. Matanya mengikuti tetesan darahnya yang jatuh ke arah laut. Walau dia tidak pernah melihat tetesan darahnya itu menyentuh air laut, tetapi dia tahu darahnya sudah menetes ke sana karena dia melihat hiu-hiu kepala palu itu berputar secara bersamaan, saling mendorong dengan ekor kuat mereka, dan bertubrukan dalam putaran gigi-gigi dan sirip-sirip yang tak terkendali.

Enhanced telencephalon alfactory lobes ....

Mereka sanggup mencium bau darah dari jarak satu mil.

"Mata lurus ke depan," kata Tolland mengulangi. Suaranya kuat dan meyakinkan. "Aku tepat di belakangmu."

Sekarang Rachel merasa kedua tangan Tolland berada di pinggulnya, dan memberi dorongan pada dirinya untuk maju. Dengan mengabaikan pemandangan di bawahnya, Rachel mulai berjalan di atas jalan berlubang-lubang itu. Di atas, dia dapat mendengar suara mesin helikopter lagi. Corky sudah jauh di depan mereka, terhuyung-huyung seperti orang mabuk yang panik di atas jalan berlubang-lubang itu.

Tolland berseru padanya. "Lurus ke tiang balok penopang yang jauh itu, Corky! Di bawah tangga!"

Sekarang Rachel dapat melihat ke mana arah mereka pergi. Jauh di depan sana, terlihat serangkaian tangga melingkar yang menurun menuju permukaan air. Di atas permukaan air tersebut terdapat semacam dek sempit yang memperpanjang ukuran kapal Goya. Beberapa dok kecil tambahan terjulur dari dek, seperti tempat penambatan kapal di bawah kapal besar ini. Sebuah tanda besar bertuliskan: AREA MENYELAM

Perenang Mungkin Muncul ke Permukaan tanpa Peringatan  --Jalankan Kapal dengan Hati-hati--

Rachel hanya dapat berharap bahwa Mike tidak akan menyuruh mereka berenang. Tetapi keraguan Rachel semakin jelas ketika Tolland berhenti di depan lemari tempat penyimpanan barang-barang di pinggiran jalan sempit yang mereka lalui. Mike membuka pintu-pintunya yang memperlihatkan pakaian menyelam, masker dan tabung oksigen, sirip kaki dari karet, jaket pengaman, dan tombak. Sebelum Rachel sempat memprotesnya, Tolland merogoh ke dalam lemari dan meraih sebuah pistol suar. "Ayo!"

Mereka bergerak lagi.

Di depan, Corky sudah sampai di tangga melingkar tersebut dan sedang menuruninya. "Aku melihatnya!" dia berteriak. Suaranya hampir terdengar gembira, dan menimpali suara air yang menggelora.

Melihat apa? Rachel bertanya-tanya ketika Corky berlari di sepanjang jalan tadi. Yang dapat dilihat Rachel hanyalah laut berisi hiu-hiu yang berenang sangat dekat dan terlihat begitu berbahaya. Tolland memberi dorongan pada Rachel untuk maju ke depan, dan tiba-tiba Rachel dapat melihat apa yang membuat Corky begitu gembira. Di ujung dek di bawah sana, terlihat sebuah perahu motor yang sedang ditambatkan. Corky berlari ke sana.

Rachel memandangnya dengan tatapan terpaku. Melarikan diri dari sebuah helikopter hanya dengan naik perahu motor?

"Perahu itu memiliki radio," kata Tolland. "Dan jika kita dapat pergi cukup jauh dari kekuatan pengacak frekuensi helikopter itu ...."

Rachel tidak mendengar kata-kata lain yang diucapkan Tolland. Dia baru saja melihat sesuatu yang membuatnya ketakutan. "Terlambat," serunya serak sambil menunjuk ke atas dengan jarinya yang gemetar. Kita habis ....

KETIKA TOLLAND berpaling, seketika itu juga dia tahu, semuanya selesai sudah.

Di ujung belakang kapal, seperti seekor naga yang muncul di mulut gua, helikopter hitam itu terbang rendah dan sekarang berhadapan dengan mereka. Sekilas, Tolland berpikir helikopter itu akan terbang langsung ke arah mereka dengan melewati bagian tengah Goya. Tetapi helikopter itu memutar pada satu sudut, dan mulai membidik.

Tolland mengikuti arah laras senjata itu. Jangan!

Corky yang sedang berjongkok di sisi perahu motor dan melepaskan tambatannya, melihat ke atas tepat ketika senjata mesin di bawah helikopter itu mengeluarkan tembakan seperti halilintar. Corky meloncat seolah terkena tembakan. Dengan panik dia berjuang melewati bibir perahu dan merunduk ke dalam perahu tersebut, lalu merapatkan dirinya sambil mencari perlindungan. Tembakan itu berhenti. Tolland dapat melihat Corky merangkak lebih ke dalam perahu motor itu. Bagian bawah kakinya berdarah. Sambil berjongkok di bawah dasbor, Corky meraih dan meraba-raba untuk mencari pengendali hingga jemarinya menemukan kunci kapal. Mesin Mercury dengan daya 250 tenaga kuda langsung menderu menyala.

Sesaat kemudian, sebuah sinar laser berwarna merah muncul dari hidung helikopter yang sedang melayang di hadapan mereka itu, dan membidik perahu motor di bawahnya dengan sebuah rudal.

Tolland bereaksi dengan nalurinya, dan membidikkan satu-satunya senjata yang ada di tangannya.

Pistol suar itu mendesis ketika Tolland menarik pelatuknya, lalu secercah sinar menyilaukan melesat dan meninggalkan berkas cahaya horisontal dari dek bawah kapal dan langsung menuju ke helikopter itu. Walau begitu, Tolland merasa telah terlambat bertindak. Ketika pistor suarnya meluncur ke arah kaca depan helikopter, alat peluncur roket di bawah helikopter itu juga mengeluarkan sinarnya sendiri. Pada saat yang bersamaan rudal itu melesat, pesawat itu terhentak, membelok tajam, dan terbang meninggi untuk menghindari tembakan dari pistol suar Tolland.

"Awas!" teriak Tolland sambil menarik Rachel ke bawah dan mengajaknya bertiarap di lantai.

Rudal itu mendarat tanpa mengenai Corky, tetapi melewati tubuh Goya dan menghantam bagian bawah penopang, tiga puluh kaki di bawah Rachel dan Tolland.

Bunyi yang ditimbulkan sangat keras. Air dan api meledak di bawah mereka. Pecahan metal berterbangan ke udara dan jatuh berhamburan di atas jalanan sempit di bawah mereka. Akibat dari ledakan itu membuat Goya bergoyang, dan berusaha menemukan keseimbangan baru. Sekarang posisi kapal itu menjadi agak miring.

Ketika asap memudar, Tolland dapat melihat salah satu dari empat balok penopang utama Goya telah rusak parah. Ombak yang kuat menghempas ponton hingga hampir ambruk. Tangga melingkar yang menuju ke dek bawah tampak terayun-ayun seperti hanya digantung dengan benang.

"Ayo!" teriak Tolland, dan menyuruh Rachel agar berjalan ke arahnya. Kita harus ke bawah!

Tetapi mereka terlambat. Sambil mengeluarkan bunyi berderak, tangga itu jatuh dari penopangnya, dan jatuh ke laut.

MELAYANG DI atas kapal Goya, Delta-One bergulat untuk mengendalikan helikopter Kiowa yang terbang oleng hingga dapat menguasainya lagi. Karena tadi Delta-One dibutakan sesaat oleh sinar pistol suar yang menyilaukan, dia secara refleks menghentakkan pesawatnya ke atas, sehingga rudal Hellfire luput mengenai sasarannya. Sambil menyumpah-nyumpah, sekarang dia melayang di atas haluan kapal Goya dan bersiap kembali ke bawah dan menyelesaikan tugasnya. Habisi semua penumpang. Perintah Pengendali sudah jelas. "Sialan! Lihat!" Delta-Two berteriak dari bangku belakang sambil menunjuk ke luar jendela. "Perahu motor!"

Delta-One berputar dan melihat sebuah perahu motor Crestliner yang bolong-bolong karena tembakan peluru, melesat keluar dari kapal Goya dan bergerak memasuki kegelapan.

Dia harus membuat keputusan.

114

TANGAN CORKY yang berlumuran darah mencengkeram kemudi perahu motor Crestliner Phantom 2100 erat-erat ketika perahu itu melesat melintasi laut. Corky menggeser seluruh tongkat kendali perahu ke depan, dan berusaha untuk mengeluarkan kecepatan semaksimum mungkin. Tiba-tiba dia merasakan sakit yang luar biasa. Dia melihat ke bawah dan baru menyadari kaki kanannya mengeluarkan darah. Dia langsung merasa pusing.

Sambil terus berusaha untuk tetap berdiri di belakang kemudi, Corky berpaling dan melihat Goya, dan berharap helikopter itu menderu mengejarnya. Karena Tolland dan Rachel terjebak di jalanan sempit di bagian bawah dek, Corky tidak mampu menjangkau mereka tadi. Maka dia terpaksa mengambil keputusan kilat.

Pisahkan perhatian dan taklukkan.

Corky tahu kalau dia dapat memancing helikopter itu untuk menjauh dari Goya, mungkin Tolland dan Rachel dapat meminta bantuan lewat radio. Celakanya, ketika dia menoleh ke belakang ke arah kapal yang terang benderang itu, Corky masih melihat helikopter itu melayang-layang di atas Goya, seolah masih bingung untuk memutuskan.

Ayo, keparat! Kejar aku!

Tetapi helikopter itu tidak mengikutinya. Bahkan kini helikopter itu membelok ke buritan Goya, menyejajarkan diri, dan mendarat di atas dek. Jangan! Corky menyaksikan dengan ketakutan. Sekarang dia sadar dia telah meninggalkan Tolland dan Rachel untuk dibunuh.

Karena tahu sekarang semuanya tergantung padanya untuk mencari pertolongan lewat radio, Corky meraba-raba pada dasbor dan menemukan radio itu. Dia menyalakannya. Tidak ada yang terjadi. Tidak ada sinyal. Tidak ada suara. Dia lalu memutar volume suara hingga maksimal. Tidak ada suara. Ayo! Kemudian Corky melepaskan kemudinya, lalu berjongkok untuk melihat. Kakinya terasa sangat sakit ketika dia berjongkok. Matanya terpusat pada radio di perahu itu. Dasbornya ternyata telah hancur karena peluru, dan alat pemutar radionya berhamburan ke mana-mana. Kabel-kabel bergelantungan di depannya. Corky seperti tidak dapat memercayai penglihatannya.

Sial sekali....

Dengan lutut yang terasa semakin melemah, Corky kembali berdiri sambil bertanya-tanya bagaimana semuanya menjadi berantakan seperti ini. Ketika dia menoleh kembali ke Goya, dia mendapatkan jawabannya. Dua tentara bersenjata turun ke dek dari atas helikopter. Kemudian helikopter itu terbang lagi, membelok ke arah Corky, dan mengejarnya dengan kecepatan penuh.

Corky menjadi lesu. Pisahkan perhatian dan taklukkan. Tampaknya malam ini bukan hanya dia satu-satunya orang yang memiliki gagasan cemerlang itu.

KETIKA DELTA-Three berjalan melintasi dek dan mendekati tangga alumunium yang menuju ke dek bawah, dia mendengar suara seorang perempuan menjerit di suatu tempat di bawahnya. Dia berpaling dan memberi isyarat kepada Delta-Two bahwa dia akan ke dek bawah untuk memeriksa. Rekannya mengangguk, dan tetap berada di belakangnya untuk mengawasi dek di atas. Kedua orang itu masih tetap dapat saling berhubungan melalui CrypTalk. Sistem pengacau radar Kiowa masih menyisakan frekuensi terbuka untuk komunikasi di antara mereka. Sambil memegang laras senapan mesinnya, Delta-Three bergerak tanpa suara ke arah tangga menurun yang menuju ke dek bawah. Dengan ketangkasan seorang pembunuh terlatih, dia mulai turun sedikit-sedikit sambil membidikkan senapannya.

Turunan pada tangga tersebut membatasi penglihatan, karena itu Delta-Three berjongkok supaya dapat melihat dengan lebih baik. Dia terus menuruni tangga itu. Di tengah-tengah tangga, dia dapat melihat liukan jalan ruwet yang terpasang pada bagian bawah Goya. Suara teriakan itu menjadi lebih keras lagi.

Kemudian dia melihat perempuan itu. Di tengah-tengah jalan sempit yang melintang, Rachel Sexton sedang melongok ke bawah dari tepian dan memanggil-manggil Tolland dengan putus asa ke arah air laut.

Apakah Tolland jatuh ke bawah? Mungkin ketika ledakan itu terjadi?

Kalau memang itu yang terjadi, pekerjaan Delta-Three menjadi lebih mudah dari yang diduganya. Dia hanya harus turun beberapa kaki lagi untuk mendapatkan area terbuka untuk menembak sasarannya. Semudah menembak ikan di dalam akuarium. Satu-satunya keraguannya adalah Rachel berdiri di dekat sebuah lemari terbuka, yang artinya perempuan itu mungkin saja memiliki senjata--sebilah senapan tombak atau senapan pembunuh hiu--walau itu semua bukan tandingan bagi senapan mesinnya. Karena Delta-Three yakin dia sudah menguasai keadaan, dia membidikkan senjatanya dan melangkah ke bawah lagi. Rachel Sexton sekarang hampir tampak dengan sempurna. Dia mengangkat senjatanya. Satu langkah lagi.

Tiba-tiba sebuah bayangan bergerak di bawah Delta-Three, di bawah tangga. Delta-Three lebih merasa bingung daripada takut ketika dia melihat ke bawah dan melihat Michael Tolland menyodokkan tongkat aluminum ke arah kakinya. Walau DeltaThree merasa telah diperdaya, dia hampir tertawa ketika melihat Tolland hanya berusaha untuk membuatnya tersandung.

Lalu dia merasakan ujung tongkat itu menyentuh tumitnya.

Sebuah ledakan yang panas, menusuk dan terasa ke seluruh tubuhnya ketika kaki kanannya meletus karena ledakan di bawahnya yang amat menyakitkan itu. Delta-Three kehilangan keseimbangan, lalu jatuh berguling-guling menuruni tangga. Senapan mesinnya berderak-derak jatuh menuruni tangga dan jatuh ke laut ketika pemiliknya roboh di atas jalan sempit. Dengan kesakitan, dia bangun untuk meraih kaki kanannya, tetapi kakinya sudah tidak ada lagi.

TOLLAND SEGERA berdiri di atas penyerangnya dengan tangannya masih menggenggam sebuah tongkat peledak--Powerhead Shark-Control Device sepanjang lima kaki. Ujung tongkat aluminum tersebut telah dipasangi dengan alat yang peka terhadap tekanan, dan peledak untuk senapan ukuran dua belas yang ditujukan untuk pertahanan diri ketika diserang ikan hiu. Tolland telah mengisi ulang tongkat peledak itu dengan bahan peledak baru, dan sekarang dia mengarahkan ujung tongkat yang tajam dan masih berasap itu ke jakun penyerangnya. Tentara itu terlentang seperti lumpuh. Dia menatap Tolland dengan ekspresi kemarahan dan penderitaan.

Rachel datang berlari untuk mendekati. Rencananya, dia harus merampas senapan mesin lelaki itu, tetapi celakanya senjata itu terjatuh dari tepian jalan sempit dan menghilang ke laut.

Alat komunikasi lelaki itu berderak. Suara yang keluar dari alat tersebut terdengar seperti suara robot. "Delta-Three? Masuk. Aku mendengar sebuah tembakan."

Lelaki itu tidak bergerak untuk menjawabnya.

Alat itu berderak lagi. "Delta-Three? Jawab. Kau membutuhkan bantuan?"

Sesaat kemudian, sebuah suara baru berderak di dalam saluran itu. Suaranya juga terdengar seperti robot tetapi dibedakan dengan adanya bunyi helikopter di belakangnya. "Ini DeltaOne," kata sang pilot. "Aku sedang mengejar perahu yang melarikan diri ini. Delta-Three, jawab. Kau terluka? Kau membutuhkan bantuan?"

Tolland menekankan tongkatnya ke tenggorokan lelaki itu "Katakan pada helikopter itu untuk berhenti mengejar perahu motor temanku. Jika mereka membunuh temanku, kau mati."

Raut muka tentara itu terlihat kesakitan ketika dia mengangkat alat komunikasinya hingga ke mulutnya. Dia menatap langsung ke arah Tolland ketika dia menekan tombol dan berbicara. "Delta-Three di sini. Aku tidak apa-apa. Hancurkan perahu itu."

115

GABRIELLE ASHE kembali ke kamar mandi pribadi Sexton, dan bersiap memanjat keluar kantor tersebur. Telepon dari Sexton tadi telah membuatnya cemas. Sexton jelas meragukannya ketika Gabrielle berkata dia sedang berada di kantornya sendiri, seolah Sexton tahu dia sedang berbohong. Setelah gagal membuka komputer Sexton, sekarang Gabrielle merasa tidak yakin apa langkah berikutnya.

Sexton sedang menungguku.

Ketika memanjat tempat cuci tangan, dan bersiap untuk mengangkat tubuhnya ke atas langit -langit, Gabrielle mendengar ada sesuatu yang jatuh ke lantai. Dia melongok ke bawah dan merasa sedikit kesal ketika melihat kakinya tidak sengaja telah menjatuhkan sepasang kancing manset Sexton yang sepertinya tadi diletakkan di tepi tempat cuci tangan.

Tinggalkan semuanya tepat seperti ketika kau masuk.

Gabrielle turun lagi dan memungut kancing manset tersebut lalu meletakkannya kembali di tepi tempat cuci tangan. Ketika mulai memanjat lagi, Gabrielle berhenti, dan memandang kancing manset itu lagi. Kalau ini terjadi di malam yang berbeda, Gabrielle pasti akan mengabaikan manset Sexton itu, tetapi malam ini monogram di manset itu menarik perhatiannya. Seperti semua barang-barang Sexton lainnya yang memiliki monogram, pada manset itu juga tertera dua huruf yang saling melilit. SS. Gabrielle kemudian teringat kata kunci komputer Sexton yang terdahulu--SSS. Dia membayangkan kalender atas meja Sexton ... POTUS ... dan gambar Gedung Putih pada screensaver komputer dengan pita berjalan dengan tulis yang sangat optimistis di sekeliling layar seperti iklan yang tak putus-putusnya.

President of the United States Sedgewick Sexton ... President of the United States Sedgewick Sexton ... President of the ....

Gabrielle berdiri sesaat dan bertanya-tanya. Mungkinkah dia begitu percaya diri?

Karena dia tahu hanya perlu sesaat untuk memastikannya, dia bergegas kembali ke kantor Sexton. Lalu Gabrielle duduk di depan komputer dan mengetik kata kunci yang terdiri dari tujuh huruf.

POTUSSS.

Layar itu langsung terbuka.

Gabrielle memandangnya dengan tatapan tidak pcrcaya.

Jangan pernah meremehkan ego seorang politisi.

116

CORKY MARLINSON tidak lagi berada di depan alat pengemudi Cresdine Phantom ketika dia melesat memasuki malam. Dia tahu perahu itu akan melaju lurus dengan atau tanpa dirinya memegang kemudi. Jalan yang paling mudah ....

Corky sedang berada di bagian belakang perahu yang bergerak naik-turun itu, dan sedang berusaha memeriksa luka pada kakinya. Sebutir peluru telah menembus bagian depan betisnya, tanpa mengenai tulang keringnya. Karena tidak ada luka tembus pada bagian belakang betisnya, dia tahu dengan pasti peluru itu masih bersarang di dalam kakinya. Dia mencari-cari di sekitarnya, sesuatu untuk menghentikan pendarahannya. Tetapi dia tidak menemukan apa pun. Dia hanya menemukan beberapa sirip karet, perlengkapan menyelam, dan sepasang jaket penyelamat. Tidak ada kotak pertolongan pertama. Dengan ketakutan, Corky membuka sebuah kotak kecil yang berisi peralatan dan menemukan beberapa peralatan, kain rombeng, lakban, minyak, dan benda-benda perawatan kapal lainnya. Dia menatap kakinya yang berdarah dan bertanya-tanya seberapa jauh dia harus menjauh dari daerah yang dikuasai ikan hiu kejam ini.

Pasti masih jauh sekali dari sini .

DELTA-ONE menjaga Kiowa agar tetap terbang rendah di atas lautan ketika dia memindai kegelapan untuk mencari perahu Crestline. Dengan memperkirakan bahwa perahu yang kabur itu akan menuju ke pantai dan berusaha menjauh sejauh mungkin dari Goya, Delta-One mengikuti jejak lintasan Crestline yang menjauh dari Goya.

Aku pasti sudah melewatinya sekarang ini.

Biasanya mengikuti perahu motor yang melarikan diri akan menjadi hal yang mudah dengan menggunakan radar, tetapi dengan sistem pengacau radar Kiowa yang mengirimkan gelombang thermal sejauh beberapa mil, radarnya tidak berfungsi di sini. Mematikan sistem pengacau radar bukanlah pilihan yang baik hingga dia mendengar berita bahwa semua target di atas Goya sudah tewas. Dia harus memastikan tidak akan ada panggilan telepon darurat yang keluar dari Goya malam ini.

Rahasia meteorit itu mati. Di sini. Sekarang.

Untunglah Delta-One memiliki peralatan lainnya untuk melacak. Bahkan di tengah-tengah hawa panas yang aneh dari lautan seperti ini, tidak sulit untuk menemukan jejak panas dari sebuah perahu motor. Dia kemudian menyalakan alat pemindai panas miliknya. Laut di sekitarnya menunjukkan suhu 95 derajat Fahrenheit. Untunglah, emisi dari mesin perahu dengan 250 tenaga kuda itu memiliki suhu yang

mencapai ratusan derajad lebih panas.

KAKI CORKY Marlinson mati rasa.

Karena dia tidak tahu apa lagi yang dapat dilakukan, dia menyeka betisnya yang luka dengan kain rombeng itu dan membungkus lukanya lapis demi lapis dengan selotip. Ketika selotipnya habis, seluruh betisnya, dari pergelangan kaki ke lutut, telah terbungkus dalam balutan ketat berwarna keperakan. Pendarahannya sudah berhenti, walau pakaian dan tangannya masih berlumuran darah.

Sambil duduk di lantai perahu Crestliner yang melaju tanpa kendali itu, Corky merasa bingung kenapa helikopter itu belum dapat menemukannya. Dia sekarang melihat ke luar, mengamati cakrawala di belakangnya sambil berharap dapat melihat Goya di kejauhan dan helikopter yang mendekat.  Tetapi dia tidak melihat apa pun. Cahaya dari kapal Goya telah menghilang. Dia seharusnya belum pergi sejauh itu, bukan?

Tiba-tiba Corky merasa penuh harapan bahwa dia mungkin telah terbebas. Mungkin mereka telah kehilangan dirinya di dalam gelap. Mungkin sekarang dia bisa menuju ke daratan!

Pada saat itulah Corky baru mengetahui bahwa jejak arus air yang ditinggalkan perahu motornya tidak lurus. Tampaknya jejak arus air itu perlahan-lahan melengkung menjauh dari belakang perahunya, seolah dia sedang berlayar dalam garis lengkung, dan bukannya lurus. Karena merasa bingung, Corky kemudian menolehkan kepalanya untuk mengikuti lengkungan jalur ombak di belakang perahunya, dan mengamati sebuah lengkungan raksasa dari jejak arus air yang terbentang di lautan. Sesaat kemudian dia melihatnya.

Kapal Goya tepat berada di sebelah kirinya, kurang dari setengah mil jauhnya. Corky ketakutan karena terlambat menyadari kesalahannya. Tanpa seorang pun memegang kemudi, haluan Crestliner secara terus-menerus menyesuaikan diri dengan arah dari arus yang kuat ini--arus air yang melingkar yang dihasilkan oleh megaplume. Aku hanya berputar-putar di dalam lingkaran sial ini!

Corky kembali merenung.

Karena dia tahu dia masih berada di area megaplume yang penuh dengan hiu, Corky ingat kata-kata Tolland. Enhanced telencephalon olfactory lobes ... hiu-hiu kepala palu dapat mencium bau darah dari jarak satu mil. Corky lalu melihat ke arah tangan dan kakinya yang berdarah dan terbungkus selotip.

Helikopter itu pasti akan segera menemukannya.

Lalu Corky menanggalkan pakaiannya yang bernoda darah dan bergegas ke arah buritan. Karena tahu tidak akan ada hiu yang mampu menandingi kecepatan kapal motor itu, dia membersihkan dirinya sebaik mungkin dengan menggunakan semburan kuat dari arus air di belakang perahu.

Setetes darah saja ....

Ketika Corky berdiri, betul-betul telanjang di malam hari itu, dia tahu masih ada satu hal lagi yang harus dikerjakannya.

Dia pernah belajar bahwa binatang menandai daerah kekuasaannya dengan air seni karena asam urin merupakan cairan yang memiliki bau paling kuat yang dapat dibuat manusia.

Lebih kuat dari bau darah, dia berharap. Sambil berharap seandainya dia tadi minum lebih banyak bir lagi malam ini. Corky mengangkat kakinya yang terluka ke atas bibir perahu dan mencoba untuk buang air kecil di atas lilitan selotip itu. Ayol Dia menunggu. Tidak ada yang dapat mengalahkan tekanan untuk mengencingi tubuhmu sendiri dengan sebuah helikopter termpur yang sedang mengejarmu.

Akhirnya dia dapat melakukannya. Corky buang air kecil seraya membasahi seluruh permukaan selotip dengan air seni hingga benar-benar basah kuyup. Dia menggunakan sisa air seni yang tinggal sedikit di dalam kantung kemihnya untuk membasahi sepotong kain, yang kemudian dia gunakan untuk mengusap seluruh tubuhnya. Sangat menyenangkan.

Di langit gelap di atasnya, sebuah sinar laser merah muncul, dan mengarah menuju Corky seperti pisau gullotine yang bercahaya. Helikopter itu muncul dari sisi miring. Sepertinya si pilot bingung karena Corky telah bergerak kembali mendekati kapal Goya.

Dengan cepat Corky mengenakan jaket penyelamat, lalu bergerak ke tepi perahu yang bergerak dengan cepat itu. Di atas lantai perahu motor yang berlumuran darah itu, hanya lima kaki dari tempat Corky berdiri tadi, sebuah titik merah menyala muncul.

Saatnya sudah tiba.

DI ATAS kapal Goya, Michael Tolland tidak dapat melihat perahu Crestliner Phantom 2100 miliknya meledak terbakar dan bergulingan di udara dalam gumpalan api dan asap yang besar.

Tetapi dia mendengar ledakan itu.

117

SAYAP BARAT biasanya sunyi pada jam seperti ini, tetapi Presiden yang muncul secara tidak terduga dengan masih mengenakan jubah mandinya telah membuat para ajudan dan staff lapangan keluar dari kamar tidur mereka dan dari ruangan mana mereka tidur seadanya.

"Saya tidak dapat menemukannya, Pak Presiden," kata seorang ajudan muda yang berlari mengejar Presiden memasuki Ruang Oval. Dia telah mencari di mana-mana. "Ms. Tench tidak menjawab penyerantanya atau pun ponselnya."

Presiden tampak letih sekali. "Kau sudah mencarinya di--

"Dia meninggalkan gedung, Pak," seorang ajudan lainnya memberi tahu. "Dia pergi kira-kira satu jam yang lalu. Kami kira dia mungkin pergi ke NRO karena salah satu dari operator mengatakan Ms. Tench dan Pickering baru saja berbicara melalui telepon malam ini. "

"William Pickering?" tanya Presiden terdengar tergagap.

Tench dan Pickering tidak pernah bercakap-cakap. "Kau sudah menelepon Pickering?"

"Pickering juga tidak menjawab, Pak. Operator NRO juga tidak dapat menemukannya. Mereka bilang ponsel Pickering bahkan tidak berdering. Seolah dia hilang ditelan bumi."

Herney menatap para ajudannya sesaat dan kemudian berjalan ke bar dan menuangkan bourbon untuk dirinya sendiri. Ketika dia mengangkat gelas itu ke mulutnya, seorang Secret Service bergegas mendekatinya.

"Pak Presiden? Saya tidak ingin membangunkan Anda, tetapi Anda harus tahu bahwa baru saja ada pengeboman mobil di FDR Memorial."

"Apa!" Herney hampir menjatuhkan gelasnya. "Kapan?"

"Satu jam yang lalu." Wajah petugas Secret Service itu menjadi muram. "Dan FBI baru saja mengidentifikasi korbannya.

118

KAKI DELTA-THREE terasa sangat sakit. Dia merasa melayang di antara kesadaran yang campur aduk. Apakah ini kematian? Dia berusaha bergerak tetapi dia merasa lumpuh, dan hampir tidak dapat bernapas. Dia hanya dapat melihat bentuk-bentuk buram. Benaknya mengingat kembali ke belakang, kembali pada ledakan Cresdiner di laut lepas, dan melihat kemurkaan di mata Michael Tolland ketika akhli kelautan itu berdiri di sampingnya sambil memegang tongkat peledak yang mengarah ke tenggorokannya.

Pasti Tolland sudah membunuhku ...

Tetapi rasa sakit yang terasa pada kakinya membuktikan bahwa dia masih hidup. Perlahan dia tersadar. Ketika mendengar ledakan Cresdiner, Tolland menjeritkan kemarahannya karena kematian temannya. Kemudian, sambil mengarahkan matanya yang berapi-api pada Delta-Three, Tolland mengangkat tangannya seolah bersiap untuk menghujamkan tongkatnya ke tenggorokan Delta-Three. Tetapi ketika dia bersiap untuk melakukannya, dia tampak ragu, seolah moralnya sendiri menghalanginya. Dengan rasa kecewa dan kemarahan yang meluap-luap, Tolland membanting tongkatnya dan menendang kaki Delta-Three yang sudah putus.

Hal terakhir diingat Delta-Three adalah dia muntah karena kesakitan sebelum akhirnya dunianya mengalir menuju ketidak sadaran yang gelap. Sekarang dia sudah sadar lagi, tanpa mengetahui berapa lama dia telah pingsan. Dia dapat merasakan kedua tangannya diikat di balik punggungnya dengan sangat erat, seerat ikatan seorang pelaut. Kakinya juga diikat. Kakinya ditekuk ke belakang dan diikat di pinggangnya. Delta-Three merasakan tubuhnya melengkung ke belakang dan tidak mampu bergerak lagi. Dia berusaha untuk berteriak, tetapi tidak ada suara yang keluar. Mulutnya telah disumbat dengan sesuatu.

Delta-Three tidak dapat membayangkan apa yang sedang terjadi. Lalu ketika dia merasakan embusan angin dingin dan melihat cahaya terang di sekitarnya. Dia sadar dia sedang berada di dek utama Goya. Dia menoleh untuk mencari pertolongan, dia terkejut ketika melihat pantulan bayangannya sendiri yang menakutkan--bulat dan tidak berbentuk di balik pantulan gelembung kaca Plexiglas dari sebuah kapal selam di atas Goya. Kapal selam kecil itu tergantung tepat di depannya, dan DeltaThree sadar bahwa dia sedang dibaringkan di atas pintu di lantai dek tersebut. Walau keadaan ini mencemaskan, DeltaThree memiliki pertanyaan yang membuatnya jauh lebih cemas lagi.

Jika aku ada di atas dek ... lalu di mana Delta-Two?

DELTA-TWO menjadi semakin tidak tenang.

Walau suara kawannya yang tersiar dari CrypTalk menyatakan bahwa dia tidak apa-apa, suara tembakan satu kali itu bukan berasal dari senapan mesin seperti yang dipegangnya. Jelas Tolland atau Rachel Sexton telah menembakkan senjata mereka sendiri. Delta-Two bergerak dan melongok ke tangga menurun di mana kawannya itu tadi turun, dan dia melihat ada darah.

Dengan senjata terangkat, dia berjalan turun ke dek di bawahnya sambil mengikuti jejak darah di sepanjang jalan sempit hingga menuju haluan kapal. Dari sini jejak darah itu membawanya kembali menaiki tangga lain menuju dek utama. Dek utama sepi. Dengan kewaspadaan yang meningkat, Delta-Two mengikuti noda kemerahan di sepanjang tepian dek yang menuju ke arah belakang kapal, dan melewati celah terbuka di mana ke tangga pertama yang tadi dituruninya berada.

Apa yang telah terjadi? Noda darah itu tampaknya berputar dalam sebuah lingkaran raksasa.

Sambil bergerak dengan hati-hati, sementara senjata teracung di depannya, Delta-Two melewati pintu masuk menuju laboratorium kapal itu. Noda darah terus terlihat hingga ke dek di buritan. Dengan berhati-hati dia membuka pintu laboratorium lebar-lebar, sementara tatapannya mengelilingi sudut ruangan. Matanya mengikuti jejak darah.

Lalu dia melihatnya.

Ya Tuhan!

Delta-Three terbaring di sana dalam keadaan terikat dan tersumbat mulutnya, dan digeletakkan dengan tidak layak, tepat di depan kapal selam kecil Goya. Walau dari kejauhan, Delta-Two dapat melihat bahwa rekannya telah kehilangan sebagian besar kaki kanannya.

Waspada akan adanya jebakan, Delta-Two mengangkat senjatanya dan bergerak maju. Delta-Three sekarang berusaha bergerak, dan mencoba untuk berbicara. Ironisnya, cara rekannya itu diikat--dengan lutut tertekuk ke belakang tubuhnya--mungkin justru menyelamatkan hidupnya. Pendarahan pada kakinya tampak tidak deras.

Ketika Delta-Two mendekati kapal selam itu, dia merasa senang karena dapat melihat sisi belakangnya sendiri, sebuah keistimewaan yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, seluruh bagian dek kapal ini terpantul di kubah bulat dari kokpit kapal selam itu, sehingga dia dapat melihat ke segala arah di ruangan itu. Delta-Two tiba di dekat kawannya yang sedang meronta ronta. Dia dapat melihat peringatan di mata kawannya, tetapi terlambat.

Kilatan keperakan datang dari tempat yang tidak diketahuinya.

Salah satu dari capit kapal selam yang dapat digerakkan itu, tiba-tiba bergerak ke depan dan mencengkeram paha kiri Delta-Two dengan kekuatan yang menghancurkan. Dia mencoba menarik tubuhnya, tetapi capit itu semakin dalam mencengkeramnya. Dia berteriak kesakitan, dan merasa tulang pahanya patah . Matanya melotot ke arah kokpit kapal selam. Sambil berusaha mengintip melalui pantulan dek di kubah Plexiglas itu, Delta Two dapat melihat seseorang bersembunyi di balik bayangan bagian dalam kapal selam Triton.

Michael Tolland berada di dalam kapal selam itu, dan duduk di depan kendali.

Ide buruk, desis Delta-Two sambil melupakan rasa sakitnya dan memanggul senapan mesinnya. Dia membidik ke atas menuju dada Tolland yang berjarak hanya tiga kaki di balik kubah Plexiglas. Dia menarik pelatuk, kemudian senjata itu menggelegar. Karena merasa begitu marah karena diperdaya, Delta-Two kembali menarik pelatuknya hingga selongsong peluru terakhirnya jatuh di atas dek dan senjatanya berbunyi klik karena sudah kosong. Karena kehabisan napas, dia menjatuhkan senjatanya dan melotot ke arah kubah yang kini terkoyak-koyak di depannya.

"Mati kau! " desis tentara itu sambil meluruskan kakinya dan berusaha menariknya dari jepitan. Ketika dia berputar, jepitan metal itu menggores kulitnya, dan membuka luka yang besar. "Sialan!" Delta-Two kemudian meraih CrypTalk di ikat pinggangnya. Tetapi ketika dia menaikkan alat komunikasinya itu ke mulutnya, lengan robot kedua terangkat dan terbuka di depannya lalu menyergap ke depan, kemudian menjepit tangan kanannya. CrypTalk jatuh ke atas dek.

Pada saat itulah Delta-Two melihat hantu di balik jendela di depannya. Seraut wajah pucat memiringkan kepalanya dan mengintip keluar melalui kaca jendela yang tidak pecah. Denga tatapan terpaku, Delta-Two menatap bagian tengah kubah dan menyadari ternyata peluru-pelurunya tidak dapat menembus cangkang tebal itu. Kubah itu hanya dipenuhi bintik-binti bulat bekas hantaman peluru.

Sesaat kemudian, portal di puncak kapal selam itu terbuka dan Michael Tolland keluar. Dia tampak gemetar tetapi tidak terluka. Kemudian setelah menuruni pintu aluminum kapal selam itu, dia melangkah di atas dek sambil menatap jendela kubah kapal selamnya yang rusak.

"Sepuluh ribu pon per inci persegi," kata Tolland. "Sepertinya kau membutuhkan senjata yang lebih besar."

DI DALAM lab hidro, Rachel tahu dia tidak memiliki banya waktu. Dia sudah mendengar suara tembakan di dek dan berdoa semoga segalanya berjalan seperti yang direncanakan Tolland. Di tidak lagi peduli siapa dalang di belakang muslihat meteor ini, entah itu Administrator NASA, Marjorie Tench, atau Presiden sendiri ... tidak ada yang penting lagi.

Mereka tidak dapat lolos begitu saja. Siapa pun itu, kebenaran akan terungkap.

Luka di lengan Rachel sudah berhenti mengalirkan darah dan adrenalin yang mengalir di dalam tubuhnya telah meredakan sakit dan menajamkan pikirannya. Setelah menemukan bolpen dan kertas, Rachel kemudian menuliskan pesan sepanjang dua baris. Kata-katanya lugas dan agak canggung karena dia tidak punya waktu untuk memikirkan kata-kata indah saat itu. Rache kemudian menyatukan catatan itu bersama-sama dengan tumpukan kertas yang terasa berat di tangannya--hasil cetakan GPR gambar Banthynomous giganteus, foto-foto dan artikel tentang chondrules laut, hasil cetakan dari pemindai mikro elektron. Meteorit itu palsu, dan ini adalah buktinya.

Rachel memasukkan semua tumpukan kertas itu ke dalam mesin faks. Karena dia hanya dapat menghapal sedikit nomor faks di luar kepala, pilihan yang dia miliki terbatas. Tetapi dia sudah memutuskan siapa yang akan menerima lembaran-lembaran tersebut bersama dengan catatan pesannya. Sambil menahan napas Rachel mengetik nomor faks orang yang ditujunya dengan berhati-hati.

Dia kemudian menekan tombol "send," dan berdoa dia telah memilih penerima faksnya ini dengan bijak.

Mesin faks itu berbunyi bip.

     ERROR: TIDAK ADA NADA SAMBUNG.

Rachel sudah menduganya. Komunikasi di kapal Goya masih tetap dikacau. Dia berdiri menunggu dan menatap mesin faks itu sambil berharap mesin itu akan berfungsi seperti miliknya di rumah.

Ayolah!

Setelah lima detik, mesin itu berbunyi bip lagi.

      PUTAR ULANG ....

Ya! Rachel mengamati mesin itu kembali menghubungi nomor yang tadi diketiknya tanpa henti.

      ERROR: TIDAK ADA NADA SAMBUNG

      PUTAR ULANG ...

      ERROR: TIDAK ADA NADA SAMBUNG

      PUTAR ULANG ...

Dia meninggalkan mesin faks yang sedang mencari nada sambung itu, dan keluar dari lab hidro bersamaan dengan suara gemuruh dari baling-baling helikopter di atasnya.

119

SERATUS ENAM puluh mil jaraknya dari Goya, Gabrielle Ashe menatap layar komputer Senator Sexton tanpa mengatakan apa-apa karena terkejut. Kecurigaannya terbukti benar.

Tetapi dia tidak pernah membayangkan betapa benarnya kecurigaannya itu.

Dia sedang melihat hasil pindaian digital dari belasan cek bank yang ditulis perusahaan-perusahaan ruang angkasa swasta untuk Sexton dan disimpan dalam berbagai rekening bank di Kepulauan Cayman. Nilai cek terkecil yang dilihat Gabriell adalah 15 ribu dolar. Beberapa cek lainnya melebihi setengah juta dolar.

Uang kecil, kata Sexton padanya. Semua donasi ini di bawah batas dua ribu dolar.

Jelas Sexton telah berbohong selama ini. Gabrielle sedang melihat pendanaan kampanye secara tidak sah dalam jumlah yang amat besar. Perasaan sakit karena pengkhianatan dan kekecewaan sekarang terasa sangat berat di dalam hatinya. Sexton berbohong.

Gabrielle merasa bodoh. Dia merasa kotor. Dan terlebih lagi, dia merasa sangat marah.

Gabrielle duduk sendirian di kegelapan, dan menyadari bahwa dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya setelah ini.

120

DI ATAS kapal Goya, ketika Kiowa membelok dan menghadap dek di buritan, Delta-One melihat ke bawah, dan dia terpana ketika melihat pemandangan tak terduga yang sama sekali tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Michael Tolland berdiri di atas dek di sebelah sebuah kapal selam. Bergelantungan di dua tangan robot, seolah dicengkeram serangga raksasa, Delta-Two berusaha dengan sia-sia untuk melepaskan diri dari dua cakar besar itu.

Tuhanku!

Sama mengejutkannya, Rachel Sexton yang baru saja muncul di dek segera mengambil posisi di atas seorang lelaki yang terluka dan terikat di kaki kapal selam itu. Lelaki itu pasti Delta-Three. Rachel menodongkan salah satu senjata mesin Delta Force ke arah lelaki itu sambil menatap helikopter seolah menantangnya untuk menyerang.

Untuk sesaat Delta-One merasa bingung, dan tidak dapat membayangkan bagaimana hal ini bisa terjadi. Kesalahan Delta-Force di dataran es sebelum ini mungkin sesuatu yang langka, tetapi masih dapat dijelaskan. Tetapi yang ini, sulit untuk di bayangkan.

Rasa malu Delta-One ketika menghadapi kejadian ini tentu sudah cukup menyiksa dirinya dalam keadaan normal. Tetapi malam ini, rasa malunya semakin membesar karena kehadiran orang lain yang ikut bersamanya di dalam helikopter. Seseorang yang kehadirannya di sini sangat tidak biasa.

Sang pengendali.

Setelah pembunuhan yang dilakukan Delta Force di FDR Memorial, Pengendali kemudian memerintahkan Delta-One untuk terbang ke taman umum yang lengang dan tidak jauh dari Gedung Putih. Atas perintah Pengendali, Delta-One mendaratkan pesawatnya di atas sebuah bukit kecil berumput di antara pepohonan yang lebat. Sang pengendali yang telah memarkir mobilnya di dekat tempat itu, keluar dari kegelapan lalu masu ke dalam Kiowa. Mereka semua kemudian segera terbang lagi.

Walau keterlibatan Pengendali secara langsung dalam pelaksanaan sebuah misi sungguh jarang terjadi, Delta-One tidak dapat membantahnya. Sang pengendali sudah merasa kecewa dengan cara Delta Force menjalankan pembunuhan di Milne Ice Shelf dan khawatir akan bertambahnya kecurigaan dan pengamatan dari sejumlah pihak lain. Oleh karena itulah dia memberi tahu Delta-One bahwa tahap terakhir dari operasi ini akan diawasinya sendiri.

Sekarang Pengendali sedang menjadi penumpang, dan melihat sendiri sebuah kegagalan yang tidak pernah dialami Delta-One sebelumnya.

Ini harus berakhir. Sekarang.

SANG PENGENDALI melihat ke bawah dari Kiowa yang di tumpanginya ke arah dek Goya dan bertanya-tanya bagaimana hal ini bisa terjadi. Tidak ada yang berjalan sesuai rencananya-- kecurigaan pada meteorit, kegagalan misi pembunuhan Delta Force di dataran es, dan keharusan untuk membunuh seorang pejabat tinggi negara di FDR Memorial.

"Pengendali," kata Delta-One tergagap. Nada suaranya terdengar terkejut dan malu ketika dia melihat pemandangan yang terhampar di atas dek Goya. "Aku tidak dapat membayangkan--"

Aku juga tidak, pikir Pengendali. Mereka jelas telah menganggap ringan buruan mereka.

Sang pengendali melihat Rachel Sexton menatap ke atas menuju ke kaca helikopter Kiowa yang memantulkan bayangan di sekitarnya. Rachel kemudian mengangkat alat CrypTalk ke mulutnya. Ketika suara robot itu berderak di dalam Kiowa, Pengendali menduga Rachel akan meminta helikopternya agar pergi atau mematikan sistem pengacau komunikasi sehingga Tolland dapat meminta pertolongan. Tetapi kata-kata yang di ucapkan Rachel Sexton ternyata jauh lebih menakutkan.

"Kalian terlambat," kata Rachel. "Kami bukanlah satu-satunya pihak yang mengetahui muslihat kalian."

Kata-katanya menggema sesaat di dalam helikopter tersebut. Walau pernyataan itu tampak sangat sulit untuk dipercaya, adanya sedikit kemungkinan bahwa Rachel memang sedang mengatakan yang sebenarnya membuat Pengendali terhenti sejenak. Keberhasilan dari keseluruhan operasi ini mengharuskannya untuk menyingkirkan semua orang yang mengetahui kebenaran tersebut. Dan walaupun rencananya ternyata telah memakan banyak korban, sang pengendali harus memastikan bahwa ini adalah korban yang terakhir.

Ada orang lain lagi yang tahu ....

Dengan mempertimbangkan reputasi Rachel Sexton yang selalu mengikuti protokol yang ketat dalam menangani data rahasia, Pengendali sulit memercayai bahwa Rachel sudah memutuskan untuk berbagi informasi tersebut pada orang luar.

Rachel berbicara lagi dari CrypTalk. "Mundur dan kami akan membiarkan orang-orangmu hidup. Mendekat sedikit saja mereka akan mati. Apa pun yang kau putuskan, kebenaran sudah tersebar. Kurangi kekalahanmu. Mundur."

"Kau menggertak," kata Pengendali dan mengetahui bahwa suara yang didengar Rachel Sexton adalah suara robot yang tidak dapat menunjukkan jenis kelamin pemiliknya. "Kau belum mengatakannya kepada siapa pun."

"Kau berani mengambil risiko?" balas Rachel. "Aku tidak berhasil menghubungi William Pickering, jadi aku takut dan mencari jaminan lain."

Sang pengendali mengerutkan keningnya. Itu masuk akal.

"MEREKA TIDAK memercayainya," kata Rachel sambil menatap Tolland.

Tentara yang berada di dalam cengkeraman robot menyeringai kesakitan. "Senjatamu kosong, dan helikopter itu jelas akan menembak. Kalian berdua akan mati. Satu-satunya harapan adalah melepaskan kami."

Tidak akan pernah, pikir Rachel sambil memikirkan tindakan berikutnya. Dia melihat tentara lain yang terikat dan tersumbat yang tergeletak di dekat kakinya tepat di depan kapal selam. Dia tampak setengah sadar karena kehilangan banyak darah. Rachel kemudian berjongkok di samping lelaki itu, dan menatap matanya dengan tajam. "Aku akan membuka sumbatan mulutmu dan memegang CrypTalk untukmu. Kau harus memastikan helikopter itu mundur. Jelas?"

Lelaki itu mengangguk dengan tulus.

Rachel menarik sumbatan mulut lelaki itu. Prajurit itu langsung meludahinya dengan air liur berdarah ke wajah Rachel.

"Perempuan jalang," dia mendesis lalu terbatuk. "Aku akan menyaksikanmu mati. Mereka akan membunuhmu tanpa ampun, dan aku akan menikmati proses itu setiap menitnya."

Rachel mengusap ludah yang terasa panas itu dari wajahnya ketika dia merasa tangan Tolland menariknya menjauh. Tolland menariknya dan menenangkannya sambil mengambil senapan mesin itu dari tangannya. Dari sentuhan dari tangan Tolland yang gemetar, Rachel dapat merasakan ada sesuatu yang meledak dalam diri lelaki itu. Tolland kemudian berjalan ke arah sebuah panel pengendali yang terletak beberapa yard jaraknya, lalu meletakkan tangannya pada sebuah tuas pengungkit, dan menatap tajam pada lelaki yang tergeletak di atas dek itu.

"Kesalahan kedua," kata Tolland. "Dan di atas kapalku, itulah jumlah maksimal yang bisa kau lakukan."

Dengan kemarahan yang meluap, Tolland menurunkan tuas pengungkit itu. Sebuah pintu besar di lantai dek yang berada di bawah Triton, terbuka seperti lantai di bawah tiang gantungan. Prajurit yang terikat itu melolong pendek karena ketakutan dan kemudian menghilang, tercebur melalui lubang yang menganga. Dia jatuh tiga puluh kaki ke lautan di bawahnya. Percikan air laut sekarang berwarna kemerahan. Hiu-hiu segera menyambutnya dengan suka cita.

Sang pengendali gemetar karena marah ketika dia melihat ke bawah dari dalam Kiowa ke arah sisa-sisa tubuh Delta-Three yang mengambang di bawah Goya dalam arus yang deras itu. Air yang disoroti lampu itu sekarang berwarna merah muda. Beberapa hiu tengah memperebutkan sesuatu yang tampak seperti sebuah lengan.

Demi Tuhan.

Sang pengendali kembali melihat ke atas dek. Delta-Two masih tergantung dalam cengkeraman Triton, tetapi sekarang kapal selam itu tergantung di atas lubang menganga. Delta-Two masih bergelantungan di atas udara. Yang harus dilakukan Tolland hanyalah melepaskan cengkeraman itu, maka Delta-Two akan menjadi santapan hiu berikutnya.

"Baik," bentak Pengendali melalui CrypTalk. "Tahan. Tahan dulu! "

Rachel berdiri di bawahnya, di atas dek, dan menatap Kiowa dengan tajam. Walau dari ketinggian, Pengendali dapat merasakan kebulatan tekad di mata Rachel. Rachel lalu mengangkat CrypTalk ke mulutnya. "Kau masih mengira kami membual?" tanyanya. "Teleponlah operator utama di NRO. Minta bicara dengan Jim Samiljan. Dia orang P&A yang sedang jaga malam. Aku sudah menceritakan padanya tentang meteorit itu. Dia akan meyakinkanmu."

Dia memberikan nama seseorang dengan jelas? Ini bukan pertanda baik. Rachel Sexton bukan perempuan bodoh, dan kalau ini memang gertakan saja, dia tentu sadar gertakan seperti ini dapat diperiksa oleh Pengendali dalam waktu beberapa detik saja. Walau si pengendali tidak mengenal seorang pun yang bernama Jim Samiljan di NRO, tetapi organisasi itu besar sekali Rachel sangat mungkin mengatakan yang sesungguhnya. Sebelum memerintahkan pembunuhan terakhir, Pengendali harus memastikan apakah ini hanya gertakan saja atau bukan.

Delta-One menoleh ke belakang. "Kau ingin aku mematikan sistem pengacau radar sehingga kau bisa menelepon dan memastikannya?"

Sang pengendali melongok ke bawah ke arah Rachel dan Tolland, dan dapat melihatnya dengan sangat jelas. Jika salah satu dari mereka bergerak untuk menyalakan ponsel atau radio, Pengendali tahu Delta-One dapat langsung mengaktifkan sistem itu lagi dan memotong komunikasi mereka. Risiko dalam langkah ini cukup kecil.

"Matikan sistem pengacau radar," kata Pengendali sambil menarik keluar ponselnya."Aku akan memastikan kebohongan Rachel. Lalu kita akan mencari cara untuk melepaskan Delta-Two dan mengakhiri ini semua."

Di Fairfax, operator pusat NRO sudah habis kesabarannya. "Seperti yang sudah kukatakan padamu, aku tidak melihat ada nama Jim Samiljan di divisi Perencanaan dan Analisis."

Penelepon itu bersikeras. "Kau sudah mencoba nama dengan ejaan yang berbeda? Sudah mencoba di departemen lain?"

Operator itu sudah memeriksanya, tetapi dia tetap memeriksanya lagi. Setelah beberapa detik, perempuan itu berkata, "Kami tidak memiliki staf yang bernama Jim Samiljan di bagian mana pun. Dengan ejaan yang bagaimanapun."

Penelepon itu terdengar senang karenanya. "Jadi kau yakin, tidak ada pegawai NRO bernama Jim Samil--"

Tiba-tiba terdengar aktivitas lain meledak di saluran itu. Seseorang berteriak. Si penelepon menyumpah keras dan langsung mematikan telponnya.

DI DALAM Kiowa, Delta-One berteriak marah, dan bergegas menyalakan kembali sistem pengacau radar di helikopternya.

Dia menyadari kesalahannya, tetapi terlambat. Di antara sederetan besar tombol-tombol pengendali yang menyala di dalam kokpit helikopter, sebuah lampu LED yang kecil menunjukkan bahwa ada sinyal data SATCOM yang dikirimkan dari Goya. Tetapi bagaimana? Tidak seorang pun meninggalkan dek! Sebelum Delta-One dapat menyalakan pengacak, sambungan keluar dari Goya sudah berakhir dengan sendirinya.

Di dalam lab hidro, mesin faks mengeluarkan bunyi bip dengan gembira.

      TUJUAN DITEMUKAN ... FAKS TERKIRIM.

121

MEMBUNUH ATAU dibunuh. Rachel telah menemukan satu sisi dalam dirinya yang tidak pernah dia ketahui keberadaannya. Cara untuk bertahan hidup--sebuah kekuatan buas yang dipicu oleh ketakutan.

"Apa yang kaukirimkan melalui faks ihu?" tanya suara di dalam CrypTalk.

Rachel lega ketika mendengar pernyataan yang memastikan bahwa faksnya telah terkirim sesuai rencana. "Tinggalkan tempat ini," kata Rachel melaui CrypTalk dan melotot ke arah helikopter yang melayang di atasnya. "Sudah selesai. Rahasiamu sudah terkirim keluar." Lalu Rachel memberi tahu apa saja yang dikirimnya. Enam lembar gambar dan tulisan. Bukti memberatkan bahwa meteorit itu palsu. "Melukai kami hanya akan memperburuk keadaan kalian."

Ada kesunyian yang agak lama. "Siapa yang kau kirimi faks itu?"

Rachel tidak berniat menjawab pertanyaan itu. Dia dan Tolland harus mengulur waktu sebanyak mungkin. Mereka telah menempatkan diri di dek terbuka, tepat sejajar dengan Triton sehingga menghalangi helikopter untuk menembak mereka tanpa melukai seorang tentara Delta Force yang bergelantungan d cengkeraman kapal selam itu.

"William Pickering," suara itu menerka, dan anehnya terdengar penuh harap. "Kau mengirim faks kepada Pickering."

Salah, pikir Rachel. Pickering memang menjadi pilihan pertamanya, tetapi dia terpaksa memilih orang lain karena khawatir penyerang-penyerangnya telah melenyapkan Pickering juga--sebuah tindakan yang berani dan merupakan bukti nyata yang menakutkan akan kebulatan tekad musuhnya. Pada saat harus memutuskan dalam rasa putus asa, Rachel telah mengirimkan faks kepada satu-satunya nomor faks lain yang diingatnya.

Kantor ayahnya.

Setelah kematian ibunya, nomor faks kantor ayahnya aneh nya telah terpatri dalam ingatannya ketika ayahnya memilih untuk menjual tanah-tanah warisan ibunya tanpa harus bertemu muka dengan Rachel sendiri. Rachel tidak pernah mengira dia akan berpaling pada ayahnya saat memerlukan pertolongan tetapi malam ini ayahnya memenuhi dua persyaratan penting -- memiliki motivasi politis yang tepat untuk mengeluarkan data meteorit itu tanpa ragu, dan kekuasaan untuk menelepon Gedung Putih dan memeras mereka supaya mereka menarik mundur pasukan pembunuh itu.

Walau ayahnya hampir pasti tidak sedang berada di kantornya pada jam seperti ini, Rachel tahu ayahnya selalu mengunci kantornya seperti lemari besi. Jadi, Rachel telah mengirim faks ke dalam sebuah lemari besi yang aman. Meskipun penyerangnya tahu ke mana Rachel mengirimkannya, kecil kemungkinannya mereka dapat menembus keamanan federal yang ketat di Philip A. Hart Senate Office Building dan menerobos masuk ke kantor Senator tanpa diketahui.

"Ke mana pun kau mengirimkan faks itu," kata Pengendali, "kau sudah membahayakan orang itu."

Rachel tahu dia harus berbicara dalam posisi sebagai pihak yang berkuasa walaupun dia sekarang sedang merasa ketakutan. Dia menunjuk ke arah tentara yang terjepit dalam cengkeraman Triton. Kaki lelaki itu bergantungan di atas lubang menganga, dan meneteskan darah ke laut yang berjarak tiga puluh kaki di bawahnya. "Satu-satunya orang yang dalam bahaya adalah agenmu," katanya melalui CrypTalk. "Ini sudah selesai. Mundur. Data itu sudah terkirim. Kau sudah kalah. Tinggalkan tempat ini, atau orang ini mati."

Suara dari dalam CrypTalk itu balas menyerang. "Ms. Sexton, kau tidak mengerti pentingnya--"

"Mengerti?" Rachel meledak. "Aku mengerti kau telah membunuh orang-orang tidak bersalah! Aku mengerti kau berbohong tentang meteorit itu! Dan aku mengerti kau tidak akan terbebas dari ini semua! Bahkan jika kau membunuh kami semua sekali pun, ini sudah selesai!"

Ada kesunyian yang panjang. Akhirnya suara itu berkata, "Aku akan turun."

Rachel merasa otot-ototnya menegang. Turun?

"Aku tidak bersenjata," tambah suara itu. "Jangan melakukan apa pun dengan gegabah. Kau dan aku harus berbicara secara langsung."

Sebelum Rachel dapat bereaksi, helikopter itu mendarat di atas dek Goya. Pintu penumpang pada lambung helikopter itu terbuka dan seseorang melangkah keluar. Lelaki itu tampak biasa saja Dia hanya mengenakan jas hitam dan dasi. Untuk sesaat, pikiran Rachel menjadi kosong sama sekali.

Dia sedang menatap William Pickering.

WILLIAM PICKERING berdiri di atas dek kapal Goya dan menatap dengan tatapan penuh penyesalan ke arah Rachel Sexton. Dia tidak pernah membayangkan hari ini akan menjadi seperti ini. Ketika dia bergerak mendekati Rachel, dia dapat melihat kombinasi emosi yang berbahaya di dalam mata pegawainya itu.

Keterkejutan, perasaan dikhianati, kebingungan, dan amarah.

Semuanya dapat dirmengerti, pikirnya. Ada banyak hal yang tidak diketahui perermpuan ini.

Untuk sesaat, Pickering teringat pada anak perempuannya, Diana. Dia bertanya-tanya bagaimana perasaan putrinya itu sebelum dia meninggal. Baik Diana maupun Rachel merupakan korban dari perang yang sama, sebuah perang di mana Pickering sudah bersumpah untuk melawan selamanya. Terkadang korban yang jatuh dalam peperangan ini dapat terlihat begitu kejam.

"Rachel," kata Pickering. "Kita masih dapat mengatasi ini. Ada banyak hal yang harus kujelaskan padamu."

Rachel Sexton tampak terperanjat. Dia hampir merasa mual. Tolland membawa senapan mesin itu sekarang dan membidikannya ke arah dada Pickering. Dia juga tampak bingung.

"Jangan mendekat! " teriak Tolland.

Pickering berhenti sejauh lima yard, dan tetap menatap Rachel. "Ayahmu menerima suap, Rachel. Dia dibayar perusahaan-perusahaan ruang angkasa swasta. Sexton berencana melucuti NASA dan membuka ruang angkasa bagi pihak swasta. Dia harus dihentikan demi keamanan nasional."

Rachel cuma bisa melongo.

Pickering mendesah. "NASA, dengan semua kesalahannya harus tetap menjadi lembaga milik negara." Tentu dia dapat mengerti bahayanya. Privatisasi akan mendorong para ilmuwan dan pemikiran terbaik NASA berpindah ke perusahaan swasta. Para penasihat akan berasal dari berbagai perusahaan yang berbeda. Militer akan kehilangan akses. Perusahaan ruang angkasa swasta yang ingin menambah modal akan mulai menjual hak-hak paten dan gagasan-gagasan NASA itu kepada penawar tertinggi di seluruh dunia!

Suara Rachel terdengar gemetar. "Kau memalsukan meteorit dan membunuh orang-orang tidak berdosa ... atas nama keamanan nasional?"

"Sebenarnya tidak seharusnya terjadi seperti ini," sahut Pickering. "Rencananya adalah untuk menyelamatkan lembaga penting negara. Membunuh bukan bagian dari rencana tersebut."

Pickering tahu, muslihat meteorit ini, seperti umumnya operasi intelijen lainnya, adalah hasil dari rasa takut. Tiga tahun yang lalu, dalam usahanya untuk memperpanjang hydrophone NRO ke lautan yang sangat dalam sehingga tidak dapat disentuh oleh usaha sabotase musuh, Pickering memelopori sebuah program yang menggunakan bahan material buatan NASA yang baru dikembangkan dan merancang secara diam-diam sebuah kapal selam yang mampu bertahan lama dan mampu membawa manusia ke bagian terdalam dari lautan--termasuk ke dasar Marina Trench.

Kapal berawak dua yang dibuat dengan menggunakan bahan keramik yang revolusioner ini dirancang dari sebuah cetak biru yang dibajak dari komputer milik seorang insinyur dari California bernama Graham Hawkes. Dia adalah seorang perancang kapal selam jenius yang bercita-cita membuat sebuah kapal selam yang dapat beroperasi di laut yang sangat dalam dan diberi nama Deep Flight II. Hawkes kesulitan mencari dana untuk membuatnya. Sementara, Pickering memiliki dana yang melimpah.

Dengan menggunakan kapal selam keramik rahasia tersebut, Pickering mengirim regu rahasia bawah air untuk memasang hydrophone baru di dinding Marina Trench, yaitu di tempat yang lebih dalam daripada yang bisa dilihat musuh. Dalam proses pengeboran, mereka menemukan struktur geologi yang tidak sama dengan seluruh struktur yang pernah dilihat ilmuwan mana pun. Penemuan itu termasuk chondrules dan fosil dari beberapa spesies tidak dikenal. Tentu saja, karena kemampuan menyelam NRO sedalam ini masih dirahasiakan, maka informasi tersebut tidak terdengar orang lain.

Baru akhir-akhir ini, disebabkan juga oleh rasa takut, Pickering dan regu rahasia NRO-nya yang terdiri atas para ilmuwan penasihat memutuskan untuk menggunakan pengetahuan mereka tentang keunikan geologi di daerah Marina Trench untuk membantu menyelamatkan NASA. Mengubah batu di daerah Marina Trench agar menjadi sebuah meteorit, terbukti merupakan tugas muslihat yang mudah. Menggunakan mesin ECE berbahan bakar hidrogen cair, tim NRO berhasil menghanguskan batu tersebut hingga terbentuk kulit fusi yang meyakinkan. Setelah itu, dengan menggunakan kapal selam pengangkut berukuran kecil, mereka turun ke bawah Milne Ice Shelf dan menyisipkan batu tersebut ke dalam es dari bawah. Begitu lorong penyisipan itu membeku kembali, batu tersebut tampak seperti sudah terkubur di sana selama tiga ratus tahun.

Celakanya, seperti yang sering terjadi dalam dunia operasi terselubung lainnya, rencana paling hebat itu akhirnya dapat terbongkar oleh masalah yang paling kecil. Kemarin, keseluruhan ilusi itu hancur berantakan oleh beberapa plankton bercahaya ....

Dari kokpit helikopter Kiowa yang lengang, Delta-One menyaksikan drama yang terjadi di depannya. Rachel dan Tolland tampak jelas mengendalikan keadaan, walau Delta-One hampir tertawa karena tipuan mereka itu. Senapan mesin yang berat di tangan Tolland sama sekali tidak ada gunanya. Bahkan dari atas sini, Delta-One dapat melihat baris pengokang senapan itu sudah terpental ke belakang, sehingga menunjukkan bahwa tempat pelurunya sudah kosong.

Ketika Delta-One melihat kawannya yang sedang berjuang dalam jepitan cakar Triton, dia tahu dia harus bergerak cepat. Fokus di atas dek telah beralih sepenuhnya pada Pickering, dan sekarang Delta-One dapat bertindak. Dia membiarkan mesin helikopternya tetap menyala, lalu membuka pintu belakang pesawatnya. Kemudian dengan menggunakan tubuh helikopter itu untuk bersembunyi, dia keluar diam-diam menuju jalan sempit di sisi kanan kapal itu. Sambil menggenggam senapan mesinnya sendiri, dia bergerak ke arah haluan kapal. Pickering sudah memberinya perintah khusus sebelum mereka mendarat di dek tadi, dan Delta-One tidak berniat untuk gagal lagi dalam tugas sederhana ini.

Dalam beberapa menit saja segalanya akan berakhir.

122

SAMBIL MASIH mengenakan jubah mandinya, Zach Herney duduk di belakang mejanya di Ruang Oval. Kepalanya bedenyut-denyut. Kepingan-kepingan teka-teki terbaru baru saja ditemukan.

Marjorie Tench tewas.

Para ajudan Herney berkata, mereka memiliki informasi yang mengatakan bahwa Tench mengendarai mobilnya ke FDR Memorial untuk pertemuan rahasia dengan William Pickering. Sekarang setelah Pickering menghilang, para staf-nya khawatir Pickering mungkin juga sudah tewas.

Belakangan ini, Presiden dan Pickering sedang berselisih. Beberapa bulan lalu Herney mengetahui bahwa Pickering telah terlibat dalam aktivitas tidak sah atas nama Herney dalam usaha untuk menyelamatkan kampanye Herney yang sedang mengalami kesulitan serius.

Dengan menggunakan aset-aset NRO, Pickering diam-diam telah mendapatkan cukup banyak data tentang keburukan Senator Sexton untuk menghancurkan kampanyenya, seperti foto-foto skandal seks Senator dengan asistennya Gabrielle Ashe, dan dokumen-dokumen keuangan yang memberatkan dan menunjukkan Sexton telah terlibat dalam penerimaan suap dari perusahaan-perusahaan ruang angkasa swasta. Secara anonim, Pickering mengirimkan bukti-bukti tersebut kepada Marjorie Tench dengan harapan Gedung Putih akan menggunakannya dengan bijak. Tetapi Herney, setelah melihat data tersebut, melarang Tench untuk menggunakannya. Skandal seks dan penyuapan merupakan kanker bagi Washington, dan mengabarkan skandal seperti itu lagi di depan umum hanya akan menambah ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintahan.

Kesinisan membunuh negeri ini.

Walau Herney tahu dia dapat menghancurkan Sexton dengan skandal, akibatnya akan mengotori kehormatan Senat Amerik Serikat, sesuatu yang Herney tidak mau lakukan.

Jangan ada kampanye negatif lagi. Herney akan mengalahkan Senator Sexton tepat pada pokok permasalahannya.

Pickering, karena marah pada penolakan Gedung Putih untuk menggunakan bukti-bukti yang diberikan olehnya, mencoba dengan cara baru. Dia menyebarkan isu bahwa Sexton sudah tidur bersama Gabrielle Ashe. Celakanya, Sexton mengumumkan ketidak-bersalahannya dan menunjukkan ketersinggungannya dengan amat meyakinkan sehingga Presiden akhirnya harus meminta maaf secara pribadi karena bocornya isu tersebut. Pada akhirnya, Pickering lebih banyak membawa kerusakan dari pada manfaat. Herney mengatakan kepada Pickering kalau di mencampuri kampanyenya lagi, dia akan dituntut. Hal yang ironi di sini adalah, sesungguhnya Pickering tidak menyukai Presiden Herney. Tujuan direktur NRO ini untuk membantu kampanye Herney sebenarnya hanya didasarkan pada ketakutannya akan nasib NASA. Zach Herney adalah yang pilihan yang tidak terlalu buruk dibandingkan dengan Sexton yang jelas lebih buruk.

Sekarang, apakah Pickering sudah dibunuh orang?

Herney tidak dapat membayangkannya.

"Pak Presiden?" seorang ajudannya berkata. "Seperti yang Anda minta, saya sudah menelepon Lawrence Ekstrom dan mengatakan padanya tentang Marjorie Tench."

"Terima kasih."

"Administrator ingin berbicara dengan Anda, Pak."

Herney masih marah pada Esktrom karena berbohong soal PODS tadi. "Katakan padanya aku akan bicara dengannya besok pagi."

"Mr. Ekstrom ingin berbicara dengan Anda sekarang, Pak. Sang ajudan tampak tidak tenang." Administrator terlihat sangat marah."

DIA yang marah? Herney dapat merasakan kemarahannya sudah di ubun-ubun. Ketika dia akhirnya memutuskan untuk menerima telepon Ekstrom, Presiden bertanya-tanya, apalagi yang mungkin salah malam ini.

123

DI ATAS Goya, Rachel merasa pusing. Kebingungan yang telah menyelimuti dirinya seperti kabut tebal sekarang mulai terangkat. Kenyataan yang sesungguhnya sudah menjadi lebih jelas sehingga membuatnya merasa telanjang dan jijik. Dia melihat ke arah orang yang tidak dikenalinya lagi di hadapannya dan hampir tidak dapat mendengar suaranya.

"Kita harus membangun citra NASA lagi," kata Pickering. "Popularitas mereka menurun dan pendanaan mereka terancam." Pickering berhenti. Mata kelabunya memandang dengan sorot mata tajam ke arah Rachel. "Rachel, NASA sangat membutuhkan kemenangan. Seseorang harus membuat hal itu terjadi."

                            ***

HARUS ADA yang dilakukan, pikir Pickering.

Meteorit itu sudah menjadi sebuah tindakan akhir karena rasa putus asa yang begitu memuncak. Pickering dan yang lainnya sudah berusaha menyelamatkan NASA dengan melobi agar memasukkan lembaga antariksa itu ke dalam komunitas intelijen sehingga NASA dapat menikmati tambahan dana dan mendapatkan keamanan yang lebih baik. Tetapi Gedung Putih terus-menerus menolak gagasan tersebut dan menganggapnya sebagai penghinaan bagi ilmu pengetahuan murni. Idealisme picik. Dengan semakin populernya pidato anti-NASA yang di lontarkan Sexton, Pickering dan sekelompok tokoh penting dan kalangan militer tahu, waktu mereka tinggal sedikit. Mereka kemudian beranggapan, mewujudkan imajinasi para pembayar pajak dan Kongres merupakan satu-satunya cara yang tersisa untuk menyelamatkan citra NASA dan menyelamatkannya dari privatisasi. Jika lembaga ruang angkasa itu ingin bertahan hidup NASA membutuhkan kemegahannya--sesuatu yang mengingatkan kembali para pembayar pajak akan masa-masa kejayaan Apolo NASA di masa lalu. Dan kalau Zach Herney ingin mengalahkan Senator Sexton, dia membutuhkan bantuan.

Aku berusaha untuk menolongnya, kata Pickering pada dirinya sendiri sambil mengingat-ingat semua bukti yang dapat memberatkan Sexton yang dikirimkannya kepada Marjorie Tench. Sayangnya, Herney melarang penggunaan bukti-bukti tersebut sehingga Pickering tidak memiliki pilihan lain selain melakukan langkah-langkah drastis.

"Rachel," kata Pickering, "informasi yang baru saja kau kirim keluar dari kapal ini adalah informasi yang berbahaya. Kau harus mengerti itu. Jika informasi itu keluar, Gedung Putih dan NASA akan terlihat bersekongkol. Serangan terha--dap Presiden akan menjadi besar. Presiden dan NASA tidak tahu apa-apa, Rachel. Mereka tidak bersalah. Mereka percaya meteor itu asli."

Pickering bahkan tidak melibatkan Herney dan Ekstrom dalam usahanya ini karena kedua orang tersebut terlalu idealis untuk menggunakan muslihat, walau cara tersebut berpotensi untuk menyelamatkan kursi kepresidenan maupun lembaga ruang angkasa itu. Kejahatan Administrator Ekstrom hanyalah menyuruh pengawas misi PODS untuk berbohong tentang piranti lunak pendeteksi anomali di satelit itu, sebuah langkah yang pasti akan disesalinya ketika dia menyadari betapa masalah meteorit ini bisa menjadi begitu rumit.

Marjorie Tench, yang kecewa karena Herney bersikeras untuk menjalankan kampanye yang bersih, berkonspirasi dengan Ekstrom tentang kebohongan PODS, dan berharap keberhasilan PODS tersebut mungkin dapat membantu Presiden menahan pamor Sexton yang semakin populer.

Kalau saja Tench menggunakan foto-foto dan data penyuapan yang kuberikan padanya, semua ini tidak akan terjadi!

Pembunuhan terhadap Tench, walau sangat disesalinya, sudah ditetapkan begitu Rachel menelepon Tench dan melancarkan tuduhan tentang adanya kecurangan. Pickering tahu, Tench akan menyelidiki tanpa ampun hingga dia tahu motif dasar Rachel ketika mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang luar biasa mengejutkan itu. Pickering tidak akan membiarkan penyelidikan itu terjadi. Ironisnya, pengabdian Tench yang terbaik kepada Presidennya adalah pada saat kematiannya. Kematiannya yang tragis akan menambah jumlah suara pemilih yang bersimpati kepada Gedung Putih dan juga akan menimbulkan kecurigaan masyarakat tentang kecurangan kampanye Sexton yang merasa putus asa setelah dipermalukan Marjorie Tench di depan umum saat acara debat di CNN.

Rachel berdiri tegap, dan melotot kepada pimpinannya.

"Mengertilah," kata Pickering lagi, "begitu berita tentang kepalsuan meteorit itu tersebar, kau akan menghancurkan Presiden dan sebuah lembaga ruang angkasa yang tidak bersalah. Kau juga akan menempatkan seseorang yang sangat berbahaya di Ruang Oval setelah itu. Aku harus tahu ke mana kau mengirirmkan data itu lewat faks."

Ketika Pickering mengucapkan kata-katanya, terlintas ekspresi aneh di wajah Rachel. Ekspresi terluka dan ketakutan dari seseorang yang baru saja menyadari dirinya mungkin telah berbuat kesalahan fatal.

SETELAH MENGITARI haluan dan menuruni tangga di sisi kiri kapal, Delta-One sekarang berdiri di dalam lab hidro di mana dia tadi melihat Rachel keluar ketika helikopternya masih melayang di udara. Sebuah komputer di lab memperlihatkan sebuah gambar yang mencemaskan--gambar hitam putih yan menggambarkan pusaran air di kedalaman laut yang sepertinya melayang-layang di atas dasar lautan di suatu tempat di bawa Goya.

Satu alasan lagi untuk segera keluar dari sini, pikir Delta-One sambil sekarang bergerak ke arah sasarannya.

Mesin faks itu terletak di atas meja di seberang ruangan. Nampannya dipenuhi kertas-kertas, persis seperti yang diduga Pickering. Delta-One mengumpulkan kertas-kertas tersebut. Sebuah catatan dari Rachel terletak di atasnya. Hanya dua baris. Dia membacanya.

Langsung menuju intinya, pikirnya.

Ketika membalik-balik lembaran-lembaran kertas tersebut dia kagum sekaligus tidak senang dengan kemampuan Rachel dan Tolland membuka muslihat meteorit tersebut. Siapa pun yang melihat hasil cetakan ini pasti tidak akan meragukan apa maksud dari kertas-kertas itu. Untunglah, Delta-One tidak harus menekan tombol "redial" untuk mengetahui ke mana dokumen dokumen ini dikirimkan. Nomor faks terakhir masih terlihat pada layar LCD.

Nomor kode wilayah untuk Washington D.C.

Dengan hati-hati dia menyalin nomor faks tersebut, lalu meraup kertas-kertas tersebut, dan keluar dari lab.

TANGAN TOLLAND terasa berkeringat ketika memegang senapan mesin itu,dan mengarahkan larasnya ke dada William Pickering. Direktur NRO itu masih mendesak Rachel untuk mengatakan ke mana dia mengirimkan data itu, sementara Tolland mulai merasa cemas karena dia merasa bahwa Pickering hanya mengulur-ulur waktu saja. Tetapi untuk apa?

"Gedung Putih dan NASA tidak bersalah,"ulang Pickering. "Bekerja samalah denganku. Jangan biarkan kesalahanku ini merusak kredibilitas NASA yang tinggal sedikit itu. NASA akan tampak bersalah jika data itu terungkap. Kau dan aku dapat mencari kesepakatan. Negara ini membutuhkan meteorit itu. Katakan kepadaku, ke mana kau memfaks data tersebut sebelum semuanya terlambat."

"Sehingga kau dapat membunuh orang lain lagi?" tanya Rachel. "Kau membuatku muak."

Tolland kagum dengan keberanian yang dipancarkan Rachel. Dia membenci Senator Sexton, tetapi Rachel jelas tidak berniat untuk membahayakan ayahnya apa pun alasannya. Celakanya, tindakan Rachel dengan mengirimkan data itu kepada ayahnya telah berbalik menyerangnya. Bahkan jika Senator datang ke kantornya, dan melihat faks itu, lalu menelepon Presiden dan mengungkapkan meteorit akal-akalan itu dan memintanya untuk menarik mundur pasukan yang menyerang putrinya ini, tidak seorang pun di Gedung Putih akan mengerti apa yang dikatakan Sexton, atau bahkan tahu di mana orang-orang yang harus diselamatkan itu berada.

"Aku hanya akan mengatakan ini satu kali lagi," kata Pickering sambil menatap Rachel dengan tatapan tajam dan mengancam. "Keadaan ini terlalu rumit untuk kau pahami sepenuhnya. Kau telah bertindak sangat salah dengan mengirimkan data itu keluar dari kapal ini. Kau telah membahayakan negara ini."

William Pickering memang mengulur waktu, Tolland sekarang tahu itu. Dan alasannya berjalan pelan-pelan ke arah mereka dari sisi kanan kapal. Tolland merasa ketakutan menderanya lagi ketika dia melihat seorang tentara keluar dari tangga dan berjalan dengan santai menuju ke arah mereka sambil membawa setumpuk kertas dan sepucuk senapan mesin.

Tolland bereaksi dengan tegas sehingga dia sendiri pun terkejut. Sambil mencengkeram senapan mesinnya, dia berputar dan membidik ke arah tentara itu, kemudian menarik pelatuknya.

Senjata itu hanya mengeluarkan suara klik yang tidak berbahaya.

"Aku telah menemukan nomor faks itu," kata si tentara sambil menyerahkan secarik kertas pada Pickering. "Dan Mr. Tolland sedang kehabisan peluru."

124

SEDGEWICK SEXTON bergegas memasuki koridor Philip A. Hart Senate Office Building. Dia tidak tahu bagaimana Gabrielle dapat melakukannya, tetapi dia yakin perempuan itu telah memasuki kantornya. Ketika mereka berbicara di telepon tadi, Sexton dapat mendengar dengan jelas bunyi detik yang khas dari jam besar Jourdain-nya di latar belakang. Yang dapat dibayangkannya adalah Gabrielle telah mencuri dengar percakapannya dengan SFF dan tidak memercayai Sexton lagi sehingga dia berusaha untuk mencari buktinya.

Tetapi bagaimana dia dapat memasuki kantorku!

Tetapi, paling tidak Sexton merasa lega karena dia sudah mengubah kata kunci di komputernya.

Ketika Sexton tiba di kantor pribadinya, dia mengetikkan kode khusus untuk mematikan alarm . Kemudian dia mencari-cari kuncinya, dan membuka kunci pintu yang berat itu, lalu membuka pintunya, dan bergegas masuk dengan maksud untuk menangkap basah Gabrielle.

Tetapi kantornya kosong dan gelap, dan hanya diterangi kilau screen saver dari komputernya. Dia menyalakan lampu, lalu matanya mencari-cari. Semuanya terlihat pada tempatnya. Ruangan itu sangat sunyi kecuali bunyi detik dari jam besarnya.

Di mana dia?

Dia mendengar suara gemerisik di kamar mandi pribadinya. Sexton segera berlari ke sana, dan menyalakan lampunya. Tetapi ternyata kamar mandi itu kosong. Dia kemudian mencari balik pintu. Tidak ada apa-apa.

Dengan perasaan bingung, Sexton menatap dirinya di cermin sambil bertanya-tanya apakah dia sudah minum terlalu banyak malam ini. Aku mendengar sesuatu . Dengan perasaan bingung, dia kembali ke kantornya.

"Gabrielle?" dia memanggil. Sexton kemudian keluar ke gang dan menuju ke kantor Gabrielle. Dia tidak ada di sana. Kantornya gelap.

Sexton kemudian mendengar suara siraman di kamar kecil perempuan, dan dia pun berputar, lalu bergegas kembali ke arah kamar kecil. Dia tiba di sana tepat ketika Gabrielle sedang keluar dari pintu kamar kecil sambil mengeringkan tangannya. Gabrielle terlonjak ketika melihat Sexton.

"Ya, ampun! Kau membuatku takut!" katanya Perempuan itu terlihat benar-benar takut. "Sedang apa kau di sini?"

"Kau tadi bilang kau sedang mengambil dokumen NASA dari kantormu," kata Sexton sambil melihat ke arah tangan Gabrielle yang kosong. "Mana dokumen itu?"

"Aku tidak dapat menemukannya. Aku sudah mencarinya di mana-mana. Karena itulah aku lama."

Sexton menatap langsung ke mata Gabrielle. "Kau tadi masuk ke kantorku?"

AKU BERUTANG nyawa pada mesin faks itu, pikir Gabrielle.

Hanya beberapa menit yang lalu, dia masih duduk di depan komputer Sexton, dan berusaha untuk mencetak cek-cek yang menunjukkan donasi ilegal dari komputer Sexton. File-file itu di- protect , dan itu berarti dia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengetahui bagaimana cara mencetaknya. Dia mungkin saja masih terus mencoba-coba seandainya mesin faks Sexton tadi tidak berdering dan membuat Gabrielle terkejut sehingga tersadar. Gabrielle menganggap suara mesin faks itu sebagai tanda untuk meninggalkan ruangan itu.

Tanpa sempat melihat faks yang datang, dia mematikan komputer Sexton, merapikan kembali semuanya, kemudian beranjak ke tempat dia masuk tadi. Dia baru saja memanjat keluar dari kamar mandi pribadi Sexton ketika dia mendengar Sexton memasuki kantornya.

Sekarang, dengan Sexton berdiri di depannya dengan tatapan tajam, Gabrielle merasa mata Sexton sedang mencari-cari kebohongan. Sedgewick Sexton dapat mengendus kebohongan tidak seperti orang-orang lain yang pernah ditemui Gabrielle. Bila dia berbohong padanya, Sexton akan mengetahuinya.

"Kau mabuk," kata Gabrielle sambil berpaling. Bagaimana dia tahu aku tadi ada di kantornya?

Sexton meletakkan tangannya di bahu Gabrielle dengan kasar dan memutarnya kembali dengan cepat agar perempuan itu menghadap ke arahnya. "Kau tadi berada di dalam kantorku?"

Ketakutan Gabrielle meningkat. Sexton benar-benar mabuk. Sentuhannya terasa kasar. "Di dalam kantormu?" Gabrielle bertanya, dan memaksakan tawa dengan ekspresi bingung. "Bagaimana bisa? Dan untuk apa?"

"Aku mendengar detik jam Jourdain-ku ketika aku meneleponmu tadi."

Gabrielle merasa nyalinya ciut. Jamnya? Dia bahkan tidak menyadarinya. "Kau tahu betapa konyol ini kedengarannya?"

"Aku berada di dalam kantor itu sepanjang hari. Aku tahu bagaimana bunyi jamku."

Gabrielle merasa dia harus segera menyelesaikan ini. Pertahanan terbaik adalah dengan menyerang dengan kuat. Paling tidak itulah yang selalu dikatakan Yolanda Cole. Sambil berkacak pinggang, Gabrielle mendekati Sexton dengan seluruh keberanian yang dimilikinya. Dia melangkah ke arah sang senator, menatap wajahnya, dan melotot. "Biar aku luruskan, Senator. Ini pukul empat pagi, dan kau mabuk. Kau mendengar bunyi detik jam di teleponmu, dan karena itulah kau datang ke sini?" Gabrielle mengacungkan jarinya dengan marah ke arah lorong di depan pintu kantor Sexton. "Apakah kau menuduhku mampu melumpuhkan sistem alarm federal, membuka dua set kunci, dan memasuki kantormu, lalu berbuat bodoh dengan menjawab teleponmu ketika aku sedang melakukan tindak kejahatan, menyalakan kembali sistem alarm sambil keluar, dan kemudian dengan tenang menggunakan kamar kecil perempuan sebelum aku melarikan diri dan tidak membawa apa-apa di tanganku? Itukah yang terjadi di sini?"

Sexton mengejap-ngejapkan matanya dan kemudian membelalakkan matanya.

"Ada alasan kenapa orang tidak seharusnya minum sendirian," kata Gabrielle lagi. "Sekarang kau mau membicarakan tentang NASA atau tidak?"

Sexton merasa kebingungan ketika mereka berjalan ke kantornya lagi. Dia langsung menuiu ke bar dan menuangkan Pepsi untuk dirinya sendiri. Dia yakin sekali dia tidak merasa mabuk. Apakah dia salah tentang itu? Di seberang ruangannya, jam Jourdain berdetik dengan keras seperti mengejeknya. Sexton menghabiskan Pepsinya dan menuang segelas lagi untuknya, lalu satu gelas lagi untuk Gabrielle.

"Mau minum, Gabrielle?" tanyanya sambil berputar dan menghadap ke ruangan kantornya. Gabrielle tidak mengikutinya masuk ke kantor. Dia masih berdiri di ambang pintu untuk menunjukkan dirinya masih kesal kepada Sexton. "Ya ampun! Masuklah. Katakan padaku apa yang kau ketahui tentang NASA."

"Kukira, aku sudah letih malam ini," katanya dengan ekspresi menjaga jarak. "Kita bicarakan besok saja."

Sexton tidak sedang ingin bermain-main saat ini. Dia membutuhkan informasi itu sekarang, dan dia tidak ingin mengemis untuk itu. Dia mendesah berat. Perluas ikatan kepercayaan. Ini semua masalah kepercayaan . "Malam ini aku hancur," katanya. "Maafkan aku. Ini hari yang sungguh kacau balau. Aku tidak tahu apa yang kupikirkan."

Gabrielle tetap berdiri di ambang pintu.

Sexton berjalan ke mejanya dan meletakkan Pepsi untuk Gabrielie di atas alat pengering tintanya. Dia kemudian menunjuk ke kursi kulitnya--posisi kekuasaan. "Duduklah. Nikmati sodamu. Aku akan membasuh wajahku dengan air." Dia kemudian beranjak ke kamar mandi.

Gabrielle masih tidak bergerak.

"Sepertinya aku melihat ada faks masuk," Sexton menoleh ke belakang ketika dia memasuki pintu kamar mandi. Tunjukkan padanya kalau kau memercayainya. "Apakah kau mau menolongku untuk melihatnya?"

Sexton menutup pintu kamar mandi dan mengisi wastafel dengan air dingin. Dia lalu memercikkan air ke wajahnya, tetapi dia tidak merasa lebih segar. Ini belum pernah terjadi padanya-- menjadi begitu yakin, dan begitu salah. Sexton adalah orang yang memercayai nalurinya, dan nalurinya berkata Gabrielie Ashe berada di kantornya tadi.

Tetapi bagaimana? Itu tidak mungkin.

Sexton berkata pada dirinya sendiri untuk melupakannya dan memusatkan perhatiannya pada masalah yang ada sekarang ini. NASA. Dia membutuhkan Gabrielie sekarang. Sekarang bukan waktunya untuk membuat perempuan itu menjadi musuh. Dia harus mengetahui apa yang diketahui Gabrielie. Lupakan insting itu. Kau salah.

Ketika Sexton mengeringkan wajahnya, dia mendongak dan menarik napas dalam. Tenang, katanya pada dirinya. Jangan terlalu sok berkuasa. Sexton kemudian memejamkan matanya dan menarik napas dalam lagi. Sekarang dia merasa lebih baik.

Ketika Sexton keluar dari kamar mandi, dia merasa lega ketika melihat Gabrielie telah mematuhi permintaannya dan masuk ke kantornya. Bagus, pikir Sexton. Sekarang kita bisa kembali ke urusan kita lagi. Gabrielle sedang berdiri di depan mesin faks dan membalik-balik kertas faks yang baru masuk itu. Tetapi kemudian, Sexton menjadi bingung ketika melihat wajah asisten pribadinya itu. Gabrielle terlihat kebingungan dan ketakutan.

"Ada apa?" tanya Sexton sambil bergerak ke arahnya.

Gabrielle gemetar, seolah dia akan pingsan.

"Apa?"

"Meteorit itu ...." Gabrielle tercekat. Suaranya terdengar lemah ketika tangannya mengulurkan tumpukan kertas itu kepada Sexton. "Dan putrimu ... dia dalam bahaya."

Dengan bingung Sexton berjalan mendekatinya, lalu mengambil kertas faks dari tangan Gabrielle. Di lembaran teratas terlihat catatan berupa tulisan tangan. Sexton segera mengenali tulisan tangan itu. Pesan yang dikirimkan itu bernada canggung dan sangat mengejutkan walau sederhana.

Meteorit itu palsu. Ini buktinya.

NASA/Gedung Putih mencoba membunuhku. Tolong!/--RS.

Senator jarang merasa betul-betul bingung karena tidak mengerti, tetapi ketika dia membaca lagi tulisan tangan Rachel, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

Meteorit itu palsu? NASA dan Gedung Putih mencoba membunuhnya?

Di dalam keremangan ruang kantornya, Sexton mulai membalik-balik enam lembar kertas faks itu. Lembar pertama merupakan gambar dari komputer yang berjudul "Ground Penetrating Radar (GPR)." Gambar itu terlihat seperti gambar tentang pengujian es. Sexton melihat sumur penarikan yang mereka bicarakan di televisi. Lalu matanya tertarik pada gambar yang tidak jelas dari tubuh yang mengambang di terowongan itu. Setelah itu dia melihat sesuatu yang lebih menakutkan: gambar yang jelas dari terowongan kedua yang berada tepat di bawa tempat meteorit tadi ditemukan, seolah batu itu telah disisipkan dari bawah es.

Apa ini?

Ketika membalik lembar berikutnya, Sexton melihat sebuah foto sejenis makhluk laut yang disebut Bathynomous giganteus.

Dia menatapnya dengan kagum. Ini adalah hewan dari fosil meteorit itu!

Dengan cepat dia membalik lembar lainnya, dan melihat sebuah grafik yang menunjukkan kandungan ion hidrogen dalam lapisan kulit meteorit. Di halaman ini terdapat tulisan tangan Rachel lagi: pembakaran dengan hidrogen cair? Menggunakan mesin Expander Cycle Engine NASA?

Sexton tidak dapat memercayai matanya. Ketika ruangan kantornya mulai terasa berputar di sekitarnya, dia melihat pada lembaran terakhir--selembar foto dari sebuah batu yang mengandung gelembung-gelembung metalik yang tampak mirip sekali gelembung pada meteorit itu. Yang mengejutkan, penjelasan yang menyertai foto itu mengatakan bahwa batu tersebut adalah hasil dari aktivitas gunung berapi di laut. Sebongkah batu lautan? Sexton bertanya-tanya. Tetapi NASA mengatakan bahwa chondrules hanya terbentuk di luar angkasa!

Sexton meletakkan lembaran kertas-kertas itu di atas mejanya dan menjatuhkan diri di atas kursinya. Dia hanya membutuhkan waktu lima belas detik untuk memahami semua yang tadi dilihatnya. Implikasi dari gambar-gambar tadi sangat jelas. Seseorang yang tidak terlalu pandai pun dapat mengerti apa yang dibuktikan foto-foto tersebut.

Meteorit NASA palsu!

Dalam karier Sexton selama ini, tidak pernah ada satu hari pun yang dipenuhi dengan gejolak naik dan turun secara ekstrem seperti ini. Tetapi hari ini dia seperti menaiki roller-coaster harapan dan keputusasaan. Keheranan yang dirasakan Sexton tentang bagaimana mungkin penipuan besar-besaran ini bisa dilaksanakan, segera teralihkan ketika dia menyadari arti penipuan itu baginya secara politis.

Ketika aku menyebarkan informasi ini kepada publik, kursi kepresidenan itu akan menjadi milikku!

Dengan perasaan gembira yang meluap-luap, untuk sesaat Senator Sedgewick Sexton lupa tentang putrinya yang sedang berada dalam bahaya.

"Rachel dalam bahaya," kata Gabrielle. "Pesannya mengatakan NASA dan Gedung Putih mencoba untuk--"

Mesin faks Sexton tiba-tiba berdering lagi. Gabrielle berputar dan menatap mesin tersebut. Sexton juga menatapnya. Dia tidak dapat membayangkan apa lagi yang akan dikirimkan Rachel untuknya. Bukti lagi? Ada berapa lagi? Ini sudah banyak sekali!

Ketika mesin faks menjawab sambungan itu, tidak ada kertas yang keluar. Mesin faks itu, yang tidak mendeteksi adanya sinyal data, lalu beralih menjadi mesin penjawab.

"Halo," terdengar suara Sexton dari mesin penjawab. "Ini kantor Senator Sedgewick Sexton. Jika Anda ingin mengirim faks, Anda boleh mengirimkannya kapan saja. Jika tidak, Anda bisa meninggalkan pesan setelah mendengar bunyi ini."

Sebelum Sexton dapat mengangkat teleponnya, mesin itu berbunyi bip.

"Senator Sexton?" suara lelaki itu terdengar agak serak. "Ini William Pickering, Direktur National Reconnaissance Office. Kau mungkin tidak ada di kantor pada jam seperti ini, tetapi aku harus berbicara segera." Dia berhenti seolah menunggu seseorang untuk mengangkat telepon.

Gabrielle mengulurkan tangannya untuk mengangkat telepon.

Sexton mencengkeram tangan Gabrielle, lalu dengan kasar menepiskannya.

Gabrielle tampak terpaku. "Tetapi itu direktur--"

"Senator," Pickering melanjutkan. Suaranya terdengar agak lega karena tidak ada yang mengangkat telepon. Aku menelepon dengan membawa berita yang tidak menyenangkan. Aku baru saja menerima kabar bahwa putrimu, Rachel sedang berada dalam bahaya besar. Aku memiliki sebuah regu yang sedang berusaha untuk menyelamatkannya saat kita sedang berbicara sekarang. Aku tidak dapat berbicara secara rinci tentang keadaan ini melalui telepon, tetapi aku baru saja mendapatkan informasi bahwa mungkin putrimu baru saja mengirim faks untukmu berupa beberapa data yang berhubungan dengan meteorit NASA. Aku belum melihat data itu, dan aku juga tidak tahu data apa itu, tetapi orang yang mengancam putrimu itu memeringatkan aku, jika kau atau siapa saja menyebarkan informasi itu kepada umum, maka putrimu akan mati. Maafkan aku karena begitu terus terang, Pak. Aku melakukan ini agar semuanya jelas. Hidup putrimu terancam. Jika dia memang telah mengirimkanmu faks, jangan perlihatkan kepada siapa pun. Jangan dulu. Hidup putrimu tergantung padanya. Tetaplah di tempatmu. Aku akan ke sana segera." Dia berhenti. "Dengan nasib baik, Senator, semua ini dapat diselesaikan sebelum kau bangun dari tidur. Jika, secara kebetulan kau menerima pesan ini sebelum aku tiba di kantormu, tetaplah di sana dan jangan menelepon siapa pun. Aku akan melakukan apa pun dengan seluruh kewenanganku untuk menyelamatkan putrimu."

Pickering menutup teleponnya.

Gabrielle gemetar. "Rachel dijadikan sandera?"

Sexton tahu walau penasihat kampanyenya itu merasa kecewa dengannya, Gabrielle justru lebih memikirkan nasib seorang perempuan muda lain yang sedang dalam bahaya. Anehnya, Sexton mengalami kesulitan untuk merasakan perasaan yang sama. Pada saat ini sebagian besar dari dirinya merasa seperti seorang anak kecil yang sedang menerima hadiah Natal yang paling diinginkannya, dan dia tidak akan membiarkan orang-orang merampas hadiah itu dari tangannya.

Pickering ingin aku tidak mengatakan apa-apa tentang hal ini?

Sexton berdiri sesaat sambil berusaha memutuskan apa arti semua ini. Di sisi pikirannya yang dingin dan kejam, dia mulai memperhitungkan segalanya. Ini adalah komputer politik yang sedang memainkan semua skenario dan mengevaluasi berbagai hasil yang akan didapatkannya. Dia melirik setumpuk kertas faks di tangannya dan mulai melihat gambaran bagaimana kalau nanti dia berkuasa. Meteorit NASA ini telah menghancurkan mimpinya untuk menjadi presiden. Tetapi itu semua adalah kebohongan belaka. Tidak dapat dibantah lagi. Sekarang, mereka yang melakukan kebohongan ini harus membayarnya. Meteorit yang diciptakan musuh-musuhnya untuk menghancurkannya sekarang justru membuatnya jauh lebih kuat. Putrinya sudah melapangkan jalannya.

Hanya ada satu hasil yang dapat diterima, katanya dalam hati. Hanya satu tindakan yang harus dilakukan seorang pemimpin sejati.

Serasa seperti dihipnotis oleh imajinasinya sendiri tentang bagaimana dia akan kembali ke medan laga pemilu dengan kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya, Sexton seperti mengambang di dalam kabut ketika dia berjalan melintasi ruangan kantornya. Dia melangkah ke mesin fotokopi dan menyalakannya, bersiap menyalin kertas-kertas yang telah difaks Rachel untuknya.

"Apa yang kaulakukan?" tanya Gabrielle, suaranya terdengar bingung.

"Mereka tidak akan membunuh Rachel," jelas Sexton. Kalaupun ada yang tidak berjalan dengan semestinya, Sexton tahu, kehilangan seorang putri di tangan musuhnya justru akan membuatnya lebih berkuasa. Apa pun yang terjadi dia akan tetap menang. Risiko itu dapat diterimanya.

"Untuk siapa fotokopi itu?" tanya Gabrielle. "William Pickering bilang kau tidak boleh mengatakannya pada siapa pun!"

Sexton berpaling dari mesin fotokopinya dan menatap Gabrielle. Dia merasa heran betapa tidak menariknya perempuan itu baginya sekarang. Saat ini, Senator Sexton adalah sebuah pulau di tengah lautan. Dia tidak dapat disentuh. Semua yang dibutuhkannya untuk mewujudkan mimpinya sekarang sudah berada di tangannya. Tidak ada yang dapat menghentikannya sekarang. Tidak tuduhan suap. Tidak gosip seks. Tidak apa pun.

"Pulanglah, Gabrielle. Aku tidak membutuhkanmu lagi."

125

HABISLAH SUDAH, pikir Rachel.

Dia dan Tolland duduk bersebelahan sambil menatap laras senapan mesin Delta-One yang terarah kepadanya. Celakanya, Pickering sekarang tahu ke mana Rachel mengirimkan faksnya. Kantor Senator Sedgewick Sexton.

Rachel merasa ragu ayahnya akan menerima pesan telepon yang baru saja ditinggalkan Pickering untuknya. Pickering mungkin dapat tiba di kantor Senator sebelum ada orang lain yang datang pagi ini. Jika Pickering dapat masuk dan diam-diam mengambil faks itu, lalu menghapus pesan teleponnya sebelum Sexton tiba, artinya dia tidak harus melukai Senator lagi. William Pickering mungkin merupakan salah satu dari sedikit orang di Washington yang dapat dengan licik memasuki kantor Senator Amerika Serikat tanpa menimbulkan kehebohan. Rachel selalu kagum dengan apa yang dapat dicapai hanya dengan menggunakan alasan "atas nama keamanan nasional."

Tentu saja jika itu gagal, pikir Rachel, Pickering dapat saja terbang dan mengirimkan rudal Hellfire menembus jendela dan meledakkan mesin faks di kantor ayahnya. Tetapi dia memiliki firasat Pickering tidak perlu melakukan itu.

Sekarang ketika Rachel duduk dekat dengan Tolland, dia merasa terkejut saat merasakan tangan lelaki itu menggenggam tangannya dengan lembut. Sentuhannya memiliki kekuatan yang lembut, dan jemari mereka menyatu dengan mudahnya sehingga Rachel merasa seolah mereka sudah melakukannya sepanjang hidup mereka. Yang diinginkannya sekarang adalah berbaring di dalam dekapannya, dan terlindungi dari raungan ombak lautan yang dengan ganas bergelora di sekitar mereka.

Tidak akan pernah, Rachel menyadarinya. Itu tidak akan terjadi.

MICHAEL TOLLAND merasa seperti seorang lelaki yang baru saja menemukan harapan ketika sebentar lagi menghadapi kematian.

Hidup sedang mempermainkanku.

Selama bertahun-tahun sejak kematian Celia, Tolland sudah melewati malam-malam saat dia ingin mati saja, jam-jam penderitaan dan kesepian yang tampaknya hanya dapat dihindari dengan cara mengakhirinya begitu saja. Tetapi dia memilih untuk tetap hidup sambil mengatakan pada dirinya sendiri, dia mampu hidup sendirian. Hari ini, untuk pertama kalinya, Tolland mulai memahami apa yang dikatakan teman-temannya sejak lama.

Mike, kau tidak harus sendirian. Kau akan menemukan cinta yang lain.

Tangan Rachel yang berada di dalam genggamannya sekarang membuat ironi ini menjadi lebih sulit untuk diterima. Takdir memilih waktu yang kejam. Dia merasa seolah benteng yang melindungi hatinya mulai luruh lapis demi lapis. Untuk sesaat, di atas dek Goya yang porak-poranda, Tolland merasakan arwah Celia menatapnya seperti yang dulu selalu dilakukannya. Suaranya terdengar di antara deru air ... mengucapkan kata-kata terakhirnya untuk Tolland.

"Kau seorang pejuang," suara Celia berbisik. "Berjanjilah padaku, kau akan menemukan cinta yang lain."

"Aku tidak akan menginginkan cinta yang lain," sahut Tolland padanya.

Senyuman Celia penuh dengan kebijaksanaan. "Kau harus belajar."

Sekarang, di atas dek Goya, Tolland baru menyadari, dia sedang belajar. Sebuah perasaan yang mendalam tiba-tiba bergelora di dalam jiwanya. Dia tahu itu adalah kebahagiaan.

Dan bersamaan dengan itu, muncullah keinginan hidup yang sangat kuat.

PICKERING MERASA heran dengan dirinya sendiri ketika dengan ringan bergerak ke arah kedua tawanannya itu. Dia berhenti di depan Rachel, dan agak terkejut ketika merasa ini tidak sesulit yang diduganya.

"Kadang-kadang," katanya, "situasi tertentu mendorong kita untuk mengambil keputusan yang amat sulit."

Mata Rachel menatap atasannya dengan pandangan tidak mau menyerah. "Kau yang menciptakan situasi ini."

"Perang selalu menyeret korban," sahut Pickering. Suaranya terdengar lebih tegas sekarang. Tanyalah Diana Pickering, atau siapa saja yang mati setiap tahunnya saat membela negara ini. "Di antara orang-orang lain, kau seharusnya lebih mengerti itu, Rachel." Mata Pickering terpusat padanya. "lactura paucourm serva multos."

Pickering tahu Rachel mengerti arti kata-kata itu. Pepatah tersebut hampir menjadi ungkapan klise di lingkungan keamanan nasional. Korbankan sedikit orang untuk menyelamatkan banyak orang

Rachel menatapnya dengan perasaan jijik yang jelas terlihat. "Dan sekarang Michael dan aku harus menjadi bagian yang sedikit itu?"

Pickering mempertimbangkannya. Tidak ada cara lain. Dia berpaling ke arah Delta-One. "Bebaskan kawanmu dan akhiri ini."

Delta-One mengangguk.

Pickering memandang Rachel untuk terakhir kalinya dalam tatapan yang cukup lama dan kemudian berjalan menuju bagian kiri kapal sambil menatap laut yang bergolak di bawahnya. Ini adalah sesuatu yang Pickering lebih suka untuk tidak menyaksikannya.

DELTA-ONE merasa semakin kuat ketika dia mencengkeram senapannya dan melirik ke arah kawannya yang masih terjepit. Yang harus dilakukannya hanyalah menutup pintu di bawah kaki Delta-Two, membebaskannya dari jepitan, lalu menghabisi Rachel Sexton dan Michael Tolland dengan mudah.

Sayangnya, Delta-One melihat kerumitan panel pengendali di dekat pintu di lantai dek itu. Di sana terdapat serangkaian tuas dan tombol tanpa keterangan tertentu yang tampaknya untuk mengendalikan pintu itu, motor derek, dan sejumlah peralatan lainnya. Dia tidak berniat untuk menggunakan tuas yang salah, dan mempertaruhkan nyawa rekannya seandainya dia secara tidak sengaja menjatuhkan kapal selam itu ke laut.

Hilangkan semua risiko. Jangan terburu-buru.

Dia akan memaksa Tolland untuk melakukannya. Dan untuk memastikan Tolland tidak akan melakukan tipuan, Delta-One akan menggunakan jaminan yang dalam dunianya dikenal sebagai "jaminan biologis."

Gunakan teman dari lawanmu untuk memaksanya melakukan sesuatu.

Delta-One mengayunkan laras senapannya tepat di depan wajah Rachel, dan berhenti hanya beberapa inci dari keningnya. Rachel memejamkan matanya, dan Delta-One dapat melihat Tolland mengepalkan tinjunya karena marah dan ingin melindungi.

"Ms. Sexton, berdiri," perintah Delta-One.

Rachel mematuhinya.

Dengan senjata menyentuh punggung Rachel, Delta-One menggiringnya ke arah tangga aluminum portabel yang digunakan untuk naik ke puncak kapal selam Triton dari belakang. "Naik ke atas dan berdiri di atas kapal selam ini."

Rachel tampak takut dan kebingungan.

"Lakukan saja," desak Delta-One.

RACHEL MERASA seperti sedang berjalan memasuki mimpi buruk ketika dia memanjat tangga aluminum di belakang Triton. Dia berhenti di puncak tangga, dan tidak mau melangkah melintasi celah kosong di antara tangga dan Triton yang tergantung itu.

"Naik ke atas kapal selam," perintah Delta-One kepada Rachel sambil bergerak mendekati Tolland dan mendorongkan senjatanya ke arah kepala ahli kelautan itu.

Di depan Rachel, Delta-Two yang masih terjepit itu menatapnya, dan bergerak-gerak kesakitan. Jelas dia sangat ingin melepaskan diri. Rachel menatap Tolland yang sekarang sedang ditodong dengan senapan mesin di kepalanya. Naik ke atas kapal selam itu. Rachel tidak punya pilihan lain.

Sambil merasa seperti berjalan di tepi tebing terjal di atas jurang, Rachel melangkah ke atas kap mesin Triton yang merupakan sebuah bagian sempit dan rata di belakang jendela kubah yang berbentuk bulat. Keseluruhan kapal selam itu tergantung seperti bandulan berat di atas pintu di lantai dek yang terbuka. Walau hanya tergantung oleh kabel kerekan, kapal selam seberat sembilan ton itu tidak terpengaruh saat menerima pijakan kaki Rachel. Kapal itu hanya bergoyang beberapa milimeter ketika Rachel berusaha menyeimbangkan diri."

"Baik, ayo bergerak," perintah prajurit itu pada Tolland. "Pergi ke panel pengendali dan tutup pintu itu."

Di bawah todongan senjata, Tolland mulai bergerak ke arah panel kendali bersama Delta-One di belakangnya. Ketika Tolland bergerak melewati Rachel, dia bergerak sangat lambat, dan Rachel dapat merasakan tatapan Tolland yang sangat tajam padanya seolah dia berusaha mengirimkan pesan baginya. Tolland menatap langsung ke matanya dan kemudian ke bawah ke arah lubang palka yang berdiri terbuka di atas Triton.

Rachel menatap ke bawah. Lubang palka di dekat kakinya itu menganga, dan tutupnya yang berat dan berbentuk bundar itu berdiri terbuka di hadapannya. Dia dapat melihat ke bawah ke dalam kokpit yang hanya memiliki satu tempat duduk. Dia ingin aku masuk ke dalam sini? Karena dia mengira salah mengerti, Rachel menatap Tolland lagi. Tolland hampir tiba di panel kendali. Mata Tolland masih menatapnya, walau kali ini tidak setajam tadi.

Bibir Tolland bergerak tanpa suara, "Meloncatlah ke dalam! Sekarang!"

DELTA-ONE melihat gerakan Rachel dari sudut matanya dan secara naluriah dia berputar, dan menembak tepat ketika Rachel meloncat masuk ke dalam lubang palka. Peluru itu berdesing tepat di atas kepalanya.Tutup palka yang berdiri itu menerima terjangan peluru sehingga menghasilkan percikan-percikan mematikan, dan kemudian membuatnya tertutup di atas Rachel.

Begitu merasa ujung senapan itu meninggalkan punggungnya, Tolland langsung bergerak. Dia menunduk dan berlari ke sebelah kiri untuk menjauh dari pintu itu. Dia kemudian menjatuhkan diri ke atas dek dan berguling tepat ketika Delta-One berputar ke arahnya dan menembakkan senapannya. Butiran peluru meledak di belakang Tolland ketika dia berusaha mencari perlindungan di balik kumparan jangkar di buritan kapal yang berupa silinder besar bermotor yang menggulung kabel baja ribuan kaki panjangnya dan dihubungkan dengan jangkar kapal.

Tolland memiliki rencana dan dia harus bertindak cepat. Ketika Delta-One berlari ke arahnya, Tolland mengulurkan tangannya dan meraih kunci jangkar dengan kedua tangannya, lalu menariknya ke bawah. Seketika itu juga, kumparan jangkar itu mulai melepaskan kabelnya yang panjang sehingga Goya meluncur karena arus kuat yang berputar di bawahnya. Gerakan kapal yang tiba-tiba itu membuat semua yang berada di atas dek bergoyang. Ketika kapal itu terbawa arus, kumparan kabel jangkar itu terulur semakin panjang dan semakin cepat.

Ayolah, Sayang, desak Tolland.

Delta-One sudah menemukan keseimbangannya lagi dan bergerak mendekati Tolland. Setelah menunggu hingga saat terbaik, Tolland bersiap-siap dan menggerakkan tuas itu kembali ke atas untuk mengunci kumparan kabel jangkar. Kabel jangkar langsung menegang karena kapal itu berhenti tiba-tiba dan mengakibatkan getaran hebat di seluruh Goya. Semua yang berada di atas dek berterbangan. Delta-One kembali terhuyung-huyung di dekat Tolland, sementara Pickering terjengkang dari tepian kapal ke tengah dek. Triton terayun kuat pada kabel penggantungnya.

Bunyi menderu yang berasal dari metal yang patah dari bagian bawah kapal terdengar seperti gempa bumi ketika tiang penopang yang sudah rusak karena tembakan helikopter tadi akhirnya patah. Sudut kanan di buritan Goya mulai rubuh karena beratnya. Kapal itu bergoyang, terangkat miring secara diagonal seperti sebuah meja besar yang kehilangan salah satu dari empat kakinya. Bunyi berisik dari bawah begitu memekakkan--bunyi dari metal yang terpelintir dan hancur serta hantaman ombak yang terus-menerus.

Pucat pasi di dalam kokpit Triton, Rachel berpegangan dengan erat ketika mesin seberat sembilan ton itu berayun di atas pintu lantai dek yang terbuka dan sekarang mulai miring. Melalui kaca di dasar kubahnya Rachel dapat melihat lautan bergolak di bawahnya. Ketika dia melihat ke atas, matanya mencari-cari Tolland di dek sambil melihat drama aneh di atas dek yang terjadi dalam beberapa detik.

Hanya satu yard jaraknya, prajurit Delta yang terjepit pada capit Triton sedang meraung-raung kesakitan karena terguncang-guncang seperti boneka yang tergantung pada tongkatnya. Rachel melihat William Pickering berjuang untuk meraih tiang penambat perahu. Di dekat tuas jangkar, Tolland juga berpegangan, dan berusaha bertahan agar tidak terpeleset ke tepi dan jatuh ke laut. Ketika Rachel melihat tentara yang membawa senapan mesin itu mulai berdiri dengan seimbang, dia berteriak dari dalam kapal selam. "Mike, awas!"

Tetapi ternyata Delta-One sama sekali mengabaikan Tolland. Dengan mulut ternganga ketakutan, dia menoleh ke belakang ke arah helikopternya yang sedang diparkir. Rachel mengikuti tatapan mata Delta-One. Helikopter tempur Kiowa, dengan mesin besarnya yang masih menyala, perlahan-lahan mulai tergelincir turun dari dek yang miring. Kaki metal helikopter itu terlihat seperti sepatu ski yang meluncur di sebuah lereng. Saat itu Rachel sadar, mesin besar itu sedang meluncur ke arah Triton.

DELTA-ONE berjuang mendaki dek yang miring itu dan berjalan ke arah pesawat yang sedang menggelincir itu, lalu memanjat masuk ke dalam. Dia tidak ingin membiarkan satu-satunya alat u ntuk menyelamatkan diri dari kapal jelek ini tergelincir dari dek. Delta-One mencengkeram tuas pengendali Kiowa dan menariknya ke belakang. Naik! Dengan bunyi deru yang memekakkan telinga, baling-baling di atas helikopter berputar semakin cepat dan berusaha mengangkat pesawat yang dibebani senjata itu dari dek. Ke atas, keparat! Helikopter itu menggelincir turun ke arah Triton, dan Delta-Two terkesiap dalam cengkeraman lengan Triton.

Dengan bagian hidung terangkat ke depan, baling-baling Kiowa juga terangkat. Dan ketika helikopter itu meluncur dari dek, gerakannya justru maju, bukan ke atas, dan bergerak dengan cepat mendekati Triton seperti gergaji raksasa. Naik! Delta-One menarik tuasnya lagi sambil berharap dia dapat melepaskan rudal Hellfire seberat setengah ton yang membebaninya. Baling-baling itu hampir mengenai kepala Delta-Two dan bagian atas kapal selam Triton sambil terus bergerak dengan begitu cepat. Sekarang baling-baling itu tidak akan dapat menghindar dari kabel yang menggantung Triton.

Ketika baling-baling baja Kiowa yang berputar dengan kecepatan 300 rpm itu bertemu dengan kabel penderek kapal selam berkapasitas lima belas ton, ketenangan malam itu terguncang karena bunyi hantaman metal dengan metal. Bunyi itu seolah menggambarkan peperangan dalam dongeng-dongeng. Dari kokpit helikopter tempur Kiowa, Delta-One melihat baling-balingnya menyerang kabel penderek seperti pemotong rumput raksasa yang sedang membabat kabel baja. Percikan cahaya yang menyilaukan bercipratan ke atas, dan baling-baling Kiowa pun meledak. Delta-One merasa helikopter itu rusak parah, kaki pesawatnya menggelincir di atas dek dengan keras. Dia berusaha mengendalikan pesawat itu, tetapi dia tidak punya daya angkat lagi. Helikopter itu terpental-pental dua kali menuruni dek yang miring, lalu tergelincir dan menabrak tepian kapal.

Sesaat, dia mengira pagar itu akan menahannya.

Kemudian Delta-One mendengar bunyi berderak. Helikopter yang dipenuhi muatan berat itu keluar dari tepian, dan tercebur ke dalam laut.

DI DALAM Triton, Rachel Sexton duduk seperti lumpuh. Tubuhnya bersandar rapat di sandaran tempat duduk kapal selam Triton. Kapal selam mini itu terayun-ayun dengan ganas ketika baling-baling helikopter Kiowa menyangkut ke kabel yang menahan kapal selam itu, tetapi Rachel berusaha untuk menenangkan dirinya. Untunglah baling-baling itu tidak mengenai tubuh kapal selam, walau dia tahu, kabel-kabel itu pasti rusak parah. Yang dapat dipikirkan Rachel saat itu hanyalah menyelamatkan diri dengan keluar dari kapal selam ini secepat mungkin. Prajurit yang terjepit cakar Triton melotot ke arahnya. Lelaki itu setengah sadar, bersimbah darah, dan terluka karena percikan-percikan api yang berterbangan dari baling-baling helikopter. Jauh dari prajurit itu, Rachel melihat William Pickering masih berpegangan pada sebuah tiang yang digunakan untuk mengikat tali di atas dek yang miring.

Di mana Michael? Rachel tidak melihatnya. Kepanikannya hanya sebentar saja ketika ketakutan yang baru muncul. Di atasnya, kabel Triton yang terkoyak mengeluarkan bunyi melecut-lecut yang mengerikan ketika jalinannya terlepas. Kemudian, terdengar bunyi derak keras, lalu Rachel merasa kabel tersebut putus.

Dalam keadaan tanpa beban selama beberapa detik, Rachel melayang di atas kursinya di dalam kokpit kapal selam Triton dan meluncur ke bawah. Dek di atasnya menghilang dan jalan sempit di bawah Goya seperti melewatinya dengan cepat. Prajurit yang tercengkeram lengan, Triton menjadi pucat karena ketakutan dan menatap Rachel ketika mereka meluncur ke bawah dengan cepat.

Gerakan jatuhnya seperti tidak pernah berakhir.

Ketika akhirnya kapal selam itu jatuh ke laut di bawah Goya, Triton terhempas keras di bawah arus, dan membenturkan Rachel dengan keras kembali ke kursinya. Tulang belakangnya tertekan ketika laut yang diterangi lampu kapal itu menyerbu di atas kubah kapal selamnya. Dia merasa seperti tidak dapat bernapas ketika kapal selam itu meluncur turun hingga kemudian dengan perlahan berhenti dan kembali naik ke permukaan, mengambang ke atas seperti sumbat botol dari gabus.

Hiu-hiu itu segera mendekat. Dari tempat duduknya, Rachel terpaku ketika pemandangan itu tersaji di depannya dalam jarak beberapa kaki saja.

DELTA-TWO merasa kepala lonjong seekor ikan hiu menabraknya dengan kekuatan yang tidak terbayangkan. Kemudian jepitan yang ketat dan setajam silet menjepit dengan erat lengan atasnya, dan mengiris hingga ke tulang dan menguncinya. Rasa sakit yang luar biasa itu seperti meledak ketika hiu tersebut memutar tubuhnya dengan kuat dan kemudian menghentak-hentakkan kepalanya dengan ganas, sehingga merobek lengan Delta-Two hingga terlepas. Hiu-hiu yang lain langsung bergerak mendekat. Gigi-gigi ikan yang setajam pisau itu menusuk kedua kakinya. Badannya. Lehernya. Delta-Two tidak memiliki napas lagi untuk berteriak kesakitan ketika hiu-hiu tersebut merobek sebagian besar tubuhnya dan membawanya pergi. Hal terakhir yang diingatnya, dia melihat mulut berbentuk bulan sabit muncul dari samping, lalu sederetan gigi yang tajam itu turun dan menjepit wajahnya.

Dunia menjadi hitam.

DI DALAM Triton, bunyi benturan dari tulang kepala hiu-hiu yang menghantami kubah kapal selam itu akhirnya memudar. Rachel membuka matanya. Prajurit itu sudah menghilang. Air yang menyapu kaca jendela kapal selam itu sekarang berwarna kemerahan.

Dengan perasaan luluh lantak, Rachel meringkuk di tempat duduknya sambil memeluk lutut di dadanya. Dia dapat merasakan kapal selam itu bergerak. Triton sekarang hanyut terbawa arus, dan menggesek-gesek di sepanjang dek penyelam di bawah Goya. Dia juga dapat merasakan Triton bergerak ke arah lain. Ke bawah.

Di luar, bunyi gelegak air yang memasuki tangki pemberat menjadi semakin keras. Air laut bergerak ke atas inci demi inci di kaca depannya.

Aku tenggelam!

Ketakutan yang luar biasa menyergapnya, dan Rachel tiba-tiba berdiri. Tangannya terulur ke atas, lalu meraih bagian pembuka lubang palka. Jika dia dapat memanjat ke atas kapal selam itu, dia masih akan punya waktu untuk meloncat ke atas dek menyelam Goya. Hanya beberapa kaki jaraknya.

Aku harus keluar!

Mekanisme pintu lubang palka diberi tanda yang jelas ke mana arah putaran untuk membuka. Rachel berusaha membukanya. Tetapi tutup palka itu tidak bergerak. Dia mencoba lagi. Tidak bergerak. Pintu itu seperti terkunci. Pintu itu juga sudah penyok akibat terjangan peluru tadi. Ketika rasa takutnya mengalir deras dalam darahnya seperti laut di sekitarnya, Rachel berjuang untuk menggerakkannya sekali lagi untuk terakhir kalinya.

Tutup itu tidak bergerak.

Triton tenggelam beberapa inci lebih dalam lagi, lalu menyinggung Goya untuk terakhir kalinya sebelum hanyut menjauh dari tubuh kapal yang rusak itu ... dan menuju laut lepas.

126

"JANGAN LAKUKAN itu," pinta Gabrielle pada Senator Sexton yang sudah selesai menyalin kertas-kertas faks tersebut dengan mesin fotokopinya. "Kau membahayakan hidup putrimu!"

Sexton tidak mau mendengar suara Gabrielle. Dia kemudian berjalan kembali ke mejanya dengan sepuluh tumpuk fotokopi dari dokumen yang sama. Setiap tumpuk kertas itu terdiri atas lembaran-lembaran kertas faks yang dikirimkan Rachel, termasuk tulisan tangan Rachel yang menyatakan bahwa meteorit itu palsu serta menuduh NASA dan Gedung Putih mencoba membunuhnya.

Ini adalah media kit yang paling mengguncangkan yang pernah dibuat, kata Sexton dalam hati, ketika dia memulai memasukkan setiap tumpuk kertas itu dengan hati-hati ke dalam amplop besar berwarna putih. Di setiap amplop tertera namanya, alamat kantornya, dan cap senator. Tidak diragukan lagi dari mana informasi yang meyakinkan itu berasal. Skandal politik abad kini, dan akulah orang yang mengungkapnya!

Gabrielle masih memohon demi keselamatan Rachel, tetapi Sexton seperti tidak mendengar apa-apa. Ketika dia mengumpulkan amplop-amplopnya, dia seperti berada di dalam dunianya sendiri. Setiap karier politik memiliki saat yang menentukan. Kali ini saat tersebut adalah milikku.

Pesan dari William Pickering melalui telepon sudah memeringatkannya. Kalau Sexton mengumumkan informasi tersebut, maka hidup Rachel akan terancam. Celakanya bagi Rachel, Sexton juga tahu kalau dia mengumumkan bukti-bukti kebohongan NASA ini, langkah tersebut akan membawanya ke Gedung Putih secara lebih mutlak disertai dengan drama politik yang belum pernah disaksikan sebelumnya dalam politik Amerika.

Hidup penuh dengan keputusan sulit, pikirnya. Dan para pemenang adalah mereka yang membuat keputusan sulit itu.

Gabrielle Ashe sudah pernah melihat sorot mata seperti itu dalam mata Sexton. Ambisi buta. Dia takut akan hal itu. Dan kali ini dia menyadarinya dengan alasan yang baik. Sexton jelas siap mempertaruhkan nyawa putrinya supaya dapat menjadi orang pertama yang mengumumkan kebohongan NASA.

"Tidakkah kau lihat bahwa kau sudah menang?" tanya Gabrielle. "Tidak mungkin Zach Herney dan NASA akan selamat dalam skandal ini. Tidak peduli siapa yang mengumumkan hal itu! Tunggu sampai kautahu Rachel selamat. Tunggu sampai kau berbicara dengan Pickering!"

Jelas Sexton sudah tidak mendengarkan Gabrielle lagi. Dia lalu membuka lacinya, dan mengeluarkan selembar kertas timah di mana terdapat belasan stiker segel dari lilin seukuran koin lima sen dengan inisial Sexton di bagian atasnya. Gabrielle tahu, Sexton selalu menggunakan segel itu hanya untuk undangan resmi, tetapi kali ini tampaknya Sexton berpikir bahwa segel lilin berwarna merah itu akan memberi sentuhan dramatis dalam setiap amplopnya. Sambil melepaskan stiker segel itu dari kertas timah, Sexton menempelkan masing-masing satu segel di bagian tengah dari tutup amplop itu untuk menyegelnya seperti sebuah surat formal.

Jantung Gabrielle sekarang berdenyut dengan kemarahan baru. Dia teringat dengan gambar cek-cek digital di dalam komputer Sexton. Jika dia mengatakan sesuatu, Gabrielle tahu, Sexton hanya tinggal menghapus bukti itu. "Jangan lakukan ini," katanya, "atau aku akan mengumumkan perselingkuhan kita."

Sexton tertawa keras ketika dia menempelkan segel senator itu di sebuah amplop. "Benarkah? Dan kaupikir mereka akan memercayaimu--seorang asisten yang haus akan kekuasaan mau mengabaikan posisinya dalam pemerintahanku dan membalas dendam dengan cara apa saja? Aku sudah pernah membantah tentang hubungan gelap itu, dan semua orang memercayai aku. Aku bisa menyangkalnya lagi dengan mudah."

"Gedung Putih memiliki foto-foto itu," bantah Gabrielle.

Sexton bahkan tidak memerdulikannya. "Mereka tidak memiliki foto-foto. Dan jika memang mereka memilikinya, itu semua tidak ada artinya." Dia kemudian menempelkan segel yang terakhir. "Aku memiliki kekebalan. Amplop-amplop ini sanggup menangkis semua tuduhan itu."

Gabrielle tahu Sexton benar. Dia merasa sangat tidak berdaya ketika Sexton mengagumi hasil pekerjaannya. Di atas mejanya, tergeletak sepuluh amplop putih dari linen yang terlihat begitu anggun. Nama Sexton berikut alamatnya tercetak menonjol di atas amplop tersebut dan diamankan dengan segel merah bercap inisialnya. Surat-surat ini terlihat seperti surat-surat kerajaan. Tetapi, raja-raja dinobatkan tanpa harus memiliki alasan yang begitu kuat seperti informasi di dalam amplop itu.

Sexton mengambil amplop-amplop itu dan bersiap pergi. Gabrielle melangkah menghalanginya. "Kau membuat kesalahan. Ini dapat ditunda."

Mata Sexton menembus ke dalam mata Gabrielle. "Aku telah membuatmu menjadi seperti sekarang ini, Gabrielle, dan sekarang aku memecatmu."

"Faks dari Rachel akan mengantarmu ke kursi Kepresidenan. Kau berutang pada putrimu."

"Aku sudah memberinya banyak hal."

"Bagaimana kalau ada yang terjadi pada dirinya?"

"Maka dia akan memperkuat jumlah suara dari para pemilihku yang bersimpati atas nasibnya."

Gabrielle tidak dapat memercayai pikiran seperti itu bisa terlintas dalam benak Sexton, apalagi keluar dari bibirnya. Dengan rasa jijik, dia meraih telepon. "Aku akan menelepon Gedung Pu--"

Sexton memutar tubuhnya dan menampar wajah Gabrielle dengan keras.

Gabrielle terhuyung ke belakang. Dia merasa bibirnya terluka. Sang asisten pribadi itu mencengkeram tepian meja dan menegakkan tubuhnya sambil menatap dengan pandangan tak percaya ke arah lelaki yang pernah dipujanya.

Sexton menatapnya dengan tajam. "Jika kau berpikir untuk mengkhianatiku dalam hal ini, aku akan membuatmu menyesal sepanjang hidupmu." Sexton berdiri tegak sambil mengepit amplop-amplop itu di bawah lengannya. Ada kilatan kasar yang berbahaya dan membara di dalam mata Sexton.

Ketika Gabrielle keluar dari gedung kantor Senat dan memasuki udara malam yang dingin, bibirnya masih mengeluarkan darah. Dia memanggil taksi lalu masuk ke dalamnya.  Kemudian, untuk pertama kalinya sejak kedatangannya ke Washington, Gabrielle Ashe tidak dapat menahan perasaannya lagi dan menangis tersedu-sedu.

127

KAPAL SELAM Triton jatuh ....

Michael Tolland terhuyung-huyung berdiri di atas dek yang miring dan melongok melewati kumparan kabel jangkar ke arah kabel derek di mana biasanya Triton tergantung. Lalu dia berbalik ke arah buritan, dan mengawasi laut. Triton baru saja muncul lagi ke permukaan air dari bawah Goya dan mulai terseret arus. Karena merasa lega setidaknya kapal selam itu masih tetap utuh, Tolland kemudian melihat ke arah tutup palka, dan sangat ingin melihatnya terbuka dan Rachel keluar dari sana tanpa terluka. Tetapi tutup itu tetap tertutup. Tolland bertanya-tanya apakah kepala Rachel terbentur sehingga membuatnya pingsan ketika kapal selam itu terhempas dengan keras ke laut.

Bahkan dari atas dek,Tolland dapat melihat Triton mengambang rendah tidak seperti biasanya di air--jauh di bawah garis air yang normal bagi Triton. Triton tenggelam. Tolland tidak dapat membayangkan kenapa bisa begitu, tetapi apa pun alasannya, tidak penting untuk saat itu.

Aku harus mengeluarkan Rachel. Sekarang.

Ketika Tolland berdiri untuk bergegas pergi dari tepi dek, rentetan peluru dari senapan mesin meledak di atasnya, dan menerjang kumparan kabel jangkar di atas kepalanya. Dia menjatuhkan diri lagi, dan berlutut. Sialan! Dia mengintip di balik kumparan dan melihat Pickering sedang berdiri di dek di lantai atas, sedang membidik ke arahnya seperti seorang penembak jitu. Delta-One tadi menjatuhkan senapan mesinnya ketika meloncat masuk ke dalam helikopter, dan Pickering tampaknya telah mengambil senapan mesin itu. Sekarang sang direktur NRO berhasil mencapai dek yang lebih tinggi.

Terjebak di balik kumparan, Tolland melihat kembali ke arah Triton yang sedang tenggelam. Ayo Rachel keluarlah! Dia menunggu tutup palka itu terbuka. Tetapi tidak ada gerakan di bawah sana.

Ketika melihat kembali ke dek Goya, mata Tolland mengukur-ukur area terbuka yang membentang di tempat dia bersembunyi dengan pagar buritan. Dua puluh kaki. Jarak yang terlalu jauh untuk ditempuh tanpa perlindungan.

Tolland menarik nafas panjang dan memutuskan sesuatu. Dia lalu membuka kemejanya, lalu melemparkannya ke sebelah kanannya ke arah dek yang terbuka. Ketika Pickering menembak kemeja itu hingga berlubang-lubang, Tolland berlari ke sebelah kiri menuruni dek yang miring dan membelok ke arah buritan dengan lompatan yang terburu-buru dia melemparkan dirinya melewati pagar di buritan, dan melompat dari bagian belakang kapal. Ketika sedang melayang tinggi dia udara, ia mendengar desingan peluruh di sekelilingnya, dan dia tahu jika satu peluruh saja berhasil menggores tubuhnya, dia akan menjadi santapan hiu-hiu di bawah sana begitu dia menyentuh air.

RACHEL SEXTON merasa seperti hewan liar yang terperangkap di dalam kandang. Dia sudah mencoba lagi dan lagi tanpa hasil. Dia dapat mendengar sebuah tangki dibawahnya mulai terisi air, dan dia merasa kapal selam itu bertambah berat. Kegelapan lautan bertambah inci demi inci melewati kubah cerobong pandang di hadapannya ini, seperti tirai hitam yang naik dari bawah.

Melalui bagian bawah kubah kapal selam yang terbuat dari kaca, Rachel dapat melihat lautan luas yang begitu lengang seperti kuburan. Lautan yang luas dan kosong di bawah itu seperti mengancam untuk menelannya bulat-bulat. Dia kembali meraih pembuka pintu palka dan berusaha memutarnya agar terbuka sekali lagi, tetapi pintu itu tidak bergerak. Paru-parunya mulai sesak. Aroma pengap dari karbon dioksida terasa pedas di dalam hidungnya. Diantara semuanya itu, satu perasaan datang berulang-ulang dan menghantuinya. Aku akan mati sendirian di bawah air.

Dia mengamati panel pengendali dan tuas-tuas di kapal selam Triton untuk mencari sesuatu yang dapat membantunya, tetapi semua petunjukknya tidak menyala. Kapal selam ini mati. Sekarang Rachel terkunci di dalam sebuah ruang baja yang menutup rapat dan tenggelam ke dasar laut.

Bunyi menggelegak dari tangki itu terdengar lebih cepat sekarang dan air laut naik menjadi beberapa kaki ke atas puncak kubah kaca. Dikejauhan, di seberang permukaan datar yang tak terbatas itu, segaris warna kemerahan terlihat menghiasi cakrawala. Pagi sedang menjelang. Rachel takut itu adalah cahaya terakahir yang akan dilihatnya. Dia kemudian memejamkan matanya untuk melupakan semua kenyataan yang akan menimpanya, lalu dia merasakan hadirnya gambaran masa kanak-kanaknya menyerbu pikirannya.

Jatuh menembus lapisan es. Menggelincir di bawah air. Tidak dapa bernapas. Tidak mampu menangkat tubuhnya sendiri. Tenggelam.

Ibunya memanggil-manggilnya. "Rachel! Rachel!"

Bunyi hantaman di luar kapal selam segera membangunkan Rachel dari lamunannya. Matanya tersentak terbuka.

"Rachel!" Suara itu terdengar tidak jelas. Seraut wajah seperti hantu muncul di depan kaca, dan bergerak naik-turun, sementara rambutnya yang berwarna gelap berkibar-kibar. Rachel hampir tidak dapat mengenalinya di dalam kegelapan.

"Michael!"

TOLLAND NAIK ke permukaan menghembuskan napas, dan merasa lega karena melihat Rachel masih bergerak di dalam kapal selam. Dia masih hidup. Setelah itu Tolland berenang dengan kayuhan yang kuat ke bagian belakang Triton dan memanjat ke atas bagian datar yang merupakan mesin kapal selam itu. Arus lautan terasa panas dan berat di sekitarnya ketika dia menempatkan dirinya untuk meraih roda pembuka pintu palka, dan menjaga tubuhnya agar tetap rendah dengan harapan Pickering tidak dapat menembaknya.

Lambung Triton sekarang hampir seluruhnya berada di bawah air, dan Tolland tahu jika dia ingin membuka pintu palka dan menarik Rachel keluar, dia harus bergerak dengan cepat. Pintu palka yang harus dibuka Tolland itu masih sepuluh inci di atas permukaan air, tetapi ia terus turun dengan cepat. Begitu pintu palka sudah tenggelam, membukanya berarti memasukkan air laut dengan deras ke dalam Triton, dan memerangkap Rachel di dalam serta membuat Triton tenggelam dengan cepat Ke dasar laut.

"Sekarang atau tidak pernah," serunya sambil membuka roda pembuka pintu palka dan memutarnya berlawanan dengan arah jarum jam. Tidak bergerak. Dia mencoba lagi dengan mengerahkan seluruh tenaganya. Sekali lagi, pintu itu tidak mau terbuka.

Dia dapat mendengar Rachel di dalam, di sisi lain di balik pintu itu. Suara Rachel seperti tertahan, tetapi Tolland merasakan ketakutannya. "Aku sudah mencobanya!" teriak Rachel. "Aku tak dapat memutarnya!"

Sekarang air sudah memukul-mukul tepian pintu. "Putar bersama-sama!" Tolland berteriak kepadanya. "Kau didalam, searah jarum jam!" Tolland tahu putaran itu diberi petunjuk jelas. "Baik sekarang!"

Tolland mempersiapkan dirinya membuka tutup pintu palka itu kemudian berusaha dengan seluruh tenaganya. Dia dapat mendengar Rachel juga melakukan hal yang sama.

Putaran itu bergerak setengah inci dan lalu macet total.

Sekarang Tolland melihatnya. Tutup pintu itu tidak terpasang dengan rata pada tepiannya. Seperti tutup botol selai ditutupkan dengan miring dan diputar rapat, pintu itu menjadi macet. Walau segel karetnya terpasang dengan baik, tetapi pintu palkanya sudah penyok karena terjangan peluru sehingga satu-satunya cara untuk membukanya adalah dengan obor las.

Ketika bagian atas kapal selam itu tenggelam di bawah permukaan air, Tolland merasa sangat ketakutan. Rachel Sexton tidak akan dapat keluar dari kapal selam ini.

DUA RIBU kaki di bawah permukaan laut, badan helikopter Kiowa yang rusak tenggelam dengan cepat karena tertarik gravitasi dan pusaran kuat di kedalaman laut. Di dalam kokpitnya, tubuh Delta-One yang sudah tidak bernyawa lagi sudah tidak dapat dikenali, hancur karena tekanan air di kedalaman laut.

Ketika pesawat itu tenggelam dengan gerakan berputar, rudal Hellfire masih terpasang, sementara kubah magma yang menyala menunggunya di dasar laut seperti landasan pendaratan yang merah menyala. Di balik lapisan kulit kubah magma setebal tiga meter itu, puncak lava yang panas sedang membara dengan suhu tiga ribu derajad celcius. Gunung berapi itu siap meledak.

128

TOLLAND BERDIRI dengan lutu terendam air di atas kotak mesin Triton yang sedang tenggelam dan memutar otaknya untuk mengeluarkan Rachel.

Jangan biarkan kapal selam ini tenggelam!

Dia menatap Goya lagi, dan bertanya-tanya apakah mungkin untuk mengambil kerekan untuk dihubungkan pada Triton supaya kapal selam itu tetap berada di dekat permukaan.Tidak mungkin. Sekarang kapal Goya sudah berjarak lima puluh yard dan Pickering sedang berdiri di atas anjungan seperti Kaisar Romawi di tempat duduk terbaiknya untuk melihat arena pertarungan berdarah di dalam kolesium.

Berpikirlah! Kata Tolland pada dirinya sendiri. Kenapa kapal selam ini tenggelam?

Mekanisme daya apung kapal selam ini sangat sederhana: tangki pemberat yang terpompa penuh dengan udara atau air akan menyesuaikan daya apung kapal selam ini untuk menggerakkannya ke atas atau ke bawah di dalam air.

Jelas, tangki pemberatnya terisi penuh.

Tetapi seharusnya tidak begitu!

Setiap tangki pemberat kapal selam dilengkapi lubang atas dan lubang di bawahnya. Lubang di bawah disebut "lubang masuk" dan selalu terbuka, sementara lubang di atas sebut "katup pengeluaran" dan dapat dibuka dan ditutup untuk mengeluarkan udara sehingga air dapat mengalir ke dalam tangki pemberat.

Mungkinkah katup pengeluaran Triton terbuka kerena sesuatu hal? Tolland tidak dapat membayangkan kenapa bisa begitu. Ketika dengan kebingungan memeriksa tutup mesin kapal selam itu, tangannya menyetuh salah satu tangki pemberat Triton lainnya, jemarinya menyentuh sesuatu yang lain.

Lubang-lubang peluru.

Sialan! Triton sudah bolong-bolong oleh terjangan peluru ketika Rachel melompat ke dalam tadi. Tolland segera meluncur dan menyelam ke bawah kapal selam, menyentuhkan tangannya dengan hati-hati ke tangki pemberat Triton yang lebih penting--tangki negatif. Orang Inggris menyebut tangki ini "the down express." Sementara orang Jerman menyebutnya "memakai sepatu penting". Apapun sebutannya, artinya jelas. Tangki negatif, jika terisi penuh akan menenggelamkan kapal selam itu.

Ketika tangan Tolland merasakan sisi tangki itu, dia menemukan belasan lubang peluru. Dia dapat merasakan derasnya air yang mengalir ke dalam. Triton sebentar lagi akan tenggelam, entah Tolland menyukainya atau tidak.

Kapal selam itu sekarang berada tiga kaki di bawah permukaan air. Tolland lalu bergerak ke haluan, dan menempelkan wajahnya ke kaca untuk melongok ke dalam kubah. Rachel menggedor-gedor kaca dan berteriak-teriak. Nada ketakutan dalam teriakan Rachel membuat Tolland merasa tidak berdaya. Untuk sesaat ingatannya kembali ke rumah sakit yang dingin, menatap seorang perempuan yang dicintainya meninggal dunia, dan dia tahu, dia tak dapat berbuat apa-apa. Sambil melayang di bawah air di depan kapal selam yang tenggelam itu, Tolland berkata pada dirinya sendiri, dia tidak boleh mengalami hal seperti itu lagi. Kau adalah seorang pejuang. Kata Celia padanya, tetapi Tolland tidak mau selamat sendirian ... tidak lagi.

Paru-paru Tolland membutuhkan udara tetapi dia tetap berada di dalam air bersama Rachel. Setiap kali Rachel memukul kaca, Tolland mendengar suara gelembung udara menggelegak dan kapal selam itu menjadi semakin tenggelam. Rachel meneriakkan sesuatu tentang air yang masuk di sekitar jendela.

Jendela kapal selam itu bocor.

Sebuah lubang peluru di jendela? Sepertinya tidak mungkin. Paru paru Tolland terasa akan meledak, sehingga dia bersiap untuk ke permukaan. Ketika dia meraba jendela yang terbuat dari bahan akrilik itu, jemarinya menyentuh tepian segel karet yang terlepas. Lapisan penyegel di sekeliling jendela tampaknya telah bergeser ketika kapal selam itu terjatuh tadi. Inilah penyebab kenapa kokpit kapal selam itu bocor. Kabar buruk lagi!

Setelah berenang ke permukaan, Tolland menarik napas dalam-dalam sebanyak tiga kali sambil berusaha menjernihkan pikirannya. Air yang mengalir memasuki kokpit itu mempercepat tenggelamnya Triton. Kapal selam itu sudah lima kaki di bawah permukaan air, dan Tolland hampir tidak dapat menyentuhnya lagi dengan kakinya. Dia dapat merasakan Rachel menggedor-gedor dengan putus asa di lambung kapal selam itu.

Tolland hanya dapat memikirkan satu cara yang harus dilakukannya. Jika dia menyelam ke bawah, menuju ke kotak mesin Triton dan menemukan selinder udara bertekanan tinggi, dia dapat menggunakannya untuk meledakkan tangki pemberat negatif. Walau menghancurkan tangki yang sudah rusak itu tidak akan menghasilkan apa-apa, tetapi mungkin Triton dapat naik mendekati permukaan lagi selama beberapa menit sebelum tangki-tangki yan berlubang itu dimasuki air lagi.

Lalu apa?

Tanpa adanya pilihan lainnya, Tolland bersiap untuk kembali menyelam. Sambil manarik napas dalam-dalam, dia melebarkan paru-parunya lebih dari biasanya hingga hampir terasa sakit. Kapasitas paru-paru lebih besar. Lebih banyak oksigen. Lebih lama menyelam. Tetapi ketika dia merasa paru-parunya membesar dan menekan tulang iganya, sebuah gagasan yang aneh muncul.

Bagaimana jika dia menambah tekanan di dalam kapal selam? Lapisan segel dibagian kubah kapal selam itu sudah rusak. Mungkin jika Tolland dapat menambah tekanan di dalam kokpit, dia dapat meledakkan seluruh jendela depan yang berbentuk kubah itu hingga terlepas dari kapal selam dan mengeluarkan Rachel.

Dia mengembuskan napasnya kembali ke permukaan air untuk sesaat sambil mencoba membayangkan kemungkinan tersebut. Betul-betul masuk akal, bukan? Lagi pula kapal selam itu dibuat agar kuat terhadap tekanan hanya dari satu arah. Kapal selam harus mampu bertahan terhadap tekanan dari luar, tetapi hampir tidak mampu bertahan terhadap tekanan dari dalam.

Terlebih lagi, Triton menggunakan katup katup regulator yang seragam untuk mengurangi jumlah suku cadang yang dibawa Goya. Tolland dapat dengan mudah melepaskan selang pengisian yang terdapat di selinder bertekanan tinggi, dan memasangnya ke regulator pasokan ventilasi darurat yang terdapat di sebalah kiri kapal selam! Menambah takanan di bagian dalam kokpit, memang akan membuat Rachel merasa sakit, tetapi hanya itulah jalan keluarnya.

Tolland menarik napas lagi dan menyelam.

Kapal selam itu sudah tenggelam sedalam delapan kaki sekarang, sementara arus dan kegelapan membuat Tolland kesulitan untuk menempatkan diri. Begitu dia dapat menemukan tabung bertekanan tinggi itu, Tolland dapat segera mencabut selang tangki tersebut, dan bersiap untuk memompakan udara ke dalam kokpit. Ketika dia memegang kenop pengatur tekanan, cat kuning menyala di sisi tangki dan mengingatkannya betapa berbahayanya tindakannya itu. PERHATIAN TEKANAN UDARA 3.000 pon per inci persegi.

Tiga ribu pon per inci persegi, pikir Tolland. Harapannya adalah kubah kaca Triton akan meletup lepas dari kapal selam, sebelum tekanan di dalam kabin menekan paru-paru Rachel. Tolland hanya mengerahkan selang bertekanan tinggi ini kedalam sebuah balon air dan berdoa agar balon air itu dapat pecah dengan cepat.

Dia meraih kenop pengatur tekanan itu dan memutuskan pilihannya. Sambil bergelantungan di bagian belakang kapal selam yang tenggelam, Tolland memutar dan membuka katup yang bertekanan tinggi itu. Selang selinder bertekanan tinggi langsung menjadi tegang, selanjutnya Tolland dapat mendengar udara membanjir ke dalam kokpit dengan kuat sekali.

DI DALAM Triton tiba-tiba kepala Rachel terasa sakit sekali. Dia membuka mulutnya untuk berteriak, tetapi udara memaksa masuk ke dalam paru-parunya dengan sensasi menekan begitu menyakitkan sehingga dia seperti akan meledak. Telinganya seperti mendengar gemuruh yang memekakkan, dan medorongnya menuju ketidak-sadaran. Secara naluriah, dia memejamkan matanya rapat-rapat dan menekankan kedua tangannya ke telinganya. Sekarang rasa sakit itu semakin bertambah.

Rachel mendengar bunyi gedoran tepat di depannya. Dia memaksakan diri untuk membuka matanya hanya untuk melihat bayangan Michael Tolland di dalam air di balik kegelapan. Wajahnya menempel pada kaca. Dia sedang memberikan isyarat pada Rachel untuk melakukan sesuatu.

Tetapi apa?

Rachel hampir tidak dapat melihatnya dalam kegelapan. Penglihatannya kabur, bola matanya terganggu karena tekanan itu. Meski begitu, dia menyadari kapal selam tenggelam dengan cepat hingga tak terjangkau sinar lampu-lampu Goya yang menyorot ke bawah air. Di sekitarnya hanyalah kedalaman laut yang gelap.

TOLLAND MENEMPELKAN tubuhnya ke jendela Triton dan terus menggedor-gedor. Dadanya terasa terbakar karena membutuhkan udara, dan dia tahu, dia harus naik ke permukaan dalam beberapa detik lagi.

Dorong kaca ini! Dia memberi isyarat. Dia dapat mendengar udara bertekanan tinggi memancar ke dalam kokpit dan menimbulkan gelembung-gelembung udara. Di suatu tempat, segel pelapis dari karet yang melindungi sambungan jendela kaca menjadi lebih longgar. Tangan Tolland meraba-raba mencari tepian, dan mencari celah sehingga dia dapat menyelipkan jarinya. Tidak ada.

Ketika oksigen di paru-paru Tolland habis, daya penglihatannya juga menjadi berkurang akibat kegelapan yang menyelimuti lautan di sekitarnya, dan dia menggedor kaca itu untuk terakhir kalinya. Dia bahkan tidak dapat melihat Rachel lagi. Terlalu gelap. Dengan sisa udara di dalam paru-parunya, dia berseru di dalam air.

"Rachel ... dorong ... kacanya!"

Kata-kata Toland keluar berupa gumaman gelembung-gelembung yang tidak terdengar.

129

DI DALAM Triton kepala Rachel serasa seperti ditekan semacam alat penyiksa di zaman Abad Pertengahan. Sambil setengah berdiri, Rachel membungkuk di samping kursi kokpit dan merasakan kematian mendekatinya. Tepat di depannya, kubah kaca setengah lingkaran itu memperlihatkan pemandangan yang kosong. Gelap. Gedoran itu berhenti.

Tolland sudah pergi. Dia telah meninggalkan Rachel.

Desisan tekanan udara udara yang menyembur dari atas, mengingatkan Rachel pada angin katabatik di Milne yang memekakkan telinga. Lantai kapal selam itu sudah terisi air setinggi satu kaki sekarang. Keluarkan aku! Beribu pikiran dan kenangan mulai mengalir dalam pikirannya seperti kilatan sinar ungu.

Didalam kegelapan, kapal selam itu mulai miring, dan Rachel terhuyung-huyung karena kehilangan keseimbangan. Dia tersandung kursi dan jatuh kedepan, menimpa kubah setengah lingkaran di hadapannya. Bahunya terasa sakit sekali. Dia mendarat jatuh terjerembab sehingga menimpa jendela, dan saat itu Rachel merasakan sebuah sensasi tak terduga -- tiba-tiba takanan dalam kapal selam itu berkurang. Ketegangan di dalam telinganya mengendur dengan jelas, dan dia benar-benar mendengar bunyi gelegak udara keluar dari kapal selam itu.

Dia hanya membutuhkan waktu sekilas saja untuk memahami apa yang terjadi. Ketika dia jatuh menimpa kubah, tubuhnya menekan jendela berbentuk bulat itu keluar sedikit saja, namun cukup untuk membebaskan tekanan di dalam melalui karet segel yang mulai longgar. Tentu saja kubah kaca itu juga longgar! Tiba-tiba Rachel sadar apa yang Tolland maksudkan ketika dia menambah tekanan udara di dalam kokpit.

Dia berusaha meletupkan jendela!

Di atasnya, tabung tekanan Triton masih terus memompakan udara. Walau Rachel terbaring di dalam, dia dapat merasakan tekanan itu bertambah lagi. Kali ini dia lebih dapat menyambutnya, meskipun dia merasakan sesak napas yang hampir membuatnya pingsan. Dia lalu berjuang untuk berdiri, dan menekan bagian dalam kaca dengan seluruh kekuatannya.

Kali ini, tidak ada gelegak udara yang keluar. Kaca itu hampir tidak bergerak.

Dia membenturkan tubuhnya pada jendela itu lagi. Tidak ada perubahan. Luka di bahunya terasa sakit, dan dia menatapnya. Darah itu kering. Lalu dia bersiap untuk mencoba lagi, tetapi dia tidak sempat. Kapal selam yang miring itu mulai menukik ke belakang. Ketika kotak mesin Triton yang berat tak dapat bekerja lagi karena tangkinya penuh terisi air, Triton berguling ke belakang dengan bagian belakang yang tenggelam terlebih dahulu.

Rachel jatuh terjengkang dan menimpa dinding belakang kokpit. Setengah tenggelam di air yang beriak, Rachel menatap ke atas ke arah kubah bocor yang melayang di atasnya seperti kaca loteng raksasa.

Di luar hanya ada kegelapan ... dan ribuan ton air laut yang menekan ke bawah.

Rachel berusaha bangun, tetapi tubuhnya terasa mati dan berat. Sekali lagi, kenangannya kembali berputar ke saat dia tenggelam di sungai yang beku.

"Berjuang, Rachel!" teriak ibunya sambil meraih ke bawah untuk menariknya keluar dari air. "Raihlah tangan ibu!"

Rachel memejamkan matanya. Aku tenggelam. Sepatu skatingnya terasa seperti beban pemberat dan menariknya ke bawah. Dia dapat melihat ibunya berbaring telungkup di atas es dengan kedua tangan terbentang untuk menyebarkan berat tubuhnya sendiri, dan mengulurkan tangannya ke balik lapisan es yang pecah itu.

"Tendang , Rachel!" Tendang dengan kakimu!"

Rachel menendang sekuat mungkin. Tubuhnya sedikit terangkat dari lubang es itu. Ada secercah harapan. Ibunya meraihnya.

"Ya!" teriak ibunya. "Bantu aku mengangkatmu! Tendang dengan kakimu!"

Dengan ibunya menarik dari atas, Rachel menggunakan sisa kekuatannya untuk menendang dengan sepatu skate-nya. Tendangan Rachel cukup membuat tubuhnya terangkat, dan ibunya berhasil menyeretnya ke atas. Dia menyeret Rachel yang basah kuyup hingga ke tepi pecahan lubang es sebelum menjatuhkan diri dan menangis.

Sekarang di dalam kelembapan dan panas yang bertambah di dalam kapal selam, Rachel membuka matanya dan melihat kegelapan di sekitarnya. Dia mendengar ibunya berbisik dari alam kubur. Suaranya jelas, meski dari dalam Triton yang sedang tenggelam ini.

Tendang dengan kakimu.

Rachel mendongak dan melihat kubah di atasnya. Sambil mengumpulkan sisa keberaniannya, Rachel merambat naik ke kursi kokpit yang sekarang poisinya hampir horizontal seperti kursi dokter gigi. Rachel bersandar di punggungnya, lalu menekuk kakinya sejauh mungkin, mengawahkan kakinya ke atas dan kemudian menendangkannya ke depan. Dengan teriakan keras yang mengandung keputusasaan dan kekuatan, dia menendangkan kakinya ke tengah-tengah kubah akrilik itu. Dia merasakan sakit yang menusuk-nusuk terasa hingga ke tulang keringnya, sehingga otaknya terasa seperti berputar. Telinganya tiba-tiba mendenar gelegar dan merasa tekanan di sekitarnya mereda dengan segera. Lapisan segel di sisi kiri kubah itu terkelupas, dan sebagian jendela kaca yang besar itu terlepas, mengayun terbuka seperti pintu lumbung.

Semburan air menerjang kapal selam dan mendorong Rachel kembali ketempat duduknya. Air laut langsung menerobos masuk di sekitarnya, berputar di bawah punggungnya, lalu sekarang mengangkatnya dari kursinya, melemparkannya terjungkir balik, seperti kaus kaki di dalam mesin cuci. Rachel meraba-raba tanpa melihat apa pun, mencari sesuatu untuk berpegangan, sementara dia berputar tanpa kendali. Ketika kokpit dipenuhi dengan air, dia dapat merasa kapal selam itu jatuh dengan cepat ke dasar lautan. Tubuhnya terdesak ke atas di dalam kokpit, dan dia merasa terjepit. Sekumpulan gelembung menyerbu di sekitarnya, memilinnya, menariknya ke sisi kiri dan ke atas. Selembar arkrilik yang keras memukul pinggulnya.

Saat itu juga dia bebas.

Terpilin dalam kehangatan yang tak berujung dan terbentur ke dalam kegelapan air, Rachel merasakan paru-parunya membutuhkan udara. Ayo berenang ke atas! Dia mencari cahaya, tetapi tidak melihat apapun. Dunianya tampak sama di segala penjuru. Kegelapan. Tidak ada gravitasi. Tidak tahu yang mana atas, yang mana bawah. Dalam serangan rasa takut yang segera menyerbunya, Rachel baru sadar dia tidak tahu harus berenang ke mana.

RIBUAN KAKI di bawahnya, helikopter Kiowa yang tenggelam itu tertarik ke bawah karena tekanan air yang semakin kuat. Lima belas rudal AGM-114 Hellfire anti-tank berkekuatan ledak tinggi masih terpasang di sana, sementara badan pesawat itu menggeliat di bawah tekanan air, sehingga hulu ledaknya mengarah ke bawah.

Seratus kaki di dasar laut, kekuatan megaplume menangkap sisa-sisa tubuh helikopter itu dan menghisapnya ke bawah, lalu membantingnya ke kulit kubah magma yang merah panas. Seperti sebuah kotak korek api yang dinyalakan secara berurutan, rudal Hellfire meledak, dan membuat lubang menganga menembus puncak kubah magma.

SETELAH TIBA di permukaan dan menghirup udara, Tolland menyelam kembali dengan putus asa. Saat itu Michael Tolland sedang berada di kedalaman lima belas kaki dan mencari-cari dalam kegelapan ketika rudal Hellfire meledak.

Cahaya putih menggelembung ke atas, dan menerangi gambaran yang memesona--sebuah gambaran yang selalu diingatnya.

Rachel Sexton mengambang sepuluh kaki di bawah Tolland seperti sebuah boneka kayu di dalam air. Di bawah Rachel, kapal selam Triton jatuh ke dalam dengan cepat dengan jendela berbentuk kubah yang hampir lepas. Hiu-hiu dilingkungan itu berpencar untuk mencari laut bebas, dan dengan jelas dapat merasakan bahaya yang akan terjadi di sana.

Kegembiraan Tolland ketika melihat Rachel keluar dari kapal selam langsung lenyap karena disadarkan dengan apa akan yang segera terjadi. Sambil berusaha mengingat posisi Rachel saat cahaya dari ledakan menghilang, Tolland kembali menyelam dengan kuat, dan mengayuhkan tangannya ke arah Rachel.

RIBUAN KAKI di bawah sana, kulit magma yang hancur meledak berhamburan, gunung api di bawah meletus, dan memuntahkan magma bersuhu 1.200 derajad celcius ke laut. Lava yang sangat panas itu langsung membuat air menguap, dan menciptakan tiang uap yang amat besar yang meluncur ke permukaan air menuju pusat megaplume. Didorong oleh kandungan energi kinetik yang sama dari dinamika air yang menjadi sumber kekuatan tornado, perpindahan energi secara vertikal dari uap yang terbentuk tersebut dilawan oleh pusaran air anti-siklon yang mengelilingi tiang uap tersebut dan memiliki energi yang berlawanan.

Berputar di sekitar pilar uap yang membumbung, arus laut mulai memilin kuat ke bawah. Uang yang terlepas menciptakan penghisap besar yang menarik jutaan galon air laut ke bawah dan kemudian bersentuhan dengan magma. Ketika air yang baru tiba itu menyentuh dasar laut, air tersebut juga menjadi uap dan membutuhkan jalan untuk melepaskan diri, lalu bergabung dengan pilar uap yang semakin besar dan mendesak ke atas sambil menarik air lebih banyak lagi. Ketika lebih banyak air lagi yang terhisap, pusaran air itu menjadi semakin kuat. Pilar uap hidrotermal itu kemudian menjadi semakin panjang, dan pusaran air yang tinggi menjulang itu menjadi lebih kuat dengan berlalunya detik demi detik. Ujung di bagian atasnya bergerak dengan stabil menuju permukaan laut.

Sebuah lubang hitam di laut baru saja dilahirkan.

RACHEL MERASA seperti bayi di dalam rahim. Panas, dan diselimuti oleh kegelapan yang basah. Pikirannya bercampur aduk di dalam kehangatan air yang gelap gulita itu. Bernapas. Tetapi dia melawan refleks itu. Secercah cahaya yang dilihatnya pasti berasal dari permukaan, tetapi dia tampak begitu jauh. Ini hanya ilusi. Capai permukaan. Dengan lemah, Rachel mulai berenang ke arah cahaya yang dilihatnya tadi. Sekarang dia melihat lebih banyak cahaya ... kilau merah yang menakutkan di kejauhan. Sudah pagi? Dia berenang dengan lebih kuat lagi.

Tiba-tiba tangan seseorang menangkap pergelangan kakinya.

Rachel setengah berteriak di bawah air, dan hampir mengeluarkan sisa udara terakhir di paru-parunya.

Tangan itu menariknya ke belakang, memilinnya, dan menunjukkan padanya arah yang berlawanan. Rachel merasakan genggaman tangan yang sudah dikenalnya. Michael Tolland ada di sana, dan menariknya ke arah yang berlawanan.

Pikiran Rachel berkata, Tolland sedang menariknya ke bawah. Tetapi hatinya berkata, Tolland tahu apa yang dilakukannya.

Tendang dengan kakimu, suara ibunya berbisik.

Rachel menendang sekuat mungkin.

130

BAHKAN KALAUPUN Tolland dan Rachel berhasil sampai di permukaan, Tolland tahu segalanya sudah berakhir. Kubah magma meletus. Begitu puncak pusaran air mencapai permukaan, tornado raksasa di bawah air itu akan mulai menarik segalanya ke bawah. Anehnya, dunia di atas permukaan air tidak seperti fajar yang tenang seperti yang dia lihat beberapa hari yang lalu sebelum meninggalkan kapalnya. Keriuhan itu memekakkan telinganya. Angin bertiup keras menerpanya seolah-olah sejenis badai telah datang ketika dia berada di bawah air.

Tolland merasa pusing karena kekurangan oksigen. Dia berusaha memegang Rachel erat-erat di dalam air, tetapi Rachel seperti ditarik dari tangannya. Pasti karena arus itu! Tolland berusaha untuk menahan Rachel lebih kuat lagi, tetapi kekuatan yang tak terlihat itu menarik dengan lebih kuat, seperti mengancam akan memisahkannya dengan Rachel. Tiba-tiba pegangannya terlepas, dan tubuh Rachel meluncur dari tangannya--ke atas.

Dengan bingung, Tolland melihat tubuh Rachel terangkat keluar dari air.

DI ATAS sana, helikopter Coast Guard Osprey melayang dan menarik Rachel masuk ke dalam pesawat mereka. Dua puluh menit yang lalu, Coast Guard menerima laporan adanya letusan di laut. Karena kehilangan kabar dengan helikopter Dolphin yang seharusnya berada di kawasan tersebut, mereka mulai mengkhawatirkan adanya kecelakaan. Mereka kemudian mengetik koordinat terakhir helikopter Dolphin yang mereka ketahui ke dalam sistem navigasi mereka dan berharap semuanya masih baik-baik saja.

Kira-kira setengah mil dari Goya yang terang menderang mereka melihat sebuah rongsokan yang terbakar dan hanyut terbawa arus. Rongsokan tersebut tampak seperti sebuah perahu motor dan di dekatnya terlihat seorang lelaki di dalam air sedang melambaikan lengannya dengan panik. Mereka manariknya masuk ke dalam pesawat. Dia telanjang bulat--kecuali satu kakinya yang terbungkus selotip.

Dengan tubuh yang begitu letih, Tolland mendongak dan melihat perut bagian bawah sebuah pesawat dengan kerekannya yang bergemuruh. Bunyi yang memekakkan telinga itu ternyata adalah angin yang berasal dari baling-baling yang membuat helikopter itu mengambang di udara. Ketika Rachel dinaikkan dengan tali pengaman, sejumlah tangan yang kuat menariknya ke dalam badan pesawat. Ketika Tolland melihat Rachel sudah diselamatkan, matanya kemudian melihat seorang lelaki yang sudah tidak asing lagi sedang berjongkok dalam keadaan setengah telanjang di ambang pintu.

Corky? Hati Tolland meluap gembira. Kau masih hidup!

Tali pengaman itu segera jatuh daari pesawat itu setelah selesai digunakan Rachel. Tali itu mendarat sepuluh kaki jaraknya dari Tolland. Tolland ingin berenang mencapainya, tetapi dia dapat merasakan sensasi menghisap dari megaplume di bawahnya. Cengkraman arus laut yang datang terus-menerus itu membungkusnya, dan seperti tidak mau melepaskannya.

Arus laut menariknya ke bawah. Tolland berjuang ke permukaan, tetapi tubuhnya terasa begitu letih. Kau adalah seorang pejuang, seseorang mengatakan itu. Dia menendang kedua kakinya, dan mendayung ke arah permukaan. Ketika dia tiba di permukaan dengan angin yang menerpa dengan kuat, tali pengaman itu masih terlalu jauh dari jangkauannya. Arus itu terus menariknya ke bawah. Mendongak ke atas untuk melihat angin yang berputar-putar dengan ribut, Tolland melihat Rachel. Rachel menatap ke bawah. Matanya ingin dia naik menemuinya.

Tolland harus mendayung empat kali dengan seluruh tenaganya untuk mencapai tali pengaman itu, dia menyelipkan tangan dan kepalanya masuk ke dalam lubang pengaman itu, dan kemudian dia roboh.

Saat itu juga, laut seperti menjauh dengan cepat di bawahnya.

Tolland melihat kebawah ketika pusaran air yang menganga itu melebar. Akhirnya, megaplume itu mencapai permukaan.

WIILIAM PICKERING berdiri di atas anjungan kapal Goya dan memandang dengan tatapan terpaku ketika dia melihat pemandangan yang terbentang di sekitarnya. Di sisi kanan buritan Goya, sebuah tekanan berbentuk lembah terbentuk di permukaan laut. Kolam arus itu berdiameter seratus yard dan semakin meluas dengan cepat. Lautan ikut berputar di dalamnya, yang berlomba dengan kelembutan yang menakutkan untuk meluncur masuk ke tepian kolam arus itu. Di sekelilingnya terdengar suara erangan yang berat dan menggema keluar dari kedalaman. Pickering tidak tahu apa yang harus dilakukannya ketika melihat lubang pusaran itu meluas ke arahnya seperti mulut dewa yang menganga yang sedang meminta korban seperti dalam dongeng-dongeng.

Aku sedang bermimpi, pikir Pickering.

Tiba-tiba, dengan ledakan yang memecahkan kaca-kaca jendela di anjungan Goya, pilar uap yang muncul dari dalam pusaran air itu berputar membumbung dan menjulang tinggi ke langit. Pilar uap raksasa tersebut naik ke atas, menggelegar, lalu puncaknya menghilang di langit gelap.

Seketika itu juga, dinding pilar uap itu membesar, sementara pusaran air di bawahnya meluas dengan lebih cepat sekarang, sehingga melalap lautan dan semakin mendekat ke arah Pickering. Buritan Goya terayun keras ke arah jurang yang melebar itu. Pickering kehilangan keseimbangannya dan jatuh berlutut. Seperti seorang anak kecil yang sedang berdoa, dia melihat ke bawah, ke arah jurang yang mengembang lebar di bawahnya.

Pikiran terakhirnya tertuju pada putrinya, Diana. Dia berdoa putrinya tidak mengalami ketakutan samacam ini ketika meninggal.

GUNCANGAN GELOMBANG yang timbul karena terlepasnya uap ke udara, melemparkan helikopter Coast Guard Osprey ke samping. Tolland dan Rachel saling berpegangan ketika si pilot akhirnya dapat menguasai keadaan dan membelok rendah di atas Goya yang hancur. Saat melongok ke luar, Tolland dan Rachel dapat melihat William Pickering --the Quaker--sedang berlutut bersama dengan jas dan dasi hitamnya di pinggir pagar di dek atas kapal itu.

Ketika buritan kapal Goya terombang-ambing di tepi pusaran air yang hebat itu, kabel jangkarnya akhirnya tertarik dan lepas. Dengan haluan terjungkit ke atas, Goya terjungkit ke belakang, melewati tepian jurang air, dan terhisap masuk ke dalam lubang pusaran air yang curam. Lampu-lampunya masih menyala dengan benderang, ketika Goya akhirnya menghilang ke bawah laut.

131

PAGI HARI di Washington terlihat cerah dan segar.

Embusan angin menerbangkan dedaunan di bagian bawah Washington Monumen. Tugu batu terbesar di dunia itu biasanya terbangun dengan damai bersama pantulan kolam di hadapannya, tetapi pagi ini suasana di depannya kacau dengan keriuhan para wartawan yang sedang berdesak-desakan. Semuanya berkerumun di sekitar monumen itu dengan sangat bersemangat.

Senator Sedgewick Sexton merasa dirinya lebih besar daripada kota Washington itu sendiri ketika dia melangkah keluar dari limusin dan berjalan seperti seeekor singa ke arah area pers yang sedang menunggunya di depan monumen tersebut. Dia memang telah mengundang sepuluh jaringan media terbesar nasional ke tempat ini dan menjanjikan skandal terbesar dalam sepuluh tahun terakhir ini kepada mereka.

Tidak ada yang dapat mengundang burung pemakan bangkai selain arena kematian, pikir Sexton.

Ditangannya, Sexton memegang tumpukan amplop linen putih yang masing-masing dihiasi segel lilin dengan monogram inisialnya yang anggun. Jika informasi memang adalah kekuatan, maka Sexton sekarang sedang membawa sebuah bom nuklir.

Dia merasa amat bersemangat ketika mendekati podium, dan merasa senang ketika melihat panggung yang sudah didekorasi dengan "dua bingkai besar" yang terkenal itu--partisi berukuran besar yang mengapit podiumnya seperti tirai berwarna biru tua. Ini adalah trik lama yang digunakan Ronald Reagan untuk memastikan dirinya lebih menonjol dari semua orang.

Sexton memasuki panggung dari sebelah kanan, dan berjalan keluar dari balik partisi seperti seorang aktor keluar dari sayap panggung. Para wartawan dengan cepat duduk di beberapa deretan kursi lipat yang menghadap podium. Di sebelah timur, matahari baru saja bersinar melewati kubah Capitol Hill, dan memancarkan sinar berwarna merah muda keemasan tepat ke wajah Sexton seperti cahaya dari surga.

Sebuah hari yang sempurna untuk menjadi seorang yang paling berkuasa di dunia.

"Selamat pagi, Ibu-ibu dan Bapak-bapak," kata Sexton sambil meletakkan amplop-amplopnya di depannya. "Aku akan menyampaikan hal ini sesingkat dan sehalus mungkin. Jujur saja, informasi yang ingin saya sampaikan kepada kalian adalah sesuatu yang agak menggangu. Amplop-amplop ini berisi bukti penipuan yang dilakukan pejabat pemerintah tertinggi. Saya merasa malu untuk mengatakan bahwa Presiden baru saja menelepon saya setengah jam yang lalu dan memohon kepada saya ... ya memohon kepada saya ... agar tidak mengumumkan bukti-bukti ini kepada publik." Dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi sedih. "Tetapi saya adalah orang yang mempercayai kebenaran. Tidak peduli betapa menyakitkannya kebenaran itu."

Sexton terdiam sambil memainkan amplop-amplop itu seperti menggoda para hadirin yang sedang duduk. Mata para wartawan itu mengikuti amplop-amplop itu ke kiri dan ke kanan, seperti sekawanan anjing yang sedang menitikkan air liur karena melihat makanan lezat yang sebentar lagi akan mereka santap beramai-ramai.

Presiden telah menelepon Sexton setengah jam yang lalu dan menjelaskan segalanya. Herney juga telah berbicara dengan Rachel yang telah selamat dan berada di dalam sebuah pesawat. Sepertinya Gedung Putih dan NASA tidak bersalah. Mereka hanyalah penonton dalam kekacauan itu, sementara otak dari segalanya itu adalah William Pickering.

Itu tak penting, pikir Sexton. Zach Herney tetap akan jatuh dengan keras.

Sexton berharap dia dapar berada di Gedung Putih sekarang untuk melihat reaksi Presiden ketika dia mengetahui Sexton akan menumumkan informasi tersebut kepada khalayak. Sexton sudah setuju untuk menemui Herney di Gedung Putih saat ini, untuk membahas cara terbaik untuk menyampaikan kebenaran mengenai meteorit itu kapada masyarakat Amerika. Mungkin sekarang Herney sedang berdiri di depan televisi dan merasa tekejut ketika menyadari tidak ada yang dapat dilakukan Gedung Putih untuk menghentikan sebuah peristiwa yang akan menentukan nasibnya.

"Kawan-kawan," kata Sexton sambil menatap mata kerumunan para wartawan. "Saya sudah mempertimbangkan ini masak-masak. Saya sudah memikirkan kehormatan Presiden yang ingin mempertahankan rahasia ini, tetapi saya harus mengikuti kata hati saya." Sexton mendesah sambil menundukkan kepalanya seperti seseorang yang terjebak dalam sejarah. "Kebenaran adalah kebenaran. Saya tidak ingin mempengaruhi penafsiran kalian dalam menanggapi kenyataan ini. Saya hanya akan memberikan data yang berguna."

Di kejauhan, Sexton mendengar suara baling-baling mesin helikopter. Sesaat, dia bertanya-tanya apakah Presiden terbang dari Gedung Putih dengan panik, dan berharap dapat menahan konferensi pers itu. Ini akan menambah hiasan pelengkap pada kue kemenanganku, pikir Sexton dengan gembira. Betapa bersalahnya Herney akan terlihat NANTI?

"Saya tidak merasa senang melakukan ini," lanjut Sexton, merasakan waktunya sangat sempurna. "Tetapi saya merasa, sudah menjadi kewajiban saya untuk memberi tahu rakyat Amerika bahwa mereka telah dibohongi."

Pesawat itu bergemuruh, lalu mendarat di sebuah lapangan terbuka di sebelah kanan mereka. Ketika Sexton menatap ke arah helikopter itu, dia terkejut karena yang datang sama sekali bukan helikopter kepresidenan, tetapi sebuah helikopter Osprey yang besar.

Pesawat itu bertuliskan: UNITES STATES COAST GUARD.

Dengan gugup, Sexton melihat pintu pesawat terbuka dan seorang perempuan muncul. Dia mengenakan seragam Coast Guard berwarna oranye dan tampak tidak rapi, seolah perempuan itu baru saja pulang dari peperangan. Perempuan itu berjalan ke arah area pers. Sesaat, Sexton tidak mengenalinya. Kemudian dia terkejut.

Rachel? Sexton terperangah karena sangat terkejut. Mau apa DIA kemari?

Gumam kebingunan terdengar dari kerumunan para wartawan.

Sexton berusaha mengembangkan senyuman lebar di wajahnya, lalu berpaling pada kerumunan pers dan mengangkat tangannya untuk minta maaf kepada wartawan. "Boleh beri saya waktu sebentar? Saya minta maaf? Dia mendesah berat dengan nada bercanda? Keluarga selalu nomor satu?

Beberapa orang wartawan tertawa.

Melihat putrinya berjalan cepat dari sisi kanannya, Sexton merasa yakin pertemuan ayah dengan putrinya ini sebaiknya dilakukan secara pribadi. Celakanya, privasi merupakan sesuatu yang tidak mungkin untuk saat ini. Mata Sexton dengan cepat mengarah ke partisi besar di sebelah kanannya.

Masih tersenyum tenang, Sexton melambai ke arah putrinya dan melangkah menjauh dari mikrofon. Sambil berjalan mendekati Rachel, Sexton menuju kebelakang partisi sehingga Rachel harus berjalan kebelakang partisi itu untuk menemuinya. Sexton menyambutnya di belakang partisi, tersembunyi dari mata dan telinga pers.

"Sayang?" katanya sambil tersenyum mengembangkan kedua lengannya ketika Rachel datang mendekatinya. "Kejutan yang menyenangkan!"

Rachel mendekat dan menampar wajah ayahnya.

BERDUA SAJA dengan ayahnya sekarang, terlindung dibalik partisi, Rachel melotot dengan jijik. Dia menampar ayahnya dengan keras, tetapi ayahnya hampir tidak bereaksi. Dengan ketenangan yang terkendali, senyuman palsunya menghilang, dan digantikan dengan tatapan mengancam.

Suaranya berubah menjadi seperti bisikan setan. "Kau seharusnya tidak berada di sini."

Rachel melihat kegusaran di dalam mata ayahnya dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Rachel tidak merasa takut. "Aku meminta pertolonganmu, dan kau justru memperalatku! Aku hampir terbunuh!"

"Kau jelas baik-baik saja" Suara Sexton terdengar agak kecewa.

"NASA tidak bersalah!" kata Rachel. "Presiden sudah mengatakan ini padamu! Sekarang apa yang sedang kau lakukan disini?" Penerbangan singkat Rachel ke Washington dengan pesawat Coast Guard Osprey telah diselingi telepon antara dirinya dengan Gedung Putih, ayahnya dan bahkan Gabrielle Ashe yang kebingungan.

"Kau sudah berjanji pada Zach Herney untuk pergi ke Gedung Putih!"

"Aku memang akan ke sana," Sexton menyeringai. "Pada hari pemilihan."

Rachel merasa muak ketika mengingat lelaki itu adalah ayahnya. "Apa yang akan kau lakukan itu gila."

"Oh?" Sexton terkekeh. Dia berputar dan menunjuk ke balik podium yang terlihat dari ujung partisi. Di atas podium, setumpuk amplop putih sedang menunggunya. "Amplop-amplop itu berisi informasi yang kau kirimkan padaku, Rachel. Kau. Kaulah yang menghancurkan presiden!"

"Aku mengirim faks itu ketika aku membutuhkan pertolonganmu! Ketika kukira Presiden dan NASA bersalah."

Dengan mempertimbangkan bukti bukti yang ada, NASA jelas nampak bersalah."

"Tetapi mereka tidak bersalah! Mereka patut mendapat kesempatan untuk mengakui kekeliruan mereka sendiri. Kau telah memenangkan pemilihan ini. Zach Herney sudah kalah! Kau tahu itu. Biarkan lelaki itu mempertahankan harga dirinya."

Sexton menggeram. "Naif sekali. Ini bukan masalah memenangkan pemilu, Rachel. Ini tentang kekuasaan. Tentang kemenangan secara mutlak, satu tindakan hebat: menghancurkan lawan, dan mengendalikan kekuatan di Washington sehingga kau dapat membereskan berbagai hal."

"Dan dengan mengorbankan apa?"

"Jangan berlagak sok suci. Aku hanya menyampaikan bukti. Orang-orang itu dapat menarik kesimpulan mereka sendiri tentang siapa yang bersalah."

"Kau tahu bagaimana ini akan terlihat."

Sexton mengangkat bahunya. "Mungkin sudah waktunya bagi NASA."

Senator Sexton merasa orang-orang pers itu mulai resah di luar partisi, dan dia tidak ingin berdiri di sini sepanjang pagi dan dikuliahi putrinya. Masa kejayaannya sudah menunggu.

'Kita sudah selesai di sini." katanya. "Aku harus melanjutkan konferensi pers."

"Aku memohon sebagai putrimu," kata Rachel. "Jangan lakukan ini. Pikirkan tentang apa yang akan kau lakukan. Ada cara yang lebih baik,"

"Tidak untukku."

Suara feedback melengking dan menggema dari sistem tata suara di belakang Sexton. Dia memutar tubuhnya dan melihat seorang wartawati yang datang terlambat. Perempuan itu sekarang sedang berdiri di depan podiumnya, berniat untuk memasang mikrofon di atas podium.

Kenapa idiot-idiot ini tidak bisa datang tepat waktu? omel Sexton dalam hati.

Karena terburu-buru, wartawan itu menyinggung tumpukan amplop Sexton hingga berhamburan ke tanah.

Sialan! Sexton berjalan mendekatinya dengan cepat sambil menyumpahi putrinya karena telah mengalihkan perhatiannya. Ketika dia tiba, wartawan perempuan itu sedang berjongkok memunguti amplop di tanah. Sexton tidak dapat melihat wajahnya, tetapi jelas perempuan itu dari sebuah jaringan televisi. Dia mengenakan mantel panjang dari cashmere, syal yang serasi, dan topi baret dari bulu yang dibenamkan dalam-dalam sehingga menutupi wajahnya. Sebuah tanda pengenal dari ABC, menempel di topinya.

Perempuan bodoh. "Biar aku yang mengurusnya," bentak Sexton sambil mengulurkan tangannya untuk meminta amplop-amplopnya.

Perempuan itu memungut amplop terakhir dan menyerahkannya kepada Sexton tanpa mendongak. "Maaf ...," gumamnya. Jelas perempuan itu malu. Setelah lama menunduk karena malu, dia bergegas pergi dan bergabung dengan kerumunan para wartawan lainnya.

Dengan cepat Sexton menghitung amplop-amplop itu. Sepuluh, bagus. Tidak seorangpun mencuri keberuntungannya hari ini. Setelah mengumpulkannya lagi, dia memperbaiki letak mikrofon-mikrofon dan tersenyum penuh canda pada kerumunan di depannya. "Kukira, aku lebih baik menyampaikan ini sebelum seorang terluka!"

Kerumunan itu tertawa. Mereka tampak bersemangat.

Sexton merasakan kehadiran putrinya di dekatnya, berdiri di luar panggung di balik partisi.

"Jangan lakukan ini,' kata Rachel padanya. 'Kau akan menyesalinya."

Sexton tidak menghiraukannya.

"Aku memintamu untuk mempercayaiku," kata Rachel, suaranya semakin keras. "Ini adalah sebuah kesalahan."

Sexton mengambil amplop-amplopnya, dan merapikan tepi-tepinya.

"Ayah," kata Rachel, suaranya terdengar lebih dan memohon sekarang. "Ini kesempatan terakhirmu untuk melakukan apa yang benar."

Melakukan yang benar? Sexton menutup mikrofonnya dan berpaling ke belakang seolah hendak berdehem. Perlahan dia melotot ke arah Rachel. "Kau persis seperti ibumu--idealistis dan rendah. Perempuan tidak akan memahami sifat alamiah dari kekuasaan."

Sedgwick Sexton sudah melupakan putrinya ketika dia menghadap kembali ke media yang berdesakan didepannya. Sambil mengangkat kepalanya dengan tegak, dia berjalan di sekitar podium dan menyerahkan tumpukan amplop itu ke tangan�tangan para wartawan yang sudah menunggu. Dia melihat amplop-amplop itu menghilang dalam kerumunan. Dia dapat mendengar segelnya dirobek seperti suara sobekan bungkusan hadiah natal.

Tiba-tiba kerumunan itu menjadi sunyi.

Di dalam kesunyian itu, dia dapat mendengar kepastian dalam kariernya.

Meteorit itu palsu. Dan akulah orang yang mengungkapnya.

Sexton tahu, pers akan membutuhkan waktu sesaat untuk memahami dampak yang sesungguhnya dari apa yang mereka lihat: gambar GPR yang menunjukkan terowongan penyisipan di bawah es; hewan laut hidup yang nyaris serupa dengan fosil NASA; dan bukti chondrules yang terbentuk di bumi. Semuanya itu menjurus pada satu kesimpulan.

"Pak?" seorang wartawan tergagap, suaranya terdengar terheran-heran ketika dia melihat isi amplopnya. "Apakah ini asli?"

Sexton mendesah dengan muram. "Ya, saya kira itu semua memang asli."

Gumam kebingungan sekarang tersebar ke seluruh orang orang yang berkerumun itu.

"Saya akan memberi waktu semua orang untuk melihat semua halamannya," kata Sexton, "kemudian saya akan menjawab pertanyaan untuk memberi keterangan mengenai apa yang kalian lihat."

"Senator?" seorang wartawan lainnya bertanya. Nada suaranya kelihatan benar-benar bingung. "Apakah gambar-gambar ini asli? ... bukan rakayasa?"

"Seratus persen," kata Sexton dengan nada yang lebih tegas sekarang. "Kalau tidak, saya tidak akan menyampaikannya sebagai bukti."

Kebingungan dalam kerumunan itu terlihat semakin jelas, dan Sexton bahkan merasa dia mendengar beberapa orang tertawa. Ini sama sekali bukan reaksi yang diharapkannya. Dia mulai takut dirinya terlalu membesar-besarkan kemampuan media untuk menghubungkan bukti-bukti yang sudah jelas itu.

"Hm, Senator?" tanya seorang dengan nada riang yang agak aneh. "Untuk direkam, Anda bertanggung jawab pada keaslian gambar-gambar ini?"

Sexton mulai kesal. "Kawan-kawan, saya akan mengatakannya ini satu kali lagi saja: bukti di tangan kalian adalah seratus persen asli. Dan jika ada yang dapat membuktikan ketidak-asliannya, silakan potong kepala saya."

Sexton menunggu tawa dari para wartawan, tetapi dia tidak mendengar apapun.

Betul-betul sunyi. Mereka hanya menatapnya sambil bengong.

Wartawan yang baru saja berbicara itu berjalan ke arah Sexton sambil mengatur lembaran-lembaran fotokopinya ketika dia maju. "Anda benar, Senator. Ini memang data yang penuh dengan skandal." Wartawan itu terdiam, dan menggaruk kepalanya. "Tetapi kami bingung kenapa Anda memutuskan untuk mengumumkannya kepada kami, terutama setelah Anda menyangkalnya dengan begitu meyakinkan sebelum ini."

Sexton tidak mengerti apa maksud lelaki itu. Wartawan itu lalu menyerahkan tumpukan fotokopi di tangannya. Sexton melihat gambar-gambar--dan sesaat, pikirannya benar-benar kosong.

Tidak ada kata-kata yang dapat terucap.

Dia sedang menatap foto-foto yang tidak dikenalnya. Gambar-gambar hitam-putih yang menunjukkan dua orang yang sedang tanpa busana. Lengan dan kaki yang saling membelit. Untuk sesaat, Sexton tidak mengerti apa yang dilihatnya. Lalu ketika dia memahaminya, sebuah bola meriam meninju tepat di perutnya.

Dengan ketakutan, kepala Sexton tersentak untuk mentap kerumunan itu. Mereka tertawa sekarang. Separuh dari mereka mulai menelepon kantor berita mereka untuk menyampaikan berita ini ke meja redaksi.

Sexton merasakan bahunya ditepuk.

Dengan kepala yang terasa pusing, dia memutar tubuhnya.

Rachel berdiri di belakangnya. "Kami sudah berusaha menghentikanmu," katanya. "Kami sudah memberimu seluruh kesempatan." Seorang perempuan berdiri di sampingnya.

Sexton gemetar ketika matanya bergerak ke arah perempuan yang berdiri di samping Rachel itu. Dia adalah wartawan yang mengenakan mantel cashmere dan topi baret bulu--perempuan yang tadi menjatuhkan amplop-amplopnya. Sexton menatap wajahnya, dan darahnya membeku.

Mata hitam Gabrielle menatap tajam seperti menembus tubuhnya ketika tangan perempuan itu bergerak ke bawah dan membuka mantelnya untuk memperlihatkan setumpuk amplop putih yang terkepit rapi di bawah lengannya.

132

RUANG OVAL gelap, dan hanya diterangi kilau lembut dari lampu kuningan di atas meja Presiden Herney, Gabrielle mengangkat dagunya ketika berdiri di hadapan Presiden. Di luar jendela, di belakang Presiden, senja mulai membayang di halaman berumput di sebelah barat.

"Aku dengar kau akan meninggalkan kami," kata Herney dengan suara yang terdengar kecewa.

Gabrielle mengangguk. Walaupun Presiden telah dengan ramah menawari perlindungan tanpa batas di dalam Gedung Putih agar terhidar dari pers, Gabrielle lebih memilih untuk tidak menangani situasi sulit ini dengan bersembunyi dalam kekecewaan. Dia hanya ingin berada sejauh mungkin. Setidaknya untuk sementara.

Herney menata ke seberang mejanya ke arah Gabrielle dengan tatapan terkesan. "Pilihan yang kau ambil pagi ini, Gabrielle ...," dia terhenti, seolah kehilangan kata-kata. Tatapan matanya sederhana dan jernih--tidak dapat dibandingkan dengan mata Sedgewick Sexton yang seperti kolam penuh teka-teki yang dulu pernah menarik hatinya. Tetapi, bahkan dengan latar belakang dari tempat yang dipenuhi kekuasaan ini, Gabrielle dapat melihat kebaikan yang sesungguhnya di balik tatapan Presiden. Sebuah tatapan yang dipenuhi kehormatan dan harga diri yang tidak akan segera terlupakan olehnya.

"Aku melakukan untuk diriku sendiri juga," akhirnya Gabrielle berkata.

Herney mengangguk. 'Walau begitu, aku tetap berterima kasih padamu." Lalu Presiden berdiri sambil memberi isyarat supaya Gabrielle mengikutinya ke koridor. "Aku sebenarnya berharap kau mau tinggal cukup lama sehingga aku dapat menawarimu posisi sebagai staff anggaranku."

Gabrielle manatap dengan ragu. "Hentikan penghamburan uang dan mulailah perbaikan?"

Presiden tertawa. "Semacam itulah."

"Kurasa kita berdua tahu, Pak, pada saat ini aku lebih seperti beban bagimu dibandingkan aset."

Herney hanya mengangkat bahunya. "Beri waktu beberapa bulan. Semuanya akan terlupakan. Banyak lelaki dan perempuan besar pernah mengalami keadaan yang serupa dan berakhir dengan kejayaan." Dia mengerdipkan matanya. "Beberapa diantaranya bahkan presiden Amerika Serikat."

Gabrielle tahu, Herney benar. Baru beberapa jam menjadi pengangguran, Gabrielle sudah menolak dua tawaran pekerjaan lainnya--satu dari Yolanda Cole di ABC, dan lainnya dari St. Martin's Press yang menawarinya pembayaran di muka dalam jumlah besar kalau dia mau menerbitkan buku biografi lengkap. Tidak, terima kasih.

Ketika Presiden dan Gabrielle berjalan di koridor, Gabrielle mengenang foto-fotonya dirinya yang sekarang terpampang di seluruh stasiun televisi.

Kehancuran negara ini akan lebih buruk, pikirnya. Jauh lebih buruk kalau faks dari Rachel jatuh ke media.

Gabrielle, setelah pergi ke stasiun televisi ABC untuk meminta kembali foto-fotonya dan meminjam kartu wartawan Yolanda Cole, kembali menyelinap ke kantor Sexton untuk mengambil amplop-amplop kosong milik senator Sexton. Ketika dia berada di dalam, dia juga mencetak cek-cek donasi yang tersimpan di dalam komputer atasannya itu. Setelah konfrontasi di Washington Monumen pagi tadi, Gabrielle menyerahkan salinan cek-cek donasi itu kepada Sexton yang terpaku dan mengajukan permintaan kepadanya. Beri kesempatan kepada Presiden untuk mengumumkan kekeliruannya tentang meteorit tersebut, atau sisa data ini juga diketahui umum. Senator Sexton hanya menatap satu kali ke arah tumpukan bukti keuangan itu, lalu langsung masuk ke dalam limusinnya, dan pergi. Berita tentang senator Sexton tidak pernah terdengar lagi.

Sekarang, ketika Presiden dan Gabrielle sudah sampai di pintu belakang yang mengarah ke podium Briefing Room, Gabrielle dapat mendengar kerumunan orang yang sedang menunggu. Untuk kedua kalinya dalam 24 jam, semua orang dikumpulkan untuk mendengar pengumuman khusus dari Presiden.

"Apa yang akan kau katakan kepada mereka?" tanya Gabrielle.

Herney mendesah. Ekspresi di wajahnya terlihat sangat tenang. "Setelah bertahun-tahun, aku sudah mempelajari satu hal berkali-kali ...," Dia meletakkan tangannya di bahu Gabrielle dan tersenyum. "Tidak ada yang dapat menggantikan kebenaran."

Gabrielle dipenuhi rasa bangga yang tak terduga ketika dia menatap Presiden berjalan ke arah podium. Zach Herney akan mengakui kesalahan terbesar dalam hidupnya, dan anehnya, dia jauh lebih terlihat seperti Presiden dibandingkan sebelumnya.

133

KETIKA RACHEL terbangun, ruangan itu gelap.

Jam di ruangan itu bersinar dan Rachel dapat melihat saat itu pukul 10:45 malam. Tempat tidur itu bukan miliknya. Untuk beberapa saat, dia berbaring tidak bergerak sambil bertanya-tanya dimana dia berada. Perlahan-lahan, dia mulai ingat ... megaplume ... pagi ini di Washington Monument ... undangan Presiden untuk menginap di Gedung Putih.

Aku di Gedung Putih, Rachel baru menyadarinya. Aku tidur di sini sepanjang hari.

Atas perintah Presiden, helikopter Coast Guard membawa Michael Tolland, Corky Marlinson, dan Rachel Sexton yang sangat letih itu dari Washington Monument ke Gedung Putih. Di tempat itulah mereka dijamu makan pagi yang mewah, diperiksa oleh para dokter, dan ditawari kamar tidur apa saja di dalam gedung yang memiliki kamar tidur sebanyak empat belas ini dan tinggal di sana hingga mereka pulih.

Mereka semua menerima undangan itu.

Rachel tidak dapat percaya dia telah tidur begitu lama. Dia kemudian menyalakan televisi, dan dia terpaku ketika dia melihat Presiden Herney telah menyelesaikan konferensi persnya. Rachel dan kawan-kawannya telah menawarkan diri untuk menemani Presiden ketika dia mengumumkan meteorit yang mengecewakan itu kepada dunia. Kita semua telah membuat kesalahan itu bersama-sama. Tetapi Herney berkeras untuk menaggung beban itu sendirian.

"Betapa sedihnya," kata salah satu analis politik di televisi. "Sepertinya NASA belum menemukan tanda-tanda kehidupan di luar angkasa. Ini menunjukkan, sudah dua kali dalam sepuluh tahun terakhir ini NASA salah memeriksa meteorit dengan mengira telah menemukan tanda-tanda kehidupan di luar bumi. Kali ini, sejumlah ilmuwan sipil yang terhormat juga terkecoh."

"Biasanya," kata analis kedua untuk menimpali, "Aku akan berkata muslihat sebesar ini yang dijelaskan Presiden pada malam ini, akan menghancurkan karirnya ... tapi, dengan mempertimbangkan perkembangan tadi pagi di Washington Monumen, aku akan berkata kesempatan Zach Herney untuk menduduki kursi kepresidenan untuk kedua kalinya menjadi lebih baik daripada sebelumnya."

Analis pertama mengangguk. "Jadi, tidak ada kehidupan di luar angkasa tetapi juga tidak ada kehidupan untuk kampanye Senator Sexton. Dan sekarang, seiring munculnya informasi baru yang membawa kita pada persoalan keuangan kampanye yang serius yang menimpa Senator ...."

Sebuah ketukan pada pintunya mengalihkan perhatian Rachel.

Michael, dia berharap, dan dengan cepat dia mematikan televisi. Dia tidak bertemu dengannya sejak makan pagi tadi. Sejak kedatangan mereka ke Gedung Putih, tidak ada yang diinginkan Rachel selain tertidur dalam dekapan Michael. Walau dia dapat mengatakan bahwa Michael merasakan hal yang sama, Corky telah menghalangi mereka. Ilmuwan itu menempati tempat tidur Tolland dan dengan gembira menceritakan dan menceritakan lagi kisah tentang bagaimana dia mengencingi dirinya sendiri untuk menyelamatkan dirinya. Akhirnya, karena sangat letih, Rachel dan Tolland menyerah, lalu menuju kamar terpisah dan tertidur.

Sekarang, sambil menuju ke arah Rachel sempat memeriksa dirinya di cermin. Dia merasa geli betapa konyolnya pakaiannya yang ia kenakan. Apa yang dapat ditemukan di lemari kamar tidurnya adalah baju futbal Penn State yang sudah usang. Pakaian tersebut jatuh hingga ke lutut sseperti daster.

Ketukan pintu berlanjut.

Rachel membuka pintu, dia merasa kecewa melihat seorang agen Secret Service berdiri di depan pintu kamarnya. Perempuan itu tampak segar dan manis, dan mengenakan blazer berwarna biru. "Ms. Sexton, rekan Anda yang ada di Lincoln Bedroom mendengar suara televisi Anda. Dia meminta saya untuk mengatakan kepada Anda karena Anda sudah bangun ...." Perempuan itu terdiam, dan mengangkat alisnya.

Jelas, di Gedung Putih tidak ada yang dapat dirahasiakan.

Pipi Rachel memerah karena malu. "Terima kasih."

Agen itu membimbing Rachel melalui koridor yang didekor dengan sempurna, dan menuju ke sebuah pintu sederhana di dekatnya.

"Lincoln Bedroom," kata si agen. "Dan seperti yang selalu harus saya ucapkan di depan pintu ini, "Selamat tidur, dan awas ada hantu."

Rachel mengangguk. Legenda mengenai hantu di kamar tidur Lincoln ini, sudah setua Gedung Putih itu sendiri. Orang orang berkata, Winston Churchill pernah melihat hantu Lincoln di sini, seperti juga banyak orang lainnya, termasuk Eleanor Roosevelt, Amy Carter, aktor Richard Dreyfus, dan para pembantu lelaki dan perempuan selama puluhan tahun. Anjing Presiden Reagan katanya menyalak berjam-jam di luar pintu ini pada suatu waktu.

Pikiran mengenai hantu ini tiba-tiba membuat Rachel sadar betapa keramatnya kamar ini. Dia tiba-tiba merasa malu. Berdiri di sana dengan kaos futbalnya, serta bertelanjang kaki, dia merasa seperti seorang mahasiswi yang menyelinap masuk ke kamar mahasiswa. "Apakah ini pantas?" bisiknya pada agen itu. "Maksudku, ini kan Lincoln Bedroom."

Agen itu mengerdipkan matanya. "Peraturan kami di lantai ini adalah, 'Jangan bertanya, jangan bercerita.'"

Rachel tersenyum. "Terima kasih." Dia lalu meraih gagang pintu, dan menduga-duga apa yang menantinya di dalam.

'Rachel!" suara sengau terdengar dari koridor dan mengejarnya.

Rachel dan si agen menoleh. Corky Marlinson berjalan terpincang-pincang mendekati mereka dengan tongkat. Kakinya sekarang sudah dibalut secara profesional. "Aku juga tidur!"

Rachel menjadi lesu, dan merasa janji romantisnya akan rusak.

Mata Corky mengamati agen Secret Service yang manis itu. Dia kemudian tersenyum lebar. "Aku suka perempuan yang memakai seragam."

Si agen membuka blazernya untuk memperlihatkan pistolnya yang tampak berbahaya.

Corky mundur. "Aku mengerti." Dia kemudian berpaling pada Rachel. "Apakah Mike juga bangun? Kau mau masuk?" Corky tampak bersemangat untuk ikut berpesta.

Rachel menggerutu. "Sebenarnya Corky ...."

"Dr. Marlinson," si agen Secret Service itu menyela sambil mengeluarkan catatan dari blazernya. "Menurut catatan ini, yang diberikan oleh Mr. Tolland pada saya, saya mendapatkan perintah khusus untuk menemani Anda ke dapur, dan meminta koki kepala untuk memasakkan apa saja yang Anda inginkan, dan meminta Anda untuk menjelaskan secara rinci tentang bagaimana Anda menyelamatkan diri dari kematian dengan ...." Si agen ragu-ragu. Wajahnya mengernyit jijik ketika membaca catatannya lagi. "... dengan mengencingi diri Anda sendiri?"

Sepertinya si agen mengucapkan kata-kata ajaib. Corky menjatuhkan tongkatnya di tempat dan meletakkan lengannya di bahu si agen agar dapat berdiri. Dia kemudian berkata, "Ayo, kita ke dapur, sayang!"

Ketika agen yang terlihat tidak berkenan itu menopang Corky yang berjalan terpincang-pincang di koridor dan menuju dapur, Rachel yakin, Corky Marlinson sedang berada di surga. "Urin itulah kuncinya," dia mendengar Corky berkata, "karena telencephalon olfactory lobes celaka itu dapat mencium apa saja!"

LINCOLN BEDROOM gelap ketika Rachel masuk. Dia heran ketika melihat tempat itu kosong dan belum ditiduri. Michael tidak terlihat dimana-mana.

Sebuah lampu minyak antik menyala di dekat tempat tidur, dan dalam cahaya lembut itu, dia hampir tidak mengenali permadani Brussel ... tempat tidur dari rosewood yang terkenal itu ... foto istri Lincoln, Mary Todd ... bahkan meja tempat Lincoln menandatangani Emancipation Proclamation.

Ketika Rachel menutup pintu di belakangnya, dia merasakan udara dingin di kakinya yang telanjang. Dimana dia? Di seberang ruangan, sebuah jendela terbuka, dan tirai putih dari bahan tembus pandang berkibar-kibar ditiup angin. Dia berjalan mendekat untuk menutup jendela itu, dan bisikkan yang menakutkan bergumam dari dari dalam lemari.

"Maaaarrrrrrrry ...."

Rachel berputar.

"Maaaaarrrrrrry ...?" suara itu berbisik lagi. "Itu kau? ... Mary Todd Liiiiiincoln?"

Rachel cepat menutup jendela dan berpaling ke arah lemari. Jantungnya berdebar dengan kencang, walau dia tahu ini tolong. "Mike, aku tahu itu kau."

"Bukaaaaaan ...," suara itu melanjutkan. "Aku bukan Mike ... aku Aaaaaabe."

Rachel berkacak pinggang. "Oh, begitukah? Abe yang jujur itu?"

Terdengar suara tawa yang agak tertahan. "Abe yang agak jujur ... ya."

Rachel sekarang tertawa juga.

"Takuuuuuuutlah," kata suara itu menggumam lagi dari dalam lemari. "Saaaaaangat takut."

"Aku tidak takut. "

"Takutlah ...." erang suara itu. "Pada spesies manusia, perasaan takut dan kegairahan seksual berhubungan erat."

Rachel tertawa terbahak-bahak. "Apakah ini gagasanmu untuk memancing gairah?"

"Maaaaaafkan aku ...," suara itu kembali menerang. "Sudah bertahun -tahuuuuun aku tidak bersama dengan seorang perempuan."

"Itu jelas terlihat," kata Rachel sambil membuka pintu lemari.

Michael Tolland beridiri di depan Rachel dengan senyuman nakal. Dia tampak sangat menarik karena mengenakan piyama biru tua dari satin. Rachel terheran-heran ketika melihat ada lambang kepresidenan yang menghiasi dadanya.

"Piyama kepresidenan?"

Tolland hanya mengangkat bahunya. "Ada di dalam laci."

"Dan yang kudapatkan hanya kaos futbal yang jelek ini?"

"Kau seharusnya memilih Lincoln Bedroom."

"Kau seharusnya menawari aku!"

"Kudengar kasurnya tidak nyaman. Dari surai kuda yang antik." Tolland mengedipkan matanya sebagai isyarat agar Rachel melihat sebuah bungkusan hadiah di atas meja pualam. "Ini akan menghiburmu."

Rachel merasa terharu. "Untukku?"

"Aku menyuruh salah satu ajudan Presiden untuk keluar dan mencari ini untukmu. Baru saja tiba, dan jangan digoyang-goyangkan."

Dengan berhati-hati Rachel membuka pembungkusnya dan mengeluarkan isinya yang berat. Ternyata isinya adalah mangkuk kristal besar, dan di dalamnya berenang dua ekor ikan mas koki berwarna oranye yang buruk rupa. Rachel menatap dengan ekspresi bingung dan kecewa. "Kau bercanda bukan?"

"Helostoma temmineki," kata Tolland dengan bangga.

"Kau membelikan aku ikan?"

"Itu ikan berciuman dari Cina yang langka. Sangat romantis."

"Ikan tidak romantis, Mike."

"Katakan itu pada ikan�ikan tersebut. Mereka sudah berciuman berjam-jam."

"Apakah ini juga pemancing gairah lainnya?"

"Aku sudah berkarat dalam urusan percintaan. Kau seharusnya menghargai usahaku."

"Untuk referensi di masa mendatang, Mike, ikan sama sekali bukan pemancing gairah. Coba dengan bunga."

Tolland mengeluarkan seikat bunga lili dari punggungnya. "Aku ingin memberimu mawar merah," katanya, "tapi aku hampir tertembak karena berusaha menyelinap masuk ke dalam Rose Garden."

KETIKA TOLLAND menarik tubuh Rachel agar merapat ke tubuhnya, dan menghirup aroma lembut dari rambut perempuan itu, dia merasa kesendirian selama bertahun-tahun di dalam dirinya memudar. Dia mencium Rachel, dan merasakan tubuh Rachel semakin merapat padanya. Bunga lili putih itu jatuh di kaki mereka, dan tembok penghalang yang tanpa disadarinya dibangunnya selama ini sekarang runtuh.

Hantu-hantu itu sudah menghilang.

Dia sekarang merasa putri sang senator itu sedikit-sedikit menariknya ke arah tempat tidur, dan bisikan lembut Rachel terdengar lembut di telinganya. "Kau tidak bersungguh berpendapat ikan itu romantis, bukan?"

"Aku memang berpendapat begitu," sahutnya dan mencium Rachel lagi. "Kau seharusnya melihat ritual perkawinan ubur-ubur. Sangat erotis."

Rachel mendorong Tolland ke arah tempat tidur antik itu dan kemudian meletakkan tubuhnya yang ramping di atas tubuh Tolland.

"Dan kuda laut ...," kata Tolland lagi dengan tersengal-sengal saat dia menikmati sentuhan Rachel di balik piyama satinnya yang tipis. "Kuda laut memperlihatkan ... tarian cinta yang sensual."

"Cukup bicara soal ikan," bisik Rachel sambil membuka kancing piyama Tolland. "Apa yang kau dapat katakan padaku mengenai ritual perkawinan hewan primata yang lebih maju!"

Tolland mendesah. "Aku khawatir, aku tidak belajar hewan primata."

Rachel menanggalkan kaos futbalnya. "Baiklah, Anak gunung. Sebaiknya kau belajar dengan cepat."]

PESAWAT JET NASA membelok tinggi di atas Samudera Atlantik.

Di dalamnya, Administrator Lawrence Ekstrom memandang untuk terakhir kalinya ke arah batu hangus yang diletakkan di ruang kargo. Kembali ke laut, pikirnya. Tempat mereka menemukanmu.

Sesuai perintah Ekstrom, pilot pesawat itu membuka pintu kargo dan melepaskan batu besar tersebut. Mereka melihat ketika batu yang besar sekali itu meluncur turun ke bawah melalui bagian belakang pesawat, kemudian bergerak melintasi langit di atas lautan yang disinari matahari, dan kemudian menghilang di bawah ombak laut yang gemercik tinggi dengan warna keperakan seperti pilar.

Batu raksasa itu tenggelam dengan cepat.

Di bawah air, pada kedalaman tiga ratus kaki, hampir tidak ada cahaya yang cukup untuk melihat siluet batu yang jatuh itu. Ketika melewati lima ratus kaki, batu itu tiba di kegelapan total.

Masih terus bergulir dengan cepat.

Semakin dalam.

Batu itu jatuh dalam waktu hampir dua belas menit.

Kemudian, seperti sebongkah meteorit menabrak sisi gelap bulan, batu itu menabrak hamparan lumpur yang luas di dasar lautan, dan menghasilkan awan lumpur. Ketika lumpur itu mengendap lagi, salah satu dari ribuan spesies laut yang belum di kenal manusia berenang mendekati untuk memeriksa pendatang baru yang aneh itu.

Karena tidak tertarik, makhluk itu beranjak pergi.

UCAPAN TERIMA KASIH

TERIMA KASIH khusu kepada Jason Kaufman atas bimbingan dan suntingannya yang berwawasan; Blythe Brown atas riset dan masukan kreatif yang tanpa henti; teman terbaikku Kake Elwell di Wieser & Wierser; National Security Archive; NASA Public Affair Office; Stan Planton yang terus menjadi sumber informasi mengenai berbagai hal; National Security Agency; ahli glaciology Martin O. Jeffries; dan Brett Trotter, Thomas D. Nadeau, dan Jim Barrington atas pikirannya yang hebat. Saya juga ingin berterima kasih kepada Coonie dan Dick Brown, US. Intelligence Policy Documentation Project, Suzanne O'Neil, Margie Watchtel, Morey Stetner, Owen King, Alison McKinnel, Mary dan Stephen Gorman, Dr. Karl Singer, Dr. Michael I. Latz dari Scripps Institute of Oceanography, April di Micron electronic, Esther Sung, National Air and Space Museum, Dr. Gene Allmendinger, Heide lange yang tiada duanya di Sanford J. Greenburger Associates, dan John Pike di Federation of American Scientists.

TENTANG PENGARANG

Dalam novel menegangkan terbarunya ini, Dan Brown membawa pembaca mulai dari National Reconnaissance Office  yang amat Rahasia menuju ketinggian dataran es di lingkar kutub utara, lalu kembali lagi ke lorong kekuasaan di Gedung Putih. Dipuji karena keahliannya mengombinasikan ilmu pengetahuan dan sejarah dalam 'Malaikat dan Iblis' dan digilai karena kejeniusannya meramu seni dan teologi dalam 'Da Vinci Code', Brown berhasil menulis sebuah novel lain dimana tidak satupun hal di dalamnya terlihat seperti sebelumnya --     dan di balik setiap sudutnya terdapat kejutan yang mencengangkan. Deception Point adalah fiksi yang akan membuat jantung Anda berdebar keras sepanjang membacanya.