Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika tentang Penjumlahan dan PenguranganPecahan Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning Bagi Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Gayam 05 Sukoharjo Pada Semester II
Tahun Ajaran 2009/2010
Lilis Suryani
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam menjumlahkan dan mengurangkan pecahan melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gayam 05 Semester II Tahun Ajaran 2009/2010.
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu bulan Januari sampai Maret 2010 bertempat di SD Negeri Gayam 05, UPTD Pendidikan Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 dengan jumlah siswa 19 anak, terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu : perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai kondisi awal, nilai tes setelah siklus I, dan nilai tes setelah siklus II. Sedangkan data kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap-tiap siklus.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo mengalami peningkatan. Hal ini tampak dalam proses pembelajaran yang menunjukkan bahwa perhatian siswa meningkat, kerjasama antar siswa meningkat sehingga keterbukaan siswa dalam hal memperoleh pengetahuanpun meningkat, ketekunan dalam memperoleh pembelajaran semakin meningkat, dan keaktifan siswa meningkat dalam hal bertanya dan mengeluarkan pendapatnya. Sedangkan hasil belajar dari kondisi awal ke siklus II mengalami peningkatan yaitu prosentase nilai ketuntasan dari 47,37% menjadi 89,47% terjadi peningkatan sebesar 42,10%. Nilai rata-rata dari 54,92 menjadi 71,63 meningkat sebesar 16,71.
Kata Kunci: Prestasi Belajar Matematika penjumlah dan Pengurangan Pecahan. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran matematika sangatlah penting diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi. Pada dasarnya pelajaran matematika berperan untuk melatih berpikir secara logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif. Hal tersebut diperlukan agar siswa mampu untuk memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi bagi kelangsungan hidupnya. Dari hasil pengamatan peneliti masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam belajar matematika khususnya dalam memahami konsep operasi pecahan yaitu penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan yang diajarkan oleh guru, sehingga hasil belajar siswa masih kurang memuaskan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika khususnya operasi pecahan yaitu penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan belum dapat tercapai secara optimal. Kesulitan yang dialami oleh siswa dalam menyelesaikan operasi pecahan adalah untuk memahami dan menguasai konsep-konsep pecahan dengan benar. Selain itu, faktor yang menyebabkan masih rendahnya hasil dalam pembelajaran pecahan adalah kurang tepatnya model pembelajaran yang dipilih oleh guru. Guru hanya menerapkan sistem drill atau hafalan saja kepada para siswa. Metode pencekokan latihan soal yang banyak oleh guru akan berakibat tekanan besar pada belahan otak kiri, sedangkan otak kanan kurang berkembang sejalan dengan otak kiri. Akibatnya anak mudah jenuh dan kurang kreatif. Sistem drill atau melatih berulang-ulang berakibat materi-materi serta rumus-rumus matematika Sekolah Dasar itu hanya hafalan sebelum ujian dan siswa kurang memahami persoalan matematika.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu alternatif pemecahan agar dapat memberi perubahan yang lebih baik khususnya dalam menguasai materi operasi pecahan, juga pada keberhasilan dalam mata pelajaran yang lainnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran adalah dengan menggunakan model CTL. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) diharapkan agar siswa dapat menyelesaikan operasi pecahan yaitu menjumlahkan dan mengurangkan pecahan tanpa mengalami banyak kesulitan. Siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga minimal 80% siswa dapat mencapai nilai KKM yaitu 65. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan memantau semua kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: ”Apakah penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam menjumlahkan dan mengurangkan pecahan pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gayam 05 Semester II Tahun Ajaran 2009/2010?”
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam menjumlahkan dan mengurangkan pecahan.
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam menjumlahkan dan mengurangkan pecahan melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gayam 05 Semester II Tahun Ajaran 2009/2010.
Manfaat Penelitian
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
Kajian Teori
Hakikat Prestasi Belajar Matematika
Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Sardiman (2001: 46) “Prestasi adalah kemampuan nyata yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar individu dalam belajar”. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996: 186) “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)”. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Menurut Winkel (1996: 162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”. Sedangkan menurut S. Nasution (1996: 17) prestasi belajar adalah: kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa, dan berbuat.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap mata pelajaran setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain: faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.
Pengertian Matematika
Andi Hakim Nasution dalam Karso (1999: 1.39) istilah matematika berasal dari bahasa Yunani metheis atau manthenien yang artinya mempelajari, namun diduga kata itu erat hubungannya dengan kata Sansekerta medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi.
Hal ini senada juga disampaikan oleh Reys dalam Karso (1999: 1.39), bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Menurut Kline dalam Karso (1998: 1.34) menyatakan bahwa matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat disempurnakan karena dirinya sendiri, tetapi keberadaaanya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial ekonomi dan alam.
Hakikat Pecahan
Pengertian Pecahan
Mengenal konsep pecahan akan lebih berarti dengan didahului dengan soal cerita yang menggunakan objek buah, misalnya apel, sawo, jeruk atau kue misal apem dan lain-lain. Alat peraga selanjutnya berupa bangun datar seperti persegi, lingkaran yang nantinya akan sangat menbantu dalam pemahaman konsep.
Menurut Muchtar A. Karim (1998: 6.4) pecahan adalah perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda atau himpunan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula. Maksud dari “perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda” adalah apabila suatu benda dibagi menjadi beberapa bagian yang sama, maka perbandingan setiap itu dengan keseluruhan bendanya menciptakan lambang dasar suatu pecahan. Sedangkan maksud dari “himpunan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula” yaitu suatu himpunan dibagi atas himpunan bagian yang sama, maka perbandingan setiap himpunan bagian yang yang sama itu terhadap keseluruhan himpunan semula akan menciptakan lambang dasar suatu pecahan.
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pecahan menyebutkan pecahan merupakan bagian dari keseluruhan, atau pecahan merupakan hasil bagi suatu bilangan cacah dengan bilangan cacah bukan nol yang lain. Atau dapat dirumuskan menjadi . Jika p dan q bilangan cacah dengan q ¹ 0, maka
merupakan bilangan pecahan dengan p disebut pembilang dan q disebut penyebut.
Bertolak dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah bilangan yang mempunyai jumlah kurang atau lebih dari utuh, terdiri dari pembilang dan penyebut, pembilang merupakan bilangan terbagi, dan penyebut merupakan bilangan pembagi.
Model Pembelajaran Contexstual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2008: 7), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.
Menurut Sugiyanto (2008: 9), kontekstual adalah model pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan dengan situasi dunia nyata siswa, selain itu juga mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu model pembelajaran yang memayungi model-model pembelajaran yang lainnya. Sedangkan menurut Nugraheni (2007: 12), CTL adalah konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan antara kompetensi dasar yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut Sanjaya (2008: 118-122) secara ringkas terdapat tujuh asas-asas yang melandasi pelaksanaan pembelajaran kontekstual yaitu (1) konstruksivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman; (2) inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis; (3) bertanya dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan siswa, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir; (4) masyarakat belajar merupakan perwujudan bahwa kerja sama sangat dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah; (5) asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru siswa; (6) refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui; (7) penilaian nyata adalah proses pengumpulan informasi tentang perkembangan belajar siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dapat dirumuskan dalam bentuk skema berikut ini:
Gambar 6. Bagan Model Kontekstual
Tujuh asas dasar model pembelajaran kontekstual tersebut dapat diperinci lagi ke dalam empat tahapan pelaksanaan pembelajaran yang harus dilaksanakan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Udin Saefudin Saud (2008: 173) yang mengatakan bahwa tahapan model pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan, yaitu: invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan. Dari keempat tahapan tersebut belum tampak asas penilaian nyata karena penilaian nyata termasuk dalam kegiatan yang dilakukan guru untuk menilai perkembangan belajar siswa dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Tahapan tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut:
Gambar 7. Diagram Tahapan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual akan sangat efektif untuk mengembangkan prestasi, kreativitas, dan kompetensi siswa karena model pembelajaran kontekstual ini menganggap bahwa proses pembelajaran akan menjadi peristiwa yang aktual jika siswa dapat menemukan sendiri hubungan kebermaknaan antara pemikiran abstrak dalam hal ini adalah konsep pada materi pelajaran dengan penerapannya di dunia nyata.
Oleh karena itu, pelaksanaan model pembelajaran kontekstual cukup mudah dan dapat diterapkan dalam berbagai kurikulum, berbagai bidang studi, dan berbagai model kelas. Pelaksanaan model kontekstual dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan cara 1) mengembangkan pemikiran siswa, 2) membimbing siswa untuk mencari dan menemukan pemecahan atas suatu masalah secara mandiri, 3) menciptakan masyarakat belajar dengan diskusi dan kerja kelompok, 4) menghadirkan model pembelajaran, 5) merefleksi dari kegiatan yang telah dilakukan, dan 6) penilaian proses dan hasil.
Penelitian yang Relevan
Sebelum meneliti, penulis mengacu pada penulisan-penulisan lainnya yang telah dilakukan oleh penulis sebelumnya, seperti:
Berdasarkan penulisan tersebut diperoleh hasil bahwa implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis dan mempresentasikan puisi.
Hasil penulisan yang diperoleh menunjukkan bahwa implementasi modul model siklus belajar memiliki keterlaksanaan 100% dan ketercapaian 95,97%. Kreativitas siswa mengemukakan gagasan semakin meningkat. Peningkatan kreativitas siswa ini dapat dilihat dari kelancaran, keluwesan, keaslian, dan keterperincian siswa mengemukakan gagasan dalam pemecahan masalah. Prestasi belajar siswa juga meningkat, yaitu ditinjau dari ulangan harian/gain score yang disimbolkan dengan g. Hasil ulangan harian sebelum siklus menunjukkan g = 0,24 masih dalam kategori rendah. Sedangkan hasil pre-tes, pos tes pada siklus I adalah g = 0,25 dan pada siklus II g= 0,28 masih dalam kategori rendah. Kerelevanan antara penulisan yang akan dilaksanakan penulis dengan penulisan dari Rahma Febrianti adalah pada variable Y yaitu untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam pembelajaran IPA fisika. Sedangkan perbedaannya terletak pada variable X yaitu Rahma Febrianti menggunakan modul model siklus belajar. Namun, dalam pembelajaran modul model siklus belajar sebenarnya hampir mirip dengan pembelajaran kontekstual yang terdiri atas beberapa komponen kontekstual yang lebih memfokuskan pada fase/ tahapan-tahapannya.
Kerangka Berpikir
Pada saat ini, kebanyakan pembelajaran matematika SD dilaksanakan secara konvensional dengan metode drill atau hafalan yang berkesan membosankan dan membuat siswa tidak aktif sehingga hal tersebut dapat menghambat prestasi belajar siswa. Padahal, yang seharusnya pembelajaran matematika harus mampu menyediakan pengalaman belajar bagi siswa yang mencakup teori/ materi maupun proses matematika sehingga terjadi keseimbangan kemampuan konseptual maupun prosedural. Dengan penggunaan model kontekstual diharapkan pembelajaran matematika di SD menjadi lebih menarik, bermakna karena melibatkan pengalaman langsung siswa yang dapat mengaktifkan siswa sehingga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pembelajaran matematika kelas V di SDN Gayam 05 Sukoharjo masih menerapkan model pembelajaran konvensional dengan hanya menggunakan metode drill atau hafalan dan guru masih cenderung hanya melatih siswa untuk berpikir konvergen, yang hanya berpikir satu arah, yang benar atau satu jawaban paling tepat, atau satu pemecahan dari suatu permasalahan. Padahal prestasi belajar yang baik berhubungan dengan sikap kreatif dari siswa. Sedangkan sikap kreatif siswa kurang mendapat perhatian. Padahal, sikap kreatif menuntut siswa untuk berpikir divergen, yaitu berpikir dalam arah yang berbeda-beda sehingga diperoleh banyak macam jawaban yang unik tetapi benar. Hal inilah yang menyebabkan prestasi belajar siswa kelas V rendah.
Berdasarkan paparan di atas maka untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dapat dilakukan dengan melaksanakan perbaikan proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual yang lebih mengaktifkan siswa. Penerapan model pembelajaran kontekstual ini dilakukan dengan cara siswa belajar mengajukan pertanyaan, mencoba merumuskan pertanyaan, dan mencoba menemukan jawaban terhadap pertanyaannya sendiri dengan melakukan kegiatan observasi (penyelidikan). Berdasarkan cara seperti itu, siswa akan menjadi kritis dan kreatif sehingga prestasi belajar siswa akan meningkat dengan menerapkan model kontekstual pada pembelajaran matematika.
Untuk memperjelas kerangka berpikir di atas, berikut ini digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 8. Kerangka Berpikir
Pengajuan Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, dapat diajukan sebuah hipotesis tindakan bahwa penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi pecahan pada siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Semester II Tahun Ajaran 2009/2010.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting Penelitian
Waktu dan Subyek Penelitian
Penelitian ini direncanakan selama tiga bulan yaitu mulai bulan Januari 2010. Berikut ini adalah rincian kegiatan dan waktu pelaksanaan penelitian ini. Dan subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo sebanyak 19 siswa. Terdiri dari 12 siswa perempuan dan 7 siswa laki-laki.
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data pada penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer (subjek) dan sumber data sekunder (objek). Sumber data primer (subjek) berupa hasil belajar pada materi pokok pecahan yaitu menjumlahkan dan mengurangkan pecahan. Hasil belajar tersebut berupa nilai ulangan tiap akhir siklus. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah hasil pengamatan yang dilakukan peneliti saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas yaitu tes dan non tes yang meliputi: pengamatan/observasi dan dokumentasi yang masing-masing secara singkat diuraikan berikut ini:
Tes digunakan peneliti untuk mendapatkan data tentang penguasaan kompetensi pecahan yaitu menjumlahkan dan mengurangkan pecahan oleh siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tes bentuk isian singkat dan uraian/essay.
Observasi yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan ini adalah obsevasi langsung. Observasi langsung adalah observasi yang dilakukan tanpa perantara (langsung) terhadap objek yang diamati. Observasi langsung ini dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo untuk mengetahui prestasi dan perkembangan siswa dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung sesuai dengan siklus yang ada.
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan peneliti untuk memperoleh daftar nilai, daftar hadir siswa, daftar nama siswa kelas V dan arsip-arsip lain yang dimiliki guru kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo.
Validitas Data dan Analisis Data
Di dalam penelitian ini untuk menguji kesahihan data digunakan trianggulasi data (sumber) dan trianggulasi metode. Adapun yang dimaksud kedua hal tersebut adalah:
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah cara mengolah data yang sudah diperoleh dari dokumen. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai kondisi awal, nilai tes setelah siklus I, dan nilai tes setelah siklus II. Sedangkan data kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap-tiap siklus.
Indikator Keberhasilan dan Prosedur Penelitian
Penelitian dikatakan berhasil dan ada peningkatan apabila jumlah siswa yang memperoleh nilai sesuai dengan KKM (≥ 65) di kelas pada siklus I mencapai 70% (kurang lebih 14 siswa), kemudian pada siklus II mencapai 80% (kurang lebih 17 siswa).
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus yang masing-masing siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Pelaksanaan dilakukan dengan mengadakan pembelajaran yang dalam satu siklus ada dua kali tatap muka yang masing-masing 2x35 menit. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah didesain.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Diskripsi Kondisi Awal
Berdasarkan data hasil pengamatan yang berlangsung pada bulan Januari tahun 2010 terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi pecahan di kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo masih terdapat banyak kekurangan, antara lain guru kurang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (respon siswa kurang), guru tidak menerapkan model pembelajaran yang mengaktifkan siswa, aktivitas siswa kurang dan masih kurangnya ketuntasan dan keberhasilan pembelajaran. Untuk lebih jelasnya suasana belajar pada kondisi awal dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 9. Foto Suasana Aktivitas Siswa pada Kondisi Awal
Suasana kelas pada kondisi awal tampak pada gambar di atas, siswa ada yang asyik mengobrol dan ada yang asyik bermain sendiri. Suasana kelas terlihat gaduh dan tidak rapi.
Tabel 2. Hasil Tes Awal Materi Pecahan
No | Uraian | Ulangan Harian | |
1 | 2 | ||
1. | Nilai Terendah | 25 | 40 |
2. | Nilai Tertinggi | 75 | 80 |
3. | Nilai Rata-rata | 50,79 | 59,05 |
Gambar 10. Grafik Hasil Tes Awal Materi Pecahan
Deskripsi Siklus I
Adapun kegiatan siswa pada pertemuan pertama dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 11. Foto Suasana Aktivitas Siswa pada Pertemuan 1 Siklus I
Pada siklus I ini hasil yang diperoleh sudah menunjukkan perubahan walaupun hanya sedikit, yaitu rata-rata nilai dari siswa adalah 65,53 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 yaitu 14 siswa atau 73,68% dari 19 siswa. Sesuai dengan rencana pembelajaran sebelumnya, pembelajaran di siklus I dikatakan berhasil apabila siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 mencapai 70%. Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 sebanyak 14 siswa atau 73,68% dari 19 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dikatakan berhasil. Hal ini menun-jukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar materi pecahan pada siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo. Tetapi apabila dilihat dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) masih ada 5 siswa yang belum tuntas. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, maka dari itu pembelajaran matematika perlu dilanjutkan untuk siklus II dengan berpedoman pada hasil refleksi siklus I.
Gambar 13. Diagram Kriteria Ketuntasan Minimal Siklus I
Data nilai prestasi belajar materi pecahan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3g.
Tabel 3. Frekuensi Data Nilai Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Siklus I
No | Interval Nilai | Frekuensi |
1 | 40-49 | 2 |
2 | 50-59 | 3 |
3 | 60-69 | 4 |
4 | 70-79 | 8 |
5 | 80-90 | 2 |
Jumlah | 19 |
Dari Tabel 3. Dapat dilihat pada Gambar 14. sebagai berikut:
Gambar 14. Grafik Data Nilai Prestasi Siswa Siklus I
Deskripsi Siklus II
Adapun kegiatan siswa pada pertemuan pertama dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 15. Aktivitas Siswa pada Pertemuan 1 Siklus II
Pada siklus II ini hasil yang diperoleh sudah menunjukkan perubahan yang signifikan, yaitu rata-rata nilai dari siswa adalah 71,63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 yaitu 17 siswa atau 89,47% dari 19 siswa. Sesuai dengan rencana pembelajaran sebelumnya, pembelajaran di siklus II dikatakan berhasil apabila siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 mencapai 80%. Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 sebanyak 17 siswa atau 89,47% dari 19 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dikatakan berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar materi pecahan pada siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo bila dibandingkan dengan nilai pada siklus I.
Gambar 17. Diagram Kriteria Ketuntasan Minimal Siklus II
Data nilai prestasi belajar materi pecahan pada siklus II selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4g.
Tabel 4. Frekuensi Data Nilai Prestasi Belajar Matematika Siswa pada Siklus II
No | Interval Nilai | Frekuensi |
1 | 40-49 | 0 |
2 | 50-59 | 2 |
3 | 60-69 | 5 |
4 | 70-79 | 9 |
5 | 80-90 | 3 |
Jumlah | 19 |
Dari Tabel 4. Dapat dilihat pada Gambar 17. sebagai berikut:
Gambar 17. Grafik Data Nilai Prestasi Siswa Siklus II
Pembahasan Hasil Penelitian
Dengan melihat hasil penelitian di atas, dapat dijelaskan perhitungan rata-rata nilai dan ketuntasan belajar siswa yang dapat menunjukkan prestasi belajar materi pecahan pada siswa setelah mendapatkan pembelajaran matematika melalui model Contextual Teaching and Learning (CTL). Peningkatan terlihat dari tindakan siklus I dan siklus II yang masing-masing siklus terdiri atas 2 pertemuan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5, sebagai berikut:
Tabel 5. Nilai Rata-rata Hasil Evaluasi Pembelajaran Matematika dan Prosentase Ketuntasan Klasikal Sebelum Tindakan, Siklus I dan Siklus II
Nilai Rata-rata | Prosentase (%) | ||||
Sebelum Tindakan | Siklus I | Siklus II | Sebelum Tindakan | Siklus I | Siklus II |
54,92 | 65,53 | 71,63 | 47,37 | 73,68 | 89,47 |
Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata pada tabel 5, siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 (KKM) menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini merefleksikan bahwa pembelajaran matematika yang dilaksanakan guru dinyatakan berhasil, karena secara klasikal menunjukkan adanya peningkatan nilai yang berarti ada peningkatan prestasi belajar materi pecahan melalui model Contextual Teaching and Learning (CTL) pada siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo.
Adapun peningkatan nilai rata-rata klasikal hasil evaluasi pembelajaran matematika melalui model Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat digambarkan dalam bentuk Gambar 18. sebagai berikut:
Gambar 18. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Evaluasi Pembelajaran Matematika Materi Pecahan Sebelum Tindakan dan pada Setiap Siklus
Dari penelitian yang dilaksanakan selama dua siklus dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan prestasi belajar materi pecahan kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo dengan model Contextual Teaching and Learning (CTL). Hal ini tampak jelas dengan adanya peningkatan-peningkatan nilai yang diperoleh siswa pada setiap siklus sebagaimana terlihat pada tabel dan grafik di atas.
Dengan demikian penelitian ini dapat diajukan sebagai suatu rekomendasi bahwa penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) efektif meningkatkan prestasi belajar materi pecahan pada siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo khususnya dan siswa kelas V Sekolah Dasar lain pada umumnya.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan sebanyak dua siklus dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) pada pembelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo, dapat disimpulkan sebagai berikut: Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning siswa kelas V SD Negeri Gayam 05 Sukoharjo mengalami peningkatan. Hal ini tampak dalam proses pembelajaran yang menunjukkan bahwa perhatian siswa meningkat, kerjasama antar siswa meningkat sehingga keterbukaan siswa dalam hal memperoleh pengetahuanpun meningkat, ketekunan dalam memperoleh pembelajaran semakin meningkat, dan keaktifan siswa meningkat dalam hal bertanya dan mengeluarkan pendapatnya. Sedangkan hasil belajar dari kondisi awal ke siklus II mengalami peningkatan yaitu prosentase nilai ketuntasan dari 47,37% menjadi 89,47% terjadi peningkatan sebesar 42,10%. Nilai rata-rata dari 54,92 menjadi 71,63 meningkat sebesar 16,71.
Implikasi
Hasil penelitian dapat memperluas pengetahuan bagi pembaca tentang inovasi pembelajaran serta dapat dijadikan referensi dalam penelitian lebih lanjut sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa melalui model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran matematika di kelas V Sekolah Dasar serta dapat digunakan sebagai alternatif guru sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi, dapat dikemukakan saran yang berkaitan dengan penelitian, yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
Cholis Sa’jidah. 2003. Pecahan yang Menakjubkan. Bandung : Pakar Raya Pustaka.
Diah Nugraheni. 2007. Meningkatkan Minat Belajar Sains (IPA) dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) pada Kompetensi dasar Cahaya Siswa Kelas V Semester II Sekolah Dasar Negeri Kedungmundu 01 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi. Semarang: UNNES.
Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Indrawati dan Wawan Setiawan. 2009. Pembelajaran Afektif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan untuk Guru SD. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tempat Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam untuk Program Bermutu.
Karso. 1998. Pendidikan Matematika I. Jakarta : Depdikbud Proyek Peningkatan Mutu Guru Kelas SD Setara DII.
Muchtar A. Karim. Matematika. www.dunia guru.com.
Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyanto. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: UNS press.
Udin Saefudin Sa’ud. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: AlFABETA.
Wina Sanjaya. 2008. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Perdana Media.
wikipedia.org/wiki/Pembelajaran
www.martiningsih.co.cc/2008/04/penelitian-tindakan-kelas-smp-kelas-ix.html.
www.franciscuti.blogspot.com/2008/06/pembelajaran-merupakan-proses.html.
http://dhfmanongga.wordpress.com/2007/09/25/pembelajaran-konsep-klasifikasi/
BIODATA PENULIS
NAMA : Lilis Suryani, S.Pd, M.Pd
Tempat Tanggal Lahir : Semarang 10 November 1967
NIP : 1967110 198806 2 002
Pangkat/Golongan : Pembina/IV a
Unit Kerja : SD Negeri Begajah 04