PENERAPAN MODEL MAKE A MATCH DENGAN MEDIA FLASHCARD DALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS SISWA KELAS V SEMESTER II SD NEGERI GENTAN 01 KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Oleh:Endang Ekowati
SD Negeri Gentan 01,Baki,Sukoharjo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk Meningkatan Hasil Belajar dan aktivitas belajar siswa Mata Pelajaran IPA Tentang materi pokok Proses Daur air dan dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. melalui Penerapan model Make a Match dan Media Flashcard Pada siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri Gentan 01 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014 / 2015. Penggunaan model pembelajaran ini untuk menciptakan suasana belajar yang aktif, kreatif, efektif, komunikatif dan menyenangkan; Mengetahui sejauh mana penggunaan model pembelajaran mempengaruhi perubahan sikap peserta didik dalam pembelajaran. Penelitian ini melalui Penerapan model Make a Match dan Media Flashcard Pada siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri Gentan 01 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014 / 2015. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua (2) siklus, dengan subyek penelitian peserta didik kelas V (lima) SD Negeri Gentan 01, Kecamatan Baki , Kabupaten Sukoharjo, tahun pelajaran 2014/2015. Hasil penelitian pada tingkat penguasaan materi Tentang materi pokok Proses Daur air kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya pada siklus I peserta didik rata-rata 74,14 dan pada siklus 2 penguasaan materi peserta didik rata-rata 82,19.. Berdasarkan hasil pengolahan data dari perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan model dalam materi pokok sistem pemerintahan pusat dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran, meningkat hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran IPA..
Kata kunci : Hasil Belajar, ,model Make a Match , Media Flashcard
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam adalah sebagai produk dari sebagai proses. Produk artinya fakta, konsep, prinsip, serta teori (M. Iskandar, 2001:1). Jadi pembelajarannya perlu diajarkan dengan cara tepat, berorientasi pada siswa, dan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum dicapai oleh peserta didik sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pemberian pengalaman belajar secara langsung untuk mengembangkan ketrampilan proses, sikap ilmiah didasarkan pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, pengetahuan sendiri difasilitasi oleh guru. Sesuai kenyataan dilapangan, guru sering mengabaikan pembelajaran IPA, masih menggunakan model pembelajaran konvensional, terkadang tidak menggunakan media, sehingga siswa cepat bosan sedangkan materi yang disampaikan kurang dimengerti.
Berdasarkan temuan Depdiknas (2007) dalam naskah akademik kajian kebijakan mata pelajaran IPA masih banyak permasalahan dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil laporan beberapa lembaga internasional, perkembangan pendidikan di Indonesia masih rendah. Ini terbukti dari hasil TIMSS (Trends Internasional in Mathematics and Science Study) menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam bidang IPA berada pada urutan ke-38 (dari 40negara), masih minimnya pembelajaran IPA di SD belum melibatkan konsep- konsep ilmiah, baru terbatas pengungkapan gejala- gejala alam berupa fakta, seharusnya pembelajaran itu menekankan pemberian pengalaman langsung, kontekstual, berpusat pada siswa, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dengan memperkenalkan kerja ilmiah.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SD Negeri Gentan 01 , peneliti menemukan permasalahan di kelas V, dimana hasil belajar IPA masih belum mencapai KKM yang telah ditetapkan. Nilai tearendah 50, nilai tertinggi 80 dan nilai rata-rata 62,68. Data menunjukkan dari 41 siswa, 11 siswa (26,82 %) mendapat nilai di atas KKM (≥70), 30 siswa (73,17%). Hasil belajar siswa rendah disebabkan dalam pembelajaran aktivitas siswa kurang, cepat bosan, masih merasa malu ketika guru meminta untuk tampil di depan kelas karena tidak ada rasa percaya diri. Selain itu guru cenderung monoton, masih menggunakan ceramah, kurang bisa membangkitkan motivasi belajar, belum menggunakan media/ alat peraga dalam kegiatan pembelajaran sehingga materi yang disampaikan sulit dipahami oleh siswa, dan menyebabkan hasil belajar siswa rendah.
Berdasarkan latar belakang, permasalahan perlu diatasi. Pemecahan masalah dengan menerapan model pembelajaran inovatif sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa, keterampilan guru, dan hasil belajar siswa. Berdasarkan diskusi dengan guru kelas V, untuk memecahkan masalah pembelajaran IPA, bersama tim kolaborasi menetapkan alternatif tindakan menggunaan model pembelajaran inovatif agar menyenangkan, siswa aktif, dan kreatif. Untuk memperbaiki, peneliti mengembangkan model Make a Match menggunakan media Flashcard.
Model Make a Match dikembangkan oleh Lorna Curran (dalam Huda, 2011:135), mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana menyenangkan. Model Make a Match bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran di tingkatan kelas. Flashcard adalah media pembelajaran berbentuk kartu bergambar ukurannya seukuran postcard atau sekitar 25 x 30 cm. Kelebihan media flashcard: (1) mudah dibawa kemana-mana karena ukurannya seukuran postcard, (2) praktis dalam membuat dan menggunakannya, sehingga kapanpun anak didik bisa belajar dengan baik menggunakan media ini, (3) mudah diingat karena kartu ini sangat menarik, berisi huruf atau angka, simpel, merangsang otak lebih lama mengingat pesan pada kartu, (4) sangat menyenangkan digunakan sebagai media pembelajaran, dalam bentuk permainan (Indriana, 2011:68-69)
Berdasarkan latar belakang dilakukan penelitian tentang “Penerapan Model Make a Match dengan Media Flashcard dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa Kelas V SD Negeri Gentan 01 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015”
PERUMUSAN MASALAH
Sesuai latar belakang permasalahan, maka rumusan masalah: bagaimanakah cara meningkatkan aktivitas siswa melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard dalam pembelajaran IPA kelas V SD Negeri Gentan 01?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard pada siswa kelas V SD Negeri Gentan 01.
Tujuan Khusus:
MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak. Adapun manfaat yang ingin dicapai:
a. Bagi Siswa
1). Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran
2). Meningkatkan semangat siswa untuk mengikuti pembelajaran.
3). Meningkatkan konsentrasi siswa dalam pembelajaran.
4). Menciptakan situasi belajar menyenangkan.
b. Bagi Guru
1). Menggali kreativitas guru dalam mengelola pembelajaran di kelas.
2). Membantu guru dalam menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas.
3). Memberikan pengetahuan cara mengajar yang disenangi siswa
sehingga guru dapat meningkatkan hasil belajar.
c. Bagi Sekolah
Memberikan sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan hasil belajar yang lebih optimal.
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
KAJIAN TEORI
Ilmu Pengetahuan Alam
a.Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu produk dan proses. Produk adalah fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip, serta teori-teori. Prosedur yang digunakan oleh para ilmuwan untuk mempelajari alam termasuk prosedur empirik dan analisis (M. Iskandar, 2001:1).Berdasarkan Depdiknas (2007) IPA (sains) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan berupa gejala- gejala alam.Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari (KTSP, 2007:484). IPA adalah suatu ilmu pengetahuan, berisi argument, konsep mempelajari tentang alam sekitar, diperoleh melalui pengalaman untuk proses penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan.
Berdasarkan KTSP SD/ MI (2006:484-485) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari- hari dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia melalui pemecahan masalah yang dapat diidentifikasikan. Jadi, pembelajarannya di SD/MI menekankan pemberian pengalaman belajar secara langsung dengan mengembangkan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a)Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan serta keteraturan alam ciptaan-Nya. b)Mengembangkan pengetahuan pemahaman konsep-konsep yang bermanfaat sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, kesadaran adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, masyarakat. d)Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah sehingga dapat membuat keputusan. e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: a) Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia, hewan, tumbuhan, lingkungan, serta kesehatan. b) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.c) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. d)Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Teori belajar yang menonjol di dalam pendidikan IPA adalah teori piaget dan teori konstruktivisme. Teori piaget menguraikan perkembangan kognitif dari masa bayi sampai masa dewasa. Sedangkan teri kontruktivistik menekankan bahwa peserta didik tidak menerima begitu saja ide-ide dari orang lain. Mereka membangun sendiri dalam pikiran mereka ide-ide tentang peristiwa alam dari pengalaman sebelum mereka mendapat pelajaran di sekolah. Ide-ide yang mereka bentuk dan pengajaran IPA yang mereka dapat di sekolah disimpan di dalam struktur kognitif mereka (M. Iskandar, 2001:22-23). Anak-anak Sekolah Dasar mempunyai kecenderungan sebagai berikut: beranjak dari hal-hal yang kongrit, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu kebutuhan, terpadu, dan melalui proses manipulatif. Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif anak.
Pembelajaran IPA di SD di sesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik serta karakteristiknya. Dilihat dari kemampuan berfikir dan karakteristik peserta didik maka strategi pembelajaran di Sekolah Dasar perlu dibedakan dengan pembelajaran di jenjang yang lebih tinggi.
Model Pembelajaran Kooperatif
Cooperative learning berasal dari kata cooperative artinya mengerjakan sesuatu secara bersama- sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2011:15). Sejalan dengan pendapat Slavin (2010:4) pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Cooperative learning merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil untuk saling membantu.
Sesuai pendapat Suprijono (2010:54-65) mendiskripsikan pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yaitu Make a Match. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Lorna Curran (dalam Huda, 2011:135), yaitu siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Model Make a Match ini bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Langkah- langkah pembelajaran Make a Match:
Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat/ wahana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk membantu menyampaikan pesan pembelajaran (Sugandi, 2007:30). Sedangkan menurut Indriana (2011:13-69) media adalah alat saluran komunikasi. Kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara harfiah, media berarti perantara, yaitu perantara antara sumber pesan (a source)dengan penerima pesan (a receiver).
Ciri-ciri umum media pengajaran:
Flashcard merupakan salah satu dari media pembelajaran. Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang ukurannya seukuran dengan postcard atau sekitar 25 x 30 cm. Gambar yang ditampilkan dalam kartu tersebut adalah gambaran tangan atau foto, atau gambar/foto yang sudah ada atau ditempelkan pada lembaran kartu- kartu tersebut. Gambar yang ada pada media ini merupakan rangkaian pesan yang disajikan dengan keterangan pada bagian belakangnya.
Media ini juga sangat menyenangkan sebagai media pembelajaran, bahkan bisa digunakan dalam bentuk permainan Flashcard merupakan suatu media pembelajaran yang berupa kartu gambar disertai dengan sebuah pertanyaan atau jawaban. Cara bermainnya yaitu siswa mencari pasangan (jawaban) dari setiap pertanyaan yang telah ditulis dalam kartu tersebut.
Kerangka Berpikir
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Make a Match dengan Media Flashcard
Skema kerangka berpikir di atas menunjukan bahwa pada kondisi awal, pembelajaranIPA belum mencapai hasil yang optimal. Hal ini disebabkan oleh faktor guru dan siswa. Guru cenderung monoton, masih menggunakan metode ceramah; aktivitas belajar siswa kurang dalam mengikuti kegiatan pembelajaran; siswa masih merasa malu ketika guru meminta siswa untuk tampil di depan kelas karena tidak adanya rasa percaya diri pada diri siswa; guru belum menggunakan media/ alat peraga yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran; sehingga hasil belajar siswa rendah.
Kondisi seperti ini membuat peneliti bersama tim kolaborasi merencanakan untuk melakukan tindakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model Make a Match dengan media Flashcard. Dengan menggunakan model Make a Match dengan media Flashcard siswa dapat terlibat dalam pembelajaran sehingga siswa akan lebih aktif menemukan pasangannya. Siswa akan mencari dengan cepat pasangan yang cocok dengan kartu yang dia dapat. Melalui model pembelajaran ini diharapkan dapat menambah aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajarnya.
Dengan menerapkan model Make a Match menggunakan media Flashcard diharapkan dapat memberikan peningkatan pada keterampilan guru, aktivitas dan hasil belajar siswa. Selanjutnya dapat memberikan kontribusi atau masukan bagi guru untuk selalu menerapkan pembelajaran inovatif dan menyenangkan agar siswa antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
HIPOTESIS TINDAKAN
Melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard, dapat meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas V SD Negeri Gentan 01.
METODOLOGI PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Gentan 01 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo di kelas V Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini direncanakan dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai bulan April 2015
Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V sebanyak 41 siswa yang terdiri dari 21 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dalam dua siklus, dan masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan, yaitu tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi atau pengamatan dan tahap refleksi atau evaluasi.
Analisis Data
Analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriftif komparatif untuk membandingkan hasil tes antar siklus dan analisis diskriftif kualitatif untuk membandingkan data pada kegiatan pembelajaran.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Kondisi Awal
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri Gentan 01 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015. Pelaksanaan tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus, setiap siklus menjadi empat tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Sebelum pelaksanaan tindakan kelas, dilakukan tes kemampuan awal untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang kegunaan dan daur air. Berdasarkan hasil tes kemampuan awal pada tanggal 13 Oktober 2015 diketahui bahwa kemampuan memahami kegunaan air dan daur air siswa masih rendah.Adapun data nilai tes kemampuan memahami pada kondisi awal dapat disajikan dalam tabel 1 berikut:
Tabel 4.1. Nilai Kondisi Awal
No | Nilai | Frekuensi | Prosentase | Kualifikasi |
1. | 90-100 | 0 | 0 % | Tuntas |
2. | 80-89 | 2 | 4,87 % | Tuntas |
3. | 70-79 | 9 | 21,95 % | Tuntas |
4. | 60-69 | 28 | 68,29 % | Belum Tuntas |
5. | 50-59 | 2 | 4,87 % | Belum Tuntas |
Jumlah | 41 | 100 % | ||
Rata-rata | 62,68 |
Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan sebanyak 11 siswa yang sudah tuntas sedangkan yang belum tuntas sebanyak 20 siswa dengan ketuntasan klasikal sebesar 26,82 %. Data pembelajaran kegunaan air dan daur air belum memenuhi batas ketuntasan sebesar 70. Nilai kondisi awal dapat dibuat grafik sebagai berikut:
Grafik 4.1 Nilai Kondisi Awal
Deskripsi Tindakan Siklus I
Kegiatan observasi atau pengamatan dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi terhadap tindakan dapat dideskripsikan bahwa masih ada siswa yang kurang memperhatikan dalam pembelajaran karena pengaruh dari berbagai faktor dalam pembelajaran. Pada saat pengamatan atau observasi masih yterlihat siswa yang kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran seperti menyampaikan pendapat dan ragu-ragu menggunakan alat peraga, hal ini dikarenakan kurang terbiasa.
Pada kegiatan diskusi kelompok, kegiatan masih didominasi oleh siswa yang pandai sedang siswa yang lain hanya mengikuti saja dan kurang berani berpendapat. Hal ini karena siswa belum terbiasa melakukan diskusi. Dalam kegiatan melaporkan hasil melalui presentasi masih ada siswa yang kurang berani mengeluarkan pendapat dan kegiatan banyak didominasi oleh siswa yang pandai.
Tingkat keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran berdasarkan hasil observasi pada siklus I sebagai berikut:1). Siswa yang memperoleh nilai antara 50-59 seabanyak 1 siswa atau 2,43 %, 2). Siswa yang memperoleh nilai antara 60-69 sebanyak 24 siswa atau 58,53 %, 3). Siswa yang memperoleh nilai antara 70-79 sebanyak 14 siswa atau 34,14 %, 4). Siswa yang memperoleh nilai antara 80-89 sebanyak 2 siswa atau 4,87 %, 5). Sedangkan siswa yang memperoleh rentang nilai 90-100 sebanyak 0 siswa atau 0 %, 6). Siswa yang sudah tuntas secara klasikal sebanyak 16 siswa atau 39,02 %, sedangkan 7). Siswa yang belum tutas secara klasikal sebanyak 25 siswa atau 60,97 %.
Berdasarkan hasil penelitian siklus I mengenai hasil belajar IPA melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.3
Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus I
Nilai | Frekuensi | Persentase | Kualifikasi |
50- 59 | 1 | 2,43% | Tidak Tuntas |
60- 69 | 24 | 58,53% | Tidak Tuntas |
70- 79 | 14 | 34,14% | Tuntas |
80- 89 | 2 | 4,87% | Tuntas |
90- 100 | 0 | 0 % | Tuntas |
Jumlah | 41 | 100% | |
Tabel 4.4
Hasil belajar Siklus I
No | Pencapaian | Siklus I |
1. | Nilai rata-rata | 74,14 |
2. | Nilai terendah | 60 |
3. | Nilai tertinggi | 90 |
4. | Siswa yang belum tuntas | 2 |
5. | Siswa yang Tuntas | 39 |
6. | Persentase ketuntasan belajar | 95,12% |
Grafik 4.2 Nilai Tes Evaluasi Siklus I
Berdasarkan tabel dan grafik yang sudah dipaparkan di atas dapat dilihat bahwa hasil belajar IPA melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard siswa kelas V diperoleh nilai rata-rata pada kegiatan pembelajaran siklus I sebesar 74,14 dengan ketuntasan belajar klasikal 95,12 % yaitu 39 siswa tuntas belajar dengan mendapatkan nilai70 dan≥masih ada 2 atau 4,87 % siswa belum tuntas sehingga perlu ditingkatkan untuk pertemuan selanjutnya.
Berdasarkan hasil refleksi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran IPA penerapan model Make a Match dengan media Flashcard perlu diperbaiki dengan melanjutkan ke siklus II karena indikator keberhasilan yang diinginkan belum terpenuhi secara menyeluruh, masih ada kekurangan setiap variabel sehingga perlu ditingkatkan.
Deskripsi Siklus II
Kegiatan observasi atau pengamatan dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi terhadap tindakan dapat dideskripsikan bahwa masih ada siswa yang kurang memperhatikan dalam pembelajaran karena pengaruh dari berbagai faktor dalam pembelajaran.Pada saat pengamatan atau observasi masih yterlihat siswa yang kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran seperti menyampaikan pendapat dan ragu-ragu menggunakan alat peraga, hal ini dikarenakan kurang terbiasa. Pada kegiatan diskusi kelompok, kegiatan masih didominasi oleh siswa yang pandai sedang siswa yang lain hanya mengikuti saja dan kurang berani berpendapat. Hal ini karena siswa belum terbiasa melakukan diskusi.
Dalam kegiatan melaporkan hasil melalui presentasi masih ada siswa yang kurang berani mengeluarkan pendapat dan kegiatan banyak didominasi oleh siswa yang pandai. Tingkat keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran berdasarkan hasil observasi pada siklus II sebagai berikut:1). Siswa yang memperoleh nilai antara 50-59 seabanyak 0 siswa atau 0 %, 2). Siswa yang memperoleh nilai antara 60-69 sebanyak 0 siswa atau 0 %, 3). Siswa yang memperoleh nilai antara 70-79 sebanyak 2 siswa atau 4,87 %, 4). Siswa yang memperoleh nilai antara 80-89 sebanyak 24 siswa atau 58,53 %, 5). Sedangkan siswa yang memperoleh rentang nilai 90-100 sebanyak 17 siswa atau 41,46 %, 6). Siswa yang sudah tuntas secara klasikal sebanyak 39 siswa atau 100 %. Berdasarkan data hasil penelitian siklus II mengenai hasil belajar IPA melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard diperoleh hasil belajar meningkat .
Berdasarkan hasil penelitian siklus II mengenai hasil belajar IPA melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.3
Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus II
Nilai | Frekuensi | Persentase | Kualifikasi |
50- 59 | 0 | 0 % | Tidak Tuntas |
60- 69 | 0 | 0 % | Tidak Tuntas |
70- 79 | 2 | 4,87 % | Tuntas |
80- 89 | 24 | 58,53 % | Tuntas |
90- 100 | 17 | 41,46 % | Tuntas |
Jumlah | 41 | 100% | |
Tabel 4.4
Hasil belajar Siklus I
No | Pencapaian | Siklus I |
1. | Nilai rata-rata | 82,19 |
2. | Nilai terendah | 70 |
3. | Nilai tertinggi | 100 |
4. | Siswa yang belum tuntas | 0 |
5. | Siswa yang Tuntas | 41 |
6. | Persentase ketuntasan belajar | 100 % |
Grafik 4.3 Nilai Tes Evaluasi Siklus II
Berdasarkan tabel dan grafik yang sudah dipaparkan di atas dapat dilihat bahwa hasil belajar IPA melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard siswa kelas V diperoleh nilai rata-rata pada kegiatan pembelajaran siklus II sebesar 82,19 dengan ketuntasan belajar klasikal 100 % yaitu 41 siswa tuntas belajar dengan mendapatkan nilai ≥ 70. Berdasarkan hasil refleksi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran IPA penerapan model Make a Match dengan media Flashcard perlu diterapkan guru dalam pokok materi yang sesuai menggunakan model pembelajaran ini agar hasil belajar miningkat.
Pembahasan
Hasil penelitian tindakan kelas tentang pembelajaran tentang materi pokok proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya yang dilakukan sebanyak dua siklus dapat disajikan sebagai berikut:
1. Siklus I
Kegiatan observasi atau pengamatan dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi terhadap tindakan dapat dideskripsikan bahwa masih ada siswa yang kurang memperhatikan dalam pembelajaran karena pengaruh dari berbagai faktor dalam pembelajaran. Pada saat pengamatan atau observasi masih yterlihat siswa yang kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran seperti menyampaikan pendapat dan ragu-ragu menggunakan alat peraga, hal ini dikarenakan kurang terbiasa.
Pada kegiatan diskusi kelompok, kegiatan masih didominasi oleh siswa yang pandai sedang siswa yang lain hanya mengikuti saja dan kurang berani berpendapat. Hal ini karena siswa belum terbiasa melakukan diskusi. Dalam kegiatan melaporkan hasil melalui presentasi masih ada siswa yang kurang berani mengeluarkan pendapat dan kegiatan banyak didominasi oleh siswa yang pandai. Tingkat keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran berdasarkan hasil observasi pada siklus I sebagai berikut:1). Siswa yang memperoleh nilai antara 50-59 seabanyak 1 siswa atau 2,43 %, 2). Siswa yang memperoleh nilai antara 60-69 sebanyak 24 siswa atau 58,53 %, 3). Siswa yang memperoleh nilai antara 70-79 sebanyak 14 siswa atau 34,14 %, 4). Siswa yang memperoleh nilai antara 80-89 sebanyak 2 siswa atau 4,87 %, 5). Sedangkan siswa yang memperoleh rentang nilai 90-100 sebanyak 0 siswa atau 0 %, 6). Siswa yang sudah tuntas secara klasikal sebanyak 16 siswa atau 39,02 %, sedangkan 7). Siswa yang belum tutas secara klasikal sebanyak 25 siswa atau 60,97 %.
2.Siklus II
Kegiatan observasi atau pengamatan dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi terhadap tindakan dapat dideskripsikan bahwa masih ada siswa yang kurang memperhatikan dalam pembelajaran karena pengaruh dari berbagai faktor dalam pembelajaran. Pada saat pengamatan atau observasi masih yterlihat siswa yang kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran seperti menyampaikan pendapat dan ragu-ragu menggunakan alat peraga, hal ini dikarenakan kurang terbiasa. Pada kegiatan diskusi kelompok, kegiatan masih didominasi oleh siswa yang pandai sedang siswa yang lain hanya mengikuti saja dan kurang berani berpendapat. Hal ini karena siswa belum terbiasa melakukan diskusi.
Dalam kegiatan melaporkan hasil melalui presentasi masih ada siswa yang kurang berani mengeluarkan pendapat dan kegiatan banyak didominasi oleh siswa yang pandai. Tingkat keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran berdasarkan hasil observasi pada siklus II sebagai berikut:1). Siswa yang memperoleh nilai antara 50-59 seabanyak 0 siswa atau 0 %, 2). Siswa yang memperoleh nilai antara 60-69 sebanyak 0 siswa atau 0 %, 3). Siswa yang memperoleh nilai antara 70-79 sebanyak 2 siswa atau 4,87 %, 4). Siswa yang memperoleh nilai antara 80-89 sebanyak 24 siswa atau 58,53 %, 5). Sedangkan siswa yang memperoleh rentang nilai 90-100 sebanyak 17 siswa atau 41,46 %, 6). Siswa yang sudah tuntas secara klasikal sebanyak 39 siswa atau 100 %. Berdasarkan data hasil penelitian siklus II mengenai hasil belajar IPA melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard diperoleh hasil belajar meningkat .
PENUTUP
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri Gentan 01 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo melalui penerapan model Make a Match dengan media Flashcard dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
siswa naik menjadi 100 %, yang tidak tuntas 0 % dengan nilai tertinggi 100, nilai terendah 70. Peningkatan hasil belajar siswa didukung dengan meningkatnya keterampilan guru dalam mengajar serta aktivitas siswa dalam pembelajaran, sehingga hasil belajar meningkat.
Berdasarkan simpulan dan hasil penelitian yang dilakukan, penelitian ini dinyatakan berhasil. Terbukti dengan terpenuhinya indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan.
SARAN
Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB dan TK. Bandung: Yrama Widya.
Arikunto, Suharsimi. dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung: Yrama Widya.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008: Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hamid dan Herrhyanto. 2008. Statistika dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Indriana, Dina. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: Diva Press.
Isjoni. 2011. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:
Alfabeta.
Kristiana. 2008. Hakikat IPA. Online ( http://kristinayantiportofolio.blogspot.com/), diakses pada tanggal 26 februari 2015 pukul 16: 06 WIB.
Kusumawati, Rita. 2011. Pengembangan Media Flashcard Tema Binatang Untuk Anak Kelompok B Di Taman Kanak- Kanak Asemjajar. Surabaya. Online ( http://jk.tp.ac.id/pengembangan-media-flashcard-tema-binatang-untuk- anak-kelompok-b-di-taman-kanak-kanak-asemjajar-surabaya), diakses pada tanggal 24 Februari 2015 pukul 19: 35 WIB
Lapono, Nabisi. dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran SD. Departemen Pendidikan Nasional.
M. Iskandar, Srini.2001. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: CVMaulana.
Rifa’i, AchmadharinaTri Annidan.2009Cat.Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Slavin, Robert. E.2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek. Bandung: Nusa Media.
Penulis:ENDANG EKOWATI, S.Pd
SD Negeri Gentan 01,Baki,Sukoharjo
NIP. 19670908 198806 2 002