UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEMESTER I SD NEGERI KAYUAPAK 01 UPTD PENDIDIKAN KECAMATAN POLOKARTO MATA PELAJARAN IPS KONSEP MENELADANI KEPAHLAWANAN DAN PATRIOTISME TOKOH-TOKOH DI LINGKUNGANNYA MELALUI PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) KONSEP TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Oleh: Endang Sri Hastuti
SD Negeri Kayuapak 01,Polokarto,Sukoharjo
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya kelas V Semester 1 SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Polokarto Tahun Pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran PKn konsep “Menunjukkan Contoh-Contoh Perilaku Dalam Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia” melalui penggunaan metode pembelajaran kooperatif metode Value Clarification Technique (VCT) adalah tujuan dari penelitian ini, yaitu Penelitian ini dilakukan di kelas V Semester 1 SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Polokarto Tahun Pelajaran 2014/2015. Subjek penelitian adalah siswa kelas V Semester 1 SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Polokarto Tahun Pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 13 orang siswa. Penelitian dilakukan pada semester I. Prosedur penelitian dalam penelitian tindakan menggunakan dua siklus tindakan. Langkah-langkah tersebut meliputi: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) observasi; dan 4) refleksi hasil tindakan.Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif metode Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V Semester 1 SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Polokarto Tahun Pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran PKn konsep “Menunjukkan Contoh-Contoh Perilaku Dalam Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya prestasi belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Berdasarkan hasil tes sebelum dilakukan tindakan dan setelah dilakukan tindakan serta perbaikan pembelajaran, nilai rata-rata hasil belajar siswa diketahui pada kondisi awal sebesar 67,00 meningkat menjadi 73,00 pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 80,00 pada akhir Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 46% pada kondisi awal meningkat menjadi 77% pada akhir tindakan siklus I, kemudian meningkat menjadi 100% pada akhir tindakan Siklus II.
Kata Kunci: prestasi belajar, IPS, Value Clarification Technique (VCT).
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Salah satu kompetensi dasar dalam pembelajaran IPS bagi siswa SD kelas IV pada semester I adalah “Memahami sejarah, kenampakan alam dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten / kota dan provinsi”. Sifat pembelajaran ini yang lebih berkaitan dengan sikap dianggap menjadi suatu mata pelajaran yang kurang menarik bagi siswa. Hal ini berdampak pada rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Ada tiga aspek yang harus dituju dalam pengembangan pendidikan IPS, yaitu aspek intelektual, kehidupan sosial, dan kehidupan individual. Pengembangan kemampuan intelektual lebih didasarkan pada pengembangan disiplin ilmu itu sendiri serta pengembangan akademik dan thinking skill. Tujuan intelektual berupaya untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami disiplin ilmu sosial, kemampuan berpikir, kemampuan prosesual dalam mencari informasi dan mengkomunikasikan hasil temuan. Pengembangan kehidupan sosial berkaitan dengan pengembangan kemampuan dan tanggung jawab siswa sebagai anggota masyarakat. Tujuan ini mengembangkan kemampuan sepeti berkomunikasi, rasa tanggung jawab sebagai warga negara dan warga dunia, kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan bangsa. Termasuk dalam tujuan ini adalah pengembangan pemahaman dan sikap positif siswa terhadap nilai, norma dan moral yang berlaku dalam masyarakat (Sundawa, 2006).Mengingat pentingnya mata pelajaran IPS sebagai mata pelajaran yang mengusung misi pendidikan nilai dan moral maka pembelajaran IPS di sekolah harus dapat mendukung ketercapaian misi tersebut. Kenyataan di lapangan, khususnya pada siswa kelas IV semester I di SD Negeri Kayuapak 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Polokarto tahun pelajaran 2014/2015, menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya menguasai materi.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap konsep “Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya ” masih belum optimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang belum mencapai batas tuntas belajar sesuai dengan KKM yang ditentukan, yaitu dengan KKM > 68.0.
Belum optimalnya penguasaan konsep “Menjelaskan peranan Indonesia pada era globalisasi dan dampak positif serta negatifnya terhadap kehidupan bangsa Indonesia” cukup terlihat jelas. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat ketuntasan belajar siswa di kelas ini, yaitu baru mencapai 46% dari 13 siswa yang ada. Ditinjau dari perolehan nilai rata-rata kelas, nilai yang diperoleh secara klasikal adalah sebesar 67. Nilai ini masih di bawah batas ketuntasan belajar yang ditentukan dengan KKM > 68.00.
Salah satu kendala yang dihadapi guru adalah berkaitan dengan rendahnya motivasi belajar siswa. Siswa terkesan kurang berminat mengikuti pelajaran IPS dikarenakan pelajaran IPS tidak termasuk ke dalam salah satu mata pelajaran yang diujikan secara nasional. metode pembelajaran yang dilakukan masih didominasi guru juga menjadi penyebab Siswa kurang serius dalam mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan guru, sehingga siswa terlihat pasif dalam pembelajaran. Hal ini berakibat pada rendahnya penguasaan konsep pada siswa.
Kondisi tersebut mendorong diperlukannya suatu penanganan yang lebih intensif agar aktivtas belajar siswa kelas IV semester I SD Negeri Kayuapak 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Polokarto tahun pelajaran 2014/2015 meningkat. Hal ini dilakukan dengan menggunakan metode pembelajaran yang dapat menstimulasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan suatu pendekatan yang dapat mendorong siswa untuk ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dari permasalahan ini, guru mencoba menerapkan dengan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk menggunakan strategi pembelajaran elaboratif dengan strategi peta untuk meningkatkan penguasaan materi ajar pada siswa. Adapun judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah: “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV semester I SD Negeri Kayuapak 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Polokarto Mata Pelajaran IPS Konsep Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya melalui Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Tahun Pelajaran 2014/2015”.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas, selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah penggunaan metode pembelajaran kooperatif model Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV Semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Polokarto Tahun Pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran IPS konsep “Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya ”?
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi “Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh dilingkungannya” bagi siswa kelas IV semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 melalui metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT).
Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis bagi :.
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Menurut Soemantri (2012: 17) menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah dasar dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.Dengan bertolak dari uraian di depan, kegiatan belajar mengajar IPS membahas manusia dengan lingkungannya dari berbagai sudut ilmu sosial pada masa lampau, sekarang, dan masa mendatang, baik pada lingkungan yang dekat maupun lingkungan yang jauh dari siswa dan siswi. Oleh karena itu, guru IPS harus sungguh-sungguh memahami apa dan bagaimana bidang studi IPS itu.
Menurut Depdiknas (2006: 8) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Tujuan pendidikan IPS dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa pendidikan IPS merupakan suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu pendi-dikan IPS harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi (Supriatna, 2012: 11).
Menurut Hasan (2010; 107), tujuan pendidikan IPS dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu pengembangan kemampuan intelektual siswa, pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta pengembangan diri siswa sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial. Tujuan kedua berorientasi pada pengembangan diri siswa dan kepentingan masyarakat. Sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat maupun ilmu.
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama (Soemantri, 2011: 10). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cakupan IPS meliputi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial (Winataputra, 2005: 15).
Untuk Indonesia sendiri, tradisi pendidikan IPS yang berlaku biasanya diberikan dalam bentuk inter dan mono disipliner. Setiap tingkatan persekolahan diberikan pendidikan IPS dengan struktur pemberian materi yang berbeda yang disesuaikan dengan tingkat usia siswa. Untuk tingkat sekolah dasar diberikan materi pendidikan IPS yang dikemas secara terpadu dengan mengambil tema-tema yang berkaitan dengan bidang sosial. Pada tingkat SLTP, pendidikan IPS diberikan secara interdisipliner yang terdiri dari bidang ilmu sejarah, geografi dan ekonomi. Sedangkan pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan diberikan secara terpisah. Sementara itu untuk tingkat sekolah menengah atas, pendidikan IPS diberikan secara terpisah dalam arti dikembangkan secara tersendiri menurut masing-masing disiplin ilmu (Supriatna, 2012: 25).
Materi IPS dikembangkan dari fenomena-fenomena sosial yang terjadi dekat dengan lingkungan siswa kemudian meluas pada lingkungan sekolah, masyarakat sekitar tempat tinggal siswa, lingkungan kota dimana siswa tinggal, propinsi, Negara dan kemudian ke wilayah regional Negara tetangga bahkan sampai lingkungan dunia. Selain ruang lingkup kajian yang semakin meluas, tema-tema yang disajikan berangkat dari hal-hal yang sederhana menuju pada permasalahan sosial yang semakin kompleks.
Materi IPS kelas IV yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini adalah tentang “Memahami sejarah, kenampakan alam dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten / kota dan provinsi”. Materi ini terdiri atas 6 Kompetensi Dasar. Materi tersebut tersaji secara ringkas ke dalam tabel berikut ini.
Tabel 1
Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator Materi Mengidentifikasi Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh dilingkungannya
Stándar Kompetensi | Kompetensi Dasar |
1. Memahami sejarah, kenampakan alam dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten / kota dan provinsi | 1.1. Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota provinsi) dengan menggunakan skala sederhana |
1.2.Mendeskripsi-kan kenampakan alam di lingkungan kabupaten/ko-ta dan propinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial budaya | |
1.3.Menunjuk-kan jenis dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat | |
1.4. Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi) | |
1.5. Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjagakelestariannya | |
1.6. Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh dilingkungannya |
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran (Sanjaya, 2008: 21).Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (Newman dan Logan dalam Makmun, 2003: 34). Lebih lanjut, Newman dan Logan (dalam Makmun, 2003: 35) menjelaskan bahwa dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Pengertian strategi pembelajaran menurut Kemp (dalam Sanjaya, 2008: 15) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Sanjaya (2008: 18) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Sanjaya, 2008: 19). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Sanjaya, 2008: 20). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya (Sanjaya, 2008: 21).
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto, 2010: 51).
Model pembelajaran VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. VCT berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya (Sanjaya, 2008: 283).
Menurut Taniredja, dkk., (Taniredja, dkk., 2012: 87-88) model VCT merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Hall (Adisusilo, 2013: 144) juga menjelaskan bahwa VCT merupakan cara atau proses di mana pendidik membantu peserta didik menemukan sendiri nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran VCT merupakan suatu model pembelajaran dengan teknik yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam menemukan, mencari, dan menentukan nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya dalam menghadapi suatu persoalan. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
VCT sebagai suatu model dalam pembelajaran sikap melakukan proses penanaman nilai melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya pada diri siswa untuk kemudian diselaraskan dengan nilai-nilai baru yang akan ditanamkan pada diri siswa. Menurut Hall (Adisusilo, 2013: 145), model VCT mampu mengantar peserta didik mempunyai keterampilan atau kemampuan menentukan nilai-nilai hidup yang tepat sesuai dengan tujuan hidupnya dan menginternalisasikannya sehingga nilai-nilai menjadi pedoman dalam bertingkah laku atau bersikap. Lebih lanjut, Taniredja, dkk. (2012: 88) mengemukakan bahwa tujuan penggunaan dari model VCT dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model VCT bertujuan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa, menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai, menanamkan nilai-nilai tertentu melalui cara yang rasional, dan melatih siswa untuk dapat mengambil keputusan terhadap suatu persoalan. Dengan demikian, siswa mempunyai keterampilan dalam menentukan nilai-nilai hidup yang sesuai dengan tujuan hidupnya yang akan menjadi pedoman dalam bertingkah laku atau bersikap.
Sedangkan untuk model pembelajaran VCT analisis nilai, penerapan langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran menurut Ariantha (http://putra-ariantha.blogspot.com) adalah sebagai berikut:
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan menerapkan langkah-langkah model pembelajaran VCT analisis nilai seperti yang dijelaskan oleh Ariantha karena lebih mudah untuk diterapkan dan sesuai dengan pengertian tentang analisis nilai menurut Komalasari. Dengan demikian, dalam penerapan model pembelajaran VCT perlu memperhatikan langkah-langkah pelaksanaan tersebut.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil identifikasi awal kondisi pembelajaran IPS di kelas IV semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 dapat diketahui bahwa pembelajaran yang dilakukan guru masih menggunakan metode konvensional. Pembelajaran sebagian besar dilakukan dengan metode ceramah sehingga menempatkan siswa sebagai passive receiver.Kondisi tersebut berdampak kurang baik bagi siswa. Siswa cenderung jenuh dan bosan sehingga kurang optimal dalam memahami konsep. Hal ini tercermin dari perolehan hasil belajar yang kurang optimal di mana nilai rata-rata kelas masih berada di bawah KKM dan ketuntasan belajar siswa masih rendah.
Berangkat dari kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan dalam pembelajaran. Upaya perbaikan yang dilakukan guru adalah dengan menggunakan metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dengan menghubungkan alam sekitar dalam pembelajaran.Metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) merupakan proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Pembelajaran ini dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran.
Dengan menghubungkan alam sekitar dalam pembelajaran, maka siswa akan lebih mudah dalam mengkonstruksi pengetahuan yang dimiliki dengan konteks nyata kehidupan sehari-hari. Hal ini akan mendorong siswa terlibat secara lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran yang diperoleh siswa menjadi lebih bermakna. Kerangka pemikiran tersebut di atas selanjutnya dapat disajikan secara skematis ke dalam diagram berikut ini.
GaGambar 1. Bagan Alur Kerangka Berpikir
Hipotesis Tindakan
Berpijak dari landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis tindakan. Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:“Metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi “Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh dilingkungannya” bagi siswa kelas IV semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015”.
METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, yaitu pada siswa kelas V semester I tahun pelajaran 2014/2015. Pemilihan lokasi dilandasi adanya alasan bahwa peneliti merupakan guru di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam pelaksanaan penelitian tindakan yang dilakukan.Penelitian ini dilakukan pada semester I tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan September 2014 sampai dengan bulan November 2014.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa sebanyak 13 orang siswa, yaitu terdiri dari 8 orang siswa laki-laki dan 5 orang siswa perempuan.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti secara langsung. Jenis penelitian adalah tindakan kelas (Classroom Action Research), yaitu penelitian yang bertujuan memberikan sumbangan nyata peningkatan profesionalisme guru, menyiapkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan tentang prilaku guru pengajar dan murid belajar.Menurut Kurt Lewin, prosedur kerja dalam penelitian tindakan kelas terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut sebagai satu siklus (Sutama, 2012: 145).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes, dokumentasi, dan teknik observasi.Tes adalah serentetan pertanyaan/latihan soal yang digunakan dan mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu/kelompok (Arikunto, 1997:29).Dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa foto, data nilai hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS pada kelas IV Semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) .Teknik Observasi dalam penelitian ini adalah mengamati secara langsung dengan teliti, cermat, hati-hati terhadap fenomena dalam pembelajaran IPS pada kelas IV Semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) .
Validitas Data
Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi untuk menguji keabsahan data. Teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik triangulasi penyelidik dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
Teknik Analisis Data
Analaisis Data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode alur. Dimana langkah-langkah yang harus dilalui dalam metode alur meliputi reduksi data, penyajian dan vertivikasi data.Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dan berbagai sumber. Setelah dikaji kemudian membuat rangkuman untuk setiap pertemuan atau tindakan di kelas. Berdasarkan rangkuman yang dibuat kemudian peneliti melaksanakan reduksi data Indikator Kinerja Penelitian
Indikator kinerja dalam penelitian ini mencakup indikator keberhasilan tindakan pada aspek motivasi belajar dan prestasi belajar siswa. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kondisi awal pembelajaran IPS di kelas IV SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo semester I tahun pelajaran 2014/2015 dapat diketahui dari hasil tes ulangan harian yang dilakukan sebelum dilaksanakan tindakan perbaikan pembelajaran. Hasil-hasil ulangan yang diperoleh dari siswa di kelas tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.Hasil tes yang diperoleh dari 13 orang siswa kelas IV SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo semester I tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 55.00 dan nilai tertinggi diperoleh sebesar 78.00. Nilai rata-rata hasil belajar diperoleh sebesar 67. Mengingat nilai hasil belajar yang diperoleh tersebut < KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 68.00, maka secara klasikal siswa di kelas IV SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo semester I tahun pelajaran 2014/2015 dianggap belum mencapai ketuntasan belajar dalam pembelajaran IPS .
Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00 adalah sebanyak 6 orang siswa atau 46 % dari jumlah siswa. Sisanya sebanyak 7 orang siswa atau 54% belum mencapai ketuntasan. Berangkat dari kondisi tersebut maka diperlukan upaya perbaikan guna meningkatkan hasil belajar siswa. Data perolehan nilai hasil ulangan harian dapat disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3
Ketuntasan Belajar Siswa Kelas IV Semester I Tahun 2014/2015
Kondisi Awal
Tuntas |
|
| 6 | 46% |
Tidak Tuntas |
| 7 | 54% | |
Jumlah |
|
| 13 | 100% |
Rata-rata |
| 67 | ||
Nilai Terendah |
| 55 | ||
Nilai Tertinggi |
| 78 | ||
KKM |
|
| 68 |
Sumber: Arsip SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Polokarto, Sukoharjo
Rendahnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat ketuntasan belajar siswa disebabkan karena beberapa faktor. Faktor yang dianggap menjadi sumber masalah antara lain adalah berupa proses pembelajaran yang dilakukan guru belum mampu mendorong keterlibatan siswa dalam proses pemerolehan pengetahuan. Pembelajaran IPS masih sebatas pada IPS sebagai produk sehingga siswa kurang optimal dalam memahami konsep yang diajarkan dalam pembelajaran. Pembelajaran cenderung bersifat teacher-centered, sehingga interaksi masih berjalan satu arah dengan guru mendominasi pembelajaran.
Data ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal tindakan dapat digambarkan ke dalam diagram berikut.
Gambar 4 Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Kondisi Awal
Berdasarkan hasil tes yang dilaksanakan pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 60 dan nilai tertinggi sebesar 84. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah sebesar 73. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas IV Semester I di SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015 pada tindakan Siklus I sudah melampaui KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 68.00. Namun secara klasikal, belum mencapai ketuntasan belajar.Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 68.00 adalah sebanyak 10 orang siswa atau 77%. Adapun siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM adalah 3 orang siswa atau 23%.
Ketuntasan belajar siswa yang diperoleh pada tindakan Siklus I masih di bawah indikator kinerja berupa tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal sebesar > 80.00% dari jumlah siswa. Atas dasar hal tersebut, maka diperlukan perbaikan pembelajaran pada tindakan Siklus II sehingga indikator kinerja berupa tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal sebesar > 80.00% dari jumlah siswa dapat dicapai.Hasil belajar siswa pada tindakan Siklus I selanjutnya dapat diringkaskan ke dalam tabel berikut:
Tabel 4
Ketuntasan Belajar Siswa Kelas IV Semester I Tahun 2014/2015
Siklus I
No. | Ketuntasan | Jumlah | % |
1. | Tuntas | 10 | 77% |
2. | Tidak Tuntas | 3 | 23% |
Jumlah | 13 | 100% | |
Nilai Rata-rata | 73 | ||
Nilai Terendah | 61 | ||
Nilai Tertinggi | 84 | ||
KKM | 68 |
Sumber: Arsip SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Polokarto, Sukoharjo
Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus I dapat digambarkan ke dalam diagram berikut.
Gambar 5 Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Tindakan Siklus I
Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pembelajaran pada Siklus I dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut.
Berdasarkan hasil tes, dapat diketahui bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 68.00, sedangkan nilai tertinggi adalah 91. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh adalah sebesar 80. Mengingat nilai rata-rata kelas yang diperoleh sudah melampaui KKM yang ditetapkan, yaitu > 68.00, maka secara klasikal siswa sudah dianggap mencapai ketuntasan belajar.
Ditinjau dari penguasaan penuh secara klasikal, jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar adalah sebanyak 13 orang siswa atau 100%. Adapun jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar dengan KKM > 70.00 adalah sebanyak 0 orang siswa atau 0%.Ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II selanjutnya dapat diringkaskan ke dalam tabel berikut:
Tabel 5
Ketuntasan Belajar Siswa Kelas IV Semester I Tahun 2014/2015
Siklus II
No. | Ketuntasan | Jumlah | % |
1. | Tuntas | 13 | 100% |
2. | Tidak Tuntas | 0 | 0% |
Jumlah | 13 | 100% | |
Nilai Rata-rata | 80 | ||
Nilai Terendah | 68 | ||
Nilai Tertinggi | 91 | ||
KKM | 68 |
Sumber: Arsip SD Negeri Kayuapak 01 Kec. Polokarto, Sukoharjo
Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II dapat digambarkan ke dalam diagram berikut.
Gambar 6 Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Tindakan Siklus II
Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pembelajaran pada Siklus II dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut.
Metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi “Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh dilingkungannya” bagi siswa kelas IV semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa.
Berdasarkan hasil identifikasn awal, dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS masih belum optimal. Hal ini ditandai dengan perolehan nilai rata-rata hasil belajar yang masih di bawah KKM yang ditetapkan, yaitu baru mencapai sebesar 68. Rendahnya hasil belajar juga diindikasikan dengan rendahnya ketuntasan belajar sebagai salah satu indikator penguasaan penuh, yaitu baru mencapai sebesar 46% dari jumlah siswa.Rendahnya hasil belajar siswa tersebut disebabkan karena guru masih menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran yang dilakukan. Hal ini berakibat pada kurang optimalnya kemampuan siswa dalam menguasai konsep pembelajaran.
Berangkat dari kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan pembelajaran. Perbaikan yang dilakukan guru adalah dengan menggunakan metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai media bantu dalam pembelajaran. Melalui penggunaan metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) diharapkan dapat membantu siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan yang mereka miliki dan mengaitkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari di sekitar mereka. Dalam metode ini siswa diajak untuk melakukan pengamatan terhadap hewan tumbuhan yang ada di sekitar sekolah.
Perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru pada tindakan Siklus I berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa dari sebesar 67 pada kondisi awal, meningkat menjadi 73 pada tindakan Siklus I. Peningkatan juga diperoleh dalam hal ketuntasan belajar siswa, yaitu dari sebesar 46% pada kondisi awal meningkat menjadi 77% pada tindakan Siklus I.
Peningkatan yang diperoleh pada tindakan Siklus I dipandang belum optimal. Hal ini disebabkan karena meskipun nilai rata-rata yang diperoleh siswa sudah melampaui KKM yang ditetapkan, yaitu dengan KKM > 68.00, namun indikator penguasaan penuh secara klasikal berupa tercapainya jumlah siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar sebesar > 80.00% dari jumlah siswa belum terpenuhi. Atas dasar hal itu maka dilakukan perbaikan pada tindakan Siklus II. Perbaikan yang dilakukan adalah dengan memperkecil jumlah anggota kelompok dari 4 dan 5 orang pada tindakan Siklus I menjadi 2 dan 3 orang pada tindakan Siklus II. Langkah ini dimaksudkan untuk mendorong siswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Perbaikan yang dilakukan guru pada tindakan Siklus II berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa dari sebesar 73 pada pada akhir tindakan Siklus I, meningkat menjadi 80 pada akhir tindakan Siklus II. Peningkatan juga diperoleh dalam hal ketuntasan belajar siswa, yaitu dari sebesar 77% pada tindakan Siklus I meningkat menjadi 100% pada tindakan Siklus II.Peningkatan prestasi belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II selanjutnya dapat disajikan ke dalam tabel berikut ini.
Tabel 6
Data Peningkatan Hasil Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Akhir Tindakan Siklus II
No. | Ketuntasan | Awal | Siklus I | Siklus II | |||
Jumlah | % | Jumlah | % | Jumlah | % | ||
1. | Tuntas | 6 | 46 | 10 | 77 | 13 | 100 |
2. | Belum Tuntas | 7 | 54 | 3 | 23 | 0 | 0 |
Jumlah | 13 | 100.00 | 13 | 100.00 | 13 | 100.00 | |
Nilai Rata-rata | 67 | 73 | 80 | ||||
Nilai Terendah | 55 | 60 | 68 | ||||
Nilai Tertinggi | 78 | 84 | 91 |
Data tingkat ketuntasan belajar siswa dari Kondisi Awal hingga akhir tindakan Siklus II dapat digambarkan ke dalam diagram berikut.
Gambar 7 Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Tindakan Siklus II
Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh tersebut, maka hipotesis tindakan yang menyebutkan bahwa “metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi “Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh dilingkungannya” bagi siswa kelas IV semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015” terbukti kebenarannya.
P E N U T U P
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya dapat diperoleh kesimpulan bahwa :Metode pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi “Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh dilingkungannya” bagi siswa kelas IV semester I SD Negeri Kayuapak 01 Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, selanjutnya dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
Sekolah disarankan untuk mendorong para guru menerapkan berbagai metode pembelajaran yang inovatif guna memberikan pengalaman belajar yang baru bagi siswa mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT. Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Press.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan untuk Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Yogyakarta: Aditya Media.
Asep Herry Hernawan, dkk. (2008). Modul 10. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran: Perumusan Tujuan Pembelajaran. Jakarta ; Penerbit Universitas Terbuka.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Hamalik, Oemar.2010. Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta;Bumi Aksara.
Purwanto, Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)
Slameto. 2005. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sutama. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Kuantitatif, Kualitatif, PTK, R&D.. Surakarta: Fairuz Media.
Walgito.(2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta
Winkel,W.S. (1991). Bimbingan dan Konseling Di SeJkolah Menengah (cetakan VII). Jakarta: Grasindo.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana
Alwi, Hasan dkk. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
Saidihardjo.(2005). Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta : Depdiknas
Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Soemantri, S., 2012, Panduan Lengkap Mencegah dan Mengobati Serangan
Supriatna E. 2012 Transformasi Pembelajaran Sejarah Berbasis Religi dan Budaya untuk Menumbuhkan Karakter Siswa. 10 Agustus 2012. Journal.
Taniredja, dkk., 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta cv.
Winataputra, Udin S. (2005: 9.3) Pendekatan Ekspositoris. Jakarta. Universitas
Penulih: ENDANG SRI HASTUTI, S.PD.SD
NIP : 19640908 198508 2 003
Unit Kerja: SD Negeri Kayuapak 01