BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Perubahan adalah suatu bentuk yang wajar terjadi, bahkan para filosof berpendapat  bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang abadi kecuali perubahan. Tampaknya perubahan ini merupakan sesuatu yang harus terjadi tetapi tidak jarang dihindari oleh manusia. Semua perubahan akan membawa resiko, tetapi strategi mempertahankan struktur suatu kurikulum tanpa perubahan akan membawa bencana dan malapetaka, sebab mengkondisikan kurikulum dalam posisi status quo menyebabkan pendidikan tertinggal dan generasi bangsa tersebut tidak dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui perubahan. Dengan demikian, inovasi selalu dibutuhkan, terutama dalam bidang pendidikan, untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah pendidikan tetapi juga masalah-masalah yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.

        Kata inovasi seringkali dikaitkan dengan perubahan, tetapi tidak setiap perubahan dapat dikategorikan sebagai inovasi. Rogers (1983 : 11) memberikan batasan yang dimaksud dengan inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau objek benda yang dipandang baru oleh seseorang atau kelompok adopter lain. Kata "baru" bersifat sangat relatif, bisa karena seseorang baru mengetahui, atau bisa juga karena baru mau menerima meskipun sudah lama tahu.

        Seperti telah dikemukakan bahwa munculnya suatu inovasi adalah sebagai alternatif pemecahan masalah, maka langkah pertama pengembangan suatu inovasi didahului dengan pengenalan terhadap masalah (Rogers, 1983 ; Lehman, 1981). Identifikasi terhadap masalah inilah yang kemudian mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan (R&D) atau evaluasi kurikulum, yang dirancang untuk menciptakan suatu inovasi. Dalam hal ini perlu untuk diperhatikan bahwa inovasi akan mempunyai makna jika inovasi tersebut diterapkan atau diadopsi, sebab jika inovasi tersebut tidak diterapkan/diadopsi/disebarluaskan maka inovasi tersebut hanya akan menjadi inovasi yang tidak terpakai. Terhadap pengadopsian ini dikenal strategi sentralisasi dan strategi desentralisasi. (disebut penyebaran/difusi inovasi jika ditinjau dari sisi pengembang inovasi, sedangkan adopsi inovasi merupakan prosedur yang dilihat dari sisi calon pemakai/adopter). Baik strategi sentralisasi maupun desentralisasi akan memunculkan permasalahan baru pada saat adopsi/difusinya.

        Salah satu aspek penting dalam konteks pendidikan di manapun adalah dengan memperhatikan kurikulum yang diusung oleh pendidikan tersebut. Seringkali kurikulum dijadikan objek penderita, dalam pengertian bahwa ketidakberhasilan suatu pendidikan diakibatkan terlalu seringnya kurikulum tersebut berubah. Padahal, seharusnya dipahami bahwa kurikulum seyogyanya dinamis, harus berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya. Cuban (1991 : 216) mengemukakan bahwa untuk memahami perubahan kurikulum perlu untuk dipahami tiga pokok pemikiran tentang perubahan tersebut yakni (a) rencana perubahan itu selalu baik, (b) harus dipisahkan antara perubahan (change) dengan kemantapan (stability), dan (c) apabila rencana perubahan sudah diadopsi maka perlu untuk dilakukan perbaikan terhadap rencana tersebut (improvement).

  1. Rumusan Masalah

        Mengacu kepada apa yang dijelaskan di atas, maka masalah yang dikemukakan pada tulisan ini berkaitan dengan :

  1. Tujuan

        Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk:

  1. Mengetahui masalah pendidikan sebagai sumber inovasi.
  2. Untuk mengetahui difusi dan keputusan inovasi.
  3. Ciri-ciri Inovasi Pendidikan
  4. Hambatan-hambatan inovasi

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Inovasi

        Inovasi berasal dari kata latin, yaitu innovation, yang artinya pembaharuan dan perubahan, kata kerjanya innovo, artinya membaharui dan mengubah. Jadi, inovasi adalah suatu perubahan yang baru menuju kearah perbaikan atau berbeda dari yang sudah ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan terencana (tidak secara kebetulan) . Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru, penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada. Menurut pendapat lain inovasi adalah suatu perubahan yang baru dan bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam pendidikan .

        Kata inovasi (pembaharuan), memiliki pengertian yang sama dengan kata invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru dari hasil karya manusia. Sedangkan discovery adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan sebagai usaha menemukan sesuatu (benda) yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery.

        Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan  pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

        Sedangkan kata “pembelajaran’’ merupakan terjemahan dari ‘’instruction’’, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Dalam istilah ‘’pembelajaran’’ yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil- hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar. Pembelajaran (instruction) merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik.

        Dengan demikian inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.

  1. Masalah Pendidikan sebagai Sumber Inovasi
  1. Masalah Relevansi Pendidikan

        Yang dimaksud dengan relevansi adalah kesesuaian antara kenyataan atau pelaksanan dengan tuntutan dan harapan. Dalam dunia pendidikan, relevansi adalah kesesuaian antara pelaksanaan dan hasil pendidikan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Masalah relevansi pendidikan ini dapat dilihat dari tiga sisi: Pertama, relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup siswa, artinya apa yang diberikan di sekolah harus sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tuntutan masyarakat tempat siswa tinggal. Kedua, relevansi kehidupan dengan tuntutan kehidupan siswa baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Relevansi ini mengandung pengertian bahwa isi kurikulum harus mampu menjawab kebutuhan siswa pada masa yang akan datang. Ketiga, relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja. Relevansi ini mengandung pengertian bahwa sekolah memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan anak didik yang memiliki keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

  1. Masalah Kualitas Pendidikan

Rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari dua sisi, pertama dari segi proses dan kedua dari segi hasil. Rendahnya kualitas pendidikan dilihat dari sisi proses, adalah adanya anggapan bahwa selama ini proses pendidikan yang dibangun oleh guru dianggap cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau bertumpu pada pengembangan aspek kognitif tingkat rendah, yang tidak mampu mengembangkan kreativitas berfikir proses pendidikan atau proses belajar mengajar dianggap cenderung menempatkan siswa sebagai objek yang harus di isi dengan berbagai informasi dan bahan-bahan hafalan. Dilihat dari sisi hasil, rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari tidak meratanya setiap sekolah dalam mencapai rata-rata nilai Ujian Nasional. Ada sekolah yang dapat mencapai rata-rata UN yang tinggi, namun dilain pihak banyak sekolah yang mencapai UN jauh dibawah standar.

        Beberapa usaha yang dilakukan untuk memecahkan massalah tersebut diantaranya dengan meningkatkan kualitas guru dan perbaikan kurikulum, serta menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang lebih lengkap dan lebih memadai.

  1. Masalah Efektivitas dan Efesiensi

        Efektivitas berhubungan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang didesain oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik tujuan dengan skala yang sempit seperti tujuan pembelajaran khusus, maupun tujuan dalam skala yang lebih luas, seperti tujuan kurikuler, tujuan institusional dan bahkan tujuan nasional. Dengan demikian dalam konteks kurikulum dan pembelajaran suatu program pembelajaran dikatakan memiliki efektivitas yang tinggi manakala program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan.

        Efisiensi berhubungan dengan jumlah biaya, waktu dan tenaga yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, suatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi manakala dengan jumlah biaya yang minimal dapat menghasilkan atau dapat mencapai tujuan yang maksimal. Sebaliknya program dikatakan tidak efisien apabila biaya dan tenaga yang dikeluarkan sangat besar, akan tetapi hasil yang diperoleh kecil.

  1. Masalah Daya Tampung yang Terbatas

        Masalah lain yang dihadapi pendidikan adalah masalah terbatasnya daya tampung sekolah khususnya pada tingkat SLTP. Masalah ini muncul setelah keberhasilan penyelenggaraan SD Inpres yang mengakibatkan meledaknya lulusan sekolah dasar, sehingga menurut pemerintah untuk menyediakan fasilitas agar dapat menampung para lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP. Keberhasilan program Inpres ini juga membawa dampak kepada permasalahan akan banyaknya minat lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP, padahal kondisi geografis, sosial, ekonomi mereka yang kurang mendukung. Untuk memecahkan masalah yang demikian, pemerintah memerlukan langkah-langkah yang inovatif yaitu langkah yang dapat menyediakan kesempatan belajar seluas-luasnya untuk mereka dengan biaya yang rendah tanpa mengurangi mutu pendidikan.

  1. Difusi dan keputusan inovasi

        Difusi adalah proses komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk inovasi antara warga masyarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu pula.

        Ada dua bentuk sistem difusi, yaitu difusi sentralisasi dan difusi desentralisasi. Difusi sentralisasi adalah difusi yang bersifat memusat. Artinya segala bentuk keputusan tentang komunikasi inovasi ditentukan oleh orang- orang yang merumuskan bentuk inovasi. Misalnya, kapan inovasi itu disebarluaskan, bagaimana caranya, siapa yang terlibat untuk menyebarkan informasi inovasi, bagaimana mengontrol penyebaran itu, seluruhnya ditentukan oleh pembawa dan perumus perubahan secara spontan. Sedangkan yang dimaksud difusi desentralisasi proses penyebaran informasi inovasi dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Dalam proses difusi desentralisasi keberhasilan difusi tudak ditentukan oleh orang-orang yang merumuskan inovasi akan tetapi sangat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri sebagai penggagas dan pelaksana difusi.

        Proses difusi diarahkan agar muncul pemahaman yang sama tentang inovasi. Oleh karena itu, agar terjadi proses difusi yang efektf perlu direncanakan. Proses perencanaan difusi dinamakan diseminasi. Dengan kata lain deseminasi dapat diartikan sebagai proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan dan dikelola secara baik, dengan demikian, keberhasilan suatu penyebaran inovasi sangat tergantung kepada proses diseminasi.

        Bagaimana agar terjadi proses difusi sehingga inovasi itu mudah diterima oleh anggota masyarakat atau sasaran inovasi? Hal ini tergantung beberapa faktor di antaranya:

  1. Faktor pembiayaan (Cost). Biasanya semakin murah biaya yang dileluarkan untuk suatu inovasi, maka akan semakin mudah diterima oleh kelompok masyarakat sasaran, walaupun kualitas inovasi itu sendiri sangat ditentukan oleh mahalnya biaya yang dikeluarkan. Misalnya, mengapa PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) sebagai suatu bentuk inovasi penyelenggaraan sistem pendidikan tidak dilanjutkan? Hal ini mungkin bukan karena ketidakberhasilan sistem pendidikan itu, akan tetapi terlalu mahalnya pembiayaan yang harus dikeluarkan dibandingkan dengan persekolahan biasa.
  2. Resiko yang muncul sebagai akibat pelaksanaan inovasi. Inovasi akan mudah diterima manakala memiliki efek samping yang sangat kecil, baik yang berkaitan dengan polotok maupun keamanan dan keselamatan penerimanya. Suatu inovasi tidak akan mudah dan dapat diterima apabila memiliki risiko yang tinggi.
  3. Kompleksitas. Inovasi akan mudah diterima oleh masyarakat sasaran manakala bersifat sederhana dan mudah dikomunikasikan. Semakin rumit bentuk inovasi itu, maka akan semakin sulit juga untuk diterima.
  4. Kompabilitas. Artinya, mudah atau sulitnya suatu inovasi diterima oleh masyarakat sasaran ditentukan juga oleh kesesuaianya dengan kebutuhan, tingkat pengetahuan, dan keyakinan masyarakat pemakai. Suatu bentuk inovasi akan sulit diterima manakala tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai atau sulit dipahami karena tidak sesuai dengan tingkat pemgetahuan mereka.
  5. Tingkat keandalan. Suatu bentuk inovasi akan mudah diterima manakala diketahui tingkat keandalannya. Untuk mengetahui tingkat keandalannya itu bentuk inovasi terlebih dahulu harus diujicobakan secara ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Tanpaa keandalan yang pasti, orang akan ragu untuk mengadopsinya.
  6. Keterlibatan. Bentuk inovasi yang dalam proses penyusunannya melibatkan kelompok masyarakat sasaran, akan mudah diterima. Misalkan untuk pembaruan dalam sistem pembelajaran, proses penyusunan inovasi melibatkan PGRI sebagai organisasi guru atau melibatkan perwakilan guru-guru tertentu yang dianggap berpengalaman.
  7. Kualitas penyuluh. Inovasi perlu disosialisasikan untuk diketahui dan dipahami oleh masyarakat sasaran. Dalam proses sosialisasi itu perlu dirancang sedemikian rupa sehingga  mudah dipahami. Salah satu faktor yang menentukan dalam proses sosialisasi adalah faktor kualitas penyuluh. Kualitas penyuluh ditentukan bukan hanya oleh kemampuan penyuluhnya saja, akan tetapi tingkat keahlian yang bersangkutan. Proses penyuluhan yang dilakukan oleh seseorang yang dianggap kurang berpengalaman, akan sulit meyakinkan masyarakat sasaran.

        Faktor-faktor diatas, sangat mempengaruhi keberhasilan penyebaran dan penerimaan inovasi pendidikan. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut dapat juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan berbagai bentuk inovasi pendidikan.

        Selanjutnya, bagaimana keputusan masyarakat sasaran dalam menerima suatu inovasi. Ibrahim (1988) menyatakan ada tiga tipe keputusan penerimaan inovasi, yaitu keputusan inovasi opsional, kolektif, keputusan otoritas.

  1. Ciri-ciri Inovasi Pendidikan

Ciri-ciri inovasi pendidikan dapat dikenal dengan beberapa identifikasi, namun menurut Ashby 1967 ada empat :

  1. Ketika masyarakat atau orang tua mulai sibuk dengan peran keluarga sehingga tugas pendidikan anak sebagian digeser dari orang tua pindah ke guru atau dari rumah ke sekolah.
  2. Terjadi adopsi kata yang ditulis ke instruksi lisan.
  3. Adanya penemuan alat untuk keperluan percetakan yang mengakibatkan ketersediaan buku lebih luas.
  4. Adanya alat elektronika yang bermacam-macam radio, telepon, TV, computer, LCD proyektor, perekan internet, LAN, dsb.

        Dalam kaitannya dengan proses difusi inovasi itu sendiri, rogers (1983) mengemukakan ada empat ciri penting yang mempengaruhi difusi inovasi, termasuk inovasi pendidikan, yaitu :

  1. Esensi inovasi itu sendiri

        Dalam kaitannya dengan esensi inovasi, paling tidak ada tiga hal yang berkaitan erat, yaitu teknologi, informasi dan pertimbangan ketidakpastian; dan renovasi. Teknologi adalah suatu desain aksi kegiatan yang ditempuh guna mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab akibat dari hasil yang ingin dicapai. Dengan demikian adanya teknologi termasuik pemanfaatan teknologi informasi dalam difusi inovasi antara lain untuk menjawab persoalan dalam hal mengurangi ketidakpastian masa depan.

  1. Saluran komunikasi

        Komunikasi merupakan suatu proses dimana partisipan berbagi informasi untuk mencapai pengertian satu sama lain. Komunikasi linear atau sering disebut dengan komunikasi satu arah  memiliki ciri adanya penyandian yang dilakukan pengirim pesan dan interpretasi oleh penerima, serta antisipasi kemungkinan adanya gangguan  dalam proses komunikasi yang berlangsung.

        Pada tahun 1979, Lawrence Kincaid mengembangkan model komunikasi konvergen, yang bercirikan adanya beberapa komponen utama yaitu informasi, ketidaktentuan, konvergen, saling pengertian, saling menyetujui, kegiatan bersama dan hubungan jalinan. Dalam telaah lain komunikasi dapat diklasifikasikan pada dua hal yaitu: komunikasi homofil, dan komunikasi heterofil.

  1. Waktu dan proses penerimaan

Berikut adalah tahapan dari model proses keputusan inovasi, yaitu

  1. Tahap pengetahuan, tahap ini berlangsung apabila individu/ kelompok, membuka diri terhadap adanya suatu inovasi serta ingin mengetahui bagaimana fungsi dan peran inovasi tersebut memberi kontribusi perbaikan dimasa mendatang.
  2. Tahap bujukan, tahap ini berlangsung manakala individu atau kelompok mulai membentuk sikap menyenangi atau bahkan tidak menyenangi terhadap inovasi.
  3. Tahap pengambilan keputusan, tahap dimana  sesorang atau kelompok melakukan aktivitas yang mengarah kepada keputusan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.
  4. Tahap implementasi, tahap ini berlangsung ketika sesorang atau kelompok menerapkan atau menggunakan inovasi itu dalam kegiatan organisasinya.
  5. Tahap konfirmasi, tahap dimana sesorang atau kelompok mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang dilakukannya.
  1. Sistem sosial

        Sistem sosial merupakan berbagai unit yang saling berhubungan satu sama lain dalam tatanan masyarakat dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

  1. Struktur sosial

        Struktur sosial pada dasarnya merupakan penyusunan yang berpola dari berbagai unit dalam satu sistem. Adanya struktur sosial menghasilkan beberapa keuntungan dalam perkembangan menghadapi dinamika sosial kemasyarakatan. Pertama, adanya struktur sosial baik formal maupun informal akan memberikan dorongan stabilitas dan ketaatan hukum khususnya dalam konteks sistem sosial yang ada. Kedua, adanya struktur sosial akan mampu memprediksi kencenderungan perilaku masyarakat, termasuk dalam kaitannya dengan proses difusi inovasi yang tengah berlangsung dalam tatanan masyarakat tertentu.

  1. Norma sosial dan fungsi

        Norma merupakan hal yang penting dalam proses difusi inovasi. Di sisi lain norma suatu sistem juga bisa berperan sebagai penghalang atau barrirers suatu perubahan. Berikut ini antara lain kegiatan inovasi pendidikan yang melibatkan sistem sosial tertentu.

  1. Batasan pelaksanaan inovasi ( boundary maintenance operation ), yaitu suatu sistem sosial dalam garapan pendidikan yang secara nyata membatasi ( melalui in dan out ) dari pelaksanaan suatu perubahan pandidikan yang dilakukan.
  2. Ukuran dan kewilayahan ( size and territoriality ) yaitu suatu sistem sosial yang secara jelas mempersyaratkan kelompok orang ataupun geografis untuk melaksanakan suatu inovasi yang akan dilakukan.
  3. Kelengkapan fasilitas ( physical facilities ), yaitu system sosial yang mengaitkan berbagai fasilitas atau teknologi termasuk sumber daya manusia yang akan terlibat untuk melakasanakan suatu proyek inovasi pendidikan yang dilakukan.
  4. Penggunaan durasi waktu ( time use ), yaitu system sosial mempersyaratkan faktor waktu sebagai ciri dominan suatu inovasi pendidikan.
  5. Tujuan yang ingin dicapai ( goals ), yaitu system sosial yang mempersyaratkan faktor tujuan sebagai cirri dominant.
  6. Prosedur yang digunakan, yaitu suatu system sosial yang mengaitkan berbagai prosedur dan teknologi untuk melaksanakan suatu proyek inovasi pendidikan yang dilakukan.
  7. Defenisi peran ( role definition ), yaitu suatu system sosial yang mengaitkan berbagai peran sosial seperti peran guru, peran kepala sekolah sesuai dengan tugas dan kewenangannya untuk melaksanakan proyek inovasi.
  8. Kondisi normatif ( normative beliefs ), yaitu system sosial mengaitkan mempersyaratkan perlunya norma dan cirri normatif lainnya untuk melaksanakan suatu proyek inovasi.
  9. Sistem struktur sosial ( structure ), yaitu system sosial yang mengaitkan berbagai struktur dan hubungan antar manusia dalam organisasi atau system lainnya untuk melaksanakan suatu proyek inovasi.
  10. Metoda sosialisasi ( socialization method ), yaitu suatu system sosial yang menghubungkan berbagai metoda sosialisasi atau prosedur tertentu untuk melaksanakan proyek inovasi.
  11. Keterkaitan dengan system / instansi lain ( linkage with other system ), yaitu suatu kondisi system sosial dalam inovasi yang mengaitkan berbagi system atau instansi dalam implementasi inovasi yang akan dilakukan.

        Dalam kaitannya dengan kontribusi inovasi pendidikan Huberman seperti dikutip ishak abdulhak ( 2000 ) membagi sifat perubahan dalam inovasi kedalam enam kelompok yaitu :

  1. Penggantian        
  2. Perubahan
  3. Penambahan
  4. Penyusunan kembali
  5. Penghapusan
  6. Penguatan

  1. Hambatan-hambatan inovasi

        Suatu pembaruan atau inovasi sering tidak berhasil dengan optimal. Hal ini desebabkan oleh adanya  berbagai hambatan yang muncul seperti hambatan geografis, hambatan ekonomi yang tidak memadai, hambatan social cultural dan lain sebagainya. Berbagai hambatan tersebut tentu saja dapat memengaruhi keberhasilan suatu inovasi. Ibrahim (1988) mencatat ada 6 faktor utama yang dapat menghambat suatu inovasi. Keenam faktor tersebut dijelaskan dibawah ini.

  1. Estimasi yang tidak tepat

        Sering terjadi kegagalan suatu inovasi disebabkan kurang matangnya perkiraan atau kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul.

        Faktor estimasi atau perencanaan dalam inovasi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan inovasi. Hambatan yang disebabkan kurang tepatnya estimasi ini di antaranya mencakup kurang adanya pertimbangan implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antar angggota team pelaksana, kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang ingin dicapai, tidak adanya koordinasi antar petugas yang terlibat misalnya, dalam hal pengambilan keputusan dan kebijakan yang dianggap perlu. Disamping itu, dalam proses perencanaan juga mungkin terjadi hambatan yang muncul dari luar, misalnya adanya tekanan dari pihak tertentu (seperti pemerintah) untuk mempercepat hasil inovasi.

        Untuk mencegah adanya hambatan di atas, maka proses menyusun perencanaan inovasi perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan koordinasi berbagai pihak yang dirasakan akan berpengaruh. Pengaturan wewenang dan tugas perlu direncanakan dengan matang sehingga setiap orang yang terlibat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

  1. Konflik dan motivasi

        Konflik biasa terjadi dalam proses pelaksanaan inovasi, misalnya ada pertentangan antara anggota tim, kurang adanya pengertian serta adanya pertentangan antara anggota tim inovasi. Pertentangan-pertentangan seperti itu bukan saja dapat menghambat akan tetapi mungkin dapat merusak proses inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, para perancang inovasi harus mengantisipasi adanya pertentangan tersebut. Di samping konflik, faktor yang dapat menghambat bisa juga ditambah oleh motivasi, misalnya motivasi yang lemah dari orang-orang yang terlibat yang justru memegang kunci, adanya pandangan yang sempit dari beberapa orang yang dianggap penting dalam proyek inovasi, bantuan-bantuan yang tidak sampai, adanya sikap yang tidak terbuka dari pemegang jabatan proyek inovasi dan lain sebagainya.

  1. Inovasi tidak berkembang.

        Hambatan lain yang dapat mengganggu berjalannya inovasi dapat disebabkan kurang berkembangnya proses inovasi itu sendiri. Beberapa factor yang dapat memengaruhi diantaranya, pendapat yang rendah, faktor yang dapat mempengaruhi di antaranya, pendapat yang rendah, faktor geografis, seperti tidak memahami kondisi alam., letak geografis yang terpencil dan sulit dijangkau oleh alat transformasi sehingga dapat menghambat pengiriman bahan-bahan financial, kurangnya sarana komuikasi, iklim dan cuaca yang tidak mendukung dan lain sebagainya.

  1. Masalah finansial

        Keberhasilan pencapaian program inovasi sangat ditentukan oleh dana yang tersedia. Sering terjadi kegagalan inovasi dikarenakan dana yang tidak memadai. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan maslah financial ini di antaranya, bantuan dana yang sangat minim sehingga dapat mengganggu dalam operasional inovasi, kondisi ekonomi masyarakat secara keseluruhan, penundaan bantuan dana.

  1. Penolakan dari kelompok tertentu

        Ketidakberhasilan inovasi dapat juga ditentukan oleh khususnya kelompok masyarakat yang menentukan seperti golongan elite, tokoh masyarakat dalam suatu sistem sosial, manakala terjadi penolakan dari kelompok tersebut terhadap suatu inovasi, maka proses inovasi akan mengalami  ganjalan. Penolakan inovasi sering ditunjukan oleh kelompok sosial yang tradisional dan konservatif. Kelompok sosial yang demikian, biasanya merasa puas dengan hasil yang telah diapai, bagaimanapun hasil itu dirasakan sangat minimal. Untuk itulah dalam upaya keberhasiklan inovasi perlu dilakukan sosialisasi dan koordinasi dengan berbagai pihak.

  1. Kurang adanya hubungan sosial

        Faktor lainnya yang dapat menghambat proses inovasi adalah kurang adanya hubungan sosial yang baik antara berbagai pihak khususnya antar anggota team, sehingga terjadi ketidakharmonisan dalam bekerja. Dengan demikian, adanya hubungan  yang baik harus diciptakan dengan melakukan pertukaran pikiran secara kontinu antara sesama anggota team.

Ada 3 hambatan utama yang berpotensi timbul dalam setiap adopsi inovasi.

  1. Mental block barriers, yaitu hambatan yang lebih disebabkan oleh sikap mentah. Salah persepsi, cenderung berfikir negatif, dihantui oleh kegagalan, tidak mau mengambil resiko, malas.
  2. Hambatan yang sifatnya culture block, hal ini lebih dilatar belakangi oleh : adat yang sudah mengakar dan mentradisi, taat terhadap tradisi setempat, ada perasaan berdosa bila merubah “tatali karuhun”
  3. Hambatan social block, hal ini disebabkan antara lain oleh : perbedaan suku dan agama ataupun ras, perbedaan sosial ekonomi, nasionalisme yang sempit, dan fanatisme daerah yang kurang terkontrol.

  1. Hasil inovasi kurikulum
  1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

        Dalam Standar Nasonal Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

        KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut.

  1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional  pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
  2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:

  1. KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
  2. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisor dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.

        KTSP pada dasarnya adalah KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL), SK dan KD yang terdapat dalam SI yang merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada kurikulum berbasis kompetensi (uji coba Kurikulum 2004).

Adapun tujuan dari KTSP ini adalah:

        Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.

Sedangkan secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:

  1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
  2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangankan kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama.
  3. Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.

  1. Kurikulum Berbasis Kompetensi

        Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.

        Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua.

        KBK berorientasi bahwa siswa bukan hanya memahami materi pelajaran untuk mengembangkan kemampuan intelektual saja, melainkan bagaimana pengetahuan itu dipahaminya dapat mewarnai perilaku yang ditampilkan dalam kehidupan nyata.

Gordon (l988) menyarankan beberapa aspek yang harus terkandung dalam kompetensi sebagai berikut:

  1. Pengetahuan (knowledge), yaitu pengetahuan untuk melakukan proses berfikir.
  2. Pemahaman (understanding). Yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki individu.
  3. Keterampilan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas yang dibebankan.
  4. Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini sehingga akan mewarnai dalam segala tindakannya.
  5. Sikap (attitude), yaitu perasaan atau reaksi terhadap suatu rangsang yang datang dari luar, perasaan senang atau tidak senang terhadap sesuatu masalah
  6. Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan untuk mempelajari materi pelajaran.

Depdiknas (2002) mengemukakan karakteristik KBK secara lebih rinci dibandingkan dengan pernyataan di atas, yaitu:

  1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi baik secara individual maupun klasikal, artinya isi KBK intinya sejumlah kompetensi yang harus dicapai siswa, dan kompetensi inilah sebagai standar minimal atau kemampuan dasar.
  2. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman, artinya keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar. Indikator inilah yang dijadikan acuan kompetensi yang diharapkan. Proses pencapaian tentu saja bergantung pada kemampuan dan kecepatan yang berbeda setiap siswa.
  3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi sesuai dengan keberagaman siswa
  4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lain yang memenuhi unsur edukatif, artinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Guru berperan sebagai fasilitator untuk mempermudah siswa belajar dari berbagai macam sumber belajar.
  5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. KBK menempatkan hasil dan proses belajar sebagai dua sisi yang sama pentingnya.

        Setelah memahami karakteristik KBK, maka sebenarnya apa yang ingin dicapai oleh kurikulum berbasis kompetensi adalah mengembangkan peserta didik untuk menghadapi perannya di masa mendatang dengan cara mengembangkan sejumlah kecakapan hidup (life skill). Life skill merupakan kecakapan yang harus dimiliki seseorang untuk terbiasa berani menghadapi problem kehidupan secara wajar kemudian secara kreatif mencari solusi untuk mengatasinya.

  1. Kurikulum Berbasis Masyarakat

        Kurikulum berbasis masyarakat yang bahan dan objek kajiannya kebijakan dan ketetapan yang dilakukan di daerah, disesuaikan dengan kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah yang perlu dipelajari oleh siswa di daerah tersebut. Bagi siswa berguna untuk memberikan kemungkinan dan kebiasaan untuk akrab dengan lingkungan dimana mereka tinggal.

        Kemungkinan lain mencegah dari keterasingan lingkungan, terbiasa dengan budaya dan adat istiadat setempat dan berusaha mencintai lingkungan hidup, sehingga sebutan kurikulum ini disebut kurikulum berbasis wilayah.

Tujuan kurikulum tersebut adalah:

  1. Memperkenalkan siswa terhadap lingkungannya, ikut melestarikan budaya termasuk kerajinan, keterampilan yang nilai ekonominya tinggi di daerah tersebut.
  2. Membekali siswa kemampuan dan keterampilan yang dapat menjadi bekal hidup mereka di masyarakat, seandainya mereka tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
  3. Membekali siswa agar bisa hidup mandiri, serta dapat membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

        Kurikulum berbasis masyarakat memiliki beberapa keunggulan/kelebihan antara lain: Pertama, kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat. Kedua, kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah, baik kemampuan finansial, profesional maupun manajerial. Ketiga, disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian sangat memudahkan dalam pelaksanaannya. Keempat, ada motivasi kepada sekolah khusus kepala sekolah dan guru kelas untuk mengembangkan diri, mencari dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum.

        Ada baiknya studi NIER (l999: 21-22) menjelaskan yang menjadi fokus dan perhatian utama masyarakat dalam kebijakan pendidikan yang ditempuh dalam suatu negara, yaitu:

  1. Fokus sektor pembangunan keterpaduan sosial dan identitas nasional dalam percaturan global haanya untuk mempertahankan cultural heritage
  2. Fakus pada pembinaan budaya, etnis, dan nilai-nilai moral.
  3. Fokus pada pengembangan ekonomi masa depan, dan persaingan global/internasional.
  4. Fokus pada persamaan kesempatan dalam bidang gender, disabilites, income.
  5. Fokus pada upaya untuk meningkatkan pencapaian siswa.

        Sedangkan organisasi kurikulum, (NIER, l999) melaporkan bahwa secara umum ada tiga pendekatan kurikulum nasional yang ditempuh:

  1. Pendekatan yang bercirikan isi atau topik (content or topic based curriculum), yaitu sajian kurikulum yang berupa sebaran materi/topik sesuai dengan mata pelajaran.
  2. Pendekatan yang bercirikan pendekatan kompetensi (outcome based curriculum), yaitu sajian kurikulum berdasarkan outcome dan kompetensi yang sepatutnya dicapai oleh para peserta didik.
  3. Paduan antara content/topic based dan outcome based. Dalam perspektif nasional, pengembangan kurikulum nasional ada kecenderungan saat ini adanya pergeseran dari kuriklum yang memiliki ciri “contend or topic based” ke kurikulum yang bercirikan “outcome or competence based”, seperti direfleksikan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi.

        Model pengajaran yang berpusat pada masyarakat adalah suatu bentuk kurikulum yang memadukan antara sekolah dan masyarakat dengan cara membawa sekolah ke dalam masyarakat atau membawa masyarakat ke dalam sekolah guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Hamalik (2005) merinci karakteristik kurikulum berbasis pada masyarakat meliputi:

  1. Karakteristik pembelajaran pada kurikulum berbasis masyarakat:

  1. Pembelajaran beroreantasi pada masyarakat, di masyarakat dengan kegiatan belajar bersumber pada buku teks
  2. Disiplin kelas berdasarkan tanggungjawab bersama bukan berdasarkan paksaan atau kebebasan
  3. Metode mengajar terutama dititikberatkan pada pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan perorangan dan kebutuhan sosial atau kelompok
  4. Bentuk hubungan atau kerjasama sekolah dan masyarakat adalah mempelajari sumber-sumber masyarakat, menggunakan sumber-sumber tersebut, dan memperbaiki masyarakat tersebut
  5. Strategi pembelajaran meliputi karyawisata, manusia (nara sumber), survai masyarakat, berkemah, kerja lapangan, pengabdian masyarakat, kuliah kerja nyata, proyek perbaikan masyarakat dan sekolah pusat masyarakat.

  1. Karakteristik materi pembelajaran

        Agar penjabaran dan penyesuaian dengan tuntutan kewilayahan tidak meluas dan melebar, maka perlu diperhatikan kriteria untuk menyeleksi materi yang perlu diajarkan, kriteria tersebut antara lain:

  1. Validitas, telah teruji kebenaran dan kesahihannya.
  2. Tingkat kepentingan yang benar-benar diperlukan oleh siswa
  3. Kebermanfaatan, secara akademik dan non akademik sebagai pengembangan kecakapan hidup (life skill) dan mandiri
  4. Layak dipelajari, tingkat kesulitan dan kelayakan bahan ajar dan tuntutan kondisi masyarakat sekitar
  5. Menarik minat, dapat memotivasi siswa untuk mempelajari lebih lanjut dengan menumbuh kembangkan rasa ingin tahu Alokasi waktu, penentuan alokasi waktu terkait dengan keleluasan dan kedalaman materi
  6. Sarana dan sumber belajar, dalam arti media atau alat peraga yang berfungsi mermberikan kemudahan terjadinya proses pembelajaran.

  1. Kegiatan siswa dan guru

        Kegiatan siswa, mestinya mempertimbangkan pemberian peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah dan menemukan sendiri pengetahuan, di bawah bimbingan guru. Juga materi pembelajaran dipilih haruslah yang dapat memberikan pembekalan kemampuan/kecakapan kepada peserta didik untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai kecakapan hidup atau dapat hidup mandiri dengan menggunakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang telah dipelajari.

Guru dalam kurikulum berbasis pada masyarakat berperan sebagai fasilitator, sumber belajar, pembina, konsultan, sebahai mitra kerja yang memfasilitasi siswa dalam pemebelajaran. Sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki karakter, kecakapan, dan keterampilan yang kuat untuk digunakan dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam gunia kerja atau pendidikan lebih lanjut

  1. Penilaian dalam kurikulum berbasis pada masyarakat

        Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menaksirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian ini dilakukan secara terpadu dengan kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu disebut penilaian berbasis kelas (PBK). PBK ini dilakukan dengan mengunpulkan kerja siswa (fortofolio), hasil karya (penugasan), kinerja (performance), dan tes tertlis. Guru menilai kompetensi dan hasil belajar siswa berdasarkan tingkat pencapaian prestasi siswa selama dan setelah kegiatan belajar mengajar.

  1. KURIKULUM BERBASIS KETERPADUAN

        Pendekatan keterpaduan merupakan suatu sistem totalitas yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan dan berinteraksi baik antar komponen dengan komponen maupun antar komponen-komponen dengan keseluruhan, dalam rangka mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, pendekatan sistem menitikberatkan pada keseluruhan, lalu bagian-bagian dan unsur-unsur dan interaksi antara bagian-bagian dengan keseluruhan. Konsep keterpaduan pada hakekatnya menunjuk pada keseluruhan, kesatuan, kebulatan, kelengkapan, kompleks, yang ditandai oleh interaksi dan interpendensi antara komponen-komponennya (Alisyahbana, l974:17).

        Ini berarti organisasi kurikulum secara terpadu, suatu bentuk kurikulum yang meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan (integrated curriculum). Kurikulum terpadu menyediakan kesempatan dan kemungkinan belajar bagi para siswa. Kesempatan belajar tersebut dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan hal-hal yang berpengaruh,oleh karena itu diperlukan pengaturan, kontrol, bimbingan agar proses belajar terarah ketercapaian tujuan-tujuan kemampuan yang diharapkan. Kurikulum dirancang berdasarkan sistem keterpaduan yang mempertimbangkan komponen-komponen masukan, proses dan produk secara seimbang dan setaraf.

        Pada komponen masukan, kurikulum dititikberatkan pada mata mata pelajaran logis dan sistematis agar siswa menguasai struktur pengetahuan tertentu. Pada komponen proses, kurikulum dititikberatkan pada pembentukan konsep berfikir dan cara belajar yang diarahkan kepada pengembangan peta kognitif. Pada komponen produk, kurikulum dititikberatkan pada pembentukan tingkah laku spesifik. Ketiga komponen tersebut berinteraksi dalam kurikulum secara terpadu, sehingga tujuan kurikulum terpadu untuk mengembangkan kemampuan yang meruapakan gejala tingkah laku berkat pengalaman belajar.

        Tingkah laku yang diterapkan adalah integrasi atau behavior is the better integrated, terjadi dikarenakan pengalaman-pengalaman dalam situasi tertentu, bukan karena kecenderungan alami atau kematangan kondisi temporer, sehingga perubahan tingkah laku bersifat permanen dan bertalian dengan situasi tertentu (Hilgard & Bower, l977:17).

        Untuk mencapai perubahan-perubahan perilaku, sistem keterpaduan dikembangkan berdasarkan prisip-prinsip sebagai berikut: suasana lapangan (field setting) yang memungkinkan siswa menampilkan kemampuannya di dalam kelas, pengembangan diri sendiri (self development), pengembangan potensi yang dimiliki masing-masing individu (self actualization), proses belajar secara kelompok (social learning), pengulangan dan penguatan (reinforcement), pemecahan masalah-masalah (heuristik learning), dan sikap percaya diri sendiri (self confidence).

        Kurikulum Berbasis Keterpaduan meliputi berbagai komponen yang saling berkaitan yaitu sub sistem masukan yakni siswa, sub sistem proses yakni metode, materi dan masyarakat, sub sistem produk yakni lulusan yang dikaitkan komponen evaluasi dan umpan balik. Masing-masing komponen saling berkaitan, pengaruh mempengaruhi satu sama lain dalam rangka untuk mencapai tujuan.

         Komponen lulusan adalah produk sistem kurikulum yang memenuhi harapan kuantitas yakni jumlah lulusan sesuai dengan kebutuhan dan harapan kualitas yakni mutu lulusan ditinjau dari segi tujuan instrinsik dan tujuan ekstrinsik. Tujuan instrinsik beroreantasi bahwa lulusan diharapkan menjadi insan-insan terdidik, berbudaya dan berahlakulkarimah. Tujuan ekstrinsik, beroreantasi bahwa lulusan sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan khususnya kompeten di bidang pekerjaannya.

        Komponen metode terdiri dari program pembelajaran, metode penyajian, bahan dan media pendidikan. Sedangkan komponen materi terdiri dari fasilitas, sarana dan prasarana, perlengkapan, dan biaya. Komponen ini disediakan dalam jumlah dan kualitas yang memadai dan berfungsi sebagai unsur penunjang proses pendidikan. Khusus media pendidikan bagaimana media tersebut menggunakan lingkungan sekolah tempat belajar dan selalu memudahkan dan menyederhanakan materi sehingga menyenangkan situasi belajar siswa.

        Komponen evaluasi untuk menilai keberhasilan proses kurikulum dan ketercapaian tujuan kurikulum. Evaluasi dilaksanakan dalam bentuk evaluasi formatif dan evaluasi summatif. Hasil evaluasi memberikan informasi untuk membuat keputusan tentang tingkat produktivitas kurikulum dan derajat performansi yang dicapai oleh siswa.
        Komponen balikan berguna untuk memberikan informasi dalam rangka umpan balik demi perbaikan sistem kurikulum. Sumber informasi diperoleh dari hasil evaluasi yang telah dilaksanakan sekolah dan lembaga tempat para lulusan bekerja.

        Komponen masyarakat merupakan masukan eksternal dalam bidang sosial dan budaya, yang berfungsi sebagai faktor penunjang dan turut mewarnai pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan.

        

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

        Inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan. Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bias benar-benar baru yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut denan invention, atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks social yang lain yang kemudian disebut dengan istilah discovery.

        Ada beberapa masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Sekalipun telah diberlakukannya otonomi daereh sebagai konsekuansi penerapan undang-undang nomor 22 tahun 1999, permasalahan itu tampaknya akan tetap ada, bahkan akan semakin kompleks. Masalah tersebut adalah masalah relevansi, masalah kualitas, masalah efektivitas dan efisiensi, masalah daya tamping sekoloah yang terbatas.

  1. Masalah relevansi pendidikan
  2. Masalah kualitas pendidikan
  3. Masalah efektivitas dan efisiensi
  4. Masalah daya tampung yang terbatas.

        Difusi adalah proses komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk inovasi antara warga masarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu pula.

DAFTAR PUSTAKA