Published using Google Docs
srisumaryoto.docx
Updated automatically every 5 minutes

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KOMPETENSI DASAR MEMAHAMI AYAT-AYAT AL QUR'AN TENTANG UKHUWAH MELALUI PENERAPAN METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN PENDEKATAN INQUIRY SISWA KELAS X-IPS-4

SEMESTER I DI SMA NEGERI 4 SURAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh : Sri Sumaryoto

SMA Negeri 4 Surakarta

ABSTRAK

        Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil pendidikan agama Islam melalui kompetensi dasar memahami ayat-ayat AL Qur’an tentang ukhuwah (persaudaraan) melalui penerapan metode Contextual Teaching and Learning dengan pendekatan Inquiry pada siswa kelas X-IPS-4 Semester I SMA Negeri 4 Surakarta Tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus meliputi empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, data di lapangan menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar PAI siswa kelas X-IPS-4  SMA Negeri 4 Surakarta. Peningkatan prestasi belajar siswa dapat dilihat dari hasil penilaian selama proses pembelajaran mencakup penilaian aktivitas siswa, nilai tugas dan ulangan. Hasil penelitian ini membuktikan adanya peningkatan prestasi belajar siswa sebagai berikut. Pada siklus II terdapat peningkatan sebesar 15,38% yaitu 92,31% dari siklus I yaitu 76,92%. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 80 dibanding siklus I. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan strategi Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode Inquiri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Kata kunci: Contextual Teaching and Learning, metode inquiry

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 37 ayat (1) menegaskan bahwa isi kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat, antara lain pendidikan agama. Dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah masih menuai kritik terhadap kesenjangan antara teori dan praktek. Kegagalan pendidikan agama disebabkan praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata daripada pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif volutif, yakni kemauan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Dengan kata lain, pendidikan agama lebih berorientasi pada belajar tentang agama dan kurang berorientasi pada belajar bagaimana cara beragama yang benar. Akibatnya, terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan.

Pembelajaran pendidikan Agama Islam pada observasi awal yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa proses pembelajaran pada siswa Kelas X-IPS-4 Semester Ganjil di SMA Negeri 4 Surakarta, Tahun Pelajaran 2012/2013, aktivitas belajarnya cenderung pasif yang menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Siswa seharusnya dapat menggali potensinya dengan bertanya atau menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Siswa juga pasif dalam mengerjakan tugas kelompok melalui metode pemberian tugas dan diskusi. Aktivitas belajar siswa dalam diskusi kelompok kurang efektif karena tiap kelompok beranggotakan 10 siswa sehingga proses belajar didominasi oleh siswa yang pandai dan rajin saja.

Persoalan sekarang adalah bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep pendidikan agama Islam yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Bagaimana guru dapat meningkatkan aktifitas proses belajar dan prestasi siswa sebagai hasil belajarnya, untuk itu diperlukan pendekatan pembelajaran salah satunya pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL).

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran CTL. Tujuh komponen itu, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).

Proses menemukan (inkuiri) sangatlah urgen dalam pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Dengan inkuiri siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep- konsep, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip- prinsip untuk mereka sendiri. Bahkan menurut Ahmad Zayadi, inkuiri atau proses menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran CTL dengan alasan, ketika seseorang menemukan sesuatu yang dicari, daya ingat seseorang tersebut akan lebih melekat dibandingkan dengan orang lain yang menemukannya.  

Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar Memahami Ayat-Ayat Al Qur'an Tentang Ukhuwah Persaudaraan  Melalui Penerapan Metode Contextual Teaching And Learning dengan Pendekatan Inquiry Siswa Kelas X-IPS-4 Semester I Tahun Pelajaran 2012/2013 di SMA Negeri 4 Surakarta”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.

  1. Apakah penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas X-IPS-4 di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Surakarta ?
  2. Bagaimana pola penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inquiry yang dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas X-IPS-4 di SMA Negeri 4 Surakarta?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui apakah penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas X-IPS-4 di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Surakarta.
  2. Untuk mengetahui pola penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inquiry yang dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas X-IPS-4 di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Surakarta.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh praktisi pendidikan, khususnya bagi:

  1. Guru; Sebagai bahan pertimbangan bagi guru-guru PAI untuk menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inquiry dalam meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa.
  2. Penulis; Berguna dalam menambah wawasan dan pengalaman terutama dalam menerapkan pendekatan pembelajaran CTL serta menambah referensi menjadi guru yang profesional.
  3. Siswa; Memudahkan siswa untuk belajar, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa. Diharapkan juga dengan penelitian ini siswa lebih mudah memahami, menghayati dan mengamalkan pelajaran Pendidikan Agama Islam.

KAJIAN TEORI

Contextual Teaching and Learning (CTL)

  1. Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan lebih konkret, lebih realistik, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih bermakna.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).

Pembelajaran CTL dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran CTL menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Dengan kata lain, pembelajaran CTL juga bertujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diserap atau ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks yang lainnya (Zayadi dan Abdul Majid, 2005: 12).

Jadi jelaslah bahwa pemanfaatan pembelajaran CTL akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan pembelajaran CTL akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan pekerja.

  1. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

CTL pada dasarnya dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas bagaimanapun keadaannya. Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

  1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya;
  2. Langsungkan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik;
  3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya;
  4. Ciptakan "masyarakat belajar" (belajar dalam kelompok-kelompok);
  5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran;
  6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan;
  7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Baharuddin, 2007: 138)

Kegiatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang berkualitas, lebih mendorong timbulnya kreativitas dan produktivitas serta efisiensi dan efektivitasnya. Mengapa hasil belajar meningkat, karena dalam pembelajaran yang kontekstual dipergunakan semua alat indra secara serentak sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih aktual, konkret, realistik,  menyenangkan dan bermakna. Pendekatan ini melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yaitu:Konstruktivisme (Constructivism), proses menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection), dan penilaian autentik (Authentic Assessment) (Trianto, 2008: 25).

Dalam penelitian ini yang akan di bahas yaitu CTL dengan pendekatan menemukan (inquiry). Inquiry merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Pengetahuan dan keterampilan diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat serangkaian fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. 47 Siswa diberi pembelajaran untuk menangani permasalahan yang mereka hadapi ketika berhadapan dengan dunia nyata. Guru harus merencanakan situasi sedemikian rupa, sehingga para siswa bekerja menggunakan prosedur mengenali masalah, menjawab pertanyaan, menggunakan prosedur penelitian atau investigasi dan menyiapkan kerangka berpikir, hipotesis, dan penjelasan yang relevan dengan pengalaman pada dunia nyata (Sumiati dan Asra, 2008: 16).

Adapun langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah : a) Merumuskan masalah. b) Mengamati atau melakukan observasi. c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya. d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.

Tinjauan tentang Metode Inkuiri

  1. Pengertian Metode Inkuiri

Metode inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Proses inkuiri menuntut guru bertindak sebagai fasilitator, nara sumber, dan penyuluh kelompok. Para siswa didorong untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan (Hamalik, 2001: 221).Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Pengetahuan dan keterampilan diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat serangkaian fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (Trianto, 2008: 30).

Sasaran utama dalam kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri (Trianto, 2008: 135).Dalam pembelajaran inkuiri, guru jarang sekali menerangkan, tetapi ia banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dengan pertanyaan, guru dapat membantu siswa menyadari ke arah mana mereka harus berpikir. Guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai sehingga mereka lebih mampu mengorganisasikan pendapat serta dapat lebih meningkatkan pengertian- pengertian terhadap segala sesuatu yang sedang dibahas.

Selain itu, dalam pembelajaran inkuiri diharapkan adanya diskusi. Dalam diskusi diharapkan terjadi interaksi antara siswa, guru dan terutama juga diharapkan terjadinya interaksi antar siswa secara optimal. Pada diskusi, guru dapat mengarahkan kegiatan-kegiatan mental siswa sesuai dengan yang telah direncanakan. Siswa lebih banyak terlibat sehingga tidak hanya mendengarkan informasi atau ceramah dari guru saja, melainkan mendapat kesempatan untuk masalah-masalah yang disajikan dalam diskusi. dengan pertanyaan atau masalah ini, maka dalam usaha menjawabnya atau memberikan pendapatnya, siswa "dipaksa" untuk belajar menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.

  1. Prinsip-prinsip Penggunaan Metode Inkuiri
  1. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual

Tujuan utama dari inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, metode ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan inkuiri bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu.

  1. Prinsip Interaksi

Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkunganatau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.

  1. Prinsip Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi inkuiri adalah guru sebagai penanya. Kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.

  1. Prinsip Belajar untuk Berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Oleh karena itu, pembelajaran berpikir ini berusaha untuk memanfaatkan otak secara maksimal saat belajar.

  1. Prinsip Keterbukaan

Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

  1. Proses Pelaksanaan Metode Inkuiri

Gulo (2002) menyatakan, bahwa inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan. Inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data dan membuat kesimpulan.

  1. Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan

Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan di papan tulis, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis.

  1. Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik atau grafik.

  1. Analisis Data

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran "benar" atau "salah". Setelah memperoleh kesimpulan dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukannya.

  1. Membuat Kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Tinjauan tentang Pendidikan Agama Islam di SMA

  1. Pengertian Pendidikan Agama Islam di SMA

Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Tayar Yusuf mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT. Sedangkan menurut Ahmad Tafsir pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Abdul Majid dan Dian, 2005: 130).

Pendidikan agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk menghasilkan manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Pendidikan agama Islam diharapkan menghasilkan juga manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, taqwa, dan akhlak serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan.

  1. Tujuan Pendidikan Agama Islam di SMA

Dalam GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam, tujuan PAI yaitu agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia (Muhaimin, 2004: 78). Adapun pendidikan agama Islam di SMA bertujuan untuk: a) Menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan serta pengalaman siswa tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. b) Mewujudkan manusia Indonesia berakhlak mulia yaitu manusia yang produktif, jujur, adil, etis, disiplin, bertoleransi (tasamuh), serta menjaga harmoni secara personal dan sosial.

Prestasi Belajar PAI

  1. Pengertian Prestasi Belajar PAI

Prestasi belajar adalah proses yang dialami siswa dan menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, penerapan, daya analisis, sintesis, dan evaluasi (Hawadi, 2004: 68). Sejalan dengan definisi prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi belajar PAI adalah penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari tentang mata pelajaran PAI yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan/ keterampilan yang dinyatakan sesudah hasil penilaian (Djamarah, 1994: 24).

Prestasi belajar PAI dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai. Hasil pembelajaran pendidikan agama Islam mencakup hasil langsung (instructional effect) dan hasil pengiringan (nurturant effect). Perencanaan pembelajaran pendidikan agama yang baik diperlukan pemilihan hasil pembelajaran yang segera dapat diukur pencapaiannya (hasil langsung) dan hasil belajar yang terbentuk secara kumulatif yang merupakan ramuan dari sejumlah peristiwa pembelajaran pendidikan agama (hasil pengiringan). Hasil pembelajaran pendidikan agama tidak semua berupa hasil nyata yang dapat diukur langsung setelah belajar, karena ada hasil belajar yang tidak bisa diamati setelah pembelajaran pendidikan agama berakhir, terutama hasil pembelajaran ranah sikap. Ranah sikap merupakan hasil pendidikan agama yang banyak diharapkan dan sikap lebih merupakan hasil pembelajaran pendidikan agama yang terbentuk secara kumulatif dalam waktu yang relatif lama.

  1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar PAI

Secara umum faktor- faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas 2 kategori, yaitu (1) faktor internal dan (2) faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

Faktor Internal; Faktor internal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Pertama, keadaan tonis jasmani. Keadaan tonis jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.  Kedua, keadaan fungsi jasmani atau fisiologi. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra.

Aspek Psikologis; Faktor atau aspek psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, dan bakat.

a)Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut   itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua dan lain sebagainya.

 b) Motivasi. Motivasi adalah proses di dalam diri individu yang aktif mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Adapun motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, tata tertib, teladan guru, orang tua, dan lain sebagainya.

 c) Minat.  minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, maka ia tidak mau belajar. Oleh karena itu, seorang guru perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran.

d) Bakat. Bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Berkaitan dengan belajar, Slavin mendefinisikan bakat sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.

Faktor Eksternal; Muhibbin Syah menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.

1) Lingkungan Sosial, meliputi; a) Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik. b) Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa.  c) Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Karena lingkungan keluargalah yang pertama-tama membentuk kepribadian siswa, apakah keluarga akan memberikan pengaruh positif atau negatif. Pengaruh ini terlihat dari cara orang tua mendidik.

2) Lingkungan Non sosial, melipuri: a) Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas belajar siswa. b) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain lainya. c) Faktor materi pelajaran. Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan konstribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

Kerangka Pikir

Salah satu metode yang saat ini dianggap tepat dalam pembelajaran pendidikan agama Islam adalah melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).Penerapan pendekatan CTL bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar PAI siswa melalui peningkatan pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan anggota bangsa. Hasil yang diharapkan dari penerapan CTL adalah: (1) guru yang berwawasan pengajaran CTL; (2) materi pembelajaran; (3) strategi, metode dan teknik belajar dan mengajar; (4) media pembelajaran; (5) fasilitas pendukung; (6) proses belajar dan mengajar; (7) model penilaian dan (9) suasana/iklim sekolah yang bernuansa kontekstual.

Guru PAI dapat menggunakan pendekatan pembelajaran CTL dengan memperhatikan beberapa hal: a) memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa; b) lebih mengaktifkan siswa dan guru; c) mendorong berkembangnya kemampuan baru; d) menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi lebih responsif dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan dikehidupan nyata sehingga memiliki motivasi tinggi untuk belajar.

Dalam pembelajaran ini mengandung unsur utama yaitu berupa metode inkuiri atau proses menemukan. Metode inkuiri adalah suatu proses yang ditempuh manusia untuk mendapatkan informasi atau pembahasan atau dapat juga berupa proses yang ditempuh manusia untuk memecahkan suatu permasalahan. Jadi jelas dalam pembelajaran inkuiri ini, siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti ilmuwan sain yaitu teliti, tekun/ulet, objektif/jujur.

Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan CTL berupa metode inkuiri dapat meningkatkan hasil (prestasi) belajar yang lebih berkualitas, lebih mendorong timbulnya kreativitas dan produktivitas serta efisiensi dan efektifitasnya yang lebih menjanjikan. Mengapa prestasi belajar meningkat, karena dalam pembelajaran yang kontekstual dipergunakan semua alat indra secara serentak sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih aktual, konkret, realistik, nyata, menyenangkan dan bermakna.

Kerangka berpikir di atas dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

METODE PENELITIAN

Setting Penelitian

Penelitian tindakan dilakukan di SMA Negeri 4 Surakarta Kelas X-IPS-4 Tahun pelajaran 2012/2013. Pemilihan tempat didasarkan pada pertimbangan (1) peneliti adalah guru sekolah setempat yang memungkinkan dapat melaksanakan interaksi dengan subjek penelitian secara maksimal dalam pelaksanaan PTK, (2) Metode CTL dengan inquiry belum pernah diterapkan pada mata pelajaran PAI di SMA Negeri 4 Surakarta.Waktu penelitian selama tiga bulan, yaitu Juli 2012 sampai dengan September 2012.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas yaitu siswa kelas X-IPS-4 SMA Negeri 4 Surakarta dengan jumlah siswa 26 yang terdiri dari 10 siswa dan 16 siswi. Alasan dipilihnya kelas ini adalah aktifitas belajar siswa pasif dan prestasi masih kurang baik di bandingkan dengan kelas yang lain.

Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X-IPS-4 di SMA Negeri 4 Surakarta. Sumber data yang diperoleh dari para siswa tersebut meliputi:

  1. Skor tes formatif siswa dalam mengerjakan soal yang diberikan pada setiap akhir siklus.
  2. Hasil lembar observasi untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa atau prestasi belajar siswa.
  3. Hasil observasi dan catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas siswa pada pembelajaran PAI berlangsung.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode antara lain sebagai berikut.1) Observasi. Observasi dipusatkan pada proses dan hasil tindakan pembelajaran beserta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. 2) Wawancara. Metode wawancara digunakan untuk memperoleh data tentang tanggapan siswa terhadap penerapan metode contextual teaching and learning dengan pendekatan inquiry. 3) Dokumentasi. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang siswa seperti dokumentasi saat penerapan pembelajaran dengan metode contextual teaching and learning dengan pendekatan inquiry. 4) Tes. Prestasi belajar dalam mata pelajaran PAI siswa diukur melalui tes. Siswa dites dengan soal yang menitikberatkan segi penerapan pada akhir pembelajaran setiap siklus. Hasil setiap siklus dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui keefektifan tindakan dengan jalan melihat kembali (merujuk silang) pada indikator keberhasilan yang telah ditentukan.

Teknik Analisis Data

Data berupa hasil tes diklasifisikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut dianalisis secara desktiprif, yakni dengan membandingkan nilai tes antarsiklus. Yang dianalisis adalah nilai tes siswa sebelum menggunakan media contextual teaching and learning dengan pendekatan inquiry; dan nilai tes siswa setelah menerapkan metode contextual teaching and learning dengan pendekatan inquiry sebanyak 2 siklus. Kemudian, data yang berupa nilai tes antarsiklus tersebut dibandingkan hingga hasilnya dapat mencapai batas ketercapaian atau indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.

Indikator Keberhasilan

Rumusan kinerja dalam penelitian tindakan kelas ini adalah peningkatan pemahaman ayat-ayat Alqur'an tentang kompetisi dalam kebaikan yang ditunjukkan dengan perolehan nilai minimal 75 (KKM). Penelitian tindakan kelas ini dapat dikatakan berhasil jika pada siklus I 75% siswa memperoleh nilai > 75 (KKM) dan pada siklus II 90% siswa memperoleh nilai >75 (KKM).

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah serangkaian tahap penelitian dari awal sampai akhir. Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 20) ada empat tahapan penting dalam Penelitian Tindakan Kelas yaitu: (1) perencanaan (planning); (2) penerapan tindakan (action); (3) mengobservasi (observation); dan (4) refleksi (reflecting). Setiap pelaksanaan siklus pada Penelitian Tindakan Kelas, harus mencakup empat tahapan di atas. Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini sebanyak 2 siklus.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi kondisi Awal

Pembelajaran pendidikan Agama Islam pada observasi awal yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa proses pembelajaran pada siswa Kelas X-IPS-4 Semester Ganjil di SMA Negeri 4 Surakarta, Tahun Pelajaran 2012/2013, aktivitas belajarnya cenderung pasif yang menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Siswa seharusnya dapat menggali potensinya dengan bertanya atau menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Siswa juga pasif dalam mengerjakan tugas kelompok melalui metode pemberian tugas dan diskusi. Aktivitas belajar siswa dalam diskusi kelompok kurang efektif karena tiap kelompok beranggotakan 10 siswa sehingga proses belajar didominasi oleh siswa yang pandai dan rajin saja. Dari hasil penilaian sebagian besar siswa belum tuntas, nilai siswa di bawah KKM sebesar 23,08%.

Deskrpsi Siklus I

Pada siklus I siswa diarahkan untuk melakukan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dan tugas yang diberikan oleh guru, sedangkan guru hanya berlaku sebagai pembimbing. Pada saat kegiatan inti, sebagian besar siswa cukup antusias. Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas tersebut adalah selama 30 menit. Selama itu diskusi berjalan cukup efektif walau sebagian besar diskusi kelompok didominasi oleh siswa yang aktif, namun siswa cukup aktif dalam mencari sumber belajar berupa LKS, buku pelajaran, catatan, dan lain-lain. Setelah waktu habis, masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dihadapan kelompok yang lain dimana kelompok yang lain diberi kesempatan untuk menanggapi hasil pekerjaannya tersebut.

Dari hasil pengamatan ternyata kemampuan bertanya masih kurang dan kelas masih didominasi oleh siswa yang aktif terbukti dengan sedikitnya siswa yang bertanya dan berkomentar. Akan tetapi, siswa cukup baik dalam menghimpun hasil diskusi terlihat dari catatan yang dikumpulkan.Pada kegiatan penutup, guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan lalu melakukan refleksi terhadap apa yang telah dipelajari terkait dengan kompetisi dalam kebaikan sehingga diharapkan siswa mampu memilikinya dan mampu menerapkan dalam segala bentuk kehidupan sehari-harinya. Selain itu, siswa menuliskan hasil pembelajaran pada hari itu dalam buku catatan masing-masing siswa. Hingga akhir pertemuan, pembelajaran masih didominasi oleh siswa yang aktif.

Dari hasil pengamatan ternyata kemampuan bertanya masih tetap rendah namun ada peningkatan jumlah siswa yang mampu mengomentari hasil diskusi kelompok dan dapat dikatakan kelancaran mengemukakan ide dalam memecahkan masalah siswa dianggap cukup. Presentasi singkat yang dilakukan juga membawa siswa dalam suasana diskusi yang cukup ramai dengan perbedaan pendapat yang sempat muncul. Sehingga pada saat dilakukan refleksi, siswa tampak cukup antusias dan mengerti apa pelajaran yang dapat diambil dari pelajaran pada hari itu terkait dengan perilaku hidup demokratis menurut Islam.Di akhir siklus I, siswa mengerjakan ulangan harian yang sudah dipersiapkan untuk mengukur penguasaan siswa mengenai bab ayat-ayat tentang Ukhuwah [ persaudaraan ] yaitu Al-Qur'an surat Al Hujurat:10. Adapun data yang diperoleh selama proses penilaian adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1

Data Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas X-IPS-4 pada Siklus I

Dari hasil penilaian selama siklus I, Sebagian besar siswa sudah tuntas sebesar 76,92%, hal ini sesuai dengan indikator kinerja pada siklus yaitu apabila pada siklus I nilai siswa diatas KKM lebih dari 75% maka dapat dikatakan berhasil, akan tetapi dalam penelitian ini siswa dituntut lebih baik lagi.

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar PAI siswa kelas X -IPS-4 SMA Negeri 4 Surakarta. Pada awal pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri, para siswa masih terlihat kurang antusias dan belum aktif secara penuh dalam pembelajaran. Sebagian besar dari mereka masih membutuhkan banyak tuntunan dari guru terutama saat diskusi kelompok. Saat berdiskusi juga terlihat kurang bersemangat dan kelompok hanya mengandalkan beberapa orang untuk mengerjakan pertanyaan pada lembar tugas sedangkan yang lain sempat mengobrolkan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran. Sebenarnya tugas yang diberikan dalam proses inkuiri tidaklah terlalu sulit, hanya saja mungkin siswa masih terbiasa dengan metode sebelumnya yang kurang melibatkan diri mereka sendiri dalam mengkonstruk pemahamannya tentang sebuah materi pembelajaran.

Kembali pada tujuan peneliti menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah untuk meningkatkan prestasi belajar PAI siswa melalui pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan mampu mengkaitkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka peneliti menyimpulkan bahwa pada siklus I ini penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri mampu menunjukkan peningkatan prestasi belajar PAI namun hasil yang diperoleh belum maksimal.

Secara umum hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, antara lain sebagai berikut; a) Siswa belum terbiasa dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri atau dengan kata lain masih terbiasa dengan pendekatan konvensional (teacher centered).b) Siswa masih pasif dalam berdiskusi dan hanya beberapa siswa yang aktif sehingga proses pelaksanaan diskusi kurang bisa membawa siswa untuk aktif berbicara mengemukakan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan.c) Sebagian siswa mengandalkan kemampuan menjawab pertanyaan guru bukan pada kemampuan menyikapi atau memecahkan persoalan, sehingga motivasi belajar siswa adalah untuk mempelajari materi secara keseluruhan (sebatas materi/bahan ajar) bukan untuk mensinkronkan materi dengan kehidupan nyata.d) Motivasi belajar siswa terhadap materi PAI hanya dimiliki oleh mereka yang sebagian besar memiliki prestasi di kelas, sedangkan mereka yang berprestasi rendah/kurang cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan siswa dalam proses belajar yang dialami sebelumnya.e) Siswa kurang yakin dengan kemampuannya, hal ini ditunjukkan dengan sikap kurang mandiri dalam mengerjakan ulangan harian.

Deskripsi Siklus II

Menyikapi hasil refleksi siklus I, maka diambil langkah-langkah perbaikan dan improvisasi untuk tindakan pada siklus II sebagai berikut. a)Guru lebih banyak memberikan motivasi tentang manfaat materi pelajaran yang dipelajari di awal pertemuan. b)Guru lebih berusaha untuk mengaktifkan dan mendorong siswa untuk mengemukakan pendapat dengan cara mengoptimalkan salah satu komponen CTL yaitu questioning (bertanya) yang juga sebagai pemacu utama dalam proses inkuiri.c)  Memberi pengertian akan pentingnya kerjasama dalam kelompok. d) Meningkatkan rasa percaya diri siswa akan kemampuan yang dimiliki dan memberi keyakinan kepada siswa bahwa pekerjaan yang dikerjakan sendiri akan memberikan hasil yang baik. e) Pada pembelajaran tindakan sebaiknya guru mengoptimalkan posisinya sebagai fasilitator dan bukan sebagai sumber pengetahuan satu-satunya sehingga proses belajar mengajar lebih berpusat pada siswa.  

Pertemuan siklus II membahas isi QS Al Hujurat:12. Guru memotivasi siswa dengan cara menguraikan sedikit tentang manfaat isi kandungan QS Al Hujurat:12 dengan kehidupan sehari-hari siswa. Lalu guru menyebutkan KKM dan menjelaskan langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan inti dan proses penilaiannya. Memasuki kegiatan inti, siswa membagi diri menjadi beberapa kelompok. Dalam kegiatan inti ini, setiap kelompok harus mengidentifikasi satu masalah yang relevan dengan kandungan QS Al Hujurat:12. Permasalahan yang dipilih ini selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan dan hipotesis sebagai jawaban sementara. Kemudian siswa mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab membuktikan hipotesis itu.

Saat diskusi, keaktifan siswa cukup baik termasuk dalam memanfaatkan berbagai sumber referensi yang ada. Tampak juga ada beberapa siswa yang mengajukan pertanyaan pada guru mengenai hal-hal yang kurang dipahaminya. Dari situ terlihat bahwa siswa sudah mulai aktif bertanya. Selesai diskusi siswa melaporkan hasil kerjanya. Kegiatan inti pun dilanjutkan dengan presentasi masing-masing perwakilan kelompok dihadapan kelompok yang lain dimana kelompok yang lain diberi kesempatan untuk menanggapi hasil pekerjaannya tersebut. Pada kegiatan penutup, guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan. Pada saat refleksi, suasana kelas hening karena siswa serius memperhatikan apa yang dibicarakan bersama sebagai bahan renungan. Sebelum pembelajaran diakhiri, guru memberikan tugas untuk minggu depan yaitu mencari kliping.

Kegiatan inti dimulai dengan tanya jawab. Setiap kelompok mengidentifikasi satu masalah yang relevan untuk dipecahkan terkait dengan tugas kliping minggu lalu tentang perilaku berkompetisi dalam kebaikan. Permasalahan yang dipilih ini selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan dan hipotesis. Lalu siswa mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, data, fakta yang diperlukan untuk membuktikan hipotesis itu. Setelah itu, siswa menganalisis berbagai data yang dikumpulkan untuk menguji dugaan atau hipotesis untuk kemudian memberikan kesimpulan sementara lalu mempresentasikannya dihadapan kelompok yang lain dimana kelompok yang lain diberi kesempatan untuk menanggapi. Di akhir siklus II, siswa mengerjakan ulangan harian yang sudah dipersiapkan untuk mengukur penguasaan siswa mengenai bab kompetisi dalam kebaikan. Adapun data yang diperoleh selama proses penilaian adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2

Data Prestasi Belajar Siswa Kelas X-IPS-4 pada Siklus II

Dari hasil penilaian selama siklus II, ada peningkatan prestasi belajar dari siklus I sebesar 76,92% menjadi 92,31% (pada siklus II) atau sekitar 15,38%. Adapun siswa yang tidak tuntas yaitu sebesar 7,69%.

Pada siklus II, antuasias siswa meningkat selama pembelajaran. Selain itu, tanya jawab yang dilakukan guru juga telah mampu membangkitkan memori siswa sehingga pembelajaran dengan proses inkuiri terasa lebih mudah daripada siklus I. Pembelajaran yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan akan memacu siswa untuk lebih berpikir kritis dan mendorong siswa untuk berani mengajukan jawaban-jawaban. Hal itu juga yang memacu siswa untuk menemukan informasi dari sumber- sumber belajar di sekitarnya. Dengan itulah proses inkuiri di mulai dan dilanjutkan dengan pembagian kelompok untuk membentuk learning community dan memudahkan siswa membangun pengetahuannya. Guru dalam hal ini telah mampu menjadi fasilitator yang baik dan mampu menjalankan pembelajaran.

Pada pertemuan kedua, proses pembelajaran banyak mengalami kemajuan terlihat dari meningkatnya aktifitas siswa yang meliputi kelancaran mengemukakan ide dalam memecahkan masalah, keaktifan siswa dalam berdiskusi, keaktifan dalam bertanya, dan kemampuan siswa dalam menghimpun diskusi yang rata-rata mendapatkan penilaian cukup baik. Selain itu siswa mulai menjadi pembelajar yang baik saat melakukan proses inkuiri sehingga guru bisa benar-benar menjadi fasilitator tanpa memberikan banyak arahan. Pada waktu mengerjakan tugas, siswa mampu berdiskusi dengan baik, dengan demikian tugas yang dikerjakan secara kelompok sudah mereka kerjakan bersama-sama, dan sudah tidak ada lagi dominasi dari siswa yang unggul. Mereka mengerjakan tugas dengan nyaman dan tidak banyak kesulitan. Guru sudah mampu melakukan tugasnya dengan baik.  

Dari hasil penilaian, baik dari hasil kerja siswa selama pembelajaran maupun dari hasil ulangan harian, dapat diperoleh data berupa peningkatan prestasi belajar PAI sebesar 15,38% dari siklus I dan nilai KKM siswa lebih dari 90% berhasil. Dengan demikian peneliti memandang bahwa tidak perlu dilakukan siklus selanjutnya dan mengakhiri penelitian tindakan di kelas X-IPS-4 SMA Negeri 4 Surakarta.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas diperoleh data peningkatan prestasi belajar siswa dengan penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri. Dengan kata lain, penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar PAI siswa kelas X-iis-4 SMA Negeri 4 Surakarta. Peningkatan prestasi belajar tersebut dinilai dari penilaian selama proses pembelajaran termasuk aktivitas belajar siswa dan dari hasil ulangan atau tes pada siklus I dan siklus II.

Pada siklus II, nilai rata-rata siswa meningkat mencapai 80 atau sekitar 10% dibanding siklus I. Hal tersebut juga diikuti dengan kenaikan pencapaian KKM oleh siswa menjadi sejumlah 92,31%. Dalam penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri tersebut, guru hanya bertindak sebagai pembimbing, dan hanya melakukan tindakan seperlunya manakala ada hal yang membutuhkan bantuan guru. Pendekatan ini menekankan pada keaktifan siswa, maka sering disebut pengajaran yang berpusat pada siswa.

Secara keseluruhan, terjadi peningkatan prestasi belajar PAI yang memuaskan. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar PAI siswa kelas X-IPS-4 SMA Negeri 4 Surakarta. Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri mempunyai dampak yang positif dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, data di lapangan menunjukkan bahwa:

  1. Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar PAI siswa kelas X-IPS-4  SMA Negeri 4 Surakarta.
  2. Peningkatan prestasi belajar siswa dapat dilihat dari hasil penilaian selama proses pembelajaran mencakup penilaian aktivitas siswa, nilai tugas dan ulangan. Hasil penelitian ini membuktikan adanya peningkatan prestasi belajar siswa sebagai berikut. Pada siklus II terdapat peningkatan sebesar 15,38% yaitu 92,31% dari siklus I yaitu 76,92%
  3. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 80 dibanding siklus I.

Saran

  1. Bagi Sekolah

Agar pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri ini diterapkan di dalam KBM pada bidang studi PAI pada kelas yang lain karena dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

  1. Bagi Siswa

Agar menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri dalam aktivitas belajarnya, baik secara kelompok ataupun individual, karena dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

  1. Bagi Penelitian Lebih Lanjut

Dapat mempergunakan hasil penelitian ini sebagai kajian untuk diadakannya penelitian lebih lanjut tentang pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode inkuiri terhadap variabel yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid dan Dian Andayani, 2005. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta

Baharuddin  dan  Esa  Nur  Wahyuni,  2007. Teori  Belajar  dan  Pembelajaran   Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hawadi,   2004. Akselerasi   Informasi   Program   Percepatan   Belajat   Anak   Berbakat Intelektual, Jakarta: Grasindo Anggota Ikapi.

Muhaimin, dkk., 2004. Paradigma Pendidikan  Islam, Upaya Mengefektifkan  Pendidikan  Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana.

Sumiati dan Asra. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima

Trianto,  2008. Mendesain  Pembelajaran  Kontekstual  (Contextual  Teaching  and  Learning)  di  Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka Publisher.

Zayadi, Ahmad dan Abdul Majid. 2005. Tadzkirah, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berdasarkan Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Identitas Peneliti         :

Nama Lengkap         :         Drs. SRI SUMARYOTO.M.Pd.I

NIP         :         19610414 199103 1 006

Pangkat/Golongan         :         Pembina Tingkat I /IV b

Jabatan         :         Guru

Tugas Mengajar         :         Mengajar Pendidikan Agama Islam

Unit Kerja         :         SMA Negeri 4 Surakarta