KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga buku mata pelajaran Ilmu Kalam untuk peserta didik kelas X Peminatan Ilmu-ilmu Agama Madrasah Aliyahdapat tersusun dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat, beserta keluarganya, serta orang-orang yang mengikuti ajarannya hingga ahir masa.
Buku ini disusun sebagai bahan ajar untuk siswa kelas X Peminatan Ilmu-ilmu Agama Madrasah Aliyahberisi tentang prinsip dan metode peningkatan kualitas akidah, tauhid, syirik, pengantar Ilmu Kalam, sejarah perkembangan Ilmu Kalam serta aliran dan doktrin aliran kalam dalam tradisi keilmuan Islam.
Buku ini disusun secara ringkas, padat, dan jelas, serta dilengkapi dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), indikator pembelajaran, peta konsep, media gambar untuk dimati dan direnungkan peserta didik, eksplorasi bahan ajar, kegiatan diskusi, pendalaman karakter, dan uji kompetensi peserta didik. Dengan demikian buku ini diharapkan dapat menjadi mitra yang memudahkan bagi peserta didik dalam proses pembelajaran.
Akhirnya, kami menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih ada kekurangan, baik dari sisi metodologi maupun substansi maka saran dan kritik yang konstruktif selalu kami harapkan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga buku ini mendapat ridha dari Allah SWT dan bermanfaat. Amin.
Bandung, 13 Desember 2013
Penulis
Pedoman Transliterasi Arab-Latin
Berikut ini adalah pedoman transliterasi yang diberlakukan berdasarkan Keputusan Bersama Mentri Agama dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543/b/u/1987.
1. Konsonan
No | Arab | Latin | No | Arab | Latin | No | Arab | Latin | ||
1 | أ | Tidak dilambangkan | 11 | ز | z | 21 | ق | q | ||
2 | ب | b | 12 | س | s | 22 | ك | k | ||
3 | ت | t | 13 | ش | sy | 23 | ل | l | ||
4 | ث | ṡ | 14 | ص | ṣ | 24 | م | m | ||
5 | ج | j | 15 | ض | ḍ | 25 | ن | n | ||
6 | ح | ḥ | 16 | ط | ṭ | 26 | و | w | ||
7 | خ | kh | 17 | ظ | ẓ | 27 | ه | h | ||
8 | د | d | 18 | ع | ’ | 28 | ء | ̇ | ||
9 | ذ | ż | 19 | غ | g | 29 | ي | y | ||
10 | ر | r | 20 | ف | f |
2. Vokal Pendek 4. Diftong
ــــَــــ = a كَتَبَ kataba ــــَيْ = ai كَيْفَ kaifa
ــــِــــ = i سُئِلَ su ̇ ila ــــَوْ = au حَوْلَ ḥaula
ــــُــــ = u يَذْهَبُ yażhabu
3. Vokal Panjang
ــــَــــا = ā قَالَ qāla
ــــِــــي = ī قِيْلَ qīla
ــــُــــو = ū يَقُوْلُ yaqūlu
Petunjuk Umum
Kurikulum 2013 disusun untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya dengan pendekatan belajar aktif berdasarkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Direktorat Pendidikan Madrasah telah melakukan inovasi kurikulum 2013 mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab.
Mata pelajaran Ilmu Kalampada kurikulum 2013 pada Madrasah Aliyah sudah tidak lagi menggunakan Standar Kompetensi (SK) sebagai acuan dalam mengembangkan Kompetensi Dasar (KD) seperti tertuang dalam Permenag No 2. Tahun 2008. Sebagai gantinya, pada kurikulum 2013 berdasarkan PP No. 32/2013telah disusun Kompetensi Inti (KI). Kompetensi inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap kelas atau program.Kompetensi Inti (KI)memuat kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang dikembangkan dalam Kompetensi Dasar(KD).
Secara konseptual dan fungsional, Kompetensi Inti (KI) merupakan kompetensi yang mengikat dan menaungi berbagai kompetensi dasar ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dikuasai peserta didik untuk suatu jenjang madrasah, kelas, dan mata pelajaran. Kompetensi inti menjadi kompetensi pokok yang harus dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif serta sportif (AKIS). Sedangkan kompetensi dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap jenjang kelas.
Tujuan penyusunan Buku Pedoman Guru ini adalah memberikan panduan bagi guru mata pelajaran Ilmu Kalam dalam merencanakan, melaksanakan, dan melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran mata pelajaran Ilmu kalam. Dalam buku ini terdapat lima hal penting yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu proses pembelajaran, penilaian, pengayaan, remedial, dan interaksi guru dengan orangtua peserta didik.
Ilmu kalam merupakan ilmu pengetahuan dalam agama Islam yang mengkaji dasar-dasar kepercayaan Islam dengan menggunakan dasar-dasar naqliyah maupun aqliyah. Mata pelajaran Ilmu Kalam termasuk mata pelajaran kelompok C (peminatan) pada Madrasah Aliyah (MA) Program Keagamaan. Pelajaran Ilmu Kalam memiliki arti strategis dalam penanaman aqidah dan pembentukan dan peradaban bangsa Indonesia.
Mata pelajaran Ilmu Kalam di Madrasah Aliyah Peminatan Ilmu-Ilmu Agama sebagai mata pelajaran peminatan bertujuan untuk:
Ruang lingkup mata pelajaran Ilmu Kalam adalah mata pelajaran yang memberi bekal peserta didik untuk memahami pemikiran ulama dalam hal berakidah yang benar dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ruang lingkup materi/bahan kajian pelajaran Ilmu Kalam meliputi:
Mata pelajaran Ilmu Kalam kelas X memiliki 4 Kompetensi Inti (KI) yang dijabarkan dalam beberapa Kompetensi Dasar (KD) seperti tersebut di bawah ini:
Kelas X Semester 1
Kompetensi inti | Kompetensi dasar |
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya |
|
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia |
|
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, tehnologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah |
|
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan |
|
Kelas X Semester 2
Kompetensi inti | Kompetensi dasar |
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dinutnya |
|
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia |
|
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, tehnologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah |
|
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan |
|
Kompetensi Inti pada kurikulum Ilmu Kalam kelas X terdiri dari 4 kompetensi. KI-1 berkaitan dengan sikap terhadap Allah SWT, atau sikap spiritual, KI-2 terkait dengan karakter diri dan sikap social, KI-3 terkait dengan pengetahuan tentang materi ajar atau aspek kognitif, dan KI 4 terkait dengan penyajian pengetahuan dan ketrampilan.
KI-1, KI-2 dan KI-4 tidak diajarkan secara langsung (direct teaching) tetapi dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran secara tidak langsung (indirect teaching) pada setiap materi pokok yang ada pada KI-3.
Dalam pelaksanaanya 4 Kompetensi Inti (KI) yang kemudian dijabarkan menjadi 57 Kompetensi Dasar (KD) seperti tersebut di atas merupakan bahan kajian yang akan ditransformasikan dalam kegiatan pembelajaran selama satu tahun (dua semester) yang terurai dalam minimal 36 minggu. Agar kegiatan pembelajaran itu tidak terasa terlalu panjang maka 36 minggu itu dibagi menjadi dua semester, semester pertama dan semester kedua. Setiap semester terbagi menjadi 18 minggu. Setiap semester yang 18 minggu itu dilaksanakan ulangan/kegiatan laintengah semester dan ulangan akhir semester yang masing-masing diberi waktu 2 jam/minggu. Dengan demikian waktu efektif untuk kegiatan pembelajaran mata pelajaran Ilmu Kalam sebagai mata pelajaran peminatan di Madrasah Aliyah disediakan waktu 2 x 45 menit x 32 minggu/per tahun (16 minggu/semester).
Berdasarkan 49 Kompetensi Dasar (KD) yang ada pada seluruh struktur yang terdapat pada Kompetensi Inti (KI)terutama 18 Kompetensi Dasar (KD) yang dijabarkan pada Kompetensi Inti (KI)-3, buku siswa mata pelajaran Ilmu Kalam kelas X disusun menjadi 6 bab dengan rincian 4 bab pada semester satu dan 2 bab pada semester dua. Berikut diketengahkan pemetaan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam buku guru dan susunan bab dalam buku siswa mata pelajaran Ilmu Kalam kelas X (peminatan):
Semester 1
BAB | KI | KD |
Prinsip dan Metode Peningkatan Kualitas Akidah | 1,2,3 dan 4 | 1.1, 1.2, 2.1, 2.2, 2,3, 3.1, 3.2, 4.1, dan 4.2 |
Tauhid dalam Ajaran Islam | 1,2,3 dan 4 | 1.3, 2.3, 3.3 dan 4.3 |
Syirik dalam Ajaran Islam | 1,2,3 dan 4 | 1.4, 2.4, 3.4 dan 4.4 |
Ilmu Kalam dalam Ajaran Islam | 1,2,3 dan 4 | 1.5, 2.5, 2.6, 3.5, 4.2, dan 4.5 |
Semester 2
BAB | KI | KD |
Sejarah perkembangan ilmu kalam | 1,2,3 dan 4 | 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, 2.1,2.2, 2.3, 2.4, 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 4.1, 4.2, 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4 |
Aliran dan doktrin aliran dalam Ilmu Kalam | 1,2,3 dan 4 | 1.2, 1.2, 1.3, 1.4, 1.5, 1.6, 1.7, 1.8, 1.9,1.10, 1.11, 1.12, 2.5, 2.6, 2.7, 2.8, 2.9, 2.10, 2.11, 2.12, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9, 3.10, 3.11,3.12, 3.13, 4.5, 4.6, 4.7, 4.8, 4.9, 4.10, 4.11, dan 4.12 |
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR PENULIS
KATA SAMBUTAN DARI DIREKTUR
TRANSLITERASI
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU
BAB I PRINSIP DAN METODE PENINGKATAN KUALITAS AKIDAH ISLAMIYAH
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar (KD)
C. Indikator Pencapaian
D. Tujuan Pembelajaran (TP)
E. Materi Pokok (esensi)
F. Proses Pembelajaran
G. Penilaian
H. Pengayaan
I. Remedial
J. Interaksi Guru Dengan Orang Tua
BAB II TAUHID DALAM AJARAN ISLAM
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar (KD)
C. IndikatorPencapaian
D. Tujuan Pembelajaran (TP)
E. Materi Pokok (esensi)
F. Proses Pembelajaran
G. Penilaian
H. Pengayaan
I. Remedial
J. Interaksi Guru Dengan Orang Tua
BAB III SYIRIK DALAM AJARAN ISLAM
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar (KD)
C. IndikatorPencapaian
D. Tujuan Pembelajaran (TP)
E. Materi Pokok (esensi)
F. Proses Pembelajaran
G. Penilaian
H. Pengayaan
I. Remedial
J. Interaksi Guru Dengan Orang Tua
BAB IV ILMU KALAM
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar (KD)
C. IndikatorPencapaian
D. Tujuan Pembelajaran (TP)
E. Materi Pokok (esensi)
F. Proses Pembelajaran
G. Penilaian
H. Pengayaan
I. Remedial
J. Interaksi Guru Dengan Orang Tua
BAB V SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KALAM
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar (KD)
C. IndikatorPencapaian
D. Tujuan Pembelajaran (TP)
E. Materi Pokok (esensi)
F. Proses Pembelajaran
G. Penilaian
H. Pengayaan
I. Remedial
J. Interaksi Guru Dengan Orang Tua
BAB VI ALIRAN DAN DOKTRIN ALIRAN DALAM ILMU KALAM
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar (KD)
C. IndikatorPencapaian
D. Tujuan Pembelajaran (TP)
E. Materi Pokok (esensi)
F. Proses Pembelajaran
G. Penilaian
H. Pengayaan
I. Remedial
J. Interaksi Guru Dengan Orang Tua
GLOSARIUM
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PRINSIP DAN METODE PENINGKATAN
KUALITAS AKIDAH ISLAMIYAH
Sumber: http://sumarnowibowo.blogspot.com
Gbr1.1. Ka’bah adalah rumah Allah (Baitullah) dan arah yang dituju (kiblat) muslim
Pengantar
Akidah merupakan asas yang paling dasar dalam kehidupan beragama. Dalam ajaran Islam, akidah terdiri atas seperangkat keyakinan sebagai doktrin kebenaran yang mutlak, puncaknya adalah kayakinan bahwa Allah SWT, adalah Tuhan yang paling berhak disembah dan keyakinan terhadap adanya malaikat, wahyu Allah dalam bentuk kitab-kitab suci, para Nabi dan Rasul pembawa misi suci, adanya hari akhir dan pembalasan serta ketentuan-ketentuan Allah atau kadar baik dan buruk.
Pada bab I ini disajikan materi tentang prinsip dan metode peningkatan kualitas akidah dalam ajaran Islam yang meliputi pengertian, dasar-dasar, prinsip dan metode peningkatan kualitas akidah Islamiyah. Agar memperolehpemahaman tentang akidah Islamiyah, kita ikuti eksplorasi materi ajar pada bab ini.
Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi Dasar (KD)
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengamati,menanya,mengekplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan, siswa dapat:
Peta Konsep
Amati gambar berikut ini dan buatlah komentar atau pertanyaan
Kata akidah berasal dari kata dasar bahasa Arabعَقِيْـدَةً-عَقَدَ–يَعْقِدyang berarti ikatan, keyakinan, dan penetapan, mengikat atau membuhul, menyimpulkan, mengokohkan, menjanjikan. menurut bahasa, akidah berarti yang diikat, yang dibuhul, yang disimpulkan, yang dikokohkan, yang dijanjikan. Menurut Hasbi Ash Shiddieqy akidah menurut bahasa adalah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.
Dalam pengertian terminologi akidah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Agar memperoleh kejelasan tentang definisi akidah, berikut diketengahkan pendapat para Ulama, diantaranya;
اَلْعَقِيْدَةُ هِيَ مَجْمُوْعَةٌ مِنْ قَضَايَا اْلحَقَّ اْلبَدَهِيَّةِ اْلمُسَلَّمَةِ بِاْلعَقْلِ وَالَّسمْعِ وَاْلفِطْرَةِ يَعْقِدُ عَلَيْهَا اْلاِنْسَاُن قَلْبَهَا وَيُثْنِي عَلَيْهَا صَدْرَهُ جَازِمًا بِصِحَّتِهَا قَاطِعًا بِوُجُوْدِهَا وَثُبُوْتِهَا لاَ يُرَي خِلاَفُهَا أَنَّهُ يُصِحُّ اَنْ يَكُوْنَ أَبَداً
Akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaanya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
اَلْعَقَائِدُ هِيَ اْلاُمُوْرُ الَّتِيْ يَجِبُ أَنْ يُصَدِّقَ ِبهَا قَلْبُكَ وَتَطْمَئِنَّ اَلَيْهَا نَفْسُكَ وَ تَكُوْنَ يَقِيْناً عِنْدَكَ لاَ يُمَازِجُهُ رَيْبٌ وَلاَ يُخَالِطُهُ شَكُّ
Aqaid (bentuk jamak dari akidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenaranya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan.
Akidah adalah pendapat dan fikiran atau anutan yang mempengaruhi jiwa manusia, lalu menjadi sebagai suatu suku dari manusia sendiri, dibela, dipertahankan dan di itikadkan bahwa hal itu adalah benar.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama, dapat disimpulkan bahwa akidah adalah sejumlah keyakinan yang dianggap benar menyangkut beriman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi dan Rasul, hari akhir dan qada dan qadar Allah.
Dinamakan Akidah Islam karena kepercayaan dan keyakinan itu tumbuh atau dibicarakan atas dasar ajaran agama Islam. Akidah dalam Islam menunjukkan masalah-masalah pengenalan yang disampaikan melalui firman Allah dan sabda Rasul-Nya.Secara keilmuan, Muhammad Abduh mendefinisikan ilmu Akidah sebagai ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, juga membahas tentang Rasul-rasul-Nya, meyakinkan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada mereka, apa yang boleh dihubungkan pada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.
AlQur’an dan hadis merupakan dasar akidah Islam dan pegangan serta pedoman bagi kaum muslimin. Selama kaum muslimin masih berpegang kepada pedoman tersebut, maka dijamin selamat dari kesesatan. Dalam ajaran Islam, akidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan, akidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah bangunan bagian atasnya.
Akidah yang benar merupakan landasan bagi tegak agama islam dan diterimanya suatu amal. Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah: 285, QS. Al Ihlas 1-4 dan hadis Nabi riwayat Muslim.
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (QS. Al Baqarah: 285)
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (١)اللَّهُ الصَّمَدُ (٢)لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (٣)وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (٤)
1.Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.2.Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Hadis riwayat Imam Muslim :
فَأَخْبِرْنِي عَنِ الايِمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِا الله وَمَلائكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الاخِرِ تُؤْمِنَ بِالقَدَرِخَيْرهِ وَشَرِّهِ
Beritahukan aku tentang Iman. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“ (HR. Muslim).
Tahukah Anda ....?
Biografi,
Tujuan dari Akidah Islam adalah mengenal Allah tetapi karena keterbatasan akal dan ilmu yang dimiliki manusia hanya sampai pada meyakini bahwa Allah itu ada. Ada berbagai cara untuk dapat mengenal Allah diantaranya dengan cara memperhatikan dan meneliti alam semesta dengan menggunakan akal secara maksimal. Selain itu untuk dapat mengenal Allah kita harus mengetahui dan meyakini sifat dan asma Allah. Secara umum tujuan mempelajari Akidah Islamiyah adalah :
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Sejak dilahirkan manusia cenderung mengakui adanya Tuhan. Dengan naluri berketuhanan, manusia berusaha mencari Tuhannya. Kemammpuan akal dan ilmu yang berbeda memungkinkan manusia akan keliru mengenal Tuhan. dengan akidah Islam, naluri atau kecenderungan manusia akan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dapat berkembang dengan benar.
Untuk mencegah manusia dari kemusyrikan perlu adanya tuntunan yang jelas tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kemungkinan manusia terperosok ke dalam kemusyrikan selalu terbuka, baik syirik jahr (terang-terangan), maupun syirik khafy(tersembunyi) di dalam hati. Dengan mempelajari akidah Islam, manusia akan terpelihara dari perbuatan syirik.
Manusia akan diberi kelebihan Allah dari makhluk lain berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau paham yang semata-mata didasarkan atas akal manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh karena itu akal perlu dibimbing oleh akidah Islam agar manusia itu terhindar dari kehidupan sesat.
Seseorang muslim yang berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika berhubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk lainnya serta dengan alam lingkungan. Oleh karena itu, perwujudan dari pribadi muslim yang luhur berupa tindakan nyata menjadi tujuan dalam akidah akhlak.
Iman kepada Allah adalah keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya.
Diantara unsur-unsur keimanan kepada Allah adalah dengan mempercayai:
Dengan demikian beriman kepada Allah adalah meyakini bahwa Allah itu ada (wujud) yang keberadaan-Nya tidak tergantung pada yang lain. Allah adalah dzat yang sempurna dalam segala sifat-Nya dan suci dari segala kekurangan dan keburukan. Oleh karena itu Allah dzat yang paling berhak disembah, karena Dia telah menciptakan, membina, mendidik dan menyediakan segala kebutuhan manusia.Diantara dasar keimanan tentang Allah ini adalah QS. Al Anbiya’: 22 dan QS. Ali Imran: 191.
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (QS. Al Anbiya’: 22)
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran: 191).
Beriman kepada malaikat adalah meyakini dengan penuh kesadaran bahwaAllah menciptakan mahluk dari cahaya.Rasulullah SAW bersabda: Para malaikat diciptakan Allah dari cahaya, dan diciptakan-Nya jin dari api, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang dijelaskan pada kalian." (HR Muslim).Iman kepada malaikat merupakan salah satu dari jenis keimanan kepada hal yang ghaib. Para malaikat yang wajib kita yakini adalah Malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Mungkar dan Nakir, Rakib, Atid, Ridwan, serta Malik.
Diantara firman Allah yang memperkuat keyakinan kita terhadap adanya para Malaikat di atas adalah QS. Qaaf: 17-18. Para malaikat sifat taat segala perintah Allah dan tidak mendurhakainya (QS. At Tahrim: 6). Malaikat Jibril tugas utamanya adalah menyampaikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul Allah(QS An Nahl : 102).
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (١٧)مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ(١٨)
(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. 18. tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.(QS. Qaaf: 17-18)
لا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. At Tahrim: 6)
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".(QS An Nahl : 102)
Dengan beriman kepada malaikat, akan lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, lebih bersyukur akan nikmat yang diberikan dan berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala larangannya. Karena malaikat selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia.
Iman kepada kitab Allah adalah meyakini bahwa Allah menurunkan wahyu melalui perantara malaikat Jibril. Kitab-kitab yang berasal dari firman Allah SWT seluruhnya ada empat, yaitu Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as, Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as dan Al Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,. Sementara itu, firman Allah SWT dalam bentuk shuhuf yang diberikan kepada Nabi Ibrahim as. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al Maidah: 48 dan QS Al A’la: 19.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujianterhadap Kitab-Kitab yang lain itu (QS Al Maidah: 48)
صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى
(yaitu) Kitab-Kitab Ibrahim dan Musa (QS Al A’la: 19)
Beriman kepada kitab-kitab Allah ialah beritikad bahwa Allah ada menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang berhubungan itikad maupun yang berhubungan dengan muamalat dan syasah, untuk menjadi pedoman hidup manusia. baik untuk akhirat, maupun untuk dunia. Baik secara individu maupun masyarakat.
Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum kitab suci AlQur’an tidak bersifat universal seperti AlQur’an, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu. Dan tidak berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, tidak memberi jaminan terpelihara keaslian atau keberadaan kitab-kitab tersebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah memberikan jaminan terhadap AlQur’an.
sumber; http://butikantik.indonetwork.co.id
Iman kepada Nabi dan Rasul Allah adalah meyakini bahwa Allah SWT mengutus para Nabi dan Rasul untuk membawa kabar gembira kepada umat manusia, memberi teladan ahlak mulia dan berpegang teguh terhadap ajaran Allah. Jumlah para Nabi dan rasul Allah sangat banyak dan tidak diketahui jumlahnya secara pasti, tetapi Al Qur’an menginformasikankeberadaan 25 Nabi dan Rasul, QS. An Nisa’:164, dengan kesempurnaan ahlak, QS.Al Ahzab: 21.
وَرُسُلا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(QS. Al Ahzab: 21)
Diantara sifat wajib yang ada pada diri Nabi dan Rasul Allah adalah;
Siddiq artinya benar. Apa yang disabdakan Nabi adalah benar karena Nabi tidak berkata-kata kecuali apa yang diwahyukan Allah SWT.
Amanah artinya benar-benar bisa dipercaya. Segala urusan akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Fatanah artinya bijaksana dan cerdas. Nabi Saw mampu memahami perintah-perintah Allah dan menghadapi penentangnya dengan bijaksana.
Tabligh artinya menyampaikan. Nabi SAW menyampaikan apa yang Allah wahyukan kepadanya.
Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul-Nya yang telah diutus oleh Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak disebutkan namanya. Seorang muslim wajib membenarkan semua Rasul dengan sifat-sifat, kelebihan, keistimewaan satu sama lain, tugas dan mukjizatnya masing-masing seperti yang diperintahkan oleh Allah.
Beriman kepada hari akhir adalah meyakini bahwa manusia akan mengalami kesudahan dan dimintai tanggung jawab kelak dikemudia hari. Al Qur’an selalu menggugah hati dan pikiran manusia dengan menggambarkan peristiwa-peristiwa hari akhirat, dengan nama-nama yang unik, misalnya Al Zalzalah, Al Qari’ah, An Naba, Al Qiyamah. Istilah-istilah tersebut mencerminkan peristiwa dan keadaan yang bakal dihadapi oleh manusia pada saat itu. Disamping penggambaran kejadian hari akhir, Al Qur’an juga memberi informasi tentang kesudahan manusia dalam yang dimulai dari alam barzah hingga penentuan balasan yang berujung pada neraka bagi mereka yang ringan amal keikanya dan balasan berupa surga bagi yang berat timbangan kebaikanya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Qiyamah : 1-8
لا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ (١)وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (٢)أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ (٣)بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ (٤)بَلْ يُرِيدُ الإنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ (٥)يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ (٦)فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ (٧)وَخَسَفَ الْقَمَرُ (٨)
1. hari kiamat, 2. Apakah hari kiamat itu? 3. tahukah kamu Apakah hari kiamat itu? 4. pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran, 5. dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.6. dan Adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,7. Maka Dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. 8. dan Adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, (QS. Al Qiyamah : 1-8)
Keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah menuntut amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan baru sempurna dengan keyakinan tentang adanya hari akhirat. Demi tegaknya keadilan, harus ada suatu kehidupan baru dimana semua pihak akan memperoleh secara adil dan sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing.
Menurut bahasa qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan, pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah qada adalah ketetapan Allah sejak zaman azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qada). Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya, sebagaimana firman Allah dalam QS Al Furqan: 2.
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا (٢)
yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapiny. (QS Al Furqan: 2).
Para ulama kalam membagi takdir ada dua macam, yakni takdir muallaq dantakdir mubram. Takdir muallaq berkaitan dengan ikhtiar manusia sebagaimana firman Allah dalam QS Ar Ra’du: 11. Misalnya seorang siswa dapat mengerjakan tugas guru dengan baik jika belajar dengan sungguh-sungguh. Sedangkan takdir mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan.
إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS Ar Ra’du: 11)
Ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari keimanan kepada qada dan qadar, ini antara lain:
Setiap muslim harus memiliki akidah yang benar tentang Tuhan, bahwa Dia adalah Esa. QS. Al Baqarah 163, memberi petunjuk tentang jati diri Allah. Demikian pula firman Allah dalam QS. Al An’am 101, yang menyatakan bahwa Allah Esa tanpa mengandalkan bantuan siapapun, karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(QS. Al Baqarah 163)
أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
bagaimana Dia mempunyai anak Padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu. (QS. Al An’am 101)
Dengan kuasa Allah alam semesta di cipta dengan sangat mengagumkan.Keserasian dan keselarasan segala ciptaan Allah tidak hanya mengagumkan bagi siapa yang memikirkanya, tetapi wujud karya Allah tersebut tidak ada yang tiada guna dan manfaat. Perhatikan firman Allah dalam QS.Yunus: 3 danQS. Al Qamar: 49.
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلا تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?(QS.Yunus: 3)
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.(QS. Al Qamar: 49)
Renungkan kreatifitas Allah SWT di bawah ini !
Dalam Al Qur’an dipaparkan bahwa manusia diciptakan melalui tiga tahapan dalam rahim ibunya.“… Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?” (Al Qur’an, 39:6)
Sebagaimana yang akan dipahami, dalam ayat ini ditunjukkan bahwa seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Sungguh, biologi modern telah mengungkap bahwa pembentukan embrio pada bayi terjadi dalam tiga tempat yang berbeda dalam rahim ibu. Sekarang, di semua buku pelajaran embriologi yang dipakai di berbagai fakultas kedokteran, hal ini dijadikan sebagai pengetahuan dasar. Misalnya, dalam buku Basic Human Embryology, sebuah buku referensi utama dalam bidang embriologi, fakta ini diuraikan sebagai berikut:
“Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan: pre-embrionik; dua setengah minggu pertama, embrionik; sampai akhir minggu ke delapan, dan janin; dari minggu ke delapan sampai kelahiran.” (Williams P., Basic Human Embryology, 3. edition, 1984, s. 64.)
Gbr1.6. Pada minggu ketujuh, rangka mulai tersebar ke seluruh tubuh dan tulang-tulang mencapai bentuknya yang kita kenal. Pada akhir minggu ketujuh dan selama minggu kedelapan, otot-otot menempati posisinya di sekeliling bentukan tulang. (Moore, Developing Human, 6. edition,1998.)
Sumber; http://zay71.blogspot.com.
Pedoman hidup seorang muslim adalah Al Qur’an dan hadis.Al Qur’an adalah wahyu Allah sedangkan hadis adalah petunjuk yang bersumber dari diri Nabi Muhammad SAW. Keduanya merupakan dasar dasar membangun keyakinan bahwa Allah adalah dzat yang Maha Mutlak.
Rasulullah SAW bersabda :
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَاإِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّتِي
Telah kutinggalkan kepadamu dua pedoman. Jika kamu tetap berpegang teguh kepada keduanya, kamu takkan tersesat selama-lamanya, yakni kitabullah dan sunnah rasulullah. (HR. Hakim)
Sumber: http://sumarnowibowo.blogspot.com
Keseluruhan isi Al Qur’an tiada sedikitpun yang meragukan kebenaranya memberi petunjuk bagi orang yang takwa,
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS. Al Baqarah: 2 )
Kepercayaan akan adanya Allah sebagai Dzat yang mencipta, merawat dan memberi kehidupan manusia membawa keyakinan bahwa Dia adalah pangkal/ awal kehidupan dan tempat kembali kelak di hari kemudian. Oleh karenanya, keyakinan adanya hari kiamat dan kepastian balasan atas perbuatan manusia adalah kebenaran yang tak terbantahkan.
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ (١٣)وَحُمِلَتِ الأرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً (١٤)فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (١٥)وَانْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ (١٦)
13. Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup 14. Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. 15. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, 16. Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. (QS. Al Haqqah: 13-16)
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. (QS. Al Zalzalah: 7)
Manusia adalah makhluk Allah yang terhormat dan fungsional. Keterhormatan itu dapat dilihat dari segi kesempurnaan penciptaanya (QS. At Tin: 4) dibanding mahluk lainya, sehingga Allah memuliakanya tanpa pandang status dan golongan dan secara fungsional manusia adalah yang paling layak menjadi penguasa bumi.(QS. Al Isra: 70).
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.(QS. At Tin: 4)
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS Al Isra: 70)
Akidah keluarga Yasir bin Amr
Yasir bin Amir yakni ayahanda Ammar, berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang saudaranya di Makkah Rupanya ia berkenan dan merasa cocok tinggal di Mekah. Bermukimlah ia di sana dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah. Kemudian ia mengawinkannya dengan salah seorang sahayanya bernama Sumayyah binti Khayyath, dan dari perkawinan yang penuh berkah ini, kedua suami isteri itu dikaruniai seorang putera bernama ‘Ammar. Keluarga ini termasuk diantara tujuh orang pertama yang masuk Islam.
Keluarga Yasir cukup menderita karena siksa dan kekejaman Quraisy. Setiap hari Yasir, Sumayyah dan ‘Ammar dibawa ke padang pasir Mekah yang demikian panas, lalu didera dengan berbagai adzab dan siksa. Penderitaan dan pengalaman Sumayyah dari siksaan ini amat ngeri dan menakutkan Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuhnya. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.
Terhadap Ammar, kezaliman dan kekejian mencapai puncaknya, ia didera, dicambuk, disalib di hamparan gurun yang panas, ditindih dengan batu laksana bara merah, dibakar dengan besi panas, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka. Ketika ia sampai tidak sadarkan diri karena siksaan yang demikian berat.
Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW mengunjungi mereka, Amar memanggilnya, katanya, “Wahai Rasulullah, adzab yang kami derita telah sampai ke puncak.” Maka, seru Rasulullah SAW, “Sabarlah, wahai Abal Yaqdhan… Sabarlah, wahai keluarga Yasir…Tempat yang dijanjikan bagi kalian adalah syurga!” dalam beberapa riwayat: berkata Ammar bin Hakam, “Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tidak menyadari apa yang diucapkannya.” Berkata pula Ammar bin Maimun, “Orang-orang musyrik membakar ‘Ammar bin Yasir dengan api.” Maka Rasulullah SAW lewat di tempatnya, lalu memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda, “Hai api, jadikan kamu sejuk dan dingin di tubuh Ammar, sebagaimana kamu dulu juga sejuk dan dingin di tubuh Ibrahim!”
Ketika berjumpa dengan Rasulullah, Ammar mengatakan bahwa ia telah terpaksa berbohong telah keluar dari Islam, karena tidak tahan lagi menerima siksaan yang sangat berat. Ia menyatakan kepada Rasulullah bahwa dia sangat menyesal atas sikapnya tersebut. Mendengar pengakuan Ammar, Nabi berkata, ”Kalau mereka datang lagi, katakanlah seperti itu...” maksudnya Rasulullah membolehkan Ammar berbohong kepada orang yang menyiksanya keluar dari Islam. Sehubungan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat yang artinya: ”Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS. An Nahl: 106)
Setelah mendengar ucapan Rasulullah SAW, seketika itu hati Ammar diliputi ketenangan dan kebahagiaan. Siksaan fisik yang menimpa tubuhnya bertubi-tubi tidak terasa sakit lagi. Ammar menghadapi cobaan dan siksaan dengan kesabaran dan ketabahan yang luar biasa. Orang-orang kafir yang menyiksa Amar akhirnya tak kuasa lagi menerobos tembok keimanan Ammar yang sangat kokoh.
Kesabaran dan ketabahan, kepahlawanan dan kemuliaan Ammar bin Yasir telah menarik simpati Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. Ketika Khalifah Umar bin Khattab memilih calon-calon gubernur, pandangan khalifah tertuju kepada Ammar bin Yasir. Maka dari itu Khalifah Umar bin Khattab segera menemui Ammar untuk diangkat menjadi gubernur Kuffah. Ia memang pahlawan yang pantas menempati kedudukan yang tinggi. Ia juga menjadi contoh teladan yang akan mengisi hati orang-orang beriman dengan rasa simpati, kebanggaan dan kasih sayang. Ia adalah menara yang akan menjadi pedoman bagi generasi-generasi mendatang untuk mencapai hakikat agama, kebenaran dan kebesarannya.
من سار على الدرب وصل
Barang siapa berjalan pada jalannya, maka dia akan sampai (pada tujuannya)
BAB II
TAUHID DALAM AJARAN ISLAM
Sumber: http://www.fimadani.com
Gbr2.1. Allah Esa dalam dzat, perbuatan, nama dan sifat-Nya
Pengantar
Manusia pada dasarnya memerlukan suatu bentuk kepercayaan kepada Tuhan. Dalam sistem akidah islam bentuk kepercayaan kepada yang azali yakni dinamakan tauhid. Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, lluhiyah, dan asma’ wa sifat.
Tauhid uluhiyah adalah peneguhan keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan yang paling berhak untuk disembah dan manafikan tuhan-tuhan yang bernilai rendah untuk disembah. Tauhid rububiyah menegaskan bahwa Allah adalah dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala manfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah. Sedangkan tauhid asma’ wa sifat adalah meyakini segala nama dan sifat-sifat Allah SWT, yang terdapat dalam Al Qur’an maupun dalam sunnah. Dan untuk memperoleh makna ketiga ragam tauhid dalam ajaran islam ada baiknya Anda mendalaminya dalam materi dalam bab II ini.
Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi Dasar (KD)
3.3. Memahami pengertian tauhiid dan istilah-istilah yang terkait
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengamati, menanya, mengekplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan, siswa dapat:
Peta Konsep
Amati gambar berikut ini dan buatlah komentar atau pertanyaan
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kataتوحيد-يوحّد-وحّد. Secara etimologis, tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa, tunggal, satu. Mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah atau mengesakan Allah. Menurut Muhammad Abduh asal makna tauhid adalah meyakinkan (mengi’tiqatkan) bahwa Allah adalah satu tidak syarikat bagi-Nya. Secara terminologi para ulama mendefinisikan tauhid sebagai berikut;
Tauhid adalah mengetahui atau mengenal Allah, mengetahui dan meyakinkan Allah itu tunggal, tidak ada sekutu-Nya.
Tauhid ialah percaya tentang wujud Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, baik zat, sifat, maupun perbuatan-Nya; Yang mengutus utusan untuk memberi petunjuk kepada alam dan umat manusia kepada jalan kebaikan; yang meminta pertanggungjawaban seseorang di akhirat.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, tauhid adalah mengenal Allah dengan meyakini bahwa Dia esa dalam dzat, sifat dan perbuatan dan tiada sekutu bagi Allah.
Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam, sehingga Islam dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan.Dalam ajaran Islam tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Baqarah:163, QS. Muhammad:19. Menyangkut identitas Allah, dalam QS. Al Ihlas diantara mengatakan bahwa Allah itu Esa. Dan Allah menegaskan bahwa Dia-lah Tuhan yang patut disembah, QS. Thaha: 14.
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. Al Baqarah: 163)
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan (QS. Muhammad: 19).
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.QS. Thaha: 14
Kaitannya dengan aspek ilmu pengetahuan, para ulama mendefinisikan ilmu tauhid sebagai berikut;
Ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan sifat-sifat yang wajib ada pada-Nya, dan sifat yang boleh ada pada-Nya dan sifat yang tidak harus ada pada-Nya (mustahil), ia juga membahas tentang para rosul untuk menegaskan tugas dan risalahnya, sifat-sifat yang wajib ada padanya yang boleh ada padanya (jaiz) dan yang tidak boleh ada padanya (mustahil).
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang meyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahi, dan jaiz bagi Allah dan bagi sekalian utusan-utusan-Nya, juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan ada-Nya zat yang mewujudkan.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menetapkan akidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik dalil itu naqli, aqli, maupun dalil wijdani (perasaan yang halus).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, ilmu tauhid (theology) adalah suatu ilmu yang membahas tentang pokok-pokok akidah agama dengan berlandaskan dalil-dalil yang pasti terutama sekali yang berhubungan dengan wujud Allah dengan kesempurnaan sifat-sifat-Nya.
Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan rasul-Nya dengan dalil dalil yang pasti dan menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah dari sifat sifat yang sempurna dan mensucikan Allah dari tanda tanda kekurangan dan membenarkan semua rasul rasul Nya.Dan perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dan dzat para rasul Nya dilihat dari segi apa yang wajib (harus) bagi Allah dan Rasul Nya, apa yang mustahil dan apa yang jaiz (boleh atau tidak boleh).
Pokok pembahasan ilmu tauhid adalah wujud Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya. Karena itu, aspek penting dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan adanya Allah Yang Mahasempurna, Mahakuasa, dan memiliki sifat-sifat keMahasempurnaan lainnya.Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul sendirinya. Keesaan Allah mencakup 4 macam :
Keesaan Dzat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah SWT tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian-bagian, karena bila Dzat Yang Mahakuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih berarti Allah membutuhkan unsur atau bagian. Dzat Allah pasti tidak terdiri dari unsur atau bagian-bagian betapapun kecilnya, karena jika demikian, Allah tidak lagi menjadi Tuhan. Benak kita tidak dapat membayangkan jika Allah membutuhkan sesuatu padahal Al Qur’an menegaskan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Wahai seluruh manusia kamulah yang butuh kepada Allah dan Allah Mahakaya tidak membutuhkan sesuatu lagi Maha Terpuji" (QS. Fathir: 15).
Adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjuk sifat tersebut sama.
Sebagai contoh, kata rahim merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga digunakan untuk menunjuk rahmat atau kasih sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya. Allah Esa dalam sifat-Nya, sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan kapasitas sifat tersebut. Seperti firman Allah dalam QS. Al Fatihah: 3,
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (QS. Al Fatihah: 3)
Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujud-Nya, kesemuanya adalah hasil perbuatan Allah semata. Apa yang dikehendaki-Nya terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, tidak ada daya (untuk memperoleh manfaat), tidak pula kekuatan (untuk menolak madarat), kecuali bersumber dari Allah SWT. Tetapi ini bukan berarti bahwa Allah SWT, berlaku sewenang-wenang, atau bekerja tanpa sistem yang ditetapkan-Nya. Keesaan perbuatan-Nya dikaitkan dengan hukum-hukum, atau takdir dan sunnatullah yang ditetapkan-Nya. Dalam mewujudkan kehendak-Nya Dia tidak membutuhkan apapun. Sebagaimana firman-Nya,
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Sesungguhnya keadaan-Nya bila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata, 'Jadilah!' Maka jadilah ia (QS. Yasin: 82)
Mengesakan Allah dalam beribadah, menuntut manusia untuk melaksanakan segala sesuatu demi karena Allah, baik sesuatu itu dalam bentuk ibadah mahdhah (murni), maupun selainnya. Walhasil, keesaan Allah dalam beribadah kepada-Nya adalah dengan melaksanakan apa yang tergambar dalam firman-Nya,
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, (seterusnya) karena Allah, Pemelihara seluruh alam (QS. Al An'am: 162).
Apabila seseorang telah menganut akidah tauhid dalam pengertian yang sebenarnya, maka akan lahir dari dirinya berbagai aktivitas, yang kesemuanya merupakan ibadah kepada Allah, baik ibadah dalam pengertiannya yang sempit (ibadah murni) maupun pengertiannya yang luas.
Uluhiyyah berasal dari kata ilah yang berarti adalah Tuhan. Tauhid Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah, Tuhan yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Atau dalam pengertian meng-Esakan Allah dalam segala bentuk ibadah, sehingga kita tidak berdoa kecuali hanya kepada Allah, tidak takut kecuali kepada Allah tidak bertawakal kecuali kepada Allah dan tidak tunduk kecuali hanya kepada Allah.
Tauhid uluhiyah bertitik tolak dari kalimat tauhid, yakni La ilaaha Illa Allah. Kalimat ini mengandung dua pengertian yakni adanya peniadaan (an nafy/negasi) dan peneguhan (al itsbat/ konfirmasi) barkaitan dengan masalah ketuhanan. Negasi yang dimaksud adalah meniadakan segala bentuk ketuhanan yaitu pada kalimat La ilaaha, untuk kemudian diteguhkan (konfirmasi)dengan sistem ketuhanan yang paling benar yaitu pada kalimat Illa Allah. Jadi kalimat tersebut mengandung makna bahwa Allah adalah Tuhan yang paling berhak untuk di sembah oleh mahluk.
Pentingnya beriman kepada uluhiyah Allah tampak pada hal-hal di bawah ini:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzariyat: 56).
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut. (QS. An Nahl: 36).
إِنَّكَ تَأْتِيْ قَوْماً مِنْ أَهْلِ الْكِتاَبِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ ماَ تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهاَدَةُ أَنْ لاَ إِلـهَ إِلاَّاللهُ
Sesungguhnya engkau akan datang kepada kaum dari kalangan ahli kitab, karena itu pertama kali yang hendaknya engkau serukan kepada mereka adalah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Perkataan rububiyyah bersal dari kata rabb berarti pecipta dan mengatur segala yang ada ini. Tauhid rububiyah adalah meyakini bahwa hanya Allah, Tuhan yang menciptakan, yang memberi rizki, yang mengatur, memelihara, yang menghidupkan dan mematikan.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang (QS. Al An’am: 1)
Pada zaman Nabi Muhammad SAW., orang-orang musyrikin juga mengakui Tauhid rububiyah ini, mereka mengakui bahwa Allah yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, dan memberi rizki. Tetapi mereka masih mengingkari Tauhid uluhiyah.Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah QS. Az Zuhruf: 87 dan QS. Yunus: 31,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)”. (QS. Az Zukhruf : 87)
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ
Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)? (QS. Yunus: 31)
Kata asmaadalah bentuk jama dari kata ismun, yang artinya nama. Asma Allah berartinama-nama Allah. Asma’ul husna berarti nama-nama yang baik dan terpuji. Sehingga istilah asma’ul husna bagi Allah maksudnya adalah nama-nama yang indah, baik dan terpuji yang menjadi milik Allah. Misalnya: Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Ghafur, dan lain-lain.
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. (QS. Al A’raf: 180)
Demikian juga disebut dalam hadis riwayat Imam Bukhari
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ
Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda: Allah mempunyai 99 nama (HR. Bukhari)
Sedangkan kata sifat dalam bahasa Arab mencakup segala informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Kata sifat Allah mencakup perbuatannya, kekuasaannya, apa saja yang ada pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Misalnya Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah Mahasuci, Allah Mahaperkasa, Allah Mahaagung, Allah Maharaja, dan lain-lain.
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.(QS. Al Hasyr: 23).
Tauhid asma’ wa sifat adalah mengesakan Allah dalam apa yang Allah miliki dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dalam pengertian ini terkandung dua hal, yakni al itsbat dan nafyul mumatsalah. Al Itsbat adalah menetapkan semua nama dan sifat bagi Allah, dari apa yang telah Allah tetapkan sendiri dalam kitab-Nya atau apa yang ditetapkan Rasul-Nya dalam sunnahnya. Dan nafyul mumatsalah (meniadakan penyerupaan/ penyamaan) adalah tidak menyamakan/ menyerupakan Allah dengan selain-Nya dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Asy Syura: 11)
Bertauhid nama dalam dan sifat Allah dilakukan dengan cara menetapkan nama dan sifat yang Allah tetapkan bagi dirinya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari dirinya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil, tanpa takyif, dan tanpa tafwidh.
Beberapa kaidah penting yang ditetapkan oleh para ulama, terkait nama dan sifat Allah:
Sumber : http://www.flexmedia.co.id
Islam dengan konsep tauhidnya datang tidak kenal kompromi. Seorang muslim harus mampu menghilangkan (negasi) segala bentuk ketergantungan (dependensi) terhadap benda-benda dan memandangnya sebagai benda apa adanya, benda-benda yang seharusnya ditundukkan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia sehari-hari.
Manusia dengan potensi indera dan akalnya diperintah untuk memikirkan alam ini, dari proses awal terciptanya, hukum-hukum yang mengitarinya, dan cara menguasai dan menggunakannya. Ayat yang menunjuk kepada fenomena alam, dan hampir seluruh ayat tersebut memerintahkan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan penciptaan alam dan perintah merenungkannya, bukan untuk disembah.
يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS. An Nahl : 11)
Tauhid berkaitan dengan sikap percaya atau beriman kepada Allah, namun Tauhid sebagai ekspresi iman, tidak cukup hanya dengan percaya bahwa Allah itu Esa, tetapi juga menyangkut pengertian yang benar tentang siapa Tuhan yang benar itu, dan bagaimana bersikap kepada-Nya, dan kepada objek-obyek selain Dia.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. (QS. An Nisa: 36)
Sumber: http://admin.harunyahya.com
Sebagaimana dikatakan oleh Kitab Suci, manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi. Manusia juga merupakan puncak kreasi Allah. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai harkat dan matabat kemanusiaan yang sangat luar biasa. Namun demikian, manusia juga memiliki potensi untuk terdegradasi menjadi sangat rendah.
Agar tetap terjaga harkat dan martabat kemanusiaannya, manusia harus menyelamatkan imannya dengan tetap menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berarti, dengan hanya menghambakan diri kepada Tuhan, manusia akan mendapatkan kepribadiannya yang utuh dan integral.
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤)ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . 5. kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).(QS. At Tin:4-5)
Tahukah Anda ....?
Buku Ilmu Tauhid karya Syekh Mohammad Abduh
Mohammad Abduh dilahirkan di Manhallat Nash pada tahun 1849 M (Lubis, 1993: 111-112) sebuah dusun di dekat sungai Nil, propinsi Gharbiyyah-Mesir. Ayahnya seorang petani yang taat beribadah dan mempunyai dua orang isteri. Muhammad Abduh belajar membaca dan menulis di rumah. Pada usia dua belas tahun, ia telah menghafal Al-Qur’an (Rahnema, 1998: 36).
Pada tahun 1866, Muhammad Abduh masuk ke Al-Azhar, sebuah pusat ilmu pengetahuan yang yang besar pada masa itu. Tahun 1877 Muhammad Abduh menyelesaikan pendidikannya di Al-Azhar dan mendapat gelar sebagai Alim. Ia mulai mengajar pertama di Al-Azhar kemudian di Dar Al-Ulum dan juga di rumahnya sendiri. Pada tahun 1889 ia diangkat sebagai Mufti Besar. Jabatan tinggi ini didudukinya sampai ia meninggal dunia pada tahun 1905 (Nasution, 1996: 62).
Dalam kitabnya yang berjudul Risalat Al-Tauhid, Muhammad Abduh mengemukakan bahwa, Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, dan tentang sifat-sifat yang pasti ada (wajib) padaNya, sifat-sifat yang bisa ada (Ja’iz) padaNya, dan sifat-sifat yang pasti tidak ada (mustahil) padaNya. Ilmu Tauhid juga membahas tentang para Rasul untuk mengukuhkan kerasulan mereka, dan sifat-sifat yang pasti ada (wajib) pada mereka, sifat-sifat yang bisa dinisbatkan kepada mereka (Ja’iz), serta sifat-sifat yang tidak mungkin dilekatkan (mustahil) pada mereka.
Risalah ini dimulai dengan uraian tentang definisi teologi atau ilmu tauhid, seperti studi tentang eksistensi Tuhan, keesaanNya, sifat-sifat-Nya, dan sifat wahyu kenabian. Menurut pengamatannya, sebelum Islam teologi belum dikenal, tetapi metode demonstrasi yang digunakan oleh para teolog pra-Islam cenderung menjadi suatu jenis adikodrati, seperti himbauannya kepada mu’jizat (keajaiban-keajaiban), pembicaraan retorik, atau legenda. Al-Qur’an menentang semua itu. Ia menyingkapkan dengan suatu cara yang tidak dapat ditiru, pengetahuan apa yang telah dibolehkan atau ditentukan Tuhan, tetapi tidak menentukan penerimaannya semata-mata atas dasar wahyu, tetapi dengan mengajarkan pembuktian dan demonstrasi, menguraikan pandangan-pandangan orang yang tidak beriman, dan membantah mereka secara rasional.
Ringkasnya ia menyatakan bahwa akal sebagai penentu terakhir tentang kebenaran dan menetapkan perintah-perintah moralnya atas dasar rasional yang kokoh. Oleh karena itu akal dan agama dibariskan sejajar, untuk pertama kalinya dalam Kitab Suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi yang menjadi utusan-Nya. Akibatnya orang Islam menyadari bahwa akal sangat diperlukan untuk menerima butir-butir kepercayaan yang demikian, seperti eksistensi Tuhan, kerasulan nabi-nabiNya, dan juga pemahaman tentang masalah-masalah pokok wahyu dan memenuhi tuntutan-tuntutannya. Mereka juga menyadari bahwa, sekalipun beberapa artikel ini mungkin melampaui daya jangkau akal, namun mereka tidak bertentangan dengannya.
Ada tiga hal yang mendasari pemikiran teologi Muhammad Abduh yaitu; kebebasan manusia dalam memilih perbuatan, kepercayaan yang kuat kepada sunnah Allah, dan fungsi akal yang sangat dominan dalam mempergunakan kebebasan. Dengan ketiga dasar pemikiran tersebut, beberapa penulis menilai Muhammad Abduh cenderung kepada pemikiran Muktazilah. Akan tetapi sesuai dengan pernyataannya, dia mengaku sebagai pengikut metode salaf yang tidak menafsirkan hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan, sifat-sifatnNya, dan Alam gaib.
Sumber: http://juonorp.blogspot.com
Lubis, Arbiyah. 1993. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh. Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah, Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Rahnema, Ali. 1998. Pioneer of Islamic Revival. Diterjemahkan oleh Ilyas Hasan dengan judul Para Perintis Zaman Baru Islam. Bandung: Mizan.
Setuju
Tidak setuju
Deskripsikan alasan Anda !
Lakukan Wawancara dengan Instrumen berikut:
HIKMAH
فَكِّرْ قَبْلَ اَنْ تَعزِمَ
Berfikirlah sebelum berbuat!
BAB III
SYIRIK DALAM AJARAN ISLAM
Sumber; https://www.google.com
Gbr 3.1. praktik perdukunan
Pengantar
Syirik mempunyai arti menyekutukan Allah dengan makhluk yang diciptakan-Nya, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara nyata atau tidak nyata.Menyekutukan Allah berarti munculnya kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap mampu melakukan sesuatu sebagaimana sifat-sifat atau perbuatan Tuhan terhadap manusia, makhluk, atau alam. Pelakunya dinamakan musyrik.
Pada bab III ini disajikan pendalamn materi tentang syirik dalam ajaran Islam yang meliputi pengertian, dasar larangan syirik, macam-macam syirik, jenis dan bentuk syirik, akibat perilaku syirik dan cara menghindari perbuatan syirik.
Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi Dasar (KD)
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengamati, menanya, mengekplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan, siswa dapat :
Peta Konsep
Amati gambar berikut ini dan buatlah komentar atau pertanyaan
Secara bahasa (etimologi) syirik berasal dari bahasa arab syaraka (شرك), yang berarti menyekutukan atau menduakan dengan sesuatu yang lain.Dalam pengertian menyamakan Allah dengan selain-Nya.
Sedangkan secara terminologi, syirik berarti menjadikan bagi Allah tandingan atau sekutu. Menurut Ibnu Manzhuur dalam Lisaanul ‘Arab,berbuat syirik pada Allah adalah menjadikan adanya sekutu atau partner bagi Allah dalam hal kepemilikan alam semesta.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ قَالَ الشِّرْكُ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا
Dari Abdillah berkata, saya bertanya kepada Nabi SAW; dosa apa yang paling besar ?, Nabi SAW bersabda; Syirik yaitu engkau membuat tandingan bagi Allah. (HR. Nasa’i)
Perbuatan syirik termasuk dosa besar. Allah mengampuni semua dosa yang dilakukan hambanya, kecuali dosa syirik (QS.Luqman: 13, QS. An Nisa: 48) Firman Allah SWT:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Janganlah mensekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah (syirik) merupakan aniaya yang sangat besar (QS. Luqman: 13).
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An Nisa: 48)
Fenomena Perdukunan
Syirik Besar adalah bahwa seseorang menjadikan sekutu selain Allah yang disembah dan taati sama seperti menyembah dan mentaati Allah. Atau menjadikan tandingan bagi Allah dalam hal yang hanya menjadi hak Allah SWT. Perbuatan syirik besar tidak akan diampuni Allah, bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, dan menjadikannya kekal dalam neraka jika ia meningal dunia dan belum bertaubat dari padanya.
Diantara perbuatan syirik besar adalah :
Adalah keyakinan bahwa terhadap pribadi tertentu mengetahui perkara-perkara ghaib, padahal pengetahuan tentang hal yang ghaib merupakan salah satu hak istimewa Allah.Firman Allah QS. Al An’am 162-163,
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢)لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (١٦٣)
162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. 163. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
Adalah ketaatan kepada makhluk secara berlebihan sehingga menganggap tindak lakunya pasti benar, Seperti: mentaati mereka dalam menghalalkan apa yang diharamkan Allah atau mengharamkan apa yang dihalalkan.
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. AtTaubah: 31)
Adalah meminta atau berdo’a kepada Allah juga berdo’a kepada selain-Nya. Atau berdo’a kepada selain Allah sama seperti berdo’a kepada Allah, baik sebagai permohonan maupun sebagai ibadah.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina (QS. Al Mukmin; 60)
Adalah mencintai seseorang sebagaimana mencintai Allah atau menyetarakan cintanya kepada makhluk dengan cintanya kepada Allah.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa , bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya.” (QS. AlBaqarah: 165)
Adalah menyerahkan urusan sepenuhnya kepada selain Allah dan bergantung kepadanya dalam memperoleh suatu keinginan. Firman Allah,
وَمَا لَنَا أَلا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَى مَا آذَيْتُمُونَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ
Mengapa Kami tidak akan bertawakkal kepada Allah Padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada Kami, dan Kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri".(QS. Ibrahim: 12)
Adalah menyamakan sesuatu selain Allah dengan Allah dalam bentuk perkataan dan perbuatan. Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari Islam, tetapi merupakan perantara (wasilah) kepada syirik besar. Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya murtad, tetapi dapat mengurangi nilai tauhid.
Adalah syirik yang diucapkan dengan lisan. Seperti bersumpah dengan selain nama Allah. Ucapan: maa syaallah wa syi'ta (atas kehendak Allah dan kehendakmu), ucapan: Kalau bukan karena Allah dan karena Fulan dan lain-lainnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi : Barangsiapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka ia telah berbuat syirik. (HR. Ahmad)
Adalah syirik yang dinyatakandalam perbuatan. Seperti, memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau penangkal mara bahaya, jika ia menyakini bahwa benda-benda tersebut mempunyai kekuatan yang dapat membenatu kesuksesan.
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (QS. At Takwir: 29)
Syirik dalam hal keiginan dan niat, seperti riya’ (ingin dipuji orang) dan sum’ah (ingin didengar orang)
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS Al Kahfi : 110)
Rasulullah juga pernah bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu sekalian adalah syirik kecil yaitu Riya'. Pada hari kiamat ketika Allah mernberi balasan manusia atas amalan mereka, Allah beriman.: `Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian tunjukan amalanrnu kepada mereka di dunia, lihatlah, apakah engkau dapati balasan di sisi mereka ?"(H.R Ahmad)
Syirik adalah mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah. Kekhususan Allah meliputi tiga hal rububiyah, uluhiyah, dan asma’ dan sifat.
Syirik dalam uluhiyah adalah adanya keyakinan bahwa ada tuhan selain Allah yang berhak untuk disembah (berhak mendapatkan sifat-sifat ubudiyah). Hal ini bertentangan dengan QS Al Baqarah: 21-22 yang menyeru kepada manusia agar tidak menyembah atau beribadah kecuali hanya kepada Allah SWT saja. Selain itu, masih berkembangnya keyakinan masyarakat bahwa ada pemberi rizki selain Allah SWT, QS.An Nahl 73-74.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٢)
Wahai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah: 21-22)
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَمْلِكُ لَهُمْ رِزْقًا مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ شَيْئًا وَلا يَسْتَطِيعُونَ (٧٣)فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الأمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٧٤)
Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tak dapat memberi rezeki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi dan tidak berkuasa (sedikit jua pun). Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nahl: 73-74)
Firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 21 di atas menyatakan sembahlah Rabb kamu, dimaksudkan untuk mendekatkan pemahaman kepada semua manusia bahwa Ar Rabb yang wajib disembah adalah yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu, yang menciptakan langit dan bumi serta yang mampu menurunkan air (hujan) dari langit.
Dengan air hujan itu dihasilkan segala jenis buah-buahan sebagai rezeki bagi kalian agar kalian mengetahui semua. Maka janganlah mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah dengan menyembah dan meminta rezeki kepada selain-Nya. Apakah kalian tidak malu dan berpikir bahwa Allah yang menghidupkan dan yang memberi rezeki kemudian kalian tinggalkan untuk beribadah kepada selain-Nya?
Syirik dalam rububiyah adalah adanya keyakinan bahwa ada selain Allah SWT, yang bisa menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan atau mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat rububiyah. Dapat juga bermakna meyakini kalau Allah satu-satunya pencipta alam semesta namun mereka masih tetap berdoa, meminta pada kuburan-kuburan seperti kuburan Latta, ‘Uzza dan Manat. Sebagaimana Allah kisahkan tentang mereka :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu merekaakan menjawab: “Allah.” Makabetapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS. Al Ankabut : 61)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab : “Allah.” Katakanlah : “Segala puji bagi Allah.” Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. (QS. Luqman: 25)
Syirik dalam asma’ wa shifat adalah mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat Allah yang khusus bagi-Nya. Contohnya, menyakini bahwa ada makhluk Allah yang mengetahui perkara-perkara ghaib.
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا
(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkankepada seorang pun tentang yang ghaib itu.? (QS. Al Jin : 26)
Seorang yang imannya lemah cenderung berbuat maksiat. Lemahnya rasa takut kepada Allah ini akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk menguasai diri seseorang. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya, maka tidak mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik seperti memohon kepada pohon besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk minta pertolongan agar ia dipilih jadi presiden, atau selalu merujuk kepada para dukun agar penampilannya tetap memikat hati orang banyak.
Karenanya masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan masyarakat jahiliyah. Sebab, mereka telah diselimuti oleh ego nafsu sehingga tidak mau mengikuti kebenaran atau memang mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dalam kondisi yang penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cenderung berbuat syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan kecenderungan berbuat syirik semakin kuat.
AlQur’an selalu menggambarkan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah selalu memberi alasan mereka melakukan itu karena mengikuti jejak nenek moyang mereka.
وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.’ Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS. Al A’raf: 28).
Praktek penyembahan berhala telah berlangsung lama, para Nabi dan Rasul mengajak dan meluruskan sistem penyembahan mereka kepada monoteisme murni yakni menyembah hanya kepada Allah SWT. Pada zaman Rasulullah SAW berhala yang dianggap penting dalam kehidupan masyarakat jahiliyah pada saat itu adalah Al Lata, Al Uzza dan Manat. Mereka beranggapan berhala itu adalah anak perempuan Allah.
أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى (١٩)وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى (٢٠)
19. Maka Apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) mengaggap Al Lata dan Al Uzza, 20. dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (QS. An Najm : 19-20)
Memakai azimat termasuk perbuatan syirik karena mengandung unsur meminta atau mengharapkan sesuatu kepada kekuatan lain selain Allah. Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ اَشْرَكَ
Barangsiapa menggantungkan azimat, maka dia telah berbuat syirik”. (HR. Ahmad).
Mantera yaitu mengucapkan kata-kata atau gumam-gumam yang dilakukan oleh orang jahiliyah dengan keyakinan, bahwa kata-kata atau gumam-gumam itu dapat menolak kejahatan atau bala dengan bantuan jin. Sabda Rasulullah SAW:
اِنَّ الرُّقْىَ وَالتَّمَائِمَ وَالتَّوَلَةَ شِرْكٌ
Sesungguhnya mantera, azimat dan guna-guna itu adalah perbuatan syirik”. (HR. Ibnu Hibban).
Sihir termasuk perbuatan syirik karena perbuatan tersebut dapat menipu atau mengelabui orang dengan bantuan jin atau setan. Dan dalam sebuah hadis disebutkan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَثَ فِيهَا فَقَدْ سَحَرَ وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda; Barang siapa yang mengikat buhul kemudian meniupnya sungguh ia telah berbuat sihir, dan barang siapa yang melakukan sihir maka sungguh ia telah berbuat syirik dan barang siapa yang menggantungkan sesuatu maka ia akan diserahkan kepadanya.(HR. Nasa’i)
Taukah Anda …?
Sihir
Peramalan ialah menentukan dan memberitahukan tentang hal-hal yang ghaib pada masa-masa yang akan datang baik itu dilakukannya dengan ilmu perbintangan, dengan membaca garis-garis tangan, dengan bantuan jin dan sebagainya. Rasulullah SAW bersabda:
مَنِ اقْتَبَسَ شُعْبَةًمِنَ النُّجُوْمِ فَقَدِاقْتَبَسَ شُعْبَةًمِنَ السِّحْرِ
Barangsiapa yang mempelajari salah sat ilmu perbintangan, maka ia telah mempelajari sihir”.(HR. Abu Daud).
Ilmu perbintangan dalam hadis ini bukanlah ilmu perbintangan yang mempelajari tentang planet yang dalam ilmu pengetahuan yang disebut astronomi.
Percaya kepada ramalan-ramalan berarti mengakui bahwa ada sesuatu selain Allah yang mengetahui hal-hal yang ghaib, hal ini sama artinya mengakui bahwa Allah itu mempunyai sekutu-sekutu. Perbuatan ini merupakan perbuatan syirik.
Sumber: https://www.google.co.id
Dukun ialah orang yang dianggap dapat memberitahukan tentang hal-hal yang ghaib pada masa datang, atau memberitahukan apa yang tersirat dalam naluri manusia. Adapun tukang tenung adalah nama lain dari peramal atau dukun, atau orang-orang yang mengaku bahwa dirinya dapat mengetahui dan melakukan hal-hal yang ghaib, baik dengan bantuan jin atau setan, ataupun dengan membaca garis tangan. Dalam sebuah hadis diterangkan:
سَمِعتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ اَتَى كَاهِنًافَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍحَجَبَتْ عَنْهُ التَّوْبَةُاَرْبَعِيْنَ لَيْلَةًفَاِنْ صَدَّقَهُ بِمَاقَالَ كَفَرَ
Dari Wailah bin Asqa’i ra berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa datang kepada tukang tenung lalu menanyakan tentang sesuatu, maka terhalanglah tobatnya selama empat puluh hari. Dan bila mempercayai perkataan tukang tenung itu, maka kafirlah ia”. (HR. Thabrani).
Riya adalah beramal bukan karena Allah, melainkan karena ingin dipuji atau dilihat orang. Riya termasuk syirik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW
اَخْوَفُ مَااَخاَفُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكَ الاَصْغَرَفَسُئِلَ عَنْهُ فَقَالَ الرِّيَاءُ
Sesuatu yang amat aku takuti yang akan menimpa kamu ialah syirik kecil. Nabi ditanya tentang hal ini, maka beliau menjawab, ialah Riya”. (HR. Ahmad).
Menurut pendapat Ibnu Abbas, penyakit hati orang syirik adalah perasaan bimbang dan ragu (syak), kegoncangan batin seperti inilah yang menjadikan mereka merasa gelisah. Hatinya tidak pernah tenang, merasa tidak puas dengan harta, jabatan yang mereka miliki.
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS. Al Baqarah: 10)
Jiwa yang bertauhid takkan tenggelam dalam lumpur hawa nafsu, karena hawa nafsu bersifat menurunkan jiwa manusia kebumi sementara ruh mengangkat ke langit dan melihat ke alam malakut. Maka jiwa yang melakukan syirik akan jatuh ke jurang kerendahan dan kehinaan (QS. Al Hajj: 31).
حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ
dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, Maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.”
Hati orang-orang syirik tertutup untuk menerima kebenaran baik yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Menurut Ibnu Jarir, ketertutupan hati orang syirik itu lantaran dari sifat kesombongan dan penentangannya terhadap kebenaran yang disampaikan kepadanya. Orang-orang syirik yang mendustakan ayat-ayat Allah diberi peringatan atau tudak sama saja bagi mereka, karena hati mereka buta.
خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang Amat berat. (QS. Al Baqarah: 7)
Perbuatan syirik akan membuat jiwa menjadi tunduk kepada sesuatu selain Allah yang rendah dan hina. Padahala Allah telah memuliakanya.
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (QS. At Tin: 4)
Seorang yang berbuat syirik takkan pernah memiliki kemuliaan dan takkan pernah merasakannya karena ia telah bersandar kepada sesuatu yang rendah dan hina (QS. Al Hajj: 73).
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan Amat lemah (pulalah) yang disembah.
Menyekutukan Allah SWT merupakan dosa yang paling besar. Bahkan Allah SWT tidak akan mengampuni dosa musyrik yang terbawa mati.
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar".(QS. An Nisa: 48)
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ مِنْكَ وَلاَ أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّماَءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطاَياَ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Dari Anas r.a. dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman: “Wahai anak Adam, sesungguhnya Engkau berdoa kepada-Ku dan memohon kepada-Ku, maka akan aku ampuni engkau, Aku tidak peduli (berapapun banyaknya dan besarnya dosamu). Wahai anak Adam seandainya dosa-dosamu (sebanyak awan di langit kemudian engkau minta ampun kepadaku niscaya akan Aku ampuni engkau. Wahai anak Adam sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dengan kesalahan sepenuh bumi kemudian engkau menemuiku dengan tidak menyekutukan Aku sedikitpun maka akan aku temui engkau dengan sepenuh itu pula ampunan.(HR. Tirmidzi).
Pelaku syirik, ketika meninggal dalam keadaan belum bertaubat, maka Allah tidak akan mengampuninya. Konsewensinya dia pasti masuk neraka, dia kekal di dalamnya.
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.(QS. Al Maa'idah: 72)
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي آتٍ مِنْ رَبِّي فَأَخْبَرَنِي أَوْ قَالَ بَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ
Dari Abu Dzar ra berkata; Telah bersabda Rasulullah SAW: "Baru saja datang kepadaku utusan dari Rabbku lalu mengabarkan kepadaku" atau Beliau bersabda: "Telah datang mengabarkan kepadaku bahwa barangsiapa yang mati dari ummatku sedang dia tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun maka dia pasti masuk surga". Aku tanyakan: "Sekalipun dia berzina atau mencuri?" Beliau menjawab: "Ya, sekalipun dia berzina atau mencuri". (H.R. Bukhari)
Perbuatan syirik akan menghapuskan semua amalan saleh pelakunya, mulai dari awal umurnya sampai saat dia berbuat kesyirikan, dan ibadahnya setelah dia berbuat syirik tidak akan diterima oleh Allah.
ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan". (QS. AlAn'am: 88)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi". (QS. AzZumar: 65)
Meyakini bahwa setiap amal kebajikan yang dilakukan hanyalah semata-mata karena pertolongan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang beriman.
وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلا بُشْرَى وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. (QS. Al Anfal: 10)
Meyakini bahwa Allah akan membalas kebaikan setiap orang sesuai dengan kadar amalnya merupakan cara yang efektif untuk menjauhkan dari perbuatan syirik. Dan karena Allah-lah seseorang mendapatkan prestasi dari amal yang dilakukan.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (٧)جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk. 8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.(QS. Al Bayyinah: 7-8)
Memperbanyak dzikrullah baik dengan lisan, maupun hati berarti seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah, Dia-lah Tuhan Yang Maha Menggenggam hati hamba-hambaNya, yang dengan itu Allah akan membalikkan hati hambaNya di dalam ketaqwaan dan lepas dari pandangan hatinya kepada dunia dan kecenderungan hawa nafsu.
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raaf: 205)
Hanya dengan mengingat Allah Hati menjadi tenteram (QS. Ar Ra’du: 28)
Sumber: islamicstyle.al-habib.
Sumber; http://www.anehdidunia.com
Gbr 3.4. ritual ziarah gunung Kemukus
Tidak sedikit orang-orang dari kalangan Muslim mempercayai akan ramalan-ramalan dari kitab primbon peninggalan nenek moyang masyarakat Jawa dari zaman dahulu, ramalan bintang (zodiac) yang bersumber dari ajaran Yunani kuno dan ramalan feng-shui serta ramalan shio yang bersumber dari kepercayaan cina.
Ramalan-ramalan tersebut diatas pada umumnya membicarakan sesuatu hal yang ghaib tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Padahal tidak seorangpun yang mengetahui tentang hal yang ghaib kecuali Allah Yang Maha Mengetahui.
Kartu tarotThe Lovers (Sang Pencinta) dalam susunan ramalan tarot termasuk jenis mayor arkana (rahasia besar) dan bernomorkan 6. Dalam filosofi tarot, kartu tarot ini menandakan mulai bertumbuh kembangnya sifat empati, kasih sayang dan juga kebutuhan bersosialisasi. Ilustrasi simbolis dalam kartu ini menggambarkan sepasang insan yang sedang memadu kasih
Percaya terhadap ramalan yang disuguhkan oleh para peramal atau dukun pada dasarnya adalah penipuan terhadap masalah ghaib, karena hanya Allah SWT saja yang tahu. Perbuatan ini merupakan perbuatan syirik.
HIKMAH
*اللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَ أَنَا أَعْلَمُ وَ أَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ*
Ya Allah sungguh aku berlindung kepada-Mu dari berbuat syirik kepada-Mu sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap apa-apa yang tidak aku ketahui.
BAB IV
ILMU KALAM DALAM AJARAN ISLAM
Sumber: http://kolom.abatasa.co.id
Gbr 4.1. Al Qur’an sumber pengetahuan tentang Allah SWT
Pengantar
Islam ternyata tidak sesempit yang di pahami orang pada umumnya. Dalam sejarah terlihat bahwa islam yang bersuber kepada AlQur’an dan Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan mesyarakat luas. Dari persentuhan tersebut lahir berbagai disiplin ilmu keislaman, satu diantaranya adalah ilmu kalam.Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat. Perkembangan pemikiran muslim setelah bersentuhan dengan beberapa aliran pemikiran lain, menyebabkan lahirnya ilmu kalam sebagai jawaban rasional untuk mempertahankan ajaran islam.
Dalam bab IV ini, kita akan mendalami materi ilmu kalam yang berkaitan dengan pengertian ilmu kalam, nama-nama lain ilmu kalam, ruang lingkup ilmu kalam, obyek bahasan ilmu kalam, peranan dalil dalam ilmu kalam, fungsi ilmu kalam, dan hubungan ilmu kalam ilmu kaislaman lainya.
Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi Dasar (KD)
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengamati, menanya, mengekplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan, siswa dapat:
Peta Konsep
Amati gambar berikut ini dan buatlah komentar atau pertanyaan
Secara etimologis ilmu adalah suatu pengetahuan dan kalam artinya perkataan atau percakapan. Kalam yang dimaksud bukan pembicaraan dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama ilmu kalam ialah rasionalitas.
انَّ هذَا العلمُ يعْتمد علَى البرَاهِيْنَ العَقلِيَّة فيمَا يَتعلَّقُ بِاالعَقائدِ الاِيمَانيّة ايِّ البحْثُ فى العقَائدِ الاسلاَميَّةِ اعتمادًا على العَقْلِ
الكلاَمُ علمٌ يُبحَثُ فيه عن ذاتِ اللهِ تَعالى وَصِفاتهِ واحوالِ المُمكناتِ منَ المبْداء واامعَاد على قَانُون السلامِ والقَيدِ الاخيرِ لإخْراجِ العِلمِ الإِلهيِّ لِلفلاسفَةِ
Jadi Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan/membahas tentang masalah ketuhanan/ketauhidan (mengesakan Tuhan) dengan menggunakan dalil-dalil fikiran dan disertai alasan-alasan yang rasional.
Taukah Anda…?
Al Farabi
Karena membahas tentang ketuhanan yang logika maksudnya dalil-dalil Aqliyah dari permasalahan sifat kalam bagi Allah.Ada beberapa alasan dinamai dengan Ilmu Kalam, diantaranya :
Ruang lingkup permasalahan Ilmu Kalam menurut Hasan Al Banna, sebagai berikut :
Ilahiyat adalahmasalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Aspek yang diperdebatkan adalah:
Nububiyah adalah hubungan yang memperhatikan antara Allah dengan makhluk, di dalam hal ini membicarakan tentang hal-hal sebagai berikut:
Ruhuniyat adalah kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam metafisik seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain sebagainya.
Sam’iyat adalah persoalan-persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah mati yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
Al Qur’an dan Hadis merupakan sumber utama yang menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan permasalahan akidah Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas dari nash-nash Al Qur’an dan hadis ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan Al Qur’an dan Hadis lalu kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi/ logika mereka.
Sebagai sumber ilmu kalam. AlQur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan, di antaranya :
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy
Arsy adalah sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesuciannya. Ayat ini menunjukan bahwa Allah SWT, yang maha penyayang bertahta diatas Arsy. Ia pencipta langit dan bumi, dan semua yang ada diantara keduanya.
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah SWT, sedang diapun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus-lurus dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganya.
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Sesungguhnya agama (tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu maka sembahlah Aku.
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتحجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ
Dalil aqli tersebut ada yang berasal dari ilmu keislaman murni dan ada yang diadopsi dari pemikiran-pemikiran di luar Islam.Jadi, ilmu kalam itu bersumber dari Al Qur’an dan Hadis yang perumusan-perumusannya di dorong oleh unsur-unsur dari dalam dan dari luar.
Artikel “Dimensi Ilmu Kaislaman Tradisional : Ilmu Kalam –pendahuluan-”
Nurcholis Madjid
Lahir di Jombang, 17 Maret 1939-wafat, Jakarta 29 Agustus 2005. Populer dipanggil Cak Nur, adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia.
Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah. Jika Ilmu Fiqh membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, sehingga tekanan orientasinya sangat eksoteristik, mengenai hal-hal lahiriah, dan Ilmu Tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan orientasinya pun sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, kemudian Ilmu Falsafah membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya, maka Ilmu Kalam mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya. Karena itu ia sering diterjemahkan sebagai Teologia, sekalipun sebenarnya tidak seluruhnya sama dengan pengertian Teologia dalam agama Kristen, misalnya. (Dalam pengertian Teologia dalam agama kristen, Ilmu Fiqh akan termasuk Teologia). Karena itu sebagian kalangan ahli yang menghendaki pengertian yang lebih persis akan menerjemahkan Ilmu Kalam sebagai Teologia dialektis atau Teologia Rasional, dan mereka melihatnya sebagai suatu disiplin yang sangat khas Islam.
Sebagai unsur dalam studi klasik pemikiran keislaman. Ilmu Kalam menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi keilmuan kaum Muslim. Ini terbukti dari jenis-jenis penyebutan lain ilmu itu, yaitu sebutan sebagai Ilmu Aqd'id (Ilmu Akidah-akidah, yakni, Simpul-simpul [Kepercayaan]), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang Kemaha-Esaan [Tuhan]), dan Ilmu Ushul al-Din (Ushuluddin, yakni, Ilmu Pokok-pokok Agama).
Di negeri kita, terutama seperti yang terdapat dalam sistem pengajaran madrasah dan pesantren, kajian tentang Ilmu Kalam merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin ditinggalkan. Ditunjukkan oleh namanya sendiri dalam sebutan-sebutan lain tersebut di atas, Ilmu Kalam menjadi tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran agama Islam, yaitu simpul-simpul kepercayaan, masalah Kemaha-Esaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama. Karena itu, tujuan pengajaran Ilmu Kalam di madrasah dan pesantren ialah untuk menanamkan paham keagamaan yang benar. Maka dari itu pendekatannya pun biasanya doktrin, seringkali juga dogmatis.
Meskipun begitu, dibanding dengan kajian tentang IlmuFiqh, kajian tentang Ilmu Kalam di kalangan kaum "Santri" masih kalah mendalam dan meluas. Mungkin dikarenakan oleh kegunaannya yang praktis, kajian Ilmu Fiqh yang membidangi masalah-masalah peribadatan dan hukum itu meliputi khazanah kitab dan bahan rujukan yang kaya dan beraneka ragam.
Sedangkan kajian tentang Ilmu Kalam meliputi hanya khazanah yang cukup terbatas, yang mencakup jenjang-jenjang permulaan dan menengah saja, tanpa atau sedikit sekali menginjak jenjang yang lanjut (advanced).
Berkenaan dengan hal ini dapat disebutkan contoh-contoh kitab yang banyak digunakan di negeri kita, khususnya di pesantren-pesantren, untuk pengajaran Ilmu Kalam. Yaitu dimulai dengan kitab 'Aqidat al-'Awamm (Akidat Kaum Awam), diteruskan dengan Bad' al-Amal (Pangkal Berbagai Cita) atau Jawharat al-Tauhid (Pertama Tauhid), mungkin juga dengan kitab Al-Sanusiyyah (disebut demikian karena dikarang oleh seseorang bernama al-Sanusi).
Disamping itu, sesungguhnya Ilmu Kalam tidak sama sekali bebas dari kontroversi atau sikap-sikap pro dan kontra, baik mengenai isinya, metodologinya, maupun klaim-klaimnya. Karena itu penting sekali mengerti secukupnya ilmu ini, agar terjadi pemahaman agama yang lebih seimbang.
Sumber: http://media.isnet.org
Ilmu kalam, filsafat, dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sedangkan objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi dilihat dari objeknya ketiga ilmu itu membahas tentang ketuhanan.
Perbedaan antara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika (aqliyah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis) dan argumentasi naqliyah yang berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama. Sementara filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (mendalam) dan terikat logika. Sedangkan ilmu tasawuf mealalui penghayatan yang mendalam lewat hati (dzauq).
Ilmu kalam membahas soal-soal dasar dan pokok, pandangan lebih luas, tinjauan dapat memberi sikap toleran, member keyakinan yang mendalam berdasarkan pada landasan yang kuat sedangkan Fiqh membahas soa furu’ atau cabang.
Dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an yang berkenaan dengan hukum diperlukan ijtihad yaitu suatu usaha dengan mempergunakan akal dan prinsip kelogisan untuk mengeluarkan ketentuan hukum dari sumbernya. Begitupun madzhab-madzhab dalam fiqih adanya perbedaan dikarenakan kemampuan akal dalam menginterpretasikan teks Al Qur’an dan hadis.
Al-Qur'an lebih dari sekedar tradisi lisan yang bisa dengan mudah diubah. Ia adalah firman yang tertulis, yang diturunkan sekali untuk selamanya, sehingga dengan sendirinya tidak dapat diubah. Dalam hal ini ia sama dengan Bibel. Melalui keberadaannya yang direkam lewat tulisan, al-Qur'an memelihara suatu kekokohan luar biasa, kendati ada perubahan dan keanekaragaman sejarah Islam dari abad ke abad, dari generasi ke generasi, dari orang ke orang. Apa yang tertulis ya tertulis. Meskipun terdapat penafsiran-penafsiran dan ulasan-ulasan yang berbeda, meskipun terdapat bentuk-bentuk yang diambil oleh hukum Islam, syari'ah, al-Qur'an tetap sebagai sebutan yang sama (the common denominator), sesuatu seperti "benang hijau" Muhammad melintasi seluruh bentuk, ritual, dan lembaga-lembaga Islam. Orang yang ingin tahu baik mengenai Islam historis maupun Islam normatif, tidak dapat mengelak untuk kembali pada asalnya, yaitu al-Qur'an abad ke-7.
Meski al-Qur'an sama sekali tidak mentakdirkan (menetapkan terlebih dahulu) perkembangan Islam, ia secara paling pasti memberi inspirasi terhadap perkembangan Islam. Ia memasuki seluruh syari'ah, mencetak sistem legal (hukum) dan mistisisme, seni, dan segenap mentalitas. Para penafsir datang dan pergi, tapi al-Qur'an tetap utuh: ia satu-satunya yang paling konstan dalam Islam di antara variabel-variabel lain yang tak terhitung. Ia memperlengkapi Islam dengan kewajiban moral, dinamisme eksternal, dan kedalaman keagamaan, di samping ajaran-ajaran abadi dan prinsip-prinsip moral yang khas: tanggung jawab manusia di hadapan Tuhan, keadilan sosial dan solidaritas Muslim. Dengan begitu al-Qur'an adalah Kitab Suci Islam yang, sebagaimana dipahami dari bentuk tertulisnya, bukan firman manusia, melainkan firman Tuhan. Bagi orang-orang Muslim, oleh sebab itu, firman Tuhan dituliskan dalam sebuah kitab. Pertanyaan kita, betapa pun juga: Apakah kitab tersebut benar-benar firman Tuhan?(Dinukil dari Hans Kung
University of Tubingen, Tubingen, Jerman Barat)
Sumber: http://media.isnet.org
HIKMAH
Janganlah engkau teregsa-gesa mencela seseorang karena dosanya. Sebab barangkali dosanya telah diampuni. Dan janganlah engkau merasa aman akan dirimu karena suatu dosa kecil. Sebab, barangkali engkau akan diazab karena dosa kecilmu itu
(Imam Ali Bin Abi Thalib ra)
BAB V
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KALAM
Sumber: http://id.wikipedia.org
Gbr 5.1al-Lattaberhala dewi yang disembah oleh bangsa Arab Jahiliyah dan dianggap sebagai salah satu anak tuhan bersama dengan Manat dan ‘Uzza
Pengantar
Para Nabi dan Rasul tentu mambawa misi suci pada satu keyakinan bahwa system beragama yang paling benar adalah monotheisme yakni menyatakan dengan tulus bahwa Allah adalah Tuhan yang Esa dan haq. Tetapi karena nafsu, manusia kemudian tergoda untuk melakukan perbuatan menyimpang dari akidah yang telah ditanamkan oleh para Nabi dan Rasul. Perbuatan menyimpang dari akidah yang benar menurut keterangan Al Qur’an dimulai dari masa Nabi Nuh as, kemudian berturut-turut dilakukan oleh umat Nabi Ibrahim as, Nabi Yusuf as, Nabi Hud as, Nabi Sholeh as, Nabi Musa as, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa as.
Pada masa Nabi SAW umat islam adalah ummat yang satu, mereka satu akidah, satu syariah dan satu akhlaqul karimah karena jika ada sedikit perbedaan langsung ditanyakan kepada beliau dan bila terdapat perselisihan pendapat diantara mereka, maka hal tersebut dapat diatasi dengan wahyu dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin mulailah adanya perselisihan. Awal mula adanya perselisihan dipicu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang Yahudi) pada pemerintahan khalifah Utsman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Dan awal adanya gejala timbulnya aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan Utsman bin Affan.
Pada masa khalifah Utsman bin Affan dengan latar belakang kepentingan kelompok, yang mengarah pada terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kemudian digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, pada masa itu perpecahan di tubuh umat islam terus berlanjut. Umat islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang menamakan dirinya kelompok Khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak, kemudian terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sofyan. Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi banyak, seperti aliran syi’ah, khawarij, murji’ah,qadariyah dan jabariyah.
Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi Dasar (KD)
3.2. Mengidentifikasi bentuk penyimpangan umat-umat terdahulu dari dakwah para Nabi
3.3. Menganalisis perkembangan akidah pada masa Nabi Muhammad SAW.
3.4. Menganalisis perkembangan akidah pada masa sahabat.
3.5. Mengidentifikasikan faktor-faktor penyebab timbulnya aliran-aliran ilmu kalam
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengamati, menanya, mengekplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan, siswa dapat:
Peta Konsep
Amati gambar berikut ini dan buatlah komentar atau pertanyaan
Kemusyrikan baru muncul pada masa Nabi Nuh. Jarak antara Nabi Adam dan Nabi Nuh adalah 10 generasi. Pada masa Nabi Nuh terjadilah penyembahan terhadap berhala yang bernama: Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Nabi Nuh berdakwah untuk mengembalikan kaumnya ke jalur Tauhid, namun mereka menolak dan akhirnya mereka ditenggelamkan oleh air bah. Firman Allah :
وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا (٢٣)وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلا ضَلالا (٢٤)
23. dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr". 24. dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan. (QS. Nuh: 23-24)
Kesyirikan muncul kembali pada masa Nabi Ibrahim. Beliau berusaha untuk membimbing kaumnya untuk kembali menyembah kepada Allah setelah kaumnya menyembah berhala, tapi mereka menolaknya. Allah berfirman :
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya " azar" apakah kamu menjadikan berhala berhala sebagai tuhan tuhan. sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Al An'am: 74)
Pada masa Nabi Yusuf, negeri Mesir diperintah oleh seorang raja yang menurut ahli sejarah dari kaum 'Amaliqah yaitu kabilah dari arab yang sangat kuno dan sudah punah (al 'Arab al-'Baidah). Pada saat itu penyembahan terhadap berhala cukup marak. Hal itu bisa dilihat dari ayat dibawah ini :
وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَشْكُرُونَ (٣٨)يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (٣٩)مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ أَمَرَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٤٠)
38. dan aku pengikut agama bapak-bapakku Yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya'qub. Tiadalah patut bagi Kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada Kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri (Nya). 39. Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? 40. kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) Nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang Nama-nama itu. keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS.Yusuf: 38-40).
Pada masa Nabi Hud as, penyimpangan akidah berupa perbuatan syirik kembali menjadi anutan kaumnya. Nabi Hud as, diutus oleh Allah untuk menyadarkan kaumnya. Tapi mereka tak bergeming sedikitpun. Firman Allah:
قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ
Kaum 'Aad berkata : "hai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali kali tidak akan meninggalkan sembahan sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali kali tidak akan mempercayai kamu.”(QS. Huud: 53)
Pada masa Nabi Saleh, syirik telah merajalela pada kaumnya. Namun mereka juga tak memedulikan ajakan nabi mereka, sebagaimana tercermin pada ayat dibawah ini :
قَالُوا يَا صَالِحُ قَدْ كُنْتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهَانَا أَنْ نَعْبُدَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ
Kaum Tsamud berkata : hai Saleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang diantara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? dan sesungguhnya kami betul betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami." (QS. Huud: 62)
Taukah Anda …?
Kaum Nabi Shalih as.
Pada masa Nabi Musa, ketika masih berada di Mesir, dia harus berhadapan dengan seorang penguasa bengis, dan diktator yang dijuluki Fir'aun yang mengaku dirinya sebagai tuhan. hal ini bisa terungkap dalam Firman Allah yang mengutip pengakuan Fir'aun:
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ
Dan berkata Fir'aun : " hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar benar yakin bahwa dia temasuk orang orang pendusta". (QS. Al Qashash: 38).
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى
Maka dia (Fir'aun) berkata : akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (QS. An Nazi'at: 24).
Nabi Musa juga mendapati kaumnya, Bani Israil menyembah anak sapi. Hal itu bisa dilihat pada firman Allah :
فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى فَنَسِيَ
Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata : " inilah tuhanmu dan tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa". (QS. Thaha: 88).
Dalam masalah ketuhanan, kaum Yahudi mempercayai bahwa Allah mempunyai anak yakni Uzair dan kaum Nasrani meyakini Isa Al Masih adalah putra Allah,
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ
Orang-orang Yahudi berkata: Uzair itu putera Allah.(QS. At Taubah: 30)
Pada masa Nabi Sulaiman, masyarakat negeri Saba' menyembah matahari. Nabi Sulaiman mengajak pada ajaran tauhid dan akhirnya melalui ratu Bilqis seluruh rakyat dapat menerima ajaran tersebut. Sebagaimana firman Allah:
وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ فَهُمْ لا يَهْتَدُونَ
Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaithan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak mendapat petunjuk.” (QS. An Naml: 24).
Pada masa Nabi Isa, kembali kemusyrikan muncul dan bahkan merajalela, yaitu adanya keyakinan banyak orang dari Bani Israil bahwa Nabi Isa adalah anak Allah (Ibnullah), atau salah satu dari tiga unsur (oknum) yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Ruhul Quds (Malaikat Jibril) (Tsalits Tsalatsah), atau Nabi Isa itulah Allah. Ada sebagian pengikut Nabi Isa yang masih bertahan dengan ketauhidan yaitu pengikut pendeta Arius. Namun ajaran ini akhirnya diharamkan untuk disebarkan.Ayat ayat dibawah ini menunjukkan tentang hal tersebut :
وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ
Dan umat Nasrani berkata : al-Masih (Isa ) adalah anak Allah. (QS. At Taubah: 30)
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا
Dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa” (QS. An Nisa: 171)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
Sungguh, telah kafir orang orang yang berkata : sesungguhnya Allah adalah al-Masih (Isa) bin Maryam.” (QS. Al Maidah: 17)
Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan akidah dan peraturan peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada Rasulullah saw sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya. Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam.
Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah SWT berfirman dalam AlQur’an surat Al Anfal: 46,
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Ketika Rasulullah SAW, masih hidup seluruh urusan agama Islam baik pemahaman, pengalaman ajaran islam dapat langsung di terima dan melihat contoh Rasulullah SAW. Apabila ada masalah-masalah urusan agama islam bahkan urusan kemasyarakatan para sahabat dapat menanyakan langsung kepada Rasulullah SAW, sehingga perbedaan pemahaman dan pandangan urusan agama islam tidak terlihat dan terjadi. Para sahabat menerima dan memahami kandungan Al Qur’an dan hadis yang berkaitan dengan akidah dan sifat-sifat Allah tanpa mempersoalkan makna disebaliknya. Untuk itu, pada zaman Nabi SAW kepercayaan umat islam adalah sangat kukuh dan teguh, contohnya : dengan beberapa ayat Al Qur’an seperti dalam QS. Al Ikhlas.
Dengan ayat itu sudah cukup kukuh untuk menjadi pegangan mereka. Untuk itu ilmu Tauhid atau permasalahan akidah belum timbul secara langsung atau belum muncul sebagai suatu ilmu yang berpecah serta sendiri. namun begitu, semenjak zaman nabi perbahasan ilmu tauhid telah dipelajari terutama sewaktu berdakwah di Mekah, perkara tauhid merupakan perkara yang amat ditekankan oleh Nabi SAW.
Perbedaan pendapat memang dibolehkan tetapi jangan sampai pada pertengkaran, terutama dalam maslah akidah ini. Demikian pula dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya. Yang harus dikata kaum muslimin adalah telah beriman kepada Allah dan wahyuNya, yang telah diturunkan kepada kaum muslimin juga kepada mereka. Tuhan Islam dan Tuhan mereka adalah satu (Esa).
Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan peringatan. Berdebat dengan cara baik dan dapat menghasilkan tujuan dari perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran. Sehingga tidak sampai kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi penengahnya. Allah SWT berfirman dalam QS. An Nahl: 125,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Pada prinsipnya, ada dua karakteristik akidah di masa pembentukan atau pertumbuhan Islam, yaitu sederhana dan integral. Maksudnya, ajaran-ajaran tentang tauhid disampaikan secara sederhana tanpa ada pembahasan yang rumit dan bertele-tele. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini menggambarkan kesederhanaan itu. Rasulullah SAW. ditanya: “Wahai Rasulullah! Apakah sudah diketahui orang yang akan menjadi penghuni surga dan orang yang akan menjadi penghuni neraka?” Rasulullah saw. menjawab: “Ya.” Kemudian beliau ditanya lagi: “Jadi untuk apa orang-orang harus beramal?” Beliau. menjawab: “Setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan apa yang telah menjadi takdirnya.”
Namun begitu, manusia telah dikurniakan akal fikiran, maka begitu juga para sahabat ada diantara dan kalangan mereka yang memiliki tabiat suka mengambil tahudan berfikir yang telah mendorong sesetengah sahabat untuk memikirkan dzat Allah. namun begitu, Rasulullah SAW, menengahi mereka berbuat demikian, sebagaimana sabda yang diriwayatkan daripada Abu Nu’aim. Nabi SAW juga telah menengahi dan melarang daripada berbantah dalam masalah Qadar. Dimana pada suatu ketika Nabi SAW menemui para sahabat sedang waktu itu mereka sedang berdebat tentang perkara Qadar. Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah keluar menemui kami sedangkan waktu itu kami kami berselisih dan bertengkar tentang soal qada’ dan qadar. maka baginda memarahi kami sehingga merah padam muka baginda, lalu baginda bersabda “ Apakah ini yang disuruh kepada kamu? Atau apakah aku diutuskan karena itu ? sesungguhnya orang-orang yang terdahulu daripada kamu binasa apabila mereka itu berselisih didalam perkara yang seumpama ini. Aku berharap supaya kamu sekalian tidak lagi berselisih mengenainya.
Dikatakan akidah di masa Rasul SAW. bersifat integral, karena ajaran itu berhubungan langsung dengan aspek ibadah dan akhlak. Masalah akidah dibicarakan selalu dalam konteks ibadah dan akhlak. Begitu pula sebaliknya. Hal ini telah dipraktikkan oleh Nabi SAW. dan para sahabat sejak periode Mekkah sampai periode Madinah. Pada masa ini, Tauhid murni Islam adalah suatu tauhid praktikal (amaliy), yaitu apa yang tersimpan dalam keimanan mereka, itulah yang tampak pada akhlak tingkah laku mereka yang mulia. Tauhid ini hanya dapat diambil secara qudwah, yaitu dengan melihat contoh dari seorang insan yang sudah merealisasikannya, bukan dari sekadar teori-teori ilmiah. Permasalahan-permasalahan tentang akidah dan tauhid selalu terjawab secara jelas dan terang pada masa itu karena setiap ada perbedaan atau pertentangan, Rasulullah SAW, selalu turun tangan dan menjelaskannya secara benar dengan mengikuti pada wahyu.
Diantara sabda Nabi saw yang membicarakan masalah akidah sebagai berikut :
فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اَلإِسْلامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللهُ وَأَنَّ محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا
Rasulullah menjawab, "Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya."
فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
Rasulullah menjawab, "Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk". Orang tadi berkata, "Engkau benar".
Taukah Anda …?
Siapa Al Husayn ibn Sailam ?
Pada masa Rasulullah, persoalan-persoalan yang yang berhubungan dengan akidah justru muncul dari kaum musyrikin dan munafiqin. Kaum musyrikin mengangkat permasalahan qadar tujuannya ialah untuk membenarkan perbuatan jahat dan dosa yang mereka kerjakan, yaitu menisbatkan perbuatan mereka kepada kehendak Allah. Dengan demikian perbuatan mereka seakan-akan direstui oleh Allah dan merupakan kehendak Allah. Sedangkan kaum munafik mengeluarkan komentar-komentar yang mengindikasikan qadariyah. Tidak lain maksunya untuk melemahkan semangat umat Islam dalam peperangan Uhud yang berpangkal dari kedengkian dan iri hati mereka terhadap Rasulullah SAW.
Dibawah ini beberapa penyimpangan akidah pada zaman Rasulullah :
ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِنْكُمْ وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الأمْرِ مِنْ شَيْءٍ
Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini? (QS. Ali Imran:154).
Masa sahabat khususnya pada zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H), dan pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H), pembahasan masalah-masalah akidah belum muncul. Mereka masuk merumuskan ajaran akidah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW dan mereka juga pemahaman ayat-ayat dengan makna apa adanya, tanpa memberikan penta’wilan. Oleh sebab itu selama kurang lebih dua dekade ini, nyaris tidak ada persoalan-persoalan serius dalam masalah akidah.
Akan tetapi setelah Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H) melakukan perubahan dalam sistem administrasi pemerintahannya yang lebih cenderung nepotisme (kekeluargaan), timbul kekacauan politik, yang mencapai klimaks pada masa pemerintah Khalifah Utsman bin Affan Ali bin Abi Thalib, sehingga terjadi perang saudara dan mengakibatkan umat Islam terpecah belah. Perpecahan politik ini menimbulkan akibat munculnya berbagai pemikiran teologi, sehingga berkembang perdebatan-perdebatan panjang dan menimbulkan berbagai aliran dalam ilmu kalam.
Dengan demikian, pada masa Nabi dan dua dekade dari masa pemerintahan Khulafaurrasyidin, corak akidah Islam yang dianut masyarakat muslim saat itu masih tetap sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw. Munculnya perdebatan pandangan dan rumusan pemikiran teologi terjadi di akhir pemerintah Ali bin Abi Thalib ra, dengan munculnya aliran khawarij, yang disusul kemudian munculnya Murji’ah, muktazilah dan ahlus sunah waljama’ah.
Pasca wafatnya Rasulullah SAW, kaum muslimin berkumpul di Saqifah bani Sa’adah untuk memilih khalifah pengganti Rasulullah SAW.Pertemuan tersebut dihadiri oleh dua kelompok besar, yaitu Anshar dan Muhajirin. Di antara pendukung kaum Anshar adalah Saad bin Ibadah, Qais bin Saad dan Habab bin Mundzir. Delegasi Anshar menginginkan agar khalifah dipilih dari golongan mereka. Menurutnya, golongan Anshar adalah orang-orang yang membantu perjuangan Rasulullah SAW. dalam pengembangan dakwah Islam dari Madinah. Merekalah yang memberikan tempat bagi Rasulullah SAW dan kaum muhajirin setelah pindah dari Makkah ke Madinah.
Sementara kaum Muhajirin yang diwakili oleh Abu Bakar Ash Shidiq ra, Umar bin Khattab radan Abu Ubaidah menginginkan agar khalifah dipilih dari partai mereka. Bagi mereka, orang pertama yang membantu perjuangan Rasulullah SAW., disamping itu, mereka masih kerabat dekat dengan Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash Shidiq ra lebih memilih Abu Ubaidah atau Umar bin Khatab ra sebagai khalifah. Namun Umar dan Abu Ubaidah justru lebih mengedepankan Abu Bakar Ash Shiddiq ra dengan alasan karena beliau orang yang ditunjuk Rasulullah SAW sebagai imam shalat ketika Beliau sakit.
Basyir bin Saad yang berasal dari suku Khazraj melihat bahwa perselisihan antara dua kubu tersebut jika dibiarkan dapat mengakibatkan perpecahan dikalangan umat Islam. Untuk menghindari hal itu, ia angkat bicara dan menerangkan kepada para peserta sidang bahwa semua yang dilakkan kaum muslimin, baik dari partai Muhajirin ataupun Anshar hanyalah untuk mencari ridha Allah SWT,. Tidak layak jika kedua partai mengungkit-ungkit kebaikan dan keutamaan masing-masing demi kepentingan politik. Kemudian Basyir bin Saat membait Abu Bakar Ash Shidiq ra. Sikap Basyir dikecam oleh Habban bin Mundzir dari kaum Anshar. Ia dianggap telah menyalahi kesepakatan Anshar untuk memilih khalifah dari partainya. Namun Basyir menjawab, Demi Allah tidak demikian. Saya membenci perselisihan dengan suku yang memang memiliki hak untuk menjadi khalifah.
Mayoritas suku Aus dari partai Anshar mengedepankan Saad bin Ibadah sebagai khalifah. Namun kemudian Asyad bin Khudair yang juga dari suku Aus berdiri membaiat Abu Bakar Ash Shidiq ra. Ia menyeru pada para hadirin untuk mengikuti jejaknya. Merekapun bangkit ikut membaiat dan memberikan dukungan pada Abu Bakar Ash Shidiq ra kemudian terpilih sebagai Khalifah pertama umat Islam
Setelah Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq ra wafat segera digantikan Umar bin Khattab ra secara aklamasi dengan pemerintahan. Banyak kebijaksanaan Umar yang sesungguhnya kontroversial akan tetapi dengan dukungan wibawanya yang tinggi, orang mengikutinya dengan patuh. Ketika meninggal, Umar bin Khattab ra digantikan oleh Utsman bin Affan ra, seorang yang saleh dan berilmu tinggi. Sebagai anggota keluarga pedagang Makkah yang cukup terkemuka, Utsman bin Affan ra memiliki kemampuan administratif yang baik, tetapi lemah dalam kepemimpinan.
Kelemahan Utsman bin Affan ra yang mencolok dan mengakibatkan ketidaksenangan kepada beliau adalah ketidak-mampuan mencegah ambisi di lingkungan keluarganya untuk menempati kedudukan-kedudukan penting di lingkungan pemerintahan. Akibatnya banyak orang yang tidak senang. Lalu ada lagi orang-orang yang menggunakan kesempatan untuk mengipas-ngipas guna memperoleh keuntungan pribadi. Di Mesir, penggantian gubernur yang diangkat Umar bin Khattab ra, yakni Amar bin Ash dengan Abdullah ibnu Sa'd, salah seorang keluarga Utsman, mengakibatkan pemberontakan. Mereka mengerahkan pasukan menyerbu Madinah dan Abdullah bin Saba’ berhasil membunuh Khalifah. Peristiwa pembunuhan Khalifah ini dikenal sebagai Al Fitnatul Kubro yang pertama.
Mayoritas sejarawan sependapat bahwa Abdullah bin Saba’ adalah pendeta Yahudi yang masuk Islam dengan tujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Ia membangun gerakan untuk menggulingkan kekhalifahan Usman dengan memanfaatkan kekisruhan politik yang sedang terjadi. Untuk mewujudkan misinya itu ia menggunakan figur Ali bin Abi Thalib ra sebagai alat untuk menebar fitnah di kalangan umat muslim. Ia melacarkan propaganda dengan melebih-lebihkan dan mengagung-agungkan Ali bin Abi Thalib ra. Ia juga merendahkan Khalifah terdahulu. Usaha Abdulah bin Saba’ tersebut mendapatkan perhatian yang besar, terutama dari kota-kota besar seperti Mekah, Madinah, Basrah.
Ketika Utsman bin Affan ra wafat, musyawarah para pemimpin kelompok dan suku menetapkan Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya. Tetapi kemudian beliau ditentang oleh beberapa pihak, antara lain oleh Thalhah dan Zubeir, yang dibantu oleh Aisyah isteri Rasulullah SAW. Penentangan timbul terutama karena Ali bin Abi Thalib ra dianggap tidak tegas dalam mengadili pembunuh Utsman bin Affan ra.
Setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan ra perpecahan memuncak, kemudian terjadilah perang Jamal yaitu perang antara Ali bin Abi Thalib radengan Aisyah ra dan perang Siffin yaitu perang antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abu Sofyan. Tentara gabungan pimpinan Thalhah, Zubeir dan Aisyah dikalahkan dengan telak. Tholhah dan Zubeir terbunuh, sedang Aisyah ra yang tertangkap kemudian dikirimkan kembali ke Madinah.
Tentangan dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Damaskus yang masih keluarga Utsman bin Affan ra. Dia menuntut Ali bin Abi Thalib ra agar segera mengadili para pembunuh khalifah ketiga itu. Sementara Ali bin Abi Thalib melihat bahwa situasi dan kondisi pada waktu itu tidak memungkinkan untuk menangkap dan mengadili pelaku pembunuhan khalifah Ustman. Perselisihan antara kubu Ali bin Abi Thalib ra dan Muawiyah bin Abu Sufyan akhirnya semakin meruncing. Muawiyah tetap bersikukuh pada pendiriannya, demikian juga dengan Ali bin Abi Thalib ra. Akhirnya, Muawiyah bin Abu Sufyan memutuskan untuk melawan Ali bin Abi Thalib ra dengan kekuatan militer. Terjadilah pertempuran hebat antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Hampir saja, pasukan Ali bin Abi Thalib ra dapat memenangkan pertempuran. Namun kemudian Muawiyah menawarkan perdamaian. Peristiwa itu disebut dengan altahkim (arbitrase) yakni mengangkat Kitab Al Qur’an diatas tombak.
Kedua belah pihak sepakat untuk bersama-sama (Khalifah Ali Bin Abi Thalib ra dan Muawiyyah bin Abu Sofyan) meletakkan jabatan masing-masing. Tahkim ini dari pihak Ali bin Abi Thalib ra diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari, dan pihak Muawiyyah bin Abu Sufyan diwakili oleh Amru bin Ash. Tahkim berujung dengan kericuhan, disebabkan oleh Amru bin Ash. Pengunduran Ali bin Abi Thalib dari Khalifah disetujui dan diterima oleh Amru bin Ash, dan ia menetapkan jabatan Khalifah pada Muawiyyah bin Abu Sufyan.
Pendukunga Ali bin Abi Thalib ra selanjutnya disebut dengan golongan Syiah. Kenyataannya, tidak semua pengikut Ali bin Abi Thalib ra menyetujui tahkim. Mereka menganggap bahwa tahkim hanyalah sekedar makar politik Muawiyah bin Abu Sufyan. Kelompok itu kemudian memisahkan diri dan membentuk partai baru yang disebut dengan golongan Khawarij. Golongan ini menganggap Ali bin Abi Thalib ra, Musa Al Asy'ari, Muawiyyah bin Abu Sufyan dan Amru bin Ash kafir dan harus dituntut. Mereka itu mesti dibunuh.Konsep kafir yang dianut oleh Khawarij berkembang menjadi faham bahwa orang yang berbuat dosa besar pun dianggap kafir.
Dari peristiwa perang Siffin tersebut timbul berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah menjadi banyak diantaranya yaitu tiga golongan yakni golongan Khawarij adalah suatu aliran pengikut Ali bin Abi Thalib ra yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap putusan Ali bin Abi Thalib ra yang menerima tahkim dalam perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan Khilafah.
Golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak. Golongan ketiga adalah syi`ah yaitu orang-orang yang tetap mencintai Ali dan keluarganya. Sedangakan Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr ibn AlAsh, Abu Musa AlAsy`ari. Yang menerima tahkim adalah kafir, sebagaimana dijelaskan dalam AlQur`an
Perpecahan dan bergolong-golong dalam Islam, sejak dahulu telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dinyatakan dalam sabdanya :
اِنَّ بَنِيْ اِسْرَائِلَ تَفَرَّقَتْ عَلَي ثِنْتَيْنِ وسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ اُمَّتِيْ عَلَي ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً, قَالُوْا : وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلُ اللَّهِ؟ قَالَ : مَاأَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِيْ
Bahwasanya bani israil telah terpecah menjadi 72 millah (faham/aliran) dan akan terpecah umatku menjadi 73 aliran, semuanya masuk neraka, kecuali satu. Para sahabat bertanya :”Siapakah yang satu itu ya Rasulullah? Nabi menjawab : yang satu itu ialah orang yang beri’tiqad sebagaimana i’tiqadku dan i’tiqad sahabat-sahabatku. (H.R. Tirmizi)
Sejak awal, Rasulullah SAW sudah menggambarkan akan terjadi perbedaan ummat Islam dalam memahami maupun menjalankan ajaran Islam. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadis-hadis yang bertalian dengan akan adanya firqah-firqah yang berselisih faham dalam lingkkungan ummat Islam. Hadis tersebut diantaranya :
فَأَنَّهُ مَنْ يَعْشِ مِنْكُمْ مِنْ بَعْدِيْ فَسَيَرَي اِخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّتِيْ الْخُلَفَاءِ الرَّشِدِيْنَ الْمُهْتَدِيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِدِ
Bahwasannya siapa yang hidup (lama) diantaramu niscaya akan melihat perselisihan (faham) yang banyak. Ketika itu berpegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur-Rasyidin yang diberi hidayat. Pegang teguh itu dan gigitlah dengan gigi gerahammu”.(HR. Abu Daud).
Masalah akidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Setelah peristiwa tahkim, dan masa pemerintahan dinasti Umaiyah dan dinasti Abbasiyah tumbuh berbagai aliran teologi seperti murji’ah, qadariah, jabariah dan muktazilah. Kemudian, lahirlah imam Abu Mansur Al Maturidi yang berusaha menolak golongan yang berakidah batil. Mereka membentuk aliran Maturidiah. Kemudian muncul pula Abul Hasan Al Asy'ari yang telah keluar dari kelompok muktazilah dan menjelaskan asas-asas pegangan barunya yang bersesuaian dengan para ulama dari kalangan fuqaha dan ahli hadis. Dia dan pengikutnya dikenal sebagai aliran Asya'irah dan kemudian dikenal dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah (suni).
Al Qur’an dalam konteks ayat-ayat yang menjelaskan bahwa orang orang-orang yang beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berakal yang selalu merenungi ayat-ayat Nya. Beberapa contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk menggunakan akalnya, sebagaimana berikut ini.
أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ
Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.
Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat Al Qur’an, sehingga berbeda dalam menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadist yang shahih, sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadist yang shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan rasional belaka tanpa merujuk kepada hadis.
Faktor politik dapat memunculkan madzhab-madzhab pemikiran di lingkungan Umat Islam, khususnya pada awal perkembangannya. Maka persoalan imamah (khilafah), menjadi persolan tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan pendapat, bahkan perpecahan di lingkungan umat Islam. Permasalahan ini dimulai ketika ketika Rasulullah meninggal dunia serta peristiwa terbunuhnya usman dimana antara golongan yang satu dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap golongannya yang paling benar.
Setelah peristiwa majelis tahkim muncul aliran-aliran pemikiran dalam islam yakni Khawarij, syi’ah dan Murjiah yang memiliki doktrin-doktrin yang berbeda-beda.
Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragama Yahudi, Kristen dan lain-lain, setelah fikiran mereka tenang dan sudah memegang teguh Islam, mereka mulai mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan dimasukkannya dalam ajaran-ajaran Islam.
Golongan Islam terutama golongan muktazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran agama Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam. mereka tidak akan bisa menghadapi lawan-lawanya kalau mereka sendiri tidak mengetahui pendapat-pendapat lawan-lawannya beserta dalil-dalilnya. Sehingga kaum muslimin memakai filsafat untuk menghadapi musuh-musuhnya.
Para Mutakalimin hendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan.
KEGIATAN DISKUSI
Antara Amar Bin Ash dan Abu Musa Al Asy’ary
Setelah sekain lama berunding akhirnya tibalah waktunya untuk membacakan hasil dari perundingan itu sendiri .
Yang pertama membacakan hasil perundingan itu adalah Abu Musa Al Asyari dari pihak khalifah Ali. Sewaktu ia akan menyampaikan hasil perundingan ia dicegat oleh Abdullah ibn Abbas, dan berkata : “terlalu sekali ! menurut anggapanku bahwa dia menipu Anda. Mintalah dia supaya dia berbicara lebih dahulu dari pada Anda.”
Akan tetapi Abu Musa tidak menghiraukan teguran itu. Iapun naik ke atas mimbar dan berkata : “hai, oaring banyak sekalian! Kami telah meneliti urusan umat sekarang ini, kami tidak menampak jalan yang lebih baik bagi penyelesaiannya, dan di dalam hal ini kami sependapat, kecuali memakzulkan Ali dan Muawiyah dan lalu menyerahkan kepentingan masa depan dari umat sekarang ini kepada ikhtiar mereka sendiri untuk memilih seseorang yang disenangi untuk menjabat sebagai khilafah. Maka aku, dengan ini menyatakan Ali dan Muawiyah makzul dari jabatanya. Silahkan pilih mana yang kamu pandang layak menjadi khilafah.”
Kemudian tibalah waktunya Amru ibn Ash naik ke atas mimbar dan membacakan hasil dari perundingan tersebut, iapun berkata : “hai, orang sekalian ! kamu telah mendengar apa yang telah diucapkan oleh wakil mutlak dari pihak Ali. Ia telah memakzulkan Ali, dan saya mengukuhkan pemakzulan itu. Dengan begitu Cuma tinggal seorang pemangku khilafat dalam dunia Islam, yakni sahabatku Muawiyah ibn Abi Sofyan, yang mengakui hak untuk menuntutkan bela atas darah Utsman karena dialah Wali yang sah dari Utsman. Saya mengukuhkan jabatanya sebagai pemangku khilafah.”
Suasana pertemuan lantas hiruk-pikuk dan kacau balau, Abu Musa yang mendengar perkataan yang diucapkan oleh Amru ibn Ash sangat germ dan kecewa lalu ia memperdengarkan reaksinya yang sangat pedih dan tajam, berbunyi : “engkau hai Amru telah berbuat culas dan fasik !.”kemudian ia pergi dari tempat itu dengan unta menuju tempat suci Makkah. Ia merasakan sudah ditipu dan dipermainkan.
Peristiwa itu amat melukai hatinya yang sangat dalam sekali. Dengan begitu, iapun tidak mampu menghadapkan mukanya kepada khalifah Ali bi Abi Thalib ra.
Sedangkan di pihak Muawiyah mereka
pulang kembali ke Syiria. Dan pihak Ali pulang kembali ke Irak. Dengan begitu kekalahan pada pihak Muawiyah yang sudah di depan mata dapat dihindari dengan tipu daya yang di lakukan oleh Amru ibn Ash, dengan cara membuat suatu perjanjian yang disebut tahkim.
Sumber: http://amrikhan.wordpress.com
HIKMAH
Ketidakmampuan adalah petaka; kesabaran adalah keberanian; zuhud adalah kekayaan; pengendalian diri adalah perisai (terhadap dosa): dan sahabat terbaik adalah penyerahan (kepada Allah)
(Imam Ali Bin Abi Thalib ra)
BAB VI
ALIRAN DAN DOKTRIN ALIRAN
DALAM ILMU KALAM
Sumber; https://www.google.co.id
Gbr 6.1. status Al Qur’an qadim atau mahluk adalah salah satu persoalan krusial dalam pemikiran aliran kalam
Pengantar
Pada masa khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khattab, problema keagamaan masih relatif ringan terutama masalah akidah. Tapi pada masa Ustman bin Affan, fitnah mulai timbul. Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi asal Yaman yang mengaku Muslim, salah seorang penyulut pergolakan dan puncaknya adalah terbunuhnya khalifah Ustman bin Affan.
Perselisihan di kalangan Umat islam terus berlanjut di zaman pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib, dengan terjadinya perang Jamal dan perang Shiffin hingga terjadi peristiwa tahkim (arbritrase).
Hal ini berpengaruh pada perkembangan tauhid, terutama lahir dan tumbuhnya aliran-aliran Teologi dalam islam. Ketauhidan di Zaman Bani Umayyah masalah akidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Muktazilah.Pada zaman Bani Abbas, filsafat Yunani dan sains banyak dipelajari Umat Islam. Masalah Tauhid mendapat tantangan cukup berat. Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Muktazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut. Namun sikap Muktazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan berbagai pendapat kontroversial menyebabkan kaum tradisional tidak menyukainya.Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi.
Pada bab ini akan disajikan aliran-aliran ilmu kalam yang muncul sebagai bagian dari dinamika perkembangan ajaran islam. Munculnya aliran kalam tidak terlepas dari dinamaika pemikiran tokoh muslim yang dianggap mumpuni dalam bidang keagamaan khususnya akidah. Setiap aliran kalam membawa doktrin ajaran yang dipertahankan sedemikian rupa sehingga tidak jarang membawa perpecahan dikalangan umat.
Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi Dasar (KD)
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengamati, menanya, mengekplorasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan, siswa dapat:
Peta Konsep
Amati gambar berikut ini dan buatlah komentar atau pertanyaan
Khawarij secara bahasa diambil dari Bahasa Arab khawaarij, secara harfiah berarti mereka yang keluar. Istilah khawarij adalah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam islam yang pada awalnya mengakui kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib lalu menolaknya karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dalam Perang Shiffin (37 H/657 M). Pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, berpusat di daerah yang kini terletak di bagian negara Irak bagian selatan.
Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah kaum muslimin yang berbuat dosa besar adalah kafir. Kemudian, kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan dan Zubair melawan khalifah Ali bin Abi Thalib dihukumi kafir. Kaum Khawarij memutuskan untuk membunuh mereka berempat tetapi hanya berhasil membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Menurut mereka Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi khalifah asalkan mampu memimpin dengan benar.
Menurut Taib Thahir Abdul Mu’in, bahwa ada dua golongan utama dalam aliran khawarij, yakni :
Nama ini diambil dari Nafi Ibnu Al Azraq, pemimpin utamanya, yang memiliki pengikut sebanyak 20. 000 orang. Di kalangan para pengikutnya, Nafi Ibnu Al Azraq digelari Amirul mukminin.
Dalam pandangan teologisnya, AlAzariqoh tidak menggunakan term/istilah kafir, tetapi menggunakan term/istilah musyrik atau politeis. Musyrik adalah semua orang yang tidak sepaham dengan ajaran mereka, termasuk mereka yang tidak berhijrah ke daerahnya.
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh sekte khawarij. Nama golongan ini diambil dari Abdullah Ibnu Ibad, yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al Azariqoh.
Diantara faham sekte AlIbadiah adalah :
Kata Murji’ah berasal dari kata bahasa Arab arja’a, yarji’u, yang berarti menunda atau menangguhkan. Aliran ini muncul pada abad 1 Hijriyah. Pembawa paham murji’ah adalah Gailan Ad Damsiqy.
Aliran ini disebut Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda penyelesaian persoalan konflik politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib ra, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di akhirat nanti. Karena itu mereka tidak ingin mengeluarkan pendapat tentang siapa yang benar dan siapa yang dianggap kafir diantara ketiga golongan yang tengah bertikai tersebut.
Paham kaum Murji’ah menyatakan bahwa orang yang berdosa besar tetap mukmin selama masih beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Adapun dosa besar orang tersebut ditunda penyelesaiannya di akhirat. Maksudnya, kelak di akhirat baru ditentukan hukuman baginya.
Aliran Murji’ah mengacu kepada segolongan sahabat Nabi SAW, antara lain Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan Imran bin Husin yang tidak mau melibatkan diri dalam pertentangan politik antara Khalifah Usman bin Affan ra dan Khalifah Ali bin Abi Thalib ra.
Menurut Harun Nasution, bahwa Murji’ah memiliki empat ajaran pokok, yaitu :
Istilah Syi'ah berasal dari kata bahasa Arab syi’ah. Adalah bentuk pendek dari kalimat Syi`ah Ali artinya pengikut/partai Ali bin Abi Thalib ra. Adapun menurut terminologi syi’ah adalah mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.
Aliran Syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali bin Abi Thalib ra dan Mu’awiyah bin Abu Sofyan yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali bin Abi Thalib ra terhadap tahkim yang ditawarkan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, pasukan Ali bin Abi Thalib ra terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali bin Abi Thalib ra, kelak di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali bin Abi Thalib ra, kelak di sebut Khawarij.
Dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu'uddin (masalah penerapan agama). Syi'ah memiliki Lima Ushuluddin:
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Qur’an yang menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
I’tikadnya tentang kenabian ialah:
Syi'ah terpecah menjadi 22 sekte. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada sampai sekarang, yakni:
Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (12 Imam); dinamakan demikian sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada dua belas imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan imam mereka yaitu:
Disebut juga Tujuh Imam; dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya tujuh orang dari Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan imam mereka yaitu:
Disebut juga Lima Imam; dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:
Tahukah Anda …?
Akar Kelompok Syi’ah
من كنت مولاه فعلي مولاه
Umat Islam meyakini bahwa urutan al-Khulafa’u ar-Rasyidun yang empat sepeninggal Rasulullah, yaitu: Abu Bakar As Shiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, kemudian Ali bin Abi Thalib ra. Masing-masing dari khalifah ini, diangkat dan dibaiat melalui Syura (musyawarah) para Ahlu Halli wa al-‘Aqdi dari sekelompok kaum Muhajirin dan Anshar, yang kemudian diikuti oleh keseluruhan umat Islam. Namun lain halnya dengan apa yang diyakini oleh Syiah. Menurut mereka khalifah yang syah setelah meninggalnya Rasulullah, adalah Ali bin Abi Thalib ra. Salah satu dalil yang mereka jadikan landasan dari keyakinan ini, yaitu hadits Rasulullah SAW di Ghadir Khum dalam perjalanan
pulang beliau ke Madinah setelah melaksanakan haji wada’ pada tanggal 10 Dzulhijah tahun 10 H.
Sabda Rasulullah: ”Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (penolongnya), maka Ali juga sebagai maulanya. Ya Allah, cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang yang memusuhinya.” Hadis Ghadir Khum merupakan hujjah pokok kaum syi'ah, yang diyakini sebagai pelantikan 'Ali bin Abi Thalib ra, sebagai pemimpin kaum muslimin selepas kepergian Rasulullah SAW. Dan Keyakinan tersebut adalah satu titik tolak perbedaan ahlussunnah dan golongan syi'ah, dimana perbedaan tersebut tidak mungkin dipertemukan.
Sumber: http://yasirmaster.blogspot.com
Secara bahasa jabariyah berasal dari kata jabbara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah Al Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.
Tokoh aliran ekstrim adalah Jahm bin Shofwan,dengan doktrin pokok adalah:
Pengertian qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya.
Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia menusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Menurut Ahmad Amin, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Menurut Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam, menyebut pokok-pokok ajaran qadariyah sebagai berikut :
Aliran Muktazilah lahir kurang lebih 120 H. Perkataan Muktazilah berasal dari kata i’tizal yang artinya memisahkan diri, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar Muktazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan Al Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Muktazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka.
Tokoh Muktazilah Indonesia : Harun Nasution
Harun Nasution (lahir di Pematang Siantar, Sumut tahun 1919. Wafat di Jakarta 18 September 1998) dikenal sebagai tokoh yang memuji aliran Muktazilah (rasionalis), yang berdasar pada peran akal dalam kehidupan beragama. Dalam ceramahnya, Harun selalu menekankan agar kaum Muslim Indonesia berpikir secara rasional.
Harun Nasution juga dikenal sebagai tokoh yang berpikiran terbuka. Ketika ramai dibicarakan tentang hubungan antar agama pada tahun 1975, Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang berpikiran luwes lalu mengusulkan pembentukan wadah musyawarah antar agama, yang bertujuan untuk menghilangkan rasa saling curiga.
Ciri-ciri dari teologi rasional Muktazilah
Teologi rasional Mu'tazilah inilah, dengan keyakinan akan kedudukan akal yang tinggi, kebebasan manusia dalam berfikir serta berbuat dan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, yang membawa pada perkembangan Islam, bukan hanya filsafat, tetapi juga sains, pada masa antara abad ke VIII dan ke XIII M. (Harun Nasution)
Sumber: http://media.isnet.org
Meyakini sepenuhnya hanya Allah SWT yang Maha Esa. Tidak ada yang serupa dengan-Nya. Mereka menganggap konsep tauhid ini yang paling murni sehingga mereka senang disebut Ahlut Tauhid (pembela tauhid). Dalam mempertahankan paham keesaan Allah SWT, mereka meniadakan segala sifat Allah, yaitu bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat yang berdiri di luar Dzat-Nya Kaum Muktazilah enggan mengakui adanya sifat Tuhan dalam pengertian sesuatu yang melekat pada Dzat Tuhan. Jika Tuhan dikatakan Maha Mengetahui maka itu bukan sifat-Nya tapi Dzat-Nya. Muktazilah juga meyakini bahwa Al Qur’an adalah mahluk.
Paham keadilan yang dikehendaki Muktazilah adalah bahwa Allah SWT tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia dan manusia dapat mengerjakan perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-laranganNya dengan qudrah (kekuasaan) yang ditetapkan Allah SWT pada diri manusia itu. Allah tidak memerintahkan sesuatu kecuali menurut apa yang dikehendakiNya. Ia hanya menguasai kebaikan-kebaikan yang diperintahkanNya dan tidak tahu menahu (bebas) dari keburukan-keburukan yang dilarangNya.
Dengan pemahaman demikian, maka tidaklah adil bagi Allah SWT seandainya Ia menyiksa manusia karena perbuatan dosanya, sementara perbuatan dosanya itu dilakukan karena diperintah Tuhan. Tuhan dikatakan adil jika menghukum orang yang berbuat buruk atas kemauannya sendiri.
Al Wa’du WalWa’id (janji dan ancaman), bahwa wajib bagi Allah SWT untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam surga, dan melaksanakan ancaman-Nya (alwa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam neraka, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi Allah SWTuntuk menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan Wa’idiyyah
Adalah suatu tempat antara surga dan neraka sebagai konsekwensi dari pemahaman yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah fasiq, tidak dikatakan beriman dan tidak pula dikatakan kafir, dia tidak berhak dihukumkan mukmin dan tidak pula dihukumkan Kafir.
Dalam pandangan Muktazilah, dalam keadaan normal pelaksanaan al amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar itu cukup dengan seruan saja, tetapi dalam keadaan tertentu perlu kekerasan.
Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jamaah berarti sahabat Nabi SAW. Jadi Ahlussunnah wal jama’ah mengandung arti penganut sunnah Nabi SAW dan para sahabat Beliau. Aliran ini, muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Muktazilah. Tokoh utama yang juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu Al Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi. Dua tokoh Sunni ini kemudian dalam perkembanganya ajaran mereka menjadi doktrin penting dalam aliran Sunni yakni aliran Asy’ariyah dan aliran Maturidiyah.
Aliran Asy`ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al Asy`ariy. Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al Asy’ari. Kelompok Asy’ariyah menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri madzhab Asy’ariyah.
Abul Hasan Al Asya’ari dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324 H/936 M. Ia berguru kepada Abu Ishaq Al Marwazi, seorang fakih madzhab Syafi’i di Masjid Al Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari Al Jubba’i, seorang ketua Muktazilah di Bashrah.
Dalam kitab Al Ibanah, Abu Hasan Al Asy’ari menjelaskan bahwa ia berpegang pada madzhab Ahmad bin Hambal. Abu Hasan Al Asy’ari menjelaskan bahwa ia menolak pemikirian Muktazilah, Qadariyah, Jahmiyah, Hururiyah, Rafidhah, dan Murji’ah. Dalam beragama ia berpegang pada Al Qur’an, Sunnah Nabi, dan apa yang diriwayatkan dari para shahabat, tabiin, serta imam ahli hadis.
Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Al Qur’an, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.
Menurutnya, Al Qur’an adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
Menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri.
Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak tuhan sebab Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.
Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.
Pengikut Asy’ari yang terpenting dan terbesar pengaruhnya pada umat Islam yang beraliran Ahlussunnah wal jamaah ialah Imam Al Ghazali. Tampaknya paham teologi cenderung kembali pada paham-paham Asy’ari. Al Ghazali meyakini bahwa:
Aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi yang bercorak rasional-tradisional. Nama aliran itu dinisbahkan dari nama pendirinya, Abu Mansur Muhammad Al Maturidi. Aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur Al Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami. Aliran Maturidiyah digolongkan dalam aliranAhlussunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran yang bercorak rasional.
Dilihat dari metode berpikir aliran Maturidiyah, berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al Qur’an.
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al Qur’an dan akal, akal banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah.
Al Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu :
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb/berusaha) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.
Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat sekehendak dan sewenang-wenang. Hal ini karena qudrat tidak sewenang-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu).
Al Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan, hal ini diberitakan dalam. QS. Al Qiyamah: 22-23 : Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.
Al Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi. Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadits). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara.
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya.
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik.
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.
Golongan ini dalah pengikut Al Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham Muktazilah.
Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi. Dia merupakan pengikut Al Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Sekte Bukhara adalah pengikut-pengikut AlBazdawi di dalam aliran Al Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al Asy’ary.
Bahwa sebelum datang wahyu, akal dapat dijadikan pedoman dalam menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, sehingga melakukan penalaran adalah wajib, karena dengan penalaran yang mendalam dapat mengetahui kewajiban-kewajiban. Dari empat masalah tersebut di atas, bagi aliran Muktazilah dapat diketahui melalui akal.
Imam Asy’ari menjelaskan bahwa, wahyu lah yang menentukan baik dan buruk, menentukan kewajiban terhadap Tuhan dan kewajiban melaksanakan yang baik dan menjauhi yang buruk. Akal tidak berperan dalam hal tersebut, sehingga kalau dikatakan bohong itu adalah buruk karena wahyulah yang menetapkannya.
Antara Abu Mansur dengan Al Bazdawi berbeda. Abu Mansur menjelaskan bahwa, Akal dapat mengetahui Tuhan, baik dan buruk serta mengetahui kewajiban terhadap Tuhan, akan tetapi wahyulah yang menetapkannya. Begitu pula tidak semua yang baik dan buruk diketahui akal sehingga sangat diperlukan wahyu. Termasuk menjelaskan kewajiban melaksanakan yang baik dan menjauhi yang buruk. Sedangkan Al Bazdawi berpendapat bahwa, semua pengetahuan dapat dicapai oleh akal sedang kewajiban-kewajiban diketahui melalui wahyu.
Bagi aliran Khawarij, iman tidak cukup hanya diucapkan atau dibenarkan dalam dada, melainkan harus dibuktikan dengan perbuatan. Sehingga pelaku dosa besar akibat perbuatan yang bertentangan dengan keimanan dalam ucapan dan hati disebut kafir.
iman tidak cukup hanya diucapkan atau dibenarkan dalam dada. Oleh karena itu, apapun yang dilakukan oleh seseorang tidak mempengaruhi imannya, sekalipun berbuat dosa.
Iman bagi Muktazilah tidak hanya ikrar dan tashdiq, tetapi juga pengamalan sangat berpengaruh terhadap iman, sehingga seseorang yang beriman melakukan dosa besar tidak dapat dikatakan kafir, karena masih ada unsur lain yang dimiliki, yaitu : pengakuan atau ikrar dan tashdiq. Pelaku dosa besar hanya dikatakan sebagai fasiq, bukan mukmin secara mutlak dan bukan kafir secara mutlak.
Aliran Asy’ariyah membedakan antara iman dan islam. Iman bersifat khusus, berhubungan dengan hati yakni ikrar dan tashdiq. Imam Asy’ari menjelaskan bahwa, perbuatan manusia dapat menjadikan iman itu kuat dan lemah. Untuk memperkokoh iman itu harus menjalankan ketaatan. Iman yang kuat menjadi penghalang dalam berbuat dosa, sementara iman yang lemah memudahkan untuk melakukan pelanggaran.
Aliran jabariyah memandang manusia tidak mempunyai pilihan. Manusia dalam perbuatannya adalah majbur (terpaksa). Manusia digerakkan Allah, sebagaimana benda-benda yang mati dan tak bernyawa dapat bergerak hanya karena digerakkan oleh Allah.
Aliran Muktazilah memandang bahwa manusia sendirilah sebenarnya yang mewujudkan perbuatannya, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, begitu pula iman dan kufur. Kebebasan manusia dalam mewujudkan perbuatannya erat kaitannya dengan kewajibannya untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Menurut Asy’ariyah manusia lemah, banyak bergantung kepada kehendak dan kemauan Tuhan. Dalam menggambarkan hubungan perbuatan manusia dengan kehendak dan kekuasaan Tuhan. Al Asy’ari memakai istilah kasb (perolehan/usaha).
Dalam perwujudan perbuatan terdapat dua perbuatan, perbuatan Allah dan perbuatan manusia. Perbuatan manusia adalah perbuatan Allah karena Allah adalah pencipta perbuatan.
Kaum Muktazilah memandang bahwa Allah itu tidak berkuasa mutlak. Kemutlakan kekuasaan Allah dibatasi oleh beberapa hal yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri, yang mana Tuhan tidak akan melanggarnya berdasarkan kemauannya sendiri. Aliran Muktazilah sepakat bahwa manusia mampu menciptakan perbuatannya baik dan buruk.
Aliran Asy’ariyah menyatakan bahwa Allah mempunyai kekuasaan mutlak dan tidak tunduk kepada siapapun. Kekuasaan mutlak Allah tidak dapat dibatasi oleh kebebasan manusia. Allah lah yang menghendaki segala sesuatu yang terjadi di alam ini, termasuk perbuatan baik atau perbuatan buruk.
Mihnah …?
Pada masa dinasti Abbasiyah, Khalifah al-Ma'mun di tengah-tengah pertikaian paham berbagai kelompok Islam, memihak kaum Mu'tazilah melawan kaum Hadits yang dipimpin oleh Ahmad ibn Hanbal (pendiri mazhab Hanbali, salah satu dari empat mazhab Fiqh). Lebih dari itu, Khalifah al-Ma'mun, dilanjutkan oleh penggantinya, Khalifah al-Mu'tashim, melakukan mihnah (pemeriksaan paham pribadi, inquisition), dan menyiksa serta menjebloskan banyak orang, termasuk Ahmad ibn Hanbal, ke dalam penjara. Salah satu masalah yang diperselisihkan ialah apakah Kalam atau Sabda Allah, berujud al-Qur'an, itu qadim (tak terciptakan karena menjadi satu dengan Hakikat atau Dzat Ilahi) ataukah hadits (terciptakan, karena berbentuk suara yang dinyatakan dalam huruf dan bahasa Arab)? Khalifah al-Ma'mun dan kaum Mu'tazilah berpendapat bahwa Kalam Allah itu hadits, sementara kaum Hadits (dalam arti Sunnah, dan harap diperhatikan perbedaan antara kata-kata hadits [a dengan topi] dan hadits [i dengan topi]) berpendapat al-Qur'an itu qadim seperti Dzat Allah sendiri. Pemenjaraan Ahmad ibn Hanbal adalah karena masalah ini.
Mihnah itu memang tidak berlangsung terlalu lama, dan orang pun bebas kembali. Tetapi ia telah meninggalkan luka yang cukup dalam pada tubuh pemikiran Islam, yang sampai saat inipun masih banyak dirasakan orang-orang Muslim. Namun jasa al-Ma'mun dalam membuka pintu kebebasan berpikir dan ilmu pengetahuan tetap diakui besar sekali dalam sejarah umat manusia. Maka kekhalifahan al-Ma'mun (198-218 H/813-833 M), dengan campuran unsur-unsur positif dan negatifnya, dipandang sebagai salah satu tonggak sejarah perkembangan pemikiran Islam, termasuk perkembangan Ilmu Kalam, dan juga Falsafah Islam."
Sumber: http://media.isnet.org
Debat Abu al-Hasanal-Asy'ari Vs Al Juba’i
Pada tahun 300 H./915 M dalam usia 40 tahun, Abu al-Hasanal-Asy'ari meninggalkan ajaran-ajaran Mu'tazilah. Untuk halini terdapat beberapa pendapat mengenai sebab-sebabmeninggalkan atau keluar dari Mu'tazilah. Sebab klasik yang biasa disebut perpisahan dia dengan gurunya karena terjadinya dialog antara keduanya tentang salah satu ajaran pokok Mu'tazilah, yaitu masalah "keadilan Tuhan." Mu'tazilahberpendapat, "semua perbuatan Tuhan tidak kosong darimanfaat dan kemashlahatan. Tuhan tidak menghendaki sesuatu,kecuali bermanfaat bagi manusia, bahkan Dia mestimenghendaki yang baik dan terbaik untuk kemashlahatanmanusia. Paham ini di sebut al-Shalah wa 'l-Ashlah.
Dialog tersebut berlangsung sebagai berikut:
Al-Asy'ari :Bagaimana pendapat tuan tentang nasib tigaorang bersaudara setelah wafat; yang tua mati dalam
bertaqwa; yang kedua mati kafir; dan yang ketiga mati dalamkeadaan masih kecil.
Al Jubba'i : yang taqwa mendapat terbaik; yang kafirmasuk neraka; dan yang kecil selamat dari bahaya neraka.
Al-Asy'ari : Kalau yang kecil ingin mendapatkan tempat yang lebihbaik di Sorga, mungkinkah?
Al Jubba'i : Tidak, karena tempat itu hanya dapat dicapai denganjalan ibadat dan kepatuhan kepada Tuhan.
Adapun anak kecilbelum mempunyai ibadat dan kepatuhan kepada-Nya.
Al-Asy'ari : Kalau anak kecil itu mengatakan kepada Tuhan: itu bukansalahku. Sekiranya Engkau bolehkan aku terus
hidup, aku akan mengerjakan perbuatan baik seperti yang dilakukan oleh yang taqwa itu.
Al Jubba'i : Allah akan menjawab kepada anak kecil itu, Aku tahu, jika engkau terus hidup, engkau akan berbuat
maksiat danengkau akan mendapat siksa; maka Saya (Allah - Red) matikanengkau adalah untuk
kemaslahatanmu.
Al-Asy'ari : Sekiranya saudaranya yang kafir mengatakan, "Ya TuhankuEngkau ketahui masa depanku sebagaimana
Engkau ketahui masadepannya, mengapa Engkau tidak jaga kepentinganku?
Al-Jubba'i : "Engkau gila, (dalam riwayat laindikatakan, bahwa Al-Jubba'i hanya terdiam).
Dalam percakapan di atas, al-Jubba'i, jagoan Mu'tazilah itu,tampaknya dengan mudah saja dapat ditumbangkan olehal-Asy'ari. Tetapi dialog ini kelihatannya hanyalah sebuah ilustrasi yang dibuat para pengikut al-Asy'ari sendiri untuk memperlihatkan perbedaan logikanya dengan logika orang-orang Mu'tazilah. (Zainun Kamal)
Sumber: http://media.isnet.org
HIKMAH
Barangsiapa mengambil serakah sebagai kebiasaan, ia menurunkan harga dirinya sendiri; barangsiapa membeberkan kesukaran-kesukarannya, ia menyetujui penghinaan; dan barangsiapa memperkenankan lidahnya menguasai jiwanya, ia mengaibkan jiwanya
(Imam Ali Bin Abi Thalib ra)
GLOSARIUM
A
Adil : memperlakukan sama atau tidak membedakan seseorang dengan yang lain. Persamaan yang dimaksud di sini adalah persamaan dalam hak. Adil juga sering diartikan menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya. Lawannya adalah zhalim.
Ahlul halli wal aqdi adalah orang-orang yang ahli dalam bidang agama (ulama) dan dalam bidang pemerintahan (umara’).
Akal :salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai benar atau salah.
Akhirat :Dipakai untuk mengistilahkan kehidupan alam baka (kekal) setelah kematian/ sesudah dunia berakhir. Pernyataan peristiwa alam akhirat sering kali diucapkan secara berulang-ulang pada beberapa ayat di dalam Al Qur’an yang mengisahkan tentang Yawm al Qiyamah dan akhirat juga bagian penting dari eskatologi Islam.
Akhlak :etimologis berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Sedangkan secara terminologis akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.
Allah : nama zat yang Mahasempurna, Maha-berkuasa, Maha-mengetahui, dan Maha-Penyanyang; yang berhak disembah oleh seluruh manusia.
Anshar : para pembantu perjuangan (sahabat) Nabi Muhammad saw. dari kalangan penduduk Medinah setelah beliau hijrah dari Mekah ke Medinah.
Amanah :benar-benar bisa dipercaya. Seseorang yang amanah akan berusaha untuk memenuhi dasar, kode etik, undang-undang dan janji-janji mereka.
Akidah : sistem keyakinan Islam yang mendasari seluruh aktivitas umat Islam dalam kehidupannya.
Asmaa'ul husna adalah nama-nama Allah yang indah dan baik. Asma berarti nama dan husna berarti yang baik atau yang indah, jadi asma'ul husna adalah nama nama milik Allah yang baik lagi indah.
Azimat : benda yang dipercayai memberikan tuah dan/atau perlindungan untuk menghindari kejahatan atau nasib malang kepada pemiliknya.
B
Baiat : pengucapan sumpah setia kepada imam (pemimpin)
Barzakh : Alam ghaib setelah manusia meninggal dunia sampai hari Kiamat, atau alam kubur.
Bid’ah : pembaruan ajaran Islam tanpa berpedoman pada Al Qur’an dan hadis.
Berhala : obyek berbentuk makhluk hidup yang didewakan, disembah, dipuja dan dibuat oleh tangan manusia.
Bani AbbasiyahBani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul Muthollib, oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk.
Bani Umaiyah : kekhalifaan Islam pertama setelah masa Khulafaurasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagaikekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin Abd Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sofyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
D
Dalil Aqli : dalil yang bersumber dari akal
Dalil Naqli :dalil berdasarkan Al Qur’an dan hadis (naqal)
Doktrin : suatu bentuk tindakan mengharuskan/memaksakan bahwa suatu kasus harus diyakini dan dibenarkan seperti apa yang disampaikan.
Dosa : suatu istilah yang terutama digunakan dalam konteks agama untuk menjelaskan tindakan yang melanggar norma atau aturan yang telah ditetapkan Tuhan atau Wahyu Ilahi.
Dzatu Anwath : sebuah pohon bidara tempat dimana kaum musyrikin (pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) bersemedi dan menggantungkan senjata mereka di situ untuk mencari berkah.
Dzikir :mengingat Allah di antaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah.
F
Fasiq : orang yang melakukan perbuatan dosa. Perbuatannya disebut fusuq.
Fitnah :komunikasi kepada satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta palsu yang dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang.
Fathanah : cerdas. adalah sifat Nabi yakni kecerdasan yang luar biasa dan mustahil bodoh atau jahlun.
Filsafat : studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.
H
Hadis : tuntunan dan tradisi yang diajarkan Rasulullah SAW melalui sabda, sikap, perbuatan dan persetujuan beliau
I
Ibadah : penghambaan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah, disertai dengan penuh rasa kerendahan hati dan penuh rasa cinta
Ibrahim : Nabi dalam agama samawi. Ia mendapat gelar dari Allah dengan gelar Khalil Allah(Sahabat Allah).
Ihsan : seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Ijtihad : pemikiran yang sesungguhnya terhadap satu hukum yang dilaksanankan oleh seorang ulama dengan mempergunakan qiyas(analogi) yang tepat berdasar qur’an dan sunnah. Hukum tersebut dijelaskannya tanpa mengikut pad satu mazhab dan tidak dibatasi oleh masa.
Ilahiyat : masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.
Ilmu Tasawuf : ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Ilmu Ushuludin: ilmu yang membahas pokok-pokok (dasar) agama, yaitu akidah, tauhid dan Itikad (keyakinan) tentang rukun Iman yang enam : 1) beriman kepada Allah, 2) Al Qur’an dan kitab-kitab suci samawi, 3) Nabi Muhammad dan para Rasul, 4) para Malaikat, 5) perkara ghaib (alam kubur, alam akhirat, mahsyar, mizan, shirat, surga-neraka), 6 ) Takdir baik dan buruk.
Iman :ucapan hati dan lisan yang disertai dengan perbuatan, diiringi dengan ketulusan niat karena Allah dan dilandasi dengan berpegang teguh kepada Sunnah RasulNya.
Imamah :sebuah terminologi Islam Syi'ah yang berarti Kepemimpinan. Dalam Sunni dapat disamakan dengan Khalifah.
Iqrar :pengakuan dari seseorang dengan sebenarnya terhadap apa yang dinyatakan oleh dirinya dalam suatu tindakan hukum misalnya pengakuan berhutang kepada orang lain atau sebagai seorang pencuri dan lain-lain.
Islam : berserah diri kepada Allah dengan tauhid, tunduk kepadNya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya.
J
Jahiliyah : kebodohan, sebutan untuk suatu zaman yang ciri utamanya ialah mengagungkan selain Allah dengan disembah, dipuja, dipatuhi dan ditaati; ciri lainnya dari zaman ini adalah kebobrokan mental dan kerusakan akhlak, seperti zaman sebelum agama Islam muncul dengan dibawa oleh Rasulullah.
Jaiz : tidak dilarang dan tidak dianjurkan.
K
Kafir : mengingkari Allah sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan mengingkari Rasul Muhammad SAW sebagai utusan-Nya.
Khalifah : wakil, pemimpin, kepala negara. Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, atau pemimpin di muka bumi.
Khawarij : istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali Bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, dan merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi’ah.
M
Malaikat : makhluk yang memiliki kekuatan-kekuatan yang patuh pada ketentuan dan perintah Allah.
Mantera :susunan kata yang berunsur puisi (seperti rima dan irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.
Mufti : orang yang memberikan fatwa atau petunjuk atas suatu masalah.
Muktazilah : aliran kalam yang muncul di Bashrah Irak, pada abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Washil Bin Atha’ 700-750 M) berpisah dari gurunya ImamHasan Al Bashri karena perbedaan pendapat. Washil Bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik. Washil Bin Atha’ berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.
Munafiq : terminologi dalam Islam untuk merujuk pada mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama Islam, namun sebenarnya hati mereka memungkirinya.
Muslim : secara harfiah berarti "seseorang yang berserah diri (kepada Allah)", termasuk segala makhluk yang ada di langit dan bumi. Kata muslim kini merujuk kepada penganut agama Islam saja, kemudian pemeluk pria disebut dengan Muslimin dan pemeluk wanita disebut Muslimah adalah sebutan untuk wanita Islam.
Murji’ah : aliran Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khawarijdan berpendapat menangguhkan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak.
Musyrik : mempersekutukan atau membuat tandingan hukum atau ajaran lain selain dari ajaran/hukum Allah.
Mutakallim : ahli ilmu kalam (teologi)
N
Nabi : manusia yang memperoleh wahyu dari Tuhan tentang agama dan misinya.
Neraka : suatu tempat yang diyakini oleh penganut beberapa agama dan atau aliran kepercayaan sebagai tempat kesengsaraan abadi setelah mati. Tempat ini berada di alam gaib sebagai balasan atas perbuatan manusia yang dinilai menyimpang dari aturan agama.
P
Pahala : hadiah yang diperoleh karena kelakuan baik.
Perang Jamal : perang yang terjadi di Bashrah Irak pada tahun 656 masehi, antara pasukan yang berpihak pada Ali Bin Abi Thalib (Sepupu dan menantu dari Nabi S.A.W) dan pasukan yang berpihak kepada Aisyah (janda dari nabi Muhammad S.A.W ) yang menginginkan keadilan atas terbunuhnya khalifah terdahulu yaitu Usman bin Affan.
Perang Shiffin : pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah Bin Abu Sofyan danAli Bin Abi Thalib di tebing sungai Furat yang kini terletak Syiriah (Syam) pada 1 Shafar tahun 37 Hijriah.
Q
Qadha' /qadar : Ketetapan Ilahi, artinya bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini diketahui, dicatat, dikehendaki dan diciptakan oleh Allah.
Qadim : bagi kaum teolog Muslim, qadim berarti sesuatu yang mempunyai wujud tanpa sebab.
R
Rasul : seorang yang mendapat wahyu dari Allah dengan suatu Syariat dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya dan mengamalkannya. Setiap rasul pasti seorang nabi, namun tidak setiap nabi itu seorang rasul.
Riya’ : melakukan suatu amal dengan cara tertentu supaya diperhatikan dan dipuji orang lain; contohnya; seseorang melakukan shalat, lalu memperindah shalatnya tatkala dia mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.
Rukun Iman : pilar keimanan dalam Islam yang harus dimiliki seorang muslim. Jumlahnya ada enam. Enam rukun iman ini didasarkan dari ayat-ayat Al Qur'an dan hadis
Rububiyah :menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah. Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah.
Ruhuniyat : kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam metafisik seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain sebagainya.
S
Sam’iyat : persoalan-persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah mati.
Sekte : sebuah kelompok keagamaan atau politik yang memisahkan diri dari kelompok yang lebih besar, biasanya karena pertikaian tentang masalah-masalah doktriner.
Sihir : sihir/tipu daya. Menurut ulama tauhid adalah suatu hal/perkara atau kejadian yang luar biasa dalam pandangan orang yang melihatnya.
Shiddiq : yang suka pada kebenaran, atau yang membuktikan ucapannya dengan perbuatan, atau yang berbakti serta selalu mempercayai. Bahasa lain dari shiddiq adalah jujur
Sunni : mereka yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur’an dan hadis yang shahih dengan pemahaman para Sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Surga : suatu tempat di alam akhirat yang dipercaya oleh para penganut beberapa agama sebagai tempat berkumpulnya roh-roh manusia yang semasa hidup di dunia berbuat kebajikan sesuai ajaran agamanya.
Syahadat : memiliki makna mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati lalu mengamalkannya melalui perbuatan. Adapun orang yang mengucapkannya secara lisan namun tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya maka tidak ada manfaat sama sekali dengan syahadatnya.
Syi’ah : aliran yang menyatakan bahwa Ali Bin Abi Thalib adalah yang paling utama di antara para sahabat dan yang berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan atas kaum Muslim, demikian pula anak cucunya.
Syirik : menyamakan selain Allah dengan Allah dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah Allah.
T
Tahrif : Menyelewengkan suatu nash dari Al Qur'an atau Hadis dengan mengubah lafazhnya atau membelokkan maknanya dari makna yang sebenarnya (memberikan tafsiran yang menyimpang dari makna sebenarnya yang dikandung oleh nash tersebut).
Takdir : ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya.
Taklid : mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber atau alasannya.
Takwa : menjaga diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Takyif : mempertanyakan bagaimana sifat Allah itu; atau menentukan bahwa hakikat sifat Allah itu begini atau begitu
Tamtsil : menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhlukNya.
Taubat : kembali kepada Allah dengan melepaskan simpul ikatan-ikatan hati kemudian melaksanakan hak-hak Tuhan. Orang yang bertaubat kepada Allah adalah orang yang kembali dari hal-hal yang terlarang (akhlak tercela) kepada hal-hal yang diperintahkan (akhlak terpuji atau mulia).
Tauhid : berasal dari kata berbahasa Arab wahhada-yuwahhidu-tauhid yang berarti menuhankan Allah yang satu (mengesakan Allah).
Ta'thil : mengingkari seluruh atau sebagian sifat-sifat Allah. Sedang perbedaannya dengan tahrif, bahwa ta'thil tidak mengakui makna sebenarnya yang dikandung oleh suatu nash dari Al Qur'an atau Hadits.
Teologi : ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan.
Toleransi : sikap rela untuk menerima kenyataan adanya orang lain yang berbeda. Dalam bahasa Arab toleransi biasa disebut tasamuh, yang berarti membiarkan sesuatu untuk dapat saling mengizinkan dan saling memudahkan.
U
Ulama : orang-orang yang mengetahui berbagai macam ilmu secara mendalam dan dapat memberitahukannya kepada orang lain.
Ulil amri : yang memiliki urusan atau kekuasaan. Ulil amri terkadang diterjemahkan menjadi setiap yang memiliki hak untuk mengatur, seperti ulama dan pemerintah. Ulil amri secara mudah dapat disebut sebagai pemimpin, baik pemimpin dalam pemerintahan (umara’) maupun pemimpin dalam hal agama (ulama).
Uluhiyah : mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah.
W
Wahyu : petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul.
Wali :orang yang beriman lagi bertakwa tetapi ia bukan seorang Nabi.
Z
Zhalim : berbuat aniaya, baik kepada diri sendiri, kepada orang lain, maupun kepada Allah SWT.
Zodiak : sebuah sabuk khayal di langit dengan lebar 18o yang berpusat pada lingkaran ekliptika.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad, 1992. Risalah Ilmu Tauhid, Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Abdullah, M. Sufyan Raji. 2006. Mengenal Aliran-Aliran Dalam Islam Dan Ciri-Ciri Ajarannya. Jakarta: Pustaka AlRiyadl.
Abdullah, Taufik. 2003. Ensiklopedia Tematik Dunia Islam, Jakarta: Penerbit PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Al Jauziya, Ibnul Qayyim.2006. Taubat Kembali Kepada Allah, Jakarta:Gema Insani.
Alfat, Masan. 1994. Akidah Akhlak. Semarang : PT Karya Toha Putra
Anwar, Rosihan dan Abdul Rozak.2003. Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia.
Ash Shiddieqy, T.M.Hasbi. 2000. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, Jakarta : PT. Bulan Bintang
----------------, 1998. Al Islam I, Semarang: PT. Pustaka RizkiPutra
Asmuni, Yusran. 1996. Ilmu Tauhid. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Departemen Agama Republik Indonesia. 2002. Tafsir Alqur’an. (Tim Tashih Drs. HA. Hafizh Dasuki, M.A. dkk.) Jakarta: Bintang Ilmu.
Dewan Redaksi. tt. Ensiklopedi Islam(S-Z), buku 5. Jakarta: Penerbit PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Faridl, Miftah. 2000.Pokok-pokok Ajaran Islam, Pustaka, Bandung, Cet. 10.
Hadariansyah. 2008. Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam. Banjarmasin: Antasari Press.
Hanafi, Ahmad.1995. Theology Islam, Jakarta: PT. Al Husna Zikra. Cet.6.
Ilyas , Yunahar. 1992. Kuliah Akidah Islam, Yogyakarta: LPPI.
Madjid, Nurcolis.1985.Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, Jakarta. Cet. 2.
Munawir, Ahmad Warson. 1984. Kamus Al Munawwir. Yogyakarta: PP. Al Munawwir Krapyak.
Nasir, Salihun. 1991. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta : Rajawali Press.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-Press.
Nata, Abuddin. 1995. Ilmu kalam, Filsafat, dan Tasawuf. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Rozak, Abdul, dkk. 2009.Ilmu Kalam, Bandung:Pustaka Setia.
Shihab, M. Quraish. 2007. Ensiklopedia Al Qur’an, Jakarta: Lentera Hati.
Zaini, Syahminan. 2000. Kuliah Akidah Islam, Surabaya: Al Ikhlas