BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah

Dalam Filsafat Ilmu terdapat tiga landasan ilmu yakni Ontologi, Epistemologi, Aksiologi. Ketiga landasan ilmu tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Pasalnya banyak hal yang masih menjadi kerau-raguan di diri seseorang. Sehingga orang mulai bertanya-tanya dan mengharapkan jawaban yang benar. Tapi bagimankah cara mengetahui jawaban yang benar itu?

Berbagai cara telah dilakukan pada masa yunani kuno dalam rangka memperoleh ilmu dan kebenarannya. Mulai dari perenungan, pengalaman, eksperimen dan sebagainya.semua itu dilakukan hanya untuk mencari kepuasan terhadap gejala yang tampak. Sehingga pada akhirnya Filsafat berhasil mebawa peradaban manusia pada kemajuan.

Pada epistemologi lebih memfokuskan pada permasalahan cara mendapatkan ilmu. Sedan’’an pada hakekat ilmu dan kegunaanya masuk dalam landasan Ontologi dan aksiologi. Oleh sebab itu makalah ini berusaha untuk menjabarkan secara rinci tetntang Epistemologi.

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan secara rinci landsan ilmu Epistemologi. Sebab Epitemologi tidak kalah pentingnya dengan kedua landasan lainnya. Sehingga diharapkan setiap orang bisa menghilangkan keragu-raguan dalam menjawab suatu fenomena.

  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Pemahaman Mengenai Landasan Epistemologi?
  2. Bagaimana Pemahaman Mengenai Metode Ilmiah?

  1. Tujuan Penulisan
  1. Mengetahui Pemahaman Mengenai Landasan Epistemologi.
  2. Mengetahui Pemahaman Mengenai Metode Ilmiah.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Epistemologi
  1. Pengertian Epistemologi

Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.

Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.

Dalam studi Filsafat ditemukan istilah Epitemologi. Epistemologi adalah ilmu yang membahas ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan. Istilah Epistemologi diserap dari kata Yunani yang berarti studi atau penelitian tentang pengatahuan. “Logika” juga dapat disebut sebagai cabang dari Epistemologi. Tugas utama Logika adalah menyelidiki sifat berpikir secara benar dan menggunakan akal yang sehat termasuk hukum-hukum pemikiran manusia ( DR. Soedjono Dirdjosisworo, S.H, Pengantar Epistemologi dan Logika, cetakan I, Bandung : Remadja Karya CV, 1985 hal 1).

Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.

Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.

Epistemologi pada dasarnya bersifat reflektif. Setiap anggapan umum dapat dijadikan pernyataan reflektif. Bila Epistemologi mampu mengusir keraguan, kita mungkin dapat menemukan kepastian reflektif yang pantas dianggap pengetahuan. Sejak semula, Epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit, Sebab Epistemologi  menjangkau permasalah seluas metafisika.  Selain itu, pengetahuan merupakan hal yang abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah dalam kehidupan sehari-hari.

Secara historis gerakan pemikiran reflektif memuncukan masalah pengetahuan secara terpisah dapat ditelusiri secara analitis. Oleh karena itu walaupun setiap pengetahuan dapat diperoleh secara reflektif tetapi ada pengetahuan yang dapat dibuktikan secara analitis atau pun riset dalam pembuktiannya. Pembuktian secara analitis ataupun riset masuk kategori sains, sedangkan reflektif hanya sebatas anggapan umum (Common Sense). Secara garis besar Epistemologi merupakan cabang filsafat yang berusaha mencari kebenaran. Mencari jawaban dalam menjawab keragu-raguan. Meskipun kebenarannya bersifat relatif atau berdasarkan analitis.

Pada dasarnya kita boleh mengajukan pertanyaan kepada siapa saja. Misalnya, kita menanyakan alamat kepada seseorang.  Tetapi kita di beri arah yang salah (tetapi masih satu wilayah), meskipun kita disesatkan arah tapi toh masih tenang-tenang saja karena masih satu wilayah dan bisa dicari lagi. Bagaimana jika kita bertanya jalan menuju surga tetapi malah diberikan jalan menuju neraka?

Pada hakikatnya setiap manusia mengharapakan jawaban yang benar, bukannya jawaban yang asal-asalan. Bagaimana menyusun pengetahuan yang benar? Masalah ini termasuk kajian Epistemologis dan landasannya metode ilmiah.

Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

  1. Objek dan Tujuan Epistemologi

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan

Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.

Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

  1. Landasan Epistemologi

Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.

Secara etimologis, metode berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “Meta” yang artinya sesudah atau dibalik sesuatu, dan “Hodos” yang artinya jalan yang harus ditempuh. Ada juga yang mengatakan metode berasal dari bahasa Yunani ‘Methodos’ yang berarti jalan. Sedangkan dalam bahasa latin ‘methodus’ berarti cara. Metode menurut istilah adalah suatu proses atau atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan. Jadi, ia dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah.

Sebelum menjelaskan ilmiah terlebih dahulu harus mengetahui dulu ilmu.Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.Pengertian “Ilmiah” secara istilah dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang bersifat keilmuan/sains (pemahaman tentang sesuatu yang dapat diterima secara logika/akal/pikiran/penalaran).Ilmu yang ilmiah (Ilmu Pengetahuan) adalah ilmu yang diperoleh dan dikembangkan dengan mengolah atau memikirkan realita yang berasal dari luar diri manusia secara ilmiah, yakni dengan menerapkan Metode Ilmiah.

Sehingga di dapat metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada.

Tujuan dari penggunaan metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Kebenaran dan kecocokan kajian ilmiah, akan terbatas pada ruang, waktu, tempat dan kondisi tertentu.

Metode ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang berubah dan bergerak secara dinamik dan teratur.Kondisi alam yang diduga para filosof karena adanya asas tunggal dari alam (natural law).Filosof yakin, bahwa natural law telah menjadi salah satu sebab adanya ketertiban alam. Ketertiban akan diangkat dan harus diletakkan sebagai objek ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak-corak metodis yang sandarannya pada kondisi alam, yang dinamik dan teratur, harus diakui telah meneyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic.Ilmu selalu berkembang dalam ukuran-ukuran yang konkrit dengan model dan pendekatan serta eksperimen dan observasi.

Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena, tidak semua ilmu dapat didekati dengan model yang sama.

Dengan ditemukannya metode berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terdinya kemajuan dalam ilmu pengetahuan.Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba mudah dan menjanjkan.Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu yang sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap apa yang menjadi kehendak alam.

  1. Karakteristik Metode Ilmah

Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan-pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam table. Digambarkan dalam bentuk grafik atau dipetakan dan diproses dengan penghitungan statistika seperti korelasi dan regresi. Umumnya terdapat empat karakteristik penelitian ilmiah, yaitu:

  1. Sistematik Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
  2. Logis Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bias dengan prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus), atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
  3. Empirik suatu penelitian yang didasarkan pada pengalaman sehari-hari, yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan empirik ada tiga yaitu : a) Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain). a) Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu. c) Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan melainkan ada penyebabnya.
  4. Replikatif suatu penelitian yang pernah dilakukan harus di uji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variable menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.

Langkah-Langkah yang Ditempuh dalam Metode Ilmiah 

  1. Perumusan masalah adalah langkah awal dalam melakukan kerja ilmiah. Masalah adalah kesulitan yang dihadapi yang memerlukan penyelesaiannya atau pemecahannya. Masalah penelitian dapat di ambil dari masalah yang ditemukan di lingkungan sekitar kita, baik benda mati maupun makhluk hidup. Misalnya, saat kamu berada di pantai dan mengamati ombak di lautan. Pada saat itu di pikiranmu mungkin timbul pertanyaan, mengapa terjadi ombak? Atau, bagaimanakah cara terjadinya ombak? Untuk dapat merumuskan permasalahan dengan tepat, maka perlu melakukan identifikasi masalah.Agar permasalahan dapat diteliti dengan seksama, maka perlu dibatasi. Pembatasan diperlukan agar kita dapat fokus dalam menyelesaikan penelitian kita. Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam merumuskan masalah, antara lain sebagai berikut :
  1. Masalah hendaknya dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat Tanya.
  2. Rumusan masalah hendaknya singkat, padat, jelas dan mudah dipahami. Rumusan masalah yang terlalu panjang akan sulit dipahami dan akan menyimpang dari pokok permasalahan.
  3. Rumusan masalah hendaknya merupakan masalah yang kemungkinan dapat dicari cara pemecahannya. Permasalahan mengapa benda bergerak dapat dicari jawabannya dibandingkan permasalahn apakah dosa dapat diukur.
  1. Perumusan hipotesis. Ketika kita mengajukan atau merumuskan pertanyaan penelitian, maka sebenarnya pada saat itu jawabanya sudah ada dalam pikiran. Jawaban tersebut memang masih meragukan dan bersifat sementara, akan tetapi jawaban tersebut dapat digunakan untuk mengarahkan kita untuk mencari jawaban yang sebenarnya. Pernyataan yang dirumuskan sebagai jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian disebut sebagai hipotesis penelitian. Hipotesisi penelitian dapat juga dikatakan sebagai dugaan yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah sebelum dibuktikan kebenarannya. Oleh karena berupa dugaan maka hipotesis yang kita buat mungkin saja salah. Ileh karena itu, kita harus melakukan sebuah percobaan untuk menguji kebenaran hipotesis yang sudah kita buat
  2. Perancangan penelitian. Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu harus dipersiapkan rancangan penelitiannya. Rancangan penelitian ini berisi tentang rencana atau hal-hal yang harus dilakukan sebelum, selama dan setelah penelitian selesai. Metode penelitian, alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian juga harus disiapkan dalam rancangan penelitian. Penelitian yang kita lakukan dapat berupa penelitian deskriptif maupun penelitian eksperimental. Penelitian deskripsi merupakan penelitian yang memberikan gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta dan sifat-sipat objek yang diselidiki. Contoh dari penelitian deskriptif, misalnya penelitian untuk mengetahui populasi hewan komodo yang hidup di Pulau komodo pada tahun 2008. Adapun penelitian eksperimental merupakan penelitian yang menggunakan kelompok pembanding. Contoh penelitian eksperimental, misalnya penelitian tentang perbedaan pertumbuhan tanaman di tempat yang terkena matahari dengan pertumbuhan tanaman di tempat yang gelap. Selain rancangan penelitian, terdapat beberapa faktor lain yang juga harus diperhatikan. Faktor pertama adalah variabel penelitian, sedangkan yang kedua adalah populasi dan sampel. Variabel merupakan faktor yang mempengaruhi hasil penelitian. Populasi merupakan kumpulan/himpunan dari semua objek yang akan diamati ketika melakukan penelitian, sedangkan sampel merupakan himpunan bagian dari populasi. Di dalam penelitian, variabel dapat dibedakan menjadi :
  1. Variabel bebas yaitu variabel yang sengaja mengalami perlakuan atau sengaja diubah dan dapat menentukan variabel lainnya (variabel terikat)
  2. Variabel terikat yaitu variabel yang mengalami perubahan dengan pola teratur (dipengaruhi oleh variabel bebas)
  3. Variabel control yaitu variabel yang digunakan sebagai pembanding dan tidak mengalami perlakuan atau tidak diubah-ubah selama penelitian.
  1. Pelaksanaan penelitian. Langkah langkah pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :
  1.  Persiapan penelitian biasanya diwujudkan dalam pembuatan rancangan penelitian. Alat, bahan, tempat, waktu dan teknik pengumpulan data juga harus dipersiapkan dengan baik.
  2. Pelaksanaan :
  1. Pengumpulan/pengambilan data
  1. Data kualitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dengan menggunakan alat indra, seperti indra penglihatan (mata), indra penciuman (hidung), indra pengecap (lidah), indra pendengaran (telinga), dan indra peraba (kulit). Contohnya adalah ketika kita melakukan pengamatan buah mangga maka data kualitatif yang dapat kita peroleh adalah mengenai rasa buah, warna kulit, dan daging buah, serta wangi atau aroma buah.

  1. Data kualitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran sehingga akan diperoleh data berupa angka-angka. Contohnya adalah data mengnai berat buah mangga,ketebalan daging buah, diameter buah mangga.
  1. Pengolahan data, setelah data-data yang kita perlukan berhasil dikumpulkan maka tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan atau analisis data. Data yang kita peroleh dapat ditulis atau kita nyatakan dalam beberapa bentuk, seperti table, grafik dan diagram.
  2.  Menarik kesimpulan, setelah pengolahan data melalui analisis selesai dilakukan maka kita dapat mengetahui apakah hipotesis yang kita buat sesuai dengan hasil penelitian atau mungkin juga tidak sesuai. Selanjutnya kita dapat mengambil kesimpilan dari penelitian yang telah kita lakukan. Kesimpulan yang kita peroleh dari hasil penelitian dapat mendukung hipotesis yang kita buat, tetapi kesimpulan yang kita ambil harus dapat menjawab permasalahan yang melatarbelakangi penelitian.
  1. Pelaporan penelitian. Sistematika penyusunan laporan penelitian:
  1. Pendahuluan berisi tentang latar belakang dilaksanakannya penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan hipotesis
  2. Telaah kepustakaan/kajian teori, bagian kajian teori merupakan bagian yang berisi tentang hasil telaah yang dilakukan oleh peneliti terhadap teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
  3. Metode penelitian, berisi segala sesuatu yang dilakukan oleh peneliti mulai dari persiapan, pelaksanaan dan akhir dari sebuah penelitian. Bagian metode penelitian berisi tentang teknik pengambilan data, cara atau teknik pengolahan data, populasi dan sampel, alat, bahan, tempat dan waktu penelitian.
  4. Hasil dan pembahasan penelitian, berisi tentang data hasil penelitian yang berhasil dikumpulkan selama penelitian. Data yang diperoleh disampaikan dalam bentuk grafik, tabel , atau diagram.
  5. Kesimpulan dan saran, berisi tentang kesimpulan yang dihasilkan merupakan jawaban terhadp hipotesis yang sudah diuji kebenarannya. Saran dari peneliti kepada pihak lain, yaitu pembaca dan bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.

  1. Ruang Lingkup Epistemologi

M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.

Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.

Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.

M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.

Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.

  1. Hakikat Epistemologi

Sebelum membahas mengenai hakikat epistemologi secara lebih detail, terlebih dahulu diketahui bahwa, landasan epistemologi sebagaimana yang penulis ketahui ialah metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan dengan benar.

Pembahasan mengenai hakikat merupakan hal yang sulit, terlebih lagi mengenai hakikat epistemologi. Karena membahas hakikat ialah bagaimana cara kita mengungkapkan pemahaman kita terhadap sesuatu yang dapat mencakup atau mewakili dari keseluruhan, yang dalam hal ini ialah epistemologi. Epistemologi merupakan cabang dari filsafat yang berusaha memberikan definisi ilmu pengetahuan. Luasnya jangkauan epistemologi menyebabkan pembahasannya sangat detail dan sulit. Menurut Jujun S. Suriasumantri, bahwa persoalan utama yang dihadapi tiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek ontologi dan aksiologi masing-masing.

Epistemologi juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Dari sini dapat dilihat apakah seseorang itu menggunakan cara berpikir deduktif atau induktif.

Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional  dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab epistemologi ilmu memanfaatkan kedua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahui kenyataan yang lain dari diri sendiri. Aplikasi dari menafsirkan adalah berpikir rasional, sedangkan membuktikan adalah berpikir empiris. Dan gabungan dua model berpikir diatas adalah metode ilmiah.

Dari sini terjadi kerancuan jika metode ilmiah adalah hakikat dari epistemologi, bahwa antara landasan dan hakikat adalah sama. Disisi lain hakikat epistemologi itu bertumpu pada landasannya karena lebih mencerminkan esensi epistemologi. Dari pemahaman yang demikian dapat memperkuat asumsi bahwa epistemologi memang rumit dan memerlukan pengkajian yang lebih mendalam.

  1. Bagian – Bagian Epistemologi

  1. Logika

           Logika merupakan sub-bagian dalam studi Epistemologi. Dalam mempelajari Epistemologi tidak boleh mengabaikan logika, karena dasar pertanyaan dari Epistemologi ialah “bagaimana”. Logika disini berperan dalam menjawab sebuah gejala secara rasio atau nalar dengan membuat formalisasi.

Hukum logika merupakan dasar teori yang sudah diketahui selama ribuan tahun. Bila implikasi B (disebut consequens juga) dari hipotesis B (disebut antecendens juga) maka belum tentu bahwa A (yang lebih umum dari pada B) itu benar, tetapi bila hanya satu kali saja implikasi A tidak terjadi, maka A telah dibuktikan salah.

Menurut Karl Raimund Popper, semua hukum itu alam, malahan segala teori ilmu alam pun, tidak pernah dapat mencapai lain kedudukan dari hipotesis, yaitu percobaan saja dan selama usaha agar hipotesis-hipotesis yang bersangkutan dibuktikan salah dapat terjadi, selama itu pula ilmu alam berkembang dan disempurnakan. Popper berpendapat demikian karena, suatu hipotesis bila terbukti salah, maka harus ditinggalkan dan diganti dengan hipotesis yang baru. Kedua jika salah satu usur hipotesis ternyata dibuktikan salah, maka unsur tersebut ditinggalkan dengan mempertahankan inti hipotesis untuk disempurnakan. Terakhir sebuah hipotesis masih bertahan sebelum dapat dibuktikan salah.

  1. Pengetahuan

Banyak pihak yang menyatakan bahwa hanya jenis pengetahuan tertentu yang benar-benar layak disebut pengetahuan. Hal yang demikian dilakukan Bertrand Russel ketika mengkhususkan kata ini hanya untuk pengetahuan sains, sedangkan yang lain dianggap mendekati ilmiah (Dr. P. Hardono Hadi, Epitemologi Filsafat Pengatahuan. Hal 23).

Meskipun pernyataan Russel ini terdengar masuk akal, namun bertentangan dengan maksud Epistemologis, sebab Russel mengambil keputusan dengan meyakini keunggulan sains diatas pengetahuan yang lain. Sebaliknya, filsafat pengetahuan adalah keterbukan macam-macam makna “pengetahuan”. Membuka setiap kemungkinan serta setiap cara-cara memperoleh pengetahuan disebut “pengetahuan”.

Setidaknya segala peradaban di dunia ini ada karena pengetahuan, baik itu pengetahuan tentang alam, atau pun perenungan. Para filsuf terdahulu megawali filsafat melalui perenungan untuk mencari hakikat kebenaran, di masa itu kebenaran masih bersifat relatif (individu). Banyak cara dalam memperoleh pengetahuan, baik dengan pemikiran Rasionalisme, Empirisme, Strukturalisme, dan lain-lain.

  1. Ilmu

Dalam ilmu, orang berusaha mematangkan pengetahuan dengan memenuhi tolak ukur yang sesuai. Hal ini merupak sebuah cara dalam merumuskan tujuan penyelidikan ilmiah. Dalam memperoleh ilmu hendaknya tahu terlebih dari dahulu. Hal ini dikarenakan ilmu muncul akibat keragu-raguan yang dipikir secara reflektif. Pemikiran secara reflektif ini disebut pengetahuan yang dapat berubah menjadi ilmu jika dilakukan penyelidikan atau pembuktian secara ilmiah. Contohnya dalam tata surya, orang terdahulu menganggap matahari mengelilingi bumi, pernyataan seperti ini disebut pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman. Pernyataan diatas masih memdapatkan pertimbangan karena belum terbukti secara ilmiah,  ketika kenyataannya berbeda dan dapat dibuktikan secara ilmiah bisa disebut sebagai pengetahuan dan ilmu. Dalam studi ilmiah disebut Ilmu  Astronomi.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah merupakan sekumpulan pegetahuan yang disusun secara konsisten serta teruji kebenarannya secara empiris dalam  menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia untuk melakukan tindakan dalam menguasai gejala tersebut sesuai penjelasan yang ada.

Dengan definisi demikian, maka akan timbul pertanyaan? Apakah pengetahuan yang teruji secara ilmiah namun tidak bisa dijadikan sebuah ketetapan dapat dikatakan ilmu? Ilmu menurut pengertian secara umum ialah semua pengetahuan yang dapat diuji kebenarannya serta pasti. Bagaimana dengan sejarah? Apakah itu termasuk dalam golongan ilmu atau humaniora? Hal seperti sejarah sulit sekali dicari kebenarannya, sebab penggunaan data sejarah sering kali merupakan penuturan orang, bisa saja orang itu berbohong.

BAB III

PENUTUP

  1. Simpulan

Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang berguna dalam mencari jawaban dari suatu gejala yang muncul. Akan tetapi jawabannya masih bersifat sementara karena secara umum masih hasil berpikir secara reflektif. Sebagai sebuah landasan ilmu, Epistemologi berperan dalam munculnya pengetahuan-pengetahuan yang selanjutnya dilakukan eksperimen untuk di spesifikasikan mana yang masuk kategori ilmu.

Epistemologi tidak dapat berdiri sendiri tanpa logika, sebab alat pertama dalam menjawab suatu gejala adalah logika. Pertama logika bersifat kemungkinan, kedua bersifat peluang, sedangkan pembuktiannya menggunakan eksperimen.

Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan atau mengembangkan pengetahuan. Pola umum tata langkah metode ilmiah mencakup Kesadaran akan adanya problema, pengumpulan data, penertiban data, pembentukan hipotesis, penarikan deduksi/kesimpulan dari hipotesis, dan terakhir verifikasi.Ilmu-ilmu kealaman pada umumnya menggunakan metode siklus-empiris.Metode siklus-empiris terdiri dari 5 tahapan yaitu observasi, induksi, deduksi, eksperimen, dan evaluasi. Ilmu-ilmu sosial dan humanistik pada umumnya menggunakan metode linier dan analisisnya dimaksudkan untuk menemukan arti, nilai dan tujuan.Metode liner memiliki tiga tahap, yaitu persepsi, konsepsi, dan prediksi.

Metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan mengembangkan ilmu, melalui cara kerja penelitian. Penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapinya.


DAFTAR PUSTAKA