PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENGGUNAKAN
MEDIA BONEKA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 NGLANDEYAN KECAMATAN KEDUNGTUBAN SEMESTER I TAHUN 2010/2011
oleh: Siti Sri Indarwati
ABSTRAK
Salah satu bentuk kemampuan berbicara adalah bercerita. Pada umumnya, siswa SD masih mengalami kesulitan dalam bercerita. Hal ini juga dialami oleh sebagian besar siswa SD Negeri 1 Nglandeyan. Hal tersebut disinyalir karena rendahnya kreativitas guru dalam menentukan teknik pembelajaran keterampilan bercerita kepada siswa. Rasa kurang percaya diri, gugup ataupun grogi senantiasa melingkupi diri siswa setiap pembelajaran berlangsung. Fenomena seperti ini merupakan permasalahan yang perlu segera ditemukan alternatif pemecahannya. Dengan demikian, pembelajaran keterampilan bercerita merupakan suatu sarana yang dapat digunakan siswa untuk mengembangkan potensi bercerita seluas-luasnya.
Salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah tersebut yaitu dengan menerapkan pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka. Permasalahan yang diungkap dalam penelitian ini yaitu 1) seberapa besar peningkatan keterampilan bercerita siswa setelah mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media boneka, dan 2) bagaimana perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka. Tujuan penelitian ini yaitu 1) mengetahui peningkatan keterampilan bercerita siswa setelah mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media boneka, dan 2) mengetahui perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran keterampilan bercerita menggunakan media boneka.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini meliputi dua siklus. Tiap-tiap siklus dilakukan secara berdaur yang terdiri atas empat tahap, yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Data penelitian diambil melalui tes dan nontes. Alat pengambilan data tes yang digunakan berupa instrumen tes perbuatan yang berisi aspek-aspek kriteria penilaian keterampilan bercerita. Alat pengambilan data nontes yang digunakan berupa pedoman observasi, wawancara, jurnal, dokumentasi foto, rekaman pita, , dan sosiometri. Selanjutnya, data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.
Berdasarkan analisis data penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa dengan menggunakan media boneka, keterampilan bercerita siswa meningkat sebesar sebesar 7,8%. Pada siklus I, nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 73,4%, sedangkan pada siklus II, hasil yang dicapai sebesar 81,2%. Perilaku yang ditunjukkan siswa pun berubah setelah diberikan tindakan. Siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran, bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, tidak gugup atau grogi dan semakin percaya diri ketika bercerita di depan kelas.
Dari hasil penelitian tersebut, saran yang dapat direkomendasikan antara lain 1) para guru Bahasa Indonesia hendaknya mencoba menggunakan media boneka sebagai pemilihan variasi strategi pembelajaran bercerita agar siswa tidak merasa jenuh dalam mengikuti pembelajaran; 2) antar guru saling bekerja sama dalam menggabungkan kompetensi dasar yang ada, seperti halnya yang telah dilakukan peneliti yaitu menggabungkan antara pelajaran bahasa Indonesia dan SBK; 3) para praktisi bidang pendidikan dapat melakukan penelitian yang sejenis dengan teknik pembelajaran yang berbeda, misalnya bercerita menggunakan media komik, bercerita menggunakan media gambar dan lain sebagainya, sehingga didapatkan berbagai alternatif teknik pembelajaran keterampilan bercerita untuk menambah khazanah ilmu bahasa.
Kata Kunci: keterampilan berbicara, keterampilan bercerita, media boneka.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan kita karena bahasa merupakan alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain, untuk mengembangkan ekspresi, dan juga untuk mengembangkan kemampuan intelektual seseorang. Tarigan (1986:2) mengemukakan bahwa pada prinsipnya, tujuan pembelajaran bahasa adalah agar siswa terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis.
Keterampilan berbicara (speaking skill) merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa selain keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan membaca (reading skill), dan kerampilan menulis (writing skill). Keempat aspek tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau katakata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (Tarigan 1981:15). Keterampilan berbicara merupakan keterampilan kebahasaan yang sangat penting. Syafi’ie (1993:33) mengemukakan dengan keterampilan berbicaralah pertama-tama kita memenuhi kebutuhan berkomunikasi dengan masyarakat tempat kita berada.
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Nglandeyan Kecamatan Kedungtuban, peneliti hanya mengambil satu kelas sebagai subjek penelitian yaitu kelas IV karena menurut peneliti berdasar hasil ulangan mata pelajaran bahasa Indonesia kelas IV, siswa-siswanya mendapatkan nilai terendah dibandingkan dengan kelas yang lain. Hal ini dilihat dari aspek berbicara khususnya kompetensi dasar bercerita.
Proses belajar mengajar aspek berbicara khususnya dalam kompetensi dasar bercerita kurang berhasil. Hal ini dapat diketahui oleh peneliti setelah melihat daftar nilai siswa, diketahui bahwa nilai tertinggi yaitu 70 diperoleh 3 siswa, nilai 68 diperoleh 5 siswa, nilai 65 diperoleh 20 siswa, nilai <65 diperoleh 14 siswa.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk:
D. Manfaat Penelitian
1.Manfaat Praktis
2. Manfaat Teoretis
Selain manfaat praktis seperti yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini juga memiliki manfaat teoretis untuk memberikan landasan bagi para peneliti lain untuk mengadakan penelitian sejenis dalam rangka meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada khususnya dan keterampilan berbahasa pada umumnya.
LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teoretis
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, sedangkan hakikat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Kemampuan berkomunikasi penting dimiliki siswa, sebab keterampilan yang baik dalam berbahasa dapat membuat komunikasi antarwarga berlangsung dengan tenteram dan damai (Depdiknas 2003:4). Pembelajaran bahasa Indonesia juga dapat dijadikan sarana pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Jalur pendidikan di sekolah merupakan jalur yang sangat efektif dan efisien. Wujud pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia di sekolah adalah pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia.
Dalam kurikulum 2006, standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa yang meliputi aspek-aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
2. Pembelajaran Keterampilan Berbicara
a. Hakikat Berbicara
Pada hakikatnya keterampilan berbicara adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan 1981:15). Keterampilan berbicara sangat penting dimiliki seseorang agar tidak terjadi kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Bentuk komunikasi lisan ini paling banyak digunakan orang dalam kehidupan sehari-hari, karena bentuk komunikasi verbal dianggap paling sempurna, efisien dan efektif (Yuniawan 2002:1). Dengan keterampilan berbicaralah pertama-tama kita memenuhi kebutuhan untuk berkomunikasi dengan lingkungan tempat kita berada (Syafi’ie 2003:33).
b. Tujuan Berbicara
Berkaitan dengan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia, pada keterampilan berbicara bertujuan agar siswa mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan (Depdiknas 2004:5). Sementara itu, tujuan utama dari berbicara adalah berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif maka seyogyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan; dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasikanya terhadap (para) pendengarnya; dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan (Tarigan 1991:15).
c. Jenis-jenis Berbicara
Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini dianggap perlu bagi manusia dan perlu dipelajari. Pada kurikulum pengajaran bahasa di sekolah, yakni penekanan dan penggalakan kegiatan berbicara yang bersifat informal. Kegiatan berbicara informal menurut Logan dalam Tarigan (1997: 48) antara lain tukar pengalaman, percakapan, menyampaikan berita, menyampaikan pengalaman, bertelepon, memberi petunjuk. Disamping kegiatan berbicara informal, kita temui pula kegiatan berbicara yang bersifat formal meliputi ceramah, perencanaan dan penilaian, interview, prosedur parlementer, berita. Sejalan dengan pendapat tersebut di atas berdasarkan tujuan pembicaraannya, Tarigan (1997: 49) mengklasifikasikan berbicara menjadi lima jenis yaitu; berbicara menghibur, berbicara menginformasikan, berbicara menstimulusi, berbicara meyakinkan, berbicara menggerakkan.
Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai, rileks, dan kocak. Soal pesan bukanlah tujuan utama. Namun tidak berarti bahwa berbicara menghibur tidak dapat membawakan pesan. Berbicara menginformasikan bersuasana serius, tertib, dan hening. Soal pesan merupakan pusat perhatian, baik pembicara maupun pendengar. Berbicara menstimulusasi juga berusaha serius, kadang-kadang terasa kaku. Pembicara berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya. Status tersebut dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan, atau fungsinya yang memang melebihi pendengarnya. Berbicara meyakinkan adalah pembicara berusaha menggugah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati, dari tidak membantu menjadi membantu. Berbicara menggerakkan merupakan kelanjutan pidato membangkitkan semangat, pembicara dalam berbicara menggerakkan haruslah orang yang berwibawa, tokoh idola, atau panutan masyarakat.
d. Keefektifan Berbicara
Seorang pembicara yang baik harus mampu memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain menguasai topik, seorang pembicara harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar.
3. Keterampilan Bercerita
Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain (Tarigan 1981:35). Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian-pengertian atau makna-makna yang menjadi jelas. Menurut Handayu (2001) dalam Mulyantini (2002:35), bercerita adalah salah satu bentuk atau cara yang dilakukan dalam upaya menjalin komunikasi dalam pendidikan anak. Dengan keterampilan bercerita seseorang dapat menyampaikan : (1) Berbagai macam cerita; (2) pengungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan (3) pengungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.
4. Media Boneka dalam Kompetensi Bercerita
Boneka merupakan sebuah permainan yang populer di kalangan anak-anak di berbagai belahan dunia. Boneka sebagai salah satu benda mainan yang berbentuk tiruan mahluk yang ada di dunia (biasanya tiruan manusia atau hewan) bisa terbuat dari bahan yang sederhana seperti kardus, kain, tanah liat hingga bahan yang modern buatan pabrik. Boneka dalam bahasa Perancis dikenal dengan marionette ada dua bentuknya yaitu: (1) tubuh yang dihubungkan dengan lengan, kaki, dan badannya digerakkan dari atas dengan tali-tali atau kawat-kawat halus; (2) boneka yang digerakkan dari bawah oleh seseorang yang tangannya dimasukkan ke bawah pakaian boneka. Boneka yang digerakkan dengan tali-temali disebut marionette, sedangkan boneka yang digerakkan oleh tangan disebut boneka tangan (Sudjana 2002:188)
Dalam kompetensi bercerita dengan alat peraga, peneliti mengganggap bahwa media bonekalah yang paling tepat untuk menjadi alat peraga dalam bercerita. Hal ini dikarenakan media boneka dapat merangsang siswa untuk menuangkan ide-ide cerita mereka sebagai tokoh dalam boneka tersebut.
B. Kerangka Berpikir
Skema tentang kerangka berpikir ini akan disajikan sebagai berikut.
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
KONDISI
AKHIR
Gambar 2.1 Diagram Penelitian Tindakan Kelas
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini
adalah Kemampuan bercerita dan perubahan perilaku pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Nglandeyan Kecamatan Kedungtuban akan meningkat lebih baik jika dalam pembelajaran Bahasa Indenesia menggunakan media boneka.
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini berusaha mengkaji, merefleksi secara kritis dan kolaboratif suatu rencana pembelajaran terhadap kinerja guru, interaksi antara guru dengan siswa, serta interaksi antarsiswa di dalam kelas. Metode penelitian tindakan kelas ini menekankan pada suatu kajian yang benar-benar dari situasi alamiah di kelas.
Proses penelitian tindakan kelas ini direncanakan berlangsung dalam dua siklus.Tiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi. Proses kegiatan tindakan kelas yang peneliti lakukan adalah bertolak dari permasalahan yang akan dipecahkan, kemudian peneliti merencanakan suatu tindakan dan melaksanakannya. Pada pelaksanaan tindakan peneliti melakukan penyampaian materi, tes perbuatan, dan observasi terhadap kegiatan yang dilakukan. Tahap berikutnya, berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan jurnal peneliti merefleksi kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Permasalahan-permasalahan yang muncul pada siklus I merupakan permasalahan yang harus dipecahkan pada siklus II. Selanjutnya, kegiatan dimulai lagi seperti kegiatan pada siklus I, yakni perencaaan, tindakan, observasi, dan refleksi dengan perubahan-perubahan untuk mengatasi permasalahan yang muncul pada siklus I.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini siswa kelas IV SD Negeri 1 Nglandeyan Kecamatan Kedungtuban yang berjumlah 25 siswa. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan peneliti di kelas IV SD Negeri 1 Nglandeyan Kecamatan Kedungtuban, peneliti hanya mengambil satu kelas sebagai subjek Peneliti memilih kelas ini sebagai subjek penelitian dengan alasan:
C. Variabel Penelitian
Ada dua variabel yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu :
1. Kompetensi Bercerita dengan Alat Peraga
Variabel kompetensi bercerita dengan alat peraga yang akan diteliti adalah
kemampuan siswa untuk menceritakan sebuah cerita sesuai dengan imajinasi siswa yang dibuat oleh siswa sendiri dalam sebuah cerita. Dalam penelitian ini siswa bekerja sama dalam suatu kelompok, mereka menyajikan suatu cerita dalam satu tema yang telah mereka buat dan sepakati bersama. Aspek yang diteliti meliputi faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.
2. Penggunaan Media Boneka
Variabel kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan media boneka dalam kompetensi bercerita. Dari variabel ini yang diteliti yaitu mengenai penggunaan media boneka dalam kompetensi bercerita kaitannya untuk merangsang imajinasi siswa dalam menciptakan suatu kisah dalam cerita yang juga akan mempengaruhi kemampuan bercerita siswa.
D. Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dianggap berhasil apabila kompetensi bercerita siswa meningkat. Peningkatan keterampilan siswa ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai yang diperoleh siswa dari siklus I ke siklus II. Nilai yang diperoleh siswa pada siklus II lebih tinggi daripada nilai yang diperoleh siswa pada siklus I. Antara siklus I dan siklus II peneliti menetapkan indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Indikator Penelitian Tingkat Keberhasilan Siswa
No | Hasil yang dicapai siswa | Kategori |
1. | < 65,0 | Kurang |
2. | 65,0 – 74 | Cukup |
3. | 75,0 - 84 | Baik |
4. | >84 | Sangat Baik |
E. Instrumen Penelitian
Berikut dipaparkan tentang bentuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini.
a. Bentuk Instrumen berupa Tes
Tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan bercerita siswa adalah tes lisan. Tes ini digunakan untuk memperoleh gambaran seberapa besar hasil belajar siswa setelah ada perubahan aktivitas dalam pembelajaran bercerita.
b. Bentuk Instrumen berupa Nontes
Instrumen nontes yang digunakan berbentuk observasi atau pengamatan, wawancara, jurnal, sosiometri (lembar observasi siswa), dokumentasi foto
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dan nontes. Teknik tes digunakan untuk memperoleh gambaran hasil pembelajaran bercerita dengan media boneka. Data melalui teknik nontes dilakukan dengan cara observasi, wawancara, jurnal, sosiometri, dokumentasi foto
dan dokumentasi rekaman video.
G. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini yaitu teknik
kuantitatif dan teknik kualitatif.
a. Teknik Kuantitatif
Tes kuantitatif dipakai untuk menganalisis hasil tes siswa yang dilakukan pada setiap siklus. Nilai masing-masing siswa pada setiap akhir siklus dijumlahkan, kemudian jumlah tersebut dihitung dalam persentase dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
N = Nilai dalam persentase
ss = nilai total yang diperoleh siswa
10 = jumlah aspek penilaian
b. Teknik Kualitatif
Teknik kualitatif dipakai untuk menganalisis data-data nontes, yaitu data observasi atau pengamatan, data hasil wawancara, data jurnal, data foto dan rekaman video, serta data sosiometri. Data observasi, jurnal, foto dan rekaman video dianalisis untuk mendeskripsikan sikap siswa dalam mengikuti pelajaran. Dari data ini diketahui perubahan sikap siswa selama mengikuti pelajaran pada siklus I dan siklus II.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1.Deskripsi Kondisi Awal
Sebelum membahas hasil siklus I dan siklus II, terlebih dahulu peneliti melihat gambaran pada pratindakan dengan pembuatan boneka tangan yang digunakan pada penelitian ini. Media yang dipakai dalam keterampilan bercerita yaitu media boneka tangan yang dibuat oleh siswa sendiri. Selain untuk penilaian keterampilan, hasil dari boneka tangan yang siswa buat dipergunakan sebagai media pembelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan bercerita.
Pada waktu pembuatan boneka tangan, respon siswa sangat antusias Sekali. Siswa memperhatikan cara-cara yang dicontohkan oleh peneliti dan siswa membuatnya dengan seksama sehingga menjadi boneka tangan yang bagus. Tidak jarang dari mereka, jika menjumpai kesulitan dalam membuat boneka tangan mereka bertanya pada peneliti.Karena semua ini baru diterapkan dalam pengajaran hasilnyapun masih belum sesuai yang diharapkan tetapi semangat belajar yang tinggi ini menjadi modal untuk melakukan tindakan berikutnya.
2. Hasil Penelitian Siklus I
a. Hasil Tes
Data hasil tes ini merupakan data penentu keterampilan bercerita siswa dan peningkatan keterampilan bercerita siswa. Secara umum, hasil tes keterampilan bercerita pada siklus I ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus I
No | Nilai | Kategori | Frekuensi | % | Hasil Klasikal |
1 | < 65 | Kurang | 0 | 0 | 25 siswa mencapai nilai total 1838 dengan rata-rata nilai 73,5 dengan kategori cukup. |
2 | 65-74 | Cukup | 18 | 72 | |
3 | 75-84 | Baik | 7 | 28 | |
4 | >84 | Sangat baik | 0 | 0 | |
Jumlah | 25 | 100 | |||
Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa secara klasikal ketiga puluh sembilan siswa mencapai nilai total 1838 dengan nilai rata-rata 73,5 dalam kategori cukup. Perolehan nilai rata-rata siswa dalam kategori cukup ini disebabkan oleh kondisi fisik dan mental siswa yang telah lelah mengikuti mata pelajaran yang diajarkan kepadanya. Pada siklus I ini siswa masih merasa gugup, menggunakan intonasi seperti orang membaca, dan ada pula yang masih menggunakan kata-kata ragam santai atau bahasa Jawa.
Hasil tes secara klasikal sebagaimana dalam tabel 4 tersebut merupakan gabungan dari sepuluh aspek keterampilan berbicara yang digunakan untuk menilai keterampilan bercerita siswa menggunakan media boneka antara lain: (1).hasil tes ketrampilan bercerita aspek ketepatan ucapan (2). hasil tes keterampilan bercerita aspek penempatan tekanan dan nada (3). hasil tes keterampilan bercerita aspek pilihan kata (4). hasil tes keterampilan pemakaian kalimat(5). hasil tes keterampilan bercerita aspek sikap yang wajar (6). hasil tes keterampilan bercerita aspek pandangan mata (7). hasil tes keterampilan bercerita aspek gerak-gerik dan mimik yang tepat (8). hasil tes keterampilan bercerita aspek volume suara (9). hasil tes keterampilan bercerita aspek penguasaan topik (10). hasil tes keterampilan bercerita aspek kelancaran.
b. Hasil Nontes
Pada Penelitian tindakan kelas ini data penelitian hasil nontes didapatkan dari hasil observasi, wawancara, jurnal, dan dokumentasi foto.
3. Hasil Penelitian Siklus II
Pelaksanaan penelitian pada siklus II ini dilaksanakan dengan rencana dan persiapan yang lebih matang daripada siklus I. Dengan adanya perbaikan-perbaikan pembelajaran yang mengarah pada peningkatan hasil belajar, hasil penelitian yang berupa nilai tes keterampilan bercerita siswa meningkat. Selain itu, pada siklus II ini suasana pembelajaran berubah menjadi lebih baik dibandingkan dengan suasana pembelajaran pada siklus I.
a. Hasil Tes
Penilaian tes keterampilan bercerita ini dilakukan dengan cara meminta setiap kelompok tampil di depan kelas untuk menampilkan hasil karya cerita mereka. Masing-masing anggota kelompok berperan sesuai dengan tokoh yang mereka buat dalam cerita. Secara umum, hasil tes keterampilan bercerita siswa kelas IV SD Negeri 1 Nglandeyan Kecamatan Kedungtuban pada siklus II ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus II
No | Nilai | Kategori | Frekuensi | % | Hasil Klasikal |
1 | < 65 | Kurang | 0 | 0 | 25 siswa mencapai nilai total 2025 dengan rata-rata nilai 81 dengan kategori Baik. |
2 | 65-74 | Cukup | 0 | 0 | |
3 | 75-84 | Baik | 22 | 85 | |
4 | >84 | Sangat baik | 3 | 15 | |
Jumlah | 25 | 100 | |||
Berdasarkan tabel 3 tersebut dapat dijelaskan bahwa hasil tes keterampilan bercerita siswa secara klasikal pada siklus II mencapai nilai total 3159 dengan nilai rata-rata 81 dalam kategori baik. Nilai rata-rata ini mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 7,7 dari 73,3 pada siklus I menjadi 81 pada siklus II. Peningkatan ini tidak lepas dari perbaikan tindakan yang dilakukan pada siklus II, di antaranya penggantian model dalam pembelajaran, dan adanya motivasi yang peneliti berikan kepada siswa. Dari ke-25 siswa yang diteliti, terdapat 3 siswa atau 15% yang memperoleh nilai >84 dalam kategori sangat baik dan 22 siswa atau 85% yang memperoleh nilai 75 – 84 dalam kategori baik. Pada siklus II ini tidak ada siswa yang memperoleh nilai cukup (65-74) dan kurang (<65). Penampilan siswa pada siklus II ini jauh lebih baik daripada penampilan mereka pada siklus I. Hasil tes secara klasikal sebagaimana dalam tabel 4 tersebut merupakan gabungan dari sepuluh aspek keterampilan berbicara yang digunakan untuk menilai keterampilan bercerita siswa menggunakan media boneka antara lain: (1).hasil tes ketrampilan bercerita aspek ketepatan ucapan (2). hasil tes keterampilan bercerita aspek penempatan tekanan dan nada (3). hasil tes keterampilan bercerita aspek pilihan kata (4). hasil tes keterampilan pemakaian kalimat(5). hasil tes keterampilan bercerita aspek sikap yang wajar (6). hasil tes keterampilan bercerita aspek pandangan mata (7). hasil tes keterampilan bercerita aspek gerak-gerik dan mimik yang tepat (8). hasil tes keterampilan bercerita aspek volume suara (9). hasil tes keterampilan bercerita aspek penguasaan topik (10). hasil tes keterampilan bercerita aspek kelancaran.
b. Hasil Nontes
Pada Penelitian tindakan kelas ini data penelitian hasil nontes didapatkan dari hasil observasi, wawancara, jurnal, dan dokumentasi foto
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil tes keterampilan bercerita menggunakan media boneka diperoleh hasil bahwa siswa mengalami peningkatan nilai sebesar 7,5%, yaitu dari 73,5% pada siklus I meningkat menjadi 81% pada siklus II. Meningkatnya nilai rata-rata siswa dari 73,5 pada siklus I menjadi 81 pada siklus II ini terjadi akibat adanya perbaikan pada siklus II dari refleksi pada siklus I dan masukan para siswa
dari jurnal siswa dan wawancara. Upaya perbaikan ini merupakan hasil refleksi pada siklus I. Materi bercerita yang peneliti berikan tidak peneliti ubah karena menurut peneliti, materi yang telah peneliti sampaikan pada siklus I sudah cukup jelas dan lengkap, peneliti hanya sekadar mengulang untuk mengingatkan siswa kembali. Hal ini diketahui hasil refleksi pada siklus I dan masukan dari siswa yang diketahui dari hasil jurnal dan wawancara. Jadi, materi bercerita masih peneliti pertahankan karena materi sudah cukup jelas dan lengkap. Pada siklus I, eterampilan bercerita siswa menggunakan media boneka kurang memuaskan dan siswa lebih bergantung pada teman lain dan berbicara sendiri sehingga mengganggu siswa yang lain.
Sebagai gambaran, perolehan nilai rata-rata tiap aspek pada siklus I dan siklus II beserta perbandingan dan peningkatan tiap-tiap aspek keterampilan bercerita tersebut disajikan dalam tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Perbandingan Nilai Tiap-tiap Aspek Keterampilan Bercerita
No | Aspek | Siklus I | Siklus II | % Peningkatan |
1 | Ketepatan Ucapan | 75,1 | 81,5 | 64 |
2 | Penempatan Tekanan Dan Nada | 68,2 | 73,7 | 5,5 |
3 | Pilihan Kata | 72,1 | 80,8 | 8,7 |
4 | Pemakaian Kalimat | 72,3 | 79,4 | 7,1 |
5 | Sikap Yang Wajar | 74,2 | 83,3 | 9,1 |
6 | Pandangan Mata | 74,2 | 82,9 | 8,7 |
7 | Gerak-Gerik Dan Mimik Yang Tepat | 75,3 | 81,3 | 6,0 |
8 | Volume Suara | 72,9 | 78,6 | 5,7 |
9 | Penguasaan Topik | 75,5 | 84,1 | 8,6 |
10 | Kelancaran | 75,4 | 85,0 | 9,6 |
Rata-rata | 73,5 | 81,0 | 7,5 | |
Berdasarkan rekapitulasi data hasil tes keterampilan bercerita dari siklus I ke siklus II sebagaimana tersaji dalam tabel 4 di atas, dapat dijelaskan bahwa keterampilan bercerita siswa pada setiap aspek penilaian keterampilan bercerita mengalami peningkatan. Pada aspek ketepatan ucapan, keterampilan siswa meningkat 6,4%. Aspek penempatan tekanan dan nada mengalami peningkatan sebesar 5,5%. Aspek pilihan kata meningkat sebesar 8,7%. Selanjutnya, aspek pemakaian kalimat mengalami peningkatan sebesar 7,1%. Aspek sikap yang wajar meningkat sebesar 9,1%. Aspek pandangan mata meningkat sebesar 8,7%. Aspek gerak-gerik dan mimik yang tepat mengalami peningkatan sebesar 6,0%. Aspek volume suara meningkat sebesar 5,7%. Aspek penguasaan topik meningkat sebesar 8,6%, dan aspek kelancaran mengalami peningkatan sebesar 9,6%. Jadi secara keseluruhan, keterampilan bercerita siswa mengalami peningkatan sebesar 7,5% dari 73,5% pada siklus I menjadi 81,0% pada siklus II.
Berdasarkan analisis instrumen penjaring data, diperoleh hasil bahwa ada kesinambungan antara data yang satu dengan data yang lain, baik data tes maupun nontes, untuk mengetahui peningkatan keterampilan bercerita siswa dan efektivitas penggunaan media boneka. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa keterampilan bercerita menggunakan media boneka yang di buat oleh siswa meningkat sebesar 7,5% dari 73,5% pada siklus I menjadi 81,0% pada
siklus II. Sama halnya dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh para peneliti lain, penelitian tindakan kelas yang peneliti lakukan ini mampu menunjukkan peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh siswa. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap berhasil dan tidak diulang pada siklus berikutnya.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan simpulan di atas, peneliti memiliki saran
sebagai berikut:
1. Para guru Bahasa Indonesia hendaknya mencoba menggunakan media boneka sebagai variasi strategi pembelajaran bercerita agar siswa tidak merasa jenuh dalam mengikuti pembelajaran;
2. Antarguru mata pelajaran saling bekerja sama dalam menggabungkan kompetensi dasar yang ada, seperti halnya yang telah dilakukan peneliti yaitu menggabungkan antara pelajaran bahasa Indonesia dan seni rupa;
3. Para pakar atau praktisi bidang pendidikan bahasa dapat melakukan penelitian sejenis dengan teknik pembelajaran yang berbeda, misalnya bercerita menggunakan media komik, bercerita menggunakan media gambar dan lain sebagainya, sehingga didapatkan berbagai alternatif teknik pembelajaran keterampilan bercerita untuk menambah khazanah ilmu bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Arsjad, Maidar G. dan Mukti. 1988. Pembinaan Kemampuan BerbicaraBahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SD/MI. Jakarta: Depdiknas.
Handayu, Tuti. 2001. Memakanai Cerita Mengasah Jiwa. Solo: Era Intermedia.
Kelompok Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. 1991. Evaluasi Pengajaran Sastra Indonesia. Malang: YA3.
Mulyantini, F.M. 2004. Peningkatan Kemampuan Bercerita dengan Menggunakan Media Kerangka Karangan pada Siswa Kelas IIA SLTP Negeri 21 Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi ketiga. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Nurhadi. Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2005. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sumarwati. 1999. Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa Melalui Teknik Bermain Peran di SLTP N 8 Pati. IKIP Semarang.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung:Angkasa.
Tarigan, Djago dkk. 1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:
Depdikbud Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara DIII.
Tarigan, H.G. 1981. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Yuniawan, Tommi. 2002. Paparan Perkuliahan Retorika. Semarang; FBS Unnes.
IDENTITAS PENULIS
Nama Lengkap : Siti Sri Indarwati, S.Pd
Nip : 19640411 198304 2 002
Pekerjaan : Guru
Unit kerja : SD Negeri 1 Nglandeyan Kec. Kedungtuban
Kab. Blora.