MAKALAH
FISIKA LINGKUNGAN
Oleh:
1. | RIRIN TRIATMA | ACB 111 0014 |
2. | PRISKA LIRIYA | ACB 111 0006 |
3. | KIKI MIRONA | ACB 111 0071 |
4. | OCEANDO L.E.NASUTION | ACB 111 0010 |
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2015
BAB IKAJIAN PERMASALAHAN
1.1. Latar Belakang
Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu keterlambatan melakukan koreksi terutama pada anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun sering kali kesehatan mata kurang terperhatikan, sehingga banyak penyakit yang menyerang mata tidak diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan penglihatan atau kelainan refraksi (Depkes RI, 2009).
Kelainan refraksi biasa disebabkan oleh adanya faktor kebiasaan membaca terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi atau intensitas cahaya yang berlebihan yang diterima mata, di antaranya adalah radiasi cahaya computer, televisi bahkan radiasi yang di akibatkan terlalu membaca tulisan dipapan tulis terlalu dekat dengan papan tulis. Pada gangguan yang disebabkan komputer, hal ini akan menyebabkan terjadinya Computer Vision Syndrome (CVS). Situasi tersebut menyebabkan otot yang membuat akomodasi pada mata akan bekerja semua (Gondhowiharjo, 2009).
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama low vision di dunia dan dapat menyebabkan kebutaan. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) dan WHO, menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperkirakan 153 juta penduduk dunia mengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Dari 153 juta orang tersebut, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara (WHO, 2004).
Saat ini masih tampak kurangnya perhatian di beberapa daerah di Indonesia mengenai masalah kelainan refraksi khususnya pada anak. Hal ini terbukti dengan adanya program pemeriksaan kesehatan anak sekolah dasar yang lebih difokuskan pada kesehatan gigi dan mulut, padahal lingkungan sekolah menjadi salah satu pemicu terjadinya penurunan ketajaman penglihatan pada anak, seperti membaca tulisan di papan tulis dengan jarak yang terlalu jauh tanpa didukung oleh pencahayaan kelas yang memadai, anak membaca buku dengan jarak yang terlalu dekat, dan sarana prasarana sekolah yang tidak ergonomis saat proses belajar mengajar (Wati, 2008). Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama pada anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan karena 30 % informasi diserap dengan melihat dan mendengar (Direktorat PLB, 2004).
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa dimasa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan (Widodo, 2003). Pada masa sekolah anak memasuki masa belajar didalam dan diluar sekolah. Banyak aspek perilaku dibentuk melalui penguatan (reinforcement) verbal, keteladanan dan identitas. Anak-anak pada masa ini harus menjalani tugas-tugas perkembangan salah satunya adalah belajar keterampilan untuk bermain. Dalam perkembangan ini anak tetap memerlukan penambahan pengetahuan melalui belajar (Gunarsa, 1991).
Berdasarkan Jurnal Kesehatan Masyarakat (2011) belajar terlalu dekat dengan papan tulis menunjukkan meningkatnya kejadian astenopia atau mata lelah, merupakan gangguang fungsi penglihatan dengan penyebab dan gejala-gejala yang sangat majemuk yang melibatkan faktor fisik, fisiologis, psikologis, bahkan faktor sosial. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan angka kejadian berkisar 40 – 92%. Karena itu, penting diperhatikan posisi duduk, posisi mata saat belajar didalam kelas Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
keluhan kelelahan mata pada anak yang posisi duduknya terlalu dekat dengan papan tulis yaitu. Batasi waktu bagi anak melihat ke papan tulis untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke mata. Waktu maksimum yang ideal adalah 1-2 jam perhari. Sediakan kegiatan alternatif yang menarik dan penuh pengalaman bagi anak. Orangtua sebaiknya menyediakan waktu lebih banyak untuk terlibat dalam kegiatan atau aktivitas anak. Jika kecenderung adiksi tetap bertahan, segera
konsultasi dengan professional (Junita, 2012). Dan yang terpenting atur posisi duduk anak pada jarak yang ideal untuk melihat papan tulis pada saat belajar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah,
Bagaimana hubungan posisi duduk anak pada saat belajar dengan besarnya radiasi yang diterima mata ?
1.3. Tujuan
Mengetahui hubungan posisi duduk anak pada saat belajar dengan besarnya radiasi yang diterima mata
BAB II
ANALISIS PEMBAHASAN
Program pemerintah dalam bidang pendidikan terutama pendidikan dasar di sekolah dasar sudah banyak dilakukan seperti, pengadaan sarana dan prasarana sekolah, program pendidikan dasar 9 tahun, ada juga bantuan biaya operasional sekolah, strategi pembelajaran terpadu dan lain-lain. Tetapi yang luput dari perhatian adalah yang berkaitan dengan penggunaan huruf dalam proses mengajar yang cenderung menggunakan huruf yang ukurannya tidak beraturan pada sebuah papan tulis hitam sehingga huruf-huruf yang dihasilkan tidak nyaman dibaca, apalagi ketidaksesuaian jarak baca siswa dengan huruf yang ditampilkan oleh guru di papan sehingga susah dibaca, waktu membaca lebih lama, siswa lambat mengerti dan susah mengikuti pelajaran. Siswa dapat mengalami kelelahan akibat membaca tulisan guru, berpikir dan konsentrasi dalam waktu yang cukup lama.
Tata ruang yang kurang nyaman, jarak baca siswa dengan papan tulis terlalu dekat atau terlalu jauh, waktu belajar terlalu lama akan memperparah kelelahan dan berakibat menurunnya konsentrasi belajar (Negara, 2009). Kelelahan dapat menyebabkan seseorang kurang waspada dalam menghadapi sesuatu khususnya pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Dalam keadaan lelah dan kurang nutrisi, sinyal – sinyal yang berjalan maju mundur di antara talamus dan korteks serebri tidak berfungsi secara optimal yang menyebabkan kesiapsiagaan menurun. Kurangnya kewaspadaan pada siswa menyebabkan 2 konsentrasi menurun sehingga materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tidak dapat diserap dengan baik. Games & Cybis (1988) dikutip dari (Sutajaya, 2004) menyatakan bahwa sarana pembelajaran menentukan kualitas proses pembelajaran yang akhirnya akan meningkatkan prestasi siswa.
Mata berfungsi untuk melihat, tidak dihadapkan pada beban tambahan, seperti penerangan objek yang intensitasnya kurang sesuai dengan keperluannya. Adanya kesilauan karena salah memasang objek atau sumber cahaya, kurang kontras antara objek dan latar belakang, dan sebagainya. Faktor yang berpengaruh pada kualitas pengelihatan adalah sifat cahaya dan sifat lingkungan kerja. Menurut Corwin (2001) upaya mata yang melelahkan menjadi penyebab kelelahan mental. Gejala meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Lebih dari itu bila mata pekerja mencoba mendekatkan dengan objek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi dipaksa dan mungkin terjadi pandangan rangkap atau kabur. Kejadian ini menimbulkan sakit kepala di sekitar daerah atas mata. Susila (2001) juga menyatakan, apabila melihat obyek pada jarak dekat, maka mata akan mengalami konvergensi. Konvergensi mata ini berusaha menempatkan bayangan pada daerah retina yang sama di kedua bola mata. Bila usaha ini gagal mempertahankan konvergensi, maka bayangan akan jatuh pada dua tempat yang berbeda pada retina. Bila diteruskan ke otak, maka orang akan melihat dua obyek. Pengelihatan itu menyebabkan rasa tidak nyaman. Proses mengajar merupakan aktivitas yang menuntut alokasi waktu yang cukup lama bagi siswa-siswa sekolah dasar dan menuntut kecermatan seorang guru untuk mengajar di depan kelas terutama dalam menulis di papan tulis. Dalam 3 melakukan aktivitas siswa dengan sikap duduk di bangku menghadap ke depan kelas dengan sebuah papan tulis tempat guru menulis pelajaran yang sedang diajarkan (Aisyah, 2008 ; Putra, 2006) .
Seorang guru dalam menulis di papan tulis lebih banyak mengandalkan kecakapan tangan dan siswa dituntut untuk konsentrasi memperhatikan tulisan di papan tulis sehingga dalam waktu lama bagi siswa bisa menimbulkan kelelahan mata jika tidak diimbangi dengan penggunaan huruf yang sesuai ukuran dan jarak pandang siswa yang selanjutnya disebut huruf ergonomis. Ada beberapa alternatif untuk mengatasi hal tersebut misalnya dengan mengajar menggunakan OHP, LCD atau dengan menuliskan huruf-huruf di papan tulis dengan ukuran huruf yang sesuai dengan jarak pandang siswa. Tetapi di sekolah dasar belum mampu menyiapkan alat seperti itu karena alasan harga yang terlalu mahal sehingga masih menggunakan papan tulis.
Pada proses mengajar guru diharapkan menggunakan huruf-huruf dengan ukuran yang sesuai dengan jarak pandang siswa. Sekolah Dasar ”X” di Denpasar adalah salah satu sekolah dasar negeri di Denpasar yang bernaung di bawah Dinas Pendidikan Dasar Kotamadya Denpasar. Di Sekolah Dasar ”X” terdapat 6 ruang kelas untuk kelas I sampai dengan kelas VI, semua ruang menggunakan sarana mengajar berupa papan tulis hitam yang digantung di dinding depan kelas. Penggunaan huruf pada proses mengajar di Sekolah Dasar ”X” menunjukkan, guru yang mengajar di depan kelas dan menulis materi pelajaran di papan tulis menggunakan huruf dengan ukuran yang tidak beraturan dan tidak konstan sehingga tidak sesuai dengan rumus huruf yang ergonomis (Negara, 2009). Hal ini dapat mempengaruhi mata dan konsentrasi siswa. Jarak baca dari siswa yang tempat duduk paling belakang dengan papan tulis adalah 6,5 meter. Ukuran huruf yang tertulis di papan tulis dengan ukuran tertinggi 6 centi meter dan ukuran terkecil 2,5 centi meter (Negara, 2009). Dari data tersebut, jika dihitung dengan rumus maka tinggi huruf seharusnya 3,25 centimeter. Dengan demikian kondisi tersebut tidak sesuai dengan konsep ergonomi yang berusaha meningkatkan kesehatan fisik dan mental menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, aman dan sehat demi tercapainya peningkatan produktivitas dan penurunan angka kecelakaan kerja yang berhubungan dengan kerja dan kelelahan.
Akibat yang ditimbulkan oleh ukuran huruf yang tidak sesuai dengan jarak baca adalah rendahnya konsentrasi terbukti pada studi pendahuluan yang dilakukan pada 14 Oktober 2009, guru mengajar dengan menuliskan ukuran huruf yang tidak beraturan pada papan tulis kemudian dilakukan pengisian Bourdon Wiersma Test terhadap 15 orang siswa menunjukkan, bahwa rerata kecepatan 13,33 (golongan cukup), rerata ketelitian 4,26 ( golongan cukup), dan rerata konstansi 8,33 (golongan ragu-ragu). Dalam penelitian sebelumnya, Darmadi (2009) melakukan perbaikan pada posisi layar monitor liquid crystal display dan ukuran huruf yang dipakai pada mahasiswa Poltekkes Denpasar, menunjukkan hasil penurunan kelelahan mata dan meningkatkan konsentrasi secara signifikan pada obyek yang diteliti. Mengingat hal tersebut sudah pernah dilakukan, maka hal serupa bisa juga dicobakan pada siswa Sekolah Dasar ”X” di Denpasar yang menggunakan sarana papan tulis pada proses mengajar. Keadaan tersebut dipandang perlu menerapkan kaidah-kaidah ergonomi dalam penggunaan huruf pada proses mengajar di sekolah dasar untuk mengurangi kelelahan mata dan meningkatkan konsentrasi pada siswa. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai huruf dan resikonya terhadap anak-anak sekolah dasar.
Huruf ergonomis adalah huruf yang ukurannya sesuai dengan jarak baca sehingga mudah dibaca, cepat dibaca, tidak salah baca dan tidak menimbulkan kelelahan mata bagi pembaca. Agar sebuah tulisan dapat dibaca dengan nyaman serta memperhatikan kemampuan mata orang yang akan membacanya maka, tulisan harus tersusun oleh huruf-huruf yang sesuai dengan rumus. Besar kecilnya ukuran huruf tergantung pada jarak pembaca yang kita inginkan. Untuk menghitung tinggi huruf, para ahli mendapatkan sebuah rumus: Tinggi huruf sama dengan jarak baca (dalam ukuran melimeter) dibagi 200. Jika jarak baca yang kita inginkan dapat dibaca dari jarak 6 meter, maka tinggi huruf diperoleh 3 centimeter. Dengan mengetahui tinggi huruf maka, ukuran dari huruf yang lainnya dapat diketahui, lebar huruf: 2/3 tinggi huruf. Tebal huruf: 1/6 tinggi huruf, jarak antar huruf: 1/5 tinggi huruf (Kroemer 2000; Grandjean, 2000). Huruf besar pada awal yang diikuti oleh huruf kecil lebih mudah dibaca daripada huruf besar semua. Adapun rekomendasi tinggi huruf yang disarankan adalah seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.
Rekomendasi Tinggi Huruf
Jarak Dari Mata (mm) | Tinggi Huruf dan Angka (mm) |
<50 501 – 900 901 – 1800 1801 – 3600 3601 – 6000 | 2,5 5,0 9,0 18,0 30,0 |
Sumber: Kroemer (2000); Grandjean (2000)
Penggunaan huruf pada proses mengajar di Sekolah Dasar ”X” di Denpasar menunjukkan, guru yang mengajar di depan kelas dan menulis materi pelajaran di papan tulis menggunakan huruf dengan ukuran yang tidak beraturan dan tidak konstan sehingga tidak sesuai dengan rumus huruf yang ergonomis. Jarak baca dari siswa yang duduk paling belakang adalah 6,5 meter. Ukuran huruf yang tertulis di papan tulis dengan ukuran tertinggi 6 centi meter dan ukuran terkecil 2,5 centi meter. Dari data penggunaan huruf di Sekolah Dasar ”X”, sesuai dengan hasil observasi di lapangan yaitu, jarak baca terjauh siswa adalah 6,5 meter, jika dihitung dengan rumus maka diperoleh tinggi huruf 3,25 centimeter.
Proses belajar mengajar tidak lepas dari kondisi yang diciptakan oleh guru kepada peserta didiknya. Perpaduan antara dua subjek antara guru dan peserta didiknya yang melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan dan mediumnya. Aktivitas belajar mengajar berkaitan dengan peranan guru dengan konteks mengupayakan terciptanya jalinan yang harmonis antara yang mengajar itu sendiri dan yang belajar. Suatu pembelajaran dapat disebut berjalan dengan baik apabila proses itu mampu mengubah diri anak didik dalam arti luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran anak didik sehingga pengalaman itu dapat dirasakan untuk perkembangan pribadinya (Aisyah, 2008).
Menurut Sudjana (2004) proses yang dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan dan merupakan segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik atau guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Ada juga yang menyebutkan, proses ini merupakan interaksi antara peserta didik dengan sumber informasi pembelajaran. Interaksi yang terjadi antara seseorang dengan lingkungannya dapat juga disebut proses belajar mengajar. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan proses tersebut selain kemampuan pengajar adalah media pembelajaran. Media itu adalah salah satu komponen yang harus ada dalam proses itu (Putra, 2006) . Menurut Sutajaya (2008) penempatan papan tulis dan layar OHP/ LCD meliputi batas orientasi mata: tidak lebih dari 5 derajat di atas`bidang horizontal dan 10 30 derajat di bawah bidang horizontal. Penempatan papan tulis/ layar mengacu tinggi mata pebelajar yang duduk paling belakang. Syarat lain: tidak mengkilat, warna terang, lebarnya sesuai orientasi mata. jarak mengacu rumus: a = k x d, (dimana a = fluks intensitas; k = konstanta: 0,33; d = jarak antara papan tulis dengan deret tempat duduk paling belakang, Standar Tempat duduk dari papan tulis (dari objek) secara umum untuk posisi di depan suatu obyek adalah 3 m dengan anggap fluk intensitas standar 1 m (Harry, 2007:10) . Jadi media pembelajaran pada proses belajar mengajar amat penting sebagai sarana atau media interaksi antara pengajar dan siswa sehingga materi yang diajarkan dapat dikomunikasikan kepada siswa. Untuk mengkomunikasikan materi itu, salah satunya adalah dengan menuliskan materi di papan tulis berupa teks yang tersusun dari huruf.
Faktor yang dapat mempengaruhi pengelihatan adalah sebagai berikut (Corwin, 2001) :
Ada perbedaan antara membaca sebagai penyerapan informasi dan penelitian sebagai pengalokasian informasi. Pada kedua aktivitas ini, mata bergerak garis dalam loncatan cepat dan bukan gerak lancar, ini disebut saccades. Mata bergerak begitu cepat sehingga tak satupun informasi yang berguna bisa serap dalam proses itu. Dalam loncatan itu mata tetap mengatur permukaan kecil tertentu yang diproyeksikan. Hanya dalam parafovea pandangan yang terperinci cukup akurat bagi pengenalan cetakan normal. Ada tiga bentuk saccade yaitu: Saccade membaca bagian kanan, saccade koreksi dan saccade baris kiri. Saccade bagian membaca kanan sepanjang satu baris yang ada di tiap loncatan suatu area kira-kira 8 ±4 huruf. Kadang-kadang saccade bagian kiri kecil dapat terjadi. Saccade garis tepatnya sebelum akhir baris dicapai dan meloncat ke awal garis selanjutnya.
Mata beristirahat sejenak antara saccade berlangsung sebanyak 120 dan 30 ms (Gandjean 2000). Selama masa jeda ini huruf dikenal dalam pandangan fovea dan parafovea. Untuk pengenalan yang cepat dan baik diperlukan kira-kira 3 huruf yang 18 dapat diterima dan diidentifikasi dengan jelas. Dapat diterima dengan jelas merupakan tingkat dimana huruf tersebut sama dengan model yang ada pada pikiran pembaca. Dapat diidentifikasi artinya memerlukan uraian huruf yang jelas dan harus dirancang dengan jelas.
Ketegangan mata yang berlebihan dapat menimbulkan efek yaitu kelelahan mata dan kelelahan umum. Kelelahan visual terdiri dari semua gejala yang muncul setelah stres yang berlebihan. Setiap fungsi mata diantara yang paling penting adalah ketegangan otot siliar. Akomodasi yang melihat sangat dekat dengan objek yang sangat kecil dan efek kontras lokal yang kuat pada retina. Menurut Pearce (2007), kelelahan visual terbentuk karena :
Gejala yang menyakitkan secara komparatif ini terjadi khususnya karena hal – hal yang berat seperti: membaca teks yang tidak tercetak dengan baik, cahaya yang tidak cukup, pencahayaan dengan lampu berkedip-kedip atau penyimpangan optik seperti hypermetropi. Orang tua tentunya rentan terhadap kelelahan visual.
Apabila kondisi seperti di atas dibiarkan berlarut maka akan timbul efek:
Kelelahan mata adalah suatu keadaan mata yang ditandai dengan adanya perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktifitas motoris, respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata, sehingga mempengaruhi kerja fisik maupun kerja mental (Grandjean 2000). Gejala yang menyakitkan secara komparatif ini terjadi khususnya karena hal-hal yang berat seperti: membaca teks yang tidak tercetak dengan baik, cahaya yang tidak cukup, pencahayaan dengan lampu berkedip-kedip atau penyimpangan optik seperti hypermetropi.
Apabila kondisi seperti di atas dibiarkan berlarut maka akan menimbulkan efek: kelelahan visual, banyak salah, mengurangi kualitas, kehilangan produktivitas, kecelakaan. Berpikir dan belajar, terutama pada siswa dengan asupan nutrisi yang kurang dan disertai perubahan psikofisiologi dapat menimbulkan kelelahan visual ,faktor lain seperti tata ruang kelas yang kurang baik, pencahayaan kurang memadai, tinggi kursi yang kurang sesuai dengan antropometri, jarak pandang siswa yang terlalu jauh atau dekat dengan siswa, tulisan yang kurang jelas dan waktu belajar yang terlalu lama.
kelelahan dapat diukur dengan beberapa indikator yaitu, (Kroemer dan Grandjean, 2000).
Kelelahan yang dialami siswa dapat berupa kelelahan fisik dan mental. Kelelahan fisik seperti kelelahan mata diukur dengan kuisioner kelelahan mata skala likert. Kuisioner ini memiliki gradasi jawaban dari sangat positif sampai negatif. Dalam penelitian ini memakai kuisoner kelelahan mata 5 skala likert dengan pertanyaan berjumlah 8 item (kuisioner bersumber dari Ardana, 2005)
Konsentrasi belajar siswa adalah seorang siswa mengenali pikirannya dan sejalan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru-gurunya dan kemampuan mengalihkan perhatiannya dari pelajaran pertama ke pelajaran berikutnya. Anak tidak mudah mengalihkan perhatian pada masalah lain di luar yang dipelajarinya. Semakin banyak informasi yang harus diserap oleh siswa maka kemampuan berkonsentrasi mutlak dimiliki dalam mengikuti proses belajar. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku, suatu hasil dari pengalaman motivasi dan penyesuaian daripada situasi dan lingkungan. Tingkah laku dapat bersifat jasmaniah dan intelek yang tidak mudah 21 dilihat. Proses belajar dapat bersifat formal dan informal. Supaya anak-anak berhasil di sekolah, maka mereka harus mengenali pikirannya agar sejalan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru-gurunya, juga harus bisa segera mengalihkan perhatiannya dari pelajaran pertama ke pelajaran berikutnya. Keadaan pengelihatan dan lapar dapat menyebabkan otak kekurangan glukose dan oksigen sehingga terjadi gangguan kualitas kesadaran yang meliputi: gangguan daya berorientasi, gangguan daya intelek seperti: pengetahuan, pengertian, berhitung, dan menulis. Keadaan seperti itu mengganggu konsentrasi belajar (Susanto, 2006) Kelelahan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar para siswa, keadaan lelah akan berakibat kurang waspada dan kurang siap siaga dalam mengerjakan pekerjaannya dan khususnya pada siswa akan menyebabkan makin kurang terserapnya materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Seorang guru harus tanggap terhadap keadaan anak didiknya, sehingga tidak terjadi gejala-gejala melelahkan yang disebabkan oleh proses pembelajaran (Aisyah, 2008). Salah satu alat untuk mengukur konsentrasi belajar adalah Bourdon Wiersma Test, meliputi kecepatan, ketelitian dan konstansi. Hasil pengukuran dikategorikan golongan konsentrasi dengan menggunakan nilai norma standar Wieghted Scores (WS). Tingkat kecepatan adalah kualitas atensi yang dimanifestasikan oleh angka kumulatif satuan detik dalam menyelesaikan materi tes. Kemampuan persepsi adalah menggambarkan ketelitian mencoret kelompok titik yang ditentukan. Tingkat kewaspadaan yang direkam berdasakan angka terpendek dan terpanjang penyelesaian tes, digunakan sebagai penentuan konstansi penyelesaian pekerjaan. Perubahan gerakan juga dapat dipakai sebagai acuan melihat keadaan konsentrasi. Perubahan 22 gerakan dicatat selama berlangsungnya penelitian , gerakan yang berubah meliputi gerakan kepala, bahu, badan, tangan, pantat, kaki dan lainnya khususnya pergeseran bangku, setiap subjek memiliki jumlah gerakan yang bervariasi. Makin banyak perubahan gerakan, maka diasumsikan konsentrasi semakin menurun dan sebaliknya (Cognitif Research Scandinavia, 2004).
Organisasi kerja adalah yang menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, sistem kerja harian/borongan, musik dan insentif dapat brpengaruh terhadap produktivitas secara langsung maupun tidak langsung. Jam kerja berlebihan, jam kerja lembur dengan kemampuan berlebihan akan dapat mengakibatkan kelelahan, mengurangi kecepatan, ketepatan dan ketelitian kerja. Oleh karena setiap fungsi tubuh memerlukan keseimbangan yang ritmis antara asupan energi dan penggantian energi (kerja istirahat) maka diperlukan istirahat pendek dan kudapan (15 menit setelah 2 jam kerja) untuk mempertahankan performan dan efisiensi kerja (Wignjosoebroto, 2000). Pada siswa sekolah dasar jam belajarnya mulai 07.30 – 12.30 Wita, mendapat 2 kali waktu istirahat yaitu, istirahat pertama 09.15 – 09.30 Wita dan istirahat kedua 11.00 – 11.15 Wita. Demikian setiap hari sehingga mata siswa dipaksa konsentrasi ketika guru menyajikan pelajaran di papan tulis.
Kemampuan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intern (dalam diri sendiri) dan ekstern (luar). Salah satu faktor dari luar adalah faktor 23 lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat di tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisisngan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2000). Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kelelahan, keluhan subyektif dan produktivitas. Lingkungan yang nyaman dibutuhkan oleh para pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif.
Penerangan adalah merupakan faktor penting dalam sebuah ruangan terutama pada pekerjaan membaca atau menulis. Sesuai dengan rekomendasi intensitas penerangan untuk membaca dan menulis adalah 350-700 lux (Wignjosoebroto, 2000). Faktor lainnya adalah kelembaban yaitu banyaknya air dalam udara, kelembaban ini berhubungan dan dipengaruhi oleh temperatur udaranya. Suatu keadaan di mana kelembaban udara tinggi dan udara panas akan menimbulkan pengurangan panas tubuh secara besar-besaran. Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi akan menggantikan udara kotor dengan udara bersih, dapat juga dengan menaruh tanaman-tanaman seperti tanaman landscape office dapat membantu memberikan oksigen yang cukup. Kalau sirkulasi udara tidak lancar apalagi kadar oksigen terus berkurang, bercampur gas dan bau-bauan serta berlangsung lama maka dapat mempengaruhi kesehatan tubuh dan menimbulkan kelelahan. Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita karena bunyi itu terlalu lama dapat mengganggu ketenangan kerja dan menimbulkan kesalahan komunikasi. Bau-bauan juga dapat mengganggu konsentrasi kerja. Temperatur dan kelembaban udara adalah dua hal yang mengganggu indra penciuman. Oleh karena itu air conditioner adalah salah satu cara untuk menghilangkan bau-bauan. Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat – alat mekanis yang sebagian dari getaran-getaran itu sampai pada tubuh dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan seperti: mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan dan gangguan anggota tubuh seperti saraf, otot-otot. Warna adalah yang bisa mempengaruhi mata untuk melihat obyek dan memberi pengaruh lain terhadap manusia. Warna ruangan harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan, misalnya ruangan terasa sempit maka untuk mengatasi dipilih warna yang bisa memberikan kesan luas. Hal ini secara psikologis akan menguntungkan, karena kesan sempit cenderung menimbulkan ketegangan/ stress (Wignjosoebroto, 2000).
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap intensitas cahaya matahari yang masuk pada ruang kuliah M1( 4 Maret 2015 pukul 11.20 WIB) dengan menggunakan Lux Meter didapatkan data sebagai berikut:
No. | Jarak (d) | Flux Intensitas |
1 | 1,17 m | 210 |
2 | 1,69 m | 182 |
3 | 2 m | 204 |
4 | 2,4 m | 132 |
5 | 2,8 m | 880 |
6 | 3,12 m | 820 |
BAB III
SOLUSI
Pancaran cahaya perlu mendapat perhatian pada perencanaan penerangan disamping warna yang dihasilkan sumber cahaya. Pancaran cahaya yang tidak sesuai atau tidak memenuhi standar dapat menimbulkan efek yang dapat merugikan seperti bayangan, stroboskopis,silau. Untuk meminimalisir efek tersebut maka hal- hal yang perlu mendapat perhatian perancang penerangan di dalam ruangan antara lain:
Untuk mendapatkan kualitas penerangan pada suatu yang memadai maka baik sumber penerangan maupun faktor lingkungan harus diperhitungkan. Karena pencahayaan yang baik akan membuat semua menjadi lebih baik dan nyaman.
LAMPIRAN PENGAMBILAN DATA
Gambar 1. Mengukur jarak pandang dan mengukur intensitas cahaya yang datang
Gambar 2. Aplikasi untuk mengukur intensitas cahaya dengan lux meter
Gambar 3 . pengambilan data diambil dengan mengukur jarak dan intensitas cahaya diukur dengan lux meter dengan jarak yang sama
Gambar 4. Ruang kelas tempat pengambilan data