Review Journal. Robi’atul Andawiyah. Biokimia Pangan. 2016

Kimia, Sains dan Teknologi, UIN Malang

Efek Penghambatan dari Produk Karamelisasi pada Enzim

Pencoklatan

Produk karamelisasi disiapkan dengan pemanasan larutan sukrosa (1,47 M) pada 200o C di bawah beberapa kondisi untuk mengetahui aktivitas penghambatan produk karamelisasi terhadap enzim pencoklatan. Penghambatan dengan produk karamelisasi yang difraksinasi diukur dengan analisis kinetika enzim polifenol oksidase (PPO) dan o- dihiroksifenol, seperti 4-metilkatekol (4-MC), katekol, asam kafeat dan DL-3,4- dihidroksifenilalanin (DL-DOPA). Intensitas warna produk karamelisasi pada pH 4 adalah lebih tinggi jika dibandingkan pada pH 6 dan 8 serta meningkat dengan lamanya pemanasan. Penurunan potensi produk karamelisasi dan dan efeknya pada penghambatan enzim pencoklatan meningkat dengan lamanya pemanasan dan meningkatnya jumlah produk karamelisasi. Produk karamelisasi dipanaskan pada pH 4 dan 6 selama 90 menit yang memberikan aktivitas hambatan yaitu berturut-turut 85,8% dan 72,2%. Salah satu fraksi produk karamelisasi diperoleh dengan kolom kromatografi Biogel P6 dengan berat molekul fraksi berkisar 1000-3000 yang menunjukkan aktivitas paling tinggi. Berdasarkan hubungan timbal balik sistem PPO dan 4-MC, fraksi produk karamelisasi aktif menjadi penghambat yang kompetitif dan efektif pada penghambatan pencoklatan katekol, asam kafeat dan DL-DOPA.

PENDAHULUAN

Karamelisasi merupakan reaksi pencoklatan gula non enzimatik pada makanan

yang ditandai dengan perubahan warna menjadi coklat dan rasa. Karamelisasi melibatkan

pemanasan dekomposisi gula, umumnya monosakarida. Reaksi diawali dengan enolisasi,

reaksi kompleks yang meliputi dehidrasi, pembelahan dikarboksiklik dan kondensasi

aldol (Kroh, 1994). Reaksi ini umumnya melepasan H

+

, sehingga pH larutan cenderung

menurun. Produk karamelisasi sangat beragam dalam sifat kimiwai dan fisika dan

bergantung pada suhu, pH dan lama pemanasan (del Buera et al., 1987; Shallenberger &

Birch, 1975). Produk karamelisasi mengandung fraksi yang menguap atau yang tidak

dengan berat molekul yang rendah dan tinggi (Tomasik et al., 1989).

Produk karamelisasi dari glukosa mempunyai aktivitas antioksidan yang

mengandung sebagian besar intermediet tidak berwarna seperti redukton dan

dehidroredukton yang diproduski diawal reaksi karamelisasi (Rhee & Kim, 1975).

Bagaimanapun, Kiriyaga et al., (1968) menyarankan bahwa berat molekul yang tinggi

dan pigmen yang berwarna juga mempunyai peran yang penting. Produk karamelisasi

dari glukosa juga menunjukkan efek penghambatan pada polifenol oksidase (PPO), yang


Review Journal. Robi’atul Andawiyah. Biokimia Pangan. 2016

berperan dalam reaksi pencoklatan enzimatis pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Baru-

baru ini, Pitotti et al., (1995) menyatakan bahwa efek antipencoklatan beberapa produk

karamelisasi berkaitan dengan kemampuan reducing-nya. Tujuan dari artikel ini yaitu

untuk meneliti efek produk karamelisasi dari sukrosa pada enzim pencoklatan dengan

variasi kondisi serta menemukan hubungan diantara beberapa sifat produk karamelisasi

dan aktivitas pencoklatannya.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Jamur tirosinase (2260 unit/mg), o-dihidroksifenol, 4-metilkatekol (4-MC),

katekol, asam kafeat dan DL-dihidrofenilalanin (DL-DOPA) yang diperoleh dari Sigma

Chemical Co. (St Louis, MO). Sukrosa Fisher Scientific (Fair Lawn, NJ). Semua bahan

analisis kimia.

Produk Karamelisasi

Lima gram sukrosa (1,47 M) dilarutkan dalam 10 mL bufer McIlvaine (0,2 M

sitrat dan 0,1 M fosfat) pada pH 4, 6 dan 8. Karamelisasi setiap sampel di panaskan pada

suhu 200o C di atas hot plate selama 90 menit. Suhu di atur dengan termometer digital

(Omega HH 82; Omega Engineering, Stamford, CT). Sampel tersebut dilarutkan dalam

air dengan volume akhir 50 mL. pH awal larutan produk karamelisasi yaitu 4, 6 dan 8 dan

setelah dipanaskan selama 90 menit menjadi 3,6; 4,2; dan 6,2.

Ultrafiltrasi

Sampel produk karamelisasi difraksinasi dengan membrane Diaflo ultrafiltrasi

(Amicon Division, W. R. Grace dan Co., Danvers, MA) di bawah tekanan 50 psi. tiga

fraksinasi berat molekul (BM) di bawah 1000, 1000-3000 dan diatas 3000 yang

dibandingkan sebagai intensitas warna dan efek penghambatan pada enzim pencoklatan.

Pengukuran Kekuatan Reducing (Penurunan)

Kapasitas reducing produk karamelisasi ditentukan dengan metode Crow et al.,

(1948) dan Yen & Tsai (1993). Setelah dilarutkan 10 atau 100 kali dengan aquades, 5 mL


Review Journal. Robi’atul Andawiyah. Biokimia Pangan. 2016

produk karamelisasi dan fraksinasi produk karamelisasi dengan ultrafitrasi masing-

masing dicampur dengan 5 mL bufer kalium fosfat (0,2 M, pH 7,4) dan 5 mL 1% kalium

ferrisianida. Campuran diinkubasi pada suhu 50o C selama 20 menit dan didinginkan

pada suhu kamar dalam air. Kemudian dipindahkan sebanyak 5 mL ke dalam tabung tes

dan ditambah 1 mL ferri klorda (0,1%). Setelah dicampur, setiap tabung di diamkan

selama 10 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 660 nm

menggunakan spektrofotomter Hewlett-Packard 8452A.

Efek Penghambatan Produk Karamelisasi pada Enzim Pencoklatan

Efek penghambatan produk karamelisasi pada enzim pencoklatan diukur dengan

mengikuti metode: variasi jumlah larutan produk karamelisasi (0-200 μl) yang

ditambahkan pada tabung berisi 8 mL 4-MC (1 mM) dan volume buffer McIlvaine yang

cukup (pH 5) untuk menjadi volume 10 mL. Substrat ini (2,5 mL) dimasukkan ke dalam

kuvet dan absorbansinya di-nol-kan kemudian ditambahkan 0,5 mL PPO (tirosinase, 1

mg per 10 mL). Absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm dan suhu 20o C.

Aktivitas PPO dilihat sebagai perubahan absorbansi pada panjang gelombang 410 nm per

menit. Persen relatif aktivitas penghambatan pencoklatan dihitung dengan mengurangi

sisa aktivitas terukur dalam adanya 100% produk karamelisasi (tidak adanya produk

karamelisasi).

Pengukuran Intnsitas Warna

Intensitas warna produk karamelisasi ditentukan dengan mengukur absorbansi

pada panjang gelombang 294 nm dan 420 nm sebagaimana dideskripsikan oleh Lerci et

al., (1990).

Kinetika Penghambatan

Untuk menentukan cara penghambatan produk karamelisasi pada enzim

pencoklatan, menggunakan campuran produk karamelisasi (0-200 μl) dengan 4-MC. Efek

penghambatan pencoklatan pada o-dihidroksifenol seperti katekol, asam kafeat dan DL-

DOPA juga ditentukan. Kecepatan oksidasi pada substrat yang berbeda diukur pada


Review Journal. Robi’atul Andawiyah. Biokimia Pangan. 2016

panjang gelombang menurut Kahn et al., (1993): katekol 400 nm, asam kafeat 470 nm

DL-DOPA 475 nm. Hasil dinyatakan sebagai persen penghambatan atau inhibisi.

Filtrasi Gel

Sampel produk karamelisasi disiapkan pada pH 4 selama 90 menit dalm kolom

Biogel P6 (1,5 cm x 50 cm), diseimbangkan dengan buffer K

2

HPO

4

(0,01 M pH 7). Elusi

dibuat dengan buffer yang sama paa kecepatan alir 30 ml/h. Tigal mL fraksi digabungkan

dan diukur intensitas warna serta efek penghambatan pada enzim pencoklatan.

HASIL DAN DISKUSI

Pembentukan warna dan kekuatan reducing produk karamelisasi

Semua sampel produk karamelisasi pada suhu 200o C selama 90 menit dengan

variasi pH yang telah ditunjukkan hasil absorbansi pada panjang gelombang 280 nm.

Intensitas warna produk karamelisasi yang diperoleh pH 4 lebih tinggi intensitasnya dari

pada pH 6 dan 8 pada panjang gelombang yang berbeda (data tidak ditunjukkan).

Pengukuran spektrofotometri pada 278, 280 dan 294 nm untuk senyawa pirazin dan 420

nm untuk pigmen coklat biasanya adalah digunakan untuk reaksi Mailard (Lerci et al.,

1990).

Gambar 1. Perubahan intensita warna dan kekuatan reducing produk karamelisasi pada pH 4 dengan waktu pemanasan berbeda. absorbansi diukur setelah 1000 kali pengenceran.


Review Journal. Robi’atul Andawiyah. Biokimia Pangan. 2016

Gambar 1 menunjukkan absorbansi pada panjang gelombang 294 nm dan 420 nm

serta kekuata reducing produk karamelisasi pada 200o C, pH 4 di waktu yang berbeda.

Warna pucat yang awal pada larutan sukrosa berubah menjadi kuning bening setelah 60

menit pada pH 4. Intensita warna dan kekuatan reducing produk karamelisasi meningkat

dengan lamanya pemanasan. Pitotti et al., (1995) menyatakan bahwa ketika sukrosa

dipanaskan pada 90 o C, beberapa reaksi hidrolisis terjadi pada proses karamelisasi.

Peurbahan warna dalam larutan sukrosa terlihat berbeda dari monosakarida. Hal ini bisa

dihubungkan dengan adanya katalis asam pada hidrolisis sukrosa. Demikian, karamelisasi

pada pH rendah memproduksi 2 efek mengenai perubahan warna: fruktosa, diproduksi

dengan hidrolisis sukrosa, difasilitsi dengan kecepatan perubahan warna dan pada waktu

yang sama, pH rendah menghasilkan reaksi karamelisasi (del Buera et al., 1987).

Efek penghambatan produk karamelisasi pada enzim pencoklatan

Efek penghambatan produk karamelisasi (200 μl) yang dibuat pada pH yang

berbeda terhadap enzim pencoklatan ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Efek penghambatan produk karamelisasi pada enzim pencoklatan dengan pH berbeda

Aktivitas sisa menurun selama pemanasan mengindikasikan konstanta meningkat dalam

kapasitas penghambatan produk karamelisasi dengan waktu pemanasan. Di bawak

kondisi eksperimen ini, pencoklatan berturut-turut yaitu 85,8% dan 72,7%.

Bagaiamanapun, produk karamelisasi disiapkan pada pH 8 menunjukan efek yang


Review Journal. Robi’atul Andawiyah. Biokimia Pangan. 2016

minimal. Kondisi asam selama reaksi karamelisasi adalah memproduksi lebih banyak

senyawa penghambatan dari pada kondisi basa.

Gambar 3. Efek penghambatan dari variasi jumlah produk karamelisas dan pH selama 90 menit Gambar 3 menunjukkan efek penghambatan pada enzim pencoklatan dengan

jumlah produk karamelisasi dan pH berbeda ketika dipanaskan selama 90 menit. Larutan

sukrosa yang tidak dipanaskan menghasilkan penghambatan yang minimal, sementara

produk karamelisasi pada pH 4 yang dibutuhkan hanya 200 μl untuk mencegah

pencoklatan dengan sempurna. Hasil tersebut juga mengndikasikan bahwa efe

penghambatan produk karamelisasi pada enzim pencoklatan secara langsung

berhubungan dengan intensitas warna dan kekuatan reducing. Ia memperlihatkan bahwa

senyawa aktif penghambatan dibentuk pada step karamelisasi setelahnya ketika

perubahan warna telah terbentuk dengan maksimal.

Karakteristik Fraksinasi Produk Karamelisasi

Beberapa kandungan kimia produk karamelisasi difraksinais dengan membrane

saring menjadi berat molekul yang berbedabeda (dibawah 1000, 1000-3000 dan di atas

3000) yang ditunjukkan pada tabel 1. Diantara 3 fraksi, fraksi BM I bawah 3000 lebih

besar (71,6%) dan fraksi BM di atas 3000 paling kecil (9,9%). Setiap fraksi menghasilkan

intensitas warna, kekuatan reducing dan efek hambat yang berbeda. Fraksi dari BM


Review Journal. Robi’atul Andawiyah. Biokimia Pangan. 2016

antara 1000-3000 menunjukkan intensitas warna yang paling tinggi, inhibisi paling kuat

(76,8%) pada enzim pencoklatan dan kekuatan reducing paling tinggi.

Kinetika pencegahan fraksinasi produk karamelisasi

Kecepatan awal PPO terkatalis 4-MC reaksi oksidasi menurun dengan

meningkatnya konsentrasi produk karamelisas, sebagaimana ditunjukkan pada gambar

4(A). Berdasarkan plot laju reaksi PPO dan 4-MC, produk karamelisasi menjadi inhibitor

yang kompetitif (Gambar 4 (B)). Efek hambatan dari fraksinais produ karamelisasi juga

dibaningkan dengan o-dihidroksifenol seperti katekol, asam kafeat dan DL-DOPA (Tabel

2). Penambahan 200 μl produk karamelisasi ke dalam PPO dan sistem substrat untuk

menghambat pencoklatan katekol secara sempurna dan menurunkan laju reaksi asam

kafeat menjadi 57% dan DL-DOPA 33%. Gambar 5 menunjukkan bahwa reaksi kinetic

tergantung pada sifat 4 substrat. Dengan 4-MC dan katekol, kecepatan awal reaksi

menurun dengan meningkatnya konsentrasi produk karamelisasi. Bagaimanapun, fase

perlambatan diteliti dengan sistem asam kafeat dan DL-DOPA, durasi bergantug pada

jumlah produk karamelisasi yang ada dalam media. Fasa perlamabatan dalam eksperimen

dimungkinkan berhubungan dengan kekuatan reducing dari produk karamelisasi. Hal ini

konsisten dengan Pitotti et al., (1995), yang menyatakan bahwa efek antipencoklatan

pada produk karamelisasi berkaitan dengan kekuatan reducing sifat pencari oksigen.

Nicoli et al., (1991) menyatakan bahwa produk reaksi Maillard menunjukkan 2

perbedaan pada PPO: penghambatan aktvitas enzm dan fase perlambatan awal, sifat

khelating dari PPO pada Cu

2+

dan sifat reduksi reaksi Maillard.

Kolom kromatografi Biogel P6 telah digunakan untuk memisahkan produk

karamelisasi menjadi 2 puncak (data tidak diketahui). Hanya puncak ke dua (fraksi 23-

29) menunjukkan efek penghambatan pada enzim pencoklatan. Pemisahan dengan

Sephadex G15 tidak berhasil.

Kesimpulan, produksi karamelisasi dari sukrosa pada 200o C dan pH 4

menunjukkan efek penghambatan yang kuat terhadap enzim pencoklatan. Berat molekul

senyawa aktif dari produk karamelisasi yaitu 1000-3000. Senyawa aktif tersebut menajdi

inhibitor yang kompetitif. Adanya fase perlambatan produk karamelisasi dengan asam

kafeat dan DL-DOPA mungkin digunakan untuk kekuatan reducing senyawa aktif.