Published using Google Docs
Sri Haryanto.docx
Updated automatically every 5 minutes

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKN MATERI STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA, KELURAHAN, DAN KECAMATAN PADA SISWA KELAS IV SEMESTER 1 SD NEGERI DUWET 02 BAKI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS)

Oleh :Sri Haryanto

SD Negeri Duwet 02 Baki

ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian ini adalah: Apakah penggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn pada siswa kelas IV SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo semester 1 tahun pelajaran 2004/2015. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas dalam dua siklus dan masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, pengematan dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas IV SD Negeri Duwet 02, Baki, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015. Pengumpulan data dikumpulkan dengan teknik Tes dan Observasi, kemudian dianalisis dengan teknik analisis kualitatiif dan statistic diskriftif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: Penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn materi “Stuktur Pemerintahan Desa, Kelurahan, dan Kecamatan” pada siswa kelas IV semester 1 SD Negeri Duwet Ng 02 Baki tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 69.78  pada kondisi awal, meningkat menjadi 74.00 pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 79.33 pada akhir tindakan Siklus II. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari sebesar 55.56% pada kondisi awal, meningkat menjadi 72.22% pada akhir tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 100% pada akhir tindakan Siklus II.

Kata kunci : Prestasi belajar, pembelajaran PKn,  model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah.

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Guru memiliki tanggung jawab agar pembelajaran yang diberikan dapat berhasil dengan baik. Keberhasilan ini banyak bergantung kepada usaha guru membangkitkan aktivitas belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Aktivitas dalam belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal-hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berpikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar. Belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan di dalam benak anak didik.

Pendidikan Kewarganegaraan ( PKn ) diberikan sejak SD sampai SLTA. Dengan PKn seseorang akan memiliki kemampuan untuk mengenal dan memahami karakter dan budaya bangsa serta menjadikan warga negara yang siap bersaing di dunia internasional tanpa meninggalkan  jati  diri  bangsa. Melalui PKn setiap warga negara dapat mawas diri dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini yang memberi dampak positif dan negatif. PKn juga bermanfaat untuk membekali peserta didik agar memiliki kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

Pada kenyataannya,  PKn dianggap ilmu yang sukar dan sulit dipahami. PKn adalah pelajaran formal yang berupa sejarah masa lampau, perkembangan sosial budaya, perkembangan teknologi, tata cara hidup bersosial, serta peraturan kenegaraan. Begitu luasnya materi PKn menyebabkan anak sulit untuk diajak berfikir kritis dan kreatif dalam menyikapi masalah yang berbeda. Sementara anak usia sekolah dasar tahap berfikir mereka masih belum formal, karena mereka baru berada pada tahap Operasional Konkret . Apa yang dianggap logis, jelas dan dapat dipelajari bagi orang dewasa, kadang – kadang merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi siswa. Akibatnya banyak siswa yang tidak memahami konsep PKn.

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas IV SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo diperoleh data sebagai berikut: (1) kegiatan pembelajaran masih banyak didominasi oleh guru sehingga siswa kurang aktif mengikuti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, (2) metode yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menitik beratkan pada penanaman informasi/ konsep-konsep yang dipelajari diberitahukan atau disajikan dengan ceramah saja; (3) dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa merasa kurang mendapatkan pengarahan dan bimbingan dalam belajar mandiri, (4) dalam pelaksanaan pembelajaran guru masih menerapkan catat buku sampai habis.

Dari hasil evaluasi proses pembelajaran di atas ternyata belum memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan metode dan model yang kurang menarik perhatian siswa. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu diadakan tindakan perbaikan-perbaikan sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dalam Pendidikan Kewarganegaraan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn pada siswa kelas IV SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo semester 1 tahun pelajaran 2014/2015?”

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn pada siswa kelas IV SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.

Manfaat Penelitian

  1. Bagi siswa:

Dapat memperluas proses berpikir dan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas serta aktivitas belajar siswa, sehingga siswa dapat berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan

  1. Bagi guru:

Bermanfaat untuk perbaikan dan mengembangkan kemampuan, serta merencanakan penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) sebagai salah satu cara untuk meningkatkan prestasi belajar PKn.

  1. Bagi sekolah:

Bermanfaat sebagai masukan dalam rangka mengefektifkan pembinaan dan pengembangan bagi guru agar dapat lebih profesional dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

KAJIAN PUSTAKA

  1. Kajian Teori
  1. Tinjauan tentang Pembelajaran PKn
  1. Teori Pembelajaran
  1. Teori Ilmu Jiwa Daya (Faculty Psychologi)

Menurut teori ini manusia terdiri dari bermacam-macam daya (Abd. Rachman Abror, 2003 : 76). Masing-masing daya, agar memenuhi fungsi dengan tepat, dapat dilatih dengan beberapa latihan. Sehingga dalam hal ini tugas pendidikan ialah bagaimana menim-bulkan daya tersebut dengan latihan guna memperoleh pengetahuan.

  1. Teori Koneksionisme

Teori ini dikemukakan oleh Edward L. Thorndike. Menurut pendapatnya, belajar ialah pembentukan atau penguatan hubungan antar S (stimulus) dan R (respon, sambutan) (Abd. Rachman Abror, 2003 : 77). Sehingga menurut teori ini, belajar dilakukan dengan jalan menyaring atau memilih respon yang tepat terhadap stimulus tertentu.Menurut teori ini belajar mengandung ciri-ciri: (1) ada motif;  (2) ada berbagai respon terhadap situasi;  (3) ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan (Abd. Rachman Abror, 2003 : 77).

  1. Teori Conditioning

Teori ini dipelopori oleh Ivan Patrofitch Pavlov dengan teori "classical conditioning" dan B.F. Skinner dengan "operant conditioning" (Abd. Rachman Abror, 2003 : 80). Teori conditioning mengemukakn bahwa belajar adalah pembentukan kebiasaan yang diakibatkan oleh pensyaratan  atau menghubungkan stimulus yang lebih kuat dengan stimulus yang lebih lemah. Dengan demikian pensyaratan diartikan berupa mempersiapkan penyesuaian batin tertentu dalam diri individu yang bisa mempe-ngaruhi tingkah laku nyata. Penyesuaian batin ini bersifat tidak disengaja dan bekerja secara otomatis sebagai perangsang untuk bertindak lebih lanjut (Abd. Rachman Abror, 2003 : 80).

  1. Teori Gestalt (Insight in Learning).

Menurut teori gestalt, belajar adalah berkenaan dengan keseluruhan individu dan timbul dari interaksinya yang matang dengan lingkungannya (Abd. Rachman Abror, 2003 : 84). Melalui interaksi ini, kemudian tersusunlah pengetahuan baru yang akan membentuk pemahaman atau wawasan (insight), yang bekerja selama individu melakukan pemecahan masalah.

  1. Komponen-komponen Pembelajaran

Sebagai suatu sistem, maka kegiatan pembelajaran melibatkan beberapa komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode, alat dan sumber serta evaluasi (Djamarah dan Aswan Zain, 2006 : 48).

  1. Tujuan

Secara sederhana tujuan bisa diartikan sebagai suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran, tujuan merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran (Djamarah dan Aswan Zain, 2006 : 49).Tujuan merupakan komponen yang dapat mempengaruhi komponen pembelajaran lainnya seperti bahan pelajaran, pemilihan metode, alat, sumber, dan alat evaluasi. Tujuan pembelajaran merupakan deskripsi tentang penampilan perilaku murid-murid yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang diajarkan.

  1. Bahan Pembelajaran

Bahan pelajaran ialah substansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Tanpa bahan pelajaran proses pembelajaran tidak akan berjalan (Djamarah dan Aswan Zain, 2006 : 50). Dengan demikian, guru yang akan mengajar harus menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada anak didiknya.

  1. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran merupakan inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksana-kan  dalam proses pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, guru dan anak didik terlibat dalam suatu interaksi. Dalam interaksi ini guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis (Djamarah dan Aswan Zain, 2006 : 52). Hal ini dilakukan untuk lebih mempermudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara individual.

  1. Metode

Ahmad Tafsir, mengemukakan bahwa metode dalam pendidikan merupakan cara yang paling efektif dan efisien dalam pendidikan (Ahmad Tafsir, 2006 : 9). Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan cara yang efektif dan efisien dengan kajian ilmiah sistematis dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan dengan menyenangkan sehingga tujuan yang diinginkan tercapai. Metode berfungsi untuk mengantarkan suatu tujuan pendidikan kepada anak sesuai dengan keadaan perkembangannya.

  1. Alat

Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran, alat memiliki fungsi, yaitu alat sebagai pelengkap, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan (Ahmad D. Marimba, 2001 : 51).

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai salah satu mata pelajaran yang masuk ke dalam kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Mata pelajaran ini melibatkan wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan pendidikan yang mengarah pada terbentuknya warga negara yang baik dan bertanggung jawab berdasarkan nilai-nilai dan dasar negara Pancasila. Atau dengan perkataan lain merupakan pendidikan Pancasila dalam praktek. Secara konseptual epistemologis, pendidikan Pancasila dapat dilihat sebagai suatu integrated knowledge system (Winataputra:2001) yang memiliki misi menumbuhkan potensi peserta didik agar memiliki "civic intelligence" dan "civic participation" serta "civic responsibility" sebagai warga negara Indonesia dalam konteks watak dan peradaban bangsa Indonesia yang ber-Pancasila (Winataputra, 2001).

Dalam Lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 secara normatif dikemukakan bahwa ”Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.” Sedangkan tujuannya, digariskan dengan dengan tegas, “adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
  2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta antikorupsi;
  3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan
  4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi  (Winataputra, 2001).  
  1. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)

Slavin dalam Etin (2007: 4) mengatakan bahwa  Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model cooperative learning harus ada “struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok.  Sejalan dengan hal tersebut, Anita Lie (2004: 18) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif atau disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas terstruktur.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning merupakan suatu model pembelajaran yang berfokus pada sebuah kelompok kecil siswa untuk saling bekerjasama dan saling membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ini menuntut siswa untuk memiliki kekompakan atau saling kerjasama, memotivasi anggota lain, pengorganisasian dalam kelompok, inisiatif kerja dalam kelompok, dan keaktifan siswa. Melalui pembelajaran kooperatif siswa akan bekerja.

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model Two Stay Two Stray (TSTS). “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur Two Stay Two Stray (TSTS) yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu (Anita Lie, 2004: 61).

Dalam model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS)  ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa diajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS)  akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Srtay (TSTS) ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar (Anita Lie, 2004: 61).

Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran bagi siswa, karena sasaran utama dalam pembelajaran sebenarnya terletak pada proses pembelajaran peserta didik. Mengingat pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi belajar siswa dan melatih bagi siswa untuk membangun pengetahuan secara aktif. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas IV semester I di SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki tahun pelajaran 2014/2015 dalam pembelajaran PKn kurang optimal. Hal ini diindikasikan disebabkan karena siswa menganggap pembelajaran PKn tidak sebagaimana mestinya. Pandangan siswa terhadap pembelajaran PKn yang kurang semestinya menjadikan siswa cenderung kurang serius dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan.

Atas dasar kondisi tersebut maka diperlukan perbaikan yang dapat mendorong seluruh siswa untuk aktif dalam menyampaikan pendapat atau pikiran dan perasaan secara lisan. Untuk mengoptimalkan hasil belajar dalam pelajaran PKn, diperlukan pendekatan yang lebih menekankan kerjasama siswa, keaktifan, dan kreativitas siswa serta ada kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan informasi.  

Salah satu model yang dapat digunakan adalah  model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stay. Melalui model pembelajaran kooperatif  ini, lebih menekankan siswa untuk memiliki keterampilan berdiskusi yaitu mengajak siswa untuk berpendapat, berinteraksi dengan teman-temannya, melatih kerjasama, dan berpikir kritis untuk menyelesaikan masalah yang didiskusikan..Kerangka berpikir terhadap permasalahan yang timbul dapat diskemakan dengan diagram berikut:

G

gambar 1 Diagram Kerangka Pemikiran

Hipotesis Tindakan

        Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah ”Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn  pada siswa kelas kelas IV SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Tahun Pelajaran 2014/2015. “

METODE PENELITIAN

Setting  Penelitian

        Pelaksanaan perbaikan pembelajaran mata pelajaran PKn  dilaksanakan di  SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran Pkn materi  “Struktur Pemerintahan Desa, Kelurahan, dan Kecamatan ” dilaksanakan dalam 3 (tiga) bulan , yaitu bulan Agustus s/d  bulan Oktober 2014.

Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Duwet 02  Kecamatan  Baki Kabupaten Sukoharjo semester  I  Tahun pelajaran 2014/ 2015 sejumlah 18  siswa, laki-laki : 9 siswa dan perempuan : 9 siswa.

Sumber Data

Sumber data diperoleh dari hasil belajar siswa. Karena penelitian ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran maka data diperoleh dari hasil tes siswa kelas IV SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo semester  1  Tahun pelajaran 2014/ 2015, jadi data diperoleh langsung dari subjek penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini berupa teknik tes. Teknik tes yang digunakan untuk mendapatkan skor tulisan yang dihasilkan oleh siswa. Baik yang ada siklus I maupun siklus II. Untuk mengumpulkan data peneliti melakukan tes kepada siswa kelas IV SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo semester I Tahun pelajaran 2014/ 2015.Alat pengumpulan data dapat berupa soal tes dan lembar pengamatan. Soal tes adalah alat pengumpul data yang berupa butir- butir soal yang harus dijawab oleh peserta tes. Alat ini dipakai pada teknik tes, dalam penelitian siswa kelas IV SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo semester 1 Tahun pelajaran 2014/2015.

Validasi Data

        Validasi data yang digunakan adalah trianggulasi sumber. Trianggulasi sumber adalah pengambilan data dengan menggunakan tiga sumber yang berbeda. Dalam penelitian ini data dapat diperoleh dari siswa, teman sejawat, dan guru yang menjadi subjek penelitian.

Indikator Kinerja Penelitian

Indikator kinerja dalam penelitian ini mencakup indikator keberhasilan tindakan pada aspek prestasi belajar siswa. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Siswa dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila telah memperoleh nilai > 70.00.
  2. Siswa secara klasikal dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila nilai rata-rata kelas > 70.00.
  3. Pembelajaran dianggap berhasil apabila tingkat ketuntasan belajar siswa secara klasiklai > 80%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Kondisi awal tindakan  merupakan hasil refleksi terhadap pencarian fakta mengenai pembelajaran PKn  di kelas IV semester 1 SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki  Tahun Pelajaran 2014/2015.  Data refleksi diperoleh dari hasil tes ulangan harian siswa kelas IV semester 1 SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki  Tahun Pelajaran 2014/2015.Hasil tes ulangan harian yang diperoleh dari 18 orang siswa kelas IV semester 1 SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki  Tahun Pelajaran 2014/2015  menunjukkan bahwa dari 18 siswa ternyata masih ada 8 siswa atau 44.44% belum mencapai batas tuntas minimal sebesar 70. Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 60 dan nilai tertinggi 78. Nilai rata-rata kelas diperoleh sebesar 69.78.  Dengan demikian, secara klasikal siswa kelas IV semester 1 SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki  Tahun Pelajaran 2014/2015 belum mencapai batas tuntas minimal yang dipersyaratkan. Untuk lebih jelasnya, data tingkat ketuntasan belajar siswa kondisi awal dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2

Tingkat Ketuntasan Belajar Siswa Kondisi Awal

No.

Ketuntasan

Jumlah

%

1.

Tuntas

10

55.56

2.

Belum Tuntas

8

44.44

Jumlah

18

100

Nilai Rata-rata

69.78

Nilai Terendah

60

Nilai Tertinggi

78

Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal tindakan dapat digambarkan ke dalam diagram  sebagai berikut:

Gambar 3. Diagram Tingkat Ketuntasan Belajar Kondisi Awal

Rendahnya hasil belajar siswa pada kondisi awal disebabkan karena pembelajaran yang disampaikan guru lebih terpusat pada guru sehingga siswa kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini dapat diketahui dari wawancara dengan beberapa orang siswa yang menyatakan bahwa pembelajaran yang disampaikan guru dilakukan secara monoton sehingga siswa merasa bosan dan mengantuk dalam mengikuti pembelajaran. Komunikasi dalam pembelajaran hanya berlangsung searah sehingga siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Deskripsi Tindakan Siklus I

Hasil tes diperoleh dari nilai tes yang dilaksanakan setelah akhir pembelajaran tindakan Siklus I, yaitu pada hari Senin , 8 September 2014. Hasil tes menunjukkan bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 65 dan nilai tertinggi sebesar 82. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar  74.00. Atas dasar hal ini maka secara klasikal siswa belum melampaui batas tuntas minimal yang ditetapkan. Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai batas tuntas minimal dengan nilai 70 adalah sebanyak 13 orang  siswa atau 72.22% sedangkan yang masih belum mencapai batas tuntas sebanyak 5 orang siswa atau 27.78%.Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus I dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 3

Tingkat Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I

No.

Ketuntasan

Jumlah

%

1.

Tuntas

13

72.22

2.

Belum Tuntas

5

27.78

Jumlah

18

100

Nilai Rata-rata

74.00

Nilai Terendah

65

Nilai Tertinggi

82

Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada tindakan pembelajaran Siklus I dapat digambarkan ke dalam diagram sebagai berikut.

Gambar 4. Diagram Tingkat Ketuntasan Belajar Tindakan Siklus I

Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pembelajaran pada Siklus I dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut:

  1. Pembelajaran dengan model Two Stay Two Stray (TSTS) berhasil meningkatkan dampak produk pembelajaran berupa peningkatan penguasaan kompetensi penguasaan konsep PKn pada siswa dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa dari 69.78 pada kondisi awal menjadi 74.00 pada akhir tindakan Siklus I. Tingkat ketuntasan belajar siswa sebagai dampak produk juga mengalami peningkatan, yaitu dari 55.56% pada kondisi awal menjadi 72.22% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I.
  2. Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I adalah: (a) belum berubahnya pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran berpusat pada siswa; (b) dampak produk berupa penguasaan kompetensi penuh secara klasikal belum tercapai, yaitu mencapai tingkat ketuntasan kelas sebesar 80%.

Deskripsi Tindakan Siklus II

Hasil tes diperoleh dari nilai tes yang dilaksanakan setelah akhir pembelajaran tindakan Siklus II, yaitu pada hari Senin, 29 September  2014. Hasil tes menunjukkan bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa adalah sebesar 70 dan nilai terttinggi sebesar 90. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah sebesar 79.33. Atas dasar hal ini maka secara klasikal nilai rata-rata hasil belajar siswa pada tindakan Siklus II sudah melampaui batas tuntas minimal yang ditetapkan. Ditinjau dari ketuntasan belajar, jumlah siswa yang sudah mencapai batas tuntas minimal dengan nilai 70 adalah sudah mencapai 100% atau 18 orang siswa sudah mencapai batas ketuntasan minimal yang telah ditentukan.  Data ketuntasan belajar siswa pada tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut:

Tabel 4

Tingkat Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II

No.

Ketuntasan

Jumlah

%

1.

Tuntas

18

100

2.

Belum Tuntas

0

0

Jumlah

18

100

Nilai Rata-rata

79.33

Nilai Terendah

70

Nilai Tertinggi

90

Data tingkat ketuntasan belajar siswa pada tindakan pembelajaran Siklus II dapat digambarkan ke dalam diagram sebagai berikut.

Gambar 5. Diagram  Tingkat Ketuntasan Belajar Tindakan Siklus II

Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pembelajaran pada Siklus II dapat diperoleh refleksi hasil tindakan sebagai berikut:

a)Pembelajaran dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) berhasil meningkatkan dampak produk pembelajaran berupa peningkatan penguasaan kompetensi penguasaan materi PKn materi “Struktur Pemerintahan Desa, Kelurahan, dan Kecamatan“  pada siswa. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa dari 74.00 pada tindakan Siklus I menjadi 79.33  pada akhir tindakan Siklus II. Tingkat ketuntasan belajar siswa sebagai dampak produk juga mengalami peningkatan, yaitu dari 72.22% pada akhir tindakan Siklus I menjadi 100% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.

b)Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I sudah tercapai pada tindakan Siklus II. Hal tersebut meliputi: (a) sudah berubahnya pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran berpusat pada siswa; (b) dampak produk berupa penguasaan kompetensi penuh secara klasikal sudah tercapai, yaitu mencapai tingkat ketuntasan kelas > 80%.

Pembahasan

                        Hipotesis yang menyatakan bahwa “model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan prestasi belajar PKn bagi siswa kelas IV semester I SD Negeri Duwet 02  Kecamatan Baki  tahun pelajaran 2014/2015” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.Ditinjau dari nilai hasil belajar yang diperoleh siswa, nilai terendah, tertinggi, maupun nilai rata-rata yang diperoleh siswa dalam pembelajaran PKn  mengalami peningkatan pada setiap siklus tindakan yang dilakukan. Peningkatan tersebut berupa peningkatan nilai rata-rata hasil belajar maupun tingkat ketuntasan belajar siswa.Nilai hasil belajar PKn  yang diperolah siswa pada kondisi awal dapat diketahui bahwa nilai terendah adalah 60, nilai tertinggi 78, dan nilai rata-rata sebesar 69.78. Nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I, yaitu dengan  nilai terendah adalah 65, nilai tertinggi 82, dan nilai rata-rata sebesar 74.00. Pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II, nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan tindakan Siklus I, yaitu dengan nilai terendah sebesar 70, nilai tertinggi 90, dan nilai rata-rata sebesar 79.33.                Data peningkatan skor motivasi belajar siswa dari kondisi awal hingga tindakan Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 5

Peningkatan Nilai Hasil Belajar Siswa dari Kondisi Awal – Tindakan Siklus II

        No.

Nilai Hasil Belajar

Kondisi Awal

Tindakan Siklus I

Tindakan Siklus II

1.

Nilai Terendah

60

65

70

2.

Nilai Tertinggi

78

82

90

3.

Nilai Rata-rata

69.78

74.00

79.33

Perubahan nilai hasil belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II pada tabel di atas selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 6.  Diagram Peningkatan Nilai Hasil Belajar Siswa

Ditinjau dari tingkat ketuntasan belajar, jumlah siswa yang mencapai batas tuntas minimal pada Siklus II mengalami kenaikan dibandingkan dengan tindakan Siklus I maupun kondisi awal. Jumlah siswa yang mencapai batas tuntas minimal pada kondisi awal sebanyak 10 orang siswa atau 55.56% mengalami peningkatan menjadi 13 orang siswa atau 72.22% pada Siklus I, dan meningkat menjadi 18 orang siswa atau 100% pada akhir tindakan Siklus II. Data perbandingan ketuntasan belajar siswa dapat disajikan pada tabel berikut.

Tabel 6

Ketuntasan Belajar pada Kondisi Awal Hingga Siklus II

No.

Ketuntasan

Kondisi Awal

Siklus I

Siklus II

Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

1.

Tuntas

10

55.56

13

72.22

18

100

2.

Belum Tuntas

8

44.44

5

27.78

0

0

Jumlah

18

100

18

100

18

100

Perubahan tingkat ketuntasan belajar siswa dari kondisi awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II pada tabel di atas selanjutnya dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut :

Gambar 7.  Diagram Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa

Nilai hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa sebagai dampak produk pembelajaran mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran pada gilirannya akan mampu menjadikan peserta didik untuk mampu mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan sosial yang berguna bagi kemajuan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa penetapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap konsep yang diajarkan guru. Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi guru untuk menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dalam kegiatan mengajar sehari-hari yang disesuaikan pula dengan materi pelajaran. Selain itu, penggunaan metode mind mapping dapat pula menjadi pertimbangan bagi guru dalam rangka meningkatkan kualitas pemahaman pengetahuan siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Setelah peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran melalui pembelajaran siklus I dan siklus II dengan materi “Struktur Pemerintahan Desa, Kelurahan, dan Kecamatan” dikelas IV semester I tahun pelajaran 2014/2015 di SD Negeri Duwet 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)  telah mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.Peningkatan ini terjadi pada siklus I maupun siklus II dengan bukti adanya peningkatan pada :

  1. Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu.dan pengalaman belajar yang bermakna.
  2. Dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)    pada proses pembelajaran PKn dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
  3. Menggunakan media pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi “Struktur Pemerintahan Desa, Kelurahan, dan Kecamatan”

Prosentase ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan setelah dilakukan perbaikan pembelajaran pada evaluasi sebelum perbaikan pembelajaran.

Saran

Berdasarkan pengalaman peneliti selama melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SD Negeri Duwet 02  Kecamatan Baki  Kabupaten Sukoharjo peneliti kemukakan saran sebagai berikut.

  1. Mengingat model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)  dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, maka sekolah yang memiliki karakteristik yang sama dapat menerapkan penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)  untuk meningkatkan prestasi siswa secara lebih baik.
  2. Guru sebaiknya mengusahakan media pembelajaran benda – benda konkret yang berada disekitar siswa dapat menghilangkan verbalisme dan menyenangkan.
  3. Guru harus memberi motivasi dan bimbingan pada siswa yang mengalami kesulitan.
  4. Guru hendaknya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
  5. Di era kompetisi siswa perlu dilatih untuk berani mengemukakan  pendapat oleh karena itu latihan membimbing kawan – kawannya dalam melakukan bermain peran merupakan ajang latihan yang cukup kreatif.
  6. Siswa perlu dilatih untuk bergaul dan bekerjasama yang harmonis dalam kelompoknya denagn kegiatan yang positif. Oleh karena itu bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas tertentu merupakan cara yang efektif untuk melatih sifat social pada siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abror, Abd. Rachman. 2003. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Ahmad Tafsir. 2006. Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam. Bandung: Remaja. Rosdakarya

Arifin. 2002. Evaluasi Pembelajaran. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah. S. B., & Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Etin Solihatin. 2007. Cooperatif Learning : Analisis Model Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

_____________. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning : Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta : PT Gramedia.

Marimba, Ahmad. 2001. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Al Ma’arif.

Slameto. 2005. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Soemarsono, 2007, Metode Penelitian Akuntansi Beserta Contoh . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Surachmad, Winarno. 2006. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung: CV Jemmers

Syah, Muhibbin.2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Bumi Aksara.

Winataputra, U.S. 2001. Konsep dan Strategi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah: Tinjauan Psiko-Pedagogis, Jakarta: Panitia Semiloka Pembudayaan Nilai Pancasila, Dit. Dikdas, Ditjen Mandikdasmen (Makalah).

Winkel.2006. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Tama.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Oleh :Sri Haryanto, S.Pd.

NIP:19631126 198702 1 002

SD Negeri Duwet 02 Baki