Analisa Jurnal IKG LEUKIMIA
Dalam analisa ketiga jurnal ini saya mencoba menilik bahwa ternyata leukimia yang menyerang bagian darah dalam tubuh kita sangat berbahaya dan kompleks permasalahannya. Berikut pembahasannya.
Dalam jurnal Kelainan Hemostasis pada Leukemia disampaikan bahwa Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kelainan hemostasis.
Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan. Manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan berupa ptekie, purpura atau ekimosis, yang terjadi pada 40 – 70% penderita leukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasi perdarahan yang paling sering adalah pada kulit, mata, membran mukosa hidung, ginggiva dan saluran cerna. Perdarahan yang mengancam jiwa biasanya terjadi pada saluran cerna dan sistem saraf pusat, selain itu juga pada paru, uterus dan ovarium. Manifestasi perdarahan ini muncul sebagai akibat dari berbagai kelainan hemostasis.
Trombosit harus dalam jumlah yang adekuat untuk mempertahankan hemostasis normal. Pada keadaan normal jumlah trombosit darah berkisar 150.000 – 400.000/mm3. Trombositopenia adalah istilah untuk jumlah trombosit yang kurang dari nilai normal tersebut. Trombositopenia biasanya tidak mempunyai manifestasi klinis hingga jumlah trombosit 100.000/mm3, bahkan hingga 50.000/mm3 sekalipun. Perdarahan spontan biasanya baru terlihat pada jumlah trombosit < 20.000/mm3. Perdarahan akibat trombositopenia merupakan komplikasi paling sering dari leukemia akut. Gaydos et al. (1962) yang pertama kali melaporkan adanya hubungan antara perdarahan dengan jumlah trombosit pada leukemia akut. Manifestasi perdarahan akibat trombositopenia dapat berupa ptekie atau purpura, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, menorrhagi hingga perdarahan otak. Webert et al. (2006) melaporkan berbagai tingkat perdarahan yang terjadi pada 58,4% pasien leukemia mieolositik akut akibat trombositopenia. Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia akut biasanya merupakan akibat infiltrasi sumsum tulang atau kemoterapi, selain itu dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti koagulasi intravaskuler diseminata, proses imunologis dan hipersplenisme sekunder terhadap pembesaran limpa. Trombositopenia yang terjadi bervariasi dan hampir selalu ditemukan pada saat leukemia didiagnosis.
Dari jurnal LEUKEMIA SEBAGAI DAMPAK PENGGANTIAN TIMBAL DENGAN HIGH OCTANE MOGAS COMPONENT DALAM BAHAN BAKAR MINYAK DI INDONESIA menjelaskan hasil penelitian yang dilakukan di Eropa, Amerika, dan Meksiko telah menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara peningkatan kadar benzene di udara dengan peningkatan kasus kanker dan leukemia penduduk setempat (Haryanto, 2006). Pada tahun 1975 hingga 2002 telah terjadi kenaikan insiden leukemia tipe Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) pada anak-anak di Amerika Serikat. Namun, saat ini angka insiden ALL pada anak-anak di Amerika Serikat telah stabil di angka 3-4/100.000 anak yang berusia di bawah lima belas tahun dengan jumlah kasus tertinggi pada anak berusia 2-5 tahun (Greenlee et al., 2000; Margolin et al., 2001). Di kawasan Eropa, pada tahun 2000, insiden leukemia mencapai angka 46,7 kasus/1.000.000 anak/ tahun. Hal ini berarti kasus leukemia di Eropa telah mengalami kenaikan sejak tahun 1970-1999 sebesar 0,7% per tahun (WHO Europe, 2009:1). Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih menempati urutan teratas dengan angka kematian akibat leukemia sebesar 9,6/1000 penduduk jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia (0,9/1000 penduduk), Singapura (0,1/1000 penduduk), Thailand (2,3/1000 penduduk), Filipina (2,4/1000 penduduk), dan Brunei Darussalam (0/1000 penduduk) pada tahun 2002 (WHO, 2004).
Pajanan benzene yang melebihi ambang batas secara terus menerus dapat mempengaruhi jaringan darah, khususnya pada bagian sum-sum tulang. Akibatnya, akan terjadi gangguan lebih lanjut pada proses pembentukan sel darah merah, sel darah putih, keping darah, atau kombinasi antara ketiganya. Umumnya, akan terjadi pengurangan jumlah sel darah, namun pada beberapa kasus juga ditemui kerusakan permanen sum-sum tulang yang dapat mengakibatkan anemia aplastik dan leukemia (Hodgson, 2004 : 47).
Metabolit benzene yang terbentuk di dalam tubuh kemudian akan menyebabkan gangguan toksisitas jaringan darah. Kemudian, akan terjadi peningkatan proliferasi sel BM dalam rangka mencegah perkembangan gangguan toksisitas jaringan darah. Bersamaan dengan terjadinya peningkatan proliferasi sel BM, maka akan aktif sistem perbaikan DNA pada tubuh. Namun, ketika sistem perbaikan DNA aktif maka dampak stres oksidatif yang diakibatkan oleh benzene dapat mengakibatkan terjadinya perubahan neoplastik (Kawasaki et al., 2009).
Hubungan antara keterpaparan benzene dengan kejadian leukemia dapat terlihat dengan memperhatikan aktifitas gen Trp-53. Tumor Suppressor P53 adalah gen yang bertindak sebagai penunjuk (biomarker) bagi berbagai jenis tumor (sanger.ac.uk., 2010). Pada beberapa penelitian, terbukti bahwa perubahan kadar Trp-53 akibat adanya metabolit benzene berhubungan dengan kejadian leukemia (Kawasaki et al., 2009).
Pada percobaan dengan menggunakan tikus diketahui bahwa penurunan kadar Trp-53 merupakan tanda awal terjadinya neoplasma pada jaringan darah (Hematopoietic Neoplasm). Kesalahan yang terjadi pada Trp-53 mengakibatkan terjadinya kesalahan ekspresi gen, sehingga sel myeloid akan mengalami proses diferensiasi yang tidak terkendali. Proses diferensiasi inilah yang akhirnya mengakibatkan terjadinya leukemia.
Dari jurnal PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA PENDERITA LEUKEMIA diceritakan bahwa Leukemia merupakan jenis kanker darah yang paling banyak dijumpai pada usia di bawah 15 tahun. Dengan adanya penyakit seperti leukemia pada remaja maka akan mempengaruhi semua aktivitas dan kepribadian pada remaja penderita leukemia. didapatkan hasil bahwa Subjek penderita leukemia dapat menerima keadaan dirinya dengan baik. Penerimaan dapat terjadi karena subjek menyadari dan menerima keterbatasan-nya saat ini karena penyakit. Peneri-maan ini terlihat dari subjek memahami keterbatasannya dan mengurangi ke-giatan menarinya. Subjek dapat mene-rima kekurangan yang dimilikinya dan mencoba menjadikan kekurangannya tersebut menjadi kelebihan untuk dirinya dengan cara banyak membaca dan ber-usaha untuk membuatnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Subjek mau menerima kritikan dari orang lain dan mencoba untuk mengubah sikapnya yang kurang menyukai apabila ada orang yang mengkritiknya dan kurang mengenal dirinya. Subjek bersikap semua hal yang diinginkannya harus dilakukan, namun terkadang subjek juga merasa dirinya terlalu egois karena semua keinginannya harus dituruti dan membuat kakak dan adik subjek menjadi cemburu.