PERPADUAN PENGGUNAAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE PRAKTIKUM ( KONPRAK ) DALAM UPAYA PENINGKATAN KREATIFITAS DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA PADA POKOK BAHASAN ELASTISITAS BAGI SISWA KELAS X MIA SMA NEGERI 7 SURAKARTA SEMESTER DUA TAHUN AJARAN 2013/2014
Oleh: Mujito
SMA Negeri 7-Surakarta
Abstrak:
Penelitian ini Untuk memperbaiki tingkat pemahaman siswa pada pelajaran fisika dan meningkatkan kreatifitas siswa dalam proses kegiatan pembelajaran fisika. Strategi dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui 2 siklus dan pada setiap siklus meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Sedang untuk meningkatkan prestasi siswa dengan mengunakan pembelajaran dan pengajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang dipadukan dengan metode praktikum. Subjek pada penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas X MIA SMA Negeri 7 Surakarta sedang objeknya adalah pembelajaran materi bahasan elastisitas, diajarkan dengan cara metode diskusi kelompok dan metode praktikum. Dari penelitian yang diadakan dengan meneliti kondisi awal siswa yang diukur dengan alat tes tertulis dan hasil penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus terlihat adanya peningkatan hasil yang dicapai siswa dalam menguasai materi elastisitas yang diberikan. Peningkatan penguasaan materi ini mulai dari siklus I siswa dapat meningkat sebesar rata-rata sebsar 77,50 dari kondisi awal dengan rata-rata sebsar 73,57 sedang dari kondisi di siklus I setelah dilakukan tindakan pada siklus II meningkat sebear rata-rata sebsar 81,79. Dari Hasil penelitian tindakan kelas ini maka peneliti menyarankan Siswa harus siap untuk mengikuti pembelajaran dengan metode CTL yang dipadukan dengan metode praktikum, karena dengan metode ini pemahaman siswa akan lebih meningkat dan siswa selalu bersedia dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti petunjuk dan arahan yang diberikan guru.
Kata kunci : penelitian tindakan kelas, pengajaran kontekstual, praktikum dan elastisitas
PENDAHULUAN
Pembelajaran fisika telah dilaksanakan sejak lama dan dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda-beda. Meskipun demikian hasil yang diperoleh belum memenuhi harapan. Berdasarkan pengalaman penulis didapatkan bahwa setiap diadakan ulangan harian, ulangan tengah semester maupun ulangan akhir semester, masih terdapat 50 % atau lebih siswa yang nilainya masih dibawah kriteria ketuntasan minimal ( kkm ). Ini berarti masih banyak siswa yang belum menguasai materi pembelajaran fisika secara baik dan benar.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran guru seringkali menggunakan beberapa metode yang bervariasi. Pemilihan berbagai metode pembelajaran yang banyak jenisnya tentu harus dipertimbangkan sebelum digunakan. Pendekatan kooperatif merupakan salah satu metode pembelajaran yang akhir-akhir ini sering digunakan. Pendekatan ini lebih menekankan kerja sama antar siswa. Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari siswa-siswa yang bekerja sama dalam satu perencanaan kegiatan mengajar. Setiap anggota kelompok diharapkan dapat saling bekerja sama secara sportif satu sama lain dan bertanggung jawab baik kepada dirinya sendiri maupun pada anggota dalam satu kelompok. (Lie, 2008: 24)
Salah satu teknik dalam pembelajaran kooperatif adalah dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning-CTL) yang dipadukan dengan metode praktikum. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan CTL dengan praktikum, lebih ditekakan pentingnya lingkungan alamiah yang diciptakan dalam setiap kegiatan pembelajaran, agar kelas lebih ‘hidup’ dan lebih ‘bermakna’. Pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa untuk menguatkan, memperluas, menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam situasi dan masalah yang memang ada dalam keseharian siswa. Pembelajaran CTL dengan praktikum tidak hanya menuntun siswa mengikuti pembelajaran dengan konteks lingkungannya, namun juga menuntun siswa mengeksplorasi makna ‘konteks’ itu sendiri dimana tujuannya untuk menyadarkan siswa bahwa mereka memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mempengaruhi dan membentuk susunan konteks yang beragam mulai dari keluarga, ruang kelas, kelompok, tempat kerja, komunitas dalam suatu tatanan skosistem.
Beberapa alasan CTL dipadukan dengan praktikum dapat berhasil dalam pembelajaran karena sesuai dengan kehidupan sehari-hari siswa, pendekatan CTL dengan praktikum, mampu mengaitkan inforamasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada, sesuai dengan cara kerja alam, sehingga penerapan CTL dengan praktikum diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat lebih efektif dan efesien. Masalah utama dalam pembelajaran Fisika ialah mencari metode atau model pembelajaran yang dapat menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa, sehingga siswa mampu mengimplementasikan hakekat nilai dalam kehidupan sehari-hari. Materi elastisitas menekankan pada penerapan konsep tegangan dan regangan dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut: "Dengan perpaduan penggunaan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learning dengan metode praktikum dapat meningkatkan kreatifitas dan prestasi belajar fisika pada pokok bahasan elastisitas bagi siswa kelas X MIA SMA Negeri 7 Surakarta semester dua tahun ajaran 2013/2014?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) memperbaiki tingkat pemahaman siswa pada pelajaran fisika.2) untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalarn proses kegiatan pembelajaran fisika dan 3) untuk meningkatkan prestasi belajar fisika pada pokok bahasan elastisitas
Dari hasil penelitian diharapkan mendapatkan teori baru tentang peningkatan prestasi belajar fisika siswa melalui metode contextual teaching and learning yang dipadukan dengan metode praktikum. Sebagai dasar untuk kegiatan selanjutnya yang sejenis. Dapat memberikan nilai tambah dalam memahami pelajaran fisika pada materi elastisitas. Sebagai bahan evaluasi terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dan memberikan input yang bermanfaat untuk bahan pertimbangan dalam melaksanakan program kegiatan belajar bagi siswa di masa mendatang.
LANDASAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Contextual Teaching and Learning (Pembelajaran Kontekstual)
Contextual teaching and learning atau pembelajaran kontekstual merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Untuk itu sebelumnya dijelaskan pengertian dari pembelajaran kooperatif (cooperativ learning).
Menurut Lie (2008: 28) “falsafah yang mendasari penerapan pembelajaran cooperatif learning dalam pendidikan adalah manusia sebagai makhluk sosial, sehingga kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup”. Perbedaan pembelajaran cooperatif learning dengan pembelajaran kelompok adalah bahwa dalam pembelajaran cooperatif learning terdapat 5 unsur yang harus diterapkan yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, kesempatan bertatap muka dan berdiskusi, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
Lebih lanjut Lie (2004) menyatakan “Pembelajaran cooperatif learning adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan siswa lebih aktif daripada guru”. Sistem pembelajaran ini mengajak siswa untuk aktif didalamnya, kreatif dan belajar menerima keragaman. Jadi siswa dituntut kekompakannya untuk bekerjasama satu dengan yang lainnya dan saling bertanggung jawab. Jadi keberhasilan belajar dalam pendekatan ini bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individual secara utuh. Melainkan perolehan itu akan berhasil bila dilakukan bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik.
Selanjutnya menurut Nurhadi (2003: 63) dinyatakan bahwa pendekatatan CTL adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia guru keseharian siswa ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat
Berkaitan dengan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL adalah system yang holistic (menyeluruh) yang dapat meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam membangun makna yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran CTL maka siswa dapat menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterapilan akademik dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar masalah-masalah yang diasimilasikan.
Pendekatan CTL menurut Umedi (2002: 42), merupakan konsep belajar yang membantu guru mangaitkan materi diajarkannya dengan situasi yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai pembelajaran efektif. Yakni, kontruksivisme (Contructivisme), bertanya (Quistioning), Menemukan (Inquiri), Masyarakat Belajar (Learning Community), Pemodelan (Modeling), Refleksi (Refleksion), dan Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessement)”.
Berkaitan dengan pendapat tersebut, Pendekatan CTL adalah system yang holistic (menyeluruh) yang dapat meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam membangun makna yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran CTL maka siswa dapat menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterapilan akademik dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar masalah-masalah yang diasimilasikan. Dan pembelajaran CTL ini terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah sehari-hari yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagi makhluk hidup dalam suatu ekosistem (Nurhadi, 2003: 73).
Menurut Sanjaya (2005: 37), ada tiga hal yang perlu dipahami dalam penerapan Pendekatan CTL, yaitu Pertama, Pendekatan CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menentukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman langsung. Proses belajar dalam konteks. Pendekatan CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, Pendekatan CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan dengan pengalaman belajkar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, Pendekatan CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya Pendekatan CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan, artinya Pendekatan CTL bukan hanya mengahap siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya akan tetapi meteri pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Metode Praktikum
Metode praktikum adalah cara penyajian pembelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan menggunakan seperangkat peralatan, untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajarai. Praktikum adalah percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu. Praktikum juga dapat diartikan sebagai salah satu metode mengajar dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya serta melakukan hasil suatu percobaan kemudian hasil pengamatan itu disampaikan di kelas dan dievaluasikan guru.
Praktikum dapat dilakukan pada suatu laboratorium atau diluar laboratorium, pekerjaan praktikum mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan dalam metode pembelajaran.
Djamarah (2006:84) menyatakan bahwa “Dalam proses belajar mengajar
dengan metode percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.”
Seperti pada buku Suryosubroto (2002:192) “Menurut Encylopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode praktikum itu adalah
suatu metode di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.
Prestasi Belajar
Menurut menurut Sudjana (2000: 41), prestasi belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem Pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, berdasarkan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi menjai tiga ranah yakni: 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis sintesis dan evaluasi.2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban, atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertidak. Ada enam aspek ranah psikomotorik yakni gerak refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan, ketepatan gerakan keterampilan, dan gerakan ekspresif dan interaktif.
Menurut Usman (1993: 26), bahwa prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Faktor Internal terdiri dari: 1) Faktor jasmani, sebagai contoh panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku. 2) Faktor psikologis terdiri atas: Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki. Dan faktor non intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi dan emosi. 3)Faktor kematangan fisik maupun psikis.
Sedangkan faktor eksternal yang disebutkan oleh Usman (1993) yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri atas : 1) Faktor sosial yang terdiri atas: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok, 2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, 3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar, 4) Faktor spiritual atau keagamaan.
Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Elastisitas
Pelajaran fisika menguraikan dan menganalisa struktur dan pristiwa-peristiwa alam, teknik, dan dunia sekeliling. Dalam pada itu itu akan ditemukan atauran-aturan atau hukum-hukum dalam alam, yang dapat menerangkan gejala-gejalanya berdasarkan struktur logika antara sebab dan akibat. Dalam pada itu eksperimen atau percobaan merupakan alat bantu yang sangat penting. Struktur ilmiah fisika, dalam pada itu, menyusun atau membentuk pengertian, hubungan antara pengertian, prinsip, dan hukum yang berlaku secara umum.
Jadi secara keseluruhan, fisika dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha menguraikan serta menjelaskan hukum alam dan kejadian-kejadian alam dengan gambaran menurut pemikiran manusia.
Menurut Kurikulum 2013, materi pokok elastisitas kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa antara lain: 1.1 Bertambah keimannanya dengan menyadari hubungan keteraturan dan kompleksitas alam dan jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya. 1.2 Menyadari kebesaran Tuhan yang mengatur karakteristik fenomena gerak, fluida, kalor dan optik. 2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; obyektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hat; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan dan berdiskusi. 2.2 Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan. 3.6 Mendeskripsikan sifat elastisitas bahan dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari. 4.1 Menggunjakan peralatan dan tehnik yang tepat dalam melakukan pengamatan dan pengukuran besaran fisika untuk suatu penyelidikan ilmiah. 4.5 Menyelidiki sifat elastis suatu bahan melalui percobaan.
Penelitian Tindakan Kelas
Arikunto (2006: 40), menyatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas atau istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action Research (CAR) sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu dikenal dan ramai dibicarakan dalam dunia pendidikan. Ada 3 kata pembentuk pengertian PTK yaitu: 1) Penelitian, menunjukkan pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. 2) Tindakan, menunjukkan pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian kegiatan siklus untuk siswa. 3) Kelas, dalam hal mi tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik yaitu sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru dengan arahan dari guru yang dilakukan siswa.
Menurut Suhardjono (2006: 68), tujuan utama penelitian tindakan kelas yaitu untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Tujuan selanjutnya yaitu untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesionalnya. Pada intinya tujuan dan penelitian tindakan kelas yaitu untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa.
PTK terdiri atas rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang. Menurut Suhardjono (2006: 76) keempat kegiatan yang ada pada setiap siklus yaitu (a) perencanaan, (b) tindakan, (c) pengamatan, (d) refleksi yang dapat digambarkan sebagai berikut: Siklus pertama yang terdiri dan empat kegiatan.
Kerangka Berpikir
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning-CTL) yang dipadukan dengan metode praktikum. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan CTL dengan praktikum, lebih ditekankan pentingnya lingkungan alamiah yang diciptakan dalam setiap kegiatan pembelajaran, agar kelas lebih ‘hidup’ dan lebih ‘bermakna’. Pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa untuk menguatkan, memperluas, menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam situasi dan masalah yang memang ada dalam keseharian siswa. Pembelajaran CTL dengan praktikum tidak hanya menuntun siswa mengikuti pembelajaran dengan konteks lingkungannya, namun juga menuntun siswa mengeksplorasi makna ‘konteks’ itu sendiri dimana tujuannya untuk menyadarkan siswa bahwa mereka memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mempengaruhi dan membentuk susunan konteks yang beragam mulai dari keluarga, ruang kelas, kelompok, tempat kerja, komunitas dalam suatu tatanan skosistem.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Diduga perpaduan penggunaan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learning dengan metode praktikum ( konprak ) dapat meningkatkan kreatifitas dan prestasi belajar fisika pada pokok bahasan elastisitas bagi siswa kelas X MIA SMA Negeri 7 Surakarta semester dua Tahun Pelajaran 2013/2014
METODE PENELITIAN
Tempat penelitian ini adalah di SMA Negeri 7 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014. Tahap-tahap pelaksanaan kegiatan sejak persiapan sampai dengan penulisan laporan penelitian secara keseluruhan dilakukan selama enam bulan, yaitu sejak bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2014.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas X MIA SMA Negeri 7 Surakarta tahun pelajaran 2013/2014. Sampel yang diambil adalah satu kelas yaitu kelas X MIA 2 dengan jumlah siswa 28 siswa, yang terdiri dari 11 siswa putra dan 17 siswa putri.
Menurut Moleong (2007:157) "Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain". Dalam penelitian ini sumber datanya adalah guru mata pelajaran Fisika kelas X MIA 2 SMA Negeri 7 Surakarta, guru sebagai pemberi tindakan dan siswa sebagai penerima tindakan.
Teknik dan Alat Pengumpul Data
Teknik Pengumpul Data dengan menggunakan: Observasi dan wawancara. Menurut Arikunto (2006) "Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencacatan secara sistematis". Dalam hal ini, peneliti langsung mengadakan pengamatan atau observasi mengenai tindakan yang dilakukan, serta mencatat hasil-hasilnya secara sistematis. Sedangkan " Wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawabaan dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak". Dalam penelitian ini peneliti mengajukan beberapa pertanyaan pada guru dan siswa dengan tanya jawab secara langsung.
Dalam penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Arikunto (2006) metode dokumentasi yaitu "Mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, trankrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya". Pada penelitian ini dokumentasinya menggunakan data peningkatan keaktifan siswa yaitu daftar nama-nama siswa yang keaktifannya meningkat.
Validitas Data
Moleong (2007:321) mengemukakan bahwa:”Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas) menurut versi `positivisme' dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri.”
Menurut Moleong (2007:322-323), istilah yang digunakan oleh versi positivisme ini mengenai validitas antara lain yaitu: “Pertama, validitas internal yang dinyatakan sebagai variasi yang terjadi pada variabel terikat dapat ditandai sejauh variasi pada variabel bebas dapat dikontrol. Kedua, validitas eksternal, menurut Cook dan Campbell (1967:37) ialah perkiraan validitas yang diinferensikan berdasarkan hubungan sebab akibat yang diduga terjadi, dapat digeneralisasikan pada dan di antara ukuran alternatif sebab akibat dan di antara jenis orang, latar, dan waktu. Ketiga, reliabilitas menunjuk pada ketaatasasan pengukuran dan ukuran yang digunakan.”
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Menurut Moleong (2007:248) analisis data kualitatif adalah: “Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.”
Selanjutnya Moleong (2007:248) menjelaskan tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut: 1) Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data. 2) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema berasal dari data. 3) Menuliskan 'model' yang ditemukan. 4) Koding yang telah dilakukan.
G. Prosedur Penelitian
Menurut Arikunto (2006) secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.
Dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang tediri dari dua siklus, yaitu sebagai berikut:
Siklus I, yang terdiri dari:
Tahap I: Perencanaan
Peneliti melakukan perencanaan tindakan kelas yang akan dilakukan untuk meningkatkan keaktifan siswa kelas X MIA 2 pada saat pelajaran Fisika, karena a) keaktifan siswa di dalam pembelajaran masih kurang, b) keberanian siswa dalam menjawab dan mengajukan pertanyaan belum ada, c) kemampuan menguasai materi yang belum optimal, d) hasil belajar siswa masih rendah. Penelitian itu dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Juni 2014 di SMA Negeri 7 Surakarta. Tindakan awal yang dilakukan adalah perencanaan penggunaan strategi cooperatif learning.
Tahap II: Pelaksanaan
Pada penelitian ini guru akan memberikan pelajaran dengan strategi cooperatif learning. Guru menyiapkan skenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk memimpin diskusi membahas materi yang sudah dipelajari dan dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan dan refleksi.
Tahap III: Pengamatan
Dalam tahap ini peneliti hanya mengamati tindakan yang telah direncanakan pada tahap awal dan tidak melakukan tindakan tersebut, yang melakukan tindakan adalah guru mata pelajaran Fisika kelas X MIA 2 SMA N 7 Surakarta. Tindakan tersebut adalah strategi cooperatif learning untuk meningkatkan keaktifan siswa pada saat pelajaran Fisika. Pada pengamatan tersebut ternyata masih banyak siswa yang belum aktif dalam kelompoknya dan pada saat diskusi tidak bisa menjawab pertanyaan dari siswa lain.
Tahap IV: Refleksi (Reflecting)
Hasil evaluasi jika tindakan yang dilakukan oleh guru dirasa belum berhasil, dapat dilihat dari tingkat keaktifan sswa yang masih rendah dan dalam diskusi siswa yang tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain secara baik dan benar sesuai yang diharapkan.
Siklus II, dilakukan untuk menguatkan tindakan pada siklus I yang terdiri dari:
Tahap I: Perencanaan (Planning)
Peneliti melakukan perencanaan tindakan kelas yang akan dilakukan untuk meningkatkan keaktifan siswa kelas X MIA 2 pada saat pelajaran Fisika, karena keaktifan siswa dirasa kurang saat guru menyampaikan materi Fisika di kelas. Tindakan awal yang dilakukan adalah pemberian observasi terhadap keaktifan siswa pada saat guru menyampaikan materi. Pada siklus ke-2 ini akan diberikan strategi cooperatif learning yang dipadukan dengan metode praktikum, khusus kepada para siswa yang kurang aktif pada siklus 1. Diharapkan dengan tindakan tersebut siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran, sehingga pemahaman rnateri akan semakin bertambah dan prestasi juga akan lebih meningkat.
Tahap II: Palaksanaan (Acting)
Pada siklus ke-2 penelitian ini guru akan memberikan strategi cooperatif learning yang dipadukan dengan metode praktikum, khusus kepada siswa yang kurang aktif pada siklus 1, sedangkan siswa yang pada siklus 1 sudah aktif dipisahkan. Diharapkan antara siswa yang kurang aktif akan mengambil peranan yang lebih besar dalam proses belajar.
Tahap III: Pengamatan (Observing)
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap siswa yang kurang aktif pada siklus 1. Diharapkan dengan memisahkan siswa yang kurang aktif dan siswa yang aktif, maka siswa akan lebih aktif dalam pelajaran.
Tahap IV: Refleksi (reflecting)
Disini guru mata pelajaran Fisika kelas X MIA 2 SMA Negeri 7 Surakarta menyatakan tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik atau belum, dan sudah berhasil atau belum tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan keaktifan siswa. Ternyata disini tindakan yang dilakukan oleh guru dirasa cukup berhasil. Dapat dilihat dari observasi yang menunjukkan tingkat keaktifan siswa yang meningkat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Awal Penelitian
Proses pembelajaran Fisika di SMA Negeri 7 Surakarta khususnya di kelas X MIA 2, guru mata pelajaran Fisika mengalami suatu permasalahan, yaitu kurangnya keaktifan siswa saat guru menyampaikan mata pelajaran Fisika. Berdasarkan hasil dokumentasi diperoleh nilai rata-rata pretest sebesar 73,57.
Berdasarkan latar belakang tersebut terdapat kesenjangan, yang seharusnya siswa memperhatiakan penjelasan dari guru, namun ada beberapa siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran. Keaktifan siswa dirasa sangat kurang, dan selama ini guru telah menempuh beberapa cara untuk meningkatkan keaktifan siswa antara 1ain adalah mengingatkan siswa yang kurang aktif, memberikan pertanyaan untuk memotivasi, dan menyuruh siswa merangkum semua penjelasan yang telah guru sampaikan.
Dari semua cara yang telah dilakukan untuk meningkatkan keaktifan, guru merasa tidak ada perubahan dan hasilnya masih sama saja dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Upaya yang dilakukan untuk dapat meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran Fisika pada kelas X MIA 2 dengan jalan memberikan strategi cooperatif teaching and learning.
Deskripsi Hasil Siklus I
Perencanaan Tindakan
Berdasarkan kondisi awal di atas, maka dalam penelitian akan diberikan pembelajaran dengan strategi cooperatif learning kepada siswa secara keseluruhan.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan pembelajaran dengan strategi cooperatif learning dilaksanakan pada saat pelajaran Fisika. Pembelajaran dengan CTL diawali dengan uraian guru menghadirkan dunia keseharian siswa ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang memiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat.
Pengamatan dan Hasil Pengamatan Tindakan
Dalam tahap pengamatan tindakan ini, ternyata masih banyak siswa yang tidak aktif dan kurang memperhatikan penjelasan dari guru. Semuanya dapat dilihat pada saaa pelaksanaan strategi cooperatif learning, siswa yang tidak aktif tidak dapat menjalankan peranannya dengan baik, sebagian siswa hanya mengandalkan siswa yang aktif.
Dari hasil pengamatan guru bahwa keaktifan siswa pada mata pelajaran Fisika setelah diadakan strategi cooperatif learning secara keseluruhan ternyata tidak mengalami peningkatan, masih terdapat beberapa siswa yang tidak aktif mengikuti pelajaran.
Refieksi
Berdasarkan hasii pengamatan di atas, peningkatan keaktifan siswa dengan cara penggunaan strategi contextual learning secara keseluruhan ternyata tidak mampu meningkatkan keaktifan siswa. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan tindakan berikutnya untuk dapat meningkatkan keaktifan siswa yaitu pemberian strategi cooperatif learning yang dipadukan dengan metode praktikum, khusus terhadap siswa yang kurang aktif pada siklus 1 ditunjuk sebagai ketua kelompok.
Deskripsi Hasil Siklus II
Perencanaan Tindakan
Berdasarkan hasil dari siklus I yaitu tidak ada peningkatan keaktifan dengan penggunaan strategi cooperatif learning secara keseluruhan, untuk itu tindakan selanjutnya akan dilakukan penggunaan strategi cooperatif learning yang dipadukan dengan metode praktikum, khusus terhadap siswa yang kurang aktif sebagai ketua kelompok. Agar tujuan pembelajaran mencapai sasaran dengan baik seperti yang tercantum dalam kurikulum, selain digunakan model pembelajaran yang sesuai, perlu adanya perangkat pembelajaran yang sesuai pula. Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran yang dicancang yang memuat informasi berharga yang dibutuhkan guru, khususnya berbagai macam strategi dan metode serta sumber belajar yang ditempatkan pada strategi cooperatif learning yang dipadukan dengan metode praktikum, sehingga sangat mudah dilihat dan mudah dipahami.
Pelaksanaan Tindakan
Penggunaan strategi cooperatif learning yang dipadukan dengan metode praktikum, secara khusus dilaksanakan pada saat mata pelajaran Fisika. Pelaksanaan pada tindakan ini sama dangan pelaksanaan pada sikius I, yaitu guru menghadirkan dunia keseharian siswa ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang memiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat.
Pendekatan CTL dengan praktikum, menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menentukan materi, artinya proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman langsung. Proses belajar dalam konteks Pendekatan CTL dengan praktikum, tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Pendekatan CTL dengan praktikum, dilakukan dengan mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan dengan pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Pengamatan dan Hasil Pengamatan Tindakan
Dalam tahap pengamatan tindakan ini, ada peningkatan keaktifan siswa saat guru menyampaikan materi. Dapat dilihat pada saat guru memberikan materi pelajaran sebagian besar siswa aktif, dimana semua siswa aktif dalam mengikuti pelajaran.
Dari hasil pengamatan tersebut, bahwa dengan strategi cooperatif teaching and learning yang dipadukan dengan metode praktikum, dapat meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran Fisika yaitu dari 73,57 menjadi 81,79.
Relleksi
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II, penggunaan strategi cooperatif learning yang dipadukan dengan metode praktikum, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Fisika dari 73,57 menjadi 81,79. Dengan demikian pemahaman siswa dapat meningkat sesuai yang diharapkan dan pembelajaran diharapkan akan lebih berhasil.
Berdasarkan hasil pengukuran pada pretest, siklus I dan siklus II diperoleh peningkatan hasil belajar sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Belajar Fisika Pokok Bahsan Elastisitas pada Siswa Kelas X MIA 2 SMA Negeri 7 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014
Distribusi Statistik | Pretest | Siklus I (Post Test I) | Siklus II (Post Test II) |
Rata-rata | 73,57 | 77,50 | 81,79 |
Standart Deviasi | 13,90 | 14,5 | 15,5 |
Minimal | 60,00 | 60,00 | 70,00 |
Maksimal | 90,00 | 90,00 | 90,00 |
Hasil penilaian pelaksanaan pretets terhadap siswa diperoleh nilai tertinggi sebesar 90 dan nilai terendah 60, dan nilai rata-rata (mean) sebesar 73,57. Kemudian hasil pelaksanaan test pada siklus I (post test I) setelah memperoleh pembelajaran dengan strategi cooperatif teaching and learning diperoleh nilai tertinggi sebesar 90 dan nilai terendah 60, dan nilai rata-rata (mean) sebesar 77,50. Hasil pelaksanaan siklus II (post test II) pada pembelajaran strategi cooperatif teaching and learning yang dipadukan dengan metode praktikum, memperoleh nilai tertinggi sempurna sebesar 90 dan nilai terendah 70, dan nilai rata-rata (mean) sebesar 81,79.
Pembahasan Hasil Tiap Siklus dan Antar Sikius
Pelaksanaan Tindakan Pada Siklus I dan II
Keaktifan siswa pada siklus I hanya terdapat pada beberapa orang siswa. Upaya peningkatan keaktifan siswa pada mata pelajaran Fisika yaitu penggunaan strategi cooperatif learning terhadap siswa secara keseluruhan, dan hasilnya keaktifan siswa tidak meningkat. Seianjutnya pada siklus II dilakukant tindakan untuk meningkatkan keaktifan dengan cara penggunaan strategi cooperatif learning yang dipadukan dengan metode praktikum, khusus terhadap siswa yang pada siklus 1 kurang aktif ditunjuk sebagai ketua kelompok. Setelah pelaksanaan tindakan siklus II, keaktifan siswa pada mata pelajaran Fisika meningkat, suasana belajar kondusif, sehingga siswa dapat fokus pada materi yang disampaikan guru.
Hasil Pengamatan Pada Siklus II
Pada hasil pengamatan siklus II penggunaan strategi cooperatif learning dengan praktikum, secara khusus dapat meningkatkan keaktifan siswa, dimana prestasi belajar Fisika meningkat dari rata-rata 73,57 menjadi 81,79. Hal ini karena penunjukkan sebagai ketua kelompok terhadap siswa yang kurang aktif akan memotivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh.
Reffeksi Pada Siklus I dan II
Berdasarkan hasil pengamatan diatas, penggunaan strategi cooperatif learning dengan metode praktikum, dapat meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran Fisika. Hal ini berarti pembelajaran strategi cooperatif learning dengan praktikum, merupakan salah satu alternatif pemecahan pembelajaran yang inovatif, yang secara langsung menjadi wahana pembinaan nilai keaktifan pada diri siswa.
Dalam penerapan pembelajaran CTL dengan praktikum, siswa dapat menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterapilan akademik dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar masalah-masalah yang diasimilasikan. Siswa dibantu untuk menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah sehari-hari. Dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL dengan praktikum, guru menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menentukan materi, artinya proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman langsung.
Berkaitan dengan hasil tersebut, Nurhadi (2003: 73) menyatakan bahwa “pendekatan CTL adalah system yang holistic (menyeluruh) yang dapat meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam membangun makna yang dipelajarinya”. Dalam pembelajaran CTL siswa dapat menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterapilan akademik dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar masalah-masalah yang diasimilasikan. Dan pembelajaran CTL dengan praktikum ini, terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah sehari-hari yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagi makhluk hidup dalam suatu ekosistem.
PENUTUP
Simpulan
Dari semua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1) Penggunaan strategi cooperatif teaching and learning yang dipadukan dengan metode praktikum, dapat meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran Fisika pada pokok bahasan elastisitas bagi siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 7 Surakarta tahun pelajaran 2013/2014. 2) Penggunaan strategi cooperatif teaching and learning yang dipadukan dengan metode praktikum, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran Fisika. Nilai rata-rata prestasi belajar Fisika meningkat dari 73,57 pada pretest menjadi 81,79 setelah siklus II. Hal ini berarti penggunaan strategi cooperatif teaching and learning yang dipadukan dengan metoda praktikum, akan meningkatkan keaktifan siswa dan memotivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh
Saran
Untuk mengintensifkan model pembelajaran konprak, dapat disarankan sebagai berikut: 1) Guru dapat menggunakan metode CTL yang dipadukan dengan metode praktikum dalam pembelajaran sebagai alternatif pembelajaran agar pemahaman siswa terhadap materi menjadi lebih baik. 2) Dalam proses pembelajaran harusnya guru memperhatikan kondisi siswa, dan menggunakan strategi mengajar yang bervariasi. Dengan demikian keaktifan siswa akan meningkat pada mata pelajaran Fisika. 3) Guru selalu mengadakan evaluasi jangka pendek guna mengetahui tingkat penguasaan materi siswa dari konsep yang sudah diajarkan. 4) Siswa harus siap untuk mengikuti pembelajaran dengan metode CTL yang dipadukan dengan metode praktikum, karena dengan metode ini pemahaman siswa akan lebih meningkat. 5) Siswa selalu bersedia dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti petunjuk dan arahan yang diberikan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 1998. Evaluasi Instruksional Prinsip dan Prosedur. Bandung : CV Karya
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Jakarta: Rineka Cipta.
Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. University Press
Johnson, Elaine B. 2006. Contextual Teaching and Learning. Bandung : Mizan Learning Center (MLC)
Lie, Anita. 2008. Cooperatif Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Martinis Yamin. 2006. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.
Melvin K. Silberman. 2004. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktiv. Bandung: Nusamedia
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurhadi. 2003. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana.
Slavin, Robert. 1994. Cooperatif Learning. (Terjemahan Agus Susanto). Boston University
Subroto, Suryo. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Umaedi. 2002. Pendekatan Kontekstual. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
SMA NEGERI 7 SURAKARTA, TAHUN 2014