MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PENGUKURAN PANJANG MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 3
NANGGULAN KECAMATAN CAWAS KAB. KLATEN TAHUN
SEMESTER II PELAJARAN 2010/2011
Oleh Suharno
ABSTRAK
Matematika adalah studi objek yang bersifat abstrak, sehingga sulit dicerna oleh anak-anak usia sekolah dasar. Anak-anak usia sekolah dasar masih belum diklasifikasikan dalam tahap berfikir formal karena orientasinya masih terkait dengan benda-benda konkrit. Untuk itulah, dalam proses pembelajaran matematika, khususnya pada tingkat pendidikan dasar, hendaknya guru menyampaikan konsep-konsep matematika dengan benar sehingga siswa dapat memahami. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah SK. pengukuran panjang pada siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat meningkatkan hasil belajar matematika?. Panelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika pokok bahasan pengukuran panjang pada siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 22 siswa yang terdiri dari 12 siswa putra dan 10 siswa putri, guru kelas lima dan peneliti yang bertindak sebagai observer yang mengamati berlangsungnya proses pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan dengan empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Hasil penelitian pada siklus I menunjukkan belum tercapainya indikator keberhasilan, yaitu nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 68,04. Siswa yang tuntas belajar sebanyak 12 orang dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 54,54%. Sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan yaitu nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 80,11 dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 75%. Hasil observasi terhadap guru menunjukkan pada siklus I guru belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran masalah dan belum dapat mengelola waktu dengan baik. Namun pada siklus II proses pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan guru dapat mengelola waktu dengan baik.
Dari penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan pengukuran panjang pada siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011. Untuk itu disarankan bagi guru matematika kelas V sekolah dasar agar pembelajaran matematika berbasis masalah perlu dilaksanakan karena melalui pembelajaran matematika berbasis masalah siswa terlatih untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi permasalahan dengan cermat sehingga siswa dapat mengembangkan daya nalarnya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, hendaknya guru kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011 menerapkan pembelajaran berbasis masalah dalam mengajar matematika, khususnya materi pengukuran panjang sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangMasalah
Matematika adalah studi objek yang bersifat abstrak, sehingga sulit dicerna oleh anak-anak usia sekolah dasar (SD). Anak-anak usia sekolah dasar masih belum diklasifikasikan dalam tahap berfikir formal karena orientasinya masih terkait dengan benda-benda konkrit. Ini bukan berarti bahwa matematika tidak mungkin dapat diajarkan di sekolah dasar, bahkan Domain (1985) mengatakan, pada hakikatnya matematika lebih baik diajarkan sejak usia balita. Mengingat pentingnya matematika untuk pendidikan sejak siswa SD maka perlu dicarikan jalan penyelesaiannya, yaitu suatu cara mengelola proses belajar mengajar matematika di SD sehingga matematika dapat dicerna dengan baik oleh siswa SD pada umumnya.
Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan yang berfungsi menanamkan kemampuan dan ketrampilan dasar untuk keperluan melanjutkan pelajaran pada tingkat diatasnya yaitu SMP, maupun untuk memberikan bekal kemampuan pada siswa mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan minat, serta kondisi lingkungannya. Kemampuan menghitung dan mengukur serta ketrampilan membaca dan menulis di SD merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan lain yang lebih tinggi.
Pelajaran matematika bagi pendidikan dasar, pada umumnya tidak disukai karena dianggap sukar dan ditakuti oleh siswa sehingga hal ini dapat mempengaruhi perkembangan belajar matematika. Kesulitan belajar matematika terutama disebabkan oleh sifat khusus dari matematika yang memiliki obyek abstrak. Pelajaran matematika yang berjalan saat ini cenderung ditujukan pada ketrampilan siswa mengerjakan dan menyelesaikan soal-soal matematika. Banyak siswa secara individual kurang memahami konsep matematika yang pada hakikatnya merupakan ilmu deduktif aksiomatis dan berangkat dari hal-hal yang abstrak. Berkaitan dengan proses belajar mengajar yang ditekankan pada penataan nalar, pengembangan sikap kritis, logis dan ketrampilan menerapkan matematika, maka siswa harus memiliki kemampuan memahami konsep matematika sebagai prasyarat yang utama. Untuk itulah, guru sekolah dasar berperan penting dalam menyampaikan konsep-konsep matematika kepada siswanya yang memiliki taraf konkrit, yang mana kesalahan dalam penyampaian konsep oleh guru berakibat fatal terhadap siswa dalam menghadapi permasalahan berikutnya yang masih berhubungan dengan konsep tersebut.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah: Apakah dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan pengukuran panjang pada siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika pokok bahasan pengukuran panjang melalui model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi siswa
a. Menumbuhkan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan bekerja sama, dan kemampuan berkomunikasi serta mengembangkan ketrampilan berpikir tinggi siswa.
b. Meningkatkan motivasi dalam belajar matematika sehingga dapat menumbuhkan minat belajar yang pada gilirannya akan membawa pengaruh yang positif yaitu terjadinya peningkatan hasil belajar yang baik serta penguasaan konsep dan ketrampilan yang lainnya.
c. Potensi siswa dapat lebih ditumbuhkembangkan agar menjadi lebih baik.
2. Manfaat bagi guru
a. Mendapatkan pengalaman langsung melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan profesi guru.
b. Memberikan kesempatan guru lebih menarik siswa dalam proses belajar mengajar serta memungkinkan guru dan siswa lebih mengenal benda konkret sebagai sarana belajar.
c. Mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi yang dapat
memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Landasan Teori
1. Matematika Sekolah
Menurut Suherman (2003 : 55), matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Ini berarti bahwa matematika SD adalah matematika yang diajarkan di tingkat SD, matematika SMP adalah matematika yang diajarkan di tingkat SMP, matematika SMA adalah matematika yang diajarkan di tingkat SMA. Matematika sekolah tersebut terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pengertian pembelajaran menurut tim MKDU IKIP Semarang (1997 : 26) adalah usaha sadar guru/pendidik untuk membantu siswa dalam membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika berdasarkan pengalaman/pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Adapun tujuan pembelajaran matematika di SD dalam buku pedoman pelaksanaan kurikulum pendidikan dasar dan GBPP SD disebutkan bahwa sasaran matematika sekolah dasar yang ingin dicapai antara lain sebagai berikut.
a. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan berhitung dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihkan melalui kegiatan matematika.
c. Mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di SMP.
d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
3. Model Pembelajaran Matematika
a. Model Pembelajaran
Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pembelajaran, metode pembelajaran atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu, yaitu: rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilakukan secara berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Model–model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan: tujuan pembelajarannya, pola urutannya dan sifat lingkungan belajarnya. Sebagai contoh pengklasifikasian berdasarkan tujuan, pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang baik untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar.
4.Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghadapi banyak masalah. Permasalahan-permasalahan itu tentu saja tidak semuanya merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu. Oleh karena itu cukup beralasan jika pembelajaran berbasis masalah menjadi trend dalam pembelajaran matematika sekarang ini
Ciri utama pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama, dan menghasilkan karya atau peragaan. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah antara lain bertujuan membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah (Ismail, 2002 : 2).
Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian tidak hanya pada perolehan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural. Oleh karena itu, penilaian tidak cukup hanya dengan tes. Penilaian evaluasi yang sesuai dengan pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil penyelidikan mereka.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah meliputi beberapa hal diantaranya sebagai berikut.
a. Tugas-tugas perencanaan.
Hakikat interaktifnya, pembelajaran berbasis masalah membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.
1) Penetapan tujuan
Pertama kali kita mendiskripsikan bagaimana pembelajaran berbasis masalah direncanakan untuk membantu mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri.
2) Merancang situasi masalah
Beberapa guru dalam pembelajaran berbasis masalah lebih suka memberikan siswa suatu keleluasaan untuk memilih masalah untuk diselidiki karena cara ini meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung teka-teki dan tidak terdefinisi secara ketat, memungkinkan kerja sama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
3) Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa dimungkinkan bekerja dengan beragam material, peralatan dan pelaksanaannya dapat dilakukan didalam kelas, bisa juga di perpustakaan, bahkan dapat pula dilakukan di luar kelas. Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah. Langkah yang garus dilakukan berikut ini.
B. Kerangka berpikir
Proses belajar mengajar yang kurang optimal akan menyebabkan rendahnya hasil belajar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan dan faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa. Dalam pemilihan model pembelajaran harus tepat dan perlu pemikiran dan penerapan yang matang. Agar tujuan pembelajaran matematika dapat terwujud, maka perlu suatu perencanaan dalam pembelajaran matematika di kelas dan metode pembelajaran yang sesuai. Salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam setiap pengajaran pada umumnya dan pada pelajaran matematika khususnya, diperlukan berbagai macam modal pembelajaran. Dalam hal ini digunakan model pembelajaran berbasis masalah, karena dalam pembelajaran berbasis masalah siswa dihadapkan dengan permasalahan yang mengandung teka-teki sehingga membangkitkan rasa ingin tahunya untuk melakukan penyelidikan dan dapat menemukan sendiri jawabannya, dengan mengkomunikasikan hasil itu dengan orang lain. Dengan demikian siswa akan senang, terangsang, tertarik dan bersikap positif terhadap pembelajaran matematika sehingga minatnya dalam mempelajari matematika semakin besar dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah melalui model pembelajaran berbasis masalah hasil belajar pokok bahasan pengukuran panjang siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat ditingkatkan.
METODE PENELITIAN
A. Settiing Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 22 siswa yang terdiri dari 12 siswa putra dan 10 siswa putri, guru matematika kelas V dan peneliti yang bertindak sebagai observer yang mengamati berlangsungnya proses pembelajaran.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas yang dilakukan melalui siklus dan pada setiap siklusnya terbagi menjadi empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) melalui pembelajaran berbasis masalah dibutuhkan data-data yang dapat dianalisis dan direfleksikan sehingga terbentuk sebuah perencanaan tindakan untuk memperbaiki kondisi awal. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode :
1. Tes
2. Lembar Pengamatan (observasi)
3. Angket
E. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini ditunjukkan apabila nilai rata-rata kelas untuk hasil belajar pada materi pengukuran panjang ≥ 7,5 dan ketuntasan belajar klasikal ≥ 75% (dihitung berdasarkan ketuntasan individual 6,5). Indikator keberhasilan ini ditetapkan karena berdasarkan wawancara dengan guru kelas tersebut, hasil evaluasi pada mata pelajaran matematika pokok-pokok bahasan sebelumnya memberikan hasil di bawah indikator keberhasilan tersebut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Siklus I
a. Hasil pengamatan proses pembelajaran.
Berdasarkan data pengamatan siklus I diperoleh data sebagai berikut.
1) Hasil pengamatan terhadap siswa
Dari pengamatan yang dilakukan terhadap siswa dalam proses pembelajaran yaitu pada lampiran 11 diperoleh beberapa hal sebagai berikut.
a) Pada siklus I seluruh siswa hadir dalam proses pembelajaran.
b) Ada 14 (empat belas) orang siswa yang tidak memperhatikan, Diantaranya 8
delapan) orang berbicara sendiri, 4 (empat) orang yang melihat observernya,
dan 2 (dua) orang yang melihat keluar kelas. Namun, sebagian besar siswa
sudah memperhatikan penjelasan guru.
c) Siswa yang mampu memberikan tanggapan/contoh atas penjelasan guru ada 10
(sepuluh) orang.
d) Siswa yang mampu menjawab pertanyaan ada 8 (delapan) orang.
e) Selesai guru menerangkan ada 3 (tiga) siswa yang kurang jelas sehingga berani bertanya.
f) Dalam setiap kelompok, hanya 1-2 orang siswa yang mampu mengambil bagian dalam diskusi. Terlihat hanya siswa yang pandai saja yang menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
g) Siswa tidak dapat sepenuhnya mengamati demonstasi/penyajian hasil karya. Ada 15 (lima belas) orang siswa yang mampu mengamati penyajian hasil karya. Pada saat satu kelompok maju, kelompok yang lain tidak memperhatikan, cenderung bermain dan berbicara sendiri.
h) Siswa yang dapat melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik ada 21 (dua puluh satu) orang.
i) Siswa belum dapat menarik suatu kesimpulan.
b. Hasil refeksi
Berdasarkan hasil tes pada siklus I, nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa adalah 68,04 dibawah indikator keberhasilan yang ditetapkan. Hal ini terjadi karena disebabkan beberapa faktor diantaranya sebagai berikut.
1) Siswa
Siswa belum terbiasa dengan pembelajaran berbasis masalah, hal itu terlihat pada saat guru menerangkan materi pelajarannya siswa tidak memperhatikan dan cenderung bermain serta berbicara sendiri, hanya sebagian kecil dari siswa yang dapat menjawab 52 pertanyaan dari guru dan dapat menanggapi serta memberi contoh atas penjelasan dari guru. Dalam kerja kelompok hanya sebagian siswa saja yang mengambil bagian dalam diskusi. Pada saat satu kelompok menyajikan hasil karya kelompoknya maka siswa yang lain tidak memperhatikan dan cenderung bermain serta berbicara sendiri.
2. Siklus II
a. Hasil pengamatan proses pembelajaran.
Berdasarkan data pengamatan siklus II diperoleh data sebagai berikut.
1) Hasil pengamatan terhadap siswa
Dari pengamatan yang dilakukan terhadap siswa dalam proses pembelajaran yaitu pada lampiran 24 diperoleh beberapa hal sebagai berikut.
a) Pada siklus II seluruh siswa hadir dalam proses pembelajaran.
b) Siswa sudah memperhatikan penjelasan guru dengan sangat baik.
c) Siswa sudah mampu memberikan tanggapan/contoh atas penjelasan guru ada 20 (dua puluh) orang.
d) Siswa yang mampu menjawab pertanyaan ada 15 (lima belas) orang.
e) Keberhasilan siswa untuk bertanya semakin meningkat, pada siklus ini ada 20 (dua puluh) orang siswa yang berhasil bertanya atas penjelasan guru.
f) Semua anggota kelompok sudah mengambil bagian dalam diskusi.
g) Siswa dapat mengamati demonstrasi/penyajian hasil karya dengan baik. Hanya 10 (sepuluh) orang siswa yang tidak memperhatikan.
h) Semua siswa melaksanakan tugas yang diberikan dengan sangat baik.
i) Ada 10 (sepuluh) orang siswa yang dapat menarik kesimpulan.
b. Hasil refeksi
Berdasarkan hasil tes pada siklus II, nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa adalah 80,11. Hal ini terjadi karena disebabkan beberapa faktor diantaranya sebagai berikut.
1) Siswa
Pada siklus II ini, seluruh siswa hadir dalam pembelajaran. Siswa sangat aktif dalam pembelajaran, hal itu terlihat sebagian besar siswa mampu menjawab pertanyaan guru dengan benar, siswa berani menyampaikan pendapat dan menanggapi siswa lain, serta dapat memberi contoh atas penjelasan guru. Dalam kerja kelompok hampir seluruh siswa berpartisipasi aktif/ambil bagian didalamnya. Demikian juga, pada saat satu kelompok mempresentasikan hasil karya kelompoknya maka siswa yang lain memperhatikan dengan baik.
B. Pembahasan
Pembahasan yang dilakukan didasarkan atas hasil pengamatan yang dilanjutkan dengan refleksi pada setiap siklus tindakan. Dari hasil pengamatan proses pembelajaran aktivitas belajar siswa sudah baik. Tetapi, dalam memberikan tanggapan/memberi contoh atas penjelasan guru dan yang mampu menjawab pertanyaan masih sedikit. Dalam diskusi kelompok hanya didominasi oleh siswa yang pandai. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk meningkatkan aktivitas siswa yaitu dalam pembelajaran guru selalu memberikan motivasi pada siswa.
Hasil pengamatan terhadap guru sudah cukup baik, namun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, diantaranya bimbingan individu masih kurang, hanya sebagian siswa yang aktif dalam diskusi kelompok. Guru tidak memberikan bimbingan kepada siswa pada saat menuliskan hasil diskusi pemecahan masalah pada lembar presentasi. Tulisan yang dibuat terlalu kecil sehingga tidak terbaca oleh siswa yang duduk dibelakang. Selain itu suara mereka juga kurang keras sehingga hanya didengar oleh siswa yang duduk didepan, sedangkan siswa yang lain tidak memperhatikan dan cenderung bermain sendiri dan berbicara sendiri. Dalam penyajian hasil karya hanya 1 (satu) kelompok saja yang mempresentasikan hasil karya kelompoknya karena waktu yang tidak memungkinkan. Pada akhir pelajaran kesimpulan dilakukan oleh guru, seharusnya siswalah yang mengambil kesimpulan.
Dari hasil tes siklus I yang tuntas belajar ada 12 orang, sedangkan yang tidak tuntas sebanyak 10 orang dan nilai rata-rata kelasnya 68,04 dibawah indikator keberhasilan yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan kurangnya kesungguhan siswa dalam mengerjakan soal. Siswa sulit mengubah satuan panjang karena kurangnya latihan soal yang dapat membantu siswa memahami materi. Siswa takut bertanya atas materi atau konsep yang diberikan. Selain itu faktor dari guru yang belum sepenuhnya memahami model pembelajaran berbasis masalah, sehingga guru tidak melakukan alur proses dalam pembelajaran yang terdiri dari 5 (lima) tahap yaitu mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan sempurna. Misalnya, guru tidak berkeliling membantu siswa/kelompok yang mengalami kesulitan. Dari pelaksanaan siklus I, ternyata belum mencapai indikator keberhasilan maka dilanjutkan dengan pelaksanaan pada siklus II agar hasil belajar semakin meningkat.
Berdasarkan hasil analisis angket refeksi pada siklus I siswa merasa pembelajaran berbasis masalah ini menyenangkan dan mudah diikuti. Mereka senang dengan pembelajaran yang dilakukan dengan kerja kelompok. Mereka senang dengan penyajian hasil kerja kelompok. Evaluasi yang diberikan kepada mereka mudah diikuti dan soal pemecahan masalah yang diajukan menarik sehingga mendorong serta memotivasi mereka untuk lebih maju dan terus belajar matematika.
Pada siklus II dari hasil pengamatan proses pembelajaran aktivitas belajar siswa baik. Siswa sudah mempunyai pengalaman dalam mengikuti pembelajaran berbasis masalah. Dalam memberikan tanggapan/memberi contoh atas penjelasan guru dan yang mampu menjawab pertanyaan sudah ada peningkatan. Pembentukan kelompok dilakukan dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa. Dalam diskusi kelompok mereka saling bekerja sama dan berbagi pendapat dalam setiap persoalan, sehingga siswa yang pandai dengan sabar memberikan bimbingan kepada siswa yang kurang pandai. Akibatnya siswa yang kurang pandai tidak merasa terkucilkan, malah menjadi siswa yang aktif dalam berdiskusi bertanya mana yang kurang dimengerti sehingga diskusi kelompok dapat berlangsung dengan baik.
Hasil pengamatan terhadap guru juga terdapat peningkatan. Proses pembelajaran yang dilakukan pada siklus II telah mencerminkan ciri dari pembelajaran berbasis masalah yaitu pengajuan pertanyaan, memusatkan kepada keterkaitan antara disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan hasil karya atau peragaan (Ismail, 2002 : 2). Dalam menjelaskan tujuan pembelajaran sudah sangat baik, memunculkan masalah dengan baik dan memotivasi siswa untuk memecahkan masalah dengan sangat baik. Dalam penyampaian materi pelajaran tidak secara konvensional lagi melainkan kontekstual sehingga pada waktu permasalahan dimunculkan, guru mendapat respon dengan baik dari siswa. Pada saat diskusi guru berkeliling dan membantu siswa yang mengalami kesulitan. Guru memberikan bimbingan kepada siswa pada saat presentasi. Tulisan sudah besar dan suaranya juga sudah keras, sehingga bisa didengar oleh semua siswa. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan tanggapan atas presentasi yang dilaksanakan. Siswa sudah dapat menarik kesimpulan dengan bimbingan guru.
Dari hasil tes pada siklus II siswa semangat dalam mengerjakan soal yang diberikan, mereka mengerjakan dengan sungguh-sungguh dan cermat dalam mengerjakan soal-soal, karena mereka memahami dan mengerti materi yang diberikan sehingga siswa yang tuntas belajar ada 16 orang, sedangkan yang tidak tuntas sebanyak 5 orang dan nilai rata-rata kelasnya 80,11. Hal ini sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan, sehingga dikatakan penelitian ini sudah berhasil. Berdasarkan hasil analisis angket refleksi pada siklus II siswa merasa pembelajaran berbasis masalah ini menyenangkan dan mudah diikuti. Mereka sangat senang dengan pembelajaran yang dilakukan dengan kerja kelompok. Mereka senang dengan penyajian hasil kerja kelompok. Evaluasi yang diberikan kepada mereka mudah diikuti dan soal pemecahan masalah yang diberikan mendorong serta memotivasi mereka untuk terus belajar matematika. Berarti ada peningkatan yang positif pada siklus II.
Dari pembahasan diatas menunjukkan bahwa indikator keberhasilan tercapai, ada peningkatan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan pengukuran panjang pada siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dapat terlihat pada nilai rata-rata kelas 68,04 pada siklus I dengan persentase ketuntasan belajar 54,54%, siswa yang tuntas belajar sebanyak 12 siswa. Kemudian terjadi peningkatan menjadi 80,11 pada akhir penelitian, diatas indikator keberhasilan dengan persentase ketuntasan belajar 75%, siswa yang tuntas belajar sebanyak 16 siswa. Ini berarti bahwa melalui model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan pengukuran panjang pada siswa kelas V SD Negeri 3 Nanggulan Kecamatan Cawas Kab. Klaten Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan bagi guru matematika kelas VI sekolah dasar agar :
1. Pembelajaran matematika berbasis masalah perlu dilaksanakan oleh guru. Karena melalui pembelajaran matematika berbasis masalah siswa terlatih untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi permasalahan dengan cermat sehingga siswa dapat mengembangkan daya nalarnya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rhineka Cipta.
Herman, Hodoyo. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika (Common Texbook). Surabaya: Universitas Surabaya-University Press.
Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Berbasis Masalah (Buku Ajar Mahasiswa). Surabaya: Universitas Surabaya-University Press.
Ismail. 200. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction). Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional.
Khafid, M, Suyati. 2003. Pelajaran Matematika Penekanan Pada Berhitung. Jakarta: Erlangga.
Mukti, Aji, Listiatutik. 2003. Mari Berhitung 6A. Jakarta: Intan Pariwara.
Rooijakkers, Ad. 1991. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: PT Grasindo (Gramedia Widiasarana Indonesia).
Sudjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Surabaya: Direktorat Jendral Pendidika Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI.
Suherman, Erman. 2003. Strategi Belajar dan Mengajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah..
Tim MKDU. 1997. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : FIP IKIP Semarang..
DATA DIRI PENULIS
Nama : Suharno, S.Pd
Nip : 19600114 198304 1 002
Jabatan : Kepala Sekolah
Unit kerja : SDN 3 Nanggulan Kec. Cawas Kab. Klaten