PEDOMAN UMUM
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN
Disalin dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
1. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata awal kalimat, misal:
2. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam petikan langsung, misal:
3. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan termasuk kata gantinya, misal:
4. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang, misalnya:
Perhatikan tulisan berikut:
5. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, misal:
6. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang, misal:
7. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku dan bahasa, misal:
8. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya dan peristiwa sejarah, misal:
Perhatikan tulisan berikut:
9. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam letak geografi, misal:
Perhatikan tulisan berikut:
10. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintah, ketatanegaraan dan dokumen resmi, misal:
Perhatikan tulisan berikut:
11. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata partikel, seperti, di, ke, dari, untuk, dan, yang, yang tidak terletak pada posisi awal, misal:
12. Huruf besar atau huruf kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan, misal:
Catatan:
13. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, paman dan lain-lain yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan, misal:
Catatan:
14. Huruf besar atau huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai sebagai kata ganti atau sapaan, misal:
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk:
1. Menuliskan nama buku, majalah dan surat kabar yang dikutip dalam karangan, misal:
2. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata, misal:
3. Menuliskan kata nama-nama ilmiah, atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan dengan ejaannya, misal:
Catatan:
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan, misalnya:
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya, misalnya:
2. Awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya kalau bentuk dasarnya berupa gabungan kata, misalnya:
3. Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, maka kata-kata itu ditulis serangkai, misalnya:
4. Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai, misalnya:
Amoral | Monotheisme |
Antarkota | Multilateral |
Antikomunis | Nonkolaborasi |
Bikarbonat | Pancasila |
Caturtunggal | Atheisme |
Dasawarsa | Poligami |
Demoralisasi | Prasangka |
Dwiwarna | Purnawirawan |
Ekawarna | Reinkarnasi |
Ekstrakurikuler | Saptakrida |
Infrastruktur | Semiprofesional |
Inkonvensional | Subseksi |
Internasional | Swadaya |
Introspeksi | Telepon |
Kolonialisme | Transmigrasi |
Kontrarevolusi | Tritunggal |
Kosponsor | Tunanetra |
Mahasiswa | Ultramodern |
Catatan:
a. Bila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf besar, diantara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-), misalnya:
b. Maha sebagai unsur gabungan kata ditulis serangkai kecuali jika diikuti oleh kata yang bukan kata dasar, misalnya:
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung, misalnya:
Anak-anak | Berjalan-jalan |
Biri-biri | Buku-buku |
Mata-mata | Centang-perenang |
Menulis-nulis | Dibesar-besarkan |
Mondar-mandir | Gerak-gerik |
Porak-poranda | Hati-hati |
Ramah-tamah | Huru-hara |
Sayur-mayur | Kuda-kuda |
Sia-sia | Kupu-kupu |
Terus-menerus | Kura-kura |
Tukar-menukar | Laba-laba |
Tunggang-langgang | Lauk-pauk |
Undang-undang |
|
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, bagian-bagian umumnya ditulis terpisah, misalnya:
Duta besar | Model linier |
Kambing hitam | Orang tua |
Kereta api cepat luar biasa | Persegi panjang |
Rumah sakit umum | Mata pelajaran |
Simpang empat | Meja tulis |
Gabungan kata termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan salah baca, dapat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian diantara unsur yang bersangkutan, misalnnya:
Alat pandang-dengar | Dua-sendi |
Anak-istri | Ibu-bapak |
Buku sejarah-baru | Watt-jam |
Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata ditulis serangkai, misalnya:
Akhirulkalam | Halalbihalal |
Alhamdulillah | Hulubalang |
Apabila | Kepada |
Bagaimana | Manakala |
Barangkali | Matahari |
Bilamana | Padahal |
Bismillah | Paramasastra |
Bumiputra | Peribahasa |
Daripada | Sekaligus |
Sendratari | Meja tulis |
Silaturrahim | Model linier |
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya, misalnya:
Kata depan di, ke dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada, misalnya:
Perhatikan penulisan berikut:
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, misalnya:
1. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya, misalnya:
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya, misalnya:
3. Kelompok kata yang berikut, yang sudah dianggap pada benar, ditulis serangkai, seperti: adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun, misalnya:
4. Partikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya, misalnya:
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab dan angka Romawi. Pemakaiannya diatur dalam pasal-pasal berikut ini, misalnya:
2. Angka digunakan untuk menyatakan:
a. Ukuran panjang, berat dan isi, misalnya:
b. Satuan waktu, misalnya:
c. Nilai uang, misalnya:
Catatan:
3. Angka lazim dipakai untuk menandai nomor jalan, rumah, kantor, apartemen, atau kamar pada alamat, misalnya:
4. Angka digunakan untuk menomori karangan atau bagiannya, misalnya:
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a. Bilangan utuh, misalnya:
b. Bilangan pecahan, misalnya:
6. Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
7. Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut, misal:
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam pemerincian dan pemaparan, misalnya:
§ Ayah memesan sampai tiga ratus ekor ayam
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat lagi pada awal kalimat, misalnya:
Bukan: 15 orang tewas dalam kecelakaan itu
Bukan: 250 orang tamu diundang pak Darmo, atau dua ratus lima puluh orang tamu diundang pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan bulat yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca, misalnya:
11. Kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kwitansi. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, misalnya:
Bukan: kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai
Bukan: Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah
12. Kalau bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisan itu harus tepat, misalnya:
1. Tanda titik dapat dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan, misalnya:
2. Tanda titik dapat dipakai pada akhir singkatan nama orang, misalnya:
3. Tanda titik dapat dipakai pada akhir singkatan nama gelar, jabatan, pangkat dan sapaan, misalnya:
Bc. Hk. | : | Bakalaureat Hukum |
Dr. | : | Dokter |
Ir. | : | Insinyur |
Kep. | : | Kepala |
Kol. | : | Kolonel |
M.B.A | : | Master of Business Administration |
M.Sc. | : | Master of Science |
Ny. | : | Nyonya |
Prof. | : | Profesor |
Sdr. | : | Saudara |
S.E. | : | Sarjana Ekonomi |
S.H. | : | Sarjana Hukum |
S.S. | : | Sarjana Sastra |
4. Tanda titik dapat dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik, misalnya:
a.n. | : | atas nama |
dkk. | : | dan kawan-kawan |
dll. | : | dan lain-lain |
dsb. | : | dan sebagainya |
dst. | : | dan seterusnya |
hlm. | : | halaman |
tgl. | : | tanggal |
tsb. | : | tersebut |
u.b. | : | untuk beliau |
u.p. | : | untuk perhatian |
y.l. | : | yang lalu |
yth. | : | yang terhormat |
5. Tanda titik dapat dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagian, ihtisar, atau daftar, misalnya:
III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jendral Agraria
Penyiapan naskah:
1. Patokan Umum
1.1 Isi karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
6. Tanda titik dapat dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu, misalnya:
2.35.20 jam (pukul 2 lewat 35 menit 20 detik)
7. Tanda titik dapat dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu, misalnya:
2.35.20 jam (2 jam, 35 menit, 20 detik)
8. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan angka ribuan, jutaan dan seterusnya yang tidak menunjukkan jumlah, misalnya:
9. Tanda titik dapat dipakai dalam singkatan yang terdiri dari huruf-huruf awal kata atau suku kata atau gabungan keduanya, atau yang terdapat di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat, misalnya:
ABRI | : | Angkatan Bersenjata Republik Indonesia |
MPR | : | Majelis Permusyawaratan Rakyat |
SMA | : | Sekolah Menengah Atas |
UUD | : | Undang-Undang Dasar |
WHO | : | World Health Organization |
Deppen | : | Departemen Penerangan |
ormas | : | Organisasi Masyarakat |
radar | : | Radio detecting and ranging |
sekjen | : | Sekretaris jendral |
tilang | : | Bukti pelanggaran lalu lintas |
10. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang, misalnya:
Cu | Kuprum |
TNT | Trinitrotoluen |
10 cm | Panjangnya 10 cm lebih sedikit |
kg | Berat yang diizinkan 100 kg ke atas |
Rp 567,00 | Harganya Rp 567,00 termasuk pajak |
11. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel dan sebagainya, misalnya:
12. Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat atau nama dan alamat penerima surat, misalnya:
Jalan Diponegoro 55
Jakarta
1 April 2008
Yth. Yeni Indiarti
Jalan Jetis Mulyoagung 2
Malang
Kantor Penempatan Tenaga Kerja
Jalan Cikini 28
Malang
1. Tanda koma dapat dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan, misalnya:
2. Tanda koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, melainkan, misalnya:
3a. Tanda koma dapat dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimat, misalnya:
3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat, misalnya:
4. Tanda koma dapat dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya, oleh karena itu, jadi, lagipula, meskipun begitu, akantetapi. Misalnya:
5. Tanda koma dapat dipakai di belakang kata-kata seperti O, ya, wah, aduh, kasihan, yang terdapat pada awal kalimat, misalnya:
6. Tanda koma dapat dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat, misalnya:
7. Tanda koma dapat dipakai diantara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan, misalnya:
8. Tanda koma dapat dipakai menceraikan bagian nama yang di balik susunannya dalam daftar pustaka, misalnya:
9. Tanda koma dapat dipakai diantara tempa penerbitan, nama penerbit, dan tahun penerbitan, misalnya:
10. Tanda koma dapat dipakai diantara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya, untuk membedakan dari singkatan nama keluarga atau marga, misalnya:
11. Tanda koma dapat dipakai di muka angka persepuluhan dan diantara rupiah dan sen dalam bilangan, misalnya:
12. Tanda koma dapat dipakai untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan oposisi, misalnya:
13. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat, apabila petikan langsung tersebut berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan mendahului bagian lain dalam kalimat itu, misalnya:
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara, misalnya:
2. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung, misalnya:
1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian/pemerincian, misalnya:
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerincian, misalnya:
a. Ketua : Ahmat Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang : Ruang 55
Pengantar acara: Bambang S.
Hari : Selasa
Jam : 9.30 pagi
3. Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan, misalnya:
Ibu : “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir: “Baik, Bu.”
Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!”
4. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerincian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan, misalnya:
5. Tanda titik dua dipakai (i) diantara jilid atau nomor dan halaman, (ii) diantara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) diantara judul dan anak judul suatu karangan, misalnya:
(i) Tempo, I (2008), 35:5
(ii) Surat Yasin: 56
(iii) Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah studi, sudah terbit.
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian garis, misalnya:
ru juga
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung baris.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris, misalnya:
ukur panas
ngukur kelapa
an yang baru
Akhiran-i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang, misalnya:
Anak-anak | Dibolak-balik |
Berulang-ulang | Kemerah-merahan |
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian tanggal, misalnya:
5. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan, misalnya:
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se, dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (b) ke, dengan angka, (c) angka dengan –an, dan (d) singkatan huruf kapital dengan imbu-han atau kata, misalnya:
§ Hadiah ke-2
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing, misalnya:
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus di luar bangun kalimat, misalnya:
2. Tanda pisah menegaskan adanya oposisi/keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas, misalnya:
3. Tanda pisah dipakai diantara dua bilangan/tanggal yang berarti “sampai dengan” atau diantara dua nama kota yang berarti “ke” atau “sampai”, misalnya:
1. Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus, misalnya:
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan, misalnya:
Catatan:
Kalau bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat perlu dipakai empat titik. Tiga titik untuk menghilangkan teks yang dimaksud, sedangkan satu titik menandai akhir kalimat, misalnya:
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya, misalnya:
2. Tanda tanya dipakai diantara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya, misalnya:
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan/pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat, misalnya:
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan, misal:
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan, misal:
3. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja, misal:
(1) Alam; | 1) Alam |
(2) Tenaga kerja, dan | 2) Tenaga kerja, dan |
(3) Modal | 3) Modal |
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda tersebut menjadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal, misal:
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelasan yang sudah bertanda kurung, misal:
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris, misalnya:
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat, misalnya:
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang masih kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus, misalnya:
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung, misalnya:
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus, misalnya:
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain, misalnya:
2. Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing, misalnya:
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar, misalnya:
1. Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat, misalnya:
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per atau nomor surat, misalnya:
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata, misalnya:
Selesai